The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu dalam menahan gaya yang datangnya dari luar atau beban. Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh faktor cacat kayu dan faktor lain (non cacat kayu). Kayu bebas cacat ataupun non cacat kayu sebelum penggunaannya sebagai bahan bangunan, kayu ini harus diketahui bahan tegangan dasar dan tegangan ijinnya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mayanguthari, 2022-08-12 16:40:20

Diktat Mekanika Kayu

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu dalam menahan gaya yang datangnya dari luar atau beban. Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh faktor cacat kayu dan faktor lain (non cacat kayu). Kayu bebas cacat ataupun non cacat kayu sebelum penggunaannya sebagai bahan bangunan, kayu ini harus diketahui bahan tegangan dasar dan tegangan ijinnya.

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Diktat Mekanika Kayu
telah selesai disusun. Diktat ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam
memahami materi perkuliahan, khususnya mata kuliah yang diampu Fakultas Kehutanan,
Universitas Tanjungpura.
DSifat mekanis kayu yang dibahas dalam diktat ini adalah keteguhan tekan, keteguhan
tarik, keteguhan elastisitas kayu, kekakuan, keteguhan geser, kekerasan, keteguhan belah
kayu, dan keuletan kayu. Selain itu, reaksi kayu menerima beban, cara pengujian baik di
laboratorium dan di lapangan, faktor-faktor cacat yang mempengaruhi sifat mekanis kayu,
dan dasar pemberian mutu kayu bangunan adalah beberapa aspek penting yang perlu
dipahami oleh mahasiswa dan dibahas secara garis besar dalam diktat ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan diktat ini, dan berharap dapat bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan di
Indonesia.

Pontianak, Juli 2022
Penyusun,

Silvia Uthari N.M.M

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
3
II. KONSEP DASAR MEKANIKA KAYU 5
2.1. Hubungan Beban, Tegangan, dan Perubahan Bentuk 6
2.2. Tegangan dan Regangan Normal 7
2.3. Tegangan dan Regangan Geser 8
2.4. Tegangan dan Defleksi Pada Balok Lentur 16
19
III. PROSEDUR PENGUJIAN STANDAR SIFAT MEKANIS KAYU 19
22
IV. SIFAT-SIFAT MEKANIS KAYU 24
26
4.1. Keteguhan tekan kayu (compressive strength) 31
4.2. Keteguhan tarik kayu (tensile strength) 32
4.3. Keteguhan lengkung statis kayu (bending strength) 34
36
4.4. Kekakuan kayu (stiffness)
38
4.5. Kekerasan kayu (hardness) 38
4.6. Keteguhan belah kayu (cleavage resistance) 46
52
4.7. Keteguhan geser (shear strength) 56
4.8. Keuletan kayu (toughness) 56
57
V. FAKTOR-FAKTOR PADA SIFAT MEKANIKA KAYU 59
63
5.1. Faktor cacat kayu 65
5.2. Faktor lain (non cacat kayu) 72
73
VI. DASAR-DASAR PEMBERIAN MUTU KAYU BANGUNAN
VII.
TEGANGAN DASAR KAYU
VIII. 7.1. Pengertian Tegangan Dasar (Basic Stress)
7.2. Faktor proses pembentukan tegangan dasar (basic stress)
7.3. Penentuan Tegangan Dasar (Basic stress)
TEGANGAN IJIN

IX. KEKUATAN KAYU DALAM PENGGUNAAN

X. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961 47
47
Tabel 5.2. Kelas kuat kayu menurut SNI 03 3527 53
Tabel 6.1 Ukuran kayu berdasarkan penggunaan 54

Tabel 6.2 Ukuran lebar dan tebal nominal kayu bangunan untuk penggunaan 60
pada bangunan rumah dan gedung
61
Tabel 7.1. Besarnya nilai faktor probability (N) dan faktor keamanan (K) untuk 64
berbagai macam sifat kekuatan kayu (ASTM D-245) 65
70
Tabel 7.2. Besarnya Faktor Kombinasi pada Berbagai Sifat Kekuatan Kayu 71
Tabel 8.1. Contoh penentuan allowable stressberdasarkan ASTM D-245

Tabel 8.2. Tegangan ijin kayu mutu A berdasarkan kelas kuat
Tabel 9.1 Nilai strength ratio pada berbagai kemiringan serat

Tabel 9.2. Nilai quality factor untuk MOE

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Tiga sumbu simetri kayu 2
Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan 3
Gambar 2.2. Benda yang menerima beban aksial tekan 6
Gambar 2.3. Diagram deformasi dan beban 7
Gambar 2.4. Benda yang menerima beban geser 8
Gambar 2.5. Diagram Tegangan - Regangan geser 9
Gambar 2.6. Beban aksial dan beban geser pada benda 9
Gambar 2.7. Regangan normal dan regangan geser 10
Gambar 2.8. Balok Lentur dengan Beban Merata 11
Gambar 2.9. Momen lentur dan gaya geser yang terjadi di titik D 11
Gambar 2.10. Balok dengan beban tunggal di tengah bentang 11
Gambar 2.11. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) sepanjang 12

bentang balok dengan beban tunggal di tengah batang. 13
Gambar 2.12. Balok dengan Beban Ganda (2P) dan Reaksi Tumpuan (R) 13
Gambar 2.13. Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada balok
14
dengan beban ganda Two Points load. 15
Gambar 2.14. Beban Normal pada Balok Lentur (a. 3 Dimensi, b. 2Dimensi) 18
21
Gambar 2.15. Skema distribusi tegangan geser horizontal pada penampang balok
Gambar 3.1. Contoh formulir laporan pengujian 22
Gambar 4.1. Pengujian tekan sejajar serat (a) dan tekan tegak lurus serat (b)
23
pada contoh kecil bebas cacat
Gambar 4.2. Skema bentuk kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan sejajar 25

serat batang pendek 27
Gambar 4.3. Bentuk contoh uji kekuatan tarik sejajar serat untukcontoh uji kecil 27
28
bebas cacat 28
28
Gambar 4.4. Bentuk pengujian tarik tegak lurus serat kayu (a) pengujian tarik
tegak lurus papan partikel Gambar 4.5. Bentuk kerusakan simple
tension

Gambar 4.6. Bentuk kerusakan Cross Grained Tension
Gambar 4.7 Bentuk kerusakan Splintering Tension
Gambar 4.8 Bentuk kerusakan Brittle Tension
Gambar 4.9 Bentuk kerusakan Compression failures

iv

Gambar 4.10 Bentuk kerusakan Horizontal shear failures 28
Gambar 4.11. Deformasi akibat beban aksial: a) tekan, b) tarik 29
Gambar 4.12 Mengukur modulus elastisitas dengan cara tekan 30
Gambar 4.13.a. Metode pengujian lentur dengan one point loading 30
30
b. Metode pengujian lentur dengan two point loading 30
c. Metode pengujian lentur dengan third point loading 30
d. Metode pengujian lentur dengan fifth point loading 32
Gambar 4.13. Skema bentuk pengujian sifat kekerasan kayu 32
Gambar 4.15. Pengujian sifat kekerasan kayu 33
Gambar 4.16. Skema gambaran terjadinya belahan pada kayu berserat lurus 34
Gambar 4.17. Macamnya geseran yang dapat terjadi pada kayu 35
Gambar 4.18.Bentuk contoh uji kekuatan geser sejajar serat (a) dan bentuk
37
pengujiannya (b) (Sumber: Wanggard 1950) 38
Gambar 4.19. Pengujian keuletan kayu 39
Gambar 5.1 Contoh mata kayu lepas (a) dan mata kayu sehat (b) 40
40
Gambar 5.2. Bentuk cacat retak kayu splits
40
Gambar 5.3 Cacat serat spiral pada kayu Pinus longaeva. 41
42
Gambar 5.4 Cacat serat berombak pada kayu Acer pseudoplatanus (a) kayu 43
dewasa (b) kayu juvenil. 43
45
Gambar 5.5 Cacat serat berpadu pada kayu maple 57
58
Gambar 5.6 Bentuk cacat retak melintang 59

Gambar 5.7 Bentuk kayu tarik (A) dan kayu tekan (B) 62
68
Gambar 5.8. Lubang gerek burung pelatuk (bird peck)

Gambar 5.9. Kayu pinus yang terserang cendawan pewarna kayu (blue stain)

Gambar 5.10. Kayu yang terserang brown rots (A) dan white rots (B)

Gambar 7.1. Ilustrasi keberadaan air dalam kayu

Gambar 7.2. Sebaran Normal Gauss pada Pengujian Sifat Mekanis Kayu
Gambar 7.3. Hubungan antara bending strength dengan jangka waktu

pembebanan pada kayu Spruce
Gambar 8.1. Skema pengujian sifat mekanis kayu

Gambar 9.1. Mesin pemilah kayu MPK-5 Panter

v

I PENDAHULUAN

Kayu merupakan material organik yang berasal dari pohon dengan ketersediaan yang
melimpah selama pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara alami (Awaludin et al.
2005). Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan pasokan kayu
berukuran besar yang ada di hutan dan berkualitas tinggi membuat alternatif lain perlu
dikembangkan (Lempang 2014; BPS 2018). Pemanfaatan kayu yang mempunyai berat jenis
rendah dan jarang digunakan, pemanfaatan bahan alami lain seperti limbah batang kelapa
sawit, dan produk turunannya (komposit kayu) membuat sifat mekanis menjadi suatu hal yang
penting untuk diketahui dan sebagai bahan pertimbangan sebelum diaplikasikan (Augustina et
al. 2020; Mangurai 2022). Sifat-sifat dari bahan yang berbeda dari bahan baku kayu solid
cenderung akan memberikan hasil yang berbeda terutama kekuatannya. Oleh karena itu, sifat
fisis dan mekanis menjadi suatu hal mendasar yang perlu diketahui untuk dapat ditentukan
aplikasi suatu kayu tersebut (Lapeantu et al. 2017).

Kayu sebagai bahan konstruksi termasuk bahan alami yang sangat istimewa. Sifat-sifat
yang tidak miliki atau ditiru oleh bahan alami lainnya menjadi alasan kayu sebagai bahan yang
istimewa. Sifat alami tersebut antara lain sifat kelenturan, kekuatan, kembang susut, dan
higroskopisitas (Kretschman 2010). Sifat alami tersebut diperngaruhi oleh sifat anisotropis
kayu. Pemanfaatan kayu sebagai bahan sehari-hari mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan kayu antara lain berkekuatan tinggi dengan berat jenis rendah, tahan
terhadap pengaruh kimia dan listrik, relatif mudah dikerjakan dan diganti, mudah didapatkan,
relatif murah, pengaruh temperatur terhadap perubahan bentuk dapat diabaikan, pada kayu
kering memiliki daya hantar panas dan listrik yang rendah, sehingga baik untuk partisi, dan
memiliki sisi keindahan yang khas. Kekurangan kayu antara lain adanya sifat-sifat kayu yang
kurang homogen (ketidak seragaman), cacat kayu (mata kayu, retak, dan lainnya), beberapa
jenis kayu kurang awet, kekuatannya sangat dipengaruhi oleh jenis kayu, mutu, kelembaban
dan pengaruh waktu pembebanan, keterbatasan ukuran khususnya untuk memenuhi kebutuhan
struktur bangunan yang makin beskala besar dan tinggi, dan beberapa jenis kayu tertentu
harganya relatif mahal dan ketersediaan terbatas (langka) (Mardikanto et al. 2011). Oleh karena
itu, dalam pemanfaatannya perlu diketahui aplikasi akhir kayu atau produk turunannya agar
dapat menggunakan kayu secara efektif dan efisien dalam penggunaan tekniknya (Falk 2010).

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu dalam menahan gaya yang datangnya
dari luar atau beban. Beban tersebut cenderung mengubah ukuran dan bentuk benda yang diberi
beban. Perubahan bentuk atau ukuran benda dapat terjadi akibat beban yang datang dan adanya
gaya dari dalam yang bekerja pada seluruh bagian benda (kayu) seperti perubahan kadar air
(terjadi kembang susut) atau adanya perubahan suhu (terjadi pemuaian). Sifat mekanis kayu
digunakan untuk menghitung kemampuan kayu yang biasanya digunakan sebagai bahan
bangunan seperti gedung, mebel, kendaraan, jembatan, alat-alat pertukangan, dan lain-lain.
Sifat mekanis kayu dikategorikan menjadi delapan macam yaitu keteguhan tarik (tensile
strength), keteguhan tekan (compressive atau crushing strength), keteguhan geser (shearing
strength), keteguhan lentur (bending strength), kekakuan (stiffness), keuletan (toughness atau
shock resisting ability), kekerasan (hardness), dan ketahanan belah (cleavage resistance)
(Mardikanto et al. 2011).

Kayu mempunyai sifat yang berbeda dengan bahan bangunan lainnya (besi, baja,

1

aluminium, dan lainnya). Bahan bangunan dari logam dibuat dengan cara dicetak, sedangkan
kayu berasal dari tumbuhan yang terdiri dari serat-serat dengan orientasi serat tertentu. Logam
bersifat “isotropis”. Bahan bersifat isotropis merupakan bahan yang mempunyai sifat mekanis
dan sifat elastis yang sama pada segala arah. Sedangkan, kayu bersifat “orthotropis”. Bahan
bersifat orthotropis merupakan bahan yang mempunyai sifat mekanis dan sifat elastis sesuai
dengan tiga sumbu simetri (Gambar 1.1) yang saling bersilangan tegak lurus karena susunan
serat yang ada pada kayu (anisotropis). Ketiga sumbu simetri tersebut adalah sumbu
longitudinal (memanjang serat), sumbu radial (tegak lurus lingkaran tumbuh) dan sumbu
tangensial (menyinggung lingkaran tumbuh). Ketiga arah sumbu tersebut dipengaruhi oleh
orientasi struktur serat, sel jari-jari (ray cell) seta elemen pembentuk kayu lainnya (sel serabut,
sel trakeida, dan sel parenkim) (Shmulsky dan Jones 2019). Sifat kekuatan dan sifat elastisitas
kayu ini berbeda besarnya tergantung arah sumbu tersebut. Pada umumnya, perbedaan
besarnya sifat tersebut lebih ditentukan oleh arah memanjang serat (aksial) dan arah tegak lurus
serat (transversal). Sifat-sifat pada arah radial dan tangensial mempunyai perbedaan yang
sangat kecil dan seringkali diabaikan (Kretschman 2010).

Gambar 1.1 Tiga Sumbu Simetri Kayu. (Sumber: Kretschman 2010)
Selain sifat-sifat mekanis kayu, dalam diktat ini juga akan membahas tegangan dasar dari
kayu saat pemberian beban, pengujian-pengujian yang dilakukan, faktor-faktor cacat kayu,
dasar pemberian mutu kayu, dan kekuatan kayu dalam penggunaan dengan cara dipilah
sebelum diaplikasikan.

2

II KONSEP DASAR MEKANIKA KAYU

Sifat mekanis suatu benda atau bahan berkaitan dengan perilaku atau perubahan bentuk,

tegangan yang terjadi akibat beban, regangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal

tersebut. Tegangan (stress) adalah gaya yang terdistribusi dan bekerja bersama dari satu benda

ke benda lain atau dari satu bagian benda ke bagian benda yang sama. Tegangan yang timbul

akibat adanya beban atau gaya yang datangnya dari luar benda disebut “external force”,

sedangkan tegangan yang ditimbulkannya disebut “internal stress”. Gaya luar selalu diimbangi

dengan gaya dalam bila benda dalam keadaan setimbang (Mardikanto et al. 2011).

Suatu benda yang tidak mendapatkan gaya dari luar mempunyai ukuran dan bentuk alami

(natural shape and size). Akan tetapi, jika benda mendapatkan gaya dari luar yang bekerja,

maka benda tersebut mengalami tegangan serta mengalami perubahan bentuk dan ukuran.

Perubahan bentuk yang terjadi disebut regangan atau strain. Perubahan tegangan yang terjadi

akibat perubahan beban akan dikuti dengan perubahan regangan yang sebanding besarnya

sampai suatu batas tertentu yang disebut “batas proporsi” atau “batas elastis” atau

“proportional limit” atau “elastic limit”. Besar tegangan dihitung berdasarkan besar beban per

satuan luas yang dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut:

=

Dimana = tegangan (kg/cm2), P = besar beban (kg), A = luas penampang penahan beban

(cm2).

Bentuk grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 akibat perubahan bentuk yang terjadi

pada benda karena perubahan beban yang menimpanya sampai dengan batas proporsi

ditunjukkan dengan garis lurus (Gambar 2.1). Saat benda melewati batas proporsinya, grafik

tersebut akan berubah menjadi bentuk parabolik. Sebelum batas proporsi, benda tersebut masih

bersifat elastis (benda kembali ke bentuk semula bila beban dilepas). Setelah beban melewati

batas proporsi, benda akan bersifat plastis (benda tidak kembali ke bentuk semula saat beban

dilepas). Benda tersebut akan mengalami sedikit perubahan bentuk yang tetap sebelum benda

mengalami kerusakan (Mardikanto et al. 2011).

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan
Dimana: P = Batas Proporsi (Prop. Limit), M = Tegangan Maksimum (Max. Stress), Br = Tegangan
Patah (Breaking stress), Δ = Perubahan bentuk tetap (Permanen Set)

Grafik yang berupa garis lurus tadi posisinya miring sehingga memiliki sudut kemiringan
(slope) terhadap sumbu horisontal. Nilai slope ini seirama dengan sifat mudah tidaknya benda

3

tersebut berubah bentuk akibat beban. Semakin mudah benda tersebut berubah bentuk akibat
beban yang sama, maka akan semakin kecil slopenya, yang berarti semakin tidak kaku (elastis)
benda tersebut. Sebaliknya, grafik akan semakin tegak apabila benda yang di “uji” tersebut
semakin sulit berubah bentuknya, yang berarti benda tersebut semakin kaku. Benda yang
menerima beban akan memberikan reaksi berupa tegangan dalam benda tersebut. Ada tiga
macam tegangan yang potensial untuk timbul yaitu tegangan tarik (tensile stress), tegangan
tekan (compressive stress), dan tegangan geser (shearing stress) (Mardikanto et al. 2011).

Apabila ada beban atau gaya luar yang bekerja pada sebatang kayu yang cenderung
menarik kayu tersebut pada ujung yang berlawanan, tegangan yang terjadi pada kayu berupa
tegangan tarik. Bila beban cenderung memperpendek kayu yang dituju, maka tegangan yang
timbul berupa tegangan tekan. Pada kasus lain, beban yang menimpa benda cenderung
menggeserkan satu bagian dengan bagian lain maka akan terjadi tegangan geser. Pada kasus-
kasus yang dijelaskan di atas, tegangan yang timbul bekerja sendiri-sendiri. Ada kalanya ketiga
tegangan dalam tadi bekerja berbarengan akibat adanya beban tunggal, seperti yang terjadi
pada kasus lentur, dimana ketiga tegangan muncul secara bersama-sama. Akibat beban lentur
yang bekerja pada balok, maka balok akan melengkung sesuai dengan arah beban (Mardikanto
et al. 2011).

Pada bagian cekung balok yang melengkung tadi terjadi tegangan tekan, pada bagian
cembung balok yang melengkung tadi terjadi tegangan tarik. Disamping itu terjadi pula
kecenderungan serat-serat mengalami tegangan geser pada arah memanjang. Besarnya
tegangan tekan akan mencapai maksimum pada bagian tepi cekung balok, besarnya tegangan
tarik maksimum terjadi pada bagian tepi cembung balok, dan besarnya tegangan geser sejajar
serat akan mencapai maksimum pada garis netral balok tersebut. Bila balok berpenampang segi
empat maka garis netral balok terdapat pada tengah-tengah ketinggian balok. Bila penampang
balok berbentuk lain, maka garis netral akan terletak pada centroid (titik berat penampang
balok) (Mardikanto et al. 2011).

Stiffness atau sifat kekakuan bahan merupakan sifat suatu benda untuk mempertahankan
diri (dalam bentuk dan ukurannya) atau menahan terjadinya perubahan bentuk saat menerima
gaya luar atau beban. Jadi apabila benda atau kayu sulit untuk diubah bentuknya (dengan
memakai gaya beban), maka benda tersebut bersifat lebih kaku. Sebaliknya, bila benda mudah
diubah bentuknya sebelum mengalami kerusakan, maka benda tersebut dapat dikatakan lebih
fleksibel (tidak kaku). Fleksibilitas benda ini tidak selalu merupakan kebalikan sifat dari
kekakuan, dalam hal ini terbawa pula sifat keuletan (toughness) dan ketidakkerasan benda
(pliability). Bila suatu benda dikenai beban terus menerus dan meningkat, benda akan
mengalami perubahan bentuk (bersifta plastis). Selanjutnya apabila beban dilepaskan, maka
benda tersebut akan kembali ke bentuk dan ukuran semula (bersifat elastis). Apabila beban
yang diberikan melewati batas proporsi ini, maka kayu akan mengalami perubahan bentuk
yang tetap atau “permanent set” yang selanjutnya apabila beban diteruskan, maka kayu akan
mengalami kerusakan (Mardikanto et al. 2011).

Batas proporsi ini biasanya dicari dalam pengujian suatu benda atau bahan untuk
mengetahui regangan (perubahan bentuk) yang terjadi. Perubahan bentuk yang terjadi lebih
cepat daripada kecepatan pembebanan yang diberikan dan melalui pengujian di laboratorium
batas proporsi tersebut dapat ditentukan dari grafik tegangan-regangan (stress-strain diagram)
(Mardikanto et al. 2011).

4

Tegangan yang terjadi pada spesimen uji dengan beban pada batas proporsi disebut
tegangan serat pada batas proporsi (fiber stress at proportional limit). Tegangan ini merupakan
tegangan maksimum dimana benda yang dibebani tidak mengalami perubahan bentuk yang
tetap dan benda masih bersifat elastis. Resilience (kekenyalan) adalah jumlah usaha yang
diberikan pada suatu benda untuk mengubah ukuran dan bentuk benda tersebut sampai dengan
batas proporsi. Pada grafik diagram tegangan-regangan terlihat usaha ini meliputi wilayah (luas
area) di bawah grafik sampai sumbu horizontal. Bila perubahan bentuk dinyatakan dalam
satuan cm dan gaya dalam satuan Newton, maka usahanya dinyatakan dalam bentuk satuan
N.cm. Apabila batas proporsi dipakai sebagai acuan segitiga dari grafik tegangan-regangan),
maka wilayah segitiga (puncak merupakan kekenyalan elastis (elastic resilience) atau usaha
sampai batas proporsi (work to proportional limit). Melewati batas proporsi ini, usaha yang
diberikan untuk mengubah benda akan selalu lebih besar dari usaha yang dikembalikan benda
tersebut bila beban dilepaskan. Usaha yang lebih besar ini dipakai untuk membuat perubahan
bentuk yang tetap pada benda tadi. Usaha sampai beban maksimum (work to maximum load)
bersamaan dengan usaha sampai batas proporsi mengindikasikan kombinasi antara kekuatan
lentur dan keuletan bahan tersebut (Mardikanto et al. 2011).

Perubahan bentuk yang tetap (permanent set) terjadi sesuai dengan sifat plastisitas benda
yang bersangkutan. Suatu benda yang bersifat plastis sempurna tidak akan mempunyai
elastisitas, dengan sedikit saja gaya beban yang diberikan akan menyebabkan benda tadi
mengalami perubahan bentuk yang tetap. Suatu benda yang hanya mengalami sedikit saja
perubahan bentuk sebelum mengalami kerusakan akibat beban, dikatakan bersifat “regas”
(brittle). Contoh benda dengan sifat seperti ini adalah kapur dan gelas. Istilah sifat seperti ini
untuk kayu lebih dinamai “brash”. Kayu yang bersifat regas (brash) akan cepat patah secara
tiba-tiba dengan permukaan patahan yang rata, tidak berserabut. Kayu yang bersifat seperti ini
tidak baik dipakai untuk bangunan struktur yang dirancang untuk menerima beban pukulan
atau beban hentakan yang dapat terjadi secara mendadak.

2.1 Hubungan Beban, Tegangan, dan Perubahan Bentuk
Apabila suatu benda (kayu) mendapatkan beban (gaya luar), maka benda tersebut akan

mengalami tegangan dan perubahan bentuk yang tergantung macamnya beban yang bekerja.
Beban adalah gaya yang datangnya dari luar dan merupakan gaya aksi yang menimpa benda.
Untuk menjaga kesetimbangannya akibat adanya beban, benda tersebut melakukan
“perlawanan” yang berupa tegangan yang terjadi di dalam benda tadi. Tegangan ini berupa
gaya yang tersebar dan bekerja berbarengan. Gaya luar atau beban atau gaya aksi biasa dikenal
sebagai “external force”, sedangkan gaya dalam atau gaya reaksi atau tegangan dikenal dengan
istilah “internal stress”. Gaya reaksi ini tidak akan ada tegangan kalau benda tidak mengalami
pembebanan (tidak akan ada gaya reaksi tanpa adanya gaya aksi). Akibat adanya gaya luar atau
beban, benda mengalami tegangan dan mengalami perubahan bentuk atau regangan “strain”.
Perubahan bentuk yang terjadi tidak sama. Hal ini tergantung dari macam beban yang bekerja.
Apabila beban tekan bekerja, maka perubahan bentuk yang terjadi berupa perpendekan.
Apabila beban tarik yang berkerja maka perubahan bentuk yang terjadi berupa perpanjangan.
Apabila beban lentur yang bekerja akan menyebabkan lendutan atau lengkungan dan adanya
beban geser yang bekerja akan menyebabkan terjadinya geseran pada benda (Mardikanto et al.
2011).

5

Besarnya perubahan bentuk selaras dengan besarnya beban yang terjadi. Semakin besar
beban yang dikenakan pada benda, akan semakin besar pula perubahan bentuk yang terjadi.
Pada awalnya perubahan bentuk yang terjadi ini bersifat sementara, artinya bila beban
dihilangkan benda akan kembali ke bentuk semula sampai suatu batas tertentu yang biasa
dikenal dengan batas proporsi (proportional limit). Pada daerah ini benda masih bersifat elastis.
Melewati batas tersebut benda akan mengalami perubahan bentuk yang tetap, dimana benda
bersifat plastis (Mardikanto et al. 2011).

2.2 Tegangan dan Regangan Normal
Apabila benda mendapat beban aksial (tekan atau tarik), maka akan deformasi berupa

pemendekan akibat beban tekan, atau perpanjangan akibat beban tarik. Gambar 2.2
menunjukkan deformasi benda yang menerima benda beban tekan. Deformasi bertambah besar
apabila beban yang diterima semakin besar (Mardikanto et al. 2011).

P

P
DL

L

L-DL

Gambar 2.2. Benda yang menerima beban aksial tekan

Apabila diplotkan dalam bentuk diagram, hubungan deformasi dengan beban terlihat

seperti pada Gambar 2.2. Elastisitas berkaitan dengan deformasi yang terjadi akibat beban

rendah sehingga benda dapat kembali ke bentuk semula setelah beban dilepaskan. Oleh karena

itu, teori elastisitas yang menjelaskan perilaku elastis benda merupakan pendekatan yang sesuai

untuk kurva di bawah batas elastis. Batas elastis merupakan beban maksimum dapat diterima

benda sehingga benda masih dapat kembali ke bentuk semula setelah beban dilepaskan.

Apabila benda mendapatkan beban di atas batas elastis, deformasi permanen atau bahkan

kerusakan akan terjadi. Besarnya beban pada saat benda tepat mengalami kerusakan disebut

titik rusak (failure point). Kurva pada Gambar 2.3 dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu

daerah elastis dan daerah plastis. Daerah elastis adalah kurva di bawah batas elastis, sedangkan

daerah plastis adalah kurva di antara batas elastis dan titik rusak (Mardikanto et al. 2011).

Di bawah batas elastis, hubungan antara deformasi (A,) dan beban (P) mengikuti hukum

Hooke yang dinyatakan dengan persamaan sederhana, yaitu

P = k∆'
Persamaan tersebut merupakan pendekatan yang diambil dari model pegas, sehingga k

merupakan konstanta yang sering disebut konstanta pegas. Nilai k ini diperoleh melalui

percobaan empiris. Persamaan sederhana dari model pegas tersebut tampak tidak memasukkan

luas penampang (A) dan panjang mula-mula (L) benda. Dengan memasukkan dua variabel

tersebut maka persamaan elastisitas untuk setiap material adalah:

= ∆'

Beban disebut dengan tegangan normal ( ):

6

=


dan deformasi per panjang mula-mula disebut regangan normal (€):

= ∆'


Sehingga persamaan elastisitas dapat dinyatakan dengan:



=

+'
, bernilai konstan untuk setiap material dan disebut modulus elastisitas dan disimbolkan

dengan E. Konstanta ini pertama kali dipublikasikan oleh Thomas Young (1773-1829)

sehingga seringkali disebut Modulus Young. Modulus elastisitas dapat dinyatakan dengan:

E = -
.

Persamaan tersebut merupakan bentuk lain dari hukum Hooke. Regangan normal ( ) tidak

memiliki dimensi, sehingga satuan modulus elastisitas (E) sama dengan satuan tegangan

normal ( ). Pada Standar Internasional (ST) satuan yang sering digunakan adalah Pascal (Pa -

N/m2). Hubungan tegangan normal dan regangan normal dapat diperlihatkan seperti pada

Gambar 2.4. Diagram tersebut disebut diagram tegangan- regangan (stress-strain diagram).

Seperti terlihat pada Gambar 2.4 modulus elastisitas merupakan kemiringan kurva elastis.

tegangan-regangan pada daerah elastis (Mardikanto et al. 2011).

Gambar 2.3. Diagram deformasi dan beban

Di bawah batas elastis, hubungan antara deformasi (DL) dan beban (P) mengikuti hukum

Hooke yang dinyatakan dengan persamaan sederhana, yaitu:

P = kDL

Persamaan tersebut merupakan pendekatan yang diambil dari model pegas, sehingga k

merupakan konstanta yang sering disebut konstanta pegas. Nilai k ini diperoleh melalui

percobaan empiris. Persamaan sederhana dari model pegas tersebut tampak tidak memasukkan

luas penampang (A) dan panjang mula-mula (L) benda. Dengan memasukkan dua variabel

tersebut maka persamaan elastisitas untuk setiap material adalah:

P = kL DL
A A L

7

Beban per luas penampang disebut dengan tegangan normal (s):

s = P
A

dan deformasi per panjang mula-mula disebut regangan normal (e):

e = DL
L

Sehingga persamaan elastisitas dapat dinyatakan dengan:

s = kL e
A

kL bernilai konstan untuk setiap material dan disebut modulus elastisitas dan disimbolkan
A

dengan E. Konstanta ini pertama kali dipublikasikan oleh Thomas Young (1773-1829)

sehingga seringkali disebut Modulus Young. Modulus elastisitas dapat dinyatakan dengan:

E=s
e

Persamaan tersebut merupakan bentuk lain dari hukum Hooke. Regangan normal (e) tidak

memiliki dimensi, sehingga satuan modulus elastisitas (E) sama dengan satuan tegangan

normal (s). Pada Standar Internasional (SI) satuan yang sering digunakan adalah Pascal (Pa =

N/m2).

Hubungan tegangan normal dan regangan normal dapat diperlihatkan seperti pada Gambar

2.1. modulus elastisitas merupakan kemiringan kurva tegangan - regangan pada daerah elastis.

2.3 Tegangan dan Regangan Geser

Benda yang menerima beban geser diperlihatkan pada Gambar 2.4.

bh P
Dx

L

g

Gambar 2.4. Benda yang menerima beban geser

Seperti terlihat pada Gambar 2.4, beban sebesar P bekerja pada satu sisi, dengan arah

sejajar dengan penampang benda, sedangkan sisi lainnya tertanam mati. Beban geser sebesar

P tersebut menyebabkan deformasi berupa perpindahan horisontal sehingga silinder

membentuk sudut terhadap arah aksial. Perpindahan horisontal pada ujung silinder

dinotasikan dengan ∆0.Tegangan geser ( ) adalah besarnya beban geser sejajar penampang (P)
dibagi dengan luas penampang geser (A):

=

dan regangan geser ( ) adalah rasio perpindahan terhadap panjang mula-mula L

= ∆0


8

Dengan memperhatikan bangun segitiga kecil yang dibentuk oleh ∆0, L, dan tepi silinder,
regangan geser (A) adalah equivalen dengan tangen sudut gamma (tan Y). Besarnya

perpindahan sangat kecil dibanding panjang mula-mula maka tangen sudut gamma kira-kira

bernilai sama dengan sudut gamma, sehingga:

= ∆3 = tan =
'

Hubungan tegangan geser dan regangan geser memiliki pola yang sama dengan tegangan

normal dan regangan normal seperti terlihat pada Gambar 2.5. Pada diagram tegangan-

regangan geser, kemiringan kurva merupakan modulus geser (shear modulus), yang

dinotasikan dengan G. Satuan modulus geser adalah Pascal. Modulus geser merupakan

perbandingan antara tegangan geser ( ) dengan regangan geser ( ):

Gambar 2.5. Diagram Tegangan - Regangan geser

Semakin tegar/kaku (rigid) suatu material maka modulus gesernya semakin besar. Oleh
karena itu, modulus geser sering pula disebut modulus of rigidity. Benda dapat pula menerima
beban geser bersama-sama dengan beban aksial, seperti terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Beban aksial dan beban geser pada benda

Gambar 2.6 memperlihatkan benda berbentuk silinder sempurna yang ditanam di lantai dan

menerima beban sebesar P. Beban (P) membentuk sudut 0 terhadap penampang benda. Beban

P dapat dibagi menjadi dua buah komponen beban yaitu arah tegak lurus penampang (arah

aksial) dan arah sejajar penampang (arah transversal). Komponen beban arah aksial

menyebabkan terjadinya tegangan normal (c) (sering pula disebut tegangan aksial) yaitu:

=


dan komponen beban arah transversal menyebabkan terjadinya tegangan geser ( ), yaitu

9

besarnya beban sejajar penampang dibagi dengan luas penampang:

=


Seperti halnya tegangan normal menyebabkan regangan normal, tegangan geser akan

menyebabkan terjadinya regangan geser. Regangan normal dan regangan geser ditunjukkan

pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Regangan normal dan regangan geser

Seperti terlihat pada Gambar 2.7, tegangan geser menyebabkan deformasi berupa perpindahan

horisontal sehingga silinder membentuk sudut terhadap arah aksial. Perpindahan horisontal

pada Y dengan A ujung silinder, dinotasikan Regangan geser merupakan besarnya perpindahan

horisontal (4) dibagi dengan panjang mula-mula (L). Dengan memperhatikan segitiga kecil

yang dibentuk oleh bangun 4, L, dan tepi silinder, regangan geser adalah equivalen dengan

tangen sudut gamma (tan y). Oleh karena besarnya perpindahan sangat kecil dibanding panjang

mula-mula, tangen sudut kira-kira bernilai sama dengan sudut gamma, sehingga:

Regangan geser= ∆x = tan =
L

Modulus geser merupakan perbandingan antara regangan geser ( ) dengan tegangan geser ( )
τ
G= γ

2.4 Tegangan dan Defleksi Pada Balok Lentur
Balok lentur adalah balok yang menerima beban yang berupa gaya atau kopel, tegak lurus

dengan sumbu longitudinal batang yang akan muncul tegangan dalam (internal stress) pada
balok tersebut. Tegangan tersebut adalah tegangan normal dan gaya geser. Besarnya tegangan
dalam (internal stress) pada setiap penampang sepanjang bentang bagian balok dapat dihitung
dengan mengetahui gaya-gaya resultan dan momen resultan yang bekerja pada penampang
tersebut. Untuk penyelesaian permasalahan gaya resultan dan momen resultan dapat
dipergunakan persamaan kesetimbangan (Mardikanto et al. 2011).

10

Gambar 2.8. Balok Lentur dengan Beban Merata
Jika sebuah bidang berpindah dari posisi bendanya yang disebabkan oleh gaya yang terjadi
di bidang di tersebut, maka gaya tersebut dinamakan gaya geser (Shearing Force). Gaya geser
merupakan penjumlahan secara aljabar dari gaya- gaya vertikal yang ada di sisi kiri titik D,
sebagaimana disajikan pada Gambar 2.8. Gaya geser yang terjadi pada titik D dapat ditulis
dengan persamaan:

VD = Vx = R1 – P1 - P1
Penjumlahan secara aljabar momen-momen dari gaya luar pada bagian dari balok (Gambar
2.9) disebelah kiri titik D tadi dikenal dengan sebutan momen lentur di titik D (M;), yang dapat
ditulis dengan persamaan:

MD= Mx = R1x – P1 (x-a) – P2 (x-b)

Gambar 2.9 Momen lentur dan gaya geser yang terjadi di titik D (besarnya sama dengan Mx
dan Vx tetapi berlawanan arah)

Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban tunggal di tengah bentang
seperti Gambar 2.10, dicari dengan cara seperti berikut ini.

½L P ½L

Ra L Rb
Gambar 2.10. Balok dengan beban tunggal di tengah bentang

Untuk mencari besarnya reaksi tumpuan di titik A dan B dipakai hukum kesetimbangan,
maka akan diperoleh sebagai berikut.
Hukum kesetimbangan dinyatakan dengan : ∑Fx = 0 ; ∑Fy = 0 ; dan ∑Mx = 0

11

Untuk ∑Fy = 0 berarti Ra + Rb = P

Untuk ∑Mx = 0 atau Ra × 0 + P L - Rb L = 0
2

maka : P L P
2 2
Rb L = =
L

berarti : Ra = P
2

Selanjutnya untuk menghitung besarnya momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada
masing-masing bagian, dicari dengan cara sebagai berikut. Diketahui bahwa besarnya momen
adalah besarnya gaya dikalikan jaraknya atau:

Momen = gaya (F) . jarak (s)

a. Pada area 0 < x < ½ L , besarnya momen adalah Mx = ½ Px
b. Pada area ½ L < x < L , besarnya monen adalah Mx = ½ Px – P (x – ½ L)

atau Mx = ½ Px – Px + ½ P L

maka Mx = ½ P . (L-x)

Selanjutnya untuk menghitung besarnya gaya geser dipakai rumus Vx = dM
dy

a. Pada area 0 < x < ½ L , besarnya gaya geser adalah Vx = ½ P
b. Pada area ½ L < x < L , besarnya gaya geser adalah Vx = - ½ P

Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat diperoleh gambaran yang berupa diagram

untuk momen lentur dan gaya geser seperti terlihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) sepanjang bentang balok dengan
beban tunggal di tengah batang.

Pada balok lentur yang menerima beban tunggal terpusat di bentang (Gambar 2.10), seluruh
bagiannya mengalami momen tengah lentur dan gaya geser secara bersama-sama seperti
terlihat pada Gambar 2.11, sehingga defleksi yang terjadi merupakan akibat resultan keduanya.
Oleh karena itu, modulus elastisitas yang sebenarnya (true MOE) tidak dapat diperoleh dari
pengujian lentur dengan beban tunggal di tengah batang (Mardikanto et al. 2011).
Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban ganda (two-point load) digambarkan

12

seperti terlihat pada Gambar 2.12.

2
P

aL a
b

R LR
Gambar 2.12. Balok dengan Beban Ganda (2P) dan Reaksi Tumpuan (R)

Besarnya momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada masing-masing bagian (Gambar
2.12) dihitung dengan cara sebagai berikut seperti perhitungan sebelumnya:

a. Pada area 0 < x < a , besarnya momen lentur adalah : Mx = Px ;
b. Pada area a < x < L-a , besarnya momen lentur adalah :

Mx = Px – P (x -a) = Pa ;
c. Pada area L-a < x < L , besarnya momen lentur adalah :

Mx = Px - P(x-a) - P (x-L+a)
atau Mx = Px - Px + Pa - Px + P. L – Pa

berarti Mx = P L - Px

Selanjutnya untuk menghitung besarnya gaya geser dipakai rumus Vx = dM maka :
dx

a. Pada area 0 < x < a, besarnya gaya geser adalah Vx = P

b. Pada area a < x < L-a, besarnya gaya geser adalah Vx = 0

c. Pada area L-a < x < L, besarnya gaya geser adalah Vx = -P

Dari hasil perhitungan di atas dapat digambarkan diagram seperti terlihat pada Gambar
2.13. Pada gambar tersebut diperlihatkan besarnya momen lentur dan gaya geser sepanjang
bentang balok.

Gambar 2.13 Diagram momen lentur (Mx) dan gaya geser (Vx) pada balok dengan beban ganda
Two Points load.

13

Pada Gambar 2.14 terlihat tidak semua bagian balok lentur mengalami gaya geser. Bagian
di antara dua beban tidak mengalami gaya geser, sehingga defleksi pada bagian itu murni
disebabkan momen lentur. Oleh karena itu modulus elastisitas yang sebenarnya dapat
ditentukan dengan mengukur defleksi di antara dua beban.

Selanjutnya, untuk mencari besarnya tegangan lentur dan tegangan geser, setelah
diperolehnya momen lentur dan gaya geser perlu dicari pula besarnya momen inersia
penampang balok yang bersangkutan.

Momen inersia dari suatu elemen penampang terhadap sumbu yang sebidang dengan
elemen tersebut, besarnya adalah hasil kali dari luas elemen dengan kuadrat jarak antara elemen
dengan sumbu tertentu. Momen Inersia komponen elementer (dIx) merupakan momen inersia
elemen luas terhadap sumbu-x dan besarnya momen inersia tersebut adalah

dIy = x2da

a. Tegangan pada Balok Lentur

Pada balok yang mendapatkan beban lentur akan terjadi tegangan normal dan tegangan

geser secara horizontal dan perubahan bentuk yang berupa lendutan atau lenturan (defleksi)

(Mardikanto et al. 2011).

• Tegangan Normal ( )

Bila balok mendapat beban lentur maka serat-serat bagian di atas garis netral akan

mendapatkan beban tekan, di garis netral beban normal bernilai nol, dan bagian di bawah garis

netral akan menerima beban tarik (Gambar 2.14a). Semakin jauh jaraknya dari bidang netral,

gaya normal akan semakin besar (Gambar 2.14b). Akibat gaya normal tersebut, serat-serat di

bagian atas akan terjadi tegangan normal tekan, di garis netral tegangan normal bernilai nol,

dan di bagian bawah terjadi tegangan normal tarik, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

nilai tegangan lentur bervariasi secara linier. Semakin jauh jaraknya dari bidang netral,

tegangan lentur akan semakin besar balok yang mempunyai bidang longitudinal yang simetris,

maka persamaan tegangan normal ( ) dapat dituliskan dengan persamaan:

=


Dimana: M = momen lentur, y = jarak dari garis netral, I = momen inersia

(a) (b)
Gambar 2.14. Beban Normal pada Balok Lentur (a. 3 Dimensi, b. 2Dimensi)

Tegangan normal pada balok lentur terjadi karena beban tegak lurus dengan bentang balok.
Besarnya tegangan normal berubah dari nol pada sumbu netral dan mencapai batas maksimum
pada bagian serat terluar balok (Mardikanto et al. 2011).

14

• Tegangan Geser Horisontal (T)
Pada balok lentur yang terdapat gaya geser (V) pada penampang (cross section), terjadi

pula tegangan geser horizontal (T). Besarnya tegangan geser horizontal (T) sebanding dengan
besarnya gaya geser. Seperti pada tegangan lentur, tegangan geser akan bervariasi pula. Pada
serat-serat terluar (paling atas dan paling bawah) tegangan geser bernilai nol. Tegangan geser
maksimum terjadi pada serat-serat di garis netral. Seperti disajikan pada Gambar 2.16, nilai y
merupakan jarak dari suatu titik tertentu terhadap sumbu netral. Momen inersia di seluruh
penampang (cross-section) dilambangkan I.

Seperti pada tegangan lentur, tegangan geser akan bervariasi pula. Pada serat terluar (paling
atas dan paling bawah) tegangan geser bernilai nol sedangkan tegangan geser maksimum
terjadi pada garis netral. Pada Gambar 2.15 dapat dilihat skema distribusi tegangan geser
horizontal pada penampang balok.

Teg. Geser
Minimum

Garis Netral

Penampang balok Tegangan Geser
Maksimum

Teg. Geser
Minimum

Gambar 2.15. Skema distribusi tegangan geser horizontal pada penampang balok

Secara matematis tegangan geser pada balok lentur dengan penampang persegi panjang dapat
dinyatakan dengan rumus:

V éêæç h ÷ö 2 ù
2I êëè 2 ø ú
t = - yi2

ûú

Dimana: T= tegangan geser, V= gaya geser, I= momen inersia penampang, h= tinggi balok,
Y= jarak titik yang dimaksud terhadap sumbu netral

b. Defleksi pada Balok Lentur
Balok yang menerima beban lentur akan mengalami perubahan bentuk berupa defleksi.

Kekakuan (stiffness) batang merupakan kemampuan batang untuk menahan terjadinya defleksi
akibat momen lentur. Kekakuan seringkali rancu dengan modulus elastisitas. Kekakuan
merupakan perkalian dari dua komponen yaitu modulus elastisitas dan momen inersia.
Modulus elastisitas merupakan kekakuan material, sedangkan momen inersia merupakan
kekakuan penampang. Kekakuan material dan kekakuan penampang secara bersama-sama
membentuk kekakuan batang (stiffness), yaitu kemampuan batang dalam menahan defleksi
akibat momen lentur (Mardikanto et al. 2011).

15

III PROSEDUR PENGUJIAN STANDAR SIFAT MEKANIS KAYU

Pemanfaatan kayu sebagai bahan perumahan, furnitur, sumber energi, bahan baku kertas,
bahan baku alat musik, dan lainnya masih menjadi hal yang utama. Sifat kayu yang heterogen
menyebabkan kekuatan kayu antara satu dengan yang lainnya berbeda. Oleh karena itu,
informasi mengenai sifat kayu terutama sifat mekanis kayu sangat diperlukan agar kayu
tersebut dapat diaplikasikan sesuai dengan sifatnya. Adanya produk komposit untuk mengganti
produk dari kayu solid juga mengakibatkan pengujian sifat mekanis ini perlu untuk dilakukan.
Sifat mekanis kayu dapat diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium dan di lapangan
(Mardikanto et al. 2011). Tujuan pengujian standar kayu antara lain untuk menilai jenis kayu
berdasarkan bidang potong (radial, tangensial, dan tranversal), untuk menilai kekuatan kayu
berdasarkan Zat yg membangun struktur kayu & air dalam kayu, Untuk memperoleh dasar
perbaikan bagi kekuatan kayu yang jenisnya beda, Untuk menentukan pengaruh cacat
terhadap kekuatan (pemilihan kayu/ stress grading), Untuk menilai secara kuantitatif jenis-
jenis kayu yang jumlahnya ribuan yang terdiri dari kayu yang sudah dikenal (kayu
perdagangan), kayu yang kurang dikenal (lesser known species), dan kayu yang belum dikenal
(unknown species), untuk meramal kemungkinan penggunaan jenis kayu untuk keperluan
struktural dan non struktural, dan untuk pengelompokan jenis kayu berdasarkan kelas
kekuatan. Data variasi struktur, kadar air, dan berat jenis penting untuk menentukan dasar
(basic stress), kekuatan penggunaan (working stress), dan kelas-kelas kekuatan.

Di laboratorium, pengujian dilakukan dengan mesin uji. Pengujian sifat mekanis kayu yang
beragam jenisnya dapat dilakukan di laboratorium berdasarkan standar yang ada. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil pengujian tersebut dapat dikontrol saat pengujian dilakukan di
laboratorium. Pengujian di laboratorium dilakukan untuk menentukan nilai per satuan luas dari
berbagai macam kekuatan kayu. Nilai kekuatan kayu yang didapatkan berupa nilai rata-rata
karena struktur kayu yang kompleks. Struktur kayu yang kompleks tersebut menyebabkan nilai
kekuatan kayu yang didapatkan cenderung beragam (Mardikanto et al. 2011). Dalam
mengetahui sifat mekanis kayu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Service test: pengujian lapang yaitu seperti penggunaan yang nyata dalam praktek.

Keuntungan cara ini yaitu percobaan dilakukan pada skala penggunaan. Kelemahan cara
ini antara lain penggunaan datanya membutuhkan waktu panjang, faktor luar yang
berpengaruh sukar dikendalikan, percobaan tidak terpusat sehingga dapat menambah biaya.
2. Laboratory Test: pengujian dilaboratorium dengan bantuan alat uji. Keuntungan cara ini
yaitu dapat memberikan pemecahan praktis dan ekonomis.
Pengujian laboratorium bila ditinjau secara umum antara lain lebih efisien jika
dibandingkan dengan pengujian secara skala pemakaian dan memberikan pula pemecahan
yang praktis, lebih ekonomis dalam hal bahan dan waktu, dapat dikembangkan untuk
penelitian-penelitian lebih lanjut terhadap variasi alami dari kayu, lebih memungkinkan
pengontrolan terhadap faktor- faktor luar yang berpengaruh terhadap kekuatan kayu, dan dapat
terciptanya standar-standar pengujian.
Sifat mekanis kayu dapat ditentukan dengan dua pendekatan ukuran contoh uji yaitu ukuran
contoh kecil bebas cacat (small clear test specimen) dan ukuran full scale/structural-size test
specimen. Ukuran contoh uji kecil bebas cacat (small clear test specimen) merupakan contoh
uji yang kayu yang bebas dari mata kayu, gubal, retak, lubang, jamur, rapuh dan tidak

16

memuntir.
Pengujian yang digunakan untuk tujuan perbandingan untuk menunjukkan perbedaan-

perbedaan kekuatan antara jenis-jenis kayu yang berbeda, pengujian menggunakan kayu bebas
cacat, hasilnya tidak menunjukkan beban yang harus dipikul, tetapi harus digunakan faktor
reduksi untuk mendapatkan angka kekuatan yang aman, prosedur pengujian dengan specimen
kecil bebas cacat sudah distandarisasi, yaitu dipengaruhi kadar air (standarnya kadar air kering
angin/udara, dan ukuran contoh uji harus digunakan harus standar yang digunakan.

Beberapa contoh standar pengujian sifat mekanis kayu contoh kecil bebas cacat (CKBC)
antara lain ASTM D-143, BS 373, DIN 52186, dan JIS Z 2101-2118. Akan tetapi, SNI belum
ada pengujian kayu contoh kecil bebas cacat. Hingga saat ini, pengujian sifat mekanis kayu di
Indonesia mengacu pada ASTM, JIS, BS, atau DIN. Ukuran full scale/structural-size test
specimen merupakan ukuran pemakaian atau ukuran contoh uji yang mendekati kondisi
sebenarnya dalam pemakaian dan ukurannya biasanya yang digunakan untuk
bangunan/struktural. Pengujian ini hasilnya lebih mendekati angka kekuatan kayu dalam
penggunaann, dimana specimen yang digunakan mempunyai cacat. Akan tetapi, cara ini lebih
mahal karena banyak kayu yang dibutuhkan. Hasilnya lebih akurat karena sesuai dengan skala
penggunaan.

Contoh uji tersebut biasanya mengandung cacat kayu seperti mata kayu atau retak.
Beberapa contoh standar pengujian ukuran ini adalah ASTM D 198 (Standard Test Methods of
Static Test of Lumber in Structural Size) metode pengujian statis kayu ukuran struktural dan
ASTM D 245 (Standard Practice for Establishing Structural Grades and Related Allowable
Properties for Visually Graded Lumber: Pemberian mutu kayu bangunan). Beberapa standar
pengujian lainnya terkait kayu solid atau utuh antara lain ASTM D 2555 (Standard Test
Methods for Establishing Clear Wood Strength) yang merupakan analisis statistik untuk
contoh kecil bebas cacat, ASTM D 2915 (Standar Practice for Evaluating Allowable Properties
Grades of Structural Lumber) merupakan standar evaluasi dalam hal karakteristik yang
dijinkan untuk memilah kayu struktural, ASTM D 1036 (Standard Test Methods of Static
Test of Wood Poles) yaitu standar pengujian untuk tiang kayu, ASTM D 1666 (Standard Test
Methods for Conducting Machining Tests of Wood and Wood-Base Materials) merupakan
metode pengujian standar kegiatan pemesinan pada kayu solid dan bahan berbasis kayu, dan
ASTM D 1758 (Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Tests with
Stake) yaitu standar pengawetan kayu.

Setiap negara mempunyai standar pengujian kayu yang berbeda-beda. Beberapa metode
standar pengujian yang umum digunakan untuk menentukan sifat mekanis kayu antara lain:
• ASTM (American Society for Testing and Material)

ASTM merupakan standar yang berasal dari Amerika. Contoh beberapa jenis standar
ASTM yang khusus membahas kayu dan turunannya antara lain
• EN (European Norm)
EN merupakan standar yang dibuat oleh beberapa negara di Eropa. Contoh beberapa jenis
standar EN yang khusus membahas kayu antara lain
• JIS/JAS (Japanese Industrial/Agricultural Standard)
JIS/JAS merupakan standar yang dibuat oleh Jepang. SII (Standar Industri Indonesia)
• SNI (Standar Nasional Indonesia)

17

SNI merupakan standar yang dibuat oleh Indonesia.
Pengujian sifat mekanis kayu
• Dalam menguji kekuatan jenis-jenis kayu indonesia adalah dengan menggunakan standar

ASTM -143, dimana pengujian dilakukan dalam keadaan: basah dan kering udara, clear
specimen
• Contoh uji harus mengikuti persyaratan yaitu Kelompok contoh uji harus sama jenisnya,
Contoh uji bebas cacat, Setiap contoh uji mempunyai identitas dengan nomor (sehingga
mencerminkan nomor urut dan jenis kayu), Jumlah contoh uji yang dipersyaratkan tidak
boleh kurang dari 5 buah perjenisnya, Gambar –gambar contoh uji:
• Peralatan yang dipakai dalam pengujian yaitu Mesin uji, Alat pengukur waktu, Alat ukur
rool meter, jangka sorong, Alat potong kayu, Alat penjepit, dan Alat ukut deformasi
• Alat pengukur kadar air. Laporan hasil pengujian kayu dari setiap contoh uji harus memuat
Tanggal pengujian, Nomor identifikasi, Dimensi contoh uji, Beban uji maksimum, Bentuk
kerusakan contoh uji setelah pengujian, Nilai keteguhan benda yang diuji, Contoh formulir
laporan pengujian (dapat dilihat pada Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Contoh formulir laporan pengujian
• Data kekuatan yang diperoleh dari hasil pengujian merupakan Nilai rerata ( ̅), Nilai Standar

Deviasi (S), dan Nilai koofisien keragaman

18

IV SIFAT-SIFAT MEKANIS KAYU

4.1 Keteguhan Tekan Kayu (Compressive strength)
Keteguhan tekan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan beban tekan. Berdasarkan

sifat ortothropis kayu, keteguhan tekan dibedakan menjadi dua yaitu keteguhan tekan sejajar
serat (endwise compression) dan keteguhan tekan tegak lurus serat (sidewise compression)
(Mardikanto et al. 2011).
1. Keteguhan tekan sejajar serat (endwise compression)

Keteguhan tekan sejajar serat merupakan tegangan serat maksimum akibat beban tekan
sejajar serat (Kreetschman 2010). Pengujian ini biasanya dilakukan untuk kayu bangunan
seperti komponen untuk tiang, tiang pancang, tonglat, tunjuk langit, tunggul, kusen pintu dan
jendela serta bagian lain. Komponen bangunan ini menerima beban yang cenderung
memendekkan pada arah memanjang atau sejajar serat. Pada tiang yang panjang (panjang tiang
> lebar dan tebal), dengan adanya beban tekan akan menyebabkan terjadinya lenturan
(bending) sebelum terjadinya kerusakan atau tekan maksimum. Ada 3 kombinasi tegangan
yang terjadi pada tekan maksimum, yaitu tegangan tekan (bagian yang cekung), tegangan tarik
(bagian yang cembung), dan lenturan (bending).

Pada kasus kayu yang menerima beban tekan sejajar serat dibedakan antara tiang yang
panjang (kolom) dan batang yang pendek. Batang tekan dikatakan tiang panjang apabila
panjang batang lebih besar 11 kali dimensi penampang terkecil dari batang. Batang panjang
yang mengalami beban tekan sejajar serat akan mengalami beban sampingan yang berupa
beban lentur atau tekuk dan akan mengalami kerusakan sebelum mencapai kekuatan terbesar
karena beban lentur yang terjadi. Beban kritis yang terjadi dikenal sebagai beban Euler (Euler
load). Lenturan atau tekukan yang disebut beban lateral tersebut terjadi di bagian tengah
panjang dekat dengan kerusakan. Selanjutnya, beban lateral tersebut membentuk kombinasi
tegangan antara lain tegangan geser, tegangan tekan, dan tegangan tarik. Pada bagian
lengkungan cekung terjadi tegangan tekan maksimum dan pada bagian cembung terjadi
tegangan tarik maksimum. Kasus ini sama seperti balok yang mendapatkan beban lentur.
Pemberian beban tekan pada suatu tiang, maka tiang terebut akan melengkung pada arah
dimana sifat kekauan (stiffness) batang tersebut paling kecil (paling tidak kaku). Kekuatan
tekan sejajar serat batang ditentukan oleh sifat kekuannya disamping kekuatan tekan sejajar
serat batang (Mardikanto et al. 2011).

Pengujian keteguhan tekan sejajar serat dilakukan pada sebuah contoh uji berukuran
pendek sesuai dengan alat uji dan standar pengujian yang digunakan. Nilai hasil pengujiannya
adalah kekuatan tekan maksimum (maximum crushing strength), tegangan serat pada batas
proporsi (fiber stress at proportional limit), dan modulus elastisitas (modulus of elasticity).
Kekuatan tekan maksimum merupakan ukuran kemampuan batang pendek dalam menahan
beban tekan sejajar serat. Tegangan serat pada batas proporsi merupakan tegangan terbesar
yang terjadi sebelum benda mengalami perubahan bentuk tetap diman 75% pada kayu daun
lebar dan 80% pada kayu daun jarum dari besarnya tegangan tekan maksimum. Nilai modulus
elastisitas merupakan sifat kekauan yang dipakai untuk menentukan kekakuan tiang panjang
yang telah dijelaskan sebelumnya (Mardikanto et al. 2011).

Kerusakan yang terjdadi pada keteguhan tekan sejajar serat hingga mengalami kerusakan
dimulai dari terjadi pembengkokan serat oleh Robinson yang disebut “slip planes” atau “slip

19

lines” dan selanjutnya terjadi patahan pada dinding sel. Patahan menjadi semakin besar dan
membentuk garis yang jelas dan dikenal dengan sebutan initial failures. Serabut kayu akan
mengalami pelipatan (buckling) yang terjadi pada kayu berdinding tebal yang mengalami
pecahan saat kayu mengalami kondisi yang sangat kering atau pengerutan (crinkling) yang
terjadi pada dinding sel tipis yang sudah dalam keadaan kering. Contoh pengujian tekan sejajar
serat dapat dilihat pada Gambar 4.1a.

Prosedur pengujian keteguhan tekan sejajar serat berdasarkan ASTM D143 (2000) dijelaskan
sebagai berikut:
a. Ukuran sampel uji keteguhan tekan sejajar serat harus dilakukan pada spesimen metode

utama 2 x 2 x 8 inci (50 x 50 x 200 mm) atau 1 x 1 x 4 inci (25 x 25 x 100 mm) spesimen
metode sekunder. Dimensi dan panjangnya harus diukur.
b. Kecepatan pengujian yang dilakukan adalah beban diberikan terus-menerus selama
pengujian dengan kecepatan 0,003 in./in. (mm/mm) dari panjang sampel.
c. Kerusakan sampel yang sudah diuji harus diklasifikasikan sesuai dengan tampilan
permukaan retak (Gambar 4.2).

Prosedur pengujian keteguhan tekan sejajar serat berdasarkan BS 373 (1957) sebagai berikut:
a. Bentuk dan dimensi benda uji berukuran 2 in atau 2 cm.
b. Kecepatan pengujian yang dilakukan adalah 0,025 inci/menit.

Nilai keteguhan tekan sejajar serat diperoleh dari rumus sebagai berikut:

ℎ = ′


ℎ =

= ′


Dimana: P’ = beban pada batas proporsi (kg), P= beban pada batas patah (kg), L= = bentangan
bebas antara dua penjepit spesimen (cm), D= defleksi/lenturan pada batras proporsi (cm), A=luas
penampang

2. Keteguhan tekan tegak lurus serat
Keteguhan tekan tegak lurus serat merupakan tegangan serat maksimum pada seluruh atau

sebagian permukaan kayu (Kreetschman 2010). Keteguhan tekan tegak lurus serat dilakukan
untuk menentukan ketahanan kayu terhadap gaya-gaya aksial yang berusaha menekan kayu
tegak lurus serat dan menentukan ketahanan kayu terhadap tekanan sisi seperti halnya kalau
berat rel dipikul oleh bantalan kayu.

Pada umumnya, tegangan atau tekanan serat pada sebagian permukaan kayu yang sering
terjadi. Sebagai contoh, tiang yang bertumpu pada sebagian komponen struktur horizontal atau
beban yang menimpa bantalan rel kereta api akan mengalami pemadatan sel karena bagian atas
dan bagian bawah sel akan menyatu atau berhimpit. Hal tersebut menunjukkan seolah-olah
kekuatan kayu meningkat, yang sebenarnya kayu telah mengalami kerusakan. Oleh karena itu,
hasil pengujian keteguhan tekan tegak lurus serat diambil saat kayu masih bersifat elastis yaitu

20

dari nilai tegangan serat pada batas proporsi (fiber stress at proportional limit) (Mardikanto et
al. 2011). Contoh pengujian tekan tegak lurus serat dapat dilihat pada Gambar 4.1b.

(a) (b)

Gambar 4.1. Pengujian tekan sejajar serat ( a ) dan tekan tegak lurus serat ( b ) pada contoh
kecil bebas cacat (Sumber: Mangurai 2019)

Prosedur pengujian keteguhan tekan tegak lurus serat berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai
berikut:
a. Ukuran sampel yang tegak lurus serat berukuran 2 x 2 x 6 inci (50 x 50 x 150 mm). Tinggi,

lebar, dan panjang sampel harus diukur.
b. Beban yang diberikan dalam bentuk pelat bantalan logam dengan lebar 2 inci (50 mm) dan

di tempatkan di permukaan atas spesimen pada jarak yang sama dari ujung dan tegak lurus
terhadap panjang. Sampel diletakkan dengan posisi beban akan diberikan melalui pelat
bantalan ke permukaan radial.
c. Kecepatan beban yang diberikan dalam pengujian ini adalah 0,012 in. (0,305 mm)/menit.

Prosedur pengujian keteguhan tekan tegak lurus serat berdasarkan BS 373 (1957) sebagai
berikut:

a. Benda uji harus berupa kubus dengan sisi 2 in.
b. Pengujian dilakukan dengan pembebanan antara pelat parallel yang dibuat dalam arah radial

dan tangensial. Beban diterapkan pada benda uji dengan kecepatan 0,025 in./min. Kurva
kompresi beban harus diplot ke titik ketika kompresi benda uji mencapai 0,1 in. Jika beban

maksimum tertentu tercapai pada beberapa nilai regangan tekan yang lebih rendah, beban
maksimum dan regangan terkait harus dicatat.

Nilai keteguhan tekan sejajar serat dan tegak lurus serat diperoleh dari rumus sebagai

berikut:

Keteguhan Tekan =


Dimana: P= beban tekan, A=luas penampang

Menurut Wangard 1950, terdapat beberapa macam bentuk kerusakan saat terjadi pengujian
tekan sejajar serat batang pendek antara lain:
a. Crushing merupakan kerusakan contoh uji yang mengalami patahan dengan bidang

patahan horizontal dan terjadi pada ujung contoh uji yang agak basah. Contoh kerusakan
dapat dilihat pada Gambar 4.2a.

21

b. Wedge split merupakan kerusakan contoh uji yang berupa kombinasi antara geseran dan
patahan. Contoh kerusakan dapat dilihat pada Gambar 4.2b.

c. Shearing merupakan kerusakan contoh uji pada bidang patahan yang terjadi akibat beban
membuat sudut tajam dengan sumbu tegak. Contoh kerusakan dapat dilihat pada Gambar
4.2c.

d. Splitting merupakan kerusakan pada contoh uji yang dalam keadaan sangat kering berupa
pecahan (pemisahan sel) pada arah vertikal, sejajar serat kayu contoh uji. Contoh kerusakan
dapat dilihat pada Gambar 4.2d.

e. Compression and shearing parallel to grain merupakan kerusakan pada contoh uji yang
sebelumnya terdapat cacat miring serat (cross grain). Data yang diperoleh tidak dapat
digunakan karena kayu tidak dalam kondisi bebas cacat. Contoh kerusakan dapat dilihat
pada Gambar 4.2e.

f. End rolling atau Brooming merupakan kerusakan pada contoh uji di permukaan bagian atas
atau bagian bawah. Hal ini terjadi akibat kesalahan dalam pembuatan contoh uji dimana
bidang permukaan atas atau bawah tidak sejajar dengan kepala beban atau tumpuan bawah
sehingga terjadi konsentrasi pembebanan pada sebagian permukaan. Contoh kerusakan
dapat dilihat pada Gambar 4.2f.

ab cdef
Gambar 4.2. Skema bentuk kerusakan yang terjadi pada pengujian tekan sejajar serat batang

pendek (Sumber : Wangaard 1950)

Gejala yang terjadi disekitar pusat kerusakan ada 2 macam yaitu:
1. Melipat (Buckle) yang merupakan serat-serat kayu menjadi melengkung dimana bagian

yang terletak pada garis sumbu memanjang akan tergeser satu dengan yang lainnya,
sehingga tidak terletak pada satu garis lurus. Buckling biasanya terjadi pada sel-sel kayu
yang berdinding tebal (kayu belian, bangkirai dan lainnya atau pada kayu berat jenis tinggi)
2. Mengerut (Crinckle); serat mengalami perubahan bentuk yang tetap yang berupa kerutan
dimana bagian serat masih berada pada satu garis sumbu memanjangnya. Crinkling biasanya
terjadi pada dinding sel yang tipis akibat pengerutan dan biasanya terjadi pada kayu pinus,
balsa, jabon dll atau pada berat jenis yang rendah.

4.2 Keteguhan Tarik Kayu (Tensile strength)
Keteguhan tarik kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan beban tarik. Uji keteguhan

tarik dilakukan dengan cara merampingkan bagian tengah kayu spesimen. Tarikan akan terjadi
apabila ada gaya (beban) yang cenderung untuk menarik bagian-bagian dari suatu benda. Gaya
ini akan menyebabkan bagian dalam benda tersebut berusaha menahan gaya tadi yang berupa
tegangan tarik. Disamping terjadi tegangan, akan terlihat perubahan benttuk yang berupa
perpanjangan pada benda yang bersangkutan. Selanjutnya yang dimaksud dengan kekuatan
tarik adalah kemampuan benda (kayu) untuk menahan beban tarikan. Besarnya kekuatan ini

22

tergantung pada sifat kohesi benda yang bersangkutan. Bagian yang dibuat ramping merupakan
bagian yang diamati kerusakannya, apabila kerusakan tidak terjadi pada bagian ini maka data
tidak valid dan pengujian harus diulang dengan spesimen kayu yang baru. Kecepatan uji
penarikan ini 1 mm/min untuk paralel to grain test (uji tarik sejajar serat) dan 2,5 mm/ min
untuk tension perpendicular to grain test (uji tarik tegak lurus serat). Keteguhan tarik
dibedakan menjadi dua yaitu keteguhan tarik sejajar serat (tensile strength parallel to grain)
dan keteguhan tarik tegak lurus serat (tensile strength perpendicular to grain) (Mardikanto et
al. 2011).
a. Keteguhan tarik sejajar serat merupakan tegangan tarik maksimum yang dipertahankan

pada arah sejajar serat. Nilai keteguhan tarik sejajar serat kayu jarang diuji. Keteguhan tarik
sejajar serat sebagai gambaran nilai untuk contoh uji bebas cacat. Keteguhan tarik kayu
sejajar serat tergantung pada kekuatan serat-serat kayu dan tidak hanya dipengaruhi oleh
ukuran-ukuran dimensi melainkan dipengaruhi pula susunan serat-serat kayu. Kalau dilihat
pada arah sumbu simetrinya, kekuatan tarik arah radial masih lebih besar daripada arah
tangensial, tetapi kekuatan tarik terbesar adalah pada arah longitudinal atau kekuatan tarik
sejajar serat. Keteguhan tarik sejajar serat kayu, besarnya tergantung pula pada kekuatan
serat yang tidak hanya terlihat pada ukuran serat secara alami dari elemen-elemen kayu
tadi, tetapi juga dari susunan seratnya. Hal ini disebabkan beban yang semula arahnya
sejajar serat akan berubah menjadi ke arah tegak lurus serat, dimana kekuatan tarik tegak
lurus serat pada kayu sangat kecil. Perbandingan kekuatan tarik sejajar serat dengan
kekuatan tarik tegak lurus serat dapat mencapai 40:1. Dalam kerusakan pada tarikan,
ternyata sebelum kayu tersebut mengalami kerusakan akibat beban tarik, akan terjadi
terlebih dahulu kerusakan akibat geseran karena nilai keteguhan geser jauh lebih kecil dari
pada keteguhan tarik sejajar serat (sebelum terjadi perenggangan antar sel- sel kayu telah
terjadi terlebih dahulu geseran antara sel-sel). Keteguhan tarik sejajar serat gunanya penting
untuk suku bawah (busur) pada penopang kayu dan dalam rancangan sambungan antar
suku-suku bangunan (Mardikanto et al. 2011). Contoh pengujian tarik sejajar serat dapat
dilihat pada Gambar 4.3.

(a) (b)
Gambar 4.3. Bentuk contoh uji kekuatan tarik sejajar serat untukcontoh uji kecil bebas cacat

(Sumber : Wangaard 1950)

23

Prosedur pengujian keteguhan tarik sejajar serat berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai
berikut:
• Ukuran sampel uji keteguhan tarik tegak lurus serat sesuai dengan Gambar 4.3a. Lebar dan

panjang sebenarnya pada penampang minimum harus diukur.
• Pada pengujian, kecepatan pemberian beban dilakukan secara terus menerus adalah 0,10

inci (2,5 mm)/menit.

Prosedur pengujian keteguhan tarik sejajar serat berdasarkan BS 373 (1957) sebagai berikut:
• Ukuran sampel uji keteguhan tarik sejajar serat yaitu 2 x 2 x 30 inchi atau 5 x 5 x 76 cm.

cara pembuatan spesimen yaitu 5 inchi dari tiap ujung dibuat 2 inchi pada keempat sisinya
dan 7 inchi. Selanjutnya, sampel dibuat meruncing sampai dimensi masing-masing sisi
menjadi 1,5 – 0,5 inch. Bagian spesimen yang 6 inchi berikutnya harus berbentuk persegi
dengan tiap sisinya 0,5 – 0,25 inchi. Benda uji harus diorientasikan sedemikian rupa
sehingga arah cincin tahunan pada penampang balok tegak lurus. Dimensi aktual pada
penampang minimum harus diukur.
• Beban harus diterapkan pada permukaan 2 cm dari ujung benda uji dengan pegangan pelat
bergigi khusus yang ditekan ke dalam kayu sebelum benda uji dimulai. Beban diberikan
dengan kecepatan 0,05 in./min.

b. Keteguhan tarik tegak lurus serat merupakan ketahanan kayu terhadap gaya yang bekerja
melintasi serat pada arah tegak lurus. Beban cenderung memisahkan serat kayu. Keteguhan
tarik tegak lurus serat sangat erat hubungannya dengan ketahanan belah. Keteguhan tarik
tegak lurus serat dilakukan untuk menduga ketahanan kayu terhadap kemungkinan
terjadinya pecah akibat pemakuan atau akibat macam-macam cara sambungan yang
lainnya. Keteguhan tarik kayu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang besar apabila
bebannya aksial (sejajar serat) atau transversal (tegak lurus serat). Keteguhan tarik aksial
jauh lebih tinggi sampai lebih dari 50 kali keteguhan tarik transversal. Dalam arah
transversal pengaruh pembebanan pada bidang tangensial atau radial tidak konsisten.
Keteguhan tarik aksial kayu daerah iklim sedang bervariasi dari 50 – 160 N/mm2 sedangkan
keteguhan tarik transversal berkisar antara 1 – 7 N/mm2. Dalam kayu-kayu tropika tertentu
keteguhan tarik aksial dapat mencapai 300 N/mm2. Panjang serat berkorelas I dengan
keteguhan tarik aksial kayu artinya bahwa kayu dengan sel yang lebih panjang (kayu jarum
dibanding kayu daun) memiliki ketugahan tarik lebih tinggi, ada hubungan dengan sudut
mikrofibril. Keteguhan tarik aksial juga berkurang karena adanya mata kayu, serat
terpuntir, dan lain-lain cacat pertumbuhan.
Kekuatan contoh uji kayu pada arah ini ditentukan dengan menghitung besarnya beban
tarik pada arah tegak lurus serat yang menyebabkan kerusakan. Beban maksimum tersebut
selanjutnya dibagi dengan luas penampang minimum (bagian yang ramping) dari contoh
uji. Kekuatan ini dihitung untuk memberikan dugaan pada kemampuan kayu untuk
menahan belahan akibat adanya alat sambung yang dapat berupa mur-baut, pasak, paku
atau alat sambung lainnya. Contoh uji tarik tegak lurus serat kayu mirip atau hampir sama
bentuknya dengan contoh uji ketahanan belah (cleavage resistance). Arah bidang
kerusakan yang terjadi bila dihubungkan dengan orientasi lingkaran tumbuh akan
mempengaruhi kekuatan ini. Pada permukaan kerusakan yang arahnya tangensial (sejajar
lingkaran tumbuh), kekuatan ini lebih besar dibanding pada arah radial (tegak lurus
lingkaran tumbuh) (Mardikanto et al. 2011). Contoh pengujian tarik tegak lurus serat dapat

24

dilihat pada Gambar 4.4.

(a) (b)

Gambar 4.4. Bentuk pengujian tarik tegak lurus serat kayu (a) pengujian tarik tegak lurus papan

partikel (Sumber: Wangaard 1950)

Setiap contoh uji untuk tarik sejajar serat dan tarik tegak lurus serat dibuat ramping di

bagian tengahnya agar kerusakan terjadi di daerah ini karena daerah ini memiliki kekuatan

yang paling lemah dari keseluruhan. Kerusakan yang tidak terjadi ada daerah ini mungkin

karena terdapat bagian lemah di daerah lain yang mengandung cacat yang tidak terlihat dan

hasil pengujiannya tidak dapat digunakan sebagai data. Nilai keteguhan tarik dapat diperoleh

dari rumus sebagai berikut:

ℎ = ′

′′
ℎ =

ℎ =

Dimana: P’= beban pada batas proporsi (kg), P’’= beban pada atau dibawah batas proporsi

(kg), L= jarak antara 2 klem dari deflektometer (cm), D= defleksi (cm) P= beban tekan (kg),

A=luas penampang (cm2)

Prosedur pengujian keteguhan tarik tegak lurus serat berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai

berikut:
a. Ukuran sampel uji keteguhan tarik tegak lurus serat dilakukan dengan ukuran dan bentuk

sesuai dengan Gambar 4.4a. Dimensi penampang aktual harus diukur.

b. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban secara terus menerus dengan kecepatan 0,05 in
(1mm)/menit.

Prosedur pengujian keteguhan tarik tegak lurus serat berdasarkan BS 373 (1957) sebagai
berikut:

a. Bentuk dan dimensi benda uji dengan ukuran 2 x 2 x 2,5 inchi /5 cm x 5 cm x 6,25cm.
b. Beban harus diterapkan melalui split grip dengan tindakan pencegahan yang sesuai untuk

memastikan beban aksial.
c. Beban diberikan pada sampel dengan kecepatan 0,01 in./min.

25

4.3 Keteguhan lengkung statis kayu

Keteguhan lentur statis merupakan kemampuan kayu dalam menahan beban tegak lurus

sumbu memanjangnya yang ditumpu atau disangga pada kedua ujungnya hingga kayu

mengalami tegangan, mengalami perubahan bentuk dan rusak. Tegangan yang terjadi

merupakan tegangan gabungan dari tegangan tarik, tekan, dan geser. Tegangan tarik tarik

terjadi pada bagian cembung kayu dan tegangan tekan pada bagian cekung dari kayu yang

melengkung. Pada bagian cembung akan mengalami perpanjangan serat dan bagian cekung

akan mengalami perpendekan serat. Tegangan geser terjadi mulai dari permukaan atas kayu

sampai permukaan bagian bawah kayu. Serat kayu cenderung saling bergeser pada arah

horizontal satu sama lain (Mardikanto et al. 2011). Berdasarkan macam dan letak tumpuan

balok terdapat beberapa bentuk balok antara lain:

a. Balok sederhana (simple beam) yaitu balok dengan tumpuan di kedua ujungnya dan diberi

beban lentur baik yang berupa gaya atau momen.

b. Balok kantilever (cantilever beam) yaitu balok dimana tumpuannya dari salah satu

ujungnya dijepit dan ujung lainnya bebas yang kemudian dibebani gaya ataupun momen.

c. Balok menerus (continous beam) yaitu balok yang tidak hanya disangga (ditumpu) pada

kedua ujungnya, melainkan ada tumpuan lain diantaranya dan balok mendapatkan beban

lentur yang berupa gaya atau momen.

d. Balok bergantung (overhanging beam) yaitu balok yang ditumpu tidak pada kedua

ujungnya melainkan di bagian lain dari balok. Kedua ujung balok bebas. Balok dibebani

beban lentur yang berupa gaya ataupun momen.

Besar tegangan lentur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

=


Dimana: S= tegangan normal (tekan atau tarik) (kg/cm2; psi), M= momen lentur akibat beban

(kg.cm;lb.in), Y=jarak dari sumbu netral (cm;in), I=momen inersia penampang (cm4;in4)

Tegangan normal disebut tegangan lentur (tarik atau tekan). Tegangan lentur maksimum biasa

disimbolkan dengan modulus of rupture (MOR). Pada pengujian kekuatan lentur di

laboratorium, contoh uji dalam bentuk balok sederhana dengan penampang empat persegi

panjang diberi beban pada tengah bentang. Persamaan rumus yang digunakan untuk

menghitung kondisi diatas sebagai berikut:

= \ ; = \ ℎ; dan = \ ℎ_
] ^ \^

26

sehingga Tegangan Lentur dapat dicari dengan menggunakan rumus:

= 3 .
2 . ℎ^
Dimana: MOR = Tegangan lentur (kg/cm2 ; psi), P = beban lentur maksimum (kg ; lbs), L =

Jarak bentang balok (cm;in); b = Dasar balok (cm;in); h = Tebal balok (cm;in), b dan h =

dimensi penampang balok

Prosedur pengujian keteguhan lentur statis berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai berikut:

a. Ukuran Spesimen pengujian adalah 2 x 2 x 30 inci. (50 x 50 x 760 mm) untuk sampel
metode primer atau sampel dengan metode sekunder 1 x 1 x 16 inci (25 x 25 x 410 mm).

Tinggi dan lebar sebenarnya di tengah dan panjangnya harus diukur.
b. Pada pengujian, panjang bentang adalah 28 inci (710 mm) untuk metode primer dan 14 inci

(360 mm) untuk metode sekunder. Bentang ini dibuat untuk mempertahankan rasio bentang
pada kedalaman minimum 14.

c. Beban diberikan dengan kecepatan 0,10 in. (2,5 mm)/menit untuk sampel metode primer
dan kecepatan 0,05 inci (1,3 mm)/menit untuk sampel metode sekunder.

d. Kerusakan lentur statis harus diklasifikasikan sesuai dengan tampilan permukaan retak dan
cara terjadinya kegagalan (Gambar 4.7-4.12).

Prosedur pengujian keteguhan lentur statis berdasarkan BS 373 (1957) sebagai berikut:
a. Ukuran sampel pengujian adalah 2 inci x 2 inci x 30 inci untuk standar 2 inci atau 2 cm x

2 cm x 30 cm untuk standar 2 cm.
b. Pembebanan diberikan pada sampel dengan bentang 28 inci atau 28 cm. Untuk standar 2

inci, beban diberikan dengan kecepatan 0,10 inci/menit dan untuk standar 2 cm, beban
diberikan dengan kecepatan 0,26 inci/menit.

Balok akan mengalami kerusakan setelah dilakukan pengujian di laboratorium. Beberapa

bentuk kerusakan yang terjadi pada pengujian keteguhan lentur statis kayu antara lain:
a. Simple tension merupakan kerusakan dengan sobekan di sisi bawah balok akibat beban

tarik sejajar serat yang terjadi pada balok yang berserat lurus setelah dikeringkan (Gambar
4.5).

Gambar 4.5 Bentuk kerusakan simple tension (Sumber: ASTM D-143 2000)
b. Cross Grained Tension merupakan kerusakan akibat adanya gaya tarik yang arahnya

miring serat dan biasanya terjadi pada contoh uji yang bercacat miring serat (cross grain),
baik yang berupa serat diagonal, serat spiral atau lainnya dan terjadi di permukaan bawah

balok contoh uji (Gambar 4.6).

Gambar 4.6 Bentuk kerusakan Cross Grained Tension (Sumber: ASTM D-143 2000)
c. Splintering Tension merupakan kerusakan yang terjadi pada balok berbentuk “zig-zag” dan

bagian kerusakan terlihat berserabut. Hal ini biasanya terjadi pada kayu yang mempunyai
sifat keuletan yang tinggi (Gambar 4.7).

Gambar 4.7 Bentuk kerusakan Splintering Tension (Sumber: ASTM D-143 2000)

d. Brittle Tension merupakan kerusakan yang terjadi pada kayu lebih rata dan tidak terlihat
berserabut. Kerusakan ini biasanya terjadi pada kayu yang regas atau rapuh (tidak ulet) dan

27

terjadi secara mendadak tanpa adanya suara sebagai peringatan adanya kerusakan (Gambar
4.8.

Gambar 4.8 Bentuk kerusakan Brittle Tension (Sumber: ASTM D-143 2000)
e. Compression failures merupakan kerusakan yang terjadi dimana saja diatas bidang netral

dan terjadi pada kayu yang belum dikeringkan. Tegangan tekan sejajar serat yang terjadi
akan menyebabkan serat-serat melipat dan melengkung seperti pada kasus tekan (Gambar
4.9).

Gambar 4.9 Bentuk kerusakan Compression failures (Sumber: ASTM D-143 2000)
f. Horizontal shear failures merupakan kerusakan yang terjadi akibat adanya pergeseran

bagian bawah dan bagian atas contoh uji. Kerusakan berupa pecahan kayu pada ujung-
ujung balok. Keusakan ini sering terjadi pada pengujian “full scale” (Gambar 4.10).

Gambar 4.10 Bentuk kerusakan Horizontal shear failures (Sumber: ASTM D-143
2000)

4.4 Kekakuan kayu
Sifat kekakuan kayu adalah kemampuan kayu atau daya tahan terhadap perubahan bentuk

pada tekstur kayu atau lengkungan. Kekakuan kayu disimbolkan dengan MOE (modulus of
elasticity). Hal ini merupakan ukuran kekuatan dalam elastisitas kayu untuk menahan beban
ataupun segala hal yang mempengaruhi kualitas kayu. Kekakuan kayu biasa digunakan untuk
menghitung keteguhan tiang dengan ukuran yang panjang sampai sedang.

Sifat ini berlaku untuk tekan, tarik, geser, dan lentur. Modulus elastisitas untuk gaya tekan
dan gaya tarik dikenal sebagai Young’s Modulus(Y). Khusus kekakuan untuk geser diberi
istilah “modulus of rigidity”. Modulus geser atau modulus of rigidity merupakan kemampuan
menahan lendutan akibat gaya geser. Modulus geser menunjukkan ketahanan terhadap defleksi
komponen struktur yang disebabkan oleh tegangan geser. Tiga modulus geser yang
dilambangkan dengan GLR, GLT, dan GRT masing-masing adalah konstanta elastis pada bidang
LR, LT, dan RT. Misalnya, GLR adalah modulus kekakuan berdasarkan regangan geser pada
bidang LR dan tegangan geser pada bidang LT dan RT. Nilai rata-rata modulus geser untuk
sampel beberapa spesies yang dinyatakan sebagai rasio dengan EL. Seperti modulus elastisitas,
modulus kekakuan bervariasi di dalam dan di antara spesies dan dengan kadar air dan berat
jenis (Senalik et al. 2021).

Nilainya sama, baik yang diperoleh dengan pengujian tekan sejajar serat maupun dengan
pengujian lengkung statik. Modulus elastisitas merupakan ratio antara stress persatuan luas dan
strain persatuan panjang. E = stress persatuan luas/ strain per satuan panjang. MOE berlaku
hanya dalam batas proporsi. Pada umumnya kayu daun jarum lebih kaku daripada kayu daun
lebar dengan kerapatan yang sama. Bila suatu bidang atau balok komposit (terdiri dari
lempengan bahan yang disatukan dgn panjang yang sama) dilenturkan, maka akan terjadi
geseran permukaan antar lempengan (geseran horisontal). Bila lempengan tersebut direkat,
maka kekakuan bahan akan meningkat.

Semakin besar nilai MOE maka semakin besar sifat kekakuannya yang menyebabkan
semakin sulit kayu tersebut dirubah bentuknya. Nilai MOE berlaku sampai batas proporsi kayu

28

masih bersifat elastis, namun bukan tegangan serat pada batas proporsi. Sifat elastis kayu

berkaitan dengan kemampuan kayu dalam menahan perubahan bentuk. Ada 12 konstanta

elastis yaitu 3 modulus elastisitas, 3 modulus geser (modulus rigidity), dan 6 rasio poisson.

Sembilan kostanta independent karena modulus elastisitas tidak saling bebas dengan rasio

poisson. Hubungan keteguhan lentur dengan rasio poisson:
ef fe
e = f ; ≠ ; , = , ,

Ketika suatu kayu diberikan beban arah aksial, deformasi tegak lurus terhadap arah beban

sebanding dengan deformasi yang sejajar dengan arah beban (Gambar 4.11). Perbandingan

antara regangan transversal terhadap regangan aksial disebut rasio Poisson. Poisson rasio

dilambangkan dengan LR, RL, LT, TL, RT, dan TR.

a) P P
b)

L L’ L’ L

T
T’ T

T’

Gambar 4.11. Deformasi akibat beban aksial: a) tekan, b) tarik

Pada material orthotropik seperti halnya kayu, terdapat 6 (enam) buah nilai Poisson’s

rasio yaitu uLR, uLT, uRL, uRT, uTR, dan uTL. Huruf pertama pada subskrip merupakan arah

regangan aksial, dan huruf kedua merupakan arah deformasi lateral. Notasi uLT menunjukkan

Poisson’s rasio untuk deformasi arah tangensial akibat tegangan arah longitudinal. Secara

matematis, uLT dapat dinyatakan dengan:

uij = -ej ; i, j = T , R, L
ei

Di mana : i = arah gaya aktif (aksial)

j = arah pasif (tegak lurus gaya=transversal)

Sifat elastis kayu bervariasi baik antar spesies maupun dalam satu spesies, dan berkaitan dengan
kadar air dan berat jenis. Secara umum, ada dua cara mendapatkan nilai modulus elastisitas kayu,
yaitu dengan cara tekan dan cara lentur. Cara tekan disajikan seperti pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Mengukur modulus elastisitas dengan cara tekan

29

Untuk mendapatkan modulus elastisitas dengan cara lentur, disarankan menggunakan salah
satu dari dua cara yaitu: one point loading atau two point loading (Gambar 4.13a, b, c, dan d).

P

Gambar 4.13.a. Metode pengujian lentur dengan one point loading

½P ½P
a Lb a

L
b. Metode pengujian lentur dengan two point loading

1/3 L ½P ½P 1/3 L
1/3 L

L

c. Metode pengujian lentur dengan third point loading

½P 3/5 L ½P
1/5 L 1/5 L

L
d. Metode pengujian lentur dengan fifth point loading

Persamaan rumus yang digunakan untuk menghitung nilai MOE adalah:
_
= 4 ℎ_

Dimana: MOE= lenturan (y), bentang balok (L), dimensi penampang (b dan h)

Terdapat beberapa konfigurasi khusus untuk two point loading, yaitu:
a. Apabila beban diletakkan simetris setiap 1/3 bentang, konfigurasi ini disebut third point

loading
b. Apabila beban diletakkan simetris pada jarak 1/5 bentang, konfigurasi ini disebut fifth point

loading.
Hasil pengujian modulus elastisitas dengan cara lentur seringkali tidak mendapatkan

modulus elastisitas yang sebenarnya (true modulus of elasticity = E) karena masih terdapat
gaya geser yang memberikan sumbangan terhadap defleksi terukur. Modulus elastisitas yang
masih mengandung defleksi akibat gaya geser disebut dengan modulus elastisitas tampak
(apparent modulus of elasticity=Ef). Ada dua cara untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas
sebenarnya (E) dari pengujian lentur two-point loading, yaitu:

30

a. Bila defleksi diukur di antara bentang (L), Etampak harus dikoreksi dengan modulus geser,
sehingga rumus yang digunakan adalah EG (E terkoreksi G)

b. Defleksi diukur pada daerah yang tidak mengalami gaya geser, yaitu di antara dua beban
(Lb), sehingga rumus E langsung dapat digunakan.
MOE merepresentasikan sebagai sifat kekakuannya dalam menahan lenturan yang terjadi

akibat beban dan dipakai untuk menggambarkan besarnya lenturan yang terjadi pada balok.
a. Apabila penampang balok dan beban tetap, tetapi bentang balok dibesarkan sebesar tiga

kali mula-mula (L1 = 3 L), bila digunakan rumus diatas maka akan terjadi lenturan sebesar
27 kali lenturan mula-mula, atau y1=27 y, pada kondisi ini balok menjadi tidak kaku
akibat pembesaran bentang balok.
b. Apabila beban, bentang dan tebal balok tetap, kemudian lebar balok dibesarkan tiga kali
lebar mula-mula (b1=3b), apabila digunakan rumus di atas maka akan terjadi lenturan
hanya sepertiga kali lenturan mula-mula, atau y1=1/3 y, pada kondisi ini balok menjadi
lebih kaku akibat pembesaran lebar penampang balok.
c. Apabila beban, bentang dan lebar balok tetap, kemudian tebal balok dibesarkan tiga kali
tebal mula-mula (h1=3h), apabila digunakan rumus di atas maka akan terjadi lenturan
hanya 1/27 kali lenturan mula-mula, atau y1=1/27 y, pada kondisi ini balok menjadi sangat
kaku akibat pembesaran tebal penampang balok.
d. Oleh karena itu, jika diingkinkan balok dapat menjadi lebih kaku maka hal yang paling
efektif adalah dengan memperbesar dimensi tebal penampang balok

4.5 Kekerasan kayu
Kekerasan kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan kikisan (abrasi) atau tekanan

setempat atau pijitan pada permukaan kayu. Beban berupa ½ bola baja (diameter 0,444 in.)
yang dibenamkan ke permukaan kayu (Kreetschman 2010). Selanjutnya, besarnya beban
setelah diuji dicari dan besar beban dijadikan sebagai pembanding. Nilai yang dicari rata-rata
pada bidang radial dan tangensial. Gabungan antara sifat kekerasan dan sifat keuletan dapat
menentukan pemakaian kayu untuk lantai, paving block, bearing (penahan benda yang
berputar), alat olahraga, roller dan lainnya (Mardikanto et al. 2011).

Ketahanan pukul permukaan pada dasarnya tergantung pada kerapatan kayu, keuletan
kayu, ukuran serat, daya ikat antar serat, dan susunan serat. Ketahanan ini lebih tinggi dari arah
aksial dari pada dari lateral (tangensial dan radial). Kekerasan berkaitan dengan keausan,
abrasi, atau goresan dengan berbagai objek atau mudah tidaknya kayu dikerjakan dengan alat-
alat atau mesin. Pada umumnya, kayu yang keras dan ulet sangat bagus dipakai juga untuk
lapisan aus pada peti kemas (pada bagian pinggir yang banyak mengalami gesekan dan
benturan). Contoh pengujian kekerasan kayu dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan 4.15.

31

Gambar 4.14. Skema bentuk pengujian sifat kekerasan kayu ( Sumber: Wangaard 1950 )

Gambar 4.15. Pengujian sifat kekerasan kayu (Sumber: Mangurai 2019)

Prosedur pengujian kekerasan berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai berikut:

a. Ukuran sampel yang digunakan berukruan 2 x 2 x 6 inci (50 x 50 x 150 mm). Dimensi dan

panjang penampang aktual harus diukur.

b. Dalam pengujian, bola baja yang digunakan 0,444 in. (11,3 mm) untuk menentukan

kekerasan. Luas proyeksi bola pada benda uji adalah 1 cm2. Beban dicatat saat bola telah

menembus ke satu setengah diameternya. Pengujian dilakukan pada tiga arah yaitu dua kali

di permukaan tangensial, dua kali di permukaan radial, dan satu kali di setiap ujungnya.

Pilihan antara dua radial dan dua permukaan tangensial harus menghasilkan rata-rata

potongan yang adil. Penetrasi bola baja yang dilakukan harus cukup jauh dari tepi untuk

mencegah pecah atau pecah.

c. Beban diberikan dengan kecepatan sebesar 0,25 in. (6 mm/menit). Nilai kekerasan dapat

diperoleh dari rumus sebagai berikut:

=

Dimana: H= kekerasan, P= beban tekan, A=luas penampang

4.6 Keteguhan belah kayu
Keteguhan belah kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan belahan atau

menentukan mudah tidaknya kayu untuk dibelah. Contoh uji ini mirip dengan tarik tegak lurus
serat. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat kemampuan kayu mengikat paku. Cacat
serat berpadu (interlocked grain) biasanya meningkatkan ketahanan belah kayu, akibat serat
yang membelit. Contoh sederhana beban belahan pada kayu, misalkan kayu dikampak. Kayu
dengan ketahanan belah rendah sangat disukai untuk keperluan penyiapan kayu bakar, karena
mudah dibelah. Kayu dengan ketahanan belah yang tinggi sangat diperlukan untuk mengikat
pakuatau sekrup serta alat sambung lainnya pada bangunan (Mardikanto et al. 2011).

Pengujian ketahanan belah dilakukan untuk mendapatkan besarnya gaya yang diperlukan
untuk membelah kayu dengan bidang belahan sejajar serat kayu baik itu pada arah radial

32

maupun tangensial. Cara pengujian dan contoh ujinya pun mirip dengan cara pengujian tarik
tegak lurus serat. Pada pengujian ketahanan belah, contoh uji ditarik pada salah satu ujungnya
saja. Nilai hasil pengujiannya berupa kg/cm atau pound per inch, atau satuan beban per satuan
panjang permukaan belahan. Nilai hasil pengujian ini juga hanya sebagai pembanding saja.
Contoh pengujian keteguhan belah kayu dapat dilihat pada Gambar 4.16. Pada umumnya, kayu
mudah terbelah pada arah memanjang jari-jari kayu (ray) daripada arah sejajar lingkaran
tumbuh. Akan tetapi, kayu yang mengandung cacat kayu interlocked grain atau serat berpadu
dapat meningkatkan keteguhan belah kayu. Serat kayu dengan cacat interlocked grain
mempunyai serat yang mengarah ke arah melintang bidang belahan dan saling mengikat erat
satu dengan lainnya sehingga kayu menjadi lebih sulit dibelah (Mardikanto et al. 2011).

Gambar 4.16. Skema gambaran terjadinya belahan pada kayu berserat lurus (Sumber:
Wangaard, 1950)

Prosedur pengujian keteguhan belah kayu berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai berikut:

a. Ukuran specimen pengujian keteguhan belah dilakukan pada sampel dengan bentuk dan
ukuran sesuai dengan Gambar 4.19. Lebar dan panjang sebenarnya pada penampang harus
diukur.

b. Pada pengujian keteguhan belah kayu, hanya beban maksimum saja yang diperhatikan.
c. Kecepatan pengujian beban dilakukan secara terus menerus selama pengujian dengan

kecepatan 0,10 in. (2,5 mm)/menit.

Berdasarkan BS 373 (1957), prosedur pengujian keteguhan belah kayu dilakukan sebagai

berikut:

a. Bentuk dan dimensi benda uji berukuran 2 in.

b. Beban harus diterapkan untuk kedua benda uji pada kecepatan 0,10 in./min. Pengujian

harus dilakukan secara radial dan tangensial, untuk tujuan tersebut setengah dari jumlah

benda uji harus dipotong sehingga memberikan kegagalan yang diuji sepanjang permukaan

radial dan sisanya harus dipotong sehingga memberikan kegagalan yang diuji di sepanjang

permukaan tangensial. Nilai keteguhan belah kayu dapat dihitung dengan persamaan

sebagai berikut:

ℎ ℎ =

Dimana: P= beban (kg), dan B= lebar benda uji (inci/cm)

4.7 Keteguhan geser (shear strength)
Keteguhan geser (shear strength parallel to grain) merupakan kemampuan kayu untuk

menahan gaya yang cenderung untuk menggeser satu bagian dengan bagian yang lain dari kayu

33

yang sama (Kreetschman 2010). Pengujian dilakukan untuk menentukan keteguhan kayu
terhadap gaya/beban yang berusaha untuk menggeser satu bagian dari kayu sepanjang suatu
bidang yang sumbunya sejajar serat. Sumbu ini letaknya mungkin radial atau tangensial
terhadap lingkaran tahun.

Nilai yang dicari adalah rata-rata arah radial dan tangensial. Dengan adanya beban ini akan
timbul tegangan geser. Geseran yang terjadi dapat berupa geser sejajar serat (shear parallel
along the grain) dimana dua bidang dalam satu benda saling bergeseran satu sama lain dengan
bidang geserannya yang sejajar serat (Gambar 4.17a), geser tegak lurus serat (shear across the
garin atau shear perpendicular to grain) dimana gaya geser seolah-olah mendorong serat kayu
bidang geserannya tegak lurus serat kayu (Gambar 4.17b), geser miring serat (oblique shear)
dimana gaya geser sumbu memanjang kayu, tetapi bidang geserannya miring terhadap arah
serat (Gambar 4.17c),dan geser antar serat (rolling shear) dimana gaya geser cenderung
menggeser serat kayu pada arah geseran melintang serat sedangkan bidang geserannya sejajar
serat (Gambar 4.17d) (Mardikanto et al. 2011).

Geser dapat terjadi dalam bidang longitudinal atau transversal. Tegangan geser longitudinal
dapat terjadi apabila kayu dibebani gaya lengkung. Kekuatan kayu dalam geser aksial
bervariasi antara 5 – 20 N/mm2. Keteguhan geser transversal adalah 3-4 kali lebih besar dari
pada keteguhan geser aksial, tetapi sifat ini tidak mempunyai arti penting karena kayu sudah
rusak lebih dahulu sebelum bergeser transversal. Keteguhan geser kayu dalam arah aksial
adalah terpenting. Dengan beban geser biasanya kayu rusak dalam arah ini.

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan : (a) geser sejajar serat ; (b) geser tegak lurus serat
(c) geser miring serat; (d) geser antar serat

Bidang geserannya digambarkan dengan garis putus-putus
Gambar 4.17. Macamnya geseran yang dapat terjadi pada kayu (Sumber: Mardikanto et al.
2011)

Nilai kekuatan geser dari macam geseran berbeda-beda. Kekuatan terbesar dari macam
geseran yang telah disebutkan adalah keteguhan geser sejajar serat dan yang paling lemah
adalah keteguhan geser antar serat. Keteguhan geser miring serat sedikit lebih besar dibanding
keteguhan geser sejajar serat. Contoh pengujian geser sejajar serat kayu dapat dilihat pada
Gambar 4.18. Beberapa cacat kayu yang mempengaruhi keteguhan geser kayu antara lain
retakan (checks, shakes) dan pecah (splits) yang searah sumbu memanjang (longitudinal) yang
akan mengurangi bidang kontak penahan gaya geser sejajar serat. Balok yang dibebani lentur

34

dapat mengalami geser sejajar serat yang dikenal dengan sebutan geser horizontal (horizontal
shear) (Mardikanto et al. 2011).

(a) (b)

Gambar 4.18. Bentuk contoh uji kekuatan geser sejajar serat (a) dan bentuk
pengujiannya (b) (Sumber: Wangaard 1950)

Prosedur pengujian keteguhan geser berdasarkan ASTM D143 (2000) sebagai berikut:
a. Ukuran sampel pengujian geser adalah 2 x 2 x 2-1 x 2in. (50 mm x 50 mm x 63mm) dengan

lekukan sesuai dengan Gambar 4.21 untuk menghasilkan kegagalan pada permukaan 2x2
in. (50x50 mm). Dimensi sebenarnya dari permukaan geser harus diukur.
b. Lekukan yang dibuat dengan ukuran 1⁄8 inci (3 mm) antara tepi bagian dalam dari
permukaan dan bidang tepi yang berdekatan dari permukaan. Dalam pengujian, perhatikan
beban maksimum saja.
c. Pada pengujian, kecepatan beban 0,024 in. (0,6 mm)/menit.

Berdasarkan BS 373 (1957), pengujian keteguhan belah kayu dilakukan sebagai berikut:

a. Benda uji harus berupa kubus dengan ukuran uji 2 x 2 x 2,5 cm (BS)/ 2 x 2 x 2,5 inchi.
b. Bentuk spesimen harus dipastikan dengan dua permukaan pada arah tangensial sedangkan

dua permukaan pada arah radial.
c. Kecepatan pengujian adalah 0,025 in./min digunakan untuk benda uji 2 cm.
d. Arah geser harus sejajar dengan arah longitudinal. Pengujian harus dilakukan dengan

bidang keruntuhan geser yang sejajar dengan arah tangensial dan juga dengan bidang
failure geser yang sejajar dengan arah radial.

Nilai keteguhan geser dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut:

ℎ = Pmaks
bh

Dimana: Pmaks= beban maksimum (kg), b= lebar (cm), dan h= tebal (cm)

4.8 Keuletan kayu (toughness)
Sifat keuletan kayu adalah kemampuan kayu untuk menyerap energi atau mampu menahan

tegangan atau pukulan berulang-ulang (untuk beban jangka pendek) yang melewati batas
proporsi yang menyebabkan perubahan bentuk tetap dan ada kerusakan sebagian akibat beban
pukul serta mengakibatkan perubahan baik yang permanen dan kerusakan sebagian contohnya
kayu yang sukar pecah digunakan untk stick Golf atau alat olahraga lainnya (Kreetschman

35

2010). Contoh pengujian keuletan kayu dapat dilihat pada Gambar 4.19. Sifat dari kayu yang
ulet antara lain kayu yang sukar pecah atau patah meski dibebani sampai beban maksimum dan
kayu yang tidak ulet akan mudah patah. Pada kayu yang ulet, kayu akan memberikan tanda
sebelum rusak dengan adanya munculnya suara saat pengujian dimana suara tersebut
menandakan sel terpisah satu sama lain hingga mengalami kerusakan. Sedangkan pada kayu
yang yang regas, kayu tidak akan memberikan tanda seperti pada kayu ulet hingga mengalami
kerusakan. Pada kayu yang ulet, kerusakan yang terjadi akibat pembebanan yang terlalu besar
terjadi tidak secara mendadak melainkan secara bertahap yang diawali dengan gejala tertentu.
Pengujian keuletan kayu juga dapat disebut pengujian lentur dinamis. Hal ini karena bentuk
pembebanan pada keuletan kayu bersifat dinamis (Mardikanto et al. 2011). Hal ini perlu untuk
penggunaan misalnya tangkai alat pemukul, alat pertukangan, alat-alat olahraga, dan alat yang
menahan beban besar secara bertubi-tubi.

Nilai yang dicari dari pengujian sifat keuletan kayu antara lain tegangan serat pada batas
proporsi (fiber stress at proportional limit), usaha pada batas proporsi (work to proportional
limit), dan jarak beban atau jarak pukulan (height of drop). Cara pengujian keuletan kayu
dilakukan dengan beberapa cara antara lain (Mardikanto et al. 2011):
a. Increament drop impact test (diberi beban pukul berulang) merupakan pengujian dengan

memberikan beban pukul dimana beban dijatuhkan dengan jarak tertentu secara berulang
hingga contoh uji mengalami kerusakan. Pengujian ini sudah jarang dilakukan. Pada
tegangan pada batas proporsi meskipun nilainya tidak selalu menunjukkan keuletan nya,
tetapi paling banyak dipakai utk perencanaan konstruksi. Usaha sampai batas proporsi pd
pengujian impact bending adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu kayu untuk
meyerap pukulan yg datangnya secara tiba-tiba dan mempertahankan diri terhadap
kerusakan akibat beban tersebut. Prinsip pengujian dengan menjatuhkan beban berupa
pemukul yg ujungnya membulat (50 lb = 22,3 kg) dari suatu ketinggian yang makin naik
pd bagian tengah contoh uji berukuran 30 x 2 x 2 inchi, contoh uji tsb disangga oleh
penyangga tidak bergeseran 1 inchi dari tiap ujungnya sehingga bentangan bebasnya 28
inchi. Beban (pemukul) diberikan dengan tinggi (jarak beban dan sampel) dinaikkan tiap
kali 1 inchi sampai mencapai ketinggian jatuh 10 inchi. Setelah itu kenaikannya diubah
menjadi 2 inchi untuk tiap kali beban diatuhkan sampai spesimen patah.
b. Single drop impact test (beban pukul diberikan sekali saja) merupakan pengujian dengan
memberikan beban pukul hanya satu kali. Pengujian ini dilakukan untuk menguji kemampuan
kayu untuk menyerap energi yang sanggup untuk merusak kayu. Pengujian jenis ini lebih banyak
dilakukan karena lebih sederhana dan lebih baik untuk bahan yang brittle (mudah rusak).
Hasil pengujian kurang memadai karena tegangan serat pada batas proporsi dan modulus
elastisitasnya tidak dapat ditentukan dengan baik. Akan tetapi, nilai tegangan pada batas
proporsi sulit untuk didapat maka cara ini krg memenuhi syarat untuk standar. Forest
Product Laboratory USA telah menciptakan alat testing dengan metode Jerman (DIN 52189), mesin
langsung mengukur langsung keuletan dengan rumus :

A = W/F
Dimana: A = koefisien keuletan (J/mm), W = usaha (J), F = bidang lintang sampel (mm2)
c. Twisting/tortion test (contoh uji diberi beban puntir/torsi) merupakan pengujian dengan
memberikan beban puntir pada salah satu ujungnya atau di ujung keduanya dengan arah
yang berlawanan. Beban torsi ini mengakibatkan contoh uji mengalami kombinasi

36

pembebanan berupa geseran, tarikan arah longitudinal, dan tekanan melintang serat. Bagian
luar contoh uji akan mengalami tegangan tarik akibat puntiran dan terjadi pemadatan serat
ke arah sumbu (bagian tengah) contoh uji. Dengan bertambahnya beban, perubahan bentuk
yg terjadi akan semakin besar sehingga ikatan antar serat yang berdampingan akan rusak.
Serat-serat akan bergeseran sehingga kekuatannya berkurang. Selanjutnya perubahan
bentuk pada serat-serat di bagian dalam (yg dekat sumbu puntiran) akan makin besar
sampai kayu itu putus sama sekali. Hanya pada kayu yang ulet sekali , kejadian serat yang
putus sama sekali jarang terjadi.

Gambar 4.19. Pengujian keuletan kayu (Sumber: Wangaard, 1950)

Berdasarkan ASTM D143 (2000), prosedur pengujian keuletan kayu dilakukan sebagai
berikut:
Ukuran sampel yang digunakan adalah 0,79 x 0,79 x 11 inx (20 x 20 x 280 mm). Pengukuran
dilakukan dibagian tinggi, lebar, dan panjangnya diukur. Bentang yang digunakan adalah 9,47
inci (240 mm). Beban diberikan pada permukaan radial atau tangensial sampel. Nilai keuletan
kayu dapat diperoleh dengan rumus:

T=wL (CosA2 - cosA1)
Dimana: T = keuletan (Nm), w= berat pendulum (N), L= panjang bentang ke pusat bandul (m),
A1 = Sudut awal, A2= Sudut akhir dari pendulum secara vertikal setelah contoh uji rusak.

Sifat kekuatan kayu yang banyak dilakukan dan digunakan dalam praktek sehari-hari untuk
kayu bangunan antara lain MOR (modulus of rupture) atau kekuatan lentur, MCS (maximum
crushing strength) atau kekuatan tekan sejajar serat, kekuatan tekan tegak lurus serat
(compressive strength perpendicular grain), dan kekuatan geser sejajar serat (shearing
strength parallel to grain). Selain itu, ada beberapa sifat kekuatan yang juga kadang-kadang
digunakan seperti usaha sampai beban maksimum (work to maximum load), kekuatan lentur
dinamis (impact bending strength), kekuatan tarik tegak lurus serat (tensile strength
perpendicular to grain), dan kekerasan (hardness). Sifat kekuatan yang kurang umum dipakai
dalam praktek antara lain torsi (tortion) dan geser antar serat (rolling shear). Selain itu, sifat
kekuatan lain yang berkaitan dengan waktu pembebanan yang juga kurang umum dipakai yaitu
creep (rangkak), creep-rupture atau duration of load (jangka waktu pembebanan) dan fatique
strength (kelelahan) (Mardikanto et al. 2011).

37

V FAKTOR-FAKTOR PADA SIFAT MEKANIS KAYU

5.1 Faktor Cacat Kayu
Cacat kayu dapat mengakibatkan kekuatan kayu menurun dibandingkan kayu bebas cacat

karena ketidakteraturan pada kayu. Berdasarkan hal tersebut, cacat kayu dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu cacat mayor (major defects) dan cacat minor (minor defects). Cacat mayor
terdiri dari mata kayu (knots), retak-retak dan pecah (chakes, shakes, dan split), miring serat
(cross grain), retak melintang (compression failures dan cross breaks), dan tarik (compression
wood dan pembusukan (decay), kayu reaksi tekan (tension wood). Cacat minor terdiri dari
kantong resin (pitch pocket), kulit tersisip, saluran damar (pitch streaks), pecahan akibat cuaca
dingin (frost splits atau cracks), frost rings, lubang gerek serangga (insect holes), kantong getah
(gum spot), black streak, cacat akibat sambaran petir (lightening rings), lubang gerek pelatuk
(bird peck), dan lainnya. Pada umumnya, cacat minor tidak terlalu mengganggu kekuatan kayu
(Mardikanto et al. 2011).
a. Mata Kayu (Knots)

Keberadaan mata kayu mempengaruhi kekuatan kayu. Akan tetapi, hal tersebut tergantung
pada ukuran, lokasi, bentuk, sehat atau tidak sehatnya mata kayu, orientasi serat di sekitar mata
kayu, dan tipe tegangan yang muncul akibat beban. Dalam beberapa kasus, mata kayu memiliki
pengaruh yang lebih besar daripada drilled hole karena distorsi serat kayu. Kayu dengan mata
kayu mempunyai sifat mekanis lebih rendah dibandingkan kayu tanpa mata kayu. Hal tersebut
terjadi karena arah serat yang berubah di sekitar mata kayu, serat disekitar mata kayu terdistorsi
sehingga miring serat terjadi, serat lurus terputus akibat mata kayu yang mengakibatkan
konsentrasi tegangan, dan sering terjadi retakan di sekitar mata kayu jika kayu dikeringkan.
Mata kayu terdiri dari dua jenis yaitu mata kayu sehat atau intergrown knots dan mata kayu
lepas (encased knots atau loose knots). Mata kayu sehat yaitu mata kayu yang tidak terikat erat
pada kayu dan dihasilkan dari cabang yang masih hidup (Gambar 5.1a). Mata kayu lepas adalah
mata kayu yang tidak lagi terikat erat pada kayu hingga mata kayu mudah terlepas dan kayu
menjadi berlubang (Gambar 5.1b). Mata kayu jenis ini dihasilkan dari cabang yang sudah mati
(Mardikanto et al. 2011).

Mata kayu mempengaruhi sifat mekanis kayu terutama keteguhan tarik sejajar serat,
keteguhan tekan sejajar serat terutama paada mata kayu tidak sehat atau sudah berlubang,
teganga lentur maksimum (MOR) lebih dekat. Pada kasus lentur, lokasi mata kayu di daerah
tegangan tarik sangat berpengaruh. Kekuatan lentur dan kekakuan kayu tereduksi karena
adanya mata kayu sehingga terjadi penyimpangan orientasi arah serat. Mata kayu dengan
diameter 50 mm atay 2 inchi pada balok 38 x 185 mm (2 x 8 in) dapat mengurangi kekuatan
sebesar 24% jika berada di tengan dan 43% jika berada di satu sisi (Shmulsky dan Jones 2019).

38

Gambar 5.1 Contoh mata kayu lepas (a) dan mata kayu sehat (b) (Sumber: Hoadley 2000)

b. Retak dan Pecah (Checks and Splits)
Retak (Checks) adalah pemisahan antara serat kayu arah memanjang dan lingkaran tahun.

Retak (Shakes) adalah pemisahaan antara serat kayu pada arah memanjang dan searah dengan
lingkaran tahun (tegak lurus jari-jari). Pecah (Splits) adalah pecahan pada arah permukaan kayu
sampai pada bersangkutan memanjang serat dari satu permukaan kayu (Mardikanto et al.
(2011).

Pada saat kayu mengering, checks kayu banyak terjadi karena perubahan kadar air hingga
di bawah titik jenuh serat. Hal ini dapat dikurangi dengan mengeringkan kayu menggunakan
kilang pengering (dry kiln). Kelembaban ruangan kilang pengeringan menjadi faktor dalam
mengurangi retak pada kayu karena pengendalian keringnya kayu terjadi sehingga tegangan
permukaan berkurang akibat pelepasan kadar air. Shakes dapat terjadi pada kayu basah dan
pohon belum ditebang. Shakes terjadi bukan akibat pengeringan. Salah satu penyebab cacat
shakes adalah akibat tiupan angin (wind shakes). Ayunan yang terjadi menyebabkan pohon
mengalami tegangan geser yang sangat besar. Hal tersebut membuat shakes terjadi. Cacat-cacat
ini mempengaruhi keteguhan tarik tegak lurus serat, keteguhan tarik sejajar serat, dan
keteguhan tekan (Mardikanto et al. 2011). Contoh cacat retak (checks) pada kayu dapat dilihat
pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2. Bentuk cacat retak kayu splits (Sumber: Lamb 1991)

c. Miring Serat (Cross Grain)
Miring serat merupakan arah serat kayu menyimpang yang membuat sudut pada arah

memanjang kayu. Terdapat empat macam miring sera tantara lain serat spiral (spiral grain),
serat diagonal (diagonal grain), serat berombak (wavy grain), dan serat berpadu (interlocked
grain) (Mardikanto et al. 2011).
• Pada umumnya, serat spiral terjadi saat pohon masih berdiri. Faktor terjadinya cacat ini

adalah pengaruh angin, arah penyinaran matahari, gravitasi, kondisi lokasi tumbuh. Contoh
cacat serat spiral ditunjukkan pada Gambar 5.3. Cacat serat spiral tersebut terjadi pada jenis
kayu Pinus longaeva. Lanner (2007) menyatakan bahwa cacat serat spiral sebagian besar
bersifat genetic dan juga dapaata dipengaruhi oleh lingkungan. Kayu yang mempunyai
distribusi getah yang merata antara akar dan tajuk, rotasi bumi, torsi angin, pelepasan
tekanan pertumbuhan di kambium dan serat spiral membuat pohon lebih fleksibel dan patah

39

karena angin kencang.

Gambar 5.3 Cacat serat spiral pada kayu Pinus longaeva. Sumber: Wing et al. 2013
• Cacat serat diagonal diakibatkan cara menggergaji kayu yang kadang menyimpang dari

arah serat kayu. Arah serat kayu mengikuti bentuk pohon yang cenderung mengerucut.
Walapupun, awal penggergajian mengikuti arah serat tetapi saat menggergaji berikutnya
terjadi penyimpangan arah serat.
• Cacat serat berombak (wavy grain) dan serat berpadu (interlocked grain) terjadi saat
pertumbuhan pohon.

Gambar 5.4 Cacat serat berombak pada kayu Acer pseudoplatanus (a) kayu dewasa (b) kayu
juvenil. Sumber: Quambusch et al. 2021

Gambar 5.5 Cacat serat berpadu pada kayu maple. Sumber: Hoadley et al. 2000

40

Miring serat kayu yang lebih besar dari 1 : 25 akan mereduksi keteguhan tarik sejajar serat,
miring serat lebih besar dari 1:10 akan mereduksi keteguhan tekan sejajar serat. Akan tetapi,
miring serat tidak banyak mempengaruhi keteguhan geser dan kadang-kadang meningkatkan
kekuatan geser sejajar serat kayu (Mardikanto et al. (2011).

d. Retak melintang (compression failures dan cross breaks)
Pada saat pertumbuhan pohon, lentur yang berlebihan akibat angin atau benturan saat

penebangan pohon yang tidak rata, beban salju, dan bantingan saat penumpukan kayu dapat
menyebabkan tegangan serat yang berlebih sehingga terjadi compression failures (Gambar
5.6). Compression failures yang terjadi mirip dengan cacat cross breaks yang karena tarikan
sejajar serat. Tahanan akibat susut yang berlebihan menjadi penyebab cacat tersebut terjadi.
Cacat ini berupa garis tipis karena adanya patahan sserat tegak lurus arah memanjang. Cacat
ini dapat dengan mudah dilihat oleh orang yang terlatih (grader) tanpa alat bantu daripada
orang awam. Kekuatan kayu berkurang karena cacat kayu tersebut terutama kekuatan tarik dan
ketahanan terhadap getaran. Kekuatan tarik pada kayu yang cacat dapat berkurang sebesar 2/3
nya. Pada kasus lentur, adanya cacat kayu di lokasi tegangan tarik balok (bagian balok yang
cembung) menjadi hal yang serius (Mardikanto et al. (2011).

Gambar 5.6 Bentuk cacat retak melintang (Sumber: Hoadley 2000)

e. Kayu Reaksi (reaction wood)
Kayu yang lurus atau bengkok pada kayu daun jarum dan daun lebar berhubungan dengan

ketidaknormalan kayu. Ketidaknormalan kayu dapat terjadi karena lingkungan yang tidak
mendukung pertumbuhan pohon. Lingkungan yang tidak mendukung tersebut menyebabkan
respon alami pohon dalam menbentuk batang dan cabang pohon menjadi normal kembali.
Hasil dari “perlawanan” ini disebut kayu reaksi. Pada kayu daun jarum, ketidaknormalan
disebut kayu tekan/compression wood, sedangkan pada kayu daun lebar, ketidaknormalan
disebut kayu tarik/tension wood (Mardikanto et al. 2011).

Posisi kayu tekan berlokasi pada bagian bawah cabang yang miring sedangkan kayu tarik
berlokasi pada bagian atas dari cabang atau batang yang condong. Cacat ini dapat pula terjadi
pada penampang kayu. Kayu reaksi mempunyai sifat anatomi, kimia, fisis, dan mekanis kayu
yang berbeda dengan kayu normal. Kerapatan kayu reaksi lebih besar dibandingkan kayu
normal. Kayu tekan mempunyai nilai berat jenis 30-40% lebih besar dari kayu normal
sedangkan kayu tarik hanya 5-10% lebih besar dari kayu normal. Kayu tekan dan kayu tarik
akan mengalami susut berlebihan saat kadar air dibawah titik jenuh serat daripada kayu normal.
Susut kayu tekan dan kayu tarik masing-masing mencapai 10 kali dan 5 kali lebih besar dari
susut kayu normal (Mardikanto et al. 2011).

41

Kayu tekan lebih mudah dideteksi dibandingkan kayu tarik. Akan tetapi, kayu tarik ini
dapat dengan mudah dilihat dengan lingkaran tumbuh yang eksentrik. Pada beberapa jenis kayu
khususnya kayu gergajian, kayu tarik memperlihatkan perbedaan warna yang kontras pada
permukaan kayu. Sebagai contoh, jenis “sugar maple” penampilan kayutarik lebih terang
sedangkan kayu mahoni mempunyai kayu tarik dengan warna yang lebih gelap (Mardikanto et
al. (2011). Bentuk kayu reaksi yang telah dijelaskan dapat dilihat jelas pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7 Bentuk kayu tarik (A) dan kayu tekan (B) (Sumber: Hoadley 2000)

f. Kantong dan Saluran Resin (Pitch Pocket dan Pitch Streaks)
Cacat kantong dan saluran resin ditandai dengan adanya rongga dalam kayu yang terisi

resin (getah atau damar). Posisi rongga sejajar dengan lingkaran tahun, datar dengan empulur,
dan melengkung pada sisi kulit batang. Pada umumnya, cacat ini terjadi pada kayu jenis pinus,
spruce, Douglas-fir, tamarac, dan western larch. Cacat ini mempengaruhi kekuatan kayu.
Faktor yang mempengaruhi cacat ini tergantung banyak, ukuran, dan lokasinya. Cacat ini
mengindikasikan lemahnya ikatan serat antar lingkaran tumbuh suatu kayu (Mardikanto et al.
2011).

Cacat ini banyak dijumpai pada jenis pinus, spruce, Douglas-fir, tamarac dan western
larch. Pengaruh cacat ini pada kekuatan kayu tergantung pada banyaknya, ukuran dan
lokasinya. Banyaknya cacat ini mengindikasikan lemahnya ikatan serat antar lingkaran tumbuh
suatu kayu. Akumulasi getah atau resin dapat mengakibatkan saluran damar yang menyimpang
karena getah atau resin tersebut dapat menembus sel kayu. Pembentukan getah yang
dirangsang atau tidak normal karena terdapat luka pada pohon menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan cacat ini terjadi. Cacat tersebut dapat menurunkan kualitas kayu gergajian,
penampilan kayu berkuran, dan hasil pengecatan kurang sempurna (Mardikanto et al. 2011).

g. Lubang Gerek Pelatuk (Bird Peck)
Lubang gerek pelatuk atau bird peck terjadi akibat lubang yang dibuat oleh burung pelatuk

dengan arah horizontal dan biasanya hampir melingkari suatu batang pohon (Gambar 5.8).
Pada umumnya, lubang gerek yang merupakan lintasan mineral berwarna coklat atau hitam.
Warna yang terjadi tersebut karena oksidasi atau reaksi kimiawi kayu tersebut. Adanya lubang
gerek dapat mengurangi luas permukaan kayu dan berkurangnya penampilan kayu. Penampilan
kayu menjadi lebih kasar dan memuntir saat diserut (Mardikanto et al. 2011).

42

Gambar 5.8. Lubang gerek burung pelatuk (bird peck) (Sumber: Anonim 2022)

h. Cendawan Pewarna Kayu (Molding and Staining Fungi)
Cemdawan pewarna kayu tidak banyak mempengaruhi mekanis kayu. Aktivitas cendawan

adalah memakan makanan yang ada di dalam dinding sel tanpa merusaknya. Cendawan ini
biasa disebut wood staining fungi. Staining fungi mempengaruhi nilai BJ (1-2%), kekerasan
permukaan (2 - 10 %), lentur dan tekan sejajar serat (1 - 5 %) dan keuletan (15-30 %). Kondisi
lingkungan yang berpotensi untuk cendawan ini hidup adalah hangat dan lembab karena
kurangnya sirkulasi udara. Pada umumnya, kayu akan berwarna kebiru-biruan dan memberi
kesan kotor saat terserang cendawan ini dan sangat jelas terlihat pada kayu yang berwarna putih
(seperti kayu pinus, agathis, karet, sengon, dan lainnya. Warna kebiru-biruan kayu tersebut
sulit untuk dihilangkan. Waktu maksimal kayu agar tidak terserang cendawan blue stain setelah
proses penebangan adalah 48 jam (Mardikanto et al. 2011). Contoh kayu yang terserang blue
stain dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Beberapa cara agar kayu tidak terserang oleh wood staining fungi adalah pohon yang telah
ditebang, dikeluarkan, dan dimasukkan ke logpond dapat mencegah serangan cendawan jenis
ini untuk menyerang pohon. Selanjutnya, batang pohon segera digergaji dan dikeringkan dalam
kilang pengering (drykiln). Selain itu, pencelupan kayu ke dalam larutan antiseptik seperti
sodium karbonat atau sodium bikarbonat sebelum dikeringkan. Cendawan lain adalah mold
atau true molds yang berada di permukaan kayu. Cendawan dapat dihilangkan dengan cara
menghapus/menggelap permukaan kayu dengan kain atau dengan pemberian uap panas
(steam) pada proses pengeringan dengan dry kiln (Mardikanto et al. 2011).

Gambar 5.9. Kayu pinus yang terserang cendawan pewarna kayu (blue stain) (Sumber:
Rebek et al. 2015)

i. Pelapukan (Decay)
Cendawan perusak kayu (wood destroying fungi) dapat mengakibatkan pelapukan terjadi

pada kayu. Kekuatan kayu sangat berkurang dan tidak dapat dipakai lagi akibat serangan
cendawan pelapuk kayu. Jamur perusak kayu terdiri dari 2 kategori yaitu white rots dan brown

43

rots. Kedua jenis jamur ini dapat dibedakan dengan menguji sifat kimianya (Mardikanto et al.
2011).
• White rots

Jamur mendekomposisi semua komponen kayu termasuk lignin. Ciri kayu terkena white
rots adalah banyak spora berbentuk jalur-jalur putih dengan berbagai ukuran (white pockets
atau streaks). Kayu yang terserang white rots berwarna putih, kuning, kehitaman, atau sawo
matang cerah. Kayu yang terserang white rots juga akan mengakibatkan kekuatan kayu
berkurang dan kayu menjadi kaku (Gambar 5.9b).
• Brown rots
Jamur ini mengakibatkan selulosa dan yang berasosiasi dengan pentosan terdekomposisi
dan kadang-kadang tersisa lignin yang tidak terserang. Serangan jamur ini akan
memberikan masa karbon berwarna sawo matang yang berupa serbuk atau dry rot. White
rots menyerang kayu teras terlebih dahulu yang diikuti serangan brown rots yang
menghancurkan bagian kayu yang tersisa (Gambar 5.9a).
Terdapat dua tahapan proses pelapukan yaitu tahap awal pelapukan dan tahap lanjutan.
Tahap awal pelapukan dikenal dengan istilan incipient, initial, early, beginning, first, primary,
advance atau invasion dan tahap akhir dikenal dengan istilah advanced, late, mature, typical,
complete, ultimate, atau destruction. Ciri tahap awal adalah perubahan warna. Pada tahap
awal, tidak ada indikasi dan hanya dicirikan hifa yang beberapa panjang kaki secara
longitudinal. Tahap ini dapat dideteksi secara mikroskopis atau diagnosis kulturnya. Pada
tahap akhir, kekuatan kayu berkurang dan kayu akan mudah pecah. Kayu teras dapat menjadi
rusak dan meninggalkan lubang besar. Pada kondisi ini, hanya tersisa lapisan kayu gubal yang
berfungsi sebagai penopang. Pada tahap akhir ini, kayu akan menjadi lapuk dan sifat mekanis
kayu menjadi jauh berkurang. Kayu yang terserang white rots tidak mengalami pengurangan
sifat mekanis yang sangat signifikan dibandingkan brown rots. Akan tetapi, serangan white
rots terhadap kayu perlu diperhatikan (Mardikanto et al. 2011).
Pertumbuhan cendawan pelapuk dipengaruhi oleh kondisi yang mendukung antara lain
terdapat asupan/suplai makanan yang cukup bagi cendawan (pati, gula, seta material lainnya),
kelembaba tersedia dengan cukup (kadar air tinggi >20%), ketersediaan udara sedikit yang
membuat suhu menjadi hangat sehingga potensi cendawan pelapuk dan pewarma untuk
berkembang, serta lingkungan yang gelap, hangat, dan lembab menjadi kondisi yang juga
menyenangkan untuk cendawan berkembang. Oleh karena itu, ventilasi udara yang cukup,
kondisi lingkungan yang terang, dan mengeringkan kayu hingga kadar air <20% dapat menjadi
upaya dalam mencegah cendawan pelapuk untuk tumbuh (Mardikanto et al. 2011).
Jamur menyerang dengan cara memasukkan hifa ke dalam kayu melalui rongga-rongga
yang ada atau “member” langsung dinding sel kayu. Kehilangan berat berkurang sebesar 5-
10% dan kekuatan kayu berkurang sebesar 20-80%. Pada sifat mekanis kayu, ketahanan pukul
menjadi sifat mekanis pertama yang berpengaruh karena serangan sifat keuletan (impact
bending), kekuatan patah, kekuatan geser, kekerasan, dan dilanjutkan dengan sifat mekanis
lainnya berkurang satu persatu. Oleh karena itu, pencegahan pelapukan dapat dilakukan dengan
melakukan pengamatan sebelum terjadi pengamatan, segera dilakukan tindakan begitu terjadi
awal pelapukan, dan kayu yang sudah terserang segera dibuang supaya tidak menular
(Mardikanto et al. 2011).

44

B

Gambar 5.10. Kayu yang terserang brown rots (A) dan white rots (B). (Sumber: Hoadley 2000)

j. Lubang Gerek Serangga (Insect Damage)
Pohon yang masih berdiri, log, dan kayu gergajian yang telah dikeringkan atau belum

berpotensi untuk terserang lubang gerek. Ciri kayu yang sudah terserang oleh lubang gerek
serangga adalah pinholes (lubang sangat kecil, bulat dan terbuka dengan diameter 1/100 ¼
inci), grub holes (lebih besar, berbentuk oval, diameter 3/8 - 1 inci), dan powderpost holes
(lubang kecil dipermukaan, diameter 1/16 - ¼ inci, dan dengan adanya bubuk disekitar lubang)
(Mardikanto et al. 2011).

k. Cacat akibat pengeringan kayu
Retakan (checking) merupakan cacat yang terjadi akibat proses pengeringan yang

mempengaruhi kekuatan kayu. Beberapa cacat bentuk karena proses pengeringan kayu antara
lain pelengkungan (warping), casehardening, honeycombing, dan collapse (Mardikanto et al.
2011).
a. Pelengkungan (Warping)

Pelengkungan atau warping merupakan cacat kayu yang menyebabkan kayu menjadi tidak
lurus lahi sebagai akibat proses pengeringan. Beberapa macam bentuk cacat pelengkungan
antara lain membusur (bowing), melengkung (crooking), memuntir (twisting), mencawan
(cupping) dan diamonding seperti intan atau wajik).
• Membusur (bowing) merupakan pelengkungan pada sepotong papan pada arah

memanjangnya.
• Melengkung (crooking/spring) merupakan pelengkungan sepotong kayu pada arah

memanjang kayu yang terlihat di permukaan tebalnya. Cacat ini terjadi karena kurang teliti
dalam menggergaji kayu saat proses edging.
• Memuntir (twisting) merupakan pelengkungan sepotong kayu arah diagonal. Cacat ini
mengakibatkan salah satu tepi kayu tidak bersentuhan dengan permukaan dasar saat
diletakkan karena permukaan kayu tidak datar atau rata. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kayu mengalami memuntir antara lain kayu dengan miring serat (cross
grain), kayu berserat lurus juga dapat mengalami hal yang serupa karena pengeringan tidak
merata, dan adanya tegangan dalam (internal stress) pada kayu sebelum pohon ditebang.
• Mencawan (cupping) merupakan pelengkungan sepotong kayu pada arah lebarnya. Cacat
mencawan dapat terjadi pada papan tangensial (plain-sawed lumber) dan papan radial bila
salah satu sisi papan mengering dan papan proses resawing dari kayu yang mengandung
cacat casehardening.

45


Click to View FlipBook Version