The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kinerja Penyuluh Agama Fungsional pada masa Covid 19:
1. Face to face
2. Bermedia
3. Prokes
4. Bermedia

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by jayintojawa1979, 2021-04-21 22:50:17

Kinerja Penyuluh Agama Fungsional pada Masa Covid 19

Kinerja Penyuluh Agama Fungsional pada masa Covid 19:
1. Face to face
2. Bermedia
3. Prokes
4. Bermedia

Keywords: Komunikasi Efektif

LAPORAN HASIL PENELITIAN

KINERJA PENYULUH AGAMA ISLAM FUNGSIONAL
PADA MASA COVID 19: ANALISIS MODEL DEMING PADA KANTOR

KEMENTERIAN AGAMA KOTA MEDAN

Oleh :
JAYINTO, MA
NIP. 197901082005011003
PESERTA PELATIHAN KEWIDYAISWARAAN
TINGKAT MENENGAH

PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“KINERJA PENYULUH AGAMA ISLAM FUNGSIONAL PADA MASA
COVID 19: ANALISA MODEL DEMING PADA KANTOR KEMENTERIAN
AGAMA KOTA MEDAN” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk
mengalisis kinerja penyuluh agama Islam fungsional Kantor Kementerian Agama
Kota Medan pada masa covid 19 dengan menggunakan model Deming. Pada
kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga proposal
penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Bapak Kepala Balai Diklat Keagamaan Medan selaku pimpinan pada Balai

Diklat Keagamaan Medan.
2. Bapak Dr. Mistar, MA selaku mentor pada pelatihan penjenjangan tingkat

menengah yang telah membantu penulis dalam melakukan penyusunan
proposal penelitian ini.
3. Bapak/ ibu Widyaiswara dari Lembaga Administrasi Negara yang telah
membimbing dalam proses pelatihan dan pembimbingan penelitian proposal
penelitian ini.
4. Bapak Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Medan dan seluruh
jajarannya
5. Bapak/ ibu penyuluh agama Islam Fungsional Kantor Kementerian Agama
Kota Medan.
6. Pengurus Majelis Taklim di Kota Medan yang telah bersedia memberikan
waktunya untuk wawancara
Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik
mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para penguji guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan
proposal penelitian ini.

i

Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi
para penulis dalam melaksanakan penelitian.

Medan, November 2020

Jayinto

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................................................ii
Daftar Isi .................................................................................................................................................iii
BAB. I PENDAHULUAN .............................................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah Penelitian ....................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................................................5

BAB II. KERANGKA TEORI ........................................................................................................ 6
A. Tinjauan Pustaka............................................................................................................................6
B. Konsep Kunci .................................................................................................................................24
C. Penelitian yang relevan ............................................................................................................. ..24
D. Kerangka Pikir................................................................................................................................32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................................. . .. 34
A. Metode Penelitian........................................................................................................................34
B. Lokasi dan Waktu....................................................................................................................... 36
C. Sumber data...................................................................................................................................36
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................................................................37
E. Instrumen Penelitian ...................................................................................................................37
F. Teknik Analisis Data .................................................................................................................39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 41
A. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 41
B. Pembahasan............................................................................................................. 44

BAB V. PENUTUP ......................................................................................................... 47
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 47
B. Saran ....................................................................................................................... 47
C. Rekomendasi........................................................................................................... 47

iii

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................................

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam

lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur

organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat
yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh
jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur
Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di
PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala
bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan
sekretaris lurah.
2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan
dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor
(Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan,
apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata
laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.
Penyuluh agama Islam termasuk dalam jabatan fungsional yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
54/KEP/MK.WASPAN/9/1999, penyuluh agama Islam fungsional adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau
penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama.

1

Penyuluh agama Islam fungsional dalam melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan dilakukan dengan dua cara, tatap muka langsung dan bermedia.
Bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka dilakukan dengan mendatangi
majelis taklim sesuai jadwal yang telah direncanakan kemudian memberikan
penerangan dan konseling pada masalah agama dan pembangunan.

Kegiatan bimbingan dan penyuluhan tatap muka yang sudah lama
dilakukan, menjadi terhambat dengan datangnya pandemi Novel coronavirus atau
covid 19. Penyebaran virus yang massiv dan mengakibatkan korban jiwa
memaksa pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerbitkan protokol
penanganan covid 19, termasuk didalamnya adalah pencegahan covid 19 melalui
social distancing adalah suatu tindakan menghindari kerumunan orang dan
pertemuan besar.

Kerumunan orang yang dimaksud adalah himpunan orang yang bergerak di
lokasi pusat perbelanjaan, bioskop, stadion, tempat wisata, dan sebagainya.
Acara-acara yang mengundang perhatian banyak orang harus dibatalkan, ruang
untuk berkumpul-kumpul harus dihindari, sekurang-kurangnya menjaga jarak
minimal 1 meter dengan orang lain. Tujuannya untuk memutus atau
memperlambat penyebaran Covid-19.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam social distancing, yakni tetap
tinggal di rumah dan bekerja dari rumah, menghentikan kegiatan tatap muka di
sekolah/kampus dan beralih ke metode belajar online, bertemu orang lain melalui
telepon atau video call, dan membatalkan atau menunda konferensi dan rapat.
Aktivitas belajar, bekerja, dan beribadat dilakukan di rumah masing-masing.

Protokol pencegahan covid 19 dalam bentuk social distancing
mempengaruhi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka,
pelaksanaan pengajian dibatasi bahkan banyak majelis taklim yang meliburkan
kegiatannya, sehingga berdampak pada kegiatan bimbingan dan penyuluhan
agama di masyarakat. Kegiatan yang direncanakan menjadi terbatas kalaupun sulit
dilakukan dengan kebijakan social distancing tersebut.

Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Syifa Fauzia, mengatakan
kegiatan majelis taklim ditiadakan untuk sementara waktu di tengah mewabahnya

2

Covid-19. Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Syifa Fauzia,
mengatakan kegiatan majelis taklim ditiadakan untuk sementara waktu di tengah
mewabahnya Covid-19. BKMT sudah menghimbau setiap majelis taklim dan
pimpinannya mengikuti seruan pemerintah serta ulama untuk tidak mengadakan
pengajian secara reguler seperti biasa.

"Banyak pengajian yang mengganti dengan (kegiatan) one day one juz atau
khataman Alquran di rumah masing-masing dan lewat whatsapp grup," kata Syifa
kepada Republika.co.id, Ahad (22/3).

Dia menambahkan, BKMT juga mengimbau jelis taklim untuk menuruti
imbauan pemerintah melakukan social distancing sampai waktu yang ditentukan.
Ibu-ibu majelis taklim juga diimbau menjaga jarak dengan siapapun, menjaga
kebersihan dan beribadah bersama keluarga di rumah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid
Dewan Masjid Indonesia (PP BKMM DMI), Nurdiati Akma, mengatakan BKMM
DMI sudah mengantisipasi penyebaran wabah covid-19 dengan menutup aktivitas
pengajian atau majelis taklim sebelum Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan
itu.

Pendidikan dan pengajian yang kerap dilaksanakan secara rutin sudah
dihentikan untuk sementara waktu. "Kita membantu pemerintah dengan
mengisolasi diri sendiri, keluar pun hanya untuk membeli kebutuhan yang
mendesak, kalau pengajian (majelis taklim) sudah dihentikan tapi mereka (ibu-
ibu) sudah diminta membaca Alquran di rumah masing-masing," kata Nurdiati
kepada Republika.co.id, Ahad (22/3).

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, penyuluh agama Islam
fungsional telah telah diatur dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan
kegiatannya yang disebut dengan kinerja.

Kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi kerja
yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan
(SDM) yang bekerja di institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis)
untuk mencapai tujuan organisasi Ma’ruf Abdullah (2014).

3

Kantor Kementerian Agama Kota Medan dipilih menjadi lokus penelitian
dengan alasan: 1) Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara sehingga
dapat menjadi refrensi bagi penyuluh Agama Islam Fungsional di Sumatera Utara,
2) Penyuluh Agama Islam Fungsional di Kantor Kementerian Agama Kota Medan
secara jenjang jabatan telah memiliki penyuluh agama dengan jabatan tertinggi
(IV-c)., dan 3) Secara geografis lokasi Kantor Kementerian Agama Kota Medan
berdekatan dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera
Utara.

Masa pandemik covid 19 menimbulkan suasana yang abnormal dan
mempengaruhi pembatasan interkasi dalam masyarakat termasuk mempengaruhi
pelaksanaan pengajian di majelis taklim. Apakah hal tersebut mempengaruhi
kinerja penyuluh agama Islam fungsional Kantor Kementerian Agama Kota
Medan, pertanyaan ini menarik untuk di teliti dengan analisis model Deming.
B. Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakh Kinerja penyuluh agama Islam fungsional pada Kantor
Kementerian Agama Kota Medan pada masa covid 19 ?
C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui kinerja penyuluh agama Islam fungsional pada Kantor Kementerian
Agama Kota Medan pada masa covid 19.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis :

Penelitian ini diharapkan berkontribusi terhadap penelitian kinerja penyuluh
agama Islam Fungsional selanjutnya.
2. Manfaat Praktis, kepada :
a. Penyuluh agama Islam fungsional menjadi informasi dan evaluasi kinerja
penyuluh agama Islam fungsional pada pada masa Covid 19.
b. Kantor Kementerian Agama Kota Medan menjadi informasi awal untuk
pembinaan kepada penyuluh Agama Islam Fungsional.

4

c. Balai Pendidikan dan Pelatihan Medan, menjadi informasi dalam
penyusunan program peltihan bagi penyuluh Agama Islam Fungsional
Kantor Kementerian Agama Kota Medan.

5

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Kinerja
a. Pengertian

Para ahli manajemen memberikan berbagai pengertian tentang kinerja ini
sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing, dan bahkan juga
berdasarkan pengalaman kerja yang langsung mereka alami dan rasakan. Diantara
beberapa pengertian kinerja tersebut adalah :
1. Wibowo (2007) menyebutkan kinerja itu berasal dari kata performance

yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu pula dipahami
bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi
juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung.
2. Wirawan (2009) menyebutkan kinerja merupakan singkatan dari kinetika
energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggeris adalah performance.
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-
indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
3. Moeheriono (2012) menyebutkan kinerja atau performance merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi
yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.
4. Abdullah (2013)menyebutkan kinerja itu adalah terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan dalam
pengertian yang simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi, yang
dikerjakan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk
(manual), arahan yng diberikan oleh pimpinan (manajer), kompetensi dan
kemampuan karyawan mengembangkan nalarnya dalam bekerja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja
yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu
institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja di

6

institusi itu baik pemerintah maupun perusahaan (bisnis) untuk mencapai tujuan
organisasi.
b. Aspek-aspek kinerja

Wirawan (2009:105) menjelaskan bahwa secara umum aspek-aspek kinerja
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yang dalamnya terkandung indikator-
indikator dari kinerja, yaitu adalah sebagai berikut:
1. Hasil kerja

Hasil kerja adalah hal yang dihasilkan dari apa yang telah dikerjakan
(keluaran hasil atau keluaran jasa), dapat berupa barang dan jasa yang
dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Kualitas kerja yang
merupakan kemapuan karyawan menunjukkan kualitas hasil kerja yang
ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian. Kuantitas kerja yang merupakan
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan sejumlah hasil tugas pada
setiap harinya.
2. Perilaku kerja
Dalam kesehariannya di tempat kerja, seorang karyawan akan menghasilkan
dua bentuk perilaku kerja, yaitu:
a. Perilaku pribadi adalah perilaku yang tidak ada hubungannya dengan

pekerjaan, contohnya cara berjalan, cara makan siang, dll.
b. Perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang berhubungan dengan

pekerjaannya, contohnya disiplin kerja, perilaku yang disyaratkan
dalam prosedur kerja dan kerja sama, komitmen terhadap tugas, ramah
pada pelanggan, dll. Perilaku kerja juga bisa meliputi inisiatif yang
dihasilkan untuk memecahkan permasalahan kerja, seperti ide atau
tindakan yang dihasilkan, serta mampu untuk membuat alternatif
solusi demi memperlancar pekerjaan, agar dapat menghasilkan kinerja
tinggi. Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat
untuk menaati segala peraturan organisasi yang didasari atas kesadaran
diri untuk menyesuaikan diri dengan peraturan organisasi atau
perusahann. Kerja sama (team work) adalah keinginan untuk bekerja
sama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari

7

kelompok.
a. Sifat pribadi

Sifat pribadi adalah sifat yang dimiliki oleh setiap karyawan. Sifat pribadi
karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai
seorang manusia biasa, seorang karyawan memiliki banyak sekali sifat
bawaan, artinya sifat yang memang sudah dibawa sejak lahir atau watak.
Sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir ini akan diperkuat oleh pengalaman-
pengalaman yang diperoleh pada saat manusia beranjak dewasa.
Untuk dapat menunjang pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik maka
seorang karyawan memerlukan sifat pribadi tertentu seperti kemampuan
beradaptasi yang merupakan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan kerjanya, kesabarn yang merupakan menunggu,
bertahan, atau menghindari respon buruk dalam bekerja untuk beberapa saat
sampai dapat merasa tenang dan pikiran dapat berfungsi kembali dengan
baik, dan kejujuran dalam bekerja merupakan menceritakan informasi,
fenomena yang ada dan sesuai dengan realitas tanpa ada perubahan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
c. Indikator Kinerja
1. Pengertian Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan (BPKP, 2000) Sementara itu menurut Lohman (2003) indikator kinerja
(Performance Indicators) adalah suatu variable yang digunakan untuk
mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efesiensi proses atau operasi
dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Dari rumusan itu
kita dapat memahami bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan
untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam
ukuran-ukuran tertentu.
Dalam perspektif lain indikator kinerja juga didefinisikan sebagai berikut:

8

1. Indikator kinerja adalah nilai atau karakteristik tertentu yang digunakan

untuk mengukur output atau outcome suatu kegiatan.

2. Indikator kinerja adalah alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan

derajat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

3. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan oleh organisasi.

4. Indikator kinerja adalah suatu informasi operasional yang merupakan

indikasi mengenai kinerja atau kondisi suatu fasilitas atau kelompok

fasilitas.

Indikator kinerja (Performance Indicator) mengacu pada penilaian kinerja

secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang bersifat hanya merupakan indikasi saja,

sehingga bentuknya cenderung kualitatif saja, dalam penilaian kinerja ini ada area

keberhasilan utama yang disebut critical success factors (CSF). Untuk melakukan

CSF ini dapat dilakukan terhadap berbagai faktor, misalnya potensi yang dimiliki

organisasi, kesempatan, keunggulan, dan kapasitas sumberdaya, CSF adalah

kumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang

bersiat financial maupun non financial. Pada tabel berikut ini dapat dilihat

penggunaan CSF sebagai masukan dalam penetapan indikator kinerja.

No. Keberhasilan Utama Tujuan Stratejik Indikator Kinerja

Organisasi (CSF)

1. Layanan berkualitas Memantau dan mengendalikan Pelayanan yang

tinggi dan tepat waktu pada pelayanan setiap waktu tepat waktu

2. Karyawan yang ber- Memantau proses penerimaan Tingkat ketrampilan

kualitas tinggi dan seleksi karyawan untuk karyawan sesuai

menghasilkan karyawan yang dengan tugas

berkualitas karyawan

3. Sistem keuangan yang Menciptakan system keuangan Efektivitas system

baik dan teratur yang efektif dan efisien pelaporan keuangan

4. Hasil produk yang Membuat produk yang Jumlah omzet

berkualitas berkualitas dan dapat diterima penjualan

pasar

Tabel: 7.1.

Critical Succes Factors (CSF) menentukan Indikator Kinerja

Sumber: Moeheriono, 2013: 109.

9

Memperhatikan tabel di atas kita dapat memahami bahwa : (1) Penentuan
Key Performance Indicator (KPI) merupakan bagian yang sangat penting dalam
merancang sistem pengukuran kinerja, (2) Dalam menentukan KPI haruslah
benar-benar merupakan penjabaran dari visi, misi, strategi, dan tujuan-tujuan
strategis organisasi (perusahaan).

Meskipun indikator kinerja antara satu kegiatan dengan kegiatan lain
berbeda, namun ada persyaratan-persyaratan yang bersifat umum yang sama
untuk mewujudkan suatu indikator yang baik dan ideal. Diantara persyaratan-
persyaratan itu adalah sebagai berikut:
1. Consistency, tidak berubah baik antar periode waktu maupun antar unit

organisasi.
2. Comparibility, mempunyai daya banding yang layak dan tepat.
3. Clarity, sederhaana, mudah dimengerti dan dipahami oleh semua organisasi.
4. Controllability, dapat dikendalikn dalam wilayah dan departemen yang ada

dalam lingkungan organisasi
5. Contingency, berdasarkan struktur organisasi, gaya manajemen,

ketidakpastian dan kompleksitas
6. Comprehensivenes, merefleksikan semua aspek perilaku yang cukup penting

untuk pembuatan keputusan manajerial.
7. Boundedness, fokus pada faktor-faktor utama yang merupakan perwujudan

keberhasilan organisasi.
8. Relevance, dalam penerapannya memerlukan indikator yang spesifik,

sehingga relevan dengan kondisi dan kebutuhan tertentu.
9. Feasibility, target-target yang dipergunakan sebagai dasar indikator

perumusan indikator kinerja harus merupakan harapan yang realistik.
Dalam perspektif yang lain persyaratan indikator kinerja yang baik dan ideal
menurut rumusan BPKP adalah sebagai berikut (Moeheriono:2013):
1. Spesifik dan jelas, sehingga mudah dipahami.
2. Dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif.
3. Relevan, indikator kinerja dapat digunakan secara objektif dan relevan.

10

4. Dapat dicapai, penting dan berguna.
5. Fleksibel dan sensitive, dapat digunakan tidak saja dalam keadaan normal,

tetapi juga dalam kondisi yang memerlukan perubahan dan penyesuaian.
6. Efektif, data dan informasi yang berkitan dengan indikator kinerja dapat

dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
Apa yang mendasari ukuran kinerja perlu dipertimbangkan secermat
mungkin, karena indikator kinerja itu akan digunakan untuk mengukur progress
atau prestasi karyawan baik secara in-dividual maupun tim. Dan bahkan apa yang
dijadikan indikator akan dikembalikan menjadi feedback kepada karyawan untuk
menjadi koreksi atau masukan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja kedepan.
Dengan demikian tujuan ditetapkannya indikator kinerja itu adalah untuk
memberikan bukti apakah hasil yang diinginkan telah dicapai atau belum.
d. Manajemen Kinerja
1. Pengertian Manajemen Kerja
Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola. Dasar untuk
melaksanakan manajemen kinerja adalah perumusan tujuan, terdapatnya
konsensus (kesepakatan) dan kerjasama, sifatnya berkelanjutan, terjadi
komunikasi dua arah, dan terdapat umpan balik (Wibowo:2012)
2. Siklus Manajemen Kinerja
Menurut Blanchard dan Garry Ridge, yang dikutip oleh Wibowo (2012)
dalam buku manajemen kinerja, siklus manajemen kinerja terdiri dari 3
bagian, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.a. Perencanaan kinerja

Perencanaan kinerja merupakan bagian terpenting dalam manajemen
kinerja. Menurut Bacal, yang dikutip oleh Wibowo (2012) dalam buku
manajemen kinerja, perencanaan merupakan proses dimana pekerja dan
manajer bekerja bersama merencanakan apa yang harus dilakukan pekerja
dalam setahun mendatang, mendefinisikan bagaimana kinerja harus diukur,
mengidentifikasi dan merencanakan mengatasi hambatan dan mendapatkan
saling pengertian tentang pekerjaan.
Langkah-langkah dalam membuat sebuah perencanaan yang baik yakni:

11

yang pertama adalah situational analysis, dilanjutkan dengan alternative
goals and plans, kemudian langkah yang selanjutnya adalah goal and plan
evaluation, tahap yang keempat goal and plan selection, dan diakhiri
dengan implementation. Sedangkan menurut Blanchard dan Garry Ridge,
yang dikutip oleh Wibowo (2012) dalam buku manajemen kinerja, dalam
performance planing ditetapkan tujuan, sasaran dan standar kinerja.
1. Menetapkan tujuan adalah sebagai proses manajemen yang

memastikan bahwa setiap pekerjaan individual tahu peran apa yang
harus mereka lakukan dan hasil apa yang perlu mereka capai untuk
memaksimumkan kontribusinya.

2. Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang
menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan dan oleh siapa sasaran
yang ingin dicapai tersebut diselesaikan.

3. Standar kinerja menjelaskan apa yang diharapkan manajer dari pekerja
sehingga harus dipahami pekerja. Standar kinerja merupakan tolak
ukur terhadap mana kinerja diukur agar efektif.

2.b. Pelaksanaan Kinerja
Berdasarkan perencanaan kinerja yang telah disepakati bersama antara
manajer dan pekerja, dilakukan implementasi. Pelaksanaan merupakan
implementasi dari perencanaan dalam bentuk kegiatan nyata. Selama proses
pelaksanaan seorang manajer mempunyai tugas penting untuk
menggerakkan para anggotanya. Menurut Terry yang dikutip oleh Syaiful
Sagala (2007) dalam buku manajemen strategik, menggerakkan merupakan
aktivitas merangsang anggota kelompok agar melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik.
Pada tahap pelaksanaan, manajer mengamati dan memonitor kinerja
orangnya, memuji kemajuan dan mengarahkan ulang apa bila diperlukan
(Wibowo:2012)

2.c. Evaluasi kinerja
Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi suatu rencana pengelola harus
melakukan evaluasi. Evaluasi kinerja merupakan proses mengevaluasi

12

pekerja pada berbagai dimensi yang berkaitan dengan pekerjaan. Menurut
Bacal, yang dikutip oleh Wibowo (2012) dalam buku manajemen kinerja,
evaluasi kinerja merupakan proses untuk menilai dan mengevaluasi kinerja
perorangan.
Evaluasi kinerja merupkan tahapan yang penting dalam manajemen kinerja.
Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment)
ataupun oleh pimpinan. Karena pemimpin perlu menggali data dan
informasi yang akurat yang berkaitan dengan kinerja pegawai. Agar
dilakukannya evaluasi kinerja mendapatkan hasil yang baik, pemimpin
melakukan review karena review bisa menjadi gambaran akan kondisi
kinerja pegawai sehingga dapat menjadi salah satu informasi untuk
penilaian kinerja (Uhar Syahputra:2012)
Menurut Dessler, yang dikutip oleh Sudarmanto (2009) dalam buku kinerja
dan pengembangan kompetensi SDM, penilaian prestasi kinerja adalah suatu
proses yang meliputi: (1), penetapan standar prestasi kerja; (2), penilaian
prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar; (3)
memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi karena
menurunnya prestasi kerja. Hadari Nawawi (2006) menyebutkan bahwa
tujuan evaluasi kinerja adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas dan
efisien atau tingkat keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja
merupakan kegiatan untuk menilai pekerjaan yang dilakukan seseorang,
apakah sudah dilakukan dengan baik atau kurang baik dalam melaksanakan
tugasnya.
Secara singkat yang dimaksud manajemen kinerja adalah suatu proses
manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan
kepentingan-kepentingan individu sehingga bisa untuk memastikan bahwa
antara tujuan individu dan organisasi sama. Manajemen kinerja yaitu
bagaimana mengelola pekerjaan seseorang.

13

d. Model-model Manajemen Kinerja
Pertanyaan pertama yang akan timbul dalam benak kita adalah bagaimana

cara kerja manajemen kinerja itu. Jawabannya akan kita temukan dalam model-
model yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para pakar manajemen.
Wibowo (2014) menyebut beberapa pakar manajemen yang memperkenalkan dan
mengembangkan model manajemen kinerja ini antara lain:
c.1. Model Deming

Model Deming ini diambil dari nama Dr. William Edward Deming seorang
pakar manajemen kinerja yang memperkenalkan teori manajemen “Total Quality
Management” (TQM) yang didalam teori itu ada model manajemen kinerja yang
kemudian disebut “model Deming”. Pada mulanya ketika TQM ini diperkenalkan
oleh Deming pada tahun 1920-an, para industriawan dan para manajer di Amerika
Serikat kurang memperhatikan. Para industriawan dan para manajer mereka lebih
senang menerapkan manajemen tradisional yang bersifat otokratis, dimana
pengambilan keputusan diambil oleh top eksekutif, sedangkan karyawan sekedar
melaksanakan keputusan tersebut. Kualitas produksi ditentukan oleh standar
produksi perusahaan.

Para industriawan dan para manajer di Amerika Serikat baru sadar dan
menaruh perhatian terhadap teori yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Deming, setelah Deming berhasil mengajarkannya kepada para insinyur industri-
industri Jepang. Dalam waktu yang relatif singkat hanya kurang lebih sepuluh
tahun setelah kehancuran dua kota industri Jepang Hiroshima dan Nagasaki akibat
dibom oleh sekutu dalam perang dunia II, industri Jepang berhasil bangkit
kembali.

Berkat kemajuan industrinya pada pertengahan tahun 1950-an Jepang sudah
bisa membayar utang rampasan perangnya kepada negara-negara yang sempat
dijajahnya pada perang dunia II termasuki Indonesia. Kunci sukses manajemen
industri Jepang terletak pada tiga hal berikut:
(a) Para industriawan dan para manajer Jepang berhasil menerapkan TQM yang

didalamnya mengandung teori manajemen kinerja yang diperkenalkan oleh
Deming dengan konsep Plan, Do, Monitor, and Review (PDMR). Kemudian

14

sebagian dari pakar manajemen ada pula yang menyebutnya dengan Plan,
Do, Check, and Action (PDCA) Semangat kerja yang luar biasa dan
motivasi yang tinggi dari bangsa Jepang untuk bangkit kembali setelah
kekalahannya dalam perang dunia II membuat bangsa Jepang bertekad
dengan sungguh-sungguh menerapkan teori Total Quality Management
(TQM) dan mengadopsinya menjadi manajemen mutu ala Jepang yang
mereka beri nama “KAIZEN” (tidak ada hari tanpa perbaikan).
Untuk memahami lebih jauh tentang cara kerja manajemen kinerja model
Deming ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar: 2.1.
Siklus Manajemen Kinerja Deming

Sumber: Amstrong dan Baron, Performance Management, (1998: 57) dalam Wibowo
(2007: 22).

Dari gambar 2.1 tersebut dapat diketahui, manajemen kinerja Model Deming
dimulai dari menyusun rencana (Plan), melakukan tindakan pelaksanaan (Do),
memonitor jalannya dan hasil pelaksnaan (Monitor), dan melakukan review atau
peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah
dicapai (Review). Hasil monitoring dan review bisa saja terjadi dua kemungkinan:
(i). Kemajuan telah dicapai sesuai dengan yang direncanakan.
(ii). Terjadi deviasi antara rencana dengan kemajuan yang dicapai.

Dalam hal kemungkinan yang kedua ini yang terjadi maka perlu ada
langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja agar tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai pada waktunya.

15

Apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka perlu ada langkah-langlah
penyesuaian terhadap rencana dan tujuan yang sudah ditetapkan. Demikan
seterusnya model kinerja Deming ini berjalan seperti siklus.
c.2. Model Torrington dan Hall

Torrington dan Hall menggambarkan proses manajemen kinerja dengan
merumuskan terlebih dahulu apa yang menjadi “harapan” (hasil) yang diinginkan.
Kemudian menentukan “dukungan” apa yang harus diberikan untuk mencapai
tujuan itu. Setelah itu dilakukan peninjauan (“mereview”) kembali dan penilaian
terhadap kinerja. Kemudian melakukan “pengelolaan” terhadap standar kinerja.

Bersamaan dengan proses pelaksanaan kinerja dilakukan peninjauan
kembali dan penilaian terhadap kinerja. Standar kinerja harus dijaga agar tujuan
yang diharapkan dapat dicapai. Bagaimana proses manajemen kinerja model
Torrington dan Hall dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar: 2.2.
Siklus Manajemen Kinerja Model Torrington dan Hall
Sumber: Amstrong dan Baron, Performance Management, (1998: 57) dalam
Wibowo (2007: 23).
c.3. Model Costello
Model Costello juga dalam bentuk siklus. Diawali dengan melakukan
persiapan perencanaan (preplanning). Dari preplanning itu baru dibuat rencana
kinerja dan pemngembangannya. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja
karyawan (SDM) dilakukan coaching kepada karyawan (SDM). Setelah itu
dilakukan pengukuran kemajuan kinerja karyawan. Selama proses berlangsung
juga dilakukan peninjauan kembali terhadap kemajuan pekerjaan, dan apabila
diperlukan dapat dilakukan penyesuaian rencana.

16

Pelaksanaan coaching dan review dilakukan secara kerkala, dan pada akhir
tahun dilakukan penilaian kinerja tahunan. Hasil penilaian kinerja antara lain
digunakan untuk umpan balik (feed-back) perbaikan kinerja, mempertimbangkan
perbaikan penggajian, dan sebagai dasar pembuatan keputusan-keputusan yang
menyangkut pengembangan SDM.

Model Costello ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar: 2.3.
Model Manajemen Kinerja Costello
Sumber: Costello, Effective Performance Management (1994: 4) dalam Wibowo
(2007: 24).
c.4. Model Amstrong dan Baron.
Amstrong dan Baron mengemukakan siklus manajemen kinerja sebagai
sekuen atau urutan. Prosesnya merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan
secara berurutan yang bermuara pada pencapaian hasil (kinerja) yang diharapkan.
Sekuen atau urutan aktivitas manajemen kinerja yang dimaksud Baron
tersebut seperti nampak dalam gambar berikut:

17

Gambar: 2.4.
Sekuen Manajemen Kinerja Amstrong and Baron
Sumber: Amstrong and Baron, Performance Management (1998: 56) dalam
Wibowo (2007: 25).
2. Penyuluh Agama Islam
a. Pengertian Penyuluh Agama Islam Fungsional dan Penyuluh Agama
Islam Non PNS
Yang dimaksud dengan penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 79 tahun 1985, adalah : “Pembimbing umat
beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan penyuluh agama Islam, yaitu pembimbing umat
Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan segala aspek pembangunan melalui
pintu dan bahasa agama”.
Di samping itu penyuluh agama Islam fungsional dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya dibantu oleh penyuluh agama Islam non PNS yang terdiri dari
tokoh agama yang sangat berperan dalam membina umat beragama guna
meningkatkan keimanan, ketakwaan dan kerukunan umat beragama khususnya di
Kota Medan. Penyuluh agama non PNS ditempatkan di KUA yang berada di
setiap kecamatan Kota Medan.
Penyuluh agama Islam Non PNS adalah Pegawai yang diangkat dengan
surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kab/Kota diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melaksanakan kegiatan bimbingan
keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama. Penyuluh
agama non PNS di setiap kecamatan yang ada di kota Medan. Penyuluh agama
non PNS berkewajiban menyampaikan penyuluhan kemasyarakat minimal
sebanyak 8 kali dalam sebulan berarti 2 kali dalam seminggu, dalam
menyampaikan penyuluhan-penyuluhan memiliki dua kelompok binaan. Penyuluh
agamanon PNS di Kota Medan berjumlah 176 orang.
Adapun aturan yang mengatur tentang Penyuluh Agama Non PNS adalah
Keputusan Menteri Agama (KMA) No 79 Tahun 1985 tentang Penyuluh Agama
Non PNS, Keputusan Menteri Agama (KMA) No 164 Tahun 1996 tentang
honorarium bagi Penyuluh Agama, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 150

18

Tahun 2011 tentang Penetapan honorarium bagi Penyuluh Agama non PNS,
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 148 Tahun 2014 tentang Penetapan
honorarium bagi Penyuluh Agama non PNS, Keputusan Menteri Agama (KMA)
No. 776 Tahun 2016 tentang Penetapan honorarium bagi Penyuluh Agama non
PNS, dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. 298
Tahun 2017 tentang Pedoman Penyuluh Agama Islam non PNS.

Penyuluh agama Islam fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan
pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama.

Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan
angka kreditnya, bahwa pengangkatan penyuluhan agama Islam sesungguhnya
adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan nasional
melalui bahasa agama dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam penelitian ini penulis menjadikan penyuluh agama Islam fungsional
sebagai subjek penelitian dengan alasan, yaitu:
1. Controlling, penyuluh agama Islam fungsional adalah koordinator penyuluh

agama Islam Non PNS di KUA Kecamatan, sehingga penyuluh agama Islam
fungsional bisa mengontrol kinerja penyuluh agama non PNS.
2. Otoritas, Status sebagai pnyuluh agama Islam fungsional akan memudahkan
mempengaruhi penyuluh agama islam non PNS untuk berkinerja baik.
Dengan pertimbangan di atas, diharapkan setelah Penyuluh agama Islam
fungsional memiliki komitmen kinerja yang baik, maka mreka akan menularkan
komitmen tersebut kepada penyuluh agama Islam non PNS.
b. Siklus Kinerja Penyuluh Agama Islam Fungsional
Secara siklus kinerja penyuluh agama Islam fungsional melakukan menjadi
3 tahapan kerja, 1. Perencanaan, 2. Pelaksanaan, 3. Evaluasi, dan 4. Pelaporan
(Departemen Agama RI: 2003) sebagai berikut :

19

1. Perencanaan
a. Menyusun rencana kerja operasional
b. Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk naskah.
c. Merumuskan materi materi bimbingan atau penyuluhan
d. Menyusun instrument pemantauan hasil pelaksanaan bimbingan atau

penyuluhan
e. Menyusun instrument evaluasi hasil pelaksanaan bimbingan atau

penyuluhan
f. Menyusun instrument data potensi wilayah atau kelompok sasaran
g. Menyusun rencana kerja tahunan
h. Menyusun desain materi bimbingan atau penyuluhan
i. Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk leaflet
k. Menyusun konsep tertulis materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk

slide
l. Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk booklet
m. Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk

rekaman kaset
n. Menyusun konsep materi bimbingan atau penyuluhan dalam bentuk

rekaman video/film
o. Menyusun konsep pedoman konsep pedoman bimbingan atau penyuluhan
p. Menyusun rencana kerja lima tahunan
q. Menyusun tafsir tematis sebagai bahan bimbingan atau penyuluhan yang

bersumber dari al-qur’an dan Hadits
r. Mendiskusikan konsep materi bimbingan atau penyuluhan
2. Pelaksanaan
a. Mengolah identifikasi potensi wilayah atau kelompok sasaran
b. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada

kelompok masyarakat perkotaan
c. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada

kelompok binaan khusus
d. Melaksanakan konsultasi secara perorangan

20

e. Melaksanakan konsultasi secara kelompok
f. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui tatap muka kepada

kelompok generasi muda
g. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui radio
i. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui pentas pertunjukan

sebagai sutradara
j. Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan melalui televise
3. Evaluasi
a. Mengolah dan menganalisa hasil pemantauan/evaluasi pelaksanaan

bimbingan atau penyuluhan
b. Merumuskan hasil pemantauan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
c. Merumuskan hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
3. Pelaporan
a. Menyusun laporan mingguan pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
b. Menyusun laporan konsultasi perorangan/kelompok
3. Covid 19
a. Pengertian

Novel Coronavirus (Covid-19) adalah jenis virus baru penyebab penyakit
saluran pernafasan. Virus ini bermula dari Cina. Novel coronavirus merupakan
salah satu keluarga dengan virus penyebab SARS (Severe Acute Respiratory
Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome) (Healt Topic:2020)

Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan
pernafasan akut seperti demam, batuk, sesak nafas, sakit tenggorokan, pilek,
pneumonia ringan hingga berat. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa
inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus berat Covid-19 dapat menyebabkan
pneumonia, sindrom pernafasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-
tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam
?38?C, kesulitan bernafas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia
luas di kedua paru (Kementerian Kesehatan RI:2020)

Berdasarkan penelitian dan bukti ilmiah, Covid-19 dapat menular dari
manusia ke manusia melalui sentuhan fisik dan cairan batuk/bersin. Orang yang

21

paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien

Covid-19 termasuk yang merawat pasien Covid-19.

Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui

cuci tangan secara teratur, menerapkan etika batuk dan bersin, menghindari

kontak secara langsung dengan manusia, ternak, hewan liar dan menghindari

kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernafasan

seperti batuk dan bersin. Selain itu, menerapkan pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan terutama unit gawat darurat

(Kementerian Kesehatan RI:2020)

b. Covid 19 di Indonesia

Temuan kasus penyakit akibat virus Corona telah menyebar ke berbagai

belahan dunia. Penulis akan memaparkan kronologi penting wabah Covid-19 di

dunia sebagaimana tertuang dalam tabel di bawah ini (Tempo:2020)

Tabel I. Kronologi Covid-19 di dunia

No Waktu Peristiwa

1. 31 Desember 2019 Cina mengirim peringatan ke WHO mengenai

kemunculan sejumlah kasus pneumonia janggal di

kota Wuhan.

2. 23 Januari 2020 Cina menutup Wuhan dan sejumlah kota di Provinsi

Hubei

3. 11 Februari 2020 WHO merilis nama SARS-CoV-2, virus yang

memicu penyakit menular Covid-19.

4. 26 Februari 2020 Covid-19 menyebar ke 37 negara. Kasus wabah di

Italia, Iran, dan Korea Selatan meningkat drastis.

5. 2 Maret 2020 Dua kasus perdana Covid-19 terkonfirmasi di

Indonesia.

6. 9 Maret 2020 Pemerintah Italia melakukan menutup negara untuk

dikarantina.

7. 11 Maret 2020 WHO mengumumkan status pandemi Covid-19. Ini

adalah pandemi ketiga yang diumumkan WHO,

setelah influenza pada 1918 dan H1N1 (flu babi) pada

22

2009.

8. 12 Maret 2020 Pemerintah Denmark menutup negaranya untuk

proses karantina selama 14 hari. Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta membentuk Posko Tanggap Covid-19.

9. 13 Maret 2020 Pemerintah Indonesia membentuk Gugus Tugas

Penanganan Covid-19. Pemerintah DKI Jakarta

menutup semua tempat wisata. Pemerintah Kota Solo

menetapkan status Kejadian Luar Biasa Covid-19

serta menutup tempat publik dan sekolah,

membatalkan semua acara, hingga berupaya

memusnahkan kelelawar.

c. Protokol Penanganan Covid 19

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa Coronavirus

Disease 2019 (Covid-19) sebagai Public Health Emergency of International

Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia

(KKMMD), atas pertimbangan peningkatan kasus yang signifikan dari negara-

negara yang melaporkan kasus. Saat ini di Indonesia telah terdapat beberapa kasus

yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Pada tanggal 12 Maret 2020, Menteri Kesehatan RI Dr. Terawan Agus

Putranto telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus

(Infeksi 2019-ncov) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya

penanggulangannya. Covid-19 telah ditetapkan sebagai penyakit yang berpotensi

mewabah di Indonesia, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah

penanggulangan termasuk aspek komunikasi penanganannya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik

Indonesia mengeluarkan pernyataan, sebagaimana termuat dalam poin C,
demikian: “Penyebaran Covid-19 semakin meluas dan menyebabkan jatuhnya

banyak korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologis pada masyarakat,
serta mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat.”

Menyikapi situasi keganasan virus Corona ini, BNPB menetapkan perpanjangan

23

status keadaan darurat bencana wabah penyakit akibat virus Corona di Indonesia,
terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan 29 Mei 2020
(BNPB:2020)
B. Konsep Kunci

Dalam penelitian ini, yang menjadi konsep kunci diantaranya:
1. Kinerja; menurut Moeheriono, kinerja atau performance merupakan

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi
yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi
(Moeheriono: 2012), dalam penelitian ini yang disebut dengan kinerja
adalah kegiatan bimbingan atau penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh
agama Islam fungsional secara tatap muka.
2. Penyuluhan Agama Islam Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama
dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama. Dalam
penelitian ini yang dimaksud penyuluh agama Islam fungsional adalah yang
bertugas di wilayah Kementerian Agama Kota Medan.
Pemilihan penyuluh agama Islam fungsional dan bukan penyuluh agama
Islam Non PNS sebagai objek penelitian karena: (1) Penyuluh Agama
Fungsional berfungsi sebagai koordinator penyuluh agama Non PNS di
satker masing-masing, (2). Secara pendidikan rata-rata S2, dan (3) Secara
finansial lebih berdaya karena memiliki pendapatan yang lebih representatif.
3. Kantor Kementerian Agama Kota Medan ; adalah lembaga pemerintah
yang beralamat di Jl. Sei Batu Gingging Ps. X No. 12, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara.
4. Masa Covid 19, adalah rentang mulainya pandemi dan sesudahnya, dalam
penelitian ini masa covid 19 adalah bulan maret-agustus 2020.
C. Penelitian yang relevan
Penelitian ini untuk mengetahui kinerja penyuluh agama Islam fungsional
pada masa covid 19: analisis Deming pada Kantor Kementerian Agama Kota

24

Medan. Untuk mendapatkan gambaran penelitian terdahulu yang memiliki
relevansi dengan penelitian yang penulis lakukan serta perbedaannya, berikut ini
beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini disajikan dalam bentuk
deskripsi, yaitu :

Penelitian Zainul Wahab (2018) dengan judul “Kinerja penyuluh agama
Islam fungsional dalam pembinaan umat di kota Padang”, tujuan penelitian ini
adalah mengetahui kinerja penyuluh agama Islam fungsional di Kota Padang pada
aspek fungsi informatif, fungsi edukatif, fungsi konsultatif, dan fungsi advokatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan
hasil penelitian ini adalah: (1). Kinerja pada aspek informative dan edukatif
kurang baik, (2). Kinerja pada aspek konsultatif, penyuluh agama Islam
fungsional agak kesulitan memecahkan masalah umat karena karakteristik yang
berbeda-beda, (3). Dalam menjalankan fungsinya, penyuluh agama Islam
fungsional menghadapi tantangan ekonomi keluarga yang harus mendapatkan
perhatian, sedangkan yang memotivasi adalah rasa tanggungjawab sebagai pada
jabatannya.

Penelitian M.Kholili, Syamsul Hadi, dan Subejo (2015) dengan judul
“Penyuluh agama dan produktifitas masyarakat”, tujuan penelitian ini adalah ingin
mngetahui desain pelaksanaan dakwah yang lebih efektif dan efisien dengan
mengedepankan analisis ilmu komunikasi dan penyuluhan. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan eksplorasi, dan hasil
penelitian ini adalah: (1). Metode dakwah atau penyuluhan agama dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu komunikasi penerangan dan dengan komunikasi dakwah,
(2). Penyuluhan tentang penyampaian pesan shalat yang dilakukan dengan baik
dan tepat dapat mengupayakan kelangsungan hidup dengan prinsip keseimbangan
sehingga menghasilkan SDM yang produktif dengan kepribadian seimbang dan
produktif.

Penelitian Sifatul Baliyah dan Bayu Mitra A. Kusuma (2019) dengan judul
“Tuntutan kinerja dalam keterancaman kerja: dilema karir penyuluh agama non
PNS”, penelitian ini bertujuan mengetahui pemberdayaan penyuluh agama non
PNS yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan karir agar lebih berdaya dan

25

mamu dalam melaksanakan dakwahnya. Metode yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan focus pada studi
literature dan hasil penelitian ini adalah pemerintah melalui Kementerian Agama
secara aktif telah berusaha memberdayakan penyuluh agama Non PNS melalui
system manajemen informasi penyuluh agama Non PNS atau E-PAI, selain itu
pemerintah telah melakukan pelatihan dan pembinaan, memeriksa laporan kinerja,
membuat pedoman atau peraturan yang jelas serta meningkatkan gaji hingga
100%.

Penelitian Abdul Basit (2014) dengan judul “tantangan profesi penyuluh
agama Islam dan pemberdayaannya” dengan tujuan memetakan tantangan yang
dihadapi penyuluh agama Islam diantaranya adalah munculnya faham-faham
liberal dan fundamental yang membenturkan antar sesama masyarakat dan upaya
penyuluh agama menangkalnya serta upaya pemerintah memberdayakan penyuluh
agama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif analitis, dan hasil penelitian
ini adalah setidaknya ada tiga tantangan berat yang dihadapi penyuluh agama
yaitu perubahan prilaku masyarakat akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, berkembang wacana Islam liberal dan radikal dan tantangan mengatasi
globalisasi, dan untuk mengatasinya diperlukan sinergitas antara pemerintah dan
lembaga dakwah.

Penelitian Sugiman, I Nyoman Santiawan (2020) dengan judul “kinerja
penyuluh agama Hindu Non PNS ditinjau dari fungsi penyuluh di masa pendemi
covid-19”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja penyuluh agama
Hindu Non PNS Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta ditinjau dari
fungsi penyuluh agama di masa pandemic Covid- 19, penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari Penelitian ini
menunjukkan bahwa Penyuluh mampu menjalakan fungsinya walaupun dalam
kondisi pandemic covid-19, yaitu: 1). Penyuluh berperan aktif dalam
menyapaikan informasi terkait peraturan pemerintah yang berkaitan dengan
penanggulangan Covid- 19. 2). Penyuluh mampu menjalankan tugasnya fungsi
edukatif dengan melakukan penyuluhan/ pembinaan daring, membuat konten
tulisan, membuat video pendek yang disebarkan di social media. 3). Penyuluh

26

menjadi garda terdepan dalam menerapkan peraturan pemerintah untuk

pelaksanaan ibadah dirumah ibadah sesuai peraturan pemerintah. 4). Penyuluh

memberikan pendampingan kepada umat yang terdampak Covid-19 yang bagi

beberapa warga yang menerima tuduhan terpapar Covid-19.
Penelitian Ali Hamzah (2018) dengan judul “Kinerja penyuluh agama Non

PNS” penelitian ini bertujuan memotret bagaimana kinerja penyuluh Agama Non

PNS Kementerian Agama (Studi di Kota Sungai Penuh). Penelitian ini adalah

penelitian kualitatif dengan jenis penelitian field research, adapun hasil penelitian

ini adalah 1) standar kinerja penyuluh agama non PNS di kantor Kementerian

Agama kota Sungai Penuh diprioritaskan berijazah S1 Perguruan Tinggi Agama,

berdomisili di kota Sungai Penuh dan memiliki desa binaan; 2) kriteria kinerja

terdiri dari 6 macam yaitu: kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas biaya,

kebutuhan untuk suvervise dan dampak interpersonal; dan 3) motivasi yang

diberikan oleh Kementerian agama non PNS di kantor Kementerian Agama kota

Sungai Penuh terdiri dari 2 yaitu: motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Berdasarkan literature-literatur penelitian terdahulu di atas, penulis jadikan

acuan dalam meneliti kinerja penyuluh agama Islam fungsional pada masa covid

19: analisis Deming pada Kantor Kementerian Agama Kota Medan. Di bawah ini

penulis sajikan penelitian-penelitian terdahulu dalam bentuk tabel sebagai berikut:

No Peneliti Judul Temuan dan Kesimpulan

1. Zainul Wahab Kinerja penyuluh Penelitian ini menemukan faktor

(2018) agama Islam pendukung kinerja adalah
fungsional tanggungjawab atas jabatan dan

dalam dukungan jamaah, sedangkan

pembinaan umat di faktor penghambat kinerja

kota Padang penyuluh agama Islam

fungsional adalah rendahnya

kompetensi, kelemahan metodo-

logi, kemampuan informasi dan

teknologi yang rendah, dan

kondisi medan yang sulit

dijangkau. Kesimpulan penelitian

ini adalah: (1). Kinerja pada

aspek informative dan edukatif

kurang baik, (2). Kinerja pada

aspek konsultatif, penyuluh

27

agama Islam fungsional agak

kesulitan memecahkan masalah

umat karena karakteristik yang

berbeda-beda, (3). Dalam

menjalankan fungsinya, penyu-

luh agama Islam fungsional

menghadapi tantangan ekonomi

keluarga yang harus menda-

patkan perhatian, sedangkan

yang memotivasi adalah rasa

tanggungjawab sebagai pada

jabatannya.

2. Ali Hamzah Kinerja Penyuluh Temuan penelitian ini adalah:

(2018) Agama Non PNS Berdasarkan observasi dan
wawancara yang penulis lakukan

bahwa sebagian Penyuluh Agama

Non PNS hanya mengharapkan

Surat Keputusan (SK) untuk

digunakan sebagai persyaratan

menjadi PNS. Ada sebagian

Penyuluh Agama Non PNS yang

tidak bertanggung jawab sesuai

dengan tugas pokok dan

fungsinya. Salah satu faktor yang

menyebabkan rendahnya kinerja

Penyuluh Agama Non PNS Kota

Sungai Penuh, di antaranya

pemberian gaji yang minim

dengan kisaran Rp.500.000

perbulan, itupun diterima 1 kali

dalam 6 bulan. Penulis

menemukan di lapangan ada

sebagian penyuluh agama

melakukan pelanggaran terhadap

disiplin kerja seperti

mengumpulkan laporan bulanan

yang tidak tepat waktu yang

menunjukkan tidak konsistennya

penyuluh agama non PNS

dengan disiplin kerja, untuk itu

kinerja penyuluh agama non

PNS perlu ditingkatkan agar

menghasilkan kinerja yang

maksimal.

Kesimpulan penelitian ini adalah:

28

1) standar kinerja penyuluh

agama non PNS di kantor

Kementerian Agama kota Sungai

Penuh diprioritaskan berijazah

S1 Perguruan Tinggi Agama,

berdomisili di kota Sungai Penuh

dan memiliki desa binaan; 2)

kriteria kinerja terdiri dari 6

macam yaitu: kualitas, kuantitas,

ketepatan waktu, efektifitas

biaya, kebutuhan untuk suvervise

dan dampak interpersonal; dan 3)

motivasi yang diberikan oleh

Kementerian agama non PNS di

kantor Kementerian Agama kota

Sungai Penuh terdiri dari 2 yaitu:

motivasi instrinsik dan motivasi

ekstrinsik.

3. Sugiman, I Kinerja Penyuluh Temuan penelitian menunjukkan

Nyoman Agama Hindu Non bahwa Penyuluh mampu

Santiawan menjalakan fungsi-fungsinya
PNS ditinjau dari walaupun dalam kondisi

(2020) fungsi penyuluh di pandemic covid-19

masa pandemic covid Kesimpulan penelitian ini

Penyuluh Agama Hindu Non
19 PNS mampu melaksanakan

kinerja dengan baik dan sesuai

fungsinya walaupu di masa

pandemi Covid-19. Bahkan para

penyuluh memiliki peran yang

sangat besar dalam

penanggulangan Covid- 19

dengan menjadi rewalan untuk

mendata, memverifikasi dan

mendistribusikan bantuan untuk

umat Hindu yang ada di Daerah

Istimewa Yogyakarta.

4. Sifatul Tuntutan kinerja Penelitian ini menemukan bahwa

Aliyah, Bayu dalam keterancaman pemerintah telah melakukan

Mitra berbagai usaha untuk
A. kerja: dilema karir meningkatkan
kompetensi

Kusuma penyuluh agama non penyuluh agama non PNS
(2019)
PNS dengan melakukan pelatihan dan

pembinaan, menaikkan

kesejahteraan penyuluh agama

29

Islam Non PNS hingga 100%

Penelitian ini menyimpulkan

selain usaha-usaha perbaikan

kompetensi penyuluh agama

NON PNS, pemerintah perlu

memastikan jenjang karir yang

menarik dan pemberdayaan yang

terus menerus.

5. M. Kholili, Penyuluhan agama Temuan penelitian ini adalah:

Syamsul dan produktivitas penyuluhan dan penerangan

Hadi, Subejo masyarakat nemiliki siklus kerja dan hasil

yang berbeda.

(2015) Kesimpulan penelitian ini adalah
metode dakwah atau penyuluhan

agama dilakukan melalui dua cara

yaitu dengan komunikasi pene-

rangan (Mauidzah Hasanah) dan

dengan komunikasi penyuluhan

(Mujadalah), penyampaian pesan
dakwah shalat yang dilakukan

dengan baik dan tepat dapat

mengupayakan kelayakan hidup

dengan prinsip keseimbangan

sehingga dakwah mampu

menghasilkan SDM yang pro-

duktif dengan kepribadian seim-

bang dan kepribadian produktif.

6. Abdul Basit Tantangan profesi Temuan penelitian tiga tantangan

(2014) penyuluh agama Islam berat yang dihadapi oleh
penyuluh agama yaitu perubahan

dan pemberdayaanya perilaku masyarakat akibat dari

perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, berkembangnya

wacana Islam yang

fundamentalis dan radikal di satu

sisi serta Islam liberal di sisi

yang lain, dan terakhir tantangan

dalam mengatasi problem

moralitas dan karakter bangsa

Indonesia yang kian merosot dan

melemah.

Kesimpulan penelitian, kompe-
tensi yang perlu di miliki

30

penyuluh adalah: 1). kompetensi
substantive, 2). kompetensi
metodologis, 3). kompetensi
social, dan 4). kompetensi
personal
Perbedaan topik penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya

terletak pada subjeknya yaitu penyuluh Agama Islam fungsional, waktunya yaitu

pendemi covid 19 serta analisis yang digunakan yaitu analisis model Deming.

Untuk lebih memperjelas perbedaan penelitian yang sedang dilakukan

dengan penelitian-penelitian terdahulu, berikut penulis sajikan dalam bentuk

tabel:

No Peneliti Judul Kebaruan Penelitian

1. Zainul Wahab Kinerja penyuluh Persamaan dengan penelitian

(2018) agama Islam fungsional ini terletak pada kinerja

dalam pembinaan umat penyuluh agama Islam

di kota Padang fungsional, perbedaannya

terletak pada lokusnya yaitu

Kota Padang dan Kota

Medan, perbedaan lainnya

adalah suasana penelitian

yaitu suasana normal dan

suasana pendemik covid 19.

2. Ali Hamzah Kinerja Penyuluh Persamaan dengan penelitian

(2018) Agama Non PNS ini terletak pada kinerja

penyuluh agama, perbedaan-

nya terletak pada jabatannya

antara PNS dan Non PNS

serta analisis model Deming

3. Sugiman, I Kinerja Penyuluh Persamaan dengan penelitian
Nyoman
Santiawan Agama Hindu Non ini terletak pada kinerja

PNS ditinjau dari penyuluh agama pada masa

fungsi penyuluh di covid 19, perbedaannya

masa pandemic covid terletak pada kinerja

19 penyuluh agama PNS dan

Non PNS serta analisis yang

dipergunakan yaitu model

Deming

4. Sifatul Aliyah, Tuntutan kinerja dalam Persamaan penelitian ini

Bayu Mitra A. keterancaman kerja: terletak pada kerja penyuluh

Kusuma (2019) dilema karir penyuluh agama, perbedaannya terletak

agama non PNS pada analisis model Deming

31

5. M. Kholili, Penyuluhan agama dan Persamaan penelitian ini

Syamsul Hadi, produktivitas terletak pada kinerja

Subejo (2015) masyarakat penyuluh agama Islam,

perbedaan penelitian ini

terletak pada analisis kinerja

model Deming.

6. Abdul Basit Tantangan profesi Persamaan penelitian ini
(2014)
penyuluh agama Islam terletak pada analisis

dan pemberdayaanya tantangan penyuluh agama

dalam menjalankan tugas

pokok dan fungsinya,

sedangkan perbedaan

penelitian ini terletak pada

analisis yang dipergunakan

yaitu model Deming.

D. Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian ini merujuk kepada model kerja model Deming
yang cetuskan oleh Dr. William Edward Deming dengan teori manajemen “Total
Quality Management”, dalam gambar di bawah ini:

Gambar: Siklus Manajemen Kinerja Deming
Sumber: Amstrong dan Baron, Performance Management, (1998:57) dalam
wibowo (2007:22).

Dari gambar di atas dapat diketahui, manajemen kinerja model Delming
dimulai dari menyusun rencana (plan), melakukan tindakan pelaksanaan (do),
memonitor jalannya dan hasil pelaksanaan (monitor), dan melakukan review atau
peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah
dicapai (review).
Hasil monitoring dan review bisa saja terjadi dua kemungkinan:
1. Kemajuan telah dicapai sesuai dengan yang direncanakan

32

2. Terjadi deviasi antara rencana dengan kemajuan yang dicapai
Dalam hal kemungkinan yang kedua ini yang terjadi maka perlu ada

langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja agar tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai pada waktunya, apabila hal tersebut tidak memungkinkan maka perlu ada
langkah-langkah penyesuaian terhadap rencana dan tujuan yang sudah ditetapkan.
Model Deming dipilih untuk menganalisis dalam penelitian ini, karena siklus
model Deming sederhana dan lebih sesuai dengan siklus kerja penyuluh agama
Islam fungsional.

Pemilihan model Deming dibandingkan dengan model-model lainnya,
dengan adalan: (1) Sederhana siklusnya, (2) Langkah-langkanh kerja memiliki
kemiripan dengan siklus kerja penyuluh agama Islam fungsional.

33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif, karena titik fokus penelitian adalah pada observasi dan
suasana alamiah (Jalaluddin Rakhmat:84). Istilah penelitian kualitatif menurut
Kirk dan Miller pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang
dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif
melibatkan pengukuran tingkat suatu ciri tertentu, untuk menemukan sesuatu
dalam sesuatu itu, untuk itu pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri
sesuatu itu.

Menurut Bogdan dan Biklen, seperti yan dikutip oleh Lexy Moelong
mengistilahkan penelitian kualitatif dengan inkuiri naturalistik atau alamiah,
etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam, etno metodologi, the
chicago school, fenomenologis, studi kasus, inter pretatif, ekologis, dan deskriptif
(Moleong:2001)

Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian
kualiatif perlu kiranya dikemukakan beberapa defenisi, diantaranya
(Moleong:2001):
a. Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Menurut
mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau
organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memendangnya
sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.
b. David Williams menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan
data pada suatu latar ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, dan

34

dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Defenisi ini
memberi gambaran bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah,
metode ilmiah dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian ilmiah.
c. Denzin dan Lincoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar ilmiah dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap
mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat
dipergunakan untuk menafsirkan fenomena dan dimanfaatkan untuk
penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara,
pengamatan, dan pemanfaatan volume.

Dari kajian tentang defenisi-defenisi tersebut, dapatlah disimpulkan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
dialami dan memantapkan berbagai metode ilmiah (Moleong:2001).

Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (M.
Nazir:2003).

Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat. Penelitian dekriptif mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-
situasi ”tertentu”, termasuk tentang hubungan, kesatuan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh
dari suatu fenomena.

35

Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-
fenomena tertentu sehingga merupakan studi komparatif. Adakalanya penelitian
mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dan
menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu, sehingga banyak sekali
menamakan metode deskriptif ini dengan nama survey normatif (normativ
survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status)
fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lain.
Karenanya metode deskriptif juga dinamakan studi kasus (kasus study).

Yatim juga mendefiniskan deskriptif dalam arti mendiskripsikan
keadaan yang ditemui di lokasi penelitian yang terdiri dari fakta-fakta, kejadian-
kejadian secara sistematis dan akurat (Yatim Rianto:2001).
B. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kantor Kementerian Agama Kota Medan
yang beralamat di jalam Seibatu Gingging Kota Medan. Lokasi ini dipilih karena
Medan adalah Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, penyuluh agamanya terdiri dari
semua jenjang, serta secara geografis berdekatan dengan Kantor Wilayah
Kementerian Agama Sumatera Utara. Penelitian ini dikhususkan pada kinerja
penyuluh Agama Islam Faungsional pada bulan Maret s/d Agustus 2020.
C. Sumber data

Menurut Lofland dan Lofland dalam bukunya Moleong (2014: 157)
mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata,
dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain.
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sebagai berikut :
1. Data primer

Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono: 2016: 225). Informan data primer pada
penelitian ini adalah penyuluh agama Islam Fungsional dan majelis taklim yang
dipilih dengan menggunakan prosedur snowball atau dikenal juga dengan “rantai
rujukan” atau juga prosedur “networking”.

Dalam pelaksanaannya, peneliti akan mewawancarai informan yang
dianggap memiliki kinerja terbaik, kemudian untuk informan selanjutnya adalah

36

hasil rekomendasi informan sebelumnya dan begitulah seterusnya sampai peneliti
mendapatkan data jenuh.

Dalam penelitian ini data primer berupa catatan hasil wawancara terhadap
informan yang berasal dari penyuluh dengan menggunkan system dan hasil
penelaahan laporan bulan kegiatan penyuluhan agama Islam selama 3 bulan
(Maret-Agustus 2020), demikian dengan informan-informan lainnya.
2. Data Sekunder

Sugiyono (2016: 225) mengatakan bahwa data sekunder merupakan sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
melalui orang lain atau lewat dokumen. Sumber data sekunder dalam penelitian
ini digunakan untuk mendukung informasi yang didapatkan dari sumber data
primer yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, laporan-
laporan kegiatan pelatihan media pembelajaran berbasis multimedia dan lain
sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
sebuah penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data
yang akurat, sehingga tanpa mengetahui teknik pengumpulan data peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2016:
224). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode wawancara, dan dokumentasi.
1. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang
telah diberikan (Moleong, 2014, 186). Metode wawancara dilakukan untuk
memperoleh data tentang kinerja penyuluh agama Islam fungsional Kantor
Kementerian Agama Kota Medan pada masa covid 19. Adapun pihak-pihak yang
akan diwawancarai adalah penyuluh agama Islam fungsional sebanyak 19 orang.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara semi
terstruktur yaitu wawancara yang dalam pelaksanaannya lebih bebas

37

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Pewawancara memberikan
pertanyaan kepada informan namun dapat berkembang dan lebih bebas sesuai
dengan situasi dan informasi yang dibutuhkan oleh informan.

Wawancara semi terstruktur bertujuan untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka, dimana pihak yang di wawancarai dimintai pendapat dan
ide-idenya (Sugiyono, 2016: 233). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan
secara langsung dengan informan, mengenai data kondisi kegiatan pelaksanaan
pada aktifitas pada google classroom kepada informan/narasumber.
2. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan
dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup,
skesta dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang
dapat berupa gambar, patung, film dan sebagainya. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara (Sugiyono, 2016:
240). Dalam penelitian ini dokumentasi yang di maksud adalah rencana kerja dan
laporan bulanan penyuluh agama Islam fungsional.
E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri, oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus di
validasi seberapa jauh peneliti siap untuk melakukan penelitian yang selanjutnya
akan terjun secara langsung ke lapangan. Adapun validasi terhadap peneliti
sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti
untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Validasi tersebut dilakukan oleh peneliti sendiri melalui evaluasi diri seberapa
jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan
(Sugiyono, 2016: 222).

38

Peneliti pada penelitian kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2016: 222). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pedoman wawancara, dan
dokumentasi.
F. Teknik Analisis Data

Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya
jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam
metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi,
dilakukan manipulasi, sehingga data tersebut memiliki makna.

Analisis data menurut Patton, adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci
usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide)
seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan
pada tema dan hipotesis kerja itu. Dengan demikian, analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan data.

Analisis data adalah proses, proses berarti pelaksanaannya sudah mulai
dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif
sesudah meninggalkan lapangan penelitian.

Secara umum proses analisis data mencakup: reduksi data, kategorisasi data,
sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja.
1. Reduksi data; identifikasi, pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan

yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila
dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian.

39

2. Koding; memberikan kode pada setiap satuan, agar dapat ditelusuri
data/satuannya berasal dari sumber mana.

3. Kategorisasi; upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan. Setiap kategori diberi nama yang disebut.

4. Sintesisasi; mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya.
Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi label.

5. Penafsiran data, mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan
menggunakan metode yang ada.

40

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif, karena titik fokus penelitian adalah pada observasi dan

suasana alamiah. Informan data primer pada penelitian ini adalah penyuluh agama

Islam Fungsional yang dipilih dengan menggunakan prosedur snowball atau
dikenal juga dengan “rantai rujukan” atau juga prosedur “networking”.

Dalam pelaksanaannya, peneliti akan mewawancarai informan yang

dianggap memiliki kinerja terbaik, kemudian untuk informan selanjutnya adalah

hasil rekomendasi informan sebelumnya dan begitulah seterusnya sampai peneliti

mendapatkan data jenuh.

Berdasarkan prosedur snowball, peneliti mewawancarai 4 orang penyuluh

agama Islam fungsional pada Kantor Kementerian Agama Kota Medan yang

memiliki kinerja terbaik sebagai informan sampai mendapatkan data jenuh.

Adapun 3 (tiga) orang informan tersebut secara berurutan adalah: 1.) Hj. Fatmah,

S.Ag., MH, 2.) H. Marasakti Bangunan, MA, 3.) Hasanuddin, S.Pd.i., M.Pd.I,

dan 4) Suriadi, S.Ag

Berdasarkan wawancara semi terstruktur yang telah peneliti lakukan, maka

didapat hasil sebagai berikut:

1. Apakah Bapak/Ibu pada periode bulan Maret-Agustus 2021 melakukan

bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka ?

No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase

1. Ya 4 100 %

2. Tidak 0 0%

Informan Alasan bila ada

1. Jamaah melakukan anjuran pemerintah dengan menaati prokes

2. Jamaah melakukan anjuran pemerintah dengan menaati prokes

41

3. Jamaah melakukan anjuran pemerintah dengan menaati prokes

4. Jamaah melakukan anjuran pemerintah dengan menaati prokes

100% informan melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan secara tatap

muka pada periode bulan maret-agustus 2021 dengan jamaah majelis taklim

dengan alasan yang sama yaitu selama melakukan bimbingan dan

penyuluhan secara tetap muka tetap mentaati protokol kesehatan yang

dianjurkan pemerintah, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga

social distancing.

2. Apakah selama periode bulan Maret-Agustus 2021, kuantitas kegiatan

bimbingan dan penyuluhan tatap muka yang Bapak/Ibu lakukan sama

jumlahnya dengan bulan-bulan sebelumnya ?

No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase

1. Ya 1 25 %

2. Tidak 3 75 %

Informan Alasan bila ada

1. Kegiatan dan tempat kegiatan sesuai anjuran pemerintah

2. Sebagian pengurus majelis taklim menuruti anjuran pemerintah

3. Sebagian pengurus majelis taklim menuruti anjuran pemerintah

4. Sebagian pengurus majelis taklim menuruti anjuran pemerintah

25% informan mengaku kuantitas kegiatan bimbingan dan penyuluhan sama

dengan bulan-bulan sebelumnya dengan alasanan melakukan kegiatan pada

tempat yang dianjurkan oleh pemerintah yaitu di tempat terbuka dan di

tempat yang luas sehingga tetap menjaga jarak.

Sementara 75% menyatakan kuantitas pelaksanaan bimbingan dan

penyuluhan secara tatap muka tidak sama dengan bulan-bulan sebelumnya

dengan alasan sebagian pengurus majelis taklim tidak melakukan pengajian

karena menuruti anjuran pemerintah untuk tidak berkerumun.

3. Apakah selama periode bulan Maret-Agustus 2021, kuantitas kegiatan

bimbingan dan penyuluhan tatap muka yang Bapak/Ibu lakukan bertambah

jumlahnya dengan bulan-bulan sebelumnya ?

42

No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase

1. Ya 0 0%

2. Tidak 4 100 %

Informan Alasan bila ada

1. Tidak semua pengurus Majelis Taklim mau mengambil resiko

2. Tidak semua pengurus Majelis Taklim mau mengambil resiko

3. Tidak semua pengurus Majelis Taklim mau mengambil resiko

4. Tidak semua pengurus Majelis Taklim mau mengambil resiko

100% informan tidak mengalami peningkatan secara kuantitas dalam

melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka dengan

alasan tidak semua pengurus majelis taklim mau mengambil resiko yaitu

jamaahnya tertular virus covid 19 bila melakukan pengajian secara tatap

muka.

4. Apakah selama periode bulan Maret-Agustus 2021, kuantitas kegiatan

bimbingan dan penyuluhan tatap muka yang Bapak/Ibu lakukan berkurang

jumlahnya dengan bulan-bulan sebelumnya ?

No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase

1. Ya 3 75 %

2. Tidak 1 25 %

Informan Alasan bila ada

1. Pengurus majelis taklim melakukan prokes

2. Majelis taklim menunggu perkembangan kebijakan pemerintah

3. Majelis taklim menunggu perkembangan kebijakan pemerintah

4. Majelis taklim menunggu perkembangan kebijakan pemerintah

75% informan menjawab mengalami penurunan kuantitas bimbingan dan

penyuluhan secara tetap muka selama bulan maret-agustus 2021 dengan

alasan pengurus majelis taklim menunggu perkembangan kebijakan

pemerintah tentang pencegahan penularan covis 19. Sedangkan 25%

informan menyatakan tidak mengalami penurunan kuantitas pelaksanaan

bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka karena secara ketat

43

menjalankan anjuran pemerintah untuk tetap menjalankan protokol

kesehatan.

5. Apakah dalam melakukan bimbingan dan penyuluhan selama periode bulan

Maret-Agustus 2021 Bapak/ibu menggunakan media teknologi Komunikasi

(zoom, Whatshap, Instagram)?

No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase

1. Ya 2 50%

2. Tidak 2 50%

Informan Alasan bila ada

1. Tidak, karena melakukan kegiatan secara tatap muka

2. Iya, menggunakan Zoom dan Whatshap

3. Iya, menggunakan zoom

4. Tidak, karena jamaah tidak mampu

50% informan mengaku menggunakan teknologi komunikasi informasi
berupa zoom dan whatshap dalam menembus keterbatasan kesempatan
melakukan bimbingan dan penyuluhan dan penyuluhan secara tatap muka.
Sedangkan 50% informan tidak menggunakan teknologi komunikasi dalam
melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan dengan alasan tetap
melakukan bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka dan alasan lainnya
adalah karena faktor jamaah yang tidak mampu melakukan kegiatan
bimbingan dan penyuluhan dengan menggunkan teknologi komunikasi
informasi.
b. Pembahasan

Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah kinerja penyuluh
agama Islam fungsional pada masa covid 19..? jawabannya adalah menurun,
kinerja yang dimaksud adalah melakukan bimbingan dan penyuluhan secara tatap
muka kepada jamaah majelis taklim. Kemudian bila dianalisa berdasarkan prinsip
model Deming dengan urutan kerja rencana, tindakan, monitor, dan review.

44

Pada penelitian ini, informan telah merencanakan pelaksanaan bimbingan
dan penyuluhan secara tatap muka kepada kelompok binaannya, kemudian ketika
hendak melaksanakan bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka ternyata
tidak semua dapat dilakukan sesuai rencana karena wabah covid 19. Akibat
merebaknya wabah covid 19 ini pemerintah membatasi pertemuan sesama jamaah
majelis taklim yang menjadi target bimbingan dan penyuluhan.

Setelah melakukan mengamati atau memonitor sejumlah sebab yang
mengakibatkan menurunnya kesempatan melakukan bimbingan dan penyuluhan
secara tatap muka, maka para informan melakukan review atau mempelajari
kembali rencana awal terhadap pelaksanaan rencana tersebut.

Dalam menyikapi realitas terbatasnya kesempatan melakukan bimbingan
dan penyuluhan secara tatap muka, sikap informan terbagi menjadi dua yaitu tetap
melakukan bimbingan dan penyuluhan secara tatap muka dengan menerapkan
protocol Kesehatan secara ketat dan melakukan bimbingan dan penyuluhan
dengan menggunakan teknologi komunikasi informasi dalam bentuk aplikasi
zoom maupun whatshap.

Pemilihan media teknologi komunikasi dalam melakukan bimbingan dan
penyuluhan yang efektif dan efisien serta menyenangkan memerlukan
pertimbangan, setiap media memiliki keunggulan masing-masing karena media
bersifat kondisional dan kontekstual sesuai kebutuhan.

Sejumlah pertimbangan dalam memilih media teknologi dan komunikasi
yang tepat dapat dirumuskan dalam satu kata: ACTION, yang merupakan
singkatan dari Access, Cost, Tehnology, Interactivity, Organization, dan Novelty
(LAN RI:2011:60).
a. Access: kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih

media, dalam hal ini apakah peserta dapat memperoleh akses langsung pada
media tersebut.
b. Cost: biaya (cost) merupakan salah satu factor yang perlu dipertimbangkan.
Banyak media yang dapat menjadi pilihan, yang pada umumnya media
canggih cenderung mahal. Namun mahalnya biaya perlu diperbandingkan
dengan aspek manfaat, karena semakin banyak yang menggunakan maka

45


Click to View FlipBook Version