The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Estu Utomo Nursing E-Library, 2023-03-30 09:48:18

Buku Keperawatan Restorasi Bagi keluarga dengan Stroke

Buku Keperawatan Restorasi

Keywords: Keperawatan Keluarga,Keperawatan

model pendidikan dapat berupa mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion dan physiological feedback. Mastery esperiences menekankan pada aspek pengalaman dari penderita sebelunya yang telah berhasil dan dapat dijadikan narasumber bagi penderita lain. Aspek vicarious experiences menekankan pada aspek model lain yang dapat meningkatkan pengetahuan penderita melalui diskusi dan simulasi. Verbal persuasion menekankan pada aspek informasi individu satu ke individu lain. Physiological feedback menekankan pada aspek emosi dan perasaan penderita tehadap persepsi penyakit (Jones & Riazi, 2010). Upaya restorasi nursing dapat juga melalui program pelatihan dengan melibatkan lintas profesi seperti physioterapi yang memberikan terapi kelompok. Adanya terapi kelompok meningkatkan kebutuhan mandiri dalam aktivitas sehari-hari bagi penderita (Hudakova and Hornakova, 2011). 4.1.2 Asuhan Keperawatan Restorasi Perawatan penderita stroke difokuskan terhadap kebutuhan penderita secara holistik baik dari penderita, keluarga baik perawatan fisik, psikologi, kognitif, emosi, agama dan sosial. Asuhan keperawatan restorasi menekankan pada mulitdisiplin ilmu yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan penyakit stroke. Disiplin ilmu yang terlibat antara lain perawat, fisioterapi, telewicara, okupasi terapi dan psikologi. Keberhasilan perawatan restrorative berkaitan dengan mekanisme kerja tim yang terlibat dalam asuhan keperawatan (National Health Scotland, 2010). Asuhan keperawatan pada penderita stroke yang teritegrasi dan bersifat tim difokuskan terhadap 8 elemen antara lain National Health Scotland (2010): 44


1. Perawatan yang berkesinambungan dan kualitas setiap saat. 2. Koordinasi terhadap tenaga perawatan khususnya perawatan terhadap spesialisasi. 3. Perawat menjadi fasilitator dari program pemulihan, terapi dan peningkatan kemandirian. 4. Perawat memperhatikan ketrampilan, keahlian dan empati terhadap penderita. 5. Berkerja secara tim dan berkolaborasi dalam penanganan penderita. 6. Aktif berkoordinasi dengan pasien dan keluarga. 7. Melakukan kajian terhadap kebutuhan pasien termasuk kajian terhadap faktor risiko penyakit yang diderita. 8. Melakukan manajemen pelayanan terhadap penderita. Peran masing-masing disiplin profesi dalam upaya restorasi penderita stroke adalah sebagai berikut National Health Scotland (2010): 1. Profesi Perawat Perawat berperan dalam komunikasi dan koordinasi baik antara tim pemberi asuhan keperawatan maupun pada penderita, keluarga dan masyarakat. Komunikasi dan koordinas antar tim sangat penting dalam upaya keberhasilan perawatan penderita stroke. Komunikasi antar tim difokuskan dalam bentuk pertemuan multidisiplin profesi, spesialisasi perawatan, merencanakan pertemuan dan rencana dari tujuan perawatan yang akan diberikan, memberikan support terhadap penderita dan keluarga, koordinasi dengan profesi lain dan melakukan manajemen perawatan. Profesi perawat yang terkait langsung dengan penderita dengan melakukan pengkajian, diagnosis, rencana intervensi, implementasi dan evaluasi. Pengkajian terhadap penderita stroke meliputi: 45


a. Pemeriksaan tanda dan gejala stroke b. Pemberian pengobatan terhadap penyakit c. Investigasi penyebab stroke d. Pencegahan terhadap dampak stroke seperti jatuh e. Diagnosis dan pengobatan terhadap komplikasi dan factor lain yang terkait dengan penyakit stroke. f. Pengembagan pelayanan g. Kepemimpinan dari tim pelayanan penderita stroke 2. Profesi fisioterapi Menurut National Health Scotland (2010) pengkajian yang dilakukan oleh petugas fisioterapi antara lain melakukan pengkajian, perencanaan penanganan penderita stroke. Idenifikasi anggota gerak dan fungsi tubuh yang meliputi fungsi respirasi, fungsi tonus otot, kemampuan tubuh dan potensi, kemampuan anggota gerak, sensorik, aktivitas fisik, keseimbagan, pergerakan seperti berjalan, berpindah tempat, mengerakan anggota tubuh. Intervensi yang dilakukan oleh petugas fisioterapi terkait penderita stroke antara lain National Health Scotland (2010): a. Perencanaan dalam tahapan pemulihan dengan pencapaian tujuan melalui pertemuan dengan penderita dan keluarga b. Perencanaan dengan anggota keluarga c. Membimbing dalam keahlian d. Pendidikan e. Partisipasi terhadap perencanaan yang akan dilakukan Menurut Van der Ploeg, et al. (2006) Petugas fisioterapis merupakan bagian dari tim rehabilitasi medik yang berperan dalam melatih pasien dengan gangguan postur, gangguan gerak dan masalah otot. Tugas 46


fisioterapis antara lain: Membantu pasien dalam melakukan exercise atau manipulasi otot sesuai dengan masalah pasien, misalnya latihan penguatan otot, hydrotherapy, latihan keseimbangan dan koordinasi, latihan peregangan otot. Membantu pasien mengatasi masalah otot dengan alat-alat fisioterapi. 3. Petugas Telewicara Peran petugas telewicara dalam upaya penanganan penderita stroke meliputi pengkajian gangguan bicara dan komunikasi kepada keluarga, masyarakan dan petugas kesehatan, pelayanan diagnosis yang terkait gangguan komunikasi dan latihan komunikasi. Program perencanaan intervensi yang dapat diberikan antara lain program latihan mengeja dan berbicara (National Health Scotland, 2010). 4. Okupasi terapi Peran profesi okupasi terapi dalam asuhan keperawatan penyakit stroke meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan intervensi dan implementasi tindakan. Pengkajian terhadap penderita yang dilakukan oleh profesi okupasi antara lain kajian terhadap aktivitas sehari-hari penderita yang meliputi aktivitas sensori dan motorik penderita, pengkajian terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti mandi, makan, minum, memakai baju dan celana, berjalan. Intervensi yang dilakukan oleh petugas okupasi terapi antara lain (National Health Scotland, 2010): a. Meningkatkan kemandirian penderita stroke b. Redeveloping aktivitas fisik, sensoris, motorik, dan kognitif c. Membantu adaptasi yang berorientasi kemandirian penderita d. Memberikan fasilitas bergerak e. Melakukan pendidikan yang terkait dengan penyakit stroke f. Memberikan support dalam komunitas penderita stroke. 47


Menurut Legg (2007) Petugas Okupasi berperan dalam: 1). Membantu pasien melakukan gerakan motorik halus. 2). Melatih pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti misalnya pindah dari duduk ke berdiri, mandi,berpakaian,makan. 3). Melatih pasien melakukan gerakan adaptif dengan berbagai alat bantu. 4). Membantu pasien dalam proses kembali bekerja (back to work). Petugas terapi wicara berperan dalam: 1). Membantu pasien untuk berkomunikasi untuk membantu komunikasi misalnya dengan latihan pengucapan kata (artikulasi) atau komunikasi dengan alat bantu. 2). Membantu pasien dengan gangguan menelan (disfagia) dengan latihan/ maneuver khusus untuk mempermudah proses menelan. Legg (2007) yang melakukan penelitian tentang terapi okupasional terhadap penderita stroke diperoleh hasil bahwa terapi kerja dapat memperbaiki hasil dari penyakit stroke dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 5. Psikologis Menurut Van der Ploeg, et al. (2006) petugas konseling psikologi berperan antara lain: 1). Membantu memberikan support mental bagi pasien saat pasien mengalami depresi. 2). Melakukan tes intelektual (tes IQ) bila diperlukan. Petugas Sosial Medis berperan antara lain: 1). Melakukan evaluasi tempat tinggal dan pekerjaan pasien dan memberikan edukasi untuk mengatur tempat tinggal yang mempermudah pasien melakukan aktivitas sesuai kondisi pasien. 2). Membantu mencarikan donatur bila ada pasien yang memerlukan biaya. 3). Apabila diperlukan, membantu pasien untuk mendapatkan ketrampilan sesuai dengan kondisi pasien, agar dapat digunakan untuk mata pencaharian. Menurut National Health Scotland (2010) peran psikologis dalam intervensi penderita stroke meliputi upaya pemberia support mental, pengkajian terhadap neuropsikological, perbaikan perilaku penderita, dan dukungan emosi. Intervensi yang dilakukan oleh profesi psikologi terhadap penderita stroke antara lain: 48


a. Bekerja sama dengan tim lain yang terkait dengan kesehatan mental penderita b. Training dan konsultasi terkait masalah psikologi c. Bekerja sama dengan keluarga dalam memberikan support kepada penderita. d. Evaluasi perkembangan psikologi, emosi penderita stroke. 6. Nutrisionis Profesi nutrisionis terhadap penderita stroke antara lain melakukan kajian terhadap penyimpangan perilaku makan, pemberian penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat dalam intervensi nutrisi. Intervensi yang dilakukan oleh profesi nutrisionis antara lain upaya pencegahan komplikasi stroke terkait dengan pola makan. 7. Perawatan Mata Perawatan yang terkait dengan gangguan visualisasi antara lain melakukan kajian terkait dengan penglihatan dan melakukan intervensi. Kajian yang terkait dengan penglihatan meliputi kajian status penglihatan penderita stroke, kajian ketajaman penglihatan, kajian terhadap gangguan mata. 4.1.3 Model Keperawatan Restorasi Acello (2009) restorasi nursing adalah memberikan pelayanan dari petugas perawat yang telah mendapatkan lisensi atau belum mendapatkan lisensi. Pemberian perawatan dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pendidikan perawatan formal atau tidak formal. Dimana semuanya dapat memberikan manfaat terhadap perawatan restorasi . Perawatan restorasi adalah memberikan pelayanan keperawatan untuk: 1. Memperbaiki kondisi pemberi pelayanan terhadap penderita 2. Memberikan fasilitas terhadap petugas yang memberikan pelayanan 3. Memberikan program terapi secara concurrent 49


4. Mendidik dan memberikan rasa aman 5. Mengelola factor risiko dan menurunkan faktor risiko sehingga terhindar dari kondisi komplikasi 6. Pencegahan kondisi komplikasi 7. Membantu tenaga yang memberikan pelayanan terhadap penderita stroke sehingga penderita dapat melakukan kebutuhan aktivitas seharihari. 8. Memperbaikai kesejahteraan 9. Memperbaiki kualitas hidup. Penanganan penderita strok melalui pendekatan model restorasi nursing menekankan pada aspek kemandirian pasien dan keluarga. Perawat sebagai media dalam upaya self efficacy perawatan penderita stroke. Adapun model terapi restorasi nursing digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.7 Model terapi restorasi nursing Sumber: Acello (2011) 50


Model nursing restorasi melibatkan kerja sama berbagai lintas seperti fisioterafis, medical, nursing, keluarga dan masyarakat. Tenaga medis berfungsi sebagai konsultan dalam program intervensi nursing restorasi , perawat sebagai koordinasi dan supervisi dari program nursing restorasi , keluarga dan masyarakat sebagai pelaksana program nursing restorasi (Acello, 2011). Kerja sama dengan keluarga dalam intervensi restorasi nursing dapat berupa antara lain (Venketasubramanian et al. 2008): 1. Pendidikan kepada pasien tentang bagaimana merawat penyakit stroke sesuai dengan kondisi yang dialami penderita. 2. Diperlukan upaya pencegahan keberlanjutan dalam menurunkan penyebab utama penyakit stroke antara lain faktor hipertensi, diabetes, hyperlipidemia, merokok, monitoring anti koangulan. 3. Monitoring keseimbangan cairan dan nutrisi 4. Perlindungan terhadap kondisi komplikasi stroke seperti depresi, dimensia, risiko jatuh, gangguan urinaria, gangguan kulit dan upaya rujukan terhadap tenaga medis yang professional. 5. Kerja sama dengan masyarakat dan profesi lain seperti fisioterapi, perawat, home care dan nursing home. Alur model nursing restorasi menekankan pada aspek perencanaan, latihan, pendidikan sehingga penderita dapat melaksanakan perawatan setiap hari di rumah dengan supervise tenaga keperawatan. Adapun model alur penanganan sebagai berikut: 51


Gambar 2.8Alur model restorasi nursing Sumber: Vandermeulen & Fahey (2011). Model restorasi nursing yang dilakukan oleh Vandermeulen & Fahey (2011) menekankan pada aspek perencanaan program intervensi penderita setelah selesai pengobatan dari rumah sakit dengan jadwal rencana yang meliputi kajian situasi baik situasi medis penderita dan situasi tim pemberi pelayanan, kemudian menentukan tujuan intervensi dengan melibatkan berbagai disiplin dan keluarga dan masyarakat, kemudian implementasi program dan evaluasi terhadap pencapaian intervensi. Perawatan restorasi menekankan aspek konsultasi kepada tim pemulihan kemampuan terdiri dari: Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi (SpKFR), terapi fisik (fisioterapi), terapi okupasi, terapi wicara, konseling psikologi, petugas sosial medis. Proses restorasi paska stroke diperlukan terapi secara holistik dan variasi, seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, konseling dan bimbingan rohani (Eldar et al, 2008). 52


Tujuan perawatan bersama dengan tim rehabilitasi bertujuan antara lain: Pada fase awal (akut) terutama adalah pencegahan komplikasi yang ditimbulkan akibat tirah baring (bed rest) lama, seperti mencegah ulkus dekubitus, mencegah penumpukan sputum (dahak) untuk mencegah infeksi saluran pernafasan, mencegah kekakuan sendi, mencegah atrofi otot (pengecilan massa otot), mencegah hipotensi ortostatik, osteoporosis. Pada fase lanjut (rehabilitasi) antara lain: meminimalkan gejala sisa (sequelae) dan kecacatan akibat stroke, memaksimalkan kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari, kembali ke pekerjaan (back to work) sehingga diharapkan dapat berperan aktif dalam kehidupan seperti sedia kala. Kecacatan yang ditimbulkan penyakit stroke antara lain: kelumpuhan atau gangguan mengatur gerakan (motorik), gangguan perasa (sensorik), termasuk nyeri, gangguan bahasa (aphasia), gangguan berpikir atau daya ingat (memori), gangguan emosi (Eldar et al, 2008). 4.1.4 Bentuk Keperawatan Restorasi Bentuk keperawatan yang bersifat restorasi nursing menekankan pada aspek kebutuhan dalam pemenuhan sehari-hari. Bentuk perawatan dapat berupa program pelatihan dan pendidikan dalam upaya mengali kemampuan penderita untuk kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Program pelatihan sangat penting dengan melibatkan lintas profesi seperti physioterapi yang memberikan terapi kelompok. Adanya terapi kelompok meningkatkan kebutuhan mandiri dalam aktivitas sehari-hari bagi penderita (Hudakova and Hornakova 2011). Koordinasi antara tenaga kesehatan (dokter, perawat, fisioterapi) dengan anggota keluarga dapat mempermudah upaya penatalaksanaan penderita stroke yang dialami. Kerja sama antara tenaga medis dan anggota keluarga secara komperhensif, efisien dan berkelanjutan dalam kerangka 53


memperbaiki kondisi pasien (Venketasubramanian et al, 2008). Program perawatan restorasi dapat dilakukan dirumah dengan monitoring oleh perawat dan petugas medis sebagai konsultan intervensi. Perawatan penderita stroke dirumah dibutuhkan sebuah program perawatan yang efektif dan efisien (Cowman et al, 2010). Cowman et al (2010) untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan perawatan pada penderita stroke dapat melalui jalan perawatan yang bersifat pelayana rehabilitative atau restorasi yang melalui pengorganisasian atau program perawatan sehingga dampak dari kejadian stroke dapat terhindarkan. Bentuk perawatan restorasi nursing yang dilakukan kepada penderita stroke antara lain (Vandermeulen & Fahey, 2011): 1. Kebutuhan Makan Penyakit stroke menyebabkan terjadinya kelemahan saraf karena sumbatan yang terjadi di pembuluh darah otak sehingga menyebabkan kelemahan saraf motorik yang dapat berupa kelemahan pada anggota gerak tanggan dan kaki. Adanya kelemahan anggota gerak tangan menyebabkan terjadinya gangguan pemenuhan pola makan sehari-hari yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan makan pada penderita (Cowman et al, 2010). 2. Kebutuhan Bowel dan Bllander Penyakit storke menyebabkan ketidak mampuan penderita dalam berjalan dan beraktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kebutuhan termasuk kebutuhan dalam buang air besar. Pemenuhan kebutuhan dalam buang air besar didsebabkan oleh ketidak mampuan penderita dalam berjalan dan beraktivitas Cowman et al (2010). 54


3. Kebutuhan Mobilisasi Penelitian Cowman et al (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang menderita stroke mengalami kesulitan kelemahan dalam gerak 83% dan kelemahan setelah menderita stroke 92%. 4. Kebutuhan Perawatan kulit Penyakit stroke yang diderita menyebabkan terjadinya bedrets yang lama sehingga terjadi gangguan pada kulit. Terjadinya gangguan pada kulit disebabkan oleh situasi imobilisasi yang terjadi pada penderita stroke. Imobilisasi yang lama menyebabkan terjadinya dikubitus pada penderita stroke sehingga penderita stroke terjadi kematian jaringan pada kulit Cowman et al (2010). 5. Kebutuhan Aktivitas sehari-hari Cowman et al (2010) diperkirakan sekitar 20% penderita stroke memerlukan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Adanya bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Cowman et al (2010) gangguan kemandirian 86%, penurunan kemandirian dalam tidur, duduk 88%. 6. Terapi sensori dan kognitif Ostir et al (2008) dukungan emosi positif terhadap penderita stroke sangat penting, support positif berdampak pada penguatan fungsi motor dan kognitif. Fungsi motor dan kognitif sangat esensial dampak dari menderita stroke. Fungsi motorik yang baik sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan seharihari dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemandirian penderita stroke berkaitan dengan kualitas hidup penderita stroke. Disisi lain kelemahan fungsi motorik pada penderita strok signifikan membutuhkan bantuan perawatan di rumah. Beberapa hasil penelitian terdahulu didapatkan hasil bahwa support emosi positif dapat menurunkan risiko onset kecacatan dan memperbaiki status fungsi motorik dan kognitif di masyarakat (Ostir et al., 2008). 55


7. Terapi kesehatan emosi dan fungsi sosial Ostir et al. (2008) pelayanan yang diberikan oleh tenaga professional seperti perawatan untuk rehabilitasi post stroke dapat melalui dukungan support emosi. Dukungan support emosi dapat diberikan orang yang dekat dengan penderita seperti keluarga, sehingga support yang diberikan oleh keluarga yang telah mendapatkan TOT dari professional seperti perawat mampu menjalankan fungsi perawatan di rumah. 8. Terapi komunikasi Penelitian Cowman et al (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang menderita stroke mengalami kesulitan berkomunikasi sebesar 51%. Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh kerusakan saraf otak yang diderita. Model terapi komunikasi yang diberikan kepada pasien mengacu pada konsep berikut: Gambar 2.9 Model komunikasi pada penderita stroke menurut Brody, (2003). 56


Brody (2003) model penyampaian pesan dapat melalui pesan verbal, non verbal, menulis dan seni (role model). Pesan diutamakan bagaimana penderita dapat memahami apa yang ingin disampaikan sehingga penderita dapat mencerna informasi dengan mudah. Bentuk paket perawatan restorasi yang dilakukan kepada penderita stroke (diadopsi dari Vandermeulen & Fahey, 2011). Hari 1 1. Rujukan ke ahli (ahli fisioterapi, okupasi terapi, perawat spesialis stroke) 2. Koordinasi dengan tim yang akan memberikan perawatan kepada penderita stroke 3. Identifikasi kemunkinan perbaikan kondisi penderita 4. Identifikasi potensi keluarga dalam memberikan perawatan penderita stroke 5. Identifikasi potensi masyarakat dalam memberikan perawatan penderita stroke Hari ke 2 1. Pengkajian oleh multi disiplin profesi terhadap situasi penderita, keluarga dan masyarakat. 2. Pengkajian kondisi penderita yang terkait penderita stroke (biologis, fisik, psikologis, aktivitas sehari-hari) 3. Pengkajian Kondisi keluarga 4. Kajian kondisi masyarakat 5. Diagnosis multi disiplin profesi terkait kebutuhan keperawatan penderita Hari ke-3-6 1. Menentukan tujuan bersama dengan penderita, keluarga dan masyarakat. 57


2. Menentukan capaian yang diingikan oleh penderita, keluarga dan masyarakat. 3. Menyusun perencanaan intervensi terhadap penderita stroke yang melibatkan peran keluarga dan masyarakat. Minggu ke 2 – 12 minggu 1. Intervensi latihan fisik (berjalan, pemenuhan aktivitas sehari-hari), kebutuhan makan, mandi, memakai baju, BAK, BAB, pindah tempat tidur, 2. Melakukan pertemuan tim (perawat, fisioterapi, psikologi, okupasi) 3. Supervisi tenaga perawat yang berwenang dilingkungan penderita 4. Konsultasi kepada tenaga ahli (perawat, fisioterapi, okupasi terapi, psikologi) Setelah 12 minggu 1. Evaluasi pelaksanaan intervensi 2. Evaluasi tujuan bersama penderita, keluarga dan masyarakat yang telah dicapai 3. Evaluasi pelayanan yang telah diberikan kepada penderita, keluarga dan masyarakat 4. Evaluasi terhadap intervensi yang telah diberikan 4.1.5 Indikator Perawatan Restorasi Acello (2011) dalam melakukan pengukuran terhadap dampak dari restorasi nursing data mengunakan berbagai indikator antara lain: 1. Persentase peningkatan kebutuhan terhadap aktivitas sehari-hari 2. Terapi fisik atau restorasi nursing dalam membantu keseimbagan berbagai masalah yang terjadi. 3. Persentase dari dalam latihan dalam menghindari dari kondisi injuri yang dialami oleh penderita. 4. Persentase dalam menurunkan risiko buang air besar dan buang air kecil. 58


Acello (2009) beberapa prinsip yang diterapkan oleh restorasi nursing terhadap tenaga yang memberikan pelayanan kepada penderita stroke dapat melalui program antara lain: 1. Memberikan tindakan perlakuan secara dini. Memulai restorasi nursing dengan adminitrasi yang dapat memperbaiki hasil dari perawatan dini. 2. Meningkatkan potensi dan mengurangi kelemahan. Mejaga resident tetap aktif dan dapat menjalankan aktivitas kegiatan dalam masyarakat. 3. Menghindari dari kondisi kecacatan dan kondisi dari potensial membahayakan pasien. 4. Fokus pada kemampuan dan bukan fokus pada kecacatan. 4.1.6 Perbedaan Perawatan Restorasi dan Rehabilitative pada penderita stroke Model perawatan penderita stroke menekankan pada aspek pemulihan terhadap kondisi kesehatan penderita pada umumnya dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sasaran utama perawatan pemulihan antara lain: (1) meningkatkan mobilitas fisik yang optimal, (2) meningkatkan atau menjaga kekuatan dan koordinasi otot, (3) meningkatkan pengawasan diri, (4) mencegah kontraktur, (5) meningkatkan kemandirian AKS, (6) mencegah terjadinya cidera, (7) meningkatkan aktivitas sosial,(8) meningkatkan kepekaan terhadap pencapaian prestasi (sense of accomplishment), (9) mencegah isolasi sosial dan depresi, (10) meningkatkan kemampuan motorik, (11) meningkatkan kemampuan berkomunikasi, (12) meningkatkan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang berarti, (13) meningkatkan martabat dan peran sosial, dan (14) meningkatkan moralitas dan kepuasan bekerja. Perbedaan perawatan rehabilitative dan restorasi pada penderita stroke seperti terlihat pada tabel berikut: 59


Tabel 2.1 Perbedaan perawatan rehabilitative dan restorasi pada penderita stroke No Rehabilitatif Restorasi 1 Pemberian layanan bersifat keahlian dengan terapi professional dan staf professional Perencanaan, implementasi, dan supervisi oleh tenaga perawat dan tenaga lain yang terkait dengan program intervensi 2 Berdasarkan layanan medis Berdasarkan layana keperawatan Berdasarkan identifikasi faktor risiko Pemberi pelayanan bias yang telah ada lisensi atau yang tidak ada lisensi, provider yang tidak ada lisensi diutamakan sebagai pelayanan primer/dasar. 3 Perencanaan dan implementasi oleh tenaga fisioterapi yang bersifat fisik Tidak selalu diperlukan terapi fisik Perencanaan oleh perawat 4 Pengkajian bersfat mingguan, bulanan atau pada kondisi tertentu Pengkajian berisfat bulanan, pertiga bulan atau pada kondis tertentu 5 Evaluasi perkembagan pada akhir minggu Evaluasi perkembagan pada akhir bulan 6 Pelayanan bersifat intensive Jadwal antara 1-4 jam setiap hari, atau 5-7 hari setiap minggu Pelayanan bersifat perlahan Tidak ada jadwal pasti dapat 24 jam penuh atau berdasark kebutuhan 7 Pemberi pelayanan bersifat pemulihan Pelayanan tidak bersifat rehabilitasi (pemulihan) 8 Pelayanan bersifat Sebagian Pelayanan bersifat terintegrasi 60


9 Tujuan untuk perbaikan kondisi Tujuan untuk keamanan 10 Diutamakan kondisi cidera Diutamakan kondisi pemulihan psikologi, peningkatan kemampuan 11 Orientasi pada kondisi yang luas Orientasi pada kondisi terintegrasi 12 Pelayanan bersifat rencana tindakan Pelayanan bersifat perawatan dirumah 13 Dilakukan oleh tenaga medis Tidak selalu oleh tenaga medis Acello (2009) dalam upaya perawatan nursing restorasi , kunci sukses dari perawatan restorasi nursing antara lain: 1. Manajemen komitmen dan dukungan 2. Konsisten 3. Pendidikan langsung dari staf ke penderita dan menerapkan filosofi restorasi untuk semua staf 4. Perawatan yang berkelanjutan, dasar dari perawatan yang tepat, rencana perawatan individu bahwa dibutuhkan supervise staff setiap hari. 5. Membentuk komitmen dan kepercayaan terhadap apa yang dikerjakan 6. Motivasi. Memberikan motivasi dan memberikan arahan untuk tenaga penanganan penderita sampai terlihat hasilnya. 7. Jalinan komunikasi yang baik 8. Kerja tim 9. Tujuan perawatan restorasi nursing. 61


MATERI 1 TRAINING OF TRAINER PERAWATAN RESTORASI BAGI KELUARGA DESKRIPSI Training terhadap perawat merupakan hal penting dalam upaya keberlangsungan perawatan penderita stroke setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Keberlangsungan perawatan sangat didukung oleh berbagai aspek seperti keluarga dan masyarakat. Fokus utama pengimplementasian program restorasi care adalah perubahan perilaku para pemberi asuhan perawatan adalah pada fungsi dan pemeliharaannya bukan pada pemenuhan kebutuhan. Pendekatan training untuk melakukan tugas yang diminta dalam job description. Menggunakan landasan kemampuan diri (self-efficacy) (Bandura, 1977), adalah cara efektif untuk memperbaiki kualitas program pelatihan restorasi. Landasan self-efficacy mengkonseptualisasikan motivasi ke dalam spektrum sosial kognitif dan teori kemampuan diri yang lebih luas. Teori sosial kognitif didasarkan pada konsep triadic reciprocity Bandura bahwa faktor lingkungan dan personal, serta perilaku saling mempengaruhi dan berperan sebagai determinan satu sama lain. Bandura (1977; 1986; 1995; 1997) secara spesifik menyebutkan bahwa harapan kita pada seseorang/ ekspektasi efisasi sangat berperan dalam motivasi. Termasuk ke dalam jenis harapan ini/ekspektasi efisasi yang pertama adalah kemampuan diri (selfefficacy), yaitu penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan menentukan tindakan untuk menyelesaikan tujuan tertentu, berikutnya adalah harapan hasil, yaitu percaya bahwa melakukan suatu tindakan tertentu dapat mengeluarkan hasil tertentu. 62


Pada modul ini membahas tentang penyakit stroke, indikator perawatan restorasi, aktivitas perawatan restorasi dan out put dari perawatan restorasi. TUJUAN UMUM Meningkatkan kemampuan perawat (keluarga) dalam upaya perawatan restorasi penderita stroke setelah perawatan di rumah sakit. TUJUAN KHUSUS 1. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang pengertian, perjalanan, tanda dan gejala serta dampak dari penyakit stroke. 2. Menjelaskan tentang indikator-indikator dan aktivitas restorasi kepada perawat. 3. Menjelaskan out put perawatan restorasi POKOK BAHASAN 1. Bahasan Penyakit Stroke 2. Indikator dan aktivitas restorasi Care 3. Out put perawatan restorasi 4. Tenaga Terlibat dalam Perawatan 63


DESKRIPSI MATERI POKOK BAHASAN 1. PENYAKIT STROKE 1. Definisi stroke Stroke termasuk penyakit cerebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen disebabkan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2004). Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan di otak (Jauch, 2005). 2. Jenis Penyakit Stroke Berdasarkan klinis secara umum terdapat 2 jenis stroke, yakni stroke iskemik (non hemorhagik) dan hemorhagik. Jenis hemorhagik dapat terjadi sebagai perdarahan intracerebral ataupun subaraknoid. Berdasarkan jenis Sroke adalah sebagai berikut (Bustan, 2007): 1. TIA (Transient Ischemic Attack). Merupakan stroke ringan, berupa serangan iskemik sepintas. Pada keadaan ini semua gejala neurologis yang timbul akau sembuh dalam 24 jam, sehingga pasien tidak mengalami ketergantungan dan sepenuhnya dapat mandiri setelah pulang dari rumah sakit. 2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit). Merupakan stroke yang ringan berupa gangguan saraf oleh iskemik yang dapat pulih dan gejalanya dapat sembuh sempurna dalam waktu 24 jam. 64


3. Stroke Non Hemorhagica (Stroke tanpa pendarahan). Merupakan stroke infark iskemik, yang terjadi karena aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah otak. Biasanya penderitanya masih sadar. 4. Stroke Hemorrhgica (stroke dengan perdarahan). Merupakan stroke perdarahan yang terjadi karena dinding pembuluh darah otak robek. Biasanya kesadaran penderita menurun. (Anies, 2006) 3. Tanda dan Gejala Menurut Richard, et al., (2009) lima gejala umum yang ditemukan pada pasien stroke sebagian besar meliputi : 1. Tiba-tiba mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh. 2. Tiba-tiba kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami. 3. Tiba-tiba kesulitan melihat pada salah satu mata atau kedua mata. 4. Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi. 5. Mendadak sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya. 4. Dampak stroke Dampak yang ditimbulkan dari stroke pada setiap pasien berbeda- beda tergantung dari bagian otak yang terkena injuri, keparahan injuri, dan status kesehatan seseorang. Keparahan yang ditimbulkan berdasarkan dari ukuran dan letak terjadinya perdarahan dan infark yang terjadi dalam otak, sehingga dapat diketahui seberapa besar gangguan fungsional yang diderita oleh pasien. Berdasarkan Thomas, (1991); Lumbantobing, (2000); Smetltzer dan Bare, (2004) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi. Defisit neurologi yang terjadi tergantung dari pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area otak yang mengalami ketidakadekuatan perfusi sehingga dampak yang dapat diketahui adalah : 65


1. Gangguan motorik Pada awal serangan, anggota gerak yang terkena cenderung terlihat lemas dengan tonus otot yang jelek dan adanya gangguan pada gerakan tangan atau jari-jari kaki, sementara gerakan siku, balm dan panggul belum menunjukkan kelumpuhan. 2. Masalah komunikasi/bahasa. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan berupa afasia ekspresif dan afasia reseptif (Hudak & Gallo, 1994). Afasia ekspresif adalah ketidakmampuan pasien dalam mengubah suara menjadi pola - pola bicara yang dapat dipahami, namun pasien dapat berbicara dengan menggunakan satu kata. 3. Gangguan persepsi sensori Pasien mengalami ketidakmampuan dalam menginterpretasikan sensasi. Pasien kehilangan sensori atau hilang respon terhadap sensasi superficial yaitu kesulitan dalam merasakan sentuhan ringan atau berat, nyeri, panas, dingin dan kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh (Proprioresepsi) serta kesulitan dalam menginterpretasikan taktil dan auditorius. 4. Kerusakan fungsi kognitif dan psikologis Apabila kerusakan terjadi di lobus bagian frontal, maka akibat yang ditimbulkan berupa perhatian menjadi terbatas, kesulitan dalam pemahaman, mudah lupa, kurang motivasi yang berakibat pasien menjadi sering frustrasi dalam program rehabilitasi. Pasien pasca stroke dapat memperlihatkan masalah - masalah emosional dan perilaku yang mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. 66


5. Gangguan eliminasi Inkontinensia dapat terjadi apabila pasien tidak mampu mengkomunikasikan apa yang dirasakan atau karena gangguan motorik. Kadang - kadang setelah terjadi serangan stroke, kandung kencing menjadi atonia karena kerusakan sensasi terhadap pengisian kandung kencing atau kehilangan kontrol sfingter urinarius eksternal. Hal ini yang mengakibatkan pasien sering mengalami berkemih. Kehilangan kemampuan untuk mengendalikan buang air besar jarang terjadi dan ditemukan kurang dari 10 % pada pasien stroke (Hudak & Gallo, 1994). 6. Gangguan kesadaran POKOK BAHASAN 2. INDIKATOR DAN AKTIVITAS RESTORASI PENYAKIT STROKE Indikator yang dijadikan dalam perawatan restorasi Care adalah aktivitas pelayanan restorasi yang dilakukan di rumah. Komponen aktivitas perawatan restorasi bagi keluarga seperti terlihat pada tabel berikut: Table 2. Komponen Aktifitas Restorasi Care Asisten Perawat Sumber Informasi Teknik Pengalaman yang berhasil atau keberhasilan dalam melakukan suatu performa Performa sesungguhnya dalam aktifitas restorasi care selama pelatihan dan diulangi secara terus menerus sebagai suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam kapabilitas Persuasi verbal atau Pemberian motivasi verbal Pemberian motivasi verbal secara rutin dan penguatan dalam melakukan aktifitas restorasi care Pengalaman tak langsung Role modeling atau menyoroti kasus restorasi care yang berhasil/ memberi pengakuan bagi mereka yang melakukan aktifitas restorasi care Kondisi fisiologi dan emosi Mengurangi sensasi kurang menyenangkan terkait dengan aktifitas restorasi care seperti cemas akan penyelesaian tugas, frustasi kepada pasien yang disebabkan oleh kurangnya motivasi maupun respon yang lambat 67


Ekspektasi dapat ditingkatkan melalui empat mekanisme (Bandura, 1997): (1) penguasaan terhadap suatu pengalaman, atau berhasil melakukan sesuatu; (2) persuasi verbal, pemberian semangat secara verbal yang diberikan oleh sumber yang memiliki kredibilitas sehingga individu mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik; (3) pengalaman tak langsung, atau melihat individu melakukan aktifitas tertentu; dan (4) keadaan fisiologi dan afektif seperti rasa sakit, lelah, atau kekhawatiran yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan. TABLE 3 Sekilas Tentang Program Pemberian Edukasi Restorasi Care 1. Pengenalan terhadap keperawatan restorasi care dengan fokus utama pada filosofi perawatan baru 2. Intervensi restorasi care: Berganti, berjalan, berolahraga, beraktifitas, berpindah, berlatih menggunakan alat penopang 3. Intervensi restorasi care: Mandi, berpakaian, makan, berkomunikasi, melakukan kontinensia 4. Dokumentasi aktifitas restorasi care dan meninjau ulang intervensi 5. Intervensi restorasi care: Bagaimana memotivasi pasien untuk berpartisipasi dalam aktifitas restorasi care 6. Teknik memasukkan aktifitas restorasi care ke dalam aktifitas harian Table 4. Contoh Daftar Perencanaan Mingguan Selama Program Pelatihan berdasarkan Minggu Minggu 1: Pengenalan terhadap Keperawatan restorasi Care: berfokus pada filosofi perawatan baru Minggu 2: Aktifitas restorasi Care: Berganti, berjalan, berolahraga, beraktifitas, berpindah, berlatih menggunakan splint / bidai atau alat penyangga Minggu 3: Intervensi restorasi Care: Mandi, berpakaian, makan, berkomunikasi, melakukan kontinensia Minggu 4: Dokumentasi Minggu 5: Motivasi: Bagaimana memotivasi pasien untuk berpartisipasi dalam aktifitas fungsional Minggu 6 Memasukkan Aktifitas restorasi Care ke dalam perawatan harian 68


1. Materi Intervensi Training bagi keluarga a. Pengantar Intervensi penderita stroke berangkat dari indentifikasi masalah yang terjadi pada penderita stroke dengan berbagai rujukan tenaga ahli dan koordinasi atara petugas dan keluarga. Untuk pelaksanaan intervensi diperlukan identifikasi potensi-potensi yang ada dalam penderita, keluarga dan masyarakat. selain itu tujuan bersama antara petugas, pasien, keluarga dan masyarakat menjadi konci keberlangsungan perawatan restorasi penderita stroke. Keberlangsungan perawatan restorasi penderita stroke lebih bertumpu pada peran keluarga dan masyarakat karena intervensi lebih banyak dilakukan oleh kelurga dan masyarakat, dan peran petugas sebagai penetapan tujuan dan komitmen intervensi penderita stroke yang akan dilakukan bersama terhadap penderita. b. Materi restorasi care Intervensi yang diberikan penderita stroke tergantung dari permasalahan dan diagnosis keperawatan yang terjadi pada penderita stroke. adapun berbagai alternative intervensi pada pendeita stroke meliputi : 1. Kelumpuhan Pada Salah Satu Sisi Tubuhnya Pasien tidak mampu menggerakkan tangan atau kaki atau keduanya pada salah satu sisi tubuh. Yang dapat anda lakukan : Aturlah posisi pasien senyaman mungkin, terlentang atau miring ke salah satu sisi, dengan memberikan perhatian khusus pada bagian yang lumpuh. Untuk keterangannya lebih jelas, baca halaman 6. 69


Ada/tanpa ada kelumpuhan pada salah satu sisi wajah yang mengakibatkan air liur mengalir dari salah satu sudut mulut. Yang dapat anda lakukan : - Ingatkan pasien untuk selalu menelan air liurnya. - Berikan minum melalui sedotan. 2. Tonus Otot yang Abnormal Tonus otot melemah (lemas) atau meningkat (kaku). Yang dapat anda lakukan : Program latihan yang diberikan terapis okupasi akan membantu mencegah kecacatan dan mengembalikan fungsi seoptimal mungkin. Gunakan penyangga yang dianjurkan oleh terapis 3. Menurunnya atau Hilangnya Rasa (Sensibilitas) Yang dapat anda lakukan : - Jauhkan atau hindarkan alat-alat atau keadaan yang dapat membahayakan fisik pasien. Misalnya : api, benda tajam, dsb. - Ingatkan pasien akan keadaannya tersebut. - Anjurkan pasien untuk mencoba sesuatu, misalkan air panas, menggunakan tangan yang sehat. 70


4. Gangguan Lapang Pandang Pasien memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya. Yang dapat anda lakukan : - Konsul terapi okupasi - Letakkan nampan makanan pada sisi yang dapat dilihat oleh pasien 5. Pasien Melalaikan Sisi yang Lumpuh Pasien tampak tidak mengenal dan mengabaikan anggota tubuhnya yang lumpuh, misalnya mengenakan pakaian hanya pada sisi tubuh yang normal. Yang dapat anda lakukan : - Pengasuh bisa berbicara dengan pasien selalu dari sisi yang lumpuh - Ingatkan pasien akan keadaannya 6. Gangguan Persepsi Pasien mengalami kesulitan dalam : - Mengenal bentuk, ukuran dan warna - Menilai bentuk tubuhnya - Melakukan tindakan sederhana, misalnya : menyisir, mengenakan pakaian atau menaruh cangkir diatas meja. 71


Yang dapat anda lakukan : - Buatlah gambar dengan bermacam ukuran, bentuk dan warna - Ajarkan pasien untuk melakukan suatu kegiatan tahap demi tahap 7. Status Mental Terganggu Pasien mungkin mengalami bingung, hilangnya atau berkurangnya daya ingat atau mungkin juga mengalami kesulitan dalam mengeluarkan pendapat. Yang dapat anda lakukan : - Melatih daya ingat pasien untuk mengenal nama, tempat dan waktu. - Berbicara dengan pasien mengenai hal-hal yang nyata. - Menggunakan buku-buku dan album foto keluarga untuk merangsang daya ingat pasien. 8. Masalah-masalah Emosional - Reaksi emosional pasien yang tidak sesuai, misalnya : tertawa atau menangis tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. - Depresi. - Perasaan tidak enak. 72


Yang dapat anda lakukan : - Berikan dorongan mental, perlindungan (rasa aman) dan rasa penuh pengertian. - Konsul ke ahli jiwa atau psikolog bila diperlukan. 9. Masalah Komunikasi - Gangguan bahasa : bisa berupa kesulitan dalam mengungkapkan pendapat atau kesulitan dalam memahami apa yang dikatakan orang lain. - Tidak bisa berbicara sama sekali. Yang dapat anda lakukan : - Konsul ke terapis wicara. - Ciptakan suasana gembira dan rileks. - Berbicara pelan dan jelas. - Gunakan gerakan tangan, tulisan atau gambar bila diperlukan. - Berikan waktu pada pasien untuk menjawab pertanyaan. - Jangan tertawakan jika pasien mencoba untuk berbicara. 73


c. Self Efficacy, Self Manajemen, Self Regulasi Self Efficacy Menurut Bandura (1997), self efficacy akan mempengaruhi proses dalam diri manusia melalui proses kognitif, motivasi, afektif dan seleksi, yaitu: 1) Proses kognitif. Self efficacy mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat mendorong atau menghambat perilaku seseorang. Self efficacy yang tinggi mendorong pembentukan pola pikir untuk mencapai kesuksesan, dan pemikiran akan kesuksesan akan memunculkan kesuksesan yang nyata, sehingga akan semakin memperkuat self efficacy seseorang. 2) Proses motivasional. Kemampuan untuk mempengaruhi diri sendiri dengan mengevaluasi penampilan pribadinya merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan dirinya. Self efficacy merupakan salah satu hal terpenting dalam mempengaruhi diri sendiri untuk membentuk sebuah motivasi. Kepercayaan self efficacy mempengaruhi tingkatan pencapaian tujuan, kekuatan untuk berkomitmen, seberapa besar usaha yang diperlukan, dan bagaimana usaha tersebut ditingkatkan ketika motivasi menurun. 3) Proses afektif. Self efficacy berperan penting dalam mengatur kondisi afektif. Self efficacy mengatur emosi seseorang melalui beberapa cara, yaitu seseorang yang percaya bahwa mereka mampu mengelola ancaman tidak akan mudah tertekan oleh diri mereka sendiri, dan sebaliknya seseorang self efficacy yang rendah cenderung memperbesar resiko, seseorang dengan self efficacy yang tinggi dapat menurunkan tingkat stress dan kecemasan mereka dengan melakukan tindakan untuk mengurangi ancaman lingkungan, seseorang dengan self efficacy yang 74


tinggi memiliki kontrol pemikiran yang lebih baik, dan self efficacy yang rendah dapat mendorong munculnya depresi. 4) Proses seleksi. Proses kognitif, motivasional, dan afektif akan memungkinkan seseorang untuk membentuk tindakan dan sebuah lingkungan yang membantu dirinya dan bagaimana mempertahankannya. Dengan memilih lingkungan yang sesuai akan membantu pembentukan diri dan pencapaian tujuan. Tiga hal penting yang mendasari self efikasi menurut teori bandura antara lain 1). Agen penyebab perilaku 2). kognitif dan faktor personal dan 3). lingkungan eksternal. Tiga konsep ini yang mendasari terjadinya self efikasi (kemandirian) penderita (Wood & Bandura, 1989). Faktor yang membentuk self efficacy pada aspek agen yang terkait perilaku adalah persepsi atau keyakinan dalam diri individu yang terkait sehingga harapan kemandirian akan terujud. Aspek yang mendasari pada faktor kognitif adalah pengetahuan yang dimiliki pada individu sehingga menimbulkan suatu keyakinan akan kebenaran sebuah tindakan. Aspek lingkungan yang mendasari self efficacy adalah faktor eksternal seperti lingkungan keluarga. Self Manajemen Gruman dan Von Korff (1996) mendefinisikan self-management sebagai tindakan melakukan suatu perilaku tertentu yang memiliki kemampuan untuk mengurangi dampak fisik dan emosional dari penyakit, berdasarkan pada derajat partisipasi individu dalam pendidikan/ perawatan atau type pendidikan/perawatan yang diterima. Adam, Greiner, dan Corrgan (2004) mendefinisikan self management sebagai berikut: "Self management relates to the tasks that an individual must undertake to live well with one ore more chronic conditions. These tasks include gaining confidence to deal with medical management, role management, and emotional management" 75


Dengan mengacu pada semua definisi diatas, pada penelitian ini self management didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang ditujukan untuk mensejahterakan individu dengan penyakit kronis (contoh : Diabetes mellitus), melalui pelaksanaan dengan medical management, role management dan emotional management. Loriq & Holman (2003) menyatakan ada tiga aspek tujuan self management yang dijabarkan sebagai berikut : 1) Medical atau behavioral management (manajemen medis). Manajemen medis berkaitan dengan perilaku individu dalam menjalani pengobatan, mengikuti suatu diet, atau menggunakan alat kesehatan terkait lainnya. Pada dasarnya manajemen medis terkait dengan asupan informasi medis individu terkait dengan penyakitnya. 2) Role management. Role management berkaitan dengan mempertahankan, mengubah dan menciptakan perilaku atau peran seharihari. Role management dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan cognitive behavioural therapy seperti perumusan tujuan (goal setting), serta pembuatan rencana tindakan (action plan) 3) Emotional management. Emotional management berkaitan dengan menghadapi segmen emosional dari penyakit yang dihadapi. Emosi seperti kemarahan, ketakutan, rasa frustasi dan depresi umum dialami oleh seseorang dengan penyakit kronis, dengan demikian belajar untuk mengelola emosi ini menjadi bagian dari usaha untuk mengelola kondisinya. 4) Self-management sebagai proses dan hasil pelatihan. Self management dapat menjadi proses atau hasil. Pelatihan self management dapat dilakukan dengan basis pendekatan one- to one, antara individu dengan penyedia 76


layanan kesehatannya, ataupun dalam suatu group setting yang dipimpin oleh penyedia layanan kesehatan. Pelatihan diharapkan dapat` mendorong individu antuk mengidentifikasi masalah, menemukan faktor penghambat dan faktor pendorong, menciptakan solusi, dan membangun tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Self Regulasi Self regulation sebenarnya mengacu pada proses pemecahan masalah. Pemecahan masalah kesehatan masyarakat pada dasarnya tidak berbeda dengan pemecahan masalah lain. Dalam model self regulation terdapat proses interpretasi masalah, koping, dan appraisal atau penilaian keberhasilan koping (Ogden, 2004). Model regulasi diri yang dikenalkan oleh Leventhal tentang suatu penyakit adalah sebagai berikut: 1. Pengenalan Sakit (Illnees Cognition). Pada setiap fase kehidupan manusia selalu mengalami dua hal, yaitu keadaan sehat dan sakit. Individu memilki penilaian tersendiri terhadap kondisi sehat dan sakit yang dideritanya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu upaya bagaimana mengukur penilaian sehat dan penilaian sakit yang dialami oleh individu, salah satunya dengan metode pengenalan sakit (Ogden, 2007). Leventhal at al (1997), mendefinisikan pengenalan sakit (illness cognition) sebagai “keyakinan implisit pasien tentang sakit mereka.” Leventhal mengidentifikasi lima dimensi kognitif dari keyakinan ini: 2. Identitas, hal ini mengacu pada label yang diberikan ke sakit (diagnosis medis) dan gejala yang dialami. 3. Sebab sakit yang dirasakan, sebab ini dapat bersifat biologis, seperti virus atau lesi, atau psikososial, seperti perilaku saat stress atau sehat. 77


Selain itu pasien dapat mempertahankan presentasi sakit yang merefleksikan berbagai model kausal yang berbeda. Tahapan-tahapan model yang dikembangkan Leventhal (2003), adalah sebagai berikut: 1) Tahapan 1: lnterpretasi. Individu dapat dikonfrontasikan dengan masalah sakit potensial melalui dua cara atau penyaluran yaitu persepsi gejala ("saya merasakan sakit pada dada saya") atau pesan sosial ("dokter saya telah mendiagnosa sakit ini sebagai angina"). Representasi kognitif dari masalah memberi arti masalah dan membuat individu dapat mengembangkan dan mempertimbangkan strategi penanganan yang tepat. Identifikasi masalah sakit juga akan menghasilkan perubahan pada keadaan emosional. 2) Tahapan 2: Koping. Tahapan berikutnya dalam model regulasi diri (self regulation) adalah pengembangan dan identifikasi strategi koping yang tepat. Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secarakonstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Ini bisa mengkoreksi atau mengangkat masalah, atau bisa termasuk rnengubah cara seseorang berpikir tentang masalah atau belajar untuk menoleransi dan menerimanya. 3) Tahapan 3: Penilaian. Tahapan ketiga dari model regulasi diri adalah penilaian. Hal ini melibatkan individu yang mengevaluasi efektivitas strategi koping dan menentukan apakah akan menggunakan strategi ini atau apakah akan memilih strategi yang lain. 78


POKOK BAHASAN 3: INDIKATOR OUT PUT PERAWATAN RESTORASI Beberapa intervensi telah diterapkan untuk mengubah perilaku asisten perawat dan mengajari mereka bagaimana untuk memberi motivasi kepada pasien untuk lebih berpartisipasi dalam melakukan aktifitas seharihari (ADL). Blair (1996) mengembangkan dan menguji sebuah intervensi untuk mempromosikan kemandirian di aktifitas fungsional menggunakan setting tujuan bersama dan prosedur behavioral yang berfokus pada melakukan tindakan dengan segera, membentuk, dan menyediakan penguatan/motivasi untuk ikut berpartisipasi dalam aktifitas fungsional. Membangun filosofi restorasi care paling baik dilakukan dengan mendidik para pemberi perawatan dan setiap individu yang berinteraksi dengan pasien stroke tentang restorasi care, apa manfaatnya untuk perawat dan pasien, serta dampaknya pada kualitas hidup pasien. Pendidikan yang dimaksud juga harus memberi kesempatan kepada para pemberi perawatan untuk bertanya dan mendiskusikan perasaan mereka tentang, misalnya saja, memotivasi pasien Kesepakatan antara para pemberi perawatan dengan pihak administrasi tentang prioritas kerja juga perlu diadakan. Pemberian reward untuk prestasi kerja juga harus lebih didasarkan pada membantu pasien untuk ikut serta dalam aktifitas fungsional daripada menyelesaikan tugas memandikan dan memakaikan baju pasien pada waktu tertentu. Sistem pendidikan dan pelatihan yang memadai akan berdampak pada penerapan filosofi restorasi care. Jenis pendekatan yang digunakan dalam pemberian edukasi dan pelatihan pun harus dipertimbangkan dengan seksama, dan evaluasi keberhasilan dalam program sebelumnya pun penting untuk dilakukan. Pemahaman setiap pemberi perawatan tentang filosofi 79


restorasi care dan bagaimana mereka belajar dapat berbeda satu sama lain; oleh karena itu, pemberian jenis pendekatan mungkin juga diperlukan. Jenis program pemberian layanan saat bekerja atau pendidikan dalam kelas saja mungkin tidak cukup. Program berjalan, dimana pemberian edukasi dimasukkan ke dalam aktifitas perawatan pasien sebenarnya mungkin bisa menjadi cara jitu untuk memperkuat informasi yang dibutuhkan dalam restorasi care. Contohnya, mengajari asisten perawat teknik khusus restorasi care saat berada di samping tempat tidur pasien bisa menjadi teknik belajar yang baik. POKOK BAHASAN 4: TENAGA TERLIBAT DALAM PERAWATAN Perawatan restorasi pasien stroke membutuhkan sebuah TEAM dalam penyelengaraan pelayanan di rumah yang bersifat restorative. TEAM yang terlibat dalam perawatan restorasi antara lain Perawat, fisioterapi, okupasi terapi, psikologi, dan nutrisionis. TEAM dalam perawatan restorasi bertindak sebagai coordinator dan supervisor dalam program perawatan restorasi. Pada perawatan restorasi kordinator TEAM di lakukan oleh profesi perawat. Profesi lain bertindak sebagai konselor dan setiap profesi memiliki program dalam upaya perawatan restorasi. Profesi perawat bertindak sebagai manajer perawatan, profesi fisioterapi bertindak sebagai konselor dalam program fisik, motorik. Okupasi terapi sebagai konselor dalam sensorik dan motorik penderita stroke. psikologi sebagai konselor tentang emosional dan spiritual dan mengali kemampuan self efficacy, self manajemen dan self regulasi. 80


MATERI 2 INTERVENSI DAN ALUR PERAWATAN RESTORASI DESKRIPSI SINGKAT Intervensi yang dibeikan kepada pasien stroke berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh penderita. Beberapa keadaan yang terjadi pada penderita stroke antara lain gangguan Kelumpuhan, Ganggua otot, Gangguan Persepsi, Gangguan Mental, Gangguan Emosional, Gangguan Komunikasi. Selain itu permasalahan-permasalahan yang terjadi pada penderita stroke yang utama adalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam melaksanakan ADL (Activity Daily living) sehingga permasalahan-permasalahan seperti gangguan kelumpuan, gangguan komunikasi, gangguan otot, gangguan persepsi, mental, emosional dapat menganggu penderita dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Intervensi-intervensi yang yang diberikan kepada penderita stroke dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari terkait dengan permasalahan yang dialami oleh penderita stroke antara lain penatalaksanaan terkait kelumpuhan dan kelemahan otot, penatalaksanaan persepsi, mental dan emosional. Pada modul ini membahas tentang intervensi dan alur perawatan restorasi penderita stroke dari setiap aktivitas intervensi yang diberikan kepada penderita stroke. TUJUAN UMUM Meningkatkan kemampuan perawat (keluarga) dalam memberikan perawatan restorasi penderita stroke setelah perawatan di rumah sakit. TUJUAN KHUSUS 1. Meningkatkan skill perawat tentang pengertian, perjalanan, tanda dan gejala serta dampak dari penyakit stroke. 81


2. Meningkatkan ketrampilan asisten perawat (keluarga) dalam intervensi penderita stroke. 3. Meningkatkan peran asisten perawat dalam memberikan perawatan restorasi dan manajerial perawatan penderita stroke. POKOK BAHASAN 1. Permasalahan dan Tujuan intervensi bagi penderita stroke yang dilakukan oleh asisten perawat (keluarga). 2. Intervensi dan Bagan Alur Perawatan DESKRIPSI MATERI POKOK BAHASAN 1. PERMASALAHAN DAN TUJUAN INTERVENSI STROKE OLEH ASISTEN PERAWAT (KELUARGA). 1. Masalah gangguan Kelumpuhan Masalah : Gangguan kelumpuhan pada aktivitas gerak (tangan dan kaki) Tujuan : Meningkatkan kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas fisik melalui self efficacy, self care dan self regulasi. Pendekatan : fisik dan psikologis 2. Gangguan otot Masalah : Gangguan kekuatan otot pada aktivitas gerak (tangan dan kaki) Tujuan : Meningkatkan kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas fisik. Pendekatan : fisik 82


3. Gangguan Persepsi Masalah : Gangguan persepsi Tujuan : Meningkatkan kemampuan penderita dalam melakukan manajemen persepsi. Pendekatan : Psikologis 4. Gangguan Mental Masalah : Gangguan Mental Tujuan : Meningkatkan kemampuan psikologis penderita stroke Pendekatan : Psikologis dan komunikatif 5. Gangguan Emosional Masalah : Gangguan emosional Tujuan : Meningkatkan kemampuan penderita dalam mengelola emosi. Pendekatan : Psikologis dan spiritual 6. Gangguan Komunikasi. Masalah : Gangguan Komunikasi Tujuan : Meningkatkan Kemampuan penderita dalam berkomunikasi baik verbal dan non verbal. Pendekatan : Komunikatif MATERI 2. INTERVENSI DAN BAGAN ALUR PERAWATAN OLEH PERAWAT 1. Masalah Kelumpuhan dan gangguan otot Intervensi : Pemulihan kelumpuhan dan gangguan otot Intervensi yang dilakukan pada masalah perawata kelumpuhan dan gangguan otot dapat dilakukan melalui pemulihan kemampuan anggota gerak, pengaturan posisi tidur dan latihan aktifitas fisik. Adapun intervensi 83


kelumpuhan yang dilakukan meliputi pemulihan fase akut, fase pasif dan fase active. A. Pemulihan fase Akut Pada fase akut (biasanya 48-72 jam pertama setelah serangan stroke) keadaan pasien belum stabil, sehingga pasien harus berbaring di tempat tidur. Tetapi sikap dan posisi pasien harus diperhatikan, terutama anggota badan yang lumpuh. Selain untuk mencegah terjadinya kecacatan, juga untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien. Selain memperhatikan sikap dan posisi pasien, kita juga harus memberikan latihan-latihan pasif anggota gerak atas dan bawah yang berguna untuk mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi. 1. Posisi Pasien Posisi pasien harus dirubah setiap 2-3 jam berupa terlentang, miring ke sisi yang sehat dan miring ke sisi yang sakit. Pada waktu miring ke sisi yang sakit, usahakan tidak lebih dari 20 menit. Berbaring terlentang : - Posisi kepala, leher dan punggung harus lurus. - Letakkan bantal dibawah bahu dan lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar kea rah luar, siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan. - Letakkan pula bantal dibawah pangkal paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar ke arah dalam, lutut agak ditekuk. 84


Miring ke Sisi yang Sehat : - Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku dilurskan. - Kaki yang lumpuh diletakkan di depan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut ditekuk. Miring ke Sisi yang Lumpuh : - Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu pasien tidak memutar secara berlebihan. - Kaki yang lumpuh agak ditekuk, kaki yang sehat menyilang di atas kaki yang lumpuh dengan diganjal bantal. 2. Latihan Pasif Anggota Gerak Atas dan Bawah a) Latihan pasif anggota gerak atas Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu : - Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memegang lengan. - Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan dengan siku tetap lurus. Gerakan menekuk dan meluruskan siku : - Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan siku. 85


Gerakan memutar pergelangan : - Pegang lengan bawah dengan tangan satu tangan lainnya menggenggam telapan tangan pasien. - Putar pergelangan tangan pasien kea rah luar (terlentang) dan ke arah dalam (telungkup). Konsul terapis fisik seblum melakukan latihan ini : Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan : - Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang pergelangan tangan pasien. - Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah. Gerakan memutar ibu jari : - Pegang telapak tangan dan keempat jari dengan tangan satu, tangan lainnya memutar ibu jari tangan. Gerakan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan : - Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan jari-jari tangan. 86


b) Latihan pasif anggota gerak bawah Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha : - Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai. - Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus. Gerakan menekuk dan meluruskan lutut : - Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai. Kemudian tekuk dan luruskan lutut. Gerakan untuk pangkal paha : - Gerakkan kaki pasien menjauh dan mendekati badan (kaki satunya) Gerakan memutar pergelangan kaki : - Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan lainnya memutar pergelangan kaki. 2. Fase Latihan Aktif Selain latihan pasif yang dilakukan oleh terapis fisik atau oleh pengasuh, bila keadaan umum pasien telah stabil, pasien dilatih untuk melakukan latihan aktif anggota gerak atas dan bawah secepat (sedini) mungkin. 87


1. Latihan Aktif Anggota Gerak Atas dan Bawah Latihan I : - Angkat tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat ke atas. - Letakkan kedua tangan di atas kepala. - Kembalikan tangan ke posisi semula Latihan II : - Angkat tangan yang lumpuh melewati dada ke arah tangan yang sehat. - Kembali ke posisi semula Latihan III : - Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas. - Kembali seperti semula. Latihan IV : - Tekuk siku yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat. - Luruskan siku kemudian angkat ke atas. - Letakkan kembali tangan yang lumpuh di tempat tidr. 88


Latihan V : - Pegang pergelangan tangan yang lumpuh menggunakan tangan yang sehat angkat ke atas dada. - Putar pergelangan tangan kearah dalam dan kearah luar. Latihan VI : - Tekuk jari-jari yang lumpuh dengan tangan yang sehat, kemudian luruskan. - Putar ibu jari yang lemah menggunakan tangan yang sehat Latihan VII : - Letakkan kaki yang sehat di bawah lutut yang lumpuh. - Turunkan kaki yang sehat, sehingga punggung kaki yang sehat berada di bawah pergelangan kaki yang lumpuh. - Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat, kemudian turunkan pelan-pelan. Latihan VIII : - Angkat kaki yang lumpuh menggunakan kaki yang sehat ke atas sekitar 3 cm. 89


- Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kea rah satu sisi, kemudian ke sisi sebelahnya (sisi satunya). - Kembali ke posisi semula dan ulangi lagi. Latihan IX : - Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang pada lutut yang lumpuh dengan tangan satu. - Dengan tangan lainnya penolong memegang pinggang pasien. - Anjurkan pasien untuk mengangkat bokongnya. - Kembali ke posisi semula dan ulangi lagi. 2. Latihan Keseimbangan Bila keadaan umum pasien telah stabil yang dinyatakan oleh team medis, mulailah melatih keseimbangan duduk, berdiri dan berjalan. a) Melatih keseimbangan duduk - Penolong berdiri di sebelah sisi yang lumpuh, penolong lainnya berdiri di sisi yang sehat (bila diperlukan). - Letakkan lengan anda yang dekat dengan kepala pasien di belakang punggung pasien, deminikan pula tangan penolong satunya. - Tarik bersama-ama pasien kea rah duduk tegak. 90


- Bila pasien telah mampu menjaga keseimbangan waktu duduk, letakkan bantal di belakang kepala, leher dan bahu yang lumpuh (jumlah 4 bantal), letakkan juga satu bantal di bawah lengan yang lumpuh (perhatikan gambar). b) Melatih keseimbangan berdiri - Sediakan cermin besar supaya pasien dapat melihat apakah berdirinya sudah tegak atau belum. - Berikan kesempatan kepada pasien untuk berusaha berdiri sendiri semaksimal mungkin. - Berdirilah dekat sisi pasien yang lumpuh untuk memberikan perasaan aman padanya. 91


3. Latihan Menggunakan Tangan yang Lumpuh Hampiri dan berbicara dengan pasien dari sisi tubuh yang lumpuh, sentuhlah anggota tubuh yang lumpuh tersebut dan gosoklah dengan lembut. - Jangan topang pasien bila tiba – tiba pasien seakan terjatuh (condong ke sisi yang lumpuh), karena pasien akan belajar sendiri untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. - Berikan motivasi kepada pasien untuk menggunakan tangan yang lumpuh sebanyak (sesering) mungkin. - Gunakan sling/penyangga sesuai yang dianjurkan terapis fisik. 4. Latihan Mobilisasi Sebelum latihan berjalan, pastikan bahwa pasien telah mampu berdiri dan menjaga keseimbangannya dengan baik. Posisi penolong (pengasuh) harus selalu berada di sisi yang lemah dan membantu pasien dari arah tersebut. a) Latihan berjalan menggunakan tongkat berkaki satu atau berkaki empat. Anjurkan pasien untuk meletakkan tongkat di depannya agak kesamping, langkahkan kaki yang lemah terlebih dulu diikuti kaki yang sehat, ulangi cara ini untuk belajar berjalan selanjutnya. 92


b) Latihan naik turun tangga. - Naik tangga dibantu penolong. Penolong berdiri di belakang pasien. Langkahkan kaki yang sehat terlebih dahulu sambil tangan berpegang pada pergelangan tangga, kemudian kaki lumpuh langkahkan pada anak tangga yang sama. - Turunkan tangga dibantu penolong. Sambil berpegangan pada pegangan tangga, langkahkan terlebih dahulu kaki yang lemah, kemudian diikuti kaki yang sehat. Penolong berdiri di depan pasien menghadap ke pasien. 93


Click to View FlipBook Version