The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

untuk Mata Kuliah Etnobotani

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by isnaini.siwi.handayani, 2021-10-27 22:59:12

Buku Ajar Etnobotani

untuk Mata Kuliah Etnobotani

Keywords: Etnobotani,Buku Ajar,HOTS,Terintegrasi Nilai-Nilai Keislaman

Artinya: " Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan)
dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh
harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang
berbuat kebaikan" (Qs. Al-A’raaf [7]: 56).

Al-Qur’an, Terjemahan dan Tafsirnya (Kementerian Agama RI, 2016)
menjelaskan tafsir ayat diatas yaitu setelah ayat sebelumnya memaparkan
bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian pada ayat ini Allah melarang manusia membuat kerusakan di muka
bumi. Larangan ini mencakup semua bidang, seperti merusak pergaulan,
jasmani dan rohani orang lain, kehidupan dan sumber-sumber penghidupan
(pertanian, perdagangan, dan lain-lain), merusak lingkungan dan lain
sebagainya. Bumi ini sudah diciptakan Allah dengan segala kelengkapannya,
seperti gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan dan lain-lain, yang
semuanya ditujukan untuk keperluan manusia, agar dapat diolah dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan mereka. Oleh karena
itu, manusia dilarang membuat kerusakan di muka bumi.

Sesudah Allah melarang manusia membuat kerusakan, maka di akhir
ayat ini diungkap lagi tentang etika berdoa. Ketika berdoa untuk urusan
duniawi atau ukhrawi, selain dengan sepenuh hati, khusuk dan suara yang
lembut, hendaknya disertai pula dengan perasaan takut dan penuh harapan.
Cara berdoa semacam ini akan mempertebal keyakinan dan akan menjauhkan
diri dari keputusasaan, karena langsung memohon kepada Allah yang
Mahakuasa dan Mahakaya. Rahmat Allah akan tercurah kepada orang yang
berbuat baik, dan berdoa merupakan perbuatan baik. Oleh karenanya, rahmat
Allah tentu dekat dan akan tercurah kepadanya. Anjuran untuk berbuat baik
banyak diungkap dalam Al-Qur'an, seperti berbuat baik terhadap tetangga,
kepada sesama manusia, kepada kawan, kepada lingkungan dan lainnya.
Ajaran Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Bila manusia mengikuti
ajaran Islam dengan benar, maka seluruhnya akan menjadi baik, manusia
menjadi baik, bangsa menjadi baik, dan negara menjadi baik pula.

Menurut Al-Jazairi (2007), kata “Wa laa tufsiduu fil ardh” mengandung
arti jangan berbuat kerusakan di muka bumi dengan berbuat syirik dan maksiat

93 | E t n o b o t a n i

setelah adanya ishlah (perbaikan) melalui tauhid dan ketaatan. Kemaksiatan ini

mencakup segala perkara yang haram, seperti membunuh manusia, membunuh

hewan, merusak tanaman, merusak pikiran, dan segala perbuatan dosa-dosa

besar lainnya. Ayat diatas menjelaskan tentang larangan untuk merusak bumi.

Pengrusakan merupakan salah satu bentuk kezholiman manusia terhadap alam.

Alam raya telah diciptakan Allah Swt. dalam keadaan yang sangat harmonis,

serasi, dan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup.

Terkait perusakan alam, Rasulullah Saw. pernah mengabarkan sebuah

larangan menebang pohon bidara, yaitu dalam sebuah hadis berikut ini.

‫ّأَلَِبُححَّلباَُّديثَِشنَ َارأُيس َلَنيَسقَاَمهُصا َل َُفِرن َقابي ََعلُنالن َ ّنَر َاع ِلُِسَسر ِويعي ُلأُِسَدئِّخلبََبَّللاَِِنرأََنبُاُموَصأََّلَحبُ ََّدموىاِد ُّأوُل َبّدل َساُ ِان َمَعَعةََلُجني َب ِهي َع َِمرَنوعنَباَسلَبِّنى َمِن ُمَمَه َُذجطنا َِرعقَيامل َجط َحََععِد َعين ِسن ِثد َع َبرُعفَِةًدث َق َامّالَلَّل ََصِان َّوبَبهذََِِنبنا‬
‫ال َح ِدي ُث ُمختَ َصر َيع ِني َمن َق َط َع ِسد َرةً ِفي َف َلة َيستَ ِظ ُّل بِ َها اب ُن ال َّسبِي ِل‬
‫أََوَُعحاخَّلد َبربَثَ ََنَوَرهاةانََاِئ َبُمم َِمنخ َلَععابَُدَلمثًاُّزبربَ َُيون ِ َعر ُظلَخنَياًم ِلاردفَ ُعبِثُعََغ َومياا ِلَسر ََلنَحَم َِدحبةُي ِقنيََثيَعأَنِِإِبُكلَوييى ُناابللَُس ّنََلَنهُبِي َفِميِايَش ِبََهنيا َص ّلَب َع َصىَقنَّاوَّل َّلَلَرباُ ُّجَحل ََّعلَّدللَاُثَينَ ِهَِامرأ َنو ََسعبَسهثَُ ّلَُدِق َيِفمالنَيفَّراحلََّزونَّاَعاهُ ِ ِقنر‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah
mengabarkan kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari
Utsman bin Abu Sulaiman dari Sa'id bin Muhammad bin Jubair bin
Muth'im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menebang
pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api
neraka." Abu Dawud pernah ditanya tentang hadits tersebut, lalu ia
menjawab, "Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa
barangsiapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-
sia dan zhalim; padahal itu adalah tempat untuk berteduh para
musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan
kepalanya di neraka." Telah menceritakan kepada kami Makhlad
bin Khalid dan Salamah -maksudnya Salamah bin Syabib- keduanya
berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Utsman bin Abu Sulaiman
dari seorang laki-laki penduduk Tsaqif dari Urwah bin Az Zubair
dan ia memarfu'kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
seperti hadits tersebut” (HR. Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud,
hadis Nomor 4.561 bab Menebang Pohon Bidara).

94 | K a j i a n E t n o - K o n s e r v a s i

Adanya kegiatan penebangan pohon mengakibatkan kerugian makhluk

hidup lainnya yang memanfaatkan pohon tersebut. Diketahui bahwa tatanan

lingkungan hidup (ekosistem) yang diciptakan Allah itu mempunyai hukum

keseimbangan (equilibrium). Hubungan timbal balik antara manusia dengan

komponen-kompenen alam harus berlangsung dalam batas keseimbangan.

Apabila terjadi gangguan terhadap keseimbangan dalam lingkungan hidup

(ekosistem), maka akan mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan secara

fisik, ekonomi, sosial dan budaya (Suriyani & Kotijah, 2013).

Kemudian Rasulullah Saw. juga menekankan kepada para sahabat

beliau agar seorang muslim hendaknya gemar menanam dan memelihara

lingkungan sebagaimana hadis berikut ini.

‫ّل َّل ُا‬ ‫َص َّلى‬ ِ‫إِ َنَعح َل َّد َيسثَاَِنهان َوقُأَتَ َسوي َلّبَ َمةُ َط َقيا َحر َلَّدثأََنََمواابَأَ ِبُِمهيونَمةُمَع َإِوسَّاِللنَم َة َكَياغنَ َع ِرنت ُ َلقَستَهُا َدَغةَرَص َدًسَعَقاةنأَ أوَنَيَزس َر َع ُعن َزالرّنَ ِب ًعاي‬
ُ‫ِمنه‬ ‫فَ َيأ ُك ُل‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah seorang
muslim yang menanam tanaman atau menabur benih lalu (hasilnya)
dimakan oleh manusia, burung atau binatang ternak melainkan hal
tersebut menjadi sedekah baginya" (H.R. Turmudzi).

Secara tekstual, hadis ini memang berisi keutamaan muslim yang

menanam tanaman. Tetapi dalam penjelasan yang lebih luas, dapat diartikan

dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Bagaimana manusia selalu

berusaha menanam kebaikan, kapan dan di mana saja. Jadi meskipun seseorang

tidak akan menikmati buah dari tumbuhan yang ia tanam karena waktu

menanam sudah berusia tua dan yang akan menikmati adalah anak cucunya

dikemudian hari, tapi pahala akan tetap menghampirinya (Abidin, 2015).

Hasan (2005) berpendapat bahwa pembinaan lingkungan hidup dan

pelestariannya menjadi amat penting untuk kepentingan kesejahteraan hidup di

dunia maupun di akhirat, di mana aspek-aspeknya tidak dapat terlepas dari

air, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lain sebagai pendukung.

Keseimbangan dan keserasian antara semua unsur tersebut sangat

95 | E t n o b o t a n i

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sikap rasional manusia yang berorientasi
pada kemaslahatan makhluk.

Masyarakat juga perlu dipahamkan, bahwa hubungan manusia dengan
alam sekitarnya menurut ajaran Alquran maupun Sunnah merupakan hubungan
yang dibingkai dengan aqidah, yakni konsep kemakhlukan yang sama-sama
tunduk dan patuh kepada al-Khalik, yang diatur dan akhirnya semua kembali
kepada-Nya. Umat perlu disadarkan, bahwa masalah lingkungan hidup juga
merupakan masalah diniyah (teologis), bukan sekedar masalah politik,
ekonomi dan teknologi saja. Sebab dampak kerusakan lingkungan hidup juga
memberi ancaman terhadap kepentingan agama dan umat manusia. Seperti
sulitnya air, akan memberi dampak dalam pelaksanaan thaharah dan lain
sebagainya.

Demikian pula dengan pola hidup "tak peduli lingkungan" akan
membahayakan masa depan generasi penerus (Abidin, 2015). Masyarakat juga
perlu diingatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. sangat menganjurkan upaya
pelestarian lingkungan hidup, dan memandangnya sebagai ibadah yang
memperoleh pahala di akhirat.

RANGKUMAN

1. Etno-konservasi merupakan cabang dari kajian etnobotani, yang mana

membahas tentang berbagai usaha untuk melestarikan dan memperbarui
sumber daya alam dengan memanfaatkan kearifan lokal.
2. Penerapan kajian etno-konservasi dapat di lihat dari beberapa penelitian yang
sudah dilakukan. Adapun usaha yang dapat diterapkan dalam kegiatan
konservasi yaitu penggunaan pengetahuan ekologi tradisional, agrosilvikutur,
pemeliharaan tanaman liar berguna yang terancam, taman-taman botani,

96 | K a j i a n E t n o - K o n s e r v a s i

herbarium-herbarium masyarakat, pendidikan, dan wilayah pariwisata, dan
pemeliharan kesehatan.
3. Islam merupakan agama yang memainkan sebuah peran penting pada
konservasi dan pendidikan di dalam manajemen sumber daya alam. Hal
tersebut ditujukan untuk menggali ilmu pengetahuan tentang keragaman hayati
dengan cara memanfaatkan pengetahuan lokal, membangun kepercayaan diri
masyarakat, serta berbagi dan bertukar informasi melalui "pendidikan
konservasi”, yaitu pendidikan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan secara
berkelanjutan yang mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan
kelangsungan hidup makhluk lainnya.

SOAL LATIHAN

Kerjakan soal latihan berikut ini dengan tepat dan jelas!
1. Jelaskan hasil analisis anda mengenai kajian etno-konservasi!
2. Buatlah sebuah judul penelitian yang menerapkan kajian etno-konservasi!
3. Jelaskan integrasi antara konservasi dengan nilai-nilai keislaman!

97 | E t n o b o t a n i

BAB 9

CONTOH KAJIAN ETNOBOTANI

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa dapat menganalisis contoh kajian Etnobotani suatu tumbuhan.
2. Mahasiswa dapat membuat rencana penelitian Etnobotani suatu tumbuhan

didaerah tempat tinggalnya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi dan www.kalteng.litbang.pertanian.go.id

Pada BAB 9 ini akan dibahas contoh kajian Etnobotani tumbuhan Kumpai
Babulu pada masyarakat Bangaris Palangka Raya. Data Etnobotani tumbuhan
Kumpai Babulu meliputi kajian Botani, kajian Etno-Ekologi, kajian Etno-
Farmakologi, kajian Etno-Antropologi, kajian Etno-Linguistik, kajian Etno-
Ekonomi, dan kajian Etno-Konservasi.

98 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

A. Kajian Botani
Kajian botani mencakup morfologi suatu tumbuhan yang meliputi

bentuk hidup, jenis perakaran, percabangan batang, serta mengukur bagian-
bagian batang (tinggi dan diameter), daun, bunga dan buah di habitat aslinya
(Dharmono, 2019). Berdasarkan hasil pengamatan, tumbuhan Kumpai Babulu
(Setaria barbata) termasuk dalam ordo Poalaes yang merupakan rumput
tahunan (annual) yang tumbuh berkelompok dan memiliki bentuk hidup herba
(Ibrahim, Dube, Peterson, & Hosni, 2018). Kumpai Babulu di Bangaris V
tumbuh menyebar di lahan gambut para petani sampai pada parit-parit di depan
rumah masyarakat di wilayah tersebut. Kumpai Babulu yang pola hidupnya
mengikuti genangan air banyak tumbuh dengan subur di parit-parit lahan usaha
tani maupun parit yang ada di depan rumah masyarakat setempat. Berikut ini
akan dideskripsikan hasil pengamatan morfologi dan klasifikasi tumbuhan
Kumpai Babulu.
1. Morfologi Kumpai Babulu

Kumpai babulu apabila dilihat dari morfologi atau keseluruhan
susunan bagian luar organ tumbuhan terdiri dari akar, batang, daun, bunga,
dan biji. Morfologi keseluruhan pada tumbuhan Kumpai Babulu dapat
dilihat pada Gambar 9.1 berikut ini.

Bunga

Daun

Batang

Bulir bunga Biji

Akar

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.1 Morfologi Keseluruhan Tumbuhan Kumpai Babulu

99 | E t n o b o t a n i

a. Akar
Akar kumpai babulu merupakan akar serabut seperti benang.

Warna akar biasanya putih dan kecoklatan, bentuknya meruncing,
tumbuh terus pada ujungnya dan mudah menembus tanah. Biasanya
pada bagian ruas-ruas batang terdapat akar yang dapat membantu
tanaman ini menjalar dan membantu perkembangan pada bagian
vegetatifnya. Akar tumbuhan Kumpai Babulu dapat dilihat pada
Gambar 9.2 berikut ini.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.2 Akar Tumbuhan Kumpai Babulu

b. Batang
Batang tumbuhan Kumpai Babulu berwarna hijau muda,

berbentuk silinder, berongga, beruas-ruas, permukaan batangnya
licin, dan tidak keras. Jumlah ruas rata-rata 10, panjang atau rata-rata
tinggi tanaman kumpai babulu mencapai antara 1-1,5 m diatas
permukaan tanah. Terdapat percabangan batang utama dibagian ruas-
ruas batang yang disertai oleh akar. Sehingga dibagian batang muncul
akar yang akan membantu perkembangbiakan melalui ruas-ruas
batang yang disebut dengan perkembangbiakan vegetatif. Batang
tumbuhan Kumpai Babulu dapat dilihat pada Gambar 9.3 berikut ini.

100 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.3 Batang Tumbuhan Kumpai Babulu

c. Daun
Daun kumpai babulu berwarna hijau gelap, bentuk daunnya

memanjang berbentuk bangun pita serupa dengan bangun garis tetapi
lebih panjang lagi dengan ujung daun yang runcing. Tulang daun
sejajar mempunyai satu tulang keras ditengah dengan permukaan
daun yang berbulu kasar. Kumpai babulu memiliki tepi daun rata dan
daging daunnya yang tipis seperti kertas. Jumlah daunnya 6-11 helai
tiap batangnya. Panjang daun sekitar 30-47 cm dan lebar daun antara
1-2,5 cm. pada tiap buku-buku batang hanya terdapat satu daun
dengan tata letak yang berselang-seling. Pada pelepah daun kumpai
babulu terdapat rambut-rambut atau trikoma. Upih daun sebagai
pelindung kuncup yang masih muda dan memberi kekuatan pada
batang tanaman (Tjitrosoepomo, 2011). Pelepah daun yang memiliki
bulu trikoma menjadi karakteristik khas kumpai babulu yang

101 | E t n o b o t a n i

membedakannya dengan jenis kumpai lainnya. Daun tumbuhan
Kumpai Babulu dapat dilihat pada Gambar 9.4 berikut ini.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.4 Daun Tumbuhan Kumpai Babulu

d. Bunga
Kumpai Babulu memiliki tipe bunga majemuk tak terbatas

berbentuk bulir, bunga lengkap yang terdiri dari kelopak, mahkota,
putik, dan benang sari. Kelopak bunga berwarna hijau, terdiri dari 2
mahkota bunga berwarna kuning berbentuk pita, tangkai putiknya
berbentuk bulu. Bunga kumpai babulu tersusun dalam bulir, yang
terdiri dari 2 glumae atau daun yang serupa sisik yang duduknya
berseling dalam dua baris yang berhadapan. Setiap malai terdiri antara
10-30 spikelet, sedangkan jumlah malai terdiri dari 16-25 malai.
Bunga Kumpai Babulu dapat dilihat pada Gambar 9.5 berikut ini.

102 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.5 Bunga Tumbuhan Kumpai Babulu

e. Biji
Setelah terjadi penyerbukan maka akan tumbuh menjadi bakal

biji yang berbentuk oval. Biji kumpai babulu sebagai alat
perkembangbiakan secara generatif. Biji Kumpai Babulu berbentuk
bulir oval yang menutup. Pada biji kumpai dilindungi oleh 2 selaput
biji (arillus) atau sekam terluar biji. Ditunjukkan pada Gambar 9.6
kira-kira ukuran biji kumpai babulu lebih kecil dibanding kancing
baju tersebut.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9.6 Biji Tumbuhan Kumpai Babulu

103 | E t n o b o t a n i

2. Klasifikasi Kumpai Babulu

Adapun klasifikasi tumbuhan Kumpai Babulu atau Setaria barbata

(Lam.) Kunth, Révis. Gramin. 1: 47. 1829 dalam Ibrahim, Dube, Peterson,

& Hosni (2018) ialah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Setaria

Spesies : Setaria barbata (Lam.) Kunth

B. Kajian Etno-Ekologi
Kajian Etnoekologi adalah kajian untuk mengetahui keterkaitan antara

tumbuhan yang dikaji terhadap kondisi ekologi atau lingkungannya, seperti;
kondisi fisiko-kimia tanah, iklim, air dan interaksi tumbuhan tersebut dengan
tumbuhan lainnya, misalnya fungsi allelopati, parasit, pesaing dan lain-lain
(Martin, 1998). Hasil kajian etnoekologi terhadap tumbuhan Kumpai Babulu
dapat dijelaskan dalam uraian berikut.

Tumbuhan Kumpai Babulu dimanfaatkan masyarakat yang
bermatapencaharian petani sebagai mulsa alternatif dilahan gambut, yang
sifatnya lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Tumbuhan ini digunakan pada
pertanian holtikultura baik di Banjarmasin maupun di Palangka Raya. Di
Palangka Raya sendiri tumbuhan Kumpai Babulu didatangkan langsung dari
Banjarmasin. Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan kumpai babulu berasal
dari daerah Nagara, Kalimantan Selatan, kemudian dibawa ke Palangka Raya,
tepatnya di jalan Bangaris V untuk dibudidayakan sebagai mulsa.

Tumbuhan Kumpai Babulu juga dapat mempengaruhi pH tanah,
dimana diketahui bahwa pH tanah gambut tergolong asam, namun dengan
adanya tumbuhan Kumpai Babulu pH tanah menjadi netral dan subur. Lahan
yang ditanami Kumpai Babulu rata-rata pH nya 7. Keberadaan Kumpai Babulu

104 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

ini membuat tanaman yang lain tidak dapat tumbuh kerena perakaran dan
batang Kumpai Babulu yang kuat dan pertumbuhannya yang cepat menyebar
sehingga menyingkirkan tumbuhan lainnya. Tanaman Kumpai Babulu dapat
ditanam ditanah berair, teknik penanamannya cukup dipotong dibagian ruas
batangnya lalu langsung ditancapkan ke tanah, maka Kumpai Babulu akan
tumbuh subur dan menyebar dengan sendirinya. Berikut foto lahan gambut di
Bangaris V yang ditumbuhi Kumpai Babulu dan pengukuran pH tanah dapat
dilihat pada Gambar 9.7.

Sumber: www.kalteng.litbang.pertanian.go.id dan dokumentasi pribadi
Gambar 9.7 Lahan Gambut di jalan Bangaris V Kota Palangka Raya dan

Pengukuran pH Tanah
Teknis penanaman Kumpai Babulu sebagai mulsa ada dua, yaitu yang
pertama Kumpai Babulu dibiarkan tumbuh diatas tanah, kemudian disemprot
menggunakan pestisida. Kemudian yang kedua, tanaman Kumpai Babulu
dibiarkan tumbuh dan menyebar, kemudian ditebas, lalu digulung. Dari sisi
perbedaan tersebut maka akan mempengaruhi proses lama dan baiknya
pelaksanaan penanaman. Untuk teknis yang disemprot memang cepat tetapi
pertumbuhannya semangka kurang baik dibandingkan dengan teknik gulung
yang memang prosesnya membutuhkan tenaga yang banyak dan juga lama,
tetapi pertumbuhan semangka akan lebih baik, bahkan hasil produksi budidaya
tanaman semangka pun bisa mencapai dua kali lipat. Untuk budidaya tanaman
semangka dari kedua teknis tersebut selisih 3 bulan yaitu antara teknis yang
disemprot dan digulung. Karena memang musim taninya hanya sekali saja dan
sering terkendala oleh air yang menggenang dilahan gambut. Semua teknis ini

105 | E t n o b o t a n i

dipakai, tetapi petani lebih menggunakan teknis yang digulung karena memang
lebih bagus.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui tanaman Kumpai Babulu
diPalangka Raya hanya tumbuh dan dibudidayakan di daerah bangaris V saja.
Apabila ada orang yang mengambil tanaman Kumpai Babulu dalam jumlah
banyak dan tanpa izin akan dikenakan denda dari pihak petani tersebut.
Keberadaan Kumpai Babulu sangat membantu petani yang ada di bangaris V
kota Palangka Raya. Berikut foto lahan pertanian dengan mulsa Kumpai
Babulu digulung dapat dilihat pada Gambar 9.8.

Sumber: www.kalteng.litbang.pertanian.go.id

Gambar 9.8 Lahan pertanian dengan mulsa Kumpai Babulu digulung

C. Kajian Etno-Farmakologi
Menurut Dharmono (2019) kajian etnofarmakologi adalah penggunaan

tumbuhan yang berfungsi sebagai obat atau ramuan yang dihasilkan penduduk
setempat untuk pengobatan yang meliputi; bagian-bagian tumbuhan yang
digunakan sebagai obat dan manfaatnya, pembuatan, alat yang digunakan,
bahan atau tumbuhan lain sebagai campuran, cara menggunakan, kapan
digunakan dan pantangan. Tumbuhan Kumpai Babulu ini oleh masyarakat
tidak dimanfaatkan sebagai obat herbal, sehingga belum memiliki kajian
etnofarmakologi. Tumbuhan Kumpai Babulu, selain digunakan sebagai mulsa
sering juga digunakan sebagai pakan ternak, karena kandungan gizi dan
seratnya yang bagus untuk ternak.

106 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

D. Kajian Etno-Antropologi
Kajian etnobotani yang ditinjau dari segi antropologi atau biasa disebut

etno-antropologi merupakan pemanfaatan spesies tumbuhan dalam kehidupan
masyarakat lokal l yang berkembang dan dilakukan secara turun-temurun
(Hartanto & Sofiyanti, 2014). Apabila ditinjau dari kajian etnoantropologi,
etnis yang mendiami gambut Lebak Bangaris yang berasal dari Negara Hulu
Sungai Selatan yang didominasi rawa lebak telah mengadopsi sistem budidaya
leluhurnya dengan baik, yaitu memanfaatkan jenis komoditas dan cara
berusaha tani tanpa membakar lahan. Diketahui bahwa petani tersebut secara
turun temurun menggunakan tumbuhan Kumpai Babulu sebagai mulsa dilahan
gambut.

E. Kajian Etno-Linguistik
Menurut Martin (1998) kajian etnolinguistik adalah kajian yang

mempelajari tentang asal mula kejadian pemberian nama suatu tumbuhan
dalam bahasa daerah. Adapun tumbuhan kumpai babulu ini dikenal oleh
masyarakat Banjarmasin dan Palangka Raya sebagai tumbuhan rumput liar.
Pemberian nama kumpai babulu oleh masyarakat dilihat dari karakteristik
tumbuhan kumpai babulu yang menyebar seperti rumput dan pada bagian daun
terdapat rambut-rambut halus. Kumpai dalam bahasa Banjar diartikan sebagai
rumput, sedangkan Babulu berarti berbulu, sehingga bila disatukan sebutan
Kumpai Babulu berarti rumput berbulu.

F. Kajian Etno-Ekonomi
Menurut Dharmono (2019) etnoekonomi ialah kajian mengenai segi

manfaat tumbuhan dalam nilai ekonomis sebagai penambah pendapatan
masyarakat yang meliputi sebagai bahan makanan, bahan bangunan, bahan
bakar, perhiasan, dan alat-alat lain dalam rumah tangga. Ada beberapa jenis
tanaman yang jenisnya sama seperti Kumpai Babulu tetapi berbeda nama
spesies dan morfologinya, diantaranya yaitu Gambah, Kumpai Minyak,
Kumpai Laki, dan Mamayangan. Tetapi yang digunakan para petani setempat

107 | E t n o b o t a n i

adalah Kumpai Babulu. Manfaat Kumpai Babulu selain dijadikan mulsa dapat
digunakan sebagai pupuk organik dan pakan ternak (petani menganggap bahwa
kumpai babulu ini adalah makanan terbaik untuk hewan ternaknya karena
tekstur rumputnya yang lemah dan mengandung banyak air). Apabila dilihat
dari segi ekonomi, tumbuhan Kumpai Babulu memiliki nilai jual yang rendah
karena mudah untuk ditanam dan didapatkan, serta tidak diperjualbelikan.
Berikut foto lahan pertanian dengan mulsa Kumpai Babulu dapat dilihat pada
Gambar 9.9.

Sumber: www.kalteng.litbang.pertanian.go.id

Gambar 9.9 Lahan pertanian dengan mulsa Kumpai Babulu

G. Kajian Etno-Konservasi
Etno-konservasi merupakan cabang dari kajian etnobotani, yang mana

membahas tentang berbagai usaha untuk melestarikan dan memperbarui
sumber daya alam dengan memanfaatkan kearifan lokal. Masyarakat petani
di gambut lebak Bangaris cukup unik dalam mengelola lahannya. Pada saat
para petani lainnya beramai-ramai membakar lahan, mereka justru
melindungi lahan usaha taninya dari sentuhan api. Hal ini tidak lain, karena
vegetasi alami diatas tanah gambut mereka dipelihara dan dijaga untuk
digunakan sebagai mulsa. Komoditas semangka, timun suri, labu kuning, dan
labu putih tergolong tanaman yang menjalar, serta merupakan komoditas
unggulan di lebak gambut Tanjung Pinang. Tanaman ini akan tumbuh dengan
baik jika mulsa dari vegetasi alaminya makin tebal. Tujuan pemanfaatan
vegetasi alami sebagai mulsa adalah melindungi buah tanaman tersebut dari

108 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

bersentuhan langsung dengan tanah, sebab jika menyentuh langsung ke tanah
gambut yang basah/lembab, maka buah akan mengalami pembusukan.
Berikut foto lahan pertanian semangka dengan mulsa Kumpai Babulu dapat
dilihat pada Gambar 9.10.

Sumber: www.kalteng.litbang.pertanian.go.id

Gambar 9.10 Lahan pertanian semangka dengan mulsa Kumpai Babulu
Kumpai Babulu (rumput rawa berbulu) merupakan sebutan mereka

terhadap vegetasi alami tersebut. Tebal serasah mulsa di bagian bawah
mencapai sekitar 30 cm, sedangkan batang kumpai tegak keatas hingga setinggi
dada orang dewasa. Faktor etnis nampaknya memiliki peranan dalam
pemanfaatan lahan gambut (Firmasyah & Mokhtar, 2011).

Etnis yang mendiami gambut Lebak Bangaris yang berasal dari Negara
Hulu Sungai Selatan yang didominasi rawa lebak telah mengadopsi sistem
budidaya leluhurnya dengan baik, yaitu memanfaatkan jenis komoditas dan
cara berusaha tani tanpa bakar. Menurut Noor (2010) pemanfaatan gambut
sangat beragam karena dibatasi oleh pemahaman dan pengalaman. Setiap etnis
memiliki persepsi dan cara-cara yang berbeda dalam memanfaatkan lahan
gambut sebagai sumber daya pertanian. Kearifan lokal dari warga petani
Tanjung Pinang bertujuan memanfaatkan potensi alam yang sesuai dengan
komoditas unggulan mereka. Cara budidaya tanaman semangka dan tanaman
yang menjalar lainnya di gambut lebak dengan menggunakan vegetasi alami
sebagai mulsa lungpar (gulung hampar) nampaknya sesuai potensi alamnya.
Sistem ini secara tidak langsung sangat ramah lingkungan dan merupakan
tindakan antisipasi terhadap perubahan iklim global.

109 | E t n o b o t a n i

RANGKUMAN

1. Apabila ditinjau dari kajian botani, tumbuhan Kumpai Babulu memiliki
morfologi yang unik, yaitu merupakan tumbuhan Perennials, memiliki bentuk
hidup herba, tubuh berwarna hijau muda, penampakan seperti rumput liar,
tumbuh mengarah keatas, memiliki akar serabut yang berada di bawah tanah,
pertulangan daun sejajar, pangkal batang bundar, dan ditumbuhi seberkas
rambut.

2. Apabila ditinjau dari kajian etno-ekologi, tumbuhan Kumpai Babulu juga dapat
mempengaruhi pH tanah, dimana diketahui bahwa pH tanah gambut tergolong
asam, dengan adanya tumhan kumpai babulu pH tanah menjadi netral dan
menjadi subur. Lahan yang ditanami kumpai babulu rata-rata pH nya 6-8.

3. Tumbuhan Kumpai Babulu ini oleh masyarakat tidak dimanfaatkan sebagai
obat herbal, sehingga belum memiliki kajian etno-farmakologi.

4. Apabila ditinjau dari kajian etno-antropologi, etnis yang mendiami gambut
Lebak Bangaris yang berasal dari Negara Hulu Sungai Selatan yang didominasi
rawa lebak telah mengadopsi sistem budidaya leluhurnya dengan baik.

5. Apabila ditinjau dari kajian etno-linguistik, tumbuhan ini dikenal oleh
masyarakat Banjarmasin dan Palangka Raya sebagai tumbuhan rumput liar.
Kumpai dalam bahasa Banjar diartikan sebagai rumput dan Babulu berarti
berbulu, sehingga bila disatukan sebutan Kumpai Babulu berarti rumput
berbulu.

6. Apabila ditinjau dari kajian etno-ekonomi, tumbuhan Kumpai Babulu memiliki
nilai yang rendah karena mudah untuk ditanam dan didapatkan, serta tidak
diperjual belikan.

7. Apabila ditinjau dari kajian etno-konservasi, masyarakat petani di gambut
lebak Bangaris cukup unik dalam mengelola lahannya. Pada saat para petani
lainnya beramai-ramai membakar lahan, mereka justru melindungi lahan usaha
taninya dari sentuhan api. Hal ini tidak lain, karena vegetasi alami diatas tanah
gambut mereka dipelihara dan dijaga untuk digunakan sebagai mulsa.

110 | C o n t o h K a j i a n E t n o b o t a n i

SOAL LATIHAN

Kerjakan soal latihan berikut ini dengan tepat dan jelas!
1. Jelaskan hasil analisis Anda terkait kajian Etnobotani tumbuhan Kumpai

Babulu!
2. Buatlah rencana penelitian Etnobotani suatu tumbuhan didaerah tempat

tinggal Anda!

111 | E t n o b o t a n i

GLOSARIUM

1. Abiotik : komponen tidak hidup yang ditemukan dalam

ekosistem.

2. Agronomi : ilmu yang mempelajari cara pengeloaan lahan

atau tanah, dimana tanaman dapat tumbuh dan

memperoleh hasil yang maksimal.

3. Anatomi : ilmu yang mempelajari tentang susunan dan

bagian-bagian struktur tubuh makhluk hidup.

4. Antropologi : manusia di dalam masyarakat suku bangsa,

kebudayaan dan prilakunya.

5. Atraktan : zat kimia yang dapat menyebabkan serangga

bergerak mendekati sumber zat tersebut.

6. Biodiversitas : keseluruhan gen, spesies dan ekosistem di

suatu kawasan.

7. Biotik : komponen lingkungan yang terdiri atas

makhluk hidup.

8. Botani : ilmu tentang tumbuh-tumbuhan.

9. Ekologi : hubungan timbal balik antara makhluk hidup

dengan lingkungannya.

10. Ekonomi : mempelajari aktivitas manusia yang

berhubungan dengan produksi, distribusi, dan

konsumsi terhadap barang dan jasa.

11. Ekosistem : suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh

hubungan timbal balik tak terpisahkan antara

makhluk hidup dengan lingkungannya.

12. Estetis : mengenai keindahan, menyangkut apresiasi

keindahan (alam, seni dan sastra).

13. Etnobotani : kajian hubungan antara tumbuhan dengan

masyarakat etnis tertentu.

14. Etno-Antropologi : perilaku manusia dalam memanfaatkan

tumbuh-tumbuhan serta pelestarian

lingkungan dengan kebudayaan yang sudah

turun-temurun pada suatu etnis masyarakat.

15. Etno-Ekologi : kajian mengenai hubungan antara manusia

dengan lingkungannya.

16. Etno-Ekonomi : kajian terkait kebermanfaatan maupun nilai

jual suatu tumbuhan.

112 | E t n o b o t a n i

17. Etno-Farmakologi : kajian tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai

obat-obatan oleh masyarakat yang mendiami

suatu wilayah tertentu.

18. Etno-Konservasi. : pendekatan konservasi berbasis kearifan

lokal.

19. Etno-Linguistik : kajian tentang asal mula kejadian pemberian

nama suatu tumbuhan dalam bahasa daerah

20. Farmakologi : ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

obat-obatan.

21. Fisiologi : ilmu biologi yang mempelajari tentang

kelangsungan sistem kehidupan.

22. Fitokimia : senyawa kimia yang terdapat secara alami

dalam tumbuhan.

23. Herbarium : suatu koleksi spesimen tumbuhan yang

diawetkan.

24. Intelektualitas : kemampuan nalar, atau pikiran untuk

mengetahui, memahami, menganalisis, dll.

25. Konservasi : suatu upaya yang dilakukan oleh manusia

untuk bisa melestarikan alam.

26. Leksikal : makna kata berdasarkan yang sebenarnya.

27. Linguistik : ilmu yang mempelajari tentang bahasa.

28. Metabolit primer : senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup

dan bersifat essensial bagi proses

metabolisme sel tersebut.

29. Metabolit sekunder: senyawa yang tidak esensial bagi

pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam

bentuk yang unik atau berbeda-beda antara

spesies yang satu dan lainnya.

30. Morfologi : ilmu yang mempelajari tentang bentuk

organisme.

31. Reabsorpsi : penyerapan kembali zat yang diperukan tubuh.

32. Revegetasi : proses penanaman kembali dan pembangunan

kembali tanah yang terganggu.

33. Sains : ilmu pengetahuan yang khusus memahami

suatu kejadian alam.

34. Sekulerisasi : pemisahan agama dari aktivitas kehidupan.

35. Spiritualitas : hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa

dan Maha pencipta.

36. Taksonomi : ilmu yang khusus mempelajari mengenai

klasifikasi makhluk hidup.

113 | G l o s a r i u m

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, D., & Anshu, S. (2008). Indigenous Herbal Medicines: Tribal
Formulations and Traditional Herbal Practices. Jaipur: Aavishkar Publishers
Distributor. ISBN 978-81-7910-252-7.

Ainurrasjid. (2001). Agroforestry Suatu Pengantar. Malang: Institut Pertanian
Malang.

Al-Idrus, A. R. (2009). Pengobatan Herbal Ala Nabi. Jakarta: Zahra.
Al-Jazairi, A.B.J. (2007). Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Surat Ar-Ra’d –Surat Al-Hajj

Sistematis dan Mudah dalam Pembahasan Jilid 4. Jakarta: Darus Sunnah.
Al-Qur’an, Terjemahan dan Tafsirnya (dalam Aplikasi Qur’an Kemenag yang

diluncurkan tahun 2016). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

An-Najjar, Z. (2006). Pembuktian Sains Dalam Sunnah. Jakarta: Amzah.

Ambarwati, D., & Istianah, F. (2018). Etnoekologi Sebagai Upaya Membentuk
Karakter Peduli Lingkungan Melalui Program Adiwiyata di SD Negeri Lidah
Kulon I/464 Surabaya. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
6(2).

Ash-Shiddieqy, T. M. H. (2000). Tafsir al-Quranul Majid An-Nuur. Diedit kembali
oleh Shiddiqi, N dan Ash-Shiddieqy F. H. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Ariyanto, A., Rachman, I., & Toknok, B. (2014). Kearifan Masyarakat Lokal dalam
Pengelolaan Hutan di Desa Rano Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten
Donggala. Jurnal Warta Rimba, 2(2).

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2002). Biologi. Erlangga: Jakarta.
Chirzin, M. (2011). Keanekaragaman dalam al-Qur’an. TSAQAFAH, 7(1), 51-68.

Colchester, M. (2009). Menyelamatkan Alam: Penduduk Asli, Kawasan
Pelindungan, dan Konservasi Keanekaragaman Hayati. Denpasar:
Kerjasama WGCoP dan Walhi.

Daldjoeni, N. (1982). Pengantar Geografi untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah.
Bandung: Penerbit Alumni.

114 | E t n o b o t a n i

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

Dharmono. (2007). Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) di
Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. Bioscientiae, 4(2).

Dharmono. (2008). Bahan Ajar Etnobotani. Banjarmasin : Universitas Lambung
Mangkurat.

Dharmono. (2019). Bahan Ajar Etnobotani. Banjarmasin : Universitas Lambung
Mangkurat Press.

Dikaumaya, N., & Wati, H. D. (2019). Etnoekonomi Tumbuhan Sebagai Bahan
Pangan oleh Petani. Prosiding, 552-558.

Ervina, M. N., & Mulyono, Y. (2018). Etnobotani Meniran Hijau (Phyllanthus
Ninuri L) sebagai Potensi Obat Kayap Ular (Herpes Zoster) dalam Tradisi
Suku Dayak Ngaju. Jurnal Jejaring Matematika dan Sains, 1(1), 30-38.

Firmasyah, M. A., & Mokhtar, M. S. (2011). Kearifan Lokal Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Usahatani dalam Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim di
Kalimantan Tengah. In: Workshop Nasional Adaptasi Perubahan Iklim di
Sektor Pertanian (Vol. 8).

Forqan, B.N., & Fadli, A. (2009). “Konservasi Berbasis Rakyat: Sebuah Pilihan
bagi Keberlanjutan Layanan Alam dan Kesejahteraan Rakyat”. Lampiran
dalam Colchester, M. (2009). Menyelamatkan Alam: Penduduk Asli,
Kawasan Pelindungan, dan Konservasi Keanekaragaman Hayati. Denpasar:
WGCoP dan Walhi.

Friedberg & Claudine. (1995). Etnobotani dan Masa Depannya. Prosiding Seminar
Nasional Etnobotani Januari 1995. Bogor: Balitbang Botani, Puslitbang
Biologi-LIPI.

Habibi, M.N. (2012). Konservasi Keanekaragaman Vegetasi dan Kearifan Ekologi
Masyarakat di Kawasan Lereng Gunung Merapi. Skripsi. Program Studi
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

Hadju, V., Nature, G., Masni, & Sarce, M. (2016). Etnofarmakologi Plants Ants
Nets Papua (Hydnophytum Formicarum) on Skouw Tribe of Papua.
International Journal of Research in Medical and Health Sciences, 9(1).

Hanif, Ibrohim, & Rohman, F. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Biologi Materi Plantae Berbasis Inkuiri Terbimbing Terintegrasi Nilai Islam
Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA. Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(11), 2163-2171.

115 | D a f t a r P u s t a k a

Hartanto, S., & Sofiyanti, N. (2014). Studi Etnobotani Famili Zingiberaceae dalam
Kehidupan Masyarakat Lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan
Singingi, Riau. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education, 6(2),
98-108.

Henri, H., Hakim, L., & Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai
Upaya Konservasi Hutan Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka
Belitung. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 49-57.

Hilmanto, R. (2010). Etnoekologi. Bandar lampung: Universitas Lampung.

Hisa, L., Mahuze, A., & Arka, I. W. (2017). Dokumentasi Etnobotani-Linguistik
Tumbuhan Sagu: Laporan Awal dari Etnis Marori di Taman Nasional Wasur
Merauke. Linguistik Indonesia, 35(2), 187-200.

Iban, A., & Putra, H.S.A. (2013). Menggali Hidup Di Balik Hitamnya Gambut:
Sebuah Kajian Etnoekologi. Repository Universitas Gadjah Mada.

Ibrahim, K. M., Dube, S., Peterson, P. M., & Hosni, H. A. (2018). Grasses of Mali.
Washington DC: Smithsonian Institution Scholarly Press.

Indijah, S.W. (2016). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Indrawan, M., Primack, R.B., & Supriatna, J. (2007). Biologi Konservasi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Iskandar, J., & Iskandar, B. S. (2016). Etnoekologi dan Pengelolaan Agroekosistem
oleh Penduduk Desa Karangwangi Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan Jawa
Barat. Jurnal Biodjati, 1(1), 1-12.

Iskandar, J., & Iskandar, B. S. (2018). Etnoekologi, biodiversitas padi dan
modernisasi budidaya padi: studi kasus pada masyarakat baduy dan kampung
naga. Jurnal Biodjati, 3(1), 47-62.

Katsir, I. (2003). Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir. Kairo: Mu-assasah Daar al-
Hilaal. Diterjemahkan oleh Ghoffar M. A. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8. Bogor:
Pustaka Imam asy-Syafii.

Kusuma, F. R., & Zaky, B. M. (2005). Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang & Diklat Kementerian
Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). (2010).
Tafsir Ilmi:Tumbuhan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.

116 | E t n o b o t a n i

Lestari, E. (2017). Kajian Etnobotani Tumbuhan Mahar (Kleinhovia Hospita L.) di
Desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur. Wahana-Bio: Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya, 16(2).

LIPI. (2016). 9006 Species Tanaman Obat Ada di Indonesia.
www.biotex.lipi.go.id.

Mangunjaya, F.M. (2005). Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Marfai, M.A. (2005). Moralitas Lingkungan. Yogyakarta: Kerja Sama antara
Wahana Hijau (WeHa) dengan Kreasi Wacana.

Marjuliana, R., Sukenti, K., & Pratama, I. S. (2019). Studi Etnofarmakologi
Antiparasit Masyarakat Komunitas Adat Dusun Limbungan di Lombok
Timur. Natural B, Journal of Health and Environmental Sciences, 5(2).

Martin, G. J. (1998). Etnobotani : Sebuah manual pemeliharaan Manusia dan
Tumbuhan. Edisi Bahasa Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural
History Publications (Borneo) Sdn. Bhd. Kinabalu. Sabah. Malaysia.

Miller, G.T., & Spoolman, S.E. (2009). Essentials of Ecology (5th ed.), hlm. 7.
Boston: Brooks/Cole.

Mirdeilami, S. Z. et al. (2011). Ethnopharmacological Survey of Medicinal Plants
in Maraveh Tappeh Region, North of Iran. Iranian Journal of Plant
Physiology, Volume 2(1): 327-334.

Mulyani, Y., Hasimun, P., & Sumarna, R. (2020). Kajian Etnofarmakologi
Pemanfaatan Tanaman Obat Oleh Masyarakat Di Kecamatan Dawuan
Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika
Journal of Pharmacy)(e-Journal).

Mulyani, Y., Ryana, N., & Selifiana, N. (2019). Kajian Etnofarmakologi Tumbuhan
Obat oleh Masyarakat di Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Provinsi
Kalimantan Selatan. Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(2), 194-204.

Nahdi, M.S. (2008). Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman HayatiHutan
Tropis Berbasis Masyarakat. Jurnal Kaunia. 4(2): 159-172.

Nair. (1993). An Introduction to Agroforestry. Netherlands: Kluwer Academis
Publishers.

Ningsih, R. T., Gunawan, G., & Pujawati, E. D. (2017). Kajian pemanfaatan
tumbuhan bunga pada masyarakat suku banjar di kecamatan karang intan
kalimantan selatan. Bioscientiae, 13(1).

117 | D a f t a r P u s t a k a

Nurchayati, N., & Ardiyansyah, F. (2018). Kajian Etnobotani Tanaman Famili
Zingiberaceae pada Masyarakat Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Jurnal
Biosense, 1(01), 24-35.

Peacock, J.L. (1998). The Antrophological Lens, Harsh Ligh, Soft Focus.
Cambridge: University Press.

Purwanto. (1999). Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia dalam
Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati.
Bogor : LIPI.

Qardhawi, Y. (2002). Islam Agama Ramah Lingkungan. Jakarta: Gema Insanni
Press.

Qamariah, N., Handayani, R., & Novaryatiin, S. (2018). Kajian Empiris dan
Etnofarmakologi Tumbuhan Hutan Berkhasiat Obat Asal Desa Tumbang
Rungan Kelurahan Pahandut Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
Anterior Jurnal, 18(1), 98-106.

Rahman, H. R., Anggadiredja, K., Gusdinar, T., Sitompul, J. P., & Ryadin, A. R.
(2019). Kajian Komposisi Kimia, Nilai Nutrisi, dan Etnofarmakologis
Tanaman Genus Kenari. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 6(1), 325-333.

Reece, J.B., dkk. (2011). Campbell Biology (9th ed.), hlm. 1144. San Francisco:
Pearson Education.

Rizki, R., & Leilani, I. (2018). Etnofarmakologi Tumbuhan Familia
Rhizophoraceae oleh Masyarakat di Indonesia. Jurnal Bioconcetta, 3(1).

Rohmah, M. (2013). Studi Etnobotani dan Persepsi Konservasi Tumbuhan dalam
Perspektif Islam oleh Masyarakat Desa Gubugklakah Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains
dan Teknologi, UIN Malang.

Rossidy, I. (2008). Fenomena Flora dan Fauna dalam Persepektif Al-Qur’an.
Malang: UIN Press.

Sarwiana, S., Munir, A., & Sudrajat, H. W. (2016). Kajian Etnobotani Rotan Batang
(Calamus zollingeri B.) Masyarakat Desa Matalagi Kecamatan Wakorumba
Utara Kabupaten Buton Utara. Jurnal Ampibi (Almuni Pendidikan Biologi),
1(3).

Setyorini, S. D., & Yusnawan, E. (2017). Peningkatan Kandungan Metabolit
Sekunder Tanaman Aneka Kacang sebagai Respon Cekaman Biotik. Iptek
Tanaman Pangan, 11(2).

Setyowati, F.M. (2010). Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku
Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. Media Litbang Kesehatan. XX(3).

118 | E t n o b o t a n i

Setyowati, L. (2019). Etnobotani Tanaman Agroforestry dan Persepsi Konservasi
oleh Masyarakat Adat Samin Dusun Jepang, Margomulyo Kabupaten
Bojonegoro (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).

Shihab, Q. (2002). Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Sofiah, W. (2014). Studi Etnobotani Tumbuhan Obat pada Masyarakat Kecamatan
Arjasa Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep Madura. Skripsi. Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.

Sugianto, A. (2015). Kajian Etnolinguistik Terhadap Peribahasa Etnik Jawa
Panaragan Sebuah Tinjauan Pragmatik Force. Prosiding Prasasti, 51-55.

Suparmini, S., Setyawati, S., & Sumunar, D. R. S. (2013). Pelestarian Lingkungan
Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora,
18(1).

Suriyani, I., & Kotijah, S. (2013). Kajian Islam dalam Masalah Lingkungan Hidup
di Kota Samarinda. Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul. Vol. 9. No. 1.
Kalimantan Timur: Hal. 71-78.

Suryadarma. (2008). Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Tamalene, M. N., dkk. (2016). Etnokonservasi Keanekaragaman Hayati :
Perspektif Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Suku Tobelo Dalam (Togutil).
Plantaxia. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Morfologi Tumbuhan, Cetakan 15. Yogyakarta: UGM
Press.

Tjitrosoepomo, G. (2011). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Walujo, E. B. (2017). Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan
Manusia dengan Tumbuhan dan Lingkungannya. Jurnal Biologi Indonesia,
7(2).

Wibowo, W.A., & Awang, S.A. (2013). Etnoekologi Perladangan dan Kehilangan
Karbon di Areal Konsesi PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah (Studi
Kasus Masyarakat Dayak Pangin, Dohoi, dan Melahui). Repository
Universitas Gadjah Mada.

119 | D a f t a r P u s t a k a

Winarno, R. (1992). Ekologi sebagai Dasar untuk Memahami Tatanan dalam
Lingkungan Hidup. Malang: IKIP.

Yustira, W., Amir, A., & Syahrani, A. (2016). Kosakata Tanaman Obat Tradisional
Masyarakat Melayu Sambas: Pendekatan Etnolinguistik. Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Khatulistiwa, 5(12).

Zen, S., Kamelia, M., & Noor, R. (2019). Pemanfaatan etnomedisin dari famili
Zingiberaceae pada masyarakat etnis Lampung Pesisir kabupaten Tanggamus
kecamatan Semaka provinsi Lampung. In Seminar Nasional Peningkatan
Mutu Pendidikan, 1(1).

120 | E t n o b o t a n i

BIODATA PENYUSUN

Berikut biodata singkat diri saya.

Nama : Isnaini Siwi Handayani

Tempat, tanggal lahir : Kulon Progo, 3 Agustus 1998

Agama : Islam

Motto hidup : Man Jadda wa Jada

Email : [email protected]

Pendidikan Formal:

1. SDN 1 PARENGGEAN

Angkatan tahun 2004 - 2010

2. SMPN 1 PARENGGEAN

Angkatan tahun 2010 - 2013

3. SMAN 1 PARENGGEAN

Jurusan IPA

Angkatan tahun 2013 - 2016

4. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Program Studi Tadris (Pendidikan) Biologi

Angkatan tahun 2016 - 2020

121 | B i o d a t a P e n y u s u n

Etnobotani merupakan kajian yang menarik dan bermanfaat untuk dibahas, karena
kajiannya berisi tentang pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
pribumi yang mana terdiri dari berbagai macam etnis atau suku bangsa dengan keunikan
budayanya masing-masing. Hal ini pastinya dapat menambah khasanah keilmuan dan
mendukung kelestarian alam dengan memanfaatkan kearifan lokal.

Etnobotani memiliki objek kajian berupa tumbuhan. Apabila ditinjau dari
perspektif Islam, Allah Swt. telah mengabarkan di dalam Alquran, bahwa Dialah yang
telah menciptakan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik di muka bumi ini untuk
menunjang kehidupan manusia dan hewan. Kemudian, sebagai wujud rasa syukur,
hendaknya manusia menjaga dan mengelola tumbuh-tumbuhan dengan baik, agar tetap
terjaga kelestariannya. Sebenarnya antara sains dengan Alquran itu saling berkaitan dan
suatu proses pembelajaran akan lebih bermakna apabila terintegrasikan keislaman.

Buku ajar ini memuat penjelasan mengenai definisi, sejarah, ruang lingkup dan
contoh kajian etnobotani. Buku ajar etnobotani terintegrasi Islam ini bertujuan untuk
membantu mahasiswa maupun dosen pada mata kuliah etnobotani, agar proses
pembelajaran bisa berjalan lebih efektif dan efisien.

122 | E t n o b o t a n i


Click to View FlipBook Version