The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-06-13 09:31:30

Peran_Jawa_(Bagian)_Timur_(2)

Peran_Jawa_(Bagian)_Timur_(2)

37 Berakhirnya kekuasaan Airlangga atas Jawa bagian timur pada abad ke-11 menandai pembagian kerajaan menjadi dua, yaitu dan Jangala. C. C. Berg meragukan adanya peristiwa sejarah pembagian kerajaan Airlangga. Dalam artikelnya, Berg menyatakan bahwa Airlangga tidak pernah membagi wilayah kekuasaannya. Cerita tentang pendeta sakti bernama Mpu Bharada yang mengucurkan air dari kendinya sehingga tercipta batas antara dan Jangala hanyalah proyeksi atas kondisi bentang alam Jawa bagian timur yang terbagi akibat aliran Sungai Brantas.1 Pada kenyataannya, banyak artefak yang menunjukkan persaingan hegemoni antara dan Jangala yang mengindikasikan pembagian kerajaan itu adalah sebuah peristiwa sejarah. Slamet Mulyana berpendapat pembagian kekuasaan itu terjadi pada November 1042, sebab adanya istilah “ ” sebagaimana tercantum dalam Prasasti Turun Hyang B yang diresmikan oleh Mapañji Garasakan.2 Persaingan antara dan Jangala terjadi antargenerasi selama 1057 Saka (1135 Masehi) yang menyatakan “ aktivitas perdagangan yang digambarkan dalam prasasti sebagaimana masa-masa sebelumnya. Gejala ini disebabkan karena perhatian penguasa dan rakyat difokuskan untuk memenangkan peperangan. Sejak Prasasti Hantang diresmikan tahun 1135 Masehi, muncul kembali penggambaran aktivitas perdagangan di pasar-pasar desa.3 Berbeda dengan masa-masa BAB III PERDAGANGAN REMPAH PADA MASA SINHASARI DAN MAJAPAHIT 1 C. C. Berg (b), “Het Rijk van de Vijfvoudige Buddha” Mededelingen der Koninklijke (Amsterdam: NoordHollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962), hlm. 54. 2 Slamet Mulyana, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979), hlm. 37. 3 Hal ini tampak pada Prasasti Hantang (1057 Saka/ 1135 Masehi) dan Prasasti Plumbangan (1062 Saka/ 1140 Masehi). J. L. A. Brandes (b), (Batavia: Albrecht & Co., 1913), hlm. 155-158 & 159-163.


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 38 4 Mansur Hidayat, Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur (Denpasar: Pustaka Larasan, 2013), hlm. 26-31. menganugerahkan hak-hak khusus dalam perdagangan kepada penerima keputusan kerajaan. Dalam prasasti-prasastinya, penguasa juga tidak memberikan ketentuan khusus mengenai jumlah barang dagangan yang tidak kena pajak sebagaimana keputusan kerajaan sejak masa Dyah Balitung sampai Mapanji Garasakan berkuasa di Jawa bagian timur. Raja terakhir yang berkuasa di Kediri adalah Kertajaya yang berhasil dikalahkan oleh Ken Angrok pada 1222 Masehi dengan bantuan para Brahmana. Kemenangan Ken Angrok menandai berdirinya Tumapel di Jawa bagian timur yang kemudian menurunkan raja-raja Si hasari dan Majapahit. Kertanegara dalam Sejarah Indonesia dikenal sebagai raja yang memiliki gagasan untuk memperluas mandala sampai ke pulau-pulau sekitar ( ). Adapun upaya-upaya yang dilakukan Kertanegara untuk mewujudkan gagasannya adalah memperkuat kedudukan Singashari di Madura dengan menempatkan Arya Wiraraja dan menyingkirkan pejabat-pejabat kerajaan yang berpotensi menghambat atau tidak sejalan dengan kebijakan politiknya.4 Kebijakan tersebut menyebabkan pergolakan dalam istana, terlebih pejabat kerajaan yang disingkirkannya adalah orangorang dari Wangsa Rajasa. Ketika Wisnuwarddhana masih menjabat sebagai raja, Narasinhamurti menempati kedudukan setara sebagai Ratu Anhabaya. Politik ini berhasil menyatukan dua wangsa besar, yaitu Rajasa (Ken Angrok-Ken Dedes) dengan Sinelir (Tunggul Ametung-Ken Dedes). Sejak Kertanegara bertakhta, jabatan Ratu Anhabaya dihapuskan sehingga Dyah Lembu Tal, anak Narasinhamurti dari Wangsa Rajasa tidak mendapat kedudukan apa pun. Di sisi lain, mereka yang berasal dari Wangsa Sinelir ditempatkan pada jabatan-jabatan penting. Seiring dengan kebijakan politik Kertanegara untuk memperluas cakrawala mandala sampai ke luar Jawa, dilakukan pelucutan jabatan terhadap orang-orang yang dianggap tidak setuju atau menjadi penghambat. Para pejabat tinggi Si hasari yang dipimpin oleh Patih memperlemah pertahanan istana sehingga kemungkinan besar akan terjadi A. : Strategi Politik dan Ekonomi Kertanegara


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 39 5 C. C. Berg, (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1931), hlm. 58. 6 Boechari (b), “Pemberontakan Jayakatwang” dalam Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2018), hlm. 209. 7 Moh Yamin, Tatanegara Majapahit Parwa I (Djakarta: Jajasan Prapantja, 1962), hlm. 207; Mansur Hidayat, op cit., hlm. 53. 8 Slamet Mulyana (b), Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit (Yogyakarta: LkiS, 2011), hlm. 172-173. 9 Istilah pamalayu dalam konteks ekspedisi Kertanegara oleh para ahli tidak disepakati Padang Roco memberitakan hal yang berbeda dengan konsep penundukkan. Prasasti tersebut berisi berita pengiriman arca Amoghapasa oleh Sri Maharajadiraja Kertanegara kepada Srimat Mauli Warmmadewa sebagai upaya menjalin persahabatan. Bambang Budi Utomo, “”Majapahit dalam Lintas Pelayaran dan Perdagangan Nusantara” Berkala Arkeologi Tahun XXIX Edisi No. 2 (2009), hlm. 3-5. 10 Th. G. Th. Pigeaud, (The Hague: Martinus Nijhoff, 1960), hlm. 32. penyerangan yang dilakukan oleh Jayakatwang.5 Kertanegara menolak masukan tersebut dengan dalih hubungannya dengan Jayakatwang adalah adik Kertanegara yang berkedudukan di dan berkuasa atas 6 Di antara keduanya juga memiliki hubungan besan sebab 7 Patih Raganatha kemudian diberhentikan dari jabatannya dan beralih menjadi Adyaksa di Tumapel, sementara jabatan patih diberikan kepada Mahisa Anengah dan Panji Angragani. Selain Patih Raganatha, terdapat pejabat lain yang turut dimutasi dari kedudukannya diri dan menjadi pertama. Semuanya adalah orang-orang pendukung Bathara Narasinhamurti ketika masa pemerintahan Wisnuwarddhana. Pada puncaknya timbul pemberontakan Kelana Bhaya atau Cayaraja pada 1270 Masehi yang dilatarbelakangi kekecewaan para pendukung Wangsa Rajasa atas dihapuskannya jabatan Ratu Anhabaya, memindahkan Arya Wiraraja ke Songenep, pemberhentian Patih Raganatha, serta pemecatan para wrddha mantri dari jabatannya.8 Meskipun banyak ditentang, pada 1275 Masehi Kertanegara tetap dengan rencananya dan memerintahkan 9 . Lima tahun setelah pemberangkatan tentara Si seorang penjahat yang dibenci seluruh istana.10


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 40 11 Ibid. 12 Marwati Djoened Posponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), hlm. 439. 13 Th. G. Th. Pigeaud, loc cit. 14 ..., ” Boechari, “An Inscribed Linga from Rambianak” Bulletin de I’Ecole française d’ExtrêmeOrient Vol. 49 No. 2 (1959), hlm. 407. menceritakan lebih detail tentang pemberontakan tersebut. Berdasarkan deskripsi yang telah disebutkan bisa jadi peristiwa tersebut dilakukan oleh pihak internal istana yang tidak puas dengan kebijakan Kertanegara terhadap para pejabat senior Si hasari yang telah diberhentikan dari kedudukannya. Sembilan tahun setelah mengirim ekspedisi ke Melayu, Kertanegara juga melakukan penundukan terhadap Bali pada 1284 Masehi.11 Tahun 1286 12 Dalam Prasasti yang terpahatkan di belakang arca , sedangkan Mauliwarmadewa hanya . Hal ini menunjukkan dominasi Jawa dan Bali, daerah-daerah luar Jawa yang berhasil ditundukkan Kertanegara di antaranya adalah Pahang, Gurun, Bakulapura, Sunda, Madura, serta seluruh Jawa.13 Keberhasilan Kertanegara dalam menguasai politik di Nusantara, baik melalui jalur peperangan maupun jalur hubungan politik tersirat dalam prasasti Camundi yang ditemukan di Desa Ardimulyo, empat kilometer di utara Kompleks Candi Singosari. Prasasti berangka tahun 1292 Masehi tersebut dipahat pada sandaran arca Camundi yang diapit arca Ganesa dan Bhairawa Cakracakra persis dengan arca yang ditemukan di Candi Singosari. Isi prasasti tersebut memberitakan keberhasilan Raja Kertanegara dalam menundukkan pulau-pulau lain.14 Kebijakan Kertanegara selain mendapat kritikan dari pihak internal kerajaan juga berbenturan dengan ekspansi politik Kubilai Khan. Ekspansi Dinasti Yuan sebenarnya ditujukan untuk mendapat pengakuan dari negara-negara yang sebelumnya mengakui kekuasaan Kaisar Cina. Ada dua cara untuk mendapatkan pengakuan tersebut yaitu melalui pengiriman utusan kerajaan, tetapi apabila tidak membuahkan hasil maka akan


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 41 15 Marwati Djoened Posponegoro & Nugroho Notosusanto, loc cit. 16 Liang Liji, Dari Relasi Upeti ke Mitra Strategi: 2000 Tahun Perjalanan Hubungan Tiongkok-Indonesia (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), hlm. 92. 17 Manuel Komroff, (New York: Garden City Publishing Co., INC., 1930) hlm. 272. 18 Nurni W. Wuryandari, “Memanfaatkan Dokumen Cina Klasik: Mengungkap Informasi Baru Sejarah Jawa” Abad Jurnal Sejarah Vol. 2 No. 2 (2018), hlm. 83. dilakukan penyerangan dengan mengerahkan pasukan bersenjata.15 Pada 1289 Masehi, Kubilai Khan mengutus Meng Qi dengan maksud memberi kabar kepada Jawa tentang Dinasti Yuan sekaligus memperingatkan Kertanegara agar tunduk pada wibawa Kaisar.16 Kertanegara menolak keras titah Kaisar Dinasti Yuan, bahkan melukai wajah utusan Kubilai Khan. Sikap Kertanegara dalam merespons titah Kubilai Khan ini menarik untuk ditinjau lebih lanjut. Dalam sumber lain, titah Kubilai Khan tidak hanya berkaitan dengan persahabatan antar dua pemerintahan, tetapi juga keinginan Dinasti Yuan untuk memonopoli perdagangan di Jawa. K perhatian kerajaan-kerajaan di luar Jawa dan dunia internasional. Ketika misi pelayarannya menyusuri jalur sutra sampai di Jawa sekitar tahun 1285, Marco Polo mencatat hanya ada seorang raja yang berkuasa dan tidak tunduk atau membayar upeti kepada pemerintah lain.17 Sebuah catatan Dinasti Yuan tentang “Penduduk Pulau-Pulau Barbar” (Daoyi Zhilue) mendeskripsikan lebih lengkap motif penyerangan Mongol ke Jawa. Dalam catatan tersebut, Jawa disebut sebagai negeri nomor satu di antara negerike Jawa untuk menarik pajak dan upeti, membuat kantor pemerintahan, mendorong sistem hukum dan tatanan sosial, membuka pos tentara untuk menyampaikan dokumen resmi, menjalankan pengawasan hukuman, menekankan regulasi atas garam, dan penggunaan uang tembaga.18 Melihat banyaknya tuntutan Kubilai Khan ini, wajar jika Kertanegara marah besar terhadap Cina. Pembentukan relasi dengan negara-negara di luar Jawa baik melalui penundukan atau persahabatan dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi sebagai upaya untuk menjaga kelancaran arus barang dan pelayaran di jalur rempah. Negeri-negeri yang termasuk dalam kebijakan politik Kertanegara merupakan wilayah dengan potensi perdagangan rempah. Sunda adalah penghasil lada, yang menurut Cha-Ju-Kua kualitasnya lebih baik daripada produk serupa dari Ta-pan kura-kura, kapur barus, berbagai varietas kayu gaharu, kayu lak, cengkeh,


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 42 19 Friedrich Hirth & W. W. Rockhill, Chau Ju-Kua: His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteenth Centuries, Entitled Chu-fan-chi (Taiwan: Literature House, LTD., 1965), hlm. 61 & 70. 20 Manuel Komroff, loc cit. 21 Ts’Ao Yung-Ho, “Pepper Trade in East Asia” T’oung Pao Second Series Vol. 68 No. 4/5 (1982), hlm. 226. 22 Friedrich Hirth & W. W. Rockhill, op cit., hlm. 83. Harga tersebut merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh para pedagang untuk bertansaksi lada di Su-ki-tan. Meskipun harga di Tuban tidak diketahui secara pasti, namun nominal tersebut cukup untuk menggambarkan nilai jual lada pada abad ke-13. 23 Marwati Djoened Posponegoro & Nugroho Notosusanto, op cit., hlm. 104. cendana, kapulaga, mutiara, dan kemenyan.19 Dari sini tampak bahwa kebijakan Kertanegara berpengaruh terhadap hubungan dagang antara Jawa dengan produsen dan bandar dagang. Sekitar tahun 1285, pelayaran Marco Polo dalam menyusuri jalur sutra sampai di perairan Nusantara. Ketika sampai di Jawa, Marco Polo menyebutkan komoditas yang diperdagangkan di wilayah tersebut adalah lada, pala, lengkuas, kemukus, cengkih, serta rempah-rempah lain. Banyak pedagang yang mengunjungi Jawa untuk mencari komoditas rempah sehingga menghasilkan keuntungan yang sangat besar.20 Di Jawa bagian timur, lada yang dihasilkan di Tuban (Ta-pan) adalah komoditas terbaik kedua setelah Sunda. Di sana terdapat pasar besar tempat para saudagar melakukan transaksi perdagangan lada. Orang-orang asing dari Cina sering melakukan transaksi dengan Jawa menggunakan koin tembaga, padahal pemerintah telah melarang penggunaan mata uang Cina untuk aktivitas perdagangan di luar negeri sehingga banyak terjadi penyelundupan.21 Ketika musim sedang baik, di salah satu wilayah bagian di Jawa sepuluh sampai dua puluh bungkus lada dihargai dua puluh lima tael, setiap bungkus terdiri dari lima shöng. Akan tetapi, jika musim sedang buruk atau pasokan lada mengalami kelangkaan, harga yang sama hanya dapat digunakan untuk membeli setengah dari jumlah lada tersebut.22 Selain dikenal sebagai salah satu daerah penghasil komoditas yang berada di pantai timur Sumatra memegang peranan penting dalam jalur pelayaran dan perdagangan antara India dan Cina.23 Nilakanta timur Sumatra, tetapi juga menjangkau sampai ke wilayah pedalaman


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 43 24 Bulletin de I’École française d’Extrême-Orient Vol. 40 No. 2 (1940), hlm. 299. 25 Titi Surti Nastiti, “Peranan Pasar di Jawa pada Masa Mataram Kuna (Abad VIIITesis pada Program Studi Arkeologi Bidang Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (1995), hlm. 76. 26 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara: Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 19. 27 Slamet Mulyana (b), op cit., hlm. 175. 28 W. P. Groeneveldt, “Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source” Wetenschappen Deel XXXIX (Batavia: W. Bruining & Co., 1880), hlm. 22. 29 Nurni W. Wuryandari, loc cit. pulau.24 memunculkan rasa aman bagi para pedagang untuk melakukan transaksi, terlebih wilayah perairan di sekitar Semenanjung Melayu pada abad ke13 dipenuhi oleh para pembajak. Adanya penguasa yang berdaulat di suatu daerah menegaskan kawasan tersebut terjamin keamanannya sebab mendapat perlindungan selama melakukan kegiatan ekonomi.25 MeilinkRoelofsz mengatakan kekuatan armada Jawa di lautan dapat menghentikan para pembajak Cina dan Melayu yang berada di sekitar Palembang dan Semenanjung Melayu bagian selatan. Seringnya pembajakan juga menyebabkan kapal-kapal dari Asia Barat yang hendak menuju pelabuhan Jawa harus memutar melewati pesisir Barat Sumatra dan Selat Sunda.26 Hal ini dapat menjadi jawaban motif Kertanegara juga menjalin relasi dengan Sunda selain faktor utama perdagangan lada, juga berkaitan dengan jalur pelayaran dari luar Nusantara menuju pelabuhan Jawa. Pasukan Si hasari yang ditugaskan untuk melakukan ekspedisi ke dan Kebo Anenah.27 Sumber tertulis mengenai Tuban menunjukkan bahwa wilayah ini telah menjadi bandar dagang sejak abad ke-11 Masehi. Dalam catatan Cina, Tuban adalah pelabuhan yang baik untuk tempat sandaran kapal dan dipenuhi oleh komoditas rempah. Lada dengan kualitas terbaik kedua setelah Sunda dihasilkan di Tuban (Ta-pan). Ketika pasukan Mongol hendak menyerbu Jawa, mereka terlebih dahulu berlabuh di Tuban (Tuping-tsuh). Dari sana pasukan dibagi dua, masing-masing lewat jalur darat dan laut.28 Pasukan yang berangkat dari jalur laut berangkat dari Tuban menuju ke sungai kecil yang bernama Bajie (Sungai Surabaya) melalui pelabuhan Rong Yalu atau Jung Yalu. Nurni W. Wuryandari Rong Yalu atau Jung Yalu dengan Hujung Galuh sehingga diasumsikan wilayah tersebut terletak sebelum Bajie. 29


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 44 Ancaman penyerangan Jayakatwang kepada Kertanegara sebagaimana yang ditakutkan Patih Raganatha benar-benar terjadi. Saat sebagian besar tentara Si keamanan di istana sedang dalam kondisi lemah sehingga serangan musuh secara mendadak akan dengan mudah meruntuhkan kedudukan Kertanegara. Kondisi ini jelas terbaca oleh Arya Wiraraja yang saat itu telah berkedudukan sebagai Adipati Sumenep. Dalam naskah Pararaton, Arya 30 Liang Liji, op cit., hlm. 92-93. 31 W. P. Groeneveldt, loc cit. 32 Th. G. Th. Pigeaud, loc cit. 33 R. Goris, Prasasti Bali I (Bandung: N. V. Masa Baru, 1954), hlm. 105-107. 34 N. J. Krom, (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1931), hlm. 332. Liang Liji dalam catatan Cina yang diterjemahkannya, menyebutkan wilayah yang dimaksud adalah Jenggala.30 Di sisi lain, Groeneveldt menerjemahkannya sebagai Sungai Sugalu atau Sedayu.31 Apabila dibandingkan dengan sumber lain, hasil terjemahan Liang Liji atau Groeneveldt lebih tepat mengingat Prasasti Kamalagyan justru menyebutkan Hujung Galuh terletak di pedalaman. Penyebutan Rong Yalu atau Jung Yalu dalam catatan Cina mengindikasikan adanya sebuah wilayah yang ramai di pesisir utara Jawa selain Tuban dan terletak sebelum muara Sungai Surabaya (mungkin di sekitar Sedayu). B ke Bali adalah dalam rangka penghancuran ( ), bahkan raja Bali dijadikan tawanan dan dibawa menghadap ke Kertanegara.32 Melihat kegigihan Kertanegara dalam menundukkan Bali, menunjukkan bahwa wilayah disebut sangat berarti dari segi politik maupun ekonomi. Bali merupakan salah satu daerah penghasil rempah, khususnya kemiri dan kapulaga yang sering kali tersebut dalam sumber-sumber prasasti. Sejak abad ke-11, terjalin hubungan antara Bali dengan Jawa dan Lombok dalam hal perdagangan rempah.33 Dari segi politik, N. J. Krom berpendapat bahwa ekspedisi yang dilakukan oleh Kertanegara bertujuan untuk mengembalikan pengaruh Jawa terhadap Bali yang tidak lagi kuat pasca Dharmmawansa Tguh.34 B. Transisi dari Si hasari ke Majapahit


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 45 Terjemahannya 35 van Majapahit” Wetenschappen Deel XLIX (Batavia: Albrecht & Co., 1897), hlm. 18. 36 C. C. Berg, op cit., hlm. 68 “ “ “ Tuanku, hamba memberitahukan kepada Paduka Aji, apabila Paduka Aji ingin berburu di tegal Lama, sekaranglah [saatnya] Paduka Aji dapat berburu. Selagi kesempatan baik [sebab] tidak ada bahaya, tidak ada macan, tidak ada banteng, juga ular [dan] semak belukarnya. Ada macan, tetapi tidak bergigi. “ Sindiran macan tidak bergigi dalam surat Arya Wiraraja ditujukan untuk Patih Raganatha yang pada saat itu telah berusia lanjut. Dalam Kidung Harsawijaya, Jayakatwang sama sekali tidak memiliki alasan untuk berbuat jahat menyerang Kertanegara. Para pejabat dan pemuka agama menjelaskan Jayakatwang harus menyerang Si hasari semata-mata adalah kewajiban seorang ksatria untuk menuntut balas sebab Ken Arok, leluhur Kertanegara telah menghancurkan kakek buyutnya, raja terakhir Kadiri yang bernama Kertajaya.36 Pada akhirnya, Jayakatwang benar-benar melakukan penyerangan terhadap Kertanegara tahun 1292 Masehi ketika tentara Si Kematian Kertanegara menandai peristiwa politik yang sangat penting bagi sejarah Jawa. Adanya penyerangan yang dilakukan oleh Jayakatwang turut mengubah nasib Raden Wijaya yang pada masa Kertanegara tidak menduduki jabatan penting. Penyerangan Jayakatwang mengantarkan Raden Wijaya menjadi pendiri sekaligus raja pertama Majapahit yang melegitimasikan diri sebagai penerus raja-raja Si hasari, sebagaimana yang tampak pada gelar kebesarannya ( ). Tidak sampai di situ saja, legitimasi Raden Wijaya juga dilakukan dengan menikahi keempat tewas dalam pertempuran. Setelah berhasil menjadi raja, yang menjadi permaisuri ( Wiraraja mengirimkan surat kepada Jayakatwang yang berbunyi sebagai berikut35


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 46 37 Goenawan A. Sambodo, “Prasasti Warungahan: Sebuah Data Baru dari Masa Awal Majapahit” Amerta Vol. 36 No. 1 (2018), hlm. 25. Prasasti Warunggahan lempeng 2b baris 5 menerangkan Jayanegara adalah benar-benar putra Raden Wijaya dengan Paduka Parameswari (... ...). Informasi tersebut mengindikasikan adanya pihak-pihak yang meragukan Jayanegara benar-benar anak kandung Raden Wijaya dengan permaisurinya. 38 Moh Yamin, op cit., hlm. 206. 39 P. J. Zoetmulder, Kamus Jawa Kuna Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011), hlm. 60. 40 Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 35. 41 M. Yamin, loc cit. 37 P sebagai menantu muda ( )38 dinikahkan dengan anak tertua sehingga merupakan menantu tua tahta Si hasari sebab ketika Kertanegara lengser, seharusnya digantikan 39 Ketika Kertanegara masih berkuasa, Raden Wijaya berkedudukan sebagai 40 Terlebih penghapusan jabatan Ratu Anhabaya yang seharusnya dipegang untuk menduduki tahta. Setelah mendengar keterangan para pejabat serta pemuka agama, Jayakatwang menjadi murka dan segera memerintahkan pasukannya untuk menyerang istana Si tersebut sia-sia karena musuh berhasil menerobos istana dan membunuh mereka melarikan diri sambil tetap mempertahankan diri dari serangan musuh. Sampai di Kapulungan, pasukan mereka terlibat pertempuran dengan musuh dan berhasil menang. Sesampainya di Rabut Carat, mereka terlibat pertempuran lagi dengan musuh dan berhasil menang. Ketika lawan telah kalah dan tercerai berai, tampak kedatangan musuh yang lebih besar dengan membawa panji-panji berwarna merah dan putih. Melihat musuh dan berpihak ke musuh.41


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 47 P dan pasukannya hancur. Mereka memilih untuk melarikan diri ke Sumenep mendapat saran dari Arya Wiraraja untuk berpura-pura takluk kepada Jayakatwang agar diberi sebidang tanah Arya Wiraraja dengan tentara Tartar menyerang Jayakatwang di Daha. Dalam Kidung Harsawijaya dan Pararaton, Arya Wiraraja telah mendengar kabar kedatangan tentara Tartar dan segera mengirim surat kepada raja Tartar ( ) bertujuan untuk mengadakan kerjasama.42 Kemampuan Arya Wiraraja dalam memperoleh informasi dan berkirim surat kepada Tartar itu berkaitan dengan kedudukan Sumenep dalam dunia internasional. Sumenep memiliki pelabuhan yang termasuk salah satu jalur pelayaran global.43 P satu sisi Arya Wiraraja yang membocorkan kondisi Si hasari saat sebagian untuk menyerang Kertanegara, tetapi di sisi lain Arya Wiraraja pula yang Wijaya menjabarkan Arya Wiraraja merupakan pengikut setia Bathara 44 sehingga tujuannya membantu dan mendirikan Majapahit, Arya Wiraraja diberi kedudukan di Lamajang.45 42 C. C. Berg, op cit., hlm. 163; J. L. A. Brandes, op cit., hlm. 23. 43 Wulan Agustri Ayu, “Strategi Politik Arya Wiraraja dalam Pemerintahan Kerajaan Lamajang Tigang Juru Tahun 1295-1316 Masehi” 9 No. 1 (2020), hlm. 5. 44 Slamet Mulyana (b), op cit., hlm. 173-176. 45 C. C. Berg, op cit., hlm. 178; J. L. A. Brandes, op cit., hlm. 21. penghormatan kepada Baginda Raja di kediaman pribadinya. Datang para mantri dari seluruh tanah Jawa, juru kuwu, selain itu hakim dan pengawas hukum. Turut serta Bali yang mengawali pulau-pulau lain, seluruhnya bersama-sama mulai (memberi persembahan) tidak terputus sampai penuh sesak. “ C. Perdagangan pada Masa Majapahit


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 48 83 Bait 5, menggambarkan kondisi pasar yang penuh sesak ketika sedang dilakukan upacara pemujaan untuk Raja Hayam Wuruk. Tidak hanya pedagang, para saudagar pun turut menggelar barang dagangannya di pasar. Gambaran serupa juga dijumpai dalam salah satu panil relief Candi Penataran (gambar 3) yang menunjukkan seorang pedagang sedang menggelar barang dagangannya yang berupa buah-buahan di antaranya adalah tebu dan nanas. Di antara mereka juga terdapat orang-orang dari kepulauan sekitar atau bangsa asing yang hadir baik sebagai tamu maupun pedagang. Pada Pupuh 83 Bait 4, disebutkan orang-orang asing yang biasa berkunjung ke istana Majapahit berasal dari jambudwipa (India), Kamboja, Cina, yawana (Annam), (Champa), dan (India Selatan). Sementara itu, orang-orang asing dari goda (Gaur) dan syanka (Siam) biasanya datang dari negara asalnya dengan menumpang pada kapal pedagang.47 Pasar di Ibu Kota Majapahit terletak tidak jauh dari permukiman para bangsawan dan bangunan-bangunan tempat berkumpulnya prajurit militer di Bulan Caitra. Pasar berada di bagian utara dari gerbang istana, sebelah utaranya terdapat bangunan yang indah dan megah tempat kediaman adik Raja Hayam Wuruk.48 menggambarkan pasar yang terletak di wilayah pedesaan berada di lembah bukit dengan jalan yang di kanan kirinya terdapat berbagai macam tumbuhan.49 Dalam Prasasti Canggu (1280 Saka/ 1358 Masehi), diceritakan mengenai aktivitas mobilitas pedagang dari satu desa ke desa lain yang dipisahkan oleh Sungai Brantas dan Bengawan Solo.50 Dari keterangan Prasasti Canggu, dapat diketahui bahwa pasar di luar ibu kota Majapahit terletak di daerah strategis yang tidak jauh dari sungai. 46 . Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm.64. 47 Ibid. 48 Ibid., hlm. 7 & 10. 49 Sri Sukesi Adimiwarta, “Unsur-Unsur Ajaran dalam Kakawin Parthayajña” Disertasi pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, (1993), hlm. 76 50 Th. G. Th. Pogeaud, op cit., hlm. 108. Saudagar dan pedagang berbondong-bondong memenuhi pasar, segala dagangannya digelar.46 “


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 49 Gambar 3 Figur memanen buah (kiri) dan seorang pedagang yang menggelar dagangannya (kanan) dalam relief Candi Penataran, Blitar Sumber: Koleksi Digital KITLV Komoditas yang diperdagangkan di pasar terdiri dari benda-benda kerajinan; kebutuhan pokok; tekstil; bahan baku tekstil, dan pewarna; binatang ternak; berbagai macam buah-buahan; serta rempah-rempah. Dalam Prasasti Biluluk 1313 Saka (1391 Masehi), disebutkan mengenai komoditas rempah yang diperdagangkan di wilayah itu antara lain (merica/ Piper nigrum), cabe (cabai jawa/ Piper retrofractum), kumukus (kemukus/ Piper cubeba), kapulaga (Amomum compactum).51 Rempah rempah juga menjadi perbekalan yang dibawa oleh Hayam Wuruk ketika melakukan perjalanan berkeliling desa-desa di Jawa bagian timur. Selama perjalanannya itu, Hayam Wuruk diiringi oleh para abdi dengan membawa mirica (merica/ Piper nigrum), kasumba (kesumba/ Carthamus tinctorius), kapas, kalapa wwah (buah kelapa), (asam jawa/ Tamarindus indica), dan (wijen/ Sesamum indicum).52 S disebutkan dalam beberapa kakawin yang menunjukkan masyarakat saat itu telah terbiasa menggunakan berbagai jenis rempah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam naskah Sri Tanjung, disebutkan beberapa jenis masakan yang dihidangkan untuk tamu, yaitu pindang ( ), sayursayuran yang direbus (janan kulub) dipadukan dengan sambal jahe ( jae ), sate ( ), kare ( ), daging merpati yang dibalur bumbu ( ), dan olahan berbahan hati ( ).53 51 Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie, Oudheidkundig Verslag 1918 (‘s-Gravenhage: M. Nijhoff, 1919), hlm. 176. 52 Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 44. 53 Prijono, (‘s Gravenhage: N. V. Nederlandsche Boek en Steendrukkerij v. h. H. L. Smits, 1938), hlm. 4.


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 50 54 Sri Sukesi Adiwimarta, op cit., hlm. 75. 55 Fadly Rahman, Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), hlm. 19. 56 Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir (Depok: Komunitas Bambu, 2011), hlm. 266. 57 Sri Sukesi Adiwimarta, loc cit. 58 Clifford Geertz, (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 49-50. Zingiber ), tumbara (ketumbar/ Coriander), (kencur/ Kaempferia galanga), jasun putih (bawang putih/ ), laja (lengkuas/ Alpinia galanga), dan jasun mirah (bawang merah/ Allium cepa).54 Ketumbar bersama dengan jahe sebenarnya bukan berasal dari Jawa. Orang-orang Cina dan India memegang peranan penting dalam persebaran beberapa produk rempah sehingga dapat tumbuh di Jawa. ketumbar, jinten, dan Jawa tersebar melalui orang-orang India, sedangkan bawang merah dan bawang putih lewat perantara orang Cina. Praktik budidaya jenis tanaman konsumsi tampaknya sudah dikenal oleh penduduk pada masa Majapahit. Ada beberapa jenis lahan yang digunakan oleh masyarakat Jawa Kuno untuk bercocok tanam yaitu sawah, ladang/ tegal (gaga), kebun ( ), dan rawa-rawa ( ).56 Antar jenis lahan pertanian dibedakan oleh sistem irigasi yang tentunya juga berpengaruh terhadap tanaman yang akan di tanam. Kakawin Parthayajña menceritakan salah satu proses pengolahan lahan pertanian adalah dengan cara membuka hutan dan dijadikan kebun untuk menanam berbagai jenis tanaman.57 Lahan pertanian juga terdapat di lembah bukit atau pegunungan. Di lembah-lembah bukit ditanami jalureh, , bayam (Amarantus oleraceus), labu ( ), mentimun, jali (Eleusine coracana), jelujur, jawawut (Setaria italica), ciplakan hitam, ketumbar (Coriander), bawang putih ( ), laja (lengkuas/ Alpinia galanga), bawang merah (Allium cepa), patula (Trichosantes deuca), kacang hijau, asam, mangga, dan pisang hutan. Pemilihan lahan ini berkaitan dengan kondisi berapi, air dari sungai-sungai, tanah dengan drainase yang baik, serta udara dari iklim agak lembab yang menurut Mohr menjadi landasan perkembangan pertanian di Jawa.58


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 51 Produk pertanian kemudian didistribusikan di pasar-pasar desa dengan menggunakan alat angkut darat dan air. Pendistribusian produk perdagangan melalui jalur darat disebut dengan (melalui jalan), sedangkan apabila lewat sungai maparahu (berperahu). Jenis transportasinya juga bergantung pada jumlah barang yang akan didistribusikan. Apabila jumlah barangnya besar, maka menggunakan gerobak yang ditarik sapi atau kerbau (padati atau magulunan). Pengangkutan tanpa gerobak dan hanya menggunakan kuda, sapi, atau kerbau dilakukan apabila barang yang akan didistribusikan tidak terlalu banyak jumlahnya. Barang dengan jumlah terbatas, biasanya akan dipikul atau digendong dengan bakul.59 Sebagaimana yang tampak pada relief perwara Candi Tegowangi (gambar 4), menggambarkan seseorang yang memikul barang dalam bentuk bantal. 60 59 Titi Surti Nastiti, op cit., hlm. 133. 60 Satuan bantal digunakan untuk menyebutkan besar barang yang dipikul di atas bahu, beratnya 20 kati atau 15 kg (setiap kati 750 gr). Titi Surti Nastiti (b), "Perdagangan pada Masa Jawa Kuno" dalam Hasan Djafar, dkk., Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 2: Kerajaan Hindu-Buddha (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2013), hlm. 127. Gambar 4 Relief orang membawa barang dengan pikulan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 52 Dua sungai besar yang membentang di Jawa bagian timur menjadi berkah bagi masyarakat setempat, tetapi juga berpotensi menghambat perekonomian apabila tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai. Tidak jarang antardesa dipisahkan oleh Sungai Brantas, Bengawan Solo, maupun cabang-cabangnya sehingga perlu transportasi air untuk menghubungkan wilayah satu dengan daerah lainnya. Dalam Prasasti Warinin Pitu, disebutkan beberapa jenis alat transportasi air antara lain perahu jorong ( ), ketpak, dan kuñjalan. 61 Antardesa yang terpisah sungai juga dihubungkan dengan jembatan atau tempat-tempat penyeberangan dengan perahu tambang (tambangan). Dalam Prasasti Canggu, terdapat lebih dari 80 tempat-tempat penyeberangan dengan perahu tambang di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo (gambar 5). Prasasti itu juga menceritakan para pedagang yang menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain.62 Guna mempermudah hubungan dagang antardaerah maupun bangsa di Jawa bagian timur, terdapat beberapa tempat berlabuh kapal atau perahu baik di pesisir maupun di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Pelabuhan Kabang Putih (Tuban) dan Hujung Galuh merupakan tempat berlabuh kapal tertua yang tercatat dalam sumber prasasti sejak abad ke-11 Masehi. Kedua pelabuhan tersebut masih digunakan sampai masa Majapahit. 61 bagian timur Berdasarkan Sumber Prasasti" Skripsi pada Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, (2011), hlm. 62. 62 Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 111. Gambar 5 Desa-desa penyeberangan perahu tambang di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo ( ) yang berhasil diidentifikasi Sumber: Dokumentasi Pribadi


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 53 63 Riboet Darmosoetopo, "Tjatatan Singkat tentang Tuban sebagai Pelabuhan Kuno" Buletin Fakultas Sastra dan Kebudajaan No. 3 (1970), hlm. 168-170. 64 Bambang Budi Utomo, op cit., hlm. 6. 65 Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie, op cit., hlm. 172. 66 Bambang Budi Utomo, op cit., hlm. 10. 67 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 48. Dalam catatan sumber tekstual, pelabuhan Tuban digunakan untuk Mongol ketika menyerang Jawa, dan tempat Ranggalawe menghimpun pasukan untuk melakukan pemberontakan terhadap Majapahit.63 Tuban banyak disinggahi oleh para saudagar untuk mempersiapkan perbekalan dalam melakukan pelayaran dagang. Sebab kedekatannya denga hutan, Tuban juga dijadikan tempat perbaikan kapal-kapal yang rusak.64 Selain Tuban, Gresik merupakan salah satu kota di pesisir utara Jawa bagian timur yang telah ada sejak abad ke-13 Masehi. Nama Gresik muncul dalam Prasasti Karangbogem yang diresmikan oleh Bhre Lasem, menyebut tentang keberadaan abdi raja yang berada di Gresik ( yang dimaksud terletak dekat laut, tidak jauh dari hutan, dan terdapat sekelompok masyarakat yang berpforesi sebagai nelayan, pedagang, petani, dan pembuat terasi (hacan).65 Prasasti Karangbogem juga menunjukkan kekuasaan Bhre Lasem di pesisir utara Jawa bagian timur. Dalam Babad meliputi Kaeringan, Teluk Regol, Keraton Kryan, Bonang-Binangun, dan tempat-tempat keagamaan.66 Pelabuhan dagang pada masa Majapahit tidak hanya terletak di pesisir utara Jawa bagian timur, tetapi juga di tepi Sungai Brantas. Ying Yai Shenglan menceritakan bagaimana orang-orang Cina bisa sampai ke pusat ibu kota Majapahit dari pesisir utara Jawa. Mereka bergerak dari Tuban, menyusur Gresik dan Surabaya sampai masuk ke muara sungai dan tibalah di Zhang-gu (Canggu). Oleh orang-orang Cina, Zhang-gu dikenal sebagai sebuah pasar. Dari sana berjalan ke arah selatan selama satu setengah hari akan tiba di Majapahit, tempat raja tinggal.67 Orang-orang Cina juga mencatat seribu keluarga yang tinggal di Surabaya dan di antara mereka juga terdapat orang-orang Tionghoa. Perdagangan pada masa Majapahit mengalami perkembangan yang cukup pesat, bahkan menjangkau negeri-negeri di seberang lautan. Dalam tunduk pada kekuasaan Raja Hayam Wuruk meliputi negeri-negeri di


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 54 68 Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 11-12. 69 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 34-35. 70 Tesis pada Program Pascasarjana Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (2004), hlm. 122. 71 Th. G. Th. Pigeaud (b), in the 14th Century: A Study in Cultural History IV (The Hague: Martinus Nijhoff, 1962), hlm. 499. 72 "... ..." J. L. A. Brandes (b), op cit., hlm. 210. 73 Trigangga, "Mata Uang Jawa Kuna Abad Ke-9-15 Masehi" Seri Numismatika No. 1 (1994), hlm. 15. Sumatra, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Di sisi lain terdapat juga negara-negara sahabat (mitreka satata) antara lain Ayodya, Darmanagari, Marutma, Rajapura, Singanagari, Campa, Kamboja, dan Yawana.68 Dalam Prasasti Balawi (1227 Saka/ 1305 Masehi), disebutkan mengenai orang-orang asing yang ada di wilayah kerajaan antara lain dan kmir. Kedatangan mereka ke Jawa bagian timur terutama berkaitan dengan agama, ekonomi, dan politik. Dari sekian banyak orang asing yang disebutkan dalam berbagai sumber, terdapat istilah juru cina yang mengindikasikan kedudukan mereka lebih istimewa dibandingkan pedagang dari negeri lain. Keistimewaan itu dikarenakan jumlah orang-orang Cina lebih banyak di Majapahit atau berkaitan dengan hubungan diplomatik antar dua pemerintahan. Pada 1369—1360 terdapat hubungan resmi pemerintahan Jawa (Majapahit) dengan Cina melalui utusan kerajaan yang membawa surat, mempersembahkan upeti, dan mengirim hadiah kepada masing-masing penguasa.69 Transaksi perdagangan di Majapahit pada awalnya dilakukan dengan media alat tukar berupa emas dan perak. Ying Yai Sheng-lan mencatat penggunaan alat tukar yang berlaku di Majapahit adalah kepeng, yaitu mata uang Cina berbahan dasar perunggu berbentuk lingkaran dengan lubang persegi di bagian tengahnya.70 Setiap koin disatukan dengan benang di bagian lubang tengahnya dengan jumlah tertentu sehingga membentuk satuan ikat ( ). Koin-koin itu diimpor dari Cina dalam jumlah besar.71 Dalam Prasasti Bendosari (1350 Masehi), diceritakan adanya proses gadai tanah seharga 1/2 takar uang perak ketika penduduk Jawa tidak menggunakan uang pisis. 72 Istilah pisis mengacu pada mata uang Cina atau uang lokal Majapahit yang bentuknya seperti kepeng dan bernilai rendah. Hal ini tampak pada penggunaannya dalam sumber tekstual yang berjumlah sampai dengan ribuan keping.73


BAB III Perdagangan Rempah Pada Masa Sinhasari dan Majapahit 55 Ying Yai Sheng-lan menyebut koin Cina dari berbagai dinasti berlaku sebagai media pembayaran di Majapahit.74 Pada masa Dinasti Yuan, diresmikan kebijakan moneter yang melarang penggunaan mata uang dari dinasti-dinasti sebelumnya, dimulainya pembuatan uang kertas sebagai alat tukar, tetapi di sisi lain juga terjadi penurunan produksi koin Cina. Pada masa Dinasti Ming, pemerintah memberlakukan kembali mata uang dari dinasti-dinasti sebelumnya dan menghapuskan kebijakan moneter yang dibuat oleh Dinasti Yuan. Sebab, keterbatasan bahan baku pembuatan koin logam ditambah dengan banyaknya peredaran uang kertas dari Dinasti di samping mata uang dari dinasti lain.75 Gangguan terhadap produksi mata uang Cina sejak masa Dinasti Yuan juga berdampak pada perekonomian Majapahit. Bersamaan dengan peredaran koin Cina di Majapahit, muncul uang gobog yang terbuat dari tembaga, kuningan, atau perunggu dengan lubang segi empat di bagian tengahnya. Berbeda dengan uang koin Cina, salah satu atau di kedua sisi gobog memiliki relief manusia berbentuk menceritakan kisah panji atau Damar Wulan.76 Perkembangan agama Islam di Majapahit juga berdampak pada pembuatan koin lokal sehingga memunculkan mata uang berelief wayang di satu sisi dan bertuliskan kalimat syahadat di sisi yang lain. Kajian tentang naskah-naskah dan sumber prasasti dari periode Majapahit menjumpai adanya keputusan hukum yang diberlakukan penguasa untuk mengatur masalah perdagangan. Kebijakan penguasa pada dasarnya diberlakukan untuk mengatasi kegagalan pasar sehingga sistem ekonomi dapat berjalan sesuai dengan kepentingan publik. Kegagalan pasar dapat terjadi apabila pasar tidak mampu menyediakan kebutuhan yang terlalu sedikit. Kebijakan penguasa memberi landasan penerapan aturan main dan pemberian sanksi pelanggaran ekonomi, serta mencegah dominasi pemasok monopoli produksi atau konsumsi dari sebuah produk.77 Guna mengatasi kegagalan pasar, penguasa dapat mengeluarkan aturan 74 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 47. 75 Arjan van Aelst, "Majapahit Picis: The Currency of a 'Moneyless' Society 1300-1700" Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde Deel 151 (1995), hlm. 361-362. 76 Trigangga, Desrika, Karamina, dan Nani, National Museum of Indonesia (Jakarta: National Museum of Indonesia, 2019), hlm. 49. 77 Sumarni, "Intervensi Pemerintah: Antara Kebutuhan dan Penolakan di Bidang Ekonomi" Journal of Economic and Economic Education Vol. 1 No. 2 (2013), hlm. 184.


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 56 yang berupa larangan, pajak, atau subsidi.78 Landasan yang mengatur tentang perdagangan pada masa Majapahit misalnya kerbau, sapi, atau apa pun jenisnya dan telah dibayar tetapi belum diambil dari penjual, apabila mati atau hilang uang pembeliannya tidak berhak ditarik lagi. Jika pembeli memaksa penjual untuk membayar kembali sehingga timbul sengketa, maka pembeli akan disalahkan dan wajib membayar uang dua kali lipat dari harga binatang kepada penjualnya. Dalam hal pembelian barang, jika suatu benda telah terjual tetapi masih ada di penjualnya, apabila hilang, dicuri, atau diambil oleh raja, pembeli tidak berhak meminta ganti sebab kedua pihak merasa kehilangan. Separo harga dikembalikan kepada pembeli, tetapi jika keduanya tidak terima, dapat diselesaikan di pengadilan. Akan tetapi, jika salah satunya saja yang tidak terima, maka akan dikenakan denda sebesar dua laksa oleh penguasa dan uang jual-belinya boleh diambil. Apabila pembeli memberikan , tetapi tidak datang ketika waktu yang telah ditentukan, maka penjual boleh membatalkan jual-beli itu dan yang telah diberikan hilang. Jika dalam jual-beli dagangan ada cacatnya, tetapi tidak diberitahukan oleh penjualnya, maka barang itu boleh dikembalikan dan penjualnya membayar uang pembelian sebesar dua kali lipat.79 Ketentuan serupa juga dijumpai dalam Prasasti Canggu yang mengatur tentang barang dagangan apabila terjadi musibah ketika menyeberang sungai. Pada lempeng 9 disebutkan jika menyeberangkan gerobak pedagang, apa pun barang dagangannya dan kemudian tenggelam, maka tukang perahunya tidak dapat disalahkan. Jika ada dagangan yang hanyut di sungai dan diambil oleh tukang perahu, maka ia berhak meminta imbalan atas jasanya menyelamatkan barang yang terbawa arus itu.80 78 Dominick Salvatore, Managerial Economic in a Global Economy (New York, McGrawHill, 1993), hlm. 533. 79 J. C. G. Jonker, (Leiden: E. J. Brill, 1885), hlm. 56 & 80. 80 Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 111—112.


59 BAB IV ISLAM DAN KEMUNCULAN KOTA-KOTA PESISIR DI JAWA BAGIAN TIMUR 1 Christian Snouck Hurgronje, Verspreide Geschriften Vol. IV: Geschriften Betreffendie den Islam in Nederlandsch-Indië (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1924), hlm. 7. 2 B. J. O. Schrieke, (Ultrecht: P. Den Boer, 1916), hlm. 14-15. 3 M. A. P. Meilink-Roelofsz, 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 32. Berkaitan dengan keberadaan Islam di Nusantara, banyak ahli telah berpendapat mengenai kapan dan bagaimana persebarannya sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Snouck Hurgronje berargumen pedagang Muslim dari India berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Pada dasarnya mereka adalah pedagang yang mendistribusikan komoditas dari Timur Jauh. Selama perdagangan itu, mereka tinggal dan menikah dengan perempuan pribumi, kemudian membangun rumah tangga sehingga terbentuklah keluargakeluarga Muslim.1 B. J. O. Schrieke mendukung teori yang dilontarkan oleh Hurgronje. Menurutnya, interaksi antara Jawa dengan bandar dagang internasional di Malaka menunjukkan hubungan dagang dua arah. Banyak pedagang dari Jawa yang mendatangi Malaka, kemudian menetap dan membentuk kelompok-kelompok. Sebab, penguasa dan mayoritas penduduk Malaka beragama Islam, pedagang-pedagang Jawa juga terpengaruh dengan ajaran tersebut sehingga mereka turut menjadi agen penyebar agama itu.2 Sebagai bandar dagang internasional, Malaka dikunjungi oleh banyak pedagang asing dari berbagai penjuru. Di antara mereka terdapat ulama-ulama penyebar agama Islam yang datang bersama pedagang-pedagang Muslim. Penguasa memperbolehkan mereka untuk beribadah sesuai agamanya, membangun masjid, serta diberi kebebasan menyelesaikan urusannya sendiri.3 Argumen itu lebih tepat menggambarkan kondisi masyarakat dan penguasa Malaka pada abad ke-14 Masehi. Meskipun pengaruh Islam di Semenanjung Melayu telah ada sejak awal abad ke-14 Masehi, Malaka baru A. Bukti-Bukti Keberadaan Islam di Jawa Bagian Timur


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 60 4 Othman Mohd Yamin, Epigrafi Islam Terawal di Nusantara (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Malaysia, 1990), hlm. 33. 5 Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto (ed.), Sejarah Nasional Indonesia Jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 4. 6 Ludvik Kalus & Claude Guillot, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008), hlm. 30-31. berdiri sebagai kerajaan Muslim dimulai pada awal abad ke-15. Sementara itu, bukti-bukti Islam di Jawa telah ada sebelum periode tersebut. Islam di Jawa bagian timur diduga telah ada sejak abad ke-11 Masehi, didasarkan atas temuan batu nisan di Leran, Gresik bertarikh 419 Hijriyah (1028 Masehi). Nisan itu tidak mencantumkan dengan jelas identitas tokoh yang mungkin dimakamkan di sana. Permukaannya hanya terpahat ayat-ayat Al-Qur'an, nama binti Maimun bin Hibatu'llah, serta unsur penanggalan dalam tarikh Hijriyah. Masyarakat setempat mengenalnya dengan kuburan Fatimah binti Maimum atau makam Dewi Suwari. Dilihat dari namanya, Fatimah mungkin adalah pendatang sebab orang-orang Jawa pada umumnya memiliki nama-nama Jawa yang bernafaskan agama Hindu. Bisa jadi dia adalah anak pedagang kaya, mubalig Islam dari luar dunia Melayu, atau anak dari orang Arab, Persia, atau Gujarat.4 N helo nakukalid gnay naitilenep nakrasadreb ,otnasusotoN ohorgu J. P. Moquette mengatakan keberadaan nisan dari Leran adalah bukti tertua kedatangan Islam di Jawa. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan adanya proses penyebaran Islam yang lebih luas di Jawa bagian timur.5 Di sisi lain, Ludvik Kalus dan Claude Guillot dalam penelitiannya menyimpulkan nisan tersebut tidak berasal dari daerah setempat, tetapi impor dan bersifat profan ketika dibawa ke Nusantara. Nisan itu telah beralih fungsi menjadi pemberat kapal dagang asing yang datang dari negeri-negeri Muslim. Demikian pula dengan identitas Fatimah binti Maimun, menurut Ludvik dan Guillot adalah orang biasa yang tidak pernah datang atau bahkan meninggal di Jawa.6 Bukti-bukti Islam di Jawa bagian timur kemudian diperoleh di kompleks makam Troloyo dekat Trowulan yang dianggap sebagai bekas ibu kota Majapahit. Kompleks pemakaman yang disebut masyarakat setempat Kubur Pitu atau Kubur Srengenge itu terdiri dari tujuh buah makam dengan nisan-nisan yang dipermukaannya terdapat pahatan ayat-ayat Al-Qur'an dan beberapa di antaranya memiliki lambang surya. Menurut legenda, jenazah yang dimakamkan di tempat itu adalah para pejabat dan pembesar Majapahit yang bernama Patih Notosuryo, Patih


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 61 7 H. J. de Graaf & Th. G. Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI Cetakan Kelima (Sleman: Penerbit MataBangsa, 2019), hlm. 30-31. Notokusumo, Gajah Permodo, Sabdo Palon, Naya Genggong, Mbah Tinasih, dan Poloputro. Selain itu, beberapa nisan di kompleks makam Troloyo juga memiliki angka tahun yang mungkin dibuat pada abad ke13 sampai ke-15. Angka tahun dari nisan-nisan itu adalah 1397 Saka (1475 Masehi), 1349 Saka (1427 Masehi), 1389 Saka (1467 Masehi), dan 1319 Saka (1397 Masehi). Tidak jauh dari kompleks makam Troloyo, terdapat sebuah kuburan yang diyakini masyarakat setempat sebagai tempat jenazah Putri Campa dikebumikan. Keberadaan Putri Campa di Trowulan berkaitan dengan legenda masyarakat setempat mengenai pernikahan antara Raja Majapahit dengan putri dari penguasa Campa. Makam itu memiliki batu nisan dengan angka tahun 1370 Saka (1448 Masehi). Masih di tempat yang sama, terdapat sebuah batu berangka tahun 1290 Saka (1368 Masehi) yang juga difungsikan sebagai nisan. Cerita rakyat setempat meyakini Putri Campa yang dimakamkan di dekat istana Majapahit juga memiliki hubungan dengan seorang ulama yang dimakamkan di Ampel, Surabaya. Putri Campa dalam naskah cerita tradisional merupakan bibi dari Raden Rahmat. Adik Putri Campa menikah dengan orang Arab kemudian melahirkan dua orang putra, yaitu Raja Pandita atau Raden Santri dan Pangeran Ngampel Denta atau Raden Rahmat. Terdapat satu tokoh lagi yang dipercaya merupakan putra dari raja di Campa yaitu Abu Hurerah atau Raden Burereh. Dalam suatu kesempatan, mereka bertiga melakukan perjalanan ke Jawa untuk mengunjungi Putri Campa di Ibu Kota Majapahit. Pada akhirnya, Raja Pandita diangkat sebagai imam di masjid yang terletak di tanah milik Tandes (orang tua di Gresik), sedangkan Raden Rahmat di angkat oleh pecat tandha di Terung sebagai imam di Surabaya.7 Keberadaan orang-orang Islam di Majapahit juga diceritakan dalam naskah Kidung Sunda, yang menyebutkan sebuah bangunan yang disebut masigit-agung di dekat lapangan Bubat. Ketika Raja Sunda membawa anak perempuannya ke Majapahit untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk, tidak dijumpai tanda-tanda diberlangsungkannya sebuah pesta di lapangan Bubat. Raja Sunda kemudian mengutus patihnya untuk menemui Gajah Mada di istana Majapahit. Perjalanannya pertama-tama melewati masigit agung terlebih dahulu sebelum pada akhirnya sampai di istana. S. O. Robson menafsirkan istilah masigit agung dengan Masjid Agung. Pendapatnya


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 62 8 S. O. Robson, "Java at the Crossroads: Aspects of Javanese Cultural History in the 14th and 15th Centuries" Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde Deel 137 (1981), hlm. 278. 9 Para pejabat tinggi kerajaan atau kerabat dekat yang menjadi penasehat bagi raja. Menurut 10 Skripsi pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (2011), hlm. 101. 11 Ibid., hlm. 104 & 107. diperkuat dengan catatan Tom Pires yang menyatakan komunitas orangorang Islam telah membangun pada abad ke-16. Meskipun data arkeologi dan catatan lain sangat minim menceritakan tentang masjid, hal ini dapat dipahami sebab mayoritas penduduk Majapahit beragama Hindu atau Buddha.8 Batu-batu nisan Troloyo dan Putri Campa menunjukkan bahwa Islam telah tersebar di ibu kota Majapahit. Adrian Perkasa dalam penelitian tugas akhirnya berpendapat bahwa tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompleks makam Troloyo adalah anggota keluarga Raja Majapahit. Letak kompleks makam Troloyo yang tidak jauh dari permukiman keluarga raja yang tergabung dalam 9 , ditambah dengan penggunaan lambang surya yang pada umumnya dipahatkan di prasasti-prasasti atau arca tertentu menunjukkan bahwa tokoh yang dimakamkan bukanlah orang sembarangan.10 Adrian juga menegaskan asal-usul perkembangan Islam di Majapahit tidak terlepas dari orangorang Cina. Banyak di antara tentara dan pemimpin pasukan Cina yang ditugaskan untuk menyerang Kertanegara tahun 1293 adalah orangorang Islam. Bahkan, ketika mengalami kekalahan saat bertempur dengan pasukan Raden Wijaya, tidak sedikit dari mereka yang memilih tinggal di Jawa.11 Keberadaan orang-orang Cina dan Muslim di Majapahit juga terekam dalam catatan asing. Saat ikut dalam pelayaran Cheng Ho ke Jawa, Ma Huan sempat berkunjung ke istana Majapahit dan mencatat kelompok-kelompok sosial yang tinggal di sekitar pusat kekuasaan. Kelompok pertama adalah komunitas orang-orang Islam yang berasal dari barat dan menetap di sana. Kelompok kedua adalah orang-orang Tionghoa yang melarikan diri dari Guangdong, Zhangzhou, dan Quanzhu. Banyak di antara mereka adalah penganut agama Islam yang taat. Kelompok terakhir adalah penduduk pribumi yang berpenampilan kotor dan jelek. Meskipun demikian, di antara


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 63 12 W. P. Groeneveldt, "Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources" Wetenschappen Vol. XXXIX (Batavia: W. Bruining, 1876), hlm. 49-50. 13 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), hlm. 16. 14 Komunitas Bambu, 2012), hlm. 70. mereka banyak orang kaya yang menyukai barang-barang mewah.12 Pada medio awal abad ke-15, bukti keberadaan Islam bergeser ke pantai utara Jawa bagian timur. Di kawasan yang saat ini masuk wilayah Gresik, terdapat sebuah makam ulama yang di batu nisannya tertulis nama Malik Ibrahim. Tokoh itu dikatakan sebagai guru para pangeran, pembimbing sultan dan wazir, serta penasihat penguasa dan pemuka agama yang wafat pada 12 Rabiulawal 822 Hijriah (1419 Masehi). Ditinjau nisan Maulana Malik Ibrahim identik dengan nisan-nisan dari Samudera Pasai dan Cambay, di makam Umar bin al-Kazurani.13 Kemiripan ini dapat menunjukkan hubungan dagang yang terjadi di antara ketiganya. Kematian Mahapatih Gajah Mada yang kemudian disusul oleh Hayam Wuruk meninggalkan duka yang mendalam bagi kerajaan. Perebutan kekuasaan antarkeluarga raja membawa Majapahit menuju titik kehancurannya secara perlahan. Sepeninggal Hayam Wuruk, tahta dari adik perempuan Hayam Wuruk) yang bernama Wikramawarddhana. Sebab beristrikan seorang putri raja, Wikramawarddhana secara otomatis juga memegang kekuasaan tertinggi atas Majapahit ( ). Selain permaisuri, Hayam Wuruk juga memiliki selir yang darinya juga memiliki ( ) yaitu Balambangan.14 Perpecahan Majapahit dan adanya dua penguasa yang bertahta di dan tercatat oleh kronik Dinasti Ming sejak tahun 1377 Masehi. Kedua penguasa samasama mengirimkan upeti kepada Kaisar sebagai upaya untuk mendapatkan legitimasi. Pada 1405 atau setahun setelah kedatangan Cheng Ho ke Jawa, kedua raja saling berperang. Penguasa mengalami B. Kondisi Politik dan Ekonomi Menjelang Akhir Majapahit


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 64 15 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 36-37. 16 Adrian Perkasa, op cit., hlm. 53-54. 17 J. L. A. Brandes, "Pararaton (Ken Arok) of Het Boek der Koningen van Tumapel en van Majapahit" (Batavia: Albrecht & Rusche, 1896), hlm. 151. kekalahan dan kerajaannya dihancurkan.15 P juga diceritakan dalam naskah Pararaton sebagai perang . Kondisi politik Majapahit saat terjadinya perang digambarkan dalam relief-relief yang ditemukan di situs Sawentar Kidul, Blitar. Pada 2000, ditemukan relief-relief simbol candrasengkala yang berupa naga mencaplok matahari (nagaraja anahut surya Masehi), ganesha menggigit matahari yang diapit harimau ( berebut uang koin. Naga adalah simbol pembesar Majapahit, sedangkan Ganesha adalah dewa perang. Keletakannya yang diapit oleh dua harimau menggambarkan dua pihak keluarga Majapahit yang saling berperang. Relief harimau yang berebut uang koin sebagaimana yang tampak pada gambar 6 melambangkan elite penguasa yang sibuk mencari keuntungan pribadi sehingga memperkeruh kondisi politik internal kerajaan.16 Peristiwa berakhir dengan kemenangan Wikramawarddhana 17 sempat terhenti setelah Ratu Suhita naik tahta menggantikan Wikramawarddhana. Naskah Pararaton menyebutkan bahwa Suhita adalah anak dari Bhre Hyang Wisesa atau Wikramawarddhana, tetapi tidak disebutkan siapa ibunya. Hasan Djafar berpendapat Suhita mungkin adalah anak Wikramawarddhana yang menikah dengan salah satu putri dari Bhre Gambar 6 Relief singa mengapit uang koin (kiri) dan Ganeśa menggigit matahari yang diapit dua harimau (kanan) Sumber: Dokumentasi pribadi


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 65 18 Hasan Djafar, op cit., hlm. 75. 19 J. Noorduyn, "Majapahit in the Fifteenth Century" Bijdragen tot de Taal-, Land- en 11 Volkenkunde Vol. 134 No. 2/3 (1978), hlm. 211. 20 J. L. A. Brandes, op cit., hlm. 171. 21 A. Teeuw, S. O. Robson, Th. P. Galestin, P. J. Worsley, P. J. Zoetmulder, (Berlin: Springer-Science+Business Media, B. V., 1969), hlm. 18. 22 B. J. O. Schrieke Indonesian Sociological Studies II (Bandung: W. van Hoeve LTD., 1957), hlm. 48. Wirabhumi. Pengangkatan Suhita sebagai raja dapat dipandang sebagai upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.18 Pada saat bertakhta, Ratu Suhita memerintahkan penghukuman mati terhadap Raden Gajah, yang diduga telah memenggal kepala Bhre Wirabhumi ketika perang terjadi. Suhita wafat pada tahun 1447 Masehi dan digantikan oleh Bhre Tumapel atau Kertawijaya dengan gelar Wijayaparakramawarddhana. Tahtanya dimulai pada tahun 1447 Masehi sampai dengan 1451 Masehi. Kondisi Majapahit semakin lemah setelah berulang kali dilanda perang antarkeluarga. Pada masa pemerintahannya, Kertawijaya sempat mengeluarkan Prasasti Waringin Pitu yang menyebutkan lima belas penguasa daerah-daerah di Majapahit.19 Kalima belas penguasa daerah itu adalah keluarga dan kerabat raja-raja Majapahit. Pengakuan Kertawijaya terhadap penguasa-penguasa daerah dapat dipandang sebagai upaya untuk meredam terjadinya pertikaian antarkeluarga kerajaan. Sepeninggal Kertawijaya, Bhre Pamotan naik takhta sebagai seorang raja bergelar di Keling-Kahuripan.20 Hal ini mengindikasikan adanya perpindahan pusat kekuasaan yang mungkin disebabkan karena kondisi politik saat itu sedang kacau akibat peperangan dan perebutan takhta antarkeluarga. merupakan saudara dari Kertawijaya.21 Di sisi lain, B. Schrieke menduga Kertawijaya yang menikah dengan Bhre Daha.22 meninggal tahun 1453 Masehi dan sampai dengan 1456 Masehi, tidak ada penguasa di Majapahit. Kekosongan kekuasaan (inteeregnum) sebagaimana yang terjadi sejak 1453 sampai 1456 Masehi ini bertentangan dengan konsep kosmologis Majapahit. Seluruh kerajaan diibaratkan replika alam semesta, sementara rajanya merupakan dewa yang bertempat di puncak Gunung Mahameru. Kerajaan juga dapat dianggap sebagai candi, sedangkan rajanya adalah arca


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 66 23 Titi Surti Nastiti, "Kedudukan dan Peranan Perempuan dalam Masyarakat Jawa Disertasi pada Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (2009), hlm. 48. 24 Hasan Djafar, loc cit. 25 Museum Nasional, Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid 1 (Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasional, 1985/1986), hlm. 179. 26 J. L. A. Brandes (b), (Batavia: Albrecht & Co., 1913), hlm. 219. Brandes tidak berhasil membaca angka tahun prasasti tersebut sebab kondisinya yang telah aus. Hasan Djafar mengidentifikasi angka tahunnya sama dengan Prasasti Jiyu lainnya, yaitu 1408 Saka. Hasan Djafar, op cit., hlm. 14-15. 27 Martha A. Muusses, "Singhawikramawarddhana" (Weltevreden: G. Kolff & Co., 1929), hlm. 213. yang disemayamkan di dalamnya.23 Fenomena itu dapat disebabkan karena di Majapahit. Pada 1456 Masehi, Bhre Wengker ( ) naik takhta sebagai raja Majapahit. Dalam pararaton disebutkan dirinya merupakan anak dari Bhre Tumapel Dyah Krtawijaya. Bhre Wengker memerintah selama sepuluh tahun dan digantikan oleh Bhre Pandansalas ( ) yang berkedudukan di Tumapel dengan gelar Sinhawikrama Warddhana. Setelah dua tahun memerintah, dalam Pararaton diceritakan Bhre Pandansalas menyingkir dari keratonnya yang berada di Tumapel. Peristiwa tersebut menurut Hasan Djafar disebabkan karena penyerangan yang Majapahit dari Bhre Pandansalas pada 1390 Saka (1468 Masehi).24 Selama menyingkir dari Keraton Tumapel, Bhre Pandansalas melarikan diri ke Daha dan melanjutkan pemerintahannya di sana. Dalam Prasasti Pamintihan 1395 Saka (1473 Masehi), dia disebut sebagai Penguasa Tunggal Bhumi Jawa yang terdiri dari Janggala dan Kadiri.25 Bhre Pandansalas wafat pada 1396 Saka (1474 Masehi) dan digantikan oleh Dyah Ranawijaya yang Sejak meninggalkan Keraton Tumapel sampai kematiannya, tampaknya Bhre Pandansalas tidak berhasil mengalahkan Bhre Krtabhumi. Dalam Prasasti Jiyu26 yang diresmikan oleh Girindrawarddhana, diceritakan mengenai peringatan dua belas tahun wafatnya seseorang yang meninggal tokoh tersebut dengan Bhre Pandansalas.27 Dalam Prasasti Jiyu, tampak adanya peperangan yang dilakukan oleh pihak Girindrawarddhana


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 67 28 Hasan Djafar, op cit., hlm. 77. 29 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 47. 30 Trigangga, "Mata Uang Jawa Kuna Abad ke-9 - 15 Masehi" Seri Numismatika No I (1994), hlm. 15. 31 Adrian Perkasa, op cit., hlm. 52. 32 Trigangga, op cit., hlm. 13. Penyerangan itu ditujukan kepada Bre Krtabhumi yang telah merebut kekuasaan dari Bhre Pandansalas, ayah Girindrawarddhana sehingga harus meninggalkan keratonnya dan menyingkir ke Daha. Kekalahan Krtabhumi Hasan Djafar berhubungan dengan sengkalan yang populer dalam naskah karya sastra tradisional mengenai keruntuhan Majapahit.28 Kidul sangat mirip dengan mata uang Cina. Dalam Ying ya Shenglan, disebutkan koin Cina dari berbagai dinasti berlaku sebagai media pembayaran di Majapahit.29 Di sisi lain, uang emas dan perak yang sering kali digunakan sebagai media pembayaran pada masa-masa sebelumnya tidak begitu banyak disebutkan lagi dalam sumber prasasti dan naskah. Transaksi di Majapahit lebih banyak menggunakan mata uang berupa lokal Majapahit serta kepeng Cina. Hal ini bahkan berpengaruh besar terhadap penggunaan hukum denda dan keputusan yang ditetapkan oleh yang terbukti bersalah dapat dijatuhi hukuman denda sekian ribu mata uang. Jumlah ini merujuk pada mata uang pisis sekaligus menunjukkan rendahnya nilai mata uang Cina di kerajaan Majapahit.30 Pencapaian Majapahit dalam perdagangan global telah memunculkan elite sosial baru yang terdiri dari orang-orang asing yang mayoritas adalah pedagang. Elite baru itu membawa keuntungan bagi raja atau penguasa yang memberikan dukungan berupa keistimewaan kepada mereka.31 Beberapa di antaranya bahkan menempati kedudukan yang setara dengan pejabat kerajaan. Dalam sumber prasasti, disebutkan istilah juru cina yang dijabat oleh orang Cina yang telah lama datang dan menetap di kerajaan Majapahit. Mereka bertugas sebagai penerjemah jika ada utusan yang membawa titah dari Kaisar.32 Di sisi lain, perang telah menimbulkan perpecahan dan melonggarnya pengawasan pusat terhadap wilayah bawahan. C. Perdagangan dan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 68 33 H. J. De Graaf & Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 36-37. 34 M. A. P. Meilink-Roelofsz, op cit., hlm. 20. Meningkatnya aktivitas perdagangan global di abad ke-15 menyebabkan kedatangan para pedagang asing di wilayah pesisir utara Jawa bagian timur. Ada dua motif para pedagang mendatangi Jawa bagian timur, yaitu untuk mempersiapkan perbekalan sebelum memulai pelayaran kembali ke negara asalnya serta mencari komoditas rempah yang ada di wilayah tersebut. De Graaf merekonstruksikan bandar-bandar dagang di pesisir utara pada awalnya adalah sebuah pangkalan yang menyediakan beras dan air untuk perbekalan para pelaut. Seiring dengan penyediaan perbekalan, pangkalanpangkalan itu juga menjadi tempat pengumpulan rempah-rempah.33 Dalam catatan perjalanannya, Tom Pires menyebutkan kota-kota pelabuhan di sepanjang pesisir utara yang meliputi Tuban, Sedayu, Gresik, Surabaya, Gamda, Cantjam, Panarukan, Pajarakan, dan Belambangan. Di kotakota pesisir itu banyak orang-orang asing beragama Islam (Moor) yang tinggal dan menetap sebagai pedagang. Sehubungan dengan keberadaan para pemuka agama yang merangkap peran sebagai pedagang, MeilinkRoelofsz memberikan komentarnya terhadap berita keberadaan orangorang Moor di pesisir utara Jawa sebagaimana yang ditulis oleh Tom Pires. Perkembangan Islam di pesisir pada awalnya dimulai dengan kedatangan para penyebar agama Islam menggunakan kapal-kapal dagang. Sebab, mereka adalah orang-orang asing, pada awalnya tidak diterima dengan baik oleh penduduk setempat. Seiring dengan berjalannya waktu, keberhasilan dalam perdagangan internasional menyebabkan mereka menjadi makmur dan memiliki pengikut yang terdiri dari para awak kapalnya. Dalam suatu kesempatan bahkan juga terjadi peperangan dengan penguasa Hindu sehingga mereka dapat menggantikannya sebagai penguasa apabila menang.34 Meskipun demikian, Meilink-Roelofsz tidak menyangkal adanya cara-cara damai penyebaran agama Islam sebagaimana yang terjadi di Tuban. Setiap kota pelabuhan dipimpin oleh penguasa yang terkadang berkoalisi atau saling berperang satu sama lain. Dua kota terpenting adalah Tuban dan Gresik. Tuban terletak di bagian paling barat dari kota-kota pesisir di Jawa bagian timur. Kota ini menjadi pelabuhan penghubung Gusti Pate yang beristana di Daha dengan dunia luar. Dibandingkan dengan penguasa lain di pesisir utara Jawa, penguasa Tuban adalah satu-satunya orang keturunan pribumi yang telah memeluk agama Islam. Penguasanya


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 69 35 Armando Cortesao (ed.), The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Francisco Rodrigues Vol. 1 (London: The Hakluyt Society, 1994), hlm. 191 36 G. P. Rouffaer & J. W. Ijzerman, onder Cornelid de Hotman 1595-1597 I ('s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1915), hlm. 166. 37 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 54. 38 Ibid., hlm. 47-48. adalah keturunan orang pribumi asli yang beragama Islam setelah kakeknya terlebih dahulu menjadi seorang Muslim.35 Komoditas rempah yang ada di Tuban adalah asam (Tamaricus indica), cabe jawa (Piper longum), dan kemukus (Piper cubeba). Pada bulan Desember 1596, rombongan De Houtman sampai di perairan Tuban. Para utusan Penguasa Tuban segera menuju ke Kapal Amsterdam untuk melakukan dialog sekaligus menyambut kedatangan orang-orang Eropa. Saat mereka datang, rombongan kapal De Houtman tidak dapat merapat ke bibir pantai Tuban sebab tebalnya lumpur yang mengendap di sana. Kapalnya berjarak 10 mil dari garis pantai sehingga mereka harus menggunakan perahu-perahu kecil untuk menuju ke daratan. Penguasa Tuban meminta mereka untuk tinggal lebih lama di Tuban, bahkan menyediakan beberapa jenis rempah dan berjanji akan menjualnya kepada orang-orang Eropa itu.36 Pada awal abad ke-17, perairan laut Tuban dipenuhi oleh para perompak. Sebab ketidakamanan ini menyebabkan Tuban ditinggalkan oleh pedagang-pedagang Cina.37 Kota pelabuhan terpenting lainnya adalah Gresik. Dibandingkan Tuban, Gresik jauh lebih strategis sebagai kota dagang. Pelabuhannya terbentuk secara alami di sebuah selat yang terletak di antara Pulau Madura dan Pulau Jawa. Banyak orang kaya yang tinggal dan menetap di Gresik. Orang-orang asing berasal dari Gujarat, Calicut, Bengal, Siam, dan Cina. Kota ini dalam catatan Cina didirikan oleh orang-orang Tionghoa di sebuah pantai yang tandus. Penguasa Gresik berasal dari Kanton yang pada 1411 mengirim utusannya ke Cina dengan membawa upeti yang dipersembahkan untuk Kaisar.38 Di pusat kota Gresik saat ini, terdapat sebuah makam seseorang yang meninggal pada 822 Hijriyah atau 1419 Masehi. Menurut informasi yang terpahatkan di batu nisan tersebut, orang yang dimakamkan di tempat itu mungkin adalah penyebar Islam pertama di pantai utara Jawa bagian timur. Menurut legenda, Maulana Malik Ibrahim datang bersama saudaranya, Maulana Maghfur dari Arab ke Gresik dengan didampingi oleh 40 orang pengikutnya. Terdapat dua pendapat mengenai waktu


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 70 39 J. A. B. Wiselius, "Historisch Onderzoek naar de Geestelijke en Wereldlijke Suprematie van Grisse op Midden- en Oost Java Gedurende de 16 en 17 Eeuw", Bataviaasch Genootschap van kunsten en Wetenschappen, Deel XXIII (Batavia: Bruining & Wijt, 1876), hlm. 463-464. 40 Armando Cortesao (ed.), op cit., hlm. 193. 41 Ibid., hlm. 214. 42 Ibid., hlm. 159. kedatangannya, yaitu tahun 1382 Masehi atau menurut candrasengkala yang ditemukan dalam naskah karya sastra tradisional adalah 1309 Saka ( ). Maulana Maghfur pergi ke Ibu Kota Majapahit bermaksud bertemu dengan penguasa untuk mendapatkan izin berkaitan dengan penyebaran agama Islam. Penguasa memberikan izin selama tidak mengganggu agama Hindu Siwa. Bahkan karena pengetahuan Maulana Maghfur, dia kemudian diberi hadiah kantor dagang di Gresik. Sejak saat itu sampai dengan kematiannya, Maulana Maghfur tinggal bersama dengan Maulana Ibrahim di Gresik selain sebagai penyebar agama Islam, juga merupakan syahbandar.39 Tom Pires mencatat ada dua penguasa ( / Yusuf dan Pate Zeynall) yang terkadang saling berperang dan berdamai apabila terdapat cucu dari seorang pedagang dari Gresik yang namanya tidak diketahui. Ayah kemudian berangkat untuk menyusulnya. Kedatangan mereka ke Gresik adalah untuk meneruskan usaha dan tanah kakeknya. Ditinjau dari garis Malaka dari jalur nenek.40 Pelabuhan Gresik menjadi penting dalam perdagangan sebab menjadi tempat pemasaran komoditas rempah, terutama cengkih dari Banda dan Maluku. Perdagangan ini dikuasai oleh pedagang besar, terutama yang setiap tahunnya mengirimkan kapal-kapalnya untuk mendapatkan cengkih dari daerah sumber produksi. Di Malaka cengkih berharga sembilan atau sepuluh cruzado per bahar atau dua belas cruzado apabila langka.41 Harga cengkih di Gresik bisa menjadi lebih murah sehingga menarik kedatangan para pedagang asing. Orang-orang Gujarat biasa mendatangi Gresik untuk mencari cengkih, buah dan bunga pala, cendana putih, kemukus, beserta rempah-rempah lain.42 Catatan Dinasti Ming sempat merekam kondisi pelabuhan Gresik di pertengahan awal


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 71 43 W. P. Groeneveldt, loc cit. 44 Armando Cortesao (ed.), op cit., hlm.196. 45 Th. G. Pigeaud, Century: A Study in Cultural History III (The Hague: Martinus Nijhoff, 1960), hlm. 100. 46 Ibid., hlm. 121. De Graaf menghubungkan gelar Juru Pagalacam atau Juru Pangalasan yang disematkan Guste Pate kepada Penguasa Surabaya tidak lain adalah Yang Dipertuan di Terung yang bergelar H. J. De Graaf & Th. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 268-270. 47 Armando Cortesao (ed.), loc cit. abad ke-17. Berdasarkan informasi yang mereka sampaikan, pelabuhan Gresik tampaknya telah mengalami pendangkalan yang luar biasa sehingga kapal-kapal dagang tidak dapat bersandar. Orang-orang Cina mengatakan bahwa Gresik "terletak di pedalaman" dan kapal-kapal dagang hanya lewat saja, sebab angin yang berhembus cukup kencang. Pemimpinnya adalah seseorang berusia lebih dari seratus tahun yang dapat meramalkan masa depan.43 Gresik berbatasan dengan Surabaya di sebelah timurnya. Penguasa Surabaya dikenal dengan Pate Bubat, sementara Guste Pate memberinya gelar Juru Pagalacam, berarti "kapten yang luar biasa".44 Nama Pate Bubat yang dicatat oleh Tom Pires untuk menyebut Penguasa Surabaya menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Bubat adalah sebuah lapangan yang dikelilingi oleh tempat tinggal akuwu dan para menteri, disanalah tempat raja melakukan perayaan dan pesta besar. Dalam Negarakrtagama diceritakan Bubat terletak di sebelah utara kerajaan dan tidak jauh dari sungai. Saat dilaksanakan perayaan, Bubat akan menjadi sangat ramai. Rakyat akan penuh riuh dan bersuka cita mengikuti perayaan tersebut. Ketika perayaan selesai, Lapangan Bubat akan kembali sepi.45 Pemberian gelar juru pagalacam atau juru pangalasan oleh Gusti Pate mengindikasikan bahwa Penguasa Surabaya pada dasarnya adalah bagian dari wilayah bawahan Majapahit. Juru pangalasan merupakan suatu jabatan yang berkedudukan di luar wilayah inti kerajaan dan bertugas untuk memimpin pasukan.46 Hal ini sesuai dengan cerita Tom Pires mengenai penguasa dan pejabat-pejabat di Surabaya yang disegani oleh penguasa-penguasa di sekitarnya, sebab memiliki kekuatan militer dan pasukan berjumlah 6.000—7.000 orang.47 Penguasa Surabaya beserta dengan pembesar-pembesarnya dalam catatan Tom Pires dikatakan suka berperang dan merampok di lautan. Meskipun demikian, produk utama Surabaya adalah hasil pertanian yang dipasok dari seluruh wilayah. Surabaya pada awalnya tidak dikenal sebagai bandar dagang yang cukup besar. Orang-orang Belanda dalam catatan perjalanannya menyebut


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 72 Surabaya sebagai "dusun kecil".48 Sebagaimana yang tampak pada gambar 7, oleh orang-orang Eropa bahkan tidak memasukkan Surabaya sebagai 48 Gerret Pieter Rouffaer & Jan Willer Ijzerman (b), naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1957 II ('s-Gravenhage: M. Nijhoff, 1915), hlm. 314. 49 M. A. P. Meilink-Roelofsz, op cit., hlm. 262. sebuah kota di pesisir utara Jawa. Pada 1599, Penguasa Surabaya telah menunjuk kepala saudagar di Gresik dan kepala deputi syahbandar di Jaratan. Hal ini tidak menjadikan Surabaya mengembangkan pelabuhannya sendiri, aktivitas perdagangan dan eskpor-impor tetap melalui Pelabuhan Gresik. Pada abad ke-17, wilayah kekuasaan Surabaya semakin luas hingga mencakup Sedayu, Pasuruan, dan Gresik. Kekuasaannya bahkan meliputi titik terjauh di Jawa bagian timur (Panarukan dan Blambangan) serta beberapa wilayah di seberang lautan telah dijadikan daerah bawahannya (Sukadana, Banjarmasin, Lave Kate, dan Bawean).49 Pelabuhan-pelabuhan di Jawa bagian timur terhubung secara langsung dengan daerah produksi rempah. Setiap tahunnya para saudagar Jawa di Gresik membawa enam sampai tujuh junk bermuatan rempah ke Bantan dan pelabuhan-pelabuhan lain. Orang-orang Banda telah membawa pala dan bunga pala ke Jawa, tetapi tidak jarang orang Jawa yang mengambilnya dari Banda. Di Bantan, saudagar Jawa juga bertemu dengan orang-orang Gambar 7 Peta Pulau Jawa pada akhir abad ke-16 Sumber: Gerret Pieter Rouffaer & Jan Willer Ijzerman (a), De Eerste Schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1957 I ('s-Gravenhage: M. Nijhoff, 1915), hlm. 14


BAB IV Islam dan Kemunculan Kota-Kota Pesisir di Jawa Bagian Timur 73 50 Gerret Pieter Rouffaer & Jan Willer Ijzerman (c), naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1957 III ('s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1929), hlm. 193-194. 51 M. A. P. Meilink-Roelofsz, op cit., hlm. 269. 52 Ibid., hlm. 264-265. 53 G. H. von Faber, Oud Soerabaia (Soerabaia: Gemeente Soerabaia, 1931), hlm. 7 54 Armando Cortesao (ed.), loc cit. 55 Rouffaer, G. P. & Ijzerman, op cit., hlm. 48. Cina.50 Pada 1608 harga pala di Gresik mengalami peningkatan yang pada awalnya tidak lebih dari 60 real per bahar (tahun 1603) menjadi 90 real per bahar, kemudian naik lagi 130 real per bahar pada 1610.51 Sebagai pemilik junk, Penguasa Surabaya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perdagangan rempah. Pada 1610, tiga dari enam junk diberangkatkan dari Gresik menuju ke Banda dengan membawa beras dan makanan, kemudian kembali dengan mengangkut komoditas rempah dari wilayah tersebut.52 Pada 1617, Jan Pieterzoon Coen mendirikan sebuah loge di Surabaya yang difungsikan untuk berdagang dengan tempat-tempat di sekitarnya. Sejak saat itu, Surabaya dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan. Kota lain di pesisir utara Jawa adalah Sedayu. Wilayah ini tidak memiliki pantai yang baik untuk berlabuh kapal-kapal dagang sehingga Tom Pires tidak mengategorikannya sebagai kota dagang.54 Rombongan kapal De Houtman berlayar di perairan dekat Sedayu pada tanggal 3—5 Desember 1596. Dalam catatan perjalanannya, De Houtman menunjukkan keberadaan orang-orang Portugis dari Malaka yang tinggal dan menetap di Sedayu selama lebih dari tujuh tahun.55 Berdasarkan catatan perjalanan De Houtman, tampak bahwa perairan Sedayu tidak aman bagi kapal-kapal dagang sebab adanya para perompak. Pada tanggal 5 Desember 1596 ketika De Hotman berlayar dari Tuban menuju Sedayu, kapalnya diserang oleh perompak sehingga menewaskan beberapa awak kapal. Sebuah sketsa (gambar 8) menunjukkan bagaimana kapal Cornelis de Houtman diserang oleh para perompak yang disebutnya berasal dari wilayah perairan laut Jawa. Kota pelabuhan lainnya adalah Jaratan (Iortan) yang terletak 8 mil dari Sedayu. Jaratan adalah kota komersial besar yang terletak dekat Gresik. Peta perjalanan Cornelis de Houtman belum menampilkan adanya pelabuhan Jaratan di dekat Gresik, jadi mungkin pada saat pelayarannya di Laut Jawa Jaratan belum seramai yang diceritakan orang-orang Cina. Jaratan baru diceritakan saat pelayaran kedua orang Eropa ke Nusantara. Mereka mengenal Jaratan sebagai pelabuhan yang sangat bersih dan


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 74 bagus yang banyak dikunjungi junk dengan muatan rempah-rempah. Syahbandarnya biasa melakukan perdagangan rempah dengan orang-orang Eropa.56 Ketika Gresik mengalami pendangkalan, Jaratan adalah alternatif lain bagi para saudagar untuk melakukan perdagangan, khususnya dengan orang-orang Cina. Di Jaratan pula tempat orang-orang Cina menetap dan melabuhkan kapal-kapalnya setelah meninggalkan Tuban sebab tidak lagi aman. Dari deskripsi orang-orang Cina, dapat digambarkan bahwa Jaratan adalah sebuah kawasan pantai yang ramai. Awalnya perdagangan dilakukan di atas kapal di tengah laut, tetapi pada akhirnya toko-toko didirikan di pantai, sebab semakin banyak pedagang yang berdatangan ke Jaratan.57 Dari Jaratan, banyak junk yang berangkat untuk melakukan pelayaran ke Maluku.58 Pada awal abad ke-17, empat puluh sampai enam puluh junk diberangkatkan dari Gresik dan Jaratan untuk mencari rempah-rempah di Kepulauan Maluku.59 Gambar 8 Rombongan Kapal Cornelis de Houtman Diserang Perompak Sumber: Gerret Pieter Rouffaer & Jan Willer Ijzerman (a), De Eerste Schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1957 I ('s-Gravenhage: M. Nijhoff, 1915), hlm. 170 56 J. Keuning, ('s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1942), hlm. 196. 57 W. P. Groeneveldt, op cit., hlm. 54-55. 58 Rouffaer, G. P. & Ijzerman, op cit., hlm. 315. 59 B. J. O. Schrieke, Indonesian Sociological Studies I (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hlm. 24.


77 BAB V PERAN PELABUHAN TUBAN DALAM PERDAGANGAN REMPAH DI JAWA BAGIAN TIMUR 1 Theodore G. Th. Pigeaud and H. J. De Graaf, (Leiden: Brill Published, 1976), hlm. 14. 2 N. J. Krom, (Haarlem: De Erven F. Bohn, 1992), hlm. 96. 3 J. G. De Casparis, Airlangga" Pidato Peresmian Djabatan Guru Besar dalam Mata Peladjaran Sedjarah Indonesia Lama dan Bahasa Sansekerta pada Perguruan Tinggi (Surabaya: Penerbitan Universtas, 1954), hlm. 19-20. 4 R. Goris, Sekte-Sekte di Bali (Jakarta: Bharata, 1974), hlm. 65. Kota Tuban sebagai kekuatan laut Pantai Utara Jawa, sebenarnya adalah kota tua yang memiliki kedudukan sebagai penyangga wilayah pusat pedalaman. Tuban terhubung dengan daerah cekungan bengawan dan dikelilingi pegunungan kapur pesisir utara.1 Situssitus kuno Jawa Hindu berupa bangunan dari periode Jawa Tengah (abad ke-8 abad ke-16),2 kebanyakan tersebar bukan di daerah pantai, melainkan di daerah pedalaman. Perjalanan dari Tuban ke pusat-pusat pedalaman umumnya menggunakan sarana transportasi sungai. Dua Sungai yang terpenting yang mengapit Tuban adalah Berantas dan Bengawan Solo. Pada abad ke-11, Airlangga telah memiliki dua pelabuhan niaga untuk Kerajaan Kahuripan: (1) Hujung Galuh yang memuat barang-barang dari pulau lain untuk diperdagangkan dan (2) Kambang Putih (Tuban) yang digunakan untuk pelabuhan antarnegara.3 Aktivitas perdagangan di Tuban kemungkinan juga mengalami akulturasi sistem sosial dan kepercayaan seiring dengan kedatangan bangsa-bangsa asing di wilayah tersebut. Lambat laun, perubahan sosial dan budaya masyarakat lebih dekat dengan pengaruh Hindu-Budha. I Wayan Ardika menyebut proses terbentuknya organisasi sosial itu telah menghasilkan apa yang disebut sebagai “early state”. 4 Berbeda dengan Pelabuhan Batavia dan Hitu (Ambon) yang sengaja ditata secara sistematis membentuk sistem pemukiman, pelabuhan Tuban muncul alami akibat persentuhan aktivitas perniagaan masyarakat. Tuban A. Hubungan Antarkerajaan


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 78 lahir tanpa sentuhan kolonial, layaknya Gresik, Leran, Barus, dan Samudera Pasai.5 Jika dibandingkan dengan sumber-sumber tertulis seperti Prasasti, Tuban memang telah menjadi pusat pemukiman yang ramai sejak pertengahan abad ke-11. Selain berita catatan Ma-Huan, sumber-sumber keberadaan kota Tuban itu berdasar temuan tiga buah prasasti dalam periode yang sama: prasasti Kambang Putih (1050M), prasasti Malenga (merupakan Salinan dari prasasti asli berangka tahun 1052M), prasasti Jaring (1181M).6 Tuban mengalami puncak kejayaan sebagai bandar perdagangan sekitar abad ke-15. Kedekatan relasi politik antara Tuban dan Majapahit layaknya hubungan pusat dan daerah menjadi salah satu sebab utama kemajuan kota itu. Tuban berfungsi melayani kepentingan elite penguasa di pusat, terutama berkaitan dengan fungsinya sebagai bandar perdagangan internasional. Interaksi sosial yang intensif dan berlangsung dalam suasana damai dan saling membutuhkan pada akhirnya menciptakan solidaritas antara Tuban dengan daerah pusat pedalaman Majapahit.7 Seperti pada umumnya kerajaan kuno, pusat pemerintahan terletak di daerah pedalaman. Tuban di abad ke-15 dilukiskan sebagai kota yang maju dan telah memiliki benteng besar seperti Benteng Japara, Pati, dan Surabaya di pesisir Pulau Jawa dengan membangun tembok bata.8 Supratikno Raharjo membagi tata ruang kota Tuban pada masa lalu menjadi 3 bagian: sebagai daerah pusat kegiatan politik administrasi di pusat alun-alun, daerah pusat komersil di daerah pelabuhan, dan daerah pinggiran kota tempat pemukiman.9 Sebuah berita dari kronik Cina mengabarkan jika Tuban merupakan satu dari empat kota yang dimiliki oleh Majapahit. Kapal dari negara lain 5 J. Leirissa, dkk, Ambonku, Dulu, Kini, dan Esok (Ambon: Pemerintah Kota Ambon, 2004), hlm. 41. 6 Hasan Djafar, "Sumber-Sumber tentang Prasasti Tuban dan Sekitarnya" Makalah disampaikan dalam Diskusi Tuban Kota Pelabuhan Jalan Cisarua, dan Prospeknya di Masa Mendatang, Cisarua, 4-5 Djuni 1991, hlm. 2-7 7 Interaksi sosial tersebut membuka kontak sosial yang semakin lama semakin intensif. Pada ujung suatu kontak atau komunikasi sosial yang efektif dan saling menguatkan, adalah terciptanya solidaritas sosial antar kedua domain yang saling mempengaruhi. Lihat Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 55. 8 Anthony Reid, “The Structure of Cities in Southeast Asia, Fifteenth to Seventeenth Centuries" Journal of Southeas Asian Studies Vol. 11, No. 2 (1980), hlm. 237. 9 Supratikno Raharjo, Hubungan Ekonomi dan Politik antara Pusat dan Pinggiran: Kasus Tuban Pada Masa Pra-Islam (Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994), hlm. 16.


BAB V Peran Pelabuhan Tuban dalam Perdagangan Rempah di Jawa Bagian Timur 79 10 J. V. G. Mills (Translator), The Ocean Shores (Cambridge: Cambridge University Press, 1970), hlm. 86. 11 Th. Pigeaud and H. J. De Graaf, op.cit., hlm. 13-15 12 Roderich Ptak, “The Northern Trade Route to the Spice Islands : South China Sea - Sulu Zone - North Moluccas (14th to early 16th century)” Archipel Vol. 43 (1992), hlm. 37. 13 Seorang pemimpin Tuban bergelar Aryawilwatikta, yang oleh Tome Pires sebut sebagai Pate Vira, adalah pemeluk Islam yang tidak terlalu taat. Dia bukan seorang Muslim yang terlalu taat meskipun kakeknya sudah masuk Islam. Hal ini menyebabkan kebebasan memeluk kepercayaan sangat longgar, dan tidak ada paksaan memeluk agama Islam meski Tuban mengakui kekuasaan Kesultanan Demak. Lihat H. J. De Graaf and T. G. Th. Pigeaud, op cit., hlm. 132. pergi ke sana terlebih dahulu tiba di suatu tempat bernama Tuban: Penguasa Tuban dikenal loyal dan setia dengan Majapahit, tetapi tidak kepada Mataram Islam. Ketika Majapahit jatuh, Tuban mengakui kedaulatan Demak (1520) sebagai sekutu setia Sultan Pajang. Sejak tahun 1601, penguasa-penguasa lokal Tuban adalah seorang Bupati yang diangkat oleh Raja Mataram. Namun, Tuban selalu berusaha melepaskan diri dan memberontak dari kekuasaan Mataram. Pada tahun 1619, Tuban diserang oleh tentara Mataram dan penguasa Tuban dipecat serta digantikan oleh Gubernur Mataram.11 Kota Tuban telah dikenal luas sebagai kota yang mengembangkan sikap terbuka terhadap kelompok-kelompok masyarakat asing. Kondisi ini dimungkinkan tumbuhnya berbagai aliran kepercayaan yang berbeda-beda, yaitu Hindu, Buddha, dan Islam dianut oleh penduduk dan pendatang yang tinggal di dalamnya. Selama periode penyebaran Islam yang masif antara tahun 1509—1511, Tuban disebut sebagai pemukiman Islam pertama di Jawa bagian timur.12 Sekalipun demikian, Tuban layaknya Jepara, Sunda, dan Palembang masih belum menjadi kota Muslim. Sebagian besar para pedagang Jepara, Sunda, dan Palembang adalah representasi komunitas penduduk Tuban yang multikultural. Mereka tidaklah homogen sebagai seorang Muslim. Meskipun keluarga penguasa Tuban telah memeluk Islam, mungkin sejak pertengahan abad ke-15, memelihara hubungan baik dengan kepala raja Majapahit pedalaman.13 Padahal, penetrasi Islam setelah Demak berkuasa atas wilayah koloni Majapahit semakin pesat. Banyak pula para pedagang Muslim dari Gudjarat … The Counrty of Cho-wa was formally called the country of Shepo. The country has four large town (kuo), no one of which is walled city and suburban area. The ships which come here from 10 “ “


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 80 dan penduduk asli Muslim yang taat.14 Masyarakat majemuk15 yang dicirikan oleh pengelompokan kemajuan satu kaum dibandingkan dengan kaum lain sehingga mendorong penguasaan atas kelompok lain. Meskipun sejak kelahirannya hingga era kolonial Tuban dikenal selalu terbuka dan mengandalkan hubungan dengan dunia luar, tetapi orangorang Cina di sana tidak pernah merasa aman. Kerap kali penjarahan terhadap orang Cina dilakukan oleh para perompak. Orang-orang Cina pendatang umumnya tidak tertarik menetap di Tuban.16 Orang-Orang Cina pendatang enggan tinggal menetap di Tuban karena lebih banyak orang non-Cina di sana. Selama abad ke-15, terdapat gelombang besar diaspora orang Cina memilih menetap di pelabuhan-pelabuhan Jawa utara yang lebih makmur dan stabil, seperti Gresik.17 14 HB. J. O. Schrieke, Het Boek Van Bonang, (Leiden: Leiden University, 1916), hlm. 31. 15 Teori masyarakat majemuk dikemukakan oleh J. S. Furnivall, Colonial Policy and Practice: A Comparative Study of Burma and Netherlands India (Cambridge: Cambridge University Press, 1948). 16 (1903), hlm. 241. 17 Kebanyakan dari orang-orang cina yang bermigrasi ke wilayah Jawa bagian timur berasal dari cina tengah seperti provinsi Kuangtung. Lihat Kenneth R. Hall, “Multi-Dimensional Networking: Fifteenth-Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective” Journal of the Economic and Social History of the Orient Vol. 49 No. 4 (2006), hlm. 458. Secara regional Tuban memiliki hubungan dengan kota-kota pelabuhan di Nusantara. Dua wilayah utama yang sangat penting bagi pelabuhan Tuban adalah Selat Malaka dan Kepulauan Maluku. Sudah sejak abad ke11, Raja Airlangga telah berusaha membangun Tuban sebagai pelabuhan untuk kepentingan perdagangan. Selanjutnya, ketika kerajaan Si hasari mencapai kejayaan di bawah Kertanegara (1268—1292), pelabuhan Tuban tetap memegang peranan penting. Kitab Pararaton memberitakan antara lain sebagai berikut: B. Terbentuknya Jaringan Pelabuhan Timur ... karena Mpu Raganatha mempunyai kesalahan dalam melaksanakan tugasnya maka dia diganti oleh Kebo Tengah sang Apanji Aragani Mpu Raganatha diangkat menjadi adhyaksa di Tumapel. Raja Kertanegara berhasil mengalahkan “


BAB V Peran Pelabuhan Tuban dalam Perdagangan Rempah di Jawa Bagian Timur 81 Jaringan perdagangan kala itu bersifat dinamis pada setiap waktu, baik diakibatkan oleh sistem produksi, pasar, maupun karena munculnya pengangkutan-pengangkutan komoditas yang baru.19 Keberhasilan perluasan jaringan perdagangan maritim semacam itu, oleh pengamatan A. B. Lapian disebut sebagai unsur utama pemersatu ribuan pulau yang terpisah-pisah atau Sea System. 20 Sebelum adanya jaringan transportasi darat yang memadai pada abad ke-10, sungai merupakan salah satu jalan transportasi utama yang paling penting di Pulau Jawa. Pada zaman prakolonial sungai menghubungkan daerah pedalaman (hinterland) dengan kota-kota pesisir pantai Utara Jawa. Tuban merupakan Pelabuhan pertama yang disinggahi oleh para pedagang. Berdasarkan catatan Ma-Huan, jalur laut bukanlah satu-satunya jalan yang dapat menghubungkan Tuban dengan wilayah pedalaman. Beberapa Prasasti yang ditemukan di daerah Tuban dan Mojokerto menjadi dasar kemungkinan banyak pedagang juga menempuh perjalanan darat.21 Gambaran awal abad ke-15 tentang hubungan pelabuhan Tuban, Gresik, dan Malaka sebagai pusat perdagangan dilukiskan oleh Ma Huan: 18 Periksa kembali kalimat“... sira panji Aragani angeteraken wangsul ing Tuban...”, J.L.A Brandes – N. J. Krom. Majapahit” 19 Hans-Dieter Evers. “Traditional Trading Networks of Southeast Asia” Archipel No. 35 (1988), hlm. 92. 20 A. B. Lapian, Orang Laut Bajak Laut Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Pada Abad XIX (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hlm. 6-7. 21 J. V. G. Mills, op.cit., hlm. 90. “ musuh bernama Bhaya. Setelah Bhaya mati, bala tentaranya diperintah ke Melayu. Tinggal sedikit orang Tumapel yang tinggal karena banyak yang pergi ke Melayu. Patih Aragani menghantarkan pengiriman bala tentara tersebut, kemudian ke Tuban dan akhirnya pulang ke Tumapel.18 … para pedagang "Jawa" di Malaka adalah muslim yang terhubung dengan pelabuhan pasisir pantai utara Jawa yang makmur dan diwakili oleh syahbandar mereka sendiri. Mereka termasuk saudagar keturunan Tionghoa yang berbasis di Jawa dan beberapa pedagang nomaden Melayu campuran. Kapal-kapal "Jawa" tidak hanya berlayar ke Jawa, tetapi juga ke Sumatra, Kalimantan, Maluku, Banda, dan Luzon di Filipina. Sebagian besar saudagar "Jawa" tinggal di pinggir wilayah Bandar Hilir dengan pimpinannya Tuan "Colascar", “


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 82 Begitulah kiranya pelabuhan yang termahsyur melahirkan tradisi pelayaran yang maju. Schrieke menggambarkan selama kurun 1300— 1500 M, merupakan periode emas ekspansi perdagangan maritim di Pulau Jawa. Pada masa itu, kapal-kapal asing mula-mula singgah ke Tuban meski saat itu pelabuhan Tuban tidak memiliki jung atau kargonya sendiri. Kapal- kapal dari Tuban kemudian melanjutkan perjalanan ke Gresik lalu merapat ke Hujung Galuh (Surabaya).23 Jaringan perdagangan antarpulau ini terbentuk akibat aktivitas perdagangan antarwilayah, atau antarkelompok agama yang sama. Selain itu, jaringan perdagangan juga dibentuk karena adanya persekutuan dagang yang terus menerus berlangsung. Sementara penaklukan atas pusat politik di daerah pedalaman turut pula melemahkan kedudukan Tuban sebagai pelabuhan utama. Orangorang Jawa tidak lagi mengandalkan perdagangan maritim, tetapi jaringan perdagangan Jawa dengan pelabuhan antarpulau belum terputus. Jaringan perdagangan kelompok etnik telah menggunakan transportasi perahu layar, hal ini yang mendukung pembentukan jaringan perdagangan Bugis, Makassar, Buton, dan Madura.24 Para pedagang pengguna perahu layar 22 J. V. G. Mills, loc cit. 23 Purwadi. Mistik dan Makrifat Sunan Bonang: Kisah Ajaran Guru Besar dan Para Wali di Tanah Jawa (Yogyakarta: Araska, 2015), hlm. 30-31. 24 Howard Dick. “Prahu Shipping in Eastern Indonesia in The Interwar Period” Bulletin of Indonesian Studies, Volume II No 1 (1989). “ yang berasal dari Gresik. Kelompok lain, yang berasal dari Tuban, Japara, Sunda, dan Lampung, tinggal di kawasan Upeh bersama kepala suku Utimuti Raja, tetapi terpisah dari kantong pemukiman Keling, Cina, dan Gujarati. Seperti yang ditunjukkan oleh keresidenan preferensial mereka, kelompok kedua ini tampaknya lebih makmur daripada yang pertama, atau setidaknya dijunjung tinggi oleh penguasa Malaka. Pedagang "Jawa" mengkhususkan diri dalam impor bahan makanan, seperti beras, untuk memberi makan penduduk Malaka dan menyediakan kapal, karena Malaka tidak memiliki lahan yang berdekatan untuk memasok kebutuhan makanan lokal. Orang "Jawa" juga memasok Malaka dengan rempahrempah Indonesia. Akhirnya, beberapa pedagang nomaden "Jawa" skala kecil tinggal di perahu kecil mereka di sepanjang garis pantai Malaka dan menjual hasil mereka di pasar Jawa.22


BAB V Peran Pelabuhan Tuban dalam Perdagangan Rempah di Jawa Bagian Timur 83 25 Wang Gungwu, Anglo Chinese Encounters since 1800: War, Trade, Science and (Cambridge: Cambridge University Press, 2003) hlm. 43. 26 lihat Jonathan D. Spence, “The K’ang-hsi Reign” The Cambridge History of China. Vol. 9. No.1 (2002), hlm. 150. 27 Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 2004), hlm. 32. 28 Setelah pengaruh kesultanan Malaka meredup, pusat kekuasaan pribumi bergeser ke, Johor, Lingga, dan Penyengat, Maka tidak sedikit bangsawan Malaka yang eksodus dan tinggal di Kepulauan Nusantara, dan tinggal di Maluku, Buton, Ternate, Banda, Makassar dan Sumbawa, oleh karena itu tidak mengherankan jika tradisi dan kebudayaan Indonesia Timur sangat kental dipengaruhi tradisi Melayu Malaka dan Melayu Johor, lihat Linda Sunarti, "Politik Luar Negeri Malaysia terhadap Indonesia 1957-1970, dari Konfrontasi Menuju Kerjasama" dalam Seminar Hasil Penelitian (Jakarta: Universitas Indonesia, 2009, hlm. 8. 29 Kenneth R. Hall, op.cit., hlm. 468. telah membentuk solidaritas kelompok etnik dan sangat berperan dalam menghadapi monopoli perdagangan kongsi dagang asing. Ramainya aktivitas pelabuhan Tuban dipengaruhi oleh kehadiran migrasi pedagang Cina ke Nusantara. Sedari masa Dinasti Han (917—971 M) dan Min (909—944 M), pedagang Tionghoa yang berasal dari Kanton dan Hokkien telah menunjukkan kekuatan perdagangan laut jarak jauh dengan berdagang di luar India, Laut Cina Selatan menuju Samudra Hindia.25 Namun, akibat kebijakan blokade laut (haijin policy) yang dikeluarkan oleh Kaisar Kangxi,26 pedagang Cina berlayar menuju Asia Tenggara melalui Filipina. Kemudian para itu berlayar menuju ke timur Nusantara melalui laut Cina. Permukiman Cina (pecinan) di Tuban terbentuk di pesisir pantai ketika banyak dari mereka melebur dan menetap bersama penduduk lokal. Setelah Undang-Undang pelarangan terhadap perdagangan orangorang Cina keluar negeri (Haijin Policy) dihapuskan oleh Kaisar Kangxi, penghijrahan pedagang-pedagang Cina ke kawasan Nusantara pada abad ke-17 meningkat.27 Ketika Benteng Famosa diserang dan Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, aktivitas perniagaan antarpulau tidak surut. 82 Mayoritas pedagang yang melakukan perjalanan ke Banda adalah Muslim Jawa dan Cina yang berbasis di pelabuhan pantai utara Jawa seperti Tuban, Jaratan, Gresik, dan Surabaya.29 Pedagang-pedagang Jawa dikenal gigih biasanya melakukan rute perjalanan bertolak dari pelabuhan di Jawa. Mereka akan memasok sebanyak mungkin beras untuk dikirim ke Malaka. Pedagang Jawa kemudian membawa pulang rempah-rempah setempat terutama lada. Mereka juga membawa serta barang-barang lain seperti sutra, porselen, yang dibeli dari pedagang asing. Setelahnya mereka kembali ke pelabuhan tempat asalnya, seperti Tuban, Gresik, Jepara, Surabaya, dan Madura. Pedagang Jawa juga C. Komoditas Perdagangan Maritim dan Rute Perniagaan


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 84 30 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Tuban: Kota Pelabuhan di Jalan Sutera (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997), hlm. 22. 31 Robert Parthesius, India Company (VOC) Shipping Network in Asia 1595-1660. (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2010), hlm. 17. 32 C. Lesger, The Rise of the Amsterdam Market and Information Exchange. Merchants, Commercial Expansion, and Change in the Spatial Economy of the Low Countries c. 1550- 1639 (Aldershot: Ashgate, 2006), hlm. 238-239. 33 “Regerings Almanak 1919,” dalam Supratikno Raharjo, op.cit., hlm.4 kerap kali singgah ke negeri-negeri di wilayah Timur Jawa seperti Lombok, Bali, Bima, Solor, dan Maluku untuk kemudian dijual kembali ke Maluku.30 Monopoli perdagangan lada di Pantai Utara Jawa kemudian benarbenar hanya dikuasai oleh VOC. Namun, tak berapa lama kemudian, VOC membawa komoditas utama yang dibawa ke Batavia, selanjutnya di ekspor ke Eropa. VOC menganggap tidak merasa aman dengan penguasa lokal di wilayah pelabuhan Tuban, dan Madura, yang disebut sebagai musuh VOC. Kapal-kapal VOC sering kali ditawan sehingga mereka memilih menjalin hubungan dengan penguasa Surabaya. Hubungan antara penguasa Tuban dan Madura dengan VOC semakin tidak bersahabat. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa salah satu kemunduran pelabuhan Tuban merupakan penetrasi dan campur tangan dari pesaingnya, yakni VOC dan pemerintah Kolonial Belanda. Dalam satu ukuran kapal Eropa yang mengangkut komoditas dari Asia, separuh bagasi mereka diperuntukkan untuk menyimpan lada.31 Keputusan mereka untuk mengutamakan komoditas lada sebagai barang impor utama dari Asia membawa mereka ke dalam kejayaan. Pada tahun 1590, ketika gejolak perang melawan Portugis masih berkecamuk, Belanda mengambil langkah untuk tetap mengadakan perdagangan lada dengan Portugis. Keputusan untuk bersekutu tampaknya sangat terpaksa mengingat harga lada terlanjur tinggi. Di pasaran Eropa, hanya Portugis yang bisa mengakses lada langsung dengan pedagang Asia.32 Perdagangan di bagian timur kepulauan secara keseluruhan telah dikuasai oleh bangsa Melayu dan Jawa. Pedagang Cina dan India selalu membeli barang dagangan melalui orang kedua atau ketiga sebagai perantara. Mereka menyebar di Pulau Jawa atau di tempat lain. Pada masa pemerintahan Tumenggung Purbanegara, Tuban telah menjadi pemasok utama beras untuk dikirim ke Residen Rembang. Regeering Almanak 1919 mencatat jumlah pasokan beras yang harus disediakan untuk pemerintah Kolonial di Rembang mencapai 118.581,72 kg.33 Komoditas lain yang


BAB V Peran Pelabuhan Tuban dalam Perdagangan Rempah di Jawa Bagian Timur 85 34 Tome Pires, Buku Francisco Rodrigues (Yogyakarta: Ombak, 2018), hlm. 232. 35 Ibid, hlm. 220 36 Arsip Residensi Menado 1677-1914, K-41, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia. 37 Java NOK, Bundel No.33-39 38 Robert Parthesius, op.cit., hlm. 140 39 Java NOK, Bundel 36, No. 121 didayagunakan adalah katun, tembakau, nila, dan kayu. Tome Pires juga menyebut bahwa penguasa Tuban ialah orang pertama yang diterima dan menjalin persahabatan dengan orang Portugal.34 Dia juga mengabarkan berbagai komoditas perdagangan yang ada di pelabuhan Tuban, antaranya beras, asam dan cabe jawa, daging sapi, daging babi, kambing muda dan tua, danging rusa, ayam dan buah buahan yang tak terhitung jumlahnya.35 Asal usul tentang dari mana asal komoditas beras yang cukup besar itu didatangkan ke Tuban tidak dijelaskan secara rinci. daerah perbukitan kapur dengan lapisan kars yang tinggi, mudah diduga Tuban tidak menghasilkan beras secara mandiri. Tingkat kesuburan tanah yang rendah dan sulit ditanami oleh padi menguatkan jika beras tersebut cukup sulit dibudidayakan dari persawahan penduduk setempat. Selain bertumpu pada pasokan beras dari Tuban, pemerintah kolonial juga mendatangkan beras dan cengkih yang potensial dari Minahasa.36 Pedagang Cina mendapat tugas sebagai perantara jual beli beras dari Jawa dan negeri-negeri di timur Nusantara. Pada abad ke-16 pertanian, peternakan dan perikanan laut adalah mata pencaharian utama. Sementara Regeering Almanak 1919 juga menyebut jika Tuban harus menyuplai setiap tahun setidaknya 6 pikull katun kepada Residen Rembang. Veth (1969) menyebut Tuban merupakan penyuplai tembakau utama karena terdapat banyak kebun tembakau yang dibudidayakan. Selain beras, pengolahan nila dengan kualitas unggul banyak ditemui di beberapa desa di Tuban. Sumber kolonial membandingkan kualitas nila dari pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan nila Amerika.37 VOC singgah di pelabuhan Tuban untuk menukar tanaman nila. Orang-orang Belanda menukar tanaman nila dengan logam mulia dan tembaga dari Jepang dan Cina, dan gula yang berasal dari Taiwan dan Cina38. Hasil agraris lainnya bertumpu pada kayu jati. Sebelum pecah perang Diponegoro (1825—1830), Tuban menjadi salah satu daerah pembudidaya hutan kayu jati dengan kualitas sangat baik.39


PERAN JAWA (BAGIAN) TIMUR DALAM JARINGAN JALUR REMPAH Sejak Periode Kuno sampai Abad ke-18 86 Memasuki era kolonial, gambaran tentang bentuk kota Tuban secara samarsamar didapat dari kehadiran kapal Belanda. Sebuah ekspedisi Belanda mendarat di pantai Tuban yang dipimpin oleh Laksamana Muda Van Warwijck ( ) pada awal 1599. Dalam berita itu disebutkan bahwa orang Belanda terkesan sekali oleh kemegahan keraton Tuban.42 Anthony Reid dalam “The Structure of Cities in Southeast Asia, Fifteenth membahas tata kota Tuban pada abad ke-17, yang telah memiliki benteng besar seperti benteng Japara, Pati, dan Surabaya di pesisir pulau Jawa telah membangun tembok bata, seperti di Makasar dan Ayutthaya. Penguasa lokal Tuban membangun benteng yang kokoh untuk menghalau ancaman militer Eropa dan contohnya dari 40 M. A. P. Meilink-Reolofsz, Asian Trade And European Influence In The Indonesian Archipelago Between 1500 and About 1630, (The Hague: Martinus Nijhoff, 1962), hlm. 107. 41 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, op cit., hlm. 43 42 De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), hlm.170. Menjelang tanda-tanda kekalahan Majapahit oleh Demak, Tuban masih menjadi pelabuhan penting, terutama bagi pedagang Cina dan Asia Barat. Namun, Gresik dan Demak sudah menyaingi Tuban sebagai kota niaga. Kebijakan ekspansi Majapahit di mana Tuban dijadikan sebagai tempat pemberangkatan pelayaran-pelayaran ke Maluku membawa kemakmuran bagi pelabuhan Tuban dan penguasanya.40 Tuban termahsyur sebagai kota yang memiliki ahli-ahli teknik perkapalan yang hebat pada abad ke-16. Kapal-kapal kayu jati yang diproduksi sangat digemari untuk keperluan militer hingga ke seluruh Asia Tenggara. Keahlian membuat kapal yang tersohor itu sampai kepada Alfonso D’Alberquerque. Pada 1512, dia meninggalkan Malaka dengan membawa 60 tukang yang cakap dari Jawa.41 Keahlian membuat perahu dan kapal memang telah lama dikuasai oleh orang Jawa. Ketika Belanda berhasil merebut Malaka tahun 1640, Anthony van Dieman mengerahkan tenaga penduduk Jawa untuk membuat kapalkapal besar guna menyerang Portugis. Sementara kurun 1667—1669 terjadi perang antara Makassar dan VOC yang cukup merugikan bagi masyarakat di Maluku, Seram, dan Hitu. Akibat blokade perdagangan VOC, rempahrempah mereka kepada pedagang lokal atau tauke-tauke Cina di Hitu dan Banda. Seram Timur sendiri masih sempat mengirimkan sepuluh buah kapal mereka ke Jawa untuk dijual di Gresik, seiring dengan menurunnya aktivitas perdagangan di pelabuhan Ambon pada abad ke-17. D. Struktur Kota dan Kekuatan Militer


Click to View FlipBook Version