The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Unit ini merupakan kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keahlian dan kemampuan Insinyur Teknik Mesin Profesional dalam menganalisis kebutuhan bahan baku dan komponen di bidang keinsinyuran dan teknologi permesinan. Unit ini adalah Kompetensi khusus dan kemampuan spesialis dalam suatu tataran keilmuan bahan baku dan komponen, bagi Insinyur Teknik Mesin Profesional yang telah mempunyai pengalaman dalam merumuskan pemilihan, pemanfaatan dan penggunaan bahan baku dan komponen secara analitis dan pengalaman aplikasi praktik dibawah bimbingan/arahan Insinyur Profesional yang lebih berpengalaman.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by afiq.naufalb6, 2022-07-08 04:11:57

Mengelola Bahan Baku dan Komponen Bidang Teknik Mesin_Muhammad Afiq Naufal

Unit ini merupakan kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keahlian dan kemampuan Insinyur Teknik Mesin Profesional dalam menganalisis kebutuhan bahan baku dan komponen di bidang keinsinyuran dan teknologi permesinan. Unit ini adalah Kompetensi khusus dan kemampuan spesialis dalam suatu tataran keilmuan bahan baku dan komponen, bagi Insinyur Teknik Mesin Profesional yang telah mempunyai pengalaman dalam merumuskan pemilihan, pemanfaatan dan penggunaan bahan baku dan komponen secara analitis dan pengalaman aplikasi praktik dibawah bimbingan/arahan Insinyur Profesional yang lebih berpengalaman.

Keywords: bahan,teknik mesin,mengelola

3) Batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh
bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat
beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran
regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang
sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara
pengukuran regangan mikro. Dengan ketelitian regangan yang sering
digunakan pada kuliah rekayasa (10-4 inci/inci), batas elastik lebih
besar daripada batas proporsional. Penentuan batas elastik
memerlukan prosedur pengujian yang diberi beban-tak diberi beban
(loading-unloading) yang membosankan.

b. Kekuatan Luluh (Yield Strength)
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik
adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik
yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi plastis (Dieter,
1993). Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan, sebagai berikut.


=
Keterangan:
Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)
Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati
tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami
perubahan sifat dari elastik menjadi plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit,
dan titik di mana deformasi plastis mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan
untuk sifat ini adalah kekuatan luluh ditentukan oleh tegangan yang berkaitan
dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan garis yang sejajar
dengan elastis ofset kurva oleh regangan tertentu. Di Amerika
Serikat offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002
atau 0,001).

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 90


=
Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda
uji diberi pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat
beban ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan
0,2%, lebih panjang daripada saat dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania
Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji (proff stress), di mana harga ofsetnya
0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset biasanya
dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena metode tersebut
terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.

c. Pengukuran Keliatan (Keuletan)
Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat
diberikan penetrasi dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran
keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan tiga buah hal (Dieter, 1993):

1) Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi
tanpa terjadi patah dalam suatu proses suatu pembentukan logam,
misalnya pengerolan dan ekstrusi.

2) Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai
kemampuan logam untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.

3) Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau
kondisi pengolahan.

d. Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan
keelastisitasannya. Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang
dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat
antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa terjadi perubahan
mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas salah satu sifat-sifat
mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya
penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin.
Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 91


=

Dimana,

Mo = modulus elastisitas
σ = tegangan
ε = regangan

Tabel 3. Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu (Askeland, 1985)

Modulus elastisitas, psi x 106

Bahan Suhu
Kamar
400°F 800°F 1000°F 1200°F
18,0
Baja karbon 30,0 27,0 22,5 19,5 21,0

Baja tahan 28,0 25,5 23,0 22,5
karat austenit 16,5
10,5 14,0 10,7 10,1
Paduan
titanium 9,5 7,8

Paduan
alumunium

e. Kelentingan (Resilience)
Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada
waktu berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya
dihilangkan [Dieter, 1993]. Kelentingan biasanya dinyatakan sebagai modulus
kelentingan, yakni energi regangan tiap satuan volume yang dibutuhkan untuk
menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan luluh σo. Energi regangan tiap
satuan volume untuk beban tarik satu sumbu adalah :

Uo = ½ σxеx
Dari definisi diatas, modulus kelentingan adalah :

Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban energi
pada pemakaian di mana bahan tidak mengalami deformasi permanen, misal pegas

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 92

mekanik, adalah data bahan yang memiliki tegangan luluh tinggi dan modulus
elastisitas rendah.

f. Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada
daerah plastik. Pada umumnya ketangguhan menggunakan konsep yang sukar
dibuktikan atau didefinisikan. Salah satu menyatakan ketangguhan adalah meninjau
luas keseluruhan daerah di bawah kurva tegangan-regangan. Luas ini menunjukan
jumlah energi tiap satuan volume yang dapat dikenakan kepada bahan tanpa
mengakibatkan pecah. Ketangguhan (S0) adalh perbandingan antara kekuatan dan
kueletan. Persamaan sebagai berikut.

UT = su ef
Keterangan:
UT : Jumlah unit volume
Su : Kuat tarik

Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas
penampang lintang. Tegangan ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga
sumbu yang terjadi pada benda uji tarik saat terjadi patah. Karena data yang
diperlukan untuk koreksi seringkali tidak diperoleh, maka tegangan patah sejati
sering tidak tepat nilai.

2. Kekerasan dan pengujian kekerasan
Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan

secara tepat, karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendirisendiri
yang sesuai dengan persepsi dan keperiuannya. Karenanya juga cara pengujian
kekerasan ada bermacam-macam tergantung konsep yang dianut. Dalam
engineering, yang menyangkut logam, kekerasan sering dinyatakan sebagai
kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa cara
pengujian kekerasan yang terstandar yang digunakan untuk menguji kekerasan
logam, pengujian Brinell, Rockwell, Vickers dll.

a. Pengujian Kekerasan Brinell

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 93

Metode uji kekerasan yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900 ini
merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta
disusun pembakuannya (Dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan
lekukan pada permukaan logam memakai bola baja yang dikeraskan yang ditekan
dengan beban tertentu. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik,
dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop, setelah beban tersebut dihilangkan.
Permukaan yang akan dibuat lekukan harus relatif halus, rata dan bersih dari debu
atau kerak. Angka kekerasan brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas
permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diameter jejak. BHN dapat ditentukan dari persamaan berikut:

dengan: P = beban yang digunakan (kg) D = diameter bola baja (mm) d =
diameter lekukan (mm) Dari gambar 1, tampak bahwa d=DsinΦ. Dengan
memasukkan harga ini ke dalam persamaan (1) akan dihasilkan bentuk persamaan
kekerasan brinell yang lain, yaitu:

Gambar 12. Parameter-Parameter Dasar pada
Pengujian Brinell (Sumber: Dieter, 1987)

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 94

Jejak penekanan yang relatif besar pada uji kekerasan brinell memberikan
keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidak seragaman lokal. Selain
itu, uji brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekasaran permukaan
dibandingkan uji kekerasan yang lain. Di sisi lain, jejak penekanan yang besar
ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji ini untuk benda uji yang kecil atau
tipis, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan sehingga lekukan yang terjadi
dapat menyebabkan kegagalan (failure).

b. Pengujian Kekerasan Rockwell
Pengujian rockwell mirip dengan pengujian brinell, yakni angka kekerasan
yang diperoleh merupakan fungsi derajat indentasi. Beban dan indentor yang
digunakan bervariasi tergantung pada kondisi pengujian. Berbeda dengan
pengujian brinell, indentor dan beban yang digunakan lebih kecil sehingga
menghasilkan indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di
industri karena prosedurnya lebih cepat (Davis, Troxell, dan Wiskocil, 1955).
Indentor atau “penetrator” dapat berupa bola baja atau kerucut intan dengan ujung
yang agak membulat (biasa disebut “brale”). Diameter bola baja umumnya 1/16
inchi, tetapi terdapat juga indentor dengan diameter lebih besar, yaitu 1/8, 1/4, atau
1/2 inchi untuk bahan-bahan yang lunak. Pengujian dilakukan dengan terlebih
dahulu memberikan beban minor 10 kg, dan kemudian beban mayor diaplikasikan.
Beban mayor biasanya 60 atau 100 kg untuk indentor bola baja dan 150 kg untuk
indentor brale. Mesikpun demikian, dapat digunakan beban dan indentor sesuai
kondisi pengujian. Karena pada pengujian rockwell, angka kekerasan yang
ditunjukkan merupakan kombinasi antara beban dan indentor yang dipakai, maka
perlu diberikan awalan huruf pada angka kekerasan yang menunjukkan kombinasi
beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban yang digunakan. Dial pada mesin
terdiri atas warna merah dan hitam yang didesain untuk mengakomodir pengujian
skala B dan C yang seringkali dipakai. Skala kekerasan B digunakan untuk
pengujian dengan kekerasan medium seperti baja karbon rendah dan baja karbon
medium dalam kondisi telah dianil (dilunakkan). Range kekerasannya dari 0-100.
Bila indentor bola baja dipakai untuk menguji bahan yang kekerasannya melebihi
B 100, indentor dapat terdefomasi dan berubah bentuk. Selain itu, karena bentuknya,

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 95

bola baja tidak sesensitif brale untuk membedakan kekerasan bahan-bahan yang

keras. Tetapi jika indentor bola baja dipakai untuk menguji bahan yang lebih lunak

dari B0, dapat mengakibatkan pemegang indentor mengenai benda uji, sehingga

hasil pengujian tidak benar dan pemegang indentor dapat rusak.

Tabel 4. Skala kekerasan Rockwell dan huruf awalannya
(Sumber: Davis, Troxell, dan Wiskocil, 1955)

Kelompok Simbol Skala Identor Beban Warna Dial
dan Huruf Penekanan
Awalan
(Kg)

B Bola Baja 100 Merah
Kelompok 1 1/16 -inchi

C Brale 150 Hitam

A Brale 60 Hitam

D Brale 100 Hitam
Merah
Kelompok 2 E Bola baja 1/8 100 Merah
-inchi Merah
Merah
F Bola Baja 60 Merah
1/16 -inchi Merah
Merah
G Bola Baja 150
1/16 -inchi

H Bola baja 1/8 60
-inchi

K Bola baja 1/8 150
-inchi

L Bola baja 1/4 60
M -inchi

Kelompok 3

Bola baja 1/4 100
-inchi

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 96

Kelompok Simbol Skala Identor Beban Warna Dial
dan Huruf Penekanan Merah
Awalan
(Kg)
P Bola baja 1/4
-inchi 150

R Bola baja 1/2 60 Merah
-inchi

S Bola baja 1/2 100 Merah
-inchi

V Bola baja 1/2 150 Merah
-inchi

c. Pengujian Kekerasan Vickers
Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada
dasarnya berbentuk bujursangkar. Besar sudut antar permukaan-permukaan
piramida yang saling berhadapan adalah 1360 . Nilai ini dipilih karena mendekati
sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan
diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell (Dieter, 1987). Angka
kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan.
Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal
jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut:

dengan: P = beban yang digunakan (kg), d = panjang diagonal rata-rata (mm)
 = sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 1360 Karena jejak yang dibuat
dengan penekan piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan
mengenai ukurannya, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya
hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya
digunakan pada uji vickers berkisar antara 1 hingga 120 kg. tergantung pada
kekerasan logam yang akan diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan
pemakaian metode vickers adalah: (1) Uji ini tidak dapat digunakan untuk

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 97

pengujian rutin karena pengujian ini sangat lamban, (2) Memerlukan persiapan
permukaan benda uji yang hati-hati, dan (3) Terdapat pengaruh kesalahan manusia
yang besar pada penentuan panjang diagonal.

Gambar 13. Lekukan Pengujian Vickers
Lekukan yang benar yang dibuat oleh penekan piramida intan harus
berbentuk bujur sangkar (gambar 15a). Lekukan bantal jarum (gambar 15b) adalah
akibat terjadinya penurunan logam di sekitar permukaan piramida yang datar.
Keadaan demikian terjadi pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan
pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong (gambar
15c) akibat penimbunan ke atas logam-logam di sekitar permukaan penekan tedapat
pada logam-logam yang mengalami proses pengerjaan dingin.
d. Kekerasan Meyer
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell,
yang menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung
dengan luas permukaan tapak tekan tetapi dihitung dengan luas froyeksi tapak tekan.
Angka kekerasan Mayer Pm = 4P/(πd2 ) dimana : P = gaya tekan (kg), d =
diameter tapak tekan (mm) Dengan cara ini hasil pengukuran tidak lagi terpengaruh
oleh besarnya juga tekan yang digunakan untuk menekan indentor (jadi tidak seperti
Brinell). Biasanya akan sama walaupun pengukuran dtlakukan dengan gaya tekan
berbeda. llaupun demikian ternyata pengujian Meyer tidak banyak digunakan.
e. Microhardnets Test
Micro Hardness testing dikenal dengan nama knoop hardness testing yang
merupakan pengujian yang cocok untuk pengujian yang rendah dalam nilai
kekerasannya. Knoop biasanya digunakan untuk mengukur sebuah material yang
getas seperti keramik atau batu.
HK = Angka kekerasan knoop
F = Beban (kgf)

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 98

I = Panjang dari indentor (mm)
Angka kekerasan Knoop dihitung sebagai berikut : HK = 14,229 P/l2
dimana : P = gaya tekan l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mikron)
Mengingat bentuk indentornya maka Knoop akan menghasiikan indentasi yang
sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk
pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis dan/atau getas.

3. Pengujian Pukul-Takik (Impact Test)
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji takik

maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
b. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh
(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
c. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas, yaitu kombinasi antara perpatahan berserat dan
perpatahan granular.

Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi yang
diserap benda uji sampai patah didapat rumus yaitu :
Energi yang Diserap (Joule) = Ep – Em

= m. g. h 1 – m. g. h 2
= m . g (h 1 – h 2 )
= m . g (λ (1- cos α) - λ (cos β – cos α)
= m. g . λ (cos β – cos α) Energi yang diserap
= m . g. λ (cos β – cos α)
Keterangan :
Ep = Energi Potensial
Em = Energi Mekanik
m = Berat Pendulum (Kg)
g = Gravitasi 9,81 m/s 2

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 99

h 1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
h 2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = Jarak lengan pengayun (m)
cos α = Sudut posisi awal pendulum
cos β = Sudut posisi akhir pendulum dari persamaan rumus diatas didapatkan

besarnya harga impak yaitu :

Bila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan, maka
akan mengayun sampai kedudukan fungsi akhir 4 pada ketinggian h3 yang juga
hampir sama dengan tinggi semula h1 dimana pendulum mengayun bebas. Pada
mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter
(kg m), pada saat pendulum mencapai kedudukan 4. Bila batang uji dipasang pada
kedudukannya dan pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang
uji dan selanjutnya pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian
h2. Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang
diserap benda uji sampai patah yaitu:

dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:
Dimana :
W1 = Usaha yang dilakukan (kg m).
G = Berat pendulum (kg).
h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m).
Λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos α = Sudut posisi awal pendulum.
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji adalah sebagai berikut. dan
dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana :
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m).
G = Berat pendulum (kg).
h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m).
λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos β = Sudut posisi akhir pendulum.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 100

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji adalah:

dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana :
W = Usaha yang diperlukan mematahkan benda uji (Kg m).
W1 = Usaha yang dilakukan (Kg m).
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Kg m).
G = Berat pendulum (Kg).
λ = Jarak lengan pengayun (m)
cos α = Sudut posisi awal pendulum.
cos β = Sudut posisi akhir pendulum.
dan besarnya harga impak dapat digunakan persamaan berikut:

Dimana :
K = nilai impact (Kg m/mm² )
W = Usaha yang diperlukan mematahkan uji (Kg m)
Ao = Luas penampang dibawah tatikan (mm² )

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain
berbentuk V dengan sudut 45, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci
(key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy
adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang
terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik
maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 101

b. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle).
Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

c. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas.

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah
temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang
menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada
temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-
beda maka akan terlihat bahwa pada dideformasi pergerakan dislokasi menjadi
lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang
relatif lebih rendah serta temperatur tinggi material akan bersifat ulet sedangkan
pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas. Fenomena ini
berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana
pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Vibrasi atom inilah yang
berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi
deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka
pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih
besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol
derajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi
pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah
dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

Selama Perang Dunia banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal,
jembatan, tanki, pipa dan Iain-Iain) yang menampakkan pola patah getas, padahal
konstruksi tersebut terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet, seperti
misalnya baja lunak. Ternyata ada tiga faktor utama yang rngnyebabkan
kecenderungan terjadinya patah getas yaitu (1) tegangan yang triaxial (2)
tempetatur rendah dan (3) laju peregangan (strain rate) yang tinggi (kecepatan
pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikan. Ada

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 102

beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya patahan getas yang di-lakukan
para peneliti, salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujian pukul
takik). Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang dipukul
dengan sebuah bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode
Charpy (dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode izod yang
digunakan di Inggris. Pada metode Izod, batang uji dijepit pada satu ujung sehingga
takikan berada didekat penjepitnya. Bandul/pemukul yang diayunkan dari
ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikan.

Tabel 5. Skala Kekerasan dan Pemakaiannya
(Sumber: alatuji.com)

Skala Pemakaiannya

A Untuk carbide cementite, baja tipois, dan baha dengan lapisan keras
yang tipis

B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa

Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan
C lapisan keras yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras

daripada skala B-100

D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi
tempa peritik

E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam
bantalan

F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis

G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga nikel

H Untuk alumunium, seng, dan timbal

K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 103

Skala Pemakaiannya

L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

D. Pemeliharaan dan Kalibrasi Sarana Peralatan Pengujian

Pemeliharaan dan kalibrasi sarana peralatan pengujian bertujuan untuk
mempertahankan kinerja alat dan fungsi bahan sehingga siap untuk digunakan.
Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) adalah serangkaian aktivitas untuk
menjaga fasilitas dan peralatan agar senantiasa dalam keadaan siap pakai untuk
melaksanakan produksi secara efektif dan efisien sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dan berdasarkan standar (fungsional dan kualitas). Istilah pemeliharaan
berasal dari bahasa Yunani yaitu terein yang artinya merawat, menjaga, dan
memelihara. Pemeliharaan merupakan sistem yang terdiri dari beberapa elemen
berupa fasilitas (machine), penggantian komponen atau sparepart (material), biaya
pemeliharaan (money), perencanaan kegiatan pemeliharaan (method) dan eksekutor
pemeliharaan (man).

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun
pelatihan ilmiah. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukan
kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 104

menurut disiplin ilmunya seperti laboratorium fisika, laboratorium kimia,
laboratorium biologi, bio kimia, bahasa, dan lain-lain.

Perawatan alat laboratorium adalah kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan, mempertahankan, dan mengembalikan peralatan dalam kondisi
yang baik dan siap pakai. Tujuan perawatan laboratorium adalah sebagai berikut:

• Agar peralatan laboratorium selalu prima dan siap dipakai secara optimal.
• Untuk memperpanjang umur pemakaian alat.
• Menjamin kelancaran kegiatan pengujian.
• Menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para pemakai.
• Mengetahui kerusakan secara dini atau gejala-gejala kerusakan.
• Menghindari terjadinya kerusakan secara mendadak.
• Menghindari terjadinya kerusakan yang fatal.
• Menghasilkan pengukuran yang reliabel
• Menurunkan biaya perbaikan
• Meminimalisir kerusakan
• Mengurangi keterlambatan waktu pelaporan hasil tes
Hal-hal yang harus dilakukan untuk merawat alat laboatorium. Diantaranya:
• Melakukan pencegahan dan memberi peringatan melalui gambar atau

tulisan seperti poster atau ilustrasi yang lainnya.
• Menyimpan peralatan agar terhindar dari kerusakan.
• Membersihkan peralatan laboratorium agar selalu terjaga kebersihannya.
• Menginventarisasi peralatan laboratorium dengan memeriksa atau

mengecek kondisi peralatan laboratorium untuk mengetahui adanya alat
yang rusak.
• Menyetel kembali atau kalibrasi alat agar fasilitas atau peralatan dalam
kondisi normal atau siap pakai.
• Memperbaiki kerusakan yang terjadi pada peralatan.

1. Jenis-jenis Perawatan
Menurut Prawirosentono (2009), perawatan terdiri dari dua jenis, yaitu:

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 105

a. Planned Maintenance (Perawatan yang Terencana)
Planned maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilaksanakan
berdasarkan perencanaan terlebih dahulu. Pemeliharaan perencanaan ini mengacu
pada rangkaian proses produksi. Planned maintenance terdiri dari:
1) Preventive maintenance (perawatan pencegahan). Preventive

maintenance adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dalam periode
waktu yang tetap atau dengan kriteria tertentu pada berbagai tahap proses
produksi. Tujuannya agar produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana,
baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya.
2) Scheduled maintenance (perawatan terjadwal). Scheduled Maintenance
adalah perawatan yang bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan
perawatannya dilakukan secara periodik dalam rentang waktu tertentu.
Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan pengalaman, data
masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang
bersangkutan.
3) Predictive maintenance (perawatan prediktif). Predictive maintenance
adalah strategi perawatan di mana pelaksanaanya didasarkan kondisi
mesin itu sendiri. Perawatan prediktif disebut juga perawatan
berdasarkan kondisi (condition based maintenance) atau juga disebut
monitoring kondisi mesin (machinery condition monitoring), yang
artinya sebagai penentuan kondisi mesin dengan cara memeriksa mesin
secara rutin, sehingga dapat diketahui keandalan mesin serta keselamatan
kerja terjamin.

b. Unplanned Maintenance (Perawatan Tidak Terencana)
Unplanned maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan karena
adanya indikasi atau petunjuk bahwa adanya tahap kegiatan proses produksi yang
tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak. Dalam hal ini perlu dilakukan kegiatan
pemeliharaan atas mesin secara tidak berencana. Unplanned maintenance terdiri
dari:

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 106

1) Emergency maintenance (perawatan darurat). Emergency maintenance
adalah kegiatan perawatan mesin yang memerlukan penanggulangan
yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan akibat yang lebih parah.

2) Breakdown maintenance (perawatan kerusakan). Breakdown
maintenance adalah pemeliharaan yang bersifat perbaikan yang terjadi
ketika peralatan mengalami kegagalan dan menuntut perbaikan darurat
atau berdasarkan prioritas.

3) Corrective maintenance (perawatan penangkal). Corrective
maintenance adalah pemeliharaan yang dilaksanakan karena adanya
hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan
rencana, baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. Misalnya:
terjadi kekeliruan dalam mutu/bentuk barang, maka perlu diamati tahap
kegiatan proses produksi yang perlu diperbaiki (koreksi).

2. Kegiatan-kegiatan Perawatan
Menurut Tampubolon (2004), kegiatan-kegiatan perawatan dalam suatu

perusaaan adalah:
a. Inspeksi (Inspection)
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara

berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan
selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin
kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera
diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi,
adan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat
sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

b. Teknik (Engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,
dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan
penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam
kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 107

perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila
dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau diperoleh
komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.

c. Produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik,
melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan
inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan servis dan perminyakan (lubrication).
Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan
segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.

d. Administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan
kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan
kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan. waktu dilakukannya
inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts)
yang tersedia di bagian pemeliharaan.

e. Bangunan (Housekeeping)
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar
bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.
Cara melakukan perawatan :
1) Melakukan pencegahan, misalnya dengan memberi peringatan melalui gambar
atau tulisan, peraturan, tata tertib bagi pengguna laboratorium/bengkel,
memberi bahan pengawet.
2) Menyimpan, misalnya menyimpan peralatan laboratorium agar terhindar dari
kerusakan.
3) Membersihkan, agar peralatan laboratorium selalu bersih dari kotoran yang
dapat merusak, misalnya debu dan uap air yang dapat menyebabkan terjadinya
korosi.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 108

4) Memelihara, misalnya dengan meminyaki peralatan mekanis, memberi makan
hewan percobaan.

5) Memeriksa atau mengecek kondisi peralatan laboratorium untuk mengetahui
adanya gejala kerusakan.

6) Menyetel kembali atau tune-up, kalibrasi alat agar fasilitas atau peralatan
dalam kondisi normal atau standar.

7) Memperbaiki kerusakan ringan yang terjadi pada peralatan peralatan
laboratorium pada batas tingkat kerusakan tertentu yang masih mungkin dapat
diperbaiki sendiri, sehingga siap dipakai untuk praktikum mahasiswa.

8) Mengganti komponen-komponen peralatan peralatan laboratorium yang sudah

rusak.

3. Kalibrasi
Dalam kegiatan industri, kalibrasi dibutuhkan untuk menentukan kebenaran

konvensional suatu nilai pada alat dan bahan ukur. Menurut ISO/IEC Guide
17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM), kalibrasi
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang
ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili
oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari
besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Secara sederhana, kalibrasi adalah
penentuan kebenaran pengukuran untuk mendukung sistem mutu dengan cara
membandingkan standar ukur yang memiliki ketelusuran terhadap standar nasional
untuk satuan ukuran internasional. Dalam pelaksanaannya, ada lima langkah
penting kalibrasi yaitu persiapan, pelaksanaan, dan laporan. Berikut adalah
penjabaran lebih lanjut untuk memahami lima langkah penting kalibrasi.

a. Persiapan Kalibrasi, Dari Alat Hingga Metode
Langkah penting kalibrasi pertama adalah persiapan. Proses kalibrasi harus
didahului dengan tahapan persiapan yang meliputi peralatan, pelaksana, kondisi
lingkungan, hingga metode kalibrasi. Alat yang harus perusahaan persiapkan ada
dua, yaitu alat standar dan alat yang dikalibrasi. Alat standar tersebut harus
mempunyai ketelusuran (traceability) yang terpercaya dengan memiliki bukti

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 109

sertifikat kalibrasi. Selanjutnya, alat standar dan alat yang dikalibrasi mesti berada
dalam kondisi yang sama sesuai metode kalibrasi. Pengkondisian tersebut sangat
penting untuk mencegah perbedaan hasil ukur karena adanya pengaruh lingkungan.
Setelah alat, persiapan selanjutnya ialah penentuan pelaksana kalibrasi. Syarat
menjadi pelaksana kalibrasi ialah memahami tentang kalibrasi yang akan ia
kerjakan untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan data ukur. Umumnya,
pelaksana yang tepercaya adalah mereka yang memiliki pengalaman di bidang
kalibrasi, atau pernah mengikuti kursus khusus kalibrasi. Dalam kondisi tertentu,
pelaksana yang dibutuhkan juga harus memenuhi syarat latar belakang pendidikan
atau persyaratan fisik tertentu.

Aspek penting ketiga dalam persiapan ialah kondisi lingkungan kalibrasi
yang harus sesuai persyaratan metode kalibrasi. Kondisi lingkungan harus
mengalami pengaturan pada detail tertentu, seperti suhu dan kelembaban. Hal ini
sangat penting, terutama untuk peralatan yang mudah mengalami perubahan akibat
pengaruh kondisi lingkungan seperti getaran, suhu, kelembaban, cahaya, dan
sebagainya.

Persiapan berikutnya ialah metode kalibrasi yang mengacu pada standar
tertentu. Syarat acuannya ialah berbasis publikasi yang diakui masyarakat luas.
Sehingga, tidak hanya standar internasional yang menjadi acuan, tetapi juga
metode standar lainnya semisal text book, jurnal, buletin, dan manual peralatan.
Dari acuan-acuan tersebut, metode yang menjadi pilihan untuk dipakai sebaiknya
mudah terlaksana. Sebab, metode kalibrasi sulit berisiko mengakibatkan kesalahan
dalam pengambilan data kalibrasi.

b. Pelaksanaan Kalibrasi Mulai Dari Pengamatan
Pelaksanaan kalibrasi mulai dari pengamatan hingga penentuan
ketidakpastian. Kalibrasi ialah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan
pemahaman atas setiap detail pelaksanaan. Setelah persiapannya yang sangat ketat,
pelaksanaannya pun membutuhkan tahapan yang sangat teliti. Bermula dari
pengamatan awal pada alat, penyetelan, pengamatan kewajaran hasil ukur, hingga
menentukan ketidakpastian.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 110

Pengamatan awal meliputi pemeriksaan terhadap alat yang akan dikalibrasi, apakah
alat tersebut dalam kondisi normal atau tidak. Secara mendasar, kalibrasi bukanlah
aktivitas memiliki tujuan memperbaiki alat, melainkan kebenaran nilainya. Jika alat
mengalami kerusakan, atau tidak sempurna, perbaikilah terlebih dahulu. Umumnya,
ada petugas khusus yang biasa memperbaiki alat yang akan dikalibrasi namun
mengalami kerusakan.

Setelah memastikannya sempurna, tahapan selanjutnya ialah penyetelan alat
yang akan dikalibrasi tersebut. Tujuannya untuk menghindari kesalahan titik nol.
Pada tahapan ini, yang biasanya dilakukan adalah penyetelan kedataran,
pembersihan alat, dan penyetelan titik nol. Jika alat yang dikalibrasi adalah neraca
elektronik, penyetelan dapat berupa kalibrasi internal sesuai prosedur yang tertera
dalam manual.

Tahapan berikutnya adalah pengamatan lagi, yaitu pada kewajaran
penunjukkan alat. Jika alat menampilkan hasil ukur yang tidak wajar, maka perlu
adanya solusi. Tindakan tersebut biasa berupa penyetelan kembali atau mencari
penyebab lain ketidakwajaran tersebut, lalu mencari solusinya.
Langkah penting kalibrasi selanjutnya adalah melaksanakan pengukuran pada titik
ukur tertentu mengikuti dokumen acuan kalibrasi. Pelaksanaan pengukuran harus
sesuai kapasitas alat dan rentang ukur tertentu yang biasa digunakan. Aturannya,
jika dokumen acuan kalibrasi tidak menyertakan titik ukur, umumnya pengukuran
dilakukan dalam selang 10 persen dari kapasitas ukur alat.

Hal penting dalam tahapan ini ialah pembuatan titik ukur yang harus mudah
dibaca oleh pengguna alat. Sehingga, saat melaksanakan pengukuran, pengguna
alat hanya melakukan pengambilan data dan tidak lagi melakukan tindakan lainnya
yang dapat mengganggu pembacaan atau pencatatan hasil ukur, dan menyebabkan
kesalahan.

Berikutnya, pencatatan hasil ukur yang harus berdasar pada yang terlihat,
bukan pada yang dirasakan, sehingga dapat terlaksana secara objektif. Untuk itu,
pengguna alat perlu juga menyiapkan format tertentu sesuai dengan ketentuan
metode kalibrasi, agar data yang tercatat sesuai dengan yang dilihat. Pencatatan ini

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 111

meliputi data ukur, identitas alat secara lengkap, dan faktor yang memengaruhi
kalibrasi seperti suhu ruangan, kelembaban, cahaya, tekanan udara dan sebagainya.

c. Menghitung Data Kalibrasi
Setelah tercatat, langkah penting kalibrasi selanjutnya adalah penghitungan
data kalibrasi sesuai metode kalibrasi. Secara detail, proses penghitungan
melibatkan pekerjaan memberikan konversi satuan, menghitung nilai maksimum-
minimum, nilai rata-rata, standar deviasi, atau menentukan persamaan regresi. Hasil
yang muncul kemudian akan menjadi dasar dalam penarikan kesimpulan dan
penentuan ketidakpastian kalibrasi.

d. Menentukan Ketidak Pastian Kalibrasi
Penentuan ketidakpastian kalibrasi juga merupakan tahap penting dalam
pelaksanaan. Alasannya, hasil kalibrasi dipengaruhi oleh banyak faktor terkait
peralatan, pelaksana, lingkungan, dan metode kalibrasi. Faktor-faktor tersebut ada
yang pengaruhnya mendominasi dan ada pula yang dapat diabaikan tergantung
jenis kalibrasinya. Oleh karena itu, nilai telusur atau kesalahan sistematik dari hasil
kalibrasi tidak berada di satu titik tertentu, tetapi dalam suatu rentang nilai sebesar
nilai ketidakpastian kalibrasi.

e. Membuat Dan Menerbitkan Laporan Hasil Kalibrasi
Tahapan terakhir adalah pembuatan laporan kalibrasi, yang formatnya
mengacu pada pedoman SNI 19-17025. Pembuatan laporan kalibrasi secara
sederhana setidaknya terdiri dari 4 tahap: pembuatan konsep, pemeriksaan konsep,
pengetikan konsep, dan pengesahan laporan.
Sebelum pembuatan, perlu ada pengonsepan laporan berdasarkan hasil
pengukuran, perhitungan data, hingga penghitungan ketidakpastian. Berikutnya,
petugas yang berwenang memeriksa konsep tersebut, terutama pada kesalahan
identitas alat, pengambilan data, hasil penghitungan data, dan penghitungan
ketidakpastian.
Selanjutnya adalah pengetikan konsep laporan yang juga harus menyertakan
pemeriksaan kebenaran pengetikan. Caranya ialah membandingkan antara konsep
laporan dengan hasil pengetikan konsep laporan. Jika sudah sesuai, kepala

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 112

laboratorium kalibrasi atau perwakilannya yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang kalibrasi akan mengesahkan laporan tersebut.

Lima langkah utama tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan kalibrasi
yang sangat penting dalam perindustrian. Semuanya harus terlaksana dengan teliti
dan tertib, demi mendapatkan kebenaran pada alat dan bahan pengukuran.
Kesesuaian pengukuran menurut standar akan memengaruhi kualitas pelaksanaan
aktivitas industri.

4. Kalibrasi mesin uji tarik
Kalibrasi mesin uji tarik/tekan pada dasarnya dilakukan untuk menentukan

hubungan gaya yang ditampilkan oleh indikator mesin uji tarik/tekan, dengan nilai
terkait (nilai gaya sebenarnya yang diberikan oleh mesin uji tarik/tekan) yang
direalisasikan dengan standar pengalih gaya (forceproving instrument) yang
tertelusur ke sistem satuan internasional.

Load cell digunakan untuk mengukur gaya pada saat pengujian tarik. Load
cell dikalibrasi untuk mengetahui pola keluaran voltase dan hubungannya terhadap
inputan gaya yang diukur. Berikut contoh spesifikasi load cell:

Tabel 6. Spesifikasi Load Cell
(Sumber: datasheet uny, 2011)

Mekanik

Bahan Dasar Alumunium Alloy
Load Cell Type Strain Gauge
Kapasitas 2 kg
Dimensi 55.25 x 12.7 x 12.7 mm
Lubang Pemasangan M5 (ukuran baut)
Panjang Kabel 550 mm
Ukuran Kabel 30 AWG (0.2 mm)
No. Urutan Kabel 4

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 113

Elektrik 0.05%
Presisi 1.0 ± 0.15 mV/V
Rata-Rata Output 0.05% FS
Non-Linieritas 0.05% FS
Hysteresis 0.05% FS
Non-Pengulangan 0.1% FS
Creep (per 30 menit) 0.05% FS
Efek Temperatur Pada Nol (per 10°C) 0.05% FS
Efek Temperatur Pada Span (per 10°C) ±1.5% FS
Keseimbangan Nol 1130 ± 10 Ohm
Input Impedansi 1000 ± 10 Ohm
Output Impedansi ≥5000 MOhm
Hambatan Isolasi (dibawah 50 VDC) 5 VDC
Kebutuhan Voltase -10 to ~ +40°C
Toleransi Jarak Temperatur -20 to ~ +55°C
Pengoperasian Jarak Temperatur 120% Kapasitas
Safe Overload 150% Kapasitas
Ultimate Overload

5. Kalibrasi Spesimen Lembaran
Pengujian spesimen lembaran dengan mesin uji tarik standar dilakukan

dilaboratorium pengujian mekanik dengan lima buah benda uji. Ini bertujuan untuk
membandingkan hasil yang diperoleh pada pengujian tarik menggunakan mesin uji
tarik prototip-3, sehingga dapat diketahui persentasi keakurasiannya. Spesimen

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 114

lembaran yang digunakan adalah baja SPCC dengan kekuatan tarik 270 N/mm2
(minimal) dan elongasi untuk ketebalan 0,6 mm ÷ 1 mm sebesar 36% (minimal).
Pengujian dilakukan dengan standar swept sebesar 0,04 s/cm. Pengujian dilakukan
pada suhu 21-22°C dengan kelembaban 42–49 %. Contoh hasil kalibrasi
ditunjukkan oleh gambar berikut :

Tabel 7. Hasil Kalibrasi Spesimen Lemmbaran
(Sumber: Yeni Pusvyta, 2010)

Dimensi Luas Beban Beban Δl σu σy
Sampel Penam Tarik, Mulur, (kg/ (kg/
Nomor P L t -pang Pu (kg) Py (kg) (mm) mm2) mm2)
(mm2)
1 25 6.05 1
6.05 208 160 8.6 34 26

2 25 6.45 1 6.45 228 160 9.45 35 27

3 25 6.55 1 6.55 236 184 8.5 36 28

4 25 6.55 1 6.55 240 180 9.45 36 27

5 25 6.55 1 6.55 232 180 9.5 35 27

E. Menyusun Laporan Pengujian

1. Laporan Pengujian

Setiap laporan pengujian atau sertifikasi kalibrasi harus mencakup
sekurang-kurangnya informasi berikut ini, kecuali bila laboratorium mempunyai
alasan yang sah untuk tidak melakukan yang demikian:

b. Judul (seperti “laporan pengujian” atau “sertifikat kalibrasi”)
c. Nama, alamat laboratorium, dan lokasi dilakukannya pengujian atau

kalibrasi jika berbeda dari alamat laboratorium
d. Identifikasi unik dari laporan pengujian atau sertifikasi kalibrasi, dan

identifikasi yang jelas menyatakan akhir laporan pengujian atau
sertifikasi kalibrasi
e. Nama dan alamat pelanggan
f. Identifikasi dari metode yang digunakan

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 115

g. Uraian, kondisi, dan identifikasi yang tidak meragukan dari barang
yang diuji atau dikalibrasi

h. Tanggal penerimaan barang yang diuji atau dikalibrasi bila hal ini
bersifat kritis pada keabsahan dan penerapan hasil, dan tanggal
pengujian dan kalibrasi dilakukan

i. Acuan rencana dan prosedur pengambilan contoh (sampel) yang -
digunkan laboratorium atau badan-badan lainnya yang relevan dengan
keabsahan atau penerapan hasil

j. Hasil pengujian atau kalibrasi berikut, bila sesuai, satuan pengukuran
k. Nama, fungsi, dan tanda tangan atau identifikasi yang ekuivalen dari

orang yang mengesahkan laporan pengujian atau sertifikat kalibrasi
l. Bila relevan, suatu pernyataan bahwa hasil yang ditampilkan hanya

berhubungan dengan barang yang diuji atau kalibrasi
m. Salinan (hard copy) laporan pengujian dan sertifikat kalibrasi

sebaiknya juga mencantumkan nomor halaman dan jumlah
keseluruhan halaman.
n. Laboratorium dianjurkan untuk mencantumkan suatu pernyataan
bahwa laporan pengujian atau sertifikat kalibrasi tidak boleh
digandakan kecuali seluruhnya, tanpa persetujuan tertulisa dari
laboratorium.

Laporan pengujian bila diperlukan untuk interprestasi hasil pengujian, harus
mencakup:

a. Penyimpangan dari, penambahan pada, atau pengecualian dari metode
pengujian dan informasi tentang kondisi spesifik pengujian seperti
kondisi lingkungan.

b. Bila relevan, pernyataan atas kesesuaian/ketidaksesuaian dengan
persyaratan dan spesifikasi

c. Bila memungkinkan, pernyataan estimasi ketidakpastian pengukuran.
Informasi ketidakpastian dibutuhkan dalam laporan pengujian bila hal
tersebut relevan dengan keabsahan atau penggunaan hasil pengujian, bila

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 116

diperlukan karena merupakan suatu permintaan pelanggan atau bila
ketidakpastian mempengaruhi kesesuain terhadap batas spesifikasi.
d. Bila sesuai dan dibutuhkan, opini dan interprestasi
e. Informasi tambahan yang mungkin diminta oleh metode tertentu,
pelanggan atau kelompok pelanggan

Laporan pengujian yang berisi hasil pengambilan contoh (sampel) harus
mencakup hal-hal berikut, bila diperlukan untuk interprestasi hasil pengujian:

a. Tanggal pengambilan contoh
b. Identifikasi yang tidak membingungkan dari substansi, bahan, atau

produk yang dijadikan contoh, termasuk nama produsen, tipe atau model
penandaan dan nomor seri sebagaimana layaknya
c. Lokasi pengambilan contoh, temasuk diagram, sketsa, atau foto apapun
d. Acuan pada rencana pengambilan contoh dan prosedur yang digunakan
e. Rincian dari kondisi lingkungan selama pengambilan contoh yang dapat
mempengaruhi inteprestasi hasil pengujian
f. Standar atau spesifikasi lainnya untuk metode atau prosedur pengambilan
contoh, dan penyimpangan, penambahan pada atau dari spesifikasi yang
dimaksud.

2. Sertifikat Kalibrasi
Sertifikat kalibrasi harus mencakup hal-hal berikut ini, bila diperlukan untuk

interprestasi hasil kalibrasi:
a. Kondisi-kondisi (seperti lingkungan) tempat kalibrasi dilakukan yang
berpengaruh pada hasil pengukuran
b. Ketidakpastian pengukuran atau pernyataan kesesuaian dengan
spesifikasi metrologis tertentu atau klausul-klausulnya
c. Bukti bahwa pengukuran tertelusur
d. Sertifikat kalibrasi harus berhubungan hanya dengan kuantitas dan hasil
pengujian fungsional. Jika pernyataan kesesuaian dengan sesuatu
spesifikasi dibuat, pernyataan tersebut mengindikasikan klausul
spesifikasi yang dipenuhi atau tidak dipenuhi.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 117

e. Bila suatu alat yang dikalibrasi telah disetel atau diperbaiki, hasil
kalibrasi sebelum dan sesudah penyetelan atau perbaikan harus
dilaporkan

f. Sertifikat kalibrasi atau label kalibrasi harus tidak berisikan
rekomendasi apapun pada interval kalibrasi, kecuali bila hal tesebut
disetujui oleh pelanggan.

F. Menyusun Laporan Pemakaian Bahan Baku atau Komponen

Tujuan di dirikannya suatu perusahaan adalah untuk mendapatkan
keuntungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan dapat memaksimalkan
segala sumberdaya yang dimiliki perusahaan, baik sumber daya manusia, sumber
daya alam atau bahan baku, dan teknologi. Untuk mencapai tujuan perusahaan,
faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

• Tenaga kerja (Manpower).
• Mesin (Machine).
• Modal (Money).
• Bahan baku (Material).
• Manajemen (Management).
Material merupakan salah satu faktor utama industry, tanpa material
industry tidak dapat beroperasi. Oleh karena itu material harus dikelola dengan baik.
Dan pengelolaan material dikenal dengan manajemen material. Manajemen
material didefinisikan sebagai bentuk perencanaan, pengendalian, penempatan
material yang berkualitas, dengan harga yang baik dan tepat waktusesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Dan juga diartikan sebagai suatu koordinasi perencanaan
dan pengawasan pengadaan material, proses pengelohan, hasil produksi atau barang
jadi. Pokok permasalahan dalam manajemen material adalah :
a. Kualitas material.
b. Jumlah material yang dibutuhkan.
c. Waktu pengadaan material.
d. Harga yang sesuai

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 118

Kegagalan mengatasi permasalahan diatas dapat memperbesar biaya
operasional yang dapat mengurangi pendapatan maupun merugikan perusahaan.
Kegagalan yang memaksimalkan sumber daya perusahaan, dan mengembangkan
biaya produksi juga disebabkan oleh :

a. Metode operasional yang baik.
b. Penempatan sumber daya yang tidak tepat.
c. Penjualan yang tidak maksimal
Tujuan manajemen persediaan:
a. Meminimalkan biaya persediaan.
b. Memaksimalkan bahan baku dalam proses produksi, dan hasil produksi.
Secara operasional manajemen material merupakan manajemen
terpadudalam membuat perencanaan, pengadaan, aliran dan distribusi material
yang dibutuhkan untuk proses produksi. Aktivitasnya antara lain :
a. Aktivitas procurement.
b. Inventory management.
c. Aktivitas penerimaan bahan baku dan penyimpanan.
d. Perencanaan atau penjadwalan
Tujuan manajemen material adalah tersedianya material dalam jumlah,
harga, dan waktu yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut faktor yang harus
dipeerhatikan adalah:

a. Perencanaan
Perencanaan adalah faktor utama dalam mencapai tujuan manajemen
material. Perencanaan yang matang akan menghasilkan produktivitas yang baik.
Perencanaan harus dapat memaksimalkan segala sumber daya yang dimiliki
perusahaan, memiliki strategi yang baik, dan mampu memperhitungkan keadaan
dimasa yang akan datang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat
perencanaan yaitu :

1) Jumlah pesanan.
2) Persediaan maksimum dan minimum.
3) Frekuensi pemesanan.
4) Jenis material.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 119

5) Pemesanan kembali.
6) Persediaan pengaman

b. Pengendalian

Pengendalian adalah tindakan untuk memastikan rencana yang sudah

ditetapkan berjalan dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan pengendalian adalah :

1) Standar yang baik merupakan acuan pelaksanaan rencana yang sudah

dibuat.

2) Badan atau departemen yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan.

3) Bagian yang mengambil tindakan apabila terjadi penyimpangan dari

standar.

4) Alat yang digunakan harus baik.

Manajemen material yang baik salah satunya dengan mencatat semua

aktivitas pemakaian material dengan membuat laporan. Laporan dapat disusun

dalam bentuk tabel maupun kalimat yang menjelaskan semua aktivitas pemakaian

bahan baku dalam perusahaan.

Tabel 8. Contoh Data Pemakaian Bahan Baku
(Sumber: PT. Alkindo Mitra Raya)

Bulan Pemakaian Jumlah Pemakaian (kg)
Oktober 213.853
November 207.075
Desember 118.158
Januari 195.597
Februari 219.722
Maret 188.313
April 205.994
Mei 247.251
Juni 111.616
Juli 222.405
Agustus 209.435
September 230.730
Total 2.370.149

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 120

LATIHAN

Petunjuk Jawaban Latihan!
Untuk menjawab soal latihan ini dengan benar, Anda harus membaca dan
mempelajari kegiatan belajar 4 dalam Modul yang meliputi materi:
1. Identifikasi lingkungan operasi
2. Identifikasi persyaratan pengujian bahan baku
3. Mengkaji nilai hasil pengujian bahan baku atau komponen
4. Pemeliharaan dan kalibrasi sarana peralatan pengujian
5. Menyusun laporan pengujian
6. Menyusun laporan pemakaian bahan baku atau komponen
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda
mengerjakan soal latihan berikut ini!
1. Jelaskan mengapa kemampuan operasi tidak dipakai sebagai kekuatan bersaing

dalam bisnis!
2. Sebutkan beberapa pengujian mekanik yang banyak dilakukang di bidang

teknik mesin!
3. Jelaskan fungsi pemeliharaan dan kalibrasi sarana peralatan pengujian!
4. Jelaskan bagaimana cara memperbaiki keadaan bahwa kemampuan operasi

tidak dipakai sebagai kekuatan bersaing dalam bisnis!
5. Jelaskan secara singkat langkah-langkah pelaksanaan uji tarik (tensile test)!
6. Jelaskan secara singkat langkah-langkah pelaksanaan microhardnets test!
7. Jelaskan jenis-jenis perawatan menurut Prawirosentono (2009)!
8. Jelaskan 5 langkah penting kalibrasi!

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 121

RANGKUMAN

Operasi sering dipandang sebelah mata dalam proses perencanaan strategis.
Operasi dikemukakan setelah dilakukan perencanaan strategis untuk pemasaran,
keuangan, dan manajemen umum. Akibat dari hal itu, kemampuan operasi tidak
dipakai sebagai kekuatan bersaing dalam bisnis.
Keadaan ini hanya dapat diperbaiki dengan mengembangkan strategi operasi
sebagai suatu bagian yang terpadu dan strategi bisnis dengan memasukkan operasi
sebagai mitra yang sederajat dalam mengembangkan dan menerapkan strategi
bisnis. Strategi operasi merupakan salah satu cara yang dapat dikembangkan oleh
perusahaan dengan memanfaatkan operasi pabrik dan jasa untuk berkompetisi di
pasar global. Operasi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai wadah kekuatan
bersaing dalam bisnis dan sebagai wadah untuk mencapai keunggulan yang dapat
berkesinambungan. Strategi operasi harus menjadi kekuatan penggerak proses
transformasi agar selalu sehat dengan kondisi lingkungan baru, seperti era
globalisasi. Hayes dan Wheelwright (1984) mendefinisikan strategi operasi sebagai
suatu pola yang konsisten dalam keputusan operasi. Semakin konsisten keputusan
itu dan semakin besar tingkatan strategi operasi menunjang strategi bisnis, akan
semakin baik.

Untuk mengetahui sifat bahan/logam perlu dilakukan pengujian. Pengujian
biasanya dilakukan terhadap sampleuji bahan yang dipersiapkan menjadi spesimen
atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang standar. Demikian juga
prosedur pengujian harus dilakukan dengan cara-cara yang standar (mengikuti
suatu standar tertentu), baru kemudian dari hasil pengukuran pada pengujian
diambil kesimpulan mengenai sifat mekanik yang diuji.

Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan dapat
diperoleh bila pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan
konstruksi dengan bentuk dan ukuran sebenarnya (full-scale) dan pengujian
dilakukan dengan pembebanan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Tetapi
cara ini terlalu mahal, tidak praktis dan bahkan kadang-kadang sulit dianalisis.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 122

Beberapa pengujian mekanik yang banyak diiakukan adalah pengujian tarik (tensile
test), pengujian kekerasan (hardness test), pengujian pukul-takik (impact test),
kadang-kadang juga pengujian kelelahan (fatigue test), creep test, bending test,
compression test dan beberapa fabrication test.

Pemeliaraan dan kalibrasi sarana peralatan pengujian bertujuan untuk
mempertahankan kinerja alat dan fungsi bahan sehingga siap untuk digunakan.
Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) adalah serangkaian aktivitas untuk
menjaga fasilitas dan peralatan agar senantiasa dalam keadaan siap pakai untuk
melaksanakan produksi secara efektif dan efisien sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dan berdasarkan standar (fungsional dan kualitas). Istilah pemeliharaan
berasal dari bahasa Yunani yaitu terein yang artinya merawat, menjaga, dan
memelihara. Pemeliharaan merupakan sistem yang terdiri dari beberapa elemen
berupa fasilitas (machine), penggantian komponen atau sparepart (material), biaya
pemeliharaan (money), perencanaan kegiatan pemeliharaan (method) dan eksekutor
pemeliharaan (man).

\

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 123

EVALUASI KEGIATAN BELAJAR 4

Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat dari beberapa
alternatif jawaban yang disediakan!
1. Berikut yang merupakan pendekatan strategi operasi yaitu…

a. Strategi operasi dan keputusan harus diisi secara penuh kebutuhan dari bisnis
dan harus menambah keunggulan bersaing bagi perusahaan, semua fungsi
dari perusahaan harus berkoordinasi dengan baik untuk mendukung
perusahaan;

b. Strategi operasi harus berisi pernyataan misi dan tujuan
c. Analisis dan scanning lingkungan
d. Perumusan, evaluasi, dan pemilihan strategi
e. Implementasi
2. Digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor. Indentor ini ditusukkan
ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama waktu
tertentu pula (antara 10 sampai 30 detik), merupakan pengertian dari…
a. Pengujian kekerasan brinell
b. Pengujian kekerasan vickers
c. Pengujian tarik
d. Pengujian pukul takik
e. Pengujian rockwel
3. Pada pengujian kekerasan rockwell dengan skala B harus digunakan indentor
berupa bola baja berdiameter….dan beban utama…
a. 2/16” dan 100 kg
b. 3/16” dan 50 kg
c. 1/16” dan 100 kg
d. 4/16” dan 50 kg
e. 1/16” dan 100 kg
4. Pengujian vickers dapat mengukur kekerasan bahan mulai dari…sampai ke….
a. 10 HV sampai 1000 HV

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 124

b. 10 HV sampai 1500 HV
c. 5 HV sampai 1500 HV
d. 5 HV sampai 1000 HV
e. 15 HV sampai 1000 HV
5. Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji
diberi pembebanan hingga….%
a. 0,3
b. 0,1
c. 0,4
d. 0,2
e. 0,8
6. Skala kekerasan rockwell dengan huruf awalan S maka indentornya bola baja…..
Inch, dengan beban penekanan….kg, dan warna dial….
a. 1/8 ; 50 ; hitam
b. 1/2 ; 100 ; merah
c. 1/2 ; 50 ; merah
d. 1/4 ; 100 ; merah
e. 1/2 ; 100 ; hitam
7. Kegiatan perawatan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan terlebih
dahulu. Pemeliharaan perencanaan ini mengacu pada rangkaian proses produksi,
merupakan pengertian dari…
a. Unplanned maintenance
b. Emergency maintenance
c. Planned maintenance
d. Breakdown maintenance
e. Corrective maintenance
8. Nama, alamat laboratorium, dan lokasi dilakukannya pengujian atau kalibrasi
jika berbeda dari alamat laboratorium, hal tesebut merupakan….pada laporan
pengujian atau kalibrasi.
a. Karakteristik
b. Cara

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 125

c. Sistem
d. Syarat-syarat penulisan
e. Identifikasi
9. (1) persiapan kalibrasi, dari alat hingga metode
(2) Menghitung data kalibrasi
(3) membuat dan menerbitkan laporan hasil kalibrasi
(4) menentukan ketidakpastian kalibrasi
(5) Pelaksanaan kalibrasi mulai dari pengamatan
Pernyataan diatas yang merupakan urutan proses kalibrasi yang benar yaitu…
a. (1), (2), (3), (4), (5)
b. (5), (4), (3), (2), (1)
c. (1), (2), (3), (5), (4)
d. (1), (5), (4), (2), (3)
e. (1), (5), (2), (4), (3)
10. Berikut merupakan tabel spesifikasi load cell dari segi mekanik. Sedangkan dari
segi elektrik untuk hasil presisi, hysteresis, dan kebutuhan voltase adalah…

a. 0,05% ; 0,05 FS ; 5 VDC
b. 0,05% ; 0,05 FS ; 10 VDC
c. 0,08% ; 0,03 FS ; 5 VDC
d. 0,05% ; 0,03 FS ; 10 VDC
e. 0,07% ; 0,04 FS ; 5 VDC

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 126

TINDAK LANJUT DAN UMPAN BALIK

Periksalah jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi kegiatan belajar 4

yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang

benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat

penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 4 pada modul ini.

Rumus:

Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban Anda yang benar x 100%

10

Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

90 - 100% = sangat baik

80 - 89% = baik

70 - 79% = cukup

< 70% = kurang

Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 70 atau lebih, Anda dapat

melanjutkan mempelajari kegiatan belajar 5. Tetapi apabila tingkat penguasaan

Anda masih di bawah 70, Anda harus mengulangi kegiatan belajar 4, terutama pada

bagian yang belum Anda kuasai.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 127

KEGIATAN BELAJAR 5.
MEMILIH CARA PEMELIHARAAN MUTU

BAHAN BAKU ATAU KOMPONEN
DARI KERUSAKAN

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah melaksanakan kegiatan belajar 5 tentang memilih cara pemeliharaan
mutu bahan baku atau komponen dari kerusakan, diharapkan peserta PSPPI mampu
merumuskan penyebab penurunan mutu seperti aus, korosi, kelelahan dan radiasi
ultraviolet; mengetahui teknik mengurangi penurunan mutu, mencegah kegagalan
dini; teknik mendeteksi kemungkinan adanya gejala kesalahan; dan menyeleksi
cara perlakuan bahan baku atau komponen. Sehingga dapat berperan aktif dalam
memberikan kontribusi yang membawa dampak positif bagi instansi atau
perusahaan dan masyarakat.

KEGIATAN BELAJAR 5

URAIAN MATERI

A. Penyebab Penurunan Mutu Seperti Aus, Korosi, Kelelahan
Dan Radiasi Ultraviolet

Kata “Mutu” berasal dari bahasa inggris, “Quality” yang berarti kualitas.
Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan
gairah dan harga diri. Sesuai keberadaannya, mutu dipandang sebagai nilai tertinggi
dari suatu produk atau jasa.

Menurut Crosby, mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan
(conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah
ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Bagi setiap institusi, mutu
adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting.
Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah
konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang
membingungkan dan sulit untuk diukur.

Penurunan mutu berarti penurunan kualitas suatu bahan baku atau
komponen. Penurunan kualitas diartikan sebagai perbedaan antara kondisi saat ini

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 128

dengan kondisi standar yang telah ditentukan. Contoh penurunan mutu seperti aus,
korosi, kelelahan, dan radiasi ultraviolet.

1. Kelelahan (Fatigue)
Logam yang menerima tegangan secara berulang-ulang akan dapat

rusak/patah pada tingkat tegangan yang jauh lebih rendah daripada tegangan yang
diperlukan untuk mematahkannya dengan sekali pembebanan siatik, bahkan dapat
patah pada tegangan di bawah kekuatan elastiknya (di bawah yield point/strength).
Kerusakan semacam itu dikatakan rusak karena kelelahan (fatigue). Sebagian besar
kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan, atau
setidaknya faktor kelelahan ikut menyebabkan kerusakan itu. Kerusakan karena
kelelahan (fatigue failure) dapat terjadi karena merambatnya retak/cacat secara
perlahan/bertahap. Retak ini dapat dimulai dari retak/cacat yang sangat kecil dan
retak ini menjalar setiap kali ujung retak itu menerima tegangan. Tegangan yang
bekerja ini secara rata-rata untuk seluruh penampang yang menerima beban
mungkin masih jauh dibawah batas kekuatan bahan, tetapi pada daerah di sekitar
ujung retak/cacat tegangan mungkin sudah melampaui batas kekuatannya, sehingga
retak dapat merambat. Setiap kali terjadi tegangan maka retak akan merambat,
sehingga akhirnya sisa penampang tidak lagi mampu menerima gaya yang bekerja
dan akan jadi patah. Patah ini tampaknya seperti tanpa ada tanda-tanda, karena itu
fatigue failure seringkali berbahaya. Permukaan patahan akibat kelelahan biasanya
dapat dibedakan dari patahan akibat overloaded. Pada permukaan patahan akibat
kelelahan biasanya terdiri dari dua daerah, daerah yang menampakkan adanya
garis-garis halus yang menunjukan tahapan perambatan retak (biasanya daerah ini
lebih halus, karena di sini dah terjadi retak dan permukaan ini selalu bergesekan
satu sama lain), dan daerah lain yang tampak lebih kasar (sisa penampang yang
patah pada saat terkait karena tidak lagi mampu menahan beban). Bentuk
permukaan patahan akibat lelahan banyak tergantung pada cara pembebanan yang
bekerja dan bentuk konsentrasi tegangan yang ada pada suatu benda kerja.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 129

Gambar 14. Bentuk Permukaan Patah Lelah
(Sumber: Hendri, Y.P, 2011)

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap sifat kelelahan, yaitu :
a. Konsentrasi tegangan, bila pada suatu penampang terdapat distribusi
tegangan yang tidak merata, dikatakan disitu terjadi konsentrasi
tegangan, maka fatigue limit/strength cenderung akan menurun. Hal ini
dapat dimengerti karena sebenarnya pada sebagian dari penampang itu
akan menerima tegangan yang lebih besar dari harga rata-rata yang
seharusnya terjadi, karena itu fatigue limit/strength akan turun.
Konsentrasi tegangan dapat terjadi pada komponen mesin dimana
terdapat alur pasak ulir, lubang, fillet, press fit dsb.
b. Ukuran/dimensi, ukuran benda kerja yang besar cenderung menurunkan
fatigue limit/strength.
c. Kondisi permukaan
d. Kekasaran permukaan Benda kerja yang kasar akan Iebih mudah
mengalami kelelahan, ini dapat dimengerti karena permukaan yang kasar
dapat digambarkan sebagai permukaan yang penuh goresan, dan setiap
goresan ini dapat merupakan konsentrasi tegangan dan potensial sekali
untuk menjadi awal keretakan yang akan merambat karena pembebanan
berulang. Jadi untuk memperbaiki ketahanan terhadap kelelahan dapat
dilakukan antara lain dengan memperhalus permukaan.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 130

e. Kekuatan permukaan
f. Pada suatu benda yang menerima beban, maka tegangan yang paling

tinggi akan terjadi di permukaan. Karena itu juga retak sering mulai
merambat dari permukaan. Benda kerja yang mempunyai kekuatan di
permukaan yang lebih tinggi akan memiliki fatigue limit/strength yang
lebih tinggi. Karena kekuatan di permukaan tinggi maka terjadinya retak
akan terhambat, sehingga pada tingkat tegangan yang sama umurnya
akan jadi lebih panjang. Penguatan permukaan dapat dilakukan dengan
proses laku panas, misalnya carburising, cyaniding, nitriding dan Iain-
Iain.
g. Residual compressive stress
h. Dengan membiarkan terjadinya tegangan sisa di permukaan (berupa
tegangan tekan) akan menyebabkan naiknya fatigue limit/strength.
Fatigue failure biasanya dimulai dari permukaan, ditirnbulkan oleh
tegangan tarik yang bekerja. Bila pada permukaan terdapat tegangan
tekan maka tegangan tekan itu akan menyebabkan tegangan tarik yang
bekerja harus menghilangkan dulu tegangan tekan tersebut sehingga
tegangan tarik yang efektif bekerja akan lebih kecil, dan kemungkinan
terjadinya keretakan akan lebih kecil. Untuk memberikan tegangan tekan
sisa pada permukaan dapat dilakukan dengan shot peening atau dengan
surface rolling.

i. Korosi, adanya media yang korosif pada bagian yang menerima cyclic

stress akan menurunkan ketahanan terhadap kelelahan. Terjadinya korosi
di permukaan merupakan crack initiation, yang tentunya akan
mempermudah terjadinya kelelahan. Di samping itu perlu diketahui
bahwa adanya tegangan akan mempercepat terjadinya korosi, adanya
korosi akan mempercepat terjadinya kelelahan. Ini dinamakan corrosion
fatigue.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 131

2. Aus
Pemakaian kendaraan bermotor selama periode tertentu akan menyebabkan

terjadinya keausan pada beberapa komponen mesin seperti di crankshaft, camshaft,
dan gear. Masalah itu bisa mengakibatkan kendaraan harus mengalami turun
mesin. Selain komponen mesin otomotif, ketahanan aus (wear resistance) juga
diperlukan untuk komponen-komponen pada mesin industri. Keausan pada
komponen-komponen terjadi akibat adanya gesekan antar komponen pada saat
mesin menyala.

Salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan aus suatu material adalah
dengan meningkatkan kekerasan (hardness) dari material tersebut. Peningkatan
kekerasan dapat dilakukan dengan cara pengerasan permukaan (surface
hardening) atau modifikasi permukaan (surface engineering).

Proses dengan meningkatkan kekerasan pada material, maka ketahanan aus
akan meningkat dan pada akhirnya umur pakai dari komponen-komponen tersebut
akan menjadi lebih lama. Selama ini, peningkatan kekerasan dan ketahanan aus
pada komponen yang terbuat dari baja karbon rendah biasanya dengan
proses carburizing atau nitriding.

Proses carburizing dilakukan dengan cara memanaskan spesimen/ bahan di
lingkungan karbon sampai mencapai temperatur austenit (sekitar 850-900 °C).
Setelah itu dilanjutkan dengan proses pendinginan cepat (quenching
process). Kelemahan dari proses ini adalah harus dilakukan pada temperatur yang
tinggi sehingga cenderung menyebabkan material mengalami distorsi (perubahan
bentuk maupun ukuran). Disamping itu, proses yang dilakukan pada temperatur
tinggi juga memerlukan daya listrik yang besar sehingga meningkatkan biaya
produksi.

Proses kedua yang juga biasa dilakukan untuk meningkatkan kekerasan dan
ketahanan aus komponen adalah proses nitriding. Proses ini dilakukan dengan cara
memanaskan spesimen di lingkungan nitrogen (misalnya gas ammonia) sampai
mencapai temperatur sekitar 500 °C. Temperatur dari proses nitriding ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan proses carburizing. Namun, proses ini

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 132

memerlukan waktu yang sangat lama sehingga tidak efisien yang dapat berujung
pada meningkatnya biaya produksi.

Untuk menutupi kekurangan dari kedua metode pengerasan permukaan
tersebut, alumni program beasiswa S3 dari Research and Innovation in Science and
Technology Project (RISET-Pro) angkatan pertama 2013, Muhammad Kozin,
memodifikasi proses nitriding yang selama ini digunakan.

Perekayasa Ahli Madya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) ini menyebut proses tersebut dengan nitriding – quenching process (NQ
Process). Pada proses ini, spesimen dipanaskan di lingkungan nitrogen, dengan
mengalirkan gas amonia ke ruang pemanas sampai mencapai temperatur austenit
(sekitar 600-7000C) selama beberapa saat. Kemudian dilanjutkan dengan proses
pendinginan cepat (quenching process).

3. Korosi
Kata korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere” yang artinya perusakan

logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya
logam) akibat lingkungannya. Pada logam terjadinya akibat reaksi kimia yaitu pada
temperatur yang tinggi antara logam dan gas atau terjadi korosi elektrokimia dalam
lingkungan air atau udara basah (Supardi, 1997). Pengertian lain korosi adalah
peristiwa perusakan logam oleh karena terjadinya reaksi kimia antara logam dengan
zat-zat di lingkungannya membentuk senyawa yang tak dikehendaki. Contoh
peristiwa korosi antara lain karat pada besi, pudarnya warna mengkilap pada perak,
dan munculnya warna kehijauan pada tembaga. Reaksi kimia yang terjadi termasuk
proses elektrokimia di mana terjadi reaksi oksidasi logam membentuk senyawa-
senyawa oksida logam ataupun sulfida logam.

4. Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara seperti korosi suhu

rendah dan korosi suhu tinggi. Korosi dapat juga dikategorikan sebagai korosi
basah dan korosi kering. Pada pembahasan kali ini, korosi akan diklasifikasikan
sebagai korosi seragam (uniform corrosion) dan korosi lokal (local corrosion).

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 133

Korosi seragam adalah jenis korosi yang umum terjadi pada permukaan
substrat logam. Kegagalan lapisan pelindung atau lapisan penghalang pada struktur
logam menghasilkan korosi yang seragam dan menyebabkan penipisan logam
sebagai akibat dari reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi pada permukaan
logam.

Korosi seragam adalah jenis korosi yang dapat diprediksi, dikendalikan dan
dicegah, sehingga sering dianggap sebagai bentuk korosi yang aman. Korosi
seragam dapat dilindungi dengan berbagai metode perlindungan seperti
perlindungan katodik dan penerapan cat, dan lainnya.

Korosi lokal terjadi di lokasi selektif pada substrat logam. Ini menyebabkan
degradasi logam yang parah dibandingkan dengan korosi seragam. Korosi lokal
adalah bentuk korosi yang berbahaya karena sulit untuk dideteksi dan biasanya
terjadi tanpa peringatan apapun. Tindakan korosi di lokasi lokal tergantung pada
berbagai faktor seperti waktu pemaparan, cacat pada lapisan penghalang dan variasi
elektrolit, dll. Korosi lokal, dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk-bentuk berikut:

a. Pitting Corrosion
Pitting adalah bentuk korosi lokal yang paling merusak. Korosi ini
mengakibatkan pembentukan lubang kecil atau rongga di substrat seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 18. Pitting terjadi karena runtuhnya lapisan penghalang
di hadapan anion agresif. Hal tersebut terjadi di area yang sangat kecil dari
permukaan logam sementara permukaan yang tersisa tetap tidak terpengaruh.
Daerah pit menjadi anodik dan bagian lainnya menjadi katodik.
Terjadinya pengutuban tadi memulai reaksi galvanik, yang menghasilkan
peningkatan pH di dalam lubang. Elektrolit yang diasamkan di dalam lubang ini
menghalangi lapisan pasif logam dan meningkatkan penyebaran lubang.
Sangat sulit untuk memprediksi pitting karena ukurannya yang kecil dan terkadang
pit dapat ditutupi dengan produk korosi.
Pitting menghasilkan bobot logam menjadi berkurang secara signifikan
yang dapat menyebabkan kegagalan total pada struktur. Korosi pitting diyakini
menjadi penyebab runtuhnya jembatan US Highway 35 tahun 1967 antara Point
Pleasant, WV dan Kanauga, OH, ketika struktur itu tiba-tiba jatuh ke Sungai Ohio.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 134

Gambar 15. Pitting Corrosion
(Sumber: foodengineeringmag.com)
Korosi crevice adalah jenis pitting khusus dengan geometri celah, dan
umumnya terjadi berdekatan dengan celah atau celah antara dua permukaan logam
yang bergabung. Biasanya terjadi pada struktur teknik seperti antara sambungan
baut, di bawah flens atau di antara flens, di kepala mur dan paku keling, dll. Ukuran
celah cukup sempit untuk mempertahankan zona stagnan dan cukup lebar untuk
memungkinkan akses cairan.
Inisiasinya tergantung pada berbagai faktor seperti variasi konsentrasi
oksigen, pH dan konsentrasi konstituen. Konsentrasi oksigen dan pH cukup tinggi
dalam larutan curah dibandingkan dengan di dalam celah, yang meningkatkan sel
elektrokimia. Di dalam, oksidasi celah besi terjadi, Fe diubah menjadi Fe2+. Di
katoda terjadi reduksi oksigen yang mengakibatkan terbentuknya lapisan pasif
Fe(OH)2 pada mulut celah. Setelah inisiasi, mekanisme propagasi sangat mirip
dengan mekanisme korosi pitting.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 135

Gambar 16. Korosi Crevice
(Sumber: aeroengineering.co.id)
b. Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi ketika dua pasangan logam yang berbeda bertemu
dengan elektrolit atau kondisi korosif. Korosi ini juga dikenal sebagai korosi
bimetalik. Kondisi penting untuk terjadinya korosi galvanik adalah dua logam yang
berbeda secara elektrokimia harus ada, harus ada kontak listrik di antara keduanya
dan kedua logam harus terkena elektrolit.
Faktor pendorong untuk jenis korosi ini adalah adanya perbedaan potensial
logam (Gambar 20). Logam, yang lebih aktif atau kurang mulia, bertindak sebagai
anoda dan cenderung lebih cepat terkorosi. Namun, substrat, yang kurang aktif atau
mulia, bertindak sebagai katoda dan menimbulkan korosi pada tingkat yang lebih
lambat.
Elektrolit menyediakan sarana transfer ion dari anoda ke katoda. Sebagian
besar korosi bimetalik terjadi di lingkungan laut karena efektivitas air asin sebagai
elektrolit. Contoh umum korosi galvanik adalah korosi galvanik pada badan kapal
yang bersentuhan dengan baling-baling perunggu atau kuningan; di penukar panas
antara tube dan tube sheet; cacat pada lapisan tembaga pada permukaan baja yang
dilapisi tembaga; pipa baja dengan fitting kuningan, dll.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 136

Gambar 17. Korosi Galvanik
(Sumber: detech.co.id)

c. Erosion Corrosion
Korosi erosi adalah efek gabungan dari korosi atau erosi yang terjadi karena
pergerakan relatif antara permukaan fluida dan substrat logam. Jenis korosi ini
terutama terjadi pada pipa, alasan utama kerusakan adalah turbulensi fluida. Laju
korosi erosi tergantung pada kecepatan dan kondisi fisik fluida. Efek gabungan dari
korosi dan erosi menyebabkan pitting agresif di substrat.
Kehadiran partikel abrasif dalam cairan menyebabkan penipisan lapisan luar
karena gerakan relatif padatan terhadap permukaan. Kavitasi merupakan kasus
khusus korosi erosi yang disebabkan oleh runtuhnya gelembung uap dalam cairan
yang bersentuhan dengan permukaan logam.

d. Korosi Intergranular
Korosi intergranular adalah bentuk khusus dari korosi terjadi pada batas
butir atau daerah di sebelah batasnya. Korosi ini juga dikenal sebagai serangan
intergranular atau korosi interdendritik. Alasan utama untuk korosi intergranular
adalah pembentukan endapan dan segregasi di wilayah batas butir tertentu. Adanya
endapan dan segregat membuat batas butir secara fisik dan kimia berbeda dengan
butir aslinya sehingga menyebabkan disolusi selektif batas butir atau daerah yang
dekat dengan batas butir.
Korosi intergranular umumnya terbatas pada area yang sangat kecil, tetapi
dalam beberapa kasus, butiran lengkap akan copot karena penghancuran total batas.
Hal ini sangat mempengaruhi sifat mekanik substrat logam. Contoh korosi

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 137

intergranular yang terkenal adalah sensitisasi baja tahan karat atau peluruhan las.
Dalam hal ini, kromium mendapatkan endapan pada batas butir yang menyebabkan
penipisan konsentrasi Cr di daerah di sebelah endapan ini, membuat daerah ini
rentan terhadap serangan korosif. Identifikasi korosi ini biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis, tetapi dalam beberapa kasus bahkan terlihat dengan mata
telanjang.

Penipisan kromium pada logam stainless steel bisa menghasilkan korosi
intergranular. Jika kromium dalam baja kurang dari 10%, maka ketahanan korosi
akan berkurang. Biasanya, SS 304 mengandung 0,06 hingga 0,08% karbon
sehingga karbon bereaksi dengan kromium yang mengarah pada pembentukan
kromium karbida seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Fenomena ini diamati ketika baja dipanaskan dalam kisaran suhu sensitisasi
(950–1450 °F). Jika logam dipotong melintang dan diperiksa dengan Scanning
Electron Microscope (SEM), area CrC3 yang terkorosi akan diamati sebagai parit
sempit yang dalam.

Gambar 18. Korosi Intergranular
(Sumber: detech.co.id)

e. Stress Corrosion Cracking
Stress corrosion cracking (SCC) muncul karena efek gabungan dari
tegangan tarik dan lingkungan yang korosif. Baik tegangan eksternal atau tegangan
sisa di dalam material juga dapat menyebabkan terjadinya Stress corrosion
cracking. SCC biasanya terjadi di daerah dengan tekanan tinggi, bejana tekan, pipa
dan reaktor yang terkubur di bawah bumi.

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 138

Pitting umumnya dikaitkan dengan fenomena SCC. Aluminium dan baja
merupakan dua logam yang lebih rentan terhadap SCC. SCC dalam pipa dimulai
ketika retakan kecil berkembang di permukaan luar pipa yang terkubur.

Fatigue corrosion muncul karena efek simultan dari tekanan siklik dan
lingkungan korosif. Efek kolektif dari kedua proses ini jauh lebih berbahaya
daripada sendirian. Fatigue corrosion umumnya terjadi pada lubang, cacat
permukaan atau penyimpangan.

Fatigue corrosion mirip dengan SCC dalam banyak hal, kecuali dapat
terjadi di lingkungan apa pun. Pada korosi fatik, propagasi trans-granular umumnya
teramati dan tidak menunjukkan propagasi bercabang seperti yang diamati pada
SCC.

Gambar 19. Fatigue Cracking dan Stress Corrosion Cracking
(Sumber: azom.com)

Berikut ini beberapa faktor dari penyebab terjadinya korosi (perkaratan)
pada logam.

1. Konsentrasi Air dan Oksigen
Di dalam kondisi kelembaban yang lebih tinggi, maka besi akan lebih cepat

berkarat. Selain itu, perkaratan juga akan mudah terjadi di dalam air yang kadar
oksigen terlarutnya lebih tinggi, Air dan oksigen dapat menjadi medium terjadinya
korosi dan agen pengoksidasi besi.

2. Suhu
Jika logam berada di daerah yang bersuhu panas, seperti di gurun, proses

terjadinya korosi akan berjalan lebih lambat. Sebaliknya, apabila logam berada di

Modul Mengelola Bahan Baku dan Komponen Teknik Mesin 139


Click to View FlipBook Version