PERAMBAH KAWASAN Pun perambah kerap meninggalkan
pondoknya saat tim berpatroli. Selain memberikan peringatan,
tim juga memusnahkan pondok yang berdiri di taman nasional.
Perambahan menyebabkan habitat harimau menyusut.
Tim menduga primata berwarna hitam ini terjemur matahari
seharian. “Banyak darah yang keluar, dan ia coba merangkak.”
Nampaknya ia jatuh dari pepohonan. Luka tembak di ketiak membuat
siamang tak mampu bergerak dari pohon ke pohon.
Untuk memulihkan siamang, tim mencari tumbuhan pakan.
Lukanya diobati dengan desinfektan. Karena ditemukan di tengah
belantara, tim hanya bisa memberikan pertolongan seadanya. Upaya
evakuasi tim ini menunjukkan bahwa melestarikan harimau juga
sekaligus melindungi hutan beserta isinya.
Lantas mengapa si pemburu menembak siamang? “Mungkin si
pemburu mencoba senapan atau hanya iseng saja.”
Itu keisengan yang keji. Sebagai primata yang hidup arboreal—
selalu hidup di pohon, terjerembab ke tanah adalah petaka hidup.
Sialnya lagi, si pemburu tak diketahui rimbanya.
Setelah semalam dua hari bersama tim dalam keadaan darurat,
akhirnya siamang dirawat di Pusat Kesehatan Hewan Sungai Ipuh,
Mukomuko. Lantaran dehidrasi dan demam, primata itu mesti
menjalani pemulihan. Setelah itu, dokter hewan akan mengambil
peluru yang bersarang di tubuhnya.
Para Pejuang Harimau 51
MENGHINA JAGAWANA Entah siapa yang sempat-sempatnya
memahatkan cercaan kepada polisi hutan yang berpatroli
perlindungan harimau. Ini kode keras bahwa pertarungan
memang berkecamuk di habitat harimau sumatra.
52 GARDA HARIMAU
Koordinator Pelestarian Harimau wilayah Bengkulu Geovril
Seven Ex menuturkan, penggunaan senapan angin begitu marak
di Bengkulu Utara dan Mukomuko. “Senapan angin begitu bebas,
ada yang berkaliber 4,5, ada juga 5,5 milimeter. Biasanya, pemburu
membawa tiga sampai empat pucuk beserta pompa untuk mengisi
angin,” imbuh Geovril. “Padahal ukuran kaliber yang diperbolehkan
hanya sampai 4,5 milimeter.”
Senapan angin berkaliber 5,5 milimeter bisa membunuh satwa
liar yang berbobot di atas 50 kilogram. Dengan senapan sekaliber itu,
tutur Geovril, pemburu bisa membunuh satwa terkecil kijang dan
yang terbesar gajah—asal tepat di bagian yang mematikan.
Biasanya pemburu menggunakan senapan berkaliber 5,5 sampai
6,5 milimeter. Itu jelas untuk berburu satwa berukuran besar.
“Kalau untuk satwa berukuran kecil, sayang senapannya,” Geovril
mengungkapkan.
Sungguh berisiko menjumpai pemburu yang membawa senjata
api rakitan kecepek ataupun senapan angin. “Kalau bertemu pemburu
dengan senapan di taman nasional, tim melihat situasi dan kekuatan.
Kadang pemburu berjumlah lima sampai enam orang, sementara tim
patroli hanya empat orang. Akhirnya, tim persuasif dan memberi
surat peringatan bermaterai. Tapi kalau tim berkekuatan lebih besar,
tim akan menyita senapan.”
Nampaknya, memiliki senapan dan senjata api rakitan telah lama
menjadi kebiasaan di Bengkulu dan sekitarnya, terutama di wilayah
yang berbatasan dengan taman nasional. Salah satu indikasinya,
banyak orang terampil memodifikasi ukuran kaliber senapan angin.
Tak sedikit juga orang yang bisa merakit kecepek. Ini bisa dibilang
semacam ‘industri gelap’ skala rumahan. “Kecepek memang berbeda
dengan senapan angin. Kecepek termasuk senjata api, jadi terlarang,”
imbuh Geovril.
Karena itu, tim membantu penegak hukum dalam menelusuri
‘industri’ kecepek dan senapan angin. Upaya tersebut tercakup dalam
ranah investigasi perdagangan ilegal tubuh harimau sumatra.
Field Manager Pelestarian Harimau Sumatera Nurhamidi
mengingatkan, investigasi untuk memperluas cakupan penegakan
hukum dalam konservasi harimau. “Selain berpatroli di Taman
Nasional Kerinci Seblat, tim juga melakukan penegakan hukum di
luar kawasan,” ia mengingatkan.
Patroli untuk melindungi harimau di habitat liar, sementara
penegakan hukum untuk memberantas perdagangan tubuh
harimau.***
Para Pejuang Harimau 53
BAGIAN TIGA
TELIK SANDI
HARIMAU
SAYAP INVESTIGASI GARDA HARIMAU YANG BEKERJA SENYAP.
MENGABAIKAN SEGALA RISIKO, TIM INTEL MENYELINAP KE JARINGAN
PERDAGANGAN GELAP HARIMAU. TIM MEMULUNG SETIAP SERPIHAN
INFORMASI DI KALANGAN PEMBURU, PENAMPUNG, DAN MAKELAR.
KERJA-KERJA DI LUAR TAMAN NASIONAL YANG MENENTUKAN
KEBERHASILAN OPERASI PENEGAKAN HUKUM BAGI KAUM KRIMINAL
TERHADAP HARIMAU SUMATRA.
TA N PA B ATA S
Kulit - tengkorak harimau ini Barang bukti hasil jerih
membuktikan payah tim investigasi
membongkar jaringan
kekejaman pemburu pemburu. Kerja intelijen
yang tanpa batas: Jerat, menyusup tanpa batas.
jagal, jual.
Nama panggilannya Kliwon Ethek. Asli Ponorogo,
Jawa Timur, dan lama merantau di wilayah pantai
barat Sumatra. Pekerjaannya, pedagang sayur
keliling dari dusun ke dusun. Pekerjaan lainnya, ia
melayani permintaan kulit kepala harimau sumatra
untuk bahan hiasan reog Ponorogo.
56
FOTO KIRI Untuk mengirim kulit kepala harimau, ia memakai jasa pengiriman
paket dari agen perjalanan travel. Jumlah kulit yang ia kirim tak
Barang bukti terhitung. Lupa, sudah banyak. Kulit kepala didapat dari harimau yang
kejahatan hutan mati diracun. Atau, kulit tubuh cacat sehingga hanya diambil kulit
pasti tak bernilai kepalanya. Kliwon menuturkan, kini semakin sulit mendapatkan
konservasi. Kayu kulit harimau. Banyak pelaku yang tertangkap. Jadi, si penjual kulit
harimau harus hati-hati, apalagi pemburu harimau.
gergajian tak
lagi menyokong Kliwon Ethek adalah salah satu sumber tentang jaringan
kehidupan. Tubuh perdagangan ilegal harimau.
harimau tal lagi YANG SATU INI SEORANG penampung gaharu. Namanya Akad. Di
mampu berbiak. rumahnya, ia punya mesin penyulingan gaharu. Namun, penyulingan
Kejahatan terhadap itu belum beroperasi. Gaharunya belum cukup, katanya, perlu
harimau adalah minimal 600 kilogram. Gaharu adalah kayu yang mengandung resin
beraroma wangi untuk bahan baku parfum.
penyangkalan
hidup. Di pintu depan, ia memamerkan sebongkah gaharu seberat dua
- tiga kilogram. Kualitasnya super. Harga belum ada yang cocok: 300
juta rupiah per kilogram.
Akad menyalurkan gaharu ke penampung di Pekanbaru. Selain
pengepul, ia juga pemodal bagi pencari gaharu yang masuk hutan.
Meski gaharu kini tak lagi dilindungi, kayu bernilai tinggi ini
diperoleh dari para pencari gaharu di hutan-hutan. Karena itu, mereka
punya informasi tentang hutan seisinya, salah satunya harimau. Bila
menemukan tapak harimau, pencari gaharu yang nakal bisa saja
menjual informasi ke pemburu harimau.
Meski pengepul gaharu, Akad berpotensi menjadi sumber
informasi ihwal perburuan dan perdagangan ilegal harimau.
SATU LAGI: tentang senapan angin. Salah satu perombak senapan
bernama Iwan Kecepek. Asli Sumatra Barat. Kini, ia menjalankan
bisnis toko yang menyediakan bahan bangunan. Di bagian belakang
rumah, ia rupanya masih menjalankan usaha lain: modifikasi
senapan. Meski lebih fokus mengurus toko bangunan, ia masih
melayani modifikasi senapan. Asalkan, katanya, bahan-bahan bisa
diperoleh dengan mudah.
Karena itu, ia enggan membuat senjata api rakitan atau kecepek. Itu
sulit, ucapnya, karena perlu bahan-bahan dari Bandung, Jawa Barat.
Ia mulai malas merakit kecepek lantaran aparat kerap mendatangi
rumahnya. Itu dulu, katanya, aparat datang hampir setiap minggu.
Iwan Kecepek salah satu simpul untuk mengulik peredaran
senapan angin ubahan dan senjata api rakitan.
Telik Sandi Harimau 57
ITULAH SEBAGIAN hasil investigasi tim Pelestarian Harimau Sumatera
Kerinci Seblat (PHSKS). Selagi tim patroli menembus hutan taman
nasional, tim investigasi menyusup ke pasar, warung, dan dusun.
Tim ini memulung setiap keping informasi tentang perburuan dan
perdagangan ilegal harimau. Jadi, ada dua sayap utama perlindungan
harimau sumatra: tim patroli dan tim investigasi.
Bergerak dalam penyamaran, tim investigasi menelisik siapa saja
yang terlibat perdagangan ilegal harimau. Kendati berfokus pada
perdagangan ilegal harimau, tim sering menyusup juga ke bisnis
gelap satwa yang lain: trenggiling, kepala rangkong gading, macan
dahan, rusa dan sebagainya.
“Tim juga mengumpulkan informasi untuk satwa lain yang
dilindungi, selanjutnya informasi dikembangkan untuk penegakan
hukum,” papar Nurhamidi, field manager Pelestarian Harimau
Sumatera Kerinci Seblat. Dan, memang pemain dalam perdagangan
ilegal satwa itu juga menampung dan menjual kulit, tulang, dan
organ harimau.
DARI HASIL INVESTIGASI tersebut, dengan tiga sumber: Kliwon Ethek,
Akad, dan Iwan Kecepek, menunjukkan investigasi tak langsung
menembus kepada pelaku utama. Bisa jadi, selama investigasi,
tim berputar-putar dari satu pelaku ke pelaku lain—atau dari satu
sumber informasi ke sumber yang lain. Ujung-ujungnya juga belum
tentu menyentuh pemburu, penampung, maupun penjual tubuh
harimau. Hanya saja, sumber-sumber informasi itu kelak berguna
untuk membongkar kasus perdagangan ilegal harimau.
Dengan demikian, tim mesti bersabar dalam mengulik satu
demi satu mata rantai perdagangan harimau. Itu karena bisnis ilegal
melibatkan banyak pelaku yang saling terhubung satu sama lain.
Pemburu harimau selalu mengenal pemburu yang lain, pengepul,
ataupun perantara. “Mereka pasti berjaringan,” tutur Slamet, anggota
tim Pelestarian Harimau Sumatera. Alhasil, untuk mengungkap satu
kasus saja, tim perlu waktu panjang. “Bisa bertahun-tahun,” lanjutnya.
Apalagi, informasi pertama selalu samar. Tak ada informasi
yang benar-benar terang-benderang. Misalnya saja, informasi tidak
menyebutkan nama pelaku yang asli atau domisili yang akurat.
Betapapun samar, informasi pertama menjadi bekal bagi tim
mengawali investigasi. Kadang, langkah awal bermula di pasar atau
kedai desa. Ini tempat berkumpulnya banyak orang, yang juga bisa
menjadi pintu masuk investigasi. Tentu saja, tim menyamarkan
identitas, alamat, dan pekerjaan.
58 GARDA HARIMAU
TITIK JERAT Bila beruntung, mengandalkan cerita dari mulut ke mulut,
tim bisa saja langsung berjumpa dengan si terduga. Dan biasanya,
Tim akan lantaran di desa terpencil, informasi cepat tersebar. Wajar saja, di desa
menganalisis titik terpencil, aktivitas seseorang—pemburu, pencari gaharu misalnya—
lokasi jerat untuk pasti diketahui oleh segenap warga.
menduga asal Dalam prosesnya, investigasi kadang mudah, kadang sulit.
daerah si pemburu. Mudah, bila bisa bertemu langsung dengan target operasi yang
dicurigai. Apalagi si terduga cepat percaya kepada penyelidik. “Tapi
Informasi awal itu itulah sulitnya, membuat ia percaya,” lanjut Slamet.
menjadi bekal bagi
tim untuk investigasi Bila rasa saling percaya dapat terjalin, informasi mudah terungkap:
wilayah perburuan, perantara, pemburu lain, pengepul, dan kapan
di luar taman terakhir berburu. Selama masih berjalan wajar, pelaku dengan lugas
nasional. dan gampang menceritakan sepak terjangnya dalam bisnis tubuh
harimau. Entah sebagai pemburu, perantara, maupun pengepul.
Dari pengakuannya, tim bisa membuka jaringan perdagangan ilegal
tubuh harimau. Berdasarkan informasi itu, tim merancang investigasi
untuk membongkar jaringan yang lain. Begitu seterusnya.
Telik Sandi Harimau 59
Informasi yang membuka mata rantai ini penting. Pada beberapa SATWA MANGSA
kasus, pelaku pertama yang menjadi target malah luput—karena
tidak ada barang bukti, dan justru pelaku lain yang tertangkap. Perburuan satwa
Artinya, pendalaman informasi dari pelaku pertama membuka mangsa akan
kedok pelaku yang lain. menyulitkan harimau
mencari makan.
Dengan demikian, penegakan hukum bisa dilakukan bila ada Kian sulit mencari
barang bukti. Pengakuan tanpa barang bukti hanyalah pengakuan. mangsa, harimau
Itu belum bernilai hukum. Statusnya baru A2. (Sumber dan simpul akan memangsa
informasi yang tersebar di sekitar taman nasional sebagian besar hewan ternak warga.
berada pada status A3.) Lalu, pecahlah
konflik.
“Investigasi memang tak selalu berujung pada operasi penegakan
hukum. Seringkali investigasi memerlukan banyak tahapan, dan
berganti-ganti investigator. Yang jelas, tujuan pertama sekadar
mencari informasi, lalu pendalaman, sehingga bisa dikembangkan
untuk penegakan hukum,” ungkap Nurhamidi.
Agar bernilai hukum, statusnya harus A1: ada pelaku beserta
barang bukti. Jadi, tugas investigator adalah memastikan status
pelaku menjadi A1 sehingga aparat bisa menggelar penegakan
hukum. Yang penting, kini bukan lagi sekadar pengakuan.
60 GARDA HARIMAU
PENGALAMAN MENUNJUKKAN, meski pelaku telah berstatus A2,
bukan berarti selalu menjadi target operasi—atau A1. Tim kadang
perlu menunggu berbulan-bulan untuk bisa menggelar operasi
penegakan hukum. Salah satu penyebabnya, si pelaku belum percaya
sepenuhnya kepada tim investigasi.
Lazimnya dalam bisnis gelap, para pelaku telah menyadari risiko
hukum bila membeli, menyimpan, dan menjual bagian tubuh
harimau—satwa yang dilindungi negara. Jadi, masuk akal bila untuk
memastikan adanya barang bukti: kulit, tulang, organ lain, pelaku
kadang menunda-tunda waktu.
Beberapa pelaku bahkan menguji mental anggota tim. “Ada
pelaku yang baru menunjukkan barang bukti pada tengah malam,
dan meletupkan senjata api,” tutur Darjito, “itu untuk menjatuhkan
mental investigator.”
Detik-detik memastikan adanya barang bukti memang saat yang
menentukan, baik bagi investigator maupun pelaku. Bagi investigator,
adanya barang bukti berarti pelaku bakal menjadi target operasi.
Sebaliknya, bagi pelaku, setelah ‘barang’ diperlihatkan, ia berharap
aman, lalu bertransaksi.
Situasinya memang berbeda-beda untuk setiap pelaku. Ada yang
mudah, ada yang sulit, tergantung pada kepercayaan. Bila pelaku
benar-benar percaya, setelah berbulan-bulan berinteraksi, penyelidik
bisa dianggap selayaknya tamu biasa. Tak jarang, si terduga pelaku
memperkenankan anggota tim menginap satu-dua hari di rumahnya.
Ini memudahkan investigator memastikan barang bukti.
Sungguh, betapa cerdik para pelaku menyimpan kulit dan tulang
harimau. Pelaku menyimpan barang bukti di sandaran kursi, di bawah
sofa, di toilet umum yang terbengkelai, di kamar mandi, di rumah
tetangga, di kandang sapi. Begitu rahasianya sehingga tak seorang
pun bisa menduga tempat penyimpanan. Di sisi lain, penyimpanan
yang tersembunyi menunjukkan pelaku paham: menyimpan, menjual,
dan membeli bagian tubuh harimau adalah ilegal.
Saat investigator melihat barang bukti, kini segalanya positif, ada
pelaku, ada kulit, tulang, ataupun organ yang lain. Setelah berstatus
A1, langkah selanjutnya: penegakan hukum.
Telik Sandi Harimau 61
OPERASI PENEGAKAN hukum menjadi tahap terpenting dalam DI SELA RONDA
memberantas perdagangan ilegal tubuh harimau. Operasi ini
melibatkan banyak pihak: kepolisian Republik Indonesia, petugas Bahkan dengan
balai konservasi sumber daya alam, petugas balai taman nasional, wajah yang relatif
dan petugas balai penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dikenali, orang
dan Kehutanan. Tim gabungan merancang operasi penangkapan yang masuk taman
dengan menimbang banyak hal: lokasi transaksi, barang bukti, nasional tak mudah
domisili pelaku, dan uang untuk transaksi. Tim gabungan berbagi untuk dicari identitas
tugas dengan membentuk unit-unit operasi, mulai dari transaksi dan domisili yang
sampai penyergapan. bersangkutan.
Orang ini terekam
Keberhasilan operasi, salah satunya, tergantung pada personel kamera pantau
yang akan bertransaksi dengan pelaku atau cepu (istilah kekinian di wilayah inti
bagi orang yang membocorkan informasi). Seluruh komunikasi pemantauan
dengan target operasi dijalankan oleh si cepu, mulai dari tawar- populasi harimau
menawar harga ‘barang’ sampai lokasi dan waktu transaksi. Kerinci Seblat.
Menentukan lokasi transaksi misalnya, mesti memperhatikan
keselamatan anggota tim. Ini mengingat sebagian besar domisili
target operasi berada di daerah ‘merah’: banyak orang yang memiliki
senjata api rakitan. Operasi yang berlangsung di daerah rawan
berisiko membuat gaduh, dan warga bisa menyerang balik.
Wilayah Tapan, Sumatra Barat, misalnya. Di sana, untuk
mendapatkan informasi tentang pemburu dan pemilik tubuh harimau
relatif mudah. Sayangnya, Tapan termasuk daerah merah. “Siapa yang
punya kulit harimau, tim bisa mendapatkan informasi dengan mudah.
FOTO: BALAI BESAR TNKS - MHSKS FFI - PANTHERA
62 GARDA HARIMAU
Masalahnya, pemburu di Tapan jarang yang mau bertransaksi di luar
wilayahnya. Banyak juga warga yang punya senjata api rakitan,” kisah
Darjito, anggota Pelestarian Harimau Sumatera.
Tim gabungan memang dituntut merencanakan operasi secara
rinci dan menimbang segala kemungkinan. Pengalaman mengajarkan,
saat operasi penangkapan sering terjadi hal tak terduga. Detik-detik
operasi penegakan begitu menegangkan. Tidak hanya bagi tim
gabungan tapi juga si target operasi.
Pelaku yang waspada kerap berganti-ganti kendaraan, sepeda
motor, ataupun pakaian. “Ada juga yang membawa pengawal. Selama
perjalanan sebelum transaksi, ia meneror terus untuk menjatuhkan
mental,” ungkap Rasidin, yang pernah menjadi cepu. Ia menuturkan,
target operasi juga punya pemantau di lokasi transaksi. “Tim juga
tidak tahu siapa orang yang memantau.” Artinya, lanjut Rasidin,
tim memantau, pelaku juga memantau. Tim waspada, mereka juga
waspada.
Saat harga, lokasi, dan waktu telah disepakati antara target operasi
dan cepu, selanjutnya transaksi. Ini hari H operasi. Seluruh tim
gabungan siap siaga. Masing-masing personel menempati posnya.
Anggota tim yang menjadi aktor yang bertransaksi, atau cepu,
memastikan segalanya akan berlangsung sesuai rencana.
Di lokasi yang telah disepakati: pelaku menunjukkan ‘barang,’
cepu menunjukkan uang tunai. “Kadang pelaku tak langsung
membawa barangnya, mungkin ia lihat-lihat situasi. Setelah merasa
pasti aman [tak ada operasi], orang lain yang mengantarkan
barangnya,” imbuh Darjito.
Tak ada jalur komunikasi antara aktor yang bertransaksi dengan
tim operasi yang lain. Cara berkomunikasi tergantung situasi di
lapangan, bisa dengan kode tertentu, atau melalui personel yang
menjadi pendamping si aktor.
Kelancaran komunikasi menentukan operasi berhasil atau gagal.
Tim harus disiplin dengan sandi-sandi yang disepakati. Bila meleset,
situasi akan berantakan.
Salah seorang tim Pelestarian Harimau Sumatera pernah dihajar
massa lantaran sandi yang disepakati meleset. Ia bertugas mengambil
sepeda motor cepu untuk dibawa keluar dari tempat kejadian perkara.
Sepeda motor itu aset tim, jadi mesti diselamatkan.
“Warga sudah terlanjur berkumpul di sekitar rumah target
operasi,” kenang Andi. Kesepakatan tim: kunci tetap menancap di
sepeda motor. Ternyata kunci tak ada!
Telik Sandi Harimau 63
JEJAK MANUSIA Sebagian titik taman nasional kini bisa dijangkau
dengan sepeda motor. Sayangnya, sepeda motor umumnya bodong
sehingga sulit dilacak siapa pemiliknya. Jejak lainnya bisa terlihat
dari bungkus rokok, obat, minuman energi. Yang lain: pahatan kode
pada kayu gergajian hasil pembalakan liar (foto kiri dan kanan).
64 GARDA HARIMAU
Telik Sandi Harimau 65
KODE KERAS Papan peringatan bagi siapa saja yang berniat
berbuat ilegal di taman nasional ini dirusak oleh orang yang tak
bertanggung jawab. Tindakan ini mengirimkan sinyal bahwa taman
nasional dipandang sebelah mata sebagai kawasan titipan dari
generasi mendatang.
66 GARDA HARIMAU
Terpaksa ia mendorong sepeda motor itu. Saat mendorong,
pukulan mendarat di kepalanya. Ia sempoyongan, lalu diamuk warga.
Warga menyangka ia mencuri sepeda motor. Keadaan makin kisruh.
Saking banyaknya menerima pukulan, ia seolah menjadi kebal:
bogem, tendangan, dan sulutan rokok tak lagi terasa. Seorang warga
membawa bensin hendak membakarnya hidup-hidup. Ia pasrah.
Beruntung, polisi menyelamatkan Andi. Karena disangka benar-
benar mencuri sepeda motor, ia dipenjara di tahanan kepolisian
sektor setempat. Belakangan ia tahu: wajah dan tubuhnya babak-
belur. Ia mesti menginap di rumah sakit selama 11 hari.
(Sebelum penangkapan, sepeda motor itu rupanya dipindah-
pindah oleh anak dari target operasi. Hingga kini, kunci raib
entah ke mana. Kasus menguap. Semestinya bukan Andi yang
mengambil sepeda motor. Rencana mendadak berubah menjelang
penangkapan—dan akibatnya fatal.)
Bila segalanya sesuai rencana, aparat kepolisian menyergap target
operasi dan cepu. Cepat dan efektif. Sesekali, dalam penyergapan
berlangsung sedikit ribut. Cepu bisa saja terkena bogem mentah dari
aparat kepolisian. “Ia tidak tahu kalau ‘teman sendiri,’” tutur Rasidin,
yang pernah tertonjok dua kali saat penyergapan.
MEMANG TAK SEMUA kasus investigasi selalu berakhir dengan
penegakan hukum. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Kendati tak
banyak, beberapa operasi gagal lantaran barang bukti bukan harimau
atau operasi bocor. “Kadang status A1 pun belum tentu pelaku bisa
ditangkap. Misalnya, target berubah pikiran, tim akhirnya juga
mengubah rencana operasinya. Tim sudah berkoordinasi dengan
banyak pihak, tapi saat pelaku mengubah lokasi transaksi, berubah
juga alur operasinya,” papar Rasidin.
Yang menyakitkan, bila target operasi mengganti barang bukti.
“Status sudah A1 kulit harimau. Setelah transaksi dan digerebek,
ternyata kulit kambing. Ternyata, dia menukar barang bukti.
Pekerjaan berbulan-bulan rontok semua,” sergah Akbar, investigator
kawakan. Apa boleh buat, aparat pun melepas si pelaku.
Tapi, seringkali kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
Pada satu operasi misalnya, lantaran 'bocor,' target operasi
membatalkan transaksi. Anggota yang akan bertransaksi pun sepakat
membatalkan transaksi itu. “Berarti bukan rejeki,” kata Darjito
kepada si target operasi. Beberapa bulan kemudian, si target operasi
yang membatalkan transaksi itu akhirnya ditangkap tim dari balai
konservasi sumber daya alam di Solok, Sumatra Barat.***
Telik Sandi Harimau 67
B A G I A N E M PAT
MEMBURU
KOMPLOTAN
SI ANAK BESAR
DI WILAYAH INTI PEMANTAUAN HARIMAU, PARA PEMBURU MENJAGAL
SEEKOR PEJANTAN. TRAGEDI ITU MENYENTAK: PEJANTAN ITU
DIKULITI, TULANGNYA DILOLOSI. GARDA HARIMAU BEKERJA
KERAS MENGUNGKAP PEMBANTAIAN DI SARANG HARIMAU ITU.
BERBEKAL ANALISIS DATA DAN BERKAT KERJASAMA PARA PIHAK,
TIM MEMBONGKAR SINDIKAT PEMBURU. BUTUH BERTAHUN-TAHUN,
KESABARAN, DAN MOMEN TEPAT UNTUK PENEGAKAN HUKUM.
TERABAS B ATA S
Harimau jantan nan Kulitnya ditemukan tim
gagah ini akhirnya Monitoring Harimau
Sumatra. Pejantan itu kini
menemui ajal di tangan tinggal kulit dan tulang
pemburu. Ia mati dalam rendaman spiritus.
ditombak.
Puncak Gareka, Taman Nasional Kerinci Seblat,
Agustus 2014. Menjelang tengah hari itu, tim
Monitoring Harimau Sumatera Kerinci Seblat
mendekati puncak Gareka. Tim yang memantau
populasi harimau itu berangkat dari Provinsi Jambi
menembus sampai Provinsi Bengkulu.
70
FOTO KIRI Sebelum sampai di tugu trianggulasi—pal batas Jambi dan
Sumatra Barat—yang bercokol di puncak Gareka, tim menemukan
Tim menemukan jerat harimau. Melihat bekas-bekas di lokasi, tim Monitoring tahu:
gubuk yang diduga jerat itu menelan korban seekor harimau.
milik pemburu. Tim melanjutkan survei. Selama perjalanan sampai puncak Gareka,
Mengaburkan tim menyapu empat jerat aktif. Sesampai di tugu trianggulasi, tim
menemukan bekas sisa makanan. “Itu mungkin sisa sarapan pemburu,
pondok dengan yang baru beberapa jam sebelumnya,” kenang Doddy Saputra, anggota
dedaunan adalah tim Monitoring.
cara cerdik Selepas tengah hari, tim beranjak dari puncak Gareka, dan
penyamaran untuk menyusuri pematang panjang. Tak seberapa lama, sekitar pukul satu
siang, tim melihat sebuah kamp di tepi sungai—sementara posisi tim
berburu satwa. di pematang.
Kamp itu mengepulkan asap, tanda ada kehidupan.
“Kami coba mengintip. Ada dua orang, yang satu bertelanjang
dada, yang satu lagi berpakaian lengkap,” kenang Doddy.
Sekitar lima meter dari kamp, mereka memergoki tim yang
sedang mengendap-endap mengintip.
Menyadari diintip, dua orang itu kabur.
Tim lantas menelisik kamp: ada beberapa pisau, parang, telepon
genggam, dan tumpukan barang. Tim membongkar tumpukan
barang. Isinya membuat tim terkesiap. “Tumpukan barang itu berisi
satu lembar kulit harimau yang direndam spiritus. Kami menduga
kulit itu berasal harimau yang terkena jerat sebelum puncak Gareka.”
Sejak menemukan kulit harimau, ketegangan menyelimuti tim
Monitoring. Tim khawatir para pemburu kembali lagi untuk merebut
kulit harimau.
Bersicepat, tim memutuskan keluar dari hutan melalui jalur
normal—bukan jalur survei. Rencana survei buyar. “Kira-kira satu
kilometer dari kamp pemburu, tim menemukan lagi satu jerat yang
juga mengenai harimau.”
Tim kini menyadari kulit yang disita dari kamp pemburu rupanya
dari jerat terakhir ini. Buktinya, jerohan harimau berceceran di
sekitar jerat. “Dan belum membusuk, masih segar.”
Si harimau yang terjerat dibunuh dengan tombak dan dikuliti di
sekitar titik jerat. “Jadi, pemburu mendapatkan kulit harimau itu satu
atau dua hari sebelumnya.”
Tim Monitoring lantas menghubungi tim Pelestarian Harimau
Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS) Bengkulu untuk menjemput di
pintu rimba. “Kami melaporkan membawa barang bukti.” Bayangkan,
perjalanan dari kamp pemburu sampai pintu rimba butuh dua hari.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 71
Buktinya, jerohan harimau
berceceran di sekitar jerat. “Dan belum
membusuk, masih segar.”
Runyamnya, dalam perjalanan pulang, tim mendengar letusan
senapan. Sekali letusan. Tim masih belum menduga letusan itu
untuk membunuh harimau di pematang yang lain. “Kami tidak tahu
tembakan itu untuk membunuh harimau. Tapi dua bulan kemudian,
kami memasuki pematang yang lain tersebut. Di situ, ada satu bekas
jebakan yang menjerat harimau,” tutur Doddy, “kalau dikaitkan lagi,
letusan senapan itu untuk membunuh harimau yang terjerat.”
Dari berbagai serpihan informasi itu, selama Agustus 2014, tim
Monitoring menyimpulkan, pemburu menjagal tiga harimau di
lokasi yang berdekatan.
INI BUKTI NYATA bahwa pemburu telah menusuk ke daerah inti,
atau core area, untuk memantau populasi harimau di Kerinci Seblat.
Di daerah inti, tim Monitoring memasang kamera pantau, menyigi
kondisi habitat, dan populasi hewan mangsa. Pendek kata, daerah inti
penting untuk memahami ekologi dan konservasi harimau sumatra
di taman nasional ini.
Doddy menuturkan, tim tidak menduga pemburu memasang
jerat di daerah inti. “Biasanya, pemburu memasang jerat di lokasi
yang relatif mudah dijangkau. Kali ini lokasinya sangat jauh di
dalam hutan.”
Tragisnya, setelah memeriksa barang bukti kulit, ternyata
harimau yang dibunuh adalah pejantan yang pernah terekam
kamera pantau. “Pejantan yang dibunuh itu daerah jelajahnya sangat
luas. Ia terdeteksi di sekitar Sipurak [Jambi], dan terjerat di tengah
core area [dekat perbatasan Jambi – Sumatra Barat]. Jarak antara
kamera dengan jerat sekitar 23 kilometer,” ungkap Wido R Albert,
koordinator tim Monitoring. (Angka 23 kilometer adalah hasil
perhitungan jarak lurus.)
Setahun setelah perirtiwa itu, pada 2015 masih ada harimau
yang terpantau kamera di seputaran puncak Gareka. Namun pada
2016, sama sekali tidak ada harimau yang terekam kamera. “Indikasi
keberadaan harimau juga tidak ada,” imbuh Wido.
Kesunyian menerpa puncak Gareka. Sang penguasanya telah tiada.
72 GARDA HARIMAU
SANDI PEMBURU Tak jauh dari titik jerat, pemburu biasa menorehkan
nama atau sandi. Kode ini untuk menandai wilayah perburuan dan
pemilik jerat. Pemburu lain yang kebetulan tahu ada satwa yang
terjerat, ia akan membawa buruan itu ke pemilik jerat.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 73
FOTO: BALAI BESAR TNKS - MHSKS FFI - PANTHERA (SEMUA)
74 GARDA HARIMAU
TRAGEDI GAREKA Pejantan ini terekam kamera pada Desember
2013 (kiri atas). Ia mati dibunuh pemburu tak jauh dari puncak
Gareka pada Agustus 2014. Kulitnya disita tim Monitoring Harimau
Sumatra di pondok pemburu (kiri bawah). Cara jagal: ditombak (atas).
“DIA TEMAN LAMA saya,” kata Roziqin, anggota tim Pelestarian.
Sejak remaja, Roziqin telah menjelajahi hutan. Dulu, sebelum 2002,
saat masih ada badak sumatra, tuturnya, kulit harimau tidak ada
harganya. Setelah badak tidak ada, kulit harimau baru bernilai. Sejak
itu, pemburu yang menyasar si kucing besar.
Melalui sambungan telepon, si teman lama yang berjuluk Buyung
Dang, atau si anak besar, mengabarkan punya kulit harimau. “Nama
asli Buyung Dang itu Sudirman,” ucap Roziqin.
Untuk memecah konsentrasi Buyung Dang, pada 2013, anggota
tim yang lain menyelidiki dari jalur yang berbeda. “Kami sempat
bertamu ke rumahnya di Tapan, Sumatra Barat. Tapi, hanya bertemu
dengan istrinya. Buyung Dang sedang di hutan,” kisah Takirnadi,
investigator senior tim Pelestarian.
Rupanya, nama besar Buyung Dang telah malang melintang di
kalangan pemburu harimau. Pada pertengahan 2014, dari seorang
target operasi, tim mendapatkan kembali nama Buyung Dang. Ia
dikenal sebagai pemburu harimau yang bermain di sekitar Sungai
Ipuh, Mukomuko.
Sekitar enam bulan kemudian, tim baru mendapatkan nomor
kontak Buyung Dang. “Awalnya tim menjalin hubungan biasa, dan
memverifikasi apakah ia benar-benar pemburu. Sampai akhirnya, ia
menawarkan ‘barang’ secara serius pada 2015,” jelas Zakir Hassan,
anggota Pelestarian Harimau Sumatera.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 75
Zakir kini memegang kendali investigasi. Sesuai informasi,
lanjutnya, kulit harimau yang ditawarkan itu berada di Tapan.
Ini wilayah merah untuk operasi penegakan hukum. Tim tidak
menindaklajuti sampai penegakan hukum.
“Akhirnya, pada 2016, ia menghubungi kembali,” Zakir
mengisahkan, “kami bertemu di sebuah rumah makan di Mukomuko.”
Ini profil singkat si Buyung Dang: bertubuh agak pendek dan
telah berumur. Sepak terjangnya: berburu harimau sejak 2000.
Ia mengaku sudah memburu lebih dari 10 ekor harimau. Wilayah
perburuan: Bengkulu sampai Jambi. Jaringan: punya penampung
orang Palembang; tapi, sempat bentrok lantaran si penampung
tidak memberi pinjaman uang. Teknik jagal: membunuh harimau
dengan kecepek—senjata api rakitan, menjerat leher, dan mengepruk
kepalanya. Setelah mati, harimau dikuliti.
Pada pertemuan itu, Buyung Dang memperlihatkan taring
harimau. Sejak itu, ia berstatus A1. Positif ada barang bukti.
Mengingat telah mengendus sejak 2012, kali ini tim tak mau
melewatkan momen penegakan hukum. Tim Pelestarian Harimau
Sumatera berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan pihak
terkait lainnya. Selama dua pekan, terjadi tarik-ulur antar Zakir
dengan Buyung Dang soal harga dan lokasi transaksi.
Gerak maju operasi tergantung pada komunikasi antara Zakir
dengan Buyung Dang. Lokasi transaksi akhirnya disepakati di
penginapan tak jauh dari Sungai Ipuh, Mukomuko.
Saat hari H, Buyung Dang tidak membawa kulit dan tulang
harimau. “Ia bilang barang sudah ada. Jika sudah memastikan ada
uang tunai dan aman, ia baru menelepon anak laki-lakinya untuk
membawa barang,” kisah Zakir
Sementara itu, di luar penginapan, tim operasi siaga penuh. Tim
Pelestarian Harimau Sumatera dan kepolisian memantau terus-
menerus. Tak ada lagi kontak antara Zakir dengan tim operasi.
Alarm tanda tim operasi bertindak bila anak Buyung Dang datang.
Untuk memastikan status A1, Zakir terlebih dahulu menyaksikan
kulit dan tulang harimau benar adanya.
Anak Buyung Dang datang. Alarm penyergapan berdentang.
Zakir mengecek ‘barang’, kini statusnya A1 positif. Lantas tim
kepolisian Mukomuko bergerak cepat menangkap Buyung Dang.
76 GARDA HARIMAU
SI ANAK BESAR Kepolisian Resor Mukomuko menangkap Sudirman
alias Buyung Dang (paling kanan) bersama pemilik kulit Azwar Anas
(gondrong). Paling kiri: anak Sudirman yang mengantarkan kulit
untuk dijual. Dari penyidikan polisi, dua pemburu yang kabur dari
kamp dekat puncak Gareka adalah Buyung Dang dan Ujang.
SATU TARGET OPERASI, empat tahun investigasi. Hanya untuk
menangkap seorang Buyung Dang, tim Pelestarian Harimau
Sumatera butuh waktu hampir empat tahun, dari 2012 hingga
Januari 2016.
Melihat reputasi dan sepak-terjangnya, aparat Kepolisian Sektor
Mukomuko lantas mengembangkan kasus ini. Dari penyidikan, polisi
mengetahui rupanya kulit yang dijual Buyung Dang milik sesama
pemburu bernama Azwar Anas. Polisi meringkus Azwar Anas.
Tertangkapnya Buyung Dang membuka tabir: ia mengakui
sebagai pelaku perburuan harimau di puncak Gareka pada Agustus
2014. Barang buktinya: kulit dan tulang harimau yang ditemukan tim
Monitoring Harimau Sumatera.
Kini terang-benderang: dua pemburu yang tepergok tim
Monitoring di puncak Gareka adalah Buyung Dang dan Ujang. Usai
proses pengadilan, nasib Buyung Dang alias Sudirman sudah pasti:
mendekam 2,5 tahun di penjara.
Lantas di mana Ujang?
Memburu Komplotan Si Anak Besar 77
78 GARDA HARIMAU
SEPAK TERJANG Pada Mei 2014, tim patroli memergoki
serombongan orang di taman nasional. Salah satunya mengaku
bernama Ujang (kiri atas). Tak jauh dari titik perjumpaan, rombongan
itu menorehkan nama di batang pohon (atas). Saat itu, Ujang
mengaku pemikat burung. Dari telepon genggam yang tertinggal
di kamp pemburu, dekat puncak Gareka, tim mengunduh data dan
rekaman. Di antaranya: dua bingkai foto, yang kemudian diketahui
adalah Ujang (kiri bawah). Pada salah satu bingkai, Ujang nampak
berfoto di tugu batas Jambi dan Bengkulu. Tugu ini berjarak sekitar
satu kilometer dari tugu batas Jambi - Sumatra Barat di puncak
Gareka. Kedua tugu itu berada di taman nasional. Sejak kabur dari
kamp pemburu, Ujang malang-melintang di berbagai daerah. Ia
berbisnis gelap menjualbelikan tubuh harimau.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 79
UJANG MASIH malang-melintang di dunia perburuan dan JUMPA LAGI
perdagangan tubuh harimau. Suatu waktu pada 2018, tim Pelestarian
Harimau Sumatera sebenarnya sempat bertemu dengan pemburu Tim patroli
muda itu di hutan. memergoki lagi si
Ujang pada 2018.
Sayangnya, tim sedang tergesa-gesa lantaran ada anggota yang Ia mengaku sebagai
tertimpa musibah. Saat itu, keadaan tak memungkinkan tim untuk pemikat burung.
mengambil tindakan hukum. “Salah satu anggota tim terkena
musibah saat patroli,” kata Geovril Seven Ex, koordinator tim
Pelestarian Harimau Sumatera wilayah Bengkulu.
Sejak lolos dari tim Monitoring, Ujang kabur ke Jangkat. “Di sana,
ia dapat dua paket kulit dan tulang harimau,” ungkap Danang Hasbi,
anggota tim. Danang menuturkan, Ujang kemudian berpindah ke
Lubuk Paku, Kerinci. Di wilayah ini, ia mendapatkan satu harimau.
Pelarian Ujang berlanjut ke daerah Puncak, Tapan; lantas
beringsut ke Solok Selatan. “Ia dapat dua ‘barang’ di dua tempat itu,”
Danang menuturkan kembali perbincangannya dengan Ujang.
Selama pelariannya, Danang menyimpulkan bahwa Ujang
mendapatkan sedikitnya 8 paket tubuh harimau. Selama itu, bisa
jadi Ujang bertindak sebagai pemburu harimau, makelar, ataupun
perantara. “Ditambah, empat kulit harimau yang sempat ditawarkan
ke tim investigasi.”
80 GARDA HARIMAU
Kontak pertama antara Danang dengan Ujang terjadi pada awal
2018. Danang menuturkan, saat perkenalan pertama, dari suara
di telepon genggam, Ujang terlihat ragu-ragu. “Dia sangat hati-
hati.” Selama enam bulan berkomunikasi, ujar Danang, “Ujang
menawarkan empat kulit harimau.”
Lantaran Ujang masih ragu-ragu, tim memandang berisiko
merespon tawaran itu. (Aslinya, tim tidak mungkin karena beberapa
hal, investigator sedang off, investigator sedang di luar kota, lokasi
transaksi di wilayah merah). Saat ada kulit harimau yang kelima, ia
kembali menghubungi Danang. “Dua hari menjelang lebaran Idul
Adha, ia menelepon ada ‘barang’. Ia bercerita memasang jerat di
taman nasional, dan mengintai harimau yang berukuran lebih besar.”
Tim mengulur waktu.
SELEPAS IDUL ADHA, tim merancang skenario perjumpaan pertama
dengan pemburu yang menjadi target sejak 2014 ini. Di sebuah
tempat di Mukomuko, Danang berjumpa dengan Ujang untuk
pertama kali.
Meski berperawakan relatif kecil, Ujang bertubuh liat dan kuat—
khas penjelajah hutan. Wajahnya licin, berkulit kuning langsap.
Ia sudah berburu sejak usia belasan tahun. Karir Ujang sebagai
pemburu mulai dari bawah: pencari ikan, lalu pemikat burung, dan
terakhir pemburu harimau.
Pada momen perjumpaan pertama, Danang mengingat, Ujang
begitu hati-hati. Ujang menyodorkan kartu identitasnya untuk
menciptakan hubungan saling percaya. Ternyata, nama aslinya
Heri bin Madri. “Untuk urusan begini, saya hati-hati," kata Danang
menirukan Ujang.
Kesepakatan pun tercapai. Transaksi akan dilakukan di tepi jalan
lintas barat Sumatra. “Ia bilang, ‘Saling percaya saja. Kalau yakin,
tidak perlu melihat lagi barangnya.’ Kami juga meminta ia percaya:
tak perlu menghitung uang,” kisah Danang.
Tim kembali mengulur waktu.
Mendekati hari bertransaksi, pada September 2018, Ujang
menelepon untuk mempercepat proses jual-beli. Ujang khawatir,
semakin sore, jalan semakin banyak orang yang melintas. Dan itu
berisiko—buat Ujang. “Ia memang hati-hati,” tegas Danang.
Sebelum benar-benar berjual-beli, saat menuju lokasi transaksi,
Ujang berganti-ganti sepeda motor. Salah satunya, sepeda motor
racing berukuran besar. Sepeda motor gede itu, ujar Ujang kepada
Danang, hasil dari menjual kulit dan tulang harimau.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 81
Kegelisahan menggelayuti Ujang.
Kendaraan tim operasi melintas.
“Saat mobil lewat, Ujang menunda transaksi. Mobil tim putar
balik, Ujang menunda lagi. Ia mengulur-ulur waktu.”
Saat merasa sedikit aman, Danang meminta Ujang memindahkan
bungkusan plastik putih berisi tulang ke bagasi mobil tim. Satu lagi
bungkusan plastik biru, yang berisi kulit harimau, masih di sepeda
motor. Tapi, tim operasi tak nampak batang hidungnya.
Apa boleh buat. Tim yang bertransaksi mengambil inisiatif tegas:
meringkus Ujang!
Sekian detik setelah Ujang memindahkan bungkusan kedua,
tim bersicepat menangkapnya. Tim membanting Ujang ke tanah. Ia
menatap tim peringkus, sambil berkata: “Barang itu bukan milik saya.”
Pistol menyalak empat kali sebagai tanda bagi tim penyergap
untuk segera ke lokasi penangkapan.
Ujang mencoba berontak. Tim menindihnya. Peluru tersisa dua
butir di pistol. Tim pendukung tak datang-datang pula.
Tidak seberapa lama, akhirnya tim operasi datang juga. Ujang
lantas dibawa ke kantor polisi.
Selama penyidikan di Kepolisian Resor Mukomuko, Ujang
mengakui kulit harimau itu dari perburuan di Taman Nasional
Kerinci Sebalt. Setelah melalui pengadilan, ia mendekam di dinginnya
penjara selama dua tahun.
UNTUK MERINGKUS komplotan Buyung Dang, tim Pelestarian
Harimau Sumatera perlu waktu empat tahun, 2014 sampai 2018. Para
pelaku ini memainkan tiga peran sekaligus: pemburu, perantara,
dan penjual tubuh harimau. Mari melihat kembali apa yang terjadi
selama tim memburu Buyung Dang dan kawan-kawan.
Pada Agustus 2014, Buyung Dang dan komplotannya menjagal
tiga harimau di taman nasional. Lalu, ia menawarkan satu lembar
kulit kepada tim investigasi. Dan, pada saat ditangkap, ia menjual
satu lembar kulit dan tulang. Pemilik ‘barang’ itu Anwar Anas.
Sampai titik ini, Buyung Dang membunuh, menyimpan, atau
menjual, lima harimau.
Sementara itu, selama buron, Ujang memburu, menyimpan,
dan menjual 8 harimau. Bila enam ‘barang’—empat selama pelarian
dan dua saat investigasi—yang ditawarkan kepada tim dihitung,
berarti Ujang telah mengorbankan 14 harimau. Jadi, jaringan ini telah
membunuh dan menjual 19 harimau sumatra selama 4 tahun. Ini
jumlah yang mengerikan bagi upaya konservasi harimau sumatra.
82 GARDA HARIMAU
JALAN TERAKHIR Beberapa bulan setelah perjumpaan terakhir di
hutan, Ujang disergap Kepolisian Resor Mukomuko, Bengkulu.
Butuh waktu empat tahun untuk menangkap Ujang, sejak tragedi di
puncak Gareka 2014 sampai tertangkap 2018.
Memburu Komplotan Si Anak Besar 83
MENCARI RETAP Adakah Retap di antara delapan orang yang
dipergoki tim patroli ini? Foto ini merekam perjumpaan pertama
tim patroli dengan Ujang, yang mengenakan celana pendek biru.
Mereka mengaku sebagai pemikat burung. Bisa jadi Retap ada di
antara rombongan ini.
84 GARDA HARIMAU
Kerugian dari sisi konservasi tak ternilai. Lenyapnya seekor harimau
dari daerah jelajahnya membuat ekosistem goyah. Koordinator
tim Monitoring Harimau Sumatra Wido R Albert mengingatkan,
perburuan yang tepergok di puncak Gareka membuat kawasan itu
sepi. “Selama 2016, tak ada harimau yang terekam kamera pantau, dan
tidak ada indikasi [jejak, cakaran] kehadiran harimau,” ungkap Wido.
Sebagai pemangsa kelas atas, harimau tak punya pesaing di
belantara liar. Segenap satwa liar yang lain tunduk kepada si loreng.
Karena itu, harimau berperan penting dalam mengendalikan populasi
satwa mangsa. Masyarakat pinggir hutan paham bila harimau tak
ada, populasi babi hutan akan meledak, lalu menjadi hama pertanian.
Sayangnya, kini pemburu menyelinap dengan licik: menebar
jerat, menjagal harimau. Ini jelas tak adil. Padahal, bila berhadapan
satu lawan satu, harimau bisa menuntaskan nyawa pemburu dalam
sekali sergapan.
Demi konservasi satwa karismatik ini, tim Pelestarian Harimau
Sumatera tak lekang meronda kawasan Taman Nasional Kerinci
Seblat. Tim ini juga mengjangkau wilayah di luar taman nasional: di
mana saja pemburu dan sindikatnya bermain. Pada saat yang sama,
tim Monitoring Harimau Sumatra memantau populasi dan habitat
harimau. Dua tim ini bekerja keras dengan ribuan jam terbang. Ini
tim yang protagonis.
Sementara di sisi lain, para pemburu tetap saja menjadi pemain
bebas yang menggerayangi habitat harimau. Mereka bekerja efektif
dan mematikan. Inilah pihak yang antagonis.
Dua pihak yang berseberangan ini saling bertarung di garis depan.
Yang protagonis melindungi harimau; yang antagonis, memburu
harimau. Pertarungan itu nampaknya belum akan berakhir dalam
waktu dekat. Para pemburu masih mengincar harimau sumatra di
hutan Kerinci Seblat dan sekitarnya. Pemburu mengejar satwa ini
hampir di semua hutan habitat di sekujur Pulau Sumatra.
Dan, di Kerinci Seblat, masih ada satu pekerjaan mendesak:
seorang pemburu dalam jaringan Buyung Dang masih berkeliaran.
Ia berjuluk Retap.
Tim Pelestarian Harimau Sumatera telah mengendus Retap
sejak 2011. Pada 2012, tim mulai menyelidiki Retap. Ia begitu licin
dan tangguh. Tim patroli beberapa kali bertemu dengan Manuk di
hutan. Saat operasi penangkapan Ujang, tim operasi menduga Retap
memantau di sekitar lokasi penyergapan.
Hingga hari ini, Retap masih berkeliaran.***
Memburu Komplotan Si Anak Besar 85
BAGIAN LIMA
BALADA
DARA TEMBULUN
IA MENGAMUK. AUM AMARAHNYA MEMBUNGKAM KERIUHAN HUTAN.
TIM PERTAMA YANG MENEMUKAN HARIMAU KORBAN JERAT MENJADI
SAKSI KEBENGISAN SI PEMBURU. BERHARI-HARI, HARIMAU BETINA ITU
MENGURAS ENERGINYA UNTUK MELOLOSKAN DIRI. UNTUK EVAKUASI,
TIM BEKERJASAMA DENGAN PARA PIHAK UNTUK LOGISTIK, MEDIK,
TRANSPORTASI, DAN LEMBAGA KONSERVASI TERKAIT.
SATU JERAT, SELAKSA KEREPOTAN.
GARIS NAHAS
Hanya satu hari nahas, Ia kini hidup di kandang
nasib harimau ini di Taman Safari Bogor.
Ia disebut telah beranak
berbalik 180 derajat: tiga. Nasib baik berkat tim
jerat membuat kakinya Pelestarian Harimau.
buntung. Ia cacat.
Usai meronda taman nasional selama enam hari,
tim kini menatap hari terakhir berpatroli. Pada
malam terakhir, tim akan berkemah tak jauh dari
titik jemput. Itu tentu rencana menarik di malam
terakhir. Setelah melewati Seblat Dangkal, tim kini
menjejakkan kaki di pematang Tembulun.
88
FOTO KIRI Saat memasuki punggung bukit ini, tim menemukan jerat
harimau yang masih aktif. Tim lantas melumpuhkan jerat itu agar
Tim menyita tidak menyasar harimau. Beranjak mengikuti pematang, tim kembali
delapan jerat: satu menemukan jerat aktif kedua. “Tim juga mematikan jerat kedua,”
menyasar beruang, kisah Geovril Seven Ex, koordinator Pelestarian Harimau Sumatera
Kerinci Seblat (PHSKS) wilayah Bengkulu.
satu mengenai
harimau. Alat Di depan, ternyata masih ada jerat yang ketiga. Tragisnya jerat
ini menyasar beruang. “Ia mati, bangkainya berulat dan membusuk.”
ciptaan manusia ini Sejak jerat ketiga itu, firasat buruk mulai menyelinap dalam benak tim.
telah membunuh
banyak harimau, Tuntas dengan jerat ketiga, tim masih harus melumpuhkan jerat
satwa lain, dan keempat dan kelima. Firasat buruk kini benar-benar menghantui
beberapa di tim: ada lima jerat, dengan satu jerat membunuh beruang.
antaranya mengenai Tim dengan jam terbang tinggi ini punya segudang pengalaman:
anggota tim. biasanya pemburu menebar hingga tujuh jerat. Pengalaman itu yang
mengaduk perasaan tim di hari terakhir patroli pada Februari 2012 itu.
Apalagi selama ini tim mengenal pematang Tembulun aman-
aman saja. Selama delapan tahun berpatroli, dari 2004 sampai 2012,
tim belum pernah menjumpai jerat harimau di pematang Tembulun.
“Bahkan sebelum tahun 2002, saat masih ada Unit Pelestarian Badak
Sumatra [Rhino Protection Unit – RPU], belum pernah ada temuan
jerat di pematang Tembulun,” ungkap Geovril.
Tim memang sering menemukan jejak harimau dan satwa liar
di pematang yang tercakup dalam hutan produksi Lebong Kandis,
Bengkulu, itu. Ini memang pematang yang menjadi lintasan satwa dan
manusia. "Banyak manusia yang melewati pematang Tembulun,"
kata Geovril, "biasanya pemancing ikan."
Di suatu tanjakan, tim mendengar suara ranting kering diinjak
satwa. Suara lirih itu menyentak keheningan hutan. Benar saja, firasat
buruk menjadi kenyataan: jerat keenam menyasar seekor harimau!
Ia berontak dan mengaum. Tim terkejut dan diam seribu bahasa.
“Kami hanya berjarak sekitar 20 meter,” kenang Geovril, sambil
menyadari firasat itu benar.
Auman itu mungkin terdengar amarah yang memuncak. Itu wajar.
Sebagai pemangsa, sedengus napas saja tetap terdengar menakutkan.
Itu naluri semua predator: pantang menampilkan diri nampak lemah
di hadapan pihak lain—bahkan dalam situasi tak berdaya.
Kini tim meratapi firasat yang sempat melintas di titik jerat ketiga
baru lalu. “Kami sudah berfirasat. Bila ada harimau yang terjerat,
kami akan kebingungan.” Betapa tidak. Di hari terakhir berpatroli,
energi tim di titik nadir, logistik tinggal untuk hidup sehari, sinyal
susah, dan lokasi di pedalaman.
Balada Dara Tembulun 89
INGIN LOLOS Tim meninggalkan harimau ini sendirian menghadapi
jerat yang mencekik kakinya. Untuk menyelamatkan si harimau, tim
patroli menunggu tim evakuasi datang. Setelah beberapa hari, luka
jeratan telah menghitam dan membusuk. Ia beruntung: pemburu tak
ada yang datang.
90 GARDA HARIMAU
SINYAL TAK BERDETAK di pematang Tembulun. Tim bisa berjam-jam
mencari titik bersinyal. Sementara itu, dari titik jerat ke titik jemput,
tim masih butuh satu setengah hari perjalanan kaki. "Mungkin malah
bisa dua hari."
Kini, prioritas tim tiada lain menyelamatkan si harimau korban.
Ia masih bugar, sehat dan beringas. Mungkin, ujar Geovril, ia terjerat
pada subuh atau kemarin sore. “Belum ada sehari.” Pepohonan
juga belum banyak yang rusak. Tumbuhan di lokasi harimau
terjerat biasanya hancur-lebur: ia mengamuk atau meronta untuk
melepaskan diri.
“Kaki yang terjerat belum terluka parah. Ia masih gemuk dan
tubuhnya masih bersih. Kami memprediksi ia terjerat paling lama
satu hari.”
Sebagai tindakan awal, tim menandai lokasi dengan bahan
seadanya, kayu, rotan, dan sebagainya. Tim bergerak meninggalkan
lokasi kejadian. Harimau nahas itu kini sendirian. Itu sebenarnya
berisiko.Pemburu bisa saja datang, dan menjagal di harimau. Apa
boleh buat. Situasi serba-salah bagi tim: logistik menipis.
Sesampai di pintu keluar rimba, di areal bekas perusahaan kayu,
tim sekali lagi memberi tanda dengan membentangkan rotan di jalur
jalan. “Bila rotan putus, bisa jadi harimau sudah diambil pemburu.”
Tim patroli coba berkomunikasi dengan tim di markas. Tiada
sinyal. Selama menyusuri jalan bekas perusahaan itu, tim masih saja
menemukan dua jerat aktif. Total ada 8 jerat: satu menyasar beruang,
satu mengenai harimau.
Energi tim terkuras untuk melintasi medan yang ditumbuhi pakis
resam: tebal, lebat dan tinggi. Tim kembali mengecek sinyal. Nihil.
Baru saat menjelang magrib, tim menemukan detak sinyal. Jarak
titik jerat dengan lokasi bersinyal sekitar dua jam perjalanan. Kendati
hari mulai meremang, tim menunda mendirikan kemah menginap.
Tim patroli berkoordinasi dengan tim di luar hutan: ada harimau
yang terjerat, masih hidup dan bugar.
Tim evakuasi yang berada di markas lantas berkoordinasi dengan
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu untuk evakuasi. Tim
evakuasi menyiapkan segala hal: medik, transportasi, dan personel
pengamanan.
Malam menjelang. “Tim mendirikan kamp darurat untuk
istirahat. Logistik menipis. Kami juga tidak tahu di mana sumber
air. Tim juga mencemaskan keadaan harimau: lepas atau tidak, atau
mungkin pemburu datang. Selain itu, mungkin ada harimau lain
yang mengintai tim di kamp darurat.”
Balada Dara Tembulun 91
KINI, HARIMAU nahas itu memasuki hari kedua di lubang jerat. Logistik
tim kian menipis: beras sedikit, sekeping sarden, dan beberapa cabe.
Sementara itu, tim evakuasi sedang dalam perjalanan. Tim evakuasi
menuju titik terakhir yang bisa dijangkau mobil di perkebunan sawit.
Di sela menunggu tim evakuasi, tim lapangan coba menimbang
proses penyelamatan: jarak ke titik jerat dari kamp darurat, beban
membawa si harimau, dan cuaca. Yang jelas, butuh waktu panjang
untuk evakuasi dan tenaga banyak. “Karena lokasi harimau korban
jerat cukup jauh. Itu belum lagi membawa si harimau ke titik
terakhir mobil bisa masuk. Agar harimau bisa selamat, evakuasi
membutuhkan tim yang besar,” ungkap Geovril.
Tunggu tinggal tunggu, tim evakuasi kesulitan menemukan kamp
darurat. “Sampai sore, tim evakuasi belum bisa menemukan kamp
darurat. Mereka akhirnya bermalam di kebun sawit.”
HARI KETIGA sejak penemuan, harimau masih dalam jeratan sling.
Pagi-pagi, tim patroli mengirimkan posisi kamp darurat kepada tim
evakuasi. Semantara itu, tim evakuasi sudah bergerak dengan logistik
dan obat-obatan. Tapi, memang tak mudah untuk menemukan kamp
darurat tim patroli. “Kami juga bingung, bagaimana memberitahu
lokasi kamp darurat. Lagipula tidak mudah menyusuri jalan hutan
dan kebun sawit. Banyak persimpangan,” kenang Geovril.
Bila terlalu banyak berkomunikasi, ia khawatir baterai telepon
habis. Situasi cukup kritis: logistik menipis, baterai telepon melemah.
Saat berkomunikasi kembali, tim evakuasi justru menjauh dari
titik kamp darurat. “Tim evakuasi malah menjauh dan melingkar.
Padahal, logistik tim patroli benar-benar menipis.”
Pada akhirnya, pukul empat sore, tim evakuasi bertemu dengan
tim patroli. “Tim istirahat. Kami memperluas kamp darurat.”
Tim yang telah berkumpul ini lantas menggelar pertemuan untuk
merencanakan evakuasi. Pertemuan itu membahas banyak hal, mulai
dari jarak ke lokasi harimau yang terjerat, jalur evakuasi, prosedur
medis, pengamanan, dan cara pengangkutan. Untuk mengangkut
si harimau misalnya, tim mustahil membawa kandang angkut ke
tempat kejadian. “Selain berat, medan juga tidak memungkinkan.
Kandang angkut dinilai tidak efektif.”
Dan yang terpenting, Geovril menandaskan, “Kami tidak bisa
memastikan harimau korban masih ada di lokasi. Tim memang
menandai lokasinya tapi tak bisa menjamin harimau masih ada.
Bila tanda itu rusak, berarti harimau sudah diambil pemburu, atau
harimau melepaskan diri.”
92 GARDA HARIMAU
MEDAN EVAKUASI Tim evakuasi harus melewati jalur yang sulit. Untuk
mencapai lokasi harimau yang terjerat, tim melewati sungai, tanjakan,
dan turunan. Tak terbayangkan, bagaimana memboyong si harimau,
dari lokasi jerat hingga ke tempat terakhir bagi si harimau.
TANDA YANG DIPASANG tim patroli masih utuh, tak banyak
berubah. Ini pertanda bagus pada hari keempat—tapi juga berarti
harimau masih tersiksa jerat. Tim evakuasi bersigegas mendekati titik
lokasi. Kira-kira sejarak satu kilometer, tim siap-siap: pengamanan,
tindakan medis, dan skenario evakuasi. Persiapan ini melambungkan
semangat tim: harimau apes itu mungkin 80 persen masih ada.
Sesampai di lokasi, ia masih agresif dan kuat. Tubuhnya kusut
dan kotor karena tanah yang basah. “Luka di kakinya menghitam,
membusuk.” Hujan yang turun beberapa hari sebelumnya rupanya
memperburuk luka jeratan.
Pohon-pohon porak-poranda. Selama empat hari, ia meronta-
ronta melepaskan diri.
Langkah pertama adalah pembiusan dengan sumpit. Personel dari
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu bertugas menyumpit
si harimau. Agar penyumpit mudah menembakkan jarum suntik,
tim coba mengalihkan perhatian harimau.
Penyumpitan ternyata rada repot. Jarum suntik harus menusuk
di bagian berdaging agar obat bius bisa masuk. Dokter hewan Erni
Suyanti Musabine menyarankan untuk menyumpit di bagian pantat.
Sumpitan harus pas: bila terlalu kuat, jarum justru menembus tulang;
bila terlalu lemah, jarum tidak menembus kulit.
Balada Dara Tembulun 93
Ternyata tidak mudah. Sumpitan pertama meleset, dan tertinggal UPAYA PERTAMA
di kulit harimau; sumpit kedua masuk, tapi ia masih agresif. Sumpitan
ketiga, obat bius baru merasuk ke tubuh si harimau. Tandanya: Meski telah terbius,
telinganya tak lagi bergerak Dokter Erni Suyanti coba menyentuh matanya tetap
telinga dengan sebatang kayu. Telinganya tidak merespon sentuhan. terbuka lebar.
Obat bius telah membuai sang harimau. Tindakan pertama
adalah melepas
Kini semua orang bergerak cepat. Dokter hewan menutup mata. jerat, lalu dokter
Biarpun tak sadarkan diri, mata harimau itu masih terbuka lebar. mengamputasi
telapaknya yang
Tim lantas memotong tangkai pelontar jerat. Sling baja telah memang telah
mengunci kakinya. “Semakin bergerak hebat, jerat semakin mengunci. putus. Luka
Sling baja telah menembus ke tulang kaki; kulit dan daging putus. Luka dibersihkan agar
sudah menghitam dan berbau.” tidak infeksi.
Karena luka telah membusuk, dokter Erni Suyanti lantas
mengamputasi kakinya di lokasi. Tindakan itu untuk menyelamatkan
harimau korban. Dokter Erni Suyanti mengatakan, yang mematikan
bagi harimau adalah infeksi dari luka.
Harimau (yang ternyata betina) itu kini berkaki buntung.
Untuk memboyongnya, tim berencana menandu si harimau ke
kamp darurat. Tim mengirim grup pendahulu untuk mempersiapkan
segala sesuatunya di kamp darurat. Ada juga grup perintis untuk
membuka jalur evakuasi. Dengan beban tandu di pundak, tim
memperkirakan perjalanan ke kamp darurat bakal lebih lama—
dibandingkan dengan waktu tempuh saat berangkat.
94 GARDA HARIMAU
Tim penandu beranjak pelan-pelan. Sesampai di jalan bekas
penebangan, tim penandu melewati medan terbuka. Harimau
itu terpapar sinar matahari. Nampaknya, si harimau mulai sadar
kembali. Ia mulai bergerak-gerak, telinganya bergetar. Lidahnya
sempat menjilat telinga salah satu penandu. Tim penandu cemas.
Dokter membiusnya lagi.
Pukul dua siang, harimau sampai di kamp. Dalam keadaan serba-
terbatas, tim membangun kandang seadanya. Sling jerat digunakan
untuk mengikat jeruji kandang. Buat sementara waktu, harimau
akan beristirahat di kandang kayu yang berjarak sekitar 20 meter dari
kamp darurat. Dokter hewan terus memantaunya.
Dan, harimau itu harus makan. Selama empat hari, energinya
terkuras untuk melepaskan diri dari jeratan sling baja. Untuk pakan,
tim mencari ikan di sungai terdekat. “Tim makan ikan sarden,
harimaunya makan ikan segar,” canda Geovril.
HIDUP DI KANDANG sederhana membuat harimau itu sedikit lega.
Ini hari pertama ia bebas dari jeratan. “Pada hari itulah, tim memberi
nama Dara Tembulun karena ia betina. Yang terkenal hanya nama
depannya, Dara,” ucap Geovril.
Persoalannya, kakinya buntung. Ia tak punya masa depan untuk
kembali ke alam liar. Dengan kaki cacat, kemampuan berburu Dara
menurun drastis.
Balada Dara Tembulun 95
TANDU EVAKUASI Dari lokasi jerat, harimau ditandu menuju kamp
darurat. Selama perjalanan, dokter hewan memantau keadaan si
harimau. Butuh dua sampai tiga penanduan untuk sampai kamp
darurat.
96 GARDA HARIMAU
Benar saja, firasat buruk
jadi kenyataan: jerat keenam
menyasar seekor harimau!
Taktik berburu harimau persis seperti kucing rumah: menyergap
dengan dua kaki depan, lalu menggigit bagian tengkuk atau leher
mangsa. Daya sergap bertumpu pada dua kaki depan yang pendek
dan kokoh, sedangkan daya gigit mengandalkan taring. Dengan
begitu, buntungnya satu kaki depan mengurangi daya sergap Dara.
Harapan hidup Dara kini ada di luar hutan. Nasibnya sudah
jelas: ia bakal menghabiskan sisa hidup di lembaga konservasi—
kebun binatang, taman safari, ataupun pusat rehabilitasi. Dara harus
diboyong keluar hutan. Karena itu, tim berkoordinasi dengan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu untuk memindahkan Dara.
Tim memerlukan kandang angkut yang ringan tapi kokoh.
Tim perlu waktu untuk koordinasi dengan berbagai pihak untuk
memudahkan pemindahan Dara: dari kamp ke titik jemput, lalu
dari titik jemput ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu
- Lampung.
Kandang angkut yang kuat namun ringan diperoleh dari Taman
Safari Bogor. Itu berarti selama dua sampai tiga hari ke depan, tim
bersama Dara masih menginap di kamp darurat. “Dara tetap dalam
perawatan di kandang darurat, sambil menunggu kandang angkut
dan obat-obatan.”
Memasuki malam ketiga di kamp darurat, tim brifing lagi: harus
ada jalur evakuasi yang efektif menuju tim penjemputan mobil.
Lokasi yang terpencil membuat setiap bantuan dari luar mengambil
jalur yang berbeda-beda.
Setelah tiga malam, tim memutuskan Dara harus segera diboyong
ke Bengkulu untuk perawatan yang layak. Lagipula, obat-obatan buat
Dara juga mulai menipis.
Tim lantas membentuk unit perintis untuk membuka jalur evakuasi
dari kamp darurat menuju titik jemput. Sementara tim di Bengkulu
cepat-cepat membawa kandang, yang sudah tiba di Bengkulu, ke titik
penjemputan Dara.
“Malam terakhir agak mencemaskan. Jeruji kayu kandang
darurat mulai ada yang patah. Ada juga jejak-jejak harimau di
sekitar kandang. Dara kembali pulih, dan karena ia betina, mungkin
mengundang pejantan.”
Balada Dara Tembulun 97
98 GARDA HARIMAU
KANDANG DARURAT Tak jauh dari kamp darurat, tim mendirikan
kandang seadanya di tengah hutan (kiri). Saat inilah ia dinamakan Dara
Tembulun. Ia berada di kandang ini empat hari, lalu diboyong ke titik
penjemputan dengan kandang yang lebih memadai (atas).
Balada Dara Tembulun 99
MASIH BERLANJUT Setelah digotong ramai-ramai, Dara dibawa ke
titik penjemputan dengan alat berat pinjaman perkebunan sawit.
Dari titik jemput, Dara lantas dibawa ke Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Bengkulu. Usai dirawat beberapa waktu di sana, Dara
dibawa ke Taman Safari Bogor, Jawa Barat. Inilah tempat terakhir Dara
menghabiskan sisa hidupnya.
100 GARDA HARIMAU