The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rinisetyo756, 2022-05-05 00:32:28

ss03-MemecahkanRahasiaKapakMerah

ss03-MemecahkanRahasiaKapakMerah

SAPTA SIAGA _■•r ia

MEMECAHKAN RAHASIA
KAPAK MERAH

Rumah pohon Sapta Siaga kedatangan tamu: Jeff
dan kucingnya. Jeff sedang dikejar-kejar
pamannya dan seorang penjahat karena anak itu
mendengar sebagian pembicaraan mereka. Dan
apa yang didengar Jeff membuat Sapta Siaga
bingung: MKX, Kamis tanggal 25, Emma Larte,
kapak merah, dan terali. Apa arti semua itu?

Judul-judul selengkapnya:
1. Serikat Sapta Siaga
2. Rahasia Jejak Bundar
3. Memecahkan Rahasia Kapak Merah
4. Mencari Jejak
5. Mencari Anjing Hilang
6. Komplotan Misterius
7. Gua Rahasia
8. Rahasia Rumah Kosong
9. Tuduhan Palsu

10. Misteri Biola Kuno
11. Bermain Api
12. Gara-Gara Teleskop
13. Keributan Sesama Kawan
14. Membela Teman
15. Menerima Tanda Jasa

Panerbit
PT Cr&rr.eciia Pustaha 'Jtsma
jt Sfoswr-2i-ff. U
ja'Karta 1 Ctfr/a

Sanksi Pelanggaran Pasal 44: ENID BLYTON
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang
Perubahan atas Undang undang Nomor 6 Tahun 1982 MEMECAHKAN RAHASIA
Tentang Hak Cipta KAPAK MERAH

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk
itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).

Cm

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2000

WELL DONE, SECRET SEVEN Daftar Isi
by Enid Blyton

Copyright © Enid Blyton Ltd.
Ali rights rescrvcd.

is a registcrcd trademark of Enid Blyton Limited

MEMECAHKAN RAHASIA KAPAK MERAH 1. Rapat Sapta Siaga 7
Alih bahasa: Agus Sctiadi 2. Gagasan Bagus 14
GM 310 00.567 3. Pohon Besar 20
4. Membuat Rumah Pohon 26
Sampul dikeijakan oleh: Eduard [wan Mangopang 5. Penjaga yang Baik 31
Hak cipta tcijemahan Indonesia: 6. Keesokan Harinya 41
7. Malam di Hutan Berangin 46
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 8. Ada Orang di Rumah Pohon 52
Jl. Palmerah Selatan 24—26, Jakarta 10270 9. Perundingan 58
10. Jeff Berusaha Mengingat Kembali 64
Diterbitkan pertama kali oleh 11. Merembukkan Rencana 71
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama 12. Emma Lane 77
13. Peristiwa yang Mengejutkan 83
anggota IKAPI, 14. George Mendapat Ide 90
Jakarta, 1977 15. Kapak Merah 97
16. Sekarang Tinggal MKX 103
Cetakan kelima: Agustus 2000 17. Rencana Penyergapan 109
18. Akhir Pengalaman
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) 116
yang Mendebarkan
BLYTON, Enid
Memecahkan Rahasia Kapak Merah/Enid Blyton; alih

bahasa, Agus Sctiadi—Cet. 5—Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2000

128 hlm : 18 cm—(Sapta Siaga # 3)

Judul asli: Wcll Donc, Seeret Seven
ISBN 979 - 655 - 567 - 0

1. Judul. II. Sctiadi, Agus 111. Seri

813K

Dicetak o eh Percetakan PT SUN, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan

Dicetak di atas kertas Koran Inforsa - Import Canada

1

Rapat Sapta Siaga

”Lencanaku di mana? Ke mana lagi barang
itu?” ujar Janet kesal. ”Aku yakin, kusimpan
dalam laci ini.” Diaduk-aduknya isi laci. Sapu¬
tangan, kaus kaki, pita rambut—semuanya ber¬
hamburan ke lantai.

”Janet!” seru ibunya marah. ”Apa lagi yang
kaukerjakan itu? Padahal Mom bam memberes¬
kannya tadi pagi. Apa yang kaucari? Lencana
anggota Sapta Siaga?”

”Ya, Mom! Pagi ini ada rapat, dan aku tak
bisa hadir tanpa lencanaku itu,” jawab Janet.
”Peter pasti takkan mengizinkan aku masuk
ke gudang. Dia itu keras sekali memegang
peraturan.” Setumpuk saputangan menghambur
ke udara, menyusul setumpuk lagi yang sudah
ada di lantai.

”Sekarang pasti tak mungkin lagi kautemu¬
kan dalam laci,” gumam ibunya, sambil mem¬
bungkuk. Dipungutnya sebuah lencana bundar,
dengan dua huruf S.S. tersulam rapi di atasnya.

7

”Ini dia! Tadi kaucampakkan bersama-sama serikat yang sangat rahasia. Jadi tak boleh
dengan tumpukan saputangan. Anak bodoh!” sampai ada orang yang mendengarkan perun¬
dingan kami, walaupun akhir-akhir ini tak ba¬
”Sini, Mom! Berikan padaku!” seru Janet nyak kejadian seru. Kami benar-benar perlu
girang. Tapi ibunya tidak memberikan. mengalami sesuatu, supaya bersemangat. Misal¬
nya saja, petualangan terakhir kami.”
’Tidak. Mula-mula harus kaubereskan dulu
semuanya. Masukkan kembali ke laci, dan ’Tni! Bawalah kaleng biskuit ini ke rapat
atur rapi,” kata ibunya. kalian,” ujar ibunya. ”Dan bawa pula sebotol
air jeruk. Nah—Skippy sudah datang men¬
”Tapi lima menit lagi Sapta Siaga akan jemput!”
memulai rapat,” ujar Janet kebingungan. ”Peter
sudah menunggu di gudang.” Anjing spaniel mereka berlari-lari masuk,
lalu menggonggong pelan.
”Apa boleh buat, kau terpaksa datang ter¬
lambat,” kata ibunya tanpa merasa kasihan. ”Ya, ya—aku juga sudah tahu, aku terlambat
datang,” kata Janet sambil menepuk-nepuk ke¬
Janet keluar sambil membawa lencana yang pala Skippy. ”Tentunya Peter menyuruhmu
dicarinya. Ia mengembuskan napas kesal. Buru- menjemputku. Ayo, kita pergi sekarang! Terima
buru dibereskannya barang yang berhamburan, kasih, Mom, untuk biskuit dan air jeruknya.”
dan dimasukkannya kembali ke dalam laci
serapi mungkin. Kemudian ia bergegas lari ke Ibunya tersenyum.
lantai bawah. Janet bergegas melewati kebun, menuju ke
gudang yang terletak di belakang. Kedua
”Sudah kubereskan, Mom. Aku berjanji, tangannya memeluk kaleng biskuit dan botol
nanti sehabis rapat akan kurapikan lagi.” berisi air jeruk. Ketika sudah hampir sampai
ke gudang, didengarnya suara-suara meng¬
Ibunya tertawa. Lencana yang dipegangnya gumam. Kedengarannya keenam anggota lain
diserahkan pada Janet. ’Tni, ambil! Kau ini sudah hadir semua!
ada-ada saja—kau dan rapat Sapta Siaga kalian. Janet menggedor pintu, dibantu oleh Skippy
Bisa-bisanya kalian tahan berkumpul dalam yang menabrakkan badan.
gudang kecil pengap begitu, apalagi dalam ”Kata sandi!” teriak enam suara dari dalam.
cuaca panas seperti sekarang! Haruskah pintu "Petualangan!” Janet memekikkan kata sandi
dan jendela terus-terusan ditutup rapat?”
9
Ttu harus, Mom,” jawab Janet sambil me¬
nyematkan lencananya. ”Sapta Siaga adalah

8

mereka untuk minggu itu. Kata sandi itu harus
disebutkan. Jika tidak, ia dilarang masuk untuk
menghadiri rapat rahasia.

Pintu terbuka cepat. Peter, kakak Janet, ber¬
diri di ambang pintu dengan wajah cemberut.

”Untuk apa kauteriakkan kata sandi kita?”
tukas Peter.

”Maaf,” kata Janet menyesal. ”Tapi tadi
kalian yang mulai berteriak, meminta kata itu.
Jadi aku juga ikut berteriak. Tapi tak ada
orang lain yang bisa mendengarnya. Ini, lihat¬
lah! Kubawakan biskuit dan air jeruk!”

Peter memeriksa apakah adik perempuannya
itu menyematkan lencana di bajunya. Hal itu
dilakukannya, karena sepuluh menit yang lalu
ia melihat adiknya bingung mencari-cari tanda
keanggotaan itu. Peter sudah menetapkan dalam
hati, kalau Janet tak berhasil menemukannya,
ia takkan diperbolehkan masuk. Tapi ternyata
lencana sudah disematkan di gaun Janet.

Janet masuk ke gudang. Peter menutup pintu
kembali, lalu menutup gerendelnya. Daun jen¬
dela sudah tertutup. Sinar matahari musim
panas yang terik masuk lewat jendela satu-
satunya. Janet menarik napas panjang.

”Aduh—panas sekali dalam gudang ini!
Rasanya badanku hampir meleleh.”

”Kita semua juga begitu,” jawab Pam. "Me¬
nurut pendapatku, gudang ini sama sekali tak

11

cocok untuk dijadikan tempat rapat pada waktu "Bagus juga gagasanmu itu, Colin!” ujar
panas. Tidak bisakah kita bertemu di tempat Peter bersemangat. "Kita juga akan melakukan¬
yang lebih teduh? Misalnya saja dalam hutan, nya! Wah, hebat! Rumah di atas pohon, tempat
di bawah bayangan pohon?” rapat yang tak diketahui orang lain!”

’Tidak mungkin!” jawab Jack dengan segera. 13
"Adikku Susie pasti akan berkeliaran di dekat
tempat rapat. Akibatnya Sapta Siaga tidak lagi
merupakan perkumpulan rahasia!”

"Bagaimana kalau kita pikirkan tempat lain,
suatu tempat yang sejuk! Dan letaknya harus
tersembunyi, supaya tak ada yang bisa me¬
nemukan,” sambung Colin. "Misalnya saja,
aku punya tempat persembunyian dalam kebun
kami. Kalau aku di situ tak ada yang bisa
menemukan aku. Tempatnya sejuk, lagi pula
sangat tersembunyi.”

”Di mana tempat itu?” tanya Jack.
”Di atas pohon,” sahut Colin. "Dalam kebun
kami ada sebuah pohon besar. Dahan-dahannya
juga besar dan lebar, sehingga bisa dipakai
sebagai landasan. Di atasnya kutamh beberapa
bantal, serta sebuah peti tempat meletakkan
barang. Tempatnya enak dan sejuk. Dahan-
dahannya bergoyang kian kemari. Aku bisa
memandang berkeliling dengan leluasa. Jadi
aku selalu bisa melihat jika ada orang datang!”
Anak-anak mendengarkan keterangan Colin
sambil berdiam diri. Kemudian mereka ber¬
pandangan, dengan mata bersinar-sinar.

12

2 Coba lihat Skippy! Kasihan, napasnya ter¬
Gagasan Bagus engah-engah, lidahnya terjulur ke luar, seperti
habis balap lari saja!”
Para anggota Sapta Siaga membicarakan ide
baru itu. Semuanya setuju. Colin sangat bang¬ Memang, Skippy sedang kepanasan. Lidah¬
ga, karena dialah yang mencetuskan gagasan nya yang merah terjulur panjang, napasnya
yang menggembirakan teman-temannya. terdengar kembang-kempis. Peter bangkit dari
duduknya.
”Bila kita berhasil menemukan pohon yang
cukup besar, dengan dahan-dahan yang cukup ”Ayo, Skip! Kita berangkat. Nanti kau bisa
lebar, kita bisa membuat tempat pertemuan minum di sungai saat kita lewat situ.”
yang bagus di atasnya,” ujar Peter. ”Kita ang¬
kut papan, peti, dan sejumlah bantal ke situ. Kaleng berisi biskuit mereka bawa serta.
Kita juga akan membuat tempat penyimpanan Tapi sebelum berangkat, ketujuh anak itu
kue, minuman, buku-buku, serta barang-barang masing-masing minum air jeruk dulu. Sedang¬
lain.” kan Skippy cepat-cepat berlari menuju sungai,
ketika anjing itu tahu bahwa mereka menuju
"Pasti asyik sekali tempat itu,” sambut Janet ke sana.
girang. ’Tidak ada orang yang menyangka
kita berada di situ. Juga tak mungkin ada ”Hei, pelan-pelan, Skip! Jangan kauhabiskan
yang bisa mendengar percakapan kita.” airnya,” seru Peter. Tapi Skippy tak peduli.
Berulang kali lidahnya dijulurkan panjang-
”Ayolah! Kita keluar saja dari gudang pe¬ panjang ke permukaan sungai, untuk menghirup
ngap ini. Kita cari tempat yang cocok sekarang airnya yang sejuk. Anak-anak terus berjalan,
juga,” usul Colin. ”Sekarang aku tahu, bagai¬ meninggalkan Skippy yang masih terus minum.
mana rasanya es krim saat mulai meleleh.
”Kita pergi ke Hutan Berangin,” saran Colin.
14 "Di sana ada beberapa batang pohon yang
besar-besar dan mudah dipanjat.” Yang lainnya
setuju.

Dan mereka pun sampai di Hutan Berangin.
Di situ teduh dan sejuk.

”Sekarang kita harus mencari dengan sak¬
sama. Barangkali saja kita berhasil menemukan

15

pohon yang cocok,” kata Jack. "Pohonnya begitu banyak. George menemukan sebatang
harus cukup besar untuk ditempati ketujuh pohon yang menurut perasaannya sangat cocok.
anggota Sapta Siaga!” Tapi ketika dipanjatnya, ternyata mustahil bisa
dibuat rumah di atasnya.
"Bagaimana dengan Skippy?” tanya Janet
tiba-tiba. "Anjing itu tak bisa memanjat pohon. "Payah!” serunya dari atas. "Terlalu banyak
Jadi dia tidak bisa ikut rapat.” dahan yang menyilang, lagi pula terlalu besar!”

"Kita buatkan saja semacam jala untuk Ia meluncur lagi ke bawah.
mengikat tubuhnya! Kemudian kita tarik ke Kemudian Jack berseru, ”Hei—kemari se¬
atas,” usul George. mua! Bagaimana dengan pohon ini?”
Mereka semua lari menghampiri Jack, lalu
"Pasti Skippy tidak mau,” kata Peter. "Lagi menengadah untuk memperhatikan pohon yang
pula, dia kan bukan benar-benar anggota Sapta ditemukannya.
Siaga. Dia tak perlu menghadiri rapat. Tapi ”Ya,” ujar Colin, "kelihatannya pohon ini
dia bisa disuruh menjaga di bawah pohon.” cocok. Dahan yang setinggi pinggang itu bisa
kita pergunakan untuk tempat berpijak. Dan
”Oh ya, bagus! Kalau ada orang mendekat, dahannya cukup banyak, bisa untuk tempat
dia bisa menggonggong untuk memberitahu,” menyelipkan kaki—dan di sana ada lagi dahan
sambung Barbara. "Skippy memang pantas di¬ untuk pegangan. Lalu di tempat yang cukup
jadikan penjaga pintu.” tinggi kelihatannya terdapat banyak dahan yang
mendatar. Kelihatannya boleh juga! Sebaiknya
"Bukan penjaga pintu, tapi penjaga pohon,” aku naik saja untuk memeriksa dari dekat.”
ujar Pam. ”Hei—bagaimana kalau kita pilih "Tidak, aku yang memanjat,” bantah Jack.
pohon ini saja? Kan besar sekali!” ”Aku yang menemukan pohon ini. Kau boleh
menyusul sesudah aku.”
"Tidak cocok,” kata Peter menolak, sambil Dengan segera Jack mulai memanjat pohon
menengadah ke atas. "Tidak ada dahan-dahan yang ditemukannya. Ia naik dengan mudah,
yang rendah. Kita tidak bisa memanjat ke sampai ke tempat banyak dahan yang menjulur
atas. Kita harus menemukan pohon yang mu¬ datar ke segala arah.
dah dipanjat. Kalau tidak, waktu kita akan "Betul kataku tadi!” serunya dari atas. ”Di
habis percuma untuk naik-turun pohon saja.”
17
Anak-anak berpencar. Mereka menajamkan
mata, melihat ke sana kemari untuk mencari
pohon yang cocok. Ternyata jumlahnya tidak

16

sini ada kira-kira enam batang yang sama serempak. Mereka ribut mengajukan usul,
tingginya. Dan ada lubang di dalam batangnya. bagaimana hendak membuat tempat itu menjadi
Bisa kita pakai sebagai tempat penyimpanan rumah pohon yang bagus. Peter mengacungkan
barang-barang. Ayo, naik saja! Tempatnya cu¬ tangan, meminta anak-anak berhenti bicara.
kup lapang untuk kita semua.” Sesudah itu dikeluarkannya sebuah buku
catatan.
Anak-anak menyusul naik dengan berse¬
mangat. Peter yang memanjat paling akhir ”Nah,” ujarnya, dengan tangan memegang
Maksudnya untuk menolong anak-anak perem¬ pensil, siap untuk menulis, ”ajukanlah usul-
puan yang tersangkut dan memerlukan bantuan. usul kalian. Tapi satu per satu, jangan
Tapi ia tak perlu memberikan pertolongan, berebutan seperti tadi. Semua akan kucatat.”
karena pohon itu memang mudah dipanjat.
19
"Menurutku, pohon ini yang paling besar
dalam hutan,” ujar Peter, ketika mereka semua
sudah duduk di dahan. ”Kita beruntung sekali.
Banyak dahan lebar yang sama tingginya.
Datar-datar lagi! Mana lubang yang kaukatakan
tadi, Jack?”

”Ini dia,” sahut Jack, lalu bergeser dari
bagian batang tempatnya bersandar. Keenam
anggota lainnya melihat sebuah lubang yang
sangat besar. Jack merogohkan tangannya ke
dalam, sambil meraba-raba.

"Dalamnya kurang-lebih setengah meter,”
ujarnya menaksir. "Lubang ini cocok untuk
tempat menyimpan barang-barang, jadi kita
tak perlu membuat lagi. Nah, bagaimana? Apa¬
kah akan kita jadikan Pohon Sapta Siaga,
tempat pertemuan kita yang baru?”

”YaaaT seru seluruh anggota Sapta Siaga

18

3 ”Idemu bagus juga,” gumam Peter sambil
Pohon Besar mencatatnya dengan cepat. ”Masih ada lagi?”

Semua mengajukan gagasan bertubi-tubi. "Perabot untuk disimpan dalam lubang,” ujar
”Kita bisa mengangkut beberapa lembar pa¬ Janet. ”Cangkir tahan pecah dan benda-benda
lainnya. Aku yang akan membawanya. Mom
pan kemari. Kita letakkan menyilang pada selalu mengizinkan aku membawanya jika kita
dahan-dahan ini, sehingga terbentuk sebuah memerlukannya. Pokoknya kita kembalikan lagi
panggung,” ujar Colin mengajukan sarannya. kapan-kapan.”
”Dalam gudang di rumah kami ada beberapa
lembar papan yang tak terpakai.” ”Itu juga ide bagus,” kata Peter. Ia mencatat
lagi. ”Papan untuk membuat panggung. Kau
”Dan aku punya tali untuk mengikatnya,” yang membawanya, Colin.”
sambung Jack.
”Lalu tali pengikat,” sambung Jack. ”Aku
”Ya, kita juga memerlukan bantal untuk yang membawanya.”
tempat duduk,” kata Pam. ”Tapi bantal-bantal
itu harus kita masukkan ke dalam lubang di ”Aku menyediakan bantal-bantal!” seru Pam.
pohon ini bila kita pergi dari sini. Jadi kalau ”Dan aku membawa alas karet,” ujar
hujan, bantal-bantal itu tidak basah.” Barbara.
"Cangkir-cangkir urusanku,” kata Janet.
”Wah, tak mungkin. Lubangnya terlalu sem¬ "Bagaimana denganmu, George?”
pit,” bantah Jack. ”Aku akan membawa persediaan makanan,”
jawabnya.
”Aku bisa membawa sehelai alas karet kedap ”Asyiiik!” seru Peter, ”dan aku menyediakan
air. Dengan alas karet itu, barang-barang bisa minuman. Wah, pasti seru di atas sini. Kita
kita tutupi apabila kita pergi,” kata Barbara. akan memiliki tempat pertemuan yang hebat.
”Kujamin takkan basah.” Tapi jangan ceritakan pada adikmu yang bandel
itu, Jack.”
20 ”Untuk apa aku bercerita pada Susie?” tukas
Jack tersinggung. ”Kapan kita mulai mem¬
bangun rumah pohon kita?”
”Kenapa tidak besok saja?” usul Peter.

21

"Sekarang kan belum ada yang berangkat untuk "Kami datang, Skip!” seru Peter sambil turun
berlibur ke pantai. Lagi pula tak banyak waktu dari pohon. Ia melayangkan pandangan terakhir
yang diperlukan untuk membereskan tempat ke tempat pertemuan baru mereka. "Benar-
ini. Ditambah lagi, tempat ini memang cocok benar sangat cocok! Sekarang tinggal satu lagi
sekali untuk dijadikan rumah pohon!” yang harus kita harapkan.”

Ketika mereka sedang berbincang dengan ”Apa maksudmu?” tanya Jack yang sudah
asyik, tiba-tiba terdengar lolongan sedih dari mulai turun.
bawah, disertai bunyi mencakar.
”Kita harapkan, semoga ada sesuatu yang
”Ah, betul juga! Kasihan si Skippy,” ujar bisa dilakukan Sapta Siaga,” kata Peter me¬
Janet. ”Rupanya dari tadi dia sudah menunggu nerangkan. ”Sudah lama sekali kita tidak
di bawah. Pasti dia kepengin pintar memanjat, mengalami hal yang penuh rahasia, atau meng¬
seperti kucing—supaya bisa ikut naik kemari!” hadapi petualangan.”

22 "Untung hal itu kaukatakan,” ujar Pam. "Ka¬
rena biasanya, jika kaukatakan tak pernah ter¬
jadi sesuatu—tak lama kemudian kita pasti
sudah terlibat dalam suatu petualangan!”

"Mudah-mudahan kata-katamu itu benar,”
kata Peter mengharapkan. "Kita bisa melihat
jauh sekali dari sini,” katanya. "Pemandangan
luas melewati batas hutan, sampai ke bukit.
.Aku bisa melihat jalan yang berkelok-kelok
mendaki bukit. Ada beberapa mobil sedang
lewat di situ.”

”Ayo!” seru Jack. Ia sudah hampir sampai
ke bawah. "Hari sudah siang. Pasti aku di¬
marahi lagi nanti. Kata ibuku, rapat kita selalu
satu jam lebih lama dari batas waktu yang
sudah ditetapkan!”

"Tapi kali ini rapat kita asyik,” ujar Colin.

23

Ia turun dengan cara meluncur. Tapi me¬ Kalau ada orang lain datang, dia akan meng¬
luncurnya terlalu cepat. Tiba-tiba terdengar gonggong untuk memberitahu.”
bunyi kain robek. ”Aduh, mati aku! Celanaku
robek!” Anak-anak senang karena persoalan Skippy
sudah beres. Memang, anjing itu tak bisa ikut
”Tentu saja, kalau menuruni pohon kau se¬ naik pohon untuk menghadiri rapat seperti
perti sedang melaju di atas papan luncur saja!”
kecam Barbara. ang biasa dilakukannya dalam gudang. Tapi
setidak-tidaknya Skippy akan melakukan tugas
Sesampainya di bawah, mereka disambut untuk mereka. Jadi dia bisa merasa penting,
Skippy dengan gembira. Anjing itu melonjak karena harus menjaga.
ke sana kemari, sambil menggonggong dengan
ribut. Peter tertawa. Skippy menyalak dengan nyaring, seakan-
akan memahami seluruh pembicaraan dan me¬
"Kasihan, si Skippy. Kau pasti tidak me¬ nyetujuinya. Ia mengibas-ngibaskan ekornya,
nyukai tempat pertemuan kita yang baru ini! sambil berlari-lari di depan ketujuh anak yang
Hei, aku ada akal! Bagaimana kalau Skippy berjalan beriringan. Anjing itu tahu, waktu
kita buatkan kandang dalam lubang di sana makan sudah tiba!
itu, selama kita berada di atas pohon?”
25
Sambil bicara, Peter menunjuk ke sebuah
lubang yang terdapat di kaki sebatang pohon
yang berdekatan letaknya. Lubang itu besar
sekali, hampir-hampir menyerupai gua. Skippy
pasti pas masuk di dalamnya.

”Kita bisa memasukkan salah satu tikar alas
tidurnya ke dalam rongga itu. Kita tambah
dengan sebongkah tulang, supaya dia tahu itu
tempatnya,” kata Peter. ”Dari atas kita teriak¬
kan, ’Ayo, Skip, jaga!’—pasti dia akan me¬
nunggu di situ, sampai kita turun lagi.”

”Bagus! Dia menjadi pengawal kita!” ujar
George. ”Skippy cocok jika menjadi pengawal.

24

4 nemukan enam bantal. Jadi kita harus mencari
Membuat Rumah Pohon satu lagi.”

Keesokan harinya mereka sibuk sekali. Kalau Janet berlari ke gudang di belakang kebun
saat itu kebetulan ada orang dalam Hutan untuk mengambil satu bantal lagi. Selama mu¬
Berangin, pasti orang itu akan tercengang me¬ sim panas gudang tak terpakai, jadi bantal
lihat tujuh anak berjalan beriringan, masing- >ang biasa mereka pakai untuk tempat duduk
masing membawa sesuatu di tangan. sewaktu rapat bisa mereka bawa ke tempat
rapat yang baru.
Mereka berkumpul di rumah Peter, dengan
membawa perbekalan yang sudah ditentukan. George membawa beberapa batang cokelat,
Janet, adik Peter, mengangkut seperangkat ditambah sekaleng biskuit.
cangkir serta piring dan sendok. Colin mem¬
bawa sepotong papan, dibantu oleh Jack. Jack "Ibuku yang memberi,” kata George, ”dia
sendiri membelitkan tali bermeter-meter ke bilang ibu kalian selalu menyediakan makan
pinggangnya. Kelihatannya aneh sekali! dan minum untuk Sapta Siaga. Jadi sekarang
gilirannya untuk melayani kita.”
Barbara membawa selembar alas karet lebar
yang terlipat rapi. Ia membantu Pam membawa “Baik benar ibumu,” ujar Peter gembira.
setumpuk bantal tua. "Bagus sekali kaleng ini.” Ia sendiri mengam¬
bil sejumlah uang dari simpanannya dalam
"Bantal-bantalnya agak kotor dan sudah kotak tabungan. Dengan uang itu ia membeli
kempis,” ujar Pam, ”tapi rasanya itu tak men¬ sebotol limun dan sebotol air jeruk. Ia juga
jadi soal. Aku mengambilnya dari dalam gu¬ membawa dua botol berisi air untuk dicampur¬
dang di kebun. Sudah lama tersimpan, tak kan.
pernah dipakai lagi. Aku hanya berhasil me¬
Skippy juga ikut mengangkut sesuatu, yakni
26 gulungan tikar yang diikat erat dengan tali.
Tikar itu digondolnya dengan moncongnya.
Anjing itu beijalan dengan sikap gagah, karena
merasa dirinya penting. Skippy senang sekali
jika diajak anak-anak ikut serta dalam kegiatan
mereka.

Ketujuh anggota Sapta Siaga beijalan me-

27

masuki Hutan Berangin, dan langsung menuju Skippy menggonggong, lalu berlari keluar.
ke pohon pilihan mereka.
Peter memasukkan tikar ke dalam lubang
"Sebaiknya pada kulit batangnya kita gores¬
kan huruf S.S. dengan pisau, sebagai tanda pohon. Ia meletakkan sepotong tulang untuk
untuk Sapta Siaga,” usul Pam.
Skippy, kemudian topinya yang sudah tak ter¬
"Jangan!” larang Peter. "Ayahku mengatakan,
orang yang gemar mencoret-coret dinding dan pakai lagi.
lantai serta menggoresi pohon dengan pisau
adalah orang dungu. Jika ada anggota Sapta "Ayo jaga, Skip!” ujar Peter sambil menga¬
Siaga yang ingin bertindak dungu, silakan
keluar dari perkumpulan kita.” cungkan jari. "Kau menjaga, kataku. Ini pen¬

"Aku tadi cuma berkata, sebaiknya kita ting sekali! Jaga topiku sampai aku kembali.
menggoreskan huruf S.S.,” balas Pam dengan Skippy, jaga!”
suara tersinggung. "Aku tidak bermaksud kita
harus melakukannya. Kau tahu sendiri, aku Skippy masuk kembali ke dalam lubang
tidak dungu.”
pohon, lalu mengendus. Mula-mula mencium
"Ya, aku tahu," ujar Peter. "Aku tadi juga
hanya mengulangi kata ayahku. Sudahlah— topi itu, lalu berpindah ke tulang. Anjing itu
kita buatkan dulu tempat penjagaan untuk
Skippy, sebelum naik ke atas pohon.” berputar, lalu duduk tegak. Kelihatannya serius

Mereka pun asyik mengatur tempat untuk sekali! Sekarang ia takkan meninggalkan tem¬
anjing spaniel itu. Skippy mengendus-endus
ke sana kemari. Kemudian anjing itu duduk di pat itu, sebelum mendapat izin dari Peter.
tempat masuk, seolah-olah sedang menyeringai.
Skippy pintar sekali menjaga, jika ia tahu itu
"Nah, rupanya Skippy puas. Lihatlah—dia
tersenyum,” ujar Janet. "Keluarlah sebentar. tugasnya. ;!
Skip! Kami masukkan tikar ini, supaya kau
tahu bahwa di sini tempatmu. Di sinilah kau "Sekarang kita bisa melanjutkan pekerjaan
menjaga rapat kami. Menjaga, Skip! Mengerti?”
tanpa diganggu oleh SkippWyang meloncat ke
28
sana kemari,” kata Peter pias. "Ayo, kita ikat

selembar papan dan alas | karet dengan tali.

Sesudah itu salah seorang' dari kita naik ke

atas dengan membawa ujung tali, kemudian

menarik semuanya ke tempat kita.”

Ide itu kedengarannya baik. Tapi kenyataan-

nva berlainan. Tali yang diikatkan oleh Peter

pada papan yang hendak ditarik ke atas ter¬

nyata tidak cukup kencang. Ketika Jack sedang

menarik barang-barang itu, tiba-tiba ikatannya

29

terlepas. Lembaran-lembaran papan dan alas 5
karet jatuh kembali ke tanah. Penjaga yang Baik

Selembar papan menimpa bahu Colin, dan Ketujuh anak itu sibuk sepanjang pagi, mem¬
alas karet menutupi kepala Pam. Yang lain- bangun rumah di atas pohon. Menaruh papan-
lain tertawa terpingkal-pingkal melihat Pam papan kemudian mengikatkannya erat-erat sam¬
menjerit dan meronta-ronta, karena tak tahu pai kokoh, ternyata sama sekali tidak semudah
apa yang terjadi. yang mereka perkirakan semula.

”Ya Tuhan—maaf deh,” ujar Peter sambil Papan-papan itu selalu terlepas dari ikatan.
menarik lembaran karet yang menutupi kepala Ada lagi yang lebih menjengkelkan, papan-
temannya itu. ”Sekarang kita ikat lebih papan itu berulang-ulang jatuh. Terpaksa salah
kencang!” seorang anak turun untuk mengambilnya. Dan
setiap kali ada papan yang terbanting ke tanah,
”Biar aku saja yang mengikatnya,” kata Skippy ribut menyalak untuk memberitahu¬
Colin yang masih mengusap-usap pundaknya. kan.
”Aku tak mau tertimpa papan lagi seperti
tadi!” ”Rupanya anjing itu mengira, kita tak tahu
kalau ada papan jatuh,” ujar Janet sambil
”Wah, ini lucu sekali,” ujar George girang. tertawa cekikikan. ”Nah, jatuh lagi! Giliran
”Benar-benar lucu! Aku berani bertaruh, belum siapa yang mengambilnya?”
pernah orang lain seasyik kita saat membuat
rumah pohon!” ”Rasanya pekerjaan ini terlalu banyak ta¬
ngan,” kata Jack menyatakan pendapatnya.
30 "Semuanya duduk di dahan, sehingga meng¬
halangi saat papan hendak dipasang. Sebaiknya

31

anak-anak perempuan turun saja ke dahan yang ke dalam lubang dalam batang kayu. Sedang¬
agak rendah. Kami berempat sudah cukup un¬ kan alas karet mereka ikatkan dengan rapi
tuk mengikat papan.” pada sebatang ranting yang berdekatan, siap
untuk ditutupkan di atas bantal-bantal dan
Ketiga anak perempuan yang dikatakan panggung, apabila Sapta Siaga meninggalkan
mengganggu, turun ke bawah sedikit. Mereka tempat itu.
memilih dahan di sisi lain, supaya tidak ter¬
timpa kalau ada papan jatuh. ”Nah, beres!” ujar Peter dengan wajah ber¬
seri-seri. ’Tnilah markas besar kita yang baru.
”Sialan! Sekarang bantal yang jatuh,” kata Wisma Sapta Siaga. Lengkap dengan pengawal
Pam. ”Biar menggeletak dulu di tanah. Se¬ yang menjaga di bawah. Semua sudah siap
bentar lagi pasti ada lagi papan yang lepas menantikan petualangan selanjutnya. Tinggal
dan jatuh. Yang turun mengambil papan itu tunggu saja!”
sekaligus juga bisa memungut bantal.”
”Aku takkan keberatan, jika tak ada peris¬
Keempat anak laki-laki sibuk memasangkan tiwa baru,” kata Pam. ”Ini saja sudah merupa¬
papan-papan ke tempatnya. Akhirnya selesai kan pengalaman asyik bagiku. Asyik kan, pu¬
juga panggung terpasang. nya rumah di atas pohon. Ah—sekarang angin
datang!”
"Sekarang sudah aman,” ujar Jack. Ia ber¬
jalan bolak-balik dengan hati-hati, untuk Angin berembus kencang. Dahan-dahan po¬
menguji kekokohan panggung hasil buatan me¬ hon besar itu terguncang-guncang. Panggung
reka itu. "Tidak akan ada yang mungkin ter¬ mereka bergoyang.
peleset di celah-celah papan, dan tak ada papan
yang masih bisa terlepas. Kuakui, pekerjaan ”Asyiiik!” seru Janet, ketika merasakan
kita memang rapi.” panggung bergoyang-goyang. ”Rasanya seperti
di atas kapal yang sedang oleng!”
Anak-anak perempuan naik kembali, dan
mengagumi panggung yang sudah selesai. Ban¬ "Sekarang sudah pukul setengah satu,” ujar
tal diambil dari tanah. Tak lama kemudian Peter. ”Sekarang kita makan biskuit dan minum
panggung papan itu sudah kelihatan menye¬ dulu. Sesudah itu kita pulang. Nanti sore kita
nangkan, dilengkapi tujuh buah bantal tipis kembali lagi ke sini. Kita bawa buku-buku
dan tak bisa dikatakan bersih. serta salah satu permainan. Kita bermain di
sini.”
Perbekalan mereka yang lainnya dimasukkan

32 33

”Aku heran, kenapa orang-orang dewasa tak bil memakan cokelat yang disumbangkan ibu
senang bila kita jajan sebelum waktu makan,” George. Senang sekali mendengarkan bunyi
kata Janet sambil mengunyah-ngunyah biskuit¬ angin bertiup, menyebabkan daun-daun di se¬
nya, ”Kalau aku, walaupun enam buah biskuit kitar mereka berdesir, dan mengibarkan rambut
raksasa ini kumakan habis, aku masih cukup mereka.
lapar untuk makan siang.”
Tiba-tiba terdengar Skippy menggonggong
”Tapi kita hanya akan makan masing-masing di bawah.
satu,” sahut Peter. Cepat-cepat ditutupnya ka¬
leng biskuit. ”Jika kita sekaligus memakannya ”Kenapa Skippy?” tanya Peter. Ia mengintip
enam buah, sebentar lagi takkan ada yang ke bawah. Didengarnya suara orang lain.
tersisa. Biskuit sepenuh kaleng besar ini pasti
tahan untuk waktu lama!” Mereka pun turun "Hei! Mau apa kaul Jangan ganggu aku
dari rumah pohon mereka, lalu pulang ke dan kucingku!”
rumah masing-masing.
”Ada anak laki-laki di bawah,” bisik Peter
Sorenya mereka datang lagi. Skippy me¬ pada teman-temannya. "Kelihatannya kotor se¬
nempati pos penjagaannya di kaki pohon yang kali. Dia menggendong kucing di bahunya.
berongga. Kelihatan anjing itu memahami Skippy meloncat-loncat mengelilinginya.”
tugasnya, karena ekornya mengibas kian kemari
dengan riang, sewaktu para anggota Sapta "Skippy bukan hendak menggigitnya,” bisik
Siaga memanjat pohon satu per satu. George yang ikut mengintip. ”Rupanya Skippy
hanya mau merintangi anak itu, supaya jangan
Sore itu angin bertiup lebih keras. Nikmat memanjat kemari! Mungkin dikiranya anak itu
sekali rasanya, berada di atas panggung yang hendak memanjat. Mana kucingnya? Geser
bergoyang-goyang. sedikit dong, aku juga ingin melihat!”

’Tinggal bunyi deburan air saja yang ku¬ Tapi Peter tak mau bergeser. Karena itu ia
rang,” ujar Janet. ”Rasanya seperti di kapal. didorong oleh George. Peter berpegangan pada
Asyiiik!” seutas tali pengikat salah satu papan panggung,
sehingga papan itu terungkit. Hampir saja Peter
Ketujuh anak itu ada yang duduk, dan ada terjatuh, kalau tidak sempat menyelamatkan
pula yang berbaring di atas bantal masing- diri dengan berpegangan pada sebatang cabang.
masing. Mereka membaca dan mengobrol, sam¬
Pam menjerit ketakutan. Peter menyenggol¬
nya, sambil mendelik.

34 35

”Diam!” desisnya. ”Kau ingin tempat per¬ "Kenapa kau begitu? Ayo duduk! Duduk,
sembunyian ini diketahui orang lain di hari kataku. Kenapa kau ribut? Awas, kalau mau
pertama kita?” mengganggu kucingku. Duduk!” Anak itu
bicara dengan gelisah.
Anak yang berdiri di tanah memandang ke
sana ke mari. Ia terkejut mendengar jeritan Tapi Skippy baru berhenti meloncat-loncat
Pam. Tapi ia tak tahu, dari arah mana suara sambil menggonggong, ketika anak itu pergi
itu datang. Kemudian ia menengadah, me¬ menjauhi pohon. Begitu kelihatan anak itu tak
mandang ke atas pohon. berniat lagi memanjat, perangai Skippy yang
ramah timbul kembali. Anjing itu duduk di
”He!” seru anak itu. ”Ada orang di atas? antara pohon dan anak tak dikenal itu, lalu
Siapa di atas?” mengibas-ngibaskan ekor.

Tentu saja tak ada yang menjawab. Pam "Aku tak tahu, kenapa kau tak mengizinkan
menahan napas, sampai dadanya sesak. Peter aku naik ke atas pohon itu,” ujar anak yang
masih tetap melotot. menggendong kucing, ”tapi kalau kau tak mau,
aku takkan memanjat. Kalau mau, aku bisa
”Ada siapa di atas?” seru anak itu sekali >aja datang kembali kemari, jika kau tak ada!
lagi. ”Kalau tak mau menjawab, aku naik Sekarang aku pergi. Kucingku ketakutan se-
sekarang!” 'engah mati karena perbuatanmu!”

Peter mengerang. Itulah yang dikhawatirkan¬ Ketujuh anggota Sapta Siaga mendengar
nya sejak tadi! bunyi ranting-ranting patah dan daun gemeresik
dipijak anak yang pergi itu. Skippy masih
Tapi Skippy punya ide lain. Apa! Ada anak menggonggong singkat sebagai peringatan.
asing mau naik ke atas pohon yang dijaganya? Kemudian dia kembali ke ”pos penjagaan”,
Itu harus dicegah! ekornya mengibas dengan gagah. Aha! Skippy
memang penjaga cekatan. Tak ada yang bisa
Skippy meloncat-loncat di depan anak itu memanjat pohon kalau tak diizinkan olehnya.
sambil menggeram. Ia tak bermaksud meng¬
gigit, melainkan hanya menakut-nakuti. Tapi Ketujuh anak di atas pohon tetap tak berkata
anak itu tak tahu. Ketika Skippy menerpanya, sepatah pun, sampai tidak terdengar lagi bunyi
ia baru saja meletakkan tangan ke dahan yang d tanah. Kemudian Pam yang mula-mula
paling rendah. Dengan cepat dahan dilepas¬
kannya kembali, lalu berdiri menghadapi 37
Skippy.

36

membuka mulut. Kelihatannya ia hampir-ham¬ karena dialah Peter hampir terjatuh dari pohon,
pir menangis. yang menyebabkan Pam menjerit.

”Aku menyesal! Jangan marahi aku dong! ”Terima kasih,” kata Peter, sambil mengam¬
Kukira kau akan jatuh, Peter. Karena itulah bil sepotong cokelat. Yang lain-lain ikut
aku menjerit!” mengambil. Tak lama kemudian suasana sudah
tenang kembali. Mereka makan cokelat sambil
”Kalau kau menjerit lagi lain kali, kami membicarakan kesigapan Skippy sebagai pen¬
keluarkan kau dari perkumpulan kita,” ujar jaga.
Peter galak. ”Masa rumah pohon baru saja
selesai sudah nyaris ketahuan anak lain. Dasar ”Aku yakin dia sudah kembali ke pos pen¬
anak perempuan!” jagaannya sekarang,” kata Jack. ”Aku ingin
punya anjing seperti Skippy. Dia memang
Ucapan itu menimbulkan kejengkelan Janet benar-benar hebat!”
dan Barbara.
"Rasanya anak tadi takkan kembali lagi,”
”Kami tidak menjerit tadi,” kata Janet ketus. ujar Colin sesudah beberapa saat. "Barangkali
"Kami tak berkutik sama sekali! Pam yang dia cuma berjalan-jalan dalam hutan—dengan
suka menjerit. Di sekolah pun ia begitu.” kucingnya! Aneh! Ada orang yang berjalan-
Muka Pam merah padam mendengarnya. jalan dengan kucing.”

”Aku berjanji takkan menjerit lagi,” katanya ”Ayo, kita main kartu saja sekarang,” kata
dengan suara lirih. ”Lagi pula anak itu sudah Pam. ”Aku membawa satu set. Dan bagaimana
pergi. Jadi kita tak sampai ketahuan.” kalau kita minum lagi? Aku haus sekali'”

”Berkat Skippy,” ujar Peter yang masih te¬ Ketujuh anak itu asyik bermain di rumah
tap kesal. ”Dan bagaimana kau tahu kalau pohon. Mereka minum air jeruk, dan makan
anak itu takkan datang lagi kalau kita sudah biskuit sambil main kartu. Tapi permainan
pergi?” kartu agak menjengkelkan, karena kartu-kartu¬
nya selalu terbang ditiup angin dan ber¬
”Dia takkan ingat lagi letak pohon kita ini,” hamburan ke tanah.
jawab Pam. ”Sudahlah, jangan mengomel lagi,
Peter. Aku sudah cukup merasa bersalah.” ”Kurasa lebih baik kita main domino,” ujar
George pada akhirnya. ”Kartu domino tidak
”Ini, kita makan cokelat saja,” ujar George. bisa diterbangkan angin. Sialan! Selembar
Ia ingin cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
Ia tak ingin ada yang teringat kembali bahwa

38 39

kartuku terbang lagi. Besok aku membawa 6
kartu domino saja.” Keesokan Harinya

Pukul lima sore, mereka bersiap-siap pulang Keesokan harinya mereka berkumpul lagi di
ke rumah. Bantal-bantal ditumpuk dengan rapi. rumah Peter. Kemudian mereka bersama-sama
Lalu di atasnya diselubungkan alas karet, dan berangkat menuju Hutan Berangin. Beberapa
diikat erat-erat. Barang-barang lainnya dimasuk¬ anak membawa makanan, sedangkan Peter
kan ke dalam lubang dalam batang pohon. membawa minuman. Janet mengepit sebuah
Tiba-tiba terlihat seekor bajing kecil berlari buku besar. Ia beijanji akan meminjamkannya
pada sebuah dahan. Binatang itu memandang pada Colin.
mereka dengan tercengang-cengang.
’Tnilah buku ayahku yang kuceritakan pada¬
”Hei!” ujar Peter. ”Apa kabar? Awas—jangan mu,” ujar Janet. ’Tsinya tentang semua jenis
berani-berani merampok tempat penyimpanan kapal. Aku sudah minta izin untuk menunjuk¬
kami!” kannya padamu. Tapi kata Dad, aku harus
mengembalikannya dalam waktu dua atau tiga
Bajing itu berceloteh sebentar, lalu meng¬ hari. Jadi, jangan lama-lama meminjamnya.”
hilang dengan lompatan indah. Anak-anak ter¬
tawa melihatnya. Suara mereka terdengar oleh ”Wah—terima kasih banyak,” ujar Colin me¬
Skippy yang masih menjaga di bawah. Anjing nerima buku itu dengan senyum senang. Ia
itu menggonggong. sangat menyukai kapal. Dan buku ayah Janet
sangat indah. Ia pun tahu, ia harus sangat
"Baiklah, Skip! Kami datang!” seru Peter berhati-hati terhadap buku itu.
dari atas. "Kami bawakan sebuah biskuit untuk¬
mu. Sebagai hadiah, karena kau sudah bekeija Seperti biasa, Skippy ikut berlari di samping
dengan baik!” mereka. Ketujuh anak itu sampai di Hutan

40 41

Berangin, dan langsung menuju ke rumah seperti monyet,” kata Janet menerangkan. ”Kita
pohon mereka. Skippy segera duduk di depan kan sudah sering melihat bajing menggenggam
pos penjagaannya dengan sikap serius. Janet kacang, sambil memakannya. Aku yakin, bajing
menepuk-nepuk kepalanya. itu cukup pintar untuk mencabut gabus dari
botol ini. Tapi isinya dibuang keluar, karena
”Ya, kami tahu—kau akan menjaga dengan bajing tak mungkin suka limun.”
baik,” katanya. ”Anjing manis!”
”Aku bisa membayangkan, ada bajing yang
Mereka memanjat pohon. Peter membuka pandai membuka gabus botol, lalu menuangkan
ikatan alas karet, lalu menebarkan bantal-bantal isinya keluar,” ujar Peter. ”Tapi sukar di¬
di lantai panggung papan. Baru saja ia siap percaya, binatang itu pandai memasangkan ga¬
dengan pekerjaannya, anak-anak perempuan bus kembali ke lubang botol. Dugaanku, anak
menjerit pelan karena terkejut. yang kemarinlah yang melakukannya!”

”Lihat! Tutup kaleng biskuit terbuka, dan "Perkiraanku juga begitu,” sahut George.
biskuitnya hampir habis! Padahal kemarin ma¬ Tapi anak-anak lain tak sependapat. Mereka
sih banyak. Dan cokelatnya juga hilang be¬ semua mengira, bajinglah yang menghabiskan
berapa batang. Botol limun kosong, padahal perbekalan.
kemarin masih berisi setengah!”
”Sudahlah, tak usah kita ributkan lagi per¬
Ketujuh anak itu menjulurkan kepala, me¬ soalan ini,” ujar Jack. ”Hari ini perbekalan
mandang ke dalam lubang dalam batang pohon kita cukup banyak. Jika bajing itu ingin makan
mereka. Benar—biskuit hampir habis. Para ang¬ biskuit dan cokelat sedikit, biarkan sajalah!”
gota Sapta Siaga berpandang-pandangan. Janet
yang berbicara duluan. Kini mereka membawa kartu domino. Pada¬
hal kalau yang dibawa kartu biasa juga tidak
"Kalian tahu, siapa yang kucurigai? Bajing apa-apa, karena angin tak bertiup pagi itu.
bandel kemarin! Kurasa, begitu kita pergi, Matahari tertutup awan rendah.
binatang itu masuk ke lubang ini untuk
mengambil barang-barang kita. Bajing memang "Mudah-mudahan saja tidak hujan,” kata
binatang pintar!” Colin sambil memandang ke langit. "Kelihatan¬
nya mendung.”
”Tapi bagaimana caranya dia minum limun?”
tanya Peter agak ragu. ”Biar saja hujan turun. Kita tak mungkin
basah, karena terlindung dalam pohon besar
”Bajing bisa menggunakan kaki depannya,

42 43

berdaun lebat,” ujar Pam. ”Aku yakin, tak ”Ah, pasti aman,” ujar Pam. Anak itu enggan
setetes pun air hujan akan jatuh ke rumah mengangkut semuanya ke rumah. ”Jika
pohon kita ini.” bajing—atau siapa pun yang mengambil ke¬
marin—tidak mengangkut bantal, cangkir, dan
Ketika akhirnya hujan turun dan tetesannya barang-barang lainnya, kecil kemungkinan hal
memercik menimpa daun, hanya satu-dua tetes itu dilakukannya lagi hari ini. Lagi pula yang
yang menciprat ke panggung. Tapi Colin ke¬ tersisa cuma beberapa potong biskuit!”
lihatan cemas.
"Baiklah,” kata Peter lega. "Bantal-bantal
"Sebaiknya buku tentang kapal-kapalmu ini kita masukkan saja ke dalam alas karet. Kemu¬
kumasukkan saja ke dalam tempat penyim¬ dian kita pergi. Skippy! Kami datang!”
panan kita,” katanya. ”Bagaimana pendapatmu,
Janet? Ayahmu mungkin akan marah, jika Terdengar suara Skippy menyalak sambil
bukunya jadi basah.” melonjak-lonjak ke batang pohon. Anjing itu
merasa bosan, karena harus menjaga sendirian.
’Tentu saja,” ujar Janet. ”Dad sangat me¬
nyayangi buku itu. Masukkan saja ke dalam Anak-anak turun dari pohon dengan hati-
lubang pohon, supaya tidak ketetesan air.” hati, karena batangnya agak licin kena air
hujan. Skippy menyambut mereka dengan ribut.
Permainan domino terhenti. Colin menyim¬
pan buku pinjamannya dengan hati-hati ke Mereka pulang semua ke rumah. Sayangnya,
dalam lubang di batang pohon, di belakang tak ada yang melihat bahwa Colin tidak mem¬
tumpukan makanan. Hujan semakin deras. bawa buku yang dipinjamnya dari Janet. Colin
Asyik rasanya duduk di panggung, mendengar¬ lupa! Buku itu masih terselip dalam lubang di
kan suara hujan jatuh menimpa daun. Tapi batang pohon, di belakang tumpukan makanan.
tempat mereka tetap kering.

Pada saat makan siang, hujan berhenti.
”Kita lari saja pulang ke rumah sekarang,”
ujar Peter sambil mengintip di sela-sela daun,
untuk melihat apakah langit sudah cerah. ”Tapi
bagaimana dengan barang-barang kita? Aman
atau tidak jika kita tinggalkan di sini?” Ia
khawatir karena mereka telah kecurian makanan.

44 45

7 mereka lakukan sesibuk itu. Colin sudah tak
Malam di Hutan Berangin tahan lagi menunggu.

Colin sedang berganti pakaian, siap untuk tidur. Ia duduk di depan jendela kamar tidurnya,
Tiba-tiba diingatnya kembali buku tentang ka¬ sampai pukul setengah sebelas. Tidak tidurkah
pal yang dipinjamnya dari Janet. Di mana keluarganya malam ini? Nah, itu kedengaran¬
buku itu? nya seperti Nenek, naik ke lantai atas.

Ya Tuhan! Buku itu tertinggal dalam lubang Setelah pukul sebelas malam, barulah Colin
di rumah pohon Sapta Siaga. Wah, gawat! merasa aman untuk menyelinap keluar. Ia tiba
Bagaimana kalau bajing bandel yang mengam¬ di kebun tanpa menemukan rintangan sama
bil kue sekarang menemukan buku itu. Pasti sekali. Tiba-tiba ia terkejut. Didengarnya bunyi
buku itu dirobek-robek, atau paling tidak di- aneh. ”Huuu!” Ya ampun, rupanya seekor bu¬
gigit-gigitnya. Dan jangan-jangan hujan turun rung hantu. Colin tertegun.
dengan lebat, diiringi angin kencang. Air hujan
akan masuk ke lubang, dan membasahi buku. Apakah Colin tahu jafan ke pohon mereka
Ayah Janet pasti akan sangat marah! pada waktu malam hari? Di musim panas,
matahari bersinar sampai larut malam. Tapi
Dengan bergegas Colin mengenakan pakaian¬ pukul sebelas sudah terlalu larut. Jalanan sudah
nya kembali. Ia harus pergi, mengambil buku gelap. Apalagi dalam hutan—pasti gelap gulita.
itu. Tapi sial, keluarganya masih sibuk terus. Colin merasa agak takut. Pada malam hari.
Mereka kedengarannya seolah-olah mondar- Hutan Berangin agak menyeramkan juga.
mandir terus dalam rumah malam itu. Naik Bagaimana kalau ia salah jalan, tak menemu¬
tangga, turun tangga, berdiri di ruang depan, kan pohon yang dicari, lalu tersasar? Ia pasti
keluar-masuk kebun. Entah apa saja yang akan bingung, sedangkan ibunya pasti cemas
bercampur marah.

Dalam perjalanan ke Hutan Berangin, Colin
harus melewati tempat pertanian orangtua Peter.
Colin ingin tahu, apakah Peter sudah tidur
atau belum. Jika belum, mestinya dia mau
diajak ke hutan. Colin menetapkan hati. Ia
memasuki pekarangan rumah Peter, lalu

46 47

berjalan pelan-pelan menuju ke rumah teman¬ mu yang kupinjam dari Janet tertinggal di
nya itu. la tahu letak kamar tidur Peter. rumah pohon kita. Kumasukkan dalam lubang
pohon. Jadi aku sekarang harus mengambilnya,
Rumah pertanian orangtua Peter sudah gelap. karena kalau tidak, mungkin akan rusak. Kau
Rupanya mereka semua sudah tidur. Colin mau ikut?”
memungut beberapa batu kerikil, lalu me¬
lemparkan sebutir ke arah jendela kamar Peter. ”Tentu saja!” jawab Peter. Hatinya bergetar
Sayang tak sampai, dan jatuh kembali ke tanah. gembira, membayangkan akan pergi ke Hutan
Colin melemparkan sebutir lagi, kali ini lebih Berangin di tengah malam, dan naik ke rumah
keras. Ditunggunya bunyi batu mengenai kaca pohon mereka. Ini baru petualangan yang
jendela. mengasyikkan!

Tapi ternyata jendela kamar Peter terbuka. Peter segera memakai kaus dan celana pen¬
Kerikil yang dilemparkan oleh Colin masuk dek, lalu meluncur turun dari pohon yang
ke dalam, dan mengenai pipi Peter yang sudah tumbuh di depan jendelanya. Dalam sekejap
terlelap di tempat tidur. mata, ia sudah menyelinap ke luar bersama
Colin.
Peter terloncat bangun, lalu memandang ke
sekeliling kamarnya yang gelap. Ia menggosok- Begitu Peter menemani, Colin merasa tenang
gosok pipinya, sambil bertanya-tanya pada diri kembali.
sendiri. Apakah yang mengenai pipinya tadi?
Sebuah kerikil berikutnya melayang masuk ”Aku tadi takut, jangan-jangan tak berhasil
kamarnya lewat jendela, dan mengenai din¬ menemukan pohon kita,” bisiknya sambil ber¬
ding. jalan. ”Kau pintar mencari jalan, dan kurasa
kau masih bisa menemukannya di malam gelap
”Hei! Ada orang melempar-lempar batu!” seperti sekarang.”
ujar Peter dalam hati. Ia menyelinap ke jendela.
Di bawah tampak samar sosok seseorang se¬ ”Ya, aku bisa,” ujar Peter. ”Tapi aku juga
dang berdiri. membawa lampu senter. Enak juga bertualang
malam-malam!”
”Siapa itu?” panggil Peter dengan berbisik.
Ia tak mau keluarganya terbangun. Mereka sampai di Hutan Berangin. Pada
malam hari, tempat itu sunyi senyap. Angin
”Aku! Colin,” terdengar jawaban berbisik hampir-hampir tak bertiup, sehingga pohon-
dari bawah. ”Peter, aku tadi lupa—buku ayah¬ pohon hampir tak bergerak sama sekali. Tiba-

48 49

tiba terdengar burung hantu, dan kedua anak Bunyinya sangat lirih, dan datangnya dari suatu
itu pun terlompat. tempat di pohon itu.

”Untung saja aku bukan tikus,” ujar Peter. "Kaudengar juga tadi?” bisik Peter. "Ke¬
”Kalau aku tikus aku pasti akan ketakutan dengarannya seperti suara mengeong. Tapi tak
setengah mati mendengar suara burung hantu mungkin ada kucing di sini!”
seperti tadi!”
Lampu senter disorotkan ke sana kemari,
Mereka sampai ke pohon yang dicari. Peter untuk mencari kalau ada kucing bersembunyi.
naik terlebih dulu. Sekali-sekali cahaya lampu Tiba-tiba ia memegang tangan Colin, sambil
senter disorotkan ke bawah, untuk membantu menunjukkan jarinya pada sesuatu.
Colin. Anak itu merasa sedikit kesulitan untuk
memanjat dalam gelap. Akhirnya mereka sam¬ Cahaya lampu senternya menyinari sepasang
pai ke rumah pohon. Suasananya aneh dan kaki tak bersepatu! Ternyata ada orang duduk
sepi. bersembunyi pada dahan di atas mereka. Tapi
persembunyiannya kurang sempurna. Kedua
”Sekarang ayo kita ambil buku itu,” ujar kakinya masih kelihatan. Siapakah orang itu?
Colin. Disorotkannya cahaya senter ke lubang.
Tiba-tiba ia berseru kaget, ”He! Ada lagi yang 51
datang kemari, sesudah kita pergi. Semuanya
berantakan, seperti ada yang dicari. Barangkali
makanan!”

’Tidak banyak yang kita sisakan tadi,” ujar
Peter. ”Sial! Tak mungkin bajing yang me¬
lakukannya. Jadi ada orang lain yang menemu¬
kan rumah pohon kita ini. Buku yang kaucari
ada?”

”Ya, syukurlah,” jawab Colin. ”Peter, siapa
orang yang datang kemari? Aku jengkel me¬
mikirkannya!”

”Aku juga tak tahu,” kata Peter. Tiba-tiba ia
mendengar sesuatu yang membuatnya heran.

50

8 Peter melepaskan pegangannya. ”Kalau kau
Ada Orang di Rumah Pohon tak mau ditarik, ayo turun! Dan jangan main-
main, karena kita dua lawan satu,” ujarnya.
Peter menangkap kedua kaki yang tak ber¬
Mula-mula kedua kaki yang meluncur ke
sepatu itu, lalu menariknya. Terdengar suara bawah, disusul oleh tubuh seorang anak yang
kurus. Kemudian muncul wajah seorang anak
teriakan, disusul dengan kaki yang menendang- laki-laki. Wajahnya tampak pucat ketakutan.

nendang. Tapi Peter memegangnya kuat-kuat. ”Ayo duduk!” kata Peter memerintahkan.
”Jangan bergerak. Sekarang ceritakan, apa yang
”Ayo, turun!” ujarnya marah. ”Siapa kau? kaukerjakan di pohon kami.”

Berani-beraninya datang ke rumah pohon kami, Anak itu duduk, sambil menatap mereka
dengan pandangan merajuk. Wajahnya kurus
lalu mengobrak-abrik barang-barang kami. Ayo pucat, sedangkan rambutnya sudah terlalu pan¬
jang.
turun!”
"Lepaskan aku!” terdengar suara seorang ”Aku hanya ingin bersembunyi di sini,”
katanya. ”Aku tak berbuat salah, kecuali
anak laki-laki. Kemudian menyusul suara mengambil beberapa potong biskuit kemarin
malam. Kalau kalian selapar aku, pasti kalian
mengeong. Peter dan Colin tercengang, ketika juga akan mengambilnya.”

seekor kucing kecil meloncat ke sebuah dahan ”Kenapa kau bersembunyi?” tanya Colin.
”Apakah kau lari dari rumah?”
terdekat, lalu menatap mereka dengan matanya
”Aku takkan mengatakan apa-apa,” jawab
yang hijau. * anak itu. "Nanti kalian laporkan pada polisi.”

”Anak kucing!” seru Colin. ”Rupanya dia "Tidak, kami takkan melapor pada polisi,”
janji Colin. "Kecuali kalau keadaan mendesak.
ini anak yang lewat di bawah sini kemarin, Kenapa kau menyangka kami akan melapor¬
kannya?”
dengan kucingnya. Ternyata dia benar-benar
Sementara itu anak kucing tadi sudah me¬
datang kembali.” rayap kembali dan menempelkan tubuh ke
”Aduh, jangan tarik kakiku!” jerit anak itu
53
dari atas dahan atas. "Nanti aku jatuh!”

52

f

mantel yang dikenakan anak itu. Colin dan reka,” ujar Jeff. "Tapi ibuku tak keluar juga
Peter melihat bahwa kaki anak kucing itu dari rumah sakit. Mereka tak mau mengatakan
berdarah. Anak yang tak dikenal itu mengelus- apa-apa padaku. Bagaimana kalau Mom tetap
elus kucingnya, menenangkannya. berbaring di sana? Apa yang harus kulakukan?
Temanku hanya kucingku ini.”
Peter dan Colin merasa yakin, anak ini tak
mungkin berniat jahat. Karena dia kelihatan "Bukankah paman dan bibimu bisa mengu¬
sayang sekali pada kucingnya—dan anak rusmu?” tanya Peter.
kucing itu pun demikian. Mereka berdua me¬
mandang anak yang masih tetap berwajah ”Aku tak mau,” jawab Jeff. "Mereka itu
cemberut itu. jahat. Kata Mom mereka jahat. Mom tahu
pasti. Mereka bergaul dengan teman-teman
”Ayo, ceritakan,” ujar Peter. Sinar lampu yang jahat, dan mereka melakukan tindakan-
senter masih tetap diarahkan ke wajah anak tindakan yang buruk.”
itu. "Barangkali saja kami bisa menolong.”
”Apa yang mereka lakukan?” tanya Peter.
”Maukah kalian mengizinkan aku tidur di ”Yah, macam-macam. Mencuri, dan hal-hal
sini malam ini?” tanya anak itu. ”Supaya aku yang lebih buruk lagi,” kata Jeff. ”Aku diurus
sembunyi jika mereka mencariku. Mereka tahu, oleh mereka—maksudku aku diberi makan,
aku berada dalam Hutan Berangin.” pakaianku yang robek dijahitkan oleh bibiku.
Tapi mereka kejam terhadap kucingku.”
”Mereka? Siapa mereka?” tanya Peter. Colin dan Peter memandang Jeff dengan
"Ceritakanlah semuanya. Pertama-tama—siapa rasa kasihan. Peter bisa membayangkan, bagai¬
namamu?” mana perasaannya jika ada orang yang meng¬
ganggu Skippy.
"Namaku Jeff,” jawab anak itu. Tangannya "Apakah mereka menyakiti kucingmu, sam¬
masih mengelus-elus kepala anak kucingnya. pai kakinya terluka begitu?” tanya Peter.
"Awalnya ketika ibuku masuk rumah sakit. Jeff mengangguk. ”Ya, pamanku yang me¬
Dad sudah meninggal, jadi kami hanya hidup nendangnya. Lukanya sekarang sudah agak
berdua. Ketika Mom jatuh sakit dan terpaksa sembuh. Tapi waktu itu parah sekali. Karena
masuk rumah sakit, aku dititipkan pada Paman itulah aku melarikan diri dengan membawa
Harry dan Bibi Lizzy.” kucingku. Mula-mula aku bersembunyi di se-

"Kenapa kau minggat?” tanya Peter. 55
”Aku masih tahan seminggu di rumah me¬

54

buah rumah yang tak didiami lagi. Tapi Paman gat, mereka lantas khawatir kau akan men¬
dan Bibi datang mencari. Kemudian aku ceritakan hal-hal yang kaudengar itu pada
bersembunyi dalam hutan ini. Waktu anjing orang lain,” ujar Colin. ”Banyakkah yang kau¬
kalian menggonggong, aku menduga kalian dengar malam itu?”
ada di atas pohon. Karena itu, ketika kalian
sudah pergi aku memanjat kemari.” ’Tidak, dan yang kudengar pun tak ku¬
mengerti,” kata Jeff. ”Tapi pasti mereka takkan
”Lalu memakan biskuit dan cokelat kami,” mau percaya. Sekarang aku diburu mereka.
sambut Peter. ”Tetapi kenapa paman dan bibi¬ Hari ini kulihat Mr. Tizer berkeliaran dalam
mu repot-repot mencari? Bukankah mereka hutan bersama anjingnya. Aku takut tertangkap.
tahu, kau bisa kembali jika mau?” Karena itulah aku bersembunyi di rumah pohon
kalian. Bolehkah aku tinggal di sini?”
”Yang mencari bukan bibiku,” kata Jeff.
"Pamanku dan seorang temannya, Mr. Tizer, Tentu saja boleh! Tidur saja di sini malam
yang mengejarku. Mereka khawatir aku sudah ini,” kata Peter. ”Keluarkan bantal-bantal, dan
terlalu banyak tahu.” aturlah tempat berbaring yang empuk. Besok
kami akan datang untuk merundingkan
”Terlalu banyak tahu tentang apa?” tanya langkah-langkah selanjutnya untukmu. Sudah,
Colin. jangan khawatir! Sapta Siaga akan menolong¬
mu!”
”Biasanya aku tidur di ruang duduk,” ujar
Jeff mulai menceritakan masalahnya. ”Pada 57
suatu malam, aku kebetulan mendengar pem¬
bicaraan tentang salah satu rencana mereka
yang sudah dipersiapkan. Sebetulnya aku hanya
menangkap beberapa patah kata. Dan kata-
kata itu sama sekali tak dapat kupahami arti¬
nya. Ketika aku memutar badan supaya lebih
enak berbaring. Paman meloncat bangkit dari
tempat duduknya. Aku dibentak-bentak. Dia
menuduhku mendengarkan pembicaraan me¬
reka.”

”Aku mengerti sekarang. Karena kau ming¬

56

9 Peter sambil berseru pula. "Hati-hati kalau
Perundingan tidur nanti—jangan sampai terjatuh!”

Peter dan Colin membantu Jeff mengeluarkan ”Aku akan berhati-hati,” kata Jeff. Suaranya
bantal-bantal dari alas karet pembungkusnya. sekarang sudah kedengaran lebih riang.
Kucing kecil Jeff duduk di atas dahan yang
berdekatan, sambil memperhatikan kesibukan Colin dan Peter berjalan pulang, sambil ber¬
ketiga anak itu. bicara dengan suara pelan. Mereka membicara¬
kan persoalan Jeff dan kisahnya yang aneh.
”Jika kau mau, makan saja sisa biskuit kami.
Begitu juga dengan minumannya,” ujar Colin. ”Menurut pendapatmu, apakah yang sedang
”Oh ya—hampir saja aku lupa lagi! Buku direncanakan paman Jeff dan temannya, Mr.
tentang kapal-kapal yang kupinjam dari Janet, Tizer itu? Kenapa mereka khawatir Jeff men¬
harus kuambil dari lubang batang.” dengar pembicaraan itu?” tanya Peter. ”Jika
mereka merencanakan perampokan atau per¬
Buku itu diambilnya. Kemudian ia dan Peter buatan jahat lainnya, kita harus turun tangan
turun dari pohon dengan hati-hati, karena me¬ dan berusaha menghalanginya.”
lakukannya di malam hari tidaklah semudah
di siang hari! ”Menurut pendapatku, jika kita berhasil
mengorek keterangan dari Jeff, sebaiknya se¬
"Sampai besok,” seru Jeff. ’Terima kasih sudah itu kita laporkan saja,” ujar Colin.
atas bantuan kalian. Besok kalian datang, ya? ”Misalnya saja pada orangtuamu.”
Kalau bisa, tolong bawakan juga susu untuk
kucingku!” "Betul! Tapi tak ada salahnya, apabila Sapta
Siaga mencoba kemampuannya terlebih dulu,”
”Ya, tentu saja. Dan kalau mungkin, kami usul Peter. "Besok kita mengadakan rapat di
juga akan membawa ikan untuknya!” jawab atas pohon. Kita minta Jeff ikut menghadiri.
Kita lihat saja dulu, apa yang akan berhasil
kita korek dari anak itu. Ia pasti mendengar
sesuatu dari pembicaraan antara pamannya dan
Mr. Tizer!”

”Betul,” jawab Colin. Ia mulai bersemangat.
”Kita memang beruntung. Setiap kali kita mulai
putus asa karena tak terjadi suatu pun—selalu

58 59

saja ada kejadian yang timbul. Bagaimana Skippy?” tanya Pam. ”Dan apakah kucing Jeff
pendapatmu—apakah sebaiknya aku men¬ tidak akan takut padanya?”
datangi para anggota, untuk mengatakan bahwa
besok ada rapat? Kukatakan pada mereka, telah "Tidak. Skippy ramah terhadap kucing,” kata
terjadi sesuatu, karena itu kita harus mengada¬ Peter. "Lagi pula, tugasnya kan menjaga di
kan pertemuan di markas rahasia kita!” bawah pohon. Sedang kucing itu di atas, ber¬
sama Jeff. Oh ya, aku tak boleh lupa membawa
”Ya,” ujar Peter, ”dan jangan lupa katakan sebotol susu, sebuah piring, dan beberapa po¬
pada mereka untuk menyebutkan kata sandi tong ikan.”
serta memakai lencana. Aku akan menunggu
di bawah pohon. Kata sandi tak boleh diteriak¬ ”Kebetulan sekali, tadi kami sarapan dengan
kan. Kita harus membisikkannya!” ikan,” kata Janet. ”Kubawakan beberapa po¬
tong, dan kubungkus dalam kertas. Kasihan
”Setuju,” kata Colin dengan gembira. ”Nah, kucing itu. Parah sekalikah lukanya? Keter¬
kita berpisah di sini saja, karena kau sudah laluan benar, ada orang yang sampai hati me¬
sampai di rumah. Untung saja aku teringat nyiksa anak kucingV’
pada buku yang ketinggalan, dan mengambil¬
nya malam ini juga. Kalau tidak, pasti kita Tepat pukul sepuluh pagi, anggota-anggota
takkan berjumpa dengan Jeff.” Sapta Siaga berkumpul di bawah pohon me¬
reka. Dengan berbisik, mereka menyebutkan
Kedua anak itu berpisah di pintu pagar. kata sandi mereka pada Peter.
Peter masuk ke rumah, dan langsung ke kamar¬
nya. Mula-mula ia ragu, apakah sebaiknya "Petualangan!”
membangunkan Janet untuk menceritakan per¬ "Petualangan!”
jumpaannya dengan Jeff di rumah pohon. Tapi "Petualangan! He—masih adakah anak itu
akhirnya ia memutuskan untuk mengurungkan di atas?”
hal itu sampai besok saja. ”Ya. Kau memakai lencanamu? Bagus! Su¬
dah lengkapkah kita semua? Nah, sekarang
Keesokan harinya semua anggota Sapta kita memanjat ke atas. Skippy, jaga baik-baik
Siaga gempar, ketika mendengar akan diadakan ya!”
rapat untuk merundingkan persoalan yang me¬ Skippy memandang tuannya sambil mengibas-
nyangkut diri Jeff. ngibaskan ekor. Sesudah itu dia berlari ke pos
penjagaannya di depan lubang pohon yang tak
”Bagaimana, apakah kita juga bisa mengajak
61
60

jauh dari tempat perundingan rahasia. Anjing yang dapat kami lakukan, kami pun mulai
spaniel itu duduk di atas tikar, dengan mimik beraksi.”
yang seakan-akan hendak mengatakan, ”Awas!
Aku sedang menjaga. Jangan main-main! Guk!” Jeff duduk di ujung panggung, sambil mem¬
perhatikan satu per satu anak yang naik ke
Peter yang memanjat duluan. Botol susu atas. Colin sudah dikenalnya kemarin malam.
diselipkannya dalam saku celana, sedangkan Kemudian menyusul Barbara, Janet, Pam,
piring kecil digigitnya. Yang lain-lain me¬ George, dan Jack. Semuanya naik, lalu ter¬
nyusul. Peter melihat Jeff di sela-sela daun- senyum ramah padanya. Kucing Jeff pun me¬
daun. Anak itu mengintip ke bawah dengan nyapa ramah dengan mengeong.
cemas, ketika mendengar suara orang memanjat
pohon tempatnya bersembunyi. ”Ini, kami bawakan susu. Kucing yang ma¬
lang!” kata Peter sambil menuangkan sedikit
”Halo, Jeff!” panggil Peter, ketika sampai susu ke piring. ”Janet, mana ikan yang kau-
di panggung yang merupakan lantai rumah bawa?”
pohon mereka. ”Enak tidurmu tadi malam.
Bagaimana keadaan anak kucingmu?” Untuk sesaat para anggota Sapta Siaga me¬
lupakan rapat mereka. Ketujuh anak itu ber¬
”Kakinya sudah tidak begitu parah lagi,” kerumun di atas panggung sempit, memper¬
jawab Jeff. ”Aku pun tidur nyenyak. Hanya hatikan kucing yang lapar itu menghirup susu
kalau angin bertiup terlalu kencang, aku ter¬ dan kemudian melahap ikan. Jeff ikut memper¬
bangun. Berapa orang teman-temanmu yang hatikan. Dilemparkannya senyuman pada ke¬
datang? Apakah mereka nanti tidak akan mem¬ tujuh teman barunya.
buka rahasia tempat persembunyianku ini?”
”Terima kasih,” ujarnya, ”terima kasih ba¬
”Kami datang bertujuh,” jawab Peter. ”Ayo, nyak atas kebaikan hati kalian!”
Jeff, bergeserlah sedikit, supaya kita bisa duduk
semua. Kami ini anggota-anggota suatu per¬
kumpulan rahasia, namanya Sapta Siaga. Kami
biasa mengadakan pertemuan-pertemuan
rahasia. Pada saat itu, setiap anggota harus
menyematkan lencana keanggotaan, dan me¬
nyebutkan kata sandi. Kalau ada persoalan

62 63

10 makan, Jeff mengusap mulutnya dengan lengan
Jeff Berusaha Mengingat Kembali kemeja. Ia mengembuskan napas puas.

Peter juga membawa bekal daging yang di¬ ”Ah, bukan main nikmatnya,” ujar anak itu.
awetkan serta sepotong kue tar untuk Jeff. ”Tak dapat kalian bayangkan, betapa sedapnya
Sedangkan Colin membawa roti tawar, se¬ makanan tadi!”
kaligus menteganya. Jeff kelaparan sekali! Roti
dimakannya begitu saja, tanpa diiris lagi. Anak kucing si Jeff juga sudah menghabis¬
Teman-temannya memandang dengan mulut kan makanan yang dibawakan untuknya. Seka¬
ternganga, menatap anak itu merobek-robek rang dia duduk di samping Jeff, sambil meng¬
roti dengan giginya, lantas langsung menelan gosok-gosok muka dengan kaki depannya.
tanpa mengunyah.
"Kelihatannya sudah agak gemuk,” kata
Dengan lembut Janet mengambil roti dari Janet sambil mengelus-elus punggung kucing
tangannya. Roti itu diirisnya, lalu dioles dengan itu. ”Kucing yang malang! Kejam benar orang
mentega dan diberi daging. Sesudah itu irisan yang menyiksa binatang sekecil ini! Tak dapat
tadi diserahkan pada Jeff. kubayangkan, ada orang yang bisa sejahat itu!”

”Sekarang makanlah. Pasti lebih enak dari¬ ”Mr. Tizer sangat jahat,” kata Jeff. ”Dia
pada roti tanpa apa-apa!” lebih jahat daripada pamanku. Aku juga pernah
ditendangnya.”
Jeff menyikat habis semua bekal makanan
yang dibawa anak-anak. Hanya biskuit yang ”Coba kauceritakan semuanya pada kami,”
tak dijamahnya, karena memang disimpan untuk kata Peter. Ia menyandarkan dirinya dengan
dimakan kalau hari sudah agak siang. Sehabis santai ke batang pohon yang ada di belakang¬
nya. Kami sudah sepakat untuk menyelidiki,
64 apa yang mungkin telah kaudengar sehingga
Mr. Tizer dan pamanmu menjadi begitu kha¬
watir. Tentu mereka sedang menyusun rencana
untuk melakukan suatu perbuatan jahat. Dan
perbuatan itu harus kita halangi.”

Jeff menatap mereka dengan pandangan
bingung.

’Menghalangi? Siapa yang akan menghalangi

65

mereka?” tanyanya. ”Aku tak berani. Kalian padaku,” ujar anak itu pada akhirnya. ”Baiklah,
juga tidak! Tidak ada orang yang mampu akan kucoba untuk mengingat kembali kata-
menghalangi Mr. Tizer. Polisi pun tidak. kata yang kudengar malam itu. Tapi aku tak
Pokoknya, aku tak tahu apa-apa!” mengerti apa maksudnya. Pasti kalian juga
takkan mengerti!”
”Ayolah, Jeff, cobalah mengingat kembali,”
bujuk Colin. ”Kaukatakan, sewaktu pamanmu ”Tak apa, pokoknya kauceritakan saja,” ujar
sedang asyik berbincang dengan Mr. Tizer di Colin.
ruang duduk untuk merencanakan sesuatu, kau
sedang tidur di atas bangku dalam ruangan 67
itu. Kemudian kaukatakan, kau terbangun dan
memutar badan supaya lebih enak berbaring.
Tapi tiba-tiba mereka berdua bangkit lalu
marah-marah, karena menyangka kau telah
mendengarkan pembicaraan mereka. Jadi, kau
pasti sempat mendengar sedikit pembicaraan
mereka itu. Cobalah mengingat kembali!”

”Aku tak bisa,” jawab Jeff sambil merengut.
Tapi Peter yakin Jeff sebenarnya bisa. Asal
mau saja. ”Aku tahu! Kau takut pada Mr.
Tizer,” katanya. ”Karena itu kau enggan meng¬
ingat kembali. Kau tak boleh bersikap begitu.
Bukankah kami sudah merasa kasihan padamu
dan kucing kecilmu itu, dan karena itu kami
memberikan pertolongan? Jadi sekarang se¬
harusnya kau membantu kami. Kami akan
berusaha agar kau tak mengalami bahaya.”
Jeff mengelus-elus kucingnya yang men¬
dengkur keenakan.
”Memang—kalian telah berbuat berbaik

66

Jeff mengernyitkan dahi untuk mengumpul¬ ”Betul,” jawab Peter. "Mungkin itu tanggal
kan ingatan. Kemudian ia mulai berbicara. perampokan mereka yang berikutnya, atau saat
pelaksanaan rencana rahasia mereka yang lain.
”Nanti dulu,” katanya sambil berpikir. ”Aku Wah, tegang juga persoalan ini. Ayo teruskan,
sedang tidur. Tapi tiba-tiba terbangun, dan Jeff. Cobalah mengingat hal-hal lainnya.”
kudengar suara mereka berbicara...”
”Jangan mendesak begitu,” ujar Jeff, ”nanti
”Ya. Terus...,” ujar Peter tak sabar. aku keliru mengingatnya.”
”Aku tak tahu apa pembicaraan mereka,”
kata Jeff. ”Waktu itu aku masih terlalu mengan¬ Mendengar adanya kemungkinan itu, serta-
tuk. Jadi perkataan mereka tak kuperhatikan. merta ketujuh anggota Sapta Siaga terdiam.
Aku cuma menangkap beberapa patah kata Mereka tak mau bila Jeff sampai keliru
saja—itu pun tak menentu ujung-pangkalnya.” mengingat.
”Kata-kata apa saja yang kaudengar?” tanya
Barbara. Rasanya ia kepengin mengguncang- "Mereka juga menyebut-nyebut nama sese¬
guncang tubuh Jeff, supaya anak itu lebih orang,” kata Jeff selanjutnya. ”Aku lupa lagi—
cepat bercerita. siapa nama yang disebutkan....” Dahi anak itu
”Eh—mereka berbicara tentang MKX,” ujar mengerut, tanda ia sedang memeras otak. ”Ya,
Jeff sambil berpikir keras, sehingga dahinya aku tahu sekarang. Mereka menyebut nama
berkerut. ”Ya, masih kuingat jelas—mereka Emma Lane. Berkali-kali mereka menyebutkan
menyebut MKX beberapa kali.” Emma Lane. Aku ingat betul!”
”MKX?” kata Jack dengan heran. ”Apa itu—
MKX? Mungkinkah nama samaran seseorang ”Emma Lane? Nah, itu kan informasi yang
yang membantu mereka dalam rencana yang jelas,” kata Colin. ”Mungkin kami akan ber¬
sedang disusun?” hasil mendapat keterangan siapa Emma Lane
”Aku tak tahu,” ujar Jeff. ”Tapi aku tahu itu. Aku belum pemah mendengar nama itu.”
pasti, mereka mengatakan MKX. Selain itu
aku juga masih ingat mereka menyebutkan ”Masih ada lagi yang kauingat?” tanya Peter.
tanggal tertentu: Kamis tanggal 25. Tanggal ”Bagus sekali ingatanmu. Coba pikir lagi.”
itu mereka ulang beberapa kali. Itu hari Kamis
depan, bukan?” Jeff merasa senang, karena ingatannya di¬
bilang baik. Ia berpikir kembali. Ia mem¬
68 bayangkan, malam itu ia berbaring di atas
bangku, kemudian mendengar suara dua orang
pria sedang bercakap-cakap.

69

”Masih ada lagi!” serunya tiba-tiba. ”Mereka 11
juga menyebut-nyebut kapak merah. Aku tak Merembukkan Rencana
mengerti maksud mereka. Tapi aku ingat de¬
ngan pasti, mereka menyebut kapak merah.” Kecuali itu, tak ada lagi yang masih dapat
diingat kembali oleh Jeff. Ia mulai gelisah,
Anak-anak lainnya semakin bingung. Apa ketika para anggota Sapta Siaga terus men¬
hubungannya kapak merah dengan kata-kata desak. Mukanya menjadi pucat. Untung Peter
lainnya? Siapa yang membawa-bawa kapak melihatnya.
merah? Untuk apa membawa kapak merah?
”Sudah, sudah! Jangan bertanya lagi,” kata
”Jadi yang kauingat MKX, Kamis tanggal Peter. ”Hal-hal yang sudah diketahui akan kita
25, Emma Lane, dan kapak merah,” kata Peter bicarakan sambil makan dan minum. Kau mau
menyimpulkan. ”Wah, campur aduk! Aku tak biskuit, Jeff?”
mampu menemukan hubungan antara keempat
kata itu. Satu-satunya petunjuk yang dapat Walaupun sejam yang lalu baru saja makan
kita selidiki hanyalah yang berhubungan de¬ sekenyang-kenyangnya, ternyata Jeff sudah la¬
ngan Emma Lane. Barangkali masih ada lagi par lagi. Begitu juga dengan anak kucingnya!
yang lain? Ayo, Jeff, cobalah kau ingat-ingat Sambil bermain-main, binatang itu memakan
lagi!” biskuit yang disodorkan Janet.

”Ya, mereka pun membicarakan terali,” kata ”Rupanya dia sudah merasa agak enak,”
Jeff. ”Betul! Mereka mengatakan, ’Mengintip kata Jeff. Tapi tiba-tiba ia memiringkan kepala.
melalui terali!’ Bagaimana, apakah petunjuk ”He! Bukankah anjingmu yang menggonggong
itu bisa menolong?” di bawah itu?”

Bukannya menolong, tapi malah semakin Jeff tak salah dengar. Skippy ribut meng¬
membingungkan. Bagaimana Sapta Siaga bisa gonggong. Mula-mula pelan, tapi kemudian
memecahkan rahasia sesulit itu?
71
70

keras dan marah. Peter mengintip di sela-sela sampai sejauh satu setengah kilometer. Akhir¬
daun, memandang ke bawah. Jeff memegang nya anjing itu kembali. Napasnya megap-
Colin dengan ketakutan. megap, tapi ia kelihatan puas.

”Kalau aku yang dicari, jangan katakan aku "Hebat, Skip!” seru Peter dari atas. Skippy
ada di sini!” katanya mengiba-iba. mengibaskan ekor kian kemari. ”Sekarang jaga
lagi!”
Dua orang dewasa lewat di bawah pohon.
Peter menyuruh Jeff memandang, ke bawah. Skippy pergi ke pos penjagaannya di bawah
Anak itu menurut, tapi dengan cepat kepalanya pohon, lalu duduk kembali. Ketujuh anggota
ditarik kembali. Wajahnya kelihatan sangat ke¬ Sapta Siaga menarik napas lega. Kasihan si
takutan, sehingga dengan segera Peter tahu Jeff! Mukanya pucat pasi, badannya gemetar
bahwa kedua orang itu adalah Mr. Tizer dan ketakutan. Kucing kecilnya bersembunyi ke
paman Jeff. Ternyata mereka berada di bawah dalam jasnya yang robek.
pohon, dan di atasnya Jeff bersembunyi!
"Jangan takut lagi, Jeff,” ujar Peter. "Skippy
Tapi tentu saja kedua orang itu tak menge¬ sudah mengusir mereka. Aku heran, bagaimana
tahuinya, karena perhatian mereka sepenuhnya mereka tahu kau ada di sini?”
pada Skippy. Anjing itu meloncat-loncat me¬
ngelilingi mereka, berpura-pura hendak meng¬ "Menurutku, mereka tahu karena kucingku
gigit sambil menggeram. Skippy sama sekali ini,” jawab Jeff. ”Mereka cukup bertanya pada
tak menyukai kedua orang yang datang meng¬ orang-orang, apakah melihat seorang anak yang
ganggu itu. membawa kucing. Dalam hutan aku berjumpa
dengan beberapa orang. Mr. Tizer dan pamanku
"Anjing bandel!” sungut salah satu dari ke¬ pasti akan berhasil menangkap aku.”
dua orang itu, lalu mengambil sebatang ranting.
Ranting itu dilemparkannya ke Skippy! Peter "Tidak!” bantah Peter. "Mereka kelihatannya
marah melihat kejahatan orang itu. Untung bukan orang baik. ’ Sekarang, apa yang harus
Skippy tak kena, tapi anjing itu jadi semakin kita lakukan?”
galak. Skippy meneijang mereka, sehingga ke¬
dua orang itu ketakutan dan lari pontang- Ketujuh anggota Sapta Siaga sibuk berunding
panting! untuk membicarakan masalah yang penuh ra¬
hasia itu. Mereka mempertimbangkan hal-hal
Skippy mengejar terus, menyusuri hutan yang diketahui berdasarkan keterangan yang
diperoleh dari Jeff. MKX. Apa atau siapa itu?
72
73

Kemudian Emma Lane. Bagaimana caranya ”Kita tanyakan ke kantor pos,” jawab
mencari tempat tinggal wanita yang bernama George. Ia merasa pintar, karena menemukan
demikian? Lalu kapak merah. Yang ini bukan jawaban itu. ”Di kantor pos kita bisa tahu
petunjuk yang membantu, tapi malah mem¬ nama-nama penduduk di sini.”
bingungkan saja. Sesudah itu tanggal 25. Tang¬
galnya pasti, tapi apa yang akan terjadi pada ”Betul! Bagus sekali gagasanmu itu,” sambut
hari itu, serta di mana? Akhirnya terali. Di Peter. ”Nanti sewaktu pulang dari sini, kau
mana terali itu berada, dan kenapa ada orang dan Jack dapat melakukan tugas itu. Kalau
yang akan mengintip dari situ? hasilnya tidak ada, barulah kita beritahukan
pada ayah dan ibuku.”
”Aku yakin, detektif ulung seperti Sherlock
Holmes juga takkan mampu memecahkan ma¬ ”Ah, lebih baik tak usah saja,” kata Jeff
salah ini,” kata Peter pada akhirnya. ”Rasanya agak takut. ”Kalau sampai polisi campur ta¬
tak ada gunanya lagi kita membicarakannya.” ngan, nanti aku bisa celaka.”

"Memang betul. Tapi kan mengasyikkan ”Maaf, Jeff,” ujar Peter, ”tapi persoalan mis¬
juga,” ujar Pam. "Menurut pendapatku, kita terius ini harus diselidiki lebih lanjut. Sayang,
harus melaporkan persoalan ini. Bagaimana Sapta Siaga tak mampu melakukannya. Padahal
kalau kita beritahukan pada orangtuamu, selama ini Sapta Siaga belum pernah gagal.
Peter?” Tapi kami harus mengakui, masalahnya kali
ini terlalu rumit!”
”Ya, sebaiknya kita beritahu saja mereka,”
jawab Peter. Padahal dalam hati ia enggan. ”Sekarang kita pergi saja,” desak George.
”Sebetulnya, jika kita bisa menyelidiki lebih ”Aku selalu ribut di rumah karena selalu pu¬
lanjut, tak ada salahnya bila persoalan ini kita lang terlambat. Pasti kalian juga dimarahi kalau
usut terus. Tapi kenyataannya, kita tak mampu. pulang tidak tepat pada waktunya.”
Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah
menyelidiki, apakah memang benar ada orang ”Ya, memang!” sambung Janet mengiyakan.
yang bernama Emma Lane. Mungkin dari situ ”Dalam perjalanan pulang, kau dan Jack jangan
kita bisa melanjutkan pemeriksaan.” lupa mampir di kantor pos. Tapi sekarang kita
benar-benar harus pergi.”
”Bagaimana cara mengetahuinya?” tanya
Barbara. ”Kapan kalian kembali lagi ke sini?” tanya
Jeff agak cemas.
74
"Barangkali nanti siang. Atau nanti sore,

75

sehabis minum teh,” kata Peter. ”Nanti akan 12
kami putuskan sambil berjalan pulang. Akan Emma Lane
kami bawakan makanan untukmu. Sekarang,
kauhabiskan saja biskuit dan cokelat yang ma¬ George dan Jack mampir di kantor pos, seperti
sih tersisa, untuk pengisi perut sampai nanti!” ditugaskan oleh Peter. Mereka mengenal gadis
Peter memandang anak itu yang mulai ke¬ yang bekerja di situ. Karena itu gadis itu
lihatan ketakutan kembali. ”Sudahlah, kau tak tersenyum ramah melihat mereka berdua
perlu takut. Tak mungkin terjadi apa-apa, ka¬ masuk.
rena takkan ada orang yang bisa menduga kau
bersembunyi di atas pohon.” "Bolehkah kami meminta pertolongan?”
tanya George dengan sopan. ”Kami ingin tahu,
Tapi Jeff masih belum yakin. Diperhatikan¬ di mana tempat tinggal seorang wanita yang
nya Sapta Siaga turun satu per satu. Didengar¬ bernama Emma Lane. Persoalannya sangat pen¬
nya Skippy menggonggong, menyambut me¬ ting. Bisakah kami minta tolong?”
reka. Anak kucing yang masih bersembunyi
dalam jasnya, semakin merapat ke tubuh Jeff ”Baiklah, kucarikan sebentar,” ujar gadis itu
ketika mendengar gongggongan nyaring itu. sambil mengambil sebuah buku alamat yang
tebal. ”Tunggulah beberapa menit.”
”Jika Mr. Tizer mendengar Skippy meng¬
gonggong, pasti ia akan menduga ada sesuatu Kedua anak itu menunggu dengan sabar,
yang terjadi,” pikir Jeff ketakutan. Memang, sedangkan gadis pegawai kantor pos itu sibuk
sampai sekarang ia aman di atas pohon. Tapi membalik-balik halaman. Jari telunjuk kanan¬
jika Mr. Tizer mengetahui dan menyusul ke nya mengurut daftar nama.
atas, tak ada kemungkinan lari bagi Jeff yang
malang! ”Ya,” katanya pada akhirnya. ”Ada orang
yang bernama Emma Lane. Mrs. Emma Lane.
Tinggalnya di Jalan Gereja Nomor Satu. Pasti

77
76

dia yang kalian cari, karena yang dua lagi ngan pekarangan sempit yang terawat rapi.
bernama Elizabeth Lane dan Elsie Lane.” Keempat anak itu berhenti di depan rumah.
Mereka berbincang-bincang sebentar, untuk me¬
”Wah, terima kasihi” ujar George girang. nentukan siapa yang masuk ke dalam dan apa
”Jalan Gereja Nomor Satu. Alamatnya mudah yang harus dikatakan.
diingat!”
”Kau saja yang masuk, Peter,” usul George.
”Nanti sehabis makan, kita lapor pada Peter,” ”Kami tadi sudah bertugas menanyakan alamat
kata Jack. ”Dan sesudah itu, kita bisa me¬ di kantor pos. Aku tak tahu apa yang harus
nyelidiki siapa Emma Lane itu dan apa kerja¬ dikatakan pada Emma Lane!”
nya!”
”Baiklah kalau begitu. Aku masuk bersama
Sehabis makan, mereka berdua pergi ke ru¬ Janet,” kata Peter. Mereka berdua memasuki
mah Peter. Dengan segera kabar penting itu pekarangan, menuju pintu rumah bercat hijau.
disampaikan. Peter dan Janet mendengarkan Peter menekan bel.
dengan penuh minat.
Seorang anak perempuan yang masih kecil
"Sekarang kita langsung pergi ke rumah membukakan pintu. Ia memandang kedua anak
Emma Lane itu. Barangkali saja kita bisa yang berdiri di hadapannya, tanpa mengatakan
mencari keterangan lebih lanjut di sana,” kata apa-apa.
Peter. ”Mungkin saja dia kenal dengan Mr.
. Tizer.” ”Halo. Mrs. Emma Lane ada di rumah?”
tanya Peter dengan sopan.
”Ya! Mungkin Mrs. Emma Lane bisa men¬
ceritakan sesuatu tentang orang itu, dan juga ”Siapa dia?” tanya gadis kecil itu. ”Aku
tentang paman Jeff yang jahat,” sambung Jack. belum pernah kenal orang yang bernama
"Perlukah kupanggil semua anggota untuk pergi Emma Lane.”
bersama-sama ke sana?”
Lho, aneh! Peter bingung.
”Lebih baik jangan!” larang Peter. "Nanti ”Kata orang di kantor pos tadi, di sini
kelihatannya aneh, ada tujuh orang ber¬ tempat tinggal Mrs. Emma Lane,” katanya
bondong-bondong datang, ingin bicara dengan lagi. ”Tak ada yang bernama Emma Lane
Emma!” yang tinggal di sini? Siapa nama ibumu?”
”Nama ibuku Mary Margaret Harris,” jawab
Mereka pergi ke Jalan Gereja. Rumah No¬ anak itu. ”Dan namaku Lucy Ann Harris.”
mor Satu ternyata sebuah rumah mungil, de¬
79
78

Dari dalam rumah terdengar suara seorang ’Tidak—eh, ya—” Peter agak bingung
wanita memanggil. ”Siapa di luar, Lucy?” menghadapi perkembangan baru itu. "Pokok¬
nya, persoalan kami tak begitu penting. Terima
’Tidak tahu, Mom!” jawab Lucy. Tni, dua kasih banyak. Maaf, Anda sedang sibuk mem¬
orang anak menanyakan seseorang yang tidak buat kue, terpaksa kami ganggu.”
tinggal di sini.”
Peter berjalan keluar mengikuti Janet.
Seorang wanita keluar dari dalam rumah. ”Anak tolol, nama neneknya sendiri saja
Tangannya berlumuran tepung. Ia tersenyum tidak tahu,” kata Janet bersungut-sungut.
memandang Janet dan Peter. ”Ah, kau ini mengomel saja! Memangnya
kau tahu nama kedua nenek kita?” kata Peter
”Aku sedang sibuk membuat kue,” katanya mencemooh. "Memang, kita mengenal nama
ramah. ”Kalian mau apa?” depan mereka. Tapi aku tak tahu nama keluarga
mereka masing-masing. Belum pernah ku¬
”Mereka mencari orang yang bernama Emma dengar ada yang memanggil Nenek dengan
Lane,” kata anak perempuan kecil yang masih nama lengkap. Kita semua memanggil mereka
berdiri di pintu sambil tertawa. ”Tapi di sini ’Nenek’, sedangkan Mom dan Dad memanggil¬
kan tak ada orang yang bernama demikian, nya ’Mom’.”
Mom?” ”Mungkinkah nenek anak perempuan kecil
itu mempunyai hubungan dengan rencana jahat
”Emma Lane? Itu kan nama nenekmu, Mr. Tizer?” tanya Janet. Peter menggelengkan
Lucy!” jawab ibunya. Anak perempuan itu kepala.
menatap ibunya dengan heran. ’Tidak mungkin. Mrs. Emma Lane seorang
wanita yang sudah tua. Melihat keadaan
”Baru sekarang aku tahu nama Nenek adalah rumahnya, pasti dia baik hati. Dia bukan
Emma,” katanya. ”Selama ini belum pernah Emma Lane yang kita cari. Tapi di kantor
ada yang memanggilnya dengan nama Emma pos, cuma dialah yang terdaftar sebagai pen¬
Lane. Mom memanggilnya ’Mom’, sedangkan duduk sini!”
aku memanggilnya ’Nenek’.” Mereka berjalan sambil berdiam diri. Peter
menghela napas.
”Tapi itu tak berarti bahwa Nenek tak punya
nama,” ujar wanita itu lagi. Ia berpaling pada 81
Janet dan Peter. ”Ibuku tidak tinggal di sini
lagi,” katanya. "Tiga bulan yang lalu dia pindah
ke tepi laut. Sekarang kami yang menempati
rumah ini. Kalian ingin bicara dengannya?”

80

”Aku rasa, sebaiknya persoalan ini kita 13
laporkan saja pada Mom dan Dad. Kali ini Peristiwa yang Mengejutkan
kita menghadapi rahasia yang terlampau rumit
dan berbelit-belit. Kita tak bisa berbuat apa-
apa untuk menguraikannya. Coba pikirkan: ka¬
pak merah, MKX! Benar-benar gila!”

Pada saat minum teh, ketika ayahnya sedang
mengoleskan mentega pada seiris roti, Peter
menyampaikan beritanya.

”Dad, saat ini Serikat Sapta Siaga sedang
menghadapi satu persoalan lagi!”

Dengan segera ayah dan ibunya memandang¬
nya.

”Ada-ada saja kau dan Sapta Siaga-mu! Apa
lagi yang kalian hadapi kali ini?” kata ayah¬
nya. ”Mudah-mudahan saja bukan persoalan
serius.”

”Aku sendiri juga tak tahu pasti,” kata Peter.
”Tapi dua orang dewasa terlibat di dalam¬
nya, dan kedua orang itu berwatak jahat.
Menurut perasaanku juga begitu. Bila itu
benar, persoalan yang kami hadapi memang
serius. Sampai sekarang, sudah cukup banyak
yang berhasil kami selidiki. Tapi semuanya
tak beraturan dan rumit. Kami tak mampu
memecahkannya. Karena itu kami mengam-

82 83

bil keputusan untuk memberitahu Mom dan Mungkin karena dimarahi, dia lantas minggat.
Dad!” Dan karena kalian bersikap ramah padanya,
dia lalu menceritakan kisah yang menegang¬
”Sekarang ceritakanlah,” ujar ayahnya. ”Dad kan!”
jadi ingin tahu!”
"Tak mungkin, Dad!” protes Janet dengan
”Dad tak boleh menertawakan kami,” kata segera. ”Jeff tidak mengada-ada. Benar, dia
Janet agak kesal melihat ayahnya tersenyum tidak membuat-buat cerita. Aku melihat sendiri,
simpul. ”Sapta Siaga benar-benar sebuah per¬ kaki anak kucingnya terluka. Ada orang yang
kumpulan rahasia. Dan Dad juga tahu, sudah menendangnya! ”
cukup banyak hasil yang kami capai.”
”Sebaiknya begini saja. Kalian jemput anak
”Dad tadi tidak menertawakan kalian, Janet,” yang bernama Jeff itu, dan ajaklah kemari,”
kata ayahnya. ”Mom juga tidak tertawa. Seka¬
rang ceritakanlah persoalanya pada kami.” 85

Karena ayahnya meminta, Peter dan Janet
mulai bercerita, mulai pembuatan rumah pohon
mereka sampai pada hal-hal yang diingat kem¬
bali oleh Jeff.

Ayah mereka mendengarkan sambil menik¬
mati hidangan. Sekali-sekali ia bertanya, kalau
ada yang kurang jelas baginya. Mom juga
ikut mendengarkan. Ia masih sempat mengata¬
kan, bahwa menurut pendapatnya, bermain di
rumah pohon terlalu berbahaya. Tapi akhirnya
Janet dan Peter selesai juga bercerita.

"Rupanya persoalan ini memang perlu di¬
selidiki,” kata ayahnya. ”Tapi menurut Dad,
hampir semua yang kauceritakan itu adalah
hasil karangan teman baru kalian yang bernama
Jeff! Dia sedih karena ibunya dirawat di rumah
sakit. Dia tak senang pada bibi dan pamannya.

84

kata ayahnya akhirnya. ”Kalau ceritanya benar, mereka. Kedua anak itu kecewa. Tak enak
pasti Dad bisa tahu. Tapi kalau ternyata dia rasanya, karena ayah dan ibunya demikian
cuma mengada-ada, hal itu pun akan bisa yakin bahwa Jeff berbohong. Padahal mereka
segera kita ketahui. Jeff bisa memberikan yakin teman baru mereka itu tidak berdusta.
alamat pamannya pada Dad. Kemudian Dad Sekarang Jeff harus ikut dengan mereka, dan
akan meminta polisi memeriksa ke sana, apa¬ menceritakan segalanya pada ayahnya. Jangan-
kah cerita itu memang benar.” jangan nanti Jeff ketakutan setengah mati, se¬
hingga tak berani membuka mulut!
”Tapi Jeff tidak mau jika polisi diberitahu,”
kata Peter. ”Mudah-mudahan saja Jeff mau ikut kita,”
kata Peter. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran
"Tentu saja dia tidak mau! Kan masuk akal, mereka, bahwa akan sukar sekali memaksa
jika semua yang kaulaporkan tadi hanya me¬ Jeff turun jika anak itu tidak mau. Kemudian
rupakan hasil khayalannya,” kata ayahnya lagi. mereka berjalan dengan membisu, sampai ke
”Sekarang, jemputlah anak itu dan bawa bawah pohon yang dituju.
kemari. Katakan padanya, dia tak perlu takut
pada Dad. Sedangkan hal-hal yang didengarnya Peter berseru dari bawah, ”Jeff! Turunlah.
waktu dia masih setengah tertidur, menurut Kami ingin mengatakan sesuatu padamu!”
Dad semua itu adalah mimpinya saja! Kalian
tak perlu tersinggung. Kalau kalian sudah lebih Tapi tak terdengar jawaban dari atas.
dewasa, kalian akan tahu sendiri bahwa kita Peter memanggil sekali lagi, ”Jeff, ini Peter!
tak boleh terlalu cepat mempercayai cerita Ayolah, turun saja. Kami hanya berdua. Aku
orang!” dan Janet. Persoalannya penting sekali!”
Dari atas masih tetap tak terdengar jawaban.
”Tapi Jeff tidak berbohong, Dad. Aku tahu Tapi tunggu dulu. Terdengar bunyi mengeong
pasti!” Janet sudah hampir menangis. dari sela-sela daun. Anak kucing milik Jeff!
"Kucingnya ada di atas,” kata Peter. ”Kalau
”Baiklah! Kalau begitu, pasti kita bisa mem¬ begitu, Jeff pasti ada di rumah pohon kita.
bantunya,” ujar ayahnya. Sekarang, ajaklah Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan anak itu.
anak itu kemari. Dad membereskan pekerjaan Aku naik saja untuk melihat!”
dulu. Kalau kalian kembali, Dad pasti akan Peter memanjat pohon, sampai ke panggung.
sudah siap.” Di situ bantal-bantal masih bertebaran, persis

Peter dan Janet berjalan menuju pohon 87

86

seperti waktu mereka pergi tadi. Anak kucing Janet gelisah. Ia merasa ngeri.
yang tadi mengeong lari menghampiri. ”Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
keluhnya. ”Kita sama sekali tak tahu di mana
Tapi Jeff tidak kelihatan! Sekali lagi Peter Jeff tinggal. Kita tak bisa menyelidiki apa pun
memanggil. Ia memicingkan mata, memandang juga, apalagi membantunya. Lihat, Peter!
ke atas. Barangkali saja anak itu ketakutan, Kucing kecil yang malang itu turun dari po¬
lalu bersembunyi lebih tinggi lagi. Tapi tidak! hon.”
Jeff tidak ada di atas. Tiba-tiba mata Peter Peter menurunkannya ke tanah. Kucing itu
tertumbuk pada secarik kertas. Kertas itu di¬ mengeong minta dikasihani.
selipkan ke sebuah celah pada kulit kayu. De¬ ”Ya, kami beijanji akan mengurusmu dengan
ngan segera Peter mengambilnya, lalu membaca. baik,” ujar Peter. ”Kau tahu, ke mana tuanmu
pergi? Itulah yang ingin kami ketahui!”
"Mereka berhasil menemukan aku” demi¬
kianlah isi surat itu. ”Mereka mengancam akan 89
naik dan melemparkan kucingku ke bawah,
jika aku tetap tidak mau turun. Aku tahu
pasti, hal itu akan mereka kerjakan. Tolong
pelihara kucingku baik-baik. Terima kasih atas
bantuan kalian. Jeff.'''

Bergegas Peter meluncur turun dari pohon,
sehingga tangan dan lututnya luka karena ter¬
gores kulit kayu yang keras. Sesampainya di
bawah, ia menunjukkan surat yang ditemukan¬
nya pada Janet.

’Tni surat dari Jeff,” katanya. ”Pamannya
dan Mr. Tizer ternyata berhasil juga menang¬
kapnya. Rupanya mereka datang kembali se¬
sudah kita pergi. Ternyata mereka menduga
Jeff bersembunyi di atas pohon ini, karena
Skippy begitu ribut menyalak ketika mereka
lewat. Kasihan si Jeff!”

88

14 untuk melanjutkan pekerjaannya. Mereka saling
George Mendapat Ide berpandangan. Sering kali Dad mempunyai per¬
kiraan yang tepat mengenai berbagai hal.
Peter pulang ke rumah bersama Janet. Kucing Barangkali kali ini pun perkiraannya tepat.
Jeff mereka bawa, digendong oleh Peter. Ayah Barangkali Jeff memang anak yang gemar
Peter sudah menunggu. berbohong dan mengarang-ngarang cerita te¬
gang untuk menipu mereka.
”Nah—mana anaknya? Mana Jeff?” tanya
ayahnya. ”Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
tanya Janet sambil mengusap air mata. Peter
’Tidak ada,” ujar Peter sambil menunjukkan berpikir sebentar.
surat Jeff pada ayahnya.
91
"Kalian takkan mendengar berita lagi dari
anak itu,” kata ayahnya. ”Percayalah, dia itu
hanya mengada-ada saja. Jadi tak usah kau¬
pikirkan lagi! Tanya pada Mom, apakah kalian
boleh memelihara kucing ini. Sebetulnya kita
tak perlu binatang peliharaan lagi. Terus terang
saja, Dad kurang senang pada teman baru
kalian itu! Sampai hati dia meninggalkan ku¬
cing sekecil ini.”

”Dia tidak meninggalkannya, Dad,” ujar
Janet sambil menahan tangis. ”Dia terpaksa.
Orang-orang itu kejam!”

Ayah mereka meninggalkan Peter dan Janet

90

”Kita terpaksa menyerah,” kata Peter. ”Kita menceritakan segalanya pada ayah kami. Tapi
tak mungkin menentang kata-kata Dad. Lagi dia tak mau percaya. Dia menyuruh kami
pula, kita juga sama sekali tak memahami arti menjemput Jeff, dan dia pun berjanji untuk
kata-kata yang berhasil diingat Jeff. Sekarang mendengarkan ceritanya. Tapi ternyata Jeff su¬
Jeff sudah pergi entah ke mana. Jadi kita tak dah pergi!”
mungkin meminta padanya untuk menceritakan
kisahnya pada orang lain!” Semuanya kaget mendengar berita itu.
”Jeff pergi?” kata Jack heran. ”Ke mana?”
”Kita harus mengadakan rapat untuk mem- Peter mengeluarkan surat Jeff dari kantong¬
beritahu para anggota,” ujar Janet dengan suara nya. Teman-temannya membacanya dengan wa¬
murung. ”Pasti mereka takkan senang men¬ jah serius.
dengarnya. Mula-mula semuanya kedengaran "Kucingnya ada pada kami,” kata Peter.
begitu mengasyikkan! Sekarang, ternyata cuma ”Yang tinggal dari Jeff dengan kisahnya yang
cerita bikinan anak iseng saja. Padahal aku aneh, cuma binatang itu.”
senang pada Jeff!” ”Kalau begitu kita tak bisa melanjutkan
pengusutan,” ujar George kecewa. "Padahal
”Aku juga,” kata Peter. ”Sekarang kita tulis semangatku mulai timbul, karena menghadapi
saja surat dan kita masukkan ke kotak pos di petualangan baru.”
rumah para anggota. Kita kabarkan pada me¬ ”Aku tahu, tapi ternyata kita semua salah
reka, bahwa besok akan ada rapat. Kali ini tebak,” jawab Peter. ’Tersoalan ini kita tutup
kita adakan lagi dalam gudang di kebun.” sampai di sini saja. Kita tak mungkin me¬
lanjutkannya. Baru kali inilah kita menemui
Dengan cepat surat-surat selesai ditulis, lalu kegagalan.”
dimasukkan ke dalam kotak pos para anggota. Suasana rapat itu sangat muram. Semua
Keesokan harinya pukul sepuluh, para anggota merasa kecewa. Mereka berpikir-pikir, di mana
Sapta Siaga berkumpul dalam gudang. Kata Jeff saat itu berada. Mungkinkah ia sungguh-
sandi ’Tetulangan” terdengar mengecewakan sungguh telah menipu mereka dengan kisah¬
di telinga Peter dan Janet. Apa yang hendak nya? Rasanya sukar sekali untuk percaya bah¬
dipetualangkan lagi, bila ternyata tidak ada wa Jeff membohongi mereka.
persoalan yang dihadapi. ”Eh, nanti dulu! Bukankah kita sendiri me-

”Aku terpaksa menyampaikan kabar buruk,” 93
kata Peter membuka rapat. "Kemarin kami

92

lihat Mr. Tizer dan paman Jeff?” ujar Colin "Ini hari apa?” tanya George pada Colin,
dengan tiba-tiba. ”Jeff tak mungkin mengarang- waktu mereka berjalan menuju ke rumah.
ngarang kedua orang itu.” "Bukankah sekarang hari Rabu tanggal 24?
Jadi besok akan terjadi sesuatu, menurut ke¬
”Jeff yang mengatakan, mereka itu pamannya terangan Jeff.”
dan Mr. Tizer,” balas Peter mengingatkan.
"Memang dia mengatakan mereka itulah yang "Mungkin dia hanya asal menyebut tanggal
mengejarnya. Tapi bisa saja keduanya penebang itu,” jawab Colin. ”Apa yang akan kita perbuat
kayu, atau pemburu yang tak mempunyai izin. pagi ini? Masih cukup banyak waktu untuk
Pokoknya, mereka kelihatan jahat.” bermain-main.”

Beberapa saat lamanya anak-anak itu ber¬ "Kita pergi saja ke kanal,” ujar George.
diam diri. "Kita bisa melihat perahu-perahu pengangkut
barang yang hilir-mudik. Aku senang di kanal,
"Baiklah,” kata George. "Persoalan ini kita karena panjang dan lurus. Enak, di situ sepi.”
tutup. Kita tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita
pergi ke rumah pohon atau tidak hari ini?” ”Aku juga senang ke sana,” sambut Colin.
"Sebentar, aku akan mengambil perahu. Kau
”Pagi ini rasanya aku malas sekali,” ujar juga membawa perahumu. Kita berjumpa lagi
Janet. "Barangkali ada yang mau ke sana? nanti di jalan yang tembus di bawah jembatan
Aku merasa kecewa dan agak jengkel.” kereta api di dekat kanal.”

Mendengar perkataan itu, teman-temannya "Kita berjumpa di jalan apa?” tanya George.
tertawa semua. Janet hampir tak pernah jeng¬ Tapi Colin sudah menjauh. Karena itu George
kel. Colin menepuk-nepuk pipinya. berteriak, "Colin! Jalan mana yang kau mak¬
sud? Jangan sampai kita berselisih jalan!”
"Sudahlah! Jangan terlalu dipikirkan. Kalau
aku sih, biarpun persoalan ini sudah ditutup, ”Kau juga mengenal jalannya, tolol!” pekik
aku akan tetap siaga! Siapa tahu, mungkin Colin sebagai balasan. "Kita berjumpa nanti
saja aku akan berjumpa dengan Emma Lane di EMBER LANE!”
di jalan dan menyandang kapak merah dengan
tulisan MKX!” Saat itu Colin sudah terlalu jauh, sehingga
sukar sekali menangkap kata-katanya dengan
Mendengar lelucon itu, anak-anak tertawa jelas. Kedengarannya seakan-akan ia menyebut¬
terbahak-bahak. Mereka berpisah dengan pe¬ kan ”EMMA LANE”. George terpaku. Ember
rasaan yang lebih gembira dari sebelumnya.

94 95

Lane. Emma Lane! Mungkin saja Jeff salah 15
dengar—mungkin yang dimaksud pamannya Kapak Merah
adalah Ember Lane, dan bukan Emma Lane.
Kedengarannya memang hampir sama. Kalau Kedua anak itu berjumpa lagi dengan mem¬
Emma Lane memang nama orang, tapi Ember bawa perahu mainan mas'ng-masing di ujung
Lane berarti Jalan Bara. Jadi nama jalan. Jalan Ember Lane. Dengan segera George men¬
EMBER LANE! ceritakan hasil pemikirannya pada Colin.

”Mungkin saja dugaanku ini benar. Siapa ”Tadi, sewaktu kau meneriakkan Ember
tahu,” kata George pada dirinya sendiri. Se¬ Lane, kedengarannya mirip sekali dengan
mangatnya mulai timbul kembali. ’Tokoknya, Emma Lane,” katanya. ”Mungkin itu yang
kami nanti melihat sebentar ke Ember Lane. dimaksud Jeff! Mungkin dia yang salah dengar,
Siapa tahu kami sedang mujur!” karena sewaktu pamannya sedang berunding
dengan Mr. Tizer, dia masih setengah tertidur.
96 Aku sekarang yakin, yang dimaksudkan adalah
Ember Lane.”

”Dan kaukira akan terjadi sesuatu di jalan
ini pada tanggal 25 besok?” tanya Colin. Mata¬
nya bersinar-sinar. ”Barangkali saja kau benar.
Tapi apa yang mungkin terjadi di sini?”

Mereka melihat-lihat di Ember Lane. Jalan¬
nya termasuk lebar, tetapi kotor. Di kiri-kanan-
nya terdapat deretan gudang. Arahnya menuju
ke kanal. Di jalan itu banyak orang yang lalu

97

lalang. Semua sibuk dengan tugas masing- mungkinkah kita menemukan jejak ter¬
masing. Sukar dibayangkan, di tempat seramai
itu akan terjadi perampokan atau perbuatan tentu?”
jahat yang sejenis. ”Mungkin juga tidak!” ujar Colin. ”Sebab

Colin dan George meneliti jalan itu dengan kalau kita benar, barangkali kita akan ber¬
saksama. Akhirnya mereka tiba di sebuah gu¬ papasan dengan seseorang yang menjinjing ka¬
dang. Di bagian bawah tembok gudang itu pak merah, atau mendengar seseorang mem¬
terdapat lubang berterali. Kedua anak itu bisikkan kata-kata, ’MKX, Anda dicari’!”
mengintip ke bawah. Mereka melihat sebuah
ruangan di bawah tanah, dan tampak orang- Kedua anak itu melanjutkan perjalanan
orang sedang sibuk mengepak bungkusan- mereka ke kanal. Mereka asyik bermain dengan
bungkusan. Lubang berterali itu rupanya tempat perahu-perahu mereka di air, sampai tiba waktu
cahaya dan udara masuk, walaupun masuk makan siang. Dalam perjalanan pulang ke ru¬
pula debu dari jalan. mah, mereka mengintai kembali lewat terali
besi yang terdapat di gudang yang mereka
”Nah, ini kan terali!” ujar George, sesudah temukan di Ember Lane. Ruangan bawah tanah
mengintip ke bawah agak lama. "Mungkin tampak kosong. Rupanya para pekerja sedang
saja seseorang berdiri di sini lalu memandang pergi makan siang.
ke bawah lewat terali ini. Jadi seperti yang
dikatakan Jeff. Tapi untuk apa?” "Sebaiknya penemuan ini kita laporkan pada
Peter,” usul Colin sewaktu mereka berpisah.
”Atau bisa juga orang itu memandang ke ”Ayo kita ke rumahnya siang nanti. Menurutku,
luar lewat terali,” balas Colin. ”Lihat saja ke hal itu perlu diketahui olehnya—meskipun
bawah lagi! Jika dia berdiri di atas meja itu, mungkin tak berarti apa-apa.”
dia bisa saja mengintip ke jalan lewat terali
ini. Pada, waktu malam, dia tidak akan Ternyata Peter sangat berminat mendengar
kelihatan dari luar.” laporan mereka.

"Mungkin!” kata George lagi. ”Ya, mungkin ”Wah, kalian memang cerdas,” pujinya.
saja! Lubang berterali, lubang yang bisa ”Emma Lane dan Ember Lane. Memang ke¬
dijadikan tempat mengintai ke Ember Lane. duanya kedengarannya sangat mirip. Jadi bisa
Hmm—masuk akal! Bagaimana pendapatmu. saja Jeff salah dengar. Tapi tentang terali yang
kalian temukan—entahlah, aku tak begitu ter¬
98 tarik. Di mana-mana ada terali!”

99


Click to View FlipBook Version