The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Majalah Digital Elipis merupakan media dari Kelas Menulis Daring Elipsis sebagai Media Nasiola yang sudah berdiri 2 tahun menuju tahun ke-3, berisikan karya penulis dengan tema Pedidikan, Literasi, Sastra, Sejarah, dan budaya

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Fataty Maulidiyah, 2023-04-07 01:06:19

Majalah Digital Elipsis

Majalah Digital Elipis merupakan media dari Kelas Menulis Daring Elipsis sebagai Media Nasiola yang sudah berdiri 2 tahun menuju tahun ke-3, berisikan karya penulis dengan tema Pedidikan, Literasi, Sastra, Sejarah, dan budaya

Keywords: Elipsis,Majalah,Literasi,Sastra,Pendidikan,Cerpen,Kasya seni

B a c h tia r A d n a n K u s u m a Dia n S a r mit a Iis Singgih Imas Halimatun Sadiah Jenny Seputro Mezra E. Pellondou Polanco S. Achri Sofyan RH. Zaid Vera Verawati Thomas Elisa MAJ A L A H K I TA EDISI 022 | TAHUN II | MARET—APRIL 2023 SAJAK-SAJAK (HLM. 64-69) D r. H. M. A mir U s k a r a " E k o n o m y a n g j u g a P e n ulis B u k u d a ri G o w a "


Anak-anak Indonesia hari ini tidak menemukan lagi lagu-lagu milik mereka, layaknya yang pernah jaya di era tahun 1980-an hingga akhir tahun 1990-an. Di medsos apalagi, anak-anak disuguhkan tontonan lagu orang dewasa yang memaksa mereka meniru lagu-lagu itu, termasuk gerak tubuh penyanyinya. Tontonan pun menjadi tuntunan. Padahal, lirik lagu dewasa yang dinyanyikan anak-anak tidaklah sesuai etika dan norma, terutama lirik-lirik cinta yang mengumbar syahwat. Realitas itu sangat miris. Sebagian orang tua yang peduli masa depan anak-anak mereka tak dapat bertindak banyak soal pengaruh tayangan televisi dan medsos yang semakin memprihatinkan itu. Alternatif yang dapat dilakukan adalah mencari lagu anak-anak di YouTube. Siapa pun yang pernah hidup di era tahun 70-an dan 80-an tentu sangat akrab dengan lagu-lagu ciptaan A.T. Mahmud, Bu Kasur, Pak Kasur, Nomo Koeswoyo, dan Papa T. Bob. Lagulagu ciptaan mereka melegenda dan dikenang sepanjang masa. Lagu anak-anak dahulu mengajarkan kesantunan, etika, tata krama, moral, yang selalu bersumber kepada Tuhan. Sekarang nyaris tidak ditemukan lagi. Usia anak-anak adalah usia di mana mereka belajar sambil bermain dan bernyanyi. Pesan-pesan moral yang dititipkan lewat lagu sangat mudah dicerna dan diingat oleh anak-anak yang otaknya masih bersih dari pengaruh-pengaruh negatif. Maka selayaknyalah lagu anak-anak ini kembali disyiarkan di televisi-televisi nasional sebagai salah satu upaya membentuk karakter anak bangsa yang menjadi keprihatinan kita bersama. REDAKSI LAGU ANAK-ANAK Salam Redaksi Redaksi menerima tulisan berupa esai, cerpen, puisi, resensi buku, reportase kegiatan seni, sastra, wisata, dan lain-lain. Naskah dikirim ke surel: [email protected]. ISSN 2797-2135 elipsis Media Komunitas Diterbitkan oleh Kelas Menulis Daring (KMD) elipsis bekerja sama dengan Penerbit Egypt van Andalas Padang Panjang Sumatra Barat Redaksi: Jl. Soekarno-Hatta, No. 02 Kota Padang Panjang Sumatra Barat Penasihat Redaksi Sulaiman Juned Riri Satria Bachtiar Adnan Kusuma Pemimpin Umum Muhammad Subhan Pemimpin Redaksi Rilen Dicki Agustin Sekretaris Redaksi Tiara Nursyita Syariza Redaktur Ayu K. Ardi Anita Aisyah Asna Rofiqoh Dian Sarmita Dona Susanti Fataty Maulidiyah Husnul Khatimah Maghdalena Nurhayati Neneng J.K. Sholikin Zainal Arif Tata Letak Muhammad Ilham


9 SOROTAN Akselerasi Kesantunan Berbahasa 13 SOROTAN Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dalam Kesenian Naga Lim 19 SOROTAN Senjakala Lagu Anak di Layar Kaca Kita 24 SOROTAN Membingkai Bung Hatta dalam Puisi 30 SAMPUL Dr. H. M. Amir Uskara, Ekonom yang Juga Penulis Buku dari Gowa 37 JENDELA Memperingati Hari Hati Nurani Internasional, Emi Suy: Puisi adalah Penjaga Peradaban, Kemanusiaan, dan Hati Nurani Daftar Isi Maret—April 2023 elipsis edisi 022 Foto sampul: Dr. H.M. Amir Uskara, Anggota DPR RI, Penulis Buku dari Gowa, Sulawesi Selatan. (Foto: Dok. Amir Uskara | Bachtiar Adnan Kusuma | elipsis). elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 3


41 GELANGGANG Cerpen: Emprit 50 GELANGGANG Cerpen: Senyum di Balik Tembok Penampungan 54 GELANGGANG Cerpen: Kejutan di Hutan Boliyohuto 59 TEMPAYAN Cerpen: Teruntuk Cinta Butaku, Rania 64 SAJAK 71 APRESIASI 78 PENDIDIKAN Mengenal Gelombang Alfa sebagai Cara Memasukkan Nilai Humanisme dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar 81 PUSTAKA Membaca dan Menulis sebagai Tugas Pokok Pustakawan Referensi 84 KOLOM Kritikus Teater, Pentingkah? 88 RESENSI Cerita-cerita yang Kaya Makna 92 FIKSI Cernak: Kesabaran Bu Olin 96 FIKSI Tetangga Daftar Isi Maret-April 2023 elipsis edisi 022 elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 4


Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi


Majalah Digital elipsis Versi Cetak Bersama Ananda Sukarlan, Riri Satria, dan Emi Suy ajalah digital elipsis ternyata ada versi cetaknya, lho. Ini buktinya. Ketiga edisi majalah elipsis yang menulis cerita sampul Ananda Sukarlan (Pianis, Komponis, dan Musisi dengan reputasi internasional), Riri Satria (Pengamat Teknologi dan Transformasi Digital, Dosen Fakultas Ilmu Komputer M Universitas Indonesia), dan Emi Suy (Penyair) dicetak terbatas dan menjadi koleksi ketiga inspirator ini. Tentu saja Anda juga dapat memiliki koleksi majalah digital elipsis versi cetak dengan menghubungi redaksi di nomor WhatsApp 0856-3029-582 (Asna) atau melalui email: [email protected]. Majalah digital elipsis versi cetak dapat dipesan dengan sistem preorder lebih awal sebelum majalah edisi berikutnya terbit. (redaksi) Potret Foto: Dok. Emi Suy Foto: Dok. Emi Suy Foto: Dok. Emi Suy elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 6


P o t r e t Foto: Dok. Riri Satria Foto: Dok. Emi Suy F o t o: D o k. F a t a t y M a ulidiy a h Foto: Dok. Fataty Maulidiyah Foto: Dok. Fataty Maulidiyah e l i p s i s | E disi 0 2 2 / T a h u n II / M a r e t — A p ril 2 0 2 3 | 7


Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi


AKSELERASI KESANTUNAN BERBAHASA iset Microsoft tahun 2021 menempatkan Indonesia pada urutan 29 dari 32 negara terkait persoalan kesantunan bermedia sosial. Netizen Indonesia mendapat label kurang baik karena dianggap tidak sopan dalam bermedia sosial. Sebuah kabar yang seolah tidak asing di telinga sebab banyak kasus ketidaksopanan di media sosial. Fenomena ujaran kebencian, kabar hoax, fitnah, dan cyberbullying marak terjadi. Bahkan, pemerintah sampai merumuskan UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai upaya memerangi ketidaksantunan komunikasi. Degradasi kesantunan berbahasa seharusnya menjadi R Oleh Thomas Elisa Ilustrasi: Canva.com elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 9


keprihatinan bersama mengingat dampak yang ditimbulkan amat meresahkan. Maraknya ketidaksantunan berbahasa menandakan pemahaman konsep kesantunan berbahasa masih lemah. Hal ini dapat dilatarbelakangi karena perspektif akan kesantunan berbahasa belum utuh terbangun. Banyak pihak masih belum mengerti konsep dasar dan masih apatis terhadap kesantunan berbahasa. Banyak juga yang beranggapan bahwa kesantunan berbahasa sekadar basa-basi belaka. Persoalan semacam ini haruslah dipecahkan. Perlu diingat, kesantunan berbahasa bukan sebatas basa-basi, bukan alat pembatas komunikasi, bukan pula budaya puritan. Sebaliknya, kesantunan berbahasa merupakan tolok ukur penanda harkat dan martabat pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Bahasa memang memiliki prinsip arbriter, yaitu sifat manasuka. Akan tetapi, penggunaan bahasa dalam ragam komunikasi tetap tidak lepas dari kaidah. Fungsi dari kaidah kebahasaan, yaitu mengatur agar aktivitas berbahasa dapat dilakukan secara optimal tanpa menyimpang. Kesantunan berbahasa merupakan sebuah kaidah penting dalam ragam komunikasi lisan. Pemahaman kesantunan berbahasa yang baik akan memaksimalkan proses komunikasi. Selain itu, kesantunan berbahasa memperkecil penyimpangan komunikasi. Hal ini perlu dipahami secara mendasar oleh semua pihak, secara khusus bagi netizen dalam konteks bermedia sosial dan berkomunikasi. Banyak pakar bahasa yang menjelaskan mengenai kesantunan berbahasa. Salah satu pakar yang terkenal dalam konsep kesantunan berbahasa adalah George Leech. Beliau memberi pemahaman bahwa kesantunan berbahasa merupakan anjuran, ajaran, dan sebuah pengetahuan. Artinya, kesantunan berbahasa menjadi pemandu dalam praktik komunikasi. George Leech lantas merumuskan enam maksim (anjuran) dalam kesantunan berbahasa, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim pemufakatan, dan maksim kesimpatisan. Mengutip Rahardi (2005:60), keenam maksim kesantunan berbahasa tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, maksim kebijaksanaan dapat diinterpretasi sebagai upaya mengurangi kerugian pada diri orang lain dan memaksimalkan keuntungan orang lain. Melalui maksim ini, penekanan utamanya, yaitu menghindari rasa dengki dan iri dan membuat orang lain merasa nyaman. Bayangkan, seandainya para netizen bermedia sosial tanpa rasa iri dan dengki. Bisa dipastikan ujaran kebencian dan Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 10


fitnah semakin berkurang. Anjuran kesantunan berbahasa berikutnya, yaitu maksim kedermawan. Maksim ini mengajak untuk para pelaku komunikasi mau menghargai orang lain. Dalam konteks media sosial, maksim ini cenderung mengajak untuk tidak melecehkan. Alih-alih melecehkan, sebaiknya menaruh rasa hormat dan respek. Kita boleh mengkritik dan berkomentar, tetapi jangan sampai melecehkan martabat orang lain. Berikutnya, maksim penghargaan. Anjuran maksim ini yaitu jangan pelit memberikan pujian. Selama ini, kecenderungan untuk melihat sesuatu secara negatif dalam bermedia sosial sangatlah besar. Oleh karena itu, maksim penghargaan menitikberatkan upaya positif memuji dan melihat hal positif lain pada partisipan atau topik komunikasi. Tiga maksim berikutnya, yaitu maksim kesederhanaan (menghindari kesombongan), maksim pemufakatan (mencari persamaan dan kecocokan), dan maksim kesimpatisan (bertindak empati bukan antipati). Ketiga maksim ini seringkali luput dalam pemahaman kesantunan berbahasa di media sosial. Banyak netizen yang terjerat problem karena postingan melampaui batas. Ada pula netizen terperangkap konflik karena perbedaan yang meruncing. Ada juga netizen yang dikritik habishabisan karena sikap antipati. Pemahaman ketiga maksim ini amat diperlukan mengingat maraknya kasus-kasus pelanggaran kesantunan berbahasa terhadap ketiga maksim ini. Kita mengandaikan para netizen dan masyarakat Indonesia memiliki prinsip-prinsip kesantunan berbahasa. Tentunya, media soal dan ruang komunikasi menjadi tempat nyaman dalam proses bertukar ide, gagasan, dan berbagi informasi. Lebih-lebih, media sosial menjadi wahana interaksi menggembirakan bagi masyarakat dan warga negara. Semua pihak pasti akan merasakan dampak positifnya. Namun, semua niat baik ini memerlukan perjuangan dan pengorbanan. Pengandaian media sosial dipenuhi prinsip kesantunan berbahasa tidak bisa muncul secara instan. Perlu adanya akselerasi yang diinisiasi semua pihak secara terus menerus. Memang kita akui, Pemerintah telah menerapkan beragam upaya untuk menciptakan ruang publik di media sosial menjadi zona nyaman. Upaya yang ditempuh mulai dari ajakan bermedia sosial yang baik, menghindari praktik hoaks, dan mencegah tindakan ujaran kebencian. Akan tetapi, riskan tentunya bila semuanya dibebankan pada pundak pemerintah. Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 11


Percepatan budaya kesantunan berbahasa ada pada tanggung jawab setiap pihak. Para cendekiawan, para civitas akademika, dan para pemerhati bahasa perlu bahumembahu menciptakan akselerasi kesantunan berbahasa. Selain itu, instansi pendidikan memiliki peran sangat penting dalam membentuk budaya kesantunan berbahasa. Musababnya, Undang-Undang Dasar mengamanatkan agar instansi pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Dengan sinergitas semua pihak, percepatan akselerasi kesantunan berbahasa dapat ditempuh lebih cepat. Sebagai penutup, kata akselerasi sengaja dipilih dalam ulasan artikel kali ini. Beberapa faktor melatarbelakangi pentingnya akselerasi dalam kesantunan berbahasa. Pertama, pertumbuhan netizen di media sosial terbilang sangat tinggi. Kedua, netizen yang berusia pra-dewasa cukup tinggi. Ketiga, sebentar lagi pesta perayaan demokrasi segera tiba. Mengingat faktor-faktor tersebut penting untuk penumbuhan budaya kesantunan secara akseleratif. Berbekal budaya kesantunan berbahasa diharapkan dapat menjaga harmonisasi dan meredam konflik yang diakibatkan oleh komunikasi media sosial. (*) Bibliography Rahardi, K. (2005). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Surabaya: Erlangga. Sorotan THOMAS ELISA Lahir 21 September 1996 di Kota Surakarta. Karya terbarunya novel fiksi anakberjudul Bangunnya Peri Merah (2017). Ia mengajar di SMK Mikael, Solo. Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media di antaranya Marewai (2021), Harian Bhirawa (2022), Jawa Pos Radar Madiun (2022), Media Indonesia (2022), Jurnal Sastramedia (2022), dll. Surel: [email protected]. Orang-orang hebat di bidang apa pun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. Ernest Newman elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 12


Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dalam Kesenian Naga Lim eberagaman etnis di Indonesia memunculkan kelompok minoritas yang eksistensinya seringkali menghadapi dilema. Sejarah mencatat di masa lalu terdapat kekerasan terhadap etnis Tionghoa. Uniknya, di Kota Padang malah ditemukan hal berbeda. Etnis Tionghoa yang berada di Kota Padang dapat hidup berdampingan dengan baik dengan masyarakat Minang itu sendiri. Hal ini menjadi bukti bahwa etnis Tionghoa dapat beradaptasi dengan baik dengan masyarakat pribumi. Selama ini di beberapa wilayah di Indonesia banyak praduga buruk terhadap etnis Tionghoa, yaitu identik dengan dugaan tidak dapat berbaur dengan masyarakat setempat. Hal ini berdampak dengan adanya beberapa kalangan K Oleh Dian Sarmita, M.Pd. Ilustrasi: Canva.com elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 13


yang memusuhi dan tidak menganggap etnis Tionghoa tersebut, namun, berbeda dengan di Kota Padang. Dapat dilihat komunitas Tionghoa memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat pribumi, dibuktikan dengan kesatuan dibangun dalam sebuah kesenian yang merupakan identitas etnis Tionghoa itu sendiri, yaitu kesenian Naga. Kesenian Naga adalah bentuk kesenian yang menjadi tradisi masyarakat Tionghoa di Kota Padang. Kesenian ini ditampilkan pada saat perayaan tahun baru Imleks dan Cap Go Meh serta peresmian rumah atau bangunan baru. Kesenian ini menggunakan alat musik tambur, simbal, dan gong. Pemain atau penarinya adalah sekitar 7-9 orang, yang menggunakan lengkap properti Naga dan satu orang pemain yang memerankan peran sebagai komando dengan berada pada tempat paling depan. Komando tersebut memegang sebuah tongkat bola api atau bola mutiara sebagai permainan Naga. Simbol Naga atau Liong, baik berupa gambar ataupun patung adalah simbol penting bagi masyarakat keturunan Tionghoa di mana pun berada (Utami, 2018). Dapat dikatakan bahwa perkembangan kesenian Naga yang juga dinamakan sebagai Liong, adalah salah satu akibat dari pembangunan kota-kota di Sumatra Barat yang dilakukan kolonial Belanda. Kota Padang sendiri tumbuh sebagai kota pelabuhan, untuk menopang Kota Sawahlunto sebagai sumber penghasil Batu Bara. Perkembangan dua kota di Sumatra Barat itu besar kemungkinan turut membuat berkembangnya berbagai kesenian masyarakat etnis Tionghoa. Pasalnya, Pemerintah Hindia Belanda, kemudian mendatangkan para pekerja tambang dari berbagai etnis, antara lain Jawa, Sunda, Madura, Bali, Bugis, dan juga masyarakat Tionghoa (Pramayoza, 2014, 2016). Tahun 2010 dibentuknya secara resmi kelompok kesenian Naga di Marga Lim. Kesenian ini menjadi lebih luas, dengan beranggotakan masyarakat Minang, selain dari etnis yang berasal dari Tinghoa itu sendiri. Kesenian Naga merupakan salah satu kesenian tradisional etnis Tionghoa yang berasal dari zaman Dinasti Han, masyarakat Tionghoa memiliki kepercayaan yang sangat besar terhadap Naga. Kesenian ini awalnya dipercaya sebagai bagian dari budaya pertanian dan masa panen. Masyarakat Tionghoa membuat Naga dengan menggabungkan gambarangambaran dari berbagai hewan yang biasa mereka temui, lalu Naga etnis Tionghoa ini berkembang menjadi sebuah makhluk dunia dongeng yang dipuja dalam kebudayaan Tionghoa. Bentuk fisiknya merupakan gabungan dari bagian fisik berbagai hewan, di antaranya Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 14


tanduk dari rusa jantan, telinga dari banteng, mata dari kelinci, cakar dari harimau, dan sisik dari ikan. Kesenian masyarakat Tionghoa ini diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke17 ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan (Makmur, 2018). Seiring menyatunya etnis Tionghoa di Kota Padang membuat tradisi etnis tersebut tidak hanya menjadi identitas bagi etnis Tionghoa lagi, tetapi menjadi kebudayaan multikultural di Kota Padang. Perkembangan tradisi tersebut membuat kebudayaan tersebut menjadi khas di Kota Padang. Tidak hanya masyarakat, namun pemerintah pun mendukung perayaan etnis tersebut. Hal ini juga berdampak terhadap peningkatan parawisata Kota Padang. Gubernur Sumatra Barat bapak H. Mahyeldi Ansharullah, S.P. menyebutkan akulturasi budaya Minang dan Tionghoa di Sumatra Barat khususnya Kota Padang terjalin sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan etnis Tionghoa dan etnis lainnya sudah menjadi bagian dari warga Padang. Sehingga akan tetap memberikan tempat bagi seluruh warga tanpa melihat suku dan agama, selagi warga Kota Padang akan diberikan pelayanan terbaik. Hubungan yang selama ini terjalin antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Minangkabau di Kota Padang berjalan dengan damai dan harmonis. Hal ini dapat dilihat satu sama lain bekerja sama saling membantu demi kepentingan Kota Padang. Sikap keharmonisan tersebut telah lama tejalin yang menghasilkan kebiasaan baru yang beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal masing-masing (dalam wawancara dengan liputan Padek.com 11 Februari 2021) Keberadaan kesenian di setiap daerah tidak terlepas kaitannya dengan masyarakat pendukungnya seusai dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Kesenian merupakan sesuatu hal yang patut dibanggakan oleh pemiliknya. Tak jarang, kesenian sampai saat sekarang ini semakin dipopulerkan kembali. Keberadaan kesenian tidak terlepas dari dukungan masyarakatnya sendiri yang menunjukan kebiasaankebiasaan yang menjadikan sebuah karakteristik. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Y. Sumandiyo Hadi (2007:13) keberadaan seni tari sesungguhnya tak akan lepas dari kehadiran masyarakat pendukungnya. Berdasarkan pendapat tersebut keberadaan kesenian Naga yang terdapat di Kota Padang ada karena masyarakat Tionghoa mendekatkan budaya mereka terhadap budaya yang ada di Kota Padang, melalui pendekatan-pendekatan baik dengan undangan atau pertemuanpertemuan yang membicarakan tentang kesenian mereka dan Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 15


mencoba memberikan suatu pandangan terhadap pembauran masyarakat dalam budaya Tionghoa dan masyarakat Minangkabau Kota Padang. Keberadaan kesenian masyarakat etnis Tionghoa di berbagai tempat umumnya dipandang sebagai bentuk kompromi, toleransi atau akomodasi, sebagaimana terjadi pada kesenian Barongsai (Ansari, 2018). Hal inilah yang membuat kesenian Naga tetap dilestarikan dengan tetap menjadikannya sebuah tradisi dengan mengajarkan kepada masyarakat, baik dari etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi. Kesenian Naga menjadi sebuah kesenian yang menarik untuk masyarakat setempat. Kebudayaan Tionghoa itu pun dinikmati masyarakat Minang di Kota Padang. Koetjaraningrat (2007:34) berpendapat bahwa kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan akan tetap diakui keberadaannya apabila digunakan dan difungsikan oleh masyarakatnya dalam peristiwa budaya yang mereka laksanakan. Pertunjukan kesenian Naga di Kota Padang selalu difungsikan dan ditampilkan dalam berbagai peristiwa budaya seperti perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Hal tersebut mampu dibuktikan oleh masyarakat Tionghoa yang selalu menjaga kelestarian keseniankesenian mereka. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat Tionghoa atau disebut juga dengan etnis Tionghoa merupakan penduduk minoritas di Kota Padang dimana penyebarannya banyak terdapat pada wilayah Pondok Kota Padang. Sebagai masyarakat minoritas etnis Tionghoa juga memiliki tatanan kehidupan, aturan norma-norma, kepercayaan dan adat istiadat yang lahir dari warisan leluhur terdahulu. Meski demikian, pada dasarnya kerukunan antara etnis Minang dengan etnis Tionghoa di kota Padang, sudah terjalin lama, dan mereka dapat hidup rukun. Tidak terlihat gejolak atau kerusuhan antara etnis Tionghoa dengan etnis Minang sebagai penduduk pribumi (Dewi, 2018). Kebudayaan menyambut tahun Imlek ini menjadi hiburan masyarakat setempat. Tidak ada larangan untuk masyarakat masuk perkarangan etnis Tinghoa dan masyarakat dapat menyaksikan pertujukan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa etnis Tionghoa bisa berdampingan dengan masyarakat pribumi. Aklimatisasi etnis Tionghoa dapat terjadi dengan baik. Tidak hanya itu, sekarang ini dalam berkomunikasi etnis Tionghoa hampir semua dapat menggunakan bahasa Minang pada saat berkomunikasi dengan masyarakat pribumi. Tentunya ini menjadi bukti aklimatisasi yang baik Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 16


dengan tidak lagi membatasi pergaulan dengan menganggap orang Minang sebagai orang asing bagi etnis Tionghoa tersebut. Bentuk aklimatisasi masyarakat Tionghoa juga dapat dilihat dari keberadaan kesenian Naga Lim pada masyarakat Kota Padang. Anggota pemain kesenian Naga Lim tidak saja dari etnis Tionghoa, tetapi telah mengikutsertakan masyarakat pribumi. Kesenian Tionghoa menjadi sebuah kesenian yang dapat menyatukan untuk dua kebudayaan yang berbeda di tempat yang sama. Perbedaan yang secara alami itu pun akhirnya dapat berdampingan dengan baik. Etnis Tionghoa pun merasakan kenyamanan dengan tidak adanya diperlakukan berbeda dan tetap dapat melestarikan sebuah kesenian yang menjadi sebuah tradisi nenek moyang yang tetap harus dilestarikan agar tidak hilang ditelan masa. (*) Daftar Rujukan Ansari, I. (2018). Akomodasi Budaya Sebagai Model Keberterimaan Kesenian Barongsai. Acintya: Jurnal Penelitian Seni Budaya, 10(1), 84–93. https://doi.org/10.33153/acy.v10i1. 2290 Dewi, R. S. (2018). Hidup di Dunia Multikultural Potret Sosial Budaya Kerukunan Etnis Minang Dan Tionghoa Di Kota Padang. Lugas: Jurnal Komunikasi, 2(1), 27–32. https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.120 Hadi, Y. S. (2007). Kajian tari Teks dan Konteks. Pustaka Book Publisher. Makmur, R. (2018). Orang Padang Tionghoa: Dima Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang. Penerbit Buku Kompas. Koetjaraningrat. (2007). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Pramayoza, D. (2014). Penampilan Jalan Kepang di Sawahlunto: Sebuah Diskursus Seni Poskolonial. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 16(2), 285–302. https://doi.org/10.26887/ekse.v16i 2.74 Utami, F. G. N. (2018). Aktualisasi Identitas Etnik Tionghoa dalam Pertunjukan Liong di Semarang. Lakon: Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang, 15(1), 9–17. https://doi.org/10.33153/lakon.v15 i1.2319. Valentania. (2022). Kesenian Naga Lim di Kota Padang: Eksistensi dan Adaptasi Budaya Masyarakat Etnis Tionghoa Sumatra Barat. Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni. Vol.5 No.2. DIAN SARMITA Dosen di STKIP Widyaswara Indonesia, dan Tim Redaksi Majalah Digital elipsis. Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 17


Mulai edisi 024 Mei—Juni 2023 mendatang, 3 (tiga) cerpen terpilih yang dimuat di kolom GELANGGANG Majalah Digital elipsis diberikan honor @Rp150 ribu. Email redaksi: [email protected]. Kirim Cerpen


SENJA KALA LAGU ANAK DI LAyAR KACA KITA apan terakhir kali kita mendengar lagu anak-anak di layar kaca dan di tengah ingar-bingar jagat musik Indonesia yang saat ini sedang ranum-ranumnya? Baik oleh pemusik yang jaya pada dekade lalu seperti Dewa-19, Sheila on Seven, Noah, atau recycle lagu-lagu yang popular pada zamannya? Masih ingatkah kita penyanyi cilik yang dulu meramaikan acara-acara di televisi pada awal 1990—2000-an? Menyebut beberapa nama, Tasya Kamila, Trio Kwek-kwek, Meisya, Eno Lerian, Bondan Prakoso, Cindy Cenora, Tina Toon, Agnes Monica, Joshua, dan lainnya. Juga masa-masa tahun 1980-an Oleh Fatatik Maulidiyah K Layar kaca kita sepi dari tayangan lagu anak-anak. Sementara di media sosial anak-anak menyanyikan lagu orang dewasa. Mereka menjadi dewasa sebelum waktunya. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 19


seperti lagu-lagu yang dinyanyikan Adi Bing Slamet, Cicha Koeswoyo, Puput Novel, dan lain sebagainya. Mengingat lagu-lagu Ibu Sud dan karya AT Mahmud yang menemani masa kecil kita, yang masih pula kita senandungkan untuk anak-anak kita, tidakkah kita merasakan saat ini lagu-lagu dan penyanyi cilik yang menyenandungkannya semakin tak terdengar suaranya? Justru lagu-lagu luar semacam “Baby Shark” atau Lagu anak ala Barat yang lebih sering dinyanyikan ibu-ibu masa kini, seperti “Twinkletwinkle Little Star” dan sejenisnya? Padahal kita pernah memiliki komposer lagu-lagu anak yang melegenda dan kontennya sangat sesuai dengan anak-anak Indonesia, seperti “Libur 'Tlah Tiba”, “Pelangipelangi”, “Kemarin Paman Datang”, “Ambilkan Bulan Bu”, dan lain sebagainya. Sebenarnya, di awal tahun 2000-an kita sempat ditemani lagu-lagu soundtrack film anak-anak “Petualangan Sherina”. Akan tetapi rasanya sampai saat ini gaung lagu anak-anak tetap saja masih nyaris tak terdengar. Hadirnya artis-artis cilik anak-anak para selebgram dan sultan negeri ini seperti Rafathar, Gempi, Arsy, Amora Lemos, Kiano yang juga ditemani Yoga yang hits dengan lagu “Ojo Dibandingke”, Mazaya, Lala Shabira, masih belum mengakomodasi krisis lagu anak-anak saat ini. Terbukti, anakanak sekarang lebih fasih menyenandungkan lagu-lagu Mahalini, Tiara Andini, dan lain sebagainya. Media Pembelajaran Dalam sudut pandang ilmiah, musik memiliki manfaat sebagai media komunikasi, pembelajaran, juga memiliki fungsi pembentuk karakter anak. Sayangnya, menempatkan musik dalam konteks edukasi dan pembentukan karakter belum menjadi misi utama pelaku industri musik di Indonesia, khususnya untuk anak. Anak-anak yang menyanyikan lagu dewasa karena ia tidak memiliki pilihan. Lagu-lagu yang sesuai dengan usia mereka tenggelam oleh popularitas lagu dewasa yang memang secara materi lebih menguntungkan. Bukan karena anak-anak berselera dengan lagu tersebut, tetapi karena mereka tidak memiliki pilihan. Saridja atau yang kita kenal dengan panggilan Ibu Sud merupakan Sorotan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 20


pelopor pertama penulis lagu anak di Indonesia. Beliau tergerak menulis lagu anak karena melihat fakta kondisi anak-anak pada masa penjajahan terlihat tidak gembira. Kemudian, setelah Ibu Sud adalah pasangan Pak Kasur dan Ibu Kasur telah mendedikasikan karya-karya besarnya untuk seluruh anak di Indonesia, termasuk Abdullah Totong Mahmud alias AT. Mahmud. Tidak kurang 500 lagu anak Indonesia telah beliau ciptakan yang terinspirasi oleh langkah Ibu Sud. Selanjutnya hadir Papa T. Bob yang popular dengan lagu “Abang Tukang Bakso”, “Cit-Cit Cuit”, dan "Semutsemut Kecil" yang dipopulerkan Melisa, Joshua, dan lain sebagainya. Adapun beberapa faktor yang menjadi sebab terjadinya krisis lagulagu anak di Indonesia, di antaranya, Pertama, hilangnya keberadaan lagu anak di Indonesia selama dua dekade . Hal ini dapat kita lihat bahwa grafik perjalanan musik anak di Indonesia tidak stabil. Moncer di tahun-tahun tertentu kemudian hilang tanpa generasi penerus. Musik dewasa bertema percintaan justru mendominasi. Kedua, ketidaksesuaian selera musik yang dimiliki anak. Sebenarnya, anak-anak kita sesuai fitrahnya memiliki selera musik yang sesuai dengan usianya, dunia yang dialaminya, pengalamanpengalaman yang terjadi padanya, hanya saja menyanyikan lagu dewasa karena mereka tidak memiliki pilihan. Itu karena seringnya mereka mendengar lagu dewasa yang lebih populer. Ketiga, menjadikan musik sebagai media hiburan saja. Tidak mudah memang menjadi sosok seniman idealis seperti AT. Mahmud atau Ibu Sud yang memang memiliki visi dan dedikasi untuk menggembirakan sekaligus mendidik anak-anak Indonesia. Untuk mengatasi krisis lagu anakanak di Indonesia ini tentu yang memiliki tanggung jawab moral adalah kita bersama, terutama para komposer, pelaku bisnis hiburan, media, massa, juga pendidik, sebelum anak-anak Indonesia mengalami degradasi karena pengaruh lagu-lagu dewasa yang kerap dinyanyikan. Langkah lainnya adalah menyanyikan lagi lagu-lagu anak di masa-masa lalu yang sarat nilai-nilai pendidikan, bahasa, dan irama yang sesuai dengan karakter anak dan tentunya dengan aransemen yang sesuai dengan anak-anak milenial. (*) Sorotan ra globalisasi memberikan dampak positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat. Dampak positifnya adalah Mewaspadai Tontonan Menjadi Tuntunan Oleh Neneng J.K. adanya perubahan tatanan kehidupan dalam bermasyarakat, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat signifikan. Sementara, untuk dampak negatifnya di antaranya terjadi pola hidup konsumtif, E


individualistik, masuknya pengaruh asing atau gaya hidup kebarat-baratan, dan timbulnya kesenjangan sosial. Beberapa dampak positif yang signifikan terjadi di bidang ekonomi yaitu lebih produktif, efektif, dan efisien, sehingga produk lokal dapat bersaing di pasar internasional. Dengan demikian, taraf kehidupan masyarakat pelan-pelan akan meningkat. Dengan sistem perekonomian tersebut, maka akan mempermudah para pengusaha atau pelaku UMKM mendapatkan modal usaha baik dari dalam maupun luar negeri. Akan tetapi, dampak negatif yang sangat miris dan dihadapi saat ini adalah perilaku anak remaja cenderung lebih ekstrem. Para remaja akan mengikuti dan mencontoh apa yang tersaji di media sosial secara bebas dan vulgar, terutama yang menampilkan konten dewasa. Otomotis, para remaja yang memang masih labil dan gampang meniru, maka akan mencoba sesuatu hal yang menurut mereka merupakan sebuah tantangan. Mereka akan melakukan apa yang mereka tonton yang pada akhirnya akan merusak masa depan mereka. Berbeda halnya di era sebelum globalisasi, usia anak-anak dan remaja masih berperilaku layaknya seorang anak, misalnya bermain layangan, lompat tali, gundu, dan lain-lain bersama teman sebayanya. Perubahan perilaku remaja itu terjadi karena kurang berpihaknya media massa, khususnya televisi dan media sosial kita. Sebagai contoh, nyaris lagu anak-anak tidak kita temukan lagi. Sementara, pada lagu anak-anak itu terkandung muatan nilai yang bagus sekali sebagai salah satu pembentukan karakter anak. Kita berharap kepada pihakpihak terkait masih peduli terhadap masa depan dunia musik anak sehingga terus lahir lagu anak-anak yang dapat memberikan keteladanan karena kandungan-kandungan nilai luhur di dalamnya. Kalau tidak demikian, kita khawatir tontonan anak-anak akan kebablasan karena gawai di tangan mereka sangat terbuka pada tayangan apa saja. Tontonan akan menjadi tuntunan, sebaliknya tuntunan akan menjadi tontonan. Kalau ini terjadi, miris sekali. (*) Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi LUKISAN PILIHAN REDAKSI elipsis


Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi


Membingkai Bung Hatta dalam Puisi orkshop bertema “Membingkai Bung Hatta dalam Puisi” itu berlangsung pada 14—16 Maret 2023 di Auditorium Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Kota Bukittinggi. Kepala UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Leksi Hedrifa, S.Kom. dalam sambutannya mengatakan, workshop penulisan puisi tentang Bung Hatta itu sebagai upaya meningkatkan literasi dan kesejahteraan sosial. Hubungan puisi dengan kesejahteraan sosial di mana puisi ataupun naskah yang peserta tulis bisa dikirim ke media massa atau penerbit. Hal ini juga sejalan dengan salah satu tujuan kegiatan, yaitu meningkatkan kreativitas dan inovasi peserta sehingga bisa menghasilkan barang/jasa. “Puisi adalah karya sastra yang mengungkapkan perasaan dalam Oleh Imas Halimatun Sadiah W UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta kembali mengadakan Workshop Menulis ke-Bung Hatta-an yang kali ini berupa puisi. Foto: Muhammad Ikhbal elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 24


kata-kata indah. Hubungan dengan literasi, puisi menjadi media yang memberi banyak pemahaman, baik tersurat maupun tersirat. Sementara itu, literasi terdiri dari beberapa tingkatan, yakni kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, kemampuan mengakses berbagai ilmu pengetahuan baru, kemampuan menghasilkan inovasi dan kreativitas, serta kemampuan menghasilkan barang dan jasa untuk meningkatkan kesejahteraan,” ujar Leksi Hedrifa. Dia menambahkan, dalam menulis puisi ke-Bung Hatta-an peserta workshop harus mengenal siapa Bung Hatta, segala hal tentang Bung Hatta, salah satunya adalah dengan datang ke perpustakaan. Harapannya setelah mengikuti kegiatan ini karya-karya peserta akan dihimpun dalam buku antologi puisi Bung Hatta yang akan diterbitkan melalui Perpusnas Press. Workshop ini menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya Helvy Tiana Rosa (penulis nasional dan akademisi), Anita Hairunnisa (penulis dan CEO Bitread Digital Publishing), Yurnaldi (wartawan senior), dan Edi Wiyono (Pemred Perpusnas Press). Pada kesempatan itu, wartawan senior Yurnaldi saat menjadi pemateri hari pertama menjelaskan tentang “Menulis Puisi Besar dan Memukau”. Yurnaldi membuka dengan penampilan puisi berjudul “Huruf-Huruf Hatta”. Menurutnya, puisi adalah seni penyatuan kenangan dengan kebenaran melalui sentuhan imajinasi yang bernalar dan bercita rasa. “Untuk menghasilkan puisi yang memukau ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni Pertama, struktur fisik puisi, meliputi perwajahan puisi (tipografi), diksi, imaji, kata kongkret, bahasa figuratif, dan verifikasi. Kedua, struktur batin puisi, meliputi tema/makna, rasa, nada, dan amanat/tujuan/maksud. Sedangkan untuk menulis puisi tentang Bung Hatta, penulis harus mengenal sosok Bung Hatta, khususnya dari berbagai referensi atau literatur,” terang Yurnaldi. Pada sesi selanjutnya Yurnaldi memberikan praktik menulis dengan tema “Berimajinasi dengan Puisi. Pada sesi ini, dilakukan sesi diskusi dan peserta diminta untuk membuat puisi tentang Bung Hatta berdasarkan materi yang telah disampaikan sebelumnya. Sorotan Foto: Muhammad Ikhbal elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 25


CEO Bitread Digital Publishing Anita Hairunnisa di hari kedua menjelaskan tentang “Membingkai Bung Hatta dalam Data”. Sesi materi diawali dengan pantun dari peserta dan narasumber. Menurutnya, menulis puisi merupakan sebuah aktivitas yang menantang. “Sebagian dari kita bisa bingung karena bentuk literasinya cukup berbeda dengan yang lain. Menciptakan kombinasi kata, menghadirkan bentuk emosi, memberikan kebebasan bagi pembaca untuk mengapresiasi apa yang akan kita tulis,” kata Anita. Menurutnya, dalam menulis puisi ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu quantity or quality dan riset or feeling only. Ia juga menekankan tentang pentingnya riset, strategi mengolah pesan, dan strategi melakukan riset untuk memunculkan imajinasi serta memperkuat wawasan. “Dalam menulis puisi tidak hanya tentang rasa dan khayalan semata namun membutuhkan riset, karena puisi yang ditulis berdasarkan riset itu lebih kuat,” ujarnya. Pada sesi ini Anita Hairunnisa mengajak peserta melakukan riset tentang Bung Hatta dengan membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Peserta diintruksikan membaca buku-buku referensi tentang Bung Hatta dan mengamati koleksi-koleksi ke-Bung Hatta-an yang ada di perpustakaan. Selanjutnya, membuat catatancatatan tentang Bung Hatta. Di materi sesi kedua dijelaskan tentang “Menggali Inspirasi tentang Sosok Bung Hatta” dan praktik menulis puisi dengan tema eksplorasi dan performance. Peserta secara berkelompok membuat puisi dengan tema Bung Hatta berdasarkan catatan-catatan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam pembuatan puisi ini diisi dengan diskusi terbuka peserta dan narasumber. Pada hari ketiga, Helvy Tiana Rosa menjelaskan materi Proses Kreatif Melalui Puisi, Pengertian dan Struktur Puisi, Licentia Poetica, dan Memberdayakan Perangkatperangkat Puitika, serta Definisidefinisi Sederhana tentang Puisi oleh Penyair. Sorotan Foto: M u h a m m a d Ik h b al elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 26


Selain itu ia juga menjelaskan alasan-alasan kenapa seseorang harus menulis puisi, struktur puisi, unsur puisi, dan penyimpanganpenyimpangan dalam bahasa puisi. Penyimpangan bahasa dalam puisi bertujuan untuk memperkuat daya puisi, mencapai pengucapan tertentu yang diinginkan, mencapai keselarasan rima, dapat menjadi medium yang mampu mengungkapkan perasaan secara tuntas. Pada sesi ini peserta diminta untuk menyambung puisi secara spontan dengan menggunakan penyimpangan dalam bahasa puisi sehingga menjadi sebuah rangkaian puisi. Jenis-jenis penyimpangan dalam bahasa puisi, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penyimpangan dialek, penggunaan register, penyimpangan historis, dan penyimpangan grafologi. Helvy Tiana Rosa juga menjelaskan tentang Menangkap Momen Puitik Bersama Bung Hatta. “Momen puitika merupakan momen yang terjadi ketika seorang penyair menghasilkan puisi atau karya sastra lainnya. Saat momen puitika terjadi, penyair akan merasakan sebuah perasaan yang sangat kuat dan berbeda dari momen lainnya. Beberapa momen puitika yang biasanya menghasilkan puisi, di antaranya terhubung dengan emosi yang dalam, perasaan terisolasi,” terang Helvy Tiana Rosa. Pada materi Memberdayakan Perangkat-Perangkat Puitika diisi dengan praktik membuat puisi secara berkelompok dan peserta diminta untuk manampilkan puisi yang telah dibuat. Sementara itu, Pemimpin Redaksi Perpusnas Press Edi Wiyono dihadirkan secara daring via Zoom Meeting. Ia menjelaskan tentang Perpusnas Press, Semangat Tulis, Terbit. Perpusnas Press adalah lembaga penerbit Perpustakaan Nasional RI yang didirikan pada tahun 2019 yang bertugas untuk menerbitkan karya tulis dan publikasi di bidang perpustakaan dan kepustakawanan. Konsep tulisterbit-sebarkan yang diinisiasi Perpusnas Press merupakan sebuah gerakan untuk mengajak dan mendorong masyarakat untuk mengedepankan keberanian dan kesadaran berbagi ilmu, Sorotan Foto: Muhammad Ikhbal elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 27


pengetahuan, dan pengalaman melalui media tulisan. Dalam materi ini disampaikan bagaimana langkah-langkah menerbitkan buku melalui Perpusnas Press, Program-program Perpusnas Press, seperti Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN), Fase-fase dalam ILPN; alur penerbitan, sistem informasi penerbitan, dan buku-buku yang telah diterbitkan melalui Perpusnas Press. Di akhir acara dilakukan penyerahan cenderamata dari UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta kepada para narasumber luring Yurnaldi, Anita Hairunnisa, dan Helvy Tiana Rosa. Sebelum penutupan acara, panitia mengumumkan terkait Petunjuk Teknis Pedoman Penulisan Puisi tentang Bung Hatta yang disampaikan Ketua Pelaksana Imas Halimatun Sadiah. Kepala UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Leksi Hedrifa di sesi penutupan itu mengungkapkan rasa syukur atas terlaksananya kegiatan workshop dan menyampaikan harapan kepada para peserta agar terjadi perubahan atau peningkatan kemampuaan peserta dalam menulis puisi. “Peserta harus siap untuk berkarya dalam masa pendampingan selama sebulan. Untuk ke depan kami berharap ada kegiatan-kegiatan bagi peserta yang hobi berpuisi untuk meningkatkan konten-konten literasi tentang ke-Bung Hatta-an. Semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat,” tutup Leksi Hedrifa. (*) IMAS HALIMATUN SADIAH Pustakawan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, berdomisili di Bukittinggi. Sorotan Foto: Muhammad Ikhbal Foto: Muhammad Ikhbal elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 28


Lukisan Karya: Nasya Salsabila Sanggar Seni Rumah Kreatif Merangin Jambi


Bagi Amir Uskara, semua jalan hidupnya ia anggap sebagai dinamika yang ada. Matanya begitu berat, rasanya. Kalau boleh memilih mimpi, ia ingin terlelap dan bermimpi masamasa dulu yang telah ia lewati. Ekonom yang juga Penulis Bukudari Gowa Sampul entu, itu bukan keluhan. Ia sedang menikmati jalan hidup yang telah digariskan Tuhan. Hari itu, anggota DPR RI ini berkisah kepada sahabatnya, Bachtiar Adnan Kusuma, tokoh literasi yang juga Dewan Pembina Majalah Digital elipsis. Cerita masa lalu, Dr. H.M. Amir Uskara adalah cerita masa galau T Oleh Bachtiar Adnan Kusuma DR. H.M. AMIR USKARA Foto: Dok. Amir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 30


Sampul ketika tidak lulus AKABRI di Magelang. Sekiranya, kalau dulu ia lulus, ia tak berada di Fakultas Teknik Perkapalan Unhas yang mimpinya akan mempelajari pesawat terbang, tapi ternyata belajar kapal laut. Masa galau saat digoda dengan pesona bisnis, sementara berstatus mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung. Di Kampus Padjajaran Bandung inilah, Amir Uskara juga melengkapi pendidikan akademiknya dengan berhasil menyelesaikan Program Doktoral di bidang Akuntansi. Walhasil, Amir Uskara saat ini juga aktif menulis terkait ekonomi, keuangan, dan masalah-masalah nasional yang tersebar di berbagai media nasional dan lokal. Lengkaplah, sebagai pengusaha, politisi, penulis, dan ekonom nasional. Anak Sungai Jeneberang, Pengabdi Umat Selanjutnya, Amir kembali menceritakan kalau dirinya kemudian bergegas, bangkit berdiri dari kursi wakil rakyat menuju ruang sidang. Memperjuangkan suara rakyat yang terkadang terbungkam di depan pintu parlemen. Apa pun kata dunia, ia merasa sebagai anak yang beruntung, terlahir di tengah keluarga yang relegius dan pendidikan agama menjadi salah satu pondasinya. “Tepat 9 Desember 1965 saya lahir di Gowa. Ayah saya adalah seorang petani yang kehidupan sosialnya cukup bermasyarakat. Makkaraus Daeng Tayang (alm.), namanya dan ibu saya, Hj. Ma’alumah Daeng Kanang, masih ada hubungan keluarga dengan ayah. Saya anak keempat dari sembilan bersaudara,” cerita Penerima Penghargaan Top Legislator Award 2022 for Personal Branding ini. Amir Uskara, di masa itu, menetap di sebuah rumah yang posisinya Foto: Dok. Bachtiar Adnan Kusuma Foto: D ok. A mir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 31


Sampul masih tidak jauh dari bantaran Sungai Jeneberang. Ia akrab dengan kehidupan sungai. Berenang di pinggir sungai menjadi aktivitas yang tidak pernah alpa dilakukannya. Berenang di sungai telah menjadi bagian dari kehidupannya. “Bagiamanapun kondisi sungai itu, selalu saja ada permainan yang bisa kami lakukan. Kalau air sungai sedang tenang, kami anak-anak belia begitu senang karena bisa berenang dengan leluasa. Kalau airnya surut kami bahagia karena kami sulap menjadi lapangan bola,” ujarnya. Di bagian ini, Amir Uskara berkisah tentang pendidikan dasar pertama kali ia tempuh di SD Negeri Mangalli sampai kelas 3, Jalan Poros Pallangga, Tetebatu. Ia bertahan tiga tahun saja, lalu pindah ke SD Negeri 2 Sungguminasa. Karena Amir harus menetap di rumah kakeknya, Haji Suyuti Daeng Mangung yang tinggal di Jalan Wahid Hasyim, Sungguminasa. Setamat dari SDN 2 Sungguminasa pada 1979, Amir diterima di SMP Negeri 1 Sungguminasa. Semasa SMP ia masih tetap saja menyukai bermain bola yang terbawa sampai ke SMP. Setamat dari SMP Negeri 1 pada 1982, Amir diterima di SMA Negeri 159 Sungguminasa. Di masa SMA inilah, Amir Uskara bercita-cita ingin menjadi dokter. Kendati selepas SMA ia ingin menjadi perwira tentara dan ia pun berjuang agar bisa lolos di Akademi Militer. Alasannya, ia ingin berkarya di bidang Keamanan dan Politik. Maklum saja, saat itu nyaris hanya dari kalangan ABRI yang bisa menjadi bupati. Makanya, Amir Uskara memilih AKABRI agar tujuannya ingin menjadi bupati terwujud. Sayangnya, langkahnya terhenti di Magelang. AU begitu panggilan Foto: Dok. Amir Uskara Foto: Dok. Amir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 32


Sampul akrabnya, memilih pulang dengan kecewa. “Saya gagal menjadi taruna AKABRI dan kembali ke Makassar untuk beralih ke perencanaan kedua. Sebelum saya berangkat ke Magelang, saya juga mendaftar di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perkapalan Unhas. Dan akhirnya saya dinyatakan lulus di Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin. Saya kuliah empat semester di Teknik Perkapalan Unhas, yaitu masuk ke Unhas pada 1985 sampai 1987. Mengapa saya tinggalkan Teknik Perkapalan Unhas? Alasannya, selain ekspektasi awal saya kuliah di teknik Perkapalan bisa mempelajari tentang pesawat, ternyata yang dipelajari adalah kapal laut,” cerita ayah dari empat orang anak ini. Pada 1987, Amir Uskara ikut ujian masuk PTN jurusan sejuta umat, yaitu Kedokteran. Ia memilih Fakultas Kedokteran UNPAD. “Alhamdulillah, saya lulus,” kenang Amir Uskara. Ia aktivis Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung serta sebagai pengurus Senat dan terpilih sebagai Sekretaris Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Amir juga aktif menjadi pengurus Masjid Assyifa Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Ia juga aktif menjadi Redaktur Tabloid Medicinus, Fakultas Kedokteran UNPAD. Dan, pada 1992 ia memilih kembali ke Makassar. “Saya pindah dari Fakultas Kedokteran UNPAD ke Fakultas Kedokteran Unhas. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Unhas, saya aktif menekuni dunia bisnis. Dunia yang sudah saya sentuh sejak SD. Saya bersama teman-teman saya menekuni dunia bisnis properti,” cerita panjang Amir Uskara. Foto: D ok. A mir Uskara Foto: D ok. A mir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 33


Sampul Dari perjalanan hidupnya, Amir Uskara berpesan, jangan pernah takut melakukan sesuatu selama itu sesuai dengan panggilan hati. Cobaan beraneka rasa kehidupan. Dan di setiap rasa itu kita akan bisa memeroleh hikmah. Wanita Hebat Di belakang lelaki sukses ada wanita Hebat. Amir Uskara sangat setuju dengan pernyataan itu. Makanya, dalam pergulatan hidupnya, tidak lengkap rasanya kalau cerita tentang istrinya tidak ikut. Adalah Hj. Tenriadjeng, wanita hebat itu yang menjadi tambatan hatinya. “Kami berdua resmi mengikrarkan cinta suci pada 8 Oktober 1995 di Gedung Wanita Sungguminasa, Kabupaten Gowa,” kenang Amir Uskara tentang sosok istri tercinta. Setelah aktif di HIPMI Kabupaten Gowa, Amir hendak melompat lagi ke rasa kehidupan lain. Manisnya dunia bisnis sudah ia rasakan. Selanjutnya ia hendak mencicipi rasanya dunia politik. Niatnya, untuk memperjuangkan nasib masyarakat. Pertama kali meniti karier di jalan politik, ia menjadi caleg pada 1987 dan pada 1999 ia kembali ikut bertarung untuk Dapil Kabupaten Gowa dan berhasil lolos pada 1999—2004. “Saya memeroleh amanah menjadi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gowa. Saya kemudian bertarung di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan lolos menjabat satu periode. Saya kembali memilih bertarung di gelanggang Parlemen DPR RI dari Dapil Sulsel I yang meliputi Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar, dan dinyatakan lolos.” Syukur alhamdulillah, dengan kerja kerasnya itu, ia ditempatkan menjadi Wakil Ketua Komisi XI DPR RI. Saat ini ia telah memasuki Foto: D ok. A mir Uskara Foto: D ok. A mir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 34


Sampul periode kedua berkarier di Senayan, kurang lebih sembilan tahun dan memasuki sepuluh tahun. Berbagai karier dan perjuangan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Sulawesi Selatan, kini tengah ia kawal dan perjuangakan. Amir Uskara kembali bertarung untuk periode ketiga di DPR RI pada 14 Februari 2024. Sukses di Senayan tak membuat Amir Uskara lupa kampung halaman. Aspirasi dari berbagai tokoh dan masyarakat Kabupaten Gowa pun meminta Amir Uskara untuk maju menjadi bupati Gowa pada 2024—2029 mendatang. Selain melihat hasil perjuangan dan perhatian yang begitu besar untuk pembangunan Kabupaten Gowa, warga masyarakat Gowa mendambakan figur Amir Uskara memimpin Gowa agar lebih maju dan berkembang lagi. Menulis dan Menggalakkan Wakaf Buku Nasional dan Lokal Amir Uskara adalah sosok yang sangat melek literasi. Selain aktif dan produktif menulis berbagai buku tentang disiplin ilmunya, sebagai ekonom dan politisi, ia juga aktif mewakafkan buku karya yang ditulisnya di berbagai perpustakaan di Indonesia maupun di Sulawesi Selatan. Ribuan bukunya ditulis dan diterbitkan, kemudian diwakafkan di Perpustakaan Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kota, perpustakaan sekolah, perpustakaan desa dan lorong serta perpustakaan kampus dan perpustakan masjid. Salah satu buku karya terpopuler Amir Uskara bertajuk Ayo Membangun Desa, Mengelola Dana Desa untuk Kesejahteraan Rakyat adalah buku terbaik versi Penerbit Yapensi. Selain itu, Amir Uskara juga menulis buku Sajadah Pengabdian, 1001 Catatan dan Renungan Amir Uskara dari Senayan, dan lainnya. Sementara berbagai tulisannya tersebar di berbagai media nasional dan lokal tentang ekonomi mikro, keuangan, dan perbankan dalam bentuk esai dan kolom tetapnya.(*) BACHTIAR ADNAN KUSUMA Penulis dan Dewan Pembina Majalah Digital elipsis, berdomisili di Makassar dan Jakarta. Foto: D ok. A mir Uskara elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 35


Lukisan Karya: Alghafani Danu H. Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin


Emi Suy: Puisi adalah Penjaga Peradaban, Kemanusiaan, dan Hati Nurani anggal 5 April 2023 diperingati sebagai International Day of Conscience atau Hari Hati Nurani Internasional yang diperingati secara global sejak dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2020, dengan adopsi resolusi PBB 73/329. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas dunia berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama. Hati nurani manusia adalah kualitas intelektual penting yang membedakan manusia dari makhluk lainnya yang ada di dunia ini. Pikiran manusia adalah unit yang luar biasa dan kompleks, dan terlebih lagi hati nuraninya. Hari Hati Nurani Internasional adalah hari untuk mempromosikan pentingnya refleksi diri dan melakukan hal-hal yang benar. Hari ini juga membantu meningkatkan kebaikan bersama masyarakat dengan mengidentifikasi perbaikan T MEMPERINGATI HARI HATI NURANI INTERNASIONAL Foto: Dok. Emi Suy | elipsis elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 37


yang perlu dilakukan. PBB pun mengajak semua negara, organisasi nonpemerintah, pihak swasta, dan masyarakat sipil untuk ikut membangun budaya damai yang penuh dengan kasih dan hati nurani, termasuk melalui pendidikan dan kegiatan peningkatan kesadaran publik. Bagaimana peran puisi dalam konteks hati nurani ini? Penyair Emi Suy mengatakan bahwa puisi adalah penjaga peradaban, kemanusiaan, serta hati nurani. “Puisi memiliki kekuatan untuk menyentuh hati dan pikiran kita, mempunyai kelebihan sebagai media untuk mengekspresikan diri dengan cara yang sehat dan katarsis. Dengan demikian puisi sangat relevan dengan peringatan Hari Hati Nurani Internasional 5 April 2023 ini,” ujar Emi Suy memberikan pandangannya kepada majalahelipsis.com ketika diminta menjelaskan peran puisi dalam memperingati Hari Hati Nurani Internasional ini. Emi Suy adalah penyair perempuan Indonesia yang lahir di Magetan, Jawa Timur, 2 Februari 1979, salah seorang pendiri dan pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia serta Sekretaris sekaligus anggota Dewan Redaksi SastraMedia.com, peminat fotografi, serta aktivis sosial kemanusiaan. Emi telah menerbitkan lima buku kumpulan puisi tunggal, yaitu Tirakat Padam Api (2011), serta trilogi Sunyi yang terdiri dari Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), dan Api Sunyi (2020), serta Ibu Menanak Nasi hingga Matang Usia Kami (2022). Buku puisi Ayat Sunyi terpilih menjadi Juara Harapan III Buku Terbaik Perpustakaan Nasional RI Kategori Buku Puisi tahun 2019. Di samping itu, Emi juga sudah menerbitkan buku kumpulan esai sastra berjudul Interval (2020). Puisi Emi Suy juga diterbitkan dalam lebih adri 100 buku kumpulan atau antologi puisi bersama penyai lainnya. “Puisi ialah milik semua orang. Menulis puisi ialah salah satu upaya memeluk diri sendiri. Syukursyukur dapat memeluk atau paling tidak dapat menyentuh ruang bathin orang-orang yang membacanya atau yang mendegarkan saat Jendela Foto: D ok. Emi Suy | elipsis elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 38


dibacakan. Puisi adalah bentuk seni yang telah ada selama berabad-abad dan begitu penting dalam kehidupan ini. Puisi dapat meningkatkan empati dan pengertian terhadap orang lain. Bahwa sejatnya puisi juga sebagai penjaga peradaban dan harus masuk ke dalam semua ruang-ruang kehidupan. Puisi adalah penggugah batin untuk semua lapisan masyarakat,” kata Emi Suy melanjutkan pandangannya. Seno Gumira Ajidarma pernah mengatakan bahwa setiap kali ada orang Indonesia menulis puisi, kita harus bersyukur, karena kalau ia tidak berhasil menyelamatkan jiwa orang lain, setidaknya ia telah menyelamatkan jiwanya sendiri. Puisi memang tidak bisa menunda kematian manusia yang sampai kepada akhir hidupnya, tapi puisi jelas menunda kematian jiwa dalam diri manusia yang masih hidup. Menutup uraiannya, Emi Suy mengatakan bahwa, “Puisi dapat dibacakan di depan anak-anak pemulung di antara timbunan sampah, anak-anak nelayan miskin di pesisir, di pinggir jalan ngamen untuk penggalangan dana, di festival sastra nasional maupun internasional, di coffee shop dan cafe-cafe, di alun-alun berbaur dengan masyarakat. Juga di gedunggedung kantor pemerintahan yang megah, di gedung-gedung kesenian dan kebudayaan yang berkelas, di depan hadirin rapat para petinggi bisnis dan pemerintahan, di hotel berbintang yang elit, bahkan di ballroom dengan konser piano klasik yang ekslusif.” Ketika memperingati Hari Hati Nurani Internasional 5 April 2023 ini, sejatinya para penyair semakin meyakini bahwa puisi milik semua lapisan masyarakat, maka sampaikanlah ke semua ruang kehidupan untuk menggugah hati nurani dan rasa kemanusiaan lewat puisi, karena puisi juga potret sekaligus lukisan kehidupan itu sendiri. (*/redaksi elipsis) Jendela Foto: D ok. Emi Suy | elipsis Foto: Dok. Emi Suy | elipsis elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 39


Lukisan Karya: Alvin Aprilino Zaki Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi


Gelanggang Emprit Adegan-adegan dalam karangan ini terjadi di tepi sebuah jalan, di deret toko buku bekas di tepian sebuah jalan; tepatnya berlangsung di depan salah satu toko buku lawas. Adeganadegan dalam karangan ini terjadi pada suatu pagi selepas hujan. Oleh Polanco S. Achri C E R P E N mengeluarkan kunci, membuka gembok kios. Melepaskan papanpapan yang tertata sesuai urutan dan lekas menata buku-buku dan majalahmajalah bekas agar nyaman dipandang oleh mata. Pak Tua pun mengeluarkan bangku yang agak panjang dari dalam kios dan setelah sesuai, ia pun duduk menatap depan. Duduk menatap jalanan basah selepas hujan. Sambil duduk, ia mengeluarkan rokok dan lekas menyalakannya. Pak Tua memandang kejauhan sambil menikmati rokoknya. “Aroma sehabis hujan,” ucapnya pelan, “memang begitu pandai mendatangkan kenangan.” Lukisan Karya: Salsabila Nadhifa Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi I angit masih menyisakan mendung; dan tampak Pak Tua berjalan perlahan menuju sana, menuju ke kiosnya. Pak Tua memakai kemeja lama berbahan tebal yang bersih dan beraroma wangi, memakai celana kain yang juga berbahan tebal, dan memakai kopiah yang warna hitamnya sudah cukup pudar. Wajah Pak Tua dipenuhi kumis dan jenggot yang sudah berwarna putih. Pak Tua itu berjalan sambil membawa tas—yang telah dimilikinya sejak muda, yang dibelinya dari hasil berjualan buku seni dan budaya. Sesampainya di depan kios, Pak Tua L elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 41


Gelanggang Si Pengamen akan pergi. Dan Pak Tua pun ke luar membawa rantang, lantas membukanya di depan si Pengamen. “Ini, silakan, jangan sungkan-sungkan.” “Tak apa?” “Tak apa-apa,” balas Pak Tua lekas dan bersemangat. Istriku di rumah merebus cukup banyak ubi dan membawakanku cukup banyak. Pak Tua pun menyerahkan beberapa. “Ini untuk bekal perjalanan, bawalah.” “Terima kasih, Pak.” Pengamen itu pun memasukkan satudua ubi ke dalam tas kecil yang ia bawa, yang biasanya dipakai untuk menyimpan uang dari hasil mengamen. “Ayoh!” seru Pak Tua lagi. “Ayoh, makan lagi, jangan dilihat saja. Tadi buat bekal dan yang ini,” ucapnya sambil menunjuk rantang di kursi, “buat kita sarapan.” Pak Tua dan pengamen pun sarapan ubi. Keduanya begitu tampak menikmati. Pak Tua tak henti-henti meminta kawannya untuk tambah. Si Pengamen pun dengan mulut penuh ubi terus berupaya menolak sebab merasa cukup. Kendaraan melintas beberapa, tetapi tak ramai, dan suara II Untuk sesaat hening, sunyi. Betapa sisa hujan yang jatuh dari ujung daun rumputan pun jadi jelas kedengaran. Dan tampak Pak Tua mematikan rokoknya, membuang putung ke sampah. Ia melihat sekeliling dan mendapati seorang kawan kian mendekat-melintas, seorang pengamen kenalannya. Pak Tua pun menggerakkan tangannya yang kurus, menggajak si pengamen agar lekas mendekatinya. Ah! pengamen itu seorang tunawicara, tetapi begitu pandai memainkan gitarnya. Pengamen itu mendekati kios milik Pak Tua. Ia membawa sebuah gitar yang penuh dengan stiker —sebagai sebuah upaya menutupi usia dan kondisi fisik gitar, meski yang demikian malah berlaku dan menunjukkan sebaliknya. “Duduklah di sini sebentar,” ucap Pak Tua, temani aku sarapan. Pengamen itu pun membalas dengan terbata dengan gerak isyarat tangan, berupaya mengatakan “Terima kasih, Pak. Tak usah.” “Tak apa. Aku lebih suka makan bersama. Memang hanya ubi rebus, tapi sangat enak.” Selepas berkata demikian, masuklah Pak Tua ke dalam kios mengambil ubi rebus dari dalam tasnya. “Sebentar." Demikian ucap Pak Tua dari dalam kios, seolah khawatir elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 42


Gelanggang memainkan sebuah lagu dari masa silam. Pengamen itu memetik senar, membuat alunan dengan jemarinya. Pak Tua mengambil rokok lagi, menyalakannya, hanyut mendengarkan alunan lagu. Beberapa kendaraan melintas melengkapi alunan, dan kian menggenapi muatan. Si pengamen memainkan sebuah lagu yang sangat dikenal oleh Pak Tua. Menghanyutkan Pak Tua pada sesuatu yang dekat tapi tak dapat genap disentuh dan didekap oleh tangannya yang tua. Si Pengamen selesai memainkan gitar dan meminta izin pamit melanjutkan pekerjaannya. “Ah! ya,” ucap Pak Tua tersadar dari keterhanyutan. “Hati-hati. Ubinya jangan lupa dimakan.” Pengamen lekas mengiyakan, lekas menganggukkan kepalanya pelan. Pak tua teringat sesuatu! “Ah, iya, nanti siang, atau agak sorean, jangan lupa, ya?” Si pengamen pun mengangguk kembali, mengiyakan. Lantas dengan isyarat tangan berkata kepada Pak Tua, “Saya ingat, Pak….” Si pengamen kembali pamit, lalu berjalan meninggalkan Pak Tua. mereka begitu terasa—terlebih tawa riang Pak Tua. “Ah! lupa ambil minuman. Sebentar.” Pak Tua berdiri, masuk kembali ke kios mengambil botol minuman—botol plastik besar bekas minuman mineral. Lantas, ia keluar dan meletakkannya di atas kursi, di antara jarak duduknya dan Si Pengamen. “Ini, buat minum nanti.” Pengamen itu mengangguk pelan. “Dan, apa aku boleh minta sesuatu?” Pengamen itu menganggukkan kepala, dengan mulut penuh berisi ubi. Mendapati hal demikian, Pak Tua pun tersenyum senang. “Kalau sudah selesai makan, boleh mainkan sebuah lagu?” Pengamen itu mengangguk riang, amat senang, bahkan hampir tersedak makanannya. “Pelan-pelan saja,” ucap Pak Tua sambil menepuk-nepuk punggung Pengamen. Toh, tak ada yang meminta lekas-lekas. Si Pengamen tersenyum riang, dan melanjutkan makan. Pak Tua dan si Pengamen minum bergantian. Sesudahnya, si Pengamen mengambil gitar dan mulai elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 43


Gelanggang berusaha paham pada yang Sinta ucapkan. “Nah, Sinta mau belikan untuk kakaknya Sinta, Pak. Mas Pon, namanya.” “Buku seperti itu memang ada, Nak? Bapak baru tahu dan dengar malah.” Sinta pun berkata dengan mantap. “Mas Pon, kakaknya Sinta, pintar nulis cerita. Nah, Sinta mau belikan buku takdir dan nasib buat Mas Pon agar Mas Pon bisa nulis takdir dan nasibnya sendiri. Mas Pon kalau tidak salah pernah bilang mau nulis di buku itu: ‘Memiliki Rumah di Kota ini Bersama Ibu, Bapak, dan Sinta.” Pak Tua paham, dan ia pun tersenyum. “Ooo… Kalau buku seperti itu Bapak tak punya, Nak. Kalaupun ada, kemungkinan, harganya mahal. Tapi, kalau Bapak punya, akan Bapak berikan cuma-cuma, kok.” “Begitu, ya, Pak?” ucap Sinta lirih. “Padahal, Sinta ingin sekali kasih untuk hadiah ulang tahun Mas Pon. Tapi, terima kasih, ya, Pak, kalau misalkan punya, sudah mau beri cuma-cuma kepada Sinta.” Mendengarnya, Pak Tua begitu senang dan gembira. “Pasti kakakmu orang baik, ya, Nak, Pak Tua berdiri merapikan rantang serta botol minuman. Setelah rapi, Pak Tua kembali duduk memandang kejauhan lagi. III Tampak Pak Tua mengambil buku puisi dari dalam, membacanya beberapa halaman dan meletakkan kembali buku itu saat mendapati gadis cilik mendekati kiosnya. Gadis cilik itu, Sinta, memarkirkan sepedanya di dekat kios Pak Tua. Sinta turun dan mendekati Pak Tua. “Cari buku apa, Nak?” tanya pak tua mendahului. Sinta pun malu-malu, dan berucap sekenanya: “Eee… Sinta mau cari buku takdir atau buku nasib, Pak. Ada?” Pak tua melihat dagangannya, berpikir sejenak. “Siapa yang menulis, Nak?” tanya Pak Tua. “Atau, dari penerbit apa?” “Sinta tidak tahu, Pak,” sahut Sinta lugu. “Isinya tentang apa, Nak?” “Mmmm… Buku itu berisi takdir dan nasib seseorang, Pak.” Pak Tua terdiam memerhatikan, elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 44


Gelanggang “Suka permen kaki?” “Suka, Pak,” jawab Sinta. Pak Tua ke luar sambil membawa sebuah permen kaki. “Duduklah dulu di situ.” Pak Tua duduk lantas memberikan permen kaki kepada Sinta. “Terima kasih, Pak” Sinta dengan lekas membuka dan memakan permennya. “Nak, apa kamu tahu dulu di seberang sana ada apa?” ucap Pak Tua dengan dalam. “Sebelum jadi mall dan juga hotel?” tanya Sinta sambil menikmati permen kaki. “Sawah?” “Ya, dulu, waktu Bapak masih kecil, di sana adalah sawah. Sawah-sawah. Sawah yang sangat luas, Nak. Luas dan hijau, dan akan jadi keemasan kala masa panen. Betapa Bapak suka sekali duduk di dekatnya, melihat padi dan emprit-emprit kaji yang memakan bijibiji.” “Apa tak apa, Pak? Kan, padinya Pak Tani.” “Iya. Beberapa petani memang ada yang mengusir, tapi orang tua Bapak yang juga petani memilih untuk tidak mengusirnya. Mereka, dulu berkata sampai kamu begitu sayang?” “Iya, Pak, Mas Pon itu baik sekaliii, baiiik sekali.” Sinta pun teringat sesuatu, teringat ucapan kakaknya dan bertanya pada Pak Tua. “Bapak penjual buku, Bapak pasti suka membaca, ya?” “Iya, kenapa?” jawab Pak Tua. “Mas Pon pernah bilang, kalau surga itu tempat yang di dalamnya banyak sekali buku-buku. Mas Pon juga pernah bilang, orang yang bersungguh-sungguh dan suka membaca boleh masuk ke dalam surga. Dan sekarang, Sinta sudah bisa membaca, lho, Pak. Tapi, Mas Pon selalu bilang ke Sinta, kalau Sinta harus tetap belajar membaca.” Sinta melihat sekeliling dan menyadari bahwa toko-toko dan kios-kios lain tidak buka. Hanya toko milik Pak Tua yang buka. “Pak, kok, toko-toko yang lain tidak buka? Sekarang memang hari libur, sih. Tapi kan, seharusnya malah buka, ya, Pak, ya? Biar laku, kok malah tutup?” “Sebentar, ya.” Pak Tua berdiri dari duduknya dan masuk kembali ke kiosnya. Dari dalam, Pak Tua bertanya kepada Sinta. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 45


Gelanggang Pak Tua pun lekas berkata kepada Pon. “Bapak yang harusnya minta maaf, Mas. Bapak yang dari tadi malah cerita panjang-lebar, sampai tidak terpikir kalau gadis sekecil ini pasti dicari orang tua atau kakaknya.” “Maaf, Mas, ucap Sinta. Sinta tidak akan ulangi lagi. Besok lagi, Sinta akan pamit dan tidak akan bohong.” “Ya sudah. Yang penting jangan diulangi lagi. Nanti minta maaf sama Ibu juga.” “Iya, Mas.” Sinta kemudian teringat pertanyaannya kepada Pak Tua. “Oh, iya, Pak, tadi belum dikasih tahu kenapa toko yang lain tutup, kan?” Pon memerhatikan sekeliling, dan turut penasaran. “Ah! iya. Toko yang lain tutup.” Dan bertanyalah Pon kepada Pak Tua. “Memang ada apa, Pak?” Pak Tua membenarkan kopiahnya. “Ah, Bapak memang sudah tua ternyata, sampai lupa begini.” Matanya sedikit berkaca, dilanjutkannya ucapannya. kepada Bapak, “Tiap makhluk itu punya rezekinya masing-masing, dan di tiap rezeki kita ada rezeki yang lain.” “Tidak takut rugi, Pak?” Pak Tua menggelengkan kepala. “Tidak. Rezeki sudah diatur Gusti— Dan emprit itu pun hanya makan sedikit.” IV Sinta masih menikmati permen kaki. Pak tua memandang ke depan, melihat beberapa kendaraan melintas pelan. Berharap tak membuat cipratan dari genangan. Dari arah yang sama kala Sinta datang, muncul seorang pemuda, Pon yang tengah mengayuh sepeda. Pon memarkirkan sepedanya dan lekas berkata kepada Sinta: “Aduh! Mas cari ke mana-mana ternyata di sini. Ibu di rumah bingung, lho, Dik, mencari-cari Sinta. Ibu sampai belum berangkat kerja ke pasar.” “Maaf, Pak, kalau adik saya merepotkan.” Sinta memelas dengan mata berkaca dan menunduk. “Maaf, Mas.” elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 46


Gelanggang “Bapak akan baik-baik saja. Bapak mungkin akan kembali berjualan buku keliling, meski tidak sejauh dulu saat masih muda.” Ucap Pak Tua yang lantas tertawa sebab mengingat usianya yang memang tua. “Ah! bukankah kalian ditunggu Ibu kalian? Lebih baik kalian lekas pulang sekarang. Kasihan Ibu kalian menunggu.” “Iya, Pak. Gusti memang Maha Pemberi. Ibu dan Bapak juga sering bilang kalau kita harus yakin, yakin pada Tuhan,” sahut Sinta lekas-lekas. Mendengar hal yang demikian Pak Tua begitu senang. “Ah! tunggu sebentar, Nak,” ucapnya sembari masuk lagi ke dalam kios mencari sesuatu. “Tunggu sebentar.” Setelah menemukan apa yang dicari, Pak Tua berkata kembali “Ini memang bukan buku takdir seperti yang dicari, tapi ini buku yang bagus. Ini.....” Pak tua menyerahkan sebuah buku kepada Pon dan Sinta. “Ternyata kamu cari buku takdir, ya?” Tanya Pon kepada Sinta “Ah, terima kasih, Pak. Tapi saya sedang tidak bawa uang.” Ujar Pon kepada Pak Tua. “Tidak apa-apa. Ini Bapak berikan sebagai hadiah ulang tahun.” “Tanah di seberang jalan itu dulu adalah tanah persawahan yang memiliki banyak kenangan. Ketika tanah itu dijual oleh orang tua Bapak karena desakan ekonomi, Bapak sangat sedih, tapi masih berharap akan tetap menjadi sawah yang hijau dan ketika mau panen akan berwarna kuning keemasan. Sawah yang dipenuhi burung emprit. Namun, akhirnya, tanah itu tidak menjadi sawah. Ketika Bapak tahu kalau di seberang jalan dibuka kios-kios buku untuk disewakan, Bapak yang dulu penjual keliling memutuskan untuk berani menyewa supaya bisa mendapati kenangan yang dulu ada di sana. Namun, kini kios-kios ini sudah dijual pemiliknya dan akan dijadikan sebuah perumahan. Pedagang buku yang lain sudah merapikan dagangannya. tapi Bapak masih mau mengenang, masih mau mengingat masa silam, meski sebentar. Mungkin siang atau sore nanti Bapak akan bereskan dagangan.” “Lalu, Bapak bagaimana?” Tanya Pon penasaran. “Iya, Pak,” sahut Sinta lekas-lekas, “nanti Bapak bagaimana?” “Ah, tenang saja. Bukankah rezeki sudah diatur oleh Gusti? Burungburung emprit saja tidak takut kelaparan. Mereka penuh dengan keyakinan, yakin bahwa Gusti Maha Pemberi.” Pak Tua memandang teduh pada Pon dan Sinta. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 47


Gelanggang segera di sana atau di mana saja nantinya. Bukankah begitu?” jawab Pak Tua. Pon tersenyum seolah tak asing dengan pernyataan yang demikian. Pon dan Sinta pun mohon pamit. Berulang-ulang mereka mengucapkan terima kasih. Pon dan Sinta menaiki sepeda masingmasing. Pak Tua duduk dan tersenyum senang bertemu, menemukan, dan ditemukan mereka berdua. V Pak Tua merapikan tempat duduknya dan buku-bukunya. Di dalam kios, dari dalam tasnya Pak Tua mengeluarkan sebuah suling bambu. Ah, jalanan masih saja tak ramai. Orang-orang tak ada yang mendatangi toko buku milik Pak Tua. “Pak....” gumam Pak Tua memandang kejauhan. Sekarang, anakmu ini tahu, kenapa Bapak berkata hal itu dulu. Sekarang, anakmu ini tahu, bahwa memang benar burung emprit yang dibilang hama dan tiada berguna juga bisa berkicau dengan indah dan memberikan guna. Emprit selalu pandai memuji Gusti dan anakmu ini “Tapi, Pak...” Pak Tua tetap memberikan bukunya, ia menyodorkan bukunya. “Seperti buku takdir yang kamu cari, buku ini sudah semestinya bertakdir denganmu. Juga sudah menjadi suratan Gusti, Bapak menjaga buku ini dan memberikannya kepadamu sebagai sebuah hadiah.” Pon menerimanya dengan amat senang. “Terima kasih, Pak. Saya nanti akan ke sini lagi, untuk membantu Bapak.” “Sudah Bapak bilang, ini hadiah dan hadiah tidak menuntut balasan selain senyum penerimanya. Nanti siang atau sore sudah ada yang membantu Bapak. Tenang saja. Jaga selalu adikmu," ucapnya kepada Pon. “Dan doakan Kakakmu, Nduk.” “Terima kasih banyak, Pak," ucap Pon dan Sinta berbarengan. “Sama-sama. Sampaikan maaf Bapak juga pada Ibu kalian, ya.” Keduanya mengangguk. “Apa kita akan bertemu lagi nantinya, Pak?” tanya Pon. “Surga adalah tempat yang penuh dengan buku dan selama kita suka membaca pasti akan bertemu dengan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 48


Gelanggang memainkan sebuah lagu yang merdu —sebuah lagu yang tak asing baginya dan mengingatkannya pada kenangan sebelum segala kehilangan yang samar. Pak Tua pun terbawa pada semacam kilas balik di mana dia bertanya kepada Bapaknya dan dijawab oleh Bapaknya: “Pak, jika sawah sudah musnah dan tak ada rumah yang bersedia menerima Dewi Sri, akan pergi ke mana sang Dewi, Pak?” “Ia akan menetap di hati manusia yang di dalamnya ada sawah, Ngger.” (*) (2018—2023) POLANCO S. ACHRI Lahir dan tinggal di Yogyakarta. Seorang lulusan jurusan sastra dan kini menjadi seorang pengajar bahasa di sebuah sekolah menengah kejuruan di Sleman. Menulis sajak dan prosafiksi serta esai pendek. Beberapa tulisannya tersiar di beberapa media, baik cetak maupun daring. Dapat dihubungi di Facebook: Polanco Surya Achri dan/atau di Instagram: @polanco_achri. percaya itu, Pak. Mungkin, Gusti tak memberi putra pada anakmu dan istrinya ini. Namun, Gusti mengizinkan anakmu ini menjadi seorang bapak yang merawat buku. Buku-buku yang membawakan bahagia kepada banyak manusia. Hingga mereka selalu senang dan setia memanggil anakmu ini: Pak Tua Penjual Buku. Pak Tua pun merapikan duduknya. Anakmu ini juga masih ingat, Pak, saat duduk di tepi sawah dan memandang pohon di mana burung emprit bersarang. Kau berucap, “Mereka takkan bisa punah, Ngger. Mereka akan terus berbiak. Sekali bertelur akan banyak betul. Tapi mestilah kau ingat, Ngger, yang membuat emprit begitu luhur bagi Bapak bukanlah banyaknya, tetapi apa yang terkandung di dalam kicaunya.” Pak Tua membenarkan kopiahnya dan memandang ke langit kian jauh. Semoga malaikat-malaikat di sana mengajari Bapak dan Ibu membaca agar bisa menikmati surga yang penuh buku itu. Namun, kalau Bapak dan Ibu menantikanku untuk mengajari membaca, mungkin sebentar lagi, PakBu. Sebab masih ada beberapa buku yang belum menemukan pemiliknya. Nanti, di surga akan kumintakan istriku memasak sayur bening dan asam, Pak-Bu. Masakannya enak sekali, lho. Pak Tua memandangi sulingnya, lalu elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 49


Gelanggang Senyum di Balik Tembok Penampungan Dingin seperti menyingkir. Udara di Kota Bekasi masih saja terasa gerah. Saat itu waktu menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Mobil travel yang mengantar Dasih dan Kang Asep tiba di satu rumah berlantai tiga, bercat putih, dan dikelilingi tembok tinggi. Seorang petugas keamanan segera membuka pintu yang terbuat dari besi, serta mengangguk ramah pada Kang Asep. Sementara, matanya memandang teliti pada Dasih. Oleh Vera Verawati C E R P E N masuk rumah itu. Ada dua pintu masuk, satu pintu utama berupa dua pintu geser dari kaca, dan satu pintu kayu dibagian L, terlihat seperti kantor. Dasih duduk di sampingnya sambil meletakkan ranselnya yang berisi beberapa potong pakaian. Tak lama berselang Kang Asep berdiri dan membuka pintu geser perlahan. Diajaknya Dasih ke satu ruangan yang lampunya masih gelap. “Tap!” suara stop kontak dinyalakan Sebuah pemandangan yang menyesakkan dada terpampang di depan Dasih. Ada delapan tempat Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi ari ujung rambut hingga ujung kaki, Dirman nama satpam yang terbaca pada seragam keamanan itu, mencoba memandang jelas dengan matanya yang masih terkantuk-kantuk. “Wah, Kang Asep bawa barang baru?” Kang Asep hanya tersenyum sambil menuju kursi panjang tepat di pintu D elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 50


Click to View FlipBook Version