51 biasanya disebut dengan uwai sulili, namun letaknya lebih kedalam, hingga saat ini penulis belum sempat mengunjungi tempat tersebut. 10. BUTTU LAJAMPI (GUNUNG YANG PINCANG) Pada zaman dahulu kala perkembangan pemukiman pada suku to dakka terdapat di beberapa daerah salah satu di antaranya adalah di Buttu Lajamping. Di buttu lajamping itulah terjadi peristiwa tragis bagi masyarakat Todakka yang tinggal di situ, di mana pelanggaran wasiat yang telah di amanahkan tokoh Todakka kepada siapa saja dari turunan Todakka atau bukan, di mana wasiatnya " jangan ada yang buka penutup kandang burung tekukur ini sambil tertawa, apabila di lakukan maka terjadi bencana besar", itulah bunyi wasiatnya. Seiring dengan perjalanan waktu ke waktu masyarakat Todakka yang mendiami buttu Lajamping hidup dalam kemakmuran dan kebahagian pada zamannya, sehingga banyak orang yang datang bertamu kerumah-rumah orang Todakka yang secara umum sangat ramah dan baik hati. Namun pada suatu
52 waktu ada tamu yang dari tanah Toraja tidak sengaja membuka penutup kandang burung tekukur itu sambil tertawa terbahak-bahak, pelanggaran wasit terjadi di buttu Lajamping akhirnya musibah datang dengan runtuhnya sebagian gunung lajamping kedalam bawah tanah sehingga gunung lajamping terbagi dua akibat keruntuhan tersebut. Perkampungan yang runtuh itu disebut Tondo Loppo/Tonro Roppo, Ungkap Jiring salah satu tokoh masyarakat Todakka dari Pelitakan. Buttu Lejampi Fhoto : Muhammad Hasbi
53 Di buttu lajamping, penulis memiliki seorang guru spiritual yang pernah menggarap sekaligus memiliki sebidang kebun yang ada di buttu lajamping tersebut yang bernama Tomamman, beliau mengajarkan kepada saya, bahwa jangan pernah mengambil sesuatu kalau itu bukan milikmu, bersahabatlah dengan alam, agar alam mencintaimu. suatu ketika penulis tanya kepada beliau, mengapa tidak pake baju kesawah, nanti digigitki nyamuk atau kulitmu terbakar kena sengat matahari panas disiang hari, spontan beliau menjawab, nyamuk akan hanya mengambil haknya yang ada pada saya, akupun tulus memberinya dengan menggigitku, namun gigitan nyamuk itu tidaklah sakit aku rasa apalagi membahayakanku, karna aku bersahabat dengannya. Begitu juga dengan sengat matahari aku tidak merasakan panasnya, apalagi kulitku takkan terkelupas oleh sinar matahari tersebut karna aku bersahabat dengannya. inilah salah satu nasehat beliau kepada penulis dari sekian banyak nasehat-nasehatnya dalam menjalani kehidupan didunia ini.
54 11. BUTTU TADA-TADA (GUNUNG YANG MENEGADA) Buttu Tada-Tada Fhoto : Muhammad Hasbi Dalam lintasan sejarah peradaban suku Todakka tempo dulue, banyak nama gunung yang di tempati dalam mangarungi kehidupannya di dunia ini, baik ditempati sebagai pencaharian kehidupan, ritual adat atau ritual religiusitas maupun di tempati pemakaman mereka. Buttu Tada-tada adalah salah satu gunung yang bernilai tinggi bagi masyarakat Todakka dalam menapaktilasi
55 sejarah peradaban nenek moyangnya. Pada buttu Tadatada telah dikuburkan salah satu tokoh Todakka bahkan ada yang menyebut nenek moyang suku Todakka dikuburkan di buttu tada-tada. Buttu tada-tada ada yang mengartikan sebagai gunung yang menegadah, itulah sebabnya banyak orang Todakka tempo dulue banyak yang datang kesana berdoa karna dianggap memiliki keistimewaan. suatu ketika ada peristiwa aneh yang terjadi ketika Tradisi “massorong” tradisi menghidangkan makanan untuk makan ramai-ramai di gunung tada-tada yang dibaca-bacai oleh ustaz, sanro atau orang yg di tuakan. Suatu ketika makanan yg di atas baqi/tempat hidangan makanan mau di angkat ketempat lain untuk makan ramai-ramai, namun terjadi peristiwa aneh, dimana baqi itu tidak mau terangkat dari tempatnya sehingga ributlah yang hadir, maka seketika itu ada orang tua berdiri dan berkata, biarkan dulu lama-lama karna nenek moyang suku Todakka lagi sementara menikmati hidangan itu. Setelah didiamkan beberapa saat barulah baqi itu dapat terangkat dari tempatnya. (resapan penulis dari beberapa informan di antaranya Aki, mukhlis, Kakmi tokoh mayarakat Todakka).
56 12. BUTTU TARAJONGA. Buttu Tarajonga adalah salah satu gunung yang dijadikan orang Todakka tempo dulue mencari jonga(kijang/rusa). Di gunung Tarajonga itu pada zaman kerajaan Todakka dahulu kala banyak sekali rusa/kijang di butu tarajonga itulah sebabnya sehingga diberi nama gunung rusa. Pada zaman dahulu memiliki tanduk rusa merupakan suatu kebanggaan tersendiri yg memilikinya apalagi yg banyak tanduknya yg berjenjeng. Pemangku adat tempo dulue salah satu makanan pavoritnya adalah jonga Menurut pua' syamsi bahwa apabila masuk dalam buttu tarajonga dan tidak melihat jalan pulang atau keluar maka akan ketemu dg kapal perahu yg konon kabarnya perahu itu milik nenek moyang suku Dakka yg memiliki nilai megic yg tinggi, itulah sebabnya orang dakka yg memburu jonga dan hilang ketika melihat perahu itu maka dapatlah keluar dari hutan gunung tarajonga. Menurut pua' lausu mengatakan bahwa buttu tarajonga adalah salah satu gunung yg ditempati untuk memantau
57 pergerakan musuh-musuh yg mau menyerang orangorang Dakka. 13. JOMBOTONG LAMUPIRRI Jambotong lemopirri Fhoto : Nurdin Jombotong lamupirri adalah salah satu persaksian sejarah yang membawa nuansa mistik pada zama dahulu kala. Sebelum menjadi jembatan seperti sekarang ini yg terbentang gagah perkasa karna dikerjakan dengan tehnologi moderen, dulu isa jembatan kayu yang gampan patah dan rusak .namun disisi lain ternyata air yang ada
58 di lamopirri itu kadang tercium oleh orang yg lewat dg bau busuk seperti bau kencing manusia,, pahal tempat itu jauh dari perkampungan manusia. itulah sebabnya airnya disebut uai lamopirri(air yang bau seperti bau kencing). Mukhlis mengatakan bahwa tempat itu dahulu kala sangat menakutkan karna kiri kananya ditumbuhi pohon rumbiah dan pohon aka-aka. itulah sebabnya Sungai itu banyak buyanya pada saat itu. Di tanah todakka itu ada dua air yg aneh yaitu uai lamopirri dan uai lotong dan di daerah Arab ada air merah. Inilah mesteri alam yg menarik untuk dikaji dan teliti. 14. BUTTU PARONRONGON Di hamparan alam ini yang terdiri dari pegunungan dan lautan ternyata mempunyai cerita tersendiri yang disematkan oleh masyarakat disekitarnya, seperti halnya penamaan sebuah gunung. Di Tanah Dakka sendiri tersemat sebuah nama gunung yang mempunyai cerita tersendiri yang masyrakat Todakka mengenalnya dengan sebutuan buttu paronrongon, konon diceritakan dari turun temurun bahwa di gunung inilah merupakan tempat dari seorang Tomakaka yang terkenal
59 dengan nama Tomakaka banato/benato untuk melihat hamparan luasnya wilayah adat yang di tempatinya, dan di tempat ini pulalah Tomakaka gunakan untuk melihat kerbaunya ketika sedang pergi mencari makan ataupun kerbaunya untuk pergi Mittompong/berkubang, dikarenakan gunung ini terbilang tinggi dan strategis untuk melihat sekelilingnya. Selain itu pula ada keyakinan yang lain bagi masyarakat Todakka jaman dahulu tentang gunung ini yaitu dijadikan sebagai kompas alam dikarenakan ketika ada masyarakat todakka bepergian yang dahulunya daerah ini masih hutan dan rawa jika tersesat atau dalam bahasa Dakkanya PUSA, jika sudah melihat puncak gunung ini maka dapat melihat arah jalan untuk kembali.
60 BAB III RAGAM BUDAYA DAN TRADISI TODAKKA 1. BULLEONG / KERANDA MAYAT Bulleong Karua Fhoto : Muhammad Hasbi Dalam masyarakat todakka yang menganut paham adat mappuraondro dalam kesehariannya tidak terlepas dengan pengaruh adat dan budaya, salah satu diantaranya yaitu pemahaman tentang pemakaiang bulleong/keranda mayat yang digunakan dalam acara kematian. bulleong itu sendiri bertingkat tingkat ada yang dikatakan bulleong appa dan bulleong karua dan juga ada yang dikatakan bulleong lima/pala’. Dalam penggunaan bulleong ini ada tata cara yang mengatur, dan tidak serta merta digunakan oleh sebagian masyarakat todakka pada jamannya. Salah
61 satu aturan yang berlaku pada jamannya yaitu penggunaan bulleong karua itu harus di barengi dengan pemotongan hewan berkaki empat misalnya kambing atau kerbau minimal satu ekor. Bulleong ini pada jaman awalnya menggunakan botong kalosi / pohon pinang, dan kemudian siring berkurangnya botong kalosi maka digantikan dengan abo’/bambu yang masih mudah di dapat di masyarakat. Namun seiring berkembangnya jaman dan masuknya pemahaman agama sehingga mengakibatkan adanya pergeseran pengunaan bulleong ini. 2. DOKELLANGI’ Para pemimpin suatu kaum jaman dahulu mereka masing – masing mempunyai ciri khas tersendiri, seperti pula halnya dengan pemimpin kaum suku todakka pada jamannya juga mempunyai ciri tersendiri dengan mempunyai sebuah senjata yang melegenda yang biasa orang – orang todakka menyebutnya dokellangi’ atau tombak langit. Cerita tentang senjata pusaka ini sudah hampir terlupakan dikarenakan sudah hilngnya pusaka tersebut entah kemana dan kurangnya minat orang –
62 orang todakka menggali sejarah kebesaran suku todakka pada jamannya. Pusaka dokellangi menurut riwatnya merupakan sebuah senjata yang sangat ampuh dalam mempertahankan dan melindungi eksistensi keberadaan suku todakka dari kehancuran oleh beberapa ekspansi suku lain. Diceritakan asal usul dari dokellangi ini merupakan senjata yang bukan turun langsung dari langit melainkan bahan dasar pembuatan senjata ini. Dalam keyakinan orang – orang suku todakka ketika melihat kilat yang menyambar sebuah pohon maka diyakini di pohon tersebut telah jatuh sebuah besi yang dibawa oleh kilat tersebut. Oleh karna itulah pada waktu terjadi hujan badai pada hari jum’at di tanah todakka guntur dan kilat saling berganti atau dalam bahasa todakkanya urongguttu ada kilat petir yang menyambar sebuah pohon yang biasa orang todakka menyebutnya to’barana, dengan seketika itu pula pemimpin suku todakka ini langsung pergi kepohon tersebut dan menggali tanah di sekitar pohon tersebut dan menemukan sebuah besi, dan dari besi itulah
63 kemudian ditempa dan dijadikan ujung tombak dokellangi’. Ukuran mata tombak dokellangi ini panjangnya di perkirakan sejengkal tangan dari pemimpin todakka ini. Setelah itu pemimpin ini mencari sebuah kayu sebagai penopang mata dokellangi ini dari pohon kayu hitam atau todakka biasa bilang nanna’na kaju malotong. Kemudian dibuatlah sedimikan rupa dan menyatukan mata tombak dengan gagang tombak lalu di ikat dengan logam emas di pertemuan gagang dan mata tombak yang dihiasi pula dengan batu hitam dan kemudian dibalut dengan kain berwarna kuning putih atau bahasa todakka’na gollong batu malotong isio kaeng mariri makebo, diperkirakan tinggi dari dokellangi tersebut sama dengan tinggi pemimpin todakka tersebut yang tingginya kurang lebih dua meter. Kehebatan dan kekuatan dari dokellangi ini sangat berguna bagi pemimpin saat itu diantara kehebatanya yaitu dapat mendatangkan hujan, dikisahkan waktu terjadi kemarau berkepanjangan di tanah todakka hingga sumber air berkurang dan salu dakkapun mulai
64 mengering. Warga todakka pun mulai resah hingga dia menghadap ke pemimpin dan mengutarakan masalah yang di hadapi, akhirnya sang pemimpin tersebut mengambil dokellangi tersebut dan menghentakkannya ketanah sebanyak tiga kali dan seketika pula langit mendung dan akhirnya hujanpun terjadi. 3. PAPPAPI / KIPAS KEMATIAN Dalam sebuah tradisi pemakaman setiap suku mempunyai tata cara yang berbeda – beda, dalam narasi berikut sedikit membahas tentang rangkaian peralatan yang di gunakan dalam mengantar jenasah ke tempat peristirahatan terakhirnya oleh suku todakka yang menganut paham adat mappuraondro di kenal dengan istilah PAPPAPI / KIPAS KEMATIAN. Pappapi ini terbuat dari bebarapa rangkaian bahan diantaranya batang pohon rumbia yang masih muda dengan bilah bambu yang kemudian di bungkus oleh kasa/ kain kafan. Pappapi ini diguanakan jauh sebelum agama islam masuk ketanah todakka. Pappapi ini juga merupakan sebuah simbol adat budaya yang masih eksis hadir di setiap
65 acara pemakaman orang – orang Todakka, dan juga sebagai penanda status drajat seseorang. Pappapi Fhoto : Muhammad Hasbi Dalam adat mappuraondro Pappapi juga ini terdiri dari atas dua bentuk, ada yang berbentuk pipih dan ada juga yang berbentuk lo’long/payung. Dalam pemakaian jumlah pappapi ini ada aturan yang mengatur sehingga jika dalam pemakaian pappapi tidak sesuai dengan jumlahnya maka akan mendapat teguran dari pemangku adat dan masyarakat sekitar, dan juga para
66 pembawa pappapi ini juga mempunyai aturan khusus dimana pappapi harus di bawa oleh wanita dan harus memakai kundrai bate’. dan lo’long di bawa oleh laki – laki. pappapi juga ini harus juga sesuai dengan bulleong/keranda yang di gunakan. 4. PASSAPU ( PASSIO ULU ) Passapu atau pengikat kepala merupakan sebuah benda yang digunakan hampir di setiap suku yang ada di nusantara, passapu mempunyai banyak ragam bentuk mulai dari kain kecil panjang hingga kain persegi panjang yang lebar yang diikatkan di atas kepala seorang laki-laki. Dalam keseharian todakka jaman dahulu setiap tommane yang akan meninggalkan rumah tidak lupa memakai passapu ( passio ulu ) dikarenakan itu sudah menjadi budaya nenek moyang dan turun temurun tetap diajarkan ke setiap anak penerusnya. Passapu merupakan juga sebuah benda berharga yang wajib dimiliki oleh setiap laki-laki bagi orang dakka. Dalam filosofi orang Todakka memakai passapu
67 mempunyai makna yang sungguh besar yaitu dalam bahasa dakkanya “ulu iyamo tubu kaminang ijagai apa’ dio monongngi iyamo na ibukku tarrui ke meloi tau missubung” yang artinya : “kepala merupakan bagian tubuh yang penting karna semua hal ada disana maka jikalau hendak keluar selalu di tutupi” Passapu juga selain melindungi kepala juga merupakn ajang seni dalam berkreasi dalam menutupi kepala, sehingga dalam suku todakka passapu mempunyai beragam bentuk pengikat kepala, mulai dari melilit kain yang tak beraturan hingga lilitan kain passapu yang mempunyai nilai filosofi. Menurut ALAWI yang salah satu tokoh todakka mengatakan, passapu digunakan juga sebagai simbol dalam keseharian, passapu yang digunakan oleh INDRO ARUONG ada 2 model lilitan yang sering digunakan pada waktu dulu yaitu model lilitan yang mempunyai ujung runcing di depan dan lilitan dengan ujung yang runcing di samping. Menurut beliau jika ujung passapunya runcing didepan dia mengatakan bahwa INDRO ARUONG akan melakukan pelantikan atau mengangkat seseorang menjadi pemimpin misalnya mengankat ARUONG dan
68 mengangkat PUNGGAWA di setiap daerah todakka. Selain lilitan yang mempunyai ujung di depan atau di samping, lilitan passapu bagian belakang pun tidak sembarang karna passapu menurut beliau tidak boleh di ikatkan namun di lilitkan. Jika runcing disamping berarti keadaan biasa-biasa saja, penutaran beliau diaminkan oleh HAMMA bin LAUNU. Salah satu model Passapu Fhoto : Muhammad Hasbi
69 Terlepas dari itu ketika laki – laki todakka ingin bepergian namun tak sempat membawa passapu biasanya yang digunakan adalah kain sarung yang digunakan untuk mengikat kepala. Karna dahulu ketika orang – orang todakka bepergian selalu memakai kain sarung baik ketika ke kebun ke sawah atau kemana saja. 5. BOBONG Masih Dalam pemahaman masyarakat Todakka pada jaman dahulu bagi kaum laki - laki dan wanita menganggap bahwa rambut adalah sebuah mahkota yang harus selalu dijaga, jauh sebelum agama islam datang dengan adanya perintah untuk berhijab bagi wanita, kaum wanita pada masyarakat Todakka sudah melakukan hal tersebut dengan memakai penutup kepala atau dalam kearifan lokal biasa di sebut dengan BOBONG / MABBOBONG. Bobong ini ada beberapa model tergantung si pamakai disesuaikan dengan kondisinya, bobong yang digunakan untuk ke acara adat baik pernikahan maupun acara adat kematian berbeda dengan bobon yang digunakan untuk ke kebun atau beraktifitas sehari-hari.
70 Kain yang di gunakan untuk mabobong pun juga beragam mulai dari kain tipis hingga kain sarung. Kearifan lokal ini masih dijumpai di wanita-wanita Todakka yang sudah Tua dalam kegiatan sehari-hari baik diacara adat maupun kegiatan ke kebun/sawah. 6. KASAEJA Kasaeja merupakan salah satu kain yang sangat sakral dan mempunyai nilai magis yang sangat tinggi, dan kain ini hanya di gunakan pada sesuatu yang sangat di sakralkan untuk di bungkus atau di balasuji i, kasaeja ini menurut yang pernah melihatnya tidak berwarna merah juga tidak berwarna putih, Benda yang biasa di bungkus memakai kasaeja ini yaitu sossorong yang dimiliki oleh seseorang, diantaranya Tombak, jambia, dan berbegai perlengkapan lainnya yang dianggap mempunyai nilai historis dan magic yang luar biasa. 7. PITENA KAMATEONG / PANGGILAN KUBUR Dalam pemahaman sebagian masyarakat Todakka jaman dahulu tentang kematian yaitu adanya tanda –
71 tanda di pekuburan. Menurut tutur kata salah seorang yang mendengar langsung dari saksi kejadian ini mengatakan bahwa dahulu di kuburan di salah satu daerah di lito’na to keada, setiap ada seseoang yang akan meninggal maka di pekuburan tersebut menyala obor disekitaran kubur tersebut,. Dari itulah sebuah peposong Todakka berkata “ MELE” DUAMPONGI KE LIUKO DIO KUBBU NA DEENG MUKITA TUO BALLO, BATTUONNA TUDIO DEENG BOMI MELE TO LABU DIO PATTONDROKONGTA” yang artinya : “ BESOK ATAU LUSA JIKA LEWAT DI KUBURAN DAN MELIHAT ADA CAHAYA OBOR, BERARTI AKAN ADA LAGI SALAH SEORANG YANG MENINGGAL DI KAMPUNG” namun seiring berjalannya waktu tanda tersebut sudah mulai tidak terlihat lagi. 8. PETENA TO BOTTING Dalam rangkaian perkawinan ada beberapa kegiatan diantaranya memanggil keluarga atau biasa dikenal dengan pitena to botting, dalam kegiatan ini keluarga yang mempunyai acara akan memanggil
72 keluarga yang faham dengan keluarga sekitar tempat tinggal yang punya acara untuk diwakilkan dalam memanggil keluarga di sekitar tempat tinggal, dikisahkan sebelum orang mengenal rokok yang ada di jaman sekarang, orang dahulu membuat rokok yang di gulung sendiri menggunakan tembakau dan kertas yang besar kemudian di gunting layaknya rokok sekarang. Roko-roko’ Fhoto : Muhammad Hasbi
73 Dalam proses kegiatan ini ketika orang yang telah di tunjuk untuk melakukan kegiatan ini akan membawa pincong / piring dan sejumlah rokok yang telah dibuat, ketika hendak memasuki rumah setiap keluarga maka diatas pincong akan diletakkan sejumlah rokok yang telah dibuat dengan jumlah sesuai dengan jumlah hari kemudian yang akan dilaksanakan, contoh jika petena berangkat 7 hari sebelum hari H maka jumlah rokok diatas pincong berjumlah 7 batang, dengan itu pula maka keluarga yang dituju akan faham bahwa 7 hari kemudian acara akan dilaksanakan. 9. TUMONNUNG Dalam kegiatan sehari- hari di sela – sela kesibukan bercocok tanam dan mengurus rumah tangga Salah satu kegiatan wanita –wanita todakka dahulu yang dilakukan yaitu TUMONNUNG. Tumonnung dalam bahasa indonesianya menenun juga dilakukan oleh wanita muda dan ibu – ibu. Kain Hasil dari tumonnung ini biasa di buat sarung yang dalam bahasa todakkanya yaitu kunrai tumonnung, kunrai tumonnung ini dapat di produksi yaitu satu sarung dibuat dalam tiga hari. Dalam
74 tumunnung dikenal istilah di bala’ba atau membuat motif sesuai keinginan sang pattumonnung. Sebelum para penjajah menginjakkan kakinya di tanah todakka ibu – ibu ini bebas berkreasi dalm mattumonnung, namun setelah penjajahan terjadi kegiatan tumonnung ini berangsur-angsur di tinggalkan karna ada beberapa faktor mulai dari pelarangan dan susahnya mendapatkan bahan baku untuk di buat kunrai/sarung, juga faktor tidak kondusifnya keamanan di rumah-rumah warga dan pembantaian dimana – mana sehingga memaksa ibu-ibu berpindah pindah. Alat – alat tumonnung pun habis di bakar oleh para penjajah. Menurut HAMMA DG LAUNU terakhir beliau melihat ibu-ibu tumonnung di tanah todakka yaitu berkisar tahun 1950an. 10. ULI' POSI' Dalam sebuah tradisi masyarakat Todakka jaman dahulu sebelum maraknya perkembangan ilmu medis seperti saat ini, dikenal sebuah obat sakit perut yang sangat ampuh untuk anak yaitu meminumkan air rendaman tali pusar yang terakhir lepas pada saat masih bayi yang masyarakat todakka menyebutnya uli' posi.
75 Menurut sebagian masyarakat yang masih meyakini hal ini mengatakan bahwa cara ini sangat efektif dan mengatakan tidak ada obat semanjur itu, sehingga ketika seorang mempunyai bayi dan tali pusarnya sudah lepas sang ibu akan sangat menjaga dan meyimpan tali pusar dan dijadikan obat kelak ketika anak tersebut diserang rasa sakit perut. Namun semakin berkembangnya ilmu pengetahuan ada yang mengatakan bahwa hal tersebut jauh dari anjuran para medis karna banyak mengandung bakteri dan ditinjau dari segi agama ada juga mengatakan bahwa hal tersebut sangat dilarang dalam agama. Namun terlepas dari itu semua hal ini telah menjadi kearifan lokal yang pernah ada dalam sejarah kehidupan masyarakat Todakka. 11. MARRARA UMA ( HAJATAN DI KEBUN) Salah satu Budaya Todakka yang sudah hampir terkuras oleh jaman yaitu budaya marrara uma. Marrara uma dalam artian perkata yaitu marrara diartikan menumpahkan darah dan uma diartikan kebun, jadi marrara uma diartikan menumpahkan darah atau menyembelih hewan di kebun.
76 Dalam keyakinan sebagian masyarakat Todakka tentang marrara uma pun berbagai niat diantaranya marrara uma dikerenakan ada janji atau dalam bahasa dakka mattinja atas terhadap sesuatu jika terlaksana maka dia akan menyembelih hewan dikebun. Namun ada pula yang berkeyakinan bahwa di uma/kebun ada sosok penghuni yang juga butuh interaksi dengan manusia yang mengelola kebun tersebut, sosok tersebut adalah mahluk yang pertama menghuni daratan di bumi ini dan dikenal dengan nama nene' mesalangga. Selain itu pula marrara uma ini ada juga yang rutin dilakukan dengan kurung waktu yang berbeda-beda ada yang 3 tahun sekali ada yang 10 tahun sekali tergantung hasil kebun yang dihasilkan dari kurung waktu tersebut, kegiatan ini dilakukan atas dasar rasa syukur kepada sang pencipta telah memberikan rejeki yang banyak melalui kebun tersebut. Dalam melaksanakan kegiatan ini ada beberapa unsur yang harus ada diantaranya kinandre to dolo/jenis makanan orang dahulu, perlengkapan makan dari alam dan sandro. Dalam kegiatan marrara uma ini yang sempat
77 diabadikan yaitu kinandre to dolo/ makanan orang dahulu terbuat dari makanan dari bambu atau dikenal dengan istilah doda' yang menggunakan beras biasa atau dalam bahasa Dakka disebut barra koa', dan lauknya dari beberapa hewan yang bisa dimakan dan didapat dari daerah sekitar yaitu bale salo/ ikan gabus dan urong buttu / udang air tawar. Marrara Uma Fhoto : Muhammad Hasbi Dalam proses penyajian pun yang dibacakan oleh sandro makanan tersebut disajikan diatas perabot yang dalam bahasa Dakka disebut pakka tallu, dan tak lupa pula
78 ketika disajikan bersama diatas perabut tersebut ada kalumping anna roko' to dolo yang terbuat dari kulit jagung dengan jumlah tertentu. Dalam pakka tallu tersebut terdapat dua tingkatan hidangan yang harus sama yang diatas dan dibawah. Pakka tallu Fhoto : Muhammad Hasbi
79 12. MAPPALAPPA’ TINJA’ PADA SUKU TODAKKA (MELEPASKAN NASAR) Dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat dalam hubungannya dengan sang maha gaib tidak luput dari kata mattinja’ atau bernasar, jika sesuatu yang diinginkan diharapkan agar terkabul, begitu pula pada sebagian masyarakat todakka. Jika ada keinginan dari seseorang masyarakat todakka lantas mattinja’/bernasar, misalnya : “ke jaji sia assele’ umakku melonga lao maggere’ beke dio umakku” itu kata yang biasa di ucapakan oleh salah seorang Todakka yang mattinja’/bernasar. Jika keinginan yang bernasar terkabul maka segera mappalappa’ tinja sesuai dengan nasar yang di ucapkan, budaya yang dilakukan yaitu membawa hewan yang sudah dinasarkan untuk di potong di tempat yang di nasarkan dengan kelengkapan untuk dimakan bersama di tempat tersebut, dan tak lupa juga mengikut sertakan yang tak kala penting yaitu seorang sandro atau udztads untuk membacakan doa kepada sang maha gaib
80 Maggere’ beke / menyembelih kambing Fhoto : Muhammad Hasbi Sebelum menyembelih kambing yang dinasarkan terlebih dahulu diasapi dengan kemenyang sambil mengucapkan mantra dan menuntasakan tinja’ dan selebihnya di lakukan penyembelihan oleh udstdz.
81 Makan Bersama Fhoto : Muhammad Hasbi Setelah semua ritual dilaksanakan dan sang udstdz membacakan doa maka acara makan bersama pun dilaksanakan dan makan bersama di kebun. 13. MAULID DAN DODA' salah satu hal yang menarik di perayaan maulid yaitu hadirnya makanan dalam bambu atau masyarakat Todakka dan pannei menyebutnya Doda', terlepas dari polemik perayaan maulid terdapat sebuah hikmah yang luar biasa dimana hadirnya keluarga yang jauh datang untuk berkumpul dan membakar makanan bambu atau
82 Doda' membuat ikatan silaturahmi menjadi semakin erat. Doda mempunyai daya tarik tersendiri salah satunya karna makanan ini hanya dapat dijumpai pada saat perayaan maulid dan acara adat, Doda sudah menjadi tradisi dan budaya yang mengakar di masyarakat sehingga setiap acara keagamaan dan acara adat selalu hadir. Doda’ Fhoto : Muhammad Hasbi Menurut lisan ada yang mengatakan bahwa Doda merupakan makanan jaman dahulu yang dikhususkan untuk makanan para raja. Doda di bedakan menjadi dua
83 yaitu doda barra pulu' dan doda barra koa'. Namun khusus untuk acara perayaan maulid mayoritas membakar doda' barra pulu makebo anna barra pulu malotong. Doda' ini juga merupakan buah tangan yang sangat di gemari sehabis perayaan maulid. 14. KAMPAROWONG ( TEGURAN ) Dalam kehidupan sehari-hari orang todakka tidak lepas dari berbagai hal-hal yang tidak dimengerti oleh akal sehat, salah satunya biasa dikenal dengan sebutan kamparowong. Kamparowong atau bahasa indonesianya teguran. Hal ini sering kali didengar di telinga ketika ada masyarakat terkena musibah misalnya sakit tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya. Misalnya ketika seseorang berjalan dan mengatakan sesuatu yang takabur di tempat tertentu misalnya di dekat kuburan, pohon tua yang dikeramatkan, rumah – rumah yang sudah lama kosong, dan lain – lain yang dikeramatkan. Atau biasa juga ketika membuang sesuatu yang bukan pada tempat yang lazim dilakukan.
84 Gejala kamparowong ini biasanya pada orang yang terkena tiba – tiba panas, pusing dan sakit di seluruh badan. Biasanya kamparowong ini tak bisa diobati dengan obat medis, kamprowong ini biasanya di obati oleh sandro ( dukun ). Biasanya dukun mengatakan kepada penderita “nakamparowongko nenemu” atau ada juga biasa dukun mengatakan “ nakamparowongko pangeppe ku’bu” ada juga “ nakamparowongko pangeppe sapomu” dan lain sebagainya. Kamparowong ini sembuh ketika dukun mengobati dengan berbagai ritual dan biasa dikenal dengan istilah mappasoro’ . tergantung dari dukun dan tomakkamparowongngi. Hal seperti ini mayoritas orang todakka meyakininya. 15. PALABETE Dalam pemahaman sebahagian masyarakat Todakka jenis telapak tangan (pala lima) seperti ini, dinamakan PALABETE sebuah garis tangan yang seolah – olah memotong telapak tangan dan tidak semua dapat memilikinya, konon di katakan telapak tangan seperti ini jika memukul akan sangat berbahaya bisa menyebabkan seseorang yang di
85 pukul/ditempeleng akan sakit bahkan bisa sampai meninggal jika tak cepat di obati, ada juga yang mengatakan bahwa telapak tangan seperti ini jika hendak memukul sebaiknya menggunakan perantara alat misalnya kayu dan sejenisnya untuk menghindari yang kena pukul itu tidak sakit nantinya, sedangkan Menurut ibu Hidayanti garis tangan seperti itu dapat membawa keberuntungan, serta menurut kanda Andi Jo dalam persfektif orang makassar telapak tangan tersebut dinamakan TATTAKI yang konon juga apabila seseorang mempunyai garis tangan seperti itu menandakan anak tersebut pandai dalam mengelola keuangan dan rezkinya mudah, dan ada – ada saja datangnya reskinya. Dari beberapa pandangan tentang pala lima PALABETE tersebut semuanya dikembalikan kepada sang pemberi hidup, ALLAH SWT. Palabete Fhoto : Muhammad Hasbi
86 16. BALE BULOWONG Salah satu hasil bumi khususnya salu (sungai) yang masih sering di jumpai di aliran sungai di litona tokeada yaitu ikan emas atau bale bulowong, menurut pemahaman sebahagian masyarakat Todakka bale bulowong merupakan salah satu bale manurung, yang dihadirkan sang pencipta sebagai makanan spesial untuk para raja pada jaman dahulu. Dari hasil tanya jawab kepada salah seorang yang sering pergi menangkap ikan tersebut dengan cara mallandra di salu mengatakan bahwa bale bulawong tersebut akan terus ada selama di pinggiran salu hingga ulunna salu masih di tumbuhi oleh pepohonan yang besar nan rindang, karna keyakinan Seputar cerita yang mengiringi hadirnya bale bulowong ini dari pohon hingga daun yang jatuh dan mengalir di aliran salu, sehingga pada jaman dahulu di tuturkan sampai di pemali'kan menebang pohon - pohon di hutan hingga habis, karna jika pohon habis maka bale bulowong pun ini akan musnah.
87 Seiring berkembangnya jaman salah satu cara yang digunakan menangkap ikan yaitu dengan cara diracun dan di strum, namun hal ini ternyata sangat merusak habitat dan kesehatan salu, sehingga hal ini untuk disebagian wilayah sudah dilarang untuk menggunakan cara ini. Bale bulowong ( ikan emas ) Fhoto : Muhammad Hasbi Salah satu kearifan lokal mengapa bale bulowong ini tergolong salah satu bale manurung dikarenakan Pada musim kemarau panjang dimana air disungai mengering dan tidak ada lagi dijumpai ikan satupun di salu. Namun ikan ini akan dijumpai kembali jika musim penghujan
88 tiba. Dari itulah sebuah peposong tobara makkada/berkata PIARA ISSINNA LINO ANNA MALAKO MANGISSENG ISSINNA KALEMU, ANNA UDDAKO NAKADAKEI DUAMPONGI, 17. MATAMMU BULONG PUASA ( menyambut datangnya bulan ramadhan/puasa) Di Tanah Dakka Mattunu ballo Tradisi mattammu bulon puasa, bagi sebahagian orang orang Dakka atau Todakka, menyambut dengan berbagai cara, salah satunya adalah mattunu ballo di depan rumah, atau membakar lilin di pagar, teras, tangga, bahkan ada sampai didalam rumahnya. mereka lakukan
89 ini karna rasa gembiranya dapat bertemu dengan bulan Ramadhan. bulan ramadhan adalah tamu, wajar kalau memuliakan tamu dengan sambutan bakar lilin, mattunu ballo. bukan hanya itu mereka juga menyambut dengan mabbaca baca yang dipotongkan menimal 2 ekor ayam kampung, satu jantan dan satu betina sebagai lauk pauk utama, selain berbagai macam ikan, sayuran dan yang lainnya. orang Todakka sangatlah menghargai tamunya, baik tamu yang nampak maupun tamu yang tak nampak, itulah sebabnya orang Todakka banyak cara dalam menghargai tamunya. suasana menyambut tamu ditahun 2020 tetap dilakukan hanya suasana batin yang agak berbeda karna adanya wabah penyakit corona melanda dunia, termasuk Indonesia.. teringat akan daku ditigapuluh enam tahun yang lalu, masih teringat dalam benakku bagaimana ibundaku dan ayahhandaku yg tercinta senang kalau kedatangan tamu, sampai sampai kalau ada ayamnya dikandang atau bebek, dia potong demi menghargai tamunya itu, ternyata dalaman saya terhadap semangat yang tinggi itu, adalah manifestasi nilai nilai ada mappura ondro. Hadirnya sulo atau pelita membangun sebuah komunikasi filosofis yang
90 mengandung nilai didalamnya memaknai ramadhan hadir sebagai tamu membawa rahmat, ampunan, jauh dari siksa dunia n akhirat, sangat wajar kalau disambut dg cahaya lampu dari tuan rumah meskipun cahayanya kecil, namun termaknai penghormatan dan pengaguman tamu yg begitu agung, untuk memuliakan yg menghargainya, orang Todakka menghargai tamunya dengab lampu pelita atau lilin di depan rumahnya bahkan sampai didalamnya, begitu juga dengan hidangan yanh dihidangkan di waktu mabbaca,baca, diterima juga dengan lampu keimanan dalam diri mereka. Indro Aruwong memaknai itu sebagaimana nilai nilai adat mappura ondro. 18. MULING MALLAPPA Muling malappa pasomppana todakka pole iyamononna sulapa inre lino, pole sulapa, timorong, worosong, illolongong, illourong, mabbawa monong tungka-tungka dallena pole, nanjomongnymongngi sipulung pulung bija Todakkana Artinya : Kembali lebaran perantaunya Todakka dari semua penjuru bumi ini, dari penjuru timur, barat, utara,
91 selatan, membawa semua tiap-tiap rejeki, dinikmati berkumpul-kumpul keluarga ditanah Todakka. 19. BEUWA ayat alam masyarakat Todakka Dalam memaknai sebuah tanda yang di berikan oleh alam, masyarakat suku Dakka memiliki sebuah keunikan sendiri. Jauh sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan tentang perputaran iklim, Todakka memulai pengetahuan perputaran cuaca melalui siklus aneka tumbuhan liar yang ada dialam bebas, salah satunya tunbuhan yang masyarakat todakka menyebutnya Beuwa. Tumbuhan beuwa ini merupakan jenis tumbuhan yang merambat yang menjadi hama para pekebun, dikarenakan tumbuhan ini dapat mematikan tumbuhan lainya dengan cara merambat keseluruh tangkai pohon hingga menutupi tumbuhan yang di rambatinya, selain itu pula tumbuhan ini mempunyai buah yang sangat gatal jika menyentuh kulit, inilah menjadi salah satu alasan pekebun tidak ingin tanamannya di rambati oleh tanaman ini.
92 Beuwa’ Fhoto : Muhammad Hasbi Namun dibalik tumbuhan ini sebagai hama, tumbuhan ini ternyata mempunyai nilai yang lain dan itu pula yang menjadi sebuah dasar pemikiran keyakinan tentang perubahan cuaca pada masyarakat Todakka. Sebuah keyakinan yang hadir diantaranya yaitu jika di alam liar tumbuhan ini sudah mempunyai buah maka dalam beberapa waktu kedepan tidak akan turun hujan
93 dan akan ada hembusan angin yang kencang atau Todakka menyebutnya KULLA', sampai bulu buah itu beterbangan dan buah itu gugur sendiri ditanah. Para pekebun sangat tidak disarankan membabat pohon ini jika sudah mempunyai buah karna sedikit bisa dipastikan bulu halus yang ada pada buah akan berguguran jika menerima hentakan dan di khawatirkan akan menyentuh kulit, namun jika terlanjur menyentuh kulit dan rasa gatal mulai menyerang maka disarankan untuk mengambil tanah kering lalu di gosokkan ke bagian yang gatal tersebut. 20. TAU KALUKU (MANUSIA KELAPA) Konon kabarnya kelapa itu pada awal berasal dari manusia yang jujur dan miskin, dimana manusia jujur ini berhutan dalam jumlah yang banyak dan tidak sempat membayar hutangnya, sedangkan kematiannya dirasa sudah dekat, maka yg ditempati berhutang dipanggil datang dirumahnya tepat pada hari sakaratnya. Detik detik sakaratnya berkata kepada yg ditempati berhutang, hutangku akan kubayar dg cara di atas kuburangku nanti
94 akan tumbuh kelapa yg ranum dan tidak akan. Berhenti berbuah sampai hutangku terbayarkan. 21. TRADISI MARRARA SAPO PADA SUKU TODAKKA. Marrara Sapo Fhoto : muhammad hasbi sapo atau rumah merupakan tempat tinggal manusia yang paling baik dan berdemensi budaya yang mengadung nilai religiusitas bagi yang memaknainya. Suku Todakka merupakan salah satu suku yang ada di bumi ini yang memandang rumah itu memiliki ruhaniah yang sangat berkaitan dekat dengan roh pemilik rumah
95 sehingga pertautannya dibangun atas ritual marrra sapo. Marrara sapo dilakukan pada saat naik rumah baru atau saat penghuni rumah sering sakit-sakitan. Tata cara marra sapo pertama adalah ritual baca-baca yang dipinpin oleh udztas dan dihadiri oleh semua penghuni rumah dan keluarga serta tetangga terdekat. hidangan yang disiapkan seperti sokko’ dengan berbagai warnanya, pisang dengan berbagai jenisnya, ayam panggang, ayam goreng,ayam masak,telur,ikan,sayur dll. Setelah udztas baca doa dilanjutkan oleh dukun dengan memotong dua ekor ayam, jantan dan betina setelah itu darah ayam itu dipake mengusapi anriri sapo atau tiang rumah pokok dalam rumah tersebut, setelah itu dilanjutkan dengan dukun berdoa sebagai penutup acara ritualnya. 22. TRADISI TABOLLO SUKU TODAKKA Pemaknaan tabollo pada masyarakat Todakka adalah sesuatu yang sangat sakral pada pase tempo dulue. Tabollo adalah semua tanaman atau tumbuhan yang berada di atas kubur atau sangat dekat dengan kuburan maka tumbuhan atau tanaman yg bisa dimakan menjadi
96 Tabollo (yg halal menjadi haram). Yg menarik dikaji adalah mengapa orang tua suku Todakka melarang memakan makanan Tabollo. Menurut Hamma, orang yg sering makan makanan yg tabollo dapat mendatangkan penyakit tulang pada dirinya dengan cepat. Lamjut hamma mengatakan bahwa kalau sering makan makanan tabollo dapat membuat badan lemah atau malamma buku-buku (tulang-tulang lemah akhirnya mudah rapuh), Sedangkan Menurut Syukria Jafar yang dimaknai dari ibunya mengatakan bahwa kalau sering makan makanan Tabollo dapat menyebabkan cepat rapuh gigih atau sering sakit gigih. Suku Todakka masa tempo dulue sangat hati-hati dalam milih makanan yang mereka makan,makanan tabollo saja mereka tidak mau makan apalagi makanan yang haram. Itulah sebannya orangorang todakka dahulu kala sehat-sehat dan panjang umur mereka. 23. TRADISI MABBACA BACA BOBBO BAGARU Bobbo bagaru artinya beras baru dari sawah yg baru dipanen yang telah dipabrik atau ditumbuk dengan
97 menggunakan issong, baik dari kayu atau dari batu setelah dijemur beberapa hari. Tradisi nenek moyang todakka mereka tidak memakan berasnya sebelum di baca bacai oleh udstas atau tokoh adat todakka. Ungkap saraati ibunda nurdin bin hamma. Tradisi mabbaca baca setelah panen padi yang masih terus dilaksanakkan bagi warga Todakka yang ada di kelurahan pelitakan, tradisi ini merupakan manipestasi rasa sukur mereka kepada sang khaliq yang telah memberikan rejekinya dalam bentuk panen raya padi dari sawah mereka masing. Suku todakka sebelum Islam masuk mereka sudah memiliki keyakinan kepada pengusa jagad raya ini, mereka menyebut sebahai Lewata, sehingga apapun kegiatan mereka selalu disandarkan kepadanya. Tata cara ritual mereka salah satunya dengan selalu mabbaca baca yang dipimpin oleh sanro. Setelah Islam masuk mereka tetap melaksanakan tradisi mabbaca baca dengan dipimpin oleh ustaz yang mereka yakini akan kemampuannya berkomunikasi dengan sang khalik azza wajallah terus sampai sekarang dilaksanakan. Menjaga tradisi merupakan pengabdian
98 yang baik untuk keberlangsungan peradaban nenek moyang mereka yang mengantarkan menikmati keindahan hari ini. Barakallah aminnn Baca bobbo bagaru Fhoto : Nurdin
99 24. TRADISI MABBACA BACA INDRO PARE PADA SUKU TODAKKA. Mabbaca Indro Pare Fhoto : muhammad Hasbi Sandro pare adalah seorang dukun yang dipercayakan oleh pemilik sawah yang memulai marratta inrdo pare (memotong induk padi) untuk memulai panen raya padi. Dukun tersebut di anggap oleh pemilik sawah memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengenal asal usul padi dan makhluk yang menjaga padi itu sehingga dapat berkomunikasi secara batin yang
100 membuat petani sawah dapat keberuntungan yang baik. Ungkap mukhlis salah satu petani yang ada dikelurahan pelitakan yang tiap tahunnya melaksanakan ritual tradisi ala todakka tersebut. Dalam upacara retual tetsebut ada di sediakan sokko tallunrupa (songkolo tiga macam) yakni sokko makebo (songkolo putih) , malotong (hitam), dan sokko malea (songkolo merah). Ada juga ayam, pisang, ikan, dupa atau kemenyang serta bara api. Kelenkapan tersebut sebagai pelengkap doa rirual sang sadnro pare, seperti sandro pare Ahmad tersebut. Dan di hadiri oleh keluarga sipemilik hajat dalam tradisi todakka disebut mabbaca baca indro pare. Petani sawah yang berhasil adalah memiliki skil sebagai petani yang handal sekaligus memiliki kemampuan khusus dalam membangun lntraksi dengan tanah,air, angin, api, matahai, bulan, siang, malam serta dukun dan ustaz namun di atas segalanya adalah ma'rifah kepada sang khalik azzawajallah. Barakallah aminnn salam budaya