The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fileskifileski, 2021-04-07 23:34:59

BAHAGIA BERSAMAMU

KOMUNITAS NEGERI KERTAS

Keywords: NEGERI KERTAS,FILESKI

PENJAGA KEDAI

(Rizki Kimpul)

apabila malam mampir di beranda
seorang penjaga kedai mulai menandai
liang-liang berisikan benih yang disemai setahun lalu
dan seringkali ia melantunkan puji-pujian

tetapi masih saja sama
benih-benih itu kian lama, kian kuning-kemuning
seolah ingin disiram dengan susu, anggur, sirup
atau bahkan hanya dengan air penghujan
benih-benih itu
menantikan keajaiban

semula igau ular menghambur
menuju doa si penjaga kedai
lalu segala doa dipenuhi ingatan-demi ingatan
hingga yang tersisa hanya rerimbun embun
serupa jarak juga waktu

“seharusnya kau berikan puisi,
agar kelak ketika kau menyapanya,
kau pun mampu merasakan hangatnya,”
begitu ular mengenyahkan lamunan si penjaga kedai
begitu ular mampu menatap bayangnya

dan sejak malam itu, ayat yang menetap
diantara pagar-pagar yang berbajar
tak lagi dikenal sebagai warisan

bila ular kembali dan bertanya
“ke manakah kesetiaan yang tak luruh oleh tirai-tirai waktu?”

maka benih-benih itu berhamburan
ke utara, selatan atau menjauh dari binar
seperti membaca talkin
demi kembali menuju rahim petang

Surabaya, 2015

42 Komunitas Negeri Kertas

KOPI

(Rizki Kimpul)

sepeninggalmu kekasih,
kepedihan tetap muncul di bibir gelas
berisi kopi yang kau seduh kemarin

keterlibatan pahit dalam kopi
akan tercampur dengan kepergianmu
dengan perulangannya yang lirih
aku meneguk kerinduan
di setiap inci yang kau berikan

2015

***

Tentang Penulis :
Rizki Kimpul
adalah nama pena dari Rizki Amirulloh. Lahir di Sidoarjo, 11
Oktober 1995. Sekarang kuliah S1 prodi Sastra Indonesia di
Unesa. Aktif sebagai anggota berbagai komunitas sastra, di
antaranya Komunitas Rabo Sore (KRS), Bengkel Muda Surabaya
(BMS), komunitas teater Kaki Langit (KALANG). Beberapa puisinya
pernah dimuat di majalah Persada Sastra Edisi 2-
Vol.I/Maret/2015. Puisinya juga pernah tergabung dalam buku
antologi puisi bersama Seremoni Pacar di Pintu Darurat (2015).

Nama : Rizki Amirulloh

Nama Pena : Rizki Kimpul

Nama FB : Rizki Kimpul

Alamat : Bebekan Selatan RT 24 RW 07 No.23,

Sepanjang, Sidoarjo

No. Hp : 085607344277

Bahagia Bersamamu 43

BIAR NANTI, TETAP KUNANTI

(Yulianing Tyas Sari)

Biar aku tetap di balik tabir ini
Asal melihatmu baik-baik saja
Itu sudah menenangkan

Biar aku tetap di jarak ini
Asal di kejauhan sana kau mampu menjaga
Itu sudah menyenangkan

Biar aku tetap dalam diam ini
Asal dalam doa kita dapat bersua
Itu sudah sangat mengagumkan

Suatu saat nanti
Saat tabir telah terbuka
Saat jarak tak lagi ada
Saat doa diijabah oleh-Nya
Saat itulah, ku jadikan kau pelengkap separuh agama

***
Tentang Penulis :
Yulianing Tyas Sari
Ttl: Madiun, 21 Juli 1993- Status masih Mahasiswa - Email
[email protected] - FB Yulianing Tyassari -
HP 085735200287 - Alamat: Jl. Koperasi No.8, Kelurahan
Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun - Jawa Timur.

44 Komunitas Negeri Kertas

SAJAK PEMBEKUAN

(Tocil Tanah Garam)

kita lepaskan semuanya lalu kita kemas ke arah di mana kau
berkata

aku bukan segalanya. setelah selesai, pulanglah di antara rasa
gugup yang

terakhir kali kau berikan padaku.

aku bagian keterasingan dan semua hanyalah ketidaksanggupan
yang

selalu aku katakan bagian dari permainan sandiwara.

kau yang melihatku di saat aku akan melenyapkan semua rasa dan
pertaruhan.

setidaknya kita pernah bertemu

pada masing-masing bentuk ikatan yang tertunda.

aku tahu kau sangat utuh,

dan sajak terakhir ini adalah bagian tentang

dimana aku harus berhenti membuat satu kesepakatan

pada kau,aku dan musnah.

Surabaya, 2011
Bahagia Bersamamu 45

SAJAK SURAM

(Tocil Tanah Garam)

pada angan yang pernah kita pisahkan di lintas jalan itu. kita
pernah buat tentang arti asmara,
di mana di dalamnya kita sulam senja dengan tangan dan
harapan yang tertunda. dan
bertemulah lagu-lagu dari petikan gitar yang suram mengartikan
sebuah perbincangan
kitapun saling terdiam sebagai akhir dari segalanya,
kita kembalikan saja pada kisah yang pernah kau katakan
sebagai untuk tidak memiliki aku diam sementara
sajak suram ini aku yakinkan dengan segala cara
aku tahu dan sangat mengerti,
kau terlalu asing untuk
aku katakan hal nyata dan utuh.

Surabaya, 2011

46 Komunitas Negeri Kertas

ISTRIKU

(Tocil Tanah Garam)

Inilah aku,
cinta yang kau punya
Inilah aku,
sajak untuk kau kemas menjadi purnama
Inilah aku,
senja yang ingin kau sulam menjadi tidur
malammu
Inilah aku,
malam yang kau punya menunggu
pagi
Inilah aku,
laki-laki yang tak sanggup kau
pertaruhkan
mereka yang haus dengan air
mata para malaikat

inilah aku,
suami yang sekaligus purnama untuk tidurmu

Bahagia Bersamamu 47

istriku, inilah aku

Pamekasan , 2014

***

Tentang Penulis :

TOCIL TANAH GARAM

Nama asli DF.YANTO, Lahir di Pamekasan 22 mei 1985., sekarang
aktif di sanggar seni MAKAN ATI pamekasan, juga aktif membina
teman-teman pelajar se kabupaten pamekasan di sanggar
MAGAMATU. Sekarang melakukan penelitian tentang kebudayaan
Madura. bersama istrinya yang bernama MISKA dan anaknya
yang bernama EGI kini tinggal di sebuah gubuk kecil. No. HP.
081939336446. 082331778950 - FB. Tocil tanah garam

Alamat: Kpd Yanto JL.SERSAN MESRUL G.X, KAB,PAMEKASAN -
MADURA - JAWA TIMUR - HP 081939336446

48 Komunitas Negeri Kertas

PUISI CINTA

(Ais Utami)

Dirimu
Lewat lagu, maka
Puisi menggema
Mangabarkan rasa
Menumbuhkan cinta
Menggelora nada
Membelai kering daun
Keheningan
Tandusnya bumi
Basah sudah
Hadirkan mentari
Menemani embun pagi
Pada rumput rumput nan hijau
Memeluk harum bunga bunga
Mengalir bersama

RT Putri, Oktober 2015
Terinspirasi Lagu Bahagia Bersamamu

Bahagia Bersamamu 49

JANJI SUCI BIOLA

(Ais Utami)

Nada nada indah
Biola
Getarkan sukma
Jemari mengusap duka
Sejuknya embun hilangkan dahaga
Denganmu
Merangkai kata

Senandung bidadari
Dunia pun menari
Musim berganti
Bersama pagi
Burung burung bernyanyi
Saksikan janji suci
Menggema menuju langit berpenghuni

RT Putri, Oktober 2015
Terinspirasi Lagu Bahagia Bersamamu

50 Komunitas Negeri Kertas

MIMPI PELANGI

(Ais Utami)

lewati dimensi waktu
pangeran berdawai
mengetuk kalbu
bersama pelangi
warnai mimpi

menjemput kekasih hati
biru kan langit
matangkan kemuning
ronakan jingga senja, sebelum
subuh tiba
biaskan bintang bertebaran menjadi nila
hiajau kan daun daun
hilangkan kelabu
pada romantika ungu

alam bertasbih
menyambut pertemuan sejoli
dalam hikmat
melangkah sempurna
bersama
bahagia
selamanya

RT Putri, Oktober 2015
Terinspirasi Lagu Bahagia Bersamamu

Bahagia Bersamamu 51

Tentang Penulis :
Ais Utami
Lahir di Banyumas, 03 Oktober 1989. Berawal dari keinginan
menulis apa yang ingin ditulis lahirlah sebuah puisi. Dia dibesarkan
di Desa Pekaja RT 06/03 Kecamatan Kalibagor Kabupaten
Banyumas-Jawa Tengah 53191. Lulusan AMIK BSI Purwokerto ini
mengambill spesifikasi jurusan Manajemen Informatika. Email:
[email protected] - Facebook: Aisya Banana - Twitter:
@aisya_banana - Kontak: 085868173341
ALAMAT: JLN. JATIWINANGUN GANG PERGIWATI NO 36. RT 4
RW 9 PURWOKERTO LOR 53114. JAWA TENGAH. AIS BANANA.
085868173341

52 Komunitas Negeri Kertas

PROTES-PROTES CINTA

(Osratus)

“Itukah lembut suaramu yang mengalun syahdu
Di balik jendela rindu?
Kemarilah, kasih
Padamu, cintaku memilih

Telah kubuka seluruh pintu hati
Sejak cinta kita mulai terpatri

Masuklah bersama putih bunga cinta
Kucium tanganmu dalam angan sempurna

Sekian purnama, asmara kita sembunyi manja
Kini, menyapa mesra

Dalamnya samudra
Tak mampu pisahkan kita berdua

Tulus cintamu
Campakan sejuta ragu di hatiku

Kau datang di saat paling tepat,
Di kala curiga peluk aku erat

Aku telah salah menilaimu
Izinkan aku memohon seribu maafmu

Jujur kukatakan padamu,
Di hatiku hanya ada kamu

Bahagia Bersamamu 53

Jujur kukatakan padamu,
Tak bisa aku hidup tanpamu
Mari kita ikat janji
Sehidup semati, sayang bila teringkari
Mari kita saling setia,
Seperti laut pada pantai bahagia.”
Sorong, 24 Oktober 2015

54 Komunitas Negeri Kertas

PROTES PRO PRIMADONAKU

(Osratus)

“Kuburlah
masa lalumu yang penuh liku,
‘kasih

Petualangan cinta
yang membawa luka di hati,
tak usah lagi kauratapi

Tak sanggup aku
melihat airmata basahi pipimu

Buang curiga dan ragu
Tataplah aku sepenuh cintamu

Di mataku, ada bayang wajahmu
Di hatiku, ada aroma cintamu

Di hidupku ada telaga biru untukmu
Hembuskan napas cintamu
pada mata cintaku

Cinta kita saling berpadu
Dalam setia yang hidup selalu

Berlabuhlah dalam telaga cintaku,
maka kita akan saling menyayangi
akan saling menjaga.”

Sorong, 5 November 2015

Bahagia Bersamamu 55

***
Tentang Penulis :
Osratus
adalah nama pena, dari Sutarso nama sebenarnya. Lahir di
Purbalingga (Jawa Tengah), 8 Maret 1965. Pindah ke Sorong
(Papua Barat), Tahun 1981. Pendidikan S1, Jurusan Administrasi
Negara. Menulis puisi sejak tahun 1981. Dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia di STKIP Muhammadiyah Sorong (2006 – 2010). Buku
Puisi : Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (antologi bersama,
2015), Puisi Menolak Korupsi Jilid IV (antologi bersama, 2015).
Email : [email protected]. Facebook : Sutarso
Alamat : Jl. Basuki Rahmat Km. 7, Kompleks Kantor Transmigrasi
lama, Remu Selatan, Sorong, Papua Barat. Nomor HP :
082199408431

56 Komunitas Negeri Kertas

HARI BARU

(Sella Aprilya)

Matahari terus bersinar menantangss
Mengatakan kesungguhan untuk bersinar
Tanpa awan bergumpal
Dan mungkin
Memang tidakakan ada hujan hari ini
Dan berharap untuk selamanya
Ceria
Semua wajah bersinar
Disambut senyum hangat tanda bahagia
Tawa dan semua yang menjdi saksi
Di matahari pagi ini
Hari baru tlah menjadi
Misteri belasan tahun tlah terungkap
Bersama sumpah dan dan janji suci yang diucap
Berdoa untuk kebaikan
Hingga tangan Tuhan yang memisahkan

Tentang Penulis :
Sella Aprilya
HP 087751940249, Alamat Jl. Buncit Raya no. 59 Jakarta Selatan

Bahagia Bersamamu 57

Cerpen
Bahagia Bersamamu

58 Komunitas Negeri Kertas

Mentari yang Kembali

karya: Dian Muflihah

Mentari indah muncul dipagi itu, pancarannya seolah memberi
energi positif dan aura kebahagiaan bagi yang melihatnya.
Seperti temanku yang kini hatinya tengah berbunga-bunga.
Namanya adalah YUNI. Kenapa disebut demikian? ya, karena dia
begitu interested pada seorang cowok yang tidak lain adalah
kakak kelas kami sendiri. Namanya adalah Steven, dengan
perawakan tinggi semampai, berkulit putih, berparas tampan,
serta sangat jago bermain volly.

Pandangan Yuni hanya berpaku pada Steven seorang, Steven
menjadi topik perbincangannya sehari-hari. Hingga sekolah kami
mengikuti suatu event di sekolah lain, dan Yuni menjadi supporter
untuk Steven, namun Steven tak mengetahuinya. Setelah lama Yuni
terus memandanginya tanpa henti, ke mana pun dia beranjak,
mata Yuni tak lepas menatapnya. Hanya Steven yang dipandangi,
hingga Steven pun menjadi peka terhadap sikap Yuni, dan ia pun
mengatakan perasaannya terhadap Yuni tanpa pikir panjang.
Akhirnya mereka jadian. Itu menjadi pengalaman pertama bagi
Steven, karena sebelumnya dia belum pernah pacaran.

Selang beberapa minggu, kami dengan anggota DKP
mengadakan haking bersama, namun Steven tidak tergabung
dalam anggota DKP sekolahku. Tapi, demi Yuni apapun
dilakukannya. Ya, Steven join pada acara haking kami.

Butiran paku-paku jalan muncul entah darimana, jalan yang
tak berkelok menjadi berkelok dan penuh kejanggalan.
Nampaknya alam pun menyadari sifat Yuni yang mulai berubah
aneh. Dia menjadi semena-mena pada Steven, semua barang
bawaan Yuni—tas dan pernik-perniknya dan tak lupa dengan
tongkat panjang dan bendera semaphore—dilimpahkan pada
Steven. “Rasanya Steven seperti hanya dijadikan sebagai budak
oleh Yuni,” ujarku dalam hati dan menghela napas panjangku.

Hari mulai beranjak, selang empat hari bunga menampakkan
durinya kembali, tanpa pikir panjang, boneka pemberian Steven

Bahagia Bersamamu 59

sudah tak ternilai apapun di mata Yuni, entah karena materil atau
fisik, hanya inginnya dia buang boneka itu, dalam sampah dekat
rumahnya. Sakit tentunya, namun bunga berduri itu menggores
getah pohon yang mulai mengering dalam tepian pohon rindang.

Matahari terbit dan terbenam berkali-kali dalam seminggu ini,
rasanya begitu cepat hari ini berakhir, seperti rasa yang pernah
hinggap dalam hati Yuni yang lama kelamaan mulai mengikis,
tergerus ombak dalam jiwanya. Bunga berduri itu kini mulai
berulah kembali, ketika petemuannya di lorong persimpangan
jalan itu bersama matannya, ya... mantannya—lebih tepatnya
adalah cinta pertamanya. Mungkin dalam hatinya ketika itu penuh
gejolak serta rasa kegembiraan karena setelah sekian lama tak
berjumpa akhirnya dapat berjumpa di lorong persimpangan jalan
itu. Pertemuan itu memang telah tersusun rapi dalam agenda dan
pikiran mereka.

Semilir angin pun tak akan tahan melewati mereka walau
hanya sedetik. Begitu pula dengan Steven yang sudah cukup sabar
selama ini dengan behavior Yuni yang semakin mejadi-jadi
terhadapnya, dengan sengaja mereka merekahkan cinta terlarang
itu, namun Steven pun mengetahuinya.

“AIR SUSU DIBALAS DENGAN AIR TUBA”. Nampaknya kata-
kata itu sangat pas untuk disandang Yuni. Sikap baik yang telah
diberikan Steven untuknya malah dibalas dengan perselingkuhan
dan sikap yang tak pantas. Steven akhirnya memutuskan
hubungannya dengan Yuni secara permanen. “NASI SUDAH
MENJADI BUBUR’’, dan hati yang awalnya utuh pun menjadi retak
karenanya, namun itu adalah pilihan yang cukup tegas serta tepat
sebagai pilihan untuk ke depannya.

Entah apa yang menggerogoti pikiran Yuni, dari awal dia
begitu interested pada Steven, namun ketika rasa itu telah ia
genggam, ia malah membiarkan rasa itu menggelinding pergi.
Semakin lama rasa Yuni pada Steven itu mulai menjauh seperti
terhempas angin topan dan tak akan kembali pada pemiliknya.

Rasa Steven pada Yuni sebenarnya masih melekat dalam
dinding hatinya, namun dia berusaha meluruhkannya, sehingga dia
menuangkannya dalam suatu cerita singkat namun aku paham
maknanya.

60 Komunitas Negeri Kertas

Sebenarnya permasalahan mereka sudah terlacak dari awal
olehku, namun aku menutupinya dan pura-pura tidak tahu. Deru-
deru ombak menyerang si pelancar tanpa belas kasih.

Ketika itu handphone di saku tak hentinya berdering. Kuterka
siapa gerangan yang meneleponku dari tadi, ternyata telepon
dari Steven. Seketika itupun aku langsung mengangkatnya.
“hallo...,” ujaku.

Dengan suara lirih Steven pun menjawab suaraku. Steven pun
menceritakan kisah pilunya padaku. Di ending pembicaraan kami,
Steven begitu kecewa dan sakit hati pada Yuni, dan kemudian dia
bertekad mengukir janji.

“AKU TIDAK AKAN BERPACARAN KEMBALI, KECUALI DENGAN
WANITA YANG PAS DAN LANGSUNG KUPINANG.” Begitu ujar
Steven.

Agar Steven feel calm, kucoba dengarkan cerita singkatnya itu
serta memberi masukan yang dapat membangunkan
kesadarannya, bahwa keputusan yang telah diambil sangat tepat
dan rasa kecewa itu lebih baik dihilangkan daripada menumpuk
dan semakin lama bisa meledak tiba-tiba.

Aku bukanlah pakar cinta apalagi seorang psikolog, namun
aku sering memperhatikan orang-orang di sekelilingku yang
memutuskan untuk membuat komitmen bersama. Sedikit banyak aku
mengambil ilmu dari mereka, sehingga aku bisa giving mereka
solusi dari permasalahannya.

Waktu berselang lama, Syukurlah kini Steven mulai menapaki
tangga kebahagiaan. Dia kembali seperti dulu, aktif di volly dan
ditambah lagi dengan ekstra lainnya. Yaitu SAKA WIRAKARTIKA
yang bertempat di lapangan kecamatan. Karena saka wirakartika
lah Steven berkenalan dengan Fitri. Perkenalan itu berlanjut
sampai berminggu-minggu. Setelah merasa pas dan sreg dengan
Fitri, Steven pun mengungkapkan rasa sayang yang begitu dalam,
bila diukur dengan cintanya dulu dengan Yuni sangatlah jauh
berbeda. Dalamnya laut masih bisa untuk diukur, namun dalamnya
hati seseorang atau cinta seseorang tak ada yang dapat
mengukurnya kecuali ALLAH SWT.

Kini seragam putih abu-abu telah melayang bersama
pemikiran kekanak-kanakannya dulu dan berganti dengan

Bahagia Bersamamu 61

kedewasaan. Steven sudah bekerja, begitu pula dengan Fitri.
Mereka satu instansi namun berbeda daerah.

Bunga-bunga hati menjadi rontok terterpa pemotong rumput,
namun tetap ada satu bunga yang tersisa, cinta mereka ada
namun orangtua Fitri tak merestui mereka karena berbagai alasan.
Fitri akan dinikahkan dengan perantau yang bekerja dari
Kalimantan, kemudian dengan terpaksa Fitri memutuskan hubungan
mereka yang telah dibangunnya bersama-sama.

Berminggu-minggu berlalu, Steven rindu pada bunga
cantiknya, walaupun sudah menelan pil pahit Steven tetap
berusaha untuk berkomunikasi dengan Fitri—bunga cantiknya itu.
Berpuluh-puluh SMS dikirimnya tanpa henti, pagi, siang, sore,
malam. Begitu seterusnya, dan pada hari ketiga, SMS balasan
masuk di handphone Steven, seketika itu Steven sangat gembira
sampai-sampai handphone-nya terlempar ke lantai, untungnya tak
terjadi apa-apa pada handphone-nya itu. Diraihnya handphone itu
dan mulailah mereka berhubungan lagi.

Pepatah memang benar, kalau jodoh pasti tidak akan lari ke
mana-mana. Itu terbukti pada cerita Steven dan Fitri. Rencana
perjodohan Fitri dengan perantauan asal Kalimantan dulu gagal.
Kini kedua orangtua mereka merestui keduanya untuk menikah.

Kebahagian mereka rasanya telah lengkap setelah mereka
menikah. Aku dan teman-temanku termasuk Yuni pun tak lupa untuk
diundangnya. Ya, walaupun Yuni pernah begitu sadis menyakitinya
dulu, namun Steven telah melupakannya. Masa lalu biarlah berlalu,
tinggal masa sekarang, masa BAHAGIA BERSAMAMU.

-o0o-

62 Komunitas Negeri Kertas

Tentang Penulis :
DIAN MUFLIHAH
Lahir di Lamongan, 9 Januari 1997 - Hobi Drawing, Singing, And
Writing - Cita-cita Jurnalis - HP 085748064451 - Facebook Dian
Arbiansyah (De Sausure)
Riwayat Pendidikan - TK Bunga Harapan Sumberwudi
Karanggeneng Lamongan (2001-2004) - MI ISLAMIYAH
Sumberwudi Karanggeneng Lamongan (2004-2009) - SMP WAHID
HASYIM Sumberwudi Karanggeneng Lamongan (2009-2011) - MA
MATHOLI”UL ANWAR Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
(2011-2013).
Alamat: SUMBERWUDI KARANGGENENG LAMONGAN - JAWA
TIMUR RT 02/RW 02 - HP 085748064451

Bahagia Bersamamu 63

Penghujung Cinta di Sepertiga Malam

Karya: Yuan Lawu Wijayanto

Memory
Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dalam kesendirian.
Mengikuti arus waktu yang terus berjalan, setiap detik selalu ada
perubahan. Aku termenung dalam kamar kosong menikmati arus
waktu yang kulalui dengan segala perubahan yang terjadi.
Alangkah cepat waktu berjalan.
Kini emosiku berjalan pelan dalam darah tubuh yang mulai
kuyu. Kutengadahkan kedua tangan dalam zikir malamku. Selalu
kusebut asma-Nya dalam setiap denyut nadiku. “Jadi apa yang
hendak aku sampaikan pada-Mu, Robbi,” gumamku dalam
kegalauan. Kebimbangan diri masih menghiasi sisa kehidupanku.
Sesuatu yang selama ini aku inginkan kini telah pergi jauh dalam
hidupku.
Kekasih malam ini aku merajut asa dalam kepiluan. Menanti
harapmu kembali dalam penantian panjangku. Mengukir cerita di
atas pasir. Menyaksikan alunan senja di tepi pantai Parangtritis.
Masihkah ingat kau ketika bercengkrama dengan panorama senja.
Kau goreskan kuas warna-warna pikiranmu pada selembar kain
kanvas. Begitu indah pemandangan senja itu kau katakan padaku.
Ibarat seindah wajah sayumu. Jilbab putihmu melambai mengikuti
arah mata angin yang begitu sejuk kurasakan serasa
kumemandangmu.
Masih kuingat dulu kau selalu bilang bahwa cinta yang kita
rajut ini suci, yang akan mengantarkan kita dalam mahligai
pernikahan. Tapi apa yang aku saksikan tak semanis yang aku
rasa, aku kecewa. Kini kau bersanding dengan lelaki pilihan
Ayahmu. Ketika cinta mekar dalam jiwa.
Malam itu masih teringat jelas apa yang kau katakan padaku,
“akan sampai kapan aku harus menunggu kepastian darimu. Ayah
dan ibu selalu menanyakan kapan kau akan melamarku. Mereka
malu bahwa anak gadis semata wayang yang usianya kini sudah
berkepala tiga belum juga menikah. Setiap kali aku pulang dari
kerja selalu menanyakan tentang dirimu,” kata Apri sambil
menyeka air matanya.
Malam itu aku hanya terdiam. Nyaliku sebagai seorang laki-
laki hilang untuk mengungkapkan kata ‘ya kuakan melamarmu’.

64 Komunitas Negeri Kertas

Sejak malam itu di serambi Masjid Agung Solo cinta kita kandas
karna ketidakberanianku untuk meminangmu.

“Pri, aku pun tak mau hubungan ini berakhir begitu saja. Aku
sudah melakukan apa yang kubisa untuk mengikat mahligai cinta
kita. Namun keluargaku tidak memberikan restu. Mungkin sudah
jalan-Nya kita harus mengakhiri kisah perjalanan cinta kita,”
gumamku padanya.

Penyesalan kini datang ketika takdir cinta sudah tak berpihak
padaku. Hanya air mata dan kebisuan diri yang selalu menghiasi
hari-hariku. Bukannya aku tidak ingin meminangmu, tapi ragaku
sebagai lelaki yang tak mampu menjadikanmu pendamping
hidupku. Meskipun aku menyesal telah melepaskanmu untuk
selamanya, tapi rasa cinta ini masih ada untukmu. Aku tahu
perjalanan dirimu untuk menjadi seorang muslimah. Kau wanita
yang luar biasa berani menghijabkan diri untuk meraih cinta yang
hakiki dariNya.

***

Senin, 8 Mei 2013
Aku menyaksikan dirimu bersanding dengan seorang lelaki
gagah, tampan dan kaya. Aku melihat rona wajahmu yang penuh
dengan kebahagiaan. Sempat aku membayangkan jika yang kau
genggam jari-jemarinya itu adalah aku, betapa bahagianya
diriku.
Nuansa putih nan suci menjadi hiasan di acara pernikahanmu.
Lagu-lagu nasyid mengalun merdu dengan syair-syair cinta-Nya.
Begitu banyak tamu undangan dari keluarga besarmu dan teman
sejawatmu turut bersuka cita dihari yang bahagia ini. Kuperhatikan
setiap gerak-gerik dirimu dan arah matamu berharap kau akan
mencariku di antara ribuan tamu yang hadir. Setiap aku perhatikan
seakan tak tersirat sedikit pun tentang diriku. Apakah mungkin
engkau telah melupakan aku. Berat memang menerima kenyataan
yang sangat pahit ini.
Aku coba langkahkan kaki untuk sekadar mengucapkan
selamat kepadamu, tapi kakiku terasa berat dan dadaku terasa
sesak. Air mataku jatuh dihari bahagiamu. Sulit bagiku
melepaskan jeratan cinta yang telah kita rajut dulu. Aku pejamkan
mata di antara ribuan tamu undangan yang hadir. Napas yang
tinggal separuh aku embuskan secara perlahan-lahan agar diri ini
tegar. Kuatkan diriku ya Rabbi, ikhlaskan hati ini untuk melepasnya.

Bahagia Bersamamu 65

Meskipun hati terasa membeku dan sekujur tubuhku terasa
mati rasa, air mataku jatuh tiada henti dan pikiranku hanya
teringat tentang penyesalan-penyesalan yang hinggap dibenakku.
Aku langsung berlari meninggalkan gedung mewah ini. Tak
sanggup melihat dirimu bersanding dengan orang lain. Aku yakin
kau masih mencintaiku. Tapi apa daya, diriku ternyata lemah
untukmu.

Tiga Bulan Kemudian
Tiga bulan semenjak kepergiannya aku benar-benar
menderita. Aku seperti orang gila. Air mataku tak pernah berhenti
mengalir disetiap sujudku. Jari jemariku selalu bertasbih menyebut
asma-Nya. Biar tenang jiwa ini. Aku tidak bisa melupakannya
sama sekali dari kehidupanku, bagaimanapun juga Apri pernah
mengisi relung-relung hatiku. Hatiku juga tidak bisa berpaling. Aku
masih mencintainya.
Begitu sulit bagiku untuk memunculkan kembali cinta yang
baru. Keindahan-keindahan saat bersama telah mematikan
kenangan-kenangan yang tidak mudah untuk aku lupakan.
Kepribadianmu memberikan warna tersendiri dalam kehidupanku.
Seterang cahaya yang menyejukan mata setiap orang yang
memandangmu. Cintamu telah membutakan mata batinku. Dan
semua perempuan tak dapat aku beri ruang di setiap relung-
relung jiwaku. Kala kau pergi dari jiwaku, aku tak putus dirundung
kesedihan. Butiran-butiran tasbih selalu menguatkan hatiku, dalam
setiap dzikir malamku.

Sepertiga Malam, Pukul 03.00 WIB
Kubasuh wajahku dengan air wudhu dan kusujudkan diri yang
lemah ini di hadap-Mu. Ingin kuucap rasa syukur atas apa yang
telah terjadi pada kisah cintaku. Tapi bibir ini terasa kelu. Hanya
suara isakan tangis menghiasi sepertiga malam ini. Aku ternyata
belum dapat menjadi hamba yang ikhlas menerima takdir cinta-Mu
ya Allah. Aku mohon pada-Mu ikhlaskanlah diri ini untuk
melepaskan ikatan cinta dari kisah hidupku. Jangan kau
penjarakan hati ini. Kuambil tasbihku. Kusebut nama-Mu tiada
henti. Tasbih ini menjadi saksi bisu untuk melepas bidadari surgaku
yang kini tidak hinggap di jiwaku. Sepertiga malam ini aku
melepas cintamu yang mengikat erat jiwaku.

66 Komunitas Negeri Kertas

Tiga Bulan Penuh Penderitaan
Tiga bulan semenjak kepergiannya aku benar-benar
menderita. Aku seperti orang gila. Air mataku tak pernah berhenti
mengalir di setiap sujudku. Jari-jemariku selalu bertasbih menyebut
asma-Nya. Biar tenang jiwa ini. Aku tak bisa melupakannya sama
sekali dari kehidupanku, bagaimanapun juga Apri pernah mengisi
relung-relung hatiku. Hatiku juga tidak bisa berpindah ke
perempuan lain.
Aku masih mencintainya. Cintaku kepadanya menghapus
semua kisah cinta yang pernah aku jalani. Begitu sulit diriku
memunculkan cinta yang baru. Keindahan-keindahan saat bersama
telah mematikan kenangan-kenangan yang tidak mudah untuk aku
lupakan. Kepribadianmu memberikan warna tersendiri dalam
kehidupanku. Seterang cahaya yang menyejukan mata setiap
orang yang memandangmu. Cintamu telah membutakan mata
batinku. Dan semua perempuan tak dapat aku beri ruang disetiap
relung-relung jiwaku. Kala kau pergi dari jiwaku, aku tak putus
dirundung kesedihan. Butiran-butiran tasbih selalu menguatkan
hatiku, dalam setiap zikir malamku.

Proposal Cintaku pada-Mu
Aku mulai menjalani kehidupan baruku. Menghilangkan
segala kenangan terindah dan belajar dari kegagalan cinta
pertamaku. Aku yakin Allah memberikan yang lebih baik dan indah
dari semua itu. Aku membuka sebuah buku tentang proposal
cintaku. Aku baca dan pahami isinya. Sedikit dapat pencerahan
tentang mencari seorang kekasih yang halal. Untuk memulai sebuah
hubungan bukan harus dilalui dengan sebuah pacaran. Itulah yang
pernah aku lakukan dulu dengan Apri, kekasih yang tak jadi
pendamping hidupku. Biarlah itu semua menjadi pembelajaran
untuk diriku.
Siang ini aku bertemu dengan seorang guru spiritualku. Aku
ungkapkan semua keluh kesahku. Selama ini aku membohongi guru
spiritualku, bahwa aku pernah menjalin sebuah hubungan dengan
seorang wanita. Alhamdulillah, beliau pun mengerti tentang
keadaanku. Akhirnya, beliau pun menyarankan diriku untuk menulis
sebuah proposal yang berisi tentang diriku. Aku tak tahu apa
maksud beliau. Proposal untuk apa. Tanya hatiku.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung beranjak pulang
kemudian kutuliskan secara jelas dan lengkap tentang diriku. Aku
tuliskan kriteria wanita yang aku impikan, mungkin seperti Apri.

Bahagia Bersamamu 67

Proposal cinta yang aku buat kini sudah selesai. Aku langsung
berikan proposal ini kepada guru spiritualku. Beliau membacanya
dengan seksama.

“Sabar dan tunggu kabar selanjutnya tentang jawaban dari
proposal ini,” jelas beliau padaku. Aku hanya terdiam dan
mengucap rasa syukur tak henti-hentinya doa aku lantunkan.
Kubuka Q.S Ar-Rahman aku baca dan kupahami makna ayat demi
ayat. Aku ingin mendapatkan ketenangan jiwa.

Setiap malam aku bermunajat pada-Nya. Keteduhan dan
ketenangan jiwa selalu aku rasa ketika segala beban dan keluh
kesah ini aku curahkan semua pada-Nya. Air mata tak henti-
hentinya menetes. Seakan dosa-dosa yang tertanam di dalam diri
ini berbicara memohon ampun pada-Nya. Tak lupa aku memohon
semoga Allah memberikanku seorang kekasih dan pendamping
yang menerima segala kekuranganku. Aku bukanlah lelaki yang
sempurna seperti lelaki pada umumnya. Harta aku tak punya.
Kelak apa yang akan aku berikan kepada istriku. Itulah yang
menjadi beban hatiku. Tapi, aku tak kan pernah menyerah. Cinta
yang dulu sempat timbulkan luka, kini telah purna berganti cahaya.
Aku yakin, Allah akan memberikan rezekinya untuku.

Suara dering telepon berbunyi. Aku angkat Hp usangku.
Ternyata guruku menelepon. Apakah akan ada sebuah jawaban dari
proposal cintaku? Semoga saja, batinku. Ternyata benar, beliau
menyuruhku untuk datang ke rumahnya siang ini. Menjalani proses
ta’aruf. Sujud syukur aku pada-Nya. Tak henti-hentinya bibir ini
menyebut asma-Nya. Air mataku jatuh seketika. Semua pasti ada
jalan. Cinta tak kan ke mana, ketika kau mau berikhitiar pada-
Nya.

***

Siang ini sekitar pukul 13.00 WIB aku menuju rumah guruku.
Kuketuk pintunya dan aku lihat ada seorang ustaz yang hadir juga.
Aku duduk di samping guruku. Proses ta’aruf pun akan dimulai.
Tapi, sebelum itu semua ustaz yang duduk di samping guruku
sedikit memberikan sebuah tausiah. Aku dengarkan dengan
saksama tausiah yang disampaikan beliau. Hatiku bergetar, air
mataku menetes. Aku semakin kuat untuk melewati semua ini dan
yakin Allah akan selalu bersama dengan hamba-hamba-Nya yang
memenuhi sebagaian kewajiban-Nya, menikah.

Proses ta’aruf pun berjalan dengan lancar. Meskipun diri ini
masih grogi. Jantung berdegup kencang. Ada rasa lega ada juga

68 Komunitas Negeri Kertas

rasa takut. Ahh... masa bodoh. Aku bahagia sekali, ini semua
karena-Mu ya Allah. Aku tak akan pernah henti-hentinya mengemis
pada-Mu.

Tak kusangka, wanita yang aku pinang ini dia seorang dokter.
Aku kaget seratus persen. Terbesit tanya padaku. Apakah dia mau
dengan diriku. Seorang lelaki yang hanya mengharapkan
penghasilan dari tulisan-tulisan yang mungkin sedikit nilainya dari
seorang yang berprofesi dokter. Aku masih canggung dengan
semua ini. Ya Allah, kuatkan aku menghadapi ini semua. Kalau dia
memang pantas untukku aku yakin dia siap menerima segala
kekurangan yang aku miliki.

Memang Kau Mahabesar dengan segala keagungan-Mu,
wanita ini bersedia menerima diriku dengan segala kekurangan
yang aku miliki. Aku menangis, aku rangkul guruku. Aku pun
melanjutkan ta’arufku. Kami pun berbicara panjang lebar,
mengenal lebih dekat. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Azan
berkumandang, kami semua melaksanakan salat asar terlebih
dahulu. Ustaz pun menyarankan untuk ta’arufnya disudahi terlebih
dahulu karena kedua belah pihak sudah ada kesepakatan.
Selebihnya diserahkan kepada kami berdua.

Aku mencoba setia terhadap cinta pertamaku. Tapi, ketika
Allah SWT belum mengikatkan tali cinta di antara kita, mimpi
membangun mahligai indah pun tak akan terwujud. Namun ketika
cinta itu terjalin karena restu Allah sungguh indahnya datangnya
cinta itu tanpa kita duga.

-o0o-

Bahagia Bersamamu 69

Tentang Penulis :
Yuan Lawu Wijayanto
nama pena dari AgusYulianto kelahiran Karanganyar, 27 juli
1987. Memiliki hobi membaca, menulis dan Jalan-jalan di tempat
yang menginspirasi. Lulusan Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Surakarta tahun 2014 ini
aktif menulis di media massa. Beberapa karyanya pernah di
publikasikan di media local seperti Essay/artikel. Sedangkan Buku
Kumpulan Antologi puisi bersama Jagad Abjad diterbitkan oleh
Teater IAIN Surakarta, Buku Kumpulan Antologi Cerita Pendek di
terbitkan oleh Ikatan Seribu Pena IAIN Surakarta, Buku Antologi
Cerpen Kisah Inspiratif FLP Kereta Pecah Solo Raya 2014. Buku
yang diterbitkany secara Indie; Buku cerita motivasi 20 Sen,
Antologi cerita Inspiratif Diantara Pilihan, dan Kumpulan puisi
Kosong (2015). Antologi puisi Menolak Korupsi jilid 4 bersama
Sosiawan leak, Antologi puisi Jeritan Hati FLP Soloraya (2015) dll.
Sekarang bergiat di FLP Soloraya, Komunitas Sastra Pakagula
Karanganyar dan Sastra Alit. Penulis bisa dihubungi lewat e-mail
:[email protected] atau HP : 085726957133. Blog:
yuliagusyulianto.blogspot.com. Alamat desa Suruh Ngemplak RT
02, RW 02, Suruh, Tasikmadu, Karanganyar Surakarta Jawa
Tengah.

Alamat pos: a.n agus yulianto SDIT insan cendekia alamat: Sri
Gading RT 13/RW 02, Kadireso, Teras, Boyolali 57372 - HP
085726957133

70 Komunitas Negeri Kertas

Goresan Tinta Emas

Karya : Astri Ayu Larasati

Menatap rintik hujan adalah kebiasaannya. Menikmati tiap
tetes bening yang jatuh membasahi bumi, dengan irama alam yang
begitu bersahabat. Di balik jendela ia melakukannya, sambil
memeluk kedua lutut yang terlipat. Menahan gejolak dalam diri,
yang ia sebut cemburu tak bertuan. Besar inginnya ‘tuk
menyangkal, sayang tiada daya yang didapat.

Rintik itu makin deras, beradu dengan kilat putih membelah
dirgantara. Tiada gemuruh halilintar, hanya menampakkan
kawanan burung yang berlomba ‘tuk pulang. Kedua mata dara itu
menatap mereka, berusaha menarik kedua ujung bibir membentuk
sabit tipis. Dalam kalbu, ia meyakinkan diri untuk mengabaikan
rasa itu. Hujan seharusnya mengundang tangis bahagia, bukan
kesedihan dan kepedihan seperti sekarang.

Visual yang tak mampu lagi berdusta akhirnya menumpahkan
likuid bening itu. Membiarkannya membelah pipi, membentuk hulu
mungil beberapa detik. Punggung tangan Embun menghapusnya
dengan cepat, diiringi percikan sesal. Dalam hati, ia menertawakan
kekonyolan dalam dirinya sendiri. Bodoh! Gerutuan itu menghakimi
di dalam angannya. Sedetik kemudian, ponsel Embun mengalunkan
lagu Taylor Swift – Story of Love.

Embun menatapnya sesaat, lalu berpaling. Ia kembali
memeluk lutut sambil menatap rintik hujan untuk kedua kakinya.
Menolak untuk menjawab telepon adalah pilihannya saat ini.
Terlalu sulit baginya untuk mengeluarkan sepatah kata dari mulut.
Bungkam seakan menjadi satu-satunya cara terbaik yang dapat
menyelamatkannya dari pemuda itu.

Hening merajai selama beberapa sekon. Suara hujan beradu
dengan nyanyian kawanan katak di luar sana. Bagi Embun, ini jauh
lebih baik kalau saja— Ah, suara itu lagi. Ya, ponselnya kembali
berbunyi. Nama yang sama seperti sebelumnya kembali muncul
tanpa diundang. Tangan ramping dara 22 tahun tersebut bergerak
pelan meraihnya, kemudian menggeser ibu jari dari bagian tengah
layar ke kanan.

“Halo! Baru dijawab? Sibuk?”
Suara di seberang sana menggetarkan gendang telinga
Embun. Alih-alih menjawab, Embun justru menghela napas panjang
yang sengaja disamarkan. Dadanya terasa nyeri, bersamaan

Bahagia Bersamamu 71

dengan kedua matanya yang mulai dipejamkan secara perlahan.
Ini terlalu sulit!

“Halo? Embun?”
Kehampaan dalam angan Embun terpecah begiu saja oleh
suara yang sama. Dadanya terasa makin nyeri. Dengan gerakan
tangan bergetar, ia menjauhkan ponsel dari telinga dan menyentuh
tombol merah di permukaan layar. Kali ini tiada daya yang
didapat. Ia menyerah, tak mampu berkata-kata. Wajah ayunya
ditenggelamkan di antara kedua lutut. Kembali, ia berusaha
menyangkal kenyataan bahwa ini terlalu pedih.
Sepuluh meter dari titik Embun terduduk, seorang pemuda
menatapnya bingung. Kepalanya dihujani beribu tanya, berlomba
dengan titik air di luar sana. Kaki kanan sang pemuda hendak
melangkah ke depan, namun akhirnya diurungkan. Ia terdiam
sesaat, mengamati sosok mungil itu dari jauh. Tak ada tanda
pergerakan.

Saya:
Kamu tahu, kami baru bertemu setelah 10 tahun
berpisah. Dia sahabatku sejak kecil.

Embun:
Oh, begitu.

Adam tertegun. Gerakan tangannya terhenti setelah membaca
riwayat percakapan sejam yang lalu dengan Embun. Kejanggalan
yang berhasil membuatnya bertanya-tanya pun terjawab. Ia
segera menyentuh beberapa huruf di layar ponsel dengan cepat
lalu mengirimkan pesan singkat pada gadis di depan sana.
Atensinya terpaku pada penerima pesan, menunggu respon yang
ia harapkan.

Waktu terus berlalu. Ponsel yang tergeletak begitu saja
kembali bersuara singkat. Kali ini suara itu mampu menggelitik
auditori Embun. Mengundangnya menegakkan kepala dan
meraihnya untuk membaca isi pesan yang ada di sana.

Adam:
Mengapa tidak menjawab teleponku? Kamu
marah?

Gelengan pelan Embun menjadi jawaban untuk pertanyaan
tersebut, meski ia kembali mengabaikan kata-kata yang
disampaikan Adam. Dari jauh, pemuda 25 tahun tersebut

72 Komunitas Negeri Kertas

merasakan setitik kekecewaan. Pengabaian yang menjadi hadiah
untuknya sangatlah tak adil. Namun demikian, Adam tak menyerah.
Ia kembali mengirim pesan singkat pada Embun.

Suara yang ditimbulkan alat komunikasi tersebut kembali
mengundang Embun membaca isi pesan. Kali ini Adam memintanya
memberi penjelasan dari kejadian yang tengah menimpa mereka.
Gejolak di dalam diri Embun mulai memuncak. Perasaannya bagai
badai di samudera lepas yang bergerak tak beraturan. Aliran air
mata yang sempat terhenti kembali meleleh begitu saja bersamaan
dengan bahu yang terguncang.

Ingin sekali Embun mengubur dalam-dalam kecemburuan yang
tak mampu lagi dibendungnya. Sayang, dadanya sudah terlalu
sesak membendung begitu banyak rasa pada Adam. Sudah terlalu
lama dan banyak perasaan yang tak sanggup tersampaikan,
bahkan dengan rangkai kata tertulis. Ini teramat menyesakkan.
Dengan gerak lemah yang dipaksakan, akhirnya dara tersebut
memberanikan diri untuk membalas pesan singkat Adam.

Embun:
Maaf. Aku sibuk. Nanti aku hubungi lagi.

Pemuda bertubuh jangkung yang baru membaca jawaban di
ponselnya pun memutar bola mata. Ia sudah tak tahan dengan
yang terjadi. Baginya, sosok Embun yang hangat mendadak dingin,
bagai tetes air di pipi dedaunan. Kedua kaki jenjangnya
melangkah mendekat, menghapus spasi di antara mereka.
Keduanya mematung dalam jarak dekat. Adam menunggu respon
dari dara yang bahkan tak menyadari kehadirannya.

Bahu yang lebih mungil tersebut terguncang pelan, diiringi isak
di balik paras ayu yang disembunyikan. Adam hanya dapat
menatap nanar sosok yang duduk sambil memeluk lutut. Ia
setengah berlutut dan mengulurkan tangan, membelai lembut
kepala Embun. Helai rambut lurus sang dara terasa halus dan licin.
Aroma lembut dari sosok yang sama dapat dirasakannya kembali
setelah empat tahun menghilang dari inderanya.

Sang pemilik rambut sebahu mengangkat kepala. Kedua
matanya yang telah memerah mengerjap tak percaya melihat
batang hidung orang yang begitu ia rindukan. Bibirnya membentuk
kurva O, disusul dengan tarikan napas yang diambil dari mulut. Ini
sangat sulit dipercaya! Bagaimana bisa sosok Adam yang sudah
meninggalkan Bumi Pertiwi tiba-tiba hadir tepat di depan mata?
Apakah ini sebatas ilusi dari alam bawah sadarnya?

Bahagia Bersamamu 73

“Apakah sibuk menangis membuat semuanya seburuk ini?”
Pertanyaan dari Adam terasa memilukan. Suara tenang itu tak
mampu menutupi keingintahuan yang teramat besar. Tatap mata
teduh yang menenangkan menunjukkan percik kekecewaan. Air
muka yang jelas di depan mata menampakkan kekhawatiran
mendalam. Bagaimana bisa perpaduan tersebut mampu membuat
Embun makin tak berdaya? Bukankah cemburu tak bertuan
mengabaikan ketiga hal yang seharusnya absen dari sosok Adam?
Tangan Adam bergerak pelan, bermaksud menghapus hulu
sungai kecil di pipi Embun. Sayang, sebelum hal ini terjadi, sang
tuan segera membenamkan kembali wajahnya di antara kedua
lutut. Aliran air itu makin deras, berpadu isak tak tertahankan.
Adam terpaksa menelan mentah-mentah kenyataan ini. Satu hela
napas panjang ia embuskan. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia
duduk di samping Embun dan merangkulnya.
“Kau bisa bercerita padaku. Aku menunggu.”
Suara itu terdengar lebih lembut. Embun kembali jatuh dalam
kenyamanan yang sudah lama menghantui. Sosok Adam seperti ini
mampu membuatnya terbuai dalam bui yang diciptakannya
sendiri. Namun saat ini ketakutan berkata jujur terlalu kuat
membelenggu. Menarik paksa sang dara ke dalam potongan
dokumenter hitam-putih beberapa tahun silam.

***
“Awalnya aku pikir embun itu menyejukkan. Seperti yang kau
tahu, embun hadir di pagi buta. Sisa uap air di malam hari yang
sengaja ditinggalkan untuk membuka hari baru dengan kesejukan.
Tapi ternyata aku salah. Ada juga embun lain yang ternyata
menghangatkan, dan itu adalah kamu. Embun yang selalu bersikap
hangat meski terkadang aku terlalu menyebalkan. Embun yang selalu

menghangatkanku dengan cara tak terduga.”

Bagaimana bisa Embun melupakannya begitu saja? Rangkaian
kata manis itu begitu memesona, namun bukan rayu semata. Ia
masih ingat benar cara Adam mengungkapkannya. Pemuda
tersebut menatapnya dalam, lalu menutupnya dengan senyum.
Sementara itu Embun tersipu malu sambil menunduk. Tangan
kanannya memainkan tangkai bunga liar yang dipetik. Semburat
merah tipis telah mewarnai pipinya, hingga terasa panas.

“Ada yang malu-malu. Ada yang mulai terbang tanpa
sayap,” goda Adam.

74 Komunitas Negeri Kertas

“Apa, sih? Sok tahu,” bantah Embun sambil memukul pelan
lengan Adam.

“Wah, pipinya merah. Lucu, seperti kepiting rebus.”
Kali ini Adam menunjuk pipi Embun sambil tertawa menggoda.
Sang pemilik pipi membuang wajah, berusaha menyembunyikan
kenyataan yang melanda. Embun tahu ini semua memang percuma,
namun tetap dilakukannya. Meski demikian, ada kesenangan
berbeda yang diam-diam menyusup ke dalam dadanya.

***
“Ayo makan!”
“Aku masih kenyang.”
“Oh, kalau sakit perutnya dibiarkan kosong? Mau makin
parah?”
Kedua bibir Embun mengatup rapat. Hatinya bagai tergores
sebilah pisau hingga menimbulkan garis-garis perih. Kedua
matanya memanas, namun ia berusaha sekuat mungkin menahan
cairan bening yang siap jatuh bebas. Kata-kata yang diucapkan
Adam memang benar meski di bagian akhir menurutnya
menyakitkan. Perkataan adalah doa. Ia tak suka perkataan buruk.
Tak ingin membuat keadaan makin runyam, ia memutuskan menurut.
“Baiklah,” ujarnya lemah.
“Bagus. Selamat makan! Cepat sembuh, ya. Aku berangkat
dulu. Sampai nanti.”
Sambungan telepon terputus sebelum Embun memberi
jawaban. Kedua ujung bibirnya membentuk kurva simetris yang
lemah. Ia memejamkan kedua mata sesaat, lalu duduk bersandar
di punggung tempat tidur. Tangan rampingnya bergerak pelan
meraih mangkuk kecil berisi bubur hangat. Perlahan, ia
memasukkan makanan putih tersebut ke mulut sesuai janjinya pada
Adam.

***
Adam:
Embun, aku berangkat sekarang. Jaga dirimu baik-baik.
Aku percaya kamu bisa melakukannya. Aku tak akan
mengekangmu dengan keegoisanku. Terima kasih dan
maaf untuk semuanya.

“...”

Terkadang Dewi Fortuna membingungkan. Ia datang dan pergi
begitu saja. Terkadang ia datang di saat insan membutuhkan atau

Bahagia Bersamamu 75

bahkan tak mengharapnya. Begitu pula dengan kepergiannya yang
tiba-tiba, saat insan begitu membutuhkannya. Apakah ia sengaja

membiarkan diri meratap tak berdaya melepas kepergian seseorang
secepat ini?

Dalam hening, pipi itu terasa dingin. Lembab, dibasahi hulu
berarus deras dari cairan di dalam kantung mata.
Ketidakpercayaan akan kenyataan tak dapat dihindari. Melepas
kepergian insan yang teramat berarti terasa begitu berat.
Kehilangan separuh hati menyisakan nihilnya daya. Embun
mendekatkan ponsel ke dada, mendekapnya dalam diam.

Hingga gelap, pandangan Embun kosong. Menerawang jauh
menatap dirgantara malam tanpa bulan dan bintang. Sungguh,
melepas kepergian Adam adalah salah satu ketakutan yang
menjadi bayang kelam dalam harinya. Namun, bukan haknya
melarang pemuda tersebut melanjutkan langkah untuk menggapai
mimpi. Kedua anak manusia tersebut tak terikat, namun sama-sama
membiarkan benih rasa dalam hati tumbuh dalam kebebasan.

***
Potongan beberapa segmen itu hadir begitu jelas di benak
Embun. Kedua matanya yang terpejam kuat pun terbuka dan
menemukan gelap. Kini, sang dara masih bertahan dalam tangis.
Membiarkan Adam menunggu, meski sesungguhnya ia tak ingin
berlarut-larut dalam keadaan seperti ini. Baginya, kejadian detik
ini masih terlalu sulit dipercaya. Beberapa tahun lalu Adam pergi
terlalu cepat. Kini, pemuda yang sama datang terlalu cepat pula.
“Maaf. Seharusnya aku tidak begini,” ujar Embun tanpa
mengubah posisinya.
“Maksudnya?”
Kedua alis Adam terangkat. Dahinya membentuk kerutan
samar, mencoba menemukan makna di balik kata-kata yang
akhirnya berhasil lolos dari mulut Embun. Masih tak berubah seperti
sebelumnya, ia akan menunggu. Memberi kesempatan dan celah
pada Embun untuk mengendalikan diri. Adam sangat hafal dengan
ciri gadis yang telah memberinya kehangatan sekaligus kesejukan
tersebut.
“Aku seharusnya tidak cemburu,” jelas Embun dengan suara
yang dipelankan.
“Bisa diulangi? Aku tak bisa mendengar dengan jelas.”
Ya, tentu saja Adam berdusta. Auditorinya masih berfungsi
dengan sangat baik. Penjelasan anak hawa di sampingnya dapat

76 Komunitas Negeri Kertas

ia dengar jelas meski dengan volume suara yang dipelankan. Ia
hanya ingin mendengar kata-kata itu sekali lagi. Memastikan dan
meyakinkan diri bahwa ia baru saja mendengar pengakuan tak
terduga.

“Seharusnya aku tidak cemburu,” ulang Embun ragu.
Terlalu berat rasanya mengakui kenyataan yang berkaitan
erat dengan perasaan. Embun bukanlah gadis yang mudah
mengakui tentang perasaannya pada orang lain. Hanya Adam
yang mampu membuatnya seperti ini. Perasaannya makin tak
terbendung setelah terpendam selama beberapa tahun. Kerinduan,
kegelisahan, kecemburuan, semuanya kini meluap dalam sebuah
kalimat yang sesungguhnya belum mencakup semua itu.
Pemuda yang masih merangkul Embun terdiam sesaat.
Jawaban yang ia dengar membuat hatinya terguncang.
Kesenangan yang semestinya merajai perlahan dijajah rasa
bersalah. Bagaimana tidak? Setelah bertahun-tahun tak
berkomunikasi dengan Embun, beberapa jam lalu Adam
menghubunginya. Ia menanyakan keberadaan sahabat masa
kecilnya yang ternyata merupakan sepupu dara di sebelahnya.
Tangan yang semula merangkul bahu Embun kini berpindah.
Adam menarik dara yang lebih muda ke dalam dekapannya.
Tubuh Embun yang lemas tak mampu mempertahankan posisi,
hingga kedua tangannya tak lagi memeluk kaki. Kepalanya
menempel di dada Adam dan dapat mendengar detak jantung
pemuda tersebut.
“Maaf. Aku tak bermaksud begitu.”
Rahang Adam mengeras. Lidahnya terasa kelu.
Kerongkongannya tercekat, tak sanggup lagi mengucapkan kalimat
penjelas. Ia mulai merutuki diri sendiri yang telah membuat Embun
menangis. Tak seharusnya ia melakukan semua ini. Adam pernah
berjanji pada dirinya sendiri untuk tak menyakiti Embun dengan
alasan apa pun.

***
“Wah, lucu! Kalau bikin banyak, bisa digantung seperti tirai.
Pasti bagus.”
“Mau? Bikin sendiri.”
“Ajari aku!”
“Tidak,” sahut Adam disusul seringai kemenangan.
Embun menatap tajam Adam. Ia menyukai origami yang
dibuat pemuda tersebut. Burung-burungan yang dibuat Adam
begitu rapi. Warna-warni dari kertas origami membuat benda

Bahagia Bersamamu 77

tersebut makin indah. Ditambah lagi, dengan gambar mata dan
garis di bagian paru yang digoreskan Adam. Semua itu menambah
kesan lucu pada origami yang dibuatnya.

Kurva lengkung bawah Adam terukir di wajah. Begitu kontras
dengan Embun yang masih merasa kesal karena tak diajari cara
membuat origami berbentuk burung oleh pemuda di dekatnya.
Adam berpaling, menyibukkan diri dengan ranselnya. Tak ada
minat yang ditunjukkan oleh Embun selain memilih melihat seekor
kupu-kupu yang hinggap dari sekuntum bunga ke yang lain.

“Buat kamu,” tiba-tiba Adam menyodorkan sebuah kotak
transparan berisi origami burung kepada Embun.

“Sungguh?” Air muka gadis 18 tahun tersebut mendadak
berubah cerah.

“Tapi kalau mau dibuat tirai, rangkai sendiri, ya,” pinta Adam
sedikit canggung.

“Oke. Terima kasih,” jawab Embun sambil meraih kotak
tersebut.

Kesenangan Embun menular secara magis pada Adam.
Pemuda tersebut tersenyum simpul. Ada kelegaan yang tiba-tiba
meledak bersamaan dengan rasa ingin melindungi. Ia berjanji tak
akan menyakiti Embun dengan alasan apa pun. Adam tahu, Embun
adalah seorang gadis baik yang tak banyak bertingkah.
Kesederhanaan dapat membuatnya merasa bahagia tanpa harus
bermain peran. Tak semua orang sepertinya.

***
Embun:
Terima kasih juga untuk segalanya. Maaf Embun sudah
banyak merepotkan. Semoga sukses di sana. Semoga mimpi
itu bisa segera terwujud.

“Embun...”
Adam memasukkan ponsel ke kantung celana. Ia memejamkan
mata kuat-kuat dan menyandarkan kepala di punggung kursi.
Paras ayu itu hadir di dalam angannya sambil tersenyum tenang.
Sedetik kemudian, bayang itu lenyap bersama dengan gerakan
pesawat yang mulai mengudara. Sang pemuda membuka mata,
lalu menoleh ke luar jendela.
“Jika Tuhan mengizinkan, aku akan kembali untukmu.”

***

78 Komunitas Negeri Kertas

Ia membebaskanku bagai seekor burung. Namun aku tahu,
sejauh mana sepasang sayap mengepak, diri ini akan kembali ke

sarang. Dan aku harap kau lah tempat itu.

Adam tertegun membaca kalimat tersebut. Ia mulai berpikir
bahwa kata-kata yang tertera di salah satu akun media sosial
Embun ditujukan padanya. Namun, sebuah suara berteriak di
dalam kepalanya. Mengingatkan Adam bahwa pikirannya belum
tentu benar. Berpikir seperti itu hanya akan membuatnya kecewa
jika kenyataan berkata lain.

Beep beep, beep beep—
Pemuda yang lebih tua dua tahun dari Embun menutup laptop
dan bergegas meraih ransel. Saatnya berangkat kuliah, disusul
dengan bekerja paruh hari. Meski mendapat beasiswa dan berasal
dari keluarga berada, Adam tetap menyadari tanggung jawab
atas dirinya sendiri. Tinggal di Jerman telah membentuk pola
pikirnya hingga menjadi sosok yang lebih dewasa, disiplin, dan
tepat waktu.

***
“Embun, maaf aku terlalu lama menghilang. Sekarang aku
kembali untukmu.”
Adam melepaskan pelukannya. Ia menyentuh dagu Embun dan
menatap langsung sepasang iris coklat tuanya. Isak Embun telah
reda. Dara 23 tahun tersebut menemukan dirinya kaku. Kata-kata
Adam kembali membuatnya tak percaya. Setetes air jatuh dari
matanya. Embun membuka mulut, memberanikan diri untuk
berbicara.
“Seberapa sulit memberi kabar di tengah kesibukan?
Seberapa banyak waktu istirahat di tengah kepadatan? Seberapa
tersiksa menanti di tengah banyaknya cobaan?”
Suara parau tersebut mengudara. Embun tak dapat menahan
diri meluncurkan tiga pertanyaan dalam sebuah kesempatan.
Matanya kembali memanas. Pipinya yang masih basah dihujani air,
beradu dengan di luar sana. Ah, lagi-lagi menangis. Embun benci
ini! Ia benci mendapati dirinya sendiri menjadi gadis cengeng yang
tak mampu berdiri tegak seperti biasa.
Berjuta anak panah imajiner menyerang Adam tanpa ampun.
Mulutnya terkunci rapat, tak mampu menjelaskan kejadian
sebenarnya. Pemuda tersebut kembali merutuki dirinya sendiri
yang telah menyakiti Embun lebih dari dugaan awal. Tak
seharusnya ia berdiam diri dan mengabaikan Embun. Sebuah

Bahagia Bersamamu 79

kabar sederhana akan menjadi obat penenang untuknya meski
hanya dalam sebuah kalimat seperti, “Aku baik-baik saja.”

Rintik hujan tak jua reda. Mereka terjun bebas dari langit,
bersama kawanan yang makin deras. Sementara itu, di dalam
gedung dengan kaca sebagai pengganti dinding terasa hening.
Detik jarum jam seakan dapat terdengar begitu jelas. Baik Adam
maupun Embun memilih menyibukkan diri dengan pikirannya
masing-masing.

“Kesalahanku adalah tanggung jawabku. Aku siap menerima
konsekuensinya.”

Pada akhirnya, Adam merobohkan benteng pertahanan
keduanya. Kalimat tersebut ia ucapkan dengan tegas dan sungguh-
sungguh. Kedua matanya menatap langsung milik Embun tanpa
berkedip. Baginya, Embun tak perlu mengetahui seberapa berat 4
tahun yang ia jalani di negeri orang. Kepadatan jadwal kuliah dan
bekerja, ditambah lagi dengan keinginan untuk membebaskan
Embun sekaligus menjaganya dari jauh.

Sepasang indera Embun terjebak dalam tatap itu. Sorot mata
kesungguhan yang tak menyiratkan dusta sedikit pun. Dara
tersebut tahu benar, Adam bukan pemuda yang suka bermain-main
dengan perkataannya. Namun demikian, kepala Embun
menggeleng pelan. Membuat lawan bicaranya merasa frustasi
dengan kebingungannya sendiri.

“Kenapa?”
“Aku tak ingin menghukum. Terima kasih sudah meluangkan
waktu untukku.”
“Embun, aku kembali untukmu. Benar-benar kembali,”
bantahnya penuh penekanan.
“Kembali?” Ulang Embun tak mengerti.
Adam mengangguk singkat lalu menjelaskan, “Semua urusanku
di Jerman sudah selesai. Mulai hari ini aku kembali dan—”
Pemuda 25 tahun tersebut tak meneruskan kata-katanya. Ia
merogoh saku jaket. Embun menatapnya penuh tanya, mencoba
menerka yang dilakukan Adam. Sepertiga detik kemudian, Adam
menyodorkan sebuah cincin pada Embun.
“Maukah kamu memulai semuanya dari awal, dengan kisah
yang lebih baik? Dalam ikatan yang menyatukan kita.”
Perlahan, rasa panas menjalari pipi yang masih lembab.
Embun menutup mulut dengan tangan kanan, meski senyumnya
membekas di tulang pipi. Jantungnya berdegup kencang, diiringi
dengan anggukan pelan.

80 Komunitas Negeri Kertas

“Tapi bukan berarti ini dari awal,” jelasnya tersipu.
“Aku tahu. Setidaknya, memulai semuanya dengan cara yang
lebih baik. Mengukir kisah baru yang kita mulai dari awal, dengan
usaha dari hasil tabunganku selama bekerja di sana.”
Embun terkesiap. Ternyata, selama ini ia telah salah menilai
Adam. Pemuda tersebut tak menghubunginya bukan karena acuh.
Adam memilih diam untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih
baik dengannya. Ah, Embun terlalu cepat menyimpulkan.
“Maaf aku telah salah sangka,” akunya menyesal.
“Maaf aku telah berubah menjadi manusia es selama di sana.
Terima kasih sudah menunggu,” timpal Adam.
“Terima kasih sudah mencari dan menjemputku.”
Adam tersenyum tenang, lalu memasangkan cincin di jari manis
Embun. Kedua tangannya membingkai wajah sang dara,
menghapus jejak air mata di sana. Senyum cerah Embun kembali
bersemi, menghangatkan diri Adam. Begitu pula dengan Embun
yang kembali menemukan tempatnya kembali utuh seperti sedia
kala.

***
Tuhan selalu memiliki cara tak terduga untuk mempersatukan dua
insan. Di balik gejolak badai penuh rintangan, terdapat pesona tak
terhingga. Di balik pedih dan air mata, terdapat keindahan tiada
tara. Tuhan selalu memberi anugerah terindah bagi hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh. Kesetiaan dan kesucian cinta yang terjaga akan
mengukir kisah menakjubkan. Itulah cara-Nya menggoreskan tinta

emas dalam perjalanan hidup tiap insan.
***

Tentang Penulis :

Astri Ayu Larasati

Seorang mahasiswi jurusan psikologi. Memiliki kecintaan di bidang

menulis dan masih terus belajar. Beberapa karyanya sudah

diterbitkan dalam antologi cerpen dan puisi, namun masih

membutuhkan banyak pembelajaran, kritik, dan saran.

Dapat dihubungi via e-mail ke [email protected].

Nama facebook: Astri Ayu Larasati

No. HP : 08980005632

Alamat : Perum. Karanglo Indah B-14, Malang. 65126

Bahagia Bersamamu 81

I’m Your Secret Admirer, Would You Be Mine?

Karya : Charela Marintan

Setiap dari kita, pasti pernah punya kisah perihal rasa cinta
diam-diam untuk seseorang yang bahkan belum pernah kita temui.
Mungkin hanya sebagian dari kita yang berani
mengungkapkannya langsung, tapi ada sebagian lainnya yang
sedang berjuang mati-matian menyembunyikannya. Gue masuk ke
kategori sebagian yang kedua. Gue jomblo, tiba-tiba gue ngeliat
fotonya di sosmed. Singkatnya, semenit setelah ngeliat, gue jatuh
cinta ke dia. Tapi gue lebih memilih bungkam dalam kurun waktu
yang lama. Hal yang cuma bisa gue lakukan adalah mantengin
layar laptop, buka akun media sosialnya, ngeliatin statusnya setiap
saat, bahkan satu hal terkonyol yang gue lakukan adalah
‘nyolongin’ fotonya dan memajangnya jadi screen saver laptop gue.
Konyol sama gak realistis bener-bener beda tipis.

Kala itu pertengahan tahun 2009. Namanya Elvina
Prameswari. Nama yang asing buat gue. Kenapa asing? Well...
Karena gue gak pernah ketemu dan tahu cewek dengan nama itu
sebelumnya. Tapi dari keasingan itu, malah bikin gue jadi setengah
mati mengaguminya. Gue mencintainya lewat udara. Dan semua
ini... gara-gara dunia maya.

Suatu ketika, gue iseng-iseng buka laptop. Coba online
facebook dan ngeliat siapa aja yang juga online kala itu. Ada
beberapa nama orang yang gak gue kenal secara personal, tapi
ada satu yang eye catching buat gue. Rahmat Rahdiansyah. Foto
profilnya bareng cewek yang menurut gue lumayan cantik.

‘Nih cewek cantik banget. Ini pacarnya ya? Waduh jangan
dong,’ gue monolog gak jelas. Gue memberanikan diri buat buka
tuh akun. Dan memang benar, mereka pacaran.

Elvina Prameswari. Gue mantengin nama di layar laptop gue.
Mantengin nama pacar si Rahmat, temen facebook gue yang gue
sendiri gak tahu siapa tuh si Rahmat.

82 Komunitas Negeri Kertas

‘Add gak ya? Tapi ini kan cewek orang,’ gue monolog lagi.
Setelah perang batin, gue memutuskan buat gak nge-add dia. Gue
memang secupu itu.

Sejak tahu sama yang namanya Elvina, secara gak langsung
gue udah melibatkan dia untuk masuk ke kehidupan gue. Meski
pelajaran Kimia, Fisika dan tetek bengeknya ada di otak, di sela-
selanya gue selalu menyelipkan nama dia di situ. Bahkan menurut
gue, bahagia itu sederhana meski hanya ngeliat fotonya. Di sisi
lain, gue mulai jadi ngebodoh-bodohin diri sendiri. ‘Kampret, gue
jatuh cinta sama orang yang belum pernah gue temui,’

Satu tahun udah lewat. Bahkan setelah gue lulus SMA dan
sekarang udah mulai kuliah semester 2, gue masih sendiri dan juga
belum berani nge-add Elvina di facebook. Gue juga betah jadi
jomblo karena masih berharap suatu saat bisa ketemu Elvina.
Setelah satu tahun berlalu, gue udah mulai tahu banyak tentang
Elvina. Nama lengkapnya Elvina Prameswari Tambunan. Tambunan
nama keluarganya. Kita seumuran, tapi dia memilih kerja di salah
satu hotel di Malang, jadi Front Office Manager ketimbang kuliah.
Dia ulang tahun tanggal 23 Juli. Lulusan SMK Perhotelan di
Malang. Dia suka sama Hello Kitty, tapi ngefans gila sama
Superman Is Dead. Gue juga tahu alamat akun instagram, path,
twitter, sampai akun ask.fm-nya. Ada beberapa akun yang dia
gembok kecuali akun ask.fm-nya.

‘Loh, fotonya si Rahmat kok ganti sama cewek lain?’ batin gue
yang suatu hari buka facebook dan foto si Rahmat muncul di
timeline.

‘Cewek baru bro?’ komen salah satu temennya. Dan dia bales
‘Iya bro, udah lama putus sama yang kemarin’.

‘Pantesan Elvina sendiri gak pernah majang foto sama si
Rahmat. Doa gue bener-bener terkabul,’ ucap gue lirih sambil
senyum jahat. Gue memang secret admirer yang hina dan penuh
dosa.

Gue selalu ngeliat akun ask.fm-nya di setiap momen. Dan
sering gue ngakak sendiri kalau ngeliat ask sama answer-nya. Tapi
ada salah satu ask dan answer yang bikin gue kepikiran. ‘Kak,
keinginan apa yang paling kakak pingini dari cowok kakak?’

Bahagia Bersamamu 83

seorang anonymous tanya di akunnya. Dia jawab ‘Haduh non, lagi
gak punya cowok nih. Tapi kalau seandainya ada, aku pingin dikasih
seratus bangau hasil lipatannya sendiri. That’s sweet I think’.

Malam itu gue gak bisa tidur.

“Ma, Mama sama Papa gimana kok bisa ketemu terus nikah
gitu?” tanya gue memecah keheningan.

“Mama sama Papa kamu dulu kan kebetulan satu universitas
dan satu jurusan. Ya namanya witing tresno jalaran soko kulino, Al.
Jatuh cinta deh Mama ke Papa kamu,” jawab nyokap sambil sibuk
nyiapin catering pesenan orang.

“Mama bahagia sama Papa?”

Nyokap menjawab sambil senyum, “kok nanya gitu, Al? Jelas
dong Mama bahagia. Nyatanya sekarang yang bisa misahin kami
berdua ya cuma maut.”

“Terus Mama gimana dulu ceritanya kok bisa nikah sama
Papa?”

Nyokap noleh ke gue dan menghampiri gue yang lagi
sandaran di kusen pintu dapur. “Ali... ceritanya singkat. Semuanya
karena keberanian papamu. Berani bilang sayang ke Mama.
Berani dan rela berkorban buat Mama. Berani datang ke rumah
dan ngelamar Mama. Al, orang berani belum tentu dia dewasa
pemikirannya, tapi orang yang pemikirannya dewasa sudah pasti
dia orang yang berani. Berani mengambil keputusan untuk
hidupnya,” jelas nyokap sambil menepuk pundak gue. “Waktunya
dewasa, Al. Kalau kamu suka seseorang, katakan ke dia. Perihal
cinta kamu yang bakalan ‘bertepuk sebelah tangan’ atau ‘saling
tepuk tangan’ itu urusan belakang. Kuncinya satu Al; berani
ngomong. Karena diamnya kamu sampai kapan pun gak akan
mengubah suasana.”

Kata-kata nyokap bikin gue mikir keras. Beliau seakan udah
paham kalau ada seribu ketakutan di mata gue tentang masalah
cewek. Tapi setelah gue denger penjelasannya, gue udah tahu
mesti ngapain malem ini.

84 Komunitas Negeri Kertas

Tanggal 22 Juli 2010, gue memberanikan diri buat nekan
tombol Add Friend di facebook-nya Elvina. Dan besoknya, gue buka
facebook dengan mata ketutup sebelah. Berasa dapet lotre, doa
gue selama ini terkabul. Gue resmi jadi temen facebook-nya.

Hari itu hari ulang tahunnya. Keberanian selanjutnya adalah
berani ngucapin ulang tahun ke dia. Gue ngetik, ngehapus, ngetik,
ngehapus, dan ngetik lagi. Gue bener-bener memilih dan memilah
kata-kata yang pantes buat dikirimin ke dia lewat inbox. Dan
akhirnya…

‘Selamat ulang tahun ya Vin,’

*send*

Mampus. Gue harus siap mental kalau ternyata pesan gue
diabaikan. Buru-buru gue tutup facebook gue dan memutuskan
untuk membukanya dua hari kemudian.

Ada satu pesan di inbox gue. Gue buka dan itu dari Elvina.

‘Iyaa ini siapa? By the way thanks before ya!’

Mendadak jari-jari gue jadi ngilu buat bales tuh pesan. Tapi
akhirnya tetep gue bales. Dan gak diduga-duga, dia bener-bener
welcome sama gue. Sejak saat itu gue jadi sering chatting-an sama
dia. Sebulan, dua bulan, lima bulan, bahkan berbulan-bulan gue
habiskan waktu buat sharing sama dia lewat dunia maya. Kami
berdua nyambung. Dan suatu ketika dia ngirim pesan ke gue yang
isinya. ‘Katanya kalau orang jatuh cinta bakalan ada banyak kupu-
kupu di perutnya, tapi kok di sini malah kupu-kupunya berterbangan
di sekitarku ya, bukan di perutku’

Gue semula udah mulai kecil hati dan bales tuh pesan ‘Oh ya?
Mungkin udara di perut bikin mereka jadi gerah, akhirnya cari
suasana baru deh’

Elvina bales ‘Kayaknya enggak Al. Mungkin mereka melarikan
diri waktu aku buka mulut karena selalu ketawa baca pesan kamu’

Gue ngakak setengah hidup. Ngakaknya gue karena dua
fakta. Fakta pertama, ini kode kalau Elvina jatuh cinta sama gue.
Fakta kedua, ini pertama kalinya gue digombali cewek.

Bahagia Bersamamu 85

“Bro, lo harus ajarin gue bikin bangau dari kertas lipat!” teriak
gue ke Hasan, temen sekelas gue di kampus yang jago origami.

“Hah bangau? Emang ada dosen teknik sipil yang nyuruh bikin
bangau? Yang ada mah bikin beton, Bro, itu pun dari semen, bukan
dari kertas lipat.”

“Ini bukan tugas dari dosen, tapi buat misi rahasia gue.”

“Lu mau nembak cewek” tanya Hasan sampai keselek sama
minuman jasjusnya. Gue cuma senyum tipis. Hasan akhirnya
bersedia ngajarin tanpa dibayar.

Bikin bangau ternyata gak serumit yang gue kira. Dengan
tekad dan niat yang bulat, gak sampai satu bulan gue udah bikin
50 lipatan bangau. Gue yang sekarang adalah gue yang kemana-
mana selalu bawa kertas lipat. ‘Sebulan lagi Elvina ulang tahun,
gue harus bisa bikin sisanya,’ batin gue.

Dan bener, menjelang ulang tahun, Elvina ngajak gue buat kopi
darat. Tanggal dan tempat sudah ditentukan. Hal itu gak begitu
sulit karena kita memang sama-sama di Malang. Tanggal 23 Juli
tepat ulang tahunnya kita bakal ketemuan di salah satu café deket
hotel tempat dia kerja. Perasaan apa yang bisa bikin gue yakin
banget buat ketemu dia, jujur gue gak paham. Tapi yang pasti,
gue udah punya nama tentang perasaan itu. Gue menyebutnya
‘cinta’.

Tinggi badan 180 cm, kacamata minus dengan full frame hitam,
celana jeans, sneakers abu-abu di kaki, kaos oblong warna putih
dengan jas warna hitam sebagai luarannya, rambut jabrik yang
diminyaki, jam tangan hitam di tangan kiri, gue merasa perfect jadi
cowok. Berasa gak mau melewatkan momen ini, gue siap ketemu
Elvina.

Gue melangkahkan kaki sambil membawa seratus lipatan
bangau yang gue gantung pakai benang di tiap bangaunya
menuju café tempat kami janjian. Mata gue bener-bener awas
ngeliat sekitar. Gue menemukan sesosok wanita yang bangkit dari
kursi dekat jendela di café itu. Dia menghampiri gue. Rambutnya
panjang semir ombre coklat, poni dijepit, tingginya semampai
memakai pakaian khas karyawan hotel, dia bahkan jauh lebih
cantik dari fotonya.

86 Komunitas Negeri Kertas

“Ali Ardiansyah Akbar kan? Hai, aku Elvina,” dia mengulurkan
tangannya sambil tersenyum. Gue segera sadar kalau lagi
melongo dan buru-buru balik menjabat tangannya.

“Selamat ulang tahun ya, ini buat kamu,” gue menyerahkan
bangau-bangau itu ke dia. “I-i-ini aku bikin sendiri. Dua bulan
sebelum ulang tahun kamu,” gue mendadak gugup.

Hening. Dia speechless. Gue speechless. Kami berdua terdiam
lama, saling berbicara lewat tatapan mata, kemudian sama-sama
tersenyum.

Butuh bertahun-tahun untuk mengumpulkan keberanian buat
nge-add dan ketemu cewek yang baru semenit gue liat wajahnya
di dunia maya. Mungkin bisa menipu, tapi tipuan itu gak berlaku
ketika yang gue liat adalah Elvina. Kali ini gue gak membuang
waktu buat jadiin dia satu-satunya di hidup gue. Berkat keberanian
gue ngomong “I’m your secret admirer, would you be mine forever?”
dan singkatnya dia jawab “I would”, gue semakin yakin kalau dia
memang the one and only buat gue. Kini setelah sekian lama
barengan, gak hanya di facebook, di sudut kamar pula gue
memajang foto kami berdua. Kami sama-sama punya senyum yang
bahagia. Dia terlihat cantik dengan pakaian kebaya, dan gue
terlihat lebih tampan dengan blangkon di kepala.

Suatu sore, waktu kami duduk bareng melihat senja di teras
rumah, Elvina membisikkan sesuatu ke gue, “selamanya adalah
waktu yang lama, Al, tapi aku gak akan pernah keberatan kalau
selama yang di sisiku itu kamu. Hey my secret admirer, I’m glad
there is you.”

“Karya ini terinspirasi dari lagu Fileski yang berjudul Bahagia
Bersamamu”

***

Bahagia Bersamamu 87

Tentang Penulis :

Charela Marintan

Dunia tulis menulis adalah tempat dimana saya bisa merenungi
kejadian-kejadian apa saja yang terjadi dalam diri maupun di
sekitar saya. Ibaratnya, dunia tulis menulis adalah tempat dimana
saya ‘pulang dan merebahkan diri’ sejenak dari kepenatan yang
telah saya lalui. Salah satu cita-cita saya adalah menjadi seorang
penulis, entah itu menulis cerpen remaja atau cerpen anak. Satu hal
yang saya yakini adalah saya ingin menghibur orang lain meski
hanya sebatas lewat coretan pena. Tahun 2012, saya pernah
mengikuti lomba menulis cerpen di SMA dan Alhamdulillah meraih
tempat kedua. Suatu prestasi yang membuat saya ‘sejenak’ merasa
bangga akan diri saya sendiri. Setidaknya pada waktu diumumkan
bahwa saya masuk tiga besar, kalimat yang terlintas di pikiran
saya adalah ‘Alhamdulillah, saya masih jadi manusia yang
berguna’. Saya juga pernah memiliki akun tumblr guna
menyalurkan ide-ide saya dalam dunia tulis menulis. Namun
beberapa waktu yang lalu saya memutuskan untuk meremove akun
tersebut karena saya sadar, makin kesini, bukan kalimat motivasi
atau ide-ide fresh yang saya tulis, melainkan sebuah kalimat-
kalimat galau yang sekilas seperti berharap belas kasihan orang
lain. Saya merasa malu jika terus menerus menuliskan hal semacam
itu. Dunia tidak membutuhkan kata-kata galau. Dunia butuh
pembaharuan melalui ide-ide fresh hasil konstribusi manusia-
manusianya. Saat ini, selain mengikuti kegiatan perkuliahan di
kampus, di sela-sela waktu luang, saya juga masih terus menulis
cerpen remaja. Meskipun masih menjadi ‘penghuni setia’ di folder
laptop, namun saya berharap suatu saat bisa menjadikannya satu
dalam sebuah buku. Aamiin. HP 08970426320 - Facebook :
Charela Marintan

HP 08970426320

Alamat: Griya Husada A8 No 5, Sumberporong, Lawang, Kab.
Malang - Jawa Timur - 65212

88 Komunitas Negeri Kertas

Tara dan Langit

Karya : Fitrania Halla

Pagi itu suara alarm di kamar kos Tara berbunyi sangat
kencang. Membangunkan Tara dari tidur pulasnya, ia pun
bergegas mandi lalu menyiapkan bekal makan siangnya untuk
dibawa ke kantor. Begitulah rutinitas Tara sehari-hari. Ia adalah
seorang wanita karir. Ia bekerja di salah satu perusahaan
multinasional di Jakarta. Ia memang dikenal pandai dan ulet
dalam bekerja, tidak heran jika ia memiliki karir cemerlang dan
masa depan yang bagus. Namun sampai di usianya yang ke-25
tahun, ia masih memilih untuk sendiri. Rutinitas membuatnya sibuk
sehingga banyak orang yang mengira bahwa ia memang ingin
mengejar karir sehingga belum memikirkan untuk menikah. Namun
rupanya tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya hatinya
sedang menunggu seseorang. Sosok lelaki yang padahal tak
pernah sekalipun menyatakan perasaan kepadanya. Lelaki yang
bahkan kini sudah pergi tanpa sepatah kata, menggantungkannya
begitu saja. Entah apa yang membuat ia begitu percaya bahwa
lelaki itu adalah jodohnya, padahal lelaki itu bahkan tidak
mengetahui bahwa selama ini ia memendam perasaan kepadanya.
Tara seorang wanita pendiam yang tidak pandai menunjukkan
perasaannya. Hal itulah yang membuatnya berada di dalam
keadaan rumit seperti ini. Terjebak dengan perasaan yang
terlanjur bertumbuh namun tidak pernah berani ia ungkapkan.

Kinerja Tara yang sangat bagus mendapat apresiasi dari Pak
Daffa, selaku direktur perusahaan tempat Tara bekerja. Beliau pun
mempercayakan sebuah proyek yang berlokasi di Wisconsin,
Amerika Serikat. Proyek itu akan dimulai minggu depan. Tara
ditempatkan sebagai ketua tim dalam proyek tersebut, sehingga
beliau menugaskan Tara untuk tinggal di sana selama tiga bulan
untuk memimpin sekaligus memastikan proyek itu berjalan lancar.
Semua biaya perjalanan sudah disiapkan oleh sekertaris kantor.
Tara harus berangkat tiga hari lagi. Tara merasa tidak percaya
bahwa beliau bisa mempercayakan proyek sebesar ini
kepadanya, sehingga ia tak kuasa menolak amanah yang
diberikan oleh beliau. Tara keluar dari ruangan beliau dengan
raut wajah gembira, ia segera mendatangi Elfa, sahabatnya, untuk
membagi berita bahagianya itu.

Bahagia Bersamamu 89

Hari keberangkatan Tara pun tiba. Ia diantar oleh mobil
kantor ke bandara. Elfa ikut mengantarnya. Tara memeluk Elfa
seakan tidak bisa meninggalkan sahabatnya itu, setelah hampir
saling mengharu biru, Tara pun bergegas untuk check-in ke dalam
bandara. Perjalanan yang panjang selama di pesawat membuat
Tara bosan. Ia pun memanfaatkan fasilitas pesawat untuk
mendengarkan lagu dan menonton beberapa film. Ketika ia
mencoba mengenakan headset dan melihat list lagu populer tahun
2012, rupanya lagu kesukaannya berada di posisi pertama dalam
chart lagu. Tanpa pikir panjang, ia pun mendengarkan lagu itu.
Baru beberapa bait lagu yang mengalun di telinganya, tidak
terasa air matanya menetes. Rupanya ia tiba-tiba merindukan
seseorang, lagu itu mengingatkan kenangannya saat ia sering
lembur tugas bersama Langit.

Langit adalah teman kuliah Tara. Mereka saling mengenal
satu sama lain lewat sebuah organisasi internal kampus, hubungan
mereka cukup dekat dalam arti sering berinteraksi. Meski begitu
mereka sama-sama mengerti akan batas pergaulan, sehingga dari
luar mereka nampak seperti sahabat dekat saja, tidak lebih. Langit
berusia 27 tahun, selisih dua tahun lebih tua dari Tara. Kini Langit
sedang melanjutkan studi doktoralnya di sebuah universitas
ternama yang terletak di Wisconsin, Amerika Serikat. Kini ia
memasuki tahun terakhirnya di Wisconsin.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh karena lintas
benua, Tara pun sampai di Wisconsin. Ia sengaja tidak mengabari
Langit karena tidak ingin merepotkan. Namun rupanya takdir
berkata lain, lokasi proyek Tara bekerja berjarak 500 meter dari
kampus tempat studi Langit. Awalnya Tara masih bersikeras untuk
menyembunyikan keberadaannya di Wisconsin, tapi ternyata
proyek yang sedang dikerjakan oleh Tara bekerja sama dengan
institusi tempat studi Langit. Tidak disangka Langit juga terlibat
sebagai peneliti dalam proyek tersebut karena proyek itu memiliki
kesinambungan dengan disertasi yang sedang disusun oleh Langit.
Tara dan Langit pun akhirnya sering bertemu dan bekerja sama
mengerjakan proyek besar itu..

Sebulan berlalu, Tara dan Langit semakin merasa deja vu
karena mereka jadi sering lembur karena mengerjakan proyek
tersebut. Keadaan yang sama ketika mereka masih berada di
bangku perkuliahan beberapa tahun yang lalu. Namun kali ini
kedekatan mereka tampak berbeda, Tara mulai terlihat canggung
ketika sedang berada dekat dengan Langit. Begitu pula Langit

90 Komunitas Negeri Kertas

yang mendadak kehabisan kata ketika harus mengajak Tara
ngobrol.

Dua bulan berlalu, Langit mulai tidak bisa menahan
perasaannya kepada Tara. Langit berharap segera menyelesaikan
studinya agar bisa segera pulang ke Indonesia dan menikahi
seseorang yang dicintainya sejak lama, yaitu Tara. Langit tipe pria
yang tidak suka mengumbar janji, sehingga ia pun memutuskan
untuk memendam perasaannya kepada Tara. Dua tahun yang lalu
dia pun pergi meninggalkan Tara tanpa sepatah kata pun. Ia tidak
pernah menngungkapkan perasaannya kepada Tara dan pergi
begitu saja melanjutkan studinya ke Wisconsin. Namun jauh di
dalam lubuk hatinya, ia berharap wanita yang dicintainya itu bisa
menunggunya hingga ia menyelesaikan studinya. Langit tidak
pernah menyangka takdir Tuhan begitu indah, kini Tara berada di
kota yang sama dan sedang mengerjakan proyek yang sama
dengannya. Hal ini membuat Langit semakin yakin jika Tara adalah
jodohnya. Begitu banyak pintu kemudahan yang telah diberikan
oleh Tuhan kepadanya untuk bisa benar-benar berjodoh dengan
Tara.

Tiga bulan berlalu, Tara harus segera kembali ke Indonesia
karena proyek yang dikerjakannya sudah selesai. Seminggu
sebelum Tara pulang, tiba-tiba Langit mengajak Tara untuk
bertemu dan ia pun tak kuasa lagi menahan perasaannya kepada
wanita yang dicintainya itu.

"Tara, kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanya Langit.
"Insha Allah seminggu lagi, Kak. Kenapa?" jawab Tara.
"Ada sesuatu yang ingin kusampaikan, sekaligus menujukkan
kepadamu tentang keseriusanku tentang sesuatu hal ini," kata
Langit.
"Hmmm... sesuatu hal apa maksud Kakak? Kok kayaknya serius
banget sih, hehehe," gumam Tara.
"Tara... a...aku tidak tahu harus memulai dari mana, apakah
ini terlalu cepat atau aku sudah terlambat, tapi aku harus
mengatakannya sekarang. Aku ingin melamarmu. Aku sudah lama
menunggumu. Aku memendam perasaan ini sejak kita masih kuliah
dulu. Maafkan aku tidak pernah mengungkapkan ini sebelumnya,
karena waktunya belum tepat. Aku masih ingin fokus pada
sekolahku, sembari membiarkanmu mengejar karirmu dulu, sesuai
impianmu yang pernah kau ceritakan kepadaku dulu. Jika kamu
bersedia, aku akan mengambil cuti selama dua minggu,
menemanimu pulang sekalian bertemu kedua orangtuamu untuk

Bahagia Bersamamu 91


Click to View FlipBook Version