The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Modul ini berisi tentang Proses Penyusunan RDTR Mata kuliah Studio RDTR Dilengkapi dengan video pembelajaran yang bisa memudahkan mahasiswa dalam belajar

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by alfiahrindang, 2021-08-18 02:12:08

MODUL STUDIO RDTR

Modul ini berisi tentang Proses Penyusunan RDTR Mata kuliah Studio RDTR Dilengkapi dengan video pembelajaran yang bisa memudahkan mahasiswa dalam belajar

Keywords: RDTR

– Klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah
angin yg menuju permukiman penduduk;

– Geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di
daerah rawan bencana longsor;

– Lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah
bertekstur sedang sampai kasar.

Kawasan Wisata
• Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:
– Memiliki struktur tanah yang stabil;
– Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa
memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan;
– Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan
pertanian yang produktif;
– Memiliki aksesibilitas yang tinggi;
– Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya
regional;
– Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih;
– Terdiri dari lingkungan/bangunan/gedung bersejarah dan cagar
budaya;
– Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta
keunikan tertentu;
– Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair).
– Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam untuk sarana pariwisata alam diselenggarakan
dengan persyaratan sebagai berikut:
• Bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat;
• Tidak mengubah bentang alam yang ada;
• Tidak mengganggu pandangan visual.

Kawasan Perdagangan Dan Jasa
• Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:
– Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;

51

– Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
– Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum,

bank/ATM, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos
pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial
serta kegiatan pengunjung;

Contoh Peta Pola Ruang

Struktur Ruang
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkhis memiliki hubungan fungsional.
Mengidentifikasi Struktur Ruang

• Matriks Indeks Sentralitas
• Rank Size Rule
• Analisis Gravitasi
• Karakteristik Pergerakan
• Regional Settlement Analysis

52

Matriks Indeks Sentralitas
• Analisis Matriks Indeks Sentralitas merupakan analisis yg digunakan untuk
mengetahui berapa jenis sarana yang ada, seberapa banyak jumlah sarana,
berapa jumlah penduduk yang dilayani, serta seberapa besar frekuensi
keberadaan suatu sarana dan frekuensi kegiatan sarana yg bersangkutan
dalam satu satuan wilayah permukiman.
• Frekuensi keberadaan sarana menunjukkan jumlah sarana sejenis yg ada dan
tersebar di wilayah perencanaan, sedangkan frekuensi kegiatan
menunjukkan tingkat pelayanan yg mungkin dapat dilakukan oleh suatu
sarana tertentu di wilayah perencanaan.
• Langkah-langkah penyusunan :
• Identifikasi jumlah sarana yang melayani umum, meliputi
pendidikan, perniagaan, kesehatan, pemerintahan dan pelayanan
umum, peribadatan, kebudayaan dan rekreasi, serta olahraga dan
daerah terbuka per kecamatan/desa.
• Masukkan data tersebut ke dalam matriks sesuai dengan kategori
sarana.

Contoh Matriks Indeks Sentralitas

53

=

Rank Size
• PENDAHULUAN
– Rank Size adalah urutan relatif ranking jumlah penduduk kota.
– RUMUS :

54

Jumla h PendudukGeorge Zipf (1949) mengidentifikasikan aturan dalam urutan kota:
– Kota terbesar kedua memiliki besaran (jumlah penduduk) setengah dari kota

paling besar
– Kota terbesar ketiga memiliki besaran (jumlah penduduk) sepertiga dari kota

paling besar
– Sebagian besar negara/wilayah memiliki pola distribusi seperti tsb di atas

Diagram Teoritis Rangking

1 0 .0 0 0 .0 0 0
9 .0 0 0 .0 0 0
8 .0 0 0 .0 0 0

7 .0 0 0 .0 0 0
6 .0 0 0 .0 0 0
5 .0 0 0 .0 0 0
4 .0 0 0 .0 0 0
3 .0 0 0 .0 0 0

2 .0 0 0 .0 0 0
1 .0 0 0 .0 0 0

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Uruta n Kota dlm Sistem

Manfaat Rank Size
• Pergeseran pada kurun waktu tertentu membantu mengidentifikasikan
karakakteristik urbanisasi yang terjadi.
• Terdapat perbedaan karaktersitik sistem kota akibat:
– Dominasi suatu kota dalam sistem kota
– Pertumbuhan/perkembangan atau penurunan metropolitan
– Economic linkages dalam sistem kota
• Forecasting / Planning:

55

– Untuk memprediksikan pola pertumbuhan masa depan
– Kebijakan: imigrasi, infrastruktur, transportasi

Model Gravitasi
• Sejak lama ilmuwan sosial telah menggunakan HUKUM GRAVITASI
Isaac Newton yang dimodifikasi untuk memprediksikan pergerakan orang
dan barang antar kota atau kawasan.
• Model Gravitasi terdiri dua sifat:
– Tempat yang besar memiliki nilai atraktivitas yang tinggi bagi
manusia, ide dan komoditi dibandingkan tempat yang lebih kecil.
– Tempat-tempat yang berdekatan akan memiliki nilai atraktivitas
yang lebih besar.
• Rumus

Keterangan

– T12= interaksi antara wilayah 1 dan 2

– P1 = jumlah penduduk wilayah 1

– P2 = jumlah penduduk wilayah 2

– D12 = Jarak antara wilayah 1 dan 2

– k = suatu konstante empirik

Regional Settlement Analysis
• Adalah analisis permukiman wilayah yang menyangkut distribusi wilayah,
kota-kota kecil dan sedang, dlm ruang, ukuran, struktur, fungsi &
kontribusinya thd daerah-daerah perwilayahan,
• Melalui analisis permukiman wilayah akan dapat dilihat:
– hal-hal yang menyangkut distribusi wilayah, kota-kota kecil dan
sedang, dalam ruang, ukuran, struktur, fungsi/dan kontribusinya
terhadap daerah-daerah perwilayahan.

56

Langkah Penyusunan

A. Mengidentifikasikan Pusat dan Sistem Pusatnya, yang dapat

berbentuk : Rural Service Center (pusat pelayanan wilayah)
– Market Town (pusat pasar)
– Regional Centers


B. Mengidentifikasi fungsi masing-masing pusat
– Rural Service Center, pada umumnya berfungsi sebagai :
• Pusat pengumpul hasil pertanian
• Tersedianya pasar periodik
• Akses ke pasar di kota
• Informasi pasar, pelayanan kredit
• Kesehatan dasar
• Administrasi pemerintahan
• Industri kecil dan pengolahan hasil
– Market Town, pada umumnya berfungsi sebagai :
• Pertukaran hasil pertanian yang lebih bervariasi; barang jadi,

kebutuhan rumah tangga, dll.
• Infrastruktur untuk industri pengolahan hasil pertanian
• Utilitas publik
• Pendidikan lanjutan
• Pelayanan perdagangan
– Regional Centers, pada umumnya :
• Secara fisik berhubungan langsung dengan kota-kota sejenis

di daerah maupun daerah lain
• Pelayanan perdagangan yang lebih luas
• Pasar lebih besar, dll

Mengidentifikasikan Pusat dan Sistem Pusatnya, yang dapat berbentuk :
– Mengidentifikasi keterkaitan/hubungan antar pusat
– Mengidentifikasikan keterkaitan/ hubungan berdasarkan jaringan
jalan yang menghubungkan antar pusat.

57

– Mengidentifikasikan hirarki hubungan
• Hubungan Arteri : menghubungkan antara pusat dengan sub
pusat atau antara pusat wilayah perencanaan dengan pusat
yang lebih tinggi.
• Hubungan Kolektor: menghubungkan antar sub-pusat, atau
antara sub-pusat dengan kawasan pelayanannya
• Hubungan Lokal: menghubungkan antar kawasan
pelayanannya
Struktur Ruang Jawa Timur

58

Contoh Peta Struktur Ruang

59

Analisis kemampuan dan kesesuaian Lahan (Daya Dukung Lahan)

Analisis daya dukung lahan dilakukan dengan menggunakan kebutuhan
data dan kriteria berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai pedoman
analisis untuk perencanaan tata ruang.
Analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi

Tujuan analisis SKL morfologi adalah memilah bentuk bentang
alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu
dikembangkan sesuai dengan
fungsinya. Kebutuhan data dalam analisis SKL Morfologi adalah :

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Hasil Pengamatan

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
Tujuan dari analisis SKL kestabilan lereng adalah untuk mengetahui tingkat

kemantapan lereng di wilayah/kawasan pengembangan dalam menerima beban.
Kebutuhan data dalam analisis SKL Kestabilan Lereng adalah :

a. Peta Topografi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Curah Hujan
d. Peta Morfologi
e. Peta Geologi
f. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

60

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
Analisis SKL kestabilan pondasi dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu

untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat
dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang sesuai untuk
masing-masing
tingkatan. Kebutuhan data dalam analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah :

a. Peta Kestabilan Lereng
b. Peta Geologi
c. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

61

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL ketersediaan air adalah mengetahui tingkat

ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan,
guna pengembangan kawasan. Kebutuhan data dalam analisis SKL Ketersediaan
Air adalah :

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Geologi/Geohidrologi
d. Peta Hidrologi dan Klimatologi
e. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

62

Analisis Satuan Kemampuan Lahan untuk Drainase
Analisis SKL untuk drainase dilakukan dengan tujuan yaitu mengetahui

tingkat kemampuan lahan dalam memutuskan air hujan secara alami, sehingga
kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari.
Kebutuhan data dalam analisis SKL untuk Drainase adalah :

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Geologi/Geohidrologi
d. Peta Hidrologi dan Klimatologi
e. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Erosi
Tujuan analisis SKL terhadap erosi yaitu mengetahui daerah-daerah yang

mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan
terhadap erosi serta anisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Kebutuhan
data dalam analisis SKL Terhadap Erosi adalah :

63

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Geologi/Geohidrologi
d. Peta Hidrologi dan Klimatologi
e. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Pembuangan Limbah
Tujuan analisis SKL terhadap pembuangan limbah adalah untuk mengetahui daerah
daerah yang mampu ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan
limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Kebutuhan data dalam analisis SKL
Pembuangan Limbah adalah :

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Geologi/Geohidrologi
d. Peta Hidrologi dan Klimatologi
e. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

64

Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Bencana Alam
Analisis SKL terhadap bencana alam dilakukan untuk mengetahui tingkat

kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi,
untuk menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut
Kebutuhan data dalam analisis SKL Terhadap Bencana Alam adalah :

a. Peta Morfologi
b. Peta Kemiringan Lereng
c. Peta Geologi/Geohidrologi
d. Peta Hidrologi dan Klimatologi
e. Peta Penggunaan Lahan Eksisting

65

Analisis Satuan Kemampuan Lahan
Masing-masing SKL memiliki bobot sesuai dengan kategorinya. Bobot dari

setiap SKL dijumlahkan untuk mendapatkan total bobot secara keseluruhan. Dari
total nilai, dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan
maksimum total nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin didapat
adalah 32, sedangkan nilai maksimum yang mungkin didapat adalah 160. Dengan
begitu, pengkelasan dari total nilai ini adalah:

 Kelas a dengan nilai 32-58
 Kelas b dengan nilai 59-83
 Kelas c dengan nilai 84-109
 Kelas d dengan nilai 110-134
 Kelas e dengan nilai 135-160

66

Analisis Prasarana

Sistem Air Bersih

Kebutuhan air adalah jumlah air yang digunakan secara wajar untuk

keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang

memerlukan air. Umumnya air ini banyak diperlukan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan air adalah jumlah air yang digunakan

secara wajar untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan

lainnya yang memerlukan air. Umumnya air ini banyak diperlukan oleh masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Klasifikasi Perkotaan Berdasarkan Jumlah Penduduk

Kategori Kota Keterangan Jumlah Penduduk

I Kota Metropolitan Diatas 1 juta

II Kota Besar 500.000 – 1 juta

III Kota Sedang 100.000 – 500.000

IV Kota Kecil 20.000 – 100.000

V Desa 10.000 – 20.000

VI Desa Kecil < 10.000

Sumber: Pedoman Kebijakan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)

Faktor Beban (Load Factor) Terhadap Kebutuhan Air Bersih 12
Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1,20
LF 0,31 0,37 0,45 0,64 1,15 1,40 1,53 1,56 1,41 1,38 1,27 24
Jam 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 0,25
LF 1,14 1,17 1,18 1,22 1,31 1,38 1,25 0,98 0,62 0,45 0,37
Sumber: DPU Ditjen Cipta Karya Direktorat Air Bersih (1994: 24)

Grafik Load Factor Terhadap Kebutuhan Air Bersih

67

Grafik dan faktor pengali tersebut berdasarkan pada umumnya masyarakat

Indonesia yang cenderung menggunakan kebutuhan air pada pagi dan sore hari.

Sehingga pada jam-jam tertentu pada pagi dan sore hari, tingkat pelayanan

kebutuhan air menjadi meningkat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kriteria

tingkat kebutuhan yang digunakan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan

per satu hari. Berikut kriteria tingkat kebutuhan air masyarakat yang digolongkan.

1. Kebutuhan air rata-rata, yaitu penjumlahan kebutuhan total (domestik dan

non domestik) ditambah dengan kehilangan air.

2. Kebutuhan harian maksimum, yaitu kebutuhan air terbesar dan kebutuhan

rata-rata harian dalam satu minggu.

3. Kebutuhan air pada jam puncak, yaitu pemakaian air tertinggi pada jam-jam

tertentu selama periode satu hari.

Departemen Pekerjaan Umum telah menyusun standar kebutuhan air yang

diperlukan untuk seluruh kota-kota di Indonesia yang dapat digunakan sebagai acuan

didalam melakukan proyeksi kebutuhan air, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Standar Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kateori Perkotaan

Kategori Kota Kota Kota Kota Kota IKK
3 s/d 10
Metropolitan Besar Sedang Kecil
60
Penduduk (x 1000) 500 100 10 30
15 s/d 20
> 1000 s/d s/d s/d

1000 500 100

Prosentase Penduduk Terlayani 70 - 90

Kebutuhan Rumah Tangga

(liter/orang/hari)

1. Sambungan langsung 210 170 150 90

2. Kran Umum 30 30 30 30

Kebutuhan Non Domestik

(% dari kebutuhan rumah tangga) 60 40 30 20

Kehilangan air 30 – 10
(% dari kapasitas total)

Faktor-faktor: 1,1
1. Kebutuhan maksimum 1,5

2. Kebutuhan puncak

Sumber: Perpamsi dan DPU Cipta Karya (1998)

Jaringan Drainase

68

A. Analisis debit air maksimum (Q total)

Topografi pada wilayah perencanaan relatif rendah dengan ketinggian

terletak pada ketinggian 1500 - 2050 dpl. Wilayah perencanaan memiliki

permukaan tanah yang relatif datar dengan tingkat kemiringan antara 0-15% dengan

fungsi lahan dominan adalah pertanian, sedangkan curah hujan pada wilayah

perencanaan 1.500-2000 mm/tahun. Hal ini mempengaruhi kecepatan air run off

ketika terjadi hujan. Dengan topografi yang relatif rendah maka wilayah

perencanaan tidak memerlukan jaringan drainase yang memiliki Q saluran tinggi.

Hal ini disebabkan oleh keberadaan masih luasnya ketersediaan lahan di wilayah

perencanaan dan yang memberikan keuntungan tersendiri bagi wilayah

perencanaan yaitu digunakan sebagai penyerapan air.

Perkiraan Kecepatan Rata-rata Aliran Berdasarkan Kemiringan Rata-rata Dasar

Saluran

Kemiringan rata-rata dasar Kecepatan aliran rata-

saluran (%) rata (m/dtk)

0 0.4

1-2 0.6

2-4 0.9

4-6 1.2

6 - 10 1.5

10- 15 2.4

Sumber : Drainage Design for Bandung. BUDS Project. 1978

B. Debit Aliran

Debit air limpasan (Qlimpasan) dapat diartikan sebagai volume air hujan

per satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui

saluran drainase di sekitarnya. Untuk menghitung besarnya Q limpasan ada 3

komponen yang harus diketahui berdasarkan rumus debit air limpasan (Qlimpasan

) yaitu :

Q limpasan = 0,278 . C . I . A

dimana :
Q = volume air maksimum (m3/hari)
C = koefisien air limpasan (0 – 1)
I = intensitas hujan rata – rata pada periode tertentu (mm/hari)

A = luas permukaan yang dapat menampung/saluran air hujan (Ha)

Besarnya koefisien air limpasan dipengaruhi pula oleh kepadatan bangunan
yang juga dipengaruhi oleh jumlah dan kepadatan penduduk. Dengan demikian
untuk tiap wilayah perencanaan mempunyai besar koefisien yang berbeda, dengan
ketentuan sebagai berikut :

69

Penentuan Debit Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien Aliran Permukaan Jenis Penggunaan Koefisien Aliran
Lahan Permukaan

Daerah permukiman 0,25 – 0,40
Kepadatan rendah (< 100 jiwa/ha) 0,40 – 0,70
Kepadatan sedang (100 – 200 jiwa/ha) 0,70 – 0,80
Kepadatan tinggi (> 200 jiwa/ha) 0,90 – 0,95
0,80 – 0,90
Daerah perdagangan/jasa dan pelayanan umum 0,20 – 0,30
Daerah industri
Lapangan terbuka / lapangan / taman 0,18
Pertanian 0,47
Perkebunan

C. Analisis debit air maksimum saluran (Qsaluran)
Perhitungan debit air maksimum pada saluran drainase dihitung

denganmenggunakankomponen luas penampang dan kecepatan aliran air di

saluran tersebut.

Valiran = x / /


Setelah mendapatkan nilai kecepatan aliran dan luas penampang saluran,
maka debit maksimum saluran dapat diketahui dengan rumus:

Qsaluran = Valiran x Lpenampang

D. Analisa Kapasitas Drainase
Analisa kapasitas drainase akan menghasilkan informasi mengenai

memenuhi atau tidaknya sebuah saluran drainase untuk menampung volume debit
limpasan hujan dan limbah buangan air tangga. Informasi mengenai memenuhi atau
tidaknya sebuah saluran drainase diketahui dengan melihat selisih antara Qtotal
dengan Qsaluran. Sebuah saluran drainase dikatakan tidak memenuhi apabila Qtotal
lebih besar daripada Qsaluran.

Sistem Persampahan

70

Analisa persampahan ini menghitung perkiraan timbulan sampah yang

berasal dari aktivitas rumah tangga maupun kegiatan komersil. Perkiraan volume

timbulan sampah yang dihasilkan yakni:

 Sampah rumah tangga : 2,3 liter/orang/hari

 Sampah pasar : 25% dari sampah rumah tangga

 Sampah fasilitas umum dan sosia l: 5% dari sampah rumah tangga

Selain perkiraan volume buangan, untuk mendapatkan perkiraan kebutuhan

saranapersampahan pada tahun mendatang, diperlukan standar kebutuhan sarana

persampahan untuk membandingkan kondisi eksisting dengan standar yang

berlaku.

Sistem Sanitasi

Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan

kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem

terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air baku. Sistem

pembuangan air limbah setempat diperuntukkan bagi orang perseorangan/rumah

tangga. Sedangkan Sistem pembuangan air limbah terpusat diperuntukkan bagi

kawasan padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan

SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) serta mempertimbangkan kondisi sosial

ekonomi masyarakat. Prakiraan buangan air limbah dapat dihitung berdasarkan

standar perhitungan sebagai berikut:
 Buangan Limbah: Jumlah penduduk x 70% x kebutuhan air bersih rata-rata
 Buangan Industri: 27% x buangan limbah
 Buangan Perumahan: 33% x buangan limbah
 Buangan Sosial Ekonomi: 40% x buangan limbah
 Total Buangan :Jumlah buangan (industri + perumahan + sosial ekonomi)

Analisis Jaringan Listrik
Kebutuhan listrik ini disesuaikan dengan pertumbuhan penduduk disetiap

tahunnya dan bersifat berbanding lurus sehingga jika pertumbuhan penduduk
meningkat maka kebutuhan akan listrik juga akan meningkat. Berdasarkan standart
pelayanan PLN diketahui bahwa kebutuhan tiap jenis kegiatan adalah sebagai
berikut.

71

 Kebutuhan Rumah tangga : 750 watt/rumah tangga (dengan asumsi jumlah
anggota keluarga 4-5 orang)

 Industri & Perdagangan : 70% kebutuhan rumah tangga
 Fasilitas Sosial & Ekonomi : 15% kebutuhan rumah tangga
 Fasilitas Perkantoran : 10% kebutuhan rumah tangga
 Penerangan jalan : 1% kebutuhan rumah tangga
 Cadangan : 5% kebutuhan rumah tangga

Analisia Jaringan Telekomunikasi

Jaringan telekomunikasi didasarkan pada pertumbuhan jumlah penduduk.
Kebutuhan telepon dikawasan perencanaan memperhatikan hal berikut.

 17 satuan sambungan untuk melayani 100 penduduk;
 Kebutuhan non domestik diperkirakan sebesar 25 % dari kebutuhan

domestik;
 Distribusi point 8 SS/unit;
 Rumah kabel 300 – 500 SS/unit.

Analisa Sistem Pengangkutan Dan Transportasi
A. Tingkat Pelayanan Jalan
rumus berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) sebagai

berikut.

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs

Dimana:
C = kapasitas (smp/jam)
Co = kapasitas dasar untuk kondisi ideal tertentu (smp/jam)
FCw = penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCsf = faktor penyesuaian untuk hambatan samping
FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota

B. Kapasitas Dasar (C0)
Ketentuan kapasitas dasar jalan perkotaan (C0) berdasarkan MKJI adalah

sebagai berikut:

72

Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (C0)

Tipe Jalan Kota Kapasitas Catatan
Dasar
4 lajur terbagi atau jalan 1 arah (smp/jam) Perlajur
4 lajur tak terbagi 1.650 Perlajur
2 lajur tak terbagi 1.500 Total dua arah
2.900
Sumber: MKJI (1997)

C. Faktor Koreksi Lebar Jalan (FCw)

Berdasarkan MKJI faktor koreksi ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif

yang dapat terlihat pada tabel berikut:

Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)

Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif FCW

(m) 0,92
0,96
Perlajur 1,00
1,04
3,00 1,08

4 lajur terbagi atau 3,25 0,91
0,951
jalan satu arah 3,50 1,00
1,05
3,75 1,09

4,00 0,56
0,87
Perlajur 1,00
1,14
3,00 1,25
1,29
4 lajur tak terbagi 3,25 1,34
3,50

3,75

4,00

DuaArah

5,00

6,00

2 lajur tak terbagi 7,00
8,00

9,00

10,00

11,00

Sumber: MKJI, Tahun 1997

D. Faktor Koreksi Kapasitas akibat Pembagi arah (FCSP)
Penentuan faktor koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi

arus lalu lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan
satu arah dan atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas akibat

73

pembagian arah adalah 1,0. Faktor koreksi kapasitas akibat pembagi arah dapat

dilihat pada berikut:

Faktor Korelasi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP)

Pembagian arah (%-%) 50- 55- 60- 65- 70-
50 45 40 35 30

FCSP 2 lajur 2 arah tanpa pembatas median 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
(2/2 UD)

4 lajur 2 arah tanpa pembatas median 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
(4/2 UD)

Sumber : MKJI, Tahun 1997

E. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping dan Bahu

Jalan (FCSF)

Menentukan faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping dan bahu

jalan (FCSF) terlihat pada tabel berikut:

FCSF Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping

Kelas dan lebar bahu FC
Hambatan SF
Samping
Tipe Jalan Lebar bahu jalan efektif Ws

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥2,0

Sangat 0,96 0,98 1,01 1,03
0,94 0,97 1,00 1,02
4 lajur 2 arah rendah 0,92 0,95 0,98 1,00
berpembatas Rendah 0,88 0,92 0,95 0,98
median (4/2 D) Sedang 0,84 0,88 0,92 0,96
Tinggi

Sangattinggi

Sangatrendah 0,96 0,99 1,01 1,03

4 lajur 2 arah tanpa Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02

pembatas Median Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00

( 4/2 UD) Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98

Sangattinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

Sangat 0,94 0,96 0,99 1,01
0,92 0,94 0,97 1,00
2 lajur 2 arah tanpa rendah 0,89 0,92 0,95 0,98
pembatas Rendah 0,82 0,86 0,90 0,95
Atau jalan satu arah Sedang 0,73 0,79 0,85 0,91
Tinggi

Sangattinggi

Sumber : MKJI, Tahun 1997

FCSF Untuk Jalan yang Mempunyai Jarak Kerb dengan Trotoar

74

Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan
Hambatan samping dan jarak kereb-penghalang FC
Samping
SF

Tipe Jalan Jarak: kereb-penghalang W
K

< 0,5 1,0 1,5 >2,0

Sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01

4 lajur 2 arah Rendah 0,94 0,96 0,98 1,00

berpembatas Sedang 0,91 0,93 0,95 0,98

median (4/2 D) Tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95

Sangattinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

Sangatrendah 0,96 0,99 1,01 1,01
0,94 0,97 1,00 1,00
4 lajur 2 arah tanpa Rendah

pembatas Median Sedang 0,92 0,95 0,98 0,97

( 4/2 UD) Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,93
0,80 0,86 0,90 0,90
Sangattinggi

2 lajur 2 arah tanpa Sangat rendah 0,93 0,95 0,97 0,99
pembatas Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97
Atau jalan satu Sedang
arah Tinggi 0,86 0,88 0,91 0,94
Sangattinggi
0,78 0,81 0,84 0,88
0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber : MKJI, Tahun 1997

F. Faktor Koreksi Kapasitas akibat ukuran kota (FCcs)

Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ditentukan dengan melihat

jumlah penduduk disuatu kota terlihat pada tabel berikut:

Faktor Koreksi Kapasitas akibat ukuran kota (FCcs)

Ukuran kota ( juta penduduk) Faktor koreksi untuk ukuran kota
< 0,1 0,86
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3 1,04

Sumber : MKJI, Tahun 1997

G. Derajat Kejenuhan
Penentuan derajat kejenuhan adalah sebagai penentu Level of Service

(LOS). Jalan yang ada di BW, penentuan derajat kejenuhan adalah menggunakan
rumus:

DS = Q/C

Keterangan:
Q = Arus Total Kendaraan (smp/jam)

75

C = Kapasitas Jalan (smp/jam)

H. Level of Service (LOS)

Perhitungan tingkat pelayanan jalan dapat dihitung dengan menggunakan

perhitungan Level of Service (LOS). LOS merupakan ukuran kualitatif yang

menggambarkan kondisi lalu lintas pada suatu ruas jalan.

Klasifikasi Jalan Menurut Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat

pelayana Q/C Klasifikasi

n

A 0,00 – Arus bebas volume rendah dan kecepatan
0,19 tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan

yang dikehendaki

B 0,20 – Arus stabil kecepatan sedikit terbatas oleh
0,44 lalin, pengemudi masih dapat kebebasan
dalam memilih kecepatannya

C 0,45 – Arus stabil, kecepatan dikontrol lalin
0,74

D 0,75 – Arus sudah tidak stabil, kecepatan rendah
0,84

E 0,85 – Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan
1,0 berbeda - beda, volume mendekati kapasitas.

Arus yang terhambat, kecepatan rendah,

F > 1,0 volume di atas kapasitas, sering terjadi
kemacetan pada waktu lama sehingga

kecepatan dapat turun menjadi nol.

Sumber: MKJI, 1997

Analisa Hierarki Jalan

standar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006.

Standar Rumaja berdasarkan Hirarki Jalan

Hierarki Jalan Rumaja/ Badan jalan Kecepatan

Kolektor Sekunder >9 meter >20 km/jam

Lokal Sekunder >7,5 meter >10 km/jam

Lingkungan Primer >6,5 meter >15 km/jam

Sumber: PP No. 34 Tahun 2006

76

Contoh Penampang Melintang Jalan

77

Analisis Fasilitas Umum Kota

Analisis Proyeksi Perumahan
Zona perumahan merupakan peruntukan ruang yang terdiri atas kelompok

rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
dilengkapi dengan fasilitasnya.Menurut tingkat kepadatannya, zona perumahan
terbagi atas 5 (lima) sub zona, yakni:

1. Rumah kepadatan sangat tinggi dengan kriteria > 1000 rumah/hektar;
2. Rumah kepadatan tinggi dengan kriteria 100-1000 rumah/hektar;
3. Rumah kepadatan sedang dengan kriteria 40 – 100 rumah/hektar;
4. Rumah kepadatan rendah dengan kriteria 10 – 40 rumah/hektar;
5. Rumah kepadatan sangat rendah dengan kriteria < 10 rumah/hektar.

Pemenuhan kebutuhan rumah pada zona perumahan didasarkan pada
asumsi bahwa setiap keluarga dapat hidup layak dan menempati satu rumah sendiri.
Jumlah rumah yang dibutuhkan untuk 20 tahun mendatang dapat diketahui melalui
jumlah KK, di mana 1 (satu) KK layak menempati 1 rumah dengan jumlah 1 KK =
4 orang.

Pengembangan perumahan dilakukan dengan kriteria perbandingan antara
perumahan kavling besar terhadap kavling sedang dan terhadap kavling kecil, yaitu
1:3:6. Untuk menentukan jumlah unit rumah dan berapa luasan yang diperlukan
maka menggunakan ketentuan dari SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-384/1992, No.739/KPTS/1992 dan
No/009/KPTS/1992 tentang pengaturan kapling/blok perumahan, yaitu:

1. Rumah kapling kecil (K) seluas 50 m2 – 200 m2
2. Rumah kapling sedang (S) seluas 200 m2 – 300 m2
3. Rumah kapling besar (B) seluas 300 m2 – 500 m2

Penghitungan kebutuhan luas lahan perumahan dihitung berdasarkan
proporsi kebutuhan tipe rumah kavling besar : sedang : kecil, yakni 1:3:6, di mana
luas masing-masing kapling menggunakan luas rata-rata, yakni kapling kecil 54
m2, kapling sedang 100 m2, dan kapling besar 300 m2

78

Sarana Pendidikan
Dasar penyediaan fasilitas pendidikan adalah untuk melayani setiap unit

administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal
(Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada jumlah
penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut. Pengembangan sarana
pelayanan pendidikan mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan sebagai berikut:

Sekolah Dasar, dengan jumlah penduduk pendukung adalah 1600 jiwa tiap
unit sekolah dasar dan luas lahan minimal yang dibutuhkan seluas 0,2 Ha serta
radius pelayanan 1000 meter;

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dengan jumlah penduduk pendukung
adalah 4800 jiwa tiap unit Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan luas lahan
minimal yang dibutuhkan seluas 0,9 Ha serta radius pelayanan 1000 meter;

Sekolah Menengah Umum, dengan jumlah penduduk pendukung adalah
4800 jiwa tiap unit Sekolah Menengah Umum dan luas lahan minimal yang
dibutuhkan seluas 1,25 Ha serta radius pelayanan 3000 meter.

Sarana Kesehatan

Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang

dilayani oleh sarana tersebut. Pengembangan fasilitas kesehatan mengacu pada SNI

03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

sebagai berikut:
 Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan, dengan

jumlah penduduk pendukung adalah 30.000 jiwa tiap unit Puskesmas

Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan dan luas lahan minimal yang

dibutuhkan seluas 0,03 Ha serta radius pelayanan 1500 meter;
 Puskesmas dan Balai Pengobatan, dengan jumlah penduduk pendukung

adalah 30.000 jiwa tiap unit Puskesmas dan Balai Pengobatan dan luas lahan

minimal yang dibutuhkan seluas 0,1 Ha serta radius pelayanan 3000 meter;

Sarana Perdagangan dan Jasa

Jenis Sarana Standar Jumlah Penduduk yang
Warung dilayani
250 jiwa

79

Jenis Sarana Standar Jumlah Penduduk yang
dilayani
Kios 1.000 jiwa
Toko 2.500 jiwa
Pasar
Bengkel dan Servis 30.000 jiwa
Biro Jasa Perjalanan 10.000 jiwa
10.000 jiwa

Sarana Olah Raga dan Rekreasi

Tabel Kebutuhan Sarana Olahraga dan Rekreasi

Jenis sarana Standar jumlah penduduk

Taman Bermain Anak 2,500 jiwa
Taman Bermain Umum 10,000 jiwa
Lapangan Olahraga Terbuka 30,000 jiwa
Lapangan Olahraga Tertutup 30,000 jiwa
30,000 jiwa
Bioskop

80

SCAN LINK BERIKUT UNTUK MENGUNDUH PEDOMAN ANALISIS
PENYUSUNAN RDTR KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG

https://unej.id/PEDOMANANALISISRDTR

81

SCAN LINK BERIKUT UNTUK MENGAKSES VIDEO PEMBELAJARAN
ANALISA RDTR

https://unej.id/VIDEOANALISIRDTR

82

RENCANA RDTR

83

Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam RDTR merupakan upaya
mewujudkan RDTR dalam bentuk program pengembangan WP dalam jangka
waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan
sebagaimana diatur dalam pedoman ini. Program dalam ketentuan pemanfaatan
ruang meliputi:

1. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas
1. Lokasi
2. Besaran
3. Sumber Pendanaan
4. Instansi Pelaksana
5. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

FUNGSI sebagai:
a. dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman investasi
pengembangan WP
b. arahan untuk sektor dalam penyusunan program
c. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu tahunan dan
penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 tahun
d. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.

DASAR PERUMUSAN:
1. rencana pola ruang dan jaringan prasarana
2. ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan
3. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan
4. masukan dan kesepakatan dengan para investor
5. prioritas pengembangan WP dan pentahapan rencana pelaksanaan program
sesuai dengan RPJP daerah dan RPJM daerah, serta rencana terpadu dan
program investasi infrastruktur jangka menengah

84

KRITERIA PERUMUSAN:
a. mendukung perwujudan rencana pola ruang dan jaringan prasarana di
WP serta perwujudan Sub WP yang diprioritaskan penanganannya
b. mendukung program penataan ruang wilayah kabupaten/kota
c. realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu
perencanaan
d. konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun
e. terjaganya sinkronisasi antarprogram dalam satu kerangka program
terpadu pengembangan wilayah kabupaten/kota

PROGRAM PEMANFAATAN RUANG PRIORITAS
Merupakan program-program pengembangan WP yang diindikasikan

memiliki bobot tinggi berdasarkan tingkat kepentingan atau diprioritaskan dan
memiliki nilai strategis untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan
prasarana di WP sesuai tujuan penataan WP. Program pemanfaatan ruang dapat
memuat kelompok program, meliputi :

1. Program perwujudan rencana pola ruang di WP, meliputi:
a. perwujudan zona lindung pada WP termasuk didalam pemenuhan
kebutuhan RTH
b. perwujudan zona budi daya pada WP yang terdiri atas:
 Perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di
WP
 Perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap jenis
pola ruang;
 perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan/atau
 perwujudan tata bangunan.

2. Program perwujudan rencana jaringan prasarana di WP yang meliputi:
a. perwujudan pusat pelayanan kegiatan di WP
b. perwujudan sistem jaringan prasarana untuk WP, yang mencakup
sistem prasarana nasional dan wilayah/regional di dalam WP yang
terdiri atas :

85

 perwujudan sistem jaringan pergerakan
 perwujudan sistem jaringan energi/listrik
 perwujudan sistem jaringan telekomunikasi
 perwujudan sistem jaringan air minum
 perwujudan sistem jaringan drainase
 perwujudan sistem jaringan air limbah
 perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya
3. program perwujudan penetapan Sub WP yang diprioritaskan
penanganannya yang terdiri atas:
a. perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
b. pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan
c. pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan
d. pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
4. program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim, dapat sebagai
kelompok program tersendiri atau menjadi bagian dari kelompok program
lainnya, disesuaikan berdasarkan kebutuhannya.

86

Contoh Matriks Susunan Tipologi Program Prioritas

Contoh Cara Mengisi Tabel Prioritas

87

Konsep Dan Skenario Pengembangan

Analisis Importance Performance Analysis (IPA)
Analisis Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali dikenalan

oleh Martilla dan James (1997). Importance Performance analysis (IPA) ini
merupakan sebuah alat bantu untuk menganalisis kinerja atau pelayanan yang dapat
dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan terhadap tingkat kepuasan yang
diinginkan. Tingkat kesesuaian yaitu hasil perbandingan antara skor kinerja dengan
skor kepentingan, sehingga tingkat kesesuaian ini yang akan dipakai dalam sebuah
penanganan.

Metode Importance performance analysis (IPA) menurut Martilla dan
James (1977) adalah alat analisis yang bertujuan untuk mengukur hubungan antara
presepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk jasa. Metode IPA
mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi faktor-faktor yang
menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan mereka terhadap suatu
produk/jasa dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu
ditingkatkan.

Teknik ini mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan faktor yang
mempengaruhi persepsi taman dengan menggunakan dua kriteria, yaitu
kepentingan dan kepuasan pengunjung. Penerapan teknik IPA dimulai dengan
identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati.

Setelah itu menentukan atribut-atribut untuk dijadikan pertanyaan kepada
pengunjung dengan menilai kepuasan (performance) dan kepentingan. Hasil dari
penilaian tersebut kemudian digunakan untuk menentukan mean, median atau
pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja atribut dikumpulkan dan
diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah; kemudian dengan
memasangkan kedua set rangking tersebut,masing-masing atribut di tempatkan ke
dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja.

Variabel-variabel yang digunakan dalam metode IPA ini diukur melalui
tingkat kepuasan dan kepentingan. Kinerja taman ini dilihat dari tingkat kesesuaian
antara penilaian persepsi terhadap kualitas dan penilaian tingkat kepentingan dari
setiap variabel.

88

Tki= Xi/Yi

dengan:

Tki : Tingkat keseuaian

Xi : Skor penilaian presepsi

Yi : Skor penilaian kepentingan

Pengukuran untuk tingkat kepentingan digunakan skala likert 5 tingkat

begitu juga untuk untuk tingkat kepuasan juga menggunakan skala likert 5 tingkat.

Tingkat kepentingan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut.

Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan

Pengukuran Tingkat Pengukuran Tingkat Kepuasan

Kepentingan Jawaban (a) sangat baik/ sangat
penting bobot 5
Jawaban (a) sangat penting diberi Jawaban (b) baik /penting bobot 4

bobot 5 Jawaban (c) kurang baik /kurang
penting bobot 3
Jawaban (b) penting diberi bobot Jawaban (d) tidak baik /todak
penting bobot 2
4 Jawaban (e) sangat tidak/ sangat
tidak penting baik bobot 1
Jawaban (c) cukup penting diberi

bobot 3

Jawaban (d) kurang penting

diberi bobot 2

Jawaban (e) tidak penting diberi

bobot 1

(Persepsi) ( 5) + ( 4) + ( 3) + ( 2) + ( 1)
= (Kepentingan) 100% = ( 5) + ( 4) + ( 3) + ( 2) + ( 1)

Tingkat kesesuaian (Tk) ini bertujuan untuk membandingkan tingkat kinerja
(performance) dan tingkat kepentingan / harapan (importance). Dari tingkat
kesesuaian ini selanjutnya untuk menentukan proritas penilaian terhadap atribut-
atribut penelitian (Irmaini, 2010). Berikut ini adalah kriteria pengujian.

 Jika Tingkat kepuasan < 100% maka kinerja belum memuaskan atau buruk/
kurang

 Jika Tingkat kepuasan = 100% maka kinerja telah memuaskan atau cukup
 Jika Tingkat kepuasan > 100% maka kinerja sangat memuaskan atau baik

89

Hasil dari perhitungan metode dari IPA akan disampaikan dalam bentuk
kuadran 2 dimensi yang bersifat grafis dan mudah diinterpretasi. Kuadran metode
Importance Performance Analysis adalah sebagai berikut :

Kuadran Metode IPA
1. Concentrate Here (Konsentrasi Di Sini)

Faktor-faktor yang terletak dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang
Penting dan atau diharapkan oleh pengunjung tetapi kondisi Persepsi dan atau
kinerja taman yang ada pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak pemerintah
berkewajiban untuk meningkatkan kinerja taman berbagai faktor tersebut. Faktor-
faktor yang terletak pada kuadran A ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.

2. Keep Up With The Good Work (Pertahankan Prestasi)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap penting dan

diharapkan sebagai faktor penunjang bagi kepuasan pengunjung sehingga pihak
pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa kinerja taman yang dikelola
dapat terus mempertahankan prestasi yang terus dicapai. Hal ini berada pada
kuadran B.

3. Low Priority (Proritas Rendah)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran C ini mempunyai tingkat Persepsi

atau Kinerja taman yang rendah sekaligus dianggap tidak terlalu penting.

90

Diharapkan untuk tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian
pada faktor-faktor tersebut.

4. Possibly Overkill (Terlalu Berlebih)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran D ini dianggap tidak terlalu penting dan
atau tidak terlalu diharapkan sehingga pihak pemerintah atau pengelola perlu
mengalokasikannya sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada
faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih
membutuhkan peningkatan, semisal di kuadran A.

Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem
pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor–faktor persepsi, preferensi,
pengalaman dan intuisi. AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari
beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu.
Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual
maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan.
Dengan demikian metode ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala
rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, perilaku dan
kepercayaan (Saaty, 1993).

Penilaian AHP berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada tim ahli
sebagai responden terhadap kriteria. Hasil penilaian kemudian dianalisis
menggunakan software expert choice.

91

Penyusunan Peraturan Zonasi
(Zoning Text dan Zoning Map)

Pedoman penyusunan peraturan zonasi di dasarkan pada Permen PU No.
20/PRT/M/2011.

Peraturan Zonasi merupakan komponen yang tidak bisa terpisahkan oleh
RDTR, tetapi bisa berdiri sendiri apabila RDTR tidak disusun dan RDTR sudah
diperdakan namun tidak menyertakan Peraturan Zonasi

Fungsi Peraturan Zonasi

92

Manfaat Peraturan Zonasi

Materi Peraturan Zonasi

Materi Wajib Materi Pilihan

1. Ketentuan yang berisi kegiatan 1. Ketentuan lain yang dapat
dan penggunaan lahan yang ditambahkan pada suatu zona
diperbolehkan,kegiatan dan untuk melengkapi aturan dasar
penggunaan lahan yang bersyarat yang sudah ditetapkan
secara terbatas, kegiatan dan
penggunaan lahan yang bersyarat 2. Ketentuan yang mengatur
tertentu, dan kegiatan dan pemanfaatan zona yang
penggunaan lahan yang tidak memiliki fungsi khusus dan
diperbolehkan pada suatu zona diberlakukan ketentuan khusus
sesuai dengan karakteristik zona
2. Ketentuan mengenai besaran dan kegiatannya.
pembangunan yang
diperbolehkan pada suatu zona 3. Ketentuan Pengaturan Zonasi,
Ketentuan Tambahan,
3. Ketentuan yang mengatur Ketentuan Khusus, Standar
bentuk, besaran, peletakan, dan Teknis, Aturan-aturan teknis
tampilan bangunan pada suatu pembangunan yang ditetapkan
zona berdasarkan peraturan/
standar/ ketentuan teknis yang
4. Ketentuan Kegiatan dan berlaku serta berisi panduan
Penggunaan Lahan Ketentuan yang terukur dan ukuran yang
Intensitas Pemanfaatan Ruang sesuai dengan kebutuhan
Ketentuan Tata Bangunan
Ketentuan Prasarana dan Sarana 4. Ketentuan pengaturan zonasi
Minimal adalah varian dari zonasi
konvensional yang
5. Kelengkapan dasar fisik dikembangkan untuk
lingkungan dalam rangka memberikan fleksibilitas dalam
menciptakan lingkungan yang penerapan aturan zonasi dan
nyaman melalui penyediaan ditujukan untuk mengatasi
prasarana dan sarana yang sesuai

93

agar zona berfungsi secara berbagai permasalahan dalam
optimal penerapan peraturan zonasi
6. Ketentuan Pelaksanaan dasar
Ketentuan variansi pemanfaatan 5. Penjelasan lebih lanjut akan
ruang, Ketentuan pemberian dibahas dengan contoh dan
insentif dan disinsentif, penerapannya sesuai Permen
Ketentuan untuk penggunaan PU No. 20/PRT/M/2011
lahan yang sudah ada dan tidak
sesuai dengan peraturan zonasi

Materi Wajib Peraturan Zonasi

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan

ketentuan maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam

peraturan bangunan setempat dan ketentuan khusus bagi unsur

bangunan/komponen yang dikembangkan.

SIMBOL DESKRIPSI
I
 Pemanfaatan
T diperbolehkan/diizinkan.

 Kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi I memiliki
sifat sesuai dengan peruntukan ruang
yang direncanakan.

 Pemerintah kabupaten/kota tidak
dapat melakukan peninjauan atau
pembahasan atau tindakan lain
terhadap kegiatan dan penggunaan
lahan yang termasuk dalam klasifikasi
I.

 Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat
secara terbatas

 Pemanfaatan bersyarat secara
terbatas bermakna bahwa kegiatan
dan penggunaan lahan dibatasi
dengan ketentuan sebagai berikut:

 pembatasan pengoperasian, baik
dalam bentuk pembatasan waktu
beroperasinya suatu kegiatan di
dalam subzona maupun pembatasan
jangka waktu pemanfaatan lahan
untuk kegiatan tertentu yang
diusulkan

 pembatasan intensitas ruang, baik
KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun
ketinggian bangunan. Pembatasan ini
dilakukan dengan menurunkan nilai

94

SIMBOL DESKRIPSI
B
X maksimal dan meninggikan nilai
minimal dari intensitas ruang dalam
peraturan zonasi
 pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
pemanfaatan yang diusulkan telah
ada mampu melayani kebutuhan, dan
belum memerlukan tambahan, maka
pemanfaatan tersebut tidak boleh
diizinkan atau diizinkan terbatas
dengan pertimbangan-pertimbangan
khusus.
 Contoh: dalam sebuah zona
perumahan yang berdasarkan standar
teknis telah cukup jumlah fasilitas
peribadatannya, maka aktivitas rumah
ibadah termasuk dalam klasifikasi T.
 Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat
tertentu
 Pemanfaatan bersyarat tertentu
bermakna bahwa untuk mendapatkan
izin atas suatu kegiatan atau
penggunaan lahan diperlukan
persyaratan persyaratan tertentu
yang dapat berupa persyaratan umum
dan persyaratan khusus
 Persyaratan dimaksud diperlukan
mengingat pemanfaatan ruang
tersebut memiliki dampak yang besar
bagi lingkungan sekitarnya.
Pemanfaatan yang tidak diizinkan

Pengisian isian tabel kententuan teknis didasarkan pada daftar kegiatan yang
terdapat pada zona/sub zona/sub sub zona yang ada. Contoh :

95

1. Daftar kegiatan dari zona kesehatan yaitu posyandu di dalam kotak zona
permukiman rendah diperboleh/diijinkan (I)

2. Daftar kegiatan dari zona perdagangan yaitu pasar di dalam kotak zona
permukiman tinggi diijinkan tetapi bersyarat harus melalui kajian
lingkungan dan Amdal (B)
5 Pertimbangan Penentuan Daftar Kegiatan

Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu
zonasi didasarkan pada hal-hal dibawah ini, meliputi :
Pertimbangan Umum

Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara
lain kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW kabupaten/kota,
keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah,
kelestarian lingkungan, toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap
peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pertimbangan Khusus

Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna
lahan, kegiatan atau komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat
disusun berdasarkan rujukan mengenai ketentuan atau standar yang berkaitan
dengan pemanfaatan ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan

96

setempat, dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau
komponen yang dikembangkan.

Contoh Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
(Pada Zona dan Kegiatan yang Sama)

Contoh Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
(Pada Zona dan Kegiatan yang Berbeda)

Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Intensitas pemanfaatan ruang merupakan tingkat alokasi dan

distribusi lahan pada lokasi prioritas. Terdiri dari 2 ketentuan meliputi
ketentuan wajib dan ketentuan lain intensitas ruang

97

A. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian

atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan. Berikut ini
adalah rumus untuk menghitung KDB :

Dimana :
= Luas kawasan yang harus dilestarikan ( / )
A = luas lahan (ha/m2)

Dimana :
Qinf = debit infiltrasi air (l/detik)
Iinf = intensitas infiltrasi (l/detik)
Berikut ini rumus untuk mengjhitung debit dan intensitas infiltrasi air

98

NB : Koefisien infiltrasi (C) tergantung dari jenis bidang yang menutupi di atasnya, dan nilai
koefisien
dapat diambil dari hasil kajian atau penelitian

B. Koefisien Lantai Bangunan
KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan,

ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan
terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan. Perhitungan KLB
dapat dihitung dengan rumus :

Dengan demikian dalam menentukan KLB pertama kali yang dilakukan adalah
menghitung maksimal lantai bangunan terlebih dahulu.

Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan sebenarnya sejalan dengan perhitungan Koefisien Lantai

Bangunan, dimana dalam menghitung lantai bangunan akan diperoleh estimasi
tinggi bangunan masing-masing blok peruntukan. Pertimbangan yang bisa
digunakan adalah pertimbangan jalur pesawat, SEP dan ALO, arah angin, bahaya
kebakaran dan gempa.

KDH Minimal
KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara

umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan mempertimbangkan
tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase.

KDH = 100% - (KDB+(20% x KDB))
Dimana :
KDH = Koefisien Dasar Hijau
KDB = Koefisien Dasar Bangunan

99

Contoh Tabel Ketentuan Intensitas Bangunan
Contoh Peta Ketentuan Intensitas Bangunan

Garis Sempadan Bangunan (GSB)

100


Click to View FlipBook Version