Jl. Pantai Kuta V/1 Ancol Timur Jakarta Utara 14430 Harjo Susmoro Amril Oke Dwiyana Diterbitkan oleh:
PERAN PUSHIDROSAL DALAM TURUT MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA Harjo Susmoro Amril Oke Dwiyana Cetakan: Oktober 2019 PUSAT HIDRO-OSEANOGRAFI TNI ANGKATAN LAUT (PUSHIDROSAL) 2019
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut Peran Pushidrosal Dalam Turut Mewujudkan Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia Editor: Amril, ___Jakarta, Pushidrosal, 2019 iv + 55 hal, 21 cm ISBN: 978-623-91688-4-1 1. Judul 1. Amril Peran Pushidrosal Dalam Turut Mewujudkan Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia Pengarang: Harjo Susmoro Amril Oke Dwiyana Editor: Gentio Harsono Perancang Isi: Dyan Primana Sobarudin Desain Kover: Untung Sugiarto Cetakan Kedua: Oktober 2019 Penerbit: Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut Jl. Pantai Kuta V No. 1 Ancol Timur Jakarta Telp. 62-21-64714810 Fax: 62-21-64714819 www.pushidrosal.id [email protected] Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta, kecuali mencantumkan identitas pemegang hak cipta.
KATA PENGANTAR Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat ridho dan izin-Nya sehingga kami dapat menerbitkan Buku Peran Pushidrosal dalam mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi Poros Maritim Dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim. Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversiti, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, merupakan program-program utama dalam pemerintahan Presiden Jokowi guna mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hal ini memerlu- kan data kelautan yang update dan akurat sebagai data dasar dalam menunjang pembangunan kelautan di Indonesia. Sebagai lembaga hidrografi nasional di Indonesia, Pushidrosal mempunyai tugas menyelenggarakan
pembinaan fungsi dan pelaksanaan kegiatan hidro- oseanografi meliputi survei, penelitian, pemetaan laut, publikasi, penerapan lingkungan laut dan keselamatan navigasi pelayaran untuk kepentingan TNI maupun kepentingan umum, nasional dan internasional. Pushidrosal mempunyai kewajiban dan legalitas tunggal di bidang hidrografi dalam menyiapkan dan menyediakan data serta informasi hidro-oseanografi berupa peta laut baik kertas maupun elektronik serta buku-buku nautika guna menunjang pembangunan kelautan Indonesia dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Besar harapan, buku ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran peran strategis hidrografi dalam pembangunan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Akhirnya kepada semua pihak, saya selaku Kapushidrosal mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya atas segala partisipasi berbagai pihak sehingga penerbitan buku ini terlaksana dengan baik. Kami berharap kritik, saran dan usulan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Jakarta, Oktober 2019 Kapushidrosal, Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. Laksamana Muda TNI ii
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ....................................................... i DAFTAR ISI...................................................................... iii DAFTAR TABEL.............................................................. iv DAFTAR GAMBAR........................................................... iv MENUJU POROS MARITIM DUNIA ................................ 1 PENTINGNYA KEBERADAAN LEMBAGA HIDROGRAFI DI SUATU NEGARA ................................. 5 SEJARAH DAN ASPEK LEGAL PUSHIDROSAL SEBAGAI LEMBAGA HIDROGRAFI NASIONAL.......... UPAYA STRATEGIK PUSHIDROSAL MEWUJUDKAN KEDAULATAN DATA HIDROS INDONESIA ................ PERAN PENTING LEMBAGA HIDROGRAFI DALAM MENDUKUNG KEPENTINGAN NASIONAL.................... IMPLEMENTASI PERAN PUSHIDROSAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA ............................................. 6 8 11 13 a. Membangun Kembali Budaya Maritim Indonesia................................................................... 13 b. Menjaga dan Mengelola Sumber Daya Laut ... 16 c. Pengembangan Infrastruktur dan Konektivitas Maritim ...................................................................... 18 d. Diplomasi Maritim ........................................... 41 e. Pertahanan Maritim ........................................ 47 HIDROGRAFI MAJU INDONESIA UNGGUL ................ PENUTUP....................................................................... 49 51 DAFTAR PUSTAKA........................................................ 53
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. The Global Competitiveness Index World Economic Forum 2009-2013 (Infrastruktur). 20 Tabel 2. Kecelakaan Transportasi Laut 25 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik Logistic Perfomance Index (LPI) 2014. Sumber : Slide Presentasi Pengembangan Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019 dan Implementasi 2015 23 Gambar 2. Skema / Arsitektur Tol-Laut 29 Gambar 3. Skema / Arsitektur Transportasi Penyeberangan 30 Gambar 4. Alur Laut Kepulauan Indonesia. 40 Gambar 5. Pulau Kecil Terluar Indonesia 46 iv
MENUJU POROS MARITIM DUNIA Sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar sebagai Poros Maritim Dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim. Cuplikan pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI di MPR pada tanggal 20 Oktober 2014, merupakan orientasi baru dan tonggak kebangkitan bangsa Indonesia menjadi negara kepulauan yang segala aktivitasnya haruslah mencirikan kemaritiman1 . “Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana.” Presiden Joko Widodo juga memberikan presentasi menarik dalam forum KTT Asia Timur ke-9 di Myanmar, 13 November 2014 lalu. Pesan yang disampaikan pada event tersebut jelas, bahwa Indonesia bertekad mewujudkan tujuan idealnya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yaitu menjadi “Poros Maritim Dunia” (PMD). Beberapa hal yang menjadi tekanan dalam pidato tersebut antara lain: membangun budaya maritim, membangun kedaulatan pangan laut, pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, kerjasama di bidang kelautan dan membangun kekuatan pertahanan maritim, yang dikenal dengan sebutan “lima grand strategy” menuju Poros Maritim Dunia. 1 Presiden RI, 2015.
2 Visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah skema baru Indonesia dalam konteks geopolitik perspektif maritim. Visi ini dilandasi oleh tinjauan sejarah, letak geostrategis serta keinginan agar eksistensi bangsa harus semakin diperhitungkan baik ditingkat regional maupun global. Visi ini sudah barang tentu merupakan langkah jangka panjang, yang membutuhkan konsistensi kebijakan, kerjasama dan kesungguhan untuk mencapainya dengan mengedepankan kepentingan nasional Indonesia di panggung internasional. Poros Maritim akan menentukan bagaimana respon Indonesia tentang Laut Tiongkok Selatan, Samudera Pasifik, serta Samudera Hindia, dimana secara geografis ketiga lautan tersebut berbatasan dengan negara Indonesia. Dalam sejarahnya, perkembangan poros maritim dunia kontemporer telah diprakarsai oleh tiga negara yaitu: a. Poros pertama adalah Tiongkok dengan Jalur Sutra Maritim (JSM) yang mencoba membangkitkan kembali sejarah perdagangannya dengan menggalang kembali kerjasama dengan negara-negara yang dilintasi oleh JSM, termasuk Indonesia didalamnya; b. Poros kedua adalah Amerika Serikat (USA) dengan poros Trans Pasifik Partner Ship (TPP) yang berhubungan dengan kepentingan ekonomi AS di Pasifik dengan membangun poros aliansi berbasis samudra. TPP merupakan aliansi perdagangan yang dipimpin oleh AS dengan instrumen utamanya adalah konektivitas perdagangan lintas negara dalam bentuk pasar bebas. Kedua poros ini jelas mempunyai misi untuk meluaskan pengaruh ekonomi politik negara penggalang untuk mengikuti skema yang mereka buat, yakni AS dan Tiongkok. Karena jika suatu negara mengintegrasikan dirinya kedalam poros ini maka
3 kebijakan negara tersebut harus seirama dengan kebijakan JSM maupun TPP2 ; dan c. Poros ketiga adalah Indonesia dengan Poros Maritim Dunia. Poros ini masih sekadar wacana, namun ini bisa terlaksana ketika pemerintah Indonesia telah mengkonsepsikan dan mengaktualisasikan skema ini dan mempunyai kekuatan untuk menggalang negara- negara di dunia masuk ke dalam poros tersebut. Tentu kita tidak naif bahwa visi ini akan terlaksana secepat mungkin, namun harus segera di mulai dan skemanya bagaimana visi besar ini bisa terlaksana. Basis terlaksananya poros baru ini sangat mungkin, dengan melihat letak geografis Indonesia yang strategis sebagai penghubung antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan penghubung Benua Asia dan Australia maka Indonesia harus mampu memaksimalkan serta memanfaatkan posisi strategis ini. Indonesia sebagai salah satu negara kaya di dunia dengan sumber daya alamnya yang melimpah, anugerah ini bisa menjadi syarat bangsa Indonesia melaksanakan visi sebagai Poros Maritim Dunia. Antara poros JSM dan poros TPP memang telah mengajak Indonesia untuk menjadi bagian dalam pelaksanaan poros tersebut, di Samudera Hindia digalang oleh Tiongkok untuk mensinergikan Poros Maritim Dunia dengan JSM, dan di Samudera Pasifik digalang oleh AS untuk bergabung di TPP dan Indonesia pada Tahun 2015 telah menyatakan bergabung dalam TPP. 2 Makbul Muhammad, 2016. Ketika Presiden Jokowi Mengalihkan Jalur Alternatif Pelayaran Internasional Melalui Selat Lombok.
4 Dengan realitas perkembangan dua poros tersebut yang begitu masif nya menggalang negara-negara untuk ikut serta, Indonesia harus memilih jalan progresif dengan melakukan kontra skema dari kedua poros tersebut dengan mengusung poros yang independen yakni Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Maka menjadi penting untuk Indonesia agar tetap konsisten melaksanakan politik luar negeri berbasis maritim yang bebas aktif dalam implementasi poros maritimnya, agar Indonesia bisa membuat skema baru yang lebih berdaulat tanpa digalang oleh kedua poros tersebut3 . Dalam konsep Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, beberapa aspek yang merupakan unsur-unsur pembangunan kelautan dan kemaritiman dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu: a. Aspek Ekonomi Kelautan, Perikanan dan Kemaritiman. Kelompok ini merupakan aspek ekonomi kelautan dan kemaritiman yang menjadi aset andalan pengembangan dan pembangunan Poros Maritim yang meliputi Aspek Perikanan, Migas dan Mineral Laut, Transportasi Laut dan Industri Maritim, Potensi Wisata Bahari, Biodiversity Laut dan Potensi Intangible lainnya dan Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT); dan b. Aspek Tata Kelola. Aset Kelautan dan Kemaritiman tidak akan bermanfaat bila tidak didukung oleh strategi pengelolaan yang tepat. Pada komponen tata kelola, akan menentukan bagaimana aspek pertama tersebut dapat dikelola dan dikembangkan arahnya untuk mewujudkan Poros Martim Dunia. Beberapa aspek kemaritiman yang termasuk dalam kategori tata kelola antara lain; Penataan Ruang Laut, Pengaturan Alur Laut Kepulauan, Pengawasan Laut, 3 Ibid
5 Pertahanan dan Keamanan untuk Kedaulatan NKRI, Budaya Bahari, Sumber Daya Manusia dan Iptek Kelautan, Kualitas dan Daya Dukung Lingkungan Laut4 . Kedua kelompok aspek tersebut, secara integratif penting untuk dikelola sebagai “domain” Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia5 . PENTINGNYA KEBERADAAN LEMBAGA HIDROGRAFI DI SUATU NEGARA Keberadaan lembaga hidrografi disuatu negara pantai sudah menjadi kebutuhan yang nyata, terlebih bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia. Hal ini sejalan dengan amanah yang tercantum dalam Safety Of Life At Sea Convention 1974 (SOLAS 1974) yang disebutkan dalam Chapter V (Safety of Navigation) Regulation-9, bahwa setiap Negara pantai yang telah meratifikasi ketentuan ini, wajib memiliki lembaga hidrografi untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya, sebagai berikut: a. Mengelola sistem pengumpulan data dan kompilasi data hidrografi, publikasi, diseminasi serta menjaga kemutakhiran informasi pelayaran untuk keamanan dan keselamatan navigasi; b. Membangun kerjasama dengan berbagai institusi untuk meningkatkan pelayanan navigasi dan hidrografi; c. Mentaati aturan/ketentuan internasional agar produk-produk hidrografi yang dihasilkan dapat berlaku secara internasional; dan 4 Ibid 5 Bappenas, 2016.
6 d. Selalu berkoordinasi dengan mitra kerja nasional maupun internasional untuk menjaga kualitas produk agar dapat dipercaya oleh penggunanya. Keberadaan kantor hidrografi disebuah negara yang mempunyai laut sangat penting sebagaimana yang dipublikasikan IHO dalam salah satu maklumatnya “The Need For National Hydrographic Services-IHO Publication M-2”, bahwa hampir semua aktifitas manusia di muka bumi dan di bawah laut memerlukan pengetahuan hidrografi, atau dengan kata lain diperlukan pengetahuan tentang bentuk dan kondisi dasar lautnya termasuk karakteristik dan kemungkinan bahaya yang akan dihadapi. SEJARAH DAN ASPEK LEGAL PUSHIDROSAL SEBAGAI LEMBAGA HIDROGRAFI NASIONAL Sejarah kelembagaan Pushidrosal tidak lepas dari sejarah perkembangan pemetaan laut di Indonesia atau perkembangan peta laut Indonesia “modern”. Sejarah peta laut Indonesia “modern” ini diawali pada tahun 1821, sejalan dengan pembentukan panitia untuk perbaikan pemetaan laut di the Netherlands East Indies. Perkembangan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan didirikan Depo Peta Laut di Batavia pada tahun 1823 (yang menjadi cikal bakal Depo Peta Laut Pushidrosal yang berada di Jl. Banda No. 6 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta). Seiring dengan laju perkembangan lalu lintas perdagangan saat itu, maka pada tahun 1848 Depo Peta tersebut dikembangkan menjadi Bureau Hidrografie (Kantor Hidrografi). Pada tahun 1864 lembaga tersebut dilikuidasi menjadi bagian dari Departemen Angkatan Laut Kerajaan Belanda di Batavia. Karena dinilai hasil kerja Kantor Hidrografi Batavia tidak memuaskan, maka pada tahun 1869 oleh
7 Menteri Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Kantor Hidrografi Batavia dipindahkan kembali ke Kantor Hidrografi di Belanda. Pada tahun 1876 melalui Surat Keputusan Parlemen Belanda, dibuka kembali Kantor Hidrografi di Batavia sebagai the East Indies Branch, akan tetapi pembuatan peta laut tetap menjadi tugas Kantor Hidrografi di Den Haag. Pada tahun 1882, terjadi reorganisasi di Kantor Hidrografi Batavia dan secara berangsur-angsur dipindahkan ke Batavia. Dalam periode tahun 1885 hingga tahun 1899, Kantor Hidrografi Batavia kembali lagi digabung dengan Kantor Hidrografi di Den Haag hingga masa Perang Dunia I dan II. Kondisi demikian berlangsung terus hingga kemerdekaan negara Republik Indonesia tahun 1945. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor 34/MP/50 tanggal 4 Februari 1950 tentang Hidrografi bagian dari Staf Angkatan Laut Kementerian Pertahanan RIS telah dibentuk bagian Hidrografi di jajaran Staf Angkatan Laut Kementerian Pertahanan RIS dan baru pada tahun 1951 melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1951 tanggal 31 Maret 1951 (PPRI No. 23/1951) ditetapkan dua Lembaga Hidrografi, yaitu: Pejabatan Hidrografi Jawatan Pelayaran Kementerian Perhubungan Laut dan Pejabatan Hidrografi Jawatan Hidrografi Angkatan Laut Kemhan (Djanhidral). Selanjutnya berdasarkan Keppres RI No. 164/1960 yang menggabungkan dua Pejabatan/Kantor Hidrografi di Indonesia ke dalam satu organisasi Djawatan Hidrografi ALRI (Djanhidral), dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi fungsi kelembagaan hidrografi di Indonesia. Melalui Perpres Nomor 62 Tahun 2016, Pushidrosal yang sebelumnya sebagai Badan Pelaksana Pusat Mabes TNI AL berubah menjadi Komando Utama TNI AL yang memiliki tugas, peran dan fungsi yang lebih luas. Dinamika perubahan organisasi tersebut telah menunjukkan bahwa hidrografi merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam
8 menunjang security dan prosperity bagi Bangsa Indonesia sebagai negara maritim. Keberadaan Pushidrosal telah berkontribusi positif di bidang hidrografi. Hal ini dapat dilihat hasil kerja nyata terkait dengan penyiapan data-data Hidro-Oseanografi, pemetaan laut dan publikasi nautika yang merupakan referensi bagi seluruh pengguna laut. Oleh karena itu, eksistensi peran Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional perlu kepastian legitimasi payung hukum dari Pemerintah sebagai aspek legal Pushidrosal untuk menunjang pembangunan nasional dalam menyediakan data dan informasi hidros di seluruh wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia secara akurat, mutakhir serta terjamin ketersediaannya guna mendukung pemanfaatan ruang laut nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. UPAYA STRATEGIK PUSHIDROSAL MEWUJUDKAN KEDAULATAN DATA HIDROS INDONESIA Peran Pushidrosal semakin “mendunia” dengan diterbitkannya Keputusan Presiden RI No. 288 Tahun 1968 tentang International Hydrographic Organization (IHO) dan dengan status keanggotaan sebagai “council member” IHO sejak tahun 2017 semakin memperkokoh peran Pushidrosal di lingkup internasional maupun regional. Pushidrosal menjadi wakil negara di komunitas hidrografi regional yaitu East Asia Hydrographic Commission (EAHC) yang pada tahun 2018 ditunjuk menjadi vice chair EAHC untuk tiga tahun ke depan dan otomatis akan menjadi chair EAHC pada tahun 2021, disamping itu tahun 2019 juga telah dipercaya sebagai vice chair TRDC BoD EAHC. Pada tahun 2017 Pushidrosal diterima sebagai anggota North Indian Ocean Hydrographic Commission (NIOHC) dan
9 selanjutnya pada tahun 2019 dipercaya sebagai vice chair NIOHC periode 2019 s.d. 2020 dan secara otomatis akan menjadi chair NIOHC pada tahun 2020. Pada bulan Februari 2018, Pushidrosal telah secara resmi menjadi associate member di South West Pacific Hydrographic Commission (SWPHC). Disamping itu, pada tahun 2018 Pushidrosal telah dipercaya sebagai chair dan Administrator Mallacca Singapore Straits Electronic Navigational Chart - MSS ENC. Keterlibatan Pushidrosal di komunitas kawasan hidrografi ini memiliki peran strategis bagi Negara Indonesia dalam diplomasi International bidang hidrografi, termasuk juga dalam proses diplomasi batas maritim, dan peran ini menjadi penting dalam membangun pengaruh kemaritiman baik di dunia maupun kawasan Asia Timur dan Samudera Hindia Utara. Dengan demikian capaian tersebut dapat lebih menyempurnakan peran Pushidrosal dalam membangun pengaruhnya di ketiga kawasan yang melingkupinya, sehingga dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Keselamatan dan keamanan lalu lintas perdagangan di dan atau lewat laut (Seaborne Trade) menjadi pilihan yang efektif dan efisien bagi Indonesia maupun bangsa-bangsa di belahan dunia lainnya, dan sangat bergantung pada ketersediaan data dan informasi tentang wilayah perairan laut yang mutakhir, akurat dan lengkap serta terjaga ketersediaannya. Kebutuhan akan data dan informasi tentang laut, untuk berbagai kepentingan di bidang kemaritiman di wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia, dapat terpenuhi dari produk-produk Pushidrosal, berupa Peta Laut Indonesia dan Publikasi Nautika yang berstandar internasional dan sebagai produk kenautikaan resmi Pemerintah Indonesia. Produk data dan informasi hidro-oseanografi menjadi mutlak karena keberadaan lembaga hidrografi di suatu negara pantai sudah menjadi kewajiban yang tidak dapat dipungkiri, terlebih bagi Indonesia.
10 Salah satu hasil temuan dan pengamatan dari audit yang dilakukan oleh International Maritime Organization (IMO) melalui kegiatan Voluntary IMO Member State Audite Scheme (VIMSAS) yang dilaksanakan pada November 2014 di Kemhub RI, menunjukkan bahwa survei dan pemetaan Hidro- Oseanografi masih prioritas daerah-daerah perairan di mana lalu lintas kapalnya tinggi dan data yang tersedia di perairan dalam (deep waters) masih berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Hal ini dipengaruhi adanya keterbatasan sumber daya yang ada. Apabila pada saat dilaksanakan Mandatory IMO Member State Audite Scheme (MIMSAS) pada tahun 2022, survei Hidro- Oseanografi untuk pemutakhiran data belum dilakukan dengan signifikan, maka perairan Indonesia berpotensi dikategorikan sebagai blank area atau perairan yang berbahaya bagi kapal-kapal yang bernavigasi. Kondisi demikian dapat berakibat keterlibatan pihak asing dalam survei dan pemetaan di perairan Indonesia, sehingga data dan informasi Hidros akan jatuh pada pihak asing. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif dan merugikan perekonomian Indonesia. Sebagai Lembaga Hidrografi Nasional, Pushidrosal sekaligus sebagai wali data hidrografi nasional di Indonesia melalui tugas pokok dan fungsinya, bertanggung jawab terhadap kedaulatan data hidro-oseanografi dan terjaminnya kualitas data atas semua pekerjaan hidrografi guna menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan laut di perairan Indonesia sesuai yang ditetapkan oleh IHO dengan memperhatikan aspek keamanan guna kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. Sehubungan dengan pentingnya hal tersebut, maka kemunculan gagasan mengenai PMD dan tol laut telah mempertegas apa saja yang sebenarnya perlu dilakukan dan kemudian dicapai oleh bangsa Indonesia untuk menjadi
11 negara maritim. Oleh karena itu pengimplementasian gagasan tol laut harus dipandang dalam konteks keruangan dimana peran dan penerapan hidrografi menjadi hal yang mutlak. PERAN PENTING LEMBAGA HIDROGRAFI DALAM MENDUKUNG KEPENTINGAN NASIONAL Tugas serta tantangan Pushidrosal dari waktu ke waktu semakin kompleks akibat dari dinamika perkembangan lingkungan strategis global, regional maupun nasional. Peran Lembaga Hidrografi dalam mendukung kepentingan nasional diimplementasikan pada aspek prosperity (perekonomian/ kesejahteraan) dan aspek security (pertahanan dan keamanan) yang saling berkaitan melalui pemenuhan ketersediaan data dan informasi Hidro-Oseanografi perairan Indonesia secara akurat dan mutakhir. a. Aspek Prosperity. Berdasarkan data BPS tahun 20176 , nilai ekspor Indonesia lewat laut sebesar 93% dan impor sebesar 89% dengan nilai total sekitar 4.000,371 triliun rupiah. Dengan asumsi pemerintah mengambil pajak ekspor sekitar 15% dan pajak impor sebesar 17% (PPn 10% dan PPh 7%), maka penerimaan negara dari sektor pajak yang diperoleh melalui perdagangan laut sebesar Rp.637,789 triliun, nilai ini belum termasuk kegiatan ekonomi yang berasal dari aktivitas pelabuhan, kunjungan kapal pesiar (cruise ship), wisata bahari dan eksplorasi sumber daya alam lainnya. Pendapatan negara dari sektor pajak ekspor dan impor perdagangan melalui laut yang sangat besar ini, tidak terlepas dari peran Pushidrosal yang menyediakan peta laut dan ENC 6 Publikasi statistik perdagangan luar negeri Impor dan Ekspor tahun 2017.
12 untuk mendukung keselamatan navigasi pelayaran, sehingga perdagangan lewat laut dapat berjalan lancar dan terjamin. Sebab tanpa ketersediaan data hidros yang akurat dan terbaru, mustahil kegiatan pelayaran dapat berjalan. Demikian juga hampir seluruh kegiatan perekonomian di laut sangat memerlukan data dan informasi hidros yang akurat dan terbaru. Terlebih bahwa Pushidrosal adalah satu-satunya lembaga hidrografi di Indonesia yang diakui Internasional. Kontribusi nyata yang dilakukan oleh Pushidrosal tersebut sangat mendukung perekonomian melalui laut dan menentukan keberhasilan program pembangunan nasional Indonesia. b. Aspek Security. Konstelasi geografis Indonesia berupa pulau-pulau yang dikelilingi selat-selat mulai dari yang dangkal sampai dalam, menjadi salah satu jalur favorit lintas kapal-kapal dunia yang mengangkut komoditas niaga, pangan dan energi dari Asia, Eropa dan Amerika. Bahkan empat dari 9 chocke point lintas pelayaran dunia bahkan berada di Indonesia. Sebagai konsekuensi ratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 Indonesia memberikan jalur pelayaran Internasional ALKI I, ALKI II dan ALKI III. Dengan kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap pertahanan dan keamanan yang merupakan ancaman selain masalah keselamatan pelayaran. Dalam strategi peperangan untuk memenangkan pertempuran diperlukan penguasaan cuaca, medan dan musuh (cumemu). Mandala operasi di laut untuk data–data cuaca dan medan ada di Pushidrosal, tidak bisa dibayangkan jika data tentang cuaca dan medan perairan Indonesia jatuh dan dikuasai pihak lawan. Untuk hal tersebut perlu adanya kerja keras Pushidrosal dalam pelaksanaan survei Hidro-Oseanografi guna mencapai kemandirian data Hidro-Oseanografi.
13 Kondisi saat ini masih banyak stakeholder yang secara tidak sadar menggunakan jasa survei hidros maupun kerjasama penelitian dengan menggunakan tenaga asing yang tentunya sangat rawan terhadap kebocoran data cuaca dan medan sebagai penentu dalam pertempuran laut. Hal ini tentu sangat membahayakan keamanan dan kedaulatan Indonesia khususnya dimasa krisis. Bahkan dimasa damai pun data tersebut dapat dijadikan peluang oleh pihak asing dalam penguasaan sumber daya laut. IMPLEMENTASI PERAN PUSHIDROSAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA. Pushidrosal sebagai salah satu aset nasional yang menjadi representasi negara Indonesia di IHO, mempunyai peran vital dalam pembangunan kelautan nasional terlebih dengan tekad untuk membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD). Sesuai dengan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia, untuk mengimplementasikan Visi Poros Maritim Dunia Percepatan Pembangunan Kelautan merupakan keharusan yang harus diupayakan dalam rangka mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Unsur-unsur Kemaritiman yang sangat luas membutuhkan adanya diferensiasi, pemilihan terhadap aspek mana yang akan menjadi fokus untuk dikerjakan. Keterlibatan Pushidrosal secara aktif dalam mendukung arah kebijakan pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, meliputi: a. Membangun Kembali Budaya Maritim Indonesia.
14 Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan. Hal tersebut membuktikan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki jiwa bahari dalam membangun hubungan dengan bangsa lain di dunia. Selain itu nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antar bangsa, seperti perdagangan dan komunikasi. Jiwa bahari ini terbentuk sebagai suatu fakta karena bangsa Indonesia merupakan negara berbentuk kepulauan (archipelagic state). Sejarah kejayaan maritim bangsa Indonesia dapat dilihat pada zaman kerajaan besar seperti Sriwijaya (Abad VII M - XI M), Samudera Pasai (Abad XII-XV M), Singosari (Abad XIII M), Majapahit (Abad XIII-XV M). Pada saat itu merupakan kerajaan-kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara dan menguasai jalur-jalur perdagangan di wilayah- wilayah nusantara, Selat Malaka bahkan sebagian kawasan regional. Setelah masa Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar, Majapahit tampil sebagai kerajaan yang mampu menguasai dan mengendalikan wilayah nusantara. Kerajaan Majapahit berhasil mempersatukan nusantara dengan kekuatan lautnya. Kerajaan-kerajaan maritim di bumi nusantara menjadi besar karena kuatnya visi maritim nenek moyang kita. Namun demikian, kejayaan kerajaan maritim di Indonesia dan kesadaran bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim mengalami penurunan dan secara perlahan hilang dari visi bangsa Indonesia ketika bumi nusantara memasuki era penjajahan. budaya bahari dan maritim bangsa Indonesia tidak boleh hilang bahkan harus menjadi ciri khas bangsa Indonesia karena konstelasi alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan faktor utama dalam membentuk
15 budaya bahari dan maritim sebagai hasil bentukan secara alamiah oleh aspek-aspek alamiah Indonesia. Salah satu strategi kebijakan membangun budaya bahari adalah melalui peningkatan aspek pendidikan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang arti penting kelautan. Peran Pushidrosal dalam membangun kembali budaya maritim diimplementasikan melalui berbagai program dan kegiatan sosialisasi peran, tugas dan fungsi Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional, dalam bentuk aktifitas sebagai berikut: 1) melaksanakan safari hidrografi dan kuliah umum ke perguruan tinggi, sekolah-sekolah maupun institusi kelautan di provinsi-provinsi pesisir dengan menghadirkan nara sumber pejabat Pushidrosal; 2) sosialisasi pentingnya penggunaan hydrographic notes yang tersedia di halaman Berita Pelaut Indonesia (BPI) atau Indonesian Notices to Mariners (IDNM) untuk menjamin keselamatan pelayaran kepada para pengguna laut domestik maupun internasional. Pemberitaan tersebut sebagai upaya membangun hydrographic awareness di kalangan pengguna laut. Secara proaktif, Pushidrosal selalu membangun hydrographic awareness melalui edukasi bekerja sama dengan lembaga pendidikan kemaritiman dengan harapan hasil didiknya akan memiliki pengetahuan yang baik tentang Peta Laut Indonesia dan Publikasi Nautika dan pada waktunya nanti akan menjadi pelaut yang handal serta mampu mengelola dunia maritim Indonesia dengan baik; 3) kerjasama penelitian dan mendukung praktek kerja lapangan (magang mahasiswa) dengan berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta sebagai realisasi Perjanjian Kerjasama antara Pimpinan TNI/TNI
16 Angkatan Laut dengan Rektor dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia; 4) berkontribusi memberikan bantuan sarana pustaka berupa produk kenavigasian berupa peta laut dan buku- buku nautika dan peta produk Pushidrosal sebagai wujud peran serta dalam turut membangun budaya maritim di sekolah-sekolah pelayaran tingkat menengah atas hingga sekolah tinggi pelayaran; 5) menyelenggarakan Bina Bhakti, meliputi Bhakti Sosial, Bina Cendekia dan Bina Lestari Bahari kepada masyrakat pesisir/maritim di daerah operasi surta hidros; dan 6) mendukung penyelenggaraan program pendidikan hidros (Sehidros, Sekolah Tinggi Teknologi TNI Angkatan Laut bidang Hidros, Lembaga Sertifikasi Profesi Hidros LSP-P3; dan 7) mensinergikan segenap kekuatan, kemampuan dan sumber daya masyarakat hidrografi Indonesia dalam Pembangunan Kelautan Nasional melalui pembentukan Dewan Hidrografi Indonesia (DHI) yang merupakan wujud kontribusi dari Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional. DHI akan menjadi pedoman bagi pelaku dan penggiat hidrografi serta terciptanya standarisasi hidrografi nasional, dan sekaligus sebagai manifestasi fungsi pembinaan dalam bidang hidrografi dan oseanografi di Indonesia. b. Menjaga dan Mengelola Sumber Daya Laut. Kebijakan menjaga dan mengelola sumber daya kelautan bertujuan untuk mendorong pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan berkelanjutan. Beberapa program utama Pushidrosal dalam melaksanakan strategi
17 pengelolaan sumber daya kelautan diantaranya sebagai berikut: 1) Pushidrosal telah turut berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan upaya perlindungan dan menjaga kelestarian dan keanekaragaman kekayaan maritim sumber daya hayati dan non hayati laut, melalui penyelenggaraan dukungan penggambaran peta tematik wilayah konservasi perairan secara terintegrasi melalui koordinasi dengan fungsi kelembagaan dan kementerian terkait lainnya; 2) Pushidrosal senantiasa berperan aktif dalam mendukung pemanfaatan energi dan sumber daya mineral terutama guna mendukung implementasi prinsip ekonomi biru, melalui penyelenggaraan survei dan pemetaan serta analisa geofisika kelautan guna mendukung ketersediaan data potensi sumber energi di laut agar dapat dimanfaatkan secara optimal; 3) Pushidrosal berupaya untuk terus mengembangkan inisiatif kerjasama kelembagaan dengan K/L terkait guna mengotimalkan peran Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional serta meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam upaya diversifikasi produk peta khususnya dalam penyelenggaraan survei potensi wisata laut yang selanjutnya digambarkan dalam bentuk produk peta tematik pariwisata guna mendukung pengembangan pariwisata bahari melalui kerjasama dengan Kementerian Pariwisata; 4) Di era kemajuan teknologi saat ini, manusia memanfaatkan laut untuk perikanan, pertambangan dan energi, transportasi laut, pertahanan, dan pariwisata. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut. Pengelolaan ruang laut
18 adalah perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang Laut. Sedangkan Perlindungan Lingkungan Laut merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan sumber daya kelautan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan laut yang meliputi konservasi laut, pengendalian pencemaran laut, penanggulangan bencana kelautan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta kerusakan dan bencana di laut dan pantai; dan 5) Informasi yang terdapat di peta laut memberikan dukungan lokasi objek-objek vital nasional berupa infrastruktur pertambangan lepas pantai, sehingga instansi terkait dapat melaksanakan pengamanan maupun pemanfaatan terhadap objek-objek terkait. c. Pengembangan Infrastruktur dan Konektivitas Maritim. Dalam rangka menumbuhkan ekonomi kelautan, pemerintah membangun dan mengembangkan infrastruktur kelautan dan kemaritiman untuk peningkatan konektivitas maritim. Sejalan dengan komitmen pemerintah tersebut, Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional sesuai tugas dan fungsinya turut berperan aktif melalui penyelenggaraan survei alur pelayaran maupun penyelenggaraan survei bersama dengan negara tetangga, dalam upaya pemutakhiran produk peta pada wilayah perairan alur pelayaran internasional (Selat Malaka dan Selat Singapura), Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), dan alur pelabuhan untuk menjamin keselamatan navigasi pelayaran bagi kapal dan pengguna laut lainnya sehingga bebas dari ancaman bahaya navigasi. Selain itu, Pushidrosal juga senantiasa meningkatkan upaya pemutakhiran melalui penyelenggaraan survei dan pemetaan di wilayah perairan serta pelabuhan strategis nasional terkait dengan
19 pengembangan atau pembangunan pelabuhan baru dalam mendukung program tol laut nasional. Pushidrosal membantu pengelolaan pelabuhan laut utama untuk percepatan perubahan statusnya menjadi deep sea port sebagai daerah labuh yang memprioritaskan keselamatan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan laut. Pushidrosal dapat membantu kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan dan pengawasan alur pelayaran di laut dan penetapan sistem rute melalui peta laut serta ENC melalui kegiatan survei hidrografi dalam rangka mendukung penyusunan desain teknis maupun penempatan Sarana Bantu Navigasi dan Pelayaran (SBNP). Data hidros yang dihasilkan dapat mengidentifikasi kebutuhan dalam menentukan jalur sistem rute yang layak untuk dilalui oleh kapal-kapal besar dalam Peta Laut Indonesia dengan informasi yang tercantum di dalamnya dapat digunakan untuk melakukan identifikasi awal rencana penetapan sistem rute maupun alur pelayaran di laut. Pushidrosal memiliki wewenang untuk menerbitkan dan mengumumkan navigational warnings sebagai bagian dari Maritime Safety Information (MSI) yang sesuai dengan standar IHO dan IMO, terkait perubahan yang terjadi akibat dari pembangunan dan pengembangan pelabuhan dan alur pelayaran serta proses penetapan sistem rute, keberadaan bahaya navigasi, kegiatan latihan militer, bencana alam, serta search and rescue (SAR). 1) Tol Laut. Salah satu dari lima Grand Strategy menuju Poros Maritim Dunia adalah pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019 yang dibuat oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah mencanangkan program pengembangan “Tol Laut”. Disebutkan bahwa “Tol Laut adalah konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayani secara
20 rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia” yang ditunjang dengan adanya beberapa pilar yang dapat menyokong berjalannya program kerja Tol Laut tersebut seperti pelabuhan yang handal, kecukupan muatan, shipping industry, akses yang efektif, pelayaran rutin dan terjadwal7 . Rencana Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia melalui Tol Laut masih memerlukan perjuangan jangka panjang terlihat dalam The Global Competitiveness Index World Economic Forum 2009- 2013 (Infrastruktur) di bidang trasnsportasi laut peringkat indeks konektivitas Indonesia Tahun 2014 meningkat diperingkat 77 dari peringkat 104 pada Tahun 20128 . Namun, peringkat tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan Thailand dan Malaysia. Indeks konektivitas ini diukur dengan faktor kapal terdaftar, kapasitas kontainer pembawa, jumlah kunjungan kapal, dan pengiriman perusahaan terdaftar. Salah satu sebab rendahnya peringkat indeks konektifitas adalah program pembangunan yang tidak merata seperti pembangunan pelabuhan di tiap daerah yang kurang merata9 . Disamping itu data Index Performa Penyaluran Logistik Tahun 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan Tahun 2012 (meningkat 0.14 poin), peringkat global naik dari 59 menjadi 53. Meskipun demikian peringkat Indonesia masih kalah dibandingkan dengan 4 negara ASEAN lainnya, dan hanya sedikit unggul di atas Philipina (Tabel 1 dan Gambar 1). 7 Ibid 8 Prahasta E, 2016. 9 Ibid
21 Rendahnya pertumbuhan arus barang melalui pelabuhan-pelabuhan ini terutama disebabkan oleh kinerja pelabuhan yang terkendala oleh kondisi infrastruktur seperti kedalaman kolam pada beberapa pelabuhan di Indonesia yang hanya sekitar enam meter dan beberapa kendala lain seperti dermaga pelabuhan relatif pendek, fasilitas kepelabuhanan, terutama jumlah dan kapasitas peralatan bongkar muat yang secara teknis sudah tidak memadai10 . 10 Malakani A.I,2016.
Tabel 1. The Global Competitiveness Index Sumber : World Economic Forum 2012 sampa 11 World Economic Forum,2016.
22 World Economic Forum 2009-2013 (Infrastruktur) ai 201511 20
23 Gambar 1. Grafik Logistic Perfomance Index (LPI) 2014. Sumber : Slide Presentasi Pengembangan Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019 dan Implementasi 201512 Meskipun sampai akhir 2014 tercatat ada 191 pelabuhan yang ada di Indonesia namun pada kenyataannya, Indonesia masih kekurangan pelabuhan–pelabuhan yang memadai dalam menunjang program kerja Tol Laut, padahal salah satu pilar dari program tersebut adalah terciptanya pelabuhan yang handal. Masalah bukan hanya di hulu yaitu di pelabuhan akan tetapi juga ada saat pelayaran yaitu dengan adanya data kecelakaan transportasi laut yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang dikutip dari Diretorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub RI 2013, yaitu dari Tahun 2010 sampai dengan 2013 menunjukkan angka kecelakaan yang cukup tinggi. Kebanyakan kecelakaan 12 Ibid
24 terjadi pada kapal berbendera Indonesia sebesar 94 % dengan faktor penyebabnya paling besar karena kesalahan manusia atau human error. Kemudian yang kedua karena faktor alam dan terakhir hal-hal teknis lainnya. Angka kecelakaan yang cukup tinggi tersebut tentu saja harus segera dilakukan langkah-langkah strategis guna meminimalkan kejadian kecelakaan di laut (Tabel 2). Masalah transportasi laut Indonesia, bukan hanya perencanaan pembangunan sarana pelabuhan saja, hal yang terpenting adalah tentang pembangunan aspek keamanan dalam bernavigasi seperti ketersediaan Peta Laut dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran yang mutakhir dan up to date. Penataan laut dan alur pelayaran yang baik bisa menjadi kunci penyelesaian masalah untuk terlaksananya program tol laut. Penataan tersebut meliputi beberapa aspek yaitu wilayah dan alur pelayaran. Sedangkan alur pelayaran yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut Pasal 1 ayat 3 mengatakan bahwa Alur Pelayaran di Laut adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut.
25 Tabel 2. Kecelakaan Transportasi Laut Sumber : Dit. KPLP Ditjen Hubla 201313 Penyelenggaraan alur pelayaran di laut dilakukan untuk ketertiban lalu lintas kapal, memonitor pergerakan kapal, mengarahkan pergerakan kapal dan pelaksanaan hak lintas damai kapal-kapal asing. Dalam hal ini rencana pembangunan alur pelayaran di laut harus berdasarkan pada rencana induk pelabuhan nasional, perkembangan dimensi dan jenis kapal; kepadatan lalu lintas; kondisi geografis; dan efisiensi jarak pelayaran. Sedangkan untuk penataan alur pelayaran di laut dilakukan untuk ketertiban lalu lintas kapal; keselamatan dan keamanan navigasi; dan perlindungan lingkungan maritim. Dalam kegiatan pembangunan alur pelayaran di laut pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut Pasal 14 ayat 1 salah satunya meliputi survei hidrografi yang terdiri atas peta batimetri, pola arus, pasang surut, dan jenis dasar perairan. Alur pelayaran yang tertata rapi dapat membantu terciptanya 13 Dirjen Hubla Kementerian Perhubungan, 2015.
26 pelayaran yang baik sehingga menunjang jalur logistik. Alur pelayaran yang aman akan memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi pelayaran nasional, dalam rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional14 . Untuk maksud tersebut perlu peran instansi kemaritiman termasuk lembaga hidro-oseanografi yang bertugas sebagai penyedia data hidro-oseanografi di Indonesia. Pushidrosal sebagai lembaga hidro-oseanografi harus dapat menyediakan data dan informasi hidrografi yang mutakhir yang merupakan kunci dalam penataan laut dan alur pelayaran. Tol laut yang dikembangkan merupakan jalur laut yang menjadi penghubung pelayaran, perdagangan, arus keluar masuk barang dan manusia. Sebanyak lima pelabuhan deep sea port (Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, Sorong) dikembangkan sebagai pintu export dan import, dilengkapi dengan kawasan pergudangan, bongkar muat serta pusat distribusi domestik modern berbasis IT management - single gateway - untuk kepabeanan dan keimigrasian. Setiap pelabuhan akan didukung oleh sepuluh pelabuhan lain disekitarnya dan sentra industri kelautan. Hal ini menjadi sarana pendorong konektivitas antar pulau di Indonesia, menjadikan wilayah Indonesia sebagai kesatuan antar pulau yang mampu mendorong dampak rantai ekonomi di daerah, oleh karenanya perlu adanya dukungan pembangunan infrastruktur seperti armada, keterampilan serta 14 Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran.
27 sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan disedikitnya sepuluh wilayah (zona) maritim. Dalam skema arsitektur Tol Laut, pada program Tol- Laut ini akan dibangun 24 pelabuhan strategis di Indonesia; termasuk pengerjaan pengerukkan pengembangan terminal kontainer, beserta pembebasan lahannya (Gambar 2 dan Gambar 3). Disamping itu juga akan dikembangkan program- program “short sea shipping”, fasilitas kargo umum dan bulk, pelabuhan non-komersial, pelabuhan komersial, transportasi multi-moda untuk mencapai pelabuhan, revitalisasi industri galangan kapal, dan lain sejenisnya. Pada kenyataannya pengembangan tol-laut tidak dapat dilakukan begitu saja, program inipun memerlukan program pendukung. Oleh sebab itu, sebagai komplemen terhadap program tol laut, pemerintah juga mengembangkan program transportasi penyeberangan yang telah dituangkan di dalam dokumen “Arah Kebijakan Pengembangan Transportasi Penyeberangan 2015-2019”. Pada program pendukung tersebut, terdapat 3 (tiga) koridor penyeberangan yang mencakup 15(Bappenas, 2014): 1. Sabuk Utara (yang berisi lintas Tj. Pinang – Sintete yang belum terhubung dan akan diselesaikan pada periode 2017—2019). 2. Sabuk tengah (yang berisi lintas Wahai – Fakfak yang belum terhubung dan akan ditingkatkan pelayanan pelabuhan dan kapal-kapalnya). 15 Ibid
28 3. Sabuk Selatan (lintasnya telah terhubung Tahun 2013 tetapi akan ditingkatkan pelayanan pelabuhan dan kapal-kapalnya). Selain itu, pada program ini juga akan dibangun 65 pelabuhan penyeberangan beserta 50 unit kapal penyeberangan. Berkenaan dengan akan dibangunnya 24 pelabuhan strategis dan 65 pelabuhan penyeberangan, maka pengembangan dan pemeliharaan pelabuhan sebanyak ini, sesuai dengan spesifikasi masing-masing, tentu saja memerlukan data dan informasi tentang hidro-oseanografi yang baik.
Gambar 2: Skema / Arsitektur Tol-Laut16 (Priha 16 Prihartono B,2015.
29 artono, 2014)
Gambar 3: Skema / Arsitektur Transportasi Pe 17 Ibid
30 nyeberangan17 (Prihartono, 2014)
31 Melalui survei hidro-oseanografi akan diketahui beberapa karakteristik penting seperti kedalaman alur yang aman dilayari kapal, kondisi arus, pasang surut, informasi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), informasi nautis dan informasi kepelabuhanan yang diperlukan oleh kapal dalam bernavigasi dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Selain itu data dan informasi hidro-oseanografi juga diperlukan dalam pengembangan dan pemeliharaan pelabuhan (kolam pelabuhan, dermaga berikut alur-alur masuk-keluar pelabuhannya). Data dan informasi hidro-oseanografi juga diperlukan dalam pengelolaan kelestarian dan perlindungan laut serta untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Oleh sebab itu, akan tersedia banyak pekerjaan hidro-oseanografi (baik dalam jangka pendek dan jangka panjang) dalam mendukung program tol laut di Indonesia. Dalam konteks keruangan, aspek konektivitas tol laut harus memperhatikan aspek keruangan (spasial), dengan mempertimbangkan fakta geografis Indonesia yang merupakan alur laut strategis lalu lintas pelayaran internasional; sebagai “Sea Lines of Communications (SLOCs)/Sea Lane of Oil Trade (SLOT)” yang memberikan konsekuensi logis Indonesia untuk memberikan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran di Perairan Indonesia, baik di perairan laut maupun alur-alur pelayaran lainnya. Dalam konsep tol laut dapat diartikan kita harus menyiapkan kapal-kapal besar sebagai alat distribusi dan juga harus menyediakan pelabuhan-pelabuhan laut dengan kedalaman yang memadai. Hal ini membawa dampak keharusan untuk tersedianya informasi kelautan berupa peta laut dan informasi nautik yang up to date, akurat dan modern guna membuat pelayaran yang efisien dan aman baik dalam bernavigasi, bebas dari
32 kejahatan laut serta perlindungan laut. Wilayah dengan keterbatasan informasi kelautan akan menjadikan biaya transportasi tidak efisien baik segi waktu maupun biaya, juga ancaman terhadap terjadinya bahaya pencemaran lingkungan laut. Dengan tersedianya peta laut dan informasi yang handal, kapal-kapal (baik yang berukuran kecil maupun yang besar) diharapkan dapat terus berlayar dengan mudah, cepat, efisien dan aman hingga arus perpindahan barang, jasa, dan manusia dari dan ke seluruh wilayah di Indonesia dapat terlaksana secara efektif dan efisien, yang akan berdampak pada peningkatan akses niaga dari negara-negara Pasifik bagian Selatan ke negara-negara Asia bagian Timur. Dengan konsep alur pelayaran yang aman dan efisien seperti dalam arsitektur Tol Laut, maka sistem supply chain logistik nasional dapat bekerja dengan efisien. Kita juga bisa membuat jalur-jalur pelayaran yang sangat efisien bagi kapal-kapal dagangnya dari Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan ke Singapura terlebih dahulu sebelum akhirnya ke Asia untuk urusan logistik dan barang-barangnya. Kenyataan ini jelas menunjukkan bahwa hidrografi merupakan “kebutuhan pokok” dalam implementasi gagasan Tol Laut. 2) Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk mendukung dan mensukseskan program tol laut, khususnya mengenai saling-sambut komoditi antar- pulau/pelabuhan, setiap kawasan pesisir perlu diper- siapkan dan dikelola sedemikian rupa hingga kehidupan masyarakatnya sejahtera dan memiliki komoditi unggulan yang selalu siap untuk dipertukarkan melalui infrastruktur tol-laut.
33 Persiapan dan pengelolaan kawasan pesisir ini tentu saja perlu dukungan berbagai aspek. Salah satu aspek yang dimaksud adalah pengimplementasian aktivitas proteksi lingkungan laut sebagaimana juga telah disebutkan di dalam definisi hidrografi itu sendiri. Selain itu, hasil survei hidrografi juga bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan studi-studi mengenai dinamika pesisir dan pengelolaan sumber daya lautnya. Sedemikian pentingnya persoalan mengenai kawasan pesisir ini hingga pemerintah telah mengeluarkan beberapa UU/peraturan yang berkaitan dengannya, di antaranya adalah [1] UUNo.27 Tahun 2007 tentang “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil”, [2] Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan No. Per.17/MEN/ 2008 tentang “Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”, [3] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.17/PERMENKP/2013 tentang “Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil”, [4] UU No.1 Tahun 2014 tentang “Perubahan atas UU No.27 tahun 2007”, [5] Peraturan Presiden No.122 Tahun 2012 tentang “Reklamasi di Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil”, [6] PP No.64 Tahun 2010 tentang “Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil”, [7] Peraturan Presiden No.73 Tahun 2015 tentang “Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tingkat Nasional”, serta produk hukum lain sejenisnya. 3) Alur Pelayaran dan Pelabuhan Fakta menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai empat dari tujuh jalur pelayaran internasional (lalu-lintas damai); Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Makassar- Lombok, dan Selat Ombai-Wetar, di samping tiga lainnya di dunia (Terusan Suez di Mesir, Terusan
34 Panama di benua Amerika, dan Selat Gibraltar yang terletak di antara Spanyol dan Maroko). Empat jalur pelayaran tersebut merupakan jalur lalu lintas pelayaran yang paling ramai di dunia dan tepat berada pada jalur ALKI. Selain ke-empat jalur padat ini, untuk mendukung konektivitas pada gagasan tol laut beserta supply-chain logistiknya, tentu saja masih tersisa lebih banyak lagi alur pelayaran lainnya; baik yang melintasi laut, sungai, maupun danau. Sesuai ketentuan, alur-alur pelayaran lokal ini dicantumkan di dalam peta laut dan buku petunjuk-pelayaran (buku nautika). Alur-alur tersebut digunakan untuk mengarahkan kapal hingga masuk ke kolam pelabuhan; kapal perlu melalui perairan dengan gelombang yang lebih tenang dan arus yang tidak terlalu kuat. Dengan demikian, bisa dibayangkan betapa banyaknya survei hidrografi yang diperlukan untuk menentukan dan merancang alur-alur pelayaran lokal ini yang nantinya akan dicantumkan di dalam peta laut. Belum lagi survei hidrografi tambahan yang diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan alur-alur pelayaran yang sudah ada. Alur pelayaran sangat diperlukan bagi kapal-kapal yang sedang berlalu-lintas di laut. Oleh sebab itu, setiap kapal wajib berlayar di alur pelayaran yang telah ditentukan sehingga penataan dan pengaturan ruang mutlak diperlukan; sekaligus mengantisipasi potensi kecelakaan kapal seperti halnya tabrakan. Ketentuan mengenai alur pelayaran diatur di dalam PP No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian. Sesuai dengan PP tersebut, alur pelayaran terbagi menjadi dua; a) Alur pelayaran laut (yang terdiri dari alur pelayaran umum dan perlintasan, dan alur pelayaran masuk pelabuhan); dan
35 b) Alur pelayaran sungai dan danau (yang terdiri dari alur pelayaran sungai dan alur pelayaran danau). Selain itu, guna meminimalkan terjadinya kecelakaan atau tabrakan di laut serta untuk kepentingan perlindungan lingkungan laut telah dikembangkan aturan atau sistem, meliputi: a) Traffic Separation Scheme (TSS), TSS adalah suatu tipe aturan lalu-lintas dimana navigasi kapalnya diatur secara ketat (di area yang lalu-lintasnya relatif padat). Secara praktis, di area yang bersangkutan akan dibuatkan jalur-jalur lintasan kapal untuk mencegah terjadinya tabrakan. Tipe aturan ini telah diformalkan pada “Konvensi Regulasi Internasional dalam Pencegahan Tabrakan di Laut” Tahun 1972 (Convention of the International Regulations for the Preventing of Collisions at Sea; COLREGs’72) dan mulai berlaku sejak 15 Juli 1977. Selain diadopsi oleh IMO,regulasi ini juga di atur atau setidaknya disebutkan di dalam beberapa peraturan nasional: (1) PP No. 5 Tahun 2010 tentang “Kenavigasian”; (2) Peraturan Menteri Perhubungan No. 68 Tahun 2011 tentang “Alur Pelayaran di Laut”; dan (3) UU No. 17 Tahun 2008 tentang “Pelayaran”, dan lain sejenisnya.
36 Dengan padatnya lalu-lintas pelayaran internasional, nasional, maupun tradisional, maka juga perlu dibuat skema pemisahan lalu-lintas laut (Traffic Separation Scheme) untuk lebih menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran terutama pada alur pelayaran yang sempit dan padat dengan mempertimbangkan lalu lintas pelayaran lokal, yang secara umum berkaitan dengan implementasi gagasan tol laut. Sebagai pendekatan, pemerintah bisa memprioritaskan, merancang, dan segera menerapkan TSS di keempat jalur pelayaran internasional milik Indonesia yang sudah terbukti padat dan memerlukan penanganan yang cepat seperti di Jalur ALKI I (Selat Sunda) dan Jalur ALKI II (Selat Lombok). Kemudian dilanjutkan dengan perancangan dan penerapan yang sama dilakukan di beberapa Selat di Indonesia yang telah terbukti padat lalu-lintasnya; Selat Malaka, Selat Makassar, Selat Ombai dan Selat Wetar. Di lain pihak, untuk memastikan seberapa besar kepadatan lalu-lintasnya di lokasi TSS yang potensial beserta arah-arah pergerakan kapal- kapalnya, pihak pelaksana bisa memperhatikan data AIS dari sistem pemantauan yang sudah tersedia. Jika lokasi TSS potensial tersebut sudah ditentukan, maka pekerjaan selanjutnya adalah melakukan studi kelayakan, survei hidrografi, dan kemudian mencantumkan jalur/garis TSS-nya di peta laut sesuai rancangan dan kondisi lingkungan hidrografisnya. b) Automatic Identification System (AIS) AIS adalah suatu alat atau sistem pelacakan otomatis yang digunakan pada kapal dan sistem
37 pelayanan lalu-lintas kapal (VTS) untuk mengidentifikasi, mendapatkan informasi mengenai kapal secara elektronik, dan melaksanakan pertukaran data baik dengan kapal- kapal lain yang berada disekitarnya maupun dengan stasiun pantai yang terdekat. Tujuan utama penggunaan AIS adalah agar kapal-kapal dapat terawasi di layar monitor (dikenal dengan nama Electronic Chart Display Information System/ECDIS) dan masing-masing dapat bernavigasi (berlayar) dengan aman (tanpa bertabrakan). Regulasi mengenai AIS, selain sesuai dengan konvensi regulasi internasional mengenai pencegahan tabrakan kapal-kapal di laut (Collition Ship of Regulations/COLREGs), telah tercantum di dalam “Regulation 19 of SOLAS Chapter “V” dari IMO yang menentukan perlengkapan navigasi yang wajib dibawa oleh setiap kapal yang bernavigasi. Sementara dilingkup nasional, regulasi ini setidaknya tersebut di dalam: [1] PP No. 5 Tahun 2010 tentang “Kenavigasian”; [2] Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 26 Tahun 2011 tentang “Telekomunikasi Pelayaran”; dan lain sebagainya. Sebenarnya, sistem atau perangkat AIS tidak terkait langsung dengan hidrografi. Meskipun demikian, dengan sistem ini, maka pihak perencana, perancang, dan pengelola alur pelayaran, navigasi, dan TSS bisa memperkirakan dengan akurat mengenai (data) kepadatan lalulintas, prioritas lokasi-lokasi TSS yang potensial, dan arah-arah pergerakan kapal-kapalnya hingga memudahkan pekerjaan perancangan dan penentuan jalur/garis TSS beserta pengaturan lalu-lintasnya.
38 c) Vessel Traffic Services (VTS). Gagasan tol laut tentu saja tidak bisa lepas dari aspek navigasi dan keamanan pelayaran. Oleh sebab itu, ia juga memerlukan VTS, yang pada umumnya terdapat di sekitar pelabuhan utama dan TSS, untuk mengatur lalu-lintas pelayaran kapal-kapalnya di perairan yang padat seperti halnya pelabuhan, alur perairan pedalaman, dan selat. Keberadaan VTS di dalam konteks tol laut pun perlu mempertimbangkan kondisi lingkungan hidrografisnya. Sistem ini diterapkan sesuai dengan konvensi SOLAS 12 chapter V/12 dan IMO resolution A.857(20). Sementara payung hukum nasionalnya di antaranya adalah [1] UU RI No, 17 Tahun 2008 tentang “Pelayaran”; [2] PP No, 5 Tahun 2010 tentang “Kenavigasian”; [3] Peraturan Menteri Perhubungan No. PM68 tahun 2011 tentang “Alur Pelayaran di Laut”; dan [4] Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 26 Tahun 2011 tentang “Telekomunikasi Pelayaran”. 4) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Gagasan tol laut, yang juga merupakan pengembangan sistem supply chain yang terintegrasi, sudah tentu sangat memperhitungkan aspek konektivitas dengan memanfaatkan jaringan-jaringan yang telah ada. Dengan demikian, gagasan ini juga perlu memperhitungkan dan memanfaatkan keberadaan ALKI yang merupakan rute pelayaran dan penerbangan bagi kapal kapal dan pesawat terbang asing di wilayah perairan Indonesia.
39 Dengan adanya ALKI, maka kapal/pesawat asing (yang melintasi kepulauan Indonesia) tidak diijinkan untuk menggunakan semua jalur pelayaran selain ALKI. Artinya, konektivitas antar-pulau/antar-pelabuhan atau lalu-lintasnya di dalam konteks tol laut sangat terbantu dengan adanya ALKI. Di lain pihak, karena keberadaan ALKI beserta kelayakannya ditentukan oleh survei hidrografi, maka peran dan penerapan hidrografi sudah tidak diragukan lagi. ALKI terdiri dari 3 jalur yang panjang (sesuai dengan PP No. 37 Tahun 2002): ALKI I (Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Cina Selatan); ALKI II (Selat Lombok, Selat Makassar, Laut Sulawesi); ALKI III-A (Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru) - Laut Seram (Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku, Samudera Pasifik); ALKI III-B (Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda, Barat Pulau Buru terus ke ALKI III-A); dan ALKI III-C (Laut Arafuru, Laut Banda terus ke Utara ke ALKI III-A), maka banyak pekerjaan hidrografi yang harus dilakukan (Gambar 5). ALKI merupakan rute pelayaran dan penerbangan bagi kapal dan pesawat udara asing di wilayah perairan Indonesia. Secara formal, keberadaan ALKI terkait dengan peraturan/ketentuan: a) UU No. 17 Tahun 1985 tentang “Pengesahan (ratifikasi) konvensi PBB mengenai hukum laut (UNCLOS 1982)”; b) PP No. 37 Tahun 2002 tentang “Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan”; c) PP No. 5 Tahun 2010 tentang “Kenavigasian”; dan d) Peraturan Menteri Perhubungan No. PM68 Tahun 2011 tentang “Alur Pelayaran di Laut”.
Gambar 4: Alur Laut Kepulauan Indonesia Pemerintah No 37 Tahun 2002).