40 a (Indonesian Archipelagic Sea Line). (Peraturan 40
41 d. Diplomasi maritim. Batas laut perlu ditetapkan oleh setiap negara pantai untuk menjamin kepastian hukum batas-batas lautnya, baik dalam konteks internasional maupun nasional. Aktivitas penetapan batas laut ini merupakan implementasi dari konvensi hukum laut PBB yaitu UNCLOS yang telah disepakati sejak Tahun 1982 dan mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994. Setelah meratifikasinya dengan keluarnya UU No. 17 Tahun 1985, Indonesia berkewajiban untuk secara konsisten melaksanakan ketentuan yang tercantum di dalamnya. Oleh sebab itu, semua produk perundang- undangan nasional tidak boleh bertentangan dengan konvensi ini, termasuk yang berkaitan dengan penetapan batas laut sebagai bagian penting dalam penegakkan hukum laut internasional. Menyangkut visi Indonesia sebagai PMD melalui program konektivitas antar pulau yang efisien yang tertuang dalam tol laut, harus mempertimbangkan bahwa konektivitas tersebut meliputi alur pelayaran yang jelas, aman, dan legal. Artinya, penentuan alur-alur tersebut sudah memperhitungkan baik batas-batas laut / wilayah perairan milik Indonesia sendiri maupun negara-negara yang berada sekitarnya sebagai implementasi konvensi hukum laut internasional PBB; United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 82’). Selain itu sebagai negara pantai, Indonesia berkewajiban dalam menyajikan batas-batas wilayah perairannya di dalam peta laut atau daftar koordinat geografis titik-titik dasar terluar di wilayahnya (basepoints) seperti ketentuan dalam UNCLOS 82. Demikian peliknya permasalahan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga karena menyangkut permasalahan geopolitik dan geostrategi internasional,
42 kedaulatan negara, pengelolaan sumber daya alam yang ada di laut dan penegakkan hukum. Oleh sebab itu, tidak sedikit persoalan terkait perundingan batas maritim memerlukan waktu lama. Sebagai ilustrasi, penyelesaian (sengketa) perbatasan Indonesia dengan Vietnam memerlukan waktu 30 tahun. Sementara dengan Singapura, beberapa titik dasar masih dalam perundingan. Dengan demikian, dapat dibayangkan rumitnya permasalahan batas maritim Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, belum lagi mengenai persoalan sejenis dalam penentuan batas-batas laut daerah/nasional dalam konteks otonomi dan kewenangan daerah yang terkait dengan UU No. 22 Tahun 1999, sehingga masih banyak pekerjaan rumah yang belum tuntas.Meskipun demikian, dengan segala permasalahan dalam penyelesaian batas-batas maritim, semua pihak harus menyadari bahwa peran hidro-oseanografi sangat menentukan. Dalam mendukung diplomasi batas maritim, tugas Pushidrosal sebagai lembaga hidrografi di Indonesia adalah memberikan perbantuan bidang teknis hidrografi pengumpulan data hidrografi di littoral waters untuk penentuan kembali atau validasi acuan batas maritim (basepoints dan baselines) dilakukan oleh Pushidrosal sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia dibidang geospasial kemaritiman. Untuk menentukan titik-titik dasar yang menjadi acuan dalam penarikan garis pangkal, Pemerintah (Kementerian Luar Negeri, Pushidrosal dan BIG) terlebih dahulu harus melakukan survei untuk menentukan TD (Titik Dasar) dan TR (Titik Referensi), selanjutnya melakukan analisis titik-titik tersebut untuk diusulkan sebagai acuannya. Penyelesaian penetapan batas maritim dengan 10 negara tetangga hingga saat ini masih belum tuntas dan memerlukan upaya-upaya diplomasi handal yang disiapkan secara serius oleh Tim
43 Delegasi Republik Indonesia dengan Pushidrosal sebagai salah satu anggotanya. Pushidrosal selaku wakil negara di lembaga hidrografi dunia (International Hydrographic Organization-IHO) dan secara regional di Komisi Hidrografi Asia Timur (East Asia Hydrographic Commission-EAHC), memiliki peran strategis bagi negara Indonesia dalam melaksanakan diplomasi internasional dibidang hidrografi, termasuk juga dalam proses diplomasi batas maritim. Dalam kaitan hal ini, peran Pushidrosal menjadi sentral dalam membangun pengaruh kemaritiman di lingkup dunia melalui peran aktifnya di IHO maupun melalui forum Komisi Hidrografi di kawasan perairan regional Asia Timur (EAHC), Samudera Hindia Utara (North Indian Hydrographic Commission-NIOHC) dan Komisi Hidrografi Pasifik Barat daya (South West Pacific Hydrographic Commission-SWPHC). Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Terluar Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri 17.449 gugusan pulau mempunyai tiga perbatasan darat serta 10 perbatasan maritim dengan negara tetangga. Dari 17.449 pulau terdapat 93 pulau kecil yang berhadapan langsung dengan negara tetangga serta 12 pulau kecil diantaranya ditetapkan sebagai pulau-pulau kecil yang menjadi prioritas untuk dilakukan pengelolaan, karena mempunyai nilai yang sangat strategis dari sisi pertahanan keamanan dan kekayaan sumber daya alam18. Kedua belas pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) terdiri dari: Pulau Rondo di NAD, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di 18 Kepres RI Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau Pulau Kecil Terluar
44 Sulawesi Utara, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Bras di Papua, serta Pulau Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur. Dua belas pulau kecil terluar ini sangat penting dimana batas negara diantaranya ditentukan dari titik terluar pulau- pulau ini. Pulau-pulau ini sangat rawan baik ditinjau dari sisi keamanan maupun keberadaan fisik geografisnya karena terancam hilang akibat ancaman politis maupun secara fisik. Pulau-pulau kecil tersebut mengemban misi politis yang sangat penting bagi negara, dimana di kawasan tersebut terdapat Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) sebagai penentuan batas kedaulatan dan yuridiksi perairan Indonesia. Disisi lain lokasi yang berada di perbatasan langsung dengan negara tetangga menjadikan kawasan tersebut sangat strategis dari aspek ideologi, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Demikian pentingnya subjek ini hingga pemerintah, telah mengeluarkan beberapa UU/peraturan; di antaranya adalah Peraturan Presiden RI No. 78 Tahun 2005 tentang “Pengelolaan Pulau-Pulau Terkecil Terluar”, UU No. 27 Tahun 2007 tentang “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”, PP No. 62 Tahun 2010 tentang “Pemanfaatan Pulau- Pulau Terkecil Terluar”, dan Peraturan Presiden RI No. 34 Tahun 2012 tentang “Tunjangan khusus wilayah pulau-pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan bagi pegawai negeri pada kepolisian negara republik indonesia yang bertugas secara penuh pada wilayah pulau-pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan” dan yang terbaru adalah Kepres RI Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau Pulau Kecil Terluar (Gambar 4), yang berdasarkan hasil kajian inter Kementerian telah ditetapkan 111 (seratus sebelas) pulau kecil terluar yang perlu mendapat perhatian khusus. Pengelolaan pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan bertujuan untuk menjaga keutuhan NKRI, menjaga pertahanan keamanan negara, meningkatkan kesejahteraan
45 masyarakat, serta mengembangkan peluang usaha melalui kerjasama bilateral serta mengurangi disparitas pengelolaan antar wilayah. Oleh karena itu Pemerintah telah memprioritaskan pembangunan pulau-pulau kecil terluar ini meliputi 5 (lima) bidang, yaitu: sumberdaya alam dan lingkungan hidup, infrastruktur dan perhubungan, pembinaan wilayah, pertahanan dan keamanan serta ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut PP No. 62 Tahun 2010, pulau terkecil adalah pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2 ribu kilometer persegi (beserta kesatuan ekosistemnya). Sedangkan pulau-pulau kecil terluar adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum laut internasional dan nasional. Dalam pengelolaan pulau-pulau kecil tersebut sangat diperlukan data dan informasi hidro-oseanografi, sebagai dasar dalam menentukan strategi dan kebutuhan pembangunan yang akan dilaksanakan. Sehingga potensi pulau kecil tersebut dapat dikelola dengan memperhatikan aspek ideologi, politik, ekonomi-sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan19 . 19 Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Gambar 5. Pulau Kecil Terluar Indonesia. Sumber: Berita Perbatasan (2010).
46 46
47 e. Pertahanan Maritim. Kemampuan hidrografi militer yang melekat di Pushidrosal diarahkan untuk mampu merespon perkembangan kebutuhan akan data hidrografi yang akurat dan terkini untuk menyiapkan medan juang di tiga Kompartemen Strategis Pertahanan Negara di Laut (Kawasan Barat, Kawasan Tengah dan Kawasan Timur), untuk dapat digunakan TNI/TNI Angkatan Laut dalam menyelenggarakan tugas pokoknya yang meliputi Operasi Militer untuk Perang (OMP) maupun latihan berbagai jenis peperangan laut, yaitu: peperangan anti kapal permukaan, peperangan anti kapal selam, peperangan anti ranjau dan peranjauan, peperangan amfibi dan anti amfibi, serta peperangan khusus (anti nubika, anti teror, anti sabotase atas/bawah air). Dalam bidang pertahanan maritim, konstelasi geografis Indonesia berupa pulau-pulau yang dikelilingi selat dengan kedalaman laut mulai dari yang dangkal hingga dalam, menjadi salah satu jalur strategis kapal-kapal dunia yang mengangkut komoditas niaga, pangan dan energi dari Asia, Eropa dan Amerika. Bahkan empat dari 9 choke points lintas pelayaran dunia bahkan berada di Indonesia. Sebagai konsekuensi ratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia memberikan akses jalur pelayaran Internasional ALKI I, ALKI II dan ALKI III. Kondisi seperti ini tentunya akan berpengaruh terhadap aspek pertahanan dan keamanan yang menjadi peluang ancaman, selain keselamatan pelayaran. Sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, tetapi juga sebagai bentuk tanggungjawab Indonesia dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim. Konstelasi geografis Indonesia memberikan keuntungan tersendiri dalam aspek geostrategis, geopolitik dan geoekonomi. Wilayahnya
48 berupa pulau-pulau yang dikelilingi selat-selat sempit mulai dari yang dangkal sampai dalam, menjadi salah satu jalur favorit lintas kapal-kapal dunia yang mengangkut komoditas niaga, pangan dan energi dari Asia, Eropa dan Amerika. Dalam strategi peperangan untuk memenangkan pertempuran diperlukan penguasaan cuaca, medan dan musuh (cumemu) menjadi mutlak dalam Mandala Operasi Laut, dan Pushidrosal menjadi sumber penyiap data cuaca dan medan perairan laut. Dengan demikian, dapat dibayangkan jika Pushidrosal tidak dapat memberikan ketersediaan data hidros perairan Indonesia, maka Mandala Operasi akan jatuh dan dikuasai pihak lawan. Untuk hal tersebut, perlu adanya kerja keras Pushidrosal dalam pelaksanaan survei Hidro-Oseanografi guna mencapai kemandirian dan kedaulatan data Hidro-Oseanografi. Kondisi saat ini masih banyak stakeholder yang secara tidak sadar menggunakan jasa survei hidros maupun kerjasama penelitian dengan mengunakan tenaga asing yang tentunya sangat rawan terhadap kebocoran data hidros yang menjadi penentu dalam pertempuran laut. Hal ini tentu sangat membahayakan keamanan dan kedaulatan Indonesia. Meningkatkan kemampuan dukungan kebutuhan militer untuk kepentingan OMP dan OMSP dalam pembuatan peta pendaratan amfibi, peta tempur gabungan, peta peranjauan serta pengembangan peta aplikasi khusus militer berbasiskan peta digital (WECDIS) guna mendukung pengembangan taktik peperangan bawah air dan peperangan ranjau dan pengembangan kemampuan tampilan tiga dimensi (Peta AML) guna mendukung pengembangan taktik dan manuver kapal selam (follow by terrain, sail over terrain) sebagai bentuk dukungan serta peran serta lembaga hidrografi nasional dalam pembangunan kekuatan pertahanan maritim Indonesia dan penegakan kedaulatan nasional.
49 HIDROGRAFI MAJU INDONESIA UNGGUL Pushidrosal telah berperan secara aktif dalam mengoptimalkan implementasi tugas dan fungsi baik di lingkup nasional, regional maupun internasional. Dalam kapasitasnya sebagai Lembaga Hidrografi Militer, Pushidrosal mendukung kepentingan militer dalam bentuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP) melalui pendekatan security. Sebagai Lembaga Hidrografi Nasional Pushidrosal telah menunjukkan kontribusi dalam pembangunan nasional dengan menjamin ketersediaan peta laut dan publikasi nautika yang akurat dan mutakhir guna mendukung keselamatan navigasi pelayaran bagi para pengguna di perairan Indonesia, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam kelautan, perlindungan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati laut, pembangunan infrastruktur dan sarana olah raga, pariwisata bahari dan penanggulangan pencemaran laut, SAR dan mitigasi Bencana alam. Capaian Pushidrosal seiring dengan perkembangan era revolusi industri 4.0, telah mengembangkan Sistem Informasi Manajemen (SIM), pengembangan Indonesian Marine Geospatial Information Center (IMaGIC) dan Mobile Apps untuk menjamin keselamatan navigasi. Pushidrosal telah mendapatkan akreditasi ISO 9001 (International Organization for Standardization) pada tahun 2019, sertifikasi Hak cipta produk Pushidrosal yang meliputi 25 produk peta dan publikasi nautika pada tahun 2018, telah memprakarsai berdirinya Dewan Hidrografi Indonesia (DHI) pada tahun 2017, Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi P2 (LSP Pushidrosal) berdasarkan lisensi BNSP pata tahun 2018, pembentukan LSP P3 DHI serta upaya-upaya lain untuk meningkatkan capacity building Pushidrosal.
50 Sinergitas dan kerja sama dalam lingkup nasional terus ditingkatkan dengan K/L, LPNK, Badan, Organisasi dan Instansi terkait bidang Hidro-oseanografi. Disamping itu, diplomasi lingkup regional semakin mengokohkan peran Pushidrosal dengan capaian posisi Pushidrosal menjadi Vice Chair EAHC, Vice Chair TRDC BoD EAHC, Vice Chair NIOHC, Associate Member SWPHC, Chair dan Administrator Mallacca Singapore Strait (MSS ENC) serta diplomasi lingkup internasional dimana Pushidrosal telah duduk sebagai council member IHO, anggota IMO, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC), United Nations Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN) dan United Nations Groups of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Dihadapkan pada dinamika lingkungan strategis, maka Pushidrosal sebagai Lembaga Hidrografi Nasional dan Pusat Informasi Geospasial Kelautan Terbaik di Dunia, ke depan harus mampu menyikapinya secara proporsional dan profesional. Melalui kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas, Pushidrosal senantiasa mengedepankan komitmen untuk mendukung pencapaian visi pemerintah Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hidrografi bukan hanya sekedar peta laut-Hidrografi adalah kunci gerbang perekonomian dan ujung tombak pertahanan laut suatu negara. Secara faktual menunjukkan bahwa Pushidrosal memiliki high value dan faktor penentu keberhasilan sasaran pembangunan nasional “Hidrografi Maju Indonesia Unggul”.
51 PENUTUP Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia merupakan salah satu visi pemerintahan Joko Widodo. Sebab itu, berbagai upaya dilakukan untuk membangun konektivitas di wilayah geografis Indonesia yang merupakan jalur perdagangan strategis. Salah satunya adalah Tol Laut yang merupakan bagian dari mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Peta laut merupakan syarat penting dalam keberhasilan program tol laut. Peta Laut dan informasi lingkungan kelautan lainnya akan mendukung lancar dan amannya distribusi barang dan jasa ke seluruh wilayah Indonesia yang menjadikan pembangunan nasional menjadi merata. Penataan ruang laut meliputi aspek wilayah dan alur pelayaran. Penataan terhadap wilayah kelautan diperlukan dalam kaitannya pengaturan pemanfaatan laut secara optimal dengan mengakomodasi semua kepentingan sekaligus sebagai suatu upaya menghindari adanya konflik pemanfaatan ruang di laut dan pemanfaatan sumberdaya kelautan. Sedangkan untuk alur pelayaran ditata dengan mempertimbangkan segi kedalaman, lebar dan hambatan- hambatan lainnya sehingga dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut. Disamping untuk menjamin keamanan bernavigasi, data peta laut digunakan sebagai dasar penetapan batas-batas maritim dengan negara tetangga, dasar penetapan batas pengelolaan wilayah laut dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam di laut antar daerah, penetapan alur pelayaran dan pelabuhan, penetapan alur laut kepulauan, dan pengelolaan pesisir serta pulau-pulau kecil. Kesemua hal tersebut sangat terkait dengan pembangunan bidang maritim yang tengah giat dilakukan oleh pemerintah dengan sasaran kedepan menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Paling tidak ada dua hal penting
52 berkenaan dengan lima gagasan besar (nawacita) yang dapat disumbangkan oleh Pushidrosal yaitu terkait dengan konektivitas maritim dan kedaulatan maritim.
53 DAFTAR PUSTAKA Bappenas,2014, “Prioritas Kedaulatan Energi dan Infrastruktur RPJMN 2015-2019”, bahan presentasi, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta. Bappenas, 2015, Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015, Direktorat Transportasi, Kementerian PPN / Bappenas, Jakarta. Bappenas, 2016. Prakarsa Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Kelautan Menuju terwujudnya Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia. Ringkasan Laporan. Deputi Bidang kemaritiman Sumber Daya Alam. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Jakarta. Dahuri R, 2015, “Jalan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia”. Dirjen Hubla Kementerian Perhubungan, 2015. Rencana Strategis Direktorat Perhubungan Laut 2015-2019. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Nomor: um.008/100/19/djpl-15. Dirjen Strahan, 2010, “Optimalisasi Pengelolaan 12 Pulau Kecil Terluar yang Berbatasan dengan Negara Tetangga Guna Memperkuat Batas Maritim NKRI”, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan, Direktorat Wilayah Pertahanan. Kemenhan RI. Fajriah L, 2016, “Tol Laut Jokowi Sedot Dana Triliunan, Ini Rinciannya”.
54 IHO, 2015. IHO - Circular Letters – 2015 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, 2016. Laporan Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015. Kemenkomar RI, Jakarta. Keputusan Presiden (Keppres) No. 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, ditandatangani pada 2 Maret 2017. Makbul M, 2016. Ketika Presiden Jokowi Mengalihkan Jalur Alternatif Pelayaran Internasional Melalui Selat Lombok. Malakani A.I., 2016. Peran Hidrografi untuk Pengembangan Tol Laut Demi Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia. Naskah Lomba Karya Tulis Ilmiah Hari Hidrografi Dunia. Dishidros TNI AL, Jakarta. Prahasta E, 2016. Peran Nyata dan Penerapan Hidrografi di dalam Konteks Pengembangan Tol-Laut di Indonesia dan Poros Maritim Dunia. Naskah Lomba Karya Ilmiah Hari Hidrografi Dunia 2016. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, Jakarta. Prihartono B,2015. Pengembangan Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019 dan Implementasi 2015. Presidenri,2015. Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia. Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2002 Tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
55 Tempo, 2010. Perundingan Batas Laut Indonesia Ternyata Belum Kelar. World Economic Forum,2016. The Global Competitiveness Report 2014–2015, Insight Report. Yovanda YR.,2015, “Pencetus Di Balik Konsep Tol Laut Jokowi”. Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.
Hidrografi Bukan Hanya Sekedar Peta Laut Hidrografi adalah Kunci Gerbang Perekonomian dan Ujung Tombak Pertahanan Laut Suatu Negara (Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H.)