2 PEMANFATAAN DAN PENGELOLAAN MANGROVE Elfi Yulita Jesika Andriani Sijabat Karolina Hasugian Mutiara Shalsabila Fitri S Rohaida Situngkir Sartika Permata Sari Wilihar Tamba Fakultas Ilmu Sosial UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan buku pemanfaatan dan pengelolaan mangrove. Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Adapun tujuan dari disusunnya buku ini adalah sebagai suplemen bagi para mahasiswa dalam mempelajari dan memahami Pemanfaatan dan Pengelolaan Mangrove. Tidak lain juga merupakan salah satu mata kuliah pada program studi di perguruan tinggi yaitu mata kuliah konservasi Sumber Daya Alam. Buku ini disusun berdasarkan kajian dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh tim penulis sebelumnya serta ditambah dengan beberapa referensi buku lainnya. Terbitnya buku ini berkat kerja sama antara tim penulis dalam menyiapkan berbagai kajian hasil penelitian. Tersusunnya buku ini juga didukung oleh dosen-dosen pada Jurusan Geografi Universitas Negeri Medan, terkhusus kepada Ibu Dr. Meilinda Suriani Harefa, S.Pd., M.Sc, selaku dosen pembimbing mata kuliah konservasi sumber daya alam. Terima kasih pula disampaikan kepada keluarga, sahabat, rekan-rekan tim penulis, serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu secara moral dan material dalam tersusunnya buku ini. Buku ini merupakan salah salah tahap awal dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam bidang pemanfaatan hutan Mangrove. Buku ini juga merupakan upaya penulis dalam pembelajaran Konservasi Sumber Daya Alam. Dengan dibuatnya buku ini tim penulis berharap agar mahasiswa atau siapapun yang nantinya membaca buku ini dapat menambah wawasan serta
4 ilmu para pembaca. Penulis juga berharap agar kiranya para pembaca dapat menambah sumber referensi lain dengan topik kajian yang sama di sumber lain. Tim penulis juga menyadari bahwa dari segi penulisan banyak sekali kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun susunan penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan untuk langkah-langkah selanjutnya. Oleh karena itu, tim penulis mengharapkan saran dan pendapat dalam memperkuat dan memperdalam buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan senantiasa memberikan kesempatan dalam mengamalkan ilmu dan pengetahuan bagi bangsa dan negara. Amin. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga segala bantuan, bimbingan dan arahan yang diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Tuhan yang maha Esa. Medan, Mei 2023 Tim Penulis
5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................ 3 DAFTAR ISI........................................................................................................................... 5 BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 7 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 7 BAB II KONSEP DASAR MANGROVE......................................................................... 11 A. Pengertian Mangrove .................................................................................................... 11 B. Karakteristik Mangrove................................................................................................. 14 C. Pengetahuan Dasar Mengenai Mangrove ...................................................................... 17 D.Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove............................................................................ 18 E. Ekosistem Mangrove ..................................................................................................... 22 BAB III PEMANFAATAN MANGROVE....................................................................... 26 A. Manfaat Hutan Mangrove Secara Umum...................................................................... 26 B.Pemanfaatan Secara Tradisional..................................................................................... 27 C. Pemanfaatan Secara Komersial ..................................................................................... 28 BAB IV PERAN DAN ZONASI HUTAN MANGROVE ................................................ 32 A. Peran Ekologis Mangrove ............................................................................................ 32 B. Jenis-Jenis Tumbuhan Hutan Mangrove ....................................................................... 34 C. Zonasi Mangrove........................................................................................................... 39 D. Faktor Lingkungan Untuk Pertumbuhan Mangrove ..................................................... 40 BAB V PENGELOLAAN MANGROVE ......................................................................... 42 A. Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan .................................................... 42 B.Penilaian Dan Pengukuran Sumber Daya Hutan Mangrove .......................................... 43 C.Persemaian Mangrove .................................................................................................... 44 D. Penanaman Mangrove Di Lapangan ............................................................................. 45 E.Deforestasi dan Degradasi Hutan Mangrove .................................................................. 45 F Strategi Nasional Hutan Mangrove Di Indonesia ........................................................... 47 G.Model Pengelolalaan Terpadu Hutan mangrove angrove .............................................. 50 BAB VI PELESTARIAN HUTAN MANGROVE............................................................ 58 A. Pelestarian Hutan Mangrove ........................................................................................ 58 B. Penyebab Rusaknya Ekosistem Hutan Mangrove......................................................... 59
6 C. Upaya Konservasi Hutan Mangrove.............................................................................. 59 D. Upaya Pemulihan Dan Pendayagunaan Potensi Hutan Mangrove............................... 60 BAB VII PERSEBARAN HUTAN MANGROVE DI INDONESIA .............................. 61 A. Persebaran Hutan Mangrove Di Indonesia.................................................................... 61 B. Pemanfaatan Hutan Mangrove ...................................................................................... 66 C. Identifikasi Jenis-Jenis Mangrove Di Indonesia............................................................ 70 BAB VIII PENYEBAB RUSAKNYA HUTAN MANGROVE DI INDONESIA........... 84 A. Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove ......................................................................... 84 B. Kerusakan Akibat Faktor Alam..................................................................................... 90 BAB IX PENUTP................................................................................................................. 92 A. Kesimpulan.................................................................................................................... 92 B. Saran .............................................................................................................................. 94 LATIHAN SOAL .................................................................................................................. 95 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 102
7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata mangrove, berasal dari perpaduan dua bahasa, yaitu mangue (bahasa Portugis), yang berarti tumbuhan, dan grove (bahasa Inggris) berarti ditepi laut. Mangrove merupakan sekumpulan tumbuhan tropis dan sub tropis yang tumbuh pada daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut (intertidal zone), juga pertemuan antara air tawar dan air laut. Meskipun dalam prakteknya, mangrove sering dipergunakan untuk menyebut salah satu species dari tumbuhan tersebut. Dalam kamus Oxford, “mangrove” atau “mangrowe” digunakan sejak tahun 1613 yaitu pohon tropis atau semak belukar hidup di daerah perairan berawa dengan sistem perakaran tumbuh di atas tanah (Mandal dan Naskar, 2008). Sehingga dapat dikatakan mangrove merupakan tanaman yang sangat berguna dan banyak dimanfaatkan oleh daerah pesisir, oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan juga dampaknya terhadap daerah sekitar pesisir. Pengelola hutan mangrove berpotensi untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu mangrove harus diletasrikan dan dijaga, jangan sampai menimbulkan dampak negatif terhadap pantai. Mangrove didefinisikan sebagai formasi tanaman khas di area pantai yang dipengaruhi oleh salinitas tertentu. Bakau merupakan hutan yang biasanya hidup di dataran luluk pesisir dan muara yang dipengaruhi oleh pasang surut, dan termasuk Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora, dan Nypa. Arti kata mangrove pada tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di rawa-rawa pasang surut tropis dan
8 subtropis di daerah intertidal dan intertidal dangkal. Hutan mangrove dapat didefinisikan seperti sejenis hutan yang tumbuh di dalamnya zona pasang surut (terutama di pantai kawasan lindung, laguna, muara sungai) banjir dan bebas air surut membanjiri masyarakat itu. Tanaman ini toleran terhadap garam. Tanaman cemara ini terdiri dari berbagai campuran yang dapat digunakan baik untuk keperluan rumah tangga (pakan ternak, kertas, dan batubara) dan industri. Kerusakan Dua faktor yang bertanggung jawab atas mangrove: Anonim mengatakan bahwa aktivitas alam dan manusia berjalan beriringan. perambahan bakau yang luas untuk tujuan produksi arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, kepemilikan komunal atas tanah, pembukaan lahan untuk tambak dan tambak garam, hunian, pertanian, pertambangan, dan industri, merupakan contoh kegiatan manusia yang merugikan. Hutan mangrove di Indonesia diperkirakan seluas 8,6 juta hektar pada tahun 1999, namun menurut Direktur Jenderal Reklamasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2006), hanya tersisa 5,3 juta hektar. Menurut Saat ini luas hutan mangrove di dunia adalah sekitar 17 juta ha, yang mana sekitar 3,7 juta ha (22% IURS areal) terdapat di Indonesia. Luas potensi hutan mangrove di Indonesia adalah 8,6 juta hektar, dimana 3,8 juta hektar berada di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta hektar berada di luar kawasan hutan. Sementara itu, berdasarkan statusnya, diperkirakan 1,7 juta ha (44,73%) hutan mangrove di dalam kawasan hutan dan 4,2 juta ha (87,50%) hutan mangrove di luar kawasan hutan dalam keadaan rusak. Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon tertentu atau semaksemak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove sebagian besar merupakan populasi tumbuhan pesisir tropis yang diwarnai dengan beragam bentu tumbuhan yang dapat tumbuh dan berkembang di dataran lumpur sepanjang pesisir. Keanekaragaman hayati yang tinggi serta flora dan fauna yang spesifik
9 membedakan hutan ini dengan hutan lainnya. Sebagian besar, mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang dicirikan oleh berbagai jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada dataran lumpur yang terbentang di sepanjang pantai. Keanekaragaman dari tinggi serta flora dan fauna yang spesifik membedakannya hutan dari hutan lain. Hutan mangrove adalah sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan rekasi tanah anaerob. Hutan mangrove atau hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organic. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatuliswa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan mangrove di Indonesia, yang terbagi kedalam 2 zone wilayah geografi mangrove yaitu Asia dan Oseania, kedua zoa tersebut memiliki keanekaragaman tumbuhan, satwa dan jasad renikyang lebih besar disbanding negara-negara lainnya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ketempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumberdaya hutan mangrove dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai
10 ekosistem yang masing-masing menampilkan kekhususan dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat di dalamnya ( Santono, et al., 2005). Menurut Santono terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yaitu berkisar antara 2,5 juta – 4,25 juta ha. Perbedaan ju,lah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia (21% luas mangrove dunia).
11 BAB II HUTAN MANGROVE A. Pengertian mangrove Mangrove merupakan vegetasi yang tumbuh di zona pasang surut (intertidal) dan dapat ditemukan di sepanjang daerah pesisir tropis hingga subtropis. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan mangrove terluas di dunia yaitu sekitar 3,1 juta hektar atau 22,6% dari total mangrove di dunia (Giri et al, 2010). Menurut data yang dikeluarkan Badan Informasi Geospasial (BIG), hutan mangrove terluas di Indonesia terdapat di Papua, yaitu sekitar 1.158.268 hektar (Saputro et al, 2009). Di Bali, hutan mangrove dapat ditemukan di lima kabupaten/kota, dengan total area 2.489,7 hektar, termasuk di Kabupaten Jembrana dengan luas area sekitar 350 hektar (BAPPEDA Bali, 2015).
12 Mangrove terdiri dari mangrove sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (associate mangrove) dengan total 268 species mangrove sejati dan ikutan (Giesen et al, 2007). Mangrove sejati merupakan tumbuhan yang membentuk spesialisasi morfologis seperti akar udara dan mekanisme fisiologi khusus lainnya untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan mangrove. Asosiasi mangrove merupakan kelompok yang tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan biasanya hidup bersama tumbuhan darat. Hutan mangrove adalah sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan rekasi tanah anaerob. Hutan mangrove atau hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organic. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Hutanhutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatuliswa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Dari 70 spesies mangrove sejati, diperkirakan 43 spesies ditemukan di Indonesia (FAO, 2007). Hutan mangrove Indonesia memilki keragaman yang tinggi karena letak Indonesia di ekuatorial yang memilki iklim ideal bagi mangrove untuk
13 tumbuh berkembang. Pengenalan ragam spesies mangrove dapat dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik khusus spesies mangrove yang berhubungan dengan kemampuan beradaptasi di zona pasang surut. Kunci Identifikasi biasa digunakan sebagai panduan pengenalan praktis di lapangan untuk menentukan jenis mangrove secara umum. Identifikasi jenis mangrove dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu : a. Bentuk pohon b. Bentuk akar c. Bentuk buah d. Bentuk dan susunan daun e. Rangkaian bunga f. Habitat tempat tumbuh Buku panduan ini memberikan informasi sederhana yang telah disediakan dalam bentuk matriks pengenalan jenis dan deskripsi untuk setiap jenis mangrove pada setiap halaman. Penulis mengadopsi tata cara identifikasi yang terdapat dalam buku panduan terbitan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wetlands International Indonesia dan Institut Teknologi Surabaya (Desitarani et al, 2014; Kitamura et al, 1997; Noor et al, 1999; Saptarini, 2012). Karakteristik tumbuhan seperti bentuk, warna, ukuran, kulit batang, dan sebagainya diterangkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami. "Buah' yang bersifat vivipari pada Rhizophoraceae sebenarnya bukan tergolong buah, namun untuk kepraktisan penggunaan buku panduan ini, biji vivipari
14 tersebut dikategorikan sebagai 'buah'. Habitat merupakan indikator yang baik untuk menemukan dan membedakan jenis mangrove. Ukuran, bentuk dan karakterisitik lainnya untuk setiap tumbuhan mangrove yang diuraikan dalam buku ini adalah untuk wilayah Desa Perancak, Jembrana, Bali. Jika Anda akan menggunakan buku panduan ini untuk lokasi lain, kemungkinan akan terdapat variasi alami dalam hal ukuran dan bentuk. kemudahan identifikasi jenis mangrove, Anda dapat menggunakan kunci identifikasi berdasarkan sistem taksonomi. Identifikasi dimulai dari pengenalan karakterisitik daun yang dijelaskan melalui simbol kunci dan fitografi. Adapun kunci identifikasi dijelaskan pada bagian berikut. B. Karakteristik Mangrove Hutan mangrove terdiri dari satu jenis pohon. Satu jenis pohon itu yaitu pohon bakau, dengan banyaknya pohon bakau hutan mangrove juga biasa dikenal dengan hutan bakau. Hutan mangrove memiliki akar yang tidak beraturan Yang menjadi ciri khas yang dimiliki oleh hutan mangrove adalah adanya akar-akar tanaman mangrove atau bakau yang menimbul ke atas. Maka dari itu ketika kita memasuki kawasan hutan mangrove kita akan melihat banyak sekali akar-akar pohon bakau yang keluar dari permukaan tanah. Hutan mangrove mempunyai biji yang bersifat vivipara Yang mana biji ini akan dapat menghasilkan kecambahdi pohon mangrove itu sendiri. Hutan mangrove mempunyai lentisel pada bagian kulit pohon. Hutan mangrove mempunyai tanah yang berlumpur. Salah satu hutan berada di kawasan berlumpur, hal ini disebabkan oleh tanah yang selalu basah dan diakibatkan dengan adanya air yang
15 menggenangi daerah hutan tersebut. Akibatnya tanah akan menjadi berlumpur dan berpasir, namun yang perlu diperhatikan tanah ini merupakan tanah yang sangat lembab dan selalu digenangi oleh air. Hutan mangrove selalu digenangi air Hutan mangrove mempunyai salah satu fungsi yaitu mencegah abrasi yang disebabkan oleh air laut. Itulah sebabnya mengapa hutan ini berada di pesisir pantai. Hutan ini juga biasanya tersebar di daerah rawa-rawa ataupun di daerah yang terdapat air payau. Mangrove di Estuari Perancak didominasi oleh 2 jenis mangrove sejati, yaitu Avicennia sp. (api-api) dan Rhizophora sp. (bakau). Namun dari observasi lapang, 17 spesies mangrove sejati ditemukan di sekitar lokasi studi. Hal ini menjadi bukti bahwa Estuari Perancak merupakan kawasan yang harus dilindungi karena memiliki mangrove dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan tingkat pertumbuhan yang baik. 1. Avicenia Alba
16 2. Mangrove Rhizophora Apiculata (bakau minyak), mangrove ini dikenal dengan mangrove Tandok, tandanya adalah kemerahan pada batang dan sisi bawah daun. Jenis mangrove ini banyak dimanfaatkan karena memiliki kandungan aktif yang bermanfaat, masyarakat pesisir memanfaatkannya sebagai obat. Batang, akar, dan kulit pohon bakau semuanya mengandung antioksidan alami. Ciri ciri Mangrove Rhizophora yaitu : Memiliki daun yang berwarna hijau tua, dengan biru muda ditengah dan merah dibagian bawah daun. Daunnya elips dan meruncing kebentuk kerucut.
17 Bunga yang memiliki serbuk sari dan putik. Ujung tangkai kuning danberukuran kurang dari 14 mm. Memiliki buah yang kurang lebih berbentuk bulat dan memanjang, seperti buah pir, berwarna coklat dengan biji yang subur didalamnya. C. Pengetahuan Dasar Mengenai Hutan Mangrove Pengetahuan dasar akan hutan mangrove sangat diperlukan guna mengenali hutan mangrove itu sendiri. Pengertian tersebut meliputi pengertian akan biologi hutan mangrove, yang meliputi komponen vegetasi penyusun: komposisi jenis, fauna mangrove, pengenalan jenis, penyebaran, syarat hidup, dan lain sebagainya. Selain itu, diperlukan juga pemahaman tentang pengertian ekologi tempat tumbuh hutan mangrove, yang meliputi tempat tumbuh dan hubungan antara individu dan populasi
18 dalam satu komunitas hutan mangrove. Perencanaan pengelolaan hutan mangrove akan lebih optimal dalam aplikasinya apabila telah diketahui secara pasti segala potensi yang ada di dalamnya. Potensi yang ada tidak hanya meliputi potensi biotik, tetapi juga faktor abiotik beserta lingkungannya. D. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Sebagai sebuah ekosistem, hutan mangrove merupakan sumber daya alam hayati yang memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Salah satu manfaat hutan mangrove adalah hasil hutan kayu, nonkayu, dan jasa lingkungan. Hasil hutan tersebut telah lama diketahui dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aneka manfaat hutan tersebut dapat terus dinikmati oleh masyarakat apabila telah diketahui secara benar berbagai macam potensi pemanfaatannya. Berbagai nilai ekonomis dari hutan merupakan daya tarik tersendiri dari ekosistem hutan yang unik tersebut. Produk kayu dan nonkayu dari ekosistem hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan masyarakat sangat berpotensial mendatangkan pendapatan ekonomi masyarakat. Arang kayu dari tegakan mangrove, misainys, mempunyai nilai kalori yang lebih tinggi dari kayu lainnya. Potensi nonkayu yang ditemukan antara lain nipah, manisan, sayuran, dan buah/propagul bakau. Potensi lain yang tak kalah pentingnya adalah potensi perlindungan pantal dengan adanya hutan mangrove tersebut. Hutan mangrove dapat sebagai sabuk hijau (green belt) di wilayah pantal/pesisir. Sebaiknya pemerintah tidak melakukan pelarangan terhadap masyarakat dalam memanfaatkan hutan mangrove dan potensi hasil-hasinya Dengan memahami pentingnya melestarikan alam masyarakat sekitar hutan mangrove dapat
19 memasuki dan memanfaatkan potensi hutan mangrove dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Fungsi hutan mangrove : a. Fungsi Fisis, meliputi : pencegah abrasi, perlindungan terhadap angin, pencegah intrusi garam, dan sebagai penghasil energi serta hara. b. Fungsi Biologis : sebagai tempat bertelur, tempat asuhan berbagai biota. c. Fungsi Ekonomis : sebagai sumber bahan bakar, bahan bangunan, perikanan, pertanian, makanan, minuman, bahan baku kertas, keperluan rumah tangga, tekstil, serta sintesis, penyamakan kulit dan obat-obatan. Manfaat hutan mangrove : Ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam pesisir yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sudut sosial, ekonomi, dan ekologis. Fungsi utama mangrove adalah sebagai penyeimbang ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Manfaat hutan mangrove dapat dirasakan dampaknya dari sisi ekologis, sosial, ekonomi, dan sosial budaya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar dkk. (2006) tentang manfaat hutan mangrove adalah sebagai berikut. 1. Manfaat ekologi peranan hutan mangrove dari segi ekologi, antara lain: Dapat mencegah terjadinya gejala-gejala alam yang membahayakan seperti abrasi, gelombang badai, dan terjadinya tsunami. Mangrove juga berperan dalam penekanan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hutan mangrove berfungsi sebagai penghasil serasah yang menjadi sumber energi bagi organisme yang hidup di dalamnya.
20 Semakin menurunnya luas areal hutan mangrove, maka akan memperbanyak jumlah nyamuk Anoples sp. Jadi, populasi hutan mangrove berpengaruh terhadap perkem-bangan nyamuk Anoples sp. Hutan mangrove menjadi habitat jenis satwa liar dan menjadi habitat fauna akuatik. 2. Manfaat Sosial Ekonomi o Pemanfaatan tanaman yang tumbuh di dalam hutan mangrove bisa dimanfaatkan sebagai arang yang berkualitas tinggi seperti jenis Rhizophora apiculata dan lain sebagainya. o Penempatan tambak ikan yang diletakkan di dekat hutan mangrove akan didapatkan hasil yang berbeda dengan tambak yang tidak ada hutan mangrovenya. o Manfaat beberapa jenis tanaman mangrove yang telah digunakan di Indonesia menurut (Saparinto, 2007) antara lain sebagai berikut. o Acanthus ebracteatus (buahnya dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan, dan untuk mengobati luka gigitan ular). o Acrostichum aureum (bagian tumbuhan muda dapat dimakan untuk sayuran dan untuk pakan ternak). o Avicennia marina (daun yang muda untuk sayur, pollen bunganya menarik lebah madu yang diternakkan, abu kayunya baik untuk bahan dasar sabun cuci). o Bruguiera gymnirriza (kayu untuk industri arang kayu bakar, kulit batang yang muda untuk menambah penyedap rasa ikan segar).
21 o Ceriops tagal (kulit batang untuk zat pewarna, pengawet alat tangkap nelayan dan industri batik, kayunya berkualitas untuk kayu lapis, kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional). o Rhizophora mucronata (rebusan daun buah, kulit akar yang muda untuk obat pengusir nyamuk dari badan, kulitnya sebagai obat diare, nektarnya mengandung madu). o Sonneratia spp. (buahnya dapat dimakan mentah, daunnya untuk pakan ternak, cairan buah untuk bahan kosmetika menghaluskan kulit muka). o Xylocarpus spp. (kayunya untuk papan dan kerajinan ukiran tangan, kayu bakar, kulitnya untuk obat diare, buah yang berminyak untuk industri kosmetika obat rambut, akarnya untuk bahan kerajinan hiasan, untuk bahan industri pensil). Hasil hutan, flora atau tumbuhan yang ditemukan pada ekosistem hutan bakau Indonesia sekitar 189 jenis dari 68 suku. Dari jumlah itu, 80 jenis diantaranya adalah berupa pohon atau kayu. Pohon atau kayu pada hutan bakau menghasilkan kayu bernilai ekonomi tinggi yang telah dimanfaatkan sejak lama. Kayu dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, seperti pembuatan rumah, pelabuhan, dan sebagainya. Kayu juga dimanfaatkan untuk bahan bakar, termasuk produksi arang. Saat ini, benih berbagai tumbuhan bakau pun menjadi tumbuhan bernilai ekonomi tinggi. Di berbagai daerah benih tumbuhan bakau diperdagangkan untuk rehabilitasi dan penghijauan ekosistem hutan bakau yang rusak. Hasil hutan non-kayu, jenis flora yang bernilai ekonomis antara lain berupa nipah yang bunganya merupakan penghasil gula nira sedangkan daun dan dahannya bermanfaat sebagai bahan bangunan, tumbuhan lain yang berharga adalah anggrek. Ikan, para ahli mengelompokkan ikan di ekosistem hutan bakau kedalam 4 kelompok, yaitu : ikan penetap sejati, ikan penetap sementara, ikan pengunjung pada periode
22 pasang dan ikan pengunjung musiman. Krustase, ekosistem hutan bakau juga merupakan habitat bagi fauna krustase. Menurut Kartawinata dalam Ghufran (2012) tercatat ada 80 spesies krustase yang hidup dalam ekosistem hutan bakau, spesies penting yang hidup dalam ekosistem hutan bakau adalah udang dan kepiting bakau. Moluska, merupakan habitat bagi fauna moluska. Menurut Kartawinata tercatat sekitar 65 spesies moluska yang hidup di ekosistem hutan bakau, beberapa moluska penting di ekosistem hutan bakau adalah kerang bakau, kerang hijau, kerang alang, dan kerah darah. Bahan pangan (nonikan), bahan pangan yang potensial, dan belum banyak dimanfaatkan umumnya baru produksi gula nira dan minuman beralkohol dari bunga tumbuhan nipah. Buah tanjang atau dikenal sebagai buah albon telah digunakan sebagai salah satu makanan pokok pada saat makanan lain seperti ubi dan sagu tidak tersedia. Selain buah tanjang, beberapa tumbuhan bakau yang buahnya dapat dikonsumsi adalah buah Api-api bias dibuat keripik yang rasanya mirip emping melinjo, buah pedada cocok dibuat permen karena rasanya yang asam. Kawasan wisata, dengan tumbuhan yang rimbun dan memounyai berbagai biota merupakan salah satu tempat rekreasi atau wisata yang nyaman. Untuk menjadikan ekosistem hutan bakau sebagai lingkungan yang nyaman dan menarik bagi wisatatawan, maka harus dilindungi dan direhabilitasi agar terlihat asli dengan berbagai flora dan faunanya. E. Ekosistem Mangrove Mangrove berasal dari dua bahasa, yaitu mangue (Portugis) dan grove (Inggris). Mangrove dalam bahasa Inggris digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest,
23 coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (Kusmana 2011). Mangrove sebagai suatu ekosistem memiliki enam fungsi utama, yaitu (1) fungsi aliran energi; (2) fungsi aliran makanan; (3) fungsi pola keragaman jenis; (4) fungsi siklus nutrien (biogeokimia); (5) fungsi evolusi dan perkembangan; dan (6) fungsi pengendalian (cybernetics). Dalam studi ekologi hutan, struktur hutan terdiri atas lima tingkatan, yaitu fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup (life form), struktur floristik, dan struktur tegakan (Mueller Dombois & Ellenberg 1974). Struktur vegetasi terdiri atas tiga komponen utama (Kershaw 1964 dalam Mueller-Dombois & Ellenberg 1974) antara lain sebagai berikut. 1. Struktur vertikal misalnya stratifikasi tajuk. 2. Struktur horizontal misalnya penyebaran jenis dalam suatu populasi. 3. Struktur kuantitatif misalnya kepadatan setiap jenis dalam suatu komunitas. A. Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove dapat berkembang di dua tempat. Pertama, pantai berlumpur dengan air yang tenang. Kedua, tempat yang eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar. Umumnya, mangrove adalah vegetasi yang agak seragam, selalu berwarna hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkauan peristiwa pasang surut (Samingan, 1971 dalam Ghufrona, 2015). Berikut ini faktor lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove. Berikut ini faktor lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove.
24 1. Salinitas Air Tanah Berperan sebagai faktor penentu dalam pengaturan dan pertumbuhan, serta keberlangsungan kehidupan 2. Tanah di Hutan Mangrove Ciri-cirinya yaitu selalu basah, mengandung garam, sedikit oksigen, berbentuk butir-butir dan kaya dengan bahan organik (Soeroyo, 1993). Tanah ini terbentuk dari penambahan dari sedimen-sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal (Aksornkoae, 1993). 3. Suhu Pada proses fisiologi tumbuhan seperti respirasi dan fotosintesis, suhu adalah faktor penting (Aksornkoae, 1993). Suhu rata-rata di daerah tropis diperkirakan merupakan habitat terbaik bagi tumbuhan mangrove. 4. Curah hujan Faktor penting yang mengatur perkembangan dan penyebaran tumbuhan adalah jumlah, lama, dan distribusi curah hujan (Aksornkoae, 1993). Umumnya, mangrove cocok tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan kisaran 1.500–3.000 mm/tahun. Namun, mangrove dapat juga ditemukan di daerah dengan curah hujan 4.000 mm/tahun yang tersebar antara 8–10 bulan dalam satu tahun 5. Kecepatan Angin Terjadinya erosi pantai dan perubahan sistem ekosistem mangrove diakibatkan kecepatan angin. Aksi gelombang dan arus menciptakan angin yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove 6. Derajat Kemasaman (pH) Keseimbangan antara asam dan basa dalam air dapat dilihat dari Nilai pH suatu perairan. Nilai pH hutan mangrove antara 8,0–9,0 (Welch dalam Winarno 1996). 7. Zat hara a Hara dalam ekosistem mangrove dibagi menjadi dua kelompok.
25 Hara anorganik Hara anorganik penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara ini terdiri atas N, P, K, Mg, Ca, dan Na. b. Detritus Organik Merupakan bahan organik yang berasal dari bioorganik yang melalui beberapa tahap proses mikrobial
26 BAB III PEMANFAATAN MANGROVE A. Manfaat Mangrove Secara Umum Mangrove berperan besar dalam melindungi ekosistem sepanjang pantai, sungai, teluk, dan berbagai habitat lainnya pada daerah tropis dan sub-tropis, termasuk Indonesia. Dengan garis pantai sepanjang 95.151 km, sumberdaya mangrove di Indonesia sangat penting bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan ekosistem daerah pesisir dan sekitarnya. Bagi daerah tropis, mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting untuk pembangunan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan, melalui kegiatan pemanfaatan dan menjaga kestabilan fungsi lingkungan (Kusmana, 2014). Pemanfaatan sumberdaya mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu pemanfaatan secara tradisional (traditional utilization), pemanfaatan secara komersial (commercial utilization), dan pemanfaatan untuk tujuan industri jangka panjang (industrial utilization). Pemanfaatan tradisional adalah sumberdaya mangrove dipanen atau dimanfaatkan hanya untuk tujuan pemakaian atau konsumsi sendiri, barter atau diperjual belikan dalam skala lokal. Pemanfaatan ini yang sering kita kenal dengan sistim subsisten. Selanjutnya, pemanfaatan secara komersial, adalah pemanenan atau pemanfaatan yang sudah mengarah kepada orientasi ekonomi, yaitu memperoleh pendapatan. Pemanfaatan secara komersial dari mangrove misalnya adalah produk arang (charcoal) dari kayu mangrove, atau menjual kayu mangrove untuk kepentingan industri. Sedangkan pemanfaatan untuk tujuan industri adalah apabila sumberdaya mangrove tersebut dikelola secara profesional dan memiliki waktu pengelolaan atau kontrak jangka panjang atau tertentu. Pemanfaatan untuk industri ini dilengkapi dengan ijin pemanfaatan yang sah, seperti Ijin Usaha
27 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Misalnya pemanfaatan kayu mangrove untuk produksi tatal/serpih kayu (wood chip ) untuk bahan baku kertas, dan lain sebagainya. Menurut Alongi (2002) pemanfaatan mangrove hampir diseluruh dunia dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pemanfaatan tradisional dan pemanfaatan komersial. Pemanfaatan secara tradisional terutama oleh masyarakat lokal diantaranya untuk sumber kayu bakar untuk memasak atau sumber panas (cooking and heating), dan bahan baku konstruksi bangunan tradisional, seperti rumah (houses), gubug (huts), pagar (fences), alas rumah/tikar (matting). Pada beberapa daerah pesisir, kayu mangrove jenis tertentu dipergunakan sebagai tiang pancang (pole) untuk jembatan (bridge), dermaga (wharf), rumah panggung di pantai (traditional house). Pemanfaatan sumber daya mangrove pada berbagai negara yang memiliki mangrove di dunia, telah dilaporkan oleh Bandarayanak (1998). Pemanfaatan tersebut meliputi pemanenan secara tradisional traditional exploitation), produk-produk tradisional dari mangrove (Traditional products), berbagai makanan dari mangrove (Food from mangrove), mangrove untuk tujuan ramuan herbal (medicinal usage of mangrove), pestisida dari mangrove (toxicants from mangroves), penggunaan lain-lain dari mangrove(miscellaneous uses), dan perikanan tradisional. Sejak jaman nenek moyang dan berlangsung secara turun temurun, sumberdaya mangrove telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Keperluan-keperluan tersebut, lebih bersifat keperluan sehari-hari atau untuk memenuhi kebutuhan seharihari, terutama bagi masyarakat yang berdomisili didalam atau disekitar sumberdaya mangrove. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan lahan, kebutuhan bahan pangan, obat-obatan dan jasa lingkungan lainnya, maka sumberdaya mangrove tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berdomisili
28 disekitarnya saja. Tetapi sumberdaya mangrove lebih dioptimalkan pemanfaatannya, khususnya untuk meningkatkan nilai-nilai ekologi, lingkungan dan sosial ekonomi, bagi kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitarnya.traditional exploitation) produk-produk tradisional dari mangrove (Traditional products), berbagai makanan dari mangrove (Food from mangrove), mangrove untuk tujuan ramuan herbal (medicinal usage of mangrove), pestisida dari mangrove (toxicants from mangroves), penggunaan lain-lain dari mangrove (miscellaneous uses), dan perikanan tradisional . Sejak jaman nenek moyang dan berlangsung secara turun temurun, sumberdaya mangrove telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Keperluan-keperluan tersebut, lebih bersifat keperluan sehari-hari atau untuk memenuhi kebutuhan seharihari, terutama bagi masyarakat yang berdomisili didalam atau disekitar sumberdaya mangrove. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan lahan, kebutuhan bahan pangan, obat-obatan dan jasa lingkungan lainnya, maka sumberdaya mangrove tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berdomisili disekitarnya saja. Tetapi sumberdaya mangrove lebih dioptimalkan pemanfaatannya, khususnya untuk meningkatkan nilai-nilai ekologi, lingkungan dan sosial ekonomi, bagi kesejahteraan masyarakat yang tinggal disekitarnya. B. Pemanfaatan Secara Tradisional Bagi kita yang tinggal di daerah pesisir, terutama di Papua dan Papua Barat, sudah terbiasa bermain-main, seperti memancing, mencari Kepiting (karaka), mencari Anggrek, dan bahkan mengambil kayu bakar dari pohon mangrove. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar hutan mangrove, manfaat mangrove sangat beragam, mulai dari sumber kayu bakar baik untuk dipergunakan sendiri maupun dijual secara lokal, tempat masyarakat mencari ikan, udang, kepiting, sumber ramuan herbal, dan
29 beberapa produk laut lainnya. Masyarakat lokal juga memanfaatkan beberapa kayu mangrove jenis tertentu, seperti Bruguiera spp., sebagai tiang dan rangka rumahrumah panggung, tempat singgah perahu/sampan. Pemanfaatan Secara TradisionalBagi kita yang tinggal di daerah pesisir, terutama di Papua danPapua Barat, sudah terbiasa bermain-main, seperti memancing, mencari Kepiting (karaka), mencari Anggrek, dan bahkan mengambil kayu bakar dari pohon mangrove. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar hutan mangrove, manfaat mangrove sangat beragam, mulai dari sumber kayu bakar baik untuk dipergunakan sendiri maupun dijual secara lokal, tempat masyarakat mencari ikan, udang, kepiting, sumber ramuan herbal, dan beberapa produk laut lainnya. Masyarakat lokal juga memanfaatkan beberapa kayu mangrove jenis tertentu, seperti Bruguiera spp., sebagai tiang dan rangka rumah-rumah panggung, tempat singgah perahu/sampan. C. Pemanfaatan Secara Komersial Pemanfaatan sumberdaya mangrove secara komersial, dalam arti untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan seharihari, masih didominasi oleh penebangan kayu mangrove. Kayu mangrove, umumnya yang berdiameter dibawah 20 cm, dipergunakan untuk bahan baku arang maupun untuk tujuan lainnya. Untuk tujuan komersial ini, masyarakat di sekitar mangrove memanfaatkannya bisa secara berkelompok atau sendiri-sendiri. Karena kegiatan tersebut, maka kegiatan sering ditemukan penyelundupan kayu mangrove ke luar negeri, terutama di daerah yang berdekatan atau berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.
30 D. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove untuk berbagai tujuan di sepanjang pesisir utara dan selatan Jawa Tengah, telah dilaporkan oleh Setyawan dan Winarno (2006), dimana sebanyak 20 lokasi habitat mangrove sebagai sampel penelitian. Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove dikelompokkan ke dalam tiga pemanfaatan, yaitu: a) Perikanan, b) Kayu, dan c) Sosial. Pemanfaatan lahan di sekitar/di luar ekosistem mangrove dibagi ke dalam empat pemanfaatan, yaitu a) Pertambakan, b) Pertanian, c) Pemukiman, dan d) Pelabuhan. Pemanfaatan di dalam ekosistem mangrove untuk perikanan terdiri dari tiga pemanfaatan, yaitu tambak, jaring apung dan Mtangkap langsung. Pada pemanfaatan yang berbasis kayu mangrove, meliputi pengambilan kayu bakar (semua kayu mangrove) dan Arang (Rhizophora spp.), kayu bangunan (Rhizophora spp., Bruguiera spp.,dan Sonneratia spp.), bahan pangan (N. fruticans, Sonneratia spp., dan Rhizophora spp.), pakan ternak (daun Rhizophora spp., Sonneratia spp. dan Avicennia spp.), bahan obat, dan bahan baku industri (Pneumatofora Sonneratia alba sebagai kepala shuttlecock bol bulutangkis). Sedangkan untuk fungsi sosial, pemanfaatan ekosistem mangrove lebih kepada tujuan pariwisata dan pendidikan. Selanjutnya, kedua peneliti tersebut juga melaporkan bahwa penggunaan lahan di luar ekosistem mangrove pada 20 habitat atau lokasi di Jawa Tengah tersebut, diketahui bahwa untuk tujuan pertambakan meliputi kegiatan tambak garam, dan tambak ikan dan udang. Pemanfaatan untuk pertanian, meliputi pembukaan sawah, tegalan, ladang pengembalaan atau pasture. Untuk pemanfaatan dengan tujuan pemukiman, didominasi oleh berdirinya pusatpusat pemukiman baru yang padat penduduk (urban) dan pemukiman de ngan kepadatan yang rendah (rural). Pemanfaatan lain di luar ekosistem mangrove adalah pengembangan kawasan atau pembangunan prasarana, seperti pelabuhan (pelabuhan
31 besar/dermaga, tempat pelelangan ikan/TPI, jalan raya, dan industri besar lainnya. Khusus untuk pemanfaatan langsung ekosistem mangrove akan atau habitat mangrove tersebut berada. Habitat mangrove yang se lama ini memang dekat dengan pusat-pusat pemukiman dan pengembangan kawasan baru sangat rentan terhadap bentuk-bentuk pemanfaatan langsung tersebut. Hal ini juga berlaku bagi habitat atau ekosistem mangrove yang tumbuh pada beberapa daerah di Tanah Papua, seperti Timika, Jayapura, Babo, Bintuni, Kaimana, dan Fakfak. Bandaranayake (1998) juga mengelompokkan pemanfaatan mangrove kedalam dua kategori, yaitu pemanfaatan ekosistem mangrove dari aspek fungsi ekosistem mangrove, dan pemanfaatan produk dari ekosistem mangrove. Seperti yang telah dilaporkan oleh Setyawan dan Winarno (2006) sebelumnya, bahwa pemanfaatan untuk tujuan pendidikan dan pariwisata adalah pemanfaatan ekosistem mangrove secara keseluruhan. Sedangkan pemanfaatan lainnya, seperti pengambilan kayu bakar, kayu bangunan, bahan industri, ba han obat dan pemanenan lainnya adalah beberapa produk dari ekosistem mangrove. Dengan kata lain, produk-produk ekosistem mangrove adalah sesuatu berupa barang dan jasa yang diambil, dipanen atau diekstrak dari ekosistem mangrove. Kedua bentuk pemanfaatan tersebut, perlu didorong dan dikembangkan guna memberikan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi atau lingkungan yang optimal.
32 BAB IV PERAN DAN ZONASI HUTAN MANGROVE A. Peran Ekologis Mangrove 1. Mangrove dan Tsunami Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angina, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik, cenderung kurang terkena dampak gelombang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami. 2. Mangrove dan Sedimentasi Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai dalam kaitannya dengan kecepatan pengendapan tanah di hutan mangrove. 3. Mangrove dan Siklus Hara Hasil pengamatan Halidah (2000) di Sinjai, Sulawesi Selatan, menginformasikan adanya perbedaan produksi serasah berdasar usia tanamannya.
33 Hasil pengamatan di luar pun memperoleh data produksi berkisar antara 5-17 ton daun kering/ha/th. 4. Mangrove dan Produktivitas Perikanan Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan komoditi ekspor udang, telah turut andil dalam merubah system pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan hutan. Empang parit yang semula digarap oleh penggarap tambak petani setempat, berangsur beralih kepemilikannya ke pemilik modal, serta merubah menjadi tambak intensif yang tidak berhutan lagi. Ketentuan jalut hijau dengan lebar 130 x nilai ratarata perbedaan pasang tertinggi dan terendah tahunan (Keppres No. 32/1992) berangsur terabaikan. 5. Mangrove dan Intrusi Air Laut Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut kea rah daratan. Hasil penelitian Sukresno dan Anwar terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km, untuk wilayah Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrovenya yang relative baik, masih tergolong baik, sementara pada wilayah semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km. 6. Mangrove dan Kesehatan Rusminarto et al (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan bahwa tambak
34 tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, dimana kandungan merkuri diserap pohon mangrove, biota dasar perairan, ataupun ikan. 7. Mangrove dan Keragaman Hayati Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang kerang, dan kelompok terrestrial seperti insekta, reptilian, amphibian, mamalia, dan burung. Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia, dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Kalong (Pteropus Vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak (Paradoxurus hermaphrodites), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya. Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti pecuk ular (anthinga anhinga melanogagasteri), bintayung (Freagata Andrew-si), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), burung duit (Vanellus indicus) dan bangau hitam (Ciconia episcopuss). B. Jenis- Jenis Tumbuhan di Hutan Mangrove Indonesia Jenis- jenis pohon mangrove di Indonesia umumnya menyebar di pantai yang terlindung dan di muara-muara sungai, dengan komposisi jenis yang berbeda-beda
35 bergantung pada kondisi habitatnya. Penyebaran jenis mangrove tersebut berkaitan dengan salinitas, jenis tanah, tipe pasang, dan frekuensi penggenangan. 1. Vegetasi Hutan Mangrove Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Berdasarkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia memiliki sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasite. Tomlinson (1984) membagi flora mangrove menjadi 3 kelompok, yakni : Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya) Flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya : Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, dll. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas. Contohnya : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegialitis, Pemphis, Pelliciera, dll. Asosiasi mangrove, Contohnya : Cerbera, Acathus, Derris, Hibiscus, Calamus, dll. C. Zonasi Hutan Mangrove
36 Menurut Bengen (2001) flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bias berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. 1. Faktor Lingkungan Dalam Mengontrol Zonasi Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalammya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang aurut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar. Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. Pasokan dan aliran air tawar. 2. Tiga Tipe Formasi Mangrove
37 Menurut struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi mangrove, yaitu : a. Mangrove Pantai Tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur horinzontal formasi ini dari arah laut kea rah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora- Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir. b. Mangrove Muara Pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora-Bruguiera dan diakhiri komunitas murni N. frusticans. c. Mangrove sungai Pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relative jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan. Hampir semua jenis mangrove merupakan tumbuhan dicotyledoneae, kecuali tumbuhan bawah seperti Acrostichium aerum dan A. speciosum, serta palem-paleman seperti Nypa fruticans (Sukardjo, 1984). Oleh karena itu, hutan mangrove terdiri atas pohon dan permudaannya (pancang dan semai), semak belukar, palem-paleman, tumbuhan bawah, maupun epifit, yang mempunyai kemampuan hidup dalam air salin. Menurut Bengen (2002), berikut ini adalah zonasi hutan mangrove.
38 Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam (lumpur dalam kaya bahan organik) berasosiasi pada zona ini. Rhizophora spp. umumnya mendominasi di hutan mangrove. Zona ini lebih ke arah darat. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasanya ditumbuhi oleh N. fruticans dan beberapa spesies lainnya. Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut kearah daratan biasanya dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu : - Zona api-api – Prepat (Avecennia – Sonneratia) Terletak paling luar/jsuh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organic dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avecennia spp) dan prepat (Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau. - Zona Bakau (Rhizophora) Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera spp). - Zona Tanjang (Bruguiera) Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain.
39 C. Adaptasi Adaptasi dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang ekstrim, maka jenis-jenis tumbuhan penyusun mangrove cenderung beradaptasi dengan beberapa cara. Kondisi tanah di hutan mangrove yang sering atau selalu tergenang menyebabkan tanahnya menjadi anaerob. Untuk memenuhi kebutuhan akar akan oksigen, jenis-jenis mangrove mengambil dari atmosfer melalui akar nafas. Akar nafas (pneumatophore) adalah salah satu adaptasi mangrove terhadap kondisi tanah berlumpur atau tergenang, yaitu bagian akar yang muncul ke permukaan tanah atau air. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, bentuk perakaran mangrove juga berperan untuk menopang batang agar pohon tetap tegak berdiri walaupun dihempas gelombang dan badai. Secara umum sistem perakaran jenis-jenis tumbuhan pada hutan mangrove adalah : - Akar Tunjang Akar tunjang yaitu akar yang mencuat dari batang (seringkali bercabang) ke bawah dan masuk ke lumpur. Jenis Rhizophora mempunyai akar tunjang sampai 1m atau lebih di atas permukaan tanah. Akar tersebut mempunyai banyak pori
40 (lenticels) yang berfungsi untuk menyerap oksigen pada saat air surut dan membawanya turun ke akar. - Akar Pasak Akar yang tumbuh terpencar horizontal di dalam tanah dengan anak-anak akar muncul ke permukaan tanah atau lumpur dengan ketinggian hingga 30 cm. - Akar Lutut Akar yang muncul di permukaan dan melengkung seperti lutut, tumbuhan yang mempunyai akar lutut adalah jenis-jenis dari marga Bruguiera. Ceriops tidak memiliki sistem perakaran yang khusus, namun kulit batangnya merupakan penyesuaian untuk pertukaran gas. Menghadapi salinitas yang tinggi, jenis-jenis tumbuhan mangrove memiliki banyak jaringan internal penyimpanan air dan konsentrasi garam yang tinggi. D. Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Mangrove Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang mengatur dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung pada kondisi berimbangnya jumlah ketersediaan air tawar dan air masin yang cukup. Menurut Parcival and Womersley (1975) dalam Kusmana (1995) lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah kondisi sedimentasi, erosi laut dan sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam tanah serta kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah : 1. Fisiografi pantai (Topografi)
41 Fisiografi dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landau, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landau menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. 2. Pasang (lama, durasi, rentang) Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. 3. Lama pasang Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut. 4. Durasi pasang Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. 5. Rentang pasang Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya.
42 BAB V PENGELOLAAN MANGROVE A. Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan mengacu kepada konsep pembangunan berkelanjutan seperti termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , yaitu upaya sadar danterencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup sertakeselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dangenerasi masa depan. Terlihat bahwa intinya berada pada integrasi tiga pilarkonsep pembangunan berkelanjutan yaitu dimensi ekonomi, ekologi dan social sehingga memberikan jaminan akan keberadaan mangrove untuk dinikmati bagisemua generasi di bumi. Sebagai bagian dari wilayah pesisir, pengelolaan mangrove dengan terpadu dapat merujuk pada pengertian dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan PulauPulau Kecil, yakni pengelolaan yang mengintegrasikan kegiatan: (a) antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (b) antar-Pemerintah Daerah; (c) antar sektor; (d). antara Pemerintah dan dunia usaha serta Masyarakat; ( e ) antara Ekosistem darat juga Ekosistem laut; dan (f). antara ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip manajemen. Pengelolaan sumberdaya alam adalah upaya manusia dalam mengubah sumberdaya alam agar diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengutamakan kontinuitas produksi (Soerianegara, 1977 dalam Harahap 2001).Davis (1960) dalam Harahap (2001) menyatakan bahwa tujuanutama pengelolaan hutan, termasuk hutan mangrove adalah untuk
43 mempertahankan produktivitas lahan hutan sehingga kelestarian hasil merupakan tujuan utama pengelolaan hutan. Sebagai ekosistem hutan yang unik, hutan mangrove merupakan perpaduan antara berbagai kepentingan dalam proses pembangunan. Ada beberapa lembaga pemerintah yang terlibat dalam pembangunan tersebut, yang meliputi bidang kehutanan, pertanian, dan perikanan. Oleh sebab itu, kerja sama dan koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan diperlukan agar pengelolaan hutan mangrove dapat terlaksana dengan tepat. Kebijakan dan prinsip perencanaan hendaknya memperhatikan empathal, yaitu perencanaan pengelolaan manfaat ganda, permintaan suplai barang dan jasa, partisipasi masyarakat dan kerangka kebijakan. Sedangkan perencanaan pengelolaan hutan mangrove, semestinya memperhatikan faktor-faktor sejarah perkembangan dan kejelasan lahan hutan mangrove, kondisi bloekologi hutan mangrove, dan dukungan pemerintah dan stakeholder lainnya. B. Penilaian dan Pengukuran Sumber Daya Hutan Mangrove Penilaian sumber daya hutan adalah kegiatan yang berupaya mengumpulkan seluruh data potensi tegakan hutan dengan berbagai macam teknik pengukuran. Berbagai nilai untuk mendapatkan volume tegakan di hutan berusaha dieksplorasi dengan secara langsung maupun dengan menggunakan gambar hutan dari hasil pencitraan dan foto udara. Hasil penilaian sumber daya hutan ini sangat berguna dalam menentukan potensi hutan dalam luasan areal tertentu. Diketahuinya potensi hutan tersebut akan
44 sangat menentukan dalam perencanaan pengelolaan hasil hutan khususnya hasil hutan kayu. Pengukuran hutan mangrove merupakan upaya untuk mengetahui potensi tegakan mangrove. Potensi ini ditentukan dengan menetapkan parameter penentuan volume tegakan. Volume tegakan ditentukan dengan penentuan tinggi dan diameter pohon dalam tegakan hutan mangrove. C. Persemaian Mangrove Upaya penyediaan bibit mangrove dilakukan dengan membangun lokasi persemaian. Persemaian dibangun sesuai dengan kebutuhan kegiatan rehabilitasi dan pembangunan hutan tanaman. Tipe persemaian yang direncanakan haruslah memperhatikan lokasi penanaman, luas areal yang akan ditanam, jenis yang dipilih, pengumpulan benih, penyimpanan benih, penyiapan polybag, penyiapan media tanam, kebutuhan jumah bibit, pengisian polybag, penancapan benih mangrove, dan pemberian naungan pada lokasi persemaian. Pengadaan Persemaian mangrove dapat dilakukan di habitat mangrove maupun di luar habitat mangrove/di tanah daratan. Penyiraman semai dapat pula dilakukan dengan menggunakan air tawar. Pemeliharaan semai mangrove di persemaian dilakukan dengan melakukan penyiraman selama satu kali sehari Pengamatan terhadap kesehatan semai juga dilakukan dengan mengaman kemungkinan serangan hama atau pun penyakit. Hama yang sering dijumpai pada semai mangrove adalah meally bug, sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah jamur yang menyebabkan timbulnya penyakit gosong pada batang semai mangrove. Apabila keseluruhan rangkaian penyiapan persemaian mangrove telah dilakukan, akan tersedia bibit mangrove vang berkualitas baik dan dalam jumlah yang
45 cukup. Bibit yang sehat dan berkualitas akan menentukan keberhasilan penanaman di lapangan. D. Penanaman Mangrove di Lapangan Faktor-faktor yang perlu diperankan dalam kegiatan penanaman di lapangan adalah pemilihan lokasi tanam yang sesuai dan sistem penanaman yang akan
46 dilakukan. Keberhasilan kegiatan penanaman sangat ditentukan dalam upaya persiapan penanaman meliputi tanapan investigasi awal persiapan lapangan, persiapan tenaga kerja, atas penanaman, penyulaman, monitoring dan evaluasi, dan kegiatan pemeliharaan-tanaman. E. Deforestasi dan Degradasi Hutan Mangrove Sebagai sebuah sumber daya alam hayati, hutan mangrove dan ekosistem sekitarnya merupakan sumber daya yang berpotensi untuk dapat dipulihkan kondisinya (renewable resources) apabila dalam pemanfaatannya memperhatikan rambu-rambu kelestarian hutan. Namun, seringkali pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia lebih cepat menghabiskannya daripada laju perbaikan hutan mangrove itu sendiri. Berbagai kegiatan manusia yang memanfaatkan hasil hasil Hutan mangrove dan ekosistem sekitarnya yang dapat menimbulkan dampak terhadap kelestariannya. Faktor-faktor penyebab itu antara lain kegiatan pertanian, pertambangan, dan konversi hutan untuk kepentingan lainnya F. Strategi Nasional Hutan Mangrove Indonesia Penetapan kebijakan pengelolaan hutan mangrove yang unik memerlukan strategi perencanaan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan berbagai pendekatan multisektoral karena banyak stakeholders terlibat dalam pembangunannya. Koordinasi dalam keterpaduan pengelolaan diperlukan dalam pembangunan hutan mangrove secara berkelanjutan. Tidak diinginkan terjadinya tumpang tindih kegiatan yang
47 sebenarnya merupakan pemborosan dalam kegiatan pembangunan, tetapi yang diinginkan adalah adanya saling mendukung/kesinergian program pengelolaan. Berbagai macam cara dibentuk dalam upaya keterpaduan pengelolaan. Penyusunan Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Indonesia meliputi aspek ekologi, sosial ekonomi, kelembagaan, dan peraturan perundangan: Dalam pencapaian strategi, disusunlah program yang juga tetap mengacu pada aspek ekologi, sosial ekonomi, kelembagaan, dan peraturan perundangan. G. Model Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove Pengelolaan terpadu hutan mangrove di wilayah pesisir membutuhkan keterpaduan, baik dalam hal pendekatan kellmuan maupun keteknisan. Hal ini mengisyaratkan bahwa keberadaan hutan mangrove memerlukan pendekatan muldisiplin dan multipihak dalam pengelolaannya. Perlu adanya perbedaan pendekatan pengelolaan antara hutan mangrove yang rusak dan yang sudah bagus kondisinya. Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun tahapan pengelolaan adalah 1) status lahan dan 2) pendataan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat, pengembangan jejaring kerja sama (networking) baik lokal, nasional, dan internasional. Selain itu, aspek monitoring dan evaluasi perlu terus dikembangkan untuk penyempurnaan kegiatan di masa mendatang. H. Rehabilitasi Ekologi Mangrove 1. Menilai Ketahanan Mangrove Pengukuran ini akan digunakan untuk menginformasikan bentuk rehabilitasi, serta untuk memantau perubahan dari waktu ke waktu. Demikian juga, langkah-
48 langkah sosial dan ekonomi perlu diambil, untuk membantu melengkapi dalam hal perencanaan dan desain EMR, dan juga untuk melacak perubahan yang terjadi di antara masyarakat ketika area bakau dipulihkan. Ada banyak sumber daya yang sudah tersedia untuk membantu memantau faktor sosial dan ekonomi dalam suatu komunitas. Banyak di antaranya adalah bagian dari metode Penilaian Pedesaan Partisipatif, atau metode serupa lainnya. 1. Sistem Sosial Komunitas masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pesisir. Ini termasuk nelayan, pembudidaya ikan, petani, pembuat arang, dll. serta pembeli, penyuluh dan pengelola perikanan, pertanian dan kehutanan, agen pemerintah lainnya, pekerja LSM dan akademisi. 2. Sistem Ekonomi Mengikuti rantai komoditas, dari penangkapan dan produksi sumber daya pesisir hingga penggunaan akhir. 3. Sistem Ekologis Penilaian sistem ekologi memiliki tiga titik fokus yaitu : a. Tingkat Lanskap b. Tingkat Agroekosistem c. Restorasi Habitat Basis ekologis yang lebih baik mendorong pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, dengan menyediakan keragaman peluang dan meningkatkan ketahanan secara keseluruhan. Dengan melacak beberapa parameter sosial, ekonomi, dan ekologi utama di sekitar proyek rehabilitasi mangrove, orang-orang yang terlibat dalam rehabilitas
49 mangrove dan pengelolaan masa depan dapat mengeksplorasi opsi dan skenario pengelolaan untuk sistem mangrove yang diminati, dari perspektif ketahanan. Ketahanan dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem untuk menyerap guncangan, untuk menghindari melewati ambang batas menjadi keadaan baru alternatif dan mungkin ireversibel, dan untuk beregenerasi setelah gangguan. Dapat melihat bagaimana definisi ini relevan dengan rehabilitasi mangrove, dalam hal berpikir tentang mengatasi guncangan dan gangguan, menghindari degradasi, dan regenerasi setelah gangguan. Socio-Economic-Ecological System (SEES) – sistem terpadu masyarakat manusia, bisnis dan mata pencaharian, dan ekosistem mangrove. Dengan melihat sistem dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi, risiko opsi pengelolaan yang terlalu rendah lebih kecil. Parameter dalam sistem SEES dipahami saling bergantung, dengan mekanisme umpan balik bolak-balik. Konsep ini menekankan perspektif 'manusia di alam. Adaptive capacity/Adaptability – kapasitas untuk beradaptasi dan membentuk perubahan. Dalam sistem mangrove, salah satu kunci adaptasi adalah keanekaragaman hayati. Hutan bakau dengan pelengkap penuh spesies pohon akan dapat menjajah substrat yang baru tersedia lebih berhasil daripada tegakan monospesifik. Di era kenaikan permukaan laut, dan perubahan iklim, kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan lanskap pantai mungkin lebih besar dari sebelumnya. Dalam sistem sosial-ekologis, kemampuan beradaptasi sama dengan kapasitas manusia untuk mengelola ketahanan. Sekali lagi, keragaman, dan bahkan redundansi mungkin merupakan bagian penting. Jika anggota masyarakat, baik miskin maupun kaya, serta pemangku kepentingan eksternal lainnya, semuanya peduli dengan sistem mangrove, mungkin menjadi lebih sulit bagi seseorang untuk mempengaruhi
50 perubahan, seperti investor yang ingin mengubah suatu area untuk pembangunan. Penggunaan sumber daya yang tangguh: Manajemen atau penggunaan sumber daya dalam kapasitas mereka untuk memperbarui diri dan menjaga integritas sistem di mana mereka ada. Contoh: Tingkat elevasi substrat dapat dipertahankan karena input bahan organik dari hutan itu sendiri, tetapi menyerah dengan cepat pada gaya erosif ketika sumber bio massa itu dihilangkan. Panen buah Avicennia untuk mendorong industri pembuatan tepung, dengan batasan persentase buah yang dapat dipanen, untuk memungkinkan regenerasi alami. I. Perencanaan EMR Berbasis Masyarakat Setelah penilaian penting dijalankan, sekarang saatnya untuk mengumpulkan pemangku kepentingan (anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lain yang berkepentingan) untuk merencanakan dan merancang proyek EMR. Enam poin penting yang perlu diingat selama perencanaan proyek adalah : 1. Analisis informasi dari penilaian untuk menginformasikan perencanaan dan desain. 2. Mengembangkan tujuan yang jelas dan terukur untuk rehabilitasi, berdasarkan tolok ukur keberhasilan yang relevan, yang nantinya dapat dipantau untuk mengukur keberhasilan proyek. 3. Ingatlah tujuan menyeluruh dari proyek ini, seperti melestarikan keanekaragaman hayati atau mengurangi kemiskinan.