bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 183
kerajaan, Pieter Herbert Baron van Lawick van Pabst (m enjabat
1830 -1833), lihat catatan akhir 12.
18. Stanza ini m ungkin kehilangan baris f-nya di dalam naskah, yang
dapat m enjelaskan kenyataan bahwa apa yang dim aksudkan di
situ tidak seluruhnya jelas.
19. Sekali lagi, sejarah itu sendiri barulah dim ulai seiring dengan
penyerbuan Sepoy-Inggris atas Keraton Yogyakarta pada 20
J uni 1812, dan berangkatnya Sultan Ham engkubuwono II dari
Yogyakarta dalam perjalanan ke pengasingan di Pulau Pinang
pada 3 J uli 1812, lihat catatan akhir 14.
20 . Baris pertam a sanjak inilah yang m em berikan kunci, bahwa iram a
Asm aradana-lah yang harus diterapkan.
21. Sekali lagi, sejarah tersebut sesungguhnya baru dim ulai dengan
diasingkannya Sultan Ham engkubuwono II serta penunjukan
anak laki-lakinya, ayah Pangeran Diponegoro, sebagai Sultan
Ham engkubuwono III (1812-1814).
22. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo), XVI.20 halam an 20 3; dan
XLI.17-18, halam an 50 6, m erujuk kepada 8 Muharram , Wawu,
1753 AJ (23 Agustus 1825 M), sebagai tanggal keberangkatan
Resodiwiryo dari Surakarta; dan 29 J um adilakir, Éhé, 1756 AJ (6
J anuari 1829 M) sebagai tanggal pengangkatan sebagai kom andan
hulptroepen Surakarta di Bagelen setelah keberangkatan
Pangeran Kusum oyudo.
23. Gericke dan Roorda 1886:80 3, m em berikan keterangan berikut
tentang istilah ‘pujangga’: “Seorang yang berilm u, seorang ahli
bahasa dan seorang penyair, oleh sebab itu ‘pujangganing praja’
adalah seorang penyair istana, seorang sastrawan serta seorang
ahli sejarah di istana yang m em angku jabatan ahli sejarah negara.”
24. Surel Encik Izrin Muaz Mhd Adnan (sejarawan Malaysia yang
m em buat penelitian m engenai buku harian syeh tarekat di Pulau
Pinang pada abad XIX), Kuala Lum pur, 27 dan 30 Maret 20 15, 6
Maret 20 17.
25. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Kedung Kebo) kepada H.M. de Kock
(Magelang), 14 Novem ber 1829, surat No. 232.
bacaan-indo.blogspot.com 184 Sisi Lain Diponegoro
26. Wawancara Bapak Wiryo Ratm oko (alm .), m antan Pejabat Bupati
Purworejo 1966-1967 dan turunan kelim a RAA Cokronegoro I
(Danusubroto 20 0 8:180 -81), Purworejo, Mei 1972.
27. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XXXIV.72, hlm . 454.
28. Lihat juga Not. KBG, 5 April 1862, hlm . 50 8-510 , yang m engutip
isi sebuah surat dari Residen Bagelen, A.W. Kinder de Cam arecq
(m enjabat 1854-1862), 20 Maret 1862, yang m elaporkan bahwa
sang bupati (‘regent’), yang berusia ‘delapan puluh tahun’,
pada tahun-tahun sebelum nya m enyibukkan diri (onledig heeft
gehouden) dengan m enulis sebuah ‘babad’—yaitu Babad Kedung
Kebo—m engenai Perang J awa. Enam bulan sesudah surat Residen
Kinder de Cam arecq ditulis, 23 Septem ber 1862, Cokronegoro
m eninggal dunia pada usia 83 tahun, lihat Danusubroto 20 0 8:73,
m engutip tanggal yang tercantum pada batu nisan m akam
Cokronegoro di Bulus Hadi Purwo, Loano.
29. Gericke dan Roorda 1886:10 0 0 , yang m enjelaskan bahwa gladhag
adalah sejenis perserikatan para kuli pem ikul barang yang
diorganisasikan, baik di Yogyakarta m aupun di Surakarta, un-
tuk mengangkut barang di jalan-jalan di J awa bagian tengah-se-
latan. Banyak dari para pekerja yang dikerahkan ini didatangkan
dari provinsi-provinsi m ancanagara barat seperti Banyum as,
Bagelen, Gowong dan Ledok (Kedu selatan), dan itulah sebabnya
keluarga Cokronegoro ditugaskan untuk m engorganisasikan pe-
ngerahan tenaga pengangkut tersebut dari Bagelen untuk ke-
perluan Sunan di Keraton Surakarta. Para pekerja ini dibayar
sangat buruk dan kerap kali mereka menjadi korban candu dan
perjudian, lihat m em oar J an Isaak van Sevenhoven di KITLV
H 503, Aanteekeningen gehouden op eene reis over Java van
Batavia naar de Oosthoek in 1812 [Catatan-catatan yang dibuat
pada suatu perjalanan m elintasi Pulau J awa dari Batavia ke Ujung
Tim ur pada 1812], hlm . 49-52; dan Carey 20 12:563-564.
30 . Lihat juga surat Kinder de Cam arecq, 20 Maret 1862 (Not. KBG,
5 April 1862, hlm . 50 8-10 , lihat catatan akhir 28); dan wawancara
Bapak Wiryo Ratm oko (alm .), m antan Pejabat Bupati Purworejo
(1966-1967), Purworejo, Mei 1972.
bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 185
31. Untuk m enghindarkan kesulitan, nam a Cokronegoro akan
digunakan dalam seluruh tulisan ini. Pada hakikatnya, sebagai-
m ana lazim di J awa, sang bupati perdana Purworejo ini m eng-
gunakan bermacam-macam nama sepanjang perjalanan hidup-
nya sebagai seorang priyayi: (1) Mas Ngabehi Resodiwiryo, nam a
yang dipakai selam a periode awal waktu ia berada di Surakarta
(sekitar 180 5-1815); (2) Raden Ngabehi Resodiwiryo sewaktu
diangkat sebagai panèw u (kepala) gladhag pada 1815; (3)
Raden Tum enggung Resodiwiryo sewaktu dipilih pada Agustus
1825 sebagai wakil kom andan pasukan Surakarta yang dikirim
ke Bagelen di bawah kom ando Pangeran Kusum oyudo; (4)
Raden (atau Kiai) Tum enggung Cokrojoyo, sewaktu diangkat
sebagai Bupati Tanggung (Desem ber 1828) dan m enggantikan
Kusum oyudo sebagai panglim a barisan Surakarta di Bagelen
(J anuari 1829); (5) Raden (atau Kiai) Adipati Cokrojoyo sewaktu
diangkat oleh J enderal de Kock sebagai Bupati Brengkelan
pascaperang pada 9 J uni 1830 ; dan (6) Raden Adipati Ario
Cokronegoro setelah Brengkelan diubah nam anya m enjadi
Purworejo dan ditunjuk sebagai ibu kota afdeling—wilayah
adm inistratif dari Keresidenan—Bagelen pada m alam 26/ 27
Februari 1831. Nam a Cokrojoyo m engingatkan kita pada seorang
wali—satu dari w alisongo yang kondang—di Bagelen, Sunan
Geseng, yang dipandang sebagai leluhur Cokronegoro, lihat
Rinkes 1911a:284.
32. Wawancara Ibu Dr Sahir, piut Pangeran Diponegoro Muda
(sekitar 180 3-pasca-Maret 1856), J alan I Dewa Nyom an Oka no.7,
Kota Baru, Yogyakarta, Mei 1972.
33. Perincian m engenai Kiai Taptojani diam bil dari sebuah surat
yang dikirim kan oleh Residen Yogyakarta, Matthijs Waterloo
(m enjabat 180 3-180 8), kepada Nicolaus Engelhard, Gubernur
Wilayah Pantai Tim ur Laut J awa di Sem arang (m enjabat 180 1-
180 8), 22 J uni 180 5, di dalam ANRI ‘Bundel Djokjo Brieven’
[Berkas Surat-surat Yogya] No. 49 (sekarang No.21). Taptojani
bacaan-indo.blogspot.com 186 Sisi Lain Diponegoro
adalah pengucapan nam a Arab ‘Taftazani’ m enurut lidah J awa.
Al-Taftazani adalah seorang cendekiawan yang term ashyur.
Ia m enulis buku-buku di banyak bidang ilm u pengetahuan
yang m asih dipergunakan berabad-abad setelah ia m eninggal
pada sekitar 1390 M. Terdapat kem ungkinan bahwa Taptojani
adalah seorang Sum atera, yang m enurut kebiasaan orang-orang
Indonesia, bila m ereka m engam bil nam a Arab, m em ilih nam a
seorang pengarang yang terkenal, wawancara Profesor G.W.J .
Drewes, Leiden, Septem ber 1973.
34. Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada N. Engelhard (Sem arang),
22 J uni 180 5 (lihat referensi catatan 33). Siratu’l Mustakim
(‘J alan yang Lurus’) adalah kutipan dari Surah al-fatihah, Surah
1 (Pem buka) Al Quran, yang kem ungkinan besar m erujuk pada
buku yang ditulis oleh iqih dan pemikir tasawufnya, Nuruddin al-
Raniri (m eninggal 1658), seorang sarjana India keturunan Arab,
wawancara Profesor G.W.J . Drewes, Leiden, Septem ber 1973.
Sirat al Mustaqim adalah buku iqih yang sangat terpandang di
Indonesia, lihat Van Ronkel 190 9:375-377.
35. Matthijs Waterloo (Yogyakarta) kepada N. Engelhard (Sem arang),
22 J uni 180 5 (lihat referensi catatan 33).
36. LOr 6547d (Babad Diponegoro) XXXVIII.44-46, hlm . 20 9; Rusche
190 8-190 9, II:138. Kem atian ‘m oksa’ (J awa: m ukso) adalah suatu
kem atian di m ana orang yang m eninggal dunia sam a sekali tidak
m eninggalkan jasad kasarnya.
37. Babad Kedung Kebo di Perpustakaan Universitas Leiden (LOr
2163) bergam bar Pandita Durna dan Bim a (m em egang gada) pada
sam pul depan; dan Suyudana (m em egang tom bak) dan Prabu
Baladewa di sam pul belakang (lihat hlm .10 9). Naskah Babad
di Athenaeum Bibliotheek di Deventer (DvT J 1 KL) bergam bar
Suyudana dan Baladewa pada sam pul depan, dan Bim a dan
Yudistira pada sam pul belakang, lihat Pigeaud 1967-1980 , II:869;
dan Bagian I, hlm . 116.
38. Lihat surat Kinder de Cam arecq, 20 Maret 1862 (Not. KBG, 5
April 1862, hlm . 50 8-10 ; dan catatan akhir 28).
bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 187
39. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XXXVI.26, hlm . 460 ; dan dK
49, surat-surat yang dikirim kan oleh Cleerens kepada J enderal
Hendrik Merkus de Kock selam a Perang J awa.
40 . LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XLIV.68, hlm . 532.
41. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XXXIII.47, hlm . 425. Lihat juga
Hardjowirogo 1965:69-70 untuk m endapatkan gam baran tentang
Raden Seta.
42. Knoerle “J ournal” (1830 ):41 (untuk referensi lengkap lihat Carey
20 12:xvi, 128), m engutip Diponegoro yang m engatakan: “Bahasa
Melayu adalah bahasanya orang-orang pengecut dan tak seorang
pun penguasa di J awa ingin m endengarkannya.” Untuk m en-
dapatkan perincian tentang sikap Diponegoro terhadap cara-
cara hidup orang Belanda, lihat LOr 6547b (Babad Diponegoro)
XVIII.131, hlm . 271; Rusche 190 8-190 9, I:80 ; Carey 20 12:50 9,
di m ana Pangeran m engecap Residen Yogya, Nahuys van
Burgst (m enjabat 1816-1822), sebagai seorang residen “yang
doyan m akan-m inum dan m enyebarkan cara-hidup Belanda
(karem anny a m angan m inum / lan anjrah cara W elandi)”.
43. dK No. 49, Kolonel J .B. Cleerens (Kedung Kebo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Magelang), 8 Desem ber 1828, No. 65.
44. Lihat surat Kinder de Cam arecq, 20 Maret 1862 (Not. KBG, 5
April 1862, hlm .50 8-10 ; dan catatan akhir 28).
45. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XLVI.11-18, hlm . 563-565.
46. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XLI.17-26, hlm . 50 6.
47. Lihat surat Kinder de Cam arecq, 20 Maret 1862 (Not. KBG, 5
April 1862, hlm .50 8-10 ; dan catatan akhir 28).
48. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XLVI.22-39, hlm . 576-579;
XLVII.1-16, hlm .579-580 .
49. LOr 2163 (Babad Kedung Kebo) XLVII.33, hlm . 584.
50 . Soedjarah Raden Adipati Tjokronagoro 1 1939, m em berikan
sebuah daftar yang m em uat nam a-nam a tujuh istri sah
Cokronegoro, yang sekaligus dapat m em berikan gam baran
tentang luasnya pertalian keluarga yang dim ilikinya: (1) Nyai
Adipati Cokronegoro (Pengasih, Kulon Progo); (2) Raden
bacaan-indo.blogspot.com 188 Sisi Lain Diponegoro
Nganten Cokronegoro (Rebug, Kem iri); (3) Mas Ajeng Tanggung
(Cangkrep); (4) Mas Ajeng Dasih (Kaligesing); (5) Mas Ajeng
Sarim pi (Tanggung); (6) Mas Ajeng Mintarsih (Banyuurip); dan
(7) Mas Ajeng Wolo (Pekacangan, Pituruh).
51. Cucunya yang laki-laki m engabdikan dirinya sebagai m antri
gladhag di Surakarta pada tahun 1860 -an, lihat surat Kinder de
Cam arecq, 20 Maret 1862 (Not. KBG, 5 April 1862, hlm . 50 8-10 ;
dan catatan akhir 28).
52. Untuk m endapatkan gam baran-gam barannya, lihat LOr 2163
(Babad Kedung Kebo), LX-LXXV, hlm . 585-623; dan DvT J I KL
(Tjrita Kedung Kebo), Canto LX-LXXV.
53. Ini sekarang m erupakan naskah yang terdapat di Berlin
Staatsbibliothek, Berl. SB Or folio 568, lihat Pigeaud 1975:233.
54. Het Nieuw s van de Dag voor Nederlandsch-Indië, 30 J uli 1914:
“[Dari Magelang, 27 J uli 1914]: Di ruang gam bar di Sekolah
Tinggi Pegawai Negeri Sipil Pribum i [Opleidingschool voor
Inlandsche Am btenaren/ OSVIA] di sini [di Magelang] ada
beberapa objek dari Keresidenan Kedu [Bagelen sudah m enjadi
bagian dari Keresidenan Kedu sejak 190 1], sebagian di antaranya
nanti hendak dikirim untuk Pam eran Kolonial di Sem arang,
yang ongkos m asuknya sangat m urah. Hari pertam a ada banyak
pengunjung yang sangat penasaran. Pam eran kecil itu m em ang
sangat bagus. Pada saat kita masuk Ruang Pameran, sepasang
m eriam [lila, artileri m edan kecil]—m enarik perhatian. Meriam
kuno ini berasal dari Perang J awa (1825-1830 ). Mem ang di
Purworejo pada saat itu ada dua belas meriam kecil (lila), dan
enam di antaranya berasal dari Surakarta. Keenam m eriam itu
diberikan kepada eyang buyutnya, Bupati Purworejo sekarang
[Cokronegoro IV, m enjabat 190 7-1919] supaya beliau bisa
m endukung Pem erintah Hindia Belanda selam a Perang J awa.
Sisanya direbut dari Diponegoro. Dari dua belas m eriam kecil
ini, tiga m asih ada, dan dua darinya berasal dari Diponegoro.
Mereka direbut dari Pangeran pada pertem puran di Cengkawak
[di areal selatan Bagelen pada 26 Mei 1828]. Pada Pam eran
Kolonial [di Sem arang] kita juga bisa m elihat seragam yang
dipakai bupati perdana Purworejo selama Perang J awa, dan
bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 189
gala kostum yang dikenakan sewaktu kunjungan resm i J enderal
[Hendrik Merkus] de Kock [9 J uni 1830 ] [ke Purworejo].”
[Uit Magelang 27 J uli 1914]. “In de teekenzaal der
Opleidingsschool voor Inlandsche Am btenaren, alhier, zijn de
inzendingen uit de Residentie Kedoe, die m ede een deel zullen
uitm aken van de aanstaande Koloniale Tentoonstelling te
Sem arang, tegen een uiterst billijke entree ter bezichtiging
gesteld. Er w as veel belangstelling den eersten dag. De kleine
show w as dan ook w erkelijk de m oeite w el w aard. Alvorens
m en de zaal binnentreedt, trekken een paar lilla’s reeds aller
aandacht. Deze oudheden dateeren nog uit den tijd van den
Java-oorlog. Er w aren indertijd te Poerw oredjo tw aalf lilla’s,
w aarvan er zes afkom stig w aren uit Soerakarta, die aan
den overgrootvader van den tegenw oordigen Regent van
Poerw oredjo, w aren m edegegeven, om daarm ede tijdens den
Java-oorlog het Gouvernem ent bij te staan, terw ijl de andere
zes veroverd w aren op Diponogoro. Van die tw aalf lilla’s zijn er
thans nog slechts drie overgebleven, en van deze drie zij er tw ee
afkom stig van Diponogoro, bij het gevecht bij Tengkaw ak op
hem veroverd. In de tentoonstellingszaal zelve treffen w ij verder
aan: de kleeding van den eersten Regent van Poerw oredjo,
w aarin hij den Java-oorlog m ede m aakte, alsm ede het gala-
costuüm , door hem gedragen tijdens het bezoek van Generaal
de Kock.”
55. Het Nieuw s van de Dag voor Nederlandsch-Indië, 30 J uli 1914:
“Bovendien zijn oorlogszadel en het hoofdstel van zijn paard,
beiden zeer interessant, tem eer aangezien het laatste m et
w aardevolle steenen is ingelegd. Ook w as er een tw eetal
Turksche sabels door Generaal de Kock destijds aan Raden
Adipati Tjokronegoro ten geschenke aangeboden. Verder zagen
w ij een collectie van oude w apens en schilden, m ede aan Raden
Adipati Tjokronegoro aangeboden door Koning W illem I tijdens
zijn bezoek aan Java [sic]. De Regent van Magelang heeft als
bijdrage ingezonden de lans en de kris van Diponegoro, vooral
de laatste is zeldzaam fraai.”
56. Keluarga Arung Binang, Bupati Kebum en (pra-1831 Ungaran)
(Sutherland 1974:3-4), dan keluarga Raden Tum enggung
bacaan-indo.blogspot.com 190 Sisi Lain Diponegoro
J oyodiningrat, Bupati Karanganyar (pra-1831Rem o) di Banyum as
tim ur (m enjabat 1832-1864) (Carey 1981:xxxi-xxxii), adalah
kekecualian, sebab hubungan darah m ereka dengan Keraton
Surakarta (dalam kasus Arung Binang) dan Yogyakarta (dalam
kasus J oyodiningrat) m asih sangat kental.
57. Lihat laporan tentang penangkapan serta pem bebasan kem bali
Raden Mas Suwongso, ritm eester (kapten pasukan berkuda)
Legiun Mangkunegaran, 28-31 J uli 1825, yang terdapat di KITLV
Or 13 (Babad Kedung Kebo) XII. 21-28, hlm . 128-129; LOr 6547b
(Babad Diponegoro) XXII.65-68, hlm . 390 ; Rusche 190 8-190 9,
I:140 , dan laporan resm i Ritm eester Suwongso, dK 183, “Verslag
van Radeen Mas Soewongso tijdens zijn gevangenschap bij de
m uitelingen” [“Laporan Raden Mas Suwongso tentang m asa
tahanan dengan pem berontak”], 9 Agustus 1825, yang sebagian
diterbitkan oleh Aukes 1935:79-81.
58. dK 148, Lijst der pangeran m itsgaders aanzienlijke hoofden m et
de m uitelingen [Daftar para Pangeran serta pem im pin-pem im pin
terkem uka yang ikut bergabung dengan para pem berontak],
sebuah daftar yang disusun secara kasar oleh Residen Yogyakarta,
J .M. Walraven van Nes (m enjabat 1827-1830 ), pada 4 Oktober
1829. Untuk letak Tanjung, lihat peta sisipan di Louw dan De
Klerck 1894-190 9, V, yang m enunjukkan sebuah desa tepat di
selatan Nanggulan (Kulon Progo) di m ana terdapat benteng
Belanda terbesar ketiga yang selesai dibangun antara Desem ber
1828 dan J anuari 1829 (Carey 20 12:768; Djam hari 20 0 3:315).
Sekarang (20 17) juga ada pelabuhan ikan bernam a Tanjung
Adikarta di Pantai Karangwuni, Kecam atan Wates, diam bil
dari https:/ / id.w ikipedia.org/ w iki/ Kabupaten_ Kulon_ Progo,
diunduh 20 Maret 20 17.
59. dK 158, Lijst der Personen w elke zich als m uitelingen hebben
opgew orpen [Daftar orang yang telah m elibatkan dirinya
sebagai pem berontak], Magelang, Desem ber 1829, Pengalasan
adalah no. 23 dari para regenten (bupati) yang baru diangkat
oleh Diponegoro antara 1825-1829. Lihat juga catatan tentang
bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 191
Pengalasan di dK 158, N aam lijsten der Djokjosche hoofden die
aan het Nederlandsch Gezag getrouw zijn gebleven, of de partij
van Diepo Negoro houden, of zich w eder aan ons gezag hebben
onderw orpen [Daftar para petinggi Yogya yang tetap setia kepada
Pem erintah Belanda, atau m em ilih m endukung pihak Diponegoro,
atau telah tunduk lagi kepada pemerintah kami].
60 . Saya berterim a kasih kepada alm arhum Dr Th.G.Th. Pigeaud atas
inform asi ini. Wawancara Dr Pigeaud, Leiden, Mei 1973.
61. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Kedung Kebo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Yogyakarta), 26 Septem ber 1829.
62. dK 111, Over het karakter van den Soesoehoenan, den Sultan van
Djokjokarta en de prinsen en rijksgrooten [Mengenai perangai
Susuhunan, Sultan Yogyakarta serta para pangeran dan petinggi
kerajaan], Novem ber-Desem ber 1829.
63. KITLV H 76, Papieren (Javaansche): Boedel van Sultan
Ham engkoe Boew ono IV (1814-1822) [Naskah-naskah (dalam
bahasa J awa): Harta kekayaan Sultan Ham engkubuwono IV
(1814-1822)], tt. (sekitar 1826), ‘Daftar nam a-nam a para pangeran,
bupati-bupati dan m antri-m antri yang m em berontak’, ada
disebutkan seseorang yang bernam a Tum enggung Kertowijoyo
sebagai salah seorang pengikut Penghulu Kam alodiningrat
(m enjabat 1823-1835). Karena Pengalasan dikenal dengan nam a
Kerto Pengalasan dan Krom owijoyo, m aka m ungkin m em ang
terdapat sesuatu hubungan dengan pembalikan nama-nama
tersebut.
64. Widyo Budoyo (Perpustakaan Keraton Yogyakarta) A.62, ‘Babad
Keraton Ngayogyakarta’, hlm . 130 .
65. KITLV Or 13 (Babad Kedung Kebo) X.24; SB 136 (Babad
N gay ogy akarta, jilid II) LII.9, hlm .227; LOr 6547c (Babad
Diponegoro) XXIII.20 5, hlm .31; Rusche 190 8-190 9, I:160 . Waktu
m enerim a kom ando di Selarong, Pengalasan rupanya m asih di
bawah 30 tahun.
66. KITLV Or 13 (Babad Diponegoro) II.10 -17 (untuk m endapatkan
gam baran tentang upacara-upacara yang diadakan berkenaan
bacaan-indo.blogspot.com 192 Sisi Lain Diponegoro
dengan kem atian HB III pada 3 Novem ber 1814), serta KITLV
Or 13 (Babad Diponegoro) III. 43-44 (untuk m endapatkan
gambaran tentang upacara berkenaan dengan kematian HB IV
pada 6 Desem ber 1822).
67. Sem bilan gam bar di KITLV Or 13 (Babad Kedung Kebo) adalah
dalam rangkaian folio di naskah (f. = folio; r. = recto; dan v. =
verso): (1) Pertem uan antara Residen Yogyakarta, Anthonië
Hendrik Sm issaert (m enjabat 1823-1825), Raden Adipati Danurejo
IV, patih Yogyakarta (1813-1847), dan Mayor Tum enggung
Wironegoro, kom andan pasukan kawal Sultan (1817-1829), di
Wism a Residen Yogyakarta (f.51r, lihat sam pul m uka buku ini); (2)
Raden Adipati Danurejo IV ditam par dengan selop oleh Pangeran
Diponegoro karena suatu pertengkaran tentang penyewaan
tanah kerajaan kepada orang Eropa (20 J uni 1820 ) (f.55v, lihat
hlm . xv); (3) Pangeran Diponegoro m enyam paikan sejum lah
perintah kepada dua orang pengikutnya, Kiai J oyom ustopo dan
Kiai Mopid, sebelum m em ulai ziarah ke Masjid Gua Batu di
Pulau Nusa Kam bangan untuk m encari bunga Wijoyokusum o
(f.66r, lihat hlm . 110 -111); (4) Ratu Ibu (1780 -1826), janda
Sultan Ham engkubuwono III (1812-1814), dan ibunda Sultan
Ham engkubuwono IV (1814-1822), sedang berbincang dengan
patih Yogyakarta, Raden Adipati Danurejo IV (m enjabat 1813-
1847), di Keraton Yogyakarta antara 1814 dan 1822 (f.66v) (Carey
20 12:426); (5) Pertem puran antara pengikut Diponegoro dan
serdadu Belanda di kediam an Diponegoro di Tegalrejo pada 20
J uli 1825 (f.99r-v, lihat hlm .160 -161); (6) Pertem puran antara
pasukan Diponegoro dan serdadu Belanda di Selarong pada akhir
Septem ber atau awal Oktober 1825 (f.136r-v, lihat hlm . 56-57);
(7) Patih dan Sultan Madura (Sultan Cakraadiningrat II [eks
Panem bahan Mangku Adiningrat], bertakhta 1815-1842) dari
Bangkalan (Madura barat) sedang m em bicarakan pengirim an
pasukan Madura untuk m em bantu Belanda pada Agustus 1825
(f.148r) (lihat halam an 152-153); (8) Sunan Pakubuwono VI (1823-
1830 ) sedang berbincang dengan Patih Surakarta, Raden Adipati
bacaan-indo.blogspot.com Bagian II Babad Kedung Kebo 193
Sosrodiningrat IV (m enjabat 1812-1846), tentang apakah harus
m em bantu Belanda dalam Perang J awa (f.148v, lihat hlm . 68-
69); (9) Pangeran Notoprojo, Pangeran Serang II, dan Pangeran
Purwonegoro, sem ua keturunan keluarga wali term ashyur, Sunan
Kalijogo, dan kerabat panglim a perem puan Diponegoro, Nyai
Ageng Serang (Raden Ayu Serang, 1766-1855), sedang m em bahas
rencana serangan m ereka ke Dem ak pada awal Septem ber 1825
(f.187r, lihat hlm . 260 -261).
68. KITLV H 76, Papieren (Javaansche): Boedel van Sultan
Ham engkoe Boew ono IV (1814-1822) [Naskah-naskah (dalam
bahasa J awa): Harta Kekayaan Sultan Ham engkubuwono IV
(1814-1822)]; ‘Daftar nam a-nam a para pangeran, bupati-bupati
dan m antri-m antri yang m em berontak’, tt. (sekitar 1826).
69. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXIII.160 , hlm .25; dan
XXIII.20 5, hlm .31 (Rusche 190 8-190 9, I:157, 160 ).
70 . LOr 8552a (Babad N gay ogy akarta, J ilid III) CVII.1-10 , hlm . 522;
dan lihat catatan 57.
71. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXIII.160 , hlm . 25 (Rusche
190 8-190 9, I:157).
72. LOr 6547c XXIV.66, hlm .51 (Rusche 190 8-190 9, I:160 ).
73. Naskah Keraton Yogyakarta (Perpustakaan Widyo Budoyo) A.62
hlm.450 .
74. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXIV.9, hlm . 42 (Rusche 190 8-
190 9, I:165).
75. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXIV.97-98, hlm .56.
76. SB 136 (Babad Ngay ogy akarta, J ilid II) XLV.24, hlm . 297.
77. LOr 6547c (Babad Diponegoro), XXV.16-17, hlm . 78. Lihat juga
Aukes 1935:158 untuk terjem ahan dari bagian tulisan yang sam a.
78. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXVI.23-24, hlm .158.
79. LOr 6547c (Babad Diponegoro) XXVIII.89-91, hlm .252-253
(Rusche 190 8-190 9, I:271-72), SB A 144 (Babad Ngay ogy akarta,
J ilid III) XXV.42-3, hlm .10 5. Lihat juga Boom s 1911:34, untuk
gambaran resimen-resimen Diponegoro.
bacaan-indo.blogspot.com 194 Sisi Lain Diponegoro
80 . dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Kedung Kebo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Yogyakarta), 26 Septem ber 1825, No. 210 .
81. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Kedung Kebo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Yogyakarta), 26 Septem ber 1825, No. 210 .
82. dK49, Kolonel J .B. Cleerens (Gunungpersodo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Magelang), 24 Desem ber 1829, No. 249.
83. dK49, Kolonel J .B. Cleerens (Gunungpersodo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Magelang), 19 Novem ber, 20 Novem ber, dan 3
Desem ber 1829, surat-surat bernom or 235-36, 240 .
84. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Panjer) kepada J enderal H.M. de
Kock (Magelang), 3 J anuari 1830 , No. 253.
85. Surat-surat ini telah diterbitkan dalam bentuk terjemahan bahasa
Belanda dalam Louw dan De Klerck 1894-190 9, V:Bijlage XXVa-b.
Tentang surat Pengalasan kepada Cleerens dari 12/ 13 Desem ber
1829, lihat Lam piran I.
86. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Gunungpersodo) kepada J enderal
H.M. de Kock (Magelang), 7 Desem ber 1829, No. 242.
87. dK 49, Kolonel J .B. Cleerens (Panjer) kepada J enderal H.M. de
Kock (Magelang), 28 Maret 1830 , No. 271.
88. dK 20 9, Kolonel J .B. Cleerens (Menoreh) kepada Kolonel Frans
David Cochius (Magelang), 26 Februari 1830 .
89. Saya berterim a kasih kepada Encik Izrin Muaz Mhd Adnan,
sejarawan Malaysia yang telah m em buat penelitian m engenai
buku harian syeh tarekat di Pulau Pinang pada abad XIX, Kuala
Lum pur, surel 27 dan 30 Maret 20 15, dan 6 Maret 20 17.
90 . Sum ber m iliter Belanda paling penting bagi peristiwa-peristiwa
yang terjadi di Bagelen selam a tahun-tahun Perang J awa adalah
berkas dK 49 dari koleksi pribadi H.M. de Kock di Nationaal
Archief Belanda di Den Haag. Berkas ini m em uat sem ua surat
yang dikirim kan oleh Kolonel J .B. Cleerens, kom andan m edan
tem pur Banyum as dan Bagelen, kepada J enderal H.M. de Kock
dari 10 Oktober 1825 sam pai 8 April 1830 .
bacaan-indo.blogspot.com Epilog
33. Ing Bagelèn tinata sam pun atata
tinitik titik titi
tinata arata
tataning ratan-ratan
[...]
34. Pan tinata titiné pra bupaty a
Regèn Purw arejèki
anenggih kinarya
tetunggul pra bupatya
[...]1
KABUPATEN Purworejo, yan g didirikan Belan da pada 18 31
sebagai ibukota Keresidenan Bagelen yang baru itu tidak bisa
dipisah kan den gan n am a keluar ga Cokr on egar an . Selam a
hampir seabad dari awal Perang J awa (1825-1830 ) sampai 1919,
seoran g an ggota keluarga Cokron egaran m em pun yai peran
penting di ibukota Bagelen itu. Seperti kita telah lihat (Bagian
196 Sisi Lain Diponegoro
2), bupati perdana Raden
Ad ip a t i Ar io Cokr on egor o I
(m en jabat 18 31-18 56 ) su d ah
berjasa kepada Pemerintah
H in dia Belan da sebagai wakil
komandan (pasca-J anuari
18 29, kom an dan ) hulptroepen
(pasukan cadangan pribumi)
Surakarta di Bagelen selam a
peran g. Berkat jasa itu, jauh
sebelum perang telah selesai,
ia sudah diangkat sebagai bu-
RAA Cokronegoro I (1779-1862; pati, awalnya di Tanggung
menjabat 1831-1856) menjelang (Kecamatan Loano, 1828-1830 ),
ia pensiun pada 1856. Foto di- lan t as d i Br en gkelan (18 30 -
ambil seizin Hotel Suronegaran, 18 31), yan g d ialih ka n n am a
Purworejo. menjadi Purworejo pada ujung
Februari 1831.
Konon Belanda telah m enjanjikan Cokronegoro I bahwa
tujuh generasi dari keluarganya akan berkuasa di Purworejo
(Danusubroto 20 0 8:145). Dan memang turun-tumurun antara
18 31 dan 1919 em pat gen erasi dari keluarga Cokron egaran
diangkat Pemerintah Kolonial sebagai bupati. Hanya pada era
Raden Adipati Ario Sugeng Cokronegoro IV (m enjabat 190 7-
1919), Belanda mengingkar janji: bupati keempat itu dianggap
membangkang kepada pihak Pemerintah Hindia Belanda sebab
ter lalu dekat den gan per ger akan n asion al—Boedi Oetom o
(19 0 8 -19 35) p ad a kh u su sn ya—d an t elah m elan ggar t at a
bacaan-indo.blogspot.com kram a m asyarakat kolonial karena m enikah dengan seorang
perempuan Indo-Belanda kelahiran Aceh, J ohanna Giezenberg,
pada akhir 1918 (Sutherland 1974:5; Danusubroto 20 0 8:143).
Cokronegoro IV menghabiskan hari tuanya di Yogyakarta dan
m en in ggal pada 29 J an uari 1936 (Dan usubroto 20 0 8 :144).
Epilog 197
Hanya pada era bupati Purworejo kedelapan belas, keturunan
Cokron egaran kem bali berkuasa di ibukota Bagelen waktu
pengusaha asal Yogyakarta, Haji Agus Bastian SE MM (menjabat
20 16-20 21), seorang trah langsung Cokronegoro I, dipilih di
pilkada serentak 9 Desember 20 15 sebagai kandidat calon Partai
Dem okr at .
Dalam epilog pendek ini kita akan merujuk kembali proses
lahirnya Kabupaten Purworejo pasca-Perang J awa pada 1830 -
18 31 dan peran keluarga Cokronegaran sebagai pengem bang
tanah kelahiran mereka selama hampir seabad. Warisan ke-
luarga bupati perdana itu sungguh hebat dan membuat kabu-
paten n ya terken al pada zam an H in dia Belan da (18 18 -1942)
berkat infrastruktur (pengairan, jalan, kereta api, rumah sakit,
dan sebagainya) dan fasilitas perguruan tinggi yang paling
canggih di J awa bagian tengah-selatan antara 1915 dan 1930 .
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com Asal Usul Nama ‘Purworejo’
PADA 1992, keluar sebuah SK dari Gubern ur J awa Ten gah,
Mayor J en d er al (Pu r n .) Mu h am m ad Ism ail (1927-20 0 8 ;
menjabat 1983-1993), yang menetapkan bahwa setiap kabupaten
dan kotamadya di Provinsi J awa Tengah harus ada ‘tanggal lahir’.
Surat Keputusan (SK) m antan J enderal Ism ail adalah bagian
dari sebuah kebijakan Pemerintah Orde Baru yang mencakup
semua wilayah Indonesia. Untuk beberapa kota kolonial seperti
Ban dun g, proses m en etapkan tan ggal kelahiran n ya cukup
gam pan g: Ban dun g adalah sebuah kota yan g ban gkit dari
nol karena J alan Raya Pos (grote postw eg) Daendels. Tepat
pada 25 Septem ber 18 10 , setelah postw eg selesai diban gun ,
Marsekal Daendels (menjabat 180 8-1811) memerintahkan pusat
kabupaten dipindahkan dari Dayeuh Kolot menuju timur Sungai
Cikapundung, area yang juga dilintasi J alan Raya Pos. Maka
lahirlah sebuah kota administratif baru: Bandung.
Sebenarnya, tanggal lahir Purworejo juga sesim pel
Ban dun g. Seperti ibukota Prian gan , kota adm in istratif
(hoofdplaats) Kabupaten Purworejo, yang sebelum 26 Februari
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 199
18 31 dinam akan Brengkelan, adalah sebuah produk kolonial
Belanda. Didirikan bertahap pada 1830 -1831, Purworejo m e-
rupakan salah satu dari em pat kabupaten dari Keresiden an
baru yang bertahan sampai 190 1 waktu Bagelen dilebur dalam
Keresiden an Kedu. Kota adm in istratif yan g m en jadi tem pat
kediam an Residen Belan da ditetapkan dalam tiga tahap,
dimulai dengan surat keputusan atau beslit (besluit) dari
Gubernur J enderal J ohannes van den Bosch (menjabat 1830 -
18 34) tertanggal 18 Desem ber 18 30 no.1, diteruskan dengan
pen gum um an Van Pabst pada 26/ 27 Februari 18 31 ten tan g
nama kabupaten, dan berakhir dengan beslit tertanggal 22
Agustus 1831 no.1. Semua proses ini bisa dibaca dengan seksama
dalam mahakarya tentang Perang J awa yang ditulis sejarawan
militer Belanda, Louw dan De Klerck (1894-190 9, VI:216-226).
Pada 18 Desem ber 1830 , Bagelen dibagi ke dalam em pat
kabupaten yaitu Bren gkelan (atau ‘Brin gkelan ’ dalam ejaan
Belan da), Sem awun g (berasal dari kata ‘Shim a’—areal suci
untuk penahbisan bhikkhu dalam bahasa Sansekerta), Ungaran
dan Karang Dhuhur. Pada saat beslit ditetapkan, Cokronegoro,
yang waktu itu bergelar Kiai Adipati (Tumenggung) Cokrojoyo,
adalah bupati Brengkelan (diangkat 9 J uni 1830 ). Dua bulan
setelah beslit Van den Bosch pada 18 Desember 1830 , datang
seorang pejabat tinggi Belanda, Pieter Herbert Baron van Lawick
van Pabst, ke Bagelen. Van Pabst ditugaskan sebagai komisaris
untuk urusan tanah kerajaan (Com m issaris ter regeling der
vorstenlanden) dan diberi wewenang untuk mengurusi semua
tetek-bengek administrasi bekas m ancanagara (wilayah jauh)
barat yang sekarang m enjadi dua Keresidenan—Bagelen dan
Ban yu m as—d i bawah Pem er in t ah Belan d a. Did at an gkan
oleh Cokronegoro dan kolega bupati dari Sem awung, Raden
Tumenggung Sawunggaling, Van Pabst tiba di kota administratif
(hoofdplaats) Bagelen—waktu itu Brengkelan—pada pengujung
bacaan-indo.blogspot.com 200 Sisi Lain Diponegoro
Februari 18 31. Ia dim inta m engganti nam a setiap kabupaten
dengan nam a baru yang lebih patut untuk julukan kota
administratif (hoofdplaats). Maka dipilihlah nama Purworejo
(“awal dari kem akm uran ”) un tuk Bren gkelan , dan Kutoarjo
(“kota yang makmur”) untuk Semawung. Pada saat yang sama,
Ungaran di barat Kali Lereng diusulkan untuk diubah namanya
m enjadi Kebum en, dan Karang Duhur m enjadi Sedayu (atau
Sidayu dalam ejaan Belanda).2 Dalam laporan resmi yang ditulis
di Semarang pada 20 April 1831 kepada Van den Bosch (Arsip
Keresidenan Bagelen 5/ 10 , Laporan, 20 April 1831 no.996, lihat
Lampiran 2), Van Pabst menerangkan proses pengalihan nama
sebagai berikut:
‘[…] Melalui penelitian kelihatan bahwa kota adm inistratif
[hoofdplaatsen] dari kabupaten harus ditetapkan, dan nama
[dari kabupaten] harus m enjadi sam a dengan nam a yang
dipakai oleh kota administratif itu. Oleh sebab bupati dari
dua kabupaten yang lain [Brengkelan dan Sem awung] telah
m em beritahukan keinginannya dalam hal ini, dan saya telah
m enyetujui [sam bil berkata] bahwa saya tidak berhalangan.
[J adi] saya bisa akur dalam hal sepele [kleinigheid] ini. Kendati
dem ikian […] Brengkelan sebagai nam a kota adm inistratif
kabupaten digantikan dengan nama Purworejo, sebab nama
Brengkelan itu sam a sekali tidak bisa diandalkan dengan apa
yang orang harapkan [untuk sebuah nam a kota adm inistratif].’
Dalam Babad Kedung Kebo (XLVII.30 -34, hlm.584; Bagian 1
catatan 11) sudah dijelaskan bahwa pengum um an Van Pabst
tentang pengalihan nama ini dibuat pada malam 26/ 27 Februari
18 31 (14 Siyam , 1758 AJ , tahun J é), atau di kan tor Residen
yang sedang dibangun di sisi selatan alun-alun (Danusubroto
20 0 8 :153), atau di pen dopo lam a Kabupaten Br en gkelan ,
sekarang Hotel Suronegaran di J alan Urip Sum oharjo 47,
Purworejo. Pada saat yang sama Cokronegoro—waktu itu masih
Kiai Adipati Cokrojoyo—beralih nam a m enjadi Raden Adipati
Ario Cokronegoro I. Semua usulan Van Pabst yang dicantum da-
Epilog 201
lam laporan yang tebal 60 halamannya itu diindahkan oleh Van
den Bosch dengan hanya satu syarat (lihat hlm. 20 4-20 5) dalam
sebuah beslit resmi tertanggal 22 Agustus 1831 no.1 (Louw dan
De Klerck, VI:226). Sejak itu Keresidenan Bagelen terdiri dari
dua afdeling (wilayah administratif), Purworejo dan Kebumen,
empat kabupaten (yang sudah disebut di atas), dan delapan belas
kecam atan (districten), antara lain lim a di bawah Kabupaten
Purworejo, yaitu Purworejo sendiri, Loano, Cangkrep, J enar,
dan Wonoroto (ANRI, Bagelen 5/ 10 , Laporan P.H. van Lawick
van Pabst, 20 April 1831 no.996, lihat Lampiran 2).
Kalau kita m au m enetapkan hari lahir Purworejo, bahan
arsip kolonial Belanda dan keterangan dalam Babad Kedung
Kebo sudah cukup jelas. J adi mengapa pada saat ini Pemda
Purworejo m asih terus m erayakan suatu tanggal lahir—yaitu
5 Oktober 90 1—yang merujuk kepada pematokan (peresmian)
tanah perdikan (Shima), Kayu Ara Hiwang, yang dulu terdapat di
Desa Boro Wetan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo,
dan sekarang ada di Museum Nasional di J akarta (Werentz
20 12)? Bagaimana sebuah kabupaten mungil dan terpojok ini,
bisa m enjadi lebih tua daripada Kerajaan Kediri (10 42-1222),
Majapahit (1293-1510 -an), Demak (1475-1548) dan Yogyakarta
(7 Oktober 1755)?
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com Laporan Lawick van Pabst dan
Sejarah Awal Administrasi di
Purworejo
VAN Pabst adalah seoran g adm in istrator kawakan . Seoran g
bangsawan Belanda (baron) dan kesatria (ridder) dalam Ordo
Singa Nederland (Ridderorde van den Nederlandsch Leeuw ).
Sebelum menjadi Komisaris untuk urusan tanah kerajaan pasca-
Perang, Van Pabst pernah menjabat di Keresidenan Rembang
di pantai utara J awa, pada awalnya sebagai anggota J awatan
Kehutanan (1810 -1811), lantas sebagai Asisten Residen (1811-
18 12) dan Residen (18 23-18 27). Selam a lim a tah un (18 17-
18 22) ia juga m em angku jabatan sebagai Inspektur J enderal
Keuan gan . Seperti ban yak pejabat tin ggi Belan da pada era
Pem erin tah Kolon ial H in dia Belan da (18 18 -1942)—m isaln ya
J enderal Hendrik Merkus de Kock dan Gubernur J enderal Van
den Bosch sendiri—Van Pabst juga menjadi anggota dari organ-
isasi Freem ason (Tarekat Mason Bebas), sebuah organ isasi
rahasia yan g telah berfun gsi sebagai sem acam ‘pem erin tah
bayangan’ (shadow governm ent) pada era penjajahan pendek
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 203
Pendopo Purworejo sekitar 1930. Foto seizin Universiteitsbibliotheek Leiden.
Inggris (1811-1816) dan Pemerintah Belanda yang dikembalikan
di J awa pasca-1816 (J ordaan 20 16:66-67).
Setelah struktur adm in istrasi Keresiden an Bagelen dan
Banyumas yang baru ditetapkan, Van Pabst, dalam laporan dari
20 April 1831 yang ditulis dari Sem arang, beralih kepada isu
sumber daya manusia di Bagelen. Menurut Sang Komisaris, tidak
ada di antara empat bupati yang baru diangkat, dan petinggi-
petin ggi Bagelen lain , seoran g yan g cukup berpen galam an
dan cerdas dalam hal administrasi untuk menolong Residen
baru, J .W.H . Sm issaert (18 0 2-18 74; m en jabat 18 30 -18 33),
membangkitkan suatu sistem iskal baru.3 Tantangan utam a
adalah untuk membuat sebuah survei untuk memperoleh data
tentang pemilik tanah di areal bekas m ancanagara barat untuk
menyusun sebuah kadaster baru demi menjalankan sistem pajak
tanah kolonial baru. Pem erintah Hindia Belanda pada waktu
bacaan-indo.blogspot.com 204 Sisi Lain Diponegoro
itu dalam keadaan terpojok dalam hal keuangan sebab nyaris
bankrut akibat beban pem bayaran ongkos Perang J awa dan
berhutang 20 juta gulden (tiga m ilyar dollar Am erika dalam
uang sekarang) kepada Pemerintah Belanda di Den Haag. J adi
menetapkan suatu sistem iskal baru menjadi prioritas bagi Van
den Bosch.
Menurut Van Pabst, Pemerintah harus dengan segera men-
datangkan seorang adm inistrator pribum i yang cakap untuk
menolong Residen dalam hal administrasi sambil mem beri
contoh kepada pejabat daerah yang lain. Dia juga harus mam-
pu m enerangkan kepada rakyat tentang tanggung jawabnya
masing-masing dalam hal iskal kepada Pemerintah Kolonial
baru.4 Oleh sebab tidak terdapat seorang pejabat yang m ulti-
talenta itu di Bagelen, Van Pabst memutuskan mendatangkan
seor an g ad m in istr ator pr ibu m i d ar i Kabu paten Blor a,
Ker esiden an Rem ban g. Adm in istr ator kawakan in i adalah
Patih Blora, “seoran g berjasa” den gan “pen getahuan luas”,
m enurut sang Kom isaris (Louw dan De Klerck VI:219), yang
telah menunjukkan kemahiran tentang ilmu kepemerintahan
daerah selam a Van Pabst bertugas sebagai Residen Rem bang
antara 1823 dan 1827. Sejak medio 1830 , Patih Blora itu telah
bergabung dalam tim komisaris untuk urusan tanah kerajaan.
Van Pabst, atas insiatif sendiri, mengangkatnya untuk sementara
waktu sebagai asisten khusus untuk Residen Bagelen dengan
gelar Raden Tum enggung Ario Suronegoro. Setelah pendopo
baru Kabupaten Purworejo selesai dibangun antara 1833 dan
1840 (Danusubroto 20 0 8:10 6-7), Suronegoro pindah kantor dan
kediaman ke pendopo Kabupaten Brengkelan yang lama yang
sejak itu dikenal dengan nama Suronegaran (sekarang Hotel
Suronegaran, J alan Urip Sumoharjo 47, Purworejo).
Keputusan Van Pabst m em buat resah Van den Bosch .
Sang Gubernur J enderal kuatir bahwa penangkatan seorang
luar (outsider)—apalagi seorang pejabat yang tidak berasal dari
Epilog 205
kalan gan priayi gede atau ban gsawan —akan m en gakibatkan
bupati-bupati baru Bagelen m erasa terhina oleh Pem erintah
Kolon ial (Louw dan De Klerck, VI:226). Tetapi Van Pabst
m em bantah kekuatiran sang Gubernur J enderal: Residen
J .W.H. Smissaert tidak bisa menjalankan administrasi Bagelen
tanpa pertolongan seorang asisten administrator pribumi yang
cakap seperti Suronegoro. Dan isu dari darah biru tidak menjadi
m asalah : tiga dari em pat bupati—term asuk Cokron egoro I
sendiri—berasal dari keluarga priayi desa and sama sekali tidak
ada kekerabatan dengan bangsawan atau priayi gede. Pendek
kata, tiga-tiganya adalah ‘orang baru’. Hanya bupati Kebumen,
Raden Tum enggung Arung Binang IV (m enjabat 1830 -1849),
berasal dari keluarga priayi gede di Surakarta (Sutherland
1974:4). Tetapi ia adalah sebuah kekecualian.
Setelah m em baca keterangan Van Pabst, Van den Bosch
m em utuskan untuk m enyetujui sem ua tindakannya dalam
beslit dari 22 Agustus 18 31 n o.1. H an ya ada suatu syarat:
Raden Tu m en ggu n g Ar io Su r on egor o pada awaln ya tidak
akan diangkat secara permanen tapi hanya untuk dua tahun—
sem acam m asa percobaan, yang tidak bakal lam a dan tidak
menghindarkan mantan Patih Blora yang cakap itu meneruskan
tugas sebagai penasihat khusus Residen Belanda di Bagelen dan
pejabat serbaguna untuk administrasi daerah sampai jauh ke
pertengahan abad XIX.
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com Infrastruktur, Pendidikan, dan
Budaya Sastrawi: Warisan
Cokronegoro I dan Keluarga
Cokronegaran kepada Purworejo
WALAUPUN bu p ati p er d an a Pu r wor ejo d icap Van Pabst
sebagai seorang ‘tukang pukul’ yang lebih terkenal sebagai se-
orang komandan prajurit medan yang hebat daripada seorang
adm in istrator profesion al—kita in gat di sin i pilih an tokoh
wayang Raden Setyaki sebagai lam bangnya di Babad Kedung
Kebo itu (h lm .52-53)—jasa Cokron egoro I dan para pen g-
gan tin ya tidak terhen ti di bidan g m iliter saja. Cokron egoro
I tidak seperti atasan Belanda, Kolonel J an Baptist Cleerens
(1785-1850 ), yang gemilang di medan tempur, tapi sangat tidak
efektif sebagai seorang adm inistrator daerah, sesuatu yang
m engakibatkan sang perwira Vlam diskors pada 31 Mei 1837
sebagai Gubernur Militer Sumatera Barat (Louw dan De Klerck,
I:326 catatan 1; Carey 20 12:798). Sebaliknya, jasa Cokronegoro I
sebagai seorang administrator sudah jelas: jauh sebelum Perang
J awa, ia telah m enem puh karier yang sukses sebagai m antri
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 207
gladhag di Kasunanan dan, menurut sejarah lokal (Danusubroto
20 0 8:67), sam pai m endapat prom osi dengan diberi gelar
panèw u (asisten wedana; secara hariah: wedana dari 1.000
oran g) pada 18 15. San g bupati perdan a rupan ya juga m em -
punyai keahlian teknis di bidang pengairan: kita ingat di sini
tugas khususnya ke Ampel dekat Boyolali pada September 1810
untuk mengurus suatu sengketa irigasi (Carey 1981:xxvi; 20 12:51
catatan 124).
Pengalaman administratif Cokronegoro I selama sekitar dua
puluh tahun (180 5-1825) di Keraton Surakarta sebelum perang
m enjadi landasan untuk karier yang sangat berhasil sebagai
bupati perdana Purworejo pasca Februari 1831. Sejarawan lokal
Purworejo, Atas S. Danusubroto, dalam buku, RAA Cokronegoro
I (1831-1857 [sic]); Pendiri Kabupaten Purw orejo (20 0 8), telah
memberi sebuah pandangan yang menarik tentang keberhasilan
Cokronegoro I sebagai bupati dan juga tentang pewaris—yaitu
tiga generasi yang menggantikan sang bupati perdana sampai
era Cokronegoro IV (190 7-1919). J adi apresiasi jasa keluarga
Cokron egaran sebagai adm in istrator yan g telah m en gan gkat
Purworejo sebagai tem pat yang bergaung di H india Belanda
yang ditulis di sini banyak m erujuk kepada data di buku Pak
Danusubroto. Menurut Danusubroto, jasa Cokronegoro I dan
par a pen ggan tin ya dar i kelu ar ga Cokr on egar an ber m uar a
kepada tiga tema pokok: (1) infrastruktur (jalan dan pengairan);
(2) pendidikan, dan (3) warisan sastrawi, khususnya Babad
Kedung Kebo (1843). Oleh sebab yang ketiga sudah dibicarakan
panjang lebar dalam dua bagian di atas, kita akan berfokus di
sini pada infrastruktur dan pendidikan.
Infrastruktur adalah suatu prioritas sebab pada waktu
Perang J awa daerah Bagelen, terutam a daerah barat di m ana
ada pusat pengrajin tenun yang dikelola pengusaha Tionghoa
peranakan di J ono dan Wedi di tepi Kali Lereng, dan di Ungaran
dekat Kebum en, terkenal tem pat-tem pat yang am at terisolir:
bacaan-indo.blogspot.com 208 Sisi Lain Diponegoro
Benteng dan tangsi militer Kedung Kebo di sisi timur Kali Bogowonto sekitar
1875. Foto oleh fotografer tersohor Inggris, Walter Woodbury dan James
Page, Albuminedruk 19 x 24 cm. Foto seizin Universiteitsbibliotheek Leiden.
“J ono adalah di luar dunia (buiten het w ereld)” dalam istilah
Kolonel Clereens yang bertugas di daerah ini selam a perang
(Louw dan De Klerck 18 94-190 9, III:8 6, 10 8 -9). Tern yata,
waktu komunitas Tionghoa diungsikan pada 1827 ke Magelang,
Wonosobo dan areal pesisir utara, ekonomi lokal Bagelen barat
sangat terpukul dan pada ujung tahun m asyarakat pribum i
meminta orang Tionghoa untuk datang kembali (Louw dan De
Klerck 1894-190 9, V:433). Hanya ada satu jalan raya di Bagelen
sebelum Peran g J awa. Terken al sebagai ‘J alan Daen dels’—
walaupun harus dipertanyakan keterlibatan sang Marsekal
dalam konstruksi—jalan raya ini m elintasi pantai selatan dan
membentang dari Kali Cingcingguling di perbatasan Banyumas
sam pai Brosot di tem pat pen yeberan gan (perahu tam ban g
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 209
atau eretan ) di Kali Progo m elalui wilayah Karan gbolon g,
Petan ahan , Am bal, dan Urutsewu. Walaupun dipuji perwira
Inggris yang m enjadi Pengawas Pekerjaan Um um di Tanah
Ker ajaan (Su per in ten d en t of Pu blic Wor ks in th e Native
Prin ce’s Dom in ion s), Kapten Godfrey Ph ipps Baker (178 6-
18 50 , m en jabat 18 14-18 15), sebagai ‘jalan terbaik di J awa’,
ternyata sering susah dilewati sebab ada banyak gundukan pasir
sepanjang jalan yang mempersulit jalan kereta kuda dan gerobak
(Carey 20 12:26 catatan kaki 68).
Pada awal m asa jabatan n ya sebagai bupati (18 31-18 56),
Cokronegoro I mengutamakan pembenahan jalan di dalam Kota
Purworejo dan jalan-jalan yang m enghubungkan hoofdplaats
dengan tangsi militer dan benteng Belanda di Kedung Kebo dan
Desa Kaligesing di sisi timur Kali Bogowonto. Areal ini sudah
cukup ramai dari sudut ekonomi pada waktu itu (Danusubroto
20 0 8:113). Sang bupati perdana juga m em anfaatkan keahlian
pribadi dalam hal irigasi untuk membuat sebuah saluran irigasi
bernama Kedung Putri (atau Kedhung Putri) yang mengambil
air dari Sungai Bogowonto di areal Gunung Geger Menjangan
di Kecam atan Loano dua kilom eter di utara Purworejo untuk
mengairi 3.60 0 hektar sawah di sekitar ibu kota. Saluran air
ini, yang masih berfungsi sampai sekarang (April 20 17), digali
sepanjang gunung dari Desa Panungkulan sampai Purworejo
dan dikerjakan selama satu setengah tahun antara 3 Mei 1832
dan akh ir 18 33. Sebuah peker jaan r aksasa, pr oyek ir igasi
perdana yang diprakarsai Cokronegoro I membutuhkan tenaga
kerja sekitar 5.0 0 0 orang yang diambil dari desa-desa sekitar
Purworejo (Danusubroto 20 0 8:116-17).
Setelah saluran irigasi Kedung Putri selesai, sang bupati
perdana m ulai m engincar infrastruktur perjalanan jarak jauh
untuk m endobrak situasi Bagelen yang m asih terisolir. J alan
sekitar Bagelen itu hanya dapat dilalui moda transportasi dokar
dan pedati di atas jalan desa yang berlumpur pada musim hujan.
bacaan-indo.blogspot.com 210 Sisi Lain Diponegoro
Prasasti dan tugu yang didirikan 1862 di Kecamatan Bener, perbatasan
antara Bagelen dan Kedu, guna memperingati jasa dua Residen Belanda
di Bagelen—J.G. Otto Stuart von Schmidt auf Altenstadt dan Reinier de
Fillietaz Bousquet—dan Bupati Purworejo, Raden Adipati Ario Cokronegoro
I (menjabat 1831-1856), dalam membangun jalan baru antara 1845 dan 1850.
Foto seizin Bapak Achmad Nangim, S.IP.
Bersam a dua oran g residen , ia m eren can akan proyek jalan
sepanjang 42,65 kilometer dari Purworejo sampai Magelang
pada akhir dasawarsa 18 40 -an . Residen pertam a ialah J .G.
Otto Stuart von Schmidt auf Altenstadt (menjabat 1842-1849),
berasal dari J erman. Ia seorang teman baik penulis dan kritikus
sistem kolonial Belanda, Multatuli (Eduard Douwes Dekker,
1820 -1887). Residen lainnya ialah seorang Belanda, Reinier de
Fillietaz Bousquet (menjabat 1850 -1854), yang telah menjabat
sebagai Gubern ur Selebes (18 34-18 41) sem asa Dipon egoro
berada di Fort Rotterdam, Makassar (1833-1855).5
Awaln ya, Cokr on egor o I m er en can akan jalan lewat
Kaligesing menuju Borobodur dan nantinya masuk Magelang.
Tetapi pembangunan jalan tersebut melintasi areal perbukitan
Menoreh yang terlalu mendaki dan banyak jurang terjal. Maka
untuk m enghindari areal yang terjal, jalan yang dibangun ke
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 211
Magelang m engam bil arah lebih ke barat m elintasi Gunung
Geger Menjangan. Di sini sudah digali saluran irigasi Kedung
Putri yang terletak di utara Purworejo. J adi dari Geger Gunung
Menjangan jalan baru dibangun melalui Kecamatan Bener dan
Salaman di Kedu Selatan.
Sesudah pembangunan jalan selesai, sebuah tugu prasasti
didirikan dengan nama Tugu Margoyoso—secara hariah berarti
prasasti untuk jalan yang telah terbangun. Tugu ini didirikan
pada 18 62 di Desa Ben er Krajan , ujun g utara Kabupaten
Purworejo, dekat perbatasan Keresidenan Kedu. Pengerjaan jalan
ini membutuhkan waktu lima tahun, 1845– 1850 . Seperti pem-
bangunan jalan raya (postw eg) Daendels dari Bogor ke Bandung,
proyek jalan Purworejo– Magelang ini m em butuhkan peng-
galian bebatuan yang cukup dalam dan m enggunakan ranjau
(Danusubroto 20 0 8:119-23; Carey 20 13:5-6). Selain membuka
jalan ke Magelang, Cokronegoro I rupanya juga terlibat dalam
pem bangunan jalan dari Keresidenan Bagelen ke Desa Buntu
di Banyumas melalui Kutoarjo dan Kebumen. J asa sang bupati
perdana Purworejo dalam m em bangun jalan raya kedua ini
bisa dibaca di sebuah tugu peringatan pembangunan jalan yang
terdapat di Desa Krumput, Banyumas (Danusubroto 20 0 8:123).
Pada saat Cokronegoro I m engam bil pensiun pada 1856,
warisan Cokronegaran kepada kabupaten baru sudah mulai ter-
lihat jelas: Bagelen tidak lagi terpencil dan dua jalan raya yang
baru dibangun ke Banyumas dan Magelang mulai mengangkat
Purworejo sebagai pusat ekon om i Bagelen tim ur sam bil
menguatkan peran sebagai kota administratif (hoofdplaats).
Pada 1852, bupati perdana juga mengambil langkah awal dalam
bidang pendidikan dengan membangun Inlandsche School
pertama, yaitu sekolah khusus untuk orang pribumi, di sebelah
timur alun-alun. Mirip Sekolah Dasar (SD) sekarang, sekolah
pribumi perdana ini mengajar ilmu bumi, ilmu ukur, berhitung
dan menulis aksara J awa dengan masa pendidikan lima tahun
bacaan-indo.blogspot.com 212 Sisi Lain Diponegoro
yang dimulai umur 7 sampai 12. Minat pendidikan begitu tinggi
di Purworejo pada saat itu sehingga, sebelum Cokronegoro I
mengambil pensiun, sekolah dasar pribumi perdana sudah
menjadi dua dengan dibuka sebuah sekolah tambahan bernama
Kon troliran , yan g rupan ya diam bil dari letakn ya yan g dekat
rumah Kontrolir, pejabat Belanda junior yang bertugas di bawah
Asisten-Residen (Danusubroto 20 0 8:147).
Cokronegoro II yang menggantikan ayahnya sebagai bupati
Purworejo pada 18 56, m en jabat em pat puluh tahun sam pai
1896. Ia terkenal sebagai pribadi yang sangat berdisiplin dan
seorang adm inistrator andal yang pernah m agang beberapa
tahun sebagai pegawai iskal dengan pemerintahan dalam negeri
(Binnenlands Bestuur) Belanda di Sem arang. Ia adalah putra
kedua Cokronegoro I dari istri pertam a, Nyai Adipati Sepuh,
seoran g putri dari priayi desa dari Pen gasih , Kulon Progo
(Dan usubroto 20 0 8 :128 ). Ia juga m em persun tin g putri dari
mantan komandan ayahnya pada waktu Perang J awa, Pangeran
Kusumoyudo. Dengan demikian, pada generasi kedua sebagai
bupati, keluarga Cokronegaran m em peroleh darah biru yang
palin g m urn i dari Keraton Surakarta: Kusum oyudo adalah
seorang putra Sunan Pakubuwono IV, 1788– 1820 , dan paman
Pakubuwon o VI, 18 23– 18 30 (Dan usubroto 20 0 8 :135– 136).
Putra sulun g, Cokron egoro III yan g m en ggan tikan n ya pada
18 96—tapi han ya sem en tara (18 96– 190 7) akibat kesehatan
yang buruk sang bupati ketiga itu—adalah buah dari pernikahan
dengan putri Kusumoyudo itu.
Per sis seper ti ayah n ya, Cokr on egor o II san gat teku n
menangani pertanian di daerah pedalaman dengan me-
ngem bangkan saluran pengairan dan infrastruktur. Saluran
irigasi Kedung Putri, yang didirikan pada zaman pemerintahan
ayah n ya h an ya sam pai areal Kota Purworejo, sekaran g di-
lan jutkan sam pai wilayah Ban yuurip di selatan hoofdplaats
(Dan usubroto 20 0 8 :129). Sesudah Ban yuurip, bupati kedua
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 213
Purworejo juga m engincar Kecam atan J enar lebih ke selatan
lagi dekat Purwodadi. Kecam atan ini m em punyai sawah yang
cukup luas, tapi tanpa saluran irigasi sama sekali. Ia meminta
ban tuan an ak kolega Bupati Kutoarjo, Raden Ario Adipati
Pringgoatmojo, Raden Mas Turkio (pasca-1870 , Raden Adipati
Ario Turkio Purboatmojo, bupati ketiga Kutoarjo), yang pernah
m em perdalam bangunan air di Kolkata, Benggala, India, dan
pem bangunan bendung di Sungai Gangga. Kerja sam a antara
Cokron egoro II dan ah li pen gairan lulusan Kolkata san gat
ber h asil. Pad a d asawar sa 18 60 -an sebu ah ben d u n g besar
diban gun di Sun gai Bogowon to dekat Desa Boro—n am an ya
Bendung Boro—yang mampu mengairi 5.0 0 0 hektar sawah di
Kecamatan J enar (Danusubroto 20 0 8:129-30 ).
Menurut sejarawan Robert van Niel (1972:10 3) areal sawah
yang dimiliki keluarga petani di Bagelen mengalami kenaikan
pesat (220 persen) sepanjang abad XIX: dari em pat wilayah
(Sur abaya, Cir ebon , Tegal, dan Bagelen ) yan g ia pelajar i,
Bagelen m engungguli sem ua. Banyak lahan baru bisa dibuka
akibat jaringan pengairan baru yang dibuat oleh dua bupati
perdan a Cokron egaran itu. In i sedikit m erin gan kan beban
dari Sistem Tanam Paksa (1830 – 1870 ) yang diterapkan pasca-
Perang J awa di sem ua wilayah J awa, kecuali tanah kerajaan
(Vorsten lan den ). Em pat dasawarsa in i bukan periode yan g
menguntungkan bagi petani di Bagelen. Kita tahu dari laporan-
laporan Belanda bahwa penanaman nila secara paksa di Bagelen
menyebabkan perpindahan penduduk secara massal dari daerah
pedalam an ke areal pegunungan di utara Keresidenan (Carey
20 12:543). Tanaman nila tidak hanya merusak tanah sesudah
tiga panen, tapi pengolahan bahan celup itu di pabrik-pabrik
kecil juga m em erlukan proses peragian yang sulit. Proses ini
membuat pekerja harus berada dalam bak air untuk mengaduk
dan m engelantang, yang m enyebabkan kulit berubah pucat
untuk waktu yang lam a dan dalam beberapa kasus penyakit
bacaan-indo.blogspot.com 214 Sisi Lain Diponegoro
kanker kulit (Van Niel 1992:76). Upah buruh di usaha pertanian
itu juga tidak terlalu menarik sekalipun dilihat dari tingkat
keh idupan yan g ren dah di m asa itu (Carey 20 12:543-44).
Perpindahan penduduk Bagelen yang m assal itu dan untung
dari Tanam Paksa nila yang begitu tipis mengakibatkan Belanda
m em u tu skan pad a akh ir 18 40 -an u n tu k m em ber h en tikan
penanaman nila dan mengalihkan semua kegiatan Tanam Paksa
di Bagelen kepada perkebunan kopi di areal pegunungan (Van
Niel 1972:10 3-10 4).
Walaupun Cokronegoro II dan putranya harus menghadapi
zaman yang amat sulit itu, jasa dalam bidang saluran pengairan
rupanya m eringankan beban Sistem Tanam Paksa untuk
rakyat Bagelen. Warisan Cokronegoro II di bidang pengairan
diteruskan oleh penggantinya, terutama cucunya, Raden Adipati
Ario Sugeng Cokronegoro IV (menjabat 190 7-1919), yang tam-
paknya sadar kalau kabupaten m erupakan daerah agraris
dan pertanian jadi sumber kekuatan pedalaman Purworejo.
Ia menambah empat bendung penting di jaringan pengairan
Purworejo: Bendung Penungkulan dengan selokannya di Sungai
Bogowonto; Bendung Kalisemo di Kecamatan Loano; dan dua
bendung strategis di Kecamatan Bener yang terletak di wilayah
paling utara dari Kabupaten Purworejo, yaitu Bendung Guntur
dengan selokannya dan Bendung Kedung Pucang di Desa Trirejo
(Danusubroto 20 0 8:139).
Selain pengairan, perkembangan yang paling menentukan
bagi masa depan Purworejo adalah pembangunan jaringan rel
kereta api pada 18 8 7, sem bilan tahun sebelum Cokronegoro
II mengambil pensiun. J adi bagaimana peran bupati kedua
Purworejo itu dalam memfasilitasi pembangunan KA tersebut?
Men urut ahli sejarah lokal Bagelen , Len gkon g Gin aris,
bu kan bu pati tapi Pem er in tah Kolon ial yan g m ain per an
kunci di sini. Melihat kesuksesan jalur kereta Semarang-
Vor sten lan d en (t an ah ker ajaan ) oleh p er u sah aan swast a
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 215
Stasiun Purworejo sekitar 1910, kartu pos (prentbriefkaart). Foto seizin
Universiteitsbibliotheek Leiden.
kereta api, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
(NIS), yan g m ulai berjalan pada 18 73, Pem erin tah Kolon ial
minta perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia
Belanda, Staatspoorw egen (SS), untuk menghubungkan kota-
kota di pesisir selatan Pulau J awa dengan jalur kereta api di
tanah kerajaan, dan pada 20 J uli 1887, jalur Cilacap-Yogyakarta
dibuka. “Sejarah berdirinya Stasiun Purworejo”, tulis Lengkong
Gin ar is, “t id ak t er lep as d ar i p em ban gu n an jalu r ker et a
api Yogyakarta– Cilacap yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan
Umum (Departem ent der Burgerlijke Openbare W erken) di
bawah kepemimpinan H.G. Derx” (Lengkong Ginaris 20 16).
Salah satu kota yang dilalui oleh jalur kereta Yogyakarta–
Cilacap adalah Purworejo. Uniknya, Purworejo sendiri sebenar-
n ya tidak lan gsun g dilewati jalur Yogyakarta-Cilacap karen a
kereta dari arah Yogyakarta harus singgah ke Kutoarjo, yang
berada di bagian barat Purworejo, terlebih dahulu. H anya
bacaan-indo.blogspot.com 216 Sisi Lain Diponegoro
setelah ke Kutoarjo baru kereta bergerak ke ke arah Purworejo.
Meskipun pada tahun 1887, sudah dibangun jalur kereta api dari
Kutoarjo ke Purworejo sepanjang dua belas kilometer, namun
bangunan Stasiun Purworejo baru dibangun pada tahun 190 1
(Musadad, 20 0 1:28 ). Men gapa? Men urut Len gkon g Gin aris
unsur pertahanan berperan penting di sini:
“Pasca Perang [J awa], kota Purworejo berkem bang m enjadi
salah satu basis m iliter yang cukup penting bagi Belanda di
wilayah pesisir selatan. Agar sem akin berkem bang, m aka
kota Purworejo perlu dihubungkan dengan kota-kota lain de-
ngan jalur kereta dan kalau bisa dihubungkan dengan kota
pelabuhan terdekat sehingga kebutuhan-kebutuhan militer
yang didatangkan dari luar dapat dibawa dengan cepat dan
m udah. Waktu itu, kota pelabuhan yang paling dekat dengan
Purworejo adalah Cilacap di pesisir selatan dan Sem arang di pe-
sisir utara. Namun, pembangunan jalur kereta api Purworejo-
Sem arang akan banyak m enghabiskan biaya karena harus
m em belah perbukitan Menoreh yang ada di sebelah utara. Oleh
karena itulah kota Purworejo dihubungkan dengan Cilacap
terlebih dahulu yang jalurnya lebih m udah dibuat karena
reliefnya relatif datar sem entara jalur Purworejo-Sem arang
disam bungkan dengan jalur kereta yang m elingkar terlebih
dahulu ke Yogyakarta.” (Lengkong Ginaris 20 16)
Pem bangunan Stasiun Purworejo ternyata m enghasilkan
beberapa keun tun gan bagi perkem ban gan Kota Purworejo.
Misalnya perekonomian Kota Purworejo yang semula stagnan
karena bergantung pada transportasi tradisional seperti kuda
dan gerobak yang terbatas, akhirnya menjadi lebih berkembang
dengan kehadiran kereta api yang jauh lebih efektif dan
eisien. Kehadiran stasiun ini juga membuat kota Purworejo
lebih terhubung dengan kota-kota lain yang sudah dilalui oleh
jaringan kereta. Kemudian dari segi militer, kehadiran stasiun
ini meningkatkan mobilitas militer dan menjadikan Purworejo
terhubung dengan tangsi-tangsi militer penting di kota lain
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 217
seperti Gom bong yang m enjadi tuan rum ah untuk sekolah
taruna m iliter H india Belanda yang bernam a Pupillenkorps,
yang bertahan setengah abad lebih (1855– 1911) setelah dipindah
dari tangsi Kedung Kebo (lihat hlm. 20 8) pada 1854 (Musadad,
20 0 1:38; Bosma dan Raben 20 0 8:247).6 Menarik di sini bahwa
pada abad XX, Purworejo yan g berasal dari tan gsi m iliter
Belanda, Kedung Kebo, yang berperan sebagai markas pasukan
tempur Belanda di Bagelen selama Perang J awa, telah menjadi
rah im un tuk begitu ban yak perwira terken al di Kon in klijk
Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) dan TNI pasca-1945.7
Tiga dasawarsa antara 190 1 dan 1930 , sejak Stasiun Pur-
worejo dibuka pada 190 18 sampai Hogere Kweekschool (Sekolah
Tin ggi Guru) ditutup m en jelan g Depresi Besar ekon om i
dunia pasca-Wall Street Crash dari Oktober 1929 boleh dicap
sebagai ‘zam an em as’ bagi kabupaten yang dikelola keluarga
Cokron egaran . Walaupun tidak lagi berdiri sebagai sebuah
keresidenan m andiri (Bagelen dilebur ke dalam Keresidenan
Kedu pada 1 Agustus 190 1), Purworejo tetap berfungsi sebagai
hoofdplaats (kota administratif) sebuah afdeling Keresidenan
Kedu, dan berkembang menjadi semacam pusat teknis, kesehat-
an, dan pendidikan untuk seantero Hindia Belanda. Kesan dari
suasan a Purworejo m en jelan g awal abad XX, bisa dibaca di
sebuah m em oar perjalanan yang dibuat seorang pelancong
Belanda, Van Gelder, pada 1893:
“Tem pat yang m em iliki jum lah penduduk sekitar 12.0 0 0 jiwa
ini merupakan salah satu terbersih di J awa. Sisi kanan dan
kiri jalan ditanam pohon asam. Rumah bupati dan Residen
m erupakan sebuah bangunan yang indah.” (Gill 1990 :216;
Lengkong Sanggar 20 16)
Di bidang teknis, Purworejo dipilih oleh Staatspoorw egen
setelah stasiun dibuka pada 190 1 untuk menjadi sebuah depo
lokomotif untuk semua areal J awa bagian tengah-selatan. Depo
bacaan-indo.blogspot.com 218 Sisi Lain Diponegoro
ini menjadi tempat di mana lokomotif diperbaiki dan mendapat
perawatan, dan lokasinya diperkirakan terletak di dalam
kompleks pemukiman TNI AD pada masa sekarang. Pada tahun
1930 , fasilitas depo ini tidak digunakan lagi karena di Stasiun
Kutoarjo sudah ada fasilitas yang serupa dan juga menghemat
biaya pengeluaran pemeliharaan gedung pada permulaan dari
m alaise (“zaman meleset”).
Sebagai pusat pendidikan, Purworejo mulai bergaung
setelah H oogere Kweeksch ool (H KS, Sekolah Tin ggi Guru)
diresmikan pada 19 Oktober 1914 dan angkatan mahasiswa calon
guru m ulai m asuk untuk tahun akadem ik pertam a (1914-15)
(Danusubroto 20 0 8:149-50 ; Agung Pranoto 20 15). Salah satu
dari empat HKS di Pulau J awa pada waktu itu (yang lain ada di
Magelang, Bandung, dan Probolinggo, yang paling tua [didirikan
1875] di Ujung Tim ur J awa), Purworejo m enyediakan kursus
tiga tahun untuk mempersiapkan guru untuk masuk di tingkat
Hollandsch Inlandsche School (HIS, setingkat SD di mana
bahasa Belanda dipakai sebagai medium pengajaran). Mengapa
Purworejo dipilih? J elas infrastrukur m em ainkan peran yang
penting: setelah 190 1 Purworejo gam pang dijangkau m elalui
kereta api dari Kutoarjo dan jarin gan Staatspoorw egen di
saantero J awa. Tapi pendukung bupati dari trah Cokronegaran
dalam bidang pendidikan juga berperan. Kita sudah lihat di atas
bahwa sebelum ambil pensiun pada tahun 1856, Cokronegoro I
telah membuka dua Inlandsche School (sekolah dasar untuk pri-
bumi dengan kursus lima tahun). Inisiatif sang bupati perdana
untuk m engem bangkan sekolah rakyat diteruskan pasca-1911
oleh cicit n ya, Cokr on egor o IV. Ter in sp ir asi oleh ajar an
Boedi Oetom o, ia m ulai m en yebarkan sekolah On gko Loro
(Inlandsche School Tweede Klasse, yaitu dengan kursus hanya
tiga tahun daripada Inlandsche School Eerste Klasse yang lima
tahun) ke seluruh Kabupaten Purworejo m ulai di Kecam atan
Loan o (Ban yuasin ), lan tas ke Purworejo (Pan gen Gudhan g),
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 219
Banyuurip (Banyuurip kota), Bayan, Bagelen (Kuwojo) dan Soko
(Kemanukan) di sebelah timur Sungai Bogowonto (Danusubroto
20 0 8 :140 -41). Akibat pen garuh Dr Wahidin Sudiro H usodo
(1852-1917) dan Raden Ajeng Kartini (1879-190 4), dua sekolah
khusus untuk anak perempuan (Meisjeskopschool) telah dibuka
pada era Cokronegoro IV di kota Purworejo dan Purwodadi di
selatan kabupaten (Danusubroto 20 0 8:141). Pemerintah Hindia
Belanda juga m endukung dengan m em buka HIS untuk siswa
bum iputera, dan sebuah Europese Lagere School (ELS) atau
sekolah dasar untuk anak Belanda, Indo dan peranakan yang
gelijkgesteld (diangkat setara dengan Belanda di mata hukum)
yang dibuka pada 1917 (Danusubroto 20 0 8:148).
Dam pak dari H KS Purworejo kepada zam an pergerakan
nasional ternyata besar, dan sem irip apa yang terjadi di
Federated Malay States (FMS) Inggris dengan HKS di Sultan
Idris Training College (Kolese Sekolah Guru Sultan Idris) di
Tanjung Malim (Perak) memainkan peran krusial setelah
1922 dalam m em ban gkitkan kesadaran keban gsaan Melayu
antara calon guru dari seantero Sem enanjung Malaya (Roff
1967). Di Purworejo calon guru juga datang dari sem ua dari
pelosok H in dia Belan da. Setelah lulus, m ereka m en jadi se-
buah elit cendekiawan pada era perjuangan kemerdekaan.
Kesem patan yan g diperoleh di ban gku sekolah H KS un tuk
mengenal teman sejawat dari semua daerah di Nusantara meng-
akibatkan semacam tali persaudaraan untuk suatu generasi
baru yan g akan m erebut kekuasaaan dari Belan da pada era
pascaperang. Kita ingat di sini m em oar keluarga dari mantan
Men dikbud, Wardim an Djojon egoro (m en jabat 1993-1998 ),
yan g m en gisah kan bagaim an a ayah an d a, Rad en Abd oel
Moettalip Djojonegoro (190 7-1999), kelahiran Soca, Madura,
sempat belajar di HKS Purworejo antara 1925 dan 1928 sebelum
m en jadi guru di H IS Purworejo pada Agustus 1928 . Selam a
di Purworejo, sang calon guru memperoleh sebuah kenangan
bacaan-indo.blogspot.com 220 Sisi Lain Diponegoro
manis waktu ia mempersunting gadis Purworejo, Raden Roro
Wartinah (1912-20 0 6), seorang trah Suronegaran, yang kelak
akan melahirkan Pak Wardiman pada 22 J uni 1934 (Wardiman
Djojonegoro 20 16:9-10 ). Kita juga bisa catat di sini sosok ibunda
Presiden ketiga Indonesia, Ir B.J . Habibie (menjabat 1998-1999),
Raden Ayu Tuti Marini Puspowardojo (1911-1990 ), yang berasal
dari keluarga terkemuka Purworejo: kakeknya adalah seorang
dokter kelahiran Baledono, Raden Ngabehi Tjitrowardojo (1847-
1922), yang pada 20 15 nam anya diabadikan untuk RSUD Dr
Tjitrowardojo di Purworejo (Ahmad Nas Imam 20 15).
An tara m urid H KS dari rom bon gan ketiga (1917-1920 )
ad alah p ah lawan n asion al, Ot t o Iskan d ar Din at a (18 97-
1945), tokoh kelah iran Ban dun g, yan g kelak akan m en jadi
an ggota Volksraad (Parlem en H in dia Belan da) (1930 -1941)
sebelum m em im pin redaksi surat kabar Tjahaja pada zam an
pendudukan militer J epang (1942-1945). Menjelang Proklamasi
Kemerdekaan ia duduk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) dan turut serta m enyusun Undang-Undang
Dasar 1945. Men in ggal m uda, ia sem pat dian gkat m en jadi
Men teri Negara dalam Kabin et Presiden tiil Pertam a setelah
Proklam asi 17 Agustus dan ikut m em elopori pem ben tukan
Badan Keam anan Rakyat (BKR) yang m erupakan cikal-bakal
dari TNI. Dam pak sosial-politik H KS Purworejo dan m urid-
m uridnya kepada sejarah m odern Indonesia belum sem pat
ditulis, tapi pasti tidak kalah dengan sejarah sekolah-sekolah
Taman Siswa pada dasawarsa 1920 -an dan 1930 -an yang sudah
banyak dipelajari oleh sejarawan barat dan Indonesia (McVey
1967; Surjomihardjo 1986).
Sudah jauh sebelum tiga dasawarsa awal abad XX,
Purworejo m ulai terken al di H in dia Belan da sebagai pusat
Zending (m isionaris Kristen dari Gereform eerde Kerken atau
gereja-gereja Protestan Belanda yang didasarkan kepada teori
in spirasi, yan g m en gan ggap bah wa sem ua pen ulis Alkitab
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 221
menuliskan secara hariah kata-kata Allah). Sejarah awal ber-
m uara kepada kegiatan seorang m antan santri, Kiai Sadrach
(Radin Abas Sadrach Supran ata), yan g lahir di J epara pada
1835 dan meninggal di Purworejo pada 14 November 1924. Ia
kemudian mengembara hampir ke seluruh tanah J awa dan
banyak bertem u serta berwawancara dengan penyebar agam a
Kristen lainnya seperti evangelis pribum i, Paulus Tosari dan
Ibrahim Tun ggul Wulun g. Pada 18 67, Sadrach dibaptis dan
dua tahun kemudian (1869) dipindahkan ke Purworejo untuk
menyiarkan agama Kristen bekerja sama dengan Nyonya Philips
dan Nyon ya Oostrom Ph ilips. Pada 18 70 , san g m ision aris
Gereja Kristen J awa pindah ke Desa Karangyoso dekat Bagelen
dan terus giat m enyebarkan agam anya dan m em im pin kaum
Kristen J awa. Dari san a Kristen isasi diperluas oleh Dewan
Gereja (Gereform eerde Kerken) ke Banyum as dan Kedu dan
m eluas ke Yogyakarta dan Surakarta (Sejarah Kristenisasi via
Zen din g Protestan ). Pada 1915, Zen din g atau Dewan Gereja
yang dulu m endukung Sadrach, m endirikan dua rum ah sakit
modern di Purworejo. Yang satu untuk sipil—sekarang diambil-
alih oleh Pemda Purworejo sebagai RSUD Saras Husada dan
menjadi RSUD Dr Tjitrowardojo (lihat di atas), dan yang lain
untuk militer di J alan Sapta Marga—sekarang dalam keadaan
kuran g terawat (Dan usubroto 20 0 8 :145; Len gkon g San ggar
20 16). Em pat tahun kem udian, Yayasan PSSK (Perkum pulan
Sekolah-Sekolah Kristen) m endirikan sebuah sekolah MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), yaitu sekolah setingkat SMP
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Letaknya 50 0 meter
ke arah utara alun-alun Purworejo di J alan Urip Sumoharjo 62
(Danusubroto 20 0 8:149).
Kejayaan Purworejo sebagai salah satu kota terbersih dan
teratur di J awa telah menempatkannya juga sebagai kota pusat
kegiatan yang memandu Pulau J awa memasuki dunia modern.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Pada 1919, secara licik,
bacaan-indo.blogspot.com 222 Sisi Lain Diponegoro
Cokronegoro IV, yang begitu berjasa kepada rakyat Purworejo
tapi terlalu dekat dengan pergerakan nasional, didepak Belanda.
Dengan demikian, keluarga Cokronegaran hilang kendali untuk
hampir seabad sampai era bupati masa kini, Haji Agus Bastian,
yan g boleh dikatakan bergelar ‘Cokron egoro V’. Pada 1930 ,
H oogere Kweekschool, sang m utiara di m ahkota pendidikan
Purworejo ditutup dan murid calon guru dipindahkan
ke Ban dun g dan Magelan g. Pada tahun yan g sam a, Depo
Lokomotif Staatspoorw egen, yang dulu melayani semua J awa
bagian tengah-selatan, dipindah ke Kutoarjo. Dua belas tahun
kemudian, setelah J epang menaklukkan Pemerintah Hindia
Belan da, Stasiun Purworejo juga ken a dam pak dan pada
akhir kedudukan m iliter J epang ikut m enyerah (lihat catatan
kaki 8 ). Sirna ilang kertaning bum i, habis sudah kejayaan
dan kebesaran bumi. Pada tahun-tahun pascakemerdekaan,
sejarah tidak ramah bagi mantan ibu kota Keresidenan Bagelen.
Pendidikan biasa-biasa saja (dan tidak ada universitas), Zending
Kristen hengkang pascapenggusuran Belanda tahun 1958 akibat
isu Irian J aya dan insiden teror di Cikini serta pengambilalihan
sekolah dan rumah sakit oleh Pemda. Kota Purworejo menjadi
sebuah tempat yang terlupakan dan terabaikan dari sejarah—
m alahan dikenal sebagai kota pensiun daripada kota yang
memotori modernisasi negara. Purworejo sebagai pusat energi
dan cendekiawan reformis tinggal sw eet m em ory saja. Pada awal
era Reform asi pun ekonom i terpukul dan Purworejo m enjadi
salah satu dari tiga kota administratif (bersama Banjarnegara
dan Wonosobo) yang paling m iskin di Provinsi J awa Tengah
(p.c. Wardiman Djojonegoro, 12 April 20 17). Tinggal pendopo
bupati yan g m egah dan bekas ban gun an Belan da yan g kaya
arsitektur era kolonial ‘Art Deco’ Belanda.
bacaan-indo.blogspot.com Kesimpulan dan Sebuah Ramalan
J ADI bagaimana dengan Purworejo? Apakah ada peluang un-
tuk m enjadi kota keram at atau kota tua yang bisa m enarik
wisatawan? Mungkin saja bisa karena di sini ada makam
Kiai Sadrach, tokoh pen gin jil, perin tis Gereja Kristen J awa.
Men arik, m ision aris Kristen tetapi disebut ‘Kiai’. Ada pula
ulama besar Purworejo Syeh Imam Puro, fotografer profesional
perdana pribumi di keraton Yogyakarta, Kassian Céphas (1845-
1912), pelukis Belanda J an Toorop (1858-1928), pakar botani
Indonesia A.J .G.H. Kostermans (190 6-1994), pahlawan revolusi
J enderal Ahm ad Yani (1922-1965), m ertua Presiden RI ke-6
Susilo Bam ban g Yudhoyon o, Kolon el Sarwo Edhie Wibowo
(1925-198 9), m antan Kabulog era Orde Baru Bustanul Ariin
(1925-20 11), tokoh dan pendiri TNI J enderal Urip Sumoharjo
(1893-1948), juga pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”
W.R. Soepratm an (190 3-1938 ) (m eskipun kaitan n ya den gan
Purworejo dapat diperdebatkan). Keberadaan Purworejo sebagai
kota kecil yang menyimpan sejumlah catatan bersejarah terkait
tokoh-tokoh besar tersebut diungkap dalam konteks lain oleh
Lengkong Sanggar (20 16), seorang blogger.
bacaan-indo.blogspot.com 224 Sisi Lain Diponegoro
Men urut filsuf J erm an , GWJ H egel (1770 -18 31), selalu
ada sesuatu yang am at aneh dan tak diduga dalam sejarah—
yang disebut Hegel ‘the ruse of history ’ (guna sejarah). Dalam
kasus Purworejo, guna sejarah zam an kini berbentuk sebuah
bandara internasional baru—namanya ‘Bandara Kulon Progo’—
di Kecamatan Temon di areal paling selatan kabupaten tetangga,
Kulon Progo. Proyek pem bangunan bandara internasional ini
telah resmi dibuka oleh Presiden J oko Widodo pada 27 J anuari
20 17 dan m em butuhkan waktu pen yelesaian sedikitn ya dua
tahun (20 17-20 19). Tapi yan g m en arik adalah bahwa letak
geograis bandara adalah hampir dua kali lebih dekat dengan
Purworejo (25 kilometer) daripada Yogyakarta (40 kilometer).
Bagaim an a Purworejo akan m em an faatkan m ukjizat in i?
Apakah masih tetap terlena dengan angan-angan dari kejayaan
kolonial atau akan siap m em anfaatkan kesem patan em as ini?
Sebab pasti wisatawan asin g yan g in gin ke Borobodur akan
mengambil jalan yang paling cepat dan ini melalui Purworejo
dan perbukitan Menoreh, bukan m elalui Yogya yang jauh ke
timur. Ini sesuatu yang sedahsyat pemilihan Purworejo sebagai
kota administratif untuk Keresidenan Bagelen yang baru pada
1831, atau kedatangan rel KA pertama Staatspoorw egen pada
1887, atau pembukaan Stasiun Purworejo pada 190 1. Ini seperti
dram a William Shakespeare, Julius Caesar (Act 4, Scen e 3,
h lm .11):
“There is a tide in the affairs of m en,
If taken at the lood leads on to greatness.
Om itted, all the voy age of their life
Is bound in shallow s and m iseries.
On such a full sea are we now aloat
And w e m ust take the current w hen it serves
Or lose our ventures.”
“Ada arus dalam kehidupan m anusia,
jika banjir akan membawa keagungan,
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 225
jika dicampakkan, semua perjalanan hidup
akan terjebak dalam kedangkalan dan kesengsaraan.
Pada saat laut pasang kam i berlayar
dan kita m esti m em anfaatkan arus sebisanya
atau lenyaplah cita-cita kita.”
Kita pikir di sini dua hal. Yang pertama infrastrukur; yang
kedua memanfaatkan keistimewaan sejarah Purworejo. Tentang
infrastruktur kita bisa menoleh ke belakang sebentar ke zaman
Staatspoorw egen . Mem an g rel jurusan Kutoarjo-Purworejo
berhenti sam pai di ibu kota Keresidenan Bagelen waktu itu.
Nam un rupan ya, ren can a Pem erin tah H in dia-Belan da tidak
sampai di sini saja. Seperti sudah dijelaskan di atas, selain
Cilacap, Purworejo juga akan dihubun gkan secara lan gsun g
dengan Semarang lewat pembangunan jalur kereta Purworejo-
Muntilan. Walaupun diperkirakan pembangunan jalur ini akan
cukup berat karena akan melewati perbukitan, tetapi dengan
pertim bangan keuntungan yang didapat, kesulitan tadi dapat
diantisipasi dengan rencana pembangunan terowongan se-
panjang 350 meter yang akan menembus perbukitan Menoreh.
Kem un gkin an besar selain un tuk kepen tin gan m iliter, jalur
ini akan dim anfaatkan sebagai jalur wisata karena m elewati
Can di Borobudur yan g sejak m asa kolon ial sudah m en jadi
destinasi wisata. J adi harus ada pikiran yang dahsyat untuk
m em anfaatkan kesem patan bandara internasional dengan
penuh. Dan semua harus siap paling lama dalam tiga tahun.
Ked u a, ad a keh ar u san d ar i sisi sejar ah u n tu k m em -
bangkitkan dan menggali keistimewaan dan kekhasan dari
Purworejo sebagai tempat bersejarah kalau wisatawan asing
akan berhenti di situ dalam perjalanan ke Borobodur. Kita ingat
di sini sebuah pedoman dari ekonom terkenal dan Peraih Hadiah
Nobel (1987), Robert Merton Solow, yang telah membangkitkan
sebuah model baru untuk perkembangan ekonomi modern, yang
disebut exogeneous grow th m odel:
226 Sisi Lain Diponegoro
“Dalam jangka waktu panjang, tem pat-tem pat yang m em punyai
kecirikhasan yang istim ewa dan jelas, akan lebih cepat
berkem bang secara ekonom is daripada tem pat-tem pat yang
tidak m em punyai kecirikhasan yang dem ikian. J adi setiap
tempat wajib mengenali keistimewaan khas mereka masing-
m asing dan m engem bangkan keistim ewaan yang khas itu,
atau mengambil risiko bahwa mereka akan menjadi tempat
yang datar-datar saja dan tidak ada sesuatu yang spesial untuk
siapapun […] Tem pat yang enak didiam i sebab m em punyai
kecirikhasan bukan suatu kemewahan untuk kelas menengah
saja, tapi suatu keharusan dasar ekonom i.”9
Maka akhirnya, semua bergantung pada kebijakan bupati
dan bisikan leluhur. Purworejo akan tetap menjadi tempat
yang datar-datar saja atau tanpa keistim ewaan apapun; atau
sebaliknya, keistim ewaan dari segi sejarah yang jelas-jelas
dim iliki oleh Purworejo dim anfaatkan sem aksim al m ungkin.
Semua demi masa depan Purworejo—W ekasan W allahualam !
Kesempatan emas hanya muncul satu kali dalam hidup!
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com Catatan Akhir
1. LOr 2163 LXIII (Babad Kedung Kebo) 33. Di Bagelen sudah
diatur sehingga tertata / diperiksa dengan seksama / merata
sem ua ditata / [yaitu] penataan jalan-jalan / [...]. / / 34. Nam a
bupati sudah diatur dengan seksam a / Bupati Purworejo inilah /
yang dijadikan, pem im pin para bupati / Bupati [Purworejo] yang
nomor satu / [...].
2. Kabupaten Sedayu terletak di wilayah paling barat Keresidenan
Bagelen di perbatasan Banyum as. Dulu terkenal sebagai Rem o
(Rém a), distrik di m ana Diponegoro pernah bersem bunyi selam a
dua bulan terakhir (akhir Desem ber 1829-9 Februari 1830 ) dari
Perang J awa, areal terpencil ini adalah tanah lungguh keluarga
Danurejan (Yudonegaran) yang banyak berjasa sebagai Patih
Kesultanan (1755-1813/ 1847-1944). Pasca-Perang, Rem o berubah
nam a dua kali m enjadi Sedayu lantas Karanganyar dengan
Raden Tum enggung J oyodiningrat (m enjabat 1832-1864), anak
Pangeran Mertosono (Murdaningrat, wakil-Dalem HB V) dari
Yogya (sekitar 1774-1826), sebagai bupati perdana. J oyodiningrat
adalah sejarawan pribumi pertama dari Perang J awa dan pernah
m enulis naskah, Schetsen over den Oorlog op Java, 1825-1830
[Sketsa tentang Perang di (Pulau) J awa, 1825-1830 ] dalam Bahasa
bacaan-indo.blogspot.com 228 Sisi Lain Diponegoro
Melayu (Naskah ML97 di PerpusNas, J akarta) (1855-57), dengan
kerja sam a sejarawan Belanda, J an Hagem an J cz (1817-1871).
3. ANRI, Bagelen 5/ 10 , Laporan P.H. van Lawick van Pabst,
Sem arang, 20 April 1831 no.996:
“Untuk petinggi yang cakap dengan kepantasan yang dibutuhkan
sayang sekali tidak terdapat di Bagelen dan tidak ada satupun
pejabat senior yang m em iliki sem ua talenta [begaafheden] dalam
diri-sendiri.” [“In fatsoenlijke hoofden die hij goedgekom end
bijzonder geschiktheid voorvan [?] het is in Bagelen een
ongelukkig treft w aar daar niet eene enkelde aan w elke die door
denen begaafheden in zich vereenigt.”]
4. ANRI, Bagelen 5/ 10 , Laporan P.H. van Lawick van Pabst,
Sem arang, 20 April 1831 no.996:
“Bahwa belum terlalu dini atau terlalu tepat untuk diketahui
bahwa seorang petinggi yang cakap dan berjasa sudah
dipertugaskan kepada Residen [Bagelen], seorang yang bisa
menjadi tuladan bagi para bupati dan pejabat rendahan, dan juga
bisa m enerangkan kepada rakyat kebanyakan tentang kewajiban
m ereka m asing-m asing [kepada Pem erintah Kolonial]. Seorang
yang bisa ditunjukkan Residen […] untuk m em buat turné dan
m engam bil data dari rakyat untuk [m enjam in] suatu sistem
adm inistrasi yang teratur [geregeelde regeering].” [“Dat m an
nim m er te vroeg of te juist zoude hebben w eten, dat aan den
Resident een bekw aam en verdienstelijk hoofd behoord te
w orden toegevoegd, die zooveel activiteit als goede houding,
de regenten en m indere hoofden tot voorbeeld sterkte, w aaruit
m en m ocht verw achten dat dezes zich zoude toeleggen op de
vervolking hunner pligten w elke person door den Resident tot
onderscheiden […] rondekunnen w orden gebezigd, w at ook tot
het opnam e derzelfde bevolking aan een geregelde regeering
[…]”].
5. 30 kilom eter dari jalan dari Purworejo ke perbatasan Keresidenan
Kedu adalah jalan baru, dan dua belas kilom eter di Kedu m enuju
Magelang m enggunakan jalan yang sudah ada tapi harus di-
perlebar.
bacaan-indo.blogspot.com Epilog 229
6. Pada dasawarsa 1840 -an kom andan dari Batalyon Keem pat
Tentara Hindia Belanda (KNIL), yang ditugaskan di Purworejo
sejak 1836, m engam bil inisiatif untuk m endirikan sebuah akadem i
m iliter di Purworejo. Pada awalnya sekolah yang ditem patkan di
tangsi m iliter Belanda di Kedung Kebo bersifat sangat sem entara,
tapi pada 1847 Pem erintah turun tangan dan sekolah taruna
(Pupillenkorps) didirikan dengan 23 m urid. Sekolah bertahan
di Kedung Kebo sam pai 1854 waktu gedung sekolah am bruk
akibat hujan deras. Pada saat itu sekolah pindah ke Fort Cochius
(sekarang Fort Van der Wijck) di Gom bong. Lihat Bosm a dan
Raben 20 0 8:247.
7. Lihat Ilhan Erda 20 15:2-17, yang m encatat nam a-nam a perwira
KNIL dan TNI terkem uka sebagai berikut: (1) J enderal Urip
Sum oharjo (1893-1948); (2) J enderal Ahm ad Yani (1922-1965);
(3) J enderal Pranoto Reksosam odra (1923-1992); (4) J enderal
Sarwo Edhie Wibowo (1925-1989); (5) Kolonel Soewandi (lahir
1925); (6) Mayor J enderal Suwarno Adiwijoyo (lahir 1944);
J enderal Endriartono Sutarto (lahir 1947) dan J enderal Slam et
Kirbiantoro (lahir 1948).
8. Pada m asa selanjutnya, Stasiun Purworejo sem pat ditutup selam a
tiga kali; (1) pada ujung m asa kependudukan J epang (1942-
1945); (2) pada sekitar tahun 1952-1955, dan kem bali diaktifkan
saat peralihan m enjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pasca-1958;
(3) pada tahun 1977 sam pai sekitar 1994. Pada m edio 1990 -an
diaktifkan kem bali pada m asa kepem im pinan Drs H. Goernito
(m enjabat 1990 -20 0 0 ), bupati Purworejo ke-em pat belas, dan
Haryanto Dhanutirto, Menteri Perhubungan (m enjabat 1993-
1998). Pada 20 10 , jalur kereta api antara Stasiun Kutoarjo–
Stasiun Purworejo ditutup kem bali dikarenakan jalur tidak layak
dilewati kereta api standar. Revitalisasi jalur Kutoarjo– Purworejo
direncanakan dim ulai setelah m enunggu selesainya pekerjaan
pergantian rel di jalur Butuh– Kutoarjo untuk digunakan di jalur
Kutoarjo– Purworejo. Sayangnya, hingga kini belum ada tanda-
tanda pengaktifan kem bali Stasiun Purworejo dan sekarang
230 Sisi Lain Diponegoro
stasiun ini m enjadi sem acam m useum kecil. Sebagai Cagar
Budaya yang perlu dilestarikan, pada tahun 20 12 bangunan
stasiun dikonservasi oleh Unit Pelestarian Benda dan Bangunan
PT KAI (Persero). Lengkong Ginaris 20 16.
9. “Over the long term , places w ith strong, distinctive identities are
m ore likely to prosper than places w ithout them . Every place
m ust identify its strongest and m ost distinctive features and
develop them , or run the risk of being all things to all persons
and nothing special to any […] Liveability is not a m iddle-class
luxury . It is an econom ic im perative.”
bacaan-indo.blogspot.com
bacaan-indo.blogspot.com DAFTAR PUSTAKA
M a n u s k r ip
A. BAHASA J awa
Babad Diponegoro. LOr 6547a-d. Salinan otobiograi asli yang ditulis
atas perin tah Dipon egoro di Man ado pada 18 31-18 32. Salin an
ini mungkin dibuat pada 1880 -an untuk Professor G.A.J . Hazeu
(Adviseur voor Inlandsch Zaken [Penasihat untuk Urusan
Pribumi, menjabat 190 4-1912, 1916-1920 ]). Empat jilid. 40 8 hlm.,
40 1 hlm., 372 hlm., 429 hlm., 43 kanto.
Babad Kedung Kebo. LOr 2163. Naskah mulai ditulis pada 12 Sawal
1770 Saka (14 Novem ber 18 42 M) dan diselesaikan pada 1771
Saka (1843 M), 623 hlm., 50 kanto. Ditulis di Purworejo (Bagelen)
atas perintah Raden Adipati Cokronegoro I, Bupati Purworejo
(m en jabat 18 31-18 56 ) d en gan ban t u an kom an d an t en t ar a
Diponegoro, Basah Kerto Pengalasan.
Ba ba d Ked u n g Kebo. KITLV Or 13. Ber tan ggal 29 J u m ad ilakir
1795 Saka (7 Novem ber 18 66). 20 0 folio, 18 kan to. Disalin di
Semarang oleh Raden Panji J oyosuprojo. Versi tak lengkap Babad
bacaan-indo.blogspot.com 232 Sisi Lain Diponegoro
Kedung Kebo yang ditulis di Purworejo (Bagelen) atas perintah
Cokronegoro I (lihat di atas).
Babad Ngay ogy akarta. Vol. I-III. Museum Sonobudoyo (Yogyakarta)
MS A. 135, A. 136, A. 144. Salinan bertanggal 1833 Saka (190 3 M),
1834 Saka (190 4 M), 1836 Saka (190 6 M). 40 7 hlm., 336 hlm., 460
hlm., 10 0 kanto, 73 kanto, 76 kanto. Aslinya ditulis di Yogyakarta
oleh Pangeran Suryonegoro dan Raden Adipati Danurejo V (men-
jabat 1847-1879), dan diselesaikan pada 180 5 Saka (1876 M).
B. BAHASA Melayu
Historischer Überblick über die Ereignisse in der Provinz Baglan auf
Java w ahrend der Am btsführung der Residenten Jhhr. I.G.O.S. von
Schm idt auf Altenstadt, R. de Filiotaz [Fillietaz] Bousquet und A.W .
Kinder de Cam arecq w ahrend der Jahre (1831-1856), bearbeitet von
Raden Adi Pati Tjokro N egoro, Regent von Purw oredjo in Baglen.
Besuch des Herzogs Bernhard von Sachsen W eim ar in Baglen.
Berlin Staatsbibliothek, MS or fol. 568, 181 hlm. Buku harian yang
ditulis di Purworejo (Bagelen) oleh Raden Adipati Cokronegoro
I (m en jabat 18 31-18 56) dan dipersem bahkan kepada Adipati
Bernhard von Sachsen Weimar, panglima tentara Hindia Belanda,
1850 -1854, di Bagelen.
J ayadiningrat 1855-1857
Schetsen over den oorlog van Java, 1825-1830 , opgesteld door den
Bopatti [sic] van Karang Anjar Raden Adipatti Aria Djaja Diningrat,
18 55-18 57
Sketsa-sketsa m en gen ai Peran g J awa, 18 25-18 30 , yan g dibuat
oleh Bu p ati Kar an gan yar [Ban yu m as], Rad en Ad ip ati Ar io
J ayadin in grat], ML 97 (Perpustakaan Nasion al RI), 114 hlm .
Dit u lis d i Ka r a n ga n ya r (Ba n yu m a s) oleh Ra d en Ad ip a t i
J oyod in in gr at, Bu p ati Kar an gan yar (m en jabat 18 32-18 63).
Diselesaikan pada 2 Februari 18 57. Teks dikom entari oleh J an
Hageman J cz (1817-1871) dalam bahasa Belanda.