37 Profil Penulis Shintia Anggraeni, biasa dipanggil Shintia. Lahir dari Ibu Sugiyarti dan Bapak Tualip. Putri kedua dari dua bersaudara lahir di Kabupaten Semarang pada tanggal 12 Desember 2008. Saat ini bersekolah di SMP Negeri 5 Ambarawa kelas VIII. Penulis dapat dihubungi melalui laman media sosial instagram dengan nama shintiaa251, email: [email protected] atau +62 856-0008- 8178
38 Bahagiaku dengan Berlibur Oleh : Linda Dwiyanti
39 etika libur sekolah tiba, keluargaku berencana pergi ke Pantai Krakal. Pilihan jatuh pada hari Rabu, tepat pukul 06.00 WIB kami meluncur. Lengkaplah kami sekeluarga berlibur, kedua orang tuaku, kakak perempuan dengan putri kecilnya sedangkan abangku bersama pacarnya. Sstt... aku sendiri yang jomblo lho. "Ach kok nggak sampai ya Mah?" kataku, "Ya sabar, paling bentar lagi. Nih udach masuk Jogjakarta," jawab Mama Tuti. Tak terasa kami hampir sampai di Pantai Krakal, namun sebelumnya kami singgah terlebih dahulu di Pantai Baron. Selain ingin mengetahui keelokannya, kami melepas kepenatan walaupun sebentar. "Capek ya Kak?" tanyaku. "Lumayan pegel nih, tiga jam setengah duduk pantat jadi tepos," Kak Rina. Begitu sampai parkiran, Kakak buru-buru ke toilet maklum gadis kecilnya sudah merengek sejak tadi. Sedangkan yang lain sudah tak ketahuan rimbanya. Di sinipun kami hanya sejenak, tak lama kemudian bersiap melanjutkan perjalanan. "Nggak bagus tempatnya ya, lanjut aja," pintaku pada Ayah. K
40 "Bener nih, nggak nyesel?" kata Ayah sambil tersenyum. "Nggak," serempak kami menjawab, Hampir satu jam waktu yang ditempuh untuk bertemu dengan Pantai Krakal dari Pantai Baron. Saat itu keadaan pantai sedang surut sehingga banyak sekali terlihat binatang laut. Seperti bintang, buluh babi, dan ikan kecil. Pukul 13.00 sampailah kami di Pantai Krakal. Aku langsung menuju ke pantai, deru ombak membuatku tergelitik untuk secepatnya berfoto ria bersama keluarga. Tak lama kemudian waktu sudah menginjak sore hari. Ayah sudah memintaku untuk menghentikan aktivitas bermain air. Rasanya aku belum puas, tak sebanding dengan perjalanan yang kami tempuh. Akhirnya pukul 19.00 kami beranjak pulang, “Dik, nggak lupa pesanan dari Nina?” kata Ayah. “Oh iya, sebentar Yah,” kataku pada Ayah. Segera kuambil ember kecil dari mobil, kemudian kuisi dengan pasir laut. Nina, tetanggaku ingin mengisi akuarium dengan pasir laut. Kebetulan ia mendengar kalau aku akan pergi ke pantai jadilah pasir laut sebagai oleh-olehnya.
41 Lima jam waktu tempuh kami pulang. Lamanya perjalanan tak kurasakan karena aku tidur nyenyak, maklum lelah di mobil membuatku berat untuk membuka mata. Bahagia tak perlu dengan kemewahan, dengan bepergian bersama keluarga sudah memberikan kenangan yang berarti bagiku. ***
42 Profil Penulis Linda Dwiyanti atau sering dipanggil Linda, putri dari Ibu Sri Rahayu dan Bapak Paidi. Anak bungsu dari dua bersaudara ini dilahirkan di Kabupaten Semarang, 7 Nopember 2008. Saat ini bersama orang tuanya bertempat tinggal di Desa Asinan, Dusun Ba'an RT 2B/RW 3 Ambarawa, Kabupaten Semarang. SMPN 5 Ambarawa menjadi tempat menimba ilmu. Bila menghubungi penulis di nomor 087814942364, IG: @cutie.mylinda atau email: [email protected]
43 Wisata Taman Bunga Celosia Oleh: Hanny Sabrina Biyandari abupaten Semarang memiliki destinasi wisata yang beraneka ragam. Salah satunya adalah KTaman Wisata Celosia. Sesuai dengan
44 namanya maka taman ini menyuguhkan beraneka ragam bunga. Tentunya dalam benak kalian hanyalah tempat yang luas dengan dibumbui bermacammacam bunga. Ternyata sesudah memasuki lokasi berbeda jauh dengan harapan. Setiap pengunjung yang datang pastilah akan kembali lagi. Ya... tak hanya dengan aneka bunga namun juga berbagai tempat menarik di dalamnya. Kolam renang, lorong tanpa batas, dan sebagainya. Tertarik ke sana? Mudah kok, lokasi yang tentunya tak sulit menemukannya. Bila berkendara pribadi akan lebih leluasa masuk di area. Andaikata berkunjung rombongan dengan bus maka tersedia tempat parkir di bawah dekat gapura sebelum memasuki jalan ke tempat yang dituju. Selanjutnya berganti dengan Suttle Wisata yang siap mengantar. Letak Taman Bunga Celosia berada di sebelah kiri jalan raya, sebelum di tempat yang sekarang, taman ini tak jauh dengan yang lama. Mungkin investor berpikir untuk ke depannya lebih luas, sehingga mencari tempat yang tidak terlalu jauh dari yang lama.
45 Tempat wisata ini dapat juga dijadikan sebagai outing class. Dahulu SMPN 5 Ambarawa kelas VII pernah mempraktikkan cara menanam bunga di lokasi tersebut. Karena lahan yang luas sehingga 5 kelas atau 160 siswa dapat belajar secara menyenangkan. Diawali dari praktik memilih bibit bunga yang baik, mengolah tanah dan kompos agar menjadi tanah yang subur, menanam bunga pilihan di tempat yang sudah disediakan serta memberikan tanah kompos sesuai dengan ukuran yang tepat, cara tepat saat memberikan air agar bunga yang ditanam tidak cepat busuk atau mati karena kekurangan air. Tempat Taman Bunga Celosia yang baru ini luasnya beberapa kali lipat dengan luas taman yang lama. Sehingga berbagai jenis wisata tersedia. Little Korea, tempat ini menyediakan foto booth, sewa hanbook, sablon kaos, serta jasa foto. Kolam renang yang lumayan besar, dapat di jadikan sebagai tempat kegiatan seperti pernikahan, pertunangan maupun kegiatan lain. Taman bermain dengan berbagai permainan anak-anak seperti otopet, ontang-anting, istana balon, trampolin, area sepatu roda. Taman
46 Domba, edukasi bagi pengunjung yang tertarik dengan hewan domba. Di taman inipun pengunjung yang memiliki hobi fotografi dimanjakan dengan arena Museum Selfie. Tempat dengan banyak aneka spot untuk berselfi ria. Candy land, Aquarium Magic, Lorong Tanpa Batas, dan Rumah Terbalik. Lorong Tanpa Batas ruang berbentuk persegi yang sekelilingnya terdiri dari kaca namun pengunjung tak perlu khawatir sebelum memasuki arena tersebut, sang CS memberikan sepatu khusus guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Di Museum inilah sang fotografer dapat menumpahkan ekspresinya dalam bermain kameranya. Tertarik ke Celosia? Datang saja sejak pagi pasti akan terpuaskan dengan pesona yang ada. Taman inipun juga dilengkapi dengan cafe dan musholla jadi semua tersedia. Yuk, ke Taman Bunga Celosia.
47 Profil Penulis Hanny Sabrina Biyandari biasa dipanggil Hanny. Putri satusatunya dari seorang ibu bernama Latina dan ayah Wagiman. Dilahirkan di Sragen pada tanggal 25 Januari tahun 2009. Bertempat tinggal di Perumahan Ambarawa Asri Diamon 1 No 464, RT 12/RW 12 Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Saat ini duduk di kelas 8 SMPN 5 Ambarawa, penulis dapat dihubungi melalui WA: 081235797408, IG:@hhannyssa, atau email: [email protected]
48 Kalah dan Menang? Itu Sudah Biasa Oleh: Husnuzon Khoirifan Soprayitno ulan Agustus adalah bulan yang penuh kemenangan bagi Negara RI. Suasana riang memenuhi lapangan SMPN 5 Ambarawa. Yah... B beberpa hari ini sekolah mengadakan berbagai lomba.
49 Bagi guru dan murid suasana kemeriahan tercipta dengan beraneka ragam lomba, antara lain menari, esport, makan kerupuk, futsal, pecah air, mengambil kelereng dengan sumpit dan lomba lainnya. Keriuhan ini didukung oleh segenap keluarga SMPN 5 Ambarawa. Saat setiap kelas menampilkan hasil yang terbaik, maka gemuruh tepukan tangan dari supporter terus membahana. Jangan ditanya tak ada yang menganggap sebagai sebuah persaingan tetapi kekompakan dan kerjasama yang terlihat. Bagaimana dengan yang kalah? Kami merasa semua menjadi pemenangnya. Karena menunjukkan hasil kerja keras secara maksimal. Dengan adanya lomba rasa sportivitas terbentuk. Termasuk kelasku, 7E. Saat kelasku bertanding futsal dengan kelas 9C, kekalahan berpihak pada kelas 7E, walaupun kami semua sudah memberikan semangat pada temanteman tetapi kalah juga. Sedihkah kami? Tidak, bagi kami kalah dan menang adalah biasa. Karena kegiatan ini bersifat permainan serta menunjukkan hobi dan bakat kami. Tetap semangat teman-teman. Kalian pasti menang. ***
50 Profil Penulis Husnuzon Khoirifan Soprayitno nama yang diberikan oleh Ibu Minarti dan Ayah Untung Suprayitno. Putri bungsu dari dua bersaudara ini dilahirkan di Tangerang tanggal 14 Mei 2009. Saat ini bertempat tinggal di Katang RT 01/RW 07, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Husnuzon dapat dihubungi di email [email protected] atau Instagram: husnuzonhusiii dan WA: 08 895-3933-56077
51 Riuhnya Desaku Oleh: Husnuzon Khoirifan Soprayitno egap gempita kemerdekaan tahun ini dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Semua orang antusias untuk menonton bahkan mengikuti kegiatan karnaval. Pawai menyambut terbebasnya dari penjajahan. Banyak G
52 sekali yang mengikutinya. Tak hanya sekolah bahkan di desapun tak mau ketinggalan. Di kampungku kehebohan juga terjadi. Saat itu tempatku mengeluarkan drama bertema rawa pening serta membuat ondel-ondel, kapal dan sebagainya. Proses pembuatan naga dan kapal membutuhkan waktu satu hingga dua minggu lamanya. Sedangkan untuk latihan ketika membawa naga memerlukan tiga hari berlatih. Tak mudah untuk mempersiapkan semuanya. Bahkan perbedaan kecil terjadi saat menentukan arah dari naga tersebut. Pemilihan sosok yang tepat untuk menjadi ibu dari Baru Klinting serta para remaja yang secara sukarela ikut dalam kelompok reog. Kerikil kecil ini dapat terlewati dengan kekompakan, jelang pelaksanaan karnaval naga, kapal dan ondel-ondel dibawa ke lapangan Pangsar untuk ditampilkan di depan panitia. ***
53 Profil Penulis Husnuzon Khoirifan Soprayitno, nama yang diberikan oleh Ibu Minarti dan Ayah Untung Suprayitno. Putri bungsu dari dua bersaudara ini dilahirkan di Tangerang tanggal 14 Mei 2009. Saat ini bertempat tinggal di Katang RT 01/RW 07, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Husnuzon dapat dihubungi di email: [email protected] atau Instagram: husnuzonhusiii dan WA: 08 895-3933-56077
54 Baju Bodho, Baju Karnavalku Oleh: Ulfatullaily Alifa Mareta etiap bulan Agustus pastilah diadakan kegiatan lomba dan karnaval. Dua tahun yang lalu kegiatan ini tidak boleh dilaksanakan karena datangnya gelombang Covid-19. Keadaan yang S
55 memaksa seluruh rakyat harus berhati-hati. Maka dari itu Pemerintah melarang kegiatan yang mengumpulkan orang banyak. Praktis selama dua tahun suasana sepi bagaikan kota hantu. Tahun 2022 pemerintah membuka secara lebar kegiatan masyarakat dengan catatan protokol kesehatan tetap berlaku guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Himbauan dari pemerintah membuat seluruh rakyat bergembira. Dan bulan Agustus ini seolah menyambut kebahagiaan yang dirasakan kita semua. Kemeriahan kemerdekaan tahun 2022 seolah menyambut kemenangan negara juga kebebasan dari belenggu Covid-19. Di kotaku yaitu Ambarawa mengadakan kembali karnaval yang dipusatkan di lapangan Pangsar. SMP Negeri 5 Ambarawa ikut serta dalam kegiatan karnaval. Aku sebagai seorang siswa didalamnya ikut juga meramaikan. Sebagai bentuk partisipasi aku menggunakan baju bodho, baju adat dari Sulawesi Selatan. [Nanti berangkat jam berapa?] tanyaku pada Naomi melalui WhatsApp.
56 [Jam 09.00 ya] jawabnya, [Ok...kutunggu di dekat Telkom aja] Sebelum bertemu Naomi, sahabatku, Aku ke salon untuk dirias dan menggunakan baju bodho. Rasanya senang sekali karena sudah lama tak dirias. Cantik pastinya ya? He... Selesai dari salon segera aku meluncur menemui sahabatku. Disana kami berkumpul bersama teman lainnya. Tak berapa lama kelompok SMP Negeri 5 Ambarawa mendapatkan giliran untuk tampil di depan Bupati. Aku yang termasuk dalam barisan pakaian adat merasa senang. Bersama teman lain kutunjukkan jenis baju pada penonton. Sepanjang jalan wajahku selalu tersenyum. Agar tak lelah karena berjalan jauh sendau gurau senantiasa mengiringi. Akhirnya finishpun terlihat. Lelah? Pastilah, tetapi semua terkubur karena rasa senang. ***
57 Profil Penulis Ulfatullaily Alifa Mareta atau sering dipanggil Ulfa. Lahir di Kab. Semarang, 25 Maret 2010 dari Ibu Novyana dan ayah Eko Prasetyo. Sulung dari tiga bersaudara ini bertempat tinggal di Katang RT02/RW07 Ambarawa. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected], Instagram ulfa.mareta.54 dan WA: 089608463600.
58 Lelah? Oleh: Naomi Chiquita Kanigara amaku Naomi, pengalamanku mengikuti karnaval banyak sekali senang dan lelah. Senangku karena untuk pertama kali aku bersama teman dari kelas lain tergabung dalam satu barisan pawai. Di sisi lain juga melelahkan, aku yang N
59 belum terbiasa berjalan jauh merasa tersiksa sekali apalagi matahari berada di atasku. Dengan baju yang kukenakan membuat rasa gerah, ingin rasanya berada di tempat yang teduh atau di rumah untuk bersegera ke kamar mandi. Perjalanan karnaval ini dimulai dari lapangan Pangsar dan berakhir di Polsek Ambarawa. Peserta karnaval banyak sekali. Aku bersyukur karena sekolahku, SMP Negeri 5 Ambarawa berada diurutan ke dua sesudah SMP Negeri 6 Ambarawa. Setelah menunggu hampir dua jam kini giliran sekolahku tampil di depan Bupati. Perjalanan yang menurutku belum terlalu panas sehingga tak membuat letih. Dari pangsar ke RSUD menuju rel kereta api Kupang Sari hingga Alun-Alun Tambak Boyo. Sepanjang jalan aku bertemu dengan teman-teman saat duduk di bangku sekolah dasar. Begitu juga dengan saudaraku yang lain. “Naomi,” seru Nita, teman kecilku. “Nduk, bawa minum!” teriak Bude. “Nggih,” jawabku. Senang? Tentu saja, walaupun titik keringat mengucur namun aku senang sekali. Hingga tak
60 terasa sampailah di Polsek Ambarawa, tempat finish. Mataku berbinar membayangkan selesai sudah jalanku. Selanjutnya istirahat dan makan bersama sebagai penutupnya. ***
61 Profil Penulis Naomi Chiquita Kanigara atau sering dipanggil Naomi. Lahir dari Ibu Lina Astuti dan Ayah Doni Mulyanto, pada 28 april 2010 di Ambarawa, Kab. Semarang. Putri sulung dari dua bersaudara ini tinggal di Asinan Ba'an RT 02/RW 03, Bawen. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau Instagram: loisputri9/Lina_loise atau WA: 085800643511
62 Kelompokku, Kotak Suara Oleh: Jevina Emeralda Prasasti allo... saat ini aku duduk di bangku kelas 7. Pelajaran yang kuhadapi berbeda dengan Hsebelumnya karena kami semua menjalankan
63 Kurikulum Merdeka. Kurikulum yang dicanangkan oleh Pemerintah. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan adalah membuat projek. Kali ini tugas projek yang akan kami buat antara lain membuat bilik suara dan kotak suara untuk pemilihan ketua OSIS. Kelompokku terdiri dari sepuluh orang, kami membagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok memiliki penanggung jawab sendiri. Kebetulan kelompokku membuat kotak suara. Sebelum memulai pembuatan kotak suara, guru memberikan soal terlebih dahulu. Ada tiga pertanyaan, yaitu 1) mengukur panjang, 2) mengukur lebar, dan 3) mengukur tinggi kardus. Guru menerangkan cara membuat bilik suara secara sederhana. Setelah kami memahami, aku berselancar di dunia maya untuk mencari model bilik suara dan penghiasannya. Sedangkan teman yang lain mempersiapkan alat dan bahan yang kami butuhkan. Setelah semua tersedia mulailah kami mengukur panjang dan lebar serta tinggi kardus sesuai dengan permintaan. Berlima kami bekerja bersama. Mulai dari menyambung kardus dengan menggunakan isolasi besar, mengukur panjangnya kemudian memotong.
64 Ketika beberapa kardus selesai dipotong, maka satu persatu di sambung menjadi sebuah kotak besar tanpa penutup. Dua orang teman kami bekerja membuat penutup kotak agar seluruh kotak menjadi tertutup. Tiba-tiba Dion berkata, “Rahma ... yang atas dibuat lubang ya, berbentuk persegi saja.” “Ya... siap!” Rahma mengambil pisau cutter dan penggaris serta pensil. Ia mulai membuat bentuk persegi panjang di tengah-tengah kardus penutup. Tak lama kemudian Vina juga membantu memotong dengan cutter. Setelah selesai memotong maka jadilah bentuk kotak dengan tengah-tengah berlubang. Aku dan Rere kemudian melapisi dengan kertas coklat agar terlihat rapi. Hampir empat jam kami berlima bekerja keras saling bekerja sama membuat kotak suara. Tak ada iri dengan pekerjaan kami, namun kami semua diajarkan untuk saling membantu agar pekerjaan cepat selesai. Sampai di sini dulu ya teman, akan kulanjutkan ceritaku saat membuat projek lain. ***
65 Profil Penulis Jevina Emeralda Prasasti atau Jevina dilahirkan tanggal 30 april 2010 dari Ibu Etty Sutriswati dan Ayah Djon Suharno. Putri bungsu dari 4 bersaudara bersekolah di SMPN 5 Ambarawa kelas VII. Saat ini tinggal di Berokan Bawen RT 1/ RW 6, Bawen, Kab. Semarang. Penulis dapat dihubungi melalui WA: 081225432249, IG: @jvinaepp.
66 Gembira? Pastinya Oleh: Jevina Emeralda Prasasti allo teman-teman... kenalkan namaku Jevina Emeralda Prasasti, aku biasa dipanggil Jevina. Saat ini aku baru duduk di kelas 7. Dua tahun lamanya aku bersekolah secara daring. Kini aku bebas bertemu dengan teman dan belajar seperti sediakala. H
67 Kali ini akan kuceritakan kegiatan di sekolahku dalam rangka menyambut hari kemerdekaan. Selasa, 9 Agustus 2022 berbagai lomba hiburan siap untuk dilakukan. Lomba makan kerupuk, lomba pecah air, lomba memindahkan kelereng menggunakan sumpit, lomba memasukkan pensil kedalam botol, lomba joget, dan lomba balap karung. Sebelumnya Pak Rio, guru olah ragaku mengumumkan untuk menggunakan baju olah raga. Tujuan pemakaian baju tersebut agar tidak gerah serta kami dapat bergerak secara leluasa. Satu per satu lomba dimulai. Kelucuan terjadi ketika lomba balap karung. Peserta yang menggunakan helm dan karung dengan semangat empat lima berusaha mencapai finish dengan cara berguling maupun melompat. Begitu juga dengan lomba super heboh yaitu lomba joget. Sampai baju yang kukenakan basah kuyup. Seluruh siswa diwajibkan untuk berada di lapangan dan harus berjoget sesuai dengan iringan yang sudah disiapkan oleh panitia. Kegembiraan terjadi saat terdengar lagu namun terdapat siswa yang diam saja, maka siswa lainpun menyiramkan
68 balon air agar ia mau berjoget. Pada intinya semua wajib bergerak. Kegembiraan kami tak terbatas dan rasanya tak ingin diakhiri namun suara azan salat Zuhur terdengar sehingga membuat kami terpaksa menghentikan kegiatan ini. Selanjutnya kami pulang dengan basah kuyup karena terkena siraman air dari teman-teman. Hari ini kuisi kemerdekaan dengan keceriaan semoga Indonesia tetap jaya. ***
69 Profil Penulis Jevina Emeralda Prasasti atau Jevina dilahirkan tanggal 30 april 2010 dari Ibu Etty Sutriswati dan Ayah Djon Suharno. Putri bungsu dari 4 bersaudara bersekolah di SMPN 5 Ambarawa kelas VII. Saat ini tinggal di Berokan Bawen RT 1/ RW 6, Bawen, Kab. Semarang. Penulis dapat dihubungi melalui WA: 081225432249, IG: @jvinaepp.
70 Hidup Penuh Akan Liku-Liku Oleh: Adhwa Jingga Media Panambah idup itu tak seindah impian. Penuh dengan liku yang tajam dan berkerikil membuat siapa saja yang melewati akan menjadi kuat dan tegar. Tetapi pada kenyataannya tak sesuai H
71 harapan. Seperti hati yang diciptakan oleh Yang Maha Agung. Terbuat dari kaca berlian yang sangat berharga, bila jatuh maka akan pecah berkepingkeping. Tak bisa ditautkan walau beribu kali, andaipun bisa terbentuk pastinya tidak sempurna. Begitu juga dengan hatiku. Saat aku menaruh hati padamu adalah ketika duduk di bangku kelas yang sama. Kau dekati dan menjagaku serta menunjukkan bahwa cinta itu indah. Awalnya yang tak mempercayai adanya cinta, namun seiring berjalannya waktu aku mengenalnya. Pertama kali kita saling bertukar kontak, aku ingat sekali. Kau berikan rasa bahagia dalam hidupku yang selama ini kurasakan kelam, sedih, dan sendiri. Engkaulah tempatku bersandar saat lelah menghampiri, kupikir dirimu adalah yang terbaik untukku, jadilah aku bersikukuh mempertahankanmu walau tak sedikit orang melarangku. Namun demi cinta dan sayang semua hanyalah angin lalu. Seiring waktu berlalu dengan datangnya berbagai cobaan tak kusangka engkau menyatakan lelah dengan hubungan kita. Hatiku terasa hancur dan teriris. Kondisi keluarga yang sudah membaik
72 berkatmu dan aku mampu melewati segala ujian tak kukira semua hancur dalam sekejap. “Tuhan tak adil,” jeritku dalam doa. “Seharusnya Engkau berikan jodoh yang menjagaku dunia dan akhirat, bukan seperti ini.” Bening air mata turun perlahan. “Namun aku tetap bersyukur pada-Mu, telah kau berikan orang yang sebaik dia, menjagaku saat terhempas. Walau sesaat telah memberikan warna dalam hidupku, aku tetap bersyukur,” bisik hatiku. Masih terbayang dalam benakku, saat kau tunjukkan cara menikmati kehidupan dengan bahagia dan senyuman. Kau kuatkan hatiku ketika keluargaku berada di titik terlemah. Aku berdoa bila suatu saat Tuhan memberikanku jodoh seperti dirimu, kan kujaga dengan sepenuh hati. Tak akan kusia-siakan kesempatan yang sudah Tuhan berikan padaku karena kesempatan tak akan datang dua kali. Cinta bagai dua mata sisi dengan rasa sakit, walaupun hatiku lara kau tinggalkan tapi aku masih menjaga semuanya, aneh bukan? Tapi itulah sebuah kebenaran.
73 Saat ini aku akan fokus membahagiakan orang tua yang sudah berkorban untukku. Hidup memang penuh dengan liku-liku, itulah seninya dunia agar kita semua kuat dan kokoh dalam mengarungi segala rintangan. ***
74 Profil Penulis Adhwa Jingga Media Panambah, nama yang diberikan oleh seorang ibu, Dewi Kartika Sari dan ayah, Akhmad Shafuan. Penulis dilahirkan di Semarang 7 Desember 2007. Anak ke empat dari lima bersaudara ini bertempat tinggal di Ambarawa. Saat ini menduduki kelas IX di SMP Negeri 5 Ambarawa. Penulis dapat dihubungi melalui WA: 0896-0850-3010 atau email: [email protected].
75 Axel, Sang Koki Oleh: Qanita Zahra Maheswari ada suatu ketika di Elvenmore, terjadi peperangan besar di antara ras Elf dan Iblis Alegia, Kerajaan milik para Elf dengan susah payah melawan Kerajaan Damon, kerajaan para iblis.Kekuatan kerajaan Damon yang terlalu kuat P
76 ditambah lagi dengan jumlah prajurit mereka yang sangat banyak membuat Kerajaan Alegia kewalahan. Di saat Kerajaan Alegia hampir musnah ditangan para Iblis, seorang penyihir misterius muncul ditengah peperangan, dengan berani membantu para Elf melawan Kerajaan Damon. Sang penyihir mengangkat tongkat sihirnya, cahaya bulan yang sangat terang menghilangkan kegelapan milik para Iblis. Dan akhirnya, kerajaan Alegia menang berkat bantuan sang penyihir. Sang penyihir diberi penghargaan oleh Ratu Alice, pemimpin kerajaan Alegia. Sang penyihir kini tinggal di kastil pemberian Ratu Alice di dalam hutan. Dan penyihir itu adalah... Aku. Perkenalkan, namaku adalah Ryuu. Sebenarnya aku tidak ingin mendapatkan penghargaan berupa kastil besar seperti ini, tapi… ya sudahlah. Setidaknya aku bisa menjalani hidup dengan damai di sini. Aku menghela napas. Suara kehidupan yang terdengar dari kastil hanyalah suara napasku, diikuti dengan suara api unggun di perapian yang kunyalakan.
77 Kastil ini terlalu besar untuk kutinggali sendirian, inilah alasan yang sebenarnya. Penyihir perkasa yang kesepian terdengar menyedihkan. Aku sudah mencoba berbaur dengan para penduduk desa, namun... Flashback “Halo! Bolehkah aku ikut berbincang dengan kalian? Aku bisa merekomendasikan beberapa buku mantra yang menarik untuk dibaca loh!“ tanyaku kepada siswa-siswa Menara Matahari (tempat di mana Elf dilatih untuk menjadi Healer yang menggunakan kekuatan cahaya matahari) yang sedang berbincangbincang mengenai buku-buku mantra sihir yang mereka suka. Healer berbeda dengan penyihir, mereka lebih fokus ke meracik ramuan dan sihir untuk menyembuhkan, sedangkan penyihir menyerang dan meracuni. Kembali ke flashback.. Aku sudah berlatih tersenyum didepan cermin! Semoga mereka tidak takut dengan gigiku yang
78 runcing seperti penduduk desa yang kudatangi sebelumnya. “Er… terima kasih Tuan Ryuusalix! t-tapi sepertinya sudah waktunya kami kembali ke menara… hehehehe…“ ucap salah satu murid yang terlihat gugup. “Oh? Sayang sekali... sampai berjumpa lain wak-“ ucapanku terpotong karena murid-murid menara matahari itu sudah pergi. Ah, sepertinya mereka ketakutan, aku harus lebih ramah. Setelah itu, mereka tak bertemu denganku lagi karena Menara Matahari ditutup untuk beberapa hari ke depan guna pembersihan roh jahat. Flashback selesai Dan masih ada banyak lagi, seperti aku yang tidak sengaja mengeluarkan napas api saat bersin, membakar beberapa barang dagangan seorang penjual ramuan. Aku sudah mengembalikan kondisi barangnya seperti semula dengan sihir, tapi aku tidak ingin bertemu kembali. Memang sudah menjadi kebiasan saat masih menjelma menjadi naga terbawa sampai sekarang.
79 Aku sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi selalu gagal karena aku ceroboh. Aku juga merasa tak pantas dengan apa yang kuterima. Sihir yang kumiliki tidaklah kuat, aku hanya memanggil roh Bulan untuk membantu. Tok-tok-tok! Suara ketukan pintu yang keras membuatku langsung menoleh. “Ugh. Siapa sih yang bertamu malam malam begini?” gumamku. Dengan malas, aku beranjak dari kursi dan segera membuka pintu. “Maaf, saya tidak bisa menerima tamu di waktu malam. Loh? Tidak ada orang. Di manakah orang yang mengetuk? Sepertinya aku mendengar seseorang mengetuk pintu tadi,” kataku bermonolog. “Di bawahmu,” ucap orang yang tak dikenal dengan lirih. Aku langsung melihat ke bawah. Seorang laki-laki berumuran sama denganku tergeletak lemas di tanah. Aku langsung membantunya berdiri. ”Terima kasih. Setelah mengetuk pintumu, badanku sudah tidak kuat lagi berdiri,” ucap laki-laki itu, masih dengan suara yang lirih.
80 “Saya mendengar kalau Tuan Ryuusalix, sang penyihir yang menyelamatkan kerajaan Alegia tinggal di sini. Jadi saya datang ke hutan untuk meminta bantuan,” lanjutnya. “Yah, meskipun tidak kusangka dia tinggal sendirian, tidak wajar seorang penyihir perkasa tanpa penjaga,“ bisiknya, Aku sedikit cemberut. ‘Hei, aku dengar.” “Bolehkah aku bermalam di kastil untuk beberapa hari?” pintanya. Aku ingin menolak, tapi aku tak tega melihatnya sendirian di hutan dan kelaparan. Aku merasa iba. Baiklah, sepertinya kastilku akan ada tamu untuk beberapa malam. “Masuklah. Akan kubuatkan minuman hangat untukmu,” ucapku. Aku membawa masuk dengan barang bawaannya. Segera kurapal mantra penyembuh agar ia merasa lebih baik. Mantra yang kuberikan memang tidak bisa menyembuhkan secara langsung. Laki-laki itu berbaring di kasur kamar tamu. Sekarang, apa yang harus kulakukan selanjutnya?
81 Segera aku berjalan ke dapur, kucoba membuat makanan untuknya. Kubuka rak dapur dengan tongkat sihir. Waktunya memasak! Beberapa waktu kemudian. Aku membawa nampan berisi minuman coklat hangat dan bubur ke kamar. “Halo! Aku membuatkan makanan untukmu. Semoga kamu suka.” Aku duduk di kursi. Sambil berbincang memperkenalkan diri. Namanya Axel. Bweh! Axel memuntahkan bubur. Tuh kan! Harusnya tadi aku beli makanan saja daripada memasaknya sendiri. Lagipula perjalanan dari hutan ke desa tidak begitu jauh. “Kurang bumbu, sepertinya nasinya juga belum matang,“ ucap Axel dengan singkat. “Maaf! tidak usah dimakan saja!“ aku langsung meminta maaf dengan panik. “Oh, maaf jika cara bicaraku terdengar kasar. Tapi..“ Axel menjelaskan panjang lebar cara membuat bubur. Matanya menjadi berbinar ketika dia berbicara tentang makanan. “Yap, begitulah cara membuat bubur.” Axel mengakhiri perkataannya.
82 Aku menganggukkan kepala. Penjelasan yang mudah dimengerti, meskipun bicaranya terkadang terlalu terus terang, tapi Axel memiliki niat yang baik. “Kamu koki ya? bisa berbicara panjang lebar tentang cara membuat bubur, ditambah lagi beberapa metode yang tepat untuk memasaknya,“ tanyaku. “Wah, ketahuan ya? Memang, saya koki. Tapi... sekarang tidak lagi.” Sorot mata Axel terlihat sedih saat berbicara. “Anda tahu kan, rumor tentang koki yang dikeluarkan dari restoran dan rumah sewanya karena kelakuannya yang tidak sopan? Yah… Itu saya,“ lanjutnya. Aku memang mendengar rumor tentang koki tersebut, namun tidak menyangka kalau itu adalah Axel, “Ternyata kau. Tapi sudahlah berkata jujur menjadi kebiasaanmu, bila orang lain tak bisa menerima, biarkan saja,” jawabku, Aku bersimpati padanya karena aku juga mengalami hal yang sama. Aku melihat niatnya yang baik dibalik perkataannya, meskipun aku sedikit sebal karena bisikannya.
83 Axel terbelalak mendengar ucapanku. “Saya tidak menyangka ada yang berpikiran seperti itu. Terima kasih,” hampir tidak terdengar. Aku berpikir sejenak. Lalu, suatu ide tercetus di pikiranku. “Bagaimana kalau tinggal di sini? kamu butuh rumah, aku butuh orang yang bisa memasak dan teman. Jadi, bisa dibilang ini adalah kesempatan yang bagus bukan?” tawarku dengan semangat, Lagi-lagi Axel kaget mendengar tawaranku. ”Bolehkah? kalau begitu, senang berteman denganmu,“ jawab Axel. Bibirnya melengkung keatas sedikit, membentuk senyuman yang samar. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum, soalnya dia selalu berbicara dengan ekspresi yang datar ketika berbicara. “Senang berteman denganmu juga!“ ucapku riang. Kami lalu bersalaman. “Panggil namaku Ryuu.“ Axel mengangguk. Sejak saat itu, Axel tinggal di kastil bersamaku. ***
84 Profil Penulis Qanita Zahra Maheswari atau yang sering dipanggil Qanita. Lahir tanggal 29 juni 2009, di Purbalingga, Jawa Tengah. Qanita anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari Sugeng Waskito dan Sutarni. Sejak lama memiliki citacita sebagai penulis. Saat ini qanita dapat dihubungi melalui email: [email protected]
85 Bukan Bintang Biasa Oleh: Anindita Putri Mahadewi etelah dua tahun bersama, persahabatan kami tidak luntur sedikitpun. Saat pertama bertemu Ssampai sekarang. Persahabatan kami
86 seumpama laut dan pasir, senantiasa bersama menghadapi pecahan ombak, merasakan lelehan senja. Kami saling melengkapi dari masa ke masa. Momen spesial kami adalah ketika saling bertatapan dan tahu apa yang dipikirkan satu sama lain hingga tertawa lepas. Kami berjanji akan tetap bersama walau sudah tahu akan terpisah oleh waktu, hal inilah membuat kami merasa sakit. Mengisi hari dengan tawa riang bersama membuatku selalu nyaman. Teman dan sahabat bagiku berbeda, bila teman akan menghilang bak di telan bumi, sedangkan sahabat, dia yang menjulurkan tangan dan membantu kita untuk bangkit kembali saat terpuruk. Setiap cerita dan langkah yang kami lewati menjadi sangat berharga. Membuat tawaku senantiasa terlukis bahkan dengan hal kecil yang membuat kami tertawa. Mereka seperti bintang yang bersinar terang di langit malam yang gelap. Andai aku harus memilih lebih baik di terowongan yang gelap dengannya daripada di terowongan yang terang. Kami saling melengkapi satu sama lain, saling peduli, saling menyayangi. Bagaikan lima bintang