The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Laporan Aksi Perubahan Dakhlan Choeron; Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 2 Tahun 2022 ; BBPK Jakarta

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fileyuniz, 2022-12-05 22:10:58

Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi Gizi Hasil Pemantauan pertumbuhan di Posyandu Tahun 2022

Laporan Aksi Perubahan Dakhlan Choeron; Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 2 Tahun 2022 ; BBPK Jakarta

Keywords: akper,posyandu,pemantauanpertumbuhan

“SISTEM DETEKSI DINI MASALAH GIZI
DAN INTERVENSI

HASIL PEMANTAUAN PERTUMBUHAN
DI POSYANDU TAHUN 2022”

LAPORAN AKSI PERUBAHAN
PESERTA PELATIHAN KEPEMIMPINAN

ADMINISTRATOR
ANGKATAN 2 TAHUN 2022

Dakhlan Choeron, SKM, MKM BBPK JAKARTA
Adminkes ahli Muda / PMO Ditjen Kesmas DIREKTORAT JENDERAL


Direktorat Gizi dan KIA TENAGA KESEHATAN

Dakhlan Choeron, SKM, MKM
Tegal. 21 Oktober 1983

Adminkes Ahli Muda / PMO Ditjen Kesmas
Direktorat Gizi dan KIA

Menjadi PNS di Setditjen Bina
Kesmas pada tahun 2005 berbekal
ijazah Ahli Madya Statistik.
Kemudian melanjutkan Sarjana dan
Pasca Sarjana di FKM UI.
Pada Tahun 2016 diamanahkan
menjadi Kaepala Seksi Ketahanan
Gizi di Direktorat Gizi Masyarakat
Mengikuti Diklat pIm Tk. IV Tahun
2017 dengan inovasi Pencatatan dan
Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat
melalui Sistem Informasi Gizi Terpadu
yang dikenal dengan ePPGBM dan
sampai sekarang sudah digunakan di
seluruh Puskesmas.
Saat ini penulis menjabat sebagai
Project Manajemen office (PMO)
Ditjen Kesmas yang salah satu
tugasnya memberikan masukan atau
umpan balik atas hasil pelaksanaan
tugas serta pemantauan terhadap
pencapaian target Tim Kerja di
lingkungan Unit Eselon I

LAPORAN AKSI PERUBAHAN
PESERTA PELATIHAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR

ANGKATAN 2 TAHUN 2022

“SISTEM DETEKSI DINI MASALAH GIZI DAN INTERVENSI
HASIL PEMANTAUAN PERTUMBUHAN DI POSYANDU TAHUN 2022”

Nama Disusun Oleh:
NDH
Jabatan : Dakhlan Choeron, SKM, MKM
Instansi : 04
: Adminkes ahli Muda / PMO Ditjen Kesmas
: Direktorat Gizi dan KIA

BBPK JAKARTA
DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2022

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN AKSI PERUBAHAN

PESERTA PELATIHAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR
ANGKATAN 2 TAHUN 2022

“SISTEM DETEKSI DINI MASALAH GIZI DAN INTERVENSI
HASIL PEMANTAUAN PERTUMBUHAN DI POSYANDU TAHUN 2022”

Oleh :

Nama : Dakhlan Choeron, SKM, MKM
NDH : 04
Jabatan : Adminkes ahli Muda / PMO Ditjen Kesmas
Instansi : Direktorat Gizi dan KIA

Jakarta, Desember 2022 Jakarta, Desember 2022
Mengetahui, Menyetujui,
Coach Mentor

Deviana, SKM, M.Kes Mahmud Fauzi, SKM, M.Kes

i|Dakhlan |Aksi Perubahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya sehingga Laporan
Aksi Perubahan yang berjudul “Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi Hasil
Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu Tahun 2022” dapat diselesaikan tepat waktu.
Laporan Aksi Perubahan ini merupakan gabungan dari Rancangan Aksi Perubahan
yang telah diselesaikan dan diseminarkan sebelumnya dan tahap implementasi aksi
perubahan.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh stakeholder yang terlibat,
sehingga pelaksanaan kegiatan proyek perubahan ini dapat tercapai sesuai dengan
rencana yang dibuat. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu dr. Maria Endang Sumiwi, selaku Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat mengikuti Pendidikan
Kepemimpinan Administrator, bimbingan serta dukungan.
2. Ibu dr. Ni Made Diah, selaku Plt. Direktur Gizi dan KIA yang juga memberikan izin
dan dukungan dalam mengikuti Pendidikan Kepemimpinan Administrator.
3. Bapak Mahmud Fauzi, SKM, M.Kes, selaku mentor yang telah memberikan
dorongan, bimbingan, serta dukungan;
4. Bapak Laode Musafin M.,SKM, M.Kes, selaku penguji yang telah memberikan
masukan, arahan dan dukungannya pada seminar aksi perubahan;
5. Ibu Deviana, SKM, M.Kes, selaku coach yang telah membagikan semangat serta
memberikan bimbingan dan arahan;
6. Para Ketua Tim Kerja pada Direktorat Gizi dan KIA beserta Tim Efektif yang telah
membantu mewujudkan implementasi aksi perubahan;
7. Para Widyaiswara dan narasumber Balai Diklat Kepemimpinan, yang telah
menyampaikan materi pelatihan dengan sangat baik dan menginspirasi, terutama
wali kelas Ibu Deviana;
8. Rekan-rekan peserta PKA Angkatan 2 Tahun 2022 atas kekompakannya,
kerjasamanya, diskusinya yang membangun selama menjalani proses PKA ini,
serta ikatan persahabatan yang tinggi sejak dari kelas virtual maupun klasikal.
9. Seluruh panitia PKA Angkatan 2 Tahun 2022 atas fasilitasi dan kesabarannya
selama ini;

ii | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

10. Keluarga yang selama ini memanjatkan doa serta mendukung penuh karir Penulis.
Penulis berharap aksi perubahan ini dapat bermanfaat bagi Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas serta
masyarakat.
Terima kasih.

Jakarta, Desember 2022
Penulis,
Dakhlan Choeron

iii | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. . ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN
I.1. JUDUL .................................................................................. .........
I.2. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
I.3. TUJUAN......................................................................................... 1
I.4. MANFAAT...................................................................................... 2
2

BAB II. RANCANGAN AKSI PERUBAHAN
II.1. PROFIL KINERJA PELAYANAN.................................................. 4
II.2. ANALISA MASALAH KINERJA PELAYANAN .......................... 9
II.3. STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH ……………………... 16

II.4. HASIL IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN POTENSI DIRI DALAM
AKSI PERUBAHAN …………………………………………….. 20

BAB III IMPLEMENTASI AKSI PERUBAHAN
III.1. CAPAIAN HASIL PERUBAHAN TERHADAP RENCANA

PERUBAHAN ................................................................................ 22
III.2. IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN KINERJA............................. 32
III.3. KEMANFAATAN AKSI PERUBAHAN......................................... 35
III.4. KEBERLANJUTAN AKSI PERUBAHAN ..................................... 35
III.5. PELAKSANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI DIRI

DALAM AKSI PERUBAHAN ........................................................ 36
III.6. KETERKAITAN MATA PELATIHAN PIIHAN DENGAN AKSI

PERUBAHAN................................................................................. 38
III.7. DISEMINASI DAN PUBLIKASI AKSI PERUBAHAN ................. 39

iv | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

BAB IV. PENUTUP
IV.1. KESIMPULAN................................................................................. 40
IV.2. REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT.................... ................ 40

REFERENSI ................................................................................................................. 41
LAMPIRAN .................................................................................................................. 42

v|Dakhlan |Aksi Perubahan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 JUDUL
Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi Hasil Pemantauan

Pertumbuhan di Posyandu Tahun 2022.

I.2 LATAR BELAKANG
Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 –

2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
Makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan
menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokok berlamdakan
keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Permasalah gizi pada anak termasuk stunting berhubungan dengan peningkatan
angka kematian terkait infeksi dan kerentanan terhadap kesakitan yang
berkontribusi pada sepertiga kematian balita (Unicef, 2009). Sesuai dengan
peraturan presiden nomor 72 taun 2021 tentang percepatan penurunan stunting,
Indonesia mentargetkan pada tahun 2024 prevalensi stunting harus mencapai
14%. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi
stunting masih cukup tinggi berada di angka 24,4 persen.

Salah satu indikator program perbaikan gizi masyarakat yang diamanahkan
dalam RPJMN 2020 – 2024 adalah persentase kabupaten/kota melaksanakan
surveilans gizi yang variabel didalamnya terdiri dari pengumpulan data melalui
pemantauan pertumbuhan, analisis dan intervensi masalah gizi serta diseminasi
data. Dari laporan kinerja tahun 2021 capaian indikator tersebut masih belum
tercapai baru 58,8% dari target 70% atau 84% capaian dari target.
Hal ini disebabkan karena kualitas pemantauan pertumbuhan di posyandu yang
masih belum baik, sehingga deteksi dini masalah gizi tidak dapat dilakukan dari
pelayanan di Posyandu. Untuk dapat menekan prevalensi masalah gizi baik gizi
kurang, gizi buruk maupun stunting, maka pelaksanaan surveilans gizi yang
dimulai dari pelaksanaan pemantauan pertumbuhan harus ditingkatkan

1|Dakhlan |Aksi Perubahan

kualitasnya. Oleh karena itu perlu dibuatkan sistem deteksi dini masalah gizi dan
intervensi hasil pemantauan pertumbuhan di Posyandu.

I.3 TUJUAN
a. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan aksi perubahan pada tahap jangka pendek yang akan dicapai
diimplementasikanya sistem deteksi dini masalah gizi dan intervensi hasil
pemantaun pertumbuhan di Posyandu yang dilakukan di wilayah uji coba.
b. Tujuan Jangka Menengah
Tujuan yang ingin dicapai untuk jangka menengah terlaksananya evaluasi
penggunaan Aplikasi dan replikasi sistem ke lokus lainnya
c. Tujuan Jangka Panjang
Tersusunnya Regulasi Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi Hasil
Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu.

I.4 MANFAAT
Manfaat aksi perubahan membangun Sistem deteksi dini masalah gizi dan

intervensi hasil pemantauan pertumbuhan di Posyandu untuk memperoleh
informasi balita yang mengalami masalah gizi secara cepat, akurat, teratur dan
berkelanjutan untuk penyusunan perencanaan dan perumusan kebijakan gizi.
a. Manfaat internal

i. Diperolehnya data masalah gizi yang berkualitas
ii. Tercapainya indikator surveilans gizi
iii. Tercapainya indikator Anak usia 6 – 23 bulan mendapat MPASI
iv. Perencanaan kegiatan dan anggaran menjadi lebih tepat

b. Manfaat bagi eksternal
i. Mempermudah Kader dan tenaga kesehatan dalam melakukan deteksi dini
masalah gizi
ii. Sasaran balita mendapat layanan pemantauan pertumbuhan yang
berkualitas
iii. Sasaran balita mendapat intervensi yang tepat

2|Dakhlan |Aksi Perubahan

iv. Stakeholder litas program maupun lintas sektor mendapatkan data hasil
pemantauan pertumbuhan yang berkualitas

3|Dakhlan |Aksi Perubahan

BAB II
RANCANGAN AKSI PERUBAHAN

II.1 PROFIL KINERJA PELAYANAN
Hasil penataan organisasi kementerian kesehatan telah ditetapkan dalam

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan, yang menjabarkan tugas dan fungsi kementerian
ke dalam unit organisasi jabatan pimpinan tinggi pratama.

Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak berada pada Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang surveilans kesehatan, deteksi dini,

pengendalian faktor risiko, dan standardisasi pelayanan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans kesehatan, deteksi dini,
pengendalian faktor risiko, dan standardisasi pelayanan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
surveilans kesehatan, deteksi dini, pengendalian faktor risiko, dan
standardisasi pelayanan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
d. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans kesehatan,
deteksi dini, pengendalian faktor risiko, dan standardisasi pelayanan gizi dan
kesehatan ibu dan anak;
e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan; dan
f. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat.
Fungsi Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan anak dijabarkan dalam bentuk
uraian fungsi sebagai berikut:
1. Fasilitasi surveilans kesehatan dan investigasi upaya kesehatan masyarakat
bidang gizi dan kesehatan ibu dan anak;
2. Fasilitasi pelaksanaan skrining populasi dan/atau pengamatan faktor risiko
kesehatan masyarakat bidang gizi dan kesehatan ibu dan anak;

4|Dakhlan |Aksi Perubahan

3. Fasilitasi penemuan kasus dan faktor risiko kesehatan masyarakat bidang gizi
dan kesehatan ibu dan anak;

4. Fasilitasi pengendalian faktor risiko kesehatan masyarakat bidang gizi dan
kesehatan ibu dan anak;

5. Fasilitasi intervensi, peningkatan akses, dan kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat bidang gizi dan kesehatan ibu dan anak;

6. Fasilitasi penyelenggaraan tata laksana, akses, dan kualitas dalam situasi
darurat bidang gizi dan kesehatan ibu dan anak;

7. Koordinasi tindak lanjut hasil pengawasan dan/atau penyidikan dugaan
pelanggaran bidang kesehatan ibu dan anak;

8. Fasilitasi pembinaan teknis kepada Unit Pelaksana Teknis milik Kementerian
Kesehatan terkait bidang gizi dan kesehatan ibu dan anak; dan

9. Koordinasi pengelolaan jabatan fungsional bidang gizi dan kesehatan ibu dan
anak dengan unit kerja terkait.
Untuk membantu pencapaian target kinerja organisasi, dibentuk Tim Project

Manajement Office (PMO) unit Eselon I untuk memantau proses pelaksanaan
program dan/atau mengeskalasi permasalahan program tingkat unit eselon I. Tim
PMO unit eselon I ditetapkan oleh Pejabat Tinggi Madya, terdiri atas ketua dan
anggota yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Tim PMO unit eselon I mempunyai tugas:
1. Memetakan kebutuhan, menganalisis, dan Menyusun rekomendasi

pembentukan tim kerja kepada pimpinan unit kerja dilingkungan unit eselon I
masing – masing;
2. Melakukan identifikasi dan pengembangan metodologi, best practice, dan
standar manajemen Tim Kerja;
3. Memfasilitasi kolaborasi Tim Kerja di lingkungan Unit Eselon I masingmasing
dengan mengelola sumber daya bersama dalam rangka efektivitas dan
efisiensi;
4. Melakukan pemantauan terhadap pencapaian target kerja Tim Kerja di
lingkungan Unit Eselon I masing-masing;
5. Memberikan masukan atau umpan balik atas hasil pelaksanaan tugas Tim Kerja
di lingkungan Unit Eselon I masing-masing;

5|Dakhlan |Aksi Perubahan

6. Melakukan koordinasi dan komunikasi antar Tim Kerja di lingkungan Unit
Eselon I masing-masing;

7. Melakukan analisis manajemen risiko pelaksanaan tugas Tim Kerja di
lingkungan Unit Eselon I masing-masing;

8. Memberikan rekomendasi solusi atas perselisihan antar dan internal Tim Kerja
kepada Pimpinan Unit Kerja terkait;

9. Menyusun laporan secara rutin; dan
10. Menyampaikan laporan kepada Pimpinan secara berkala maupun

sewaktuwaktu jika dibutuhkan.
Sebagai acuan dalam penerapan mekanisme kerja baru, disusun peta lintas
fungsi untuk menggambarkan keterkaitan tim kerja sebagai pelaksana utama
dengan struktur pendukung/pendorong transformasi sebagaimana tergambar
pada diagram berikut:

Gambar 1 : Struktur Pendukung/Pendorong Transformasi
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pokok pembangunan kesehatan
yang tecantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian Kesehatan menyusun Rencana
Strategis Kementerian Keseahtan Tahun 2020 – 2024 yang diterbitkan melalui
6|Dakhlan |Aksi Perubahan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2020. Renstra Kemenkes
mencakup 8 (delapan) sasaran strategis, yaitu:
1. Meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat
2. Meningkatnya ketersediaan dan mutu fasyankes dasar dan rujukan
3. Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit serta pngelolaan

kedaruratan kesehatan masyarakat
4. Meningkatnya akses, kemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan
5. Meningkatnya pemenuhan SDM kesehatan dan kompetensi sesuai standar
6. Terjaminnya pembiayaan kesehatan
7. Meningkatnya sinergisme pusat dan daerah serta meningkatnya tata kelola

pemerintahan yang baik dan bersih
8. Meningkatnya efektivitas pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan

dan sistem informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan.
Agar arah kebijakan dan sasaran strategis yang telah ditetapkan dapat terukur
maka ditetapkan indikator kinerja. Di dalam table di bawah ini menjelaskan indikator
kinerja beserta definisi operasional untuk masing-masing indikator seperti yang
tercantum dalam surat Keputusan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor.
HK.02.02/I/836/2020 tentang Pedoman Indikator Program Kesehatan Masyarakat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategi
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.

No Indikator Definisi Operasional

1 Persentase bayi kurang dari Bayi usia 0 bulan sampe 5 bulan 29 hari yang

6 bulan mendapat ASI diberi ASI saja tanpa makanan datau cairan

Eksekutif lain kecuali obat, vitamin dan mineral

berdasarkan recall 24 jam.

2 Persentase kabupaten/kota Kabupaten/kota yang melaksanakan

yang melaksanakan surveilans gizi adalah kabupaten/kota yang

surveilans gizi minimal 70% dari jumlah Puskesmasnya

melakukan kegiatan pengumpulan data,

pengolahan dan analisis data, serta diseminasi

informasi.

3 Persentase Puskesmas Puskesmas mampu melakukan tatalaksana gizi

mampu tatalaksana gizi buruk pada balita adalah Puskesmas dengan

buruk pada balita kriteria:

7|Dakhlan |Aksi Perubahan

1). Mempunyai tim asuhan gizi terlatih yang
terdiri dari dokter, bidan/perawat dan tenaga

gizi
2). Memiliki SOP tatalaksana gizi buruk.

Indikator kinerja program Gizi Masyarakat juga telah dilengkapi dengan target

yang harus dicapai per tahun seperti yang tercantum pada table di bawah ini:

No Indikator Kinerja 2020 2021 2022 2023 2024
45 50 55 60
1 Persentase bayi kurang dari 6 40
70 90 100 100
bulan mendapat ASI
20 30 45 60
Eksekutif

2 Persentase kabupaten/kota 51

yang melaksanakan

surveilans gizi

3 Persentase Puskesmas 10

mampu tatalaksana gizi

buruk pada balita

Selain indikator RPJMN 2020 – 2024, pada Peraturan Presiden Nomor 72

Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Kementerian Kesehatan

juga bertanggung jawab sebagai koordinator pelaksanaan intervensi spesifik.

Ada Sembilan indikator intervensi spesifik dalam percepatan penurunan

stunting yaitu:

No Indikator Target
2024
1 Remaja putri mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) 58%
2 Ibu hamil mengkonsumsi 90 Tablet Tambha Darah Selama 80%

Kehamilan 90%
3 Ibu hamil Kurang Energi Krobik (KEK) mendapat tambahan
80%
asupan gizi 80%
4 Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif
5 Anak usia 6 – 23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI 90%
90%
(MP-ASI) 90%
6 Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya 90%
7 Balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi
8 Balita gizi buruk mendapat layanan tata laksana gizi buruk
9 Balita memperoleh imunisasi dasar lengkap

8|Dakhlan |Aksi Perubahan

Dari indikator spesifik yang ada di Perpres 72 Tahun 2021 kaitan dengan
pemantauan pertumbuhan dan belum terdapat sistem monitoring pemberian
MPASI pada anak usia 6 – 23 bulan yang dilaporankan secara rutin.

II.2 ANALISA MASALAH KINERJA PELAYANAN
1. IDENTIFIKASI ISU
Pengukuran capaian kinerja organisasi dilakukan dengan
membandingkan antara realisasi dengan target dari masing-masing indikator
kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Capaian kinerja program
Gizi Masyarakat di tahun ke-2 pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024 akan dijadikan acuan untuk
perbaikan dan perencanaan kegiatan di masa yang akan datang untuk
mencapai target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan perjanjian kinerja tahun 2021, ada 3 indikator kinerja sesuai
dengan indikator PPJMN tahun 2020 – 2024 yang harus dicapai. Berikut adalah
realisasi capaian indikator kinerja (IKK) Direktorat Gizi dan KIA Tahun 2021
berdasarkan laporan rutin:

No Indikator Kinerja Target Realisasi %
(%)
45 (%) Realisasi

1 Persentase bayi kurang dari 6 bulan 70 69,7 155

mendapat ASI Eksekutif 20

2 Persentase kabupaten/kota yang 58,8 84

melaksanakan surveilans gizi

3 Persentase Puskesmas mampu 34,4 172

tatalaksana gizi buruk pada balita

Dari table diatas menunjukan bahwa 2 (dua) indikator kegiatan (IKK)
tahun 2021, yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI
Eksklusif dan persentase puskesmas mampu melaksanakan tata laksana balita
gizi buruk telah melampaui target yang ditetapkan dengan persentase capaian
masing – masing sebesar 155% dan 172%. Sementara indikator persentase
kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi masih belum mencapai target
yang ditetapkan dengan realisasi capaian baru 58,8% atau 85% dari target.

9|Dakhlan |Aksi Perubahan

Kegiatan surveilans gizi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan program gizi. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk menghasilakn informasi yang cepat akurat dan berkelanjutan
mengenai status gizi serta determinan masalah gizi. Kabupaten/kota
melaksanakan surveilans gizi yaitu kabupaten kota yang melaksanakan unsur –
unsur surveilans gizi mulai dari pengumpulan data, pengolahan dan analisis
serta diseminasi data secara berkala.

Pengumpulan data yang dilakukan bersumber dari kegiatan pemantauan
pertumbuhan rutin setiap bulan diposyandu serta seluruh pelayanan gizi yang
diberikan kepada masing-masing individu. Kemudian data tersebut dianalisis
untuk menjadikan informasi dengan berbagai bentuk penyajian agar data
menjadi mudah dipahami. Data yang telah dianalisis kemudian di diseminasikan
baik dalam bentuk sosialisasi maupun advokasi kepada pimpinan untuk
selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan perencanaan dan kebijakan baik
lintas program maupun sektor terkait. Dalam penguatan kegiatan surveilans gizi
digunakan aplikasi pencatatan dan pelaporan gizi berbasis eketronik yaitu
Sistem Informasi Gizi (SIGIZI) Terpadu – ePPGBM.

Untuk menilai suatu kabupaten/kota telah melaksanakan surveilans gizi
juga didasarkan pada ketiga unsur tersebut. Kabupaten/kota dinyatakan telah
melakukan surveilans apabila minimal 70% puskesmas yang ada di wilayah
kerja kabupaten/kota telah melaksanakan pengumpulan data dari hasil
pemantauan pertumbuhan dan dientri kedalam aplikasi SIGIZI Terpadu minimal
sebanyak 60%. Data tersebut selanjutnya dapat dianalisis menjadi informasi
yang diperlukan untuk menentukan intervensi segera apabila balita terdeteksi
mengalami risiko gagal tumbuh. Selain data hasil pemantauan pertumbuhan,
data terkait pelayanan gizi juga di entry kedalam sistem informasi tersebut.
Puskesmas melaksanakan analisis data apabila melakukan identifikasi pada
balita bermasalah gizi yaitu gizi buruk dengan melakukan investigasi atau
penyelidikan epidemiologi meliputi faktor-faktor determinan penyebab masalah
gizi buruk pada balita yang kemudian di entri kedalam SIGIZI Terpadu.

Data yang sudah dianalisis untuk menghasilkan informasi untuk
kemudian di diseminasikan kepada pengambil kebijakan ditingkat

10 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

desa/kelurahan, kecamatan, seluruh lintas program dan sektor terkait serta
advokasi untuk pimpinan. Kegiatan ini harus dilakukan secara terus menerus
mengikuti siklus perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi di dalam
suatu program. Puskesmas dinyatakan telah melakukan diseminasi apabilan
telah menyusun rencana kegiatan dan diupload kedalam SIGIZI Terpadu.

Berdasarkan capaian tahun 2021, menunjukan sebanyak 302 dari 514
kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi atau sekitar 58,8%. Hasil ini
tidak mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 70%, maka realisasi kinerja
indikator kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi tahun 2021 tidak
mencapai target yaitu hanya 84% (belum 100%) seperti yang terlihta pada
grafik berikut ini:

Gambar 2 : Capaian dan target Kab/Kota melaksanakan surveilans gizi
tahun 2020 - 2024

11 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Hasil ini berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
target dengan realisasi capaian sebesar 103,2% seperti pada gambar berikut:

Gambar 3 : capaian target dnegan realisasi capaian tahun 2020 dan 2021

Isu tidak tercapaiannya indikator kabupaten/kota melaksanakan
surveilans gizi dibahas pada saat taking ownership yang melibatkan Plt Direktur
Gizi dan KIA, Ketua Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi
dan KIA, dan Tim kerja Stunting. Indikator kabupaten/kota melaksanakan
surveilans gizi merupakan indikator komposit yang terdiri dari 3 (tiga) variabel
yaitu pengumpulan data hasil pemantauan pertumbuhan, analisis dan intervensi
masalah gizi yang ditemukan dan diseminasi data hasil surveilans gizi. Dalam
analisis pada taking ownership, diketahui bahwa kegiatan surveilans gizi sangat
berkaitan dengan kegiatan pelayanan di masyarakat, seperti pemantauan
pertumbuhan di posyandu. Kualitas pemantauan pertumbuhan di posyandu
menjadi kunci untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan balita apakah balita
tersebut tumbuh atau tidak, sehingga pada saat analisa data hasil pemantauan
pertumbuhan dapat menentukan intervensi apa yang tepat untuk balita
bermasalah gizi.

Kualitas data pemantauan pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kapasitas tenaga yang melakukan pemantauan pertumbuhan
(menimbang berat badan dan mengukur Panjang/tinggi badan), alat

12 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

antropometri yang terstandar dan standar operasional prosedur (SOP)
pemantauan pertumbuhan.

2. ISU PRIORITAS
Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan diskusi pada saat taking

ownership, perlu ditentukan prioritas masalah. Metode manajemen yang
digunakan untuk menentukan prioritas masalah menggunakan metode USG
(Urgency, Seriousness, and Growth) sebagai berikut:

No Isu Urgency Seriousnees Growth Total Ranking

1 Entry data ke 3 2 4 9 III
sistem informasi 5 4 5 14 I
gizi terpadu 5 5 3 13 II
belum maksimal 4 3 2 9 IV

2 Belum terdeteksi
dini masalah gizi
hasil pemantauan
pertumbuhan

3 Intervensi

masalah gizi

masih belum

sesuai kondisi

sasaran

4 Diseminasi hasil
surveilans gizi
tidak dilakukan

rutin

Dari Matriks USG diatas, untuk menentukan suatu masalah yang prioritas,
terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut:
a. Urgency berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk
diselesaikan maka semakin tinggi tingkat urgensi masalah tersebut.
Masalah Belum terdeteksi dini masalah gizi hasil pemantauan pertumbuhan
dan intervensi masalah gizi masih belum sesuai kondisi sasaran menjadi

13 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

masalah yang paling penting untuk segera diperbaiki dibanding dua
masalah lainya.
b. Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut
terhadap organisasi. Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap
organisasi maka semakin tinggi tingkat serius masalah tersebut. Masalah
intervensi masalah gizi masih belum sesuai kondisi sasaran lebih serius
dibanding dengan masalah lain, karena kalau tidak diperbaiki maka akan
berdampak pada masalah gizi lain.
c. Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat
berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya. Suatu masalah yang cepat berkembang tentunya makin
prioritas untuk diatasi permasalahan tersebut. Belum terdeteksi dini
masalah gizi hasil pemantauan pertumbuhan menjadi masalah yang
pertumbuhanya lebih cepat dibanding masalah lain karena pemantauan
pertumbuhan dilakukan rutin setiap bulan.
Setelah dilakukan Metode USG permasalahan yang memiliki tingkat
keterdesakannya, keseriusan dan pertumbuhannya didapat masalah belum
terdeteksi dini masalah gizi hasil pemantauan pertumbuhan menjadi satu
permasalahan yang lebih diprioritaskan dibanding permasalahan lain.

3. DAMPAK PERMASALAHAN
Faktor – faktor di atas, jika tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan
terjadinya beberapa dampak sebagai berikut:
a. Terjadi kesalahan pengukuran sehingga salah menentukan masalah gizi
b. Masalah gizi tidak terdeteksi dini
c. Intervensi yang tidak sesuai dengan masalah gizi
d. Indikator pemantauan pertumbuhan dengan target 90% tidak tercapai.

4. ANALISA PENYEBAB MASALAH
Untuk dapat melihat lebih dalam permasalahan tidak tercapainya

indikator surveilans gizi maka perlu dilakukan analisis penyebab masalah
sebagai dasar menentukan solusi permasalahan tersebut. Berikut disajikan hasil

14 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

analisis penyebab masalah belum tercapainya indikator surveilans gizi melalui
metode fish bone analysis.

Gambar 4 : Fish Bone Analysis penyebab masalah

Dari hasil analisis penyebab masalah diatas, dapat terlihat penyebab –
penyebab masalah yang selanjutnya dibuatkan alternatif – alternatif solusi untuk
setiap masalah. Berikut alternatif solusi dari masalah – masalah yang
teridentifikasi.

No. Penyebab Masalah Alternatif Solusi

1 Man (Sumber Daya Manusia)

Kurangnya kapasitas kader dalam Melakukan pelatihan pemantauan

pemantauan pertumbuhan pertumbuhan untuk kader

2 Money (Anggaran)

Belum adanya anggaran untuk Advokasi ke sistem anggaran di

operasional, insentif dan bahan peraturan Menteri dalam negeri

intervensi di posyandu untuk menu anggaran posyandu

3 Material

Belum tersedianya alat antropometri Pemenuhan alat antropometri

terstandar di Posyandu melalui DAK Fisik Kab/Kota untuk

kebutuhan seluruh Posyandu

4 Methode

Pelatihan pemantauan pertumbuhan Kader diberikan pelatihan

yang belum sampe ke kader pemantauan pertumbuhan

posyandu

5 Machine

15 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

No. Penyebab Masalah Alternatif Solusi
Pengembangan modul baru di
Belum adanya modul monitoring Sigizi Terpadu – ePPGBM
intervensi MPASI di Sigizi Terpadu -
ePPGBM Advokasi ke PUPR untuk
melengkapi sarana sanitasi dan
6 Environment (Lingkungan) air bersih di Posyandu

Belum semua posyandu tersedia
sarana sanitasi dan air bersih

II.3 STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
1. TEROBOSAN/INOVASI
Berdasarkan identifikasi isu dan penetapan prioritas masalah terkait
belum terdeteksi dininya masalah gizi dan intervensi hasil pemantauan
pertumbuhan yang akan menyebabkan tidak tercapainya indikator surveilans
gizi dan prevalensi masalah gizi yaitu prevalensi wasting dan prevalensi
stunting, maka perlu dilakukan upaya perubahan atau inovasi untuk perbaikan
kualitas pemantauan pertumbuhan. Gagasan perubahan atau inovasi yang
diusulkan adalah siste deteksi dini masalah gizi dan intervensi hasil pemantauan
pertumbuhan di Posyandu.
Kerangka pikir perubahan yang diusulkan sebagai berikut:

2. TAHAPAN KEGIATAN
Untuk mewujudkan sistem deteksi dini maslaah gizi dan intervensi hasil

pemantauan pertumbuhan di Posyandu, maka perlu dibuat pentahapan sebagai
berikut:

16 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

No Tahapan Kegiatan Waktu Output

1. Jangka Pendek

a Persiapan Pertemuan dengan Minggu ke-2 Kesepakatan
stakeholders utama September
b Membuat rancang 2022 SK Tim Efektif
bangun inovasi Pembentukan SK Tim Minggu ke-2
Efektif September Jadwal
c Sosialisasi 2022 kegiatan
Penyusunan Jadwal Minggu ke-3
d Uji Coba kegiatan dan September Rancang
implementasi pembagian tugas Tim 2022 bangun Sistem
inovasi Menyusun desain Minggu ke-1 Pedoman
sistem Oktober 2022
e Evaluasi Aplikasi Menyusun Pedoman Minggu ke-2 Modul aplikasi
Pelaksanaan sampai ke-3
2. Jangka Menengah Oktober 2022 Undangan
a Evaluasi dan Membuat modul Minggu ke-2
intervensi MPASI di sampai ke-3 Tersosialisasiny
penilaian aplikasi ePPGBM Oktober 2022 a Aplikasi
penggunaan Aplikasi Mengundang Seluruh Minggu ke-3 Diimplementasi
b Replikasi Sistem ke Stakeholder Oktober 2022 kanya inovasi
daerah lain Sosialisasi Aplikasi Minggu ke-3
3. Jangka Panjang Oktober 2022 Identifikasi
a Regulasi Sistem Uji coba Inovasi Minggu ke 4 masalah inovasi
Deteksi Dini Masalah Oktober – Ter-update-nya
Gizi dan Intervensi Rapat dengan seluruh minggu ke 2 Inovasi
Hasil Pemantauan stakeholders Nov 2022
Pertumbuhan di Memperbaiki hasil Minggu ke 3 Identifikasi
Posyandu ujicoba Nov 2022 kinerja Aplikasi
Minggu ke 3
Melakukan evaluasi Nov 2022 Terlaksananya
dan penilaian inovasi di
penggunaan Aplikasi Januari 2023 daerah
Rapat dengan
pemegang program di Januari 2023 Kesepakatan
daerah
Februari 2023
Koordinasi dengan
pusat data dan
informasi

17 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

3. SUMBER DAYA (PETA DAN PEMANFAATAN)

a. Pemetaan Stakeholder sebagai Jejaring Kerja

Dalam proses pelaksanaan inovasi, ada beberapa stakeholders yang terlibat

didalamnya sebagai berikut :

No Stakeholder Internal Peran

1 Direktur Gizi dan KIA Kepentingan +, Pengaruh +

(Promotors)

2 Ka Tim Kerja Standar Kecukupan Kepentingan +, Pengaruh +

Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi dan (Promotors)

KIA

3 Ka Tim Kerja Stunting Kepentingan +, Pengaruh +

(Promotors)

4 Ka Tim Kerja Balita Kepentingan +, Pengaruh +

(Promotors)

5 Ka Tim Kerja Surveilans Gizi dan Kepentingan +, Pengaruh +

KIA (Promotors)

No Stakeholder Eksternal Peran

1 Direktorat Promkes dan PM Kepentingan -, Pengaruh + (Latent)

2 BKKBN Kepentingan -, Pengaruh + (Latent)

3 Kementerian Desa dan PDT Kepentingan -, Pengaruh + (Latent)

4 Pengelola Program Gizi Dinkes Kepentingan -, Pengaruh + (Latent)

Provinsi

5 Pengelola Program Gizi Dinkes Kepentingan -, Pengaruh + (Latent)

Kab/Kota

6 Petugas Gizi Puskesmas Kepentingan +, Pengaruh -

(Defender)

7 Bidan Kepentingan +, Pengaruh -

(Defender)

7 Kader Posyandu Kepentingan +, Pengaruh -

(Defender)

18 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

8 Masyarakat Kepentingan -, Pengaruh -
9 PKK (Apathetic)
Kepentingan -, Pengaruh -
(Apathetic)

4. MANAJEMEN RISIKO
Pelaksanaan perubahan dari mulai proses perencanaan hingga evaluasi

akan terdapat potensi terjadinya ketidakberhasilan perubahan. Untuk itu perlu
dilakukan manajemen risiko dengan mengidentifikasi risiko – risiko yang
mungkin akan terjadi sehingga dapat diantisipasi. Tahap berikutnya dalam
penilaian risiko adalah evaluasi risiko yang ditujukan untuk membandingkan
hasil analisi risiko dengan kriteria risiko yang telah ditentukan sebelumnya untuk
dijadikan dasar penerapan penanganan risiko.

19 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Penilaian Risiko:

Sebab (Fakta atau Risiko (Ketidak Efek

kondisi) pastian) (Hasil yang memungkinkan)

Ancaman/Risiko negative

Tim Efektif yang banyak Tidak tersampaikan Memaksa penundaan jadwal

sekali kegiatan rutin tepat waktu dan adanya potensi

penyimpangan

Desain inovasi Sistem Rancang bangun Terlambatnya pembuatan
Deteksi Dini masalah gizi terhambat rancangan

Anggaran Ujicoba yang Ujicoba menggunakan Ujicoba hanya diwilayah
belum tersedia uang pribadi sekitar

II.4 HASIL IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN POTENSI DIRI DALAM AKSI
PERUBAHAN
Untuk menciptakan organisasi berkinerja tinggi, diperlukan pemimpin yang
memiliki kompetensi manajerial yang baik. Sebagai pejabat administrator,
kompetensi yang dimaksud adalah kepemimpinan manajemen kinerja. Berikut ini
disampaikan hasil penilaian potensi diri peserta.

20 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

REKAP NILAI AKHIR SIKAP PERILAKU PESERTA

Nama Peserta : Dakhlan Choeron, SKM, MKM Nama Mentor : Mahfud Fauzi, SKM, M.Kes
NIP : 198310212005011001 NIP: : 196501151988031000
Jabatan : Adminkes Ahli Muda / PMO Kesmas Jabatan : Nutrisionis Ahli Madya/ Ketua Tim Kerja SKGMPGK
Instansi : Ditjen Kesmas - Kemenkes Instansi : Direktorat Gizi dan KIA
Program : Direktorat Gizi dan KIA

Peserta Sub Komponen Sub Komponen Nilai Komponen Rata-Rata Total Kualifikasi Total
Mentor Integritas Kerjasama Sub Komponen Sub Komponen Sub Komponen
Nilai Rata-Rata 8,83 7,40
Per Sub Komponen 8,67 8,20 Mengelola Perubahan 8,21 Baik
Kualifikasi Per Sub 8,40 8,29 Baik
Komponen 8,72 7,96 8,00
8,27 Baik
Baik Baik 8,12
Baik
Baik

Hasil penilaian potensi diri oleh peserta dan mentor tersebut, pada penilaian
awal diperoleh nilai rata – rata total sub komponen sebesar 8,27 atau masuk
kualifikasi baik. Melalui pelatihan kepemimpinan administrator ini peserta
diharapkan dapat meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan manajerial
sehingga dapat meningkatkan nilai integritas, kerja sama dan mengelola
perubahan. Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan aksi perubahan tersebut,
peserta perlu pengayaan pengembangan potensi diri dalam bentuk kegiatan-
kegiatan yang terukur pada saat melaksanakan aksi perubahannya dengan
bimbingan dan pendampingan yang terjadwal sebagai bekal pendalaman sikap
perilaku dalam jabatan pimpinan administrator.

Dari hasil penilaian potensi diri penilain komponen Kerjasama masih perlu
ditingkatkan. Pelatihan manajemen organisasi menjadi salah satu solusi untuk
dapat meningkatkan bagaimana Kerjasama eksternal, flesibilitas dalam bekerja
sama dan membangun komitmen dalam tim.
a. Kerjasama Eksternal → pengembangan kompetensi untuk mengidentifikasi dan

membangun jejaring Kerjasama lintas program maupun lintas sektor melalui
pelatihan – pelatihan kepemimpinan dan komunikasi.
b. Sub komponen Flesibilitas → juga perlu dikembangkan bagaiman dapat
menerima dan membaca ide – ide dari tim atau lintas program dan lintas sektor.
c. Sub komponen Komitmen dalam tim → pelatihan kepemimpinan menjadi salah
satu cara untuk menguatkan kompetensi dalam membangun sebuah komitmen
dalam tim.

21 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

BAB III
IMPLEMENTASI AKSI PERUBAHAN

Implementasi atau pelaksanaan aksi perubahan ini sesuai dengan rencana aksi
perubahan yang berjudul “Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi Hasil
Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu Tahun 2022” yang telah diseminarkan dan
mendapat persetujuan serta disahkan oleh coach, mentor dan penguji untuk dapat
dilaksanakan dalam tahap implementasi aksi perubahan.

III.1 CAPAIAN HASIL PERUBAHAN TERHADAP RENCANA PERUBAHAN

Sesuai dengan rencana aksi perubahan, terdapat tahapan–tahapan aksi

perubahan yang terbagi menjadi 3 (tiga) tahapn yaitu jangka pendek, jangka

menengah dan jangka panjang. Dapat disampaikan bahwa semua tahapan

implementasi aksi perubahan pada jangka pendek dapat dlaksanakan dengan

baik. Sebagai berkut:

No Tahapan Kegiatan Output Waktu

1 Pertemuan Stakeholder Rapat koordinasi Persetujuan ide September

utama penyampaian ide 2022

2 Pembetukan Tim Efektif Konsultasi dengan Plt. SK Tim Efektif 16

Direktur Gizi dan KIA September

serta Mentor 2022

3 Penyusunan Jadwal Rapat Koordinasi Tim Notulen rapat dan 10 Oktober

Kegiatan dan Efektif timeline 2022

Pembagian Tugas

4 Menyusun Desain Rapat penyusunan Rancangan alur 11 Oktober

Sistem Desai sistem sistem deteksi 2022

dini

5 Menyusun Pedoman Penyusunan Pedoman Rancangan buku 18 Oktober

Penggunaan Deteksi Dini di saku dan poster 2022

Posyandu

6 Membuat modul Bersama IT Desain Modul 20 Oktober

intervensi MPASI di penyusunan desain MPASI di 2022

ePPGBM modul intervensi MPASI ePPGBM

di ePPGBM

7 Sosialisasi Inovasi Sosialisasi sistem Tersosialisasinya 31 Oktober

deteksi dini dan modul sistem deteksi 2022

MPASI dini dan modull

MPASI

22 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

8 Ujicoba Inovasi Ujicoba di Posyandu Terlaksananya 7 – 18
ujicoba sistem November
9 Analisa Analisa pelakasanaan Deteksi Dini dan 2022
dan hasil ujicoba penggunaan
modul MPASI di 14 – 18
10 Rapat Evaluasi Rapat evaluasi asil Posyandu November
Analisa ujicoba sistem Identifikasi 2022
masalah 21
11 Update perbaikan hasil Perbaikan sistem dan November
evaluasi Modul MPASI di Kesepakatan 2022
ePPGBM perbaikan 23 - 25
November
Hasil Perbaikan 2022

Berikut rincian pelaksanaan aksi perubahan:
a. Pertemuan stakeholder utama di internal organisasi

Pelaksanaan aksi perubahan dimulai dengan sosialisasi rancangan aksi
perubahan di internal organisasi, untuk mendapatkan dukungan dan
komitmen dari seluruh stakeholder internal yang terlibat dalam
implementasi aksi perubahan. Keterlibatan stakeholder internal sangat
penting untuk memulai dari penyusunan rancangan hingga pelaksanaan
sosialisasi dan ujicoba aksi perubahan di daerah.
Ouput dari pertemuan stakeholder utama di internal organisasi adalah
dukungan dan kesediaan Plt. Direktur Gizi dan KIA beserta seluruh Tim Kerja
untuk terlaksanakan sistem deteksi dini masalah gizi dan Intervensi hasil
pemantauan pertumbuhan di Posyandu.

23 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

b. Pembentukan Tim Efektif
Setelah mendapat dukungan dan komitmen stakeholder internal,
selanjutnya dibentuk Tim Efektif dengan pembuatan SK Direktur Gizi dan
KIA yang terdiri dari unsur Tim kerja di Direktorat yaitu Tim Kerja Standar
Mutu Gizi dan Pelayanan KIA, Tim Kerja Balita, Tim Kerja Surveilans Gizi dan
KIA dan Tim Kerja Percepatan Penurunan Stunting.
Bersama Mentor dan Tim merancang SK Tim Efektif dan SK ditandatangani
oleh Plt Direktur Gizi dan KIA.

24 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

c. Penyusunan Jadwal kegiatan
Tindak lanjut dari rancangan aksi perubahan, pada tanggal 10 Okotober
2022 masa aktualisasi aksi perubahan, dilakukan rapat tim efektif untuk
menyusun jadwal kegiatan selama masa aktualisasi. masing – masing tim
bertanggung jawab pada kegiatan yang sudah disusun dan disepakati
bersama. Output dari rapat tim tersebut adalah tersusunnya jadwal kegiatan
atau timeline selama masa aktualisasi aksi perubahan sebagai berikut:

No Kegiatan Oktober November PJ

M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4

1 Menyusun desain sistem dr. Ningrum (Tim Kerja Surveilans)

2 Menyusun Pedoman Penggunaan Abidah (Tim Kerja Surveilans)

3 Membuat Modul Intervensi MPASI di ePPGBM dr. Nida (Tim Kerja Balita) + Tim IT

4 Mengundang Seluruh Stakeholder (persiapan Eko Prihastono (Tim Kerja Balita)
Sosialisasi)

5 Sosialisasi inovasi Yunita Restu (Tim Kerja Stunting)

6 Uji coba inovasi Devvi (Tim Kerja Surveilans)

7 Analisa Yuni (Tim Kerja Stunting)

8 Rapat dengan seluruh stakeholder untuk Nyimas (Tim Kerja Standar)
membahas kendala dan masukan

9 Memperbaiki berdasarkan masukan Abidah + Tim IT

d. Menyusun Desain sistem
Pada tahapan penyusunan desain sistem yang diadakan tanggal 11 Oktober
2022, tim kerja surveilans gizi dan KIA perlu dukungan tim IT untuk
menyusun alur dan desain sistem secara kesuluruhan yang di padukan
dengan sistem yang sudah berjalan saat ini. Sistem deteksi dini dan
intervensi masalah gizi ini masuk kedalam aplikasi yang saat ini sudah
digunaan di seluruh Puskesmas bahkan dapat diimplementasikan langsung
di Posyandu yaitu elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat. Ketua Tim Efektif memberikan arah dan tujuan dari sistem yang
dibangun sehingga alur sistem dapat tersusun sesuai dengan yang
diharapkan.

25 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Output yang dihasilakn berupa desain dari alur sistem deteksi dini dan
intervensi hasil dari pemantauan pertumbuhan di Posyandu sebagai berikut:

POSYANDU - PUSKESMAS

Berdasarkan alur sistem yang sudah dibuat, sistem deteksi dini masalah gizi
di Posyandu dibuat lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami dan
diimplementasikan oleh kader posyandu.
26 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

e. Menyusun pedoman penggunaan
Pedoman penggunaan sistem deteksi dini masalah gizi di Posyadu dibuat
untuk memudahkan kader dalam implementasi. Untuk itu dibuat Media
sistem deteksi dini masalah gizi dibuat dalam bentuk buku saku dan poster
yang dapat ditempel di meja 2 dan meja 3 Posyandu.
Output dari penyusunan pedoman yang berupa media edukasi untuk
deteksi dini masalah gizi di posyandu dalam bentuk poster sebagai berikut:

f. Membuat modul intervensi MPASI di ePPGBM
Setelah dapat dilakukan deteksi dini masalah gizi, selanjutnya dilakukan
intervensi hasil pemantauan pertumbuhan yang salah satunya adalah
melihat bagaimana intervensi terhadap anak usia 6 – 23 bulan dengan
memberikan makanan pendamping air susu ibu atau MPASI. Pemberian
MPASI untuk anak usia 6 – 23 bulan juga menjadi salah satu indikator
perpres 72 tahun 2021 yang sampe saat ini belum bisa terjawab capaianya
yang dikarenakan belum adanya sistem monitoring atau sistem pencatatan
yang dilakukan oleh Puskesmas. Oleh karena itu, diadakan rapat
penyusunan desain modul pada tanggal 19 - 20 Oktober 2022. modul
intervensi MPASI akan diinsertkan kedalam ePPGBM.

27 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Pada kegiatan ini dilakukan identifikasi definisi operasional dari MPASI yang
merujuk pada definisi WHO yaitu indicators for assessing infant and young
child feeding practices. Definitions and measurement methods
Numerator: children 6–23 months of age who consumed foods and
beverages from at least five out of eight defined food groups during the
previous day. The eight food groups used for tabulation of this indicator are:
1. breast milk;
2. grains, roots, tubers and plantains;
3. pulses (beans, peas, lentils), nuts and seeds;
4. dairy products (milk, infant formula, yogurt, cheese);
5. flesh foods (meat, fish, poultry, organ meats);
6. eggs;
7. vitamin-A rich fruits and vegetables; and
8. other fruits and vegetables.
Denominator: children 6–23 months of age
Consumption of any amount of food or beverage from a food group is
sufficient to “count”, i.e. there is no minimum quantity.
Output dari rapat tersebut, berdasarkan definisi yang ada di WHO ini, maka
tim menyepakati definisi opersional dari MPASI adalah konsumsi minimal 5
(lima) dari 8 (delapan) komponen makanan dan dikonsumsi 3 kali sehari.

28 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Proses penyusunan modul MPASI bersama Tim IT berlangung hingga
tanggal 30 Oktober 2022 yang kemudian dimasukan ke dalam modul di
ePPGBM dengan output sebagai berikut:

Fungsi untuk me-recall MPASI yang ada di ePPGBM apabila di klik akan
muncul halaman pertanyaan atau formulir MPASI yang sudah sesuai definisi
opersional dari MPASI sebagai berikut:

g. Sosialisasi Inovasi
Tahapan berikutnya yang dilakukan dalam implementasi aksi perubahan
yaitu melakukan sosialisasi melalui media daring kepada dinas kesehatan
provinsi, dinas kesehatan kabupaten kota dan Puskesmas pada tanggal 31
Oktober 2022.

29 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Output dari sosialisasi antaralain:
1. Dinas Kesehatan sepakat menyampaikan ke Puskesmas untuk dapat

memulai meningkatkan deteksi dini masalah gizi di Posyandu.
2. Melakukan pendampingan kepada kader posyandu
3. Melakukan recall MPASI anak usia 6 – 12 bulan melalui modul MPASI yang

ada di ePPGBM.
h. Ujicoba Inovasi

Untuk bisa melihat langsung bagaimana deteksi dini masalah gizi dan
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dilapangan maka dilakukan
ujicoba dibeberapa daerah dengan melakukan kunjungan secara terpilah.
Kunjungan dilakukan ke posyandu Tirta Sari Jaya Kota Semarang pada
tanggal 16 November 2022 sebagai berikut:

30 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

i. Analisa hasil ujicoba
Dari hasil ujicoba pada tanggal 18 November 2022, kami melihat beberapa
permasalahan deteksi dini masalah gizi di Posyandu, salah satu yang
ditemukan di Posyandu Tirta Sari Jaya ini adalah alat antropometri yang
digunakan masih belum terstandar dan kader belum dapat membaca
masalah gizi tepat sesuai dengan kondisi balita pada saat di lakukan
pemantauan pertumbuhan. Berikut alat antropometri yang digunakan di
Posyandu Tirta Jaya Sari Kota Semarang:

Timbangan bayi dan alat ukur Panjang badan masih belum sesuai standar
yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan.

j. Rapat Evaluasi
Evaluasi dilakukan tanggal 21 November 2022 untuk menindaklanjuti hasil
dari pelaksanaan ujicoba yang dilakukan, output yang dihasilkan pada rapat
evaluasi setelah ujicoba antara lain:
1. Pemenuhan alat antropometri terstandar di Posyandu. Hal ini
ditindaklanjuti dengan dipenuhinya alat antropometri melalui annggaran
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2023. Untuk Posyandu Tirta Sari
Jaya akan dipenuhi dari alat antropometri yang sudah diadakan tahun
2022 oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang.
2. Kapasitas kader dalam membaca grafik pertumbuhan sehingga dapat
mendeteksi secara dini permasalahan gizi pada balita. Pada saat
kunjungan ujicoba sekaligus dilakukan peningkatan kapasitas kepada
kader Posyandu sehingga dapat secara langsung mengetahui status
pertumbuhan dan masalah gizi yang terjadi pada balita.

31 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

3. Formulir MPASI yang sudah dibuat kedalam aplikasi ePPGBM masih
perlu perubahan metode pertanyaan sehingga lebih mudah diisi dan
dintepretasikan hasilnya oleh Puskesmas maupun dinas kesehatan.

k. Update perbaikan hasil evaluasi
Untuk kegiatan update hasil evaluasi yang dilakukan tanggal 23 - 25
November 2022 adalah revisi formulir recall MPASI yang ada di ePPGBM.
Seperti pada rapat evaluasi, bahwa formulir harus dibuat lebih mudah
pengisianya dan hasilnya dapat diintepretasikan dan dianalisis lebih lanjut
oleh Puskesmas maupun dinas kesehatan, sebagai berikut:

Update yang dillakukan dengan membuat pilihan jawaban ya/tidak pada
setiap komponen makanan, sehingga pada saat mengeluarkan data laporan
akan dapat dipetakan komponen makanan apa yang dominan dikonsumsi
oleh anak usia 6 – 23 bulan pada suatu wilayah.

III.2 IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN KINERJA
Dalam mengimplementasikan kepemimpinan pada pelaksanaan aksi

perubahan ini, dapat diwujudkan pada saat menghadapai tantangan yang dihadapi
selama aksi perubahan sebagai berikut:

32 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

1. Kerjasama
Pelaksanaan aksi perubahan dari mulai penyusunan desain hingga
implementasi di Posyandu, dilakukan oleh tim efektif yang melibatkan unsur
stakeholder baik di pusat maupun di daerah. Kerja sama antar tim dengan
kompetensinya mampu mewujudkan setiap milestone sehingga sistem deteksi
dini masalah gizi dan modul MPASI sebagai intervensi hasil pemantauan
pertumbuhan dapat diselesaikan.
Perubahan peta stakeholder setalah dilakukan aksi perubahan sebagai berikut:

Stakeholder PKK yang sebelumnya apathetics menjadi promotor, hal ini terlihat
ddari hasil ujicoba keterlibatan PKK di Posyandu sangat aktif dan menjadi
Pembina dari kader – kader yang ada di Posyandu.
Selain itu Petugas Gizi Puskesmas dan Kader Posyandu juga meningkat
interesnya dan menjadi kekuatan yang sangat baik untuk menjamin kualitas
pemantauan pertumbuhan.
2. Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan bagi setiap warga negara yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Sistem deteksi dini masalah gizi yang diselenggarakan di

33 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

Posyandu menjadi wujud peningkatan kualitas pelayanan publik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan, kader maupun stakeholder lain yang terlibat
di Posyandu untuk dapat mencegah terjadinya masalah gizi pada balita.
3. Integritas
Keberhasilan pelaksanaan aksi perubahan tidak terlepas dari integritas tim
dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan timeline yang sudah disepakati.
Lebih dalam lagi pada saat pelaksanaan sistem deteksi dini masalah gizi,
menentukan status pertumbuhan balita sebagai output dari pemantauan
pertumbuhan diperlukan integritas dalam menimbang berat badan dan
mengukur Panjang atau tinggi badan setiap sasaran. Data akan berkualitas
apabila tenaga yang melakukan pemantauan pertumbuhan juga berintegritas.
Dari proses perubahan atau inovasi yang ada, lesson learnt yang dapat diambil
antara lain:
a. Peran Kepemimpinan
Seorang pemimpin merupakan penggerak dalam inovasi di organisasinya.
Pendekatan interpersonal menjadi advokasi yang sangat efektif untuk
membangun keharmonisan suatu organisasi. Pemimpin mengidentifikasi
permasalahan yang didapat dari internal organisasi dan mencari solusi
bersama untuk bisa menjawab kebutuhan organisasi termasuk menjawab
indikator yang dipantau secara nasional.
b. Organisasi Digital yang dibangun untuk dapat memudahkan pelayanan publik
terhadap sasaran dan mempercepat proses pencatatan dan pelaporan dari
tingkat posyandu hingga pusat.
c. Manajemen Risiko dilakukan dengan mitigasi kemungkinan terjadinya risiko
pada setiap inovasi, sehingga dapat diantisipasi dengan menyiapkan upaya
pengendalian apabila risiko itu terjadi. Salah satu mitigasi risiko untuk
pelakasanaan aksi perubahan adalah banyaknya kegiatan di akhir tahun dari
tim efektif, sehingga perlu dilakukan pengintegrasian kegiatan antar tim kerja
didalam organisasi.

34 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

III.3 KEMANFAATAN AKSI PERUBAHAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari aksi perubahan ini baik untuk internal maupun

eksternal antara lain:
a. Manfaat internal
i. Diperolehnya data masalah gizi yang berkualitas
ii. Tercapainya indikator surveilans gizi
iii. Tercapainya indikator Anak usia 6 – 23 bulan mendapat MPASI
iv. Perencanaan kegiatan dan anggaran menjadi lebih tepat

b. Manfaat bagi eksternal
i. Mempermudah Kader dan Tenaga Kesehatan dalam melakukan deteksi
dini masalah gizi
ii. Sasaran balita mendapat layanan pemantauan pertumbuhan yang
berkualitas
iii. Sasaran balita mendapat intervensi yang tepat
iv. Stakeholder litas program maupun lintas sektor mendapatkan data hasil
pemantauan pertumbuhan yang berkualitas

III.4 KEBERLANJUTAN AKSI PERUBAHAN
Deteksi dini masalah gizi yang dilakukan pada kegiatan pemantaun

pertumbuhan merupakan pintu masuk untuk intervensi – intervensi yang akan
diberikan kepada sasaran terutama sasaran balita. Berdasarkan identifikasi
masalah dan analisa hasil ujicoba aksi perubahan di lapangan, maka diperlukan
penyediaan antropometri kit di seluruh Posyandu untuk meningkatkan kualitas
pemantauan pertumbuhan.

Keberhasilan advokasi kebijakan penganggaran pemenuhan antropometri kit
untuk seluruh Posyandu dan peningkatan kapasitas kader serta kebijakan
transformasi kesehatan yang salah satunya adalah transformasi Layanan Primer
yang bermuara di Posyandu maka deteksi dini masalah gizi menjadi kegiatan
utama yang harus dikuatkan di Posyandu.

Selain itu, amanah dari Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang
percepatan penurunan stunting yatu Anak balita dipantau pertumbuhan dan

35 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

indikator anak usia 6 – 23 bulan mendapat MPASI maka aksi perubahan dengan
membuat media deteksi dini masalah gizi dan modul recall MPASI pada anak usia
6 – 23 bulan harus terus dimanfaatkan, karena menjadi satu – satunya sumber data
yang dapat menjawab indikator tersebut. Seperti testimoni dari tenaga pelaksana
gizi (TPG) Puskesmas Bonehau – Kabupaten Mamuju sebagai berikut:

Dukungan Keberlanjutan juga diwujudkan dalam kebijakan sebagai berikut:
a. KMK No. 1919 Tahun 2022 tentang Standar Alat Pemantauan Pertumbuhan

dan Perkembangan Balita
b. Anggaran pemenuhan Alat antropometri Terstandar di setiap Posyandu

melalui DAK Fisik 2023
c. Pelatihan pemantauan pertumbuhan untuk 1,5Juta Kader Posyandu.
d. Gerakan Posyandu Aktif

III.5 PELAKSANAAN STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI DIRI DALAM AKSI
PERUBAHAN
Strategi pengembangan potensi diri yang dilakukan pada saat aksi perubahan
dengan meningkatkan bagaimana Kerjasama eksternal, flesibilitas dalam bekerja
sama dan membangun komitmen dalam tim.
a. Kerjasama Eksternal → pengembangan kompetensi untuk mengidentifikasi
dan membangun jejaring Kerjasama lintas program maupun lintas sektor
melalui pelatihan – pelatihan kepemimpinan dan komunikasi, mengikuti
pembekalan Fasilitator pendampingan intervensi spesifik dalam percepatan

36 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

penurunan stunting bersama Setwapres. Dengan pelatihan tersebut penulis
dapat merencanakan, melaksanakan serta mengevaluasi intervensi spesifik
dalam percepatan pernurunan stunting yang juga berkaitan dengan aksi
perubahan sistem deteksi dini masalah gizi.
b. Sub komponen Flesibilitas → juga perlu dikembangkan bagaiman dapat
menerima dan membaca ide – ide dari tim atau lintas program dan lintas
sektor. mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas dalam penulisan ilmiah.

Salah satu output dari aksi perubahan yaitu modul penilaian MPASI pada anak
usia 6 – 23 bulan yang akan menghasilkan data – data konsumsi MPASI, akan
ditindaklanjuti menjadi sebuat jurnal ilmiah yang dapat menghasilan policy
brief untuk pembuat kebijakan selanjutnya.
c. Sub komponen Komitmen dalam tim → pelatihan kepemimpinan menjadi
salah satu cara untuk menguatkan kompetensi dalam membangun sebuah
komitmen dalam tim. Untuk meningkatkan kapasitas komponen komitmen
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mengadakan peningkatan
kapasitas pegawai untuk dapat menguatkan Kerjasama Tim.

37 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

III.6 KETERKAITAN MATA PELATIHAN PIIHAN DENGAN AKSI PERUBAHAN
1. Diagnosa Organisasi
Sistem deteksi dini masalah gizi dapat untuk menilai tingkat fungsi organisasi
saat pelaksanaan pemantauan pertumbuhan sehingga dapat digunakan untuk
merancang intervensi yang tepat.
Sesuai dengan tujuan diagnosa organisasi yaitu bagaimana menemukan
secara tepat permasalahan dalam organisasi dalam hal ini di posyandu dimana
yang terlibat di posyandu terdiri dari berbagai stakeholder seperti Kepala
Desa, Ketua RW, PKK, Puskesmas dan masyarakat itu sendiri. Aksi perubahan
sistem deteksi dini masalah gizi mampu mengidentifikasi faktor – faktor
penyebab terjadinya permasalahan dan merumuskan solusi yang akan
dilakukan.

2. Membangun Jejaring
Untuk terlaksananya sistem deteksi dini masalah gizi di Posyandu, telah
dilakukan komunikasi dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas,
kementerian dalam negeri, dan PKK. Ditingkat pusat memanfaatkan pertemuan
rutin koordinasi percepatan penurunan stunting yang salah satu indikator yang
diukur adalah cakupan pemantauan pertumbuhan dan Tatalaksana masalah
gizi, sedangkan didaerah dilakukan koordinasi stakeholder terkait oleh Dinas
Kesehatan. Keterlibatan unsur masyarakat menjadi sangat penting, karena
berlangsungnya deteksi dini masalah gizi ada di Posyandu sebagai Lembaga
Kemasyarakat Desa.
Pelaksanaan aksi perubahan tidak lepas dari peran jejaring yang terlibat, di
Posyandu peran Kepala Desa/Lurah, PKK, Kader, CSR dan juga akademisi
sangat mendukung keberhasilan perubahan.

38 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

III.7 DISEMINASI DAN PUBLIKASI AKSI PERUBAHAN
Pada tahapan aksi perubahan, kegiatan yang sudah dilakukan sesuai dengan

tahapan jangka pendek, hasil dari aksi perubahan di diseminasi dan dipublikasikan
melalui webinar kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota Puskesmas
dan stakeholder terkait, media sosial seperti Instagram dan youtube channel
sebagai berikut:

Instagram @gizimasyarakat
https://www.instagram.com/reel/Cl2v0dGjmJo/?igshid=MDJmNzVkMjY=

Youtube Channel Dahlan Eraon
https://youtu.be/gUt_v-MnEoc

39 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

BAB IV
PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari implementasi aksi perubahan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan aksi perubahan Sistem Deteksi Dini Masalah Gizi dan Intervensi
Hasil Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu telah terlaksana sesuai dengan
rancangan aksi pada tahapan jangka pendek.
b. Aksi perubahan ini mendapat dukungan penuh baik dari internal kementerian
kesehatan maupun stakeholder terkait, dengan bukti kebijakan pemenuhan
antropometri kit di seluruh posyandu sebagai sarana utama deteksi dini
masalah gizi dan juga keterlibatan aktif PKK pada kegiatan posyandu.
c. Manfaat dari aksi perubahan ini dapat dirasakan oleh masyarakat terutama
balita dan orang tua balita untuk tahu status pertumbuhan dan masalah gizi
pada saat datang ke posyandu.
d. Aksi perubahan ini dapat menjawab salah satu indikator Perpres 7 Tahun 2021
tentang Percepatan Penurunan Stunting yaitu indikator anak usia 6 – 23 bulan
mendapat MPASI.

IV.2 REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
a. Melanjutkan implementasi aksi perubahan ke seluruh Puskesmas dan
posyandu sehingga manfaatnya dapat diterima oleh seluruh sasaran balita dan
orang tua balita.
b. Melakukan monitoring dan evaluasi secar arutin serta analisa data hasil dari
pemantauan pertumbuhan dan recall MPASI.
c. Membuat regulasi sistem deteksi dini masalah gizi di Posyandu.
d. Melakukan penulisan ilmiah terkait data MPASI anak usia 6 – 23 bulan
terhadap risiko terjadinya stunting baru.

40 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

REFERENSI
1. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP)
2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024;
3. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan

Stunting;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan

Teknis Surveilans Gizi. Detail Peraturan. Abstrak. Jenis. Peraturan Menteri
Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Rencana Strategis
Kemenkes Th 2020-2024;
6. Laporan Kinerja Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Program Gizi Masyarakat
Tahun 2021.

41 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n

LAMPIRAN
42 | D a k h l a n | A k s i P e r u b a h a n


Click to View FlipBook Version