Gelanggang Betapa teman-teman senasibnya tenggelam dalam doa yang khusyuk hingga terdengar ada yang terisak diam-diam. Selesai salat terlihat sepuluh orang yang sedang piket, menyapu dan mengepel lantai, ada dua lantai yang dibersihkan, sedang lantai tiga digunakan sebagai tempat untuk menjemur pakaian. “Neng dari Kuningan juga?” Seorang wanita berperawakan tinggi putih menghampiri Dasih, dengan rambut pendek ikal. Usianya kira-kira beberapa tahun lebih tua dari Dasih, tapi masih terlihat gesit dan cantik. Saat itu mereka sedang antre sarapan di lantai dua. “Iya, Teh,” jawab Dasih singkat sambil tersenyum. “Kalau nama asli Dalimah, tapi panggil Mamih saja, di sini Mamih yang tertua, kalau gitu kita satu daerah, Mamih juga dari Kuningan,” kata Mamih sambil mengulurkan tangan mengajak Dasih bersalaman. tidur bertingkat dua yang masingmasing diisi oleh satu perempuan, dan yang bertebaran di bawah kasur seadanya berjumlah kurang lebih 25 orang.Saat Kang asep menyalakan lampu ada beberapa orang yang terbangun dan melihat ke arah Kang Asep, tapi ada juga yang sama sekali tidak terusik. “Sebelah sana kamar mandi, Sih,” kata Kang Asep sambil jari telunjuk kanannya mengarah ke sebuah pintu di pojok. Dasih segera menuju kamar mandi, dilihatnya ada 7 kamar mandi berukuran 2 x 1 meter, setiap kamar mandi terlihat bersih. Tak sabar rasanya untuk membasuh tubuhnya yang lelah sepanjang perjalanan. Selesai mandi dan berganti pakaian, Dasih sengaja mencari tempat agak pojok yang masih kosong, digelarnya sajadah. Dasih melabuhkan segala keluhnya dalam tahajud. Di setiap sujudnya Dasih menitipkan doa untuk orang-orang yang ia tinggalkan di kampung halaman. *** Tak terasa pagi menjelang, di depan Dasih terlihat hiruk pikuk rutinitas para calon TKW. Dari perkiraan usia, rata-rata di bawah usia Dasih, hanya beberapa yang usianya di atas Dasih. Dari mulai merapikan tempat tidur masing-masing, sampai antre di kamar mandi. Ada yang mengharukan saat salat Subuh berjamaah. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 51
Gelanggang “Teh Dasih, cepat tolong, ada yang mau bunuh diri,” kata Tarni calon TKW asal Sragen yang datang terengah-engah dengan wajah panik. Tanpa pikir panjang Dasih yang saat itu sedang istirahat sore, segera berlari mengikuti Tarni menuju lantai tiga. “Astaghfirullah!” seru Dasih saat dilihatnya Mbak Sumi asal Tegal sedang berjalan mundur menuju ujung tembok yang kawatnya sudah terbuka, sambil berjalan mundur menuju ujung lantai hendak meloncat. Sedang yang lain terlihat pucat dan panik, seluruh karyawan kantor juga ikut naik menyaksikannya. Dasih segera mengambil napas, lalu berjalan perlahan menuju Mbak Sumi. “Jangan mendekat, kalau enggak aku akan loncat,” kata Mbak Sumi mengancam “Mbak, izinkan saya memeluk Mbak yang terakhir kalinya, setelah itu Mbak mau loncat silakan.” Mbak Sumi seperti terhipnotis katakata Dasih. Dia tak menolak saat Dasih berjalan lalu memeluknya. Entah apa yang dibisikkan Dasih ke telinganya, karena setelah itu tiba-tiba Mbak Sumi terduduk dan saling berpelukan dengan Dasih. Tepuk tangan pun riuh, seru hamdallah serempak terdengar. Esok harinya kelas sedikit berbeda. Dasih meminta izin pada Mam Leha untuk memberinya kesempatan pada Dari sanalah bermula persahabatan itu terjalin, Mamih yang ceplas ceplos, tapi sangat rajin dan apik, sesekali terdengar bijak. Selesai sarapan Mamih segera mengajak Dasih ke lantai satu dan duduk di barisan terdepan. Tak lama berselang bunyi sirine terdengar. Pukul 08.00 kelas segera dimulai. Seorang perempuan berumur 40 tahun, berperawakan sedang, rambut keriting, hidung bungkuk, dengan kulit gelap. Mam Leha biasa dipanggil, setelah memperkenalkan diri, dan menjelaskan tentang bangunan itu, termasuk juga meminta Dasih untuk memperkenalkan dirinya. Jam istirahat tiba, tepat pukul 12.00 semua berebut menuju kantin untuk antre mengambil makan siang. Sedangkan Dasih ditugaskan ikut ke klinik untuk menjalani serangkaian tes kesehatan. *** Dasih begitu cepat menyesuaikan diri. Tak lama dia sudah menjadi teman buat semua orang, bahkan dipercaya untuk menjadi asisten Mam Leha, jika berhalangan mengajar karena sakit. Maka Dasih yang akan mengambil alih tugasnya. Dasih juga menjadi tempat bicara semua calon TKW di penampungan itu, juga pendamai saat terjadi konflik sesama calon TKW. Sampai-sampai Dasih mendapat julukan “angel” yang berarti malaikat, bersama Mamih Dalimah dan temanteman sesama sunda, Dasih menjadi yang paling disegani. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 52
Gelanggang dia dan teman-teman bermain akting. Walhasil, mendadak semua calon TKW terpingkal-pingkal melihat adegan akting yang dilakukan Dasih yang berperan sebagai anak lelaki Mbak Sumi yang berusia lima tahun, Mamih Dalimah berperan sebagai suaminya yang galak dan Mbak Sumi berperan sebagai dirinya sendiri. Tapi jelas berbeda dengan keseharian Mbak Sumi yang pendiam dan terkesan takut-takut, saat itu Mbak Sumi diberi arahan agar menjadi perempuan yang berani. Terlihat jelas seperti terlepas semua beban yang selama ini disimpan Mbak Sumi, ekspresi marahnya benar-benar natural. Rasanya lega sekali Dasih menyaksi ini, rasa terlepas semua tugasnya. Kini senyum itu tergurat di bibir teman-temannya, tanpa pernah mereka sadari. Beberapa jam setelah itu Dasih sudah harus terbang ke Singapura. (*) Kuningan, 3 Januari 2023 VERA VERAWATI Lahir di Jambi, 1 Februari 1979. Aktif di Forum TBM Kabupaten Kuningan, juga tercatat sebagai Ketua TBM Pondok Kata RZ. Ibu rumah tangga yang juga single fighter ini telah melahirkan dua buku solo berjudul Puisi 99 Asmaul Husna dalam Labirin Pencarian (Penerbit Mitra Karya, 2021) dan Bunga Rampai Kopi Pagi di Gelas Retak (Penerbit Tata Akbar, 2022). elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 53
Gelanggang usman, sang ketua sedang berusaha membujuk para anggota untuk mendukung usulnya. Acara akhir tahun ini mereka akan menjelajah Hutan Boliyohuto yang terkenal mistis dan belum banyak tereksplorasi. “Karena banyak hal yang bisa kita pelajari dari situ,” jawab Rusman. “Apa kalian tidak ingin melihat sendiri seperti apa kehidupan suku Polahi itu? Orang-orang yang masih murni, belum terkontaminasi dunia luar.” “Tapi mereka kawin sama keluarga Kejutan di Hutan Boliyohuto “Kenapa harus Hutan Boliyohuto? Memang tidak ada tempat lain?” gerutu Warni, Wakil Ketua Mapala Humuhulo. Kelompok Mahasiswa Pencinta Alam Humuhulo adalah salah satu organisasi terkenal dari sebuah universitas negeri bergengsi di Provinsi Gorontalo. Oleh Jenny Seputro C E R P E N sendiri, kamu tidak bisa cari jodoh di situ, Rus,” celetuk si gendut Adi, disusul tawa cekikikan temantemannya. “Lagi pula tidak mungkin kita bisa menemukan mereka. Tempat tinggal mereka jaraknya delapan jam jalan kaki menanjak gunung dan menyeberang sungai,” sahut Warni. Lalu, ia menoleh pada yang lain. “Memangnya kalian mau disuruh jalan kaki seperti itu?” Hampir semua yang hadir menggeleng. Rusman mendesah jengkel. “Kalian mau ikut ide Warni, ke kuburan angker itu?” R Lukisan Karya: Jauza Zhafira Dwifina Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 54
Gelanggang Saran Warni adalah mengunjungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, di Kabupaten Bone Bolango. Di sana terdapat sebuah makam tua yang konon selalu bersih, tanpa sehelai daun pun menutupi makam. Padahal tempat itu berada di bawah pepohonan rindang dan tidak ada orang yang membersihkannya. Bukankah tempat seperti itu menarik untuk didatangi? Karena tidak bisa mencapai kata sepakat, akhirnya dilakukan pemungutan suara. Ternyata Rusman yang menang dan mereka siap berangkat tanggal dua belas Desember, tepat di hari ulang tahun Rusman. *** Matahari baru saja mulai bersinar di hari yang telah ditentukan. Anggota Mapala Humuhulo yang berjumlah delapan belas orang sudah berkumpul di Dusun Pilomohuta, tempat terjauh yang bisa diakses dengan kendaraan. Selebihnya mereka harus berjalan kaki. Masing-masing peserta membawa sebuah ransel berisikan perbekalan dan perlengkapan berkemah. Rusman membayar seorang penduduk lokal yang paham seluk-beluk daerah sekitar, Harso Ismail, untuk membimbing mereka. “Kita akan mendaki jalanan hutan dan menyeberangi sungai-sungai hingga bisa sedekat mungkin dengan pemukiman suku Polahi.” Harso menjelaskan. “Tapi kita tidak mungkin menemui mereka. Jumlah kita terlalu banyak. Mereka akan ketakutan dan menganggap kita ini penjajah.” “Kita jangan sampai berpencar,” tambah Rusman mengingatkan. “Pastikan kalian semua bisa melihat Pak Harso setiap saat.” Segera rombongan pun memulai perjalanan. Harso dengan dialek Gorontalonya yang kental bercerita banyak tentang sejarah daerah dan juga mitos-mitos seputar suku Polahi. Mereka hanya berhenti untuk makan siang, lalu melanjutkan berjalan lagi. Semua asyik mengambil foto. Begitu juga dengan Rusman. Penggemar fotografi itu tak henti membidikkan kameranya ke berbagai arah. Tiba-tiba Rusman menyadari sekelilingnya sepi. Tidak ada seorang pun yang dilihatnya. Rusman meraih ponsel dan dengan kecewa menyadari tidak ada sinyal di tengah hutan. Hari sudah mulai sore dan ia sama sekali tidak tahu di mana dirinya berada. Dalam kepanikan, ia berusaha menyusuri jalan kembali, tetapi sepertinya ia justru makin tersesat. Saat itulah Rusman melihat sosok seorang gadis di balik semak-semak. Gadis itu merintih pelan. Pakaiannya minim, hanya penutup dada dan cawat yang terbuat dari kulit kayu dan daundaunan. Tubuhnya kotor, rambut panjang hitamnya kusut. Ia terduduk sambil mengusap-usap pergelangan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 55
Gelanggang kakinya. “Permisi,” sapa Rusman hati-hati. Gadis itu terlonjak kaget, ia menatap Rusman dengan ketakutan. Namun, ia tidak bisa berlari. Sepertinya kakinya terkilir. Rusman membuat isyarat bahwa dirinya tidak berbahaya. “Nama saya Rusman.” Gadis itu menggumamkan sesuatu dalam bahasa asli Gorontalo. Rusman tidak sepenuhnya paham, tetapi ia bisa mengira-ngira dengan beberapa kata yang dikenalnya. Rusman menawarkan untuk mengantar gadis itu pulang. Walaupun takut, gadis itu terpaksa menerima bantuan Rusman. Rusman sama sekali tidak menyangka, tersesat di hutan justru mempertemukannya dengan Munana, seorang gadis Polahi asli. Ia akan dibawa menuju perkampungan mereka dan melihat sendiri kehidupan di situ. Bisa jadi malam itu ia menginap di sana. Betapa iri teman-temannya nanti, terlebih Warni. Tak lama mereka tiba di sebuah kampung kecil. Hanya ada dua rumah tidak layak huni di situ. Hanya papanpapan beratap daun kelapa dan daun rumbia yang terlihat bisa roboh sewaktu-waktu. Ada empat orang lakilaki dan dua perempuan, semua juga memakai pakaian minim. Mereka menatap Rusman yang membimbing Munana dengan ekspresi curiga dan mata yang buas. Hati Rusman langsung ciut, salah-salah ia ditangkap dan dijadikan makan malam. Untungnya Munana cepat-cepat menjelaskan kepada laki-laki yang paling tua, mungkin ayahnya, dan mungkin juga kepala suku. Entah apa yang dikatakan gadis itu, si kepala suku manggut-manggut, lalu tersenyum. Ia mendekati Rusman, menepuk pundaknya sambil mengatakan hal-hal yang tidak dimengerti pemuda itu. Tak lama terlihat lebih banyak orang muncul. Dua laki-laki muda menggiring Rusman ke salah satu rumah, lalu melucuti ransel dan pakaiannya. Rusman berontak ketakutan. Namun, mereka tidak peduli. Mereka memakaikan pakaian daun pada Rusman dan juga hiasan kepala rajutan rotan. Setelah itu Rusman dibawa keluar dan dipertemukan dengan Munana yang juga sudah dipercantik. Kepala suku mengikat tangan mereka berdua dengan sebuah tali akar, memerciki mereka dengan air, lalu mengucapkan kata-kata seperti doa yang disambut tepuk tangan oleh orang-orang. Rusman merasa jantungnya berhenti dan kakinya lemas. Ia sadar, dirinya baru saja dinikahkan dengan Munana. Gadis itu mengajaknya masuk ke salah satu rumah. Rusman betul-betul panik saat Munana mulai melepaskan daundaun yang dipakainya. Kalau ia lari, pasti akan ditangkap. Lagi pula, ia tidak tahu harus lari ke mana. Ia sungguh ketakutan, berharap segera terbangun dari mimpi buruk itu. “Jangan, Munana. Kita tidak boleh ... elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 56
Gelanggang aku tidak mungkin ... jangan ....” Rusman merasa akan pingsan sewaktu-waktu. Warni benar, seharusnya mereka pergi ke makam angker itu. Saat itu terdengar suara cekikikan dari jendela. Rusman menoleh dan melihat teman-temannya di situ, mentertawakannya. Munana menjauh dan tersenyum. Kepala suku muncul diikuti penduduk lain sambil tertawa. Di tangannya ada kue ulang tahun. “Selamat ulang tahun, Nak,” katanya dalam bahasa Indonesia. Rusman menutup mulutnya dengan tangan, matanya panas menahan haru dan lega. Sebegitu jauh usaha temantemannya untuk memberinya kejutan ulang tahun. Munana ternyata anggota baru Mapala Humuhulo yang belum pernah dikenalnya. Nama aslinya Swastika. Kepala suku dan orangorang Polahi gadungan itu ternyata warga Dusun Pilomohuta yang dibayar untuk bersandiwara. Malam itu mereka berkemah dan makan-makan bersama. Uang yang disediakan untuk acara tahunan mereka bagikan kepada warga dusun. Bagi Rusman, ini adalah ulang tahunnya yang paling berkesan. (*) JENNY SEPUTRO Penulis asal Jakarta yang berdomisili di Wellington, New Zealand. Telah menerbitkan satu novel duet dan tiga novel solo. Karya-karyanya yang lain telah dibukukan dalam lebih dari 35 antologi. Surel: [email protected]. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 57
Lukisan Karya: Mahira Zahra Talita Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
Tempayan ertama, aku mengenangmu sebagai istriku yang cantik. Sementara, aku suami yang baik. Tidak segan-segan menangani semua pekerjaan rumah tangga. Mulai dari memasak, menyiapkan segala kebutuhan istriku, hingga mencuci. Tidak pernah hiraukan apa kata orang, aku ini suami takut istri. Itu semua aku lakukan karena aku cinta buta kepadamu. Rania, cintaku yang terdalam. Kedua yang aku bisa kenang darinya, aku sudah sepuluh tahun menikah, belum juga dikarunai anak. Namun, rumah tangga kami terbilang rukun. Nyaris tidak ada pertengkaran serius antara aku dan Rania. Kalaupun ada Teruntuk Cinta Butaku, Rania Dear diary, kupersembahkan kisah tentang Rania, cinta butaku yang juga istri tersayangku. Di hari kasih sayang ini, aku ingin menuliskan sisa-sisa kenangan bersamamu yang masih bisa kukenang kini. Oleh Herumawan P.A. C E R P E N masalah, biasanya aku selalu mengalah. Bukan berarti aku takut Rania. Hanya tidak ingin melihat pernikahan ini hancur begitu saja. Ketiga, aku terkenang pekerjaanku sendiri, seorang penulis buku. Sementara, Rania bekerja di sebuah bank sebagai salah seorang manajernya. Aku sadar, Rania, istriku lebih besar, namun tidak ada masalah. Yang penting bagiku, Rania pulang membawa senyum, setiap akhir bulan membawa pulang uang besar. Itu saja sudah membuatku senang. Keempat, aku memang begitu P Lukisan Karya: Salsabila Nadhifa Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 59
Tempayan membanggakan Rania, sampai buta pada kebenaran. Semua ocehan tetangga hingga kabar miring Rania, aku buang jauh-jauh. Sesuatu yang kusesali kemudian saat aku tahu kebenarannya. “Rania, saat ini aku terbaring lemah di rumah sakit. Di mana kamu sekarang, Rania? Tidakkah sedetik pun kamu mengingatku? Tidakkah kamu ingin menjengukku sekali saja?” Tidak ingatkah dua hari lalu, kamu pulang mengendarai mobil sport super mewah. Aku kaget saat itu. Uang royalti bukuku saja dua puluh tahun dikumpulkan baru bisa membeli mobil sport super mewah ini. Benar-benar membuat heran dan penasaran. Kala itu, aku bertanya kepadamu, “Kamu beli mobil ini, dapat uang dari mana?” “Ini bonus dari nasabahku, memang kenapa? Tidak suka!!” Kukenang Rania menjawab begitu ketus. Aku langsung percaya begitu saja. Bodohnya aku. Rania kini sudah berubah. Kamu bukan lagi seperti sosok istri yang kunikahi sepuluh tahun lalu. Dulu kamu masih begitu bersahaja dan sederhana, tetapi kini perilakumu seperti orang lain buatku. Namun, aku tetap tidak ambil pusing serta tidak mau mencari tahu penyebabnya. Aku takut pada kenyataan yang akan melunturkan rasa cintaku padamu, Rania. Cintaku kepada Rania sudah sedemikian membutakan hati dan pikiranku. Membuatku takut ditinggalkan Rania. Aku tidak mau itu terjadi. Hati ini tidak kuat menanggungnya. Hanya berharap Rania bisa kembali lagi seperti dulu. Sayangnya, kenyataan terhampar menyakitkan. Hari itu pun tiba. Aku memergoki Rania hendak pergi dari rumah. “Mau ke mana, Sayang?” “Kamu tidak perlu tahu. Ini urusanku.” Rania membawa serta mobil barunya, pergi dari rumah. Aku sama sekali tidak berdaya mencegahnya. Di tengah ketidak berdayaanku, pintu rumah diketuk pada malam harinya. Tok... Tok. Aku tidak peduli. Terlalu sibuk memikirkan Rania. Namun ketokan semakin keras. Pintu terpaksa aku buka. Tampak dua laki-laki bertubuh tegap berdiri di depan pintu. Matanya melotot tajam ke arahku. “Kami mencari istri Anda.” Aku tertegun sejenak. “Kalian siapa?” “Kami Polisi.” keduanya lantas menunjukkan sebuah lencana. “Ada perlu apa?” elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 60
Tempayan “Begini, istri Anda sudah menipu puluhan orang.” “Menipu?” Aku tidak percaya. “Investasi bodong.” “Tak mungkin, itu pasti berita bohong.” “Istri saya sudah kaya, tidak mungkin menipu.” Aku berusaha membela istriku. Dua laki-laki itu saling berpandangan. “Ini buktinya.” Salah seorang menyerahkan sebuah map. “Apa ini?” “Bukti bisnis investasi bodong yang dilakukan istri Anda.” Aku membuka map dan membaca sejumlah dokumen di dalamnya. “Lalu kalian mau apa?” “Kami akan menangkapnya.” “Mana surat penangkapannya?” Salah satu dari kedua orang itu menyerahkan secarik kertas. Aku langsung membacanya lalu mengangguk-angguk. “Berapa kerugiannya?” “Kemungkinan lebih dari satu miliar.” “Benar-benar gila.” Aku terkejut mendengarnya. “Istri Anda yang gila, bukan kami.” “Jadi apa kami bisa bertemu istri Anda!” “Dia tidak ada di rumah, kembali saja besok pagi.” Aku langsung menutup pintu lalu menguncinya. Aku mengintip di balik gorden jendela, Kedua orang itu masih belum pergi. Tampak keduanya duduk di teras rumah. “Tidak mungkin Rania seorang penipu.” Aku menyalakan televisi. Menonton pertandingan bola. Volume televisinya sengaja aku kecilkan. Agar kedua orang itu tidak turut mendengarnya. Takut akan berbuat macam-macam padaku. Jeda pertandingan, aku ganti channel. Tidak sengaja melihatnya, foto Rania terpampang di layar televisi. “Inilah buron, tersangka penipuan bisnis investasi bodong bernama Rania. Kini sudah masuk DPO Polisi dan dalam pengejaran pihak berwajib.” Begitu bunyi beritanya. “Mengapa aku baru tahu sekarang?” Aku tidak tahan lagi. Luka itu akhirnya datang. Hati ini tidak kuasa menerima kenyataan yang ada. Jantung ini berdegup lebih kencang, dada terasa sakit sekali. Aku berteriak-teriak memanggil pertolongan. Pintu terdengar seperti didobrak. Tubuhku serasa diangkat. Keheningan rumah elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 61
Tempayan berganti suara bising kendaraan. Lalu kegelapan menyelimutiku. Itulah sisa-sisa kenanganku tentangmu, Rania. Tanpa sadar, air mata terus mengalir dari kedua pelupuk mataku ketika tadi mencoba mengenang sosok Rania, seorang perempuan cantik, modis, dengan tatanan rambut sebahu. *** “Kenapa aku di rumah sakit?” Dan tubuh ini tidak mampu digerakkan. Mataku juga terpenjam rapat. Aku merasakan tubuhku terbaring di atas tempat tidur. Kedua lubang hidungku terasa dimasuki sesuatu. Bayangan seseorang berpakaian putih selalu hadir melihat kondisiku setiap sepuluh menit. Entah siapa mereka dan di mana aku. Aku tidak terlalu memedulikannya. Karena kini aku hanya berharap ketika terbangun nanti, Rania berada di samping tempat tidurku. Menyeka air mataku yang jatuh membasahi pipi, air mata seorang lelaki yang begitu mencintai istrinya tetapi teraniaya oleh perbuatannya. *** Kuletakkan pena di dalam buku diary. Lalu kutaruh di samping bantal. Kini aku sudah merasa agak baik. Selang oksigen yang ada di hidungku sudah dicopot perawat sehari lalu. Hanya tinggal selang infus yang masih tertancap di tangan kanan. Aku kembali membaringkan tubuhku. Kesedihanku sudah berkurang. Aku tidak lagi memikirkan Rania yang dulu kucintai membabi buta. Entah di mana Rania sekarang, aku tidak peduli. Hari ini tepat dua minggu, aku dirawat di rumah sakit. Dokter menyarankanku untuk menulis agar beban hati dan pikiranku bisa berkurang. Kondisi psikologi dan mental juga bisa membaik. Lalu seorang perawat wanita yang baik hati memberiku sebuah buku diary. (*) Yogyakarta, 20 Maret 2023 *Cerita ini fiksi. Kesamaan nama, tempat, dan cerita hanya kebetulan semata. HERUMAWAN P.A. Atau Herumawan Prasetyo Adhie, cerpennya pernah dimuat di berbagai media seperti Kompas.id, Bangka Pos, Banjarmasin Post, Harian Analisa Medan, Harian Jogja, Kedaulatan Rakyat dll. Kumpulan Cerpennya berjudul Pulsa Nyawa (2019) diterbitkan AT Press Lombok. Surel: [email protected]. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 62
Lukisan Karya: Marsyalwa Qalesya Citra Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
MEZRA E. PELLONDOU Senja Semerah Hena Telapak anakmu tertanam pada sebuah pohon Cahaya yang melukiskannya dari sebuah lubang tanpa makna Ada sayatan luka yang manis Ada bahagia yang perih Ada kesunyian yang bising Ada keriuhan yang sunyi Lantas, tiba-tiba saja Senja semerah hena Semua sudah tersudahi Lunas terbayar sujud semesta Ah, tak perlu catatan kaki saat setiap orang mengaku gagal membacanya Sabtu, 25 Maret 2023 Sajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 64
MEZRA E. PELLONDOU Musim Menyadap Lontar Papa Bo'i menanam lontar di kepala Mama Bo'i Bunga jantan dan betinanya saling bertengkar membuat tuli telinga Mama Bo'i Tiba saatnya musim menyadap Papa Bo'i menjahit Uunak di telinga haik Sungguh terasa sakit kepala Mama Bo'i Haik bocor dan semua nira tumpah disusui bumi Kali ini tidak ada lontar di kepala Mama Bo'i telah menanam pohon tinta di setiap pori-pori Papa Bo'i Semua huruf bernyawa membungkus sekujur tubuh Papa Bo'i Bunga jantan dan betina pohon lontar yang terlempar ke semesta telah lama berdamai Zaman berubah Mama Bo'i dan Papa Bo'i sibuk menanam lontar Menyiapkan musim menyadap tinta dan memanen hurufhuruf Sabtu, 25 Maret 2023 Sajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 65
MEZRA E. PELLONDOU Sajak Kosong Kita begitu dekat Kau mengirimkanku sebuah paket salju lengkap dengan pegunungan cokelat musim gugur dan harum musim semi Matahari pucat bersembunyi karena keletihan berkencan Aku menjawab rengekanmu meminta kado paceklik, sengatan panas matahari tanpa hujan, sawah dan gunung yang tandus Kuselipkan juga beberapa bencana banjir, badai, dan layangan putus sebagai bonus Kado kita tiba bersamaan : Kosong Lantas apakah sudah dicuri kurir? Sabtu, 25 Maret 2023 Sajak Mezra E. Pellondou lahir dan menetap di Kupang, NTT. Pendiri Uma Kreatif Inspirasi Mezra (UKIM) dan Taman Baca Bunda Mezra. Penerima Penghargaan Sastra untuk Pendidik dari Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2012). Penerima NTT Award 2013 dari Forum Akademika NTT. Penerima Adi Acarya Award 2019 dari GMBI. Menulis dan menerbitkan lima buku kumpulan puisi, empat buku kumpulan cerpen, empat novel, serta berbagai buku esai sastra dan pendidikan. Ia juga terlibat aktif dalam puluhan antologi bersama sastrawan lainnya. Tercatat sebagai salah seorang penyair dalam buku Hari Puisi Indonesia (HPI). Pengajar Praktik Kemendikbud Program Guru Penggerak Angkatan 1. Fasilitator Kemendikbudristek Program Guru Penggerak angkatan 5. Sehari-hari Menjadi Guru di SMA Negeri 1 Kupang, NTT. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 66
SOFYAN RH. ZAID Bika di tepi telaga kini aku parutan kelapa legit ketan dan lembar daun waru yang dibakar dari atas dipanggang dari bawah aku dikepung asap demi menampung banyak harap seruak aroma antara matang dan gosong beginilah hidup hirup yang huruf embus yang gembus biarlah bukit berbaris gunung berlapis dielus gerimis yang manis ngarai ngarai ngalir oh, lubang yang lain telan telanlah getah galau hingga habis aku beralas bara beratap api menghayati panas sebagai dingin yang malas dingin yang menuntut cium pada yang harum menagih peluk pada yang suluk bika bika bika terbukalah yang baka bika bika bika apilah bara dalam dada Tanah Datar - Bukittinggi 2022—2023 Sajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 67
SOFYAN RH. ZAID Batu Cinta semalaman kita bahas cinta yang kau yakini ada dan berapi-api kau puja-puji kekasihmu “pagi nanti, kami sehati untuk menikmati pagi di tengah sawah,” katamu tetapi kau bangun kesiangan dan kekasihmu itu telah berjam-jam menunggu di depan pintu hingga jadi batu! Padang Panjang, 2022-2023 Sajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 68
SOFYAN RH. ZAID Ibu Doa : Hj. Rohida Yetti sebab sibuk mendoakan anak cucunya ia lupa berdoa bagi dirinya sendiri tetapi doa diam-diam selalu mendoakannya Kota Padang, 2022-2023 Sajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 69 Sofyan RH. Zaid. Lahir di Sumenep, 8 Januari 1986. Puisipuisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing seperti Inggris, Arab, dan Italia, serta dimuat dalam buku Oikos Poeti Per Il Futuro (Mimesis Classici Contro, Milano, Italia, 2020). Selain kerap diundang menjadi pembicara di berbagai acara sastra, dia juga termasuk salah seorang tim ahli Peninjau Penilaian Karya Sastra Unggulan untuk SMA sederajat yang digelar oleh Badan Standar Nasional Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2019. Karya-karyanya berupa puisi dan esai terbit di sejumlah media massa cetak dan daring. Puisi dan esainya juga dimuat dalam sejumlah buku antologi bersama. Buku puisinya yang telah terbit, Pagar Kenabian (2015) masuk 15 nominasi Anugerah Hari Puisi Indonesia tahun 2015, dan buku esai, Kaidah Puisi dan Akidah Kepenyairan (2022). Kini tinggal di Bekasi sebagai editor, founder dan CEO Taretan Sedaya International Group. Dia juga tercatat sebagai Pengurus Jagat Sastra Milenia dan Pemimpin Redaksi jurnal sastra milenial, sastramedia.com.
Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
TIARA NURSYITA SARIZA Perang di Tengah Malam Di tengah malam Kepala berperang meratapi kerahasiaan Tuhan yang entah berapa dasawarsa tersingkapnya dosa dan kebaikan bertarung di tengah malam sufi menjelma seakan yang paling patah hati terhadap dunia namun di ruas jemarinya masih terselip kencing setan berbentuk pipa mengembuskan segala kalkulus retorika tak mengerti rumus rusak, mati, kemudian terhapus lagi lalu esok pagi penjara membebaskan kepala kau dan aku jadi tunawisma kembali Jadi, apa yang paling menyedihkan Terpenjara atau terbuang? Banda Aceh, 2023 Apresiasi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 71
TIARA NURSYITA SARIZA Sepasang Matamu Sepasang matamu adalah kasih Menyimpan kilau kekayaan Allah Harga matamu-- adalah cinta yang haram bila berbalut kekeliruan Sepasang matamu ada biji kopi kesukaan Menikmati matamu; menghangatkan ruang pikiran dan jantung yang nyaris beku Sepasang matamu adalah malam berbungkus senja Bahkan kabut cemburu lalu berkomplotan dengan bulan yang jadi satu Hanya demi sepasang matamu Jangan harap kukasih kesempatan dunia melelang tatapan dalamnya Sebab Sepasang matamu Hanya, hartaku Sesekali, bolehkan aku tamak, Tuhan? Apresiasi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 72
TIARA NURSYITA SARIZA Kepedulian Dalam cinta pasti ada kepedulian Bila kepedulian hanya sedebu maka perih hati mereka Bila kepedulian sepadang gurun Maka luka jiwa kita Apakah masih berani kau jatuh cinta? Dalam cinta ada luka yang nganganya ditabur kaca Banda Aceh, 2023 Apresiasi TIARA NURSYITA SARIZA Lahir di Pekanbaru, Riau. Studi S-1 di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Alumnus SMA Negeri 2 Nisam. Peserta aktif di Kelas Menulis Daring (KMD) elipsis. Instagram: @tiarasariza. Email: [email protected] elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 73
FATATY MAULIDIYAH T-21: Puisi ke-20 Aku meringkuk di sudut sepi Di titik paling ujung kerinduan Dilatarbelakangi kegelapan yang kian tegas Menggenggam telapak tanganku sendiri Berharap bayu mencuri kabarmu untukku Bola mataku yang menatap kejora Tertusuk keresahan Langit saat itu begitu meriah Dihiasi kembang api Yang kilatnya jauh menyentuh atap-atap langit Aku hanya ingin memelukmu Hingga semesta adalah dadaku yang dipenuhi dirimu Miji, 24 Januari 2022 Apresiasi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 74
FATATY MAULIDIYAH T-22: Puisi ke-21 Senja di kota kelahiranku merekah Cantik bagai kelopak matamu Juga seperti kuntum mawar yang bermandikan embun dini hari Jantungku berdenyut konstan Disentuh bayu yang menyelinap masuk dan membelainya Lembut, Ada jarak sepi yang biasa lekat itu dengan gigil yang menggigit hati Ada sulur ingatan tentangmu yang rajin kutenun Dari sinar lampu semalam Ada damai yang sedang bersandar Ketika aku mengingatmu MAN 2 Mojokerto, 25 Januari 2022 Apresiasi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 75
FATATY MAULIDIYAH T-23: Puisi ke-22 Tiap malam rindu berduyun-duyun memikul namamu Mengantarku menghangat di bawah sinar bulan Ketika fajar tiba Aku yang lelap semalaman dibangunkan titik embun di sudut mata Degup di ruang dada tak henti berdenyut Menghidupi ragam perasaan yang tak mampu kutulis Pagi ini basah Menjadi genang Senyumku lebam Mengisahkan kenangan yang diliputi rupa-rupa ingatan MAN 2 Mojokerto, 26 Januari 2022 Apresiasi FATATIK MAULIDIYAH Guru MAN 2 Mojokerto, Jawa Timur, dan Tim Kreatif Kelas Menulis Daring (KMD) elipsis. Menjadi kontributor di beberapa media online. Menerbitkan beberapa buku. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 76
Lukisan Karya: Alvin Aprilino Zaki Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
Mengenal Gelombang Alfa sebagai Cara Memasukkan Nilai Humanisme dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar rang tua, di belahan bumi mana pun, mengharapkan anak-anak mereka diperlakukan manusiawi oleh guru-guru mereka. Guruguru yang notabene adalah orang tua kedua para siswa di sekolah. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak guru sekolah dasar yang belum memenuhi keinginan orang tua tersebut. Terbukti, dari hal yang sederhana saja, yaitu masih banyak guru yang belum melakukan atau melewatkan langkah zona alfa (alpha zone) di kegiatan awal. Ada apa dengan zona alfa? Mengapa ketidakhadiran guru dalam kegiatan awal pembelajaran disamakan dengan tidak memanusiakan siswa? Saya, seorang ibu sekaligus tenaga pengajar di Jurusan S-1 PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya dan beberapa tahun terakhir menjadi instruktur program profesi guru. O Oleh Maryam Isnaini Damayanti elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 78
Pengalaman bertahun-tahun membersamai para guru sekolah dasar yang mengikuti program PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) yang kini menjadi program PPG (Pendidikan Profesi Guru). Selama menempuh program PLPG atau kini PPG, guru-guru berlatih mengembangkan perangkat pembelajaran dan berlatih melaksanakan pembelajaran sebelum praktik mengajar di sekolah mitra. Melalui kegiatan ini, diketahui masih banyak guru yang belum melaksanakan langkah zona alfa dalam kegiatan awal pembelajaran mereka. Melalui diskusi yang dilakukan, diketahui masih banyak guru yang belum pernah mempelajari karakteristik otak manusia, sehingga masih banyak guru yang belum paham tentang otak, seperti bahwa otak terdiri dari belahan kanan dan kiri, bahwa ada the triune breun atau tiga otak (reptil, limbik, dan neokorteks), juga bahwa ada lima gelombang dalam otak manusia (gamma, beta, alfa, teta, dan delta). Barangkali karena “belum paham”, akhirnya tidak melaksanakan atau melewatkannya dalam aktivitas pembelajaran sehari-hari. Salah satu karakteristik otak yang harus dipelajari dan dipahami para guru sekolah dasar agar tidak dilewatkan saat kegiatan awal pembelajaran adalah Gelombang Alfa. Gelombang yang biasanya terjadi ketika manusia tengah rileks dan santai serta dapat menghubungkan antara pikiran sadar dan alam bawah sadar. Gelombang ini saja yang tepat untuk belajar. Gelombang yang menunjukkan kondisi otak yang mengalir (flow). Ciri seseorang jika berada dalam gelombang Alfa ini adalah ia dapat “ber-ha ha ha” dan “ber-hi hi hi”. Maksudnya? Jika seseorang itu bisa tertawa atau sedang happy-happy hati dan perasaannya, ia sedang berada dalam gelombang alfa, ia siap untuk belajar. Kondisi guru yang membuka kegiatan pembelajaran dengan melewatkan langkah zona alfa dan langsung masuk pada penjelasan materi, termasuk mengabaikan nilai-nilai humanis pada peserta didik. Yang harus diingat guru, peserta adalah manusia dengan segala kelengkapan dan fitrah yang melekat di dalamnya. Seperti perasaan, ingin dihargai, ingin diperhatikan, disentuh naluri dan logikanya, sekalgus menyadari bahwa anak usia SD merupakan masa-masa bermain dan bersenang-senang. Pendekatan yang tepat adalah membangun suasana yang menyenangkan bagi mereka. Dengan melewatkan langkah ini, guru mempersulit dirinya sendiri Pendidikan elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 79
karena memaksakan menjelaskan materi dengan kondisi siswa belum berada dalam gelombang otak yang siap untuk belajar. Sebagus apa pun guru menjelaskan materi bahkan dengan memanfaatkan media yang menarik sekalipun tetapi jika siswa belum berada pada gelombang alfa, maka penjelasan guru tersebut akan sia-sia karena sekadar ‘numpang lewat’. Untuk itu, wajib bagi guru melakukan langkah zona alfa di kegiatan awal pembelajaran. Salah satu alternatif aktivitas yang paling seru dan cepat membawa siswa berada dalam gelombang alfa, yaitu dengan ice breaking seperti bermain tepuk warna, melakukan senam jari-jemari dan senam wajah, menyanyi sambil melakukan gerakan badan, dan sebagainya. Yang penting, siswa dapat tertawa gembira dalam mengawali hari belajar mereka. Jika semua siswa tertawa, itulah gelombang alfa, waktu yang tepat untuk masuk pada materi pembelajaran. Betapa luar biasa pengaruh dilakukannya zona alfa sebagai pemanasan yang sekaligus membantu siswa masuk dalam gelombang otak yang relatif sama, gelombang alfa, sebelum siswa masuk pada kegiatan inti ini. Betapa dengan itu guru telah berupaya memanusiakan siswanya. Tentu yang diharapkan dari guru terutama yang mengajar di tingkat SD adalah adanya sebuah kesadaran tentang kondisi peserta didik dalam berbagai aspek. Terutama menyadari mereka adalah seorang anak dengan segala bakat dan minat serta mood yang melekat pada diri mereka. Untuk itu hal yang perlu dilakukan guru adalah segera membekali diri membekali diri dengan beragam aktivitas menuju zona Alfa. Mencari informasi berkaitan dengan strategi melakukan sesi pembukaan yang menarik dan menyenangkan sekaligus mendidik, juga mengingat, hakikatnya anak-anak adalah juga manusia. (*) Pendidikan MARYAM DAMAYANTI Lahir di Surabaya, Oktober 1969, dengan nama lengkap Maryam Isnaini Damayanti. Seorang ibu dari 7 anak dan Oma dari 3 cucu laki-laki yang masih menyempatkan untuk mengekspresikan diri melalui hobi menulisnya. Ia merasa bermakna ketika dapat menginspirasi orang lain melalui tulisannya. Melalui tulisannya, ia ingin pembaca juga mau sejenak merenungkan pesannya. Pesan yang ia yakini dapat menstimulus kecerdasan eksistensialis, intrapersonal, dan interpersonal pembacanya. Email: [email protected]. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 80
Membaca dan Menulis sebagai Tugas Pokok Pustakawan Referensi embaca merupakan suatu kegiatan yang diperintahkan oleh agama Islam. Dalilnya terdapat pada surat Al-‘Alaq ayat 1—5. Allah berfirman dalam surat tersebut yang artinya 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, 4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Ayat ini secara implisit menjelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk membaca dan ilmu pengetahuan seluruhnya berasal dari Allah. Dia yang mengajarkan manusia dengan perantaraan pena (qalam). Para penulis yang diberikan ilham atau ma’unah oleh Allah menuliskan ilmu pengetahuan melalui aksara demi aksara sehingga suatu hari nanti menjadi kajian ilmiah bagi generasi mendatang. Dengan kajian ilmiah tersebut berkembanglah tamadun yang modern dalam bentuk teknologi canggih berbasis artificial intelligence. Membaca tidak sekadar membolak-balikkan buku. Dalam membaca terdapat suatu proses kreatif dan juga tekniknya seperti membaca cepat (speed reading). Sebagai proses kreatif maka terdapat terminologi membaca kreatif. Membaca kreatif adalah membaca untuk mendapatkan nilai tambahan dari pengetahuan yang terdapat dalam bacaan dengan cara mengidentifikasi ideide yang menonjol atau mengombinasikan pengetahuan yang sebelumnya pernah diciptakan (Miku Chan, 2012). Ini menyiratkan bahwa gagasan akan muncul apabila pembaca mampu Pustaka M Iswadi Syahrial Nupin Pustakawan Unand elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 81
Pustaka memahami apa yang dibaca atau mampu menggabungkan ide-ide yang menonjol pada buku yang dibaca saat itu dengan pengetahuan yang pernah diciptakan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan akan terjadi keberlangsungan penelitian ilmiah khususnya di institusi pendidikan tinggi. Istilah kreatif berarti tindak lanjut setelah seseorang melakukan kegiatan membacanya. Jika seseorang membaca lalu berhenti pada saat ia telah menutup bukunya, maka dirinya tidak dikatakan sebagai pembaca kreatif. Sebaliknya jika setelah membaca dia melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi peningkatan kehidupan baru ia dikatakan sebagai pembaca yang kreatif (Nurhadi, 1984). Pembaca kreatif hakikatnya individu yang literat. Setelah membaca gagasan yang terdapat pada buku dia mempraktikkannya. Misalnya, seseorang membaca budidaya ayam buras. Orang tersebut selesai membaca lalu membuat kandang ayam, membeli ayam buras untuk dikembangbiakkan dan mengolah pakan ayam yang sesuai dengan kebutuhan ternaknya. Pembaca tetap merujuk kepada buku yang dibacanya. Apabila terdapat ketidakpahaman maka individu akan bertanya kepada Pustakawan Referensi atau Petugas Penyuluh Peternakan yang bekerja pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di provinsi/kabupaten/kota. Membaca bagi Pustakawan Referensi, membaca itu harus punya output. Output membaca adalah resensi buku, artikel ilmiah (jurnal), artikel ilmiah populer (majalah) atau opini (artikel surat kabar). Dalam pertemuan di medio November 2022 yang lalu, seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas (Unand), Virtuous Setyaka, pernah bertanya kepada penulis, mengapa pustakawan itu jarang menulis padahal mereka dekat dengan sumber referensi? Penulis menjawab bahwa jarangnya pustakawan menulis karena pustakawan jarang pula membaca. Seandainya pun mereka membaca buku itu tidak sampai benar-benar habis dibaca. Aktivitas membaca itu dirasakan sebagai suatu keterpaksaan atau dikarenakan ada yang memerintahkan untuk membaca. Kalau ditanyakan kepada mereka kenapa bukunya tidak khatam dibaca, alasannya beragam seperti sibuk mengerjakan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK), tidak ada kesempatan membaca karena mengurus anak, percuma menulis karena tulisan itu tidak akan direalisasikan oleh pimpinan, dan lain sebagainya. Membaca dan menulis itu ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Penulis yang baik sejatinya adalah pembaca yang baik. Penulis haqqul yaqin dalam setahun sangat jarang atau boleh dikatakan tidak ada pustakawan yang mampu membaca tiga judul buku dalam satu tahun. Berdasarkan standar UNESCO (United Nations Educational, Scientific and elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 82
Pustaka Cultural Organization), setiap orang idealnya minimal membaca tiga buku baru setiap tahun. Dengan jumlah penduduk Indonesia 270 juta jiwa maka dibutuhkan 810 juta buku setiap tahun (Kompas.com, 23/02/2021). Untuk memenuhi kebutuhan buku setiap tahun, maka Perpusnas Press berupaya menciptakan kegiatan ILPN (Inkubator Literasi Pustaka Nasional) yang tujuannya agar para finalis lomba kepenulisan ILPN tersebut menjadi penulis handal sehingga kebutuhan buku bagi masyarakat Indonesia dapat terpenuhi sesuai standar UNESCO. Secara teoritis pustakawan referensi bertugas memberi layanan pengetahuan yang kontinyu kepada masyarakat. Dengan aktivitas tersebut maka pustakawan memiliki ragam tugas yang berkaitan dengan pengetahuan, salah satunya dikenal dengan istilah knowledge engagement service. Secara garis besar knowledge engagement service terbagi dalam knowledge brokering, knowledge readiness dan knowledge promotion. Pada knowledge brokering pustakawan bertugas sebagai perantara kebutuhan pengetahuan pemustaka dengan sumber infromasi yang dapat dijadikan pengetahuan baru bagi pemustaka. Knowledge readiness merupakan aktivitas pustakawan membimbing pemustaka agar menguasai literasi informasi. Pustakawan referensi juga melaksanakan knowledge promotion dengan cara membuat berbagai acara edukatif terbuka bagi masyarakat yang berguna untuk menstimuli pengunjung agar dapat menemukan pengetahuan dalam setiap kegiatan (Nurislaminingsih, Rachmawati dan Winoto, 2020). Berdasarkan teori tersebut maka menulis dan membaca juga merupakan bagian dari tugas pokok yang dapat digolongkan sebagai knowledge brokering. Dalam hal ini pustakawan referensi yang menulis artikel jurnal, resensi buku atau opini di jurnal, majalah, dan surat kabar memberikan informasi kepada pemustaka potensial untuk menjadikan artikel yang ditulis itu sebagai penambah wawasan atau pengetahuan baru bagi pemustaka tersebut. Tulisan yang dibuat oleh Pustakawan Referensi itu dapat digunakan untuk meningkatkan Satuan Angka Kredit yang dapat diusulkan dalam kenaikan jabatan pustakawan. Sebagai pustakawan referensi yang bekerja di UPT Perpustakaan Unand, penulis menyarankan agar pustakawan referensi menjadikan membaca dan menulis sebagai kebiasaan. Seyogianya perlu diusulkan kepada decision maker tentang kegiatan pelatihan menulis baik artikel jurnal, artikel ilmiah populer. dan artikel surat kabar. Output dari kegiatan ini adalah terciptanya pustakawan yang handal menulis termasuk pustakawan referensi. Ada baiknya direnungkan kembali quote sastrawan Pramoedya Ananta Toer, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (*) elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 83
Kritikus Teater, Pentingkah? ritik merupakan studi yang menyelidiki karya melalui analisis-interpretasimemberikan penilaian barulah memberi komentar. Awalnya kritik berasal dari bahasa Yunani krit’es yang berarti seorang hakim, maka selanjutnya dimaknai krinein (menghakimi). Jadi, kritikus teater merupakan pelaku yang menyoroti, mengupas terhadap interpretasi teks pertunjukan teater baik secara baik maupun buruk, atau orang yang menghakimi karya penciptaan secara adil. Dewasa ini, pelaku kritik teater terasa benar ketiadaannya. Pertunjukan teater sesungguhnya dibutuhkan kritik oleh kritikus agar menjadi jembatan antarpenonton dengan karya dan sutradara. Tanpa kritikus, sebuah karya terasa tertutup, sebab ada sesuatu yang tak terjawab oleh penonton. Di sinilah kritikus menjalankan fungsinya. Dua hari atau bahkan seminggu sebelum pertunjukan teater dilaksanakan, kritikus seharusnya telah mempublikasikan pemikirannya di media agar penonton masuk ke gedung pertunjukan membawakan suatu pemahaman, ya teks pertunjukan itu. Walau setelah itu penonton juga menilai pertunjukan tersebut dengan kecerdasannya. Kritikuslah yang pertama berusaha menentukan nilai dengan menganalisa teks pertunjukan secara teoritis, tentu juga berangkat dari konsepsi penyutradaraannya sutradara, sehingga memberikan alternatif baik bagi penonton maupun tim artistik pertunjukan tersebut. Kritikus memakai pisau dramaturgi (ajaran atau tentang masalah hukum, dan konvensi Kolom K Sulaiman Juned Kolumnis elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 84
drama, serta teater) untuk membaca teks pertunjukan. Setidaknya, kritikus mampu membuat penonton menghargai pertunjukan teater yang ditontonnya—tidak menjadikan teater sebagai tontonan. Atas dasar itu, ternyata kritikus sangat penting posisinya bagi sebuah pertunjukan. Posisinya tidak hanya sebagai pemberi nilai baik dan buruk, lebih dari itu kritikus dapat menjadi juru bicara pertunjukan teater itu. Makanya pada masa lalu, mengapa komunitas teater, dan pertunjukan cepat dibaca, serta diketahui massa karena dalam sebuah komunitas teater selalu saja ada seorang juru bicara atau kritikus yang menyampaikan peristiwa proses kreatif suatu kelompok teater. Dewasa ini, sangat disayangkan, jangankan pada sebuah komunitas teater, di luar komunitas teater pun sangat sedikit, jika tidak ingin mengatakan tidak ada kritikus teater. Sesungguhnya dengan adanya kritikus katakanlah dalam sebuah komunitas teater, seluruh proses kreatif, dan pertunjukan teater di mana pun dan kapan pun secara tidak langsung tercatat, serta terpublikasikan. Sementara bagi sutradara dan tim artistiknya ini juga penting, para pencipta (kreator) dapat mengukur perihal karyanya yang telah menjadi milik masyarakat itu tergolong berhasil, atau bermanfaatkah buat penontonnya. Kritikus juga dapat menganut sistem pembinaan dengan jalan membimbing lewat kritik edukatif kepada sutradara atau aktor muda. Akibatnya, sutradara-sutradara mulai bermunculan, begitu pula dengan aktor-aktor yang berkualitas akan lahir lewat masukan-masukan yang diberikan kritikus, sehingga sutradara dan aktor mengerti kekurangannya lalu memperbaikinya. Begitu pula dengan tim artistik yang barangkali selama ini telah sangat bangga, dan bahagia dengan kerja artistiknya sering tidak adanya keseimbangan pertunjukan teater sebagai kerja kolektif. Tugas kritikuslah untuk menegur agar terjadi komunikasi yang antara sutradara-aktor, dan tim artistik dapat bersinergi. Namun, begitu juga hendaknya kepada kritikus. Kritikus tidak cukup pula hanya dengan teori yang dimiliki untuk membedah dan menilai sebuah pertunjukan teater. Tentu dalam menyingkapi konsepsi sutradara yang tersirat, kritikus tidak cukup membaca konsep teoritis saja, tetapi harus menyaksikan proses kreatif penyutradaraan seorang sutradara. Kritikus setiap saat perlu mengasah ketajaman rasa, penglihatan, dan musikalitas ketika terjadi proses latihan sutradara bersama aktormusik-seting-cahaya, maupun ketika terjadi reading (baca naskah). Jadi, kritikus tidak hanya melihat tontonan di waktu pertunjukan saja. Hal ini mengakibatkan peristiwa-peristiwa dalam proses kreatif tidak diketahui oleh si tukang kritik. Kritikus penting mengetahui proses kreatif seorang sutradara agar dapat mengasah ketajaman berpikir, memahami tawaran konsep pertunjukan yang diingini oleh sutradara. Bila ini tidak Kolom elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 85
dilakukan oleh seorang kritikus, maka kritikuslah yang telah menjerumuskan penonton dengan memberi pendapat yang salah. Seorang kritikus teater, selayaknya berangkat dari seorang aktor, sutradara, dan bahkan tim aristik agar mengetahui bagaimana sulitnya mempersiapkan pertunjukan teater. Rumitnya membangun relasi antaraaktor dan artistik. Jika kritikus yang seperti ini lahir, maka terciptalah kritik yang berkualitas dan menjadi medium pembelajaran bagi aktor, tim artistik dan sutradara, sekaligus teater modern di Indonesia akan maju pesat. Berangkat dari itu semua, Sumatra Barat masih punya harapan besar akan memiliki kritikus yang berkualitas. Betapa tidak, di Jurusan Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padang Panjang yang memiliki minat utama Dramaturgi bertumpu harapan untuk melahirkan sang kritikus. Seorang kritikus tentu harus memahami formula dramaturgi 4 M: mengkhayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan teks pertunjukan teater. Para dramatug tentu harus merebut ide untuk dikisahkan, lalu menuliskan kisah itu jadi naskah lakon. Memainkan laku dari kisah itu, selanjutnya menontonkan kisah yang dilakonkan. Semuanya itu adalah modal utama untuk menjadi kritikus. Terlebih jadi penonton dalam proses kreatif teater yang ditransformasikan menjadi realitas teater. Ketika menjadi realitas teater inilah proses kreatif kritikus terjadi. Persyaratan itu semua, tentu telah dimiliki oleh mahasiswa yang memilih minat utama Dramaturgi. Jika pilihannya minat dramaturgi, maka tulisanlah yang harus lahir, sebab secara teoritis mereka telah memiliki ilmu dalam melakukan kajian teater. Selayaknya dapat ditelisik bahwasannya W.S. Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Nano Riantiarno, Wisran Hadi—sekadar menyebut beberapa nama—menjadi besar selain karena karya-karyanya memang besar. Namun, mereka memiliki juru bicara yang disebut kritikus yang turut membesarkan mereka. Bagi kritikus yang menulis sang kreator secara tak langsung dapat membesarkan dirinya. Ya, begitulah seharusnya, sebuah kepentingan bersama antara yang ditulis dengan yang menulis. Sumatra Barat, bicara teater selalu saja memiliki gagasan-gagasan besar, sayangnya gagasan itu hanya terkurung di ruang publik yang bernama gedung teater usai pementasan, tidak pernah terpublikasikan ke medium publik lewat tukang kritik di media massa. Maka, Sumatra Barat sesunggunhnya merindukan lahirnya kritikus teater yang berkualitas. (*) SULAIMAN JUNED Sastrawan, kolumnis, sutradara teater, dosen/Ketua Jurusan Seni teater ISI Padang Panjang, pendiri/penasihat Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, Sumatra Barat, Pendiri/Penasihat Sanggar Cempala Karya Banda Aceh, Pendiri UM-Teater NOL Universitas Syiah Kuala, Aceh. Kolom elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 86
Lukisan Karya: Nazwa Chantika Khumaira Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
isah-kisah yang ditulis Adi K. ini merupakan Flash Fiction. Keunikannya karena ringkas, tetapi menggoda kita untuk berpikir lebih panjang; setidaknya merenungkan ulang apa yang kita sangka biasa dan sederhana. Ide-ide besar dalam buku ini menjadi semacam bom kecil dalam kepala yang mampu meledakkan imajinasi.” (Agus Noor) Buku ini saya temukan di antara rak-rak berisikan bukubuku fiksi lainnya dengan tema dan genre yang bermacam-macam di Toko Buku Gramedia di kota di mana saya tinggal dan dilahirkan. Ukurannya mirip dengan buku saku, imut, dan sampulnya yang berwarna merah menyala itu menarik perhatian saya. Saya meraihnya dan langsung membuka halaman awalnya yang tertuju pada kutipan Agus Noor, cerpenis yang sudah sangat kita kenal. Adi K. memang nama yang tidak saya kenali. Namun, Agus Noor bagi saya merupakan garansi atas kualitas tulisan yang ada di dalamnya. Saya yakin bahwa saya tidak menyesal saat membelinya. Dari buku yang terbuka segel dan bungkus plastiknya itu saya bersyukur sehingga saya sempat menghabiskan waktu 1-15 menit untuk membacanya. Saya langsung tercekat dari judul cerita pertama yakni “Dari Jauh”, sebuah kisah seorang gadis kecil bernama Azra yang mampu melihat sesuatu dari kejauhan bahkan sesuatu yang sangat jauh. Ia bisa melihat surga dan dia mengatakan bahwa surga sangat berbeda dari apa yang orang-orang katakan. “Dari Jauh” hanya terdiri atas satu paragraf saja, 13 baris dan mungkin sekitar 80 kata. Tetapi bagi saya ini seperti Cerita-cerita yang Kaya Makna Resensi "K Judul Buku: Cermin Dua Arah Penulis: Adi K. Genre: Fiksi (Kumpulan Flasfiction) Penerbit: Elex Media Komputindo Cetakan: Pertama, Juni 2019 ISBN: 9786230000812 Tebal: 198 halaman Peresensi: Fatatik Maulidiyah elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 88
spektrum yang melahirkan saya tentang imajinasi surga yang banyak didengung-dengungkan orang, namun hakikatnya tak ada yang benar-benar mengetahuinya. Cerita ini menurut saya juga sebuah sindiran atas orangorang yang sok tahu tentang surga, mengklaim surga, dan begitu yakin akan masuk surga. Flash Fiction merupakan istilah lain dari cerita mini. Dalam jagat sastra ia juga dikenal dengan short-short stories atau short-short fiction. Dengan kata lain ia adalah cerita pendek yang pendek, ada juga yang menyebutnya fiksi mini. Dalam buku cerpen Pagi di Amerika 47 cerpen mini dari 5 Benua (2004), penulis Hikmat Darmawan sebagai editor buku tersebut menyampaikan tiga istilah untuk fiksi mini, yakni Snap-fiction, Sudden-Fiction, dan Micro-Stories, sebuah cerita yang terdiri atas 750-1000 karakter, meskipun minim kata, tak berarti ia remeh. Ia merupakan cerita yang sarat makna dan perenungan. Meskipun pendek dan memiliki kedalaman makna dan kejutan (twist), fiksi mini sangat berbeda dibanding pentigraf yang pakempakemnya lebih ketat. 188 judul dalam buku cerpen mini ini hampir memiliki kesamaan karakter yang bisa diwakili dari cerpen berjudul ”Cerpen Dua Arah” Setiap pagi Anka nelakukan ritual yang sama seperti yang telah dijalaninya selama puluhan tahun:bangun pagi, mandi, memakai pakaian, bercermin, dan menyisir rambut. Tapi hari itu berbeda. Saat bercermin, ia tidak lagi melihat bayangan dirinya, melainkan seseorang yang mirip dengannya dan meniru semua gerak-geriknya dengan sangat persis. Ia tahu betul: peniru itu kelihatan lebih bahagia dari dirinya Akankah flasfiction menjadi trend baru di era serba digital sekarang ini? Mengingat stamina baca masyarakat modern semakin lemah dan daya tahan membaca pada teks-teks panjang semakin berkurang. Mengudap cerita singkat Resensi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 89
sekali duduk bahkan tidak kurang dari 3 menit menjadi suatu permintaan orang-orang dengan mobilitas tinggi. Akan tetapi, sastrawan dunia semacam Tolstoy, Kafka, Yukio Mishima, Margaret Atwood maupun Peter Carey sudah pernah membuat Flash Fiction. Mereka menjadikan Flash Fiction sebagai tulisansastra yang padat sempurna. Sementara sastrawan Indonesia yang kerap menulis Fiksi Mini antara lain Nano Riantirano, Putu Wijaya, termasuk Begawan sastra Sapardi Joko Damono yang menurut pengakuannya dalam tulisan Hikmat terpengaruh oleh sastrawan Jepang, Yanusaba Kawabata. Saya sendiri cukup menikmati. Bahkan buku cerpen inilah yang menjadi rujukan saya menulis 45 Flash Fiction dalam Kuntum-kuntum Kamboja yang terbit Desember 2022 lalu. Sebagai penulis pemula, saya banyak belajar dari buku Cermin Dua Arah ini untuk mengabadikan sebuah kisah pendek namun sarat perenungan, permainan logika, dan kejutan yang tidak klise. Kebanyakan membuat kita tercekat dan segera melakukan perenungan. (*) Resensi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 90
Lukisan Karya: Jauza Zhafira Dwifina Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
Fiksi enar saja, pagi itu tidak ada makanan tersedia, karena Bu Olin tidak dapat menggunakan kayu basah. Ia harus menjemur dulu kayu yang basah tadi. Dan sayangnya pagi itu matahari juga tak tampak karena tertutup mendung. Sudah bisa diduga apa yang akan dilakukan Pak Oeng. Ketika ia sampai di meja makan dan melihat belum ada sarapan yang disediakan, nada bicaranya meninggi. "Lalu, bagaimana Aku bisa dapat tenaga untuk bekerja, jika Aku tidak Kesabaran Bu Olin Semalaman hujan turun lebat sekali. Bu Olin lupa memasukkan kayu bakar yang sedang dijemur. Akibatnya, kayu itu menjadi basah dan tidak dapat digunakan untuk menyalakan tungku. Bu Olin sangat cemas. Suaminya, Pak Oeng dan anaknya, Ko Han sangat pemarah. Jika terlambat menyediakan makanan, pasti keduanya akan marah. Oleh Iis Singgih C E R N A K sarapan pagi ini?" teriak Pak Oeng. Bu Olin hanya tertunduk ketakutan. Mendengar ada keributan di ruang makan, Ko Han terbangun. Sambil menahan kantuk, ia menghampiri kedua orang tuanya. "Ada apa pagi-pagi ribut?" tanya Ko Han. "Tak ada sarapan pagi ini sebab kayu bakarnya basah. Ibu tak dapat memasak untuk sarapan kalian," jawab Bu Olin terbata-bata. "Aduh, berarti aku juga tidak sarapan pagi ini." Sontak Ko Han menangis di dekat ayahnya. "Sudah ... sudah, sebaiknya kita pergi B Lukisan karya: Arumi Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 92
Fiksi mencari makan di luar!” Pak Oeng mengajak Ko Han pergi. Di tengah gerimis tipis, keduanya berjalan menuju ke arah pasar. Jalanan lengang, sepertinya orang-orang enggan ke luar, selain basah udaranya juga sangat dingin. Semakin jauh berjalan, rintik gerimis semakin deras dan akhirnya turunlah hujan. Pak Oeng mengajak Ko Han berteduh di sebuah teras rumah kosong. Sepertinya rumah itu sudah lama ditinggalkan penghuninya. Saat mereka berteduh, tidak jauh dari tempat mereka berdiri terlihat induk ayam dengan lima ekor anaknya juga sedang berteduh. Ko Han diam-diam memerhatikan tingkah laku induk ayam tersebut. Meski menggigil, ibu ayam terus memeluk dan melindungi anakanaknya di dalam tubuhnya yang hangat. Sesekali sang ibu melepas kehangatan pelukannya untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan oleh anak-anaknya. "Seandainya saja Ibumu tidak lupa memasukkan kayu bakar kemarin, pasti pagi ini kita tak perlu repot lagi untuk mencari makan di luar." Wajah Pak Oeng masih kesal. Berbeda dengan Ko Han, ia terus memerhatikan tingkah laku induk ayam di dekatnya. Memang ia juga sangat lapar, namun ia sudah tidak semarah tadi. Melihat induk ayam yang sangat sayang pada anaknya, Ko Han jadi teringat ibunya. Pasti selama ini ibunya pun sudah berusaha menyayangi sama persis seperti yang dilakukan induk ayam itu. "Bukankah Ibu juga tidak makan, Ayah?" tanya Ko Han. Seketika Pak Oeng menoleh ke arah Ko Han. Hatinya seperti tersambar petir. Benar apa yang dikatakan putranya. Istrinya pagi itu juga tidak makan. Hati Pak Oeng sangat menyesal telah memarahi istrinya yang selama ini sudah berusaha menyayangi mereka berdua dengan penuh kesabaran. Bu Olin tak pernah mengeluh atas apa yang sudah dikerjakan untuk keluarganya. Dari bangun pagi hingga menjelang malam, ia habiskan seluruh perhatiannya untuk mengurus Pak Oeng dan Ko Han. "Benar, anakku. Ibumu juga tak makan pagi ini. Ia begitu penyabar, tak pernah marah meski Ayah sering memarahinya,” ucap Pak Oeng penuh penyesalan. Keduanya menatap genangan hujan sambil membayangkan wajah Bu Olin yang cemas di rumah. Betapa beruntungnya mereka memiliki wanita yang lembut dan penyabar. Tak lama kemudian hujan mulai reda, mereka berdua bergegas menuju sebuah kedai di ujung pasar untuk membeli sup asparagus dan beberapa roti. Segera setelah membayar semua makanan, Pak Oeng mengajak elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 93
Fiksi putranya cepat-cepat pulang ke rumah. *** Di rumah Bu Olin menunggu dengan gelisah. Ia merasa sangat bersalah. Gara-gara lupa memasukkan kayu bakar, akhirnya suami dan putra semata wayangnya terlambat makan pagi. "Seandainya saja aku tidak lupa, pasti saat ini mereka sudah duduk manis menikmati masakanku," gumam Bu Olin. Saat menoleh ke arah luar. Bu Olin melihat suami dan anaknya tergesagesa menuju rumah. Sesampainya mereka di pintu, Bu Olin tertunduk tak berani menatap Pak Oeng dan Ko Han. Tiba-tiba Pak Oeng memeluk diikuti Ko Han di belakangnya. Bu Olin sangat terkejut dan terharu. Bahkan dengan lembut Pak Oeng menghapus air matanya. "Aku berjanji tidak akan memarahimu lagi!" janji Pak Oeng. "Aku juga Ibu, aku berjanji tidak akan manja lagi pada Ibu," janji Ko Han. Bu Olin sangat senang. Ia membalas memeluk suami dan anaknya. Betapa bahagia mendengar kata-kata itu. Di luar hujan kembali turun dan udara semakin dingin. Namun tidak dengan hati mereka. Suasana dalam rumah begitu hangat. Bu Olin segera memindahkan makanan yang tadi dibeli Pak Oeng dan menyajikan di atas meja. Keluarga kecil itu pun makan bersama dengan hati yang berbahagia. Lawang, 22 Januari 2023 IIS SINGGIH Lahir dan besar di kota Malang. Penulis buku Doa Burung-Burung Urban. Aktif mengirimkan karyakaryanya ke media baik daring maupun luring. Bergiat di komunitas GENITRI dan pendiri rumah belajar Cemerlang. Pernah bergiat di kelas puisi RUANG KATA. Surel: [email protected]. elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 94
Lukisan Karya: Salsabila Nadhifa Sanggar Seni Rumah Kreativ Merangin Jambi
etangga Engku Kari pindah rumah. Jauh meninggalkan Simpang Lapan. Pulang kampung, katanya. Ia tak kuat membayar uang kontrakan bulanan. Sejak harga BBM naik, ia merasakan hidup semakin berat, sebab bukan saja BBM, harga-harga kebutuhan lainnya juga ikut meroket. Roket itu jatuh menyesak ke dadanya. Ulu hatinya perih. Dulu sekali, tetangga Engku Kari, bekerja sebagai kusir bendi. Bendi mulai punah, sebab banyak kendaraan bermotor. Lalu, ia menjadi supir angkot, jurusan Simpang Lapan—Aurkuning Bukittinggi. Angkotnya sering menunggu penumpang di seberang lepau teh telur Engku Raoh. Zaman terus berubah. Orang-orang semakin jarang naik angkot, sebab sudah banyak bersepeda motor. Ojek online juga sambuah. Angkot kalah saing. Penumpang semakin sepi. Bahan bakar oto tak boleh berhenti, pun tagihan sewa angkot, sebab angot itu milik induk semangnya. “Berkurang kawan saya minum teh telur, Engku,” ujar Engku Kari, ketika ia menyalami tetangganya itu, sementara kawannya, bersama bini dan dua orang anaknya yang masih kecil, seorang dalam buaian di pelukan ibunya, menatap sendu. Ada bulir-bulir bening yang berkaca-kaca di mata kawan-berkawan itu. Suami istri itu berat meninggalkan kaki Singgalang, apalagi Simpang Lapan, kampung yang rancak. Namun, apa hendak dikata, nasib juga yang membawa badan hendak ke mana. Ia memang bukan orang Simpang Lapan, pendatang, dan memilih pulang kampung, untuk membangun kehidupan yang baru. Tetangga Ota Lepau T elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 96
“Kalau saya dan keluarga ada salah, mohon dimaafkan, Engku,” kata kawan Engku Kari itu. Kemarin, ia sudah ke lepau Engku Raoh, berpamitan, juga kepada Engku Sut dan Engku Lah. Engku-engku lain ia bertitip pesan dan salam maaf. “Jauh sebelum Engku minta maaf, sudah saya maafkan. Pun demikian, maafkan saya kalau ada salah dan khilaf,” sahut Engku Kari. Berpelukanlah mereka, sebagai tanda terakhir bersua. Saling mendoakan, semoga di tahun mendatang, hidup sama baik. Teruslah kedua suami istri bersama anak-anaknya itu berjalan, menuju lebuh besar, meninggalkan Engku Kari yang memandang dengan tatapan sendu. Ada sesak di dada, tapi Engku Kari tak dapat berkata apa-apa. Ia merasakan udara mulai bertuba. Begitulah kehidupan bertetangga. Kalau sudah sangat dekat, rasanya lebih dari saudara. Kalau berpisah, berat rasanya. Demikian pula yang dialami Engku Kari dan kawan karib yang menjadi tetangganya itu, dan kini rumah di sebelah rumah Engku Kari akan ditempati orang baru. Harapannya, tetangga baru nanti juga elok laku, tak hidup individualis, suka bertegur sapa, dan yang paling penting meluangkan waktu duduk semeja di lepau teh telur Engku Raoh. Muhammad Subhan Ota Lepau elipsis | Edisi 022 / Tahun II / Maret—April 2023 | 97
elipsis sebuah kelas menulis daring yang menghimpun calon penulis Indonesia masa depan. Di kelas ini, peserta belajar berbagai genre kepenulisan. Setiap Senin malam, elipsis menghadirkan instruktur tamu dengan berbagai latar belakang kepakaran mereka. elipsis juga menerbitkan majalah digital sebagai wadah berkarya peserta. B W er h g a a t b s u A n p g p h 0 u 8 b 5 u 6 ngi tim kreatif di nomor -3029-582. Kunjungi laman www.ma k ja r l e ahelipsis.com. Salam atif. Bergabung, yuk! kelasmenulisdaring Kelas Menulis Daring elipsis 0856-3029-582
30k 60k MAJALAH KITA MARI DUKUNG MAJALAH KITA Anda dapat mendukung majalah digital elipsis dengan cara berlangganan per tiga edisi. Hubungi kami di WhatsApp 0856-3029-582 (Asna) 3 EDISI HARGA PELANGGAN Majalah digital elipsis dalam format PDF resolusi tinggi akan dikirim ke email pemesan/pelanggan. Edisi 019 Edisi 020 Edisi 021
N P O V E L "E R U M A H S D I T E A N G A H N S A W A H " D I T O K O B U K U B A L A I P U S T A K A D A N S E L U R U H M A R K E T P L A C E