Mahroso Doloh
Aroma Dalam Sujud
Cinta selalu membisu
berbunga dalam kalbu
kau selalu mengisi waktu
dengan tetesan salju
mewujud malam yang gemilang
kembang melati tak kuasa dimaknai
menunggu detik terarus aroma surga
sampai waktu akan kupanen
tersimpan rapi jadi malaikat
memberi aroma di setiap sujud,
merantai pujian tersimpan pada senyum—
Purwokerto,April 2014
30
Kiblat Cinta
Tanaman Kalbu
Cintaku, wahai bidadari
haruman mawar bersajadah
merekah kalbu menggembur salju
sebongkah baris puisi kulayani
Mengalir di dalam darah
menderai rindu kudus dan sunyi
angin menjilat jilbab merahmu
mata bertatap gairah langit biru
senyuman bintang di sepertiga malam
merantai mimpi; lautan cerita
laut dan sawah itu ku bernapas
merawat kalbu, sebening rindu
nada suci rahim senyummu
bunga wangi, memekar
merekah menunggu ketukanmu
di gembur kalbu; kabul sebongkah baris puisi
Purwokerto,April 2014
31
Mahroso Doloh
Mentari Senja
dedaun dan embun bersujud itikaf
gedung-gedung semua mendiam
menyaksi cahaya mentari senja
yang selama bersumpah di terikit dunia—
rerumput bergeliat teriki di ulang tahun
tangan bermusik meniup lilin yang membara
sembilan april; napas rerumput tumbuh di pinggiran jalan
beribu kesyahduan mengombak rumput kering; bunga-
bunga kamboja
Hanya kasidah-Mu
menghijau rerumput yang tumbuh dari sisa-sisa dan kerdil
kalau begitu; kembangkan taman abadi
dapatkan kami menjelma sebongkah mawar atau melati
Purwokerto,April 2014
32
Kiblat Cinta
Kabut yang Bertahyat
Kabut yang melentang bumi itu
pohon-pohon di selimuti embun
Lafal Terindah menjilat kupingkuping
menyeru hewan menghamparkan sajadah
didampingi jutaan Malaikat
sekepal daging menari dalam kabut
menghiriskan oksigen oleh sarung bertahayat
melangkah menghamparkan kening di taman kuldi
melukis kata-kata pada angin
mengisi Rindu dalam diam
embun bergelombang jutaan tasbih
yang sejati untuk Ilahi
Purwokerto, 4 Maret 2014
33
Mahroso Doloh
Buah Bermusim Gerimis
Musim gerimis tiba kembali
ketika mawar bertepuk sebelah tangan
empat mata melihat sinaran rembulan
empat telinga mendengar putaran jarum
sudah memjadi bayangan kosong
Oh...Yang Maha Penyayang
kenapa gerimis ini sulit dihentikan
gerimis yang mengiris kalbu hamba-Mu
gerimis menyamarkan kemanisan asmara
yang selama ini menjadi lampulampu hamba-Mu
pantas tanah-tanah campuran
menjadi pohon-pohan bermusim
membuat aku tertagih dengan buah-buahan
yang tak dapat melayani kalbu yang derita ini
Purwokerto, 4 Maret 2014
34
Kiblat Cinta
Bidadari Sampingku
Engkau ikhlas membisu
waktu aku berteriak terlepas di rahimnya
dan beribu syukur
waktu aku berbahasa lewat tangis
waktu aku mengenal dunia
melintasi jalan siang dan malam
menikung, bertabung oleh bingung
kaulah kaki tanganku
siapa diriku? dari mana?
apa yang membuat diriku lebih bermakna
hingga kemana malam dan siangku
akan pergi selamanya
keringat asin engkau
meladeni makan dan minum buatku
engkau milih secawan jernih dan sedikit sayur untuknya
sedangkan kopi dan daging untukku
menahan diri lapar dan haus
dari terbit dan jatuh mata sang surya
embun kembali basahi bumi
engkau
betapa menahan sejuta rintangan
engkaulah bidadari dinapasku
Purwokerto, 4 Maret 2014
35
Mahroso Doloh
Sayap Merpati
Pagi yang hijab kabulkan
merpati yang menari dalam jurang
untuk membuta dan bisu tulang punggungnya
yang tak ingin buah hatinya berbunga ditepi jalan
setiap kali mata merpati betina berkaca
selutut menghamparkan kening dan
bernyanyi merayu-rayu dalam diam
meresapkan air tasbih pada-Nya
senantiasa tahlilan sepasang merpati
yang menari di runcing angin, rungcingruncing gerimis
takkan mustahil jika embun yang berhembur di bibir
menjadi keras yang tak bisa berganti-ganti
Duhai Pemeluk Teguh
wujudkan dan kekalkan sayap ini
sayap senantiasa bergoyang membawa bahtera hidup
yang senantiasa menabik badai,
untuk bisa memanjat di pohon khuldi-Mu abadi
Purwokerto, 4 Maret 2014
36
Kiblat Cinta
Sepasang Merpati
Embun bersholawat sekeping kalbu membasahi
sepasang merpati bersa
lim senyum-senyuman
saat sang surya berloncat-loncat bumi
membawa ranting-ranting bidadari berseri
seri bidadari, bidadari seri
seberapa kilometer kau melayang
pasti saja jendela memanggilmu
jendela berdzikir bersyahadat padamu
kau tak akan tersesat
kau pasti tersimpan rumah semut ini
menjadi Padang Arafah sepasang merpati
walaupun bocoran air yang menderai di pipi
yang membawa duri dan rindu
yang nantinya kau kembali
berjalan di duri ke kanan ke kiri
menjadi air tersimpan kendi
menjadi minuman pagi, siang
dan malam yang abadi
Purwokerto, 4 Maret 2014
37
Mahroso Doloh
Tetesan Surga Hamba Hyang
Hyang teteskan tetesan surga hamba Hyang
Hyang dengan mata-Mu tak akan tengggelam
Hyang yang tak di senyum Hyang
Hyang jatuhkan tetesan surga kedalam bunga bayi yang Hyang
Hyang yang Kau siapkan menjadi bunga matahari dan bulan
Hyang yang menjadi bunga rumah bukan ditepi jalan
Hyang jadikan tetesan surga hari ini dan besok
Hyang janganlah tumpah ila ijab kabul
Hyang yang Kau tulis Lauh Mahfuz itu yang ditunggu
Purwokerto, 4 Maret 2014
38
Kiblat Cinta
Cinta di Pohon Kuldi
Kertas di dada
yang melimpah melati dan melati
membayang seorang bidadari
yang akan menjadi jamaah di rembulan dan surya shalatku
yang akan bertabur Nur-Hayat
kanan dan kiri tanganku menari-nari
ketika angin menjadi duri-duri menjilati kanan dan kiri
untuk kau,aku bersumpah yang abadi
yang terbayang nanti lorong-lorong
di padang arafah namanya
di situ, padang itulah kau,aku mulai melangkah dan
meloncat, bercocok tanam
di situ, kebun-kebun bunga tak bisa menilai kasturi
di situ, kau, aku melewati duri-duri tak berduri
di situ, sampailah kau, aku di bawah pohon kuldi
di situ, kau, aku istirahat yang abadi
Purwokerto, 4 Maret 2014
39
Mahroso Doloh
Ketika Itu
Ketika itu detak-detak menjilat kuping
bumi menikmati keringat pelangi
dedaun bersama sajadah berkata dalam diam
bernyanyi dan pipi; mengisi tetesan zamzam
berjunub dalam kering kepada Ilahi.
Purwokerto, 4 Maret 2014
40
Kiblat Cinta
Jam Dua Belas Malam
Sampai aku di tengah perjalanan malam
tibatiba aku bertemu malaikat
membawa mawar pada Cahaya
hingga alis terkapar oleh tibatiba
Dengan Cahaya
aku mencari cahaya
merasa sepi saat tahajud
tanpa niat seorang imam
aku mencari dan mencari
setangkai tahajud pada-Nya
jika dia ikhlas menyusuri jejak kasturi
maka; malam hingga tetesan embun terakhir
kuyakin; ada keindahan dalam kesendirian
itu adalah hadiah Ilahi
dengan gairah tertulis namamu
terdengar amin di sebalik jilbabmu
dan semoga—
Purwokero, Juni 2014
41
Mahroso Doloh
Setangkai Tasbih
Di sela puji berdeburan embun
setangkai tasbih terselip nama-Mu
Purwokerto, Juni 2014
42
Kiblat Cinta
Kenangan Dalam Gerimis
Sepertinya kembang bunga tak mau menghirup embun;
sebagai mana dulu
dan sapaan embun yang biasa membasahi
sudah menjadi kenangan dalam gerimis
Purwokerto, Juni 2014
43
Mahroso Doloh
Kesucian Bunga
Kalbu diselimuti bunga-bunga
yang selalu menjaga kesucianmu
walau waktu sudah terlarut
sepertinya kau selalu menunggu
kata cinta tak terucap, karena cinta
kaulah air menyegari bunga
Purwokerto, Juni 2014
44
Kiblat Cinta
Malam Pertama
Malam pertama;
kau dan aku saling senyum
saat katakata terkunci surga
senyum pertama dalam hidup
kau lihat cahaya selalu setia pada rembulan
yang selalu menemani bayangbayang
ingin kunikahi bayang itu
apakah kau ikhlas
jika aku berada di bintangbintang
hanya pertanyaan mengisi waktu;
saat aku kehabisan katakata
bukan dengan sederhana sebuah cinta
tapi sepucuk surat dari Cahaya
Purwokerto, Juni 2014
45
Mahroso Doloh
Lamunan Cahaya
Kau selipkan setangkai cinta pada duri
sehingga gerimis tersesat dalam lamunan Cahaya
Purwokerto, Juni 2014
46
Kiblat Cinta
Sholawat Cinta
Hanya Basmalah;
kulingkarkan jari manismu
senyum mesra, simpul yang
selalu tujukan padamu
saat kubaca suara kalbumu
melalui kata-kata malaikat
selalu menggunung impian-impian
yang terbayang dan tercatat
surya rembulan silih berganti
membawa gemilang kepada semesta
silih senyuman dikau dan aku tak kesudahan
apakah itu sholawat sebuah cinta
Purwokerto, Januari 2014
47
Mahroso Doloh
Cemburu dengan Senyummu
Aku cemburu tanpa sebab akibat
melihat jilbab dijilat angin barat
daun menggugur menjadi adat
dikau dan aku tak mau berjabat
senyum manismu itu
menabur dan buta matamata
membuat damai jadi perang
kemana dikau dan aku sekarang
kau hanya embun dini hari
saat malam menjelang tak kembali
senyummu hanya pencuri
memekar melati dan tinggal pergi
jilbab merahmu
kalbu menjadi abu
hidup jadi palsu
semesta penuh nafsu
Purwokerto, Januari 2014
48
Kiblat Cinta
Wajah Jelita
Jari manis berduri menari
menemani sepi tak terhenti
niat yang bening ombak menjadi
setiap detak kecapi-kecapi rindu berdetingan
batin mengguyur oleh gerimis
dalam diam namamu bertaburan di telubuk kalbu
diiringi suluk-suluk gairah ini
zikir kerikilkerikil menderas namamu tak henti-henti
jari manismu bergolong menjadi-jadi
jika itu adalah bukti; menghangus takbir cinta
setiap alunan darasdaras memancarkan aura gairah pada Mu
mimpimimpi dan harapan kali ini menjadi abu
wajah jelita yang mengharu
sekalipun telah raihkan hasrat indah dan tersimpan
sudah bertatap tapi malu pada keterangan sendiri
meskipun lidah mampu menjelaskan dengan terang
disini sebelum ombak gerimis terbenam menghilang
tolong jelaskan dengan terang persoalan-persoalan
Purwokerto, Desember 2013
49
Mahroso Doloh
Jelita Duri Manis
wajah berlumur mutiara
indah saaat dipandan; berkerudung setengah badan
rasa cinta menghiba bunga-bunga yang terasa
kelopak yang melekatimu menetes air mata
ketika pelangi terbuka menitip duka
cahaya jelita hanya mampir, mengantar pergi
rasa yang tersimpan menjadi fana
hanya bunga berduri terlukis dan tingal pergi
ketika embun dalam sehari;dikau menjadi bait-bait puisi
menjadi beji-biji berputar di puncak rindu
angin membawa dingin diiringi aura jilbabmu
dan menitip salam membuatku menangis dalam diam
lalu pelangi menhilang rembulan tidakpun tiba
hanya luka dan air mata tak bisa dicerita
Purwokerto, Desember 2013
50
Kiblat Cinta
2 Untukmu
Patani
51
Mahroso Doloh
Wasiat Bumi Patani
Apa yang harus kutulis
untukmu bumi Patani
sekian lama kau ditindih
tenggelam air dan darah-darah
hari ke hari
tulangmu selalu dihimpit
tak ada ruangan untuk bertumbuh
menjadi subur agar bisa berlari di cakrawala
Hai...Bumi Patani
nasib seorang bayi mungkin sudah melayang
dan tanpa kutahu kemana arahnya
kemana kiblatnya
dengan sajak ini;
kusimpan jiwa malaikat
membangun para pejabat
yang terlena dalam selokan kafir
membuka mata, menyambung lidah dan bertakbir
Bangun!
jangan biarkan para tikus-tikus mengerik ladang ini
tempat kita menanam nyawa sehari-hari
belakanlah ladang ini, walau usia tenggelam bumi
Purwokerto, September 2014
52
Kiblat Cinta
Kiai Menjelang Malam
Suatu hari
ia akan pergi
umurnya sudah menjelang malam hari
bahkan sudah melayang pergi
tapi, perginya berteduh di pohon kuldi
dikelilingi beribu bidadari
pada pagi dilayani; di kolam mandi
kolam yang tak siapapun pernah kunjungi
dia pergi;
tinggal telapak para sufi
bertaburan merata, walau penuh duri-duri
tak kecuali ia mencari Cahaya Ilahi
mungkin sekarang sedang menyaksi
butiran dzikir yang dulu ia tanami
apakah ada yang membajai
untuk berteduh di hari nanti
jangan kau lupa, perginya harus kau ganti
untuk menjadi matahari pagi
sejernih embun yang dititipi
jadi amanah tak kecuali
walau sedikit hujung jari
satu huruf menderai beribu sanjungi
dia pergi;
iktikaf di tempat yang tinggi
yang harus kita telusuri
membawa sebuah janji-janji
Purwokerto, September 2014
53
Mahroso Doloh
Tangis Dalam Rindu
Langkasuka
dalam kesamaran aku terdengar
angin-angin yang menangis
terbungkus sebuah rindu ibu pertiwi
bukit bukau menjadi rahim rezeki
melalui embun dan hujan penuh berkah
sekarang tak; buah-buahan kehilangan manis
berbagai biji dan emas walau bergunung
hanya angin melewati kuping-kuping dan pergi
dalam mata yang lampau; tercermin Melayu
penuh cinta teringat permata mutiara—
dan air mata selalu berkunjung dalam kata cinta
menghangat sebuah jiwa kebangkitan mengikis najis-najis
dalam cakrawala yang tersurat
Nusantara tersubur para ulama
Syed Daud tertulis di merata
tapi siapa yang sanggup di atas telapaknya
jika sang bayi dibisu Huruf Melayu
menjadi kata tangis dalam rindu
Patani,Agustus 2014
54
Kiblat Cinta
Di Bawah Air Mata Bumi Patani
—Mujahidin bumi Patani
Di bawah air mata
yang sering kau bercerita
serta cinta terbangun sebuah pondasi
menjadi cermin sampai puncak suluk mujahid
walau aku tak terlihat
air mata bahkan darah
membasahi di sungai itu
tapi ku rela menjadi bungabunga
bunga yang disuburkan oleh air mata cinta
dan terus membawa sejarah tak terhingga
pergimu tak begitu saja
bahkan beribu langkah telusuri jejakmu
menyambung lidah
hingga darah menjadi air mata
terarus kesungai yang melimpah cinta;
budaya, bangsa, negara dan agama
aku takkan hilang gambaran
jasad yang terlayang
berlapisan di sebuah kendaraan
dia si baju hitam dan jahanam
keadilan hanya menjadi sebatas hiasan palsu
membisu rakyat dalam kepanasan
keganasan bermaharajalela
penindasan tak kecuali
seorang bayi yang sedang mengenal dunia
bahkan orang seumuran mentari tenggelam bumi
55
Mahroso Doloh
apa yang terjadi di sini
siapakah dia yang kau kenal selama ini
penjajah manis wajah menjadi topeng-topeng
apa yang harus kau laku wahai anak cucu
Purwokerto, September 2014
56
Kiblat Cinta
Suara Patani
Matahari terbit menyinari angkasa
dengan cahaya membawa beribu cita-cita
orang-orang berkumpul dibawah cahaya Sang Kuasa
menayangkan semangat terpendam kalbu
dengan sebiji cinta; budaya bangsa
agama tak terhingga
september dua puluh empat belas
dua puluh satu tanggalnya berbicara
beribu suara melontar menggali kedamaian
hakhak yang terkurung hingga berlumut hitam
kini harinya untuk kita bersama
menebang lumut dan hutan-hutan
yang selama ini mengganggu taman anak cucu
hutan yang penuh likaliku para penjajah
menyesat umat bahkan lenyap mayatmayat
jangan mudah terlena
wajah berbunga belum tentu itu surga
disana dan merata banyak penjaga
tapi kenapa selalu menderita
darahdarah mengalir dibalas dengan jutaan ketawa
ini negara apa?
kau bilang kedamaian milik kita
tapi kenapa kau sendiri membakarkannya
anak-anak dihilangkan ayah penuh sengsara
para ustadz, ulama menjadi tersengka
ini permainan politik belaka
menabur najis tak terhingga
hari ini mari kita bicara
jangan biar begitu saja
jangan sampai anak cucu kecewa
57
Mahroso Doloh
ayo kita bangkitkan surga
dalam negeri yang tercinta
bumi bertuah bumi pusaka
hapuskan penindasan yang menggoda
peri kemanusiaan kita tegakan semula
ketidakadilan kita hanyutkan di samudra
dengan satu syahadat menjadi rantai kita
berjuang sampai jasad melayang cinta
walau hujan kunjungi sebentar dengan campuran airmata
walau dalam lautan darah; yakinkan itu balasan surga
simpulkan tangan sesama
Satu Patani Harapan Kita
Purwokerto, September 2014
58
Kiblat Cinta
Takkan Surut
Derita tak kunjung surut
jika usaha tak membasahi
bumi selalu menangis
melihat umat membuta kalbu
sekalipun ditindas
tak terasa sengsara
saat darah dibalas selembaran itu
menemani saku kelaparan
memakan darah anak sendiri
gunungkan sadar jiwa Patani
selama ini sedang dicoba diuji
Purwokerto, September 2014
59
Mahroso Doloh
Belalai Gajah
Belalai gajah sumber negara
tahukah akan terjadi sengsara
jika seekor gajah tanpa belalai itu
bahkan jadi negeri kurus ekonomi
kau jadi kepala gajah dan tubuh
gemuk, gagah dan kuat
dengan putaran belalai yang terlingkar itu
tapi kenapa selalu dilihat tak berharga
dulu ku tahu
belalai itu bukan milikmu
setelah pemilik dibunuh
kau ambil tanpa izin anak cucu
anak cucu menanam padi dan buahan
menjadi makan pada pagi kepagi
malah petani itu diinjak oleh seekor ibu gajah
sudah memberi kekayaan tapi ditekap tenpurung
belalai hanya berlikar dalam rimba
tak kuasa melihat semesta yang berbunga
dalam rimba beribu anak yang haus pendidikan
tapi hanya bisa minum tetestetes tersisa dan bekasbekas
apa akan terjadi
jika seekor ibu gajah tak mau berlaku adil
rumputrumput selalu kepanasan tak sedikit terasa embun cinta
nasib lingkaran belalai gajah jangan biar begitu saja
Patani,Agustus 2014
60
Kiblat Cinta
Tangisan Mencari Bahasa
Selama terpendam lautan
apakah kuasa memetik lezatnya
saat melayu menjadi biru
jangan terpudar oleh dia
tahankan melayu yang selalu
walau terbanting menjadi pepasir
dari hidup miskin bahasa
tanamkan sebiji cinta
pada embun harapan beribu aksara
jangan biarkan sebuah kata
tenggelam begitu saja
terkubur sebuah bangsa
karena bahasa diselimut hampahampa
dengan tetesan cinta
terderai membasahi
melayu tersimpan tinggi
sebuah kalbu anak Patani
Patani,Agustus 2014
61
Mahroso Doloh
Semarak Darah
tak ada jiwa manusia
di dzikir matahari membara
sudah menjadi riwayat dunia
anak dan wanita korban
Kau menegak pusaka cinta
yang terkandung jutaan cahaya
yang bertatih pada-Nya
basahi badan oleh saksisaksi
sungguh kau pergi
berkumpul di Istana
penuhi bungabunga yang;
tak kau temui sebelumnya
setetes darah
dalam mahligai tiara
Patani, Agustus 2014
62
Kiblat Cinta
Hilal di Padang Pasir
Saat tangisan dunia mengguyur batu dalam diam
ufuk sang surya menambah jumlah hitungan dunia
pernah kau menyaksi pohon-pohon berdzikir di bintang
bertaburan?
untuk menjadi kecapi-kecapi rindu berdentingan
serombongan Unta di padang pasir menuju ke Makam Surga
tapi kalau kandang gajah putih ini
peristiwa itu di kebun berdaun merah putih,
malah menjadi makanan sambil berjalan
tidak ada kain dan tidak lilin yang bernari
di sepanjang jalanan
tidak ada kursi-kursi bersholawat seperti di altar yang penuh
pesinggahnya saat Januari menjelang
kenapa bisa terjadi di kaki tangan mayoritas Muahammad?
dengan puisi gajah putih yang miskin kalam ini
sejuta harapan kebun ini merunduk meratap jiwa
ditemani suluk-suluk kesendirian para sufi
semoga-Nya tampakkan hilal itu yang beserta taufik untuk
bertatih kejalan Engkau ridhoi
Purwokerto, 4 Maret 2014
63
Mahroso Doloh
Ketika Itu
Ketika itu detak-detak menjilat kuping
bumi menikmati keringat pelangi
dedaun bersama sajadah berkata dalam diam
bernyanyi dan pipi; mengisi tetesan zamzam
berjunub dalam kering kepada Ilahi.
Purwokerto, 4 Maret 2014
64
Kiblat Cinta
3 Untuk
Pohon Cinta
65
Mahroso Doloh
Dalam Tenda Cinta
mungkin sembilan bulan
aku di dalam tenda cinta
tak ternilai harga bunda
menulis cinta, walau ombak luka
setelah itu,
aku diberi tenda biru
agar lebih nyaman dan penuh iman
dia lagi yang memerah susu
berikan aku dengan tak kenal kemarau
malam hari menjadi malaikat
siang hari menjadi pelayan
pelayan yang tak kuasa digaji
hingga dua belah paha jadi tempat mandi
bahkan tempat aku kotori
dia hanya senyum dan memuji
aku terlihat lagi
tak kecuali posisi
tenda biru selalu menemani
kekanan dan kekiri
cinta yang kau tulis di atap biru
tak sedikitpun kurangi
selalu menghangat diri
tak pernah habis dari buaian sampai berkumis
apa yang harus kuganti
selain doa tak terhenti
nanti kau akan pergi
sampai jumpa di sana nanti
Purwokerto, September 2014
66
Kiblat Cinta
Akar
—Al-marhum H Husin Bin H Abdulrahman
akar selalu sanggup menembus;
sekalipun itu tanah dan batubatu
dia tempuhi segala permintaan bungabunga keluarga
yang melayang tengah udara semesta indah
tapi, suatu hari akar itu tak lagi berlari melayani
sampai detik janji untuk kembali
dia pergi, tinggal bayang dan sayang
pergi menemuiYang Maha Penyayang
akar selalu sanggup menembus;
sampai titik arti pasrah
meninggal buah dan bunga akan jadi akar
dan jangan kau lupa
cinta tak hanya menyiram air mata
selain merta doa membasahi tanah
memberi kesegaran sampai kebawah
tempat akar terdiam diri
kau pergi tak kembali
di sisi Ilahi kau terpuji
dengan ayatayat dan al-fatihah
hanya itu dapat ku telusuri padamu
Purwokerto, September 2014
67
Mahroso Doloh
Tafsir Cinta
Sekian lama
aku bisa membaca
menafsir sebuah cinta
yang tenggelam di airmata
seberat apapun tak ditolak
walau harus menjadi gandar
tulangtulang sanggup bersujud
menjadi pondong dalam keluarga
sekalipun panas
tak sedikitpun terasa panas
melewati rimba dan batubatu
dengan airmata dia berlayar dan pergi
airmata yang mengalir dari hati
menuju ke hati
kalau sudah kita maklumi
dia pergi tanpa permisi
tinggal airmata menjadi saksi
sebuah cinta yang diberi
Purwokerto, September 2014
68
Kiblat Cinta
Telor Goreng
Telor goreng sebelum pagi
Terlukis rindu dalam samudera
Tak seenak keringat bunda
Sebuah nikmat ketulusan luhur
sungguh; perlu sebuah renungan
ayat-ayat yang terselip embun
jika sejarah hanya mengisi kekosongan
telor tersaji tak berbuah sebuah arti
kehangatan begitu datang
saat kenangan terderai waktu
merasa sesuatu tertulis dalam diam
dengan lirik nyanyian sebuah kunut
saat merayu tasbih cinta
ayat-ayat terbungkus dalam sujud
dengan selalu sebuah kepastian
semoga Dia yang selalu
Purwokerto, Juli 2014
69
Mahroso Doloh
Pohon Tua Itu
Di hutan tua itu aku tumbuh
bawahan dua pohon tua yang kokoh
mengembangkan bunga-bunga warna-warni
dalam kebun yang sama
yang saling bertahan dari angin-angin ribut
betapa kokoh pohon tua itu
langit menangis piring api tak menjadi halangan
melangkahi jalur yang penuh asap-asap
untuk merawat empat bunga sedang mengenal dunia
dalam kepak kutung bunga ini
terisi oleh bintang rindu yang berputarputar
mencari pohon tua yang kokoh itu
di kebun itu firdaus dalam perjalanan
kebun itu mengalirkan air manis
melahirkan dialog-dialog menawarkan
ikan dan daging di timur, tengah dan barat
tapi untuknya hanya sayur dan segelas air putih
Purwokerto, 4 Maret 2014
70
Kiblat Cinta
Bidadari Tercinta
Di jendela itu melihat Hawa menari-nari
dan ditimpa oleh banjir-banjir
yang tak kenal musimnya
Hawa itu tetap saja menari-nari
dari titisan embun ke ayam yang membisu
seorang menyaksi Adam pulang Adam pergi
bersama besi hitam dan keras di bahunya
untuk melukis bidadari yang tercinta
Purwokerto, 4 Maret 2014
71
Mahroso Doloh
Jembatan Bidadari
Bintang-bintang yang bertasbih
air yang berderai tetesan mutiara
di sudut-sudut bertaburan emas
menjadi jembatan bertemu bidadari
dengan pohon yang bertatih-tatih, berdzikir
dan bercabang ranting-ranting firdaus
yang menjadi taman teduhan kembali
bagi Adam Hawa yang bernari
ketika panggilan-Mu merayu-rayu
Purwokerto, 4 Maret 2014
72
Kiblat Cinta
4 Catatan
Indonesia
73
Mahroso Doloh
Saat Langit Bersalam pada Bumi
kuberi salam pada mata hari
yang tak sedikitpun sinarnya membisu
walau berada setinggi langit
selalu menyapa rumputrumput
begitu juga bulan; selalu tersenyum
pada segenap semesta
berkedip mencari umat
sedang bersenang maupun tak
dari situ aku pelajari; hidup jadi hampa
jika senyum hanya pada rembulan dan bintang
sedangkan rumputrumput dan kerikil kecil
masih berjejeran di sepanjang jalan
sampai kapankah
kekeringan terpaku pada rumput
dan itu, tak bisa tetepkan waktu
jika nurani tak tertancap pada kalbu
jika kita sesama rumput dan berbunga
tetaplah pada tanah kejujuran
menegak sebuah kebun
membagi harum tak kecuali
Purwokerto, Juni 2014
74
Kiblat Cinta
Rapi dan Api
Tak sedikipun terbayang malaikat
apalagi pada-Nya
saat keringat membasahi telapak tangan
hanya bersibuk dengan ombak-ombak uang
kau lihat tari-tarian bintang
berusaha menolak kegelapan
kau fikirkan apa maksud mentari setia pada siang
dan bulan selalu bertahajud pada malam
demikian embun pada pagi
semua itu dengan keikhlasan pada Ilahi
apakah kau tak mampu bersandar pada-Nya
yang setiap daun-daun membawa angin padamu
hentikanlah!
tanganmu sudah tak sanggup lagi untuk menari dalam api
sungguh selama ini kau sudah merasa akrab
tapi ingatlah; api menyala tidak hanya hari ini
tapi dalam tanah sekalipun tetap saja membara
apakah kau tak merasa kasihan
pada orang-orang kepanasan dengan senyum manismu
dan merasa bangga saat kantong kemeja rapi; berisi api
Purwokerto, Juni 2014
75
Mahroso Doloh
Semarak Tikus
Tikus kecil sudah bersekolah
yang tua sudah merata ufuk Nusantara
di bawah meja, kursi, dan di manapun dikuasai tikus
tikus mengikis semua tak kecuali seperakpun
tapi pantas rombongan tikus adalah sarjana-sarjana bahkan
doktor
apa jadi negara ini; jika salah tak lagi merasa salah
saat ombak hitam membasahi telapak tangan
di ruangan berbesi hitam sudah bergunung;
tapi jutaan ekor masih saja menjadi keturunan
mengikis bumi dan pohon-pohon; dengan senyuman tawar
sepertinya para petani dan pedagang adalah korban
mencari nafkah dari embun hingga mata hari terkubur
hanya mendapat sepiring sayur dan segelas air putih
berbeda dengan para tikus;
yang hanya merangkai kata-kata palsu
palsu dianggap benar
itu cermin pembuktian; tikus sudah mengikis nurani
nurani menjadi ombak-ombak hitam
dan mengalir melingkupi sepatu kulit;
yang tak pernak diselimuti kabut
permukaan bumi diterpa segenap penjuru
terik mentari; hanya satu yang kau kejar
bukan malaikat dan bukan juga nabi
apa lagi mencari Cahaya
jika bukan demikian
siapkah kau hampar alis berjamaah para malaikat
Purwokerto, Juni 2014
76
Kiblat Cinta
Ku Singgah Negeri Indah
Aku singgah sebentar
melihat taman ini; sungguh indah
tapi kenyamanan tak pernah menyinggah
ada apa dengan taman ini, taman riuh dengan kesuburan
tapi kenapa pemiliknya masih saja bernari; di pintu ke pintu
dan di jalan terlihat sebongkah daging ikut bertepuk tangan
mengucap terimakasih, pak
Aku merasa tersinggung
sepertinya ada sesuatu terhadap hal itu
bagaimana aku mau membangun rumah
jika kegelisahan selalu tertancap kalbu, kenyamanan tak
apa yang harus kugunakan untuk menjadi fondasi
sehingga tak gampang diruntuh atau dikerik tikus-tikus
bersepatu kulit
kenapa taman ini terasa seram
setiap angin melewati kuping kecil ini
membawa pilu; saat aparat tersenyum di televisi
dengan kasus hanya melayani ketebalan dompet bribadi
nurani tak lagi menjadi jiwa yang sujud pada bangsa
setiap masalah menjadi komoditas diperdagangkan di bawah
meja
tak lagi merasa seram
jika mata sudah terbuka; melihat duri-duri yang merusak
dan takkan ku diam lagi
merela kemiskinan semarak di ibu pertiwi
kesehatan Nusantara;
adalah kewajiban tak kecuali
menghapus kecemasan yang hanya mementingkan pada kursi
empuk
dan kekenyangan perut sendiri
77
Mahroso Doloh
menghapus egoisme di seekor serigala mencari mangsa tak
kesudahan
wahai bapak yang terhormat
sudah, cukup disinilah
kau tak perlu merangkai kata-kata agar jadi indah
karena dengan suara indah itu; adalah butiran menambah
jumlah kemiskinan
kau tanamlah nurani pahlawan bangsa
dengan tetesan darah terakhir menjadi fondasi agar berkibar
dipuncak dunia
Purwokerto, Juni 2014
78
Kiblat Cinta
Dakwah Seorang Rakyat
Aku tak bisa bermain kata-kata
seperti yang engkau ucapkan
aku tak bisa berpuisi
bermain irama yang sedang kau lakukan
sungguh itu indah
jika suara itu, takkan hanyut begitu saja
tak membuat mimpi seorang anak
menjadi mimpi seekor kambing bermain atas rembulan
ingin ku ajak untuk selalu;
dengan ikhlas dua tangan menari di atas; dengan terbuka
jangan hanya melayani pada suatu tak dibutuh
panggung tersedia kau menarilah, bukan di bawah meja;
tak terlihat mata telanjang
ingin mengucap terima kasih
jika lidah-lidah ini tak terputus
juataan telapak tangan tak mampu berkeringat
jika kau tak menjadi matahari
jutaan jiwa akan kelaparan
jika kau tak menjadi hujan-hujan
karena di bawah pohon tua ini
tempat kami berdarah
kesuburan yang senantiasa;
itu menjadi harapan dan cita-cita
Purwokerto, Juni 2014
79