- Naik dan turun tangga tanpa menggunakan tongkat. - Naik dan turun tangga menggunakan tongkat. Alur / Mekanisme Perawatan: Ya Masalah diagnosis Angota gerak atas Keseimban gan Anggota gerak bawah Masalah Kelumpuhan dan gangguan otot Tidak Masalah Lain Posisi Intervensi evaluasi Latihan fisik Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Penguatan self efficacy Penguatan self manajemen Penguatan self regulasi Frek Kelangsung an tindakan Gambar. Flo Chart Alur penanganan masalah kelumpuahan da kelemahan otot 94
2. Masalah Komunikasi Intervensi yang terkait dengan masalah komunikasi pada pasien stroke dapat dilakukan dengan aktivitas menulis, membaca, mengucapkan huruf, mendengarkan suara dan latihan berkomunikasi. Intervensi pada permasalahan bicara dapat konsul dengan terapis wicara. Selain konsul ke terapis wicara dan melakukan kegiatan seperti yang telah dibicarakan di muka (halaman 4), biasanya terapis okupasi memberikan latihan-latihan sebagai berikut : Latihan menulis Latihan membaca Latihan mengucapkan huruf A, I, U, E, O Latihan mendengar suara, mis : musik, kaset berisi suara anggota keluarga 95
Latihan berkomunikasi menggunakan papan yang bergambar ata berupa tulisan Flow chart perawatan komunikasi Tidak Frek Masalah diagnosis Intervensi evaluasi Ya Menulis Latihan komunikasi Tidak Membaca Ya mendengark Tidak an Ya Ya Masalah Gangguan bicara dan komunikasi Tidak Berkomuni kasi Ya Tidak Kelangsung an tindakan Penguatan self efficacy Masalah Lain Penguatan self manajemen Penguatan self regulasi Gambar. Flo Chart Alur penanganan masalah gangguan bicara dan gangguan berkomunikasi 3. Masalah persepsi Permasalahan-permasalahan yang terjadi terkait dengan gangguan persepsi antara lain mengenal bentuk, ukuran, warna, menilai bentuk tubuhnya. 96
1. Gangguan Persepsi Pasien mengalami kesulitan dalam : - Mengenal bentuk, ukuran dan warna - Menilai bentuk tubuhnya - Melakukan tindakan sederhana, misalnya : menyisir, mengenakan pakaian atau menaruh cangkir diatas meja. Yang dapat anda lakukan : - Buatlah gambar dengan bermacam ukuran, bentuk dan warna - Ajarkan pasien untuk melakukan suatu kegiatan tahap demi tahap Alur / Mekanisme Perawatan: Ya Masalah diagnosis Mengenalkan warna Mengenalkan berbagai ukuran Masalah Gangguan persepsi Tidak Masalah Lain Mengenalkan bentuk Intervensi evaluasi Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Penguatan self efficacy Penguatan self manajemen Penguatan self regulasi Frek Kelangsung an tindakan Dukungan keluarga Gambar. Flo Chart Alur penanganan masalah gangguan persepsi 97
4. Masalah Emosi Permasalahan-permasalahan emosi yang terjadi pada penderita dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan keagamaan, bimbingan mental. Masalah-masalah Emosional - Reaksi emosional pasien yang tidak sesuai, misalnya : tertawa atau menangis tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. - Depresi. - Perasaan tidak enak. Yang dapat anda lakukan : - Berikan dorongan mental, perlindungan (rasa aman) dan rasa penuh pengertian. - Konsul ke ahli jiwa atau psikolog bila diperlukan. Alur / Mekanisme Perawatan: Ya Masalah diagnosis Memberika n rasa aman Dzikir Memberika n pengertian Masalah Gangguan Emosi Tidak Masalah Lain Berdoa Intervensi evaluasi Manajemen mental dan emosional Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Penguatan self efficacy Penguatan self manajemen Penguatan self regulasi Frek Kelangsungan tindakan Gambar. Flo Chart Alur penanganan masalah emosi 98
5. Masalah Kebutuhan Sehari-hari Permasalahan yang dihadapi penderita stroke antara lain adalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari. pemenuhan kebutuhan sehari-hari antara lain makan, minum, berpakaian, mengunakan kamar kecil, dan pindah tempat duduk. Intervensi pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat dilihat dengan keberhasilan perawatan yang dilakukan oleh anggota keluarga dalam memberikan pelayanan kepada penderita. Adapun rincian perawatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari adalah sebagai berikut: 1. Tata Cara Makan * Ciptakan suasana tenang dan rileks pada waktu makan. * Latihan dikonsentrasikan pada latihan menelan, berikan makanan yang tidak perlu dikunyah dan letakkan pada bagian tengah belakang dari lidah. * Pada waktu menelan, anjurkan pasien untuk memegang kerongkongannya untuk merasakan proses menelan. * Setelah pasien mampu menelan, lanjutkan dengan latihan mengunyah dan menggigit. * Bila perlu gunakan peralatan makan khusus, misalnya : sendok sekaligus garpu, dsb. 99
2. Tata Cara Berpakaian Cara menggunakan kemeja : 1. Masukkan terlebih dahulu lengan yang lemah ke dalam lengan baju. 2. Tarik lengan baju ke atas sampai bahu. 3. Putar baju ke arah lengan yang sehat. 4. Masukkan tangan yang sehat ke lengan baju lainnya. Cara menggunakan celana : 1. Masukkan kaki yang lemah terlebih dahulu ke dalam celana. 2. Setelah itu masukkan kaki yang sehat ke dalam celana. 3. Jika keseimbangan berdiri pasien telah bagus, celana langsung ditarik ke atas. 4. Jika keseimbangan berdiri pasien belum baik, pasien berbaring dahulu, baru celana ditarik ke atas secara bergantian. 100
3. Tata Cara Menggunakan Kamar Kecil * Berikan pegangan yang menempel di dinding disamping closet. * Bila perlu gunakan commode di atas closet. * Sediakan kursi di kamar mandi untuk mandi pasien, jika ada sediakan shower. * Untuk menjaga keseimbangan dan keamanan pasien, pasang pegangan pada dinding kamar mandi. * Usahakan terdapat bagian yang kering di kamar mandi. 4. Tata Cara Berpindah Dari tempat tidur ke kursi : * Letakkan kursi roda/kursi di sebelah sisi yang lemah. * Pastikan bahwa tempat tidur dan kursi roda dalam keadaan terkunci. * Anjurkan agar pasien bergeser ke tepi tempat tidur, duduk dengan telapak kaki menapak lantai. * Pegang pinggang pasien dengan kedua tangan anda, anjurkan pasien untuk memegang kedua bahu anda. * Bantu pasien untuk berdiri dan mundur ke belakang untuk duduk di kursi. 101
Dari kursi roda ke mobil : * Parkir mobil cukup jauh dari trotoar (garis ubin) untuk memberi ruang pada kursi roda. * Dorong kursi roda ke dekat pintu mobil dengan sisi yang sehat berada dekat pintu mobil. Pastikan bahwa kursi roda dalam keadaan terkunci. * Dengan ditopang lengan yang sehat, pasien berdiri dan masuk ke pintu mobil serta duduk di jok mobil, anjurkan pasien untuk bergeser ke belakang sejauh mungkin. Sementara itu penolong memegangi pintu mobil yang dilewati pasien. 102
Flow chart perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari Ya Masalah diagnosis Berpakaia n Pindah tempat Mengunaka n kamar Masalah Pemenuhan kebutuhan sehari-hari Tidak Masalah Lain Cara makan Intervensi evaluasi Aktivita s Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Penguatan self efficacy Penguatan self manajemen Penguatan self regulasi Frek Kelangsung an tindakan Dengan batuan Gambar. Flo Chart Alur penanganan pemenuhan kebutuhan sehari-hari 103
MATERI 3 ASUHAN PERAWATAN RESTORASI PENDERITA STROKE DESKRIPSI SINGKAT Asuhan keperawatan penderita stroke meliputi pengkajian, tujuan, diagnose, implementasi, intervensi dan evaluasi perawatan. Pengkajian perawatan restorasi dilakukan terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada penderita stroke yang meliputi pengkajian fisik, psikis, biologis, emosional dan spiritual. Tujuan penderita stroke diutamakan berdasar tujuan bersama antara petugas dan anggota keluarga. diagnosis perawatan didasarkan pada permasalahan penderita stroke. implementasi perawatan didasarkan pada masalah yang dihadapi penderita stroke. evaluasi dilakukan berdasarkan aktivitas perawatan penderita stroke. Modul ini akan mempelajari tentang asuhan perawatan restorasi penderita stroke dalam keluarga dan asuhan keperawatan bagi penderita. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mendapat pembelajaran peserta pelatihan mampu melakukan asuhan perawatan penderita stroke di rumah pada pasien stroke setelah dilakukan perawatan dari rumah sakit. B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mampu : 1. Menjelaskan tentang pengkajian fisik. 2. Menjelaskan tentang pengkajian biologis. 3. Menjelaskan tentang pengkajian emosional. 4. Menjelaskan tentang pengkajian spiritual. 104
POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : Pokok bahasan 1 : Pengkajian penderita stroke Pokok bahasan 2 : Tujuan Perawatan restorasi Pokok bahasan 3 : diagnosis keperawata restorasi Pokok bahasan 4 : Rencana intervensi restorasi Pokok bahasan 5 : Rencana implementasi restorasi Pokok bahasan 6 : Rencana evaluasi perawatan restorasi LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan proses pembelajaran : 1. Fasilitator memperkenalkan diri terlebih dahulu secara singkat dan meminta peserta untuk memperkenalkan diri juga. 2. Fasilitator menanyakan kepada peserta tentang harapan yang ingin dicapai setelah pembelajaran sesi ini. Fasilitator menayangkan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari proses pembelajaran sesi ini. 3. Fasilitator menciptakan suasana yang nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi. 4. Sebelum mempresentasikan materi, fasilitator menjajagi pengetahuan peserta terlebih dahulu dengan curah pendapat tentang pengkajian perawatan penderita stroke 5. Fasilitator menyampaikan materi dengan tayangan power point, praktik dan memberikan waktu peserta untuk tanya jawab. 6. Penutup: Fasilitator menutup sesi dengan evaluasi dan meminta peserta memberikan komentar objektif tentang sesi ini. 105
URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 : PENGKAJIA PENDERITA STROKE 1. Cara Pengkajian Keperawatan Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data data yang akurat dari klien sehingga diketahui ber bagi masalah yang ada. Pada pengkajian keperawatan, data yang kita kumpulkan tergantung dari masing – masing kasus yang kita kaji. Dalam mengumpulkan data melalui format pengmpulan,dapat dilakukan dengan cara: 1) Wawancara yaitu melalui komunikasi untuk mendapatkan respon dari klien dengan tatap muka 2) Observasi dengan mengadakan pengamatan secara visual atau secara langsung kepada klien 3) Konsultasi dengan melakukan konsultasi kepada yang ahli atau spesialis bagian yang mengalami gangguan Melalui pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik dengan metode inspeksi dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada organ yang diperiksa, Palpasi dengan cara meraba organ yang diperiksa, Perkusi dengan melakukan pengetuakan dengan menggunakan jari telunjuk atau hamer pada pemeriksaan neurologis dan auskultasi dengan mendegarkan bunyi bagian organ yang diperiksa,pemeriksaan laboratorium serta pemiksaan rontgen, dll. 2. Assesment fisik, biologis, psikologis, spiritual Pengkajian terhadap perawatan penderita stroke difokuskan kepada berbagai aspek dalam pemenuhan kebutuhan seperti kebutuhan fisik, biologis, psikologis dan spiritual. Bentuk pengkajian terhadap penderita stroke menurut Vandermeulen & Fahey (2011) antara lain: 106
1. Kebutuhan Makan Penyakit stroke menyebabkan terjadinya kelemahan saraf karena sumbatan yang terjadi di pembuluh darah otak sehingga menyebabkan kelemahan saraf motorik yang dapat berupa kelemahan pada anggota gerak tanggan dan kaki. Adanya kelemahan anggota gerak tangan menyebabkan terjadinya gangguan pemenuhan pola makan sehari-hari yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan makan pada penderita (Cowman et al. 2010). 2. Kebutuhan Bowel dan Bllander Penyakit storke menyebabkan ketidakmampuan penderita dalam berjalan dan beraktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kebutuhan termasuk kebutuhan dalam buang air besar. Pemenuhan kebutuhan dalam buang air besar didsebabkan oleh ketidak mampuan penderita dalam berjalan dan beraktivitas Cowman et al (2010). 3. Kebutuhan Mobilisasi Penelitian Cowman et al (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang menderita stroke mengalami kesulitan kelemahan dalam gerak 83% dan kelemahan setelah menderita stroke 92%. 4. Kebutuhan Perawatan kulit Penyakit stroke yang diderita menyebabkan terjadinya bedrets yang lama sehingga terjadi gangguan pada kulit. Terjadinya gangguan pada kulit disebabkan oleh situasi imobilisasi yang terjadi pada penderita stroke. Imobilisasi yang lama menyebabkan terjadinya dikubitus pada penderita stroke sehingga penderita stroke terjadi kematian jaringan pada kulit Cowman et al (2010). 107
5. Kebutuhan Aktivitas sehari-hari Cowman et al (2010) diperkirakan sekitar 20% penderita stroke memerlukan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Adanya bantuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Cowman et al (2010) gangguan kemandirian 86%, penurunan kemandirian dalam tidur, duduk 88%. 6. Terapi sensori dan kognitif Ostir et al (2008) dukungan emosi positif terhadap penderita stroke sangat penting, support positif berdampak pada penguatan fungsi motor dan kognitif. Fungsi motor dan kognitif sangat esensial dampak dari menderita stroke. Fungsi motorik yang baik sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemandirian penderita stroke berkaitan dengan kualitas hidup penderita stroke. Disisi lain kelemahan fungsi motorik pada penderita strok signifikan membutuhkan bantuan perawatan di rumah. Beberapa hasil penelitian terdahulu didapatkan hasil bahwa support emosi positif dapat menurunkan risiko onset kecacatan dan memperbaiki status fungsi motorik dan kognitif di masyarakat (Ostir et al., 2008). 7. Terapi kesehatan emosi dan fungsi sosial Ostir et al. (2008) pelayanan yang diberikan oleh tenaga professional seperti perawatan untuk rehabilitasi post stroke dapat melalui dukungan support emosi. Dukungan support emosi dapat diberikan orang yang dekat dengan penderita seperti keluarga, sehingga support yang diberikan oleh keluarga yang telah mendapatkan TOT dari professional seperti perawat mampu menjalankan fungsi perawatan di rumah. 108
8. Terapi komunikasi Penelitian Cowman et al (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang menderita stroke mengalami kesulitan berkomunikasi sebesar 51%. Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh kerusakan saraf otak yang diderita. 3. Masalah yang terjadi pada Penderita Stroke Permasalahan-permasalahan yang dapat terjadi pada penderita stroke antara lain: 1. Gangguan Kelumpuhan Pada Salah Satu Sisi Tubuhnya 2. Gangguan Tonus Otot yang Abnormal 3. Gangguan Hilangnya Rasa (Sensibilitas) 4. Gangguan Lapang Pandang 5. Gangguan kelumpuhan 6. Gangguan Persepsi 7. Gangguan Mental 8. Gangguan Emosional 9. Gangguan Komunikasi POKOK BAHASAN 2 : TUJUAN PERAWATAN RESTORASI Tujuan perawatan restorasi berorientasi pada kemampuan penderita stroke untuk dapat melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Rogers et al (1999) menerapkan intervensi yang berfokus untuk membantu pasien cacat kognitif berpartisipasi di perawatan. Tindakan keperawatan yang tepat, individu dengan cacat kognitif yang signifikan mampu meningkatkan fungsi dalam melakukan aktifitas perawatan. Studi Schoenfelder (2000) menunjukkan bahwa intervensi latihan sederhana pada pasien dewasa tua 109
dapat memberikan efek yang bermanfaat pada pemeliharaan fungsi dan meningkatkan kualitas hidup secara umum. Tujuan perawatan restorasi didasarkan pada kesepakatan dan capaian bersama antara keluarga dan tim kesehatan dalam melaksanakan perawatan restorasi. Tabel 5 Contoh Target Jangka Panjang dan Pendek, dan Pendekatan Asisten perawat Target Jangka Panjang Target Jangka Pendek Pendekatan Asisten Perawat 1. Pasien mampu berjalan sendiri ke ruang makan tiga kali sehari dan ke semua aktifitas dengan menggunakan rolling walker. 2. Pasien mampu berjalan keluar dari mobil menuju rumah untuk pergi ke tempat putrinya di hari Natal. 1. Pasien mampu berjalan separo jalan menuju ruang makan untuk makan dua kali sehari. 2. Pasien mampu berjalan ¾ jalan menuju ruang makan dua kali sehari untuk makan. 3. Berjalan ke ruang makan dua kali sehari untuk makan. 4. Berjalan ke ruang makan dan kembali lagi dua kali sehari untuk makan. 5. Berjalan ke semua aktifitas dan ke ruang makan dan kembali lagi dua kali sehari untuk makan. Menggunakan rolling walker. Pertolongan menengah dua orang. Istirahat ¼ jalan ke ruang makan. Menggunakan rolling walker. Pertolongan menengah dua orang. Istirahat ½ jalan ke ruang makan. Menggunakan rolling walker. Pertolongan menengah satu orang. Istirahat bila diperlukan. Menggunakan rolling walker. Pertolongan siaga satu orang. Istirahat bila diperlukan. Menggunakan rolling walker. Pertolongan siaga satu orang. Istirahat bila diperlukan. POKOK BAHASAN 3 : DIAGNOSIS PERAWATAN RESTORASI Diagnosa perawatan ditujukan kepada keluarga dan masyarakat dalam mengelola penderita stroke. diagnose keperawata dimaksudkan utuk mendapatkan permasalahan yang terjadi pada penderita stroke sehingga dapat 110
dilakukan perencanaan intervensi dan evaluasi dari setiap tindakan. Diagnosa tindakan keperawatan mengutamakan permasalahan yang terjadi pada penderita stroke sehingga permasalahan yang dihadapi dapat diterjemahkan dalam sebuah perencanaan dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Potensi permasalahan yang sering dihadapi penderita stroke sehingga didapatkan diagnosa keperawatan adalah 1. Masalah Kelumpuhan Pada Salah Satu Sisi Tubuhnya Pasien tidak mampu menggerakkan tangan atau kaki atau keduanya pada salah satu sisi tubuh. Ada/tanpa ada kelumpuhan pada salah satu sisi wajah yang mengakibatkan air liur mengalir dari salah satu sudut mulut. 2. Masalah Tonus Otot yang Abnormal Tonus otot melemah (lemas) atau meningkat (kaku). 3. Masalah Menurunnya atau Hilangnya Rasa (Sensibilitas) 4. Gangguan Lapang Pandang 5. Masalah kelumpuhan Pasien tampak tidak mengenal dan mengabaikan anggota tubuhnya yang lumpuh, misalnya mengenakan pakaian hanya pada sisi tubuh yang normal. 6. Masalah Persepsi. Pasien mengalami kesulitan dalam: Mengenal bentuk, ukuran dan warna, Menilai bentuk tubuhnya, Melakukan tindakan sederhana, misalnya : menyisir, mengenakan pakaian atau menaruh cangkir diatas meja. 7. Masalah Mental Pasien mungkin mengalami bingung, hilangnya atau berkurangnya daya ingat atau mungkin juga mengalami kesulitan dalam mengeluarkan pendapat. 111
8. Masalah-masalah Emosional Reaksi emosional pasien yang tidak sesuai, misalnya : tertawa atau menangis tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, Depresi, Perasaan tidak enak. 9. Masalah Komunikasi Gangguan bahasa : bisa berupa kesulitan dalam mengungkapkan pendapat atau kesulitan dalam memahami apa yang dikatakan orang lain. Tidak bisa berbicara sama sekali. Diagnose keperawatan yang dapat muncul dalam perawatan restorasi penderita stroke berasal dari masalah yang dihadapi oleh penderita stroke itu sendiri. Diagnose keperawatan restorasi yang mungkin muncul antara lain: 1. Gangguan Kelumpuhan Pada Salah Satu Sisi Tubuhnya 2. Gangguan Tonus Otot yang Abnormal 3. Gangguan Hilangnya Rasa (Sensibilitas) 4. Gangguan Lapang Pandang 5. Gangguan kelumpuhan 6. Gangguan Persepsi 7. Gangguan Mental 8. Gangguan Emosional 9. Gangguan Komunikasi POKOK BAHASAN 4: RENCANA INTERVENSI RESTORASI Perencanaan intervensi menekankan pada aspek program paket perawatan yang diberikan kepada penderita, keluarga dan masyarakat. pendekatan intervensi dilakukan berbasis diagnose yang muncul pada penderita stroke seperti Gangguan Kelumpuhan Pada Salah Satu Sisi 112
Tubuhnya, Gangguan Tonus Otot yang Abnormal, Gangguan Hilangnya Rasa (Sensibilitas), Gangguan Lapang Pandang, Gangguan kelumpuhan, Gangguan Persepsi, Gangguan Mental, Gangguan Emosional, Gangguan Komunikasi. Perencanaan kegiatan intervensi menekankan pada aspek kerja sama antara petugas (perawat dan profesi lain) dengan penderita, keluraga dan masyarakat. Perencanaan yang akan dilakukan terhadap penderita stroke melalui komitmen antara petugas, penderita, keluarga yang meliputi Menentukan tujuan bersama dengan penderita, keluarga dan masyarakat, Menentukan capaian yang diingikan oleh penderita, keluarga dan masyarakat, Menyusun perencanaan intervensi terhadap penderita stroke yang melibatkan peran keluarga dan masyarakat. Perencanaan intervensi menekankan pada aspek kegiatan yang akan dilakukan terhadap penderita stroke. Perencanaan intervensi meliputi a. Intervensi latihan fisik (berjalan, pemenuhan aktivitas sehari-hari), kebutuhan makan, mandi, memakai baju, BAK, BAB, pindah tempat tidur, Melakukan pertemuan TIM (perawat, fisioterapi, psikologi, okupasi) b. Supervisi tenaga perawat yang berwenang dilingkungan penderita c. Konsultasi kepada tenaga ahli (perawat, fisioterapi, okupasi terapi, psikologi) Keberhasilan intervensi dapat dipengaruhi oleh adanya komitmen antara petugas, penderita, keluarga dan masyarakat. perencanaan intervensi dapat berjalan dengan baik jika masing-masing menjalankan peran sesuai komitmen awal perencanaan intervensi penderita stroke. 113
POKOK BAHASAN 5 IMPLEMENTASI RESTORASI Prinsip-prinsip implementasi perawatan restorasi menitik beratkan pada aspek pasien stroke dan keluarga adapun prinsip keberhasilan perawatan restorasi seperti terlihat pada tabel berikut: TABLE 6. Metode untuk Memastikan Keberhasilan Restorasi Care • Ketahui macam-macam intervensi spesifik dan target pasien. • Jangan mengharapkan performa yang konsisten setiap harinya. Variasi kapabilitas fisik dan mental terjadi setiap waktu dan dengan banyak alasan. • Bekerja dengan pasien pada waktu yang sama setiap hari. • Libatkan keluarga dan orang-orang terdekat sebanyak mungkin untuk memperkuat pelaksanaan program. • Singkirkan pengalih perhatiamn dari lingkungan. • Adaptasikan prosedur dengan cacat pasien. • Mulailah bekerja dengan pasien segera setelah terdaftar dalam program. • Ikuti petunjuk yang diikuti oleh perawat restorasi care. • Biarkan pasien melakukan apa-apa sendiri sebanyak mungkin. • Berikan petunjuk dan motivasi verbal selama perawatan. • Bagi tugas menjadi langkah-langkah yang lebih kecil sehingga pasien dapat menyelesaikan perawatan sendiri. Prinsip-Prinsip dalam Melaksanakan Implementasi restorasi adalah sebagai berikut: a. Beberapa Prinsip yang Harus Dipahami dan Dilaksanakan Oleh Pengasuh 1. Posisi yang benar pada waktu mengangkat pasien : * Luruskan punggung anda. * Tekuk lutut anda, jangan punggung anda. * Berdirilah dengan kaki agak direnggangkan. 114
* Bila akan mengangkat pasien, berdirilah sedekat mungkin dengan pasien. Peganglah punggung/pinggang pasien dengan kedua tangan anda, jangan pegang ketiak pasien yang lumpuh. * Pastikan bahwa pasien mengetahui apa yang akan anda lakukan, berikan perintah seperlunya sehingga pasien dapat diajak bekerja sama. 2. Mencegah terjadinya lecet akibat penekanan : * Rubah posisi pasien setiap 2-3 jam. * Gosok minyak pada daerah yang tertekan. * Pertahankan alat-alat tenun (sprei, sarung bantal) tetap kering, bersih dan tegang (tidak kusut). 3. Memberikan perhatian khusus pada bahu yang lemah/lumpuh. * Jangan pernah menarik lengan atau bahu yang lemah atau lumpuh. * Pada waktu mengangkat pasien jangan meletakkan tangan anda pada ketiak yang lemah. * Berikan perhatian khusus pada bahu yang lemah ketika mengangkat pasien. • Pasien mungkin memerlukan penyangga yang dianjurkan oleh terapis fisik. b. Beberapa Cara Untuk Mengatasi Perasaan jenuh dan frustasi yang Dirasakan Pengasuh dan Pasien * Kenali dan buatlah daftar mengenai hal-hal atau keadaan yang membuat anda dan pasien merasa jenuh dan frustasi. * Buatlah buku harian yang berisi rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama pasien, hambatan yang ditemui dan evaluasi yang dilakukan bersama pasien. * Lakukanlah suatu kegiatan yang merupakan kesukaan anda. 115
* Buatlah rencana bepergian bersama pasien keluar rumah paling tidak sekali dalam seminggu, baik sekedar rekreasi atau berkunjung ke rumah family atau teman. * Sekali waktu carilah pengganti anda untuk sementara, tetapi bicarakanlah hal ini sebelumnya dengan pasien. * Berbagilah kepada orang lain mengenai perasaan yang anda rasakan. * Bersikaplah optimis, bahwa pasien akan mengalami kemajuan, rayakanlah bersama pasien kemajuan atau perubahan yang terjadi, walau sekecil apapun kemajuan tersebut. * Menangislah kalau memang anda ingin menangis. * Pikirkanlah selalu mengenai apa yang dapat pasien lakukan, bukan apa yang tidak dapat dilakukan pasien. c. Pertolongan Pertama yang Dapat Diberikan Oleh Pengasuh atau Keluarga Bila Pasien dalam Keadaan Darurat di Luar Rumah Sakit 1. Pasien kejang * Jangan tinggalkan pasien selama pasien kejang. * Jauhkan barang-barang yang dapat membahayakan fisik pasien. * Tidurkan pasien terlentang tanpa bantal, miringkan kepala ke salah satu sisi. * Jangan mencoba memasukkan sesuatu ke mulut pasien, karena dapat menyebabkan gigi patah. * Hubungi dokter secepatnya, catat waktu dan lamanya kejang. 2. Pasien tiba-tiba tidak sadar * Baringkan pasien terlentang tanpa bantal, posisi kepala miring ke salah satu sisi. * Lepaskan gigi palsu bila ada. * Segera bawa ke Rumah Sakit terdekat. 116
3. Bagi anda yang ingin mendapatkan informasi lebih lengkap, dapat menghubungi rumah sakit. Program restorasi dalam implementasi restorasi antara lain: Mobilitas Mobilitas bagian tubuh atas dibutuhkan untuk makan, mandi, berdandan, berpakaian, dan toileting. Mobilitas bagian tubuh bawah dibutuhkan untuk toileting, transfer, ambulasi, dan pergerakan. Intervensi untuk memelihara pasien perawatan jangka panjang sangat efektif (Tappen, Roach, Applegate, & Stowell, 2000). Tappen et al (2000) menemukan bahwa pasien nursing home dengan Alzheimer yang berpartisipasi dalam intervensi yang menggabungkan aktifitas berjalan terbantu dengan percakapan selama 30 menit 3 kali seminggu selama 16 minggu dapat memelihara mobilitas fungsional mereka; dan aktifitas bercakap-cakap meningkatkan kepatuhan pasien terhadap intervensi. Program mobilitas restorasi macam apapun, termasuk ROM, harus dimulai perlahan, dan meningkatkan pengulangan dari waktu ke waktu. Pengulangan yang berlebihan atau overekstensi dari fungsi persendian normal dapat menimbulkan inflamasi dan rasa sakit, kondisi yang menyebabkan ketidakmauan pasien dewasa tua dengan program olahraga tersebut. Teknik Transfer Perpindahan (transfer) yang aman dan efisien, perpindahan individu dari satu permukaan ke permukaan lain, bergantung pada interaksi kemampuan fisik individu, kapasitas persepsi, dan penggunaan alat asistif, teknik yang tepat, dan perencanaan. (Allen et al, 2002) Bangkit dari duduk ke berdiri sangat berguna bagi pasien dewasa tua yang mobilitas bagian tubuh atasnya sempurna. Pengangkatan tubuh total berguna bagi individu yang kegemukan dan mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas bagian tubuh atas dan bawah. Penggunaan peralatan angkat mekanik bisa menakutkan bagi beberapa pasien dewasa tua. Mereka 117
membutuhkan penjelasan tentang pengangkatan dan penenangan selama transfer dan tidak boleh ditinggal sendiri selama bergantungan pada peralatan angkat mekanik. Ambulasi Ambulasi merujuk pada kegiatan berjalan, baik mandiri maupun dengan bantuan peralatan atau pemberi perawatan. Ambulasi yang aman membutuhkan keseimbangan, kekuatan, dan koordinasi. Aktifitas ambulasi restorasi dan peralatan asistif didesain untuk memperbaiki defisit pada keseimbangan, kekuatan, dan koordinasi. Intervensi berjalan didesain untuk memelihara atau meningkatkan ambulasi diantara para penghuni nursing home sangat efektif (Tappen et al., 2000). Langkah awal pemberian perawatan ambulasi restorasi adalah membangun dan mempertahankan lingkungan yang aman, bebas dari halangan dan barang-barang berbahaya seperti kabel TV atau lantai yang licin. Pencahayaan yang cukup dan menghilangkan cahaya yang terlalu terang sangat penting. Kesadaran akan rasa lelah sangatlah penting. Para pemberi perawatan harus waspada terhadap tanda-tanda rasa lelah dan mengantisipasi kebutuhan untuk beristirahat. Penggunaan gait belt direkomendasikan dan dapat digunakan untuk merendahkan individu ke lantai jika terjadi kelemahan atau ketidakstabilan. Pergerakan Selain memperoleh kembali atau mempertahankan mobilitas, restorasi care sering melibatkan peningkatan kemampuan pergerakan pasien. Pergerakan merujuk pada kemampuan untuk bergerak disekitar lingkungan, dari satu ruangan ke ruangan lain atau satu lantai ke lantai lain. Kursi roda seringkali digunakan untuk mengatasi defisit pergerakan. Kursi roda mempromosikan kemandirian pasien dan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan aktifitas perawatan diri lainnya seperti toileting. Makan Kemampuan untuk makan sendiri dan menikmati makanan sangat penting untuk kualitas hidup dan dapat mempengaruhi kewibawaan dan harga diri. 118
Meningkatkan atau memelihara kemampuan makan sendiri mempromosikan kemandirian, meningkatkan wibawa, dan dapat memperbaiki status hidrasi dan nutrisi. Penelitian di nursing homes dan setting rumah mengindikasikan bermacam penyebab konsumsi makanan yang dapat dicegah dan dapat diubah, termasuk makanan yang tidak membangkitkan nafsu makan dan penggunaan diet ketat, pertolongan yang tidak tepat dari staf, dan lingkungan makan yang kurang optimal. Makan sendiri dapat diselesaikan dengan menggunakan peralatan asistif dan menyediakan tipe dan level pertolongan yang tepat (Remsburg, 1999). Kemandirian dalam aktifitas makan dapat ditingkatkan dengan pemosisian yang tepat dan membantu memastikan oral hygiene dan kondisi gigi seperti adanya gigi berlubang atau gigi rusak, dan mengidentifikasi kelainan menelan. Makan sendiri juga bisa tercipta dengan menyediakan makanan lezat yang disukai pasien, mempertahankan temperatur makanan yang tepat, dan menyediakan tekstur dan konsistensi makanan yang sepadan dengan kemampuan mengunyah pasien. Protokol pengamatan pertolongan makan yang terstandarisasi yang terdiri dari 4 indikator kualitas perawatan pertolongan makan (QIs) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan pemberi perawatan untuk (1) mengidentifikasi secara akurat pasien dengan makanan dan pengambilan cairan yang rendah selama waktu makan; (2) memberikan pertolongan makan kepada pasien yang beresiko selama waktu makan; (3) memberikan pertolongan makan pada pasien yang teridentifikasi membutuhkan pertolongan staf untuk makan; dan (4) memberi pengingat verbal kepada pasien yang menerima pertolongan fisik saat makan. Penilaian Kualitas Pertolongan Makan, alat pengamatan lain, dapat digunakan untuk menilai kemampuan memberi makan asisten dan untuk melatih staf memberikan pertolongan yang lebih individualis Mandi Mandi adalah aktifitas personal dan privasi. Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas ini dapat menyebabkan perasaan tidak percaya diri dan rasa malu. Bagi pasien dewasa tua dengan cacat kognitif, mandi dapat menjadi pengalaman yang menakutkan dan membingungkan, dan karenanya 119
bisa menyebabkan perilaku yang mengganggu dan resistif. Mempromosikan kemandirian dalam aktifitas mandi dapat meningkatkan kebersihan dan memperbaiki harga diri. Mandi atau membasuh tubuh juga dapat menjadi aktifitas yang menenangkan dan merilekskan bagi pasien. Kemandirian dalam mandipun dapat diciptakan dengan menggabungkan dan membuat persediaan mandi mudah didapat pasien. Beberapa pasien mungkin memerlukan petunjuk dan pengingat verbal, dan beberapa mungkin membutuhkan sandaran fisik yang lembut. Membimbing tangan dengan lembut untuk menggenggam washcloth dan menyapukannya ke wajah mungkin sudah cukup bagi beberapa pasien untuk mengawali aktifitas mandi. Bagi yang lain, petunjuk visual seperti percontohan atau demonstrasi mungkin diperlukan. Berdandan Meningkatkan kemampuan berdandan sendiri dapat mempromosikan kemandirian, kebersihan, dan memelihara wibawa. Mempertahankan kemampuan untuk melakukan personal hygiene dan penampilan dapat mempengaruhi kepercayaan diri pasien, mempengaruhi keinginan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sosial, dan menimbulkan keadaan sehat serta bahagia. Beberapa intervensi spesifik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berdandan sendiri telah dibuktikan efektif (Blair, 1999). Lim (2003) menggunakan perintah sistematik dan penguatan sosial untuk memberikan serangkaian perintah satu langkah untuk membimbing membasuh muka, menyikat gigi, dan menyisir rambut pada pasien nursing home dengan dementia. Pasien yang berpartisipasi dalam intervensi menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kemandirian saat berdandan. Intervensi lainnya memasukkan manajemen perilaku dan setting target mutual, pelatihan asisten perawat, memancing kemampuan (menentukan kemampuan melakukan tugas yang ada dan menata lingkungan fisik dan sosial untuk memfasilitasi penggunaan kemampuan tersebut), dan pelatihan kemampuan fungsional. 120
Berpakaian Penampilan diri juga sangat penting untuk kepercayaan diri dan dapat berpengaruh pada keinginan pasien untuk berpartisipasi dalam beberapa aktifitas sosial seperti mengunjungi keluarga atau teman, makan bersama di ruang makan, atau berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi. Meningkatkan kemampuan berdandan sendiri dapat mempromosikan kemandirian dan wibawa. Asisten perawat dapat belajar menerapkan berbagai strategi yang dirancang untuk mempromosikan kemandirian dalam berpakaian diantara pasien dewasa tua (Rogers et al., 1999). Berpakaian mandiri dapat diselesaikan dengan menggunakan peralatan asistif dan pemberian tipe serta tingkat pertolongan tang tepat (Remsburg, 1999). Toileting Melakukan kegiatan toileting sendiri penting untuk memelihara kepercayaan diri, kontinensia, dan hygiene, serta mencegah penyakit kulit. Intervensi dan strategi untuk mempromosikan toileting dan mencegah inkontinensia menunjukkan bahwa perilaku pemberi perawatan sangat berpengaruh terhadap hasil toileting (Tappen, 1994). Aktifitas toilet restorasi dirancang untuk mempromosikan kemandirian, mencegah inkontinensia, dan memelihara cara berkemih yang benar serta fungsi defekasi. Memulihkan aktifitas toileting mandiri harus memasukkan penilaian terhadap asupan nutrisi dan hidrasi. Menkonsumsi cairan dan makanan yang cukup dapat mempromosikan fungsi berkemih dan defekasi yang normal. Sebelum memulai aktifitas restorasi toileting, pasien yang memiliki riwayat inkontinensia harus melalui evaluasi fisik dan medis yang menyeluruh. Penyebab inkontinensia seperti infeksi saluran urin atau konstipasi harus dirawat. Memonitor rutinitas toileting individu selama 3 hari dapat membantu menyusun jadwal toileting yang baik. Pengingat dan bantuan dari penyedia restorasi care pada masa-masa ini dapat meningkatkan kontinensia dan perawatan toileting diri. Peralatan asistif seperti komoda, dudukan toilet tinggi, grab bar, bedpan fraktur, pispot, tisu toilet, dan hand-cleanser dapat digunakan untuk meningkatkan aktifitas toilet mandiri. 121
Olahraga Manfaat olahraga sudah sangat diketahui, termasuk meningkatkan kekuatan dan keketatan otot, keseimbangan dan kelincahan, mobilitas persendian, kapasitas kardiovaskular, mood, dan kondisi diri. Penelitian terkini menunjukkan bahwa bahkan pasien yang amat rapuh dan cacat fungsi dapat memperoleh manfaat dari berolahraga (Baum et al., 2003). MEMASTIKAN KEBERHASILAN DALAM AKTIFITAS RESTORASI CARE Elemen kunci dalam keberhasilan pemberian restorasi care adalah keterlibatan pasien dewasa tua, keluarga, dan pemberi perawatan lainnya; dukungan institusional apabila pasien berada dalam sebuah institusi; pendidikan dan pelatihan bagi seluruh pemberi perawatan; supervisi dan komunikasi; dan fleksibilitas serta kreatifitas dalam mengembangkan aktifitas restorasi. Agar restorasi care berhasil, pasien, keluarganya, serta pemberi perawatannya harus terlibat dalam penyusunan target restorasi dan aktifitasnya untuk mencapai target tersebut. POKOK BAHASAN 6. RENCANA EVALUASI PERAWATAN RESTORASI Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap aktivitas kegiatan selama perawatan restorasi yang meliputi asessmen (kajian) awal keadaan penderitas, permasalahan-permasalahan penderita stroke, perencanaan intervensi penderita stroke, intervensi penderita stroke. 1. Evaluasi pada tahap asesmen. Evaluasi meliputi evaluasi koordinasi antara petugas, keluarga dan masyarakat, evaluasi assessment potensipotensi yang ada pada penderita, keluarga dan masyarakat, evaluasi terhadap data-data yang didapatkan selama proses assessment. 122
2. Evaluasi terhadap permasalahan. Evaluasi tahap penentuan masalah meliputi penentuan tujuan bersama perawatan, capaian perawatan. 3. Evaluasi terhadap diagnose perawatan. Evaluasi tahap ini meliputi ketelitihan dalam kajian terhadap penderita, keluarga dan masyarakat, evaluasi ketajaman petugas dan keluarga dalam menentukan diagnosis pada penderita stroke. 4. Evaluasi terhadap intervensi Perawatan restorasi. evaluasi tahap ini meliputi evaluasi intervensi yang diberikan, keterlibatan keluarga dan masyarakat, keterlibatan masyarakat, evaluasi terhadap kemajuan perawatan penderita stroke. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan melihat perkembagan penderita selama pemberian pelayanan keperawatan restorasi guna untuk melihat perkembagan penderita stroke. POKOK BAHASAN 7 : DOKUMENTASI PERAWATAN Rekomendasi umum untuk restorasi care (berdasarkan panduan OBRA) adalah 15 menit 6 kali seminggu. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pemberi perawatan untuk memahami pendokumentasian yang jelas dalam setting perawatan apapun. Sebagai contoh, jika sebuah fasilitas memiliki jumlah pasien cukup besar yang tercakup dalam Medicare, dana yang terkait dengan restorasi care mungkin dapat tercacat dengan akurat. Alasan penting lain untuk mendokumentasikan aktifitas restorasi care adalah untuk melihat hasil dari aktifitas-aktifitas tersebut. Medicare baru-baru ini meminta 15 menit aktifitas restorasi care 6 kali seminggu. Pendokumentasian aktifitas restorasi care harus konsisten dengan aktifitas pendokumentasian lainnya di dalam fasilitas, dan seharusnya tidak 123
membutuhkan tambahan waktu yang signifikan bagi para staf. Dokumentasi harus dilengkapi pada lembar catatan bulanan atau kalender bulanan. Idealnya, dokumentasi harus memasukkan aktifitas restorasi care yang telah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukannya. Jika restorasi care tidak dapat dilakukan, alasannya harus disebutkan. Sebagai contoh, pasien menolak untuk berpartisipasi dalam aktifitas restorasi care, asisten perawat lupa atau merasa tidak terdapat cukup waktu, atau pasien sudah memiliki janji sebelumnya. 124
DAFTAR PUSTAKA Acello, B., (2009) RESTORASINursing Desk Reference, The Long-Term Care restorasi Nursing Desk Reference is published by HCPro, Inc. Acello, B., (2009) RESTORASINursing Desk Reference, The Long-Term Care restoras INursing Desk Reference is published by HCPro, Inc. Acello, B., (2011) restorasi Nursing Programs: Now More Than Ever, A Care2Learn Enterprise White Paper, Care2Learn 4890 W. Kennedy Blvd. Suite 740 Tampa, FL 33609. Allen, K., Hazelett, S., Jarjoura, D., Hua, K., Wright, K., Weinhardt, J., and Kropp, D., (2009) A randomized trial testing the superiority of a post-discharge care management model for stroke survivors J Stroke Cerebrovasc Dis. 2009 ; 18(6): 443–452. doi:10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2009.02.002. American Heart Association. Strike Back at Stroke. Washington : American Heart Association. Anies.2006.Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular.Jakarta:RT Elex Media Komputindo Bandura A, 1997. Self-Efficacy: The Exercise of Control. W. H. Freeman: New York. Bandura A. (1997) Self Efficacy Toward a unifying Theory of Behaviour Change, Psychology Review, vol. 84. P. 191-215 Bandura A. (1982) Self Efficacy Mechanism in Human Agency. American Psychologist Feb 1982; Vol 37 No. 2:122-147 Bandura, A (1990) Selective Activation and Disengagement of Moral Control, Journal of Social Issues, Vol. 46, No. I, 1990, pp. 27-46. Bandura, A. (1989) Human Agency in Social Cognitif Theory, America Psychologist, vol. 44,p. 1175-1184 Baumeister, R.F., and Vohs, K.D. (2007) Self Regulation, Ego Depletion, and Motivation. Social and Personality Compass 1 (2007): 10.1114. 1751-9004.2007.00001.8ul Baumeister, R.F., Gailliot M., De Wall, C.N., Oaten M., (2006) Self Regulation and Personality: How Interventions Increase Regulatory Success, and How Depletion Moderates the Effects of Traits on Behavior. Journal of Personality 74:6, December 2006 125
Bustan.2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.Jakarta : Rineka Cipta. Chau, J.P.C., Thompson, D.R., Twinn, S., Chang, A.M., and Jean Woo, J., (2009) Determinants of participation restriction among community dwelling stroke survivors: A path analysis BMC Neurology 2009, 9:49 doi:10.1186/1471-2377-9-49 Cowman, S., Royston, M., Hickey, A., Horgan, F., McGee, H., O’Neill, D., (2010) Stroke and Nursing Home care: a national survey of nursing homes BMC Geriatrics 2010, 10:4 De Rider D.T.D., De Wit. J.B.F. (2006)Self Regulation in Health Behavior: Concepts, Theories, and Central Issues. Self Regulation in Health Behavior C. 2006 John Wiley Wiley& Sons Ltd Donnan, Geofrey A et al. After A Stroke. Australia : Australia Brain Foundation, 1990. Friedman, M.M. (1998) Family nursing : Research, Theory & Practice. (4th ed.), Friedman,M.M, Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family nursing : Research, Theory & Practice. (5th ed.), New Jersey : Prentice Hall. Hadinoto, Soedomo at al. Stroke Pengelolaan Terakhir. Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, 1992. Jauch, E.C., (2005) Management of arterial hypertension in patients with acute stroke, Current Treatment Options in Neurology, Volume 8, Number 6 (2006), 477-485, DOI: 10.1007/s11940-006-0037-3. Johnstone, Margaret. The Stroke Patient. New York : Churchill Livingstone, 1987. Jones, F., & Riazi,A., (2010) Self-efficacy and self-management after stroke: a systematic review, St George's University of London, London SW170RE UK Keputusan Menteri Kesehatan RI No.908/Menkes/SK/VII/2010, tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyelenggaraan Pelayanan Keperawatan Keluarga Legg, L., Avril Drummond, Leonardi-Bee, J., Gladman, J.R.F., Corr, S., Donkervoort, M., Judi Edmans, Gilbertson, L., Jongbloed, L., Logan, P., Sackley, C., Walker, M., Langhorne, P., (2007) Occupational therapy for patients with problems in personal 126
activities of daily living after stroke: systematic review of randomised trials, doi:10.1136/bmj.39343.466863.55, Leventhal, H., Brissete l. (2003) The Commen-sense Model of Selfregulation of health and illness, In: Cameroon LD. Leventhal H, editors. The Self Regulation of Health and IllnesBehaviour. London: Routledge Morris, J., Oliver, T., Kroll, T., and MacGillivray, S., (2012) Review Article; The Importance of Psychological and Social Factors in Influencing the Uptake andMaintenance of Physical Activity after Stroke: A Structured Review of the Empirical Literature, Stroke Research and Treatment, Volume 2012, Article ID 195249, 20 pages doi:10.1155/2012/195249. National Health Scotland (2010) Stroke Rehabilitation; Management of patients with stroke: Rehabilitation, prevention and management of complications, and discharge planning, Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Ogden, J. (2004) Healt Psychology: A textbook 3 rd edition. New York, NY 10121-2289. USA Ogden, J. (2007) Health Psychology 4th Ed. Open University : England Ostir, G.V., Berges, I.M., Ottenbacher, M.E., Clow, A., and Ottenbacher, K.J., (2008) Associations between Positive Emotion and Recovery of Functional Status Following Stroke Psychosom Med. 2008 May ; 70(4): 404–409. doi:10.1097/PSY.0b013e31816fd7d0 Ranakusuma, Tegus AS. Peran Perawatan Intensif Stroke dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian dan Kecacatannya. Jakarta : Makalah, 1992. Resnick, B., & Fleishell, A. (2002). Developing a restorasi care program: A five-step approach that involves the resident. American Journal of Nursing, 102(7), 91–95. Resnick, Barbara. (2008)Middle Range Theory for Nursing Second Edition. Chapter 10. Theory of Self-Efficacy. Springer Publishing Company, LLC. New York, NY 10036. Richards L, Stoker-Yates J, Pohl P, Wallace D, Duncan P. Reliability and validity of two tests of upper extremity motor function post-stroke. Occup Ther J Res 2001; 21: 201_19. 127
Sivagnanaratnam, Saras Q. A Handbook for the Patient and the Family. Singapura: Singapore Association of Occupational Therapist and Home Nursing Foundation. Suryamiharja, Andradi, dkk. Penyakit Peredaran Darah Otak. Jakarta : Bagian Neurologi FKUI, 1985. Swaffield, Laura. The Complete Guide to Recovery and Rehabilitation. England : Thorsous Publishing Group, 1990. Taylor, S.G., (2001) Orem’s General Theory of Nursing and Families, Nursing Sciences Quarterly, 14; 1. Taylor, S.G., Renpenning, K. (2011) Self Care Science, Nursing Theory, and Evidence-Based Practice. Springer Publishing Company, LLC. New York, NY 10036 Thomas, (1991); Lumbantobing, (2000); Smetltzer dan Bare, (2004) Tohamuslim, Ahmad dan Sugiarto. Perawatan dan Latihan di Rumah untuk Penderita Lumpuh Separoh Badan. Jakarta, makalah. Tulaar, Angela. Rehabilitasi Medik pada Stroke. Jakarta, makalah. 1993. Van der Ploeg, H.P., Streppel, K.R.M., Van der Beek, A.J., Van der Woude, L.H.V., Vollenbroek- Hutten, M.M.R., Van Harten, W.H., Van Mechelen, W., (2006) Counselling increases physical activity behaviour nine weeks after rehabilitation, Br J Sports Med 2006;40:223–229. doi: 10.1136/bjsm.2005.021139 Vandermeulen, s., & Fahey, A., (2011) Testing and Expanding a Restorasi Home Care Program (HIP), Home Independence Program (HIP). Venketasubramanian, N.,Ang, Y.H., Chan, B.P.L., Chan, P., Heng, B.H., Kong, K.H., Kumari,N., Lim, L.L.H., Phang, J.S.K., Toh, M.P.H.S., Widjaja,S., Wong, L.M., Yin, A., Cheah, J., Bridging the Gap Between Primary and Specialist Care – An Integrative Model for Stroke, Ann Acad Med Singapore 2008;37:118-27 128
Form LAMPIRAN Restorasi Program Intervensi Tujuan Problem Program : : : : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Intervensi Menit Malam Intervensi Menit Siang Intervensi Menit Pagi Perawat pemandu Bulan/tahun / / 129
PROGRAM RESTORASI Nama Penderita : ________________ Umur : ________________ SESI 1 PERENCANAAN RESTORASI Tujuan Tgl/bln/th 1. 2. 3. 4. Pendekatan 1. 2. 3. 4. Tanda tangan perawat Tanda tangan fisioterapi Tanda tagan tim lain 130
Sesi 2. PENDEKATAN PENDEKATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Pendekatan 5 Pendekatan 4 Pendekatan 3 Pendekatan 2 Pendekatan 1 Tanda tangan keluarga Tanda tangan keluarga Tanda tagan keluarga 131
Sesi 3. Dokumen dan program perkembagan restorasi Respon minggu 1 Tanda tangan Tanggal/bln 132
Respon minggu 2 Tanda tangan Tanggal/bln 133
Respon minggu 3 Tanda tanggan 134
Sesi 4 monitoring program mingguan/bulanan 1 Apakah program merupakan program prioritas yes No 2.a Apakah terdapat perubahan skedul dari jadwal yes No 2.b Apakah terjadi perubahan tujuan restorasi yes No 2.c Apakah terjadi perubahan intervensi yes No Keterangan Program berlangsung Yes No Tanda tangan Tanggal 135
Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga Catatan 136
Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga Catatan 137
Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga Catatan 138
Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga Catatan 139
Riwayat Pendidikan Perguruan Tinggi Organisasi Profesi / Ilmiah Dr. Ns. Fery Agusman Motuho Mendrofa,M.Kep,Sp.Kom NIDN : 0 610087301 Jabatan Fungsional : L ektor Tempat/Tgl lahir : G unung Sitoli, 10 Agustus 1973 Agama : K risten Alamat Rumah : S upriyadi Regency kav.21 Telp.Rumah/Hp : 08122835832 Alamat e-mail : [email protected] SINTA ID : 260426 SCOPUS ID : 57216755519 Mata Kuliah yg diampu : Metodologi Riset Keperawatan Keluarga dan Komunitas Keperawatan Komunitas II Keperawatan HIV AIDS 140 Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga
Jabatan Dalam Pengelolaan lnstitusi Publikasi Ilmiah Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga 141
HAKI BUKU 142 Keperawatan Restorasi Bagi Keluarga