i
Sejarah Singkat Bupati Bupati
Galuh - Ciamis
1618-2019
Heri Herdianto
ii
sejarah singkat Bupati Bupati Galuh- Ciamis 1618-2019
Oleh : Heri Herdianto
2018
Hak cipta dilindungi Undang Undang
All rights reserved
Diterbitkan dan disebarluaskan oleh
Galuh Nurani Publising House
Ciamis- Jawa Barat
e-mail : [email protected]
Desain Sampul & Lay Out : Aep Saepulloh
Editor : Dian Prayoga
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Herdianto, Heri
sejarah singkat Bupati Bupati Galuh- Ciamis 1618-2019/ Heri
Herdianto- Ciamis : Galuh Nurani 2018
ISBN : 978-602-17425-9-4
Cetakan pertama : Januari 2018
Dicetak oleh :
CV Alternatif Cipta Media
iii
Sejarah Singkat Bupati Bupati
Galuh - Ciamis
1618-2019
Heri Herdianto
iv
PENGANTAR PENULIS
Alhamdulillahirabbil'aalamin, segala puja dan puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Penyayang.
Tanpa karunia-Nya, mustahillah naskah buku ini terselesaikan
tepat waktu mengingat tugas dan kewajiban lain yang
bersamaan hadir. Penulis benar-benar merasa tertantang untuk
mewujudkan naskah buku ini sebagai bagian dari bahan
referensi yang mana buku ini bisa menjadi obat dahaga warga
masyarakat Ciamis yang haus akan bacaan tentang sejarah
leluhurnyun. Dari keterangan yang diungkapkan dari buku ini
jelas bahwa banyak hal yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
diperbuat oleh leluhur warga masyarakat Ciamis yang
memberikan arti yang sangat penting dalam kehidupan.
Banyak sekali para pemimpin di kabupaten Ciamis yang
telah berhasil mengukir sejarahnya. Buku ini berisi kumpulan
biografi singkat para pemangku kebijakan di kabupaten Galuh
hingga kabupaten Ciamis sekarang yang di ambil dari berbagai
sumber. Dimana mereka bekerja keras demi kepentingan
pemerintahanya dan rakyatnya yang mana puncak
kepemimpinan mereka peroleh dengan perjuangan yang sangat
keras namun, setelah memperoleh kedudukan, masih banyak
v
tugas yang lebih berat yang mereka hadapi dalam masa
kepemimpinanaya.
Dalam buku ini juga sedikit menjelaskan kehidupan
tokoh tokoh pemimpin kabupaten Galuh hingga kabupaten
Ciamis yang harus kita teladani. yang mana mulai dari
kesederhanaannya, kerja kerasanya, sikap patriotismenya dan
nasionalismenya bahkan perjuangan mencapai kesuksesan
dalam kepemimpinananya sebagai kepala daerah.
Semoga buku ini dapat menambah wawasan kita
semua, dan dapat mengambil sisi positif dari cerita yang
didapatkan bahkan mampu memberikan inspirasi untuk
perjalanan para pemimpinan di masa yang akan datang.
Ciamis , 29 Desember 2017
Penulis
vi
PENGANTAR PENERBIT
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa sejarah
daerah sangat perlu diketahui dan dipelajari sebagai bagian dari
tonggak pembangunan daerah tersebut, Kabupaten Ciamis
sendiri mempunyai peninggalan dan kekayaan sejarah masa
lalu yang perlu dipelajari, namun sayang buku pegangan sejarah
Ciamis baik terkait Judul ataupun penulis, masih sangat minim
di perpustakan daerah Ciamis.
Dalam rangkang salah satu usaha untuk mengisi
kekurangan itulah sehinga penerbit merasa tertantang untuk
menerbitkan buku buku yang bertemakan Ciamis sebagai
bagian dari usaha untuk mengisi kekurangan buku pegangan
sejarah tentang Ciamis.
Sehubungan dengan gambaran tersebut, buku sejarah
singkat Bupati Bupati Galuh- Ciamis 1618-2019 karya Heri
Herdianto ini merupakan bagian dari misi penerbit yang mana
penerbitan buku yang secara khusus membahas Sejarah Ciamis
ini dinilai sangat penting sebagai bagian dari acuan dan
tuntunan yang digunakan sebagai sarana untuk mengetahui
vii
bagaimana keadaan Ciamis dari masa lalu sebagai tonggak
pembangunan.
Atas terbitnya buku ini, kami mengucapkan terimakasih
kepada penulis buku yang telah memberikan kepercayaan
untuk menerbitkan karya intelektualnya. Serta kepada semua
pihak yang telah membantu penerbitan ini kami ucapkan
terimakasih
buku ini diharapkan dapat melengkapi pembendaharaan
buku tentang Ciamis seerta diharapkan menjadi sumber
informasi dan inspirasi bagai masyarakat khususnya siswa, para
penddik dan generasi muda tentang Ciamis
Penerbit,
viii
DAFTAR ISI Halaman
PENGANTAR PENULIS ii
PENGANTAR PENERBIT iii
DAFTAR ISI v
1. ADIPATI PANAEKAN ( 1618 – 1625 M ) 1
2. DIPATI IMBANAGARA (1625 – 1636 M) 2
3. RADEN ADIPATI ARIA PANI JAYA NAGARA (1642-1678) 4
4. RADENG NAGGAPRAJA ATAU MAS TUMBAL (1678) 8
5. RADEN ADIPATI ANGGANAYA ( 1678-1693) 8
6. RADEN ADIPATI SUTADINATA ATAU MAS PATO (1693-1706) 9
7. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA 1 ATAU MAS BANI (1706-1727) 11
8. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA 2 (1727-1732) 12
9. DALEM JAGABAYA (1732-1751) 12
10. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA III / MAS GARUDA (1751 -1801) 13
11. RADEN ADIPATI NATADIKUSUMA / DEMANG GARUDA (1801-1806) 14
12. RADEN ADIPATI SURAPRAJA BUPATI PENYELANG (1806-1811) 18
13. RADEN TUMENGGUNG JAYENGPATI KARTANAGARA (1811 - 1812) 18
14. RADEN TUMENGGUNG NATANAGARA (1812-1815) 19
15. PANGERAN SUTAJAYA (1815) 20
16. RADEN TUMENGGUNG WIRADIKUSUMA (1815-1819) 22
17. RADEN ADIPATI ADIKUSUMA (1819-1839) 24
18. RADEN ADIPATI ARIA KUSUMADININGRAT (1839-1886) 26
19. RADEN ADIPATI KUSUMASUBRATA (1886-1914) 38
20. RADEN TUMENGGUNG SASTRAWINATA (1914-1935) 40
21. RADEN TUMENGGUNG ARIA SUNARYA (1935- 1944) 42
22. RADEN ARDI WINANGUN (1944-1946) 48
23. RADEN VETER DENDAKUSUMA (1946-1948) 50
24. TUMENGGUNG GUMELAR WIRANAGARA (1948-1950) 51
25. PRAWIRANATA (1950) 52
26. REDI MARTADINATA (1950-1952) 52
27. ABDUL RIFA’I (1952) 52
28. MAS RAIS SASTRADIPURA (1952-1954) 53
29. RADEN YUSUF SURIADIPURA (1954-1958) 53
30. RADEN GAHARA WIJAYASURYA (1958-1960) 53
ix
31. RADEN UDIA KARTAPRUWITA (1960-1966) 54
32. KOLONEL ABUBAKAR (1966-1973) 55
33. KOLONEL HUDLI BAMBANG ARUMAN (1973-1978) 56
34. DRS.H.SOEYOED (1978-1983) 57
35. H. MOMON GANDASASMITA (1983-1988) 57
36. KOLONEL INF.H.TAUFIK HIDAYAT (1988-1993) 58
37. PENG KOL.KAV. H. DEDEM RUCHLIA (1993-1998) 59
38. DRS. MAMAN SUPARMAN RACHMAN (1999) 60
39. H. OMA SASMITA S.H (1999-2004) 61
40. H. DEDI SOBANDI BUPATI PENYELANG (2008) 62
41. KOLONEL (PURN) H. ENGKON KOMARA (2004-2013) 64
42. IING SYAM ARIFIN (2013-2019) 67
DAFTAR SUMBER 72
x
1. ADIPATI PANAEKAN ( 1618 – 1625 M )
Adipati Panekan atau nama panggilan semasa kecilnya
Raden Ujang Ngoko putra Prabu Cipta Permana merupakan
Raja Galuh pertama yang mendapat gelar Adipati dari Mataram
yang di angkat oleh Sultan Agung sebagai wedanan Mataram
sehingga Galuh pada masa itu dijadikan sebagai vassal
Mataram dengan diberi 960 cacah (Dadan dkk,2005:73).
Makam Adipati Panaekan di Karang kamulyan Ciamis
Dalam masa kepemimpinanya terjadi perselisihan antar
Adipati Panekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi II atau
Adipati Singaperbangsa terus berkepanjangan perselisihan
faham tersebut menyangkut dalam rencana penyerangan
1
terhadap Belanda ke Batavia dimana sang Dipati Panaekan
ingin secepatnya menyerang, sebelum VOC semakin kuat.
Sementara, Singaperbangsa berpendapat lebih baik pasukan
memperkuat dulu logistik sebelum berangkat menyerang,
sehingga akhir perselisihan tersebut berujung terbunuhnya
Adipati Panaekan pada tahun 1625 dimana jenazah Sang
Wadana Bupati dihanyutkan ke sungai Ci Muntur. Setelah
ditemukan oleh pengikutnya, kemudian dimakamkan di Situs
Karangkamulyan. Sehingga kedudukannya sebagai penguasa
Galuh digantikan oleh putranya yang bernama Ujung Purba
yang berusia 31 tahun dengan mendapat gelar Mas Dipati
Imbanagara yang nantinya berkuasa atas Galuh di Gara tengah
(Cinem sekarang ) sampai dengan 1636 M.
2. DIPATI IMBANAGARA (1625 – 1636 M)
Dipati Imbanagara atau nama panggilan semasa kecilnya
Ujung Purba merupakan putra Adipati Panaekan yang
mempunyai istri Anjung Larang. Dari pernikahanya itu, ia
dikaruniai dua orang anak yaitu Raden Yogaswara dan Raden
Angganta.
2
Dipati Imbanagara merupakan seorang dipati yang
bijaksana, penuh perhatian terhadap rakyatnya, sehingga
keadaan Galuh pada masa itu terasa keraharja, gemah ripah loh
jinawi, tidak kurang sandang maupun pangan sedangkan yang
menjadi patihnya saat itu adalah wiranangga (Erwantoro
dkk,2003: 2).
Dalam masa kepemimpinanya terjadi suatu peristiwa
menyakitkan dimana Mas Dipati Imbanagara dituduh
bersekongkol dengan Dipati Ukur yang ingin membebaskan
wilayah Priangan dari kekuasaan Mataram sehingga oleh Sultan
Agung akibat fitnah dari patihnya sendiri yang bernama
Wiranangga karena berambisi menjadi bupati. Mas Dipati
Imbanagara akhirnya mendapat hukuman mati pada tahun
1636 (Erwantoro dkk,2003: 93).
Tetapi ada sumber lain yang menyebutkan bahwa
hukuman mati yang di terima oleh Mas Dipati Imbanagara tidak
tekait dengan tindakan Dipati Ukur melawan hegemoni Sultan
Agung atas Priangan melainkan Mas Dipati Imbanagara dituduh
telah melakukan penghinaan kepada penguasa Mataram
dimana Mas Dipati Imbanagara memberikan tujuh orang putri
Galuh yang masih perawan (masih suci) sebagai upeti kepada
3
Sultan Agung. Akan tetapi, dari ketujuh putri itu, hanya enam
orang yang masih perawan (masih suci). Sehingga dari masalah
tersebut membuat marah Sultan Agung dan mengutus Patih
Narapaksa ke Gara Tegah untuk membunuh Mas Dipati
Imbanagara (Sukardja,2002:138). Dari perihal tersebut di atas
masih perlu dibuktikan lebih jauh lagi karena belum ditemukan
sumber primer tentang hal tersebut.
3. RADEN ADIPATI ARIA PANDJIDJAYANAGARA
(1636-1678)
Selanjutnya, kerajaan Galuh
Garatengah sepeninggal Mas Dipati
Imbanagara dipegang oleh Demang
Utama dari Kertabumi (1630-1631)
dan dilanjutkan oleh Tumenggung
Dareh yang memegang tumpuk
Raden Adipati Aria Pandjidjayanagara pimpinan selama 2 tahun, atas
(1636-1678) perhatian kerajaan mataram
kemudian mengangkat seorang Aria bernama Yogaswara
dengan julukan Mas Bongsar namun pada saat pembuatan
4
piagam pengangkatan, Mas Bongsar masih dianggap belum
cukup umur untuk menjabat sebagai bupati, sehingga piagam
tersebut berbunyi “Pengangkatan mas bongsar sebagai bupati
galuh gara tengah diwakili oleh patih Wirananga”, namun
piagam tersebut dirubah oleh ki Keludan atas perintah patih
Wiranangga, yang pada intinya bahwa Bupati Galuh Gara
tengah dipimpin oleh Patih Wiranangga (1633-1636). Akibatnya
kekecewaan yang diakibatkan oleh patih Wiranangga, mas
Bongsar meninggalkan pusat pemerintahan pergi ke suatu
tempat.
Akhirnya, Sultan Agung dari mataram mengabulkan
Mas Bongsar menjadi bupati dengan gelar Raden Adipati Aria
Pandjidjayanagara, masa pemerintahannya pada tanggal 12 juni
1642, Raden Adipati Aria Pandjidjayanagara memindahkan
pusat pemerintahan Galuh Gara Tengah ke Barunay dimana
daerah tersebut digambarkan oleh beliau sebagai daerah yang
tidak pernah kekurangan air dengan hamparan dataran yang
begitu luas. Di tempat tersebut Raden Adipati Aria
Pandjidjayanagara memerintah Kabupaten Imbanagara
sehingga dari jejak fakta tersebutlah pada tanggal 17 mei 1972,
DPRD Kabupaten/Daerah TK II Ciamis memutuskan tanggal 12
5
Juni 1642 sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis. Dimana hal
tersebut berdasarkan lima poin pertimbangan untuk
menetapkan hari jadi Ciamis tersebut diantaranya: pertama,
berdasarkan keputusan Raden Adipati Aria Pandjidjayanagara
memindahkan pusat kekuasaan Kabupaten Imbanagara ke
Barunay yang mana memberikan dampak positif bagi
perkembangan pemerintahan dan kemasyarakatan. Kedua,
perpindahan itu menurut pertimbangan mengandung unsur
perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Ketiga, Kabupaten Imbanagara pada akhirnya mampu
menyatukan wilayah Galuh sehingga daerah kekuasaannya
hampir menyamai daerah kekuasaan Kerajaan Galuh dan
penyatuan itu tidak dilakukan melalui kekerasan fisik. Keempat,
kesultanan Mataram mengakui kekusaaan Kabupaten
Imbanagara dan menjadikan sekutunya dalam upaya mengusir
penjajah. Kelima, suatu kenyataan bahwa hubungan antara
Kabupaten Imbanagara dan Ciamis tidak dapat diputus
(TPSG,1972 :5-6).
Namanya Mas Bongsar atau Raden Adipati Aria
Pandjidjayanagara merupakan putra Ujang Purba/ Mas Dipati
Imbanagara dalam masa pemerintahannya, beliau mengubah
6
nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Imbanagara saat
Mas Bongsar diangkat menjadi Bupati Galuh pada 5 rabi’ul Awal
tahun Je yang bertepatan dengan 6 Agustus 1636 dengan Gelar
Raden Adipati Aria Pandjidjayanagara. Dan nama kabupatennya
berubah menjadi Imbanagara untuk menghormati nama
ayahnya.
Sejak tahun 1636 M Kabupaten Imbanagara merupakan
salah satu pusat kekuasaan di Galuh disamping Kertabumi dan
Kawasen. Tahun 1641, kebijakan politik Mataram di
mancanagara barat akibat dampak pemberontakan Dipati Ukur
membuat wilayah Priangan di pecah menjadi empat kabupaten,
yakni Sumedang, Bandung, Parakanmuncang dan Sukapura.
Sedangkan wilayah Galuh dipecah menjdi 5 kabupaten yaitu
Imbanagara, Bojonglopang, Utama, Kawasen (Banjarsari,
Ciamis) dan Banyumas. Sedangkan Kabupaten Utama tidak
lama kemudian dilebur ke wilayah Bojonglopang. Pada 1645,
akibat reorganisasi mancanegara barat dimana di lakukan oleh
Sultan Amangkurat I penguasa Mataram yang menggantikan
Sultan Agung, yang mana melalui reorganisasi ini, wilayah
mancanegara barat dipecah menjadi 12 ajeg (kabupaten) Yaitu :
Sumedang, Bandung, Parakanmuncang, Sukapura, Karawang,
7
Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Bojonglopang), Sekace,
Banyumas, Ayah, dan Banjar. Meskipun terjadi penciutan
wilayah kekuasaan, tetapi pusat kekuasaan lama yakni
Imbanagara, Kawasen, Galuh, dan Banjar masih tetap eksis
sedangkan Imbanagara dipandang memiliki kedudukan yang
lebih tinggi (Dadan dkk,2005 : 77-78).
4. RADEN NAGGAPRAJA ATAU MAS TUMBAL (1678)
Raden anggapraja adalah anak pertama Raden Adipati
Aria Pandjidjayanagara dari perkawinannya dengan Nyi Mariah
putri Rangga Gampol. Masa pemerintahanya Raden anggapraja
tidak berlangsung lama karena ia tidak bersedia bekerjasama
dengan pemerintahan kolonial Belanda oleh karena itu
pemerintahan diserahkan kepada Raden Angganaya adiknya
sendiri (Erwantoro dkk,2003: 95).
5. RADEN ADIPATI ANGGANAYA ( 1678-1693)
Pada saat pemerintahan Raden Adipati Angganaya,
pegaruh Mataram sudah mulai ada terutama dalam monopoli
perdagangan dan bentukan pemerintahan yang sangat
8
menguntungkan kompeni atau pemerintahan kolonial Belanda
yaitu semakin teraturnya sistem pemerintahan kabupaten-
kabupaten di Priangan. Dimana dalam sistem pemerintahan
pada masa itu selain Bupati, ada beberapa kepala daerah di
bawahnya yaitu wedana, penghulu, dan kepala cutak.
Penghasilan para pejabat pemerintahan kabupaten diatur oleh
VOC melalui pembagian tanah jabatan (bengkok) dan wajib
kerja atau pancen (Yulia, 2012 : 23-24).
Dari perkawinannya dengan Nyi Mas Bumi putri Adipati
Singacala, dikaruniai 4 orag anak, yaitu Mas Pato atau Raden
adipati Sutadinata, Raden Angganata 2, raden ayu Gilang, dan
Raden Kartadinata.
6. RADEN ADIPATI SUTADINATA ATAU MAS PATO (1693-
1706)
Nama kecilnya adalah Mas Pato, ia adalah Bupati Galuh
pertama yang menyerahkan hasil penanaman kepada VOC yang
mana pada masa itu VOC memberlakukan sistem rkonomi
Prianganstesel dan indirect rute sebagai sistem pemerintahan
di seluruh daerah kekuasaannya. Diamana pada tahun 1695,
beliau enyerahkan 90 pikul lada yang ditanam di daerah
9
kawasen (50 pikul) dan Imbanagara (40 pikul). Selain Lada,
beliau juga menyerahkan 80 pikul tarum dan 55 pikul kapas
(Yulia, 2012 : 24).
Istri Raden adipati Sutadinata adalah Mas Bawat
Widadaya putri Tumenggung Kawasen. Dari pernikahanya itu,
ia dikaruniai 6 orang anak yaitu, Raden Yudanagara, Raden
Angganagara, Raden Kertapraja atau Dalem Cilongkrang, Raden
Adipati Kusumaningrat 1, Raden Kusumah, dan Raden
Yudanata.
Pada masa pemerintahan Mas Pato sekitar tahun 1704
M, orang – orang bekas penjahat dan orang-orang yang
melawan Belanda harus ditangkap dan diserahkan ke Cirebon.
Hal tersebur dilakukan atas perintah Pangeran Cirebon
sehingga berakibatnya ketenangan rakyat menjadi resah, dan
keresahan tersebut dilaporkan kepada Residen oleh Raden
Adipati Anganaya yang berakibat pula pada pemberhentian
pangeran Cirebon (Erwantoro dkk,2003: 96).
10
7. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA 1 ATAU MAS BANI
(1706-1727)
Mas Bani atau Raden
Adipati Kusumadinata 1, menika
dengan Raden Ayu Retnasari
atau Dewi Ningrat putri Dalem
Wiramantri bupati Ciancang dari
pernikahanya itu, diakruniai 5
orang anak yatu, Raden Ayu
Raden Adipati Kusumadinata 1 Candranagara, Raden Adipati
(1706-1727)
Kusumadinata II, Raden Danukria, dan Raden Danumaya, Raden
Ay Sarati (Erwantoro dkk,2003: 96-97).
Semua wilayah Priangan pada masa itu ada di bawah
kekuasaan VOC sehingga untuk mengawasi para bupati di
wilayah Priangan Timur, VOC mengangkat Pangeran Aria dari
Cirebon sebagai opziener. Pada masa pemerintahannya beliau
mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan Galuh, yaitu
mengangkat Patih Cibatu sebagi Bupati Kawasen karena
dianggap sebagi menak tertua dan pandai. Beliau melebur
Kabupaten Utama ke dalam Kabupaten Bojong Lopang (Yulia,
2012 : 24-25).
11
8. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA II (1727-1732)
Raden Adipati Kusumadinata II disebut juga Dalem
Kasep. Ia tidak sempat mempunyai istri karena meninggal pada
usia yang masih muda sementara itu Imbanagara tidak ada
yang memimpin. Adapun ada yang berhak memimpin, ia adalah
seorang wanita yang menurut pemerintahan kolonial tidak
diperbolehkan, yakni Raden Ayu Candranagara diamana
merupakan kakak dari raden adipati Kusumadinata. Sehingga
akibat tidak bisa dijadikan bupati maka menurut kompeni yang
berhak menjadi bupati adalah putranya yaitu Mas Garuda
tetapi umurnya masih berusia 3 tahun sehingga sambil
menunggu Mas Garuda atau Raden Kusumadinata III dewasa
sementara kedudukan pemerintahannya dipegang oleh
ayahnya Patih Jagabaya dibantu oleh pamannya Raden
Angganagara Kusumadinata (sukardja, 2001 :143)
9. DALEM JAGABAYA (1732-1751)
Sekitar tahun 1739 M, masa pemerintahan Jagabaya di
ciancang terjadi keributan, yakni yang disebut “bedah
Ciancang” adalah penyerangan lebih kurang 2000 orang prajurit
12
pimpinan Tumenggung bayumas yang dibantu oleh penghulu
dayeuh luhur sehingga pemerintahan masa itu diambil alih oleh
Galuh Imbanagara dimana akhirnya VOC menggabungkan
Ciancang ke dalam wilayah Imbanagara dan menyerahkan
pengawasannya kepada Jagabaya (Yulia, 2012 : 26).
Dalem Jagabaya menikah dengan raden Ayu
Candranagara putra Raden Adipati Kusumadinata dari
pernikahannya itu, ia dikauiai 15 orang anak, yaitu: 1) Ni Raden
Tanujaya 2) Ni raden Arsawulan, 3) Ni Raden Rindunagara 4) Ni
mas Maisah, 5) Ni Mas Wura, 6) Ni mas Sarikusuma, 7) Raden
Demang Padmanagara, 8) Raden Anggabaya,9) Mas
Anggakusumah, 10) Mas Surawijaya, 11) Mas Indrawijangga,
12) Raden Natawijangga, 13) Mas Jadimerta, 14) Ki Panghulu
Johar, dam 15) Raden Adipati Kusumadinata 3.
10. RADEN ADIPATI KUSUMADINATA III ATAU MAS
GARUDA (1751 -1801)
Raden Adipati Kusumadinata III menikah dengan Raden
Ayu Buminata, yang dikaruniai 12 orang anak, yaitu : 1) Rden
Adipati Natadikusumah, 2) Raden Ayu Majanagara, 3) Raden
Natapraja,4) Raden ayu Tumenggung Rajajumanten atau
13
Tumenggung Kawali, 5) Ni Raden Natajumanten, 6) Mas
Arsadinata,7) Ni raden Candranagara II, 8) Mas Md Iksan, 9)
Raden Brajakusuma I, 10) Ni Mas Saripangsana, 11) Ni mas
Kamudamah, dan 12) Mas Pakarja.
Mas pemerintahan raden Adipati Kusumadinata III ini,
berjasa membangun kembali Kabupaten Ciancang yang porak
poranda akibat peristiwa “bedah Ciancang“ sehinga ia
mendapat penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda
berupa stelan kopi dan perak yang bertuliskan “Vergent Mij
Nit”, yang artinya jangan lupa pada saya akhirnya, Kabupaten
Ciancang berubah nama menjadi Kabupaten Utama yang
diambil dari ungkapan “nista,maja Utama”. Dan sekarang
beliau dimakamkan di Gunungsari Imbanagara.
11. RADEN ADIPATI NATADIKUSUMA ATAU DEMANG
GARUDA (1801-1806)
Demang Gurinda adalah nama kecil Raden Adipati
Natadikusuma putra dari Raden Adipati Kusumadinata III,
bupati Imbanagara ke 8, ia mempunyai 8 oang istri, yaitu: 1) Ni
mas Padnapura, 2) Ni Raden Domas,3) Ni mas Majawati,4) Ni
14
Ma turi,5) ni Raden Wijaretna,6) Ni Mas Majadewi,7) Ni mas
Wirja, 8) Ni mas Maja. Dari kedepalapan istrinya itu ia
dikaruniai 22 orang anak, diantaranya NI Raden Ratnakomala
yang kawin dengan Raden Tumenggung Wiradikusuma
(Erwantoro dkk,2003: 99).
Raden Adipati Natadikusuma dikenal sebagai bupati
yang sangat dekat dengan rakyatnya dan membenci Belanda. Ia
cenderung keras dalam menghadapi para pejabat Belanda
sehingga ayahnya sempat merasa khawatir dengan sikapnya
yang sering menentang kebijakan kolonial. Tidak heran jika
pemeritah kolonial mengawasinya secara ketat karena tingkah
lakunya lebih banyak memberontak dari pada patuh.
Pada tahun 1801, Demang Gurinda dilantik menjadi
Bupati Galuh Imbanagara menggantikan ayahnya dengan Gelar
Raden Adipati Natadikusuma. Ia sangat sayang pada rakyatnya,
namun sangat anti penjajah Belanda, akibatnya hampir terjadi
perkelahian dengan utusan Belanda bernama Laurick Van Bast
yang berujung pada pencopotan jabatan Bupati Imbanagara
oleh VOC (dilepas tina regen) karena tidak patuh terhadap
perintah. (Yulia, 2012 : 26)
15
Menurut Wawacan Sejarah Galuh, perselisihan yang
berakibat pencopotan jabatan Bupati Imbanagara R.A
Natadikusuma berawal dari sikap Ajun Kumeteir Pieter
Herbertus van Lawick van Babst memerintah Raden Adipati
Natadikusuma untuk melakukakn tugas yang bukan
kewajibannya, yaitu menimbang benang dan tarum (nila) ke
Cibatu (Ciamis). R.A Natadikusuma merasa tersinggung atas
perintah itu karena perihal timbang menimbang hasil bumi
bukanlah tugas seorang bupati, sehingga karena tidak dapat
menahan amarahnya akhirnya R.A Natadikusuma memukul
pejabat VOC tersebut yang berujung permasalahan dirinya
dengan pemerintah belanda yang berujung penahan dan
pencopotan kepemimpinanaya sebagai bupati karena dianggap
tidak patuh terhadap perintah VOC. Bahkan akibat dari
peristiwa pemukulan tersebut, tidak hanya berdampak
dicopotnya jabat Bupati yang di sandang R.A Natadikusuma
akan tetapi pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk
mengurangi wilayah Galuh, yaitu dengan mengeluarkan darah
Bayumas dan Dayeuh Luhur serta daerah
Kawasen,Pamotan,Pangandaran dan Cijulang digabungkan ke
dalam wilayah kabupaten Sukapura, sedangkan utama dan
Cibatu digabungkan ke dalam wilayah Imbanagara. Selain itu
16
R.A Natadikusuma dianggap tidak mampu menjalakan roda
pemerintahan sehingga berhutang 23.500 Rds yang mana
kewajiban membayar utang Kabupaten Galuh Imbanagara
tersebut di limpahkan kepada bupati Cibatu (Dadan
dkk,2005:90).
Bahkan dalam sumber lain disebutkan bahwa utang
Bupati R.A Natadikusuma sebesar 200.000 real dan sampai
tahun 1805 baru dibayar sebesar 70.000 real dimana utang
tersebut disebabkan oleh ketidakmauan R.A Natadikusuma
membayar upeti kepada pemerintah Hindia Belanda selama
empat tahun.
Melihat perselisihan tersebut, sesepuh Imbanagara
segera mengadakan perundingan agar Demang Garuda tidak
jadi ditangkap Belanda dan di bawa ke Cirebon. Dimana setelah
ada kesepakatan, maka Demang Garuda dibebaskan dari segala
perkara dan tuntutan seta diberhentikan dari jabatannya
sebagai Bupati karena dianggap melawan pemeintahan kolonial
sehingga untuk mengisi kekosongan pemerintahan Galuh
Imbanagara ditunjuk bupati Penyelang yang berasal dari
Limbangan Bernama Adipati Surapraja.
17
12. RADEN ADIPATI SURAPRAJA
bupati penyelang (1806-1811)
Bangsawan asal Limbangan ini dianggap sebagai bupati
penyelang pada masa pemerintahan raden Adipati Surapraja
berhasil menggabungkan Imbanagara dengan Negri Ciamis dan
Kabupaten Ciancang.
Pada tahun 1811, Raden adipati Surapraja wafat
sehingga pemerintahan Galuh Imbanagara di serahkan kepada
Raden Tumenggung Jayengpati Kartanagara bupati Ciabatu dan
sekarang beliau dimakamkan di Gunungsari Imbanagara.
13. RADEN TUMENGGUNG JAYENGPATI KARTANAGARA
(1811 - 1812)
Pada masa pemerintahanya beliau dibebankan
kewajiaban membayar utang Kabupaten Galuh sebanyak
23.000 rds, akibat Natadikusuma yang dianggap tidak
membayar upeti selama emapt tahun, sehingga ia berhutang
kepada pemerintah kolonial sebesar 200.000 real yang harus
ditanggung oleh bupati berikutnya (Yulia, 2012 : 26).
18
Bupati asal Negri Ciamis Cibatu ini berlangsng hanya
beberapa bulan saja, karena oleh Residen Cirebon dipandang
tidak cakap sehingga di gantikan oleh Raden Tumenggung
Natanagara dari Cirebon yang nantinya mulai memerintah di
Galuh pada tahun 1812.
14. RADEN TUMENGGUNG NATANAGARA (1812-1815)
Pada masa pemerintahan Raden Tumenggung
Natanagara, beliau mengusulkan agar pusat pemerintahan
Imbanagara ke Randegan dekat Banjar dengan tujuan supaya
dekat ke Banjar dan ke Laut. Pemidahan pusat pemerintahan ini
dilakukan atas perintah Residen Cirebon bernama Duwy yang
berasal dari Inggris. Tetapi akibat rencananya tersebut Raden
Tumenggung Natanagara diberhentikan dari jabatannya dan
digantikan pangeran sutajaya yang berasal dari Gabang,
Cirebon pada tahun 1815, diamana ia didampingi oleh tiga
orang patih yaitu R.Wiradikusuma (Imbanagara), R. Wiratmaka
(Utama), dan R. Jayadikusuma (Cibatu/Ciamis) (Dadan
dkk,2005:94).
19
Tetapi ada sumber lain yang menyatakan bahwa
diberhentikannya Raden Tumenggung Natanagara dari
jabatannya dan digantikan pangeran sutajaya karena alasan
bahwa Raden Tumenggung Natanagara tidak bisa
mengamankan kerusuhan di Nusa Kambangan Wilayah Galuh
Imbanagara (Sukardja,2001:148)
15. PANGERAN SUTAJAYA (1815)
Pada masa pemerintahan pengeran Sutajaya,
pemerintahan tidak berpusat di Galuh Imbanagara melainkan di
Burung Diuk atau Pasangrahan Sindang dengan alasan supaya
dekat dengan pembangunan Kabupaten Dayeuh Anyar
(Kabupaten Ciamis sekarang) dan juga beliau didampingi oleh
tiga orang patih yaitu R.Wiradikusuma (Imbanagara), R.
Wiratmaka (Utama), dan R. Jayadikusuma (Cibatu/Ciamis).
Kemudian tidak hanya itu Pangeran Sutajaya memecah
juga wilayah kabupaten Galuh Imbanagara mejadi Pasir
Panjang, Kawsen, Pamotan (padaherang), Cikembulan, dan
Cijualang dimasukan ke wilayah kabupaten Sukapura yang
beribukota di Manonjaya sedangkan di sebelah timur Citanduy
20
yaitu Dayeuh Luhur, Madura, Bayumas dan Nusa Kambangan
diserahkan ke Keresidenan Banyumas Jawa tengah dan Galuh
Imbanagara sendiri meliputi Kabupaten Cibatu dan Kabupaten
Utama. Penyerahan wilayah ini tidak terlepas dari kebijakan
Raffles untuk mereorganisasi wilayah kekuasaannya.
Tetapi di akhir masa pemerintahanya terjadi ketidak
harmonisan antara bupati dan para patinya, sehingga Pangeran
Sutajaya melepaskan jabatanya Bupati Galuh dan kembali ke
Cirebon. Sehingga pada tanggal 15 Januari 1815, Raden
Tumenggung Wiradikusuma menggantikan kedududkan
Pangeran Sutajaya sebagai Bupati Galuh. Semantara itu, Raden
Wiratmaka dan Raden Jayadikusuma masih memegang
kedudukannya sebagai Patih Utama dan Patih Cibatu (Dadan
dkk,2005:94).
21
16. RADEN TUMENGGUNG WIRADIKUSUMA (1815-1819)
Raden Tumenggung
Wiradikusuma mempunyai dua
istri yaitu Rade Ayu Ratna Komala
dan Raden ayu Natakomala dari
pernikahannya itu ia dikaruniai 9
orang anak yaitu : 1) Raden Ayu
R Toemenggung Wiradikoesoemah Gandanagara,2) Raden
(1815-1819)
Adikusma, 3) Raden Demang
Puradikusuma, 4) Raden Demang Parayuda,5) NiMas
Permananingrat, 6) Ni Raden Majanagara, 7) Ni Raden
Candradewi, 8) Ni Mas Dewi Mursiah, dan 9) Ni Mas Unti.
Pada tanggal 15 Januari 1815, Raden Tumenggung
Wiradikusuma menggantikan kedududkan Pangeran Sutajaya
sebagai Bupati Galuh. Semantara itu, Raden Wiratmaka dan
Raden Jayadikusuma masih memegang kedudukannya sebagai
Patih Utama dan Patih Cibatu. Berdasarkan kesepakatan
dengan kedua patihnya, R.T. Wiradikusuma menetapkan bahwa
kabupaten yang dipimpinnya tidak lagi bernama Kabupaten
Imbanagara, tetapi bernama Kabupaten Galuh dengan ibu
kotanya di Ciamis. Sejak saat itu, Imbanagara tidak lagi menjadi
22
ibu kota Kabupaten Galuh sehingga eksistensi Kabupaten
Imbanagara berakhir.
Pada akhir pemerintahan Raffles, nama Kabupaten
Galuh tidak lagi di ganti tetapi secara resmi juga di pakai dalam
istilah pemerintahan pada masa Hindia Belanda. Pada tanggal 5
januari 1819 komisaris Jendral Hindia Belanda mengeluarkan
Besluit No.23 yang menetapkan bahwa Kabupaten Galuh
merupakan bagian dari wilayah Keresidenan Cirebon dimana
wilayah Keresidenan Cirebon meliputi empat kabupaten
lainnya, yaitu Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bengawan
Wetan, Kabupaten Maja, dan Kabupaten Kuningan (Dadan
dkk,2005:94-96).
Dalam masa pemerintahannya beliau turut
menyelesaikan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi sehingga
inggris memberi penghargaan kepada beliau dan pada tahun
1819 beliau megundurkan diri dan selanjutya di gantikan oleh
Raden Adipati Adikusuma dan sekarang beliau dimakamkan di
Cigadung Imbanagara
23
17. RADEN ADIPATI ADIKUSUMA (1819-1839)
Ketika Komisaris Jendral mengakhiri kekuasaanya atas
Hindia Belanda pada pertengahan Januari 1819, Kabupaten
Galuh dipimpin oleh Raden Adipati Adikusuma yang
menggantikan Raden Tumenggung Wiradikusuma. Dimana luas
kekuasaan tidak hanya meliputi daerah Imbanagara,Utama dan
Cibatu, melainkan juga panjalu dan Kawali.
Pada tahun 1806, Galuh masuk keresidenan Cirebon,
dan pada tahun 1819 baru resmi bergabung dengan Panjalu
dan Kawali sebab sebelumnya Panjalu masih masuk wilayah
kesultanan Cirebon sedangkan pada tahun 1810 masih
diperintah Panjalu (Yulia, 2012 : 29).
Setelah panjalu bergabung dengan Galuh, maka Panjalu
kembali menjadi sebuah kewedanaan yagng meliput
kewedanaan Ciamis, Kawali,dan panjalu selanjutnya pada tahun
1820. Raden Adipati Adikusuma resmi menjadi bupati melalui
surat keputusan Gupernemen Belanda dengan gaji 500 Golden
dan 100 bau tanah sawah.
Raden Adipati Adikusuma mempunyai 2 orang istri yaitu
raden Ayu Gilangkancana putri dari Raden Tumenggung Jaeng
24
Pati I dan Ni Mas Sangkaningrum dari perkawinannya itu, ia
dikaruniai 10 orang anak yaitu : 1) Raden Ayu Rindunagara, 2)
Raden Adipati Aria Kusumadiningrat,3) Raden Mas
Anggadikususma,4) Raden Adigaluh,5) Raden
Wijayadikusuma,6) Raden Wijaya Adikusuma,7) Raden Kusuma
Adiwijaya,8) Raden Mahdikusuma,9) Raden Wiradikusuma, dan
10) Ni Raden Natadikusuma (Erwantoro dkk,2003: 104).
Pada masa pemerintahanya akibat dari kebijakan tanam
paksa (Cultuurestelsel) yang di peintahkan Pemerintah Hindia
Belanda. R.A Adikusuma memeintahkan untuk menanam
pohon Tarum yang merupakan bahan dasar indigo. Diamna
yang awalnya luasnya mencapai 1.263,5 bau (896,6 ha) dan
pada masa akhir kepemimpinanayaluas areal penanaman
Tarum mencapai 1.563 bau (1.109,2 ha) diaman desa yang
menjadi sasaran penanaman Tarum berjumlah 59 desa atau
sekitar 64,8% dari seluruh desanya.
Selain kelancaran produksi Tarum pada masa
pemerintahan beliau sesaui dengan perintah Hindai Belanda,
beliau mendirikan pabrik pabrik yang bersekala kecil ataupun
besar yang mana di awasi oleh orang Eropa dan sejumlah orang
Pribumi yang sudah dilatih. Dimana pada tahun 1833 baru
25
terdapat enam pabrik tetapi emapat tahun selanjutnya jumlah
pabrik mencapai 19 pabrik dan di akhir masa pemerintahan
yang mana pada tahun 1838 jumlah pabrik meningkat menjadi
49 pabrik. Hal tersebut merupakan bagian dari keberhasilan
pemerintahan Raden Adipati Adikusuma walapun pada
kenyataanya dari keberhasilan tersebut tidak di rasakan oleh
rakyat. Bahkan sebaliknya, dengan adanya Cultuurstelsel telah
mengakibatkan rakyat menjadi sengsara, karena
tenaganyadikuras habis untuk menghasilkan barang atau
komoditas yang laku di pasaran dunia. Dan sekarang beliau
dimakamkan di Gunung Galuh Imbanagara
18. RADEN ADIPATI ARIA KUSUMADININGRAT (1839-1886)
Raden Adipati Aria
Kusumadiningrat lahir pada
tahun 1811 di Imbanagara. Ia
mempunyai 8 orang istri yatu : 1)
Ni Mas Pamunah,2) Ni Raden Ayu
Sumitaningrat, 3) Ni Raden Ayu
Juwitaningrat, 4) Juragan Parma
Raden Adipati Aria Kusumadiningrat (1839-1886)
26
dari Kuningan, 5) Juragan Dewi Wanasigra. 6) Juragan Panimba
Sadewata, 7) Ni mas Tejaningrum dari Cijulang dan 8) Juragan
Wiarsih dari Cimari.
Dari kedelapan istrinya itu ia dikaruniai 19 orang anak
diantaranya Raden Ayu Mustikaningrat yang menikahdenga
Dalem Sugih bupati Sumedang. Raden Ayu tejaningrat yang
menikah denan Raden Tumengung Brataningrat dari Kuningan,
Raden Adipati Kusumasubrata dan Raden Kusumadirja yang
mejadi patih Kuningan.
Dalam menjalankan pemerintahannya Bupati R.T.
Kusumadiningrat lebih besar tertuju pada pemerintahan
kabupaten. Hal itu kiranya disebabkan pula dalam lingkungan
kabupaten, kepemimpinan bupati bukan hanya sebagai kepala
daerah, tetapi juga sebagai pemimpin tradisional masyarakat
pribumi di daerah kabupatennya. Sebagai kepala daerah, di
wilayah kekuasaannya bupati memiliki otoritas tertinggi untuk
memerintah, melindungi, mengadili, memelihara keamanan
dan ketertiban. Terkait dengan pemeliharaan keamanan dan
ketertiban, bupati mendapat tugas dari pemerintah kolonial
sebagai pengawas urusan kepolisian (Hardjasaputra, 2014: 33
dan 63).
27
Pada awal pemerintahan Bupati R.T. Kusumadiningrat,
infrastruktur utama yang sudah ada di pusat kabupaten adalah
pendopo, alun-alun, dan masjid agung. Pendopo terlatak di
sebelah selatan alun-alun dan masjid agung di sebelah barat
alun-alun. Ketiga jenis infrastruktur itu merupakan ciri pola kota
tradisional, yaitu kota yang menjadi pusat pemerintahan
kabupaten, seperti kota Ciamis pada tahap awal
keberadaannya.
Alun-alun Ciamis
(Sumber: Hardjasaputra, ed., 2008: 66).
Sejak awal pemerintahannya, Bupati R.T.
Kusumadiningrat menaruh perhatian besar terhadap bidang
pertanian, khususnya pertanian padi di sawah. Tahun 1840
28
pesawahan baru dibuka di setiap daerah distrik, yaitu di Distrik
Ciamis 3,907 bau, di Distrik Kawali 1.451 bau, di Distrik Kepel
(Rancah) 826 bau, dan di Distrik Panjalu 980 bau. Sejalan
dengan pembukaan areal sawah baru, dibangun irigasi
dibeberapa tempat, yaitu di Ganawangi tahun 1839, Cikatomas
tahun 1842, Nagawiru, Tanjungmangu tahun 1843. Hal itu
menunjukkan bahwa bupati benar-benar memperhatikan
kepentingan hidup rakyatnya (Sumiati, 2016 : 27-28).
Sehubungan dengan kinerja bupati tersebut di atas,
tahun 1847 Bupati R.T. Kusumadiningrat memperoleh gelar
adipati. Beberapa tahun kemudian ia mendapat gelar Aria
(Hardjasaputra, 2003: 12). Maka sejak waktu itu sebutan resmi
bupati itu adalah R.A.A. Kusumadiningrat.
Masih pada sekitar pertengahan abad ke-19, Bupati
R.A.A. Kusumadiningrat memprakarsai renovasi bangunan
pendopo dan masjid agung (Yulifar, 2014: 51). Renovasi kedua
bangunan itu tentu berkaitan dengan kegiatan pemerinatahan
Kabupaten Galuh dan kegiatan Agama Islam, khususnya di kota
Ciamis.
Pada akhir tahun 1850-an, di Kota Ciamis dibangun
penjara, tangsi/barak militer, dan kantor telepon
(Hardjasaputra, 2003: 14-15). Pembangunan penjara tentu
29
terkait dengan masalah kriminalitas. Pembangunan
tangsi/barak militer dimaksudkan untuk keperluan akomodasi
prajurit.
Untuk keperluan akomodasi yang lebih menyenangkan
bagi bupati dan keluarganya, tahun 1850 di Selagangga, bagian
selatan kota Ciamis, didirian bangunan yang disebut Keraton
Selaggangga. Mulai ditempati oleh bupati tahun 1853. Disana
dibangun pula sebuah masjid (Lubis, 2013: 39).
Rupanya irigasi yang telah dibangun dirasakan masih
kurang. Oleh karena itu, pada tahun 1862 dibangun lagi irigasi
di Wangunreja (daerah Cisaga sekarang). Sementara itu disetiap
ibukota kabupaten sudah terdapat pasar (Hardjasaputra, 2002:
69). Berarti di kota Ciamis sebagai ibukota Kabupaten Galuh
juga berdiri pasar. Boleh jadi pasar itu merupakan “pasar
induk” yang berlokasi di sebelah timur alun-alun. Di kota Ciamis
dibangun pula bangunan tempat pertemuan yang disebut
Societeit Galuh (Koloniaal Verslag, 1873).
Pada tahun 1872 di sebelah selatan keraton dibangun
taman dan kolam yang disebut Jambansari, dengan luas lebih-
kurang 2 hektar (Hardjasaputra, 2003: 14 dan Sukardja, 2003:
10). Lebih-kurang setahun sebelumnya, di kota Ciamis didirikan
kantor telepon (Koloniaal Verslag, 1873), yang berlokasi di tepi
30
Jalan Raya Pos (Groote Postweg), tidak jauh dari kantor asisten
residen tentu sarana itu dimaksudkan untuk kepentingan
komunikasi, khususnya komunikasi antar pejabat kolonial.
Atas prestasinya memajukan Kabupaten Galuh, pada
tahun 1874 Bupati R.A.A. Kusumadiningrat memperoleh atribut
kebesaran berupa “Songsong Kuning” (payung kebesaran).
Payung kebesaran itu merupakan simbol yang memiliki nilai
tinggi bagi bupati. Perolehan payung kebesaran itu dikukuhkan
dalam besluit Gubernur Jenderal Tahun 1874 Nomor 1
(Hardjasaputra, 2014: 79).
Sehubungan dengan keberadaan perkebunan kopi di
daerah bagian utara Kabupaten Galuh, antara lain di
Panumbangan, tahun 1876 Bupati R.A.A. Kusumadiningrat
memprakarsai berdirinya pabrik penggilingan kopi antara lain di
Kawali, pembangunan gedung “Sakola Sunda” di kota Ciamis
(1864 )dan di Kawali (1874). Dalam istilah Belanda, sekolah itu
disebut Volkschool (Sekolah Rakyat). Dibangun pula jalan besar
antara Kawali – Panjalu. Jasa bupati itu pun dihargai oleh
pemerintah kolonial dengan memberikan tanda jasa berupa
bintang (medali) yang disebut Ridder in de Orde van den
Nederlandschen Leeuw (Hardjasaputra, 2014: 79, Sofiani, 2012:
39 dan Sukardja, 2003: 6).
31
Sejalan dengan kebijaksanaan Bupati R.A.A.
Kusumadiningrat mengenai peningkatan produksi kelapa,
dengan digalakkannya penanaman bibit pohon kelapa dimana
Stiap calon mempelai pria wajib menyediakan bibit kelapa (kitri)
untuk ditanam di dekat rumahnya (Lubis, 2000: 25).
Kebijaksanaan bupati itu telah menyebabkan Ciamis
merupakan “gudang” kelapa. Sejalan denngan adanya potensi
itu, di kota Ciamis pengusaha Cina mendirikan tiga buah pabrik
minyak kelapa, yaitu pabrik minyak Olvado, Gwan Hien, dan
Haoe Yen (Tim Peneliti Sejarah Galuh, 1972: 64 dan Sofiani,
2012: 30).
Bagian Depan Pabrik Minyak Gwan Hien
(Kondisi awal abad ke-20)
32
(sumber : Sumiati, 2016 :24).
Pabrik minyak Gwan Hien berlokasi di sebelah timur
kota Ciamis, pada jalan raya menuju Banjar. Keberadaan pabrik-
pabrik minyak di daerah kota Ciamis, merupakan salah satu
unsur yang menunjukkan perkembangan kota Ciamis sebagai
ibukota Kabupaten Galuh. Hal itu tidak terlepas dari
kebijaksanaan Bupati R.A.A. Kusumadiningrat dalam upaya
mengembangkan kabupatennya. Kuat dugaan sebagian besar
buruh pabrik, bahkan mungkin seluruhnya adalah orang
pribumi. Tidak mustahil ada petani yang beralih profesi menjadi
buruh pabrik.
Keberadaan pabrik minyak kelapa di kota Ciamis,
merupakan salah satu faktor yang mendorong berkembangnya
kegiatan ekonomi di pasar, karena minyak kelapa merupakan
salah satu bahan pokok yang diperlukan oleh warga
masyarakat. Pasar bukan hanya menjadi tempat kegiatan
ekonomi, tetapi di pasar terjadi pula interaksi sosial.
Sejak tahun 1870-an, kegiatan ekonomi bukan hanya
berkembang di Distrrik Ciamis sebagai pusat kabupaten, tetapi
di Ciamis bagian utara pun kegiatan ekonomi mungkin
berkembang, karena keberadaan pabrik penggilingan dan
33
perkebunan kopi, pabrik tarum dan perkebunannya, serta
keberadaan jalan besar antara Kawali – Panjalu.
Meskipun datanya belum ditemukan, keberadaan
prasarana berupa jalan yang cukup besar antara Kawali dengan
Panjalu, dan sering dilewati oleh orang, tidak mustahil di titik
tertentu beberpa keluarga pribumi mendirikan warung yang
menyediakan makanan dan lain-lain. Tidak mustahil ada petani
yang beralih profesi menjadi pedagang. Pada masa
pemerintahan Bupati R.A.A. Kusumadiningrat, jumlah jalan
desa di Kabupaten galuh bertambah sejalan dengan
pertambahan jumlah desa (Yulifar, 2014 : 51).
Kegiatan ekonomi di Kabupaten Galuh, terutama terjadi
di kota/Distrik Ciamis. Kegiatan ekonomi di tempat itu terutama
dilakukan oleh orang Cina. Hal itu disebabkan di kota Ciamis
bermukim sejumlah orang Cina. Orang Cina pada umumnya
berkiprah dalam kegiatan ekonomi perdagangan. Diduga kuat,
di kota itu banyak orang Cina mebuka toko, selain berdagang di
pasar.
Perkembangan aspek-aspek tersebut di atas, secara
tidak langsung menunjukkan baiknya kepemimpinan Bupati
R.A.A. Kusumadiningrat dalam menjalankan kewajibannya
sebagai bagian dari aparat pemerintah kolonial, dan terutama
34
sebagai kepala daerah, pemimpin masyarakat pribumi. Rakyat
merasakan bahwa Bupati R.A.A. Kusumadiningrat adalah
panutan mereka, sehingga mereka menyampaikan panggilan
hormat kepada bupati “Kangjeng Prebu”.
35
R. Kusumadiningrat menjadi Bupati Galuh bukan hanya
karena prinsip atau azas pewarisan jabatan bupati, yaitu karena
ayahnya adalah Bupati Galuh, tetapi faktor itu juga ditunjang
oleh karir R. Kusumadiningrat sebelum menjadi bupati dan
kebijakan pemerintah kolonial mengenai suksesi bupati.
Meskipun pemerintah Hindia Belanda menjadikan bupati
sebagai bagian dari aparat pemeintah kolonial, namun dalam
menjalankan pemerintahannya, lebih-lebih setelah ia mendapat
gelar adipati dan aria, kinerja Bupati R.A.A. Kusumadiningrat
lebih tertuju pada tugas dan
kewajibannya sebagai kapala
daerah. Oleh karena itu rakyat
penduduk Galuh sangat
menghormatinya, sehingga
memberi julukan hormat
kepada bupati, “Kangjeng
Prebu”, yang berari bupati
dimaksud dianggap setara
dengan raja.
Keberhasilan atau prestasi bupati dalam
mengembangkan aspek fisik dan ekonomi di daerah
kekuasaannya, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan ia
36
memperoleh “Songsong Kuning” (payung kebesaran) sebagai
simbol kebesaran bupati, dan tanda jasa berupa bintang Ridder
in de Orde van den Nederlandschen Leeuw dari pemeintah
Hindia Belanda, selain gelar adipati dan aria. Sejak Bupati R.T.
Kusumadiningrat memperoleh gelar tersebut, nama dan
gelarnya menjadi R.A.A. Kusumadiningrat, karena gelar
tumenggung-nya tidak digunakan lagi.
Faktor-faktor yang menyebabkan Bupati R.A.A.
Kusumadiningrat berhasil mengembangkan Kabupaten Galuh
diantaranya adalah karena dengan adanya hubungan baik
dengan aparat pemerintah kolonial, hubungan bupati dengan
masyarakat pribumi terjalin dengan baik, karena kepemimpinan
bupati bukan hanya sebagai kepala daerah, tetapi juga sebagai
pemimpin tradisional masyarakat pribumi di daerah
kabupatennya. Terkait dengan hal tersebut maka
mempermudah Bupati R.A.A. Kusumadiningrat menjalankan
pemerintahannya, dengan adanya dukungan dan kerjasama
antara masyarakat itu sendiri dengan pemerintah kabupaten
maka untuk mengaembangkan Kabupaten Galuh dari berbagai
aspek berjalan dengan baik. Keberhasilan Bupati R.A.A.
Kusumadiningrat (“Kangjeng Prebu”) dalam mengembangkan
kondisi/kehidupan di daerah kabupatennya, dilandasi oleh
37
kepemimpinan dan tindakan baik yang mengandung kearifan-
kearifan. (Sumiati, 2016 : 44).
Adapun beberapa Jabatan yang pernah di emban Bupati
R.A.A. Kusumadiningrat semasa hidupnya antara lain adalah
jurutulis (1828), letnan Dua Komendan Prajurit Galuh (1831)
gelar tumenggung kusumadinata (1837). Bupati Galuh (1839)
mengganti nama menjadi Raden Adipati Aria kusumadiningrat
(1855) mendapat bintang Medalle Gubernur Jenderal(1865)
mendapat izin payung kuningan (1874) mendapat Ridder Orde
Van de Nederlandsche leeuw dari ratu Belanda (Erwantoro
dkk,2003: 105).
19. RADEN ADIPATI KUSUMASUBRATA (1886-1914)
Raden Adipati
Kusumasubrata menikah
dengan Raden Ayu Lasminingrat
dari pernikahannya itu, ia
dikaruniai 17 orang anak , yaitu
1) Raden Garjita Kusumaputra,
2) Ni raden Ayu Gartih, 3) Ni
Raden Ayu Gutiah, 4) Ni Raden
Raden Adipati Kusumasubrata (1886-1914)
38
Gumiwang, 5) Raden Gumilang, 6) Ni Raden Ayu Gumiwah, 7)
Raden Gumiwang, 8) Raden Garnida, 9) Raden Dardea
Kusumasubrata, 10) Raden Ayu Gartika Surtikaningrum, 11)
Raden Otto garnita Kusumasubrata, 12) Ni Raden
Rukmitaningrat, 13) Raden Igo Gotawa Kusumasubrata,14)
Raden Mochammad Tail, 15) Raden ayu Gumari Suptaningrat,
16) Raden Theo Gartiwa Kusumasubrata, dan 17) Ni Popie
Gartika.
Beliau menjadi bupati Ciamis menggantikan ayahnya
Raden Adipati Aria kusumadiningrat sangat menaruh perhatian
dalam bidang pertanian,sehingga pada tahun 1912, ia
mendirikan Koprasi Mangunsubaya selanjutnya pada tahun
1870 disekolahkan ke Sumedang namun dilanjutkan ke Ciamis
dengan mendatangkan guru dari Batavia yaitu J. Bladergroen
selanjutnya pada tahun 1882 melanjutkan sekolha menak
Mosvia di Bandung.
Pada tahun 1911, ia medirikan seklah putri, yaitu Meijes
Vervolg Skcool di samping membangun sarana jalan berupa
jembatan Cileueur yang menghubungkan jalan ke kawali dan
jembata Cimemen dan ia merupakan bupati Galuh Ciamis
keturunan Parabu haur kuning.
39
20. RADEN TUMENGGUNG SASTRAWINATA (1914-1935)
Sepeninggalnya R A
kusumasubrata (1914)
pemerintahan Hindia belanda
tidak lagi mengangkat
keturuannya sebagai bupati
Galuh dimana kebijakan
pemerintah hindai belanda ini
Raden Tumenggung Sastrawinata (1914-1935)
disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga bupati Galuh
yang menentang kekuasaan belanda. bahkan anaknya yang
bernama Raden otto Gurnita Kusumasubrata secara terang
terangan menentang kehadiran Belanda di Kabupaten Galuh
dengan kebijakannya ini , pada 1914 pemerintah Hindia
Belanda mengangkat raden Tumenggung sastrawinata sebagai
Bupati Galuh menggantikan R.A.Kusumasubrata.
Dalam masa kepemimpinananya setelah dua tahun
yakni di tahun 1916 atas persetujuan Pemerintah Hindia
Belanda dirinya mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi
kabupaten Ciamis dimana R. Tumenggung Sastrawinata
memiliki maksud pribadi dibalik penggantian nama Galuh
40