The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu dalam menahan gaya yang datangnya dari luar atau beban. Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh faktor cacat kayu dan faktor lain (non cacat kayu). Kayu bebas cacat ataupun non cacat kayu sebelum penggunaannya sebagai bahan bangunan, kayu ini harus diketahui bahan tegangan dasar dan tegangan ijinnya.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mayanguthari, 2022-08-12 16:40:20

Diktat Mekanika Kayu

Sifat mekanis kayu merupakan kemampuan kayu dalam menahan gaya yang datangnya dari luar atau beban. Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh faktor cacat kayu dan faktor lain (non cacat kayu). Kayu bebas cacat ataupun non cacat kayu sebelum penggunaannya sebagai bahan bangunan, kayu ini harus diketahui bahan tegangan dasar dan tegangan ijinnya.

Bentuk-bentuk pelengkungan dapat dicegah dengan cara penumpukan kayu yang baik pada
saat proses pengeringan. Tujuan untuk mencegah terjadinya pelengkungan adalah agar
menjaga kekuatan kayu dan pemakaian untuk bangunan dengan sambungan menjadi lebih
memuaskan. Pada sambungan kayu, papan yang melengkung akan mengakibatkan
sambungan kurang sempurna dan kekuatan kayu tidak memenuhi.
• Diamonding (berbentuk intan atau wajik) merupakan cacat kayu akibat proses pengeringan
yang menyebabkan kayu tidak berbentuk persegi panjang tetapi jajaran genjang. Cacat ini
terjadi karena susut yang tidak merata.
b. Casehardening
Casehardening merupakan cacat pada kayu dengan kadar air seragam yang mengalami
tegangan tarik di bagian dalam dan mengalami tegangan tekan di bagian luar. Pengeringan
kayu di bagian luar yang cepat menjadi faktor utama terjadinya casehardening. Hal ini
terjadi pada pengeringan kayu dengan dry kiln atau secara alami.
c. Honeycombing
Honeycombing merupakan cacat kayu gergajian dalam bentuk retakan-retakan dan
merupakan tahap akhir dari proses casehardening. Retakan yang terjadi di sepanjang jari-
jari kayu. Kayu yang telah mengalami casehardening menyusut maka terjadi tegangan tarik
berlebihan, mengganggu daya ikat antar serat dan terjadi retakan atau pecahan pada kayu
tersebut. Cacat ini akan mengurangi kekuatan geser longitudinal.
d. Collapse
Collapse merupakan cacat kayu yang terjadi saat kayu teras yang masih basa dikeringkan
dengan suhu yang tinggi. Jenis kayu di Amerika paling sering mengalami collapse seperti
red wood, western red cedar, red gum, swamp oak, dan cottonwood. Ciri kayu yang
mengalami collapse adalah penyusutan pada permukaan kayu yang tidak beraturan. Cacat
ini terjadi karena runtuhnya sel kayu bagian dalam karena gaya kohesi berlebihan dimana
kandungan air tertarik dari dalam dinding sel. Dinding sel seolah-olah tertarik yang
mengakibatkan sel melengkung.

5.2 Faktor Lain (Bukan Cacat Kayu) yang Mempengaruhi Kekuatan Kayu
a. Temperatur atau Suhu Lingkungan

Kekuatan kayu dipengaruhi oleh temperatur atau suhu. Pengaruh suhu lingkungan
berhubungan dengan kadar air. Persen kadar air dalam kayu berbanding terbalik dengan
kekuatan kayu. Terdapat dua macam pengaruh yaitu yang dapat kembali (Reversible Effect)
dan yang tidak dapat kembali (Irreversible Effect) (Mardikanto et al. 2011).
• Reversible Effect merupakan sifat mekanis menurun jika dipanaskan dan akan meningkat

kembali jika didinginkan.
• Irreversible Effect merupakan sifat mekanis kayu yang diberikan panas terus menerus

mengakibatkan penurunan kekuatan kayu secara permanen. Hal ini terjadi karena zat kayu
terdegradasi sehingga berat kayu dan kekuatan kayu menjadi berkurang.

b. Sifat Struktur Anatomi
Kayu memiliki struktur sel arah longitudinal yang dominan dan horisontal/lateral yang

minimal. Pengujian pada arah berbeda menyebabkan kekuatan berbeda. Berdasarkan orientasi

46

lingkaran tumbuh, pada tegangan arah tegak lurus serat bisa dari sdut 0o (arah tangensial) dan
90o (arah radial). Sifat kekuatan arah tegak lurus serat tergantung orientasi lingkaran tumbuh.
Nilai tekan tegak lurus serat, geser sejajar serat dan tarik tegak lurus serat hampir sama dengan
orientasi lingkaran tahun 0° dan 90°. Nilai MOE, tegangan tekan tegak lurus serat pada batas
proporsi dan kekuatan tarik tegak lurus serat pada orientasi lingkaran tumbuh 45o dan 0° tidak
banyak berbeda. Tetapi pada beberapa jenis kayu dengan orientasi 45° sifat tersebut menjadi
lebih rendah 40 - 60 %, meskipun pada orientasi 0° dan 90° sifat tersebut hampir sama besar
(Mardikanto et al. 2011).

c. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis merupakan salah satu indikator kekuatan kayu yang berhubungan pada kayu

bebas cacat. Berat jenis kayu adalah 1,5 dimana bahan pembentuk kayu atau zat kayu yang
mempunyai BJ lebih tinggi daripada air. Pada kayu, rongga sel dan pori-pori kayu terisi.
Variasi rongga-rongga dan ketebalan dinding sel yang menyebabkan ragam berat jenis pada
setiap jenis kayu. Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu maka semakin banyak zat
kayu pada dinding sel, semakin tebal dinding sel kayu dan semakin kuat pula kayu tersebut
(Mardikanto et al. (2011). Berat jenis dapat menentukan kelas kuat kayu Indonesia. Berikut
tabel kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961
(PKKI 1961). Selain PKKI, SNI 03-3527 (1994) dapat mengkategorikan kelas kekuatan kayu
(Tabel 5.2).

Tabel 5.1. Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961

Kelas Berat Jenis Tegangan Lentur Mutlak Tegangan Tekan

Kuat (Kg/cm2) Mutlak (kg/cm2)

I ≥0,9 >1100 >650
425-650
II 0,6-0,9 725-1100 300-425
215-300
III 0,4-0,6 500-725 <215

IV 0,3-0,4 360-500

V < 0,3 <360

(Sumber: PKKI NI-5 1961)

Tabel 5.2. Kelas kuat kayu menurut SNI 03 3527

Kelas Berat Modulus Lentur Tekan Tekan Geser
sejajar tegak lurus sejajar
Kuat Jenis Elastisitas Patah serat serat serat
(kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
(ribuan) (Kg/cm2) >630 >171 >93
411 114 59
kg/cm2 266 76 37
193 57 26
I >0,9 >161 >1221 <193 <57 <26

II 0,6-0,9 112 795

III 0,4-0,6 75 437

IV 0,3-0,4 56 278

V < 0,3 <56 <278

47

Pada kayu daun jarum, berat jenis tertinggi terdapat pada bagian terluar di dekat dasar
pohon dan berkurang dari arah kulit menuju empulur serta dari arah dasar menuju pucuk pohon
pada seluruh riap tumbuh (Brown 1964). Pada kayu daun lebar, berat jenis tertinggi terdapat
pada pusat batang di dekat dasar pohon. Berat jenis ini berkurang dari arah empulur menuju
keluar pada arah radial, pada sembarang tinggi pohon. Wangaard (1950) memberikan
gambaran hubungan antara berat jenis dengan keteguhan lentur maksimum (MOR) pada kayu
basah dan kayu kering. Naiknya berat jenis kayu, kekuatan kayu bertambah pula, baik kayu
tersebut masih dalam keadaan basah ataupun kering udara.

Keteguhan lentur pada batas proporsi, tegangan pada batas patah dan keteguhan geser
sejajar serat akan naik lebih besar jika dibandingkan dengan kenaikan kerapatannya.
Keteguhan pukul, kekerasan dan keteguhan tekan tegak lurus serat pada batas proporsi
sebanding dengan kuadrat kenaikan kekuatan. Zat ekstraktif dapat menaikkan BJ kayu. Serat
yang panjang dalam kayu dapat menaikkan kekuatan kayu.

d. Kadar Air (Moisture Content)

Kadar air merupakan bobot air yang terkandung di dalam kayu kering tanur dan dinyatakan

dalam persen (Glass dan Zelinka 2010). Nilai kadar air didapatkan dari persamaan rumus:

(%) = pqrst susvw pqrst s+xer x 100
pqrst s+xer

Sifat mekanis kayu dipengaruhi kadar air kayu dibawah titik jenuh serat. Hal ini terjadi
karena saat kayu mempunyai KA dibawah TJS, maka terjadi pula perubahan kadar air pada
dinding sel. Pada kondisi dibawah TJS, dinding sel kayu mengalami perubaan kadar air berupa
“air ikatan”. Perubahan tersebut menyebabkan dinding sel mengalami pengerasan (hardening)
dan pengkakuan (stifftening). Keadaan kayu yang semakin kering maka kayu menjadi semakin
kuat. KA kering udara setiap jenis kayu bervariasi tergantung kelembaban udara kayu tersebut,
lama pengeringan, ukuran, dan bentuk kayu tersebut. Kekuatan kayu terbaik adalah pada
kondisi kering udara (KA seimbang). Kadar air kesetimbangan di Indonesia sebesar 12-18%.
Proses pengeringan kayu yang dilakukan tergantung dari tujuan akhir penggunaan kayu. Kadar
air rendah sebaiknya diberikan untuk keperluan bahan baku mebel, penyekat atau dinding
dalam rumah, lantai rumah, dan bagian-bagian pesawat terbang (Mardikanto et al. 2011).
Apabila pengeringan pada KA seimbang, kekerasan dan kekenyalan dinding sel akan naik dan
diikuti kenaikan kekuatan kayu. Pengeringan kayu hingga mencapai kadar air 5 % dapat
membuat kekuatan kayu meningkat kira-kira tiga kali.

Pada umumnya, Kadar air kering udara kayu kecil bebas cacat adalah 12%. Pada KA
tersebut, kekuatan lentur dan kekuatan tekan sejajar seratnya dapat mencapai dua kali dari kayu
yang belum dikeringkan. Metode pengeringan kayu memberikan pengaruh pada kekuatan kayu
tergantung cacat yang dihasilkan. Pada dry kiln, pengaturan kelembaban yang kurang
sempurna akan menyebabkan cacat berupa retakan, pecahan, tegangan dalam, dan perubahan
struktur kimia pada kayu tersebut (Mardikanto et al. 2011).

e. Umur Pohon
Kayu dari pohon yang masih muda mempunyai kerapatan dan kekuatan yang sedikit lebih

rendah dibandingkan dengan yang sudah tua. Kayu dari pohon lebih tua dan kecepatan tumbuh

48

lambat menyebabkan kekuatan lebih tinggi. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan pohon antara lain distribusi phon secara geografis, elevasi tempat tumbuh
(ketinggian di atas permukaan laut atau di atas permukaan laut), suhu udara, radiasi sinar
matahari, kelembaban dan curah hujan, karakteristik tanah (unsur hara), dan ruang tumbuh
(Mardikanto et al. 2011).

f. Jangka Waktu Pembebanan (Duration of Stress)
Jangka waktu pembebanan berarti lamanya beban atau gaya yang bekerja pada kayu. Beban

pukul yang bekerja pada kayu, yang berjangka waktu pendek, besarnya dua kali dibanding
besarnya beban lentur statis (berjangka waktu panjang) sampai terjadi patahan. Kayu yang
menerima beban terus menerus akan mengalamai kerusakan pada beban ½ - ¾ dari beban kerja
dalam waktu yang pendek.

Kemampuan kayu dalam menahan beban pada waktu singkat lebih besar dibandingkan
kayu dibebani pada waktu yang lama. Pada umumnya, pengujian lentur statis sampai contoh
uji rusak sekitar 3 sampai 5 menit. jika waktu dirubah menjadi satu detik maka kekuatan kayu
dapat meningkat 10% lebih tinggi dibandingkan standar pengujian (Mardikanto et al. 2011).
• Creep (rangkak) merupakan deformasi atau perubahan bentuk tambahan yang terjadi pada

kayu karena beban yang diberikan dengan waktu yang lama. Creep ini dapat terjadi pada
kayu yang diberikan dalam waktu yang sangat panjang dengan beban yang kecil. Selain
itu, suhu dan kelembaban juga dapat meningkatkan creep. Suhu 10oC dapat meningkatkan
creep sebesar dua atau tiga kalinya. Kayu basah yang sedang mengering bila dibebanimaka
akan mengalami creep empat sampai enam kali deformasinya.
• Fatique (Kelelahan) merupakan kerusakan yang terjadi berlanjut pada bahan kayu yang
diberi beban berulang. beban yang terjadi dapat sama (tekan dan tekan) atau beban yang
berlawanan (tekan dan tarik). “Fatique Life” adalah banyaknya ulangan terjadinya beban
sebelum terjadinya kerusakan. “Fatique Strength” adalah tegangan maksimum yang terjadi
pada pembebanan yang berulang yang dipakai untuk menentukan fatique life, dan biasanya
berhubungan secara eksponensial. Fatique strength berkurang secara linier dengan
logarithma pertambahan jumlah ulangan pembebanan (bisa beban yang sama atau
berlawanan). Fatique strength dan fatique life juga tergantung pada beberapa faktor antara
lain frekuensi ulangan, beban yang sama atau berlawanan, rasio minimum sampai
maksimum tegangan per ulangan, suhu, kadar air, dan ukuran kayu.

g. Jangka waktu pemakaian (length of service)
Kayu yang sering di duga cepat rusak hanya cocok untuk bangunan–bangunan yang bersifat

sementara. Kayu dapat rusak karena dirusak oleh perusak kayu (serangga dan jamur), tetapi
apabila kayu dapat dicegah, maka kekuatan kayu tidak akan berubah karena lamanya
pemakaian. Ternyata lamanya pemakaian tidak akan mempengaruhi kekuatan kayu, selama
tidak ada faktor-faktor lain yang mengganggu.

h. Pengawetan Kayu
Pada proses pengawetan kayu, kayu diberikan bahan kimia untuk menahan serangan dari

perusak kayu dan umumnya tidak mempengaruhi sifat mekanis kayu. Akan tetapi, metode
memasukkan bahan pengawet dapat menurunkan kekuatan kayu. Contohnya kayu yang diberi

49

garam pekat dapat menurunkan kekuatan lentur sampai 10%. Metode pengawetan tersebut
karena menggunakan vakum dan pemberian tekanan yang terlalu tinggi dan berjalan lama.
Akan tetapi, memasukkan bahan kimia dengan metode impregnasi dengan monomer seperti
“metal metaklirat” yang dipolimerisasi dapat meningkatkan kayu komposit plastik lebih tinggi
dibandingkan kayu aslinya. Hal ini diduga karena pengisian void atau rongga dalam dinding
sel dengan plastic (Mardikanto et al. 2011).

Kayu yang diawetkan dengan suatu bahan pengawet akan lebih tahan terhadap serangan
perusak kayu. Zat pengawet kayu digunakan untuk mencegah serangan perusak kayu. Kayu
yang diawetkan dengan fire retardant treatment dapat menurunkan sampai 35 % kekuatan
kayu.

i. Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif memiliki sedikit pengaruh terhadap kekuatan kayu. Jika zat ekstraktif kayu

dikeluarkan maka kekuatan kayu menurun. Kekuatan kayu tersebut adalah keteguhan tekan
sejajar serat dan MOR. Jumlah zat ekstraktif dan kadar air suatu kayu mempengaruhi nilai
kekuatan kayu tersebut (Mardikanto et al. 2011).

j. Kayu dari pohon hidup atau mati
Kekuatan kayu dari pohon yang sudah mati akibat serangan serangga, petir, angin atau api

mempunyai kekuatan yang sama dengan pohon hidup. Hal tersebut dengan catatan kayu
tersebut tidak terserang serangga dan pembusukan atau degradasi akibat cuaca atau lingkungan.
Pada pohon hidup, kayu teras dalam kondisi sel yang sudah mati sedangkan kayu gubal masih
menganding sel hidup. Jika pohon mati dan masih dalam kondisi berdiri, maka kayu gubal akan
terserang pembusukan datau serangga selanjutnya dan menyerang kayu terasnya juga dengan
intensitas serangan sesuai kondisi setempat (Mardikanto et al. 2011).

k. Modifikasi kayu
Modifikasi kayu dapat dilakukan dengan teknik pemadatan kayu. Pemadatan kayu adalah

teknik memipihkan kayu dengan cara mengempa menggunakan mesin kempa pada suhu,
tekanan, dan waktu tertentu. Hasil pemadatan kayu tersebut dapat meningkatkan sifat fisis dan
mekanisnya. Pemadatan kayu terbagi menjadi dua jenis yaitu kompregnasi (densifying by
impregnation) dan densifikasi (densifying by compression). Prinsip pemadatan kayu adalah
mengecilkan rongga sel kayu sehingga kayu menjadi lebih padat karena berurangnya porositas
kayu. prinsip kompregnasi adalah kombinasi antara impregnasi dan densifikasi. Pada teknik
kompregnasi dilakukan dengan pengisian lumen dan dinding sel kayu dengan berbagai zat agar
kayu menjadi lebih padat dan berkurang porositasnya dengan bantuan densifikasi. Zat-zat
tersebut dapat berupa polimer resin, fenol formaldehida, resin alam cair, lilin, sulfur dan logam
ringan (Mardikanto et al. 2011).

l. Radiasi Nuklir
Radiasi nuklir dapat dilakukan untuk impregnasi kayu atau pendugaan kerapatan dan kadar

air kayu dengan metode nondestruktif. Sinar gamma dapat menyebabkan zat kayu terdegradasi.
Pada umumnya, dosis sinar gamma yang dilakukan adalah < 1 megarad dan hasilnya tidak
berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Pada penyinaran >1 megarad maka kekuatan tarik sejajar

50

serat, kekuatan tekan sejajar serat, dan keuletan akan mengalami penurunan. Penyinaran 300
megarad akan menyebabkan kekuatan tarik sejajar serat berkurang sampai 90 %. Penurunan
kekuatan tekan sejajar serat sekitar 1/3 nya saja bila penyinaran mencapai 300 megarad. Pada
kekuatan lentur, pengaruh penyinaran berada diantara kekuatan tekan dan tarik sejajar serat
(Mardikanto et al. 2011).

51

VI DASAR-DASAR PEMBERIAN MUTU KAYU BANGUNAN

Kayu bangunan adalah kayu olahan yang diperoleh dengan jalan mengkonversikan kayu
bulat menjadi kayu berbentuk balok, papan atau bentuk-bentuk yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya (SNI-03-2445- 1991). Lebar kayu adalah bagian yang terlebar dari muka kayu
yang diukur tegak lurus panjang batang. Tebal kayu adalah bagian yang lebih sempit dari muka
kayu yang diukur tegak lurus panjang batang.

Papan adalah kayu gergajian yang dapat digolongkan ke dalam papan tipis, papan tebal
dan papan lis dengan tebal 20 mm atau lebih dan lebar 150 mm atau lebih. Reng adalah kayu
gergajian yang dipergunakan untuk bangunan yang biasanya berukuran 20 mm x 30 mm dan
30 mm x 40 m dengan panjang nominal 1,00 m atau lebih. Lis adalah kayu gergajian yang
biasanya lebarnya kurang dari 100 mm dan tebalnya kurang dari setengah lebarnya. Jalusi
adalah kayu gergajian yang dipergunakan untuk penutup kubaan yang berfungsi sebagai
ventilasi.

Menurut SNI 03-3527-1994, penggolongan kayu bangunan dibagi menjadi 3 golongan
pemakaian yaitu:
a. Kayu bangunan struktural adalah kayu bangunan yang digunakan untuk bagian struktural

bangunan danpenggunaannya memerlukan perhitungan beban
b. Kayu bangunan non-struktural adalah kayu bangunan yang digunakan dalam begian

bangunan, yangpenggunaannya tidak memerlukan perhitungan beban.
c. Kayu bangunan untuk keperluan lain adalah kayu bangunan yang tidak termasuk kedua

penggolongan pada a dan b diatas, tetapi dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan
penolong ataupun bangunan sementara.
Pemeriksaan kayu secara visual dapat dilakukan untuk mendapatkan kualitas bahan kayu
yang baik. Kualitas bahan kayu dapat kita kenali dari mulai cacat pohon, maupun cacat dari
hasil gergajian. Sering kita jumpai cacat produk kayu gergajian baik yang disebabkan
kesalahan akibat olah dari produk kayu, cacat karena kayu busuk, karena jamur dan kandungan
air yang berlebihan, lapuk karena serangan hama. Untuk mengetahui kualitas kayu dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu pengujian visual (tanpa alat), pengujian dengan memakai
alat di laboratorium maupun di luar laboratorium. Sebagai bahan konstruksi, maupun untuk
digunakan sebagai bahan perabot, pemeriksaan kayu dapat di lihat dari kondisi fisik,
bagaimana kondisinya lurus, bengkok, cacat, dan bagaimana warna maupun penampilan fisik,
dari ukuran yaitu panjang, lebar, tebal dan kelurusan. Pemeriksaan ukuranpanjang, lebar dan
tebal dapat diukur dengan alat meteran, dalam hal ukuran dikenal adanya toleransi yaitu
besarnya penyimpangan dari ukuran nominal yang masih diperkenankan.
Sebagai bahan struktur kayu biasanya diperdagangkan dengan ukuran tertentu dan dipakai
dalam bentuk balok, papan, atau bentangan bulat, (berdasarkan SK-SNI-03-2445-1991 dan
ASTM).
1. Balok
Balok kayu adalah balok dari bahan kayu baik mengandung hati maupun tidak, dan
berbentuk segi empat siku-siku. Pada umumnya, balok digunakan untuk rangka kuda-kuda
atap. Cacat mata kayu untuk jenis ini sangat dibatasi terutama bagian bawah permukaan
kayu yang berkaitan dengan daerah tegangan tarik.

52

2. Reng
Reng adalah kayu gergajian yang dipergunakan untuk bangunan yang biasanya berukuran 2
cm x 3 cm dan 3 cm x 4 cm dengan panjang nominal 1,00 atau lebih.

3. Kaso
Kaso adalah kayu gergajian berpenampang segi empat untuk bahan bangunan yang biasanya
berukuran 4 cm x 6 cm, 5 cm x 7 cm dan 4 cm x 8 cm. Pada umumnya, kaso menerima
pembebanan pada permukaan sempit rumah.

4. Lis
Lis adalah kayu gergajian yang biasanya lebarnya kurang dari 10 cm dan tebalnya kurang
dari setengahnya.

5. Jalusi
Jalusi adalah kayu gergajian yang dipergunakan untuk penutup kubaan yang berfungsi
sebagai ventilasi.

6. Papan
Papan adalah kayu gergajian yang mempunyai ukuran tebal 2-4 cm dan lebar 10-30 cm.
Papan biasanya menerima pembebanan pada (untuk atap permukaan lebar untuk lantai
rumah.

7. Tiang merupakan kayu gergajian yang digunakan untuk tiang yang biasanya berukuran 8x6
cm; 10x10 cm; 12x12 cm; 15x15 cm dengan panjang 200 cm atau lebih.

Tabel 6.1 Ukuran kayu berdasarkan penggunaan

No Jenis Tebal (cm) Lebar (cm)
Penggunaan
1 1,3,4,5, 6, 8
1 Lis dan Jalusi 1,5 3,4,5,6,8,10,12,15,18,20
2 Papan 2 4, 5, 6, 8, 10, 12
2 15, 18, 20, 22, 25
3 Reng dan kaso 2,5 15, 18, 20, 22, 25, 30
3 18, 20, 22, 25, 30
4 Balok 3,5 18, 20, 22, 25, 30
4 18, 20, 22, 25, 30
2 3
2,5 3, 4, 6, 8, 10, 12
3 4, 6, 8, 10, 12, 15
3,5 3, 4, 6, 8,10,12,15
4 6, 8, 10, 12,15
5 7, 8, 10, 12,13
6 8, 10, 12, 13, 15, 18, 20, 22, 25
8 8, 10, 12, 15, 18, 20, 22, 25
10 10, 12, 15, 18, 20, 22, 25
12 12, 15, 18, 20, 22, 25

53

Tabel 6.2 Ukuran lebar dan tebal nominal kayu bangunan untuk penggunaan pada bangunan
rumah dan gedung

No Jenis Penggunaan Tebal (cm) Lebar (cm) Kadar air

1 Pintu dan Jendela

• Kusen 6 10, 12, 13, 15

8 10,12, 15

10 12,15

• Rangka pintu dan 3,5 6, 8, 10, 12, 15,
jendela 4 18, 20

• Rangka kaca 3 6, 8, 10, 12, 15,
• Lis kaca
• Cempet 1 18, 20

1,5 3,4, 4 Maks 20%
2 1, 3

• Papan panel 1,5 3, 4
2 3, 4

2,5

• Jalusi 1,5
• Papan pintu 2
2,5 12, 15

2 10, 12, 15, 18

• Pintu kelam 2,5 10, 12, 15, 16

2 Kuda-kuda dan rangka atap Maks 23%

• Balok atas tembok 6 10, 12, 15

8 12, 15

10 12, 15

• Balok ikatan 4 10,12, 18, 20
6 12, 15, 18, 20

• Kuda-kuda 8 8, 10, 12, 15, 18
10 10, 12, 15, 18,

• Kaso 4 20
5 6, 8

• Papan nok 27
2-5 10, 12, 15

• Papan lis 2 12, 15, 18
2,5 10, 12, 15

1 10, 12, 15, 18, 20,

• Papan lis lain 1,5 22

3 Rangka-rangka Maks 23%

• Tiang balok-balok 8 8, 10, 12
10 10, 12

• Balok 12 12, 15
10 10, 12

• Balok antara tiang- 4 6, 8
tiang 6 8, 12, 15

8 12, 15, 19

10 12,15

46

• Balok langit 5 7

54

6 8, 10, 12, 15
8 12, 15, 18

55

VII TEGANGAN DASAR KAYU

7.1 Pengertian Tegangan Dasar (Basic Stress)
Dalam perencanaan bangunan, nilai kekuatan kayu hasil pengujian laboratorium tidak

dapat dipakai langsung. Penyesuaian dengan kondisi nyata dilakukan melalui serangkaian
tahapan. Tahapan tersebut dilakukan untuk memperoleh nilai yang memadai dan aman dalam
melakukan perencanaan bangunan kayu. Nilai yang telah sesuai tersebut disebut working stress
atau allowable stress atau tegangan ijin atau kekuatan aman nilai kekuatan kayu. Nilai tersebut
dapat menjamin dalam efisiensi pemakaian bahan dan aman untuk bangunan. Nilai allowable
stress adalah kekuatan lentur kekuatan tekan sejajar serat (kekuatannya sebagai komponen
tiang), kekuatan tekan tegak lurus serat, kekuatan geser horisontal, serta MOE. Nilai MOE
diambil dari rata-rata hasil pengujian. Nilai allowable stress didapatkan setelah mendapatkan
nilai tegangan dasar atau basic stress. Nilai tersebut diperoleh dengan menggandakan nilai
hasil pengujian dengan beberapa faktor penyesuaian seperti faktor variabilitas kekuatan kayu
bebas cacat, faktor keamanan (yang berupa penyesuaian pada pembebanan jangka panjang,
serta adanya beban berlebihan secara tiba-tiba), dan faktor penyesuaian bentuk (Mardikanto et
al. (2011).

Nilai tegangan dasar atau basic stress merupakan nilai suatu tegangan yang diperkenankan
terus menerus dengan aman pada struktur yang ideal tanpa mengandung faktor pengurangan
sifat kekuatan dan bebas cacat. Dalam penentuan Basic stresses, pertimbangan yang perlu
diperhatikan yaitu variabilitas kekuatan kayu bebas cacat, lama waktu pembebanan, dan
kemungkinan adanya beban berlebihan yang tiba-tiba. Oleh karena itu, nilai tersebut belum
dapat dipakai untuk perencanaan bangunan karena kayu yang biasa dipakai mengandung cacat
(Mardikanto et al. (2011).

7.2 Faktor pada proses pembentukkan tegangan dasar (basic stress)

a. Kadar air

Kadar air merupakan banyaknya air dalam sepotong kayu yang dinyatakan secara

kuantitatif dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kadar air maksimum dalam kayu

adalah air yang memenuhi rongga sel atau dinding sel yang umumnya diatas 40%. Kadar air

maksimum tergantung volume rongga sel dan BJ kayu, oleh karena itu jenis kayu yang berbeda

maka kadar air maksimum juga berbeda.

KA maksimum (%) = \,y w z{ × 100
\,y × z{

Dimana: Go = BJ kayu kering tanur

Keberadaan air juga mempengaruhi perubahan dimensi yang terjadi pada kayu (Gambar 7.1).

Penyusutan menyebabkan perubahan dimensi kayu. Penyusutan terjadi karena adanya

pengurangan air sampai di bawah titik jenuh serat (dinding sel menyusut). Kadar air maksimum

kondisi titik jenuh serat: 12-15%.

Penyusutan (%) = •€ w •• × 100
•€

Dimana: D1 = dimensi maksimum kayu, D0 = dimensi kayu kering tanur

56

Gambar 7.1 Ilustrasi keberadaan air dalam kayu

b. Faktor Variabilitas Kekuatan
Variabilitas kekuatan kayu bebas cacat dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan pada

lokasi tempat tumbuh, kecepatan pertumbuhan pohon, posisi kayu dalam pohon, dan antar jenis
dan antar pohon sejenis.

Nilai tegangan dasar yang digunakan adalah nilai kemungkinan terjadinya kesalahan
pendugaan sekecil mungkin atau kemungkinan pemakaian kekuatan yang paling lemah dari
hasil pengujian di laboratorium. Nilai rata-rata hasil dapat digunakan untuk pendugaan sifat
untuk tetap memperhatikan faktor keselamatan. Variasi kekuatan kayu dengan nilai rata-rata
hasil pengujian cukup riskan untuk digunakan. Data hasil pengujian di laboratorium menyebar
secara normal dan mungkin terdapat kesalahan pendugaan dari nilai populasi contoh.
Pendugaan over estimate menjadi hal yang perlu hindari karena membahayakan karena nilai
dugaan lebih besar daripada nilai kenyataan. Oleh karena itu, suatu nilai dicari mengikuti teori
probabilitu tentang kemungkinan terjadinya kesalahan pendugaan hasil pengujian. Nilai
dugaan yang dicari harus aman, efisien, dan mempunyai kemungkinan kesalahan sekecil
mungkin (Mardikanto et al. (2011).

Pada hasil pengujian kekuatan kayu jenis A di laboratorium diperoleh nilai kekuatan
terrendah 200 kg/cm2, nilai tertingginya 500 kg/cm2 dan nilai rata-ratanya 350 kg/cm2, maka
akan sangat berbahaya apabila dianggap kekuatan kayu A tadi besarnya 350 kg/cm2 (nilai rata-
rata). Hal ini karena masih banyak kemungkinan terjadinya salah duga kekuatan yang berada
di bawah nilai rata-rata (masih terjadi over estimate) dan hal ini sangat membahayakan
keamanan bangunan. Perlu diperhatikan bahwa kayu yang diuji bukan kayu yang dipakai
dalam prakteknya. Oleh karenanya nilai yang dipakai dari hasil uji di laboratorium, untuk
menentukan tegangan dasar adalah nilai batas bawah dari sebaran normal dengan faktor
kemungkinan kesalahan sekecil mungkin. Kemungkinan kesalahan yang semakin kecil akan
memberikan nilai keamanan yang semakin besar, meskipun ada pemborosan dalam pemakaian
bahan (Mardikanto et al. 2011). Sebaliknya, jika nilai kemungkinan kesalahan yang lebih besar
digunakan maka akan mengurangi nilai keamanan tetapi pemakaian bahan (kayu) yang lebih
efisien (mengurangi pemborosan bahan) didapatkan. Nilai batas bawah ini biasa dikenal
dengan istilah nilai batas eksklusif (exclusion limit value). Negara-negara di Eropa
menggunakan nilai eksklusif pada batas yang lebih rendah yaitu nilai batas eksklusif satu value.
Hal ini dilakukan agar nilai keamanan lebih tinggi walaupun kurang memperhatikan efisiensi
pemakaian bahan. Amerika Serikat menggunakan nilai eksklusif pada batas yang lebih tinggi
yaitu nilai batas eksklusif satu persen (five percent exclusion value) karena memperhatikan

57

efisiensi pemakaian bahan, dengan mengurangi sedikit faktor keamanan (Mardikanto et al.
2011). Dengan menggunakan "Sebaran Normal Gauss" seperti terlihat pada Gambar 7.1, maka
diperoleh:

Gambar 7.2. Sebaran Normal Gauss pada Pengujian Sifat Mekanis Kayu. Sumber:
(Mardikanto et al. 2011)

Pada Gambar 7.2 menunjukkan sebaran normal Gaus pada pengujian sifat mekanis kayu

sehingga diperoleh hanya ada 1 % nilai kekuatan yang ada di bawah nilai ( ƒ - 2,33 s) dan
hanya ada 5 % nilai kekuatan yang ada di bawah nilai ( ƒ - 1,645 s).
Dimana : X… adalah nilai rata-rata, nilai 2,33 dan 1,645 adalah faktor probability dan s adalah

standard deviasi data hail pengujian. Butir (a) menunjukkan nilai eksklusif satu persen dan
butir (b) menunjukkan nilai eksklusif lima persen.

c. Faktor Keamanan (Safety Factor)
Dalam konstruksi kayu, keamanan merupakan masalah pokok yang harus diperhatikan

sehingga dianggap perlu untuk memberikan suatu faktor keamanan dalam menentukan
tegangan kerja dasar. Nilai tegangan dasar ditentukan dengan gabungan dari beberapa faktor
yaitu lamanya proses pembebanan (jangka waktu pembebanan), bentuk dan besarnya beban,
dan adanya beban berlebihan yang tidak terduga dan terjadi secara tiba-tiba (Mardikanto et al.
2011).
• Jangka Waktu Pembebanan (Duration of Loading)

Jangka waktu pembebanan merupakan total waktu pembebanan (durasi of stress) yang
harus dipikul oleh tumpuan dimana total waktu dihitung antara jatuhnya beban pertama kali
sampai terjadi beban max/patah. Rusaknya balok dapat terjadi dari beban yang diberikan dalam
jangka pembebanan yang panjang hanya sekitar dua per tiganya beban jangka pendek (pada
pengujian lentur statis). Nilai jangka waktu pembebanan kritis digunakan untuk menentukan
nilai tegangan dasar yang diambil dari nilai "beban jangka panjang" (long time loading). Nilai
ini merupakan nilai reduksi dari nilai hasil pengujian. Selain waktu pembebanan, faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah bentuk beban seta besarnya beban yang ada.

58

• Beban Berlebihan Secara Tiba-tiba
Beban rencana biasanya masuk dalam perencanaan bangunan yang sesuai dengan aturan

pelaksanaan pembuatan bangunan. Beban yang terjadi tidak boleh melebihi beban rencana,
tetapi antisipasi perlu dilakukan jika beban berlebihan terjadi tiba-tiba. Penentuan tegangan
dasar untuk keteguhan lentur nilai yang dipakai sebesar dua per lima sedangkan keteguhan
tekan sejajar serat dipakai nilai se per tiga. Pada keteguhan tekan tegak lurus serat dan
keteguhan geser tidak diberikan reduksi. Hubungan antara bending strength dengan jangka
waktu pembebanan dapat dilihat pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3. Hubungan antara bending strength dengan jangka waktu pembebanan pada kayu
Spruce.

7.3 Penentuan Tegangan Dasar (Basic stress)

Nilai tegangan dasar yang dicari biasanya untuk kekuatan lentur, tekan tekan tegak lurus

serat, geser horisontal dan modulus elastisitas. Nilai tegangan dasar diperoleh dari rata-rata

nilai hasil pengujian yang selanjutnya digandakan dengan faktor reduksi yang dibuat

berdasarkan pengalaman pemakaian kayu (Mardikanto et al. 2011). Prosedur sistematis dalam

menentukan tegangan dasar dapat digunakan dengan beberapa cara antara lain:

a. Cara Inggris

Persamaan rumus untuk menentukan nilai tegangan dasar yang dibuat oleh Inggris adalah

sebagai berikut:

= −


Di mana: Fb = Tegangan dasar, Fm = Nilai rata-rata hail pengujian, N = Faktor probability, S

= Standard deviasi data hail pengujian, K = Faktor keamanan

Faktor reduksi untuk menentukan nilai tegangan dasar antara lain:
a. Nilai eksklusif batas terendah dengan probability terjadinya kesalahan pendugaan 1% (one

percent exlusion value), dengan variasi kekuatan contoh uji (Fm - 2,33 S)
b. Nilai standard deviasi data hasil pengujian (S)
c. Faktor keamanan (K) dimana besarnya tidak sama untuk berbagai jenis kekuatan yang

dicari dan berdasarkan pengalaman pemakaian kayu sebagai komponen bangunan.
Pertimbangan nilai ini yaitu beban yang dipakai berjangka panjang dan adanya beban
berlebihan yang datangnya secara tiba-tiba. Besarnya faktor probability dan faktor
keamanan untuk berbagai jenis kekuatan, disajikan pada Tabel 7.1. berikut ini.

59

Tabel 7.1. Besarnya nilai faktor probability (N) dan faktor keamanan (K) untuk berbagai
macam sifat kekuatan kayu (ASTM D-245)

No Macam kekuatan NK

1 Kekuatan Lentur Statis 2,33 2,25

2 Kekuatan Tekan Sejajar Serat 2,33 1,4

3 Kekuatan Tekan Tegak Lurus Serat 1,96 1,2

4 Kekuatan Geser Sejajar Serat 2,33 2,25

5 Modulus Elastisitas 2,33 1

(Sumber: ASTM245-2005)

b. Cara Australia

Persamaan rumus untuk menentukan nilai tegangan dasar yang dibuat oleh Australia sedikit

memodifikasi dari rumus Inggris. Modifikasi rumus tersebut antara lain:

• Kekuatan Lentur dan Kekuatan Tarik Sejajat Serat.

Nilai tegangan dasar untuk kekuatan lentur dan kekuatan tarik sejajar serat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

= ( − 2,326 )
Dimana: Fb 16
9 5
4

= Tegangan Dasar, Fm = Nila rata-rata hasil pengujian, 2,326 = Nila faktor

probability, 9/16 = Faktor penyesuaian "long time loading", 4/5 = Faktor beban berlebihan

secara tiba-tiba. Catatan: Nilai 9/16 dan 4/5 dibuat terbalik mengingat posisinya dalam rumus

di atas sebagai pembagi.

Modifikasi pada rumus ini adalah faktor keamanan sudah dirinci untuk pengaruh lama

waktu pembebanan dan beban berlebihan yang terjadi secara tiba-tiba.

• Kekuatan Tekan Sejajar Serat

Modifikasi rumus tegangan dasar untuk kekuatan tekan sejajar serat disesuaikan dengan

penyesuaian long time loading yang sedikit diperbesar. Nilai tegangan dasar dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut:

= − 2,326

4 5
3 4

Di mana Fb, Fm, dan S = sama dengan rumus sebelumnya, ¾ = Faktor penyesuaian long time

loading, 4/5 = Faktor beban berlebihan secara tiba-tiba

• Modulus Elastisitas

Nilai tegangan dasar untuk modulus elastisitas diambil dari nilai rata-rata hasil pengujian.

Nilai modulus elastisitas merupakan hasil perhitungan dari tegangan serat yang masih di

bawah proporsi (bersifat elastis) dan belum mengalami kerusakan atau perubahan bentuk yang

tetap (permanent set).

• Keteguhan Tekan Tegak Lurus Serat

Nilai tegangan dasar untuk keteguhan tekan tegak lurus serat telah ditentukan sebesar 75

60

% dari rata-rata tegangan serat pada batas proporsi hasil pengujian. Hal tersebut terjadi karena
kayu mendapatkan beban tekan tegak lurus serat dan saat mengalami kerusakan, pemadatan
sel terjadi sehingga seolah-olah kekuatan kayu meningkat lagi (akibat dinding sel memipih).
Oleh karena itu, nilai di atas batas proporsi tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan
(kemungkinan bias).
c. Cara Amerika Serikat

Amerika Serikat langsung menentukan tegangan ijin (allowable stress). Tegangan dasar
ditentukan dari nilai batas eksklusif lima persen (five percent exclusion value) dari data hasil
pengujian di laboratorium yang selanjutnya dibagi dengan faktor kombinasi. Faktor kombinasi
tergantung dari sifat kekuatan kayunya. Nilai ini juga dibedakan antara kayu daun jarum dan
kayu daun lebar. Nilai kombinasi ini disajikan pada Tabel 7.2. berikut.

Tabel 7.2. Besarnya Faktor Kombinasi pada Berbagai Sifat Kekuatan Kayu

No Sifat kekuatan kayu Kayu daun jarum Kayu daun lebar

1 Kekuatan lentur 2,1 2,3
2 kekuatan tarik sejajar serat 2,1 2,3
3 kekuatan tekan sejajar serat 1,9 2,1
4 Kekuatan geser 4,1 4,5
5 Kekuatan tekan tegak lurus serat 1,5 1,5

6 Modulus elastisitas 0,94 0,94
Sumber : ASTM, D 245 - 2005

61

VIII Tegangan Ijin (Allowable stress)

Tegangan ijin merupakan nilai kekuatan aman kayu untuk perencanaan bangunan dalam
menentukan kekuatan bangunan dan efisiensi pemakaian bahan bangunan yang baik. Istilah
lain untuk tegangan ijin atau allowable stress adalah working stress atau tegangan yang
diperkenankan atau tegangan aman kayu atau kekuatan aman kayu (Mardikanto et al. 2011).

Skema pengujian sifat mekanis kayu dimana tegangan ijin merupakan tujuan dari
kegiatan pengujian sifat mekanis kayu dapat dilihat pada Gambar 8.1.

Gambar 8.1. Skema pengujian sifat mekanis kayu
Berdasarkan skema pengujian sifat mekanis kayu di atas, tegangan ijin (allowablestress) dapat
ditentukan menggunakan contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) dan contoh uji pemakaian
(full scale). Istilah working stress diambil dari sample basah pada pengujian contoh kecilnya.
Sementara itu working stress untuk kondisi kering dikenal dengan istilah allowable stress yang
diperoleh diperoleh dari mengkoreksi data kondisi basah. Koreksi ini didasarkan pada perubahan sifat
mekanis bahan. Data sampel KA 12% sering digunakan sebagai rasio antara basah dan kering. Pada
dasarnya nilai tegangan ijin merupakan penggandaan antara nilai tegangan dasar dengan rasio kekuatan
dan faktor penyesuaian kadar air, tetapi kadang-kadang diberikan beberapa modifikasi.
Penentuan tegangan ijin yang mengacu pada ASTM D-245 dipakai rumus sebagaiberikut:

σƒ = SV x AF x SR x SA x SF
σƒ = Tegangan ijin
SV = kekuatan kayu (strength value)
AF = faktor penyesuaian (adjusment factor)
SR = nilai rasio kekuatan (strength ratio)
SA = faktor penyesuaian kadar air (seasoning adjustment)
SF = nilai faktor khusus (special factor)

62

Strength value merupakan nilai kekuatan absolut kayu yang didapat dengan
memperhitungkan nilai 5% exclusion limit. Biasanya nilai ini merupakan nilai MOR (modulus
of rupture). Faktor penyesuaian merupakan penggabungan dari beberapa elemen seperti
jangka waktu pembebanan (duration load), faktor keaman (safety factor), dll. Rasio kekuatan
adalah perbandingan antara kayu yang bercacat dengan kayu yang tidak bercacat. Cacat-cacat
yang diperhitungkan dalam menentukan besarnya strength ratio adalah ukuran mata kayu,
arah miring serat, dan retak kayu termasuk lokasi dari cacat-cacat tersebut. Proses penilaian
cacat kayu disebut dengan istilah grading atau pemilahan. Kegiatan penentuan nilai dari SR
selain dengan perhitungan dapat juga dilakukan dengan membaca Tabel nilai SR pada ASTM
D-245. Faktor penyesuaian kadar air merupakan faktor pengali akibat kondisi kadar air kayu,
dalam hal ini untuk mengkonversi kekuatan kondisi basah menjadi kondisi kering. Besarnya
faktor ini lebih besar dari satu, mengingat kayu yang dipakai adalah kering udara (perubahan
kadar air dari basah ke kering udara akan meningkatkan kekuatan kayu). Nilai faktor khusus
merupakan faktor pengali yang diakibatkan oleh ukuran atau dimensi kayu (Mardikanto et al.
2011). Rumusan untuk mendapatkan nilai faktir khusus adalah sebagai berikut:

SF = Œ , • ’
Dimana : SF = faktor khusus, d = tinggi penampang kayu (cm)

Tabel 8.1. merupakan contoh untuk mendapatkan tegangan ijin dari hasil pengujian
contoh kecil bebas cacat. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kekuatan lentur dari
kekuatan kayu bebas cacat sebesar 4432 psi, setelah digandakan dengan faktorkombinasi
(1/2), rasio kekuatan (0,60), faktor penyesuaian kadar air (1,25), dan faktor khusus (0,89)
maka diperoleh tegangan ijin untuk kekuatan lentur menjadi sebesar 1400 psi atau hanya
sepertiga dari nilai kekuatan hasil pengujian contoh kecil bebas cacat.

Tabel 8.1. Contoh penentuan allowable stressberdasarkan ASTM D-245:

SIFAT MEKANIS KAYU

Lentur Tekan//serat Geser//serat Tarik//serat MOE Tekan ^ serat

4432 2174 576 4432 1.304.000 282
1/4,1 1/2,1 1/0,94 1/1,5
2. Faktor Kombinasi 0,60 x 0,55 1) 1,00 1,00
1,25 1,14 1,50
1/2.1 1/1,9 --
3. Strength Ratio -- --
850 1.580.000 280
0,60 0,65 0,75

4. Penyesuaian Kadar Air (akibat pengeringan)

1,25 1,5 1,08
5. Faktor Khusus

0,89 2) -- --
6. Allowable Stress (psi) 3)

1400 1100 115

Keterangan:
1) Strength ratio tarik//serat = 55% dari lentur
2) Diambil dari “depth factor”
3) Didapat dari penggandaan angka kekuatan kayu dengan faktor-faktor yang berpengaruh. (2 s/d 5)

63

Penyusunan tegangan ijin di Indonesia mengacu pada PKKI 1961. Dalam PKKI 1961 mutu
kayu ditetapkan menjadi 2, yaitu kayu bermutu A dan kayu bermutu B. Keduamutu kayu
tersebut memiliki spesifikasi dan syarat-syarat tertentu, terutama yang berkaitan dengan
kondisi kadar air kayu, ukuran mata kayu, keberadaan pingul, kondisi miring serat, dan adanya
retak-retak kayu. Tegangan ijin di Indonesia dikelompokkan pada kelas kuat (KK) kayu yang
didasarkan pada adanya hubungan antara berat jenis dengan kekuatan kayu. Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) tahun 1961 telah membuat daftar besarnya tegangan ijin
kayu Indonesia yang dikelompokkan dalam beberapa kelas kuat kayu dalam daftar IIa seperti
yang terlihat pada Tabel 8.2.

Tabel 8.2 Tegangan ijin kayu mutu A berdasarkan kelas kuat

Tegangan Izin I Kelas Kuat IV Jati

ƒ Tegangan lentur 150 II III 50 130
ƒ Tekan/Tarik Sejajar serat 130 45 110
ƒ Tekan Tegak Lurus serat 40 100 75 10 30
t Tegangan Geser 20 85 60 5 15
25 15
12 8

Cara lain untuk mendapatkan besarnya tegangan ijin adalah dengan menggunakan
hubungan tegangan ijin untuk kayu mutu A menurut daftar IIb PKKI 1961 dengan berat jenis
sebagai berikut:

a. Tegangan ijin lentur = 170 g
b. Tegangan ijin tekan/tarik sejajar serat = 150 g
c. Tegangan ijin tekan tegak lurus serat
d. Tegangan ijin geser = 40 g

= 20 g

dimana g adalah berat jenis kayu kering udara

Untuk kayu bermutu B, angka-angka dari daftar IIa pada Tabel 9.2 atau pada daftar IIb
harus digandakan dengan faktor 0,75. Apabila berdasarkan nilai pada Tabel 9.2 suatu jenis
kayu termasuk dalam beberapa kelas kekuatan, maka tegangan ijin didasarkan kepada kelas
kekuatan yang terenda. Apabila ada kesangsian mengenai jenis kayu, maka tegangan yang
diperkenankan dapat diperhitungkan menurut daftar IIb berdasarkan berat jenis kayu kering
udara.

64

65

IX KEKUATAN KAYU DALAM PENGGUNAAN
9.1 Stress Grading

Kualitas kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tempat tumbuh, umur
kayu, dan kerapatan kayu. Selain itu, kekuatan kayu juga berkaitan dengan jenis, ukuran, dan
distribusi cacat kayu. Cacat kayu adalah kelainan yang terjadi atau terdapat pada kayu yang
mempengaruhi mutu atau kualitas kayu (BSN 1994). Beberapa cacat-cacat utama pada kayu
bangunan antara lain:
1. Pinggul (wamo, wanulak) adalah cacat yang terjadi pada kayu hingga sudut-sudut pada

penampang tegak kayu tidak lagi berbentuk persegi panjang. Cacat pinggul menyebabkan
luas penampang kayu menjadi berkurang karena adanya kulit kayu yang tidak berperan
sebagai penahan beban.
2. Serat miring adalah cacat arah serat kayu pada sisi lebar yang mengarah ke sisi tebal
ataupun sebaliknya.
3. Mata kayu adalah cacat kayu akibat bekas pertumbuhan cabang pada batang.
4. Lubang penggerek adalah lubang-lubang kayu yang disebabkan oleh serangga.
5. Retak adalah celah-celah kecil antara serat pada badan atau bontos kayu dan biasanya
berkembang menjadi pecah-pecah.
6. Lengkung adalah perubahan bentuk kayu berupa pelengkungan pada sumbu memanjang.
7. Muntir/menggeliat (twist) adalah perubahan bentuk kayu berupa putaran pada penampang
tegaknya hingga semua bidang sisi tegaknya menjadi tidak rata.
8. Mata kayu sehat adalah mata kayu yang bebas dari pembusukkan.
9. Mencawan adalah perubahan bentuk kayu berupa perlengkungan menurut sumbu lebarnya.
10. Pecah tertutup adalah cacat kayu gergajian akibat serat kayu yang terpisah arah memanjang
kayu yang menembus muka tebal.
11. Perubahan warna adalah perubahan warna yang disebabkan oleh jamur.

Kekuatan kayu dapat ditentukan dari pengujian dengan alat uji mekanis hingga rusak kayu
dan alat uji tanpa merusak kayu. Penentuan kekuatan kayu tanpa merusak kayu dikenal dengan
sebutan grading. Kegiatan grading merupakan kegiatan pemilahan kayu berdasarkan kekuatan
untuk keseragaman kekuatan kayu dalam menentukan allowable stress untuk keperluan
kontruksi atau struktur bangunan (Mardikanto et al. (2011). Selanjutnya, Mardikanto et al.
(2011) menyatakan bahwa pemilahan kayu bangunan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Secara visual

Pemilahan kayu secara visual yaitu pengamatan keberadaan cacat kayu yang selajutnya
dilakukan penilaian. Visual grading dilakukan pada keenam sisi kayu. Penilaian cacat kayu
terutama mata kayu dihitung berdasarkan lenot-area ratio. Knot-area ratio yaitu pada
bidang lintang ratio jumlah luasan mata kayu kayu terhadap total luas kayu. Selain itu,
penilaian cacat bisa juga menggunakan strength ratio yang merupakan perbandingan kayu
yang bercacat dengan kayu yang tidak bercacat.
b. Secara mekanis/masinal
Pemilahan kayu secara mekanis/masinal yaitu penilaian kayu dengan mesin atau alat
dengan memanfaatkan hubungan antara kekakuan dan kekuatan kayu. Kegiatan stress

65

66

grading merupakan kegiatan pengujian nondestruktif. Kegiatan nondestruktif adalah
kegiatan mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis bahan tanpa merusak atau mengganggu
produk akhirnya. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang tepat terkait
sifat bahan tersebut untuk menentukan tujuan akhir pemanfaatan suatu bahan. Metode
pengujian non destruktif antara lain:
1. Pengujian secara visual merupakan pengujian secara kasat mata
2. Pengujian secara mekanis merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat seperti

lenturan, tarikan, tekanan, dan pengeboran. Contohnya adala mesin pemilah kayu
seperti metriguard 7200 dan MPK-5 panter.
3. Pengujian secara vibrasi merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat berbasis
vibrasi.
4. Pengujian secara akustik/stress wave merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat
berbasis gelombang suara pada frekuensi sonic (frekuensi 20 Hz-20 kHz).
5. Pengujian secara ultrasonic merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat berbasis
gelombang suara pada frekuensi ultrasonik (frekuensi di atas 20 kHz).
6. Pengujian secara elektromagnetik merupakan pengujian yang dilakukan dengan alat
berbasis gelombang elektromagnetik dengan sumber energi listrik dan magnetik.
Contoh: infrared, laser, x-ray.
7. Pengujian menggunakan radiasi nuklir merupakan pengujian yang dilakukan dengan
alat berbasis sumber energi bahan radioaktif seperti kobalt 60. Contoh: gamma-ray,
nuclear magnetic resonance (NMR).

Salah satu contoh alat untuk memilah kayu secara mekanis adalah MPK-5 Panter (Gambar
8.1). Mesin pemilah kayu (MPK-5 panter) merupakan mesin pemilah kayu yang mudah
dioperasikan, harga terjangkau, sangat praktis digunakan di lapangan karena mudah dibongkar
pasang dengan bobot yang cukup ringan, ketelitian cukup tinggi dan tidak membedakan jenis
kayu (regardless species). Mesin pemilah Panter dikembangkan mulai tahun 1980 dapat
menjembatani antara pemilahan visual yang sulit diterapkan bagi kayu Indonesia yang sangat
beragam dan pemilahan secara MSR yang berbiaya mahal karena teknologinya. Pemilahan
Kayu dengan menggunakan MPK Panter pada dasarnya adalah menguji kekuatan kayu yang
didasarkan pada penaksiran kekuatan kayu dengan mengukur kekakuannya (stiffness) dengan
100% sampling namun tanpa merusak integritas struktur kekuatan (non-destructive test).
Dua macam cara untuk menguji kekakuan kayu yaitu dengan memberikan suatu beban uji tetap
pada kayu dan mengukur lenturan/defleksi yang terjadi (contoh: Computermatic, MPK-5
Panter) dan dengan memberikan defleksi yg tetap pada kayu dan mengukur beban yg timbul
(contoh: mesin pemilah CLT-1, Metriguard).
Dari lenturan (cara 1) atau beban (cara 2) yg diukur adalah MOE (Modulus of Elasticity) yang
merupakan kekakuan batang kayu yang diuji.

MPK-5 Panter akan menghemat kayu sebagai bahan konstruksi karena kualitas kekuatan
yang dihasilkan memberi jaminan terhadap tegangan ijin yang diperolehnya dan dengan hasil
kisaran kelas tegangan yang lebih lebar dibandingkan dengan Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia (PKKI NI-5 1961). Dalam pengujian skala laboratorium dan lapangan menunjukkan

66

67

bahwa mesin pemilah Panter mampu menduga kekuatan kayu yang sesungguhnya secara lebih
akurat dianding cara visual. Hasil analisis regresi serta uji F antara modulus elastisitas
pendugaan dan modulus elastisitas sesungguhnya serta modulus lentur patah melalui pengujian
skala penuh memiliki koefisien korelasi di atas 0.7.

Gambar 9.1. Mesin pemilah kayu MPK-5 Panter
Persyaratan kayu pilah antara lain:
• Kayu telah diserut cukup halus, berpenampang tetap sepanjang batang sesuai sortimen dan

dalam batas toleransinya.
• Bentuk kayu cukup lurus tanpa pingul.
• Dalam satu masa pemilahan diuji satu macam sortimen.
• Kadar air kayu uji telah mencapai kadar air kesetimbangan, pada kondisi kering udara

biasanya berkisar 15 – 18%.

Kelebihan Panter MPK-5 antara lain:
• Sederhana karena dioperasikan secara manual tanpa peralatan elektronik sehingga tidak

memerlukan biaya operasi dan mudah dalam perawatannya.
• Ringan, mudah dikemas dan dibongkar pasang serta dapat diangkut dengan berbagai moda

transportasi.
• Rangka mesin dibuat kokoh dan stabil, mekanisme mesin pemindai beban cukup peka

sehingga menjamin keakuratan hasil pengujian.
• Mampu untuk menguji kayu dalam berbagai sortimen dari kaso sampai balok dengan

ukuran panjang bentang 100, 122, 244 dan 300 cm, perubahan panjang bentang dilakukan
dengan mengganti komponen bentang yang telah disediakan. Untuk bentang lebih dari 300
cm dapat dilakukan pemilahan perbagian ataupun mengganti rangka tengah dengan
panjang yang sesuai kebutuhan.
• Produk dalam negeri sehingga relatif murah dibanding produk impor yang sejenis.
• Dapat memilah kayu konstruksi dari mulai tegangan ijin lentur 50 kg/cm2 sampai dengan
350 kg/cm2 atau kuat acuan.
• Kapasitas produksi 1-2 balok/menit atau 41-87 batang/jam.
• Cukup dilaksanakan oleh seorang penguji dan 1-2 orang pembantu.
• Menyajikan hasil akhir berupa modulus elastisitas lentur (MoE-P) sebagai dasar

67

68

perhitungan sifat mekanis lainnya dan tegangan ijin atau kuat acuan (F) sesuai SNI (2002)
dari sortimen yang diuji tanpa membedakan jenis kayu.
• Sangat cocok untuk memilah kayu Indonesia saat ini yang sangat beragam dalam jenis,
umur, asal dan sortimen sehingga konsumen tidak akan tertipu.

Manfaat MPK-5 Panter antara lain:
• Pendugaan kekuatan kayu dengan menggunakan MPK-5 panter cukup akurat.
• Mesin Pemilah Kayu versi Panter MPK-5 terbukti dapat digunakan untuk menentukan

klasifikasi mutu kayu konstruksi berdasarkan kekuatannya.
• Kayu bangunan yang pada umumnya mempunyai caact alami, kekuatannya dapat segera

diketahui.
• Dalam perencanaan konstruksi sangat dituntut secara cermat jumlah dan kualitas kayu yang

disesuaikan dengan beban yang akan dipikul dan alat ini mampu menentukan kelas kualita
berdasar tegangan serat ataupun kuat acuannya.
• Pemakaian kayu dapat dihemat sesuai dengan peruntukaannya pada bangunan.

9.2 Pertimbangan dan Pembatasan Cacat Kayu
Kegiatan pemilahan atau grading kayu dapat dilakukan pada kayu tanpa cacat dan dengan

cacat. Pada kegiatan pemilahan kayu, stress grading dilakukan dengan memberikan beban
pada kayu untuk mengetahui karakteristik kayu dan pengaruhnya terhadap kekuatan. Stress
grade adalah suatu indeks untuk menunjukkan kemampuan atau kapasitas kayu dalam menahan
beban tertentu dari luar. Pada kegiatan stress grading, kayu yang digunakan hanya kayu sehat.
Apabila ada cacat utama kayu, cacat tersebut dibatasi seperti mata kayu, miring serat, pecah
dan retak, dan pinggul (wane). Pembatasan cacat tergantung jenis cacat dan kebutuhan
komponen bangunan (Mardikanto et al. (2011).
• Cacat utama kayu tergantung dari jenis kayu bangunan. Pada cacat mata kayu tergantung

macam kayu bangunan (joist, plank, beam, dan lainnya).
• Pada miring serat dibatasi pada bagian tengah untuk kaso, papan, balok, dan gelagar dengan

asumsi kayu menyangga beban pada bentang tunggal. Pada cacat ini tidak diperkenankan
lebih dari ½ bentang kayu dengan bentang tunggal.
• Pada cacat kayu gabungan pecah dan retak dapat mengurangi kekuatan lebih besar karena
pengurangan bidang saat gaya geser terjadi. Pada bentang ganda, cacar pecah dan retak
dibatasi menjadi 2/3 dan terletak di tengah bentang.
• Cacat pinggul memberikan penampilan kayu yang kurang baik. Pada kayu bangunan,
kombinasi pinggul dan mata kayu sangat tidak diperkenankan.

9.3 Penentuan Rasio Kekuatan (Strength Ratio)
Pengamatan dan penilaian cacat pada kayu dilakukan sebagai identifikasi awal sebelum

pengujian kekuatan kayu. Cacat pada kayu mengakibatkan kekuatan kayu berkurang
dibandingkan kayu bebas cacat. Oleh karena itu, penilaian perlu dilakukan untuk menentukan
kekuatan kayu yang mengandung cacat berdasarkan hasil pengujian kayu bebas cacat.
Penilaian ini disebut “strength ratio” atau rasio kekuatan. Strength ratio adalah rasio kekuatan
antara kayu disertai cacatnya terhadap kekuatan kayu tersebut apabila tanpa cacat, yang

68

69

dinyatakan dalam persen. Strength ratio merupakan perbandingan antara allowable stress
dengan basic stress. Sebagai contoh, jika terdapat dua cacat pada suatu kayu maka untuk
menentukan mutu kayu dengan menggunakan cacat yang paling kritis. Pada umumnya, nilai
SR yatitu <50%. Contoh kasus untuk nilai SR kayu, pada suatu kayu mempunyai SR sebesar
70% karena cacat kayu, maka kayu tersebut diperkirakan hanya mempunyai kekuatan 70% dari
kekuatan kayu bila tanpa cacat (Mardikanto et al. 2011).

Ketidakpastian dalam memprediksi kekuatan kayu dapat dipengaruhi oleh tingkat ketelitian
individu tersebut dalam menentukan nilai kekuatan kayu bangunan. Menurut Mardikanto et al.
(2011), terdapat dua kesalahan dalam menduga kekuatan kayu yaitu underestime (nilai dugaan
lebih kecil dibandingkan nilai sebenarnya) dan overestimate (nilai dugaan lebih besar
dibandingkan nilai sebenarnya), dimana kesalahan underestimate dapat menyebabkan
terjadinya pemborosan bahan sedangkan kesalahan overestimate dapat mengurangi nilai
keamanan kayu. Berikut merupakan contoh dalam menentukan strength ratio pada kayu yang
mengandung cacat yaitu kemiringan serat dan mata kayu.

Nilai kemiringan serat yang sudah diperoleh dapat memberikan strength ratio padaberbagai
kemiringan serat dapat dilihat pada Tabel 10.1.

Tabel 9.1 Nilai strength ratio pada berbagai kemiringan serat.

Slope of Grain Maximum Strength Ratio, %
Bending or Tension Parallel to Grain Compression Parallel to Grain

1 in 6 40 56

1 in 8 53 66

1 in 10 61 74

1 in 12 69 82

1 in 14 74 87

1 in 15 76 100

1 in 16 80 …

1 in 18 85 …

1 in 20 100 …

Sumber : ASTM D245 (2002)

Quality Factor

Hasil pengukuran diameter mata kayu dan miring serat memiliki nilai strength ratio yang
berbeda setiap jenis kayu. Untuk mendapatkan nilai strength ratio akhir dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus:

SR (Lentur) = A × B × 100%
SR (Tekan) = A × B × 100%

SR (Tarik) = B × 100%
Dimana
A : Nilai min. strength ratio akibat mata kayu antara muka sempit, muka

lebarbagian tengah, dan muka lebar bagian pinggir.
B : Nilai min. strength ratio akibat miring serat.

Hasil strength ratio akhir yang sudah diperoleh diberi penyesuaian dengan quality factor
untuk Modulus of Elasticity (MOE) yang dapat dilihat pada Tabel 10.2.

69

70

Tabel 9.2 Nilai quality factor untuk MOE Quality Factor for Modulus of Elasticity , %

Bending Strength Ratio, %

>55 100

45 to 54 90

<44 80

Penentuan nilai strength ratio akhir dilakukan melalui perhitungan nilai minimum strength
ratio akibat mata kayu dan miring serat yang disesuaikan tipe tegangan yang dihasilkan.
Kesalahan dalam menduga kekuatan kayu terdapat pada penempatan nilai rata-rata yang
mempunyai frekuensi tertinggi dalam sebaran normal data. Pengambilan nilai rata-rata hasil
uji lab tidak diperkenankan dalam menduga kekuatan kayu mengingat faktor keamanan yang
perlu diperhatikan (Mardikanto et al. 2011). Nilai strength ratio akhir pada tegangan lentur,
tarik, dan tekan dapat digunakan sebagai faktor koreksi MOR, kekuatan tarik, dan MCS
(Maximum crushing strength). Berdasarkan hasil penelitian pada kayu pinus, meranti merah,
jabon, dan karet, nilai rata-rata strength ratio akhir pada tegangan lentur berkisar antara 36,15%
- 41,55%. Semakin besar nilai MOE dan MOR pada kayu dapat mempertahankan kegagalan
keteguhan struktur tanpa resiko kegagalan mekanis (Gelder et al. 2006). Nilai rata-rata strength
ratio akhir pada tegangan tarik berkisar antara 43,93% - 49,09%.

Menurut Mardikanto et al. (2011), kehadiran miring serat pada kayu dapat mengurangi
kekuatan tarik sejajar serat akibat berubahnya arah beban yang semulanya sejajar serat menjadi
tegak lurus serat. Berdasarkan hasil penelitian kayu pinus memiliki nilai strength ratio akhir
pada tegangan tarik lebih tinggi dibandingkan jenis jabon dan meranti merah. Hal tersebut
sesuai dengan peryataan Martawijaya et al. (2005) yang menjelaskan bahwa panjang serat kayu
pinus sebesar 5457 μm dengan arah serat lurus, sedangkan kayu jabon memiliki panjang serat
sebesar 1979 μm dengan arah serat lurus kadang-kadang berpadu. Nilai rata- rata strength ratio
akhir pada tegangan tekan pada kayu pinus, meranti merah, jabon, dan karet berkisar antara
48,57% - 54,27%.

Menurut Augustina (2019), kayu dengan kerapatan yang tinggi dapat menghasilkan
kekuatan tekan sejajar serat yang besar. Adanya cacat pada kayu jabon mengakibatkan
terjadinya penurunan kekuatan sebesar 63,85% (tegangan lentur), 50,07% (tegangan tarik), dan
51,43% (tegangan tekan). Menurut PPKI NI- 5 (1961) dan Nugroho et al. (2011) yang
menjelaskan bahwa kayu jabon yang memiliki kelas kuat III– IV hanya dapat digunakan pada
kontruksi ringan (kaso, usuk, reng, rangka jendela) dan tidak dianjurkan pada kontruksi berat.

Hasil strength ratio akhir diberi penyesuaian dengan quality factor untuk Modulus of
Elasticity (MOE). Modulus elastisitas (MOE) merupakan sifat kekakuan suatu bahan dalam
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadiakibat pembebanan sampai batas proporsi
(Bowyer et al. 2003). Berdasarkan hasil penelitian, Quality Factor MOE masing-masing
sebesar 84,28% (Pinus), 80% (Jabon), 82% (Karet), dan 80,95% (Meranti merah) (Gambar 9).
Quality factor MOE hasil penelitian dapat digunakan sebagai faktor koreksi nilai MOE. Karena
standard ASTM D-143 (2002) mensyaratkan sampel uji bebas cacat, maka MOE kayu bercacat
dapat diperoleh dari hasil pengujian ASTM D-143 dikalikan denganquality factor (Dwianto
dan Marsoem 2008). Menurut Hidayatullah (2019) yang menjelaskan bahwa semakin besar
nilai MOE, maka material tersebut semakin kakusehingga defleksi yang dialami lebih kecil
serta tidak mudah mengalami tekuk. Oleh karena itu, kayu yang mengandung cacat lebih rentan

70

71
mengalami tekuk dibandingkan kayu bebas cacat. Mengacu pada standart ASTM D-245 yang
menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai strength ratio akhir maka nilai quality factor untuk
MOE semakin besar.

71

72
X PENUTUP
Pemanfaatan kayu dan produk turunannya secara maksimal dapat dicapai dengan
mengetahui karakteristik kayu. Jenis kayu yang berbeda akan mempunyai sifat-sifat yang
berbeda pula termasuk sifat mekanis. Lokasi tempat tumbuh juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi sifat mekanis suatu kayu. Sebelum kayu digunakan sebagai bahan konstruksi
atau tujuan penggunaan lainnya perlu diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanis kayu. Faktor-faktor tersebut adalah faktor cacat kayu dan faktor non cacat kayu.
Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan sifat mekanis kayu. Sifat-sifat
mekanis kayu dibagi menjadi delapan yaitu kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan tekan
(compressive atau crushing strength), kekuatan geser (shearing strength), kekuatan lentur
(bending strength), sifat kekakuan (stiffness), sifat keuletan (toughness atau shock resisting
ability), sifat kekerasan (hardness), dan sifat ketahanan belah (cleavage resistance).
Penentuan sifat mekanis kayu tersebut dapat digunakan beberapa prosedur pengujian di
laboratorium dan di lapangan. Pengujian sifat mekanis ini berdasarkan standar yang telah ada
seperti ASTM, SNI, JAS, EN, dan lainnya. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan sebagai
dasar pemberian mutu kayu bangunan dan kekuatan kayu sebelum digunakan. Cara kerja dari
kayu dan produk turunannya dipengaruhi oleh tegangan-regangan yang terjadi pada kayu saat
diberi beban, tegangan dasar suatu kayu dan tegangan ijin yang diperbolehkan suatu kayu untuk
dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam aplikasi suatu kayu. Oleh karena itu, sifat mekanis
kayu, cara kerja kayu dalam menahan beban, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat
penting untuk dipelajari dan dipahami.

72

73

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2000. Annual Book of ASTM Standards.
Section Four: Construction. Volume 0410. Wood. D143-94, D-198, D-245, D-2555, D-
5336, D-1037. West Conshohocken (USA): ASTM International.

Anonim. 2022. Why do woodpeckers peck wood? Read thid first.
https://www.Birdwatchingpro.com. Diakses 17 Juli 2022.

Augustina S. 2019. Sifat Dasar Tiga Jenis Kayu Lesser-Used Species dan Peningkatan
Mutunya Melalui Teknik Densifikasi. [Thesis]. Bogor (ID):IPB University.

Awaludin, Ali, Irawati. 2005. Kontruksi Kayu. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Produksi Kehutanan Tahun 2018. Jakarta (ID):

BPS – Statistik Indonesia.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1991. Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung.

SNI 03-2445. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1994. Mutu dan Ukuran Kayu Bangunan. SNI 03-3527.

Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Bodig J, Jayne BA. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Krieger Science: An

Introduction. IOWA State Press: USA
[EN] European Standard. Norme Europeeene. Europaische Norm. EN 310, EN 317, EN 319,

EN 322, EN 323.
Falk RH. 2010. Wood as s Sustainable Building Material. Wood Handbook Wood as an

Engineering Material. Forest Products Laboratory: Madison
Glass SV, Zelinka SL. 2010. Moisture Relations and Physical Properties of Wood. Wood

Handbook Wood as an Engineering Material. Forest Products Laboratory: Madison
Hoadley RB. 2000. Understanding Wood: A Craftman’s Guide to Wood Technology. The

Taunton Press: USA
Hidayatullah R. 2019. Faktor Tekuk Kolom Kayu Mahoni dan Pinus Pada BerbagaiAngka

Kelangsingan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[JAS] Japanese Agricultural Standard. 2003. MAFF, Notification No.234.
[JIS] Japanese Industrial Standard. JIS Z 2101 (1977), JIS Z 2102 (1952), JIS Z 2103 (1957),

JIS Z 2113 (1963), JIS Z 2116 (1963), JIS A 5905 (2003), JIS A 5908 (2003)
Kretschmann DE. 2010. Mechanical Properties of Wood. Wood Handbook Wood as an

Engineering Material. Forest Products Laboratory: Madison
Lanner RM. 2007. The Bristlecone Book. Mountain Press: Missoula
Lapeantu SK, Hapid A, Muthmainnah. 2017. Sifat mekanika kayu pinus (Pinus merkusii Jungh

et de Vriese) asal Desa Taende Mori Atas Morowali Utara Sulawesi Tengah. Jurnal Warta
Rimba. 5(1):121-126.
Lempang M, Asdar M. 2008. Struktur anatomi, sifat fisis dan mekanis kayu kumeabatu. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. 26(2):138-147.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. IPB Press: Bogor
Mangurai SUNM. 2019. Kualitas Papan Blok dari Limbah Batang Kelapa Sawit dari Finir Jenis
Kayu Cepat Tumbuh. [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. 1961. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
PKKI N.1-5. Bandung.

73

74
Quambusch M, Bäucker C, Haag V, Meier-Dinkel A, Liesebach H. 2021. Growth performance

and wood structure of wavy grain sycamore maple (Acer pseudoplatanus L.) in a progeny
trial. Annals of Forest Science 78:15. https://doi.org/10.1007/s13595-021-01035-6
Rebek E, Schnelle M, Olson J. 2015. Pine wilt disease. Technical Report: Oklahoma
Cooperative Extension Service.
Senalik CA, Farber B. 2021. Wood Handbook-Wood as Engineering Material. Chapter 4:
Mechanical Properties. Wisconsin (WI): General Technical Report.
Schneeweiß G, Felber S. 2013. Review on the Bending Strength of Wood and Influencing
Factors. American Journal of Materials Science 3(3): 41-54 DOI:
10.5923/j.materials.20130303.01
Shmulsky RJ, David JP. 2019. Forest Products and Wood Science An Introduction: Seventh
Edition. Oxford (UK): Wiley-Blackwell
Wangaard FF. 1950. The Mechanical Properties of Wood. John Wiley & Sons. Inc.USA
Wing MR, Knowles AJ, Melbostad SR, Jones AK. 2013. Spiral grain in bristlecone pines
(Pinus longaeva) exhibits no correlation with environmental factors. Trees 28(2): 487-
491. DOI 10.1007/s00468-013-0965-y.

74


Click to View FlipBook Version