The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by desi.bpdikjur, 2022-09-15 23:05:37

Pembelajaran Modul 1.4

Pembelajaran Modul 1.4

Pembelajaran 2.1: Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal

Tujuan pembelajaran:

● CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser
serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.

● CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.

● CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan
diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya
positif.

a) Perubahan Paradigma:

Kegiatan Pemantik:

Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas Anda
adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan
sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda
tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda. Tugas rekan
Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan Anda. Teman
Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi, menggoda, menggelitik,
bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka kepalan tangan Anda.

Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-masing
A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan
Anda B. Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?

1. Apakah Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
membuka kepalan tangan Anda?

2. Apakah Anda atau B menutup kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
tetap menutup kepalan tangan Anda?

3. Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol untuk

membuka atau menutup kepalan tangan?

Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua bervariasi,
antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan tangannya.
Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang menutup kepalan
tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan rekannya?
Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan tangan kita, apakah kita
membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung pada diri kita masing-masing,
sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.

Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian
hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa miskonsepsi tentang
makna ‘kontrol’.

Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang
mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan
dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan,
bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.

Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi
murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.

Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan
karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas
gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka
mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk
mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru
cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.

Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk
membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima,
selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu
pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk
jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan
teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku
Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah
kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir
tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek
tertentu tentang realitas”.

Stimulus Respon Teori Kontrol
Realitas (kebutuhan) kita sama. Realitas (kebutuhan) kita berbeda.
Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran
berbeda.
Kita mencoba mengubah orang agar Kita berusaha memahami pandangan
berpandangan sama dengan kita. orang lain tentang dunia.
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu Semua perilaku memiliki tujuan.
kesalahan
Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri
Anda.
Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.
Pemaksaan ada pada saat bujukan Kolaborasi dan konsensus
gagal. menciptakan pilihan-pilihan baru.
Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang

b) Makna Disiplin:

Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali
adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau
kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai
kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan
mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori
stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.

Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita
melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari
lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita
menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat
senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?

Bapak Ibu calon guru penggerak,

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita
yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai
yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah
memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan
terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi
nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.

Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama
dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa
kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat
bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan
mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?

Marilah kita baca artikel di bawah ini:

Makna Kata Disiplin

Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di
pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib,
teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan
hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus

dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu
tidak digunakan sama sekali.

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan
seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung
menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa

“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan
self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian
itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.

(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)

Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah
harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki
motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak
lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan
dari dalam diri kita sendiri.

Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:

mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan
tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin
berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal
dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang

murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti
suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi
intrinsik, bukan ekstrinsik.

Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan
disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang
menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan
bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita
mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu
pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka
pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;

“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya
hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam
umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.

(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 469)

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal
dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Referensi:

Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View
Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press
bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,

Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan
alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa
terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil
tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih
baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.

c) Nilai-nilai Kebajikan Universal

Bapak Ibu calon guru penggerak,

Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar
pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri
agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau
prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai nilai-
nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah
diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas
dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung
besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilai-
nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin
dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori
Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya
Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang
diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan
motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.

Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan yang
diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai
oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang sebelumnya
telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian institusi/organisasi saling
memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, dan
lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.

1. Profil Pelajar Pancasila
• Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
• Mandiri
• Bernalar Kritis
• Berkebinekaan Global
• Bergotong royong
• Kreatif

2. IBO Primary Years Program (PYP) ● Empati
Sikap Murid: ● Keingintahuan
● Toleransi ● Kreativitas
● Rasa Hormat ● Kerja sama
● Integritas ● Percaya Diri
● Mandiri ● Komitmen
● Menghargai
● Antusias

3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):
● Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
● Kemandirian dan Tanggung jawab
● Kejujuran (Amanah), Diplomatis
● Hormat dan Santun
● Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
● Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
● Kepemimpinan dan Keadilan
● Baik dan Rendah Hati
● Toleransi,
● Kedamaian dan Kesatuan

4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

Keterampilan Hidup

● Dapat dipercaya ● Tidak Merendahkan Orang Lain

● Lurus Hati ● Memberikan yang Terbaik dari Diri

● Pendengar yang Aktif

Petunjuk Hidup ● Berorganisasi ● Pemecahan Masalah
● Peduli ● Kesabaran ● Sumber pengetahuan
● Penalaran ● Keteguhan hati ● Tanggung jawab
● Bekerja sama ● Kehormatan ● Persahabatan
● Keberanian ● Memiliki Rasa Humor
● Keingintahuan ● Berinisiatif
● Usaha ● Integritas
● Keluwesan/

Fleksibilitas

5. The Seven Essential Virtues (Building Moral Intelligence, Michele Borba):
● Empati
● Suara Hati
● Kontrol Diri
● Rasa Hormat
● Kebaikan
● Toleransi
● Keadilan

6. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)

Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat
Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab
Kesantunan
Kebersihan Keadilan Pengabdian
Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana
Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur
Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi
Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya
Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati
Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan
Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati Pengertian

Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah
disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik. Bandingkan
dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah Anda. Adakah
suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-nilai kebajikan yang
Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari keyakinan sekolah atau
keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah. Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan
apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-keyakinan tersebut dapat dipahami, dan
diterapkan seluruh warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Tugas Anda
1. Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapatkan

suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian
menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah menjadi sebuah keinginan untuk
menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk
diri Anda? Apa yang Anda dapatkan, mengapa hal itu penting untuk Anda?
2. Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah yang
mendasari tindakan Anda? Apakah Anda hadir karena tidak ingin ditegur oleh pihak
panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran (menghindari
ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan Anda,
atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi? (mendapatkan imbalan
atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat,
menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab serta menghargai diri Anda sendiri
sebagai teladan bagi murid-murid Anda, guru-guru Anda, serta lingkungan Anda karena
Anda percaya, tindakan Anda sebagai pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh
lingkungan Anda (menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang
paling kuat mendasari tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi
antara dua motivasi?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang
sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda penghargaan
menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda akan tetap datang
tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.

5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?

6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada
murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?

Standar Pendidikan Nasional:

Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan
pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-
nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia
tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan
sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya
sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah
ditetapkan.

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang
berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan
pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang
diharapkan.

Pembelajaran 2.2: Teori Motivasi, Hukuman dan
Penghargaan, Restitusi

Tujuan Pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik yang
dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya.
● CGP dapat menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep pendekatan
restitusi.
● CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan konsep-
konsep tersebut di lingkungannya sendiri.

a) 3 Motivasi Perilaku Manusia

Eksplorasi Mandiri
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan
segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau
ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit
atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang
kita mau.

Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari
orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apalagi kira-kira alasan
orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari
kita baca artikel ini:

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi
perilaku manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi
perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan
terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari
permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis,

maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut.
Motivasi ini bersifat eksternal

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan
atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya
dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan
pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia
berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan,
atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-
nilai yang mereka percaya.
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya
melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai,
dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang
mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin
positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang
menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa
anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda
mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip
yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa?

Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka
telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan
terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi
nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru
untuk untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?

Tugas Anda
1. Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti Program. Guru

Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila Anda tidak mengikuti
program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah
atau penghargaan setelah Anda mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti
program ini karena Anda ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini,
misalnya menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada diri
Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan berdampak
jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara internal?
Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapat
penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya,
mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi sebuah pemahaman untuk menjadi guru
dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, dampaknya pada diri Anda?

2. Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah yang
mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu karena tidak ingin ditegur oleh
atasan Anda dan kemudian mendapat surat peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan
hukuman) atau Anda ingin mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat
penghargaan sebagai karyawan atau guru berprestasi? (mendapatkan imbalan atau
penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi orang yang menghargai waktu,
menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya,
tindakan Anda sebagai guru akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai

diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan
kombinasi dari dua motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan
tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji
Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda?
Jelaskan alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak
mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-
murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di
kelas dan sekolah Anda?

b) Hukuman dan Penghargaan

Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan:

Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran tersebut
berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku pelajarannya.
Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan Iva menjadi gugup, dan
tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat
berupaya menjawab. Seluruh kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap
dan terkejut tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva
menertawakan Iva yang tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju
ke depan dan berdiri di depan kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa
menjawab pertanyaan Pak Seno. Kelas makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat
Iva di depan kelas memegang ujung hidungnya.

Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda.
1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman atau konsekuensi?

Mengapa?

Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu
pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan

penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu
pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan
diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;
2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari
solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen,
1996).

Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu bertanya
dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di mana
persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan diberikan
suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu sendiri.
Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di belakangnya,
sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman merupakan identitas gagal.
Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian yaitu Disiplin dalam bentuk
Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih
rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

DISIPLIN

HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI

Sesuatu yang menyakitkan Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan
harus terjadi
Tidak nyaman untuk Menguatkan untuk murid/anak
Tidak nyaman untuk murid/anak untuk jangka dalam jangka waktu panjang.
murid/anak untuk jangka waktu pendek.
waktu panjang. ‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti.

‘Korban’ mendapatkan Murid/anak dibuat tidak Murid/anak mendapatkan
keadilan nyaman. penguatan.

Murid/anak akan tersakiti.

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

DISIPLIN

HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI

Perilaku pasif-agresif Penguatan hanya bertahan Masalah terpecahkan.
meningkat dalam jangka waktu pendek.

Sistem tidak akan berjalan Memerlukan monitoring Murid belajar bertanggung
bila murid tidak takut. dan supervisi terus menerus jawab untuk perilakunya.
dari guru.

Berlaku hanya pada sebuah Membantu penerapan Fokus pada pemecahan
institusi; tidak berlanjut mengikuti peraturan dalam masalah dalam jangka waktu
pada kehidupan nyata. masyarakat. panjang.

“Peraturannya “Apa peraturannya?” “Apa yang kamu yakini?”
adalah….kamu harus..” “Mampukah kamu “Apa yang bisa kamu lakukan
melakukannya? Terima untuk memperbaiki masalah
kasih”. ini?”

Murid/anak membenci Murid/anak menghormati Murid/anak menghormati
peraturan.
peraturan. dirinya dan orang lain.

NEGATIF NETRAL POSITIF

“Awas kalau dilakukan lagi “Lakukan apa yang “Apakah hal ini yang
sesungguhnya ingin kamu
ya, nanti awas kamu” saya katakan” lakukan?”

Mode Paksaan Stimulus-Respon Teori Kontrol

Mendorong menyalahkan Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif
diri Konsep Diri Baik Konsep Diri Kuat

Konsep Diri Buruk

Murid/anak belajar Murid/anak belajar Murid/anak belajar
memecahkan masalah.
menyembunyikan kesalahan taat peraturan.

Mencoba mengontrol anak Mencoba mengontrol anak Anak paham bahwa dirinya
dengan penguatan negatif dengan penguatan positif sendiri yang pegang kendali
(membayar impas kontrol.
kesalahan)

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

DISIPLIN

HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI

Dampak pada Murid: Marah, Kehilangan hak, waktu jeda Murid/anak tidak kehilangan
waktu, namun bersemangat
merasa bersalah, rendah diri, seorang diri (timeout), untuk memperbaiki diri

mengasingkan diri. penahanan (detention).

Tiba-tiba, tidak diharapkan, Sudah diketahui, Berupa undangan untuk
mengadakan restitusi
atau sangat melukai. masuk akal

Dibuat guru Dibuat oleh guru dan Dibuat oleh murid/anak
murid/anak

Menyakitkan, guru menjalani Membantu, guru Menguatkan, guru
menyebutkan keyakinan kelas,
konsekuensi dengan menyatakan peraturan, membimbing kerangka acuan
berpikir restitusi murid/anak.
menyalahkan, mengkritik, melakukan peringatan, dan

menyindir, merendahkan. menerapkan konsekuensi.

(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .

Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak
terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan.
Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima
suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum
atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti
oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah
dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh
pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima
bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu
pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur,
misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid
melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut
akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya.
Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap
guru di sini senantiasa memonitor murid.

Tugas Anda:
Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi, maka isilah
bagan di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang dinyatakan
di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman, konsekuensi?

Hukuman atau Konsekuensi?

TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU
KONSEKUENSI

Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan
terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat
hadir di sekolah.

Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.

Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak
menggunakan masker ke sekolah.

Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-
coret.

Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena
mengobrol dengan teman.

Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena
tidak menggunakan sepatu warna hitam sesuai peraturan
sekolah.

Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu,
karena tidak bisa menjawab pertanyaan.

Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena
tersenggol pada saat belajar.

Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan
tugas, karena terlambat datang dan tertinggal pelajaran

TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU
KONSEKUENSI
selama 10 menit.

Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat,
tidak diizinkan bermain oleh guru piket, karena
mencederai teman saat bermain di lapangan.

Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan
diminta untuk tinggal 15 menit sesudah kelas usai untuk
membahas ketertinggalan pembelajaran.

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat
10 menit untuk pelajaran PJOK.

Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil
kawannya.

c) Dihukum oleh Penghargaan:

“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah
kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab,
atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru,
atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,
kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,
atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.”

(Alfie Kohn)

Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan:
Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri
antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat
usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat
mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu

cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap
murid-muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi
murid-muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi
antri di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya
menyambut tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan pintu agar
mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu,
karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai
pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak
mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam
istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi, mengapa?

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.1, kira-kira apa

motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi

penghargaan stiker bintang? Jelaskan.

Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995)
mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku
seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut
Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya selama
ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum
seseorang.

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang

● Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang
kita inginkan, dalam jangka waktu pendek.

● Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan
bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari
dalam.

● Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka
selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita
pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.

Penghargaan Tidak Efektif.

● Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang
dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan
mendapatkan penghargaan yang diinginkan.

● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka
saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan
berusaha sekeras sebelumnya.

● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu,
maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin
orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.

● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet
menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.

Penghargaan Merusak Hubungan

● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka
yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai
orang yang diberikan penghargaan tersebut.

● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya,
besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan
gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.

● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan
menciptakan kecemasan.

● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.

Penghargaan Mengurangi Ketepatan

Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9
tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan
mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda.
Gambar-gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan
(dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara
sebagian yang lain tidak.

Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.

Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka
diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali
muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban
yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka
benar.

Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat
dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.

Penghargaan Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik
di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan
sebuah artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i
tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa
mahasiswa/i yang dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu
hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil
kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus
berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.

Penghargaan Mematikan Kreativitas
● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa

mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok
murid-murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak
diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.
● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih
lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu
penghargaan.

Penghargaan Menghukum

● Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan.
Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua
akan merasa paling ‘dihukum’.

● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena
keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.

● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama,
penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.

● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda

akan merasa dihukum.

Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)
● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan

kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya
dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia
telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan
kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah
merupakan sebuah penghargaan.
● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang
merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil
kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.

Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for
Excellence in Education, 2006.

Tugas Anda:
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum ke dalam
kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil penelitian yang
dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. Pilihlah dua kotak yang berisi pernyataan atau
hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan Anda
terhadap pernyataan/hasil penelitian yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2
tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.

d) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif

Pertanyaan Pemantik
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,

● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda
akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya?

● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji
penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui
teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya taksi
Anda menuju ke tempat tersebut?

● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada
perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah
Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?

Eksplorasi Mandiri
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan untuk
memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda adalah akan menolak
semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa. Lupakan saja.

Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman atau
merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari cara bagi
orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada pada cara mereka
membayar akibat dari kesalahan mereka daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat
kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar.

Bapak Ibu guru penggerak,
Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan Anda
lakukan?

● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu

lakukan?”.
● Mengkritik dan mendiamkannya

Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda
merasa menjadi anak yang gagal.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan
kesalahan? Mari kita baca artikel ini:

Restitusi

Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi
untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka
inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen,
1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan
memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana
berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun
tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka
percayai. Sebelumnya di modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada
dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan
mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai
dirinya. Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga
menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari
teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka
melakukan kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu
bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar
dari pengalaman untuk membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan
untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin
lainnya.

● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari

kesalahan
Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan
untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki
kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana,
maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal
yaitu untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya
yang lebih bersifat internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya setelah
menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan
situasi itu sehingga merasa lega karena seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.

Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat
salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus
kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai
hukuman, maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi
impas. Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya
akan tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak
membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.

Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus
kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan
kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang
berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya.
Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga
bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain
dengan kebaikan yang ada dalam diri kita.

Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan,
mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di
masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.

● Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi
juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa
dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan

pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi
jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka
pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka
bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan
mereka pada orang yang menjadi korban.

● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila
guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi
kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka
konsekuensi yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan
melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau
menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan
percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka
pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu
boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan
dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh
karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid
bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata,
“Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah
berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan
mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”

● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri
Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan
murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya
pada mereka:
● Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah
menjadi orang yang seperti itu?
● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan
orang lain?
● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu
memegang nilai ini?

● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu.
Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat
mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka
inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi,
apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.

Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan

Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami
dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang
memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika
murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang
mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka
mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya
kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu
banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan
kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan
bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.

Restitusi diri adalah cara yang paling baik

Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser
menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak
bahagia akan mengevaluasi orang lain.

3 Tahap Evaluasi Diri:

1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang saya lakukan adalah

● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan

● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya akan
● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu

butuhkan
● Saya akan bicara lebih lambat
● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
● Menyampaikan pemahaman saya padamu

Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan
lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.

Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10
orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari
10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk
menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan
kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini
menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana?

Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan

Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru
membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak
terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara
tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan
lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.

Restitusi menguatkan

Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?
Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat
kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya
bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa
murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat

kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?

Restitusi fokus pada solusi

Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus
pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang
salah.

Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya

Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari
kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan
mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak
itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor,
ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.

Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau
mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan
mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib
generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus
hubungan dengan kita.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya
bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita
seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha
mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.

Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane
Gossen, 2008

Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas

Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan

arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik
atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
• CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan
kelas.
• CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang
dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.

Pertanyaan Pemantik:
1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif?
3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?

Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan

roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’).
• Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?

(Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’).

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu
nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar
belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya
pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan
seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian
peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan
memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai
kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut
sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka
tanpa memahami tujuan mulianya.

Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang
nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan sekolah
atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Seperti telah
dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu
perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat
mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan. Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi
telah diberikan contoh-contohnya pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau
kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah
atau pun keyakinan kelas.

Tahapan menciptakan Program Kebajikan
1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran 2.1).
2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah Anda. Curah

pendapat dalam kelompok.
3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali dalam

kelompok utama.
4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda.

Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh

semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat

kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Tugas Mandiri:
Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang tercantum
di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan nilai-nilai lintas
budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas,
kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan,
kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada
peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di masyarakat.

Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju
Kembalikan barang ke tempatnya
Dilarang Mengganggu Orang Lain
Hadir di sekolah 15 menit sebelum
pembelajaran dimulai
Dilarang Melakukan Kekerasan
Dilarang Menggunakan Narkoba
Bergantian atau menunggu giliran
Dilarang Merokok
Gunakan masker
Berjalan di kelas dan koridor

Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:

1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah

pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.

2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas

besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat

hasil curah pendapat.

3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’.

Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.

Contoh

Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.

Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.

4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati

bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan.

Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau

keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru,

Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling

Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam

daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk

peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.

5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa

peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan

keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa

berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan

sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.

6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan

meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas

tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.

7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang

mudah dilihat semua warga kelas.

Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan Kelas 1

● Setiap anggota kelas perlu belajar.
● Setiap anggota kelas perlu senang.
● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas.
● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai.
● Setiap anggota kelas perlu merasa aman.

Keyakinan Kelas 5
● Selalu bersikap positif.
● Senantiasa menjadi diri terbaik.
● Percaya dan menghormati orang lain serta barang
miliknya.
● Berkomitmen terhadap setiap tugas.
● Senantiasa membantu.

Keyakinan Kelas 7
HORMAT

Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati
semua orang dan barang milik orang lain

BEKERJA
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan

segala pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah
ditugaskan.

DITERIMA DAN DIMILIKI
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa diterima
pada suatu kelompok dan saling peduli satu dengan yang lain.

Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam
keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk
pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.

Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas:
a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:
Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas. Salah
satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan salah
satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa mendapatkan keyakinan
yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok diminta untuk bercurah pendapat
tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah
pendapat setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di
sekeliling dinding kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7:

HORMAT

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Datang tepat waktu Sering hadir terlambat

Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru

Mengembalikan barang teman yang Tidak mengembalikan barang yang
telah dipinjam dan mengucapkan telah dipinjam dan meletakkan
‘terima kasih’ sembarangan.

……………………………….. dst …………………………….. dst

BEKERJA

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak acuh.

Menyerahkan tugas tepat waktu. Tugas tidak diberikan

Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas.

…………………………… dst ……………………………. dst

RASA DITERIMA DAN DIMILIKI

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita.

Memberikan kata-kata atau komen- Marah atau iri atas keberhasilan
komen membesarkan hati bila teman teman-teman kita.
kita berhasil.

Menjenguk atau menanyakan kabar Acuh tak acuh terhadap teman yang
teman yang kurang sehat atau sedang sedang kurang sehat atau mendapat
mendapat musibah. musibah.

…………………………….. dst …………………………….. dst

Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7.

TERDENGAR

Satu orang berbicara
“Yuk, saya bantu”
“Kita bisa selesaikan ini bersama’
“Terima”, “Tolong ya” “Permisi”
“Boleh saya pinjam?”
“Nanti akan segera saya kembalikan”

TERLIHAT BERPERILAKU

- Berempati terhadap perasaan - Tersenyum ramah
orang lain. - Memberikan salam hormat (berjabat
- Memegang barang milik orang lain tangan, namaste, meletakkan tangan
hanya dengan izinnya. di dada, salim)
- Mendengarkan dengan saksama - Memberikan ruang bekerja
- Senantiasa berbuat baik - Postur tubuh yang tenang
- Berbagi

Tugas Mandiri:

Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T.

Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut, tampak

seperti apa dan tidak tampak seperti apa?

Bersikap Positif

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

● AAA ● AAA
● AAA ● AAA
● AAA ● AAA
● dst ● dst

Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

● AAA ● AAA
● AAA ● AAA
● AAA ● AAA
● dst ● dst

Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: "setiap anggota kelas
melakukan tugas". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan lakukan dalam format Tabel
Y, seperti di bawah:

Setiap anggota kelas melakukan tugas

Terdengar

Terlihat Berperilaku

b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid):

Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas, adalah
mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab serta hak
seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang menumbuhkan
murid yang merdeka:

“...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga dapat
menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal ini termasuklah
juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain (Ki Hadjar Dewantara,

buku kuning, hal.4.)

Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi tentang
tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan Bukan Tugas
Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah langkah yang dapat
dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.
2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-Tugasnya

Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan...
3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara:

● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas bercurah

pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun murid.
4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat

dilihat seluruh warga kelas.

Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)

Guru Murid

Tugasnya... Tugasnya...

● mengajar ● belajar
● mendidik ● mencoba
● menjawab pertanyaan ● menghasilkan yang terbaik dari diri
● memberi nilai ● bertanya jika tidak paham
● mengatur kelas ● mengikuti peraturan
● menegakkan peraturan ● menjalankan keyakinan kelas
● mendengarkan
kelas/sekolah ● memeriksa tugas kembali
● menjalankan keyakinan kelas ● ………………..
● peduli terhadap semua murid
● …………….. Guru

Guru

Tugasnya bukan… Tugasnya bukan…

● menyakiti atau disakiti ● menyakiti atau disakiti
● memaksa kamu untuk belajar ● mengeluh
● merapikan barang-barang murid ● merusak barang pribadi/orang lain
● menyiapkan makanan atau barang- ● melakukan tugas guru
● memutuskan untuk teman kamu
barang alat tulis ● ………………...

● ………………….

Tugas Anda:
Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah Anda, atau
bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang Tua-Tugas Anak).
Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau rumah untuk membangun
lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya menjadi suatu budaya positif.

Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia
Berkualitas

Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik

murid maupun guru
• CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran

peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan
• CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan

lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.

Pertanyaan Pemantik:

Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah
satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan
mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika
Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-
kira apa alasan Doni melakukan hal itu?

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,

Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin
positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar
mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni.
Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan dasar
manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan disiplin positif
yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu tujuan dibalik sebuah
perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’ dibalik perilaku mereka,
salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William
Glasser dalam “Choice Theory”.
Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep 5

Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini.

5 Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah
usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan
apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih
sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun),
dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya
dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya,
mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.

Kebutuhan Bertahan Hidup
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai
bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.
Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman.
Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah

karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka
kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk
bertahan hidup (survival).

Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)

Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan
untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk
tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman
kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi
biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan
orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman
sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.

Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal
temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika
temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang
tuanya, sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang
sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.

Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)

Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita,
didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk
dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian,
kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk
meninggalkan pengaruh.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu
ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan

merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan
selalu ingin mencapai yang terbaik.

Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya
jadi takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang
berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.

Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)

Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan
dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan
kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka
mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan
menarik.

Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal
makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal
yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka
ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.

Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain,
dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka
bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.

Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati
apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang
disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka
melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka
masih terlihat lucu.

Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan
ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya

dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhannya akan kesenangan.

Disarikan dari berbagai sumber

Bapak Ibu Calon Guru Penggerak,

Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila
mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa melanggar
peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan.

Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan
penguasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk
memenuhi kebutuhannya akan penguasaan, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan
bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya
dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti.

Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan kasih sayang dan
rasa diterima tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan
memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa membangun
kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.

Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid,
namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan
kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru
mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan, atau
kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh
guru ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu? Kalau begitu, apa yang dapat
dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam
rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif?

Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat
mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif
dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang
positif.

Tugas Mandiri
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

Lingkaran Kebutuhan Dasar:

1. Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda. Isilah setiap
bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang dapat memenuhi setiap
kebutuhan dasar itu, dari kasih sayang dan rasa diterima, penguasaan, kesenangan, atau
kebebasan.

2. Bila Anda mendapat empat gelas yang masing-masing diberi label kasih sayang dan rasa
diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan, mana gelas yang paling penuh dalam
diri Anda? Mana yang dianggap paling terpenuhi, setengah terpenuhi, atau seperempat
kosong? Apa yang menghalangi gelas yang paling sedikit untuk terisi lebih banyak?

3. Sebutkan kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi?.
a. Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis
dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya. Menurut Anda,
kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini? Bila
Anda berada dalam posisi Ibu Rani, dan mendengar informasi dari Ibunya Dinda

tentang perasaan Dinda hari itu, apa yang akan Anda lakukan pada Dinda besok ketika
Dinda masuk sekolah agar kebutuhan Dinda terpenuhi?

Jawaban Dinda Kebutuhan Tindakan Anda

“Ibu guru bilang, aku tidak boleh Kesenangan
bersenandung sewaktu mengerjakan tugas,
katanya kelas harus tenang, tidak ada
suara. Kan nggak seru jadinya”.

“Ibu guru tidak menyapaku hari ini, Kasih sayang

padahal aku pakai jepit rambut baru”. dan rasa

diterima

“Aku bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu Kebebasan
aja..dengerin Ibu Guru aja”.

“Aku sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu Penguasaan
guru nunjukin ke teman-temanku di depan
kelas”.

b. Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai
mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat
senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar.
Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil,
ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi?

Jawaban Dimas Kebutuhan

“Aku merasa bangga dan Penguasaan*
keren”.

“Biar bisa jalan-jalan naik Kasih sayang dan rasa diterima*

mobil sama teman-temanku.”

“Aku senang bisa pergi ke Kebebasan*
tempat-tempat yang aku
suka.”

“Menyetir mobil itu seru.” Kesenangan*

c. Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu.
Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam
diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang juga
diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit, anak kelas
10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah, sakit demam
berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri acara technical
meeting lomba debat di hari itu.

Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit.
Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di
pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri
technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim debat
yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih debat.
Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia menjadi juara umum.
Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih percaya diri, tidak pemalu dan
pendiam lagi.

Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada
jam istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga
semakin rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua
klub debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya
bertambah dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah. Kira-kira
kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah?
Jelaskan. Apa peran guru dan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar Ichsan?

d. Pak Zulfikar adalah kepala sekolah yang baru ditugaskan di SMP Bina Generasi Muda.
Sejak kedatangannya di sekolah itu, Pak Zulfikar mencoba untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan di sekolah tersebut. Sebagian besar guru-guru dapat menerima
kehadiran Pak Zulfikar. Namun, ada beberapa guru yang selalu bereaksi negatif pada
kebijakan-kebijakannya, dan dengan frontal mengemukakannya di rapat guru
mingguan, salah satunya Pak Maliq. Dalam rapat guru mingguan, Pak Maliq seringkali
mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pak Zulfikar tanpa argumen
yang kuat. Rekan-rekannya sesama guru heran dengan perilaku Pak Maliq ini karena
sebelumnya ia dikenal sebagai seorang guru yang selalu mengikuti kebijakan kepala
sekolah bahkan selama ini cenderung diam bila di rapat guru. Pak Hanafi, sahabat Pak
Maliq, mencoba mendekatinya dan menanyakan apa yang menyebabkan ia bertindak
seperti itu.

Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Pak Maliq. Identifikasi
kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh Pak Maliq jika responnya seperti di kolom
sebelah kiri. Bila Anda berada dalam posisi Pak Zulfikar, dan mendengar informasi
dari Pak Hanafi tentang alasan Pak Maliq melakukan hal itu, apa yang akan Anda
lakukan pada Pak Zulfikar agar kebutuhannya terpenuhi?

Jawaban Pak Maliq Kebutuhan Tindakan Anda

“Iseng aja sih aku sebenarnya. Aku (Kesenangan)
senang lihat kepsek baru itu
kebingungan kalau kutanya-tanya di
rapat.

“Ya biar dia kenal sama aku dan aku ingin (Cinta dan Kasih
nantinya bisa deket sama dan dan kerja sayang)
bareng sama dia, kayaknya orangnya
baik sih.

“Saya sebenarnya gak paham beliau (Penguasaan)
bicara apa tadi Pak Zulfikar, makanya
saya tanya-tanya saja, daripada saya


Click to View FlipBook Version