The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by lh7015067, 2021-04-22 05:12:57

motivasi penyuluh agama

motivasi penyuluh agama

37

Sarason menyatakan bahwa dukungan sosial adalah suatu
interaksi interpersonal yang ditujukkan dengan membrikan
bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya
diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang
bersangkutan.25 Sarafino menyatakan bahwa dukungan sosial
mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya, atau menghargainya. 26 Pierce mendefinisikan
dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional
atau pendampingan yang diberikan ole orang-orang disekitar
individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis
yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan.27

Rook mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu
fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan
kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan
melindungi individu dari konsekuensi stres. 28 Gottliebe
menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau
nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nng didapat
karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat
emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. 29Taylor
mendefinisikan dukungan sosial yaitu pertukarab
interpersonal yang dicikan oleh perhatian emosi, bantuan

25 B. Smet, Psikologi Kesehatan, (Jakarta: Grasindo, 1994), 135.
26 E.P. Sarafino, Health Psychology: Biopsychosocial and Interaction.
(United States of America: John Wiley & Sons, Inc, 1994), h. 102
27 R. Kail, & Cavanaugh, C, Human Development: a Lifespan View,
(USA: Woodswoth Publishing, Co, 2000), h. 50
28 B. Smet, Psikologi Kesehatan, (Jakarta: Grasindo, 1994), 134
29 B. Smet, Psikologi Kesehatan, (Jakarta: Grasindo, 1994), 135

38

instrumental, penyediaan informasi, atau pertolongan
lainnya.30

Berdasarkan definisi dukungan sosial dari para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwasannya dukungan sosial adalah
dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki
hubungan sosial yang akrab dengan individu yang menerima
bantuan. Bentuk dukungan bisa berupa informasi, tingkah
laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu
yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan
bernilai. House dalam Depkes (2002) membedakan empat
jenis atau dimensi dukungan sosial:31
1. Dukungan emosional, mencakup empati, kepedulian, dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
2. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat

atau penghargaan positi untuk orang lain itu, dorongan
maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang
lain, misalnya orang tersebut kurang mampu atau lebih
buruk keadaannya (menambah harga diri).
3. Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung,
misalnya orang memberi pinjaman uang kepada orang
yang membutuhkan atau menolong dengan memberikan
pekerjaan pada orang yang tidak memiliki pekerjaan.

30 Shelley E. Taylor, Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 612.

31 Nursalam & Ninuk Dian Kurniawati, Asuhan Keperawatan pada
Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, (Jakarta: Salemba Medika, 2007), h. 29

39

4. Dukungan informatif, mencakup pemberian nasihat, saran,
pengetahuan, dan informasi atau petunjuk.
Selain faktor-faktor dan dukungan sosial, karakteristik

pribadi penyuluh juga dapat mempengaruhi motivas kerja.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Hidayatullah
menunjukan bahwa masa kerja dan usia berhubungan nyata
positif dengan motivasi kerja. Sedangkan pendidikan formal,
pendidikan non formal, tingkat kekosmopolitan, dan jumlah
kelompok binaan dengan motivasi kerja tidak berhubungan
secara nyata. 32 Selain itu Hanafiah et al. juga memiliki
karakteristik penyuluh agama di dalam penelitiannya,
diantaranya pendidikan, pelatihan, masa kerja, dan jumlah
kelompok binaan.33
D. Kerangka Berpikir

Berangkat dari permasalahan atau problematika yang
dialami profesi Penyuluh Agama Islam. Peneliti tertarik untuk
meniliti perbandingan motivasi Penyuluh Agama Islam
Fungsional (PAIF) maupun Penyuluh Agama Islam Honorer
(PAH). Problematika yang dihadapi Penyuluhh Agama
diantaranya kurangnya perhatian dari pemerintah, hal ini
dirasakan dilapangan ketika mereka tidak diberikan fasilitas
kendaraan dinas, sehingga mereka menggunakan kendaran

32 M. Taufik Hidayatullah, Kompetensi Komunikasi Penyuluh Agama
Honorer di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Vol. XI, No. 1, h. 75

33 M. Ali Hanafiah, Witman Rasyid, Agus Purwoko, Hubungan
Karakteristik, Motivasi, Dan Kompetensi terhadap Produktivitas Kerja
Penyuluh Pertanian di Kota Bengkulu, Jurnal AGRISEP, Vol. 13, No. 1, 2013,
h. 71

40

pribadi. Kemudian pemerintah tidak memberikan gaji sesuai
dengan tugas berat yang diemban oleh Penyuluh Agama, gaji
yang mereka terima sangat minim, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari pun sangat kurang, dan masih banyak
lagi problematika yang dialami oleh Penyuluh Agama.

Tidak bisa dipungkiri bahwasannya tugas Penyuluh
Agama sangat berat. Pertama, dilihat dari sisi jarak dan
medan yaitu penyuluh yang memiliki desa binaan di daerah
pelosok harus bekerja esktra untuk menempuh jarak yang
jauh dan medan yang ekstrim. Kedua, dilihat dari sisi
problematika umat, Penyuluh Agama mengemban tugas
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Tugas yang harus diselesaikan
penyuluh cukup luas seperti penyuluhan narkoba dan HIV
AIDS, produk halal, keluarga sakinah, wakaf, zakat,
pemberantasan buta huruf Al-Qur’an, radikalisme dann aliran
sempalang. Luasnya cakupan tugas Penyuluh Agama
membuat tantangan Penyuluh Agama semakin berat. Oleh
karena itu kinerja Penyuluh Agama perlu ditingkatkan.

Dilihat dari problematika yang dihadapi Penyuluh Agama
Islam (PAI) dan problematika umat yang harus diselesaikan
dengan melaksanakan kinerja yang maksimal. Oleh karena itu,
menarik untuk ditelati mengenai motivasi kerja PAIF maupun
PAH. penelitian ini peneliti mengangkat teori Herzberg, teori
Herzberg merupkan teori dua faktor, artinya bahwa motivasi
kerja dipengaruhi oleh dua hal yaitu internal dan eksternal.

41

Konteks dua faktor tersebut menjadikan kerangka berpikir
peneliti bahwa motivasi kerja Penyuluh Agama di pengaruhi
oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
dalam penelitian ini yaitu karakteristik Penyuluh Agama
Islam, hal ini berdasarkan penelitian Hidayatullah dan
Hanafiah. Bahwasannya karakteristik pribadi penyuluh
berhubungan dengan motivasi kerja. Konteks tersebut
menjadi acuan dalam menentukan karakteristik Penyuluh
Agama Islam, dalam penelitian ini peneliti menjadikan usia,
sebagai karakteristik Penyuluh Agama Islam.

Faktor eksternal dalam penelitian ini yaitu dukungan
sosial. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian Siregar yang
menunjukan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan
terhadap motivasi kerja. kemudian penelitian Riantoko juga
menunjukan bahwa dukungan organisasi berpengaruh positif
dan signifikan terhaadap motivasi kerja. oleh sebab itu
peneliti menjadikan jenis-jenis dukungan sosial yaitu
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dan dukungan informatif sebagai faktor
eksternal.

Aspek motivasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
aspek motivasi kerja dari hasil penelitian Anita at al. Yaitu
motif, harapan, dan insentif. Kerangka pemikiran disajikan
pada Gambar 1.

42

Karakteristik Penyuluh Motivasi (Y)
Agama Islam (X1) Y1.a : Motif
Y1.b :Harapan
X1.a : Usia Y1.c :Intensitas
X1.b : Jenis Kelamin
X1.c : Tingkat Pendidikan
X1.d : Masa kerja
X1.e : Jumlah kelompok binaan

Dukungan Sosial (X2)
X2.a : Dukungan emosional
X2.b : Dukungan penghargaan
X2.c : Dukungan instrumental
X2.d : Dukungan informatif

Gambar 1. kerangka berpikir penelitian Motivasi Penyuluh
Agama Islam di Kabupaten Cilacap
E. Hipotesis
Ho : Tidak terdapat hubungan nyata antara usia, jenis

kelamin, pendidikan, masa kerja, jumlah
kelompok binaan, dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan
dukungan informatif dengan motivasi Penyuluh
Agama Islam di Kabupaten Cilacap.
Ha : Terdapat hubungan nyata antara usia, jenis
klamin, pendidikan, masa kerja, jumlah kelompok
binaan, dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan
dukungan informatif dengan motivasi Penyuluh
Agama Islam di Kabupaten Cilacap.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu

penelitian dengan mengumpulkan data yang berupa angka,
kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu
informasi ilmiah dibalik angka-angka tersebut. 1 Pendekatan
kuantitatif dapat diartikan sebagai pendekatan penelitian yang
berdasarkan pada filsafat positivsm, karena digunakan untuk
meneliti pada populasi dan sampel tertentu, pengumpulan
data menggunkan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang ditetapkan.2

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survey, yaitu penelitian yang mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner
sebagai alat pengumpulan data yang pokok.3

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang
menjadi penelitian, misalnya lembaga, individu,

1 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2014), Cet. Ke-20, h.2.

2 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2014), Cet. Ke-20, h.8.

3 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei,
(Jakarta: LP3ES, 1995), cet. Ke-2, h.3.

43

44

kelompok, atau konsep. 4 Dalam penelitian ini, sumber
data primernya adalah Penyuluh Agama Islam Fungsional
(PAIF) dan Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di
Kabupaten Cilacap. Adapun karakteristik populasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu PAIF dan PAH yang
masa kerjanya minimal sudah 2 tahun. Dari karakteristik
tersebut maka dihasilkan 23 PAIF dan 161 PAH.
2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil
melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap, yang bisa
dianggap mewakili populasi.5 Penulis mengambil sampel
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik
pengambilan acak sederhana (sampel random sampling),
yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan setara yang ada dalam
populasi tersebut.6

Dari berbagai rumus yang ada, terdapat sebuah rumus
yang bisa digunakan untuk menentukan besaran sampel
yaitu rumus Slovin.

N
n=

N(d)² +1

4 Manase Malo, dkk, Mtodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 1997), h.149.

5 Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2002).h.58.

6 Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder, (Jakarta: PT RajaGrafindo Prasada), Cet. Ke-2, h. 75.

45

Keterangan: n = Jumlah sampel yang dicari
N = Jumlah populasi
d = Nilai presisi (10%)

Berdasarkan rumus di atas, kemudian diperoleh jumlah
sampel 65 responden. Penentuan jumlah sampel pada
masing kelompok yaitu PAIF dan PAH, menggunakan
teknik proporsional dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ni = Jumlah sampel menurut stratum

n = Jumlah sampel seluruhnya
Ni = Jumlah populasi menurut stratum

N = Jumlah populasi seluruhnya

Jadi berdasarkan rumus tersebut maka dapat dihasilkan
sampel dari masing-masing kelompok yaitu:

PAIF = sampel.

PAH = sampel.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Penyuluh Agama
Islam Fungsional (PAIF) dan Penyuluh Agama Islam
Honorer (PAH) di Kabupaten Cilacap. Sedangkan untuk

46

objek penelitian ini adalah motivasi Penyuluh Agama
Islam di Kabupaten Cilacap.
2. Tempat dan Waktu

Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan April -
Juli 2020. Penelitian ini lakukan di Kabupaten Cilacap
Provinsi Jawa Tengah.

D. Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber

data yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari
pengamatan atau wawancara atau penyebaran kuisioner
secara langsung di lapangan. Terkait untuk memperoleh
data motivasi PAIF dan PAH di Kabupaten Cilacap,
peneliti menggunakan metode pengambilan data dengan
observasi, wawancara, dan kuisioner.
2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
literatur-literatur yang relevan dengan kebutuhan
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan
data dengan membaca literatur seperti buku, surat kabar,
majalah, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
motivasi Penyuluh Agama Islam.

E. Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian

47

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu
variabel independen atau yang biasa disebut variabel
bebas dengan simbol X dan variabel dependen atau yang
biasa disebut variabel terikat dengan simbol Y.
a. Variabel Independen (X)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel
stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
dependen (terikat). 7 Dalam penelitian ini sebagai
variabel independen atau variabel bebas adalah
karakteristik Penyuluh Agama Islam (X1) dan
Dukungan Sosial (X2).
b. Variabel Dependen (Y)

Sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuensi. Dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
kaarena adanya variabel bebas.8 Dalam penelitian ini
sebagai variabel dependen atau variabel terikat adalah
motivasi (Y).
2. Definisi Operasional

7 I Made Indra P. & Ika Cahyaningrum, Cara Mudah Memahami
Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2012), h. 2-3

8 I Made Indra P. & Ika Cahyaningrum, Cara Mudah Memahami
Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2012), h. 3

48

Definisi operasional merupakan bagian yang

mendefinisikan sebuah konsep atau variabel supaya dapat

bisa diukur, yaitu dengan cara melihat pada dimensi atau

indikator dari suatu variabel. Dimensi atau indikator dapat

berupa perilaku, aspek, sifat atau karakteristik.9

Adapun definisi operasional dan indikator dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

3. Skala Penelitian

Kuisioner pada penelitian ini menggunakan skala

Likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang

kejadian atau gejala sosial.10 Skala ini mempunya empat

alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam butir

kuisioner dengan skala likert ini terdapat pernyataan yang

sikap mendukung (favorable) dan sikap tidak mendukung

(unfavorable). Penskoran dalam penelitian ini bisa dilihat

dalam Tabel 1.

Tabel 1. Skala Likert

Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat setuju (SS) 51

Setuju (S) 42

9 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi,
dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.97

10 Dominikus Dolet Unaradjan, Metode Penelitian Kuantitatif,
(Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019), h. 146

49

Jawaban Favorable Unfavorable
Tidak setuju (TS) 2 4
Sangat tidak setuju (STS) 1 5

4. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang menunjukan sejauh mana

suatu alat pengukuran itu mengukur apa yang diukur.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid akan memiliki validitas yang tinggi,
sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
validitasnya rendah.11

Pengujian instrumen pada penelitian ini dilakukan
dengan aplikasi Microsoft Excel. Uji validitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
Corrected item-Total Correlation dengan cara
mengorelasikan masing-masing indikator dengan skor
total indikator. Dasar pengambilan keputusan pada uji
validitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jika r hitung ≥ 0,361 r tabel, maka butir pernyataan

atau variabel valid.
b. Jika r hitung ≤ 0,361 r tabel, maka butir pernyataan

atau variabel valid.
Tabel 2. Blue Print skala variabel Dukungan Sosial

11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), Edisi Revisi, h.211.

50

Item

No. Dimensi Butir Positif Butir Jumlah
Negati

1. Dukungan 1, 2,3,4,5,6 6
Emosional

2. Dukungan 7,8,9,10,11, 6

Penghargaan 12

3. Dukungan 13,15,16,17, 14 6

Instrumental 18

4. Dukungan 19,20,21,22, 6
Informatif 23,24

Jumlah 24

Setelah dilakukan uji validitas terhadap skala

dukungan sosial dengan tekni product moment yang di uji

cobakan kepada 30 responden, dari 24 butir pertanyaan

yang diuji cobakan diketahui 21 butir valid dan 3 butir

tidak valid. Namun 3 butir yang tidak valid tersebut,

diperbaiki dan kemudian dilanjutkan untuk pengambilan

data inti.

Tabel 3. Blue Print skala variabel Motivasi

Item

No. Dimensi Butir Positif Butir Jumlah
Negatif

1. Motif 25,26,27,28,29, 33 10
30,31,32,34

2. Harapan 35,37,39,40,41, 36,38,42 10
43,44

3. Insentif 45,46,47,48,49, 6

50

Jumlah 26

Setelah dilakukan uji validitas terhadap skala motivasi

dengan tekni product moment yang di uji cobakan kepada

51

30 responden, dari 26 butir pertanyaan yang diuji cobakan
diketahui 10 butir valid dan 16 butir tidak valid. Namun
16 butir yang tidak valid tersebut, diperbaiki dan
kemudian dilanjutkan untuk pengambilan data inti.
5. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan pengujian yang
menunjukan sejauh mana alat ukur dipercaya atau dapat
diandalkan. Instrumen diakatakan reliabel apabila terdapat
kesamaan data dalam waktu yang berbeda. 12 Jika suatu
alat ukur dipakai untuk mengukur gejala yang sama dan
hasil pengukuran yang diperoleh relatif konstan, maka alat
pengukur tersebut dikatan reliabel atau dapat
diandalkan.13

Reliabel atau tidaknya instrumen penelitian ditentukan
pada nilai Cronbach’s Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha
mendekati 1 dan tidak kurang dari 0,60 maka instrumen
tersebut reliabel. Tabel 4 menunjukkan hasil Output Uji
Reliabilitas Skala Dukungan Sosial (X2).
Tabel 4. Hasil Output Uji Reliabilitas Skala Dukungan
Sosial (X2).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,895 24

12 Burhan Bungin, Netode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2005), Cet. Ke-5, h.96

13 Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani, Manajemen Pemasaran Jasa,

(Jakarta: Salemba Empat, 2006), h.241

52

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas dukungan sosial (X2) memperoleh alpha lebih
besar dari 0,6. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel
dukungan sosial reliabel.

Tabel 5 menunjukkan hasil Output Uji Reliabilitas
Skala Motivas (Y).
Tabel 5. Hasil Output Uji Reliabilitas Skala Motivasi (Y)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,731 26

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas motivasi (Y) memperoleh alpha lebih besar
dari 0,6. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel
motivasi reliabel.

F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi

Obervasi adalah pengamatan dengan menggunakan
indera penglihatan tetapi tidak mengajukan pertanyaan.14
Observasi menjadi bagian terpenting yang harus
dilakukan peneliti. Hal ini karena semua keadaan subjek
dan objek bisa langsung dilihat dan dirasakan oleh
peneliti.

14 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-8, h. 69.

53

2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang

atau lebih secara langsung.15 Dalam penelitian ini peneliti
melakukan wawancara kepada orang-orang yang
bersangkutan dengan PAIF dan PAH di Kabupaten
Cilacap.
3. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang diberikan
kepada orang lain yang bersedia memberikan respons
(responden) sesuai dengan permintaan.16 Dalam penelitian
ini, peneliti menyebarkan kuesioner kepada PAIF dan
PAH yang ada di Kabupaten Cilacap.
4. Dokumentasi

Selain kedua teknik pengumpulan data di atas teknik
yang tidak kala penting adalah dokumentasi yaitu mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda dan lain sebagainya.17

G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan metode deskriptif yaitu analisis yang dilakukan
dengan cara mendeskripsikan data yang ada untuk

15Husaini Usman dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-2, h. 55

16 Ridwan, Dasar-Dasr Statistika, (Bandung: Alfabeta,2010), h.52-53
17 Suharimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.272.

54

memberikan gambaran secara umum atas kondisi atau
variabel-variabel yang sedang diteliti.
1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah uji statistik yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
data yang telah diperoleh sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan atau generalisasi. 18
Analisis deskripsi ini bertujuan untuk menggambarkan
tingkat motivasi PAIF dan PAH di Kabupaten Cilacap.
2. Analisis Inferensial

Analisis inferensial penelitian ini mengggunakan uji
korelasi rank Spearman digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara variabel yang lain. Uji ini
digunakan untuk mengatahui seberapa erat hubungan
karakteristik Penyuluh Agama Islam dan Dukungan Sosial
dengan Motivasi Penyuluh Agama Islam.

Arah hubungan dalam korelasi terdiri dari dua macam,
yaitu:
a. Jika kenaikan suatu vvariabel diikuti oleh kenaikan

variabel lainnya, maka arah hubungan yang dihasilkan
positif.
b. Jika kenaikan suatu variabel diikuti oleh penurunan
variabel lainnya, maka arah hubungan yang dihasilkan
negatif.

18 Sugiyono, Meode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2015)

55

Nilai “r” berkisar antara 0,0 yang berarti tidak adanya

korelasi, sampai dengan 1,0 yang berarti adanya korelasi
yang sempurna. Semakin kecil nilai “r” semakin lemah
korelasinya, sebaliknya semakin besar nilai “r” semakin

kuat korelasinya.

Rentang kekuatan korelasi menurut Sugiyono dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kekuatan Korelasi

Nilai Interpretasi
r = 0,00 – 0,199 Sangat Lemah
r = 0,20 – 0,399
r = 0,40 – 0,599 Lemah
r = 0,60 – 0,799 Sedang
r = 0,80 – 1,000 Kuat
Sangat Kuat

BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Cilacap
Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten yang paling

luas di Provinsi Jawa Tengah dengan luas sekitar 6,2 persen
dari total wilayah Jawa Tengah. Kemudian batas wilayah
Kabupaten Cilacap disebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas, sebelah selatan
Samudera Hindia, sebelah timur Kabupaten Kebumen, dan
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis, Kota
Banjar, dan Kabupaten Pangandaran.1

Letak geografis Kabupaten Cilacap terletak pada
108º4’30” - 109 º22’30” garis bujur timur dan 7º30’20” -
7º45’ garis lintang selatan. Luas wilayah Kabupaten Cilacap
yaitu 225.361 Km². Luas yang ada terdiri dari 64.738 Km²
atau sekitar 30,27 persen lahan sawah, 106.575 Km² atau
sekitar 49,84 persen lahan bukan sawah, 42.537 Km² atau
sekitar 19,89 persen lahan bukan pertanian.

Secara administratif Kabupaten Cilacap dibagi menjadi 24
kecamatan yang terdiri atas 269 desa. Berikut adalah tabel 2
luas wilayah kecamatan di Kabupaten Cilacap pada tahun
2016 :2
Tabel 7. Luas wilayah kecamatan Kabupaten Cilacap

1 Pemerintah Kabupaten Cilacap, Sejarah Kabupaten Cilacap,
https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/ , (diakses pada 08 Agustus 2020,
Pukul 15.16 WIB).

2 Kabupaten Cilacap dalam angka 2017

56

57

No. Kecamatan Luas Wilayah (Km²)
1. Dayeuluhur 185,06
2. Wanareja 189,73
3. Majenang 138,56
4. Cimanggu 167,44
5. Cipari 121,47
6. Sidareja 54,95
7. Karang Pucung 115,00
8. Kedungreja 71,43
9. Patimuan 75,30
10. Gandrungmangu 143,19
11. Bantarsari 95,54
12. Kawunganten 117,43
13. Kampung Laut 146,14
14. Jeruklegi 96,80
15. Kesugihan 82,31
16. Adipala 61,19
17. Maos 28,05
18. Sampang 27,30
19. Kroya 58,83
20. Binangun 51,42
21. Nusawungu 61,26
22. Cilacap Selatan 9,11
23. Cilacap Tengah 22,15
24. Cilacap Utara 18,84
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap

Pada Tabel 7 menunjukan kecamatan yang memiliki

jangkauan paling luas yang berada di Kabupaten Cilacap

adalah Kecamatan Wanareja dengan luas 189,73 Km².

Sedangkan kecamatan denga luas wilayah paling kecil adalah

Kecamatan Cilacap Selatan yaitu sebesar 9,11 Km². Berikuta

adalah gambar wilayah Kabupaten Cilacap:

58

Gambar 2. Peta Kabupaten Cilacap

Penduduk Kabupaten Cilacap setiap tahun terus

mengalami peningkatan, menurut hasil sensus yang dilakukan

oleh BPS Kabupaten Cilacap terdapat peningkatan setiap

tahunnya pada penduduk di Kabupaten Cilacap. Berikut

adalah Tabel 3 tentang pertumbuhan penduduk di Kabupaten

Cilacap.3

Tabel 8. Jumlah penduduk di Kabupaten Cilacap dari tahun

2015-2019.

No. Tahun Jumlah Pendidik Pertumbuhan (%)
1. 2015 1.806.383 0.33
2. 2016 1.836.701 1.68
3. 2017 1.842.913 0.34
4. 2018 1.906.849 3.47
5 2019 1.937.427 1.60

3 Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap, Jumlah Penduduk
Kabupaten Cilacap dan Pertumbuhannya 2004-2019,
https://cilacapkab.bps.go.id/dynamictable/2020/07/11/227/jumlah-penduduk-
kab-cilacap-dan-pertumbuhannya-2004-2109.html, (diakses pada 10 Agustus
2020, pukul 16.36)

59

Sumber: BPS Kabupaten Cilacap
B. Kementerian Agama Kabupaten Cilacap

Kementerian Agama Kabupaten Cilacap berkantor di Jl.
Perwira No. 14 A Sidanegara Cilacap. Kementerian Agama
Kabupaten Cilacap sendiri saat ini membawahi 25 Kantor
Urusan Agama, 3 Madrasah Aliyah Negeri, 5 Madrasah
Tsanawiyah, dan 6 Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Adapun yang
menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Cilacap sampai sekarang adalah:4
1. KH. Zaeni Satibi (1950 - 1953)
2. KH. Amin Aulawi (1954 - 1955)
3. H. Zawawi (1956 - 1958)
4. Mudasir (1958 - 1960)
5. KH. Achmad Mu’awam (1960 - 1966)
6. SHM. Ghufron Al Mursidi (1966 - 1968)
7. H. Amin Husaini (1968 - 1974)
8. H. Hayyun S. (1974 - 1980)
9. H. Achmad Sari (1980 - 1987)
10. Drs. H. Musman (1987 - 1992)
11. H. Muhaddin, BA (1992 - 1995)
12. Drs. H. W, Wahyadi A Ghani (1995 - 1998)
13. Drs. H. Suhardi Achmad (1998 - 2001)
14. Drs. H. Mustamid, M.Ag (2001 - 2005)
15. Drs. H. Anwar Sanusi, M.M (2006 - 2007)

4 Kementerian Agama Kantor Kementrian Agama Kabupaten Cilacap,
Sejarah Kementrian Agama, http://cilacap.kemenag.go.id/berita/read/sejarah-
kementerian-agama, (diakses pada 11 Agustus 2020 pukul 9.55)

60

16. Drs. H. Muhtadin, M.Si (2007 – Juli 2011)
17. Drs. H. Mughni Labib, M.Si (Agustus 2011 – Maret

2017)
18. Drs. H. Jamun, M.Pd.I (27 Maret – Oktober 2018)
19. Imam Tobroni, S.Ag, MM (Maret 2019 sampai sekarang)

Kementerian Agama Kabupaten Cilacap memiliki visi
misi dan tujuan sesuai dengan KMA No. 39 Tahun 2015.
Visinya adalah “Terwujudnya masyarakat Cilacap yang taat
beragama rukun, cerdas, dan sejahtera lahir batin dalam
rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Kementerian
Agama Kabupaten Cilacap menyusun misi agar visi tersebut
bisa tercapai. Misi Kementerian Agama Kabupaten Cilacap
diantaranya:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
2. Memantapkan kerukunan intra dan antar umat beragama.
3. Menyediakan pelayanan kehidupan beragama yang

merata dan berkualitas.
4. Meningkatkan pemanfaatan dan kualitas pengelolaan

potensi ekonomi keagamaan.
5. Mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah

yang berkualitas dan akuntabel.
6. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum

berciri agama, pendidikan agama pada satuan pendidikan
umum, dan pendidikan keagamaan.
7. Mewujudkan tata kelola pemerintah yang bersih,
akuntabel dan terpercaya.

61

Selain visi dan misi, Kementerian Agama Kabupaten
Cilacap juga memiliki tujuan jangka panjang yang harus
dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Cilacap yang taat
beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling
menghormati antar pemeluk agama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kementerian Agama tingkat Kota/Kabupaten memiliki
tugas dan fungsi yang tercantum pada Peraturan Presiden No.
63 tahun 2011 tentang Organisasi dan tata kerja instansi
vertikal Kementerian Agama pasal 10 dan pasal 11 yaitu
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/kota bertugas
melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Agama dalam
wilayah Kabupaten/Kota berdasarkan kebijkan Kepala Kantor
wilaya Kementerian Agama Provinsi. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota menyelenggarakan
fungsi:5
1. Perumusan dan penetapan visi, misi, dan kebijakan teknis

di bidang pelayanan dan bimbingan kehidupan beragama
kepada masyarakat di kabupaten/kota.
2. Pembinaan, pelayanan dan bimbingan kehidupan
beragama.

5 BPKP, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama,
BAB III Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten/Kota Pasal 10 dan
Pasal 11

62

3. Pembinaan, pelayanan, dan bimbingan haji dan umrah,

sertaa zakat dan wakaf.

4. Pembinaan, pelayanan, dan bimbingan pendidikan agama

dan keagamaan.

5. Pembinaan kerukunan umat beragama.

6. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengelolaan

administrasi dan informasi.

7. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian program,

dan pengawasan.

8. Pelaksanaan hubungan dan pemerintah daerah, instansi

terkait, dan lembaga masyarakat dalam rangka

pelaksanaan tugas kementerian di kabupaten/kota.

Sebuah organisasi akan berjalan dengan tertib dan terarah

agar tujuan dari organisasi tersebut dapat tercapai. Hal

tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya sebuah struktur

organisasi. Oleh karena itu, Kementerian Agama Kabupaten

Cilacap memiliki struktur organisasi sesuai dengan PMA

Nomor 13 tahun 2012 pasal 429 ayat 3. Berikut adalah

struktur organisasi Kementerin Agama Kabupaten Cilacap:

Tabel 9. Struktur organisasi Kementerian Kabupaten Cilacap

No. Nama Jabatan
Kepala Kantor Kemenag
1 H. Imam Kabupaten Cilacap
Tobroni,S.Ag.,MM. Kasub TU
Kasi Pendidikan Madrasah
2 H. Jasmin, M.Pd.I

3 H. Makmur .K, M.Pd.I

4 Banu Tholib,M.Pd.I Kasi Pendidikan Diniyah
dan Pondok Pesantren

63

No. Nama Jabatan
Kasi Pendidikan Agama
5 Nasrun Anwar Islam
Hidayat,M.Si Kasi Penyelenggaraan Haji
dan Umroh
6 H. Jasmin,M.Pd.I Kasi Bimbingan
Masyarakat Islam
H. Aziz Muslim, S.Ag., Penyelenggara Zakat Dan
7 Wakaf
Penyelenggara Katolik
M.Pd.I

8 H. Thoha, S.Ag.

9 Yusup Adi .P, S.Ag

C. Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Cilacap
Kementerian Agama memiliki satuan kerja yang disebut

Bimbingan Masyarakat atau biasa disingkat dengan Bimas.
Bimas ini bertugas sebagai penyelenggara perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dibidang bimbingan masyarakat Islam
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6
Penyuluh Agama Islam berada pada naungan Bimas pada
Kementerian Agama di daerah. Daftar Penyuluh Agama
Islam Fungsional (PAIF) dan Penyuluh Agama Islam Honorer
(PAH) yang bekerja di wilayah Kabupaten Cilacap dapat
dilihat pada lampiran 1.
D. Temuan Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif

a. Karakteritik Responden (X1)
Responden dalam penelitian ini adalah Penyuluh

Agama Islam Fungsional (PAIF) dan Penyuluh

6 BIMAS Islam Kementerian Agama RI, Tugas dan Fungsi,
https://bimasislam.kemenag.go.id/profil/tugas-dan-fungsi, (diakses pada 11
Agustus 2020 pukul 13.59)

64

Agama Islam Honorer (PAH) yang bekerja di wilayah
Kabupaten Cilacap dan telah bekerja minimal 3 tahun
sebanyak 65 orang dipilih melalui teknik sampling
Slovin. Kemudian dihitung dengan teknik proposional
maka dihasilkan PAIF 8 orang dan PAH sebanyak 57
orang. Analisis data mengenai karakteristik responden
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
masa kerja, jumlah kelompok binaan diuraikan
sebagai berikut:

Usia Penyuluh Agama Islam Honorer
(PAH)

25% 33% Muda (28-38)
42% Dewasa (39-49)
Tua (50-60)

Gambar 3. Presentase usia Penyuluh Agama Islam
Honorer (PAH).

Gambar 3 menunjukan mayoritas PAH di
Kabupaten Cilacap berusia dewasa (39-49 tahun) yaitu
dengan presentase sebesar 42 persen (24 orang).
Sisanya 33 persen (19 orang) berusia muda (28-38
tahun), dan 25 persen (14 orang) berusia tua (50-60
tahun). Rentan usia dari 28 sampai 60 tahun
merupakan usia produktif untuk berkerja. Artinya

65

responden masih mampu melakukan sesuatu untuk
dirinya, keluarga, dan lingkungan.

Berikut Gambar 4 mengenai presentase usia
Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF).

Usia Penyuluh Agama Islam
Fungsional (PAIF)

25% 25% Muda (43-45)
50% Dewasa (46-48)
Tua (49-51)

Gambar 4. Presentase Penyuluh Agama Islam
Fungsional (PAIF).

Gambar 4 menunjukan bahwa rata-rata PAIF
berusia dewasa (46-48 tahun) dengan presentase 50
persen (4 orang). Sisanya adalah usia muda (43-45
tahun) dengan presentase 25 persen (2 orang), dan
usia tua (49-51 tahun) dengan presentase 25 persen (2
orang). Sama halnya seperti PAH, PAIF pun
mayoritas berusia dewasa, karena usia dewasa
dianggap sebagai usia yang produktif.

Karakteristik PAH dan PAIF berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

66

Jenis Kelamin Penyuluh Agama Islam
Honorer (PAH)

25% Laki-laki
75% Perempuan

Gambar 5. Presentase Jenis Kelamin Penyuluh
Agama Islam Honorer (PAH).

Gambar 5 menunjukkan bahwa mayoritas
responden PAH berjenis kelamin laki-laki dengan
presentase sebesar 75 persen (43 orang), sisanya 25
persen adalah perempuan (14 orang).

Jenis Kelamin Penyuluh Agama Islam
Fungsional (PAIF)

25% Laki-laki
75% Perempuan

Gambar 6. Presentase Jenis Kelamin Penyuluh
Agama Islam Fungsional (PAIF).

Seperti halnya PAH, PAIF pun juga rata-rata
adalah laki-laki dengan presetase sebanyak 75 persen
(6 orang), dan sisanya berjenis kelamin perempuan
sebanyak 25 persen (2 orang). Hal tersebut terjadi
karena stereotaip masyarakat di Kabupaten Cilacap

67

rata-rata tokoh terpandang seperti ustadz, lurah, camat
dan para pekerja di pemerintahan adalah laki-laki.
Sedangkan untuk perempuan rata-rata bekerja di
rumah, menjaga warung, bertani, dan berkebun.

Karakteristik PAH dan PAIF berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Tingkat Pendidikan Penyuluh Agama
Islam Honorer (PAH)

12% 2%
Rendah (5-10 tahun)
Sedang (11-16 tahun)
Tinggi (17-22 tahun)

86%

Gambar 7. Presentase tingkat pendidikan Penyuluh
Agama Islam Honorer (PAH).

Gambar 7 menunjukan bahwa mayoritas reponden
PAH berpendidikan rendah (11-16 tahun) dengan
presentase 86 persen (49 orang). 11-16 tahun
merupakan pendidikan formal tingkat SLTA dan
S1.Sisanya berpendidikan tinggi (17-22 tahun) dengan
presentase sebesar 12 persen (7 orang), kemudian
berpendidikan rendah (5-10 tahun) dengan presentase
sebesar 2 persen (1 orang). Artinya pendidikan formal
bukan menjadi faktor utama atau faktor penting dalam
pengangkatan PAH. Buktinya terdapat PAH yang

68

hanya lulusan tingkat SD namun bisa diangkat
menjadi PAH. Akan tetapi PAH tersebut juga
didukung oleh pendidikan agama yang kuat yaitu
lulusan pesantren.

Tingkat Pendidikan Penyuluh Agama
Islam Fungsional (PAIF)

12,50%12,50% Rendah (14-15
75% tahun)
Sedang (16-17
tahun)
Tinggi (18-19
tahun)

Gambar 8. Presentase tingkat pendidikan Penyuluh
Agama Islam Fungsional (PAIF).

Gambar 8 menunjukan bahwa mayoritas reponden
PAIF berpendidikan sedang (16-17 tahun) dengan
presentase 75 persen (6 orang). 16-17 tahun
merupakan pendidikan formal tingkat S1. Sisanya
berpendidikan rendah (14-15 tahun) dan tinggi (18-19
tahun) dengan masing-masing presentase sebesar
12,50 persen (1 orang). Artinya PAIF di Kabupaten
Cilacap memiliki gelar sarjana S1. Dengan kata lain
seseorang yang ingin menjadi PAIF maka minimal
harus lulus S1.

Karakteristik PAH dan PAIF berdasarkan masa
kerja dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

69

Masa Kerja Penyuluh Agama Islam

Honorer (PAH)

5,26%

Baru (36 - 109 bulan)

19,29% Sedang (110 - 183
75,40% bulan)
Lama (184 - 258

bulan)

Gambar 9. Persentase masa kerja Penyuluh Agama
Islam Honorer (PAH).

Gambar 9 menunjukan bahwa mayoritas PAH di
Kabupaten Cilacap masa kerjanya baru (3–9 tahun)
dengan presentase sebesar 75,40 persen (43 orang).
Sisanya masa kerja sedang (9-15 tahun) dengan
presentase sebesar 19,29 persen (11 orang), kemudian
masa kerja lama (15-21 tahun) dengan presentase
sebesar 5,26 persen (3 orang). Artinya regenerasi atau
pengangkatan PAH di Kabupaten Cilacap dilakukan
cukup sering. Sehingga apa bila ada PAH yang
berusia tua dan ingin pensiun, maka sudah ada PAH
lain yang bisa menggantikannya.

Masa Kerja Penyuluh Agama Islam
Fungsional (PAIF)

37,50% Baru (156 - 175
50% bulan)

12,50% Sedang (176 - 195
bulan)

Lama (196 - 216
bulan)

70

Gambar 10. Persentase masa kerja Penyuluh Agama
Islam Fungsional (PAIF).

Gambar 10 menunjukan bahwa PAIF di
Kabupaten Cilacap mayoritas masa kerjanya baru (13–
14 tahun) dengan presentase sebesar 50 persen (4
orang). Sisanya masa kerjanya lama (14–16 tahun)
dengan persetase sebesar 12,50 persen (1 orang), dan
masa kerja sedang (16–18 tahun) dengan presentase
sebesar 37,50 persen (3 orang). Seperti halnya PAH,
PAIF pun sama, mayoritas masa kerjanya baru, akan
tetapi yang membedakan disini adalah intensitas
dalam meregenerarisasi lebih sering dilakukan oleh
PAH dibandingkan PAIF. Hal ini terlihat pada PAIF
yang masa kerjanya lama memiliki presentasi yang
lebih besar dibandingkan dengan PAH yaitu 37,50
persen.

Karakteristik PAH dan PAIF berdasarkan jumlah
kelompok binaan dapat dilihat pada Gambar 11 dan
Gambar 12.

Jumlah Kelompok Binaan Penyuluh
Agama Islam Honorer (PAH)

2%

17% Sedikit (1 - 7 Pokbin)
81% Sedang (8 - 14 Pokbin)
Banyak (15 - 21 Pokbin)

71

Gambar 11. presentase jumlah kelompok binaan
Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH).

Gambar 11 menunjukan bahwasanya PAH di
Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki kelompok
binaan sedikit (1-7 kelompok binaan) dengan
presentase sebesar 81 persen (46 orang). Sedangkan
sisanya memiliki kelompok binaan sedang (8-14
kelompok binaan) dengan presentase sebesar 17
persen (10 orang), dan PAH yang memiliki kelompok
binaan banyak (15-21 kelompok binaan) dengan
presentase sebesar 2 persen (1 orang). Artinya
pembagian kelompok binaan pada PAH di Kabupaten
Cilacap tidak merata, walaupun mayoritas memiliki
kelompok binaan sedikit. Namun, tidak bisa
dipungkiri masih ada PAH yang memiliki kelompok
binaan yang banyak (15-21 kelompok binaan). Hal ini
dapat mengakibatkan kesenjangan beban kerja pada
PAH.

Kelompok Binaan Penyuluh Agama
Islam Fungsional (PAIF)

25% Sedikit (6 - 9
37,50% pokbin)

37,50% Sedang (10 - 13
pokbin)

Banyak (14 -17
pokbin)

72

Gambar 12. Presentase jumlah kelompok binaan

Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF).

Gambar 12 menujukan bahwasannya PAIF di

Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki kelompok

binaan sedang (10-13 kelompok binaan) dan banyak

(14-17 kelompok binaan) memiliki presentase yang

sama yaitu masing-masing 37,50 persen (3 orang).
Kemduan sisanya kelompok binaan sedikit (6–9

kelompok binaan) dengan presentase sebesar 25

persen (2 orang). Gambar 12 menunjukkan bahwa

sebaran jumlah kelompok binaan PAIF hampir

menyebar rata dibandingkan dengan PAH. Hal ini

memberikan makna bahwa hampir tidak ada

kesenjangan terkait tanggung jawab atas kelompok

binaan pada PAIF. Tidak heran jika PAIF memiliki

kelompok binaan lebih dari 10, karena mereka

mendapatkan gaji tetap dari pemerintah. Kemudian

faktornya lainnya adalah wilayah Kabupaten Cilacap

yang luas menjadikan kelompok masyarakat yang

harus dibina pun menjadi lebih banyak.

b. Dukungan Sosial (X2)

1) Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH)

Tabel 10. Presentase dukungan sosial Penyuluh

Agama Islam Honorer (PAH).

Variabel dan Kategori Skor Frekuen Presentase
Sub dimensi Skor si
21-25 58%
Dukungan Rendah 26-30 33 42%
Emosional Tinggi 24

73

Variabel dan Kategori Skor Frekuen Presentase
Sub dimensi Skor si

Dukungan Rendah 16-22 13 23%

Penghargaan Tinggi 23-29 44 77%

Dukungan Rendah 18-23 14 25%

Instrumental Tinggi 24-29 43 75%

Dukungan Rendah 18-24 35 61%

Informasi Tinggi 25-31 22 39%

Total Rendah 74-95 19 33%
Tinggi 96-15 38 67%

Tabel 10 menunjukan bahwasannya secara

umum Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH) di

Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki dukungan

sosial yang tinggi (96-15) yaitu dengaan

presentase sebesar 67 persen (38 orang), sisanya

rendah (74-95) dengan presentase sebesar (19

orang). Hal ini terjadi karena PAH di Kabupaten

Cilacap mayoritas adalah ustadz, hafidz, dan

pengasuh pondok pesantren, sehingga secara tidak

langsung mereka dihormati dan disegani oleh

masyarakat.

Dukungan emosional pada PAH mayoritas

rendah (21-25) dengan presentase sebesar 58

persen yaitu 33 responden PAH. Sisanya memiliki

dukungan emosional yang tinggi (26-30) dengan

presentase sebesar 42 persen yaitu 24 reponden

PAH. Dukungan emosional pada PAH di

Kabupaten Cilacap mayoritas rendah dikarenakan

rasa empati antar rekan kerja masih kurang.

74

Dukungan penghargaan pada PAH di
Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (23-29)
dengan presentase sebesar 77 persen yaitu 44
reponden PAH. Sisanya memiliki dukungan
penghargaan yang rendah (16-22) dengan
presentase sebesar 23 persen yaitu 13 Penyuluh
PAH. Dukungan penghargaan pada PAH di
Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi karena adanya
dorongan untuk maju antar rekan kerja sebagai
penyuluh misalnya dengan meyakinkan satu sama
lain bahwasanya penyuluh mampu menjalankan
tugasnya. Kemudian mereka juga saling
menyemangati satu sama lain dengan saling
memberikan pujian.

Dukungan Instrumental pada PAH di
Kabupaten Cilacap mayoritas tinggi (24-29)
dengan presentase sebesar 75 persen yaitu 43
rersponden PAH. Sisanya rendah (18-23) dengan
presentase sebesar 25 persen yaitu 14 responden
PAH. Dukungan Instrumental mayoritas tinggi
karena PAH di Kabupaten Cilacap mendapatkan
bantuan secara langsung berupa tindakan misalnya
keluarga yang selalu meluangkan waktu dan rekan
kerja yang selalu meluangkan waktu untuk
berdiskusi ketika ada rekannya yang mendapatkan
kesulitan. Faktor lain yang membuat dukungan
instrumental PAH tinggi adalah tempat

75

penyuluhan yang memadai untuk keberlangsungan

kegiatan penyuluhan.

Dukungan Informatif pada PAH Kabupaten

Cilacap mayoritas rendah (18-24) dengan

presentase sebesar 61 persen yaitu 35 reponden

PAH. Sisanya tinggi (25-31) dengan presentase

sebesar 39% persen yaitu 22 responden PAH.

Dukungan informatif pada PAH di Kabupaten

Cilacap mayoritas rendah karena kurangnya

informasi atau petunjuk terkait penyuluhan,

misalnya tidak adanya gambar alur atau proses

penyuluhan di kantor.

2) Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF)

Tabel 11. Presentase dukungan sosial Penyuluh

Agama Islam Fungsional (PAIF).

Variabel dan Kategori Skor Frekuen Presentase
Sub dimensi Skor si

Dukungan Rendah 20-24 7 87,5%

Emosiona Tinggi 25-29 1 12,5%

Dukungan Rendah 18-21 1 12,5%

Penghargaan Tinggi 22-25 7 87,5%

Dukungan Rendah 21-25 6 75%

Instrumental Tinggi 26-30 2 25%

Dukungan Rendah 22-24 7 87,5%

Informasi Tinggi 25-27 1 12,5%

Total Rendah 90-97 6 75%
Tinggi 98-105 2 25%

Tabel 11 menunjukkan bahwasannya PAIF di

Kabupaten Cilacap mayoritas memiliki dukungan

sosial yang rendah (90-97) dengan presentase

76

sebesar 75 persen yaitu 6 responden PAIF. Sisanya
tinggi (98-105) dengan presentase sebesar 25
persen yaitu 2 reponden PAIF. Rendahnya
dukungan sosial pada PAIF terjadi karena setiap
kecamatan hanya memiliki satu atau dua PAIF,
sehingga PAIF merasa dukungan sosial dari rekan
kerjanya kurang. kemudian PAIF yang bertempat
di daerah pelosok seperti Kecamatan Kampung
Laut mengalami kendala sinyal, sehingga
penyuluh kurang bisa optimal dalam mendapatkan
informasi terkait kepenyuluhan.

Dukungan emosional pada PAIF di Kabupaten
Cilacap mayoritas rendah (20-24) dengan
presentase sebesar 87,5 persen yaitu 7 responden
PAIF. Sisanya tinggi (25-29) dengan presentase
sebesar 12,5 persen yaitu 1 responden PAIF.
Dukungan emosional mayoritas rendah karena
PAIF di Kabupaten Cilacap kurang mendapatkan
rasa empati dari pihak keluarga misalnya saja
keluarga tidak merasa sedih ketika melihat
penyuluh sedih. Kemudian empati antar rekan
kerja pun kurang dirasakan, misalnya saja ketika
ada rekan kerja yang sedang mengalami kesulitan,
mereka tidak berempati dengannya.

Dukungan penghargaan PAIF di Kabupaten
Cilacap mayoritas tinggi (22-25) yaitu dengan
presentase sebesar 87,5 persen yaitu 7 responden

77

PAIF. Sisanya rendah (18-21) dengan presentase
sebesar 12,5 persen yaitu 1 PAIF. Dukungan

penghargaan mayoritas tinggi karena PAIF
mendapatkan pujian dan semangat dari sesama
rekan kerja ketika sedang terpuruk. Kemudian
rekan kerja saling meyakinkan satu sama lain

bahwsannya penyuluh bisa menjalankan tugasnya.
Dukungan instrumental PAIF mayoritas
rendah (21-25) dengan presentase sebesar 75
persen yaitu 6 responden PAIF. Sisanya tinggi

(26-30) dengan presentase sebesar 25 persen yaitu
2 PAIF. Dukungan instrumental mayoritas rendah

pada PAIF karena kurangnya bantuan secara
langsung dari rekan kerja, misalnya saja ketika
kendaran salah satu penyuluh rusak, rekan kerja
yang lain tidak meminjamkan kendaraannya.
Dukungan informatif PAIF mayoritas rendah
(22-24) dengan presentase sebesar 87,5 persen
yaitu 7 responden PAIF. Sisanya tinggi (25-27)
dengan presentase sebesar 12,5 persen yaitu 1
PAIF. Dukungan informatif mayoritas rendah pada
PAIF karena intensitas konsultasi dengan atasan
kurang, sehingga penyuluh kurang mendapatkan
nasihat atau saran dari atasan ketika menghadapi
kendala dalam proses penyuluhan. kemudian
kurangnya informasi terkait alur atau proses

78

penyuluhan, misalnya tidak adanya gambar alur
atau proses penyuluhan di kantor.

Apabila dibandingkan dengan PAH, maka
PAH memiliki dukungan sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PAIF, temuan ini sesuai
dengan fakta di lapangan. PAH yang mayoritas
berasal dari tokoh agama menjadi lebih disegani
oleh masyarakat, yang mana secara tidak langsung
PAH mendapatkan dukungan penghargaan yang
tinggi dari masyarakat atau kelompok binaannya.
kemudian PAH juga memiliki rekan kerja sesama
penyuluh yang cukup banyak dalam satu
kecamatan, sehingga PAH bisa saling bertukar
fikiran, saling bertukar informasi, dan saling
berbagi keluh kesah dan pengalaman selama
menjalani penyuluhan. Selain itu PAH juga
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
terjun bermasyarakat, hal ini memberikan
kemudahan bagi PAH untuk mengetahui informasi
terkait permasalahan-permasalahan sosial yang
ada di masyarakat secara langsung.

Berbanding terbalik dengan PAH, PAIF
memiliki dukungan sosial yang rendah di
bandingkan PAH, temuan ini sesuai dengan fakta
lapangan. Rata-rata perkecamatan hanya memiliki
satu dan dua PAIF, hal ini mengakibatkan
kurangnya dukungan sosial antar rekan kerja.

79

Kemudian PAIF sering kali mengadakan kegiatan

Penyuluhan dikemas secara formal, seperti acara

seminar, penyuluhan-penyuluhan di balai desa

yang biasanya hanya di hadiri oleh ketua RT,

kemudian datang ke masjid atau mushola untuk

mengetahui jumlah tempat ibadah di tiap

kecamatan, dan lain sebagainya. Hal tersebut

mengakibatkan kurang dikenalnya PAIF oleh

masyarakat, sehingga dukungan sosial dari

masyarakat pun rendah, yang mana berdampak

juga pada kurangnya pengetahuan PAIF terhadap

problematika atau permasalahan-permasalahan

yang terjadi di masyarakat.

c. Motivasi (Y)

1) Penyuluh Agama Islam Honorer (PAH)

Tabel 12. Presentase motivasi Penyuluh Agama

Islam Honorer (PAH).

Variabel dan Kategori Skor Frekue Presentase
Sub dimensi Skor nsi

Motif Rendah 32-38 30 53%
Tinggi 39-45 27 47%

Harapan Rendah 34-41 31 54%
Tinggi 42-49 26 46%

Insentif Rendah 9-18 27 47%
Tinggi 19-28 30 53%

Total Rendah 85-100 35 61%
Tinggi 101-216 22 39%

Tabel 12 menunjukan bahwasannya motivasi

PAH di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (85-

80

100) dengan presentase sebesar 61 persen yaitu 35
responden PAH. Sisanya tinggi (101-2016) dengan
presentase sebesar 39 persen yaitu 22 responden
PAH. Motivasi rendah pada PAH di Kabupaten
Cilacap disebabkan oleh gaji atau upah yang
rendah dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari
penyuluh.

Dimensi motif pada PAH mayoritas rendah
(32-38) dengan presentase sebesar 53 persen yaitu
30 responden PAH. Sisanya tinggi (39-45) dengan
presentasi sebesar 47 persen yaitu 27 responden
PAH. Rendahnya motif pada PAH disebabkan
karena gaji yang diterima penyuluh tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan gaji
tersebut tidak sesuai dengan beban kerja sebagai
penyuluh.

Dimensi harapan pada PAH di Kabupaten
Cilacap mayoritas rendah (34-41) dengan
presentase sebesar 54 persen yaitu 31 responden
PAH. Sisanya tinggi (42-49) dengan presentase
sebesar 46 persen yaitu 26 responden PAH.
Dimensi harapan pada PAH di Kabupaten Cilacap
rendah karena kurangnya kesempatan
mengembangkan karir misalnya seperti penyuluh
tidak memiliki kesempatan untuk naik jabatan.
Kemudian kurangnya kemampuan pada penyuluh
dalam memberi sikap simpatik misalnya penyuluh

81

kurang merasakan apa yang dirasakan oleh sasaran

penyuluhan.

Dimensi insentif pada PAH di Kabupaten

Cilacap mayorita tinggi (19-28) dengan presentase

sebesar 53 persen yaitu 30 responden PAH.

Sisanya rendah (9-18) dengan presentase sebesar

47 persen yaitu 27 responden PAH. Dimensi

insentif pada PAH tinggi karena ketika penyuluh

bekerja dan bertanggung jawab dengan tidak

mengharapkan imbalan. Kemudian penyuluh juga

memiliki kesempatan untuk dipromosikan.

2) Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF)

Tabel 13. Presentase motivasi Penyuluh Agama

Islam Fungsional (PAIF).

Variabel dan Kategori Skor Frekue Presentase
Sub dimensi Skor nsi

Motif Rendah 40-43 6 75%
Tinggi 44-47 2 25%

Harapan Rendah 39-43 6 75%
Tinggi 44-48 2 25%

Insentif Rendah 13-19 2 25%
Tinggi 20-26 6 75%

Total Rendah 99-108 6 75%
Tinggi 109-118 2 25%

Tabel 13 menunjukan bahwasannya motivasi

PAIF di Kabupaten Cilacap mayoritas rendah (99-

108) dengan presentase sebesar 75 persen yaitu 6

responden PAIF. Sisanya tinggi (109-118) dengan

presentase sebesar 25 persen yaitu 2 responden

82

PAIF. Motivasi rendah pada PAIF di Kabupaten
Cilacap disebabkan oleh tidak adanya tunjangan
selama bekerja menjadi penyuluh.

Dimensi motif pada PAIF di Kabupaten
Cilacap mayoritas rendah (40-43) dengan
presentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden
PAIF. Sisanya tinggi (44-47) dengan presentase
sebesar 25 persen yaitu 2 responden PAIF.
Dimensi motif rendah pada PAIF di Kabupaten
Cilacap dikarenakan penyuluh merasa kurang
fokus ketika diawasi oleh atasannya.

Dimensi harapan pada PAIF di Kabupaten
Cilacap mayoritas rendah (39-43) dengan
presentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden
PAIF. Sisanya tinggi (44-48) dengan presentase
sebesar 25 persen yaitu 2 responden PAIF.
Dimensi harapan pada PAIF rendah karena
penyuluh kurang mampu memberikan sikap
simpatik misalnya peyuluh kurang berusaha
merasakan masalah yang dihadapi oleh rekan
kerjanya. Kemudian posisi jabatan penyuluh,
kurang sesuai dengan kemampuannya.

Dimensi insentif pada PAIF di Kabupaten
Cilacap mayoritas tinggi (20-26) dengan
presentase sebesar 75 persen yaitu 6 responden
PAIF. Sisanya rendah (13-19) dengan presentase
sebesar 25 persen yaitu 2 responden Penyuluh

83

Agama Islam Fungsional. Dimensi insentif pada

Penyuluh Agama Islam Fungsional tinggi karena

penyuluh bekerja dan bertanggung jawab dengan

tidak mengharapkan imbalan dan penyuluh lebih

bersemangat ketika mendapatkan tunjangan.

Apabila dibandingkan dengan PAH, maka

PAIF sedikit lebih banyak memiliki motivasi yang

rendah. Artinya motivasi PAH lebih tinggi

dibandingkan dengan PAIF. Temuan ini memberi

makna bahwa PAH di Kabupaten Cilacap yang

hampir semua berasal dari tokoh agama seperti

ustadz, hafidz, dan pengasuh pondok pesantren

memiliki kesadaran agama yang tinggi, sehingga

PAH memiliki motif selain materi, yang mana

dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

penyuluh agama, PAH menganggap tugas tersebut

sebagai salah satu bentuk berdakwah dan

beribadah kepada Allah SWT.

2. Uji Korelasi Rank Spearman

a. Hubungan Karakteristik (X1) dengan Motivasi (Y)

Tabel 14. Nilai Koefisien Korelasi antara

Karakteristik dengan Motivasi

Karakteristik Penyuluh Motivasi
Agama Islam
Rs Sig.(2 tailed)
Usia
Jenis Kelamin -.143 .255
Tingkat Pendidikan
Masa Kerja .018 .886

.027 .834

-.116 .359

84

Karakteristik Penyuluh Motivasi

Agama Islam Rs Sig.(2 tailed)

Kelompok Binaan .092 .466

Total -.010 .934

Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Rank

Spearman menggunakan SPSS 20 yang terlihat pada

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

negatif yang sangat lemah dan tidak signifikan antara

karakterisik dengan motivasi.

Pada karakteristik Penyuluh Agama Islam

diperoleh angka koefisien korelasi sebesar -.010

artinya, tingkat keeratan hubungan (korelasi) antara

variabel karakteristik dengan variabel motivasi adalah

sangat lemah. Kemudian terdapat angka koefisien

korelasi yang bernilai negatif yaitu -.010 sehingga

arah hubungan antara karakteristik dengan motivasi

bersifat tidak searah. Artinya jika karaktirestik

Penyuluh Agama Islam naik, maka motivasi tidak

akan ikut naik. Lalu terdapat nilai signifikansi atau

Sig.(2-tailed) sebesar .934, karena nilai Sig. (2-tailed)

0.934 > 0.05, maka artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara variabel karakteristik dengan

variabel motivasi.

Karakteristik Penyuluh Agama Islam berhubungan

negatif dan tidak signifikan dengan motivasi, dengan

tingkat keeratan sangat lemah. Hasil tersebut tidak

sejalan dengan penelitian Sukanata (2015) yang

85

menyatakan bahwa karakteristik mempunyai
hubungan yang nyata dengan motivasi.

Karakteristik Penyuluh Agama Islam berdasarkan
usia diperoleh angka koefisien korelasi sebesar -.143.
Artinya, tingkat keeratan hubungan (korelasi) antara
usia dengan variabel motivasi adalah atau sangat
lemah. Kemudian terdapat angka koefisien korelasi
yang bernilai negatif yaitu -.143 sehingga terdapat
hubungan antara usia dengan motivasi yang bersifat
tidak searah. Artinya jika usia naik, maka motivasi
tidak akan ikut naik. Lalu terdapat nilai signifikansi
atau Sig. (2-tailed) sebesar .255, karena nilai Sig. (2-
tailed) 0.255 > 0.05, maka artinya hubungan antara
usia dengan motivasi tidak signifikan.

Karaktistik usia berhubungan negatif dan tidak
signifikan dengan motivasi, dengan tingkat keeratan
sangat lemah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
Roatib (2007) yang menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan
motivasi. Kemudian tidak sejalan dengan Mutia
(2015) yang menyatakan bahwa usia atau umur
memiliki hubungan positif dengan motivasi tenaga
kerja. kemudian tidak sejalan juga dengan penelitian
Susanti (2013) yang menyatakan bahwa usia
berhubungan dan berpengaruh terhadap motivasi.

Karakteristik Penyuluh Agama Islam berdasarkan
jenis kelamin diperoleh angka koefisien korelasi

86

sebesar .018. Artinya, tingkat keeratan hubungan
(korelasi) antara jenis kelamin dengan variabel
motivasi adalah sangat lemah. Kemudian terdapat
angka koefisien korelasi yang bernilai positif yaitu
.018 sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan motivasi yang bersifat searah. Artinya jenis
kelamin laki-laki ataupun perempuan berhubungan
dengan motivasi. Lalu terdapat nilai signifikansi atau
Sig. (2-tailed) sebesar .886, karena nilai Sig. (2-tailed)
0.886 > 0.05, maka artinya hubungan antara jenis
kelamin dengan motivasi tidak signifikan.

Jenis kelamin berhubungan positif dan tidak
signifikan dengan motivasi Penyuluh Agama Islam,
dengan tingkat keeratan sangat lemah. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian Mutia (2015) yang
menyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin nyaris
tidak memiliki hubungan dengan motivasi tenaga
kerja. kemudian sejalan juga dengan penelitin Susanti
(2013) yang menyatakan bahwa karakteristik (jenis
kelamin) tidak berhubungan secara signifikan dengan
motivasi. Selain itu hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan Robbins & Judge (2001) yang menjelaskan
bahwa laki-laki lebih agresif dan lebih besar
kemungkinan dalam memiliki pengharapan dan
motivasi untuk sukses, sehingga laki-laki lebih baik
kinerjanya dibandingkan perempuan.


Click to View FlipBook Version