Manual
Menara Doa
Divisi Pengajaran
Gereja Bethel Indonesia
Jl. Jend. Gatot Subroto - Senayan
Jakarta
Manual
Menara Doa
Penyusun:
Robbyanto Tenggala
Editor:
Paul Tuanakotta
Penerbit:
Divisi Pengajaran
Gereja Bethel Indonesia
Jl. Jend. Gatot Subroto - Senayan
Jakarta
Edisi Pertama,
Januari 2021
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Sebagai sebuah produk digital kita semua menyadari bahwa konten buku ini
dengan mudah digandakan tanpa ijin tertulis dari kami,
namun kami percaya kita semua tidak akan melakukan hal yang bertentangan
dengan ahlak Kristiani tersebut.
DAFTAR ISI 5
9
100 MENARA DOA 13
101 Pondok Daud 19
102 Kamar Loteng
103 Menara Doa 25
104 Peperangan Rohani 31
39
200 PRAJURIT DOA 45
201 Kedewasaan Rohani 49
202 Menjadi Rumah Kediaman Roh Kudus 53
203 Membangun Kedalaman Rohani
204 Komitmen kepada Panggilan Hidup 57
205 Peta Jalan Seorang Prajurit
206 Karunia-Karunia Roh
TATA LAKSANA
DAFTAR PUSTAKA
3
MENARA DOA
101 Pondok Daud
102 Kamar Loteng
103 Menara Doa
104 Peperangan Rohani
PONDOK DAUD
MENARA DOA DAN PERJANJIAN LAMA
Manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah sendiri dan tidak
ada mahluk lain yang diciptakan memiliki kehormatan dan keunikan seperti
manusia. Kemiripan tersebut membuat manusia memiliki kemampuan
untuk menjadi mitra Allah dalam mengelola ciptaan dan juga untuk dapat
berinteraksi, berkomunikasi dan bergaul intim dengan Dia (Kejadian
1:26-28).
Sejak awal adalah keinginan Allah untuk selalu hadir di tengah-tengah
manusia dan menikmati hubungan yang indah dengan mereka. Hal ini yang
menjadi benang merah yang mendorong hubungan antara Allah dengan
manusia sejak awal hingga kekekalan.
Adalah sebuah anugerah yang besar bagi manusia untuk memiliki Allah
yang mengasihi manusia seperti itu. Kasih-Nya yang besar ini yang
mendorong Allah untuk membuat rencana besar penyelamatan dari
kegagalan manusia dalam peristiwa kejatuhan di Taman Eden.
Kasih-Nya yang besar pula yang membuat Allah secara bertahap mulai
mengembalikan interaksi, komunikasi dan hubungan yang intim antara
manusia dengan diri-Nya. Allah mulai memakai orang-orang yang
dipilih-Nya ke dalam hubungan yang semakin intensif untuk menuntun
seluruh umat manusia yang lainnya masuk dalam rencana besar Allah itu.
Hal ini dapat kita lihat di dalam Alkitab dimulai dari Habil, Henokh, Nuh dan
Abraham, hingga kepada bani Israel.
Hubungan yang intim antara Allah dan manusia menjadi sesuatu yang
sangat penting karena hal tersebut menentukan apakah manusia ada dalam
rencana Allah atau tidak. Seperti terlihat ketika Allah menuntun bani Israel di
padang gurun dengan tiang awan dan tiang api, sama sekali tidak terbaca
polanya. Orang Israel harus taat dengan tuntunan Tuhan itu jika ingin selalu
ada dalam rencana Allah.
Hal yang sama terlihat dalam Pondok Daud, yaitu cara Daud untuk
membuat hadirat Tuhan ada di tengah-tengah kerajaan Israel, karena bagi
Daud, tuntunan Tuhan sangatlah penting. Itulah sebabnya Daud hanya
5
menaruh Tabut Perjanjian di dalam Pondok Daud, sebuah konsep
penyembahan yang berbeda dari sebelumnya.
Highlights di dalam dan seputar Pondok Daud adalah:
1. The House of Obed Edom
Dimulai dari peristiwa berdiamnya Tabut Allah di “rumah Obed Edom”
yang pasti terjadi di dalam kehendak-Nya. Curahan berkat di atas
seluruh barak yang dihuni oleh 62 keluarga budak suku Gat yang adalah
bangsa gentile yang tidak bersunat, merupakan signal kuat tentang
internasionalisasi keselamatan yang dari Allah, bukan hanya untuk
bangsa Israel (1 Tawarikh 26:8).
2. Keintiman 24/7
Event arak-arakan Tabut Allah ke Bukit Sion jilid 2 menandai beberapa
hal:
a. Allah seolah-olah sedang melakukan diskresi terhadap
hukum-hukum-Nya sendiri dengan membiarkan keputusan Daud
menahbiskan dirinya sendiri menjadi imam; mengenakan jubah Efod
dan menyembelih korban.
b. Allah seolah-olah melakukan diskresi terhadap ritual Kemah Musa
dengan meniadakan segala birokrasi protokoler untuk
memungkinkan siapa saja berjumpa langsung dengan Dia demi
untuk menyembah dan merayakan Dia.
c. Daud di bawah pengurapan profetik mulai menyanyikan
mazmur-mazmur yang isinya adalah kebenaran-kebenaran Perjanjian
Baru, sedemikian rupa sehingga lahir Mazmur Mesianik (Mazmur
100:4, 24:3, 133:1, 141:2 ).
Hal ini memperlihatkan betapa dimata Tuhan, esensi lebih penting dari
pada kemasan ritual. Itulah hakikat keintiman.
Dan disitu pulalah rahasia sukses Daud didalam menjalani tugas-tugas
kehidupannya. Dalam 40 tahun pemerintahannya, luas wilayah pengaruh
Kerajaan Israel Raya berkembang sepuluh kali lipat. Allah mengaruniakan
otoritas kepada pribadi yang intim dengan DIA!
6
Hari itu Kerajaan Israel adalah ekspresi Kerajaan Allah di muka bumi; dan
hari ini hegemoni Kerajaan Allah tidaklah dalam bentuk fisik, dimana tidak
ada manusia bertahta sebagai seorang raja duduk di singgasana, tetapi
Yesus berkerajaan di dalam hati orang-orang yang menerima hukum-hukum
Kerajaan Allah yang sudah diperbaharui (Matius 5:2-11).
FUNGSI DAN PERANAN PONDOK DAUD
Dalam masa pemerintahan Raja Daud.
1. Menjadi Pusat Penyembahan
2. Menjadi ruang Pertemuan Dewan Musyawarah Ilahi
3. Menjadi sumber dari semua keputusan eksekutif Daud sebagai raja atas
Kerajaan Israel Raya
Kesimpulannya, Daud punya dua pusat pemerintahan; yang ilahi berpusat
di Pondok Daud sebagai sumber arahan, dan yang jasmani di istananya
sebagai pusat komando militernya yang melaksanakan apa yang diarahkan
oleh Allah dari Pondok Daud tersebut. Itulah kunci sukses Daud sebagai
raja.
__________________
PRAY without HEART
is like reading without understanding
PRAISE without JOY
is like laughing without enjoying
WORSHIP without HUMILITY
is like crying without tears
- Anonymous -
7
8
KAMAR LOTENG
MENARA DOA PERJANJIAN BARU
Peristiwa Pentakosta Pertama di Kamar Loteng sesungguhnya adalah
pembalikan dari event Menara Babel.
Di dalam peristiwa Menara Babel, manusia ber-unity, membangun menara
yang menjulang ke langit, tujuannya adalah untuk memuliakan diri sendiri.
Akibatnya Tuhan turun tangan dan menceraiberaikan ke-unity an mereka
dengan cara memecah bahasa mereka dari satu bahasa menjadi beribu-ribu
bahasa.
Adanya ribuan bahasa suku dan nasional pada jaman ini sesungguhnya
adalah akibat dari peristiwa itu.
Peristiwa Pentakosta Pertama di Kamar Loteng terjadi di puncak acara
festival tahunan bangsa Israel yang setiap tahunnya selalu dibanjiri dengan
‘mudik’nya bangsa Yahudi dari perantauan yang tersebar di bangsa-bangsa.
Mereka yang sudah beberapa generasi menetap di tempat-tempat
perantauan tersebut semakin lama semakin terbiasa berbahasa setempat
daripada bahasa asli mereka; bahasa Ibrani.
Ketika festival itu mencapai puncaknya pada Hari Pentakosta; di sebuah
kamar loteng terjadilah peristiwa Pentakosta yang pertama dalam era
Perjanjian Baru. Alkitab mencatat peristiwa itu di dalam Kisah Para Rasul
2:1-11.
Paragraf pertama dari perikop tersebut berbicara tentang peristiwa yang
terjadi dan paragraf keduanya berbicara tentang output nya peristiwa
tersebut kepada masyarakat dunia yang sedang mengerumuni tempat itu.
PERISTIWA PENTAKOSTA
1. Angin
“Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu
tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin
keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;”
Sifat Roh Kudus yang pertama adalah seperti Angin; ’benda’ yang
9
menyejukkan, sekaligus bergerak dengan arah yang sulit ditebak, namun
dapat dirasakan dampaknya. Sama seperti tiang awan yang menuntun
Israel di Padang gurun.
Menara Doa praktis mengadopsi fitur kamar loteng ini. Di dalam
keberadaannya sehari-hari prajurit-prajurit doa dilengkapi dengan
kepekaan untuk menangkap tuntunan Roh Kudus bagi gereja-Nya di
wilayah pelayanannya.
Dengan demikian fungsi Menara Doa tersebut menjadi radar rohani bagi
Gereja di wilayah tersebut.
2. Api
“…dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang
bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.”
Sifat Roh Kudus yang kedua adalah seperti Api, 'benda' yang membawa
kehangatan dan energi/kekuatan.
Menara Doa juga mengadopsi fitur ke dua dari pada kamar loteng ini.
Prajurit-prajurit yang bergantian di dalam berjaga-jaga selalu mengisi
giliran jaga mereka dalam kebugaran rohani dan spirit peperangan
rohani yang prima. Dan di dalam segala situasi - tantangan - pergumulan
selalu mengalami perkuatan supranatural oleh kuasa Roh Kudus. Dengan
demikian fungsi Menara Doa adalah menjadi generator rohani bagi
Gereja di wilayah tersebut.
SIGNIFIKANSI PENTAKOSTA
1. Kesatuan Tubuh Kristus
“Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar
rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka
semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah
mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana
mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam
bahasa kita sendiri,…”
Dalam peristiwa menara Babel, manusia bersatu untuk memuliakan diri
10
mereka sendiri, akibatnya Tuhan mencerai beraikan-mereka sehingga
mereka tidak bisa lagi berkomunikasi satu dengan lain karena Tuhan
memberikan bahasa-bahasa yang berbeda-beda kepada mereka.
Dalam peristiwa Pentakosta Pertama, mereka yang berasal dari tempat
dan bahasa yang berbeda, Tuhan persatukan dalam bahasa Roh sehingga
mereka bersama-sama memuliakan Tuhan (Kisah Para Rasul 2:11).
Dalam konteks Menara Doa, hal itu berarti bahwa sebuah institusi doa
barulah disebut Menara Doa jika unsur-unsur personilnya merupakan
representasi dari kesatuan Tubuh Kristus di dalam wilayah yang
bersangkutan; yang mengambil bagian dalam mengawal wilayah yang
Tuhan percayakan kepada mereka.
2. Kuasa Melaksanakan Amanat Agung
Petrus ber kotbah dan 3000 orang menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat mereka.
Hal ini tidak dapat mereka lakukan sebelum menerima kepenuhan Roh
Kudus, seperti yang Tuhan Yesus telah katakan sebelumnya:
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."
Kisah Para Rasul 1:8
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa salah satu prioritas utama dari
pencurahan Roh Kudus adalah pelaksanaan Amanat Agung.
Peristiwa Kamar Loteng juga menjadi satu tonggak besar dalam sejarah;
berdirinya Kerajaan Allah dengan satu konstitusi baru yang didesain oleh
Roh Kudus dan diukir di atas loh hati manusia. Dan kita semua ini adalah
bagian dari Kerajaan itu, Kerajaan yang tidak tergoyahkan.
Hal itu analogi dengan peristiwa Pentakosta di Padang Gurun; dimana Allah
mendeklarasikan Israel sebagai manifestasi Kerajaan Allah secara fisik di
muka bumi dengan menurunkan Sepuluh Perintah yang diukir di atas dua
loh batu sebagai landasan konstitusinya
(Keluaran 19:3-6).
11
Prajurit Doa adalah pejuang-pejuang Kerajaan Allah secara rohani seperti
yang dikatakan oleh Tuhan Yesus:
"Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti
hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan
kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” Yohanes
18:36
Gereja mula-mula menjadi model bagi Gereja masa kini di dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Kerajaan Allah yang Rohani di muka bumi
ini. Musuh kita bukan darah dan daging, tetapi roh-roh di udara dengan
segala tipu muslihatnya.
Itulah sebabnya Menara Doa dengan Prajurit Doa menjadi jawaban Gereja
terhadap tantangan peperangan rohani tersebut.
__________________
The presence, purpose, and power
of God is best discovered through
di culty
- Beth Moore -
12
MENARA DOA
PONDOK DAUD AKHIR JAMAN
Gagasan tentang Menara Doa lahir pada tahun 1999 ketika dalam sebuah
Convocation di Jerusalem House of Prayer for All Nations dideklarasikan
bahwa: “Tanpa Menara Doa Tidak Akan Ada Penuaian.”
Pengertiannya adalah memperjuangkan penuaian dalam rangka
penuntasan Amanat Agung pada akhir jaman ini harus dilakukan dalam
bingkai peperangan rohani.
Menara Doa dalam hal ini berfungsi sebagai menara jaga, dimana selalu
ada prajurit yang bergantian berjaga-jaga untuk mendeteksi setiap potensi
serangan rohani terhadap Gereja, dan melakukan agresi rohani untuk
melepaskan ikatan dan belenggu roh jahat terhadap jiwa-jiwa agar mereka
siap untuk datang kepada Tuhan Yesus dan menerima Dia sebagai Tuhan
dan Juruselamat pribadi mereka, ketika mereka mendengar pemberitaan
Injil.
PONDOK DAUD MASA KINI
"Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah
roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan
kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya kembali seperti di
zaman dahulu kala, supaya mereka menguasai sisa-sisa bangsa Edom
dan segala bangsa yang Kusebut milik-Ku," demikianlah firman TUHAN
yang melakukan hal ini.” Amos 9:11,12
Di sepanjang sejarah Perjanjian lama kita melihat adanya 3 (tiga) Ruang
Penyembahan:
• Kemah Musa
• Pondok Daud
• Tabernakel Salomo
Allah kemudian memutuskan bahwa pada akhir jaman, yang akan DIA
pulihkan adalah Pondok Daud, bukan Kemah Musa maupun Tabernakel
Salomo.
Pada jaman ini kita semua melihat bahwa hampir seluruh Gereja di
13
duniatelah dilanda gelombang pemulihan Doa Pujian Penyembahan dalam
setiap ibadah mereka. Inilah 'tanda-tanda jaman' bagi penggenapan
kehendak Allah yang sudah menjadi kenyataan di depan kita.
Sesungguhnya hal ini sangat logis dan benar, mengingat Pujian dan
Penyembahan, yang menjadi ciri khas Pondok Daud, adalah hal yang kekal
di seputar tahta Allah.
• jauh sebelum manusia diciptakan, yang ada di sorga adalah malaikat
memuji dan menjembah Tuhan
• jauh ke depan di dalam kekekalan, umat ketebusan-Nya memuji dan
menyembah DIA di sekeliling tahta-Nya; untuk selama-lamanya!
Jadi sesungguhnya pujian dan penyembahan itulah yang sudah terjadi dan
yang akan terjadi; dari kekekalan masa lalu sampai kepada kekekalan masa
mendatang. Sehingga ketika diantara doa-doa peperangan kita menaikkan
pujian penyembahan - itu berubah menjadi gladi resik daripada apa yang
nanti akan terjadi dalam Kerajaan Sorga.
ESENSI-ESENSI MENARA DOA
Menara Doa pada hakikatnya merupakan manifestasi dari Pondok Daud dan
Kamar Loteng pada jaman ini, sekaligus pemenuhan kehendak Tuhan pada
akhir jaman ini sebagaimana yang telah dinubuatkan oleh nabi Amos dalam
Amos 9:11.
1. Esensi Vertikal
Ciri yang menonjol dari Pondok Daud adalah Doa Pujian dan
Penyembahan yang terus menerus; 24 jam sehari. Fitur vertikal ini
sesungguhnya sangat berkenan kepada Tuhan.
Gereja Tuhan menyatukan diri untuk menyembah Tuhan, siang dan
malam, seperti yang dirindukan olehTuhan Yesus:
Penyembahan kepada Tuhan dalam unity siang dan malam
sesungguhnya juga menggenapi hukum yang Tuhan:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama
14
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab
para nabi." Matius 22:37-40
Inilah esensi yang paling hakiki dalam Menara Doa.
2. Esensi Horisontal
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Kisah Para Rasul 1:8
“Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras
yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah
kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan
hinggap pada mereka masing-masing.” Kisah Para Rasul 2: 2,3
Makna ‘angin’ dan ‘api’ dari Pentakosta Pertama di Kamar Loteng
melukiskan tuntunan dan pemberdayaan oleh kuasa Roh Kudus dalam
Gereja Perjanjian Baru. Gereja mendapatkan impartasi untuk memiliki hati
yang mengasihi jiwa-jiwa sehingga bergerak untuk menjangkau mereka.
Prajurit Doa di Menara Doa yang merupakan ‘menara jaga’; berfungsi
untuk:
• Dengan tuntunan Roh Kudus meninjau situasi dari tempat yang
tinggi ke tempat yang jauh untuk mendeteksi situasi yang sedang
akan dialami oleh Gereja, dan menangkap tuntunan Roh Kudus
untuk mengantisipasi hal itu.
• Dengan kuasa Roh Kudus melakukan doa peperangan, dan doa
syafaat bagi Gereja agar mampu melalui setiap situasi dengan keluar
sebagai pemenang.
DESKRIPSI MENARA DOA
Beberapa aspek di bawah ini menjadi ciri dari keberadaan sebuah Menara
Doa:
1. Doa, Pujian dan Penyembahan
Sesi-sesi doa di dalam Menara Doa di penuhi dengan doa, pujian dan
penyembahan secara bergantian. Di dalam sesi-sesi tersebut
15
dimungkinkan ada satu dua orang yang mendapat rhema firman Tuhan,
lalu membacakan ayat-ayat tersebut untuk di aminkan oleh semua
pendoa yang hadir.
Kotbah ataupun sharing sangat tidak disarankan, sebab selain
menginterupsi suasana doa, juga berpotensi untuk seseorang
menyuarakan doktrin tertentu; yang bisa mengusik kesatuan hati di dalam
doa.
Doa, pujian dan penyembahan juga diekspresikan dalam bentuk:
• pengagungan Tuhan,
• memperkatakan janji-janji Tuhan,
• perkataan nubuatan, doa terobosan,
• klaim kemenangan atas kuasa iblis,
• doa syafaat bagi bangsa, negara, Gereja dan para pemimpin Gereja
• penjangkauan jiwa
2. Kesatuan Tubuh Kristus
Menara Doa bukanlah “Rumah Doa”.
Rumah Doa dalam pengertian berfungsi menjadi tempat ‘berteduh’ bagi
jemaat yang sedang dalam masalah dan pergumulan hidupnya.
Sedangkan Menara Doa adalah sebuah wadah komunitas pendoa lintas
gereja lokal; bahkan lintas sinode, untuk tujuan bersama Tubuh Kristus,
yaitu menuntaskan Amanat Agung melalui peperangan rohan.
3. Peperangan Rohani
Tujuan doa-doa yang dinaikkan dalam Menara Doa adalah lawatan Tuhan
yang menghasilkan transformasi wilayah dan penuaian jiwa; memenuhi
yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus dalam Amanat Agung.
4. Kontinuitas
Fungsi sebagai Menara Jaga menuntut akitvitas doa penjagaan yang non
stop. Dalam hal ini salah satu kriteria untuk sebuah institusi doa dapat
disebut Menara Doa jika mereka ‘diudara’ setiap hari; antara 2 -24 jam
sehari.
16
KONTINUITAS PENCURAHAN ROH KUDUS
“…Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan
Roh-Ku ke atas semua manusia…” Yoel 2:28-32
Kata ‘akan terjadi’ dalam bahasa Inggris ‘shall come to pass’ dan Ibrani
‘hayah’ yang salah satu artinya adalah continue (berlangsung terus/terus
berlanjut).
Dalam Kisah Para Rasul 2:17, Lukas si penulis Kisah Para Rasul dengan
inspirasi Roh Kudus menambahkan kalimat “pada hari-hari terakhir”
(Yunani: Eskatos) pada kalimat “akan terjadi” dari Yoel 2:28.
Albert Barnes notes on the bible memberikan catatan bahwa ungkapan
‘hari-hari terakhir’ ini bagi orang Yahudi melambangkan masa depan secara
umum, dimana kedatangan Mesias merupakan highlight nya.
Sedangkan bagi Gereja Perjanjian Baru, peristiwa penting dari masa depan
adalah kedatangan Mesias (baca: Tuhan Yesus) yang kedua kali.
Sejak dari Pentakosta Pertama, pelaksanaan Amanat Agung menjadi tema
sentral perjalanan Gereja.
Pada peristiwa Pentakosta Pertama, Gereja berdiri dan sesaat kemudian
Petrus berkotbah dan 3000 orang menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat mereka. Hal itu menggambarkan dengan jelas prioritas asli
sebuah gereja. Sehingga sebuah gereja yang sekedar ada dan berdiri lalu
mengabaikan hal ini sesungguhnya tidak punya tujuan daripada
keberadaannya.
Peristiwa Pentakosta Pertama adalah trigger awal yang memberi energi
rohani yang luar biasa kepada gereja mula-mula. Dengan letupan
Pentakosta Pertama gereja mula-mula harus diakui relatif mencapai 'target'
nya, menjangkau keseluruhan wilayah imperium Romawi yang pada jaman
itu di identikkan sebagai 'seluruh bumi' yang mereka kenali.
Peristiwa Pentakosta Kedua terjadi di dalam dunia yang relatif modern.
Kegerakan yang dikenal dengan Azusa Street Revival itu dimulai di rumah
Richard dan Ruth Asbery, 214 Bonnie Brae Street, pada tanggal 9 April 1906
ketika Edward Lee dipenuhi Roh Kudus setelah didoakan oleh William J.
Seymour, kemudian diikuti enam orang lain yang juga mulai berbicara
dalam bahasa-bahasa yang baru termasuk Jenny Moore, yang di kemudian
17
hari menjadi isteri William J. Seymour.
Dengan begitu cepat rumah di 214 Bonnie Brae Street tersebut tidak dapat
lagi menampung orang-orang yang datang berdoa di tempat itu.
Kemudian mereka berpindah di sebuah gedung tua di 312 Azusa Street.
Selama tiga tahun mereka mengadakan ibadah tiga kali sehari setiap hari
yang dimulai dari pagi hingga sampai malam hari.
Letupan api Roh Kudus dari Azusa Street tersebut menjalarkan Amanat
Agung ke seluruh dunia melalui bangkit nya gereja Pentakosta - Karismatik
yang oleh pemberdayaan Roh Kudus terus bertumbuh pesat di seluruh
dunia sampai saat ini.
Di tengah kancah revival tersebut, pada tahun 1909 muncul
nubuatan-nubuatan:
• William J. Seymour bernubuat bahwa 100 tahun dari saat itu (berarti
+ 2009) akan terjadi lawatan Roh Kudus yang lebih dahsyat daripada
revival Azusa Street
• Smith Wigglesworth - seorang rasul iman yang dalam pelayanannya
telah membangkitkan 26 orang mati - bernubuat bahwa 110 tahun
setelah saat itu (berarti + 2019 ) akan terjadi pencurahan Roh Kudus
yang massive.
Dan pada akhir jaman ini; khususnya di dalam tahun-tahun yang
dimaksudkan oleh nubuatan-nubuatan tersebut, Gereja sekali lagi sedang
memasuki gelombang pencurahan Roh Kudus untuk sekali ini
menyelesai-tuntaskan Amanat Agung yang berujung kepada event Tuhan
Yesus datang di awan-awan menjemput Gereja-Nya kedalam Perjamuan
kawin Anak Domba. Kami mengenali fenomena ini sebagai Pentakosta
Ketiga.
Kita adalah angkatan yang dikarunia kehormatan sebagai penuntas Amanat
Agung, seperti pelari terakhir dalam sebuah lomba lari estafet.
Dengan demikian, jelaslah bahwa prioritas Menara Doa adalah
melaksanakan Amanat Agung (Kisah Para Rasul 15:16-17).
18
PEPERANGAN ROHANI
Konsep Menara Doa adalah seperti sebuah Menara Jaga di sebuah
benteng; dimana para prajurit bergantian melakukan giliran jaga. Jelas
keadaan seperti itu berlangsung di tengah suasana peperangan.
Dalam hal ini, segala sesuatunya perlu dijaga dalam keadaan siaga terhadap
segala potensi yang mencoba mengagresi wilayah kekuasaan benteng
tersebut.
TIGA LEVEL PEPERANGAN
1. Tingkat Dasar
“… orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut
kota.” Amsal 16:32
Seseorang yang mau jadi seorang prajurit, paling kurang pada awalnya
perlu punya mental pemenang, punya daya juang, kegigihan. Namun
sesungguhnya perjuangan paling berat bukan melawan musuh diluar,
tetapi musuh-musuh domestik kita, yaitu keinginan yang sifatnya
kedagingan (hawa nafsu dan sejenisnya), hedonisme, dan keangkuhan
hidup. Iblis ingin agar kita memilih untuk jadi manja rohani, enggan
keluar dari zona nyaman, hidup menuruti daging dari pada
menaklukkannya di bawah kaki Tuhan Yesus. Peperangan tingkat dasar
adalah peperangan untuk melepaskan diri kita dari ikatan dan belenggu
keinginan daging tersebut.
2. Tingkat Taktis
“Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan,
menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk
memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh
suatu mahkota yang abadi.” 1 Korintus 9:25
Ini melukiskan eksekusi lapangan, kemenangan dalam pertempuran
darat satu lawan satu. Peperangan tingkat taktis adalah peperangan
untuk melepaskan jiwa-jiwa dari keterikatan, tentunya hal ini
membutuhkan prajurit yang terlatih. Prajurit doa adalah pribadi-pribadi
yang memutuskan untuk meninggalkan zona aman, ‘menghajar’ (melatih
19
dengan keras) dirinya sendiri secara spartan agar memiliki kebugaran
rohani; yang sangat menentukan didalam peperangan rohani.
Prajurit yang manja adalah prajurit yang "mempersiapkan" dirinya untuk
kalah dalam peperangan.
3. Tingkat Strategis
“Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang
kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu
orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia merampok rumah
itu.” Matius 12:29
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa jika kita ingin membebaskan jiwa-jiwa,
maka kita harus terlebih dahulu mengikat “orang kuat” yang
membelenggu jiwa-jiwa tersebut. Prinsip inilah yang diterapkan di dalam
Peperangan Rohani Tingkat Strategis.
Dalam peperangan rohani tingkat strategis dilakukan pemetaan dan
menangkap pola-pola strategik yang diwahyukan oleh Roh Kudus dalam
rangka memenangkan pertempuran demi pertempuran untuk
menaklukkan dan menguasai sebuah teritorial bagi Tuhan.
Disinilah Menara Doa mengambil peranannya. Itulah sebabnya ekspresi
karunia Roh didalam pertemuan doa Menara itu sangat esensial.
Karunia Roh seperti karunia nubuatan, penglihatan, membedakan roh
akan memperkuat fungsi Menara sebagai pusat kendali peperangan
rohani atas sebuah teritorial.
SENJATA DALAM PEPERANGAN
Diantara 6 jenis selengkap senjata Allah sesungguhnya hanya satu jenis yang
merupakan senjata ofensif, yaitu pedang Roh. Lima lainnya adalah
sesungguhnya adalah perlengkapan defensif. Ini menjelaskan bahwa
pertahanan rohani yang mumpuni adalah basis atau modal dasar untuk satu
serangan rohani yang berhasil (Efesus 6:14-17).
Perlengkapan perseorangan seorang prajurit Romawi adalah:
1. Ketopong Keselamatan
Berbicara tentang konsep keselamatan kita di dalam Tuhan Yesus, yang
20
harus terus terlindung, sehingga iman kita tidak pernah goyah terhadap
pengajaran, hasutan, intimidasi, penyesatan apapun yang berasal dari
‘tipu muslihat’ iblis.
2. Baju Zirah Keadilan
“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah
terpancar kehidupan.” Amsal 4:23
Baju zirah yang merupakan rangkaian lempengan-lempengan pelat besi
berfungsi melindungi dada (jantung/hati) manusia. Sesungguhnya jika
musuh punya kesempatan yang terbuka untuk menyerang, pedangnya
bisa menusuk dada; tepat diantara lempengan-lempengan besi tersebut.
Ini berbicara tentang menjaga hati.
Didalam situasi peperangan rohani, iblis akan mencoba menusukkan
pedangnya untuk menikam hati kita agar terluka. Luka batin dan
kepahitan membuat kita tidak lagi punya beban hati untuk bersyafaat bagi
orang-orang/suku-suku tertentu yang punya riwayat yang buruk dimasa
lalu kita.
Mother Teresa suatu kali berkata: “Pekerjaan sekecil apapun yang kita
lakukan dengan kasih yang besar akan ber upah besar dalam kekekalan.”
Demikian pula sebaliknya; pekerjaan sebesar apapun yang kita lakukan
dengan kasih yang kecil akan ber upah kecil dalam kekekalan.
Ketika kita tawar hati oleh hasutan iblis, kita kehilangan potensi untuk
berbuat kebaikan, mengusahakan kebaikan, mendoakan kebaikan bagi
orang/etnik/komunitas tertentu. Doa yang dinaikkan dengan tawar hati
akan menjadi sesuatu yang hambar.
3. Ikat Pinggang Kebenaran
Ikat pinggang ini adalah sabuk kulit serdadu Romawi yang melingkari
pinggangnya. Ini berbicara tentang kehidupan seorang prajurit doa; yang
dilihat dari arah manapun didapati berada di dalam kebenaran Firman
Tuhan.
4. Pedang Roh
Pedang Roh adalah satu-satunya senjata penyerang yang dipunyai oleh
21
seorang prajurit. Prajurit tersebut menggantungkan sarung pedangnya
pada ikat pinggangnya.
Didalam praktiknya kita memperkatakan/mendeklarasikan hegemoni
Allah kita atas segala kuasa iblis. Seperti prajurit yang tidak bisa
menyandang pedang jika tidak mengenakan ikat pinggang, demikian
pula halnya; perkataan Firman Tuhan apapun yang dideklarasikan tidak
akan mengandung kuasa jika yang memperkatakan tidak hidup di dalam
kebenaran Firman Tuhan.
Pedang serdadu Romawi berbentuk seperti lidah. Kita menolak dan
melawan serangan dan tipu muslihat iblis dengan memperkatakan
rhema.
5. Perisai Iman
Prajurit Romawi memiliki 2 macam perisai:
• Dalam pertempuran satu lawan satu perisainya berupa lempengan
logam yang bulat
• Dalam pertempuran berpasukan, perisainya berupa lempengan
kayu lunak yang bingkainya kayu keras, berbentuk segi empat dan
setinggi pundak prajurit tersebut.
Ketika 2 pasukan berhadapan dan pasukan lawan melontarkan anak
panah berapi untuk membuat kepanikan “dikalangan pasukan”
musuhnya, pasukan yang diserang akan membentuk pagar yang rapat
dengan perisai di depan mereka, sehingga anak panah berapi itu
menancap pada perisai tersebut untuk kemudian diatasi.
Prajurit doa jangan pernah berpikir bahwa pelayanan sebagai prajurit doa
tidak tersentuh oleh serangan musuh rohani, yang bisa menggoyahkan
iman kita, namun kita harus punya perisai iman untuk menangkal
serangan tersebut.
6. Kasut Kerelaan Memberitakan Injil
Kasut prajurit Romawi terbuat dari alas kulit dan bagian atasnya
bertali-tali untuk mengikat kasut tersebut kepada betis. Sol bagian
bawahnya berpaku-paku.
22
Secara keseluruhan fungsi kasut tersebut adalah:
• Menghindarkan kaki dari kotoran kuda dan sebagainya
• Menghindarkan kaki dari batu-batuan tajam
• Paku-paku untuk membuat prajurit tersebut tidak mudah tergelincir
dalam pertempuran.
Jadi istilah ‘kerelaan’ disini mengandung makna bahwa ketika kita
melakukan peperangan, memperluas teritorial Kerajaan Allah, kita harus
melakukan dengan:
• Menjaga hati kita tidak dikotori oleh motif untuk meraih
penghargaan, popularitas dan lain-lain.
• Menjaga hati kita dari luka hati jika menghadapi tantangan dalam
pelayanan
• Menjaga hati kita untuk tetap berdiri teguh dalam menghadapi
serangan musuh.
DISIPLIN DALAM PEPERANGAN
1. Berdiri Tegap (ayat 10)
Maknanya adalah kesiapan mental untuk memasuki musim peperangan.
2. Menggunakan Semua Senjata (ayat 11)
Maknanya adalah menjaga keseimbangan di dalam pertahanan dan
penyerangan rohani.
3. Tidak Mabuk Kemenangan (ayat 13)
Bahaya paling besar yang bisa menyelinap masuk adalah sesaat setelah
kita mengalami kemenangan. Kita bisa lengah (berhenti berjaga-jaga)
atau menantikan pujian dari orang-orang di sekitar kita.
4. Berdoa Setiap Waktu (ayat 18)
Seorang prajurit doa menghidupi kehidupan yang intim dengan Tuhan
setiap saat, dalam keadaan sedang bertugas di Menara Doa maupun
dalam waktu-waktu pribadinya.
____________________
23
PRAJURIT DOA
201 Kedewasaan Rohani
202 Menjadi Rumah Kediaman Roh Kudus
203 Membangun Kedalaman Rohani
204 Komitmen kepada Panggilan Hidup
205 Peta Zaman Seorang Prajurit
206 Karunia Roh
KEDEWASAAN ROHANI
Siklus hidup manusia secara alamiah dimulai dari kelahirannya sebagai
seorang bayi, kemudian beranjak menjadi anak-anak, lalu remaja dan
menjadi dewasa untuk kemudian menjadi orang tua yang melahirkan
keturunan; seorang bayi lagi. Dimulai dari menjadi seorang bayi dan
berakhir dengan melahirkan seorang bayi, satu siklus kehidupan sudah
selesai.
Dalam area rohanipun kita mengalami dan menjalani proses yang sama,
siklus yang sama. Satu kisah di dalam Kejadian Pasal 30 melukiskan dengan
jernih bagaimana proses kedewasaan rohani bertumbuh dalam diri seorang
percaya.
Ini adalah kisah dalam rumah tangga Yakub dengan kedua istrinya; Lea dan
Rachel. Kandungan Lea sangat subur, sehingga sebelum Rachel
memperoleh anak dari Yakub, ia sudah mendahului dengan melahirkan 4
(empat) anak laki-laki, yaitu: Ruben, Simeon, Lewi dan Yehuda. Sedangkan
Allah membiarkan Rachel mandul. Kata mandul dalam kehidupan rohani
secara langsung menunjuk kepada kehidupan yang tidak berbuah.
Sekalipun hal tidak berbuah itu buruk, namun Allah dapat memproses hidup
manusia dari tidak berbuah menjadi kehidupan yang dipercayakan otoritas
Allah dan berbuah, yaitu melalui proses pertumbuhan rohani. Kisah
pengalaman hidup Rachel mencerminkan perjalanan atau pertumbuhan
rohani orang Kristen.
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN ROHANI
1. Bayi Rohani
Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub,
cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub:
"Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati."
Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia berkata:
"Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau
mengandung?"
25
Kata Rahel: "Ini Bilha, budakku perempuan, hampirilah dia, supaya ia
melahirkan anak di pangkuanku, dan supaya oleh dia akupun
mempunyai keturunan." Maka diberikannyalah Bilha, budaknya itu,
kepada Yakub menjadi isterinya dan Yakub menghampiri budak itu.
Bilha mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki bagi Yakub.
Berkatalah Rahel: "Allah telah memberikan keadilan kepadaku, juga
telah didengarkan-Nya permohonanku dan diberikan-Nya kepadaku
seorang anak laki-laki." Itulah sebabnya ia menamai anak itu Dan.
(ayat 1-6)
Rachel tidak bisa menerima ‘kekalahan’ nya. Seorang bayi secara total
adalah seorang penerima. Kalau dia lapar menangis, kepanasan
menangis, pipis menangis, haus menangis, dan tangisan itu merupakan
isyarat untuk ‘memerintahkan’ orang tua melayani dia.
Ketika Rachel merajuk karena tidak memperoleh anak dari Yakub,
jawaban Yakub sangat telak: “Akukah pengganti Allah, yang telah
menghalangi engkau mengandung?"
Di bab-bab berikutnya kita mengerti latar belakang dari kalimat tersebut.
Kemudian Rachel keluar dengan satu ide, memperoleh anak dari
budaknya. Ketika Bilha melahirkan, Rachel merayakan ‘berkat’ ‘KW2’ itu
dengan menamai anak tersebut: Dan artinya ‘keadilan’ , sebab jika Lea
dikasih anak, dia juga diberi anak.
Kristen bayi rohani selalu menuntut ‘keadilan’. Temuilah dua anak kecil,
beri permen kepada yang pertama, anak kedua akan menangis kalau dia
tidak diberi permen juga.
2. Anak-anak Rohani
Mengandung pulalah Bilha, budak perempuan Rahel, lalu melahirkan
anak laki-laki yang kedua bagi Yakub. Berkatalah Rahel: "Aku telah
sangat hebat bergulat dengan kakakku, dan akupun menang." Maka
ia menamai anak itu Naftali (ayat 7-9).
Rachel dalam fase ini sedang diliputi eforia kemenangan. Dia
menyodorkan Bilha lagi kepada Yakub. Namun kali ini rupanya program
26
tidak berjalan mulus. Melalui usaha berkali-kali barulah Bilha hamil dan
melahirkan seorang anak laki-laki lagi. Rachel bersorak merayakan
kemenangan atas ‘pergumulan’ yang tidak mudah tersebut, dan menamai
anak tersebut: Naftali, artinya “pergulatan’.
Secara jasmani dan alami seorang anak kecil pada usia selepas fase bayi
mulai menemukan bahwa di dalam dirinya ada kekuatan-kekuatan otot. Ia
mulai menarik pinggiran baby box nya dan menjejakkan kakinya untuk
berusaha berdiri. Setelah upaya berulang-ulang akhirnya dia berhasil.
Demikian pula ketika dia melatih otot-ototnya untuk membuat dia bisa
berjalan, berlari, melompat, berenang, memanjat pohon, naik sepeda dan
lain-lain. Setiap item tersebut selalu merupakan sebuah perjuangan.
Itulah ‘fase naftali’ orang kristen. Tadinya sebagai bayi rohani kita selelu
menerima dengan instant dan gratis, sekarang dilatih oleh Tuhan untuk
dalam segala peraihan baru kita peroleh dengan pergumulan (doa) dan
bayar harga.
3. Dewasa Rohani
Ketika Ruben pada musim menuai gandum pergi berjalan-jalan,
didapatinyalah di padang buah dudaim, lalu dibawanya kepada Lea,
ibunya.
Kata Rahel kepada Lea:
"Berilah aku beberapa buah dudaim yang didapat oleh anakmu itu."
Jawab Lea kepadanya: "Apakah belum cukup bagimu mengambil
suamiku? Sekarang pula mau mengambil lagi buah dudaim anakku?"
Kata Rahel: "Kalau begitu biarlah ia tidur dengan engkau pada malam
ini sebagai ganti buah dudaim anakmu itu." (ayat 14,15)
Lalu ingatlah Allah akan Rahel; Allah mendengarkan permohonannya
serta membuka kandungannya. Maka mengandunglah Rahel dan
melahirkan seorang anak laki-laki. Berkatalah ia: "Allah telah
menghapuskan aibku." Maka ia menamai anak itu Yusuf, sambil
berkata: "Mudah-mudahan TUHAN menambah seorang anak laki-laki
lagi bagiku." (ayat 22-24)
Event tersebut di atas menandai peralihan seseorang dari anak-anak
menjadi seorang dewasa, yang umumnya disebut ‘masa puber’. Buah
27
dudaim sejak jaman Mesir kuno dipercaya sebagai pembangkit libido
seorang wanita.
Ketika Rahel mendapati bahwa Lea secara tetap mengkonsumsi buah itu
ketika dapat giliran tidur dengan Yakub, barulah Rahel tersadar bahwa
‘kekalahan’ dia dari Lea dalam memperoleh anak dari Yakub adalah
karena dia selalu frigid setiap kali tidur dengan Yakub.
Selama ini dia hanya tidur sebagai anak-anak, bukan sebagai seorang
wanita dewasa, sehingga mustahil untuk memperoleh anak. Akhirnya
dalam kesadaran tersebut dia juga meminta buah dudaim dengan bayar
harga.
Banyak orang Kristen seperti Rahel. KTP nya Kristen; seperti status Rahel
sebagai Nyonya Yakub, tetapi dalam realitas tidak punya hubungan intim
dengan ‘Yakub’nya.
Bukan tidak pernah menjumpai Tuhan (di dalam doa), tetapi dalam
perjumpaan yang seperti anak-anak; minta keadilan (‘Dan’), harus
menang dari orang lain (‘Naftali’). Doanya hanya berisi
permintaan-permintaan dan tuntutan-tuntutan.
Dari titik itu Rahel menemukan ‘bentuk baru’ hubungannya dengan
Yakub. Demikian pula perjalanan Kristen kita. Thema utama perjumpaan
orang Kristen dewasa adalah mengasihi Tuhan. Kita menjumpai Tuhan
bukan seperti orang yang sedang belanja di supermarket, membawa dan
membacakan ‘daftar belanjaan’, lalu ‘amin’.
Dan dampak daripada perubahan tersebut, di dalam ayat 22: “Lalu
ingatlah Allah akan Rahel; Allah mendengarkan permohonannya serta
membuka kandungannya.”
Kata-kata ‘ingatlah’ menunjukkan bahwa Allah sudah terlibat secara
emosional dengan Rahel.
Ketika kita hanya datang kepada Tuhan untuk membacakan
permintaan-permintaan kita, Allah memberi apa yang kita minta dengan
iman itu, dengan tidak terlibat secara emosional, sebab tidak ada esensi
kasih didalam hubungan yang seperti itu.
Tetapi ketika menjadi orang Kristen dewasa, tahu bagaimana
membangun hubungan kasih dengan Tuhan, maka Allah terlibat secara
emosional, dan ‘mengingat’ kita.
28
Akhirnya Allah membuka kandungan Rahel. Sekali ini lahirlah anak KW
1/Original yang sesungguhnya patut dirayakan oleh Rahel lebih daripada
kelahiran Dan dan Naftali. Tetapi yang terjadi, Rahel masuk ke kamarnya,
menamai anaknya Yusuf, dan berdoa di dalam hatinya agar Tuhan
mengaruniakan satu anak laki-laki lagi.
Yusuf sesungguhnya anak yang mengangkat derajat keluarga Yakub,
dialah bintang terang dalam keluarga, kebanggaan orang tua. Dari anak
sebuah keluarga biasa-biasa, dia menjadi orang kedua dalam kerajaan
terbesar pada jaman itu; Mesir.
Tetapi Rahel didalam kedewasaan rohaninya ‘melihat’ (arti kata ‘Rahel’
adalah ‘vision’) bahwa bagaimanapun juga itu hanyalah sebuah sukses
duniawi. Dia merindukan satu sukses yang lebih mulia, lebih berharga dari
pada sekedar sukses duniawi, dan dia berdoa kepada Tuhan: “Satu lagi
Tuhan, aku menginginkan yang lebih daripada ini.”
4. Bapa Rohani
Sesudah itu berangkatlah mereka dari Betel. Ketika mereka tidak berapa
jauh lagi dari Efrata, bersalinlah Rahel, dan bersalinnya itu sangat sukar.
Sedang ia sangat sukar bersalin, berkatalah bidan kepadanya:
"Janganlah takut, sekali inipun anak laki-laki yang kaudapat." Dan
ketika ia hendak menghembuskan nafas sebab ia mati
kemudian-diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi
ayahnya menamainya Benyamin. (Kejadian 35:16-18)
Ini adalah fase tertinggi dalam proses pendewasaan rohani orang Kristen.
Seorang bapa adalah otoritas tertinggi sekaligus hamba terendah dalam
sebuah keluarga. Sekalipun ia paling berkuasa namun pada kenyataannya
paling berlelah dalam keluarga; sebagai tulang punggung keluarga.
Pelayanan seorang pendoa syafaat identik dengan lukisan itu. Dengan
segala jerih payahnya berperang bagi Gereja, Allah mengaruniakan
pengurapan doa untuk itu, namun itulah jawatan pelayanan yang tidak
pernah di ekspose dengan lampu sorot, tidak pernah jadi primadona,
tidak pernah jadi pusat pujian.
Orang percaya yang masih punya pengharapan akan beroleh applaus,
29
lampu sorot, upah jasmani satu saat akan kecewa dan menjadi lemah
dalam pelayanan ini.
Nama ‘Ben Oni’ itu artinya: “anak dalam kesusahan”. Itu sudut pandang
Rahel. Tetapi apa yang secara manusia terlihat sebagai pelayanan yang
rendah/sederhana/penuh kesusahan/kesulitan/pergumulan seperti
‘Ben-Oni’; sesungguhnya di mata Yakub kita (Roh Kudus) adalah
‘Benjamin’; artinya ‘Putera yang duduk di sebelah kanan’ dimana hal itu
menunjuk kepada orang-orang kudus yang telah memenangkan
pertandingan rohaninya dan keluar sebagai pemenang akan duduk di
sebelah kanan Dia dan memerintah bersama dengan Dia.
Di dunia kita akan mengalami ‘Ben Oni’, tetapi di dalam kekekalan
kita-kita ini adalah ‘Benjamin’. Allah tidak menutup mata terhadap
kesetiaan kita. Amin.
____________________
Humility and patience are the
surest proofs of the increase of
love
- John Wesley -
30
MENJADI RUMAH KEDIAMAN ROH KUDUS
1 Korintus 3:16
Sifat Allah yang paling nyata adalah Kasih. Di dalam kasih-Nya, Dia:
Tidak menjatuhkan hukuman yang telak kepada Adam dan Hawa atas dosa
yang menurut pandangan kita sangat buruk. Mereka sudah memiliki
segalanya; begitu banyak kebebasan dan kemampuan. Hanya satu saja
larangan saja yang diadakan Tuhan untuk menguji kesetiaan mereka, toh
mereka ‘ambil’ juga larangan itu; seolah-olah mereka kekurangan dalam
banyak hal.
1. DIA tidak pernah mengidap kepahitan kepada manusia sekalipun dia
pasti merasa kecewa dengan penghianatan Adam dan Hawa, DIA
langsung mengatur agar manusia terhindar dari kematian kekal akibat
dosa.
2. DIA merancang penebusan dengan skenario yang luar biasa telitinya,
luar biasa panjang waktunya yang diperlukan, dan dengan harga yang
luar biasa mahalnya, yaitu darah Anak-Nya sendiri.
3. DIA selalu sudi dan rindu selalu berdiam diantara umat-Nya. Refer ke
pengajaran St. Agustinus;
• Ada Jaman Allah Bapa; dimana Allah selalu membayang-bayangi
perjalanan hidup umat-Nya didalam wujud yang tidak bisa dilihat;
apalagi dipegang.
Keluaran 33:20-23
• Ada Jaman Allah Anak, dimana bayang-bayang penebusan dosa
dengan Darah Anak Domba Allah di ekspresikan dalam ritual
korban persembahan karena dosa dengan darah domba yang tidak
bercela. Berlanjut dengan realitas Yesus sebagai manusia dan
tersalib demi menebus dosa kita. Allah berdiam diantara manusia
dalam wujud manusia, supaya kita dapat mengenal-Nya dengan
lebih riel lagi.
• Dan puncaknya adalah Jaman Roh Kudus, dimana pribadi Allah
masuk dan berdiam di dalam hidup kita di seumur hidup kita.
Hati kita kini menadi sebuah chapel, sebuah rumah persembahan,
31
sebuah mesbah, dan hidup kita menjadi sebuah tabernakel bagi
Dia. Fungsinya adalah untuk menuntun rally hidup kita ini; untuk
memastikan alur hidup kita berada di dalam track yang lurus menuju
keselamatan yang telah disediakan-Nya bagi kita.
Dan Paulus dengan akurat mengkalimatkan hal itu di dalam 1 Korintus 3:
16,17
Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah
dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?
Jika ada orang yang membinasakan bait Allah,
maka Allah akan membinasakan dia.
Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.
MEMBANGUN BAIT ALLAH KITA
Seperti layaknya orang membangun sebuah rumah, tentu ada
tahapan-tahapan, ada desain, ada kualitas bahan-bahan bangunannya.
Bagaimana dengan Rumah Kediaman Roh Kudus kita?
1. Fondasi
"Sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku
meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji,
sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang
percaya, tidak akan gelisah!" Yesaya 28:16
Tuhan Yesus dalam Matius 7:24 secara khusus menyoroti fondasi rumah
rohani setiap orang percaya. Ini menunjuk kepada dasar kekristenan kita.
Pasir adalah bahan bangunan yang terburai, tidak solid sebagai
penyangga sebuah bangunan. Segala perkara yang fana dalam dunia ini
adalah tidak solid dalam ukuran kekekalan, tidak tahan terhadap ujian.
Jika dasar pengikutan Kristen kita adalah perkara-perkara
duniawi/jasmani yang memang ada di dalam Tuhan sebagai bagian
tambahan saja dari provisi-provisi Allah yang luar biasa, namun fana;
maka pada suatu hari ketika ujian iman datang melanda maka ‘Rumah
Rohani’ kita ambruk – binasa. Segala sesuatu yang pernah kita bangun
selama jadi orang Kristen seketika menjadi tidak ada harganya, jadi
32
puing-puing kebinasaan.
Batu adalah seperti yang dalam Yesaya 28 menunjuk kepada Batu
Penjuru. Jika Kristus pribadi menjadi tumpuan satu-satunya alasan kita
untuk membangun kektristenan kita maka didalam perjalanan hidup ini
badai jenis apapun tidak akan menggoyahkan ibadah kita, dedikasi kita,
persembahan dan penyembahan kita kepada Dia. Tabernakel kita tetap
berdiri kokoh.
2. Bangunan
Setiap rumah yang akan dibangun membutuhkan bahan bangunan.
Didunia sekuler ada istilah rumah semi permanen dan rumah permanen.
Bangunan berbicara tentang perbuatan-perbuatan kita dalam konteks
kekristenan kita; apakah itu persembahan, penyangkalan diri, pikul salib,
pelayanan, penyembahan dan seterusnya.
Berkaitan dengan kualitas “bangunan kekristenan” ini, Tuhan Yesus pada
suatu ketika berbicara tentang orang yang membangun dengan
bahan-bahan yang berkualitas dan orang yang membangun dengan
bahan-bahan murahan, seperti kayu dan jerami.
Kita pasti sepakat bahwa ketika diuji dengan api, kayu dan jerami akan
serentak binasa – habis terbakar – dan menjadi puing/arang yang sama
sekali tidak ada harganya.
Membangun rumah itu pastilah sebuah investasi. Orang yang bijak akan
melakukan investasi yang bijak, yang tidak beresiko musnah.
Orang percaya yang ingin segala kontribusinya, partisipasinya dalam
pelayanan Kerajaan Allah itu kekal harusnya ‘membangun rumah rohani’
nya dengan bahan-bahan yang berharga dan bermutu, sehingga ketika
ujian api melanda, itu hanya akan lebih menyatakan kualitas persembahan
kita tersebut.
Dalam hal ini berlaku prinsip proporsional, bukan nominal; sehingga yang
disebut membangun rumah rohaninya dengan rumput, kayu dan jerami
adalah orang yang:
• Di berkati dengan kekayaan materi tetapi pelit dalam persembahan
• Diberkati dengan aneka sumber daya (jejaring, keterampilan,
kedudukan) tetapi enggan memanfaatkannya untuk kepentingan
33
Kerajaan Allah
• Punya banyak waktu, tenaga dan talenta, tetapi membatasi
partisipasinya dalam pelayanan
Ketika seorang janda miskin membawa persembahan 2 keping uang
receh ke dalam peti persembahan di Bait Allah, Tuhan sangat
menghargai persembahan tersebut. Itulah yang membangun dengan
bahan-bahan yang mulia dan berharga.
Tuhan tidak pernah menyoroti apa yang kita berikan, Dia mengaudit apa
yang kita tahan dan sembunyikan dari hadapan-Nya.
3. Arsitektur
Roh Kudus sesungguhnya adalah Arsitek Agung. Dalam Kejadian 1:1
dikatakan bahwa Dia men survei bumi yang dalam kondisi binasa.
Segala material logam, kayu, tanaman, air, gas, bercampur aduk dalam
suatu adukan yang bentuknya kacau sekali; tidak jelas apakah piramid,
kotak, atau bulatkah? Kembali ke sorga Dia mendesain restorasi total
dan menjadikan kondisi bumi layak untuk didiami oleh manusia.
Seorang arsitek atau desainer sangat punya selera seni yang spesifik.
Setiap orangpun demikian. Ketika kita berbicara tentang interior sebuah
bangunan, ada asesories-asesoris yang sejatinya tidak ada manfaat yang
riel, misalnya profil gypsum di pojokan plafond, gordin yang
berumbai-rumbai. Manfaat riel nya tidak ada, tetapi nilai emosional dan
kepuasan emosionalnya ada.
Ketika kita membangun atau merenovasi rumah kita, spontan selera kita
mengintervensi rencana renovasi itu; kita ingin daun pintu nya warna apa,
dinding kamar diberi wallpaper motif apa dan sebagainya.
Demikian pula Roh Kudus, ketika Dia akan memasuki hidup kita dan
berdiam di dalam hati kita, Dia ingin segala sesuatunya di dalam hati dan
hidup kita diatur, ditata, diselenggarakan sesuai dengan seleranya Dia;
tidak peduli logis atau tidak logis, praktis atau tidak praktis.
Dia akan mengatur dan menuntun hidup kita menurut selera-Nya, tidak
perduli kita suka atau tidak suka, kita setuju atau tidak setuju.
Dalam hal ini, untuk membuat dia kerasan berdiam di dalam hidup kita,
maka sikap hati kita harus berlandasan ketaatan. Inilah interaksi hati kita
34
dengan Tamu Agung yang berdiam di dalam hidup kita itu.
4. Hospitality
Kalau kita check in di sebuah hotel, terutama di hotel berbintang 3 ke
atas, kita akan disambut dengan penuh keramahan.
Ilustrasi:
Ada suatu masa dimana saya dikehendaki oleh Tuhan untuk melayani di
sebuah kota besar, pergi naik pesawat dengan biaya sendiri dan bayar
hotel sendiri. Karena bayar sendiri, saya leluasa untuk memilih hotel yang
saya merasa nyaman tinggal disitu. Dan itu berlangsung beberapa kali
dalam setahun.
Suatu kali saya tiba dikota itu, naik taksi bandara ke hotel itu. Alangkah
kagetnya saya; ketika turun dari taksi saya disambut oleh bell boy hotel itu
dengan kata-kata: “Selamat siang, Pak … “ dengan menyebut nama saya.
Masuk ke lobby, saya disambut oleh receptionist dengan cara yang sama;
menyebut nama saya, seraya mengatakan bahwa kamar saya sudah
tersedia, AC sudah dinyalakan dan ada sepiring buah segar untuk
dinikmati di dalam kamar.
Dengan penuh tanda tanya saya masuk ke kamar, ganti sepatu dengan
sandal, turun ke lobby dengan maksud keluar cari makan siang. Di lobby
semua lobby staff menyapa saya dengan menyebut nama saya.
Saking penasaran, saya colek salah satu staf dan tanya: “Darimana kamu
tahu nama saya?” Dia jawab: “Di sini ada peraturan; kalau satu orang
tamu check in di sini lebih dari 5 kali dalam waktu satu tahun, setiap lobby
staf wajib menghafal nama tamu itu.”
Jadi di lobby itu ketika orang menyapa saya seperti itu, semua tamu yang
lain menduga-duga; jangan-jangan orang ini pemilik hotel ini. Hahaha.
Pertanyaannya; “Mengapa mereka harus hormat kepada tamu seperti
saya ini? “
Karena bisnis hotel itu; jatuh bangunnya ditentukan oleh kerasan atau
tidak kerasannya tamu-tamu yang secara teratur menginap di hotel ini.
Bukan tergantung kepada pemilik hotel itu!
Dalam konteks topik ini, kita membangun rumah yang baik bagi Roh
Kudus agar Dia berkenan masuk dan tinggal di dalamnya. Namun jika Dia
35
masuk, sebagai’ tuan rumah’ kita harus menyambut dengan penuh
keramahan, sampai seolah-olah Dia lah pemilik rumah ini, bukan kita.
Ketika Dia berdiam di dalam hati dan kehidupan kita, kita
memperlakukan dengan penuh hormat dan keramahan, mempertuan
Dia sampai seolah-olah Dia lah yang membangun rumah ini.
Banyak orang percaya memperlakukan Roh Kudus dengan hospitality
yang buruk, seperti seorang pemilik rumah memperlakukan orang yang
tidak layak dihormati. Menempatkan tamu itu di sudut ruangan, di
kandang ayam, atau di garasi.
Beri tempat bagi Roh Kudus, hormati dan hargai Dia, pertimbangkan
apa saja yang Dia perkatakan, turuti segala kehendak-Nya Mengapa?
Karena sekalipun Dia bukan pemilik atas properti rohani ini, hidup mati
kita, jatuh bangun tubuh rohani kita bergantung kepada Dia.
BAPTISAN ROH KUDUS
Bagi sebagian orang percaya, baptisan Roh Kudus merupakan sesuatu
yang terlalu supranatural, namun jika kita menghayati kodrat kita sebagai
tempat kediaman Roh Kudus, hal itu sesungguhnya bukan satu fenomena
‘angkasa luar’; namun lebih kepada proses pertumbuhan kita didalam
‘mengabdi’ kepada salah satu Pribadi Allah yang sesungguhnya
dikaruniakan kepada setiap orang percaya.
Daripadanyalah tumbuh respon kita kepada berita Injil kabar baik akan
keselamatan.
Baptisan Roh Kudus sesungguhnya siap datang dalam hidup kita kapan
saja kita sudah siap menyambut Dia. Itu sebabnya didalam menghidupi
‘tempat kediaman Roh Kudus’ seperti yang telah kita pelajari diatas, kita
perlu mempraktikkannya didalam dedikasi yang semakin hari semakin
tinggi, sehingga pada satu titik Roh Kudus tersebut akan menguasai,
meliputi keseluruhan ruang hati kita dan pada titik maksimum hal itu
membual keluar melalui mulut kita; yaitu yang kita sebut ‘bahasa lidah’.
Beberapa hal yang bisa menjadi kendala bagi terjadinya hal itu adalah:
1. Jangan menentang suara Roh Kudus di dalam hati kita.
2. Jangan mendukakan Roh Kudus.
36
3. Jangan menyimpan kepahitan/tidak mengampuni sesama kita.
4. Jangan legalistik, berpikir bahwa hanya pendeta, orang Kristen lama,
pejabat gereja yang di prioritaskan oleh Tuhan.
Sesungguhnya Allah ingin menuntaskan misi penyelamatan-Nya atas hidup
kita dengan mengirim Roh Kudus sebagai penjaga, penolong, penghibur,
penuntun, pendorong kita untuk berjalan di dalam rencana keselamatan
tersebut.
Banyak orang memohon baptisan Roh Kudus dengan asumsi yang salah;
seolah-olah sedang meminta kepada Tuhan sesuatu yang Tuhan sebenarnya
enggan memberikan kepada kita. Lalu mereka berdoa dengan
berteriak-teriak sepanjang malam.
Sesungguhnya kita hanya memberi diri kita untuk dibanjiri, diliputi, dikuasai
oleh Roh Kudus, dan Dia akan melakukan bagian yang sejak lama Dia
nantikan untuk melakukannya. Amin.
____________________
If you want to stay on track with God
and keep a good attitude, you have to
make communication with Him
a daily priority
- Joyce Meyer -
37
38
MEMBANGUN KEDALAMAN ROHANI
“Orang yang bijak menyembunyikan penegetahuannya,
tetapi orang bodoh menyeru-nyerukan kebodohannya.”
Amsal 12:23
Jika kita pergi berwisata ke sebuah beach resort seperti di Bali; kita akan
menjumpai suasana yang riuh rendah. Banyak orang berlari-larian di pantai
berpasir putih.
1. Sebagian besar orang berlari-lari di dalam air yang dangkal,
bersiram-siraman.
Kondisi di tempat itu hiruk pikuk, sehingga jika ada seseorang yang
berkata dengan berbisik, suaranya akan hilang ditelan kebisingan.
Hal ini menggambarkan orang Kristen yang menikmati “hura-hura”
rohani.
2. Namun ada sebagian pelancong lagi yang ingin menikmati wisatanya
dengan berenang ke tempat yang sedikit lebih dalam, mungkin dengan
memakai peralatan snorkling, di mana kita menenggelamkan kepala kita
sedalam 30 cm di bawah permukaan laut.
Kondisi tempat mereka bermain adalah lebih hening, suara hiruk pikuk di
pantai hanya sayup-sayup terdengar, sehingga memampukan mereka
untuk menangkap suara-suara yang lembut.
Hal ini menggambarkan orang Kristen yang bertumbuh dalam
pergaulannya dengan Tuhan, dengan mengkhususkan tempat dan waktu
dimana mereka bisa menikmati dan mengalami Tuhan dalam keheningan.
3. Tetapi petualang yang lebih serius akan pergi ke tempat yang lebih dalam
lagi dan menggunakan peralatan scuba untuk menyelam sampai ke dasar
laut untuk melihat keindahan di bawah laut.
Di bagian ini suara-suara di pantai sama sekali sudah tidak terdengar lagi,
satu-satunya yang mereka dengarkan adalah suara-suara mahluk-mahluk
laut. Hal ini menggambarkan orang percaya yang mengarahkan dan
mengerahkan seluruh indera rohaninya untuk tenggelam di dalam hadirat
Tuhan.
39
Ilustrasi tersebut di atas menggambarkan kepada kita bahwa inti sari
kekristenan sesungguhnya adalah kehidupan batiniah, bukan eforia rohani.
Dalam meraih kehidupan batinah tersebut, pencapaian setiap orang
sungguh berbeda-beda.
Dalam pelayanan sebagai seorang pendoa, kita harus memisahkan antara
pemeliharaan kehidupan batiniah kita dari pelayanan doa di dalam Menara
Doa. Pelayanan doa di dalam Menara Doa sama sekali bukan Saat Teduh
pribadi kita.
Namun seseorang yang memasuki Menara Doa dengan kondisi rohani yang
prima, akan efektif dalam pelayanannya. Seseorang yang intensif dalam
memelihara kehidupan doa pribadinya, akan merasa familiar dengan hadirat
Tuhan, sehingga ketika memasuki Menara Doa dengan segeranya dapat
terlibat dalam hadirat Tuhan.
Dengan demikian kesimpulannya adalah: Seorang pendoa yang memiliki
basis kehidupan batiniah yang mendalam dengan Tuhan akan efektif
didalam menjalankan pelayanannya di Menara Doa.
RETREAT
Seseorang tidak bisa sekaligus menyetel televisinya keras-keras, bergurau
dengan teman-temannya sambil hatinya ada dalam hubungan yang intim
dengan Tuhan. Dia harus memilih salah satunya.
Membangun hubungan batiniah dengan Tuhan memerlukan suasana/situasi
yang hening dan bebas dari terusik oleh banyak hal/urusan.
Dalam hidup kita sehari-hari kita perlu menentukan satu lokasi dan kondisi
di dalam rumah dimana setiap orang dalam rumah tahu bahwa kalau kita
sedang ada di situ, berarti kita sedang hendak menyendiri untuk dapat
bersekutu dengan Tuhan.
Mungkin saja orang yang tidak memahami apa yang sedang kita lakukan
akan berkata dalam hati: orang ini sedang sebatang kara atau kesepian. Itu
tidak benar! Itu adalah saat-saat dimana kita mengasingkan diri dari
keramaian, dan mengkhususkan hati kita bagi Tuhan. Kelihatannya kita
sedang sendirian, namun kita tidak sebatang kara atau kesepian, melainkan
kita sedang menikmati/mengalami Tuhan dalam keteduhan; mengangkat
40
hati kepada-Nya, menikmati hadirat-Nya, mendengar suara-Nya, dan
merasakan kesenangan rohani yang indah sekali.
Kebiasaan itu memang perlu dilatih, dan manakala kita sudah tiba di titik
dimana kita mampu menemukan nikmatnya dan indahnya suasana rohani
tersebut, sesungguhnya kita selalu ingin ke “private chapel” itu lagi untuk
menikmati Dia.
Sekali hal itu berubah menjadi kebiasaan dan kebutuhan, maka kita akan
merasakan:
• Kita jadi terbiasa memuji dan menyembah Dia sebagai Adonai kita.
• Membebaskan kita dari ketergantungan akan pendapat orang lain
• Membebaskan kita dari hal-hal yang kelihatan ‘baik’ tetapi yang tidak
diperintahkan oleh-Nya
• Memperjelas tuntunan-Nya dalam hidup kita dari hari ke hari
• Suara Tuhan lebih jelas berbunyi di dalam hati kita
• Mampu merenungkan dan mengevaluasi masalah-masalah dengan
lebih mendalam dan merasakan opini Tuhan didalamnya.
• Mengalami perhentian rohani
DAMPAK DISIPLIN KEHENINGAN DAN KESENDIRIAN
Seseorang yang berhasil mempraktikkan gaya hidup rohani tersebut di atas
akan merasakan dirinya berangsur-angsur mengalami perubahan sifat dalam
beberapa area:
1. Kesederhanaan
Kita akan menjadi orang yang:
a. Sederhana dalam Berkata-kata
Mendatangkan kesan bahwa kita adalah orang yang alam pikirannya
adalah hal-hal yang sederhana, namun bermakna. Bukan hal yang
rumit-rumit dan muluk-muluk, namun tidak bermakna.
b. Sederhana dalam Gaya Hidup
Mendatangkan kesan bahwa kita adalah orang yang tidak dengan
susah payah bekerja agar bisa hidup mewah. Terlepas dari berapa
penghasilan kita oleh berkat Tuhan, kita menetapkan standar
kehidupan yang membuat orang menghargai kita sebagai orang yang
bijak dan tidak lupa daratan dalam mengejar kemewahan hidup.
41
c. Sederhana dalam Iman
Mendatangkan kesan bahwa kita adalah orang yang di hadapan
Tuhan berlaku seperti anak-anak. Format doa kita menjadi seperti
permintaan seorang anak kecil,
• doa permintaan kita adalah hal-hal yang seperlunya,
secukupnya, sepantasnya,
• iman kita tidak diperumit dengan pengetahuan Alkitab,
tafsir-tafsir teologis dan sebagainya. Menjadi anak-anak bukan
berarti tidak belajar, justru seorang anak kecil memiliki naluri
untuk selalu ingin tahu. Yang dimaksud dengan sederhana dalam
hal ini adalah tidak terjebak dengan perdebatan teologis yang
hanya untuk memuaskan nafsu intelektual saja, tanpa ada
dampaknya dalam pertumbuhan rohani.
2. Penundukan Diri
Kita menjadi orang yang punya kecenderungan hati untuk mengabdi,
kepada:
a. Pencipta
Menemukan diri kita sebagai ciptaan-Nya, dan memutuskan untuk
mengabdi kepada Pencipta kita tersebut, sebagai pemujaan dan
penyembahan tertinggi kita.
b. Keluarga
Menghidupi peran kita sebagai bagian daripada komunitas ciptaan
Allah, mencurahkan kasih dan pengabdian kita, apapun posisi kita di
dalam keluarga.
c. Masyarakat
Menjadi warga masyarakat/komunitas kediaman kita sebagai
orang-orang yang selalu meletakkan kepentingan umum diatas
kepentingan pribadi.
d. Orang Miskin dan Lemah
Memandang setiap orang di sekitar kita yang berkebutuhan; sebagai
Lazarus-Lazarus yang Tuhan tempatkan untuk menguji sikap dan
respon kita (Lukas 16:19-31).
42
3. Hati Hamba
a. Sikap Seorang Hamba
Seorang hamba rendah hati, berbakti dan setia
b. Perilaku Seorang Hamba
Seorang hamba berbahagia dalam menikmati hal-hal kecil,
menempatkan manusia di atas proyek-proyek pelayanan, rela
berkorban.
RESTORASI
Dalam 1 Raja-raja 19 kita melihat kisah Elia, seorang warrior-nya Tuhan yang
luar biasa. Namun setelah selesai membantai 450 nabi Baal di puncak
Karmel, dia lari terbirit-birit ketika mendengar ancaman Isebel. Sepintas
kelihatannya hal itu memalukan. Namun hal seperti itu bisa juga terjadi
dalam pelayanan seorang pendoa.
Sebenarnya Isebel tidak lebih hebat dari 450 nabi Baal, namun masalahnya
bukan berapa hebat musuh Elia, karena kekuatan musuh seberapapun
besarnya tidak berarti apa-apa bagi Allah.
Masalahnya terletak pada Elia. Dia baru saja menyelesaikan satu
peperangan yang luar biasa, dan itu membuat dia mengalami kelelahan fisik
maupun mental. Pada kondisi seperti itu, Elia tidak siap mental untuk
menghadapi satu peperangan baru (ayat 3,4).
Dia membutuhkan perhentian dan dalam perhentian itu:
• Dia tidur 2 kali sementara orang lain hanya butuh tidur satu kali (ayat
5a, 6b).
• Dia makan 2 kali sementara orang lain hanya butuh makan satu kali
(ayat 5b, 7a).
Dia makan dan tidur melebihi kebanyakan orang, dan setelah itu dia berlari
selama 40 hari tanpa henti dan tidak menjadi lelah!
Dalam Kejadian 2:2b ditulis; bahwa enam hari Allah bekerja dan Dia
beristirahat pada hari ketujuh. Disitu kita melihat suatu pola yang Allah
tetapkan bagi manusia. Dan manusia yang diciptakan sesuai dengan peta
dan gambar-Nya tentu juga mewarisi pola yang sama; ada waktu untuk
bekerja dan ada waktu untuk beristirahat. Jadi bekerja yang di selingi
43
dengan istirahat sesungguhnya prinsip Allah dan kodrat kita.
Seorang prajurit doa perlu meneladani bagaimana Elia:
• Mengatur waktunya ‘berperang’ dan ‘beristirahat’.
• Menyadari seberapa besar porsi sabat yang di butuhkannya
untuk kemudian dapat kembali bertugas dalam kebugaran dan kesegaran
jasmani dan rohani.
______________________
Untuk bertemu Tuhan, mengenal Tuhan,
dan hidup untuk Tuhan - inilah yang membentuk
tujuan dari semua doa
Doa membuat pekerjaan selaras dengan kehendak
Tuhan dan membuat pikiran s
elaras dengan Firman Tuhan
Doa mengisi kekosongan kita
dengan kepenuhan dari Tuhan
Kehidupan yang bertumbuh dalam kemurnian
dan ketekunan akan menjadi kehidupan yang lebih
penuh dengan doa
- E.M. Bounds -
44
KOMITMEN KEPADA
PANGGILAN HIDUP
Setiap orang percaya ketika diselamatkan, ditebus oleh Darah Yesus untuk
menjadi umat kepunyaan-Nya akan diperhadapkan dengan 2 pilar utama
kekristenan:
• Proses berubah untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus
• Menghasilkan buah yang tinggal tetap
Proses kedewasaan rohani tentu menjadi proyek rohani yang tidak bisa kita
tunda-tunda. Seperti kata sebuah pepatah rohani: “Jadilah dewasa rohani
sebelum jadi tua.”
Dalam hal menghasilkan ‘buah yang tinggal tetap’, Tuhan telah menetapkan
panggilan hidup dan pelayanan kita jauh sebelum dunia ini dijadikan. Kita
tidak punya hak atau kuasa menentukan panggilan hidup kita dengan
mengubah ketetapan Tuhan atas kita.
EMPAT LANGKAH MENUJU DESTINY
1. Menanggalkan Beban dan Dosa
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang
mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa
yang begitu merintangi kita, …“ Ibrani 12:1a
a. Kata ‘beban’ dalam ayat tersebut di atas berbicara tentang trauma
masa lalu yang membebani hati kita. Masa lalu yang merupakan
kegagalan, kekecewaan, maupun keberhasilan jika menjadi trauma
akan selalu membuat kita menoleh ke belakang. Seperti yang
dikatakan dalam firman Tuhan:
“Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak
tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."
Lukas 9:62
Seorang prajurit doa yang hatinya masih terkendala oleh masa lalu
akan sulit sekali ‘berperang’ dengan gigih dan sepenuh hatinya.
b. Kata ‘dosa’ dalam ayat tersebut diatas adalah ‘hamartia’ yang artinya
‘salah sasaran’. Maknanya menunjuk kepada orang yang membuat
45
pilihan yang salah dalam hidupnya, sehingga jalan hidupnya tidak
mencapai sasaran yang sejak semula Tuhan tetapkan baginya.
Penggilan pelayanan harus merupakan keputusan yang paling orisinil
dalam hidup kita. Kita membuat pilihan dengan tidak menoleh ke kiri
atau ke kanan, membanding- bandingkan pelayanan kita dengan
pelayanan orang lain.
Dalam konteks panggilan hidup sebagai seorang prajurit doa, hal ini
semakin penting; mengingat inilah yang paling ‘tersembunyi’ dan
biasanya luput dari apresiasi publik.
Jika panggilan sebagai prajurit doa bukan merupakan panggilan yang
sejati dari Tuhan, maka cepat atau lambat; suatu ketika kita akan kecewa
manakala segala jerih payah kita tidak menuai penghargaan.
Oleh sebab itu, pastikan hal ini sebelum kita membuat keputusan untuk
menjadi prajurit doa.
2. Menemukan Panggilan Kita
“… dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan
bagi kita.” Ibrani 12:1b
Dalam sebuah pusat pelatihan atletik, setiap atlit ditempa menurut
spesifikasinya masing-masing. Seorang pelari marathon tidak akan
mampu bertanding di nomor sprint 100 meter, demikian pula sebaliknya.
Ketika kita menanggalkan ‘hamartia’ kita, artinya kita hidup sesuai
dengan sasaran yang ditetapkan bagi kita, maka kita akan menemukan
keunikan rancangan, dan jenis perlombaan yang sebenarnya Tuhan
wajibkan bagi kita.
Salah satu tanda dari ‘perlombaan yang di wajibkan’ bagi kita adalah
betapapun sulitnya dan beratnya pelayanan sebagai prajurit doa, kita
tidak akan mau menukarkannya dengan pelayanan lain; yang
kelihatannya lebih enak, lebih populer, lebih menjadi pusat perhatian dan
seterusnya.
Kita merasa bahwa hidup kita tidak berarti jika kita tidak berada di dalam
pelayanan tersebut. Di sisi lain adalah fatal jika membuat pilihan yang
46
sebenarnya bukan perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Di mata Tuhan
sesungguhnya itu adalah ‘dosa’ atau ‘hamartia’.
3. Meneladani Kristus
Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus,
yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu
kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun
memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang
duduk di sebelah kanan takhta Allah.” Ibrani 12:2
Ada satu kebenaran dalam menjalani perlombaan yang diwajibkan bagi
kita, yaitu:
• perlombaan itu mendewasakan; bahkan menyempurnakan iman
kita
• perlombaan itu menggembalakan kerohanian kita
• perlombaan itu mengundang campur tangan dan tuntunan Tuhan
yang luar biasa atas hidup kita
Setiap orang memiliki DNA ilahi nya sendiri-sendiri, dan di dalam
DNA-nya tersebut dibutuhkan proses yang berbeda-beda dalam
perjalanannya menuju kepada kesempurnaan iman.
Seseorang yang berjalan dalam alur hidup yang tepat akan membuat
dirinya mudah dipimpin oleh Kristus kepada kesempurnaan imannya.
Hal ini berbicara tentang korelasi antara destiny (tujuan hidup) dan
kesempurnaan setiap orang percaya. Ketika kita membuat pilihan
(pelayanan) yang keliru, maka kita akan ‘mempersulit’ proses Tuhan untuk
memimpin kita ke arah kesempurnaan iman kita.
4. Mental Seorang Pemenang
“Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang
sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya
jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” Ibrani 12:3
Seorang pemenang bukanlah seorang yang tidak pernah kalah, tetapi
orang yang selalu bangkit kembali dengan menjadi lebih baik daripada
sebelumnya.
Seorang pendoa yang memelihara hubungan yang mendalam dengan
47
Tuhan akan merasakan suntikan energi rohani yang tidak habis-habisnya,
dan itu yang menjamin dia untuk tidak menjadi lemah dan putus asa.
DIA lah yang menjamin keberhasilan dan kemenangan kita dalam setiap
peperangan.
PASSION AND CALLING
Apapun panggilan seorang percaya untuk memberikan kontribusinya
kepada Tubuh Kristus, itu harus ditentukan dan dilakukan dalam sebuah
kecenderungan dan keterikatannya terhadap panggilan hati nuraninya.
Kita tidak bisa melakukan pelayanan dalam keterpaksaan sebab di dalam
Roh ada kemerdekaan. Sedangkan melakukan apapun yang tidak keluar
dari dorongan hati, sesungguhnya adalah perbudakan, bukan
kemerdekaan.
Oleh sebab itu, di dalam hal ini marilah kita pastikan bahwa menjadi
seorang prajurit doa adalah sebuah panggilan hidup kita, sebelum kita
memutuskan untuk menjadi seorang prajurit doa.
Beberapa hal dapat menjadi kunci kepada menemukan passion and calling
kita:
• Apa jenis pelayanan yang paling mendatangkan rasa puas dalam hati
kita?
• Apa jenis pelayanan yang paling mendatangkan hasil yang maksimal
dibandingkan dengan pelayanan-pelayanan lainnya?
• Apa saja sumber daya (pelatihan, kesempatan pelayanan, mentor,
hubungan) yang Tuhan kirim dalam hidup kita?
• Apakah hal yang harus terjadi dalam dan melalui hidup kita sebelum
kita mengakhiri hidup kita di dunia ini? Sedemikian rupa sehingga jika
tidak demikian, kita merasa hidup kita tidak bermakna.
• Apakah karunia dan pengurapan yang Tuhan curahkan dalam hidup
kita?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membawa kita kepada
keputusan kita untuk menjadi seorang prajurit doa, atau tidak.
48