The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN AKPER HKJ, 2022-11-29 00:38:11

BUKU AJAR PEDIATRI GAWAT DARURAT

BUKU AJAR PEDIATRI GAWAT DARURAT

Sindrom Kompartemen Abdomen 183

aClObu2m/biinka, rpbroonteaitn, klorida, kalsium), neurogenic bladder, atau dengan hematom
total, alkalin fosfatase daerah pelvis yang menekan kandung kemih
(ALP), SGOT, SGPT, bilirubin, ureum, maka pengukuran TIA harus menggunakan
kreatinin. teknik lain.

2. Darah perifer lengkap, mencakup Mutiara bernas
hitung jenis • Peningkatan tekanan intra abdomen

3. Amilase dan lipase berdampak buruk terhadap fungsi organ
akhir dan dapat mengganggu homeostasis
4. PT dan aPTT kardiovaskular, pernapasan, ginjal,
gastrointestinal, hepar, dan susunan saraf
5. Petanda jantung untuk sindrom pusat.
koroner akut (CK, CK-MB, troponin) • Teknik pengukuran TIA secara intravesika
dianggap baku emas karena sederhana
6. Urinalisis lengkap dan kultur urin dan murah.

7. Analisis gas darah dan asam laktat Tata laksana

b. Pencitraan Penyebab SKA sangat bervariasi sehingga tidak
Ultrasonografi abdomen pada anak mungkin membuat panduan terapi standar bagi
tiap pasien. Meski demikian, terdapat beberapa
menunjukkan penyempitan vena cava prinsip dasar yang bisa dilakukan dalam
inferior, kompresi atau pergeseran letak manajemen SKA, yaitu:
ginjal, penebalan dan penyangatan 1. Pemantauan TIA secara berkala.
dinding usus, pengecilan kaliber aorta, 2. Optimalisasi perfusi sistemik dan fungsi
dan peningkatan diameter antero-
posterior abdomen dibandingkan diameter organ pada pasien dengan TIA yang
transversal. meningkat.
Pada CT scan abdomen dapat ditemukan 3. Lakukan strategi medis nonoperatif terlebih
round belly sign, yaitu distensi abdomen dulu untuk menurunkan TIA.
disertai peningkatan rasio diameter 4. Segera lakukan dekompresi secara bedah
anteroposterior terhadap diameter pada SKA refrakter.
transversal (rasio >0,80; P <0,001), vena
kava yang kolaps, penebalan dinding usus Terapi non-bedah
dengan penyangatan, dan herniasi inguinal
bilateral. Saat ini, strategi nonoperatif lebih berperan
dalam terapi disfungsi organ akibat SKA/
c. Pengukuran tekanan intra-abdominal hipertensi intra-abdomen. Pasien yang
Pemeriksaan fisis hanya mampu mendeteksi memerlukan dekompresi secara laparatomi
tetapi berisiko mengalami perdarahan karena
40-60% peningkatan TIA, sedangkan adanya koagulopati atau antikoagulan sistemik,
penemuan diagnosis SKA/hipertensi intra- seperti pasien yang sedang mendapatkan
abdomen bergantung pada pemantauan tunjangan hidup ekstrakorporeal, maka tata
TIA terhadap pasien yang berisiko. Metoda laksana non-bedah merupakan pilihan.
indirek mengukur TIA adalah pengukuran
tekanan intravesika, gastrik, rektal, uterus,
vena kava inferior, dan tekanan jalan napas.
Teknik pengukuran TIA secara intravesika
dianggap baku emas karena sederhana dan
murah. Namun, pada pasien trauma vesika,

184 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Terapi non-bedah yang dapat dilakukan disesuaikan sesuai kebutuhan setiap pasien
meliputi: dan dipantau secara ketat. Masih terdapat
kontroversi apakah koloid atau kristaloid
1. Posisi tubuh yang lebih unggul untuk resusitasi inisial
hipovolemia. Menurut Surviving Sepsis
Elevasi bagian kepala tempat tidur akan Campaigne 2008, resusitasi pada pediatrik
meningkatkan TIA dibandingkan bila dimulai dengan kristaloid.
pengukuran dilakukan dalam posisi Pada pasien luka bakar berat, resusitasi
telentang. Hasil pengukuran TIA akan dengan NaCl hipertonik menghasilkan
meningkat ≥2 mm Hg bila elevasi kepala beban cairan yang lebih rendah dan
tempat tidur melebihi 20°. Posisi telungkup mengurangi risiko SKA sekunder.
juga meningkatkan TIA. Oleh karena itu, Berdasarkan bukti tersebut, konsensus
pada pasien dengan SKA/hipertensi intra- mengusulkan resusitasi menggunakan
abdomen sedang-berat, posisi tubuh harus kristaloid hipertonik dan koloid pada pasien
diperhatikan karena dapat mempengaruhi hipertensi intra-abdomen dengan tujuan
hasil pengukuran TIA. mencegah timbulnya SKA sekunder.
4. Diuretik dan continuous renal replacement
2. Agen prokinetik, drainase nasogastrik, therapies (CRRT)
dan dekompresi kolon Pada pasien dengan hemodinamik stabil, dapat
diberikan furosemid (1-2 mg/kg/kali, tidak
Pada kasus hipertensi intra-abdomen melebihi 6 mg/kg/kali atau spironolakton 1,5-
ringan sedang, drainase nasogastrik dan 3,5 mg/kg/hari per oral dalam dosis terbagi
rektal, enema, serta dekompresi endoskopik tiap 6-24 jam) dikombinasi dengan albumin
dapat berguna. Pemberian prokinetik untuk untuk memobilisasi edema ruang ketiga.
mengurangi isi intralumen dan ketebalan Pada pasien dengan oliguria atau anuria,
visera juga bermanfaat. continuous vena-venous hemofiltration (CVVH)
dan ultrafiltrasi atau hemodialisis intermiten
3. Resusitasi cairan adekuat dapat membantu mengurangi cairan dan
dengan demikian menurunkan TIA.
Pada pasien dengan SKA/hipertensi intra-
abdomen, resusitasi cairan adekuat untuk Terapi bedah
koreksi hipovolemia merupakan hal Dekompresi secara laparoskopi:
esensial untuk meminimalisasi peningkatan Cara ini dikerjakan pada SKA akibat trauma
TIA. Resusitasi cairan secara berlebihan tumpul abdomen yang mempunyai tekanan
akan meningkatkan TIA dan merupakan intra-abdomen 25-35 cmH2O.
prediktor independen untuk terjadinya
SKA/hipertensi intra-abdomen dan Dekompresi abdomen dengan kateter
merupakan etiologi mayor untuk SKA perkutan
sekunder, maka resusitasi cairan berlebihan
harus dihindari. Dekompresi ini terindikasi pada kasus SKA/
peningkatan tekanan intra-abdomen yang
Pada pasien trauma, resusitasi cairan disebabkan cairan bebas intraabdomen, udara,
supranormal berisiko menyebabkan
SKA/hipertensi intra-abdomen dan
meningkatkan mortalitas, sedangkan pada
syok septik yang mengalami balans cairan
negatif dalam 3 hari pertama pengobatan,
kemungkinan sembuh lebih besar.

Untuk mencegah resusitasi cairan berlebih
dan timbulnya SKA/hipertensi intra-
abdomen, volume cairan resusitasi harus

Sindrom Kompartemen Abdomen 185

abses, atau darah. Dekompresi cara ini akan dan anak sakit kritis dilaporkan mortalitas yang
menurunkan TIA dan mencegah disfungsi tinggi, yaitu 50-60%, sekalipun dekompresi
organ. Teknik ini menggunakan kateter angio dilakukan secara dini. Pada anak dengan luka
atau kateter dialisis peritoneal yang dimasukkan bakar besar, tekanan intra-abdomen ≥30 mm
secara perkutan. Dekompresi dengan kateter Hg berhubungan dengan peningkatan kejadian
merupakan prosedur yang kurang invasif. sepsis dan mortalitas.

Dekompresi abdomen secara bedah Pencegahan

Prosedur ini adalah prosedur penyelamatan Pencegahan SKA dianjurkan karena lebih
yang dikerjakan sesegera mungkin, untuk efektif dibandingkan upaya pengobatan. Cara
mencegah terjadinya disfungsi organ pada mencegah terjadinya SKA adalah:
pasien. Cara ini terindikasi pada SKA yang tidak 1. Pemantauan ketat TIA pada pasien yang
respons terhadap terapi medis. Bila perlu, dapat
dilakukan di ruang rawat intensif secara bedside. dicurigai atau mempunyai faktor risiko.
2. Pada keadaan syok, resusitasi cairan harus
Dekompresi pencegahan
adekuat dan optimal, artinya mampu
Pada pasien yang mempunyai banyak faktor memperbaiki perfusi jaringan, tetapi
risiko untuk mengalami SKA atau peningkatan juga tidak berlebihan untuk mencegah
tekanan intra-abdominal, maka dekompresi timbulnya SKA.
pencegahan (sebelum terjadi SKA) dapat 3. Pada kasus syok perdarahan akibat trauma,
dilakukan. Membiarkan perut terbuka pada penting untuk menghentikan perdarahan
pasien yang menjalani laparatomi dengan risiko untuk mencegah resusitasi yang tidak
SKA termasuk upaya dekompresi pencegahan. terkontrol.

Komplikasi akibat dekompresi Mutiara bernas

Segera setelah dekompresi, dapat terjadi efek • Pada pasien sakit kritis harus dilakukan
sekunder dari SKA, yaitu hipotensi dan bahkan identifikasi pasien berisiko mengalami
asistol. Hal ini disebabkan sindrom reperfusi dan SKA.
penurunan mendadak tahanan vaskular sistemik.
Oleh karena itu, harus dilakukan resusitasi • Pemantauan tekanan intra-abdomen
volume sesaat sebelum dekompresi. Kejadian ini berkala merupakan upaya deteksi dini.
dapat dikurangi dengan memberikan tambahan
manitol dan natrium karbonat (NaCO3) secara • Implementasikan strategi pencegahan
bolus intravena. secara dini dapat mencegah progresivitas
dari hipertensi intraabdomen menjadi
SKA.

Prognosis Kepustakaan

Tekanan intra-abdomen >25mmHg 1. Bailey J, Shapiro M. Abdominal compartment
meningkatkan morbiditas baik pada dewasa syndrome. Crit Care. 2000;4:23-9.
maupun pediatrik. Mortalitas SKA mencapai
80-100% bila tidak dikenali dan tidak diobati. 2. Carlotti, A, Carvalho, WB. Abdominal
Sebagian besar kematian pada SKA dihubungkan compartment syndrome: a review. Ped Crit Care
dengan sepsis dan gagal multi organ. Pada dewasa Med. 2009;10:115-20.

186 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

3. Cheatham M, Malbrain M, Kirkpatrick A. compartment syndrome, Part I, Introduction.
Results from the international conference Intensive Care Med. 2006;32:1722-32.
of experts on intra-abdominal hypertension
and abdominal compartment syndrome, Part 8. Malbrain M, Chiumello D, Pelosi P. Incidence
II, Recommendations. Intensive Care Med. and prognosis of intraabdominal hypertension
2007;33:951-62. in a mixed population of critically ill patients: A
multiple-center epidemiological study. Crit Care
4. Cheatham M, White M, Sagraves S. Abdominal Med. 2005;33:315-22.
perfusion pressure: a superior parameter in the
assessment of intra-abdominal hypertension. J 9. Malbrain M. Intra-abdominal pressure in the
Trauma. 2000;49:621-6. intensive care unit: clinical tool or toy? Dalam:
Vincent JL, editor. Yearbook of intensive care
5. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion and emergency medicine. Berlin: Springer;
J, Margaret M, Jaeschke R, dkk. Surviving 2001. h. 547-85
Sepsis Campaign: international guidelines for
management of severe sepsis and septic shock: 10. Okhuysen-Cawley R, Prodhan P, Imamura
2008. Crit Care Med. 2008;36:296-327 M. Management of abdominal compartment
syndrome during extracorporeal life support.
6. Kimball E, Rollins M, Mone M. Survey of Pediatr Crit Care Med. 2007;8:177-9.
intensive care physicians on the recognition and
management of intra-abdominal hypertension 11. Rivers E, Nguyen B, Havstad S. Early goal-directed
and abdominal compartment syndrome. Crit therapy in the treatment of severe sepsis and septic
Care Med. 2006; 34:2340-8. shock. N Engl J Med. 2001;345:1368-77.

7. Malbrain M, Cheatham M, Kirkpatrick A. Results 12. Vasquez DG, Berg-Copas GM, Wetta-Hall R.
from the international conference of experts on Influence of semi-recumbent position on intra-
intra-abdominal hypertension and abdominal abdominal pressure as measured by bladder
pressure. J Surg Reseach. 2007; 139:280-5.

22 Enterokolitis Nekrotikans

Guwansyah Dharma Mulyo, Klara Yuliarti

Pendahuluan Faktor risiko
Enterokolitis nekrotikans (EN) adalah sindrom
nekrosis intestinal akut pada neonatus yang Faktor risiko terjadinya enterokolitis nekrotikans
ditandai oleh kerusakan intestinal berat akibat adalah:
gabungan jejas vaskular, mukosa, dan metabolik 1. Prematuritas. Terdapat hubungan terbalik
(dan faktor lain yang belum diketahui) pada
usus yang imatur. antara kejadian EN dan usia gestasi. Semakin
rendah usia gestasi, semakin tinggi risiko
Enterokolitis nekrotikans hampir selalu karena imaturitas sirkulasi, gastrointestinal,
terjadi pada bayi prematur. Insidens pada bayi dan sistim imun. Enterokolitis nekrotikans
dengan berat <1,5 kg sebesar 6-10%. Insidens tersering dijumpai pada usia gestasi 30-32
meningkat dengan semakin rendahnya usia minggu.
gestasi. Sebanyak 70-90% kasus terjadi pada bayi 2. Pemberian makan enteral. EN jarang
berat lahir rendah berisiko tinggi, sedangkan 10- ditemukan pada bayi yang belum pernah
25% terjadi pada neonatus cukup bulan. diberi minum. Sekitar 90-95% bayi dengan
EN telah mendapat sekurangnya satu kali
Patofisiologi pemberian minum.
Patogenesis EN masih belum sepenuhnya a. Formula hiperosmolar dapat
dimengerti dan diduga multifaktorial. Imaturitas
saluran cerna merupakan faktor predisposisi mengubah permeabilitas mokosa dan
terjadinya jejas intestinal dan respons yang tidak mengakibatkan kerusakan mukosa.
adekuat terhadap jejas tersebut. Patofisiologi b. Pemberian ASI terbukti dapat
yang diterima saat ini adalah adanya iskemia menurunkan kejadian EN.
yang berakibat pada kerusakan integritas usus. 3. Mikroorganisme patogen enteral.
Pemberian minum secara enteral akan menjadi Patogen bakteri dan virus yang diduga
substrat untuk proliferasi bakteri, diikuti oleh berperan adalah E. coli, Klebsiella, S.
invasi mukosa usus yang telah rusak oleh bakteri epidermidis, Clostridium sp. Enteritis virus
yang memproduksi gas. Hal ini mengakibatkan yang disebabkan oleh koronavirus dan
terbentuknya gas usus intramural yang dikenal rotavirus dapat merusak barier mukosa
sebagai pneumatosis intestinalis. Kejadian ini dan mengakibatkan sepsis akibat kuman
dapat mengalami progresivitas menjadi nekrosis enterik. Rotavirus dilaporkan bertanggung
transmural atau gangren usus sehingga pada jawab atas 30% kejadian EN di suatu senter.
akhirnya mengakibatkan perforasi dan peritonitis. 4. Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia
dan penyakit jantung bawaan. Pada keadaan
ini dapat terjadi hipoperfusi sehingga
sirkulasi mesenterikus dikorbankan

188 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

dan mengakibatkan iskemia intestinal. −− Residu lambung
Ketidakseimbangan antara mediator −− Muntah (bilier, darah, atau keduanya)
vasodilator dan vasokonstriktor pada −− Ileus (berkurangnya atau hilangnya
neonatus mengakibatkan defek autoregulasi
splanknik yang berisiko mengakibatkan bising usus)
iskemia intestinal. −− Massa abdominal terlokalisir yang
5. Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar,
dan pertumbuhan janin terhambat berisiko persisten
mengalami iskemia intestinal. −− Asites
6. Volume pemberian minum, waktu Derajat keparahan EN berdasarkan
pemberian minum, dan peningkatan minum manifestasi klinis dan gambaran radiologis dapat
enteral yang cepat. Bukti tentang hal ini dilihat pada Tabel 22.1.
masih kontroversial.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
Manifestasi klinis adalah:
- Darah perifer lengkap. Leukosit bisa normal,
Diagnosis dini EN penting karena sangat
mempengaruhi luaran. Spektrum klinis EN meningkat (dengan pergeseran ke kiri), atau
bervariasi dan nonspesifik. Manifestasi awal menurun dan dijumpai tombositopenia.
mungkin menyerupai sepsis neonatorum. - Kultur darah untuk bakteri aerob, anaerob,
Perjalanan penyakit dapat progresif maupun dan jamur.
perlahan-lahan. Kemungkinan EN harus selalu - Tes darah samar.
diwaspadai pada setiap bayi yang memiliki faktor - Analisis gas darah. Dapat dijumpai asidosis
risiko dan menunjukkan manifestasi berikut: metabolik atau campuran.
1. Manifestasi sistemik - Elektrolit darah. Dapat dijumpai
ketidakseimbangan elektrolit, terutama
−− Distres pernapasan hipo/hipernatremia dan hiperkalemia.
−− Apnu dan atau bradikardia - Kultur tinja.
−− Letargi atau iritabilitas - Foto polos abdomen 2 posisi serial:
−− Instabilitas suhu
−− Toleransi minum buruk 1. Foto polos abdomen posisi supine.
−− Hipotensi/syok, hipoperfusi Dijumpai distribusi usus abnormal,
−− Asidosis edema dinding usus, posisi loop usus
−− Oliguria persisten pada foto serial, massa,
−− Manifestasi perdarahan pneumatosis intestinalis (tanda khas
2. Manifestasi pada abdomen EN), atau gas pada vena porta
−− Distensi abdomen
−− Eritema dinding abdomen atau indurasi 2. Foto polos abdomen posisi lateral
−− Tinja berdarah, baik samar maupun dekubitus atau lateral untuk mencari
pneumoperitoneum. Perforasi
perdarahan saluran cerna masif umumnya terjadi 48-72 jam setelah
(hematokesia) pneumatosis atau gas pada vena
porta. Bila didapatkan pneumatosis
intestinalis, lakukan foto serial tiap
8 jam untuk untuk mengevaluasi

Enterokolitis Nekrotikans 189

terjadinya pneumoperitoneum, yang Diagnosis banding
menandakan perforasi usus. Foto
serial dapat dihentikan bila didapatkan Beberapa diagnosis banding EN yang perlu
perbaikan klinis. dipikirkan adalah:
- Pneumonia, sepsis
Mutiara bernas - Kelainan bedah seperti malrotasi dengan

• Patofisiologi enterokolitis nekrotikans obstruksi, intususepsi, ulkus, perforasi
yang diterima saat ini adalah adanya gaster, trombosis vena mesenterika
iskemia yang berakibat pada kerusakan - Enterokolitis infektif. Penyakit ini jarang
integritas usus. pada bayi, namun perlu dipikirkan bila
dijumpai diare. Pada kasus ini, tidak
• Pemberian minum secara enteral akan terdapat tanda sistemik maupun enterik
menjadi substrat untuk proliferasi bakteri, yang mengarah pada EN.
diikuti oleh invasi mukosa usus yang telah - Kelainan metabolik bawaan
rusak oleh bakteri yang memproduksi gas. - Kolitis alergik berat

Tabel 22.1. Stadium Bell dengan modifikasi

Stadium Manifestasi sistemik Manifestasi intestinal Radiologis Terapi
Tersangka NPO, antibiotik 3 hari
Instabilitas suhu, apnea, Peningkatan residu Normal atau ileus
Definitif bradikardia lambung, distensi ringan Sama dengan IA
Sakit ringan Sama dengan IA abdomen ringan, darah Sama dengan IA
Sakit sedang samar di tinja NPO, antibiotik 7-10
Sama dengan IA, hari
Lanjut ditambah darah masif NPO, antibiotik
Sakit berat, usus pada tinja selama 14 hari
utuh
Sama dengan IA Sama dengan I, ditambah Ileus, pneumatosis NPO, antibiotik
Sakit berat, hilangnya bising usus, intestinalis selama 14 hari,
perforasi usus resusitasi cairan,
nyeri tekan abdomen inotropik, ventilator,
parasintesis
Sama dengan I, ditambah Sama dengan I, ditambah Sama dengan IIA, Sama dengan IIA,
asidosis metabolik hilangnya bising usus, ditambah gas vena ditambah terapi
ringan, trombositopenia nyeri tekan abdomen, porta, dengan atau bedah
ringan selulitis, massa kuadran tanpa asites
kanan bawah

Sama dengan IIB, Sama dengan I dan Sama dengan IIB,
ditambah hipotensi, II, ditambah tanda ditambah asites
bradikardia, asidosis peritonitis umum, nyeri definitif
respiratorik dan dan distensi abdomen
hebat Sama dengan
metabolik, koagulasi IIB, ditambah
intravaskular diseminata, pneumoperitoneum
neutropenia

Sama dengan IIIA Sama dengan IIIA

NPO, Nothing per Oral. Dikutip dari:Walsh MC, Kliegman RM, Fanaroff AA. Pediatr Rev. 1988;9:219-26

190 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

- Intoleransi minum. Sulit untuk 8. Periksa darah tepi lengkap dan elektrolit
membedakan intoleransi minum dengan setiap 24 jam sampai stabil.
EN, karena banyak bayi prematur
mengalami intoleransi minum saat volume/ 9. Foto polos abdomen serial setiap 8-12 jam.
frekuensi minum ditingkatkan. Bila 10. Konsultasi ke Departemen Bedah Anak,
dicurigai EN, bayi harus dimonitor ketat,
dipuasakan, diberikan nutrisi parenteral terutama diperlukan bila didapatkan hal-
dan antibiotik selama 72 jam sampai EN hal berikut:
dapat disingkirkan. −− Selulitis dinding abdomen
−− Foto polos abdomen menunjukkan
Tata laksana
dilatasi segmen intestinal yang menetap
Tata laksana EN adalah sesuai dengan tata −− Massa abdomen yang nyeri
laksana abdomen akut dengan ancaman −− Perburukan klinis yang refrakter terhadap
peritonitis. Tujuan tata laksana adalah mencegah
progresivitas penyakit, perforasi usus, dan syok. terapi medis, yaitu asidosis metabolik,
trombositopenia, peningkatan bantuan
Tata laksana umum napas, peningkatan kehilangan cairan
ruang ketiga, hipovolemia, oliguria,
Tata laksana umum untuk semua pasien EN leukopenia, leukositosis, hiperkalemia
adalah:
1. Puasa dan pemberian nutrisi parenteral Tata laksana khusus bergantung pada
stadium
total.
2. Pasang sonde nasogastrik untuk dekompresi 1. Enterokolitis nekrotikans stadium I
−− Tata laksana umum.
lambung. −− Pemberian minum dapat dimulai setelah
3. Pemantauan ketat: 3 hari dipuasakan
−− Antibiotik dapat dihentikan setelah 3
−− Tanda vital hari pemberian dengan syarat kultur
−− Lingkar perut (ukur setiap 12-24 jam), negatif dan terdapat perbaikan klinis.

diskolorasi abdomen 2. Enterokolitis nekrotikans stadium II
4. Lepas kateter umbilikal (bila ada). −− Tata laksana umum.
5. Kombinasi antibiotik ampisilin, gentamisin −− Puasa dan pemberian antibiotik selama
10-14 hari.
atau amikasin, dan metronidazol. Dosis
ampisilin adalah 50-100 mg/kg/hari dibagi 3. Enterokolitis nekrotikans stadium III
4 dosis, gentamisin 5 mg/kg/dosis setiap 24- −− Tata laksana umum
48 jam, amikasin 10-15 mg/kg/dosis setiap −− Puasa dan pemberian antibiotik selama
24 jam, dan metronidazol 7,5 mg/kg/dosis minimal 14 hari.
setiap 8 jam. −− Ventilasi mekanik bila dibutuhkan.
6. Tes darah samar tiap 24 jam untuk Distensi abdomen progresif dapat
memonitor perdarahan gastrointestinal. mengganggu pengembangan paru.
7. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit. −− Jaga keseimbangan hemodinamik, berikan
Pertahankan diuresis 1-3 mL/kg/hari. inotropik bila perlu. Pada EN stadium III
sering dijumpai hipotensi refrakter.

Enterokolitis Nekrotikans 191

−− Terapi bedah, dapat berupa: • Induksi maturasi gastrointestinal. Insidens
a. Drainase peritoneal, umumnya EN berkurang setelah pemberian steroid
dilakukan pada bayi dengan berat pranatal (Number needed to treat/NNT = 32)
<1000 g dan kondisi tidak stabil.
b. Laparatomi eksplorasi dengan • Bayi dengan duktus arteriosus persisten
reseksi segmen yang nekrosis dan dianjurkan menggunakan ibuprofen
enterostomi atau anastomosis dibandingkan indometasin untuk penutupan
primer. duktus.

Mutiara bernas • Peningkatan volume minum enteral secara
• Penetapan stadium EN akan perlahan, namun bukti mengenai efektivitas
strategi ini masih kurang. Selain itu, berapa
mempengaruhi lamanya periode puasa kecepatan peningkatan volume minum yang
yang harus dijalani. terbaik masih membutuhkan penelitian lebih
• Kerjasama dengan departemen bedah lanjut.
harus dilakukan secara intens mengingat
kemungkinan terdapatnya perburukan • Pemberian probiotik pada bayi dengan berat
klinis lahir <1500 g terbukti mengurangi kejadian
EN. Namun, bukti untuk mendukung
Prognosis pemberian probiotik pada bayi dengan berat
lahir <1000 g masih belum cukup.
- Angka kematian secara keseluruhan 9-28%,
sedangkan EN dengan perforasi memiliki • Pemberian antibiotik enteral dapat
angka kematian lebih tinggi, berkisar 20- mengurangi insidens EN (RR 0,47 [IK 95%
40% 0,28;0,78], NNT 10).

- Sekuele yang dapat terjadi: Kepustakaan
−− Gagal tumbuh, gangguan perkembangan
−− Striktur (25-35% pasien dengan atau 1. AlFaleh KM, Bassler D. Probiotics for prevention
tanpa bedah) of necrotizing enterocolitis in preterm infants.
−− Fistula Cochrane Database of Systematic Reviews
−− Short bowel syndrome (terjadi pada 10- 2008, Issue 1. Art. No.: CD005496. DOI:
20% pasien yang menjalani pembedahan) 10.1002/14651858.CD005496.pub2.

- Kolestasis akibat nutrisi parenteral jangka 2. Bury RG, Tudehope D. Enteral antibiotics for
panjang preventing necrotizing enterocolitis in low
birthweight or preterm infants. Cochrane Database
Pencegahan of Systematic Reviews 2001, Issue 1. Art. No.:
CD000405. DOI: 10.1002/14651858.CD000405.
• Pencegahan terbaik kejadian EN adalah
dengan mencegah kelahiran prematur. 3. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center.
Evidence-Based Clinical Care Guideline For
• Pemberian ASI telah terbukti menurunkan Infants with Necrotizing Enterocolitis. Revised
risiko dan insidens EN. Publication Date: October 7, 2010. Diunduh
dari http://www.cincinnatichildrens.org/svc/
alpha/h/health-policy/ev-based/default.htm

4. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG.
Neonatology: management, procedures, on-call
problems, disease, and drugs. Edisi ke-6. New
York: McGraw-Hill; 2009.

192 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

5. McAlmon KR. Necrotizing enterocolitis. KG, Brown RL, Powell DM, et al. Laparotomy
Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, versus Peritoneal Drainage for Necrotizing
penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke- Enterocolitis and Perforation. N Engl J Med
6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006;354:2225-34.
2008.
8. Sonntag J, Grimmer I, Scholz T, Metze B, Wit
6. McGuireW,Bombell S. Slow advancement of J, Obladen M. Growth and neurodevelopmental
enteral feed volumes to prevent necrotizing outcome of very low birthweight infants
enterocolitis in very low birth weight infants. with necrotizing enterocolitis. Acta Pediatr.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2000;89:528-32.
2008, Issue 2. Art. No.: CD001241. DOI:
10.1002/14651858.CD001241.pub2. 9. Walsh MC, Kliegman RM, Fanaroff AA.
Necrotizing enterocolitis: a practitioner’s
7. Moss RL, Dimmitt RA, Barnhart DC, Sylvester perspective. Pediatr Rev, 1988;9:219-26.

23 Resusitasi Jantung Paru pada Bayi

dan Anak

Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim

PENDAHULUAN Saat jantung berhenti, oksigenasi akan
berhenti pula dan menyebabkan gangguan otak
Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan yang tidak dapat diperbaiki walaupun terjadi
terhadap penderita atau korban yang berada dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
dalam keadaan gawat atau kritis untuk Apabila henti sirkulasi mendadak terjadi, gejala
mencegah terjadinya kematian. Gawat adalah yang muncul dalam waktu singkat adalah tak
keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit terabanya nadi, 10-20 detik tidak sadar, 15-30
atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, detik henti nafas, 60-90 detik dilatasi pupil dan
sedangkan darurat adalah keadaan yang terjadi tidak reaktif. Kematian dapat terjadi dalam 8
tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, hingga 10 menit, sehingga waktu merupakan hal
suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera atau yang sangat penting saat kita menolong korban.
mendesak.
Tindakan resusitasi ini dibedakan
Untuk mencapai keberhasilan resusitasi berdasarkan usia bayi kurang dari satu tahun
diperlukan kerjasama yang baik dalam satu di luar neonatus atau lebih dari satu tahun,
tim, mengingat banyaknya langkah yang merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
harus dilaksanakan dalam tindakan tersebut. menyelamatkan jiwa yang sangat berguna pada
Keberhasilan tidak semata-mata dipengaruhi keadaan emergensi, termasuk henti napas dan
keterampilan dalam tindakan resusitasi, namun henti jantung.
juga dipengaruhi oleh kelancaran komunikasi
dan dinamika kelompok. Resusitasi Jantung Paru bertujuan untuk
mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar
Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung,
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup otak, dan organ vital lainnya.
Lanjutan (BHL). Bantuan hidup dasar adalah
suatu tindakan resusitasi tanpa menggunakan Mutiara Bernas
alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag- RJP terdiri dari Bantuan Hidup Dasar (tanpa/
mask ventilation, sedangkan pada bantuan hidup alat yang terbatas) dan Bantuan Hidup
lanjut menggunakan alat dan obat resusitasi Lanjut (dengan alat dan obat resusitasi)
sehingga penanganan lebih optimal.
Penyebab terjadinya henti napas dan henti
Resusitasi Jantung Paru segera dan efektif jantung berbeda-beda tergantung usia, pada
berhubungan dengan kembalinya sirkulasi bayi baru lahir penyebab terbanyak adalah gagal
spontan dan kesempurnaan pemulihan napas, sedangkan pada masa bayi penyebabnya
neurologi. Beberapa penelitian menunjukkan antara lain:
angka survival dan keluaran neurologi lebih baik
bila RJP dilakukan sedini mungkin.

194 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

• Sindroma bayi mati mendadak (SIDS/Sudden Jika harus membalikkan posisi, maka
infant death syndrome) lakukan seminimal mungkin gerakan pada
leher dan kepala (posisi stabil miring).
• Penyakit pernapasan
• Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi 3. Evaluasi jalan napas
Pada penderita yang tidak sadar sering
benda asing)
• Tenggelam terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke
• Sepsis belakang. Oleh karena itu penolong harus
• Penyakit Neurologis segera membebaskan jalan napas dengan
beberapa teknik berikut:
Pada anak usia >1 tahun penyebab −− Bila korban tidak sadar dan tidak
terbanyak adalah cedera seperti kecelakaan
lalulintas, kecelakaan sepeda, terbakar, cedera dicurigai adanya trauma, buka jalan
senjata api dan tenggelam. napas dengan teknik Head Tilt–Chin Lift
Maneuver akan tetapi jangan menekan
Berdasarkan American Heart Association jaringan lunak dibawah dagu karena
tahun 2005, langkah-langkah resusitasi jantung akan menyebabkan sumbatan.
paru adalah sebagai berikut:Lnju Caranya adalah satu tangan diletakkan
pada bagian dahi untuk menengadahkan
kepala, dan secara simultan jari-jari
Bantuan Hidup Dasar tangan lainnya diletakkan pada tulang
dagu sehingga jalan napas terbuka.
Yakinkan bahwa penolong dan korban telah −− korban yang dicurigai mengalami
berada pada tempat yang aman, dipindahkan trauma leher gunakan teknik Jaw-
hanya jika tempat tersebut membahayakan Thrust Maneuver untuk membuka jalan
korban. napas, yaitu dengan cara meletakkan 2
1. Periksa Kesadaran atau 3 jari di bawah angulus mandibula
Panggil korban dengan suara keras dan jelas kemudian angkat dan arahkan keluar,
jika terdapat dua penolong maka yang
atau panggil nama korban, lihat apakah satu harus melakukan imobilisasi tulang
korban bergerak atau memberikan respons. servikal.
jika tidak bergerak berikan stimulasi
dengan menggerakkan bahu korban. Pada Mengeluarkan benda asing
korban yang sadar, dia akan menjawab Obstruksi karena aspirasi benda asing
dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan
pemeriksaan untuk mencari kemungkinan dapat menyebabkan sumbatan ringan
cedera dan pengobatan yang diperlukan, atau berat, jika sumbatannya ringan maka
namun jika tidak ada respons, artinya korban masih dapat bersuara dan batuk,
korban tidak sadar, maka segera panggil sedangkan jika sumbatannya sangat
bantuan (aktifkan Emergency Medical berat maka korban tidak dapat bersuara
Services). ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan
karena benda asing maka pada bayi <1
2. Posisi Korban tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back
Pada penderita yang tidak sadar blows (back slaps) di interskapula, namun
Tempatkan korban pada tempat yang datar jika tidak berhasil dengan teknik tersebut

dan keras dengan posisi terlentang, pada
tanah, lantai atau meja yang keras.

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 195

Gambar 23.1. Cross finger-finger sweeping Gambar 23.2. Chest thrust

dapat dilakukan teknik 5 kali chest thrust obstruksi dan finger sweeps maneuver
di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner untuk mengeluarkan benda asing yang
intermamae (seperti melakukan kompresi tampak pada mulut korban, namun jangan
jantung luar untuk bayi usia <1 tahun). melakukan teknik tersebut pada anak yang
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar sadar karena dapat merangsang “gag reflex”
dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver dan menyebabkan muntah.
yaitu korban di depan penolong kemudian
lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan 4. Periksa napas
menggunakan 2 kepalan tangan di antara Jika obstruksi telah dikeluarkan maka
prosesus xifoideus dan umbilikus hingga
benda yang menyumbat dapat dikeluarkan, periksa apakah korban bernapas atau tidak,
sedangkan pada anak yang tidak sadar lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan
dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan cara :
posisi korban terlentang lakukan 5 kali −− Lihat gerakan dinding dada dan perut
hentakan dengan menggunakan 2 tangan di
tempat seperti melakukan teknik Heimlich (Look)
maneuver . −− Dengarkan suara napas pada hidung dan
Kemudian buka mulut korban, lakukan
cross finger maneuver untuk melihat adanya mulut korban (Listen)
−− Rasakan hembusan udara pada pipi

(Feel)

196 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Gambar 23.3. Heimlich maneuver Gambar 23.4 Abdominal thrush

Korban yang mengalami gasping (megap- mendapatkan 2 kali napas efektif. Hal itu
megap/napas yang agonal atau napas tidak dapat dilihat dengan adanya pengembangan
efektif), maka anggap korban tersebut tidak dinding dada. Bila dada tidak mengembang
bernapas. reposisi kepala korban agar jalan napas
dalam keadaan terbuka.
5. Berikan Bantuan Napas Teknik bantuan napas pada bayi dan anak
Lakukan 5 kali bantuan napas untuk berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan bag valve mask ventilation atau
tanpa alat yaitu: pada bayi dilakukan teknik:
mouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada
anak menggunakan teknik mouth-to-mouth.

Gambar 23.5. Look-Listen-Feel dengan manuver Head-Tilt 6. Periksa Nadi
Chin-Lift Selanjutnya periksa nadi, pada bayi

pemeriksaan dilakukan pada arteri
brakhialis sedangkan pada anak dapat
dilakukan pada arteri karotis ataupun
femoralis. Pemeriksaan nadi ini ≤ 10 detik.
Jika nadi >60 kali/menit namun tidak ada
napas spontan atau napas tidak efektif,
maka lakukan pemberian napas sebanyak
12-20 kali napas/menit, sekali napas buatan
3-5 detik hingga korban bernapas dengan
spontan, napas yang efektif akan tampak
dada korban akan mengembang.

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 197

Gambar 23.6. Ventilasi Tekanan Positif

7. Kompresi Jantung luar chest compression technique) Satu jari di
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada bawah garis imajiner intermamae atau
two thumb-encircling hands technique yang
napas atau napas tidak adekuat, maka direkomendasikan jika didapatkan dua
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi penolong.
dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu Pada anak kompresi jantung luar dilakukan
pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi dengan teknik kompresi pada setengah
di sternum dengan dua jari (two-finger bagian bawah sternum dengan satu atau
kedua telapak tangan tapi tidak menekan
Gambar 23.7. Periksa nadi brachialis prosesus xypoid ataupun sela iga.
Kompresi dilakukan harus dengan baik
yaitu:
−− “Pushhard”:Kedalamankompresiberkisar

1/3 - 1/2 diameter anteroposterior dada
−− “Push fast”: Kecepatan kompresi 100

kali/menit
−− ”Release completely”: Lepaskan tekanan

hingga dada dapat mengembang penuh
−− Minimalisasi interupsi pada saat

melakukan kompresi dada
Resusitasi jantung paru pada anak yang

dilakukan oleh satu penolong dilakukan
5 siklus selama 2 menit, setiap siklusnya

198 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terdiri dari 30 kali kompresi jantung luar hanya terdapat satu penolong. Kesulitan yang
dan 2 kali bantuan napas, sedangkan jika biasa didapatkan adalah keterlambatan dalam
terdapat dua penolong maka kompresi melakukan resusitasi jantung paru dikarenakan
jantung luar dilakukan 15 kali dan 2 kali terlalu lama dalam menilai kesadaran dan
bantuan napas.
Kemudian evaluasi tindakan setelah dua Mutiara bernas
menit atau 5 siklus resusitasi jantung paru,
Nilai kembali kondisi korban. Evaluasi Langkah-langkah BHD berdasarkan AHA,
nadi, jika nadi tidak ada atau < 60 x/menit, 2005:
maka resusitasi jantung paru dilanjutkan. • Tentukan kesadaran
Jika nadi > 60 x/menit, evaluasi napas, jika • Minta pertolongan (aktifkan Emergency
napas tidak ada atau tidak adekuat lakukan
napas buatan lanjutan sebanyak 12-20 x/ Medical Service)
menit. Selain itu evaluasi juga kesadaran, • Posisi korban telentang, menggunakan
warna kulit, dan pupil. Lakukan resusitasi
jantung paru tersebut hingga bantuan hidup alas keras dan datar
lanjut diberikan. • Bebaskan jalan napas
• Evaluasi napas dengan Look, Listen,
Pada bulan November tahun 2010, AHA
mempublikasikan petunjuk terbaru mengenai and Feel. Bila megap-megap atau tidak
resusitasi dan kegawatan kardiovaskular dalam napas, beri napas buatan 5 kali untuk
American Heart Association (AHA) guidelines mendapatkan 2 kali napas efektif
2010. Bantuan hidup dasar merupakan tindakan • Evaluasi nadi, bila tidak ada nadi atau <
yang dilakukan dengan asumsi saat kejadian 60 kali/menit, lakukan resusitasi jantung
paru

Gambar 23.8. RJP pada bayi

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 199

A B C

Gambar 23.9. RJP pada anak

pernapasan penderita. Oleh karena itu langkah dan menghindari pemberian ventilasi
BHD mengalami perubahan sebagai berikut: berlebihan.
ketika melihat korban megap-megap atau 3. Saat satu penolong melakukan kompresi
tampak tidak bernapas, lakukan evaluasi nadi. dada dan penolong kedua melakukan
Bila nadi tidak teraba atau < 60 x/menit, ventilasi, penolong yang lain menyiapkan
lakukan resusitasi jantung paru selama 5 siklus monitor/defibrillator, mencari akses perifer
atau 2 menit. Namun demikian evaluasi setelah dan menyiapkan obat-obatan.
melakukan RJP sama seperti AHA, 2005. Untuk 4. Perbaikan sirkulasi setelah tindakan
mencapai keberhasilan tindakan resusitasi resusitasi dapat dipantau menggunakan
tersebut diperlukan hal-hal di bawah ini: Tjuegkaandaanpaetndd-itgiudanlaCkaOn2 u(nPtEuTkCmOe2n).geAvlaaltuiansii
1. Kompresi dada harus segera dilakukan oleh kualitas kompresi dada.

satu penolong, sementara penolong kedua Mutiara bernas
menyiapkan peralatan untuk ventilasi. Perbedaan Bantuan Hidup Dasar
Ventilasi sangat penting untuk pasien anak- Berdasarkan AHA, 2005:
anak karena pada anak-anak mudah terjadi • Airway
henti napas, tetapi untuk memberikan • Breathing
ventilasi memerlukan waktu untuk • Circulation
menyiapkan alat, sehingga kompresi dada Berdasarkan AHA, 2010:
harus segera dilakukan tanpa menunggu • Circulation
pemberian ventilasi. • Airway
2. Efektivitas Resusitasi Jantung Paru (RJP) • Breathing
yang baik, yaitu: jumlah kompresi dada
yang mencukupi (paling sedikit 100x/m),
kedalaman kompresi yang adekuat ≥
1/3 diameter Anteroposterior dada atau
sekitar 4 cm pada bayi dan 5 cm pada anak,
memberikan recoil komplit dada setelah
kompresi, interupsi minimal saat kompresi

200 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Bantuan Hidup Lanjut Laryngeal Mask Airways (LMA)
Jalan Napas
Oropharyngeal dan Nasopharyngeal Terdapat tidak cukup bukti untuk
Airways merekomendasikan penggunaan LMA secara
rutin selama henti jantung. Ketika intubasi
Alat oropharyngeal dan nasopharyngeal adalah endotrakea tidak mungkin, LMA adalah satu
tambahan untuk memelihara saluran udara tambahan berarti yang bisa dilakukan oleh
yang terbuka. Oropharyngeal digunakan pada petugas berpengalaman.
korban tak sadar (dengan kata lain tanpa
refleks muntah). Pilihlah ukuran yang sesuai Pernapasan: Oksigenasi dan Ventilasi
dengan cara mengukur dari bibir sampai angulus Buatan
mandibularis. Ukuran yang terlalu kecil akan Oksigen
mendorong lidah ke belakang, sedangkan bila
terlalu besar akan menutup epiglotis sehingga Gunakan 100% oksigen selama resusitasi.
dapat menghalangi jalan napas. Nasopharyngeal Monitor kadar oksigen penderita. Ketika
akan lebih baik ditoleransi untuk korban yang penderita sudah stabil, menghentikan
masih sadar. secara bertahap jika saturasi oksigen dapat
dipertahankan baik.

Gambar 23.10. Pemasangan oropharyngeal airway

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 201

Pulse Oximetry Gambar 23.11. Bag-Mask Ventilation C-E position
Jika penderita mempunyai satu irama perfusi,
memonitor oksigen saturasi secara kontinyu tidak cukup usaha pernapasannya, diberikan
dengan pulse oxymeter karena pengenalan klinis ventilasi dengan kecepatan 12-20 kali/menit.
dari hipoksemia tidak reliable. Pulse oximetry
mungkin saja tidak dapat diandalkan pada Dua orang penolong menggunakan Bag-
seorang penderita dengan periferal lemah. Mask Ventilation
Bag-Mask Ventilation Teknik 2 orang lebih efektif dibandingkan
Bag-mask ventilation sama efektifnya dengan ventilasi oleh satu penolong. Satu orang
ventilasi melalui tabung endotrakea untuk menggunakan kedua tangannya untuk membuka
waktu yang singkat dan dapat lebih aman. Dapat jalan napas dengan satu daya dorong rahang
dilakukan pada prehospital setting, terutama waktu dan masker ke wajah secara ketat menyegel,
transportasi yang pendek/singkat. Ventilasi bag- sementara yang lain memompa kantong
mask memerlukan pelatihan periodik tentang ventilasi. Kedua penolong harus mengamati
bagaimana memilih ukuran mask yang benar, dada korban untuk memastikan dada naik.
membuka jalan napas, membuat segel ketat
antara masker dan wajah, ventilasi udara dan Inflasi lambung
mengkaji efektivitas ventilasi. Inflasi lambung dapat mengganggu ventilasi
efektif dan menyebabkan regurgitasi. Untuk
Tindakan pencegahan mengurangi kejadian tersebut dapat dilakukan
cara sebagai berikut:
Korban henti jantung sering mengalami - Hindari berlebihan memompa untuk
overventilated selama resusitasi. Ventilasi yang
berlebihan meningkatkan tekanan intratorakal mencapai puncak inspirasi. Berikan
dan menghalangi pengembalian aliran darah,
mengurangi output jantung, aliran darah serebral,
dan gangguan perfusi jantung. Ventilasi yang
berlebihan juga menyebabkan barotrauma,
meningkatkan risiko inflasi perut, regurgitasi, dan
aspirasi. Ventilasi semenit ditentukan oleh volume
tidal dan laju ventilasi. Gunakan kekuatan dan
volume tidal yang diperlukan untuk membuat dada
mengembang dengan nyata selama RJP. Ventilasi
ditentukan oleh perbandingan compression
ventilation, berhenti setelah 30 kompresi (1
penolong) atau setelah 15 kompresi (2 penolong)
dengan memberikan 2 ventilasi melalui mulut ke
mulut, mulut ke masker, atau kantung masker.
Berikan setiap napas lebih dari 1 detik.

Jika sudah terpasang alat endotrakhea,
maka selama RJP lakukan ventilasi udara dengan
kecepatan dari 8 - 10 kali/menit tanpa berhenti
kompresi dada (asinkron). Sementara jika
korban sirkulasinya baik tetapi tidak ada atau

202 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

sesuai volume yang diperlukan untuk Namun demikian ukuran ETT lebih dapat
menghasilkan pengembangan dada. dipercaya bila berdasarkan panjang badan anak.
- Lakukan tekanan membrana cricoid Pita resusitasi (Broselow tape) yang berdasarkan
(sellick maneuver) pada korban yang tidak panjang sangat menolong untuk anak-anak
sadar. Teknik ini dapat memerlukan satu sampai dengan berat kira-kira 35 kg
tambahan penolong jika tekanan cricoid
tidak bisa diterapkan oleh penolong yang Verifikasi dari pemasangan tabung
melakukan bantuan ventilasi. Hindari Endotrakea
tekanan berlebihan sehingga tidak merusak
trakea. Terdapat satu risiko tinggi bahwa ETT salah
- Jika melakukan intubasi, pasang nasogastrik diletakkan (ditempatkan di kerongkongan atau
atau orogastrik setelah intubasi terpasang, dalam pharynx diatas pita suara), terutama ketika
untuk menghindari terganggunya penderita bergerak. tidak ada teknik tunggal
gastroesophageal sphincter yang berisiko sebagai acuan, termasuk tanda klinis atau
mengakibatkan regurgitasi. adanya uap air di tabung, sehingga penolong
harus menggunakan kajian klinis dan konfirmasi
Ventilasi melalui tabung Endotrakea (ETT) untuk memverifikasi penempatan yang sesuai,
Endotracheal intubation pada bayi dan anak-anak segera setelah intubasi, selama transportasi dan
memerlukan pelatihan khusus karena anatomi ketika bergerak.
saluran napasnya berbeda dengan saluran napas
dewasa. Segera setelah intubasi, konfirmasi ulang
posisi tabung dengan cara yang benar sementara
Ukuran Tabung Endotrakea tetap melakukan ventilasi tekanan positif:
Diameter internal (ID) ETT untuk anak secara
kasar sama dengan ukuran kelingking anak itu, - Perhatikan gerakan dada, apakah simetris
tetapi penilaian ini mungkin saja sulit. Rumus atau tidak. Dengarkan suara napas yang
di bawah ini memungkinkan penilaian tabung sama dikedua lapang paru-paru, terutama
endotrakea tanpa balon sesuai ukuran (ID) bagian atas pada aksila
untuk anak-anak 1-10 tahun, sesuai dengan
umur anak: - Dengarkan suara insufflation lambung di
perut (seharusnya jika tabung pada posisi
Ukuran ETT (mm ID) = [umur (tahun)/4] + 4 yang tepat tidak akan terdengar)

Penolong harus mempunyai perkirakan - Gunakan suatu alat untuk mengevaluasi
ukuran tabung yang disediakan, demikian pula penempatan. Lihat udara CO2 yang
ETT tanpa balon yang harus tersedia ukuran dihembuskan
0.5 mm lebih kecil dan 0.5 mm lebih besar dari
ukuran yang diperkirakan. - Periksa saturasi oksigen dengan pulse
oxymeter
Rumus untuk penilaian ukuran ETT
dengan balon adalah sebagai sebagai berikut: - Jika masih tidak pasti, lakukan laryngoscopy
langsung dan perhatikan apakah tabung
Ukuran ETT dengan balon (mm ID) = [umur (tahun)/4] + 3 masuk antara pita suara

- Di rumah sakit lakukan radiografi dada
untuk memverifikasi bahwa tabung berada
di posisi yang benar

Setelah mengamankan tabung,
pertahankan posisi kepala dalam satu
kedudukan netral; posisi fleksi mendorong

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 203

tabung lebih jauh dari saluran udara, dan posisi diberikan untuk mendapatkan RJP dengan
terlalu ekstensi akan mendorong tabung ke luar kualitas yang baik.
dari saluran udara. Jika satu kondisi penderita
yang diintubasi memburuk, pertimbangkan Ketika RJP diberikan, tentukan
kemungkinan berikut (DOPE): irama jantung anak melalui EKG atau jika
- D: Dislodge, salah posisi tabung dari trakea menggunakan AED, alat tersebut akan
- O: Obstruction dari tabung oleh karena memberitahu apakah iramanya shockable
(Ventrikel Fibrilasi (VF)/Ventrikel Takikardia
banyak sekret (VT) tanpa nadi) atau non-shockable (asistol/
- P: Pneumotoraks Pulseless Electrocardiography Activity=PEA).
- E: Equipment failure, kegagalan peralatan Terkadang diperlukan penghentian kompresi
dada sementara untuk menentukan irama
misalnya tabung endotrakea terlipat jantung anak yang terlihat di EKG. Asistol dan
bradikardia dengan pelebaran komplek QRS
Pemantauan End-tidal CO2 sering terlihat pada henti asfiksia.

Untuk mengkonfirmasi posisi ETT pada Irama jantung non-shockable (Asistol/PEA)
neonatus, bayi dan anak di semua tempat dan PEA adalah aktivitas elektrik terorganisasi,
selama pemindahan pasien baik itu di dalam biasanya lambat, dengan pelebaran komplek
rumah sakit atau diantara rumah sakit, AHA QRS, tanpa teraba nadi. Meskipun PEA jarang
merekomendasikan pemakaian kapnografi untuk terjadi, tetapi dapat ditemukan gangguan curah
mendeteksi CwOar2nyaanagtaduiketliumabruklanny.aBiglaeltoemrdbaapnagt jantung mendadak dengan irama yang awalnya
perubahan normal tetapi nadi tidak teraba dan perfusi
pada kapnografi, berarti posisi ETT sudah berada yang buruk.
pada jalur nafas. Penggunaan kapnografi tidak
dapat menyingkirkan kesalahan posisi ETT yang Langkah algoritme untuk asistol dan PEA:
terletak pada bronkus. • Lanjutkan RJP dengan sesedikit mungkin

Nadi tak teraba (pulseless arrest) interupsi saat kompresi. Penolong kedua
Jika anak didapatkan tidak berespon dan tidak mencari akses vaskuler dan memberikan
bernafas, segera minta pertolongan untuk epinefrin 0,01mg/kg (0,1mL/kg larutan
mendapatkan defibrilator dan mulai melakukan 1:10.000) maksimum 1 mg (10 mL larutan
RJP (sambil diberikan oksigen, bila tersedia). 1:10.000), sementara RJP dilanjutkan.
Pasang monitor EKG atau Automated External Epinefrin dengan dosis yang sama
Defibrillator (AED) pads segera setelah tersedia. diulang tiap 3 sampai 5 menit. Tidak
Sambil melakukan resusitasi, tekanan harus ada manfaat pemberian epinefrin dosis
tinggi dan mungkin berbahaya terutama

Gambar 23.12. Pulseless Electrocardiography Activity (PEA)

204 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

pada asfiksia. Dosis tinggi epinefrin dapat Gambar 23.13. Ventrikel takikardia (VT)
dipertimbangkan pada keadaan khusus
seperti overdosis beta bloker Gambar 23.14. Ventrikel fibrilasi (VF)
• Bila telah diberikan bantuan jalan nafas
lanjut, satu penolong harus memberikan Penggabungan antara defibrilasi dengan
kompresi dada dengan kecepatan minimal rangkaian resusitasi:
100x per menit tanpa terhenti untuk • Lakukan RJP sampai defibrilator siap
ventilasi. Penolong kedua memberikan
ventilasi dengan kecepatan 1x nafas tiap 6 untuk dilakukan defibrilasi. Setelah
sampai 8 detik (sekitar 8 sampai 10x nafas dilakukan defibrilasi, ulangi RJP, dimulai
per menit). Penolong yang memberikan dengan kompresi dada. Kompresi dada
kompresi berganti setiap 2 menit untuk hanya boleh diinterupsi untuk melakukan
mencegah kelelahan dan perburukan ventilasi, periksa irama jantung, dan
kualitas dan kecepatan kompresi dada. berikan defibrilasi. Bila masih terdapat
Periksa irama jantung tiap 2 menit dengan irama defibrilasi, lanjutkan kompresi dada
meminimalisasi interupsi kompresi dada. setelah memeriksa irama jantung, sambil
Bila irama nonshockable lanjutkan siklus RJP defibrillator tetap terhubung dengan listrik
dan pemberian epinefrin sampai terbukti • Berikan satu kali defibrilasi (2 J/kg)
terjadi ROSC atau kita memutuskan secepatnya dan segera melakukan RJP,
menghentikan resusitasi. Bila irama jantung dimulai dengan kompresi dada. Bila 1x
berubah menjadi shockable berikan 1x defibrilasi gagal untuk mengeliminasi VF,
defibrilasi dan segera kompresi dada ulang pemberian defibrilasi ulang dosis rendah
selama 2 menit sebelum memeriksa kembali tidak akan memberikan manfaat, sehingga
irama jantung tindakan RJP lanjutan akan memberikan
• Mencari penyebab terjadinya gangguan hasil yang lebih baik daripada pengulangan
irama jantung defibrilasi . RJP dapat memperbaiki perfusi
koroner, meningkatkan kemungkinan
Irama jantung shockable (VF/VT tanpa nadi)
Defibrilasi merupakan terapi definitif untuk
VF dengan angka keberhasilan 17-20%.
Kemungkinan bertahan hidup lebih baik
pada keadaan VF primer daripada sekunder.
Kemungkinan bertahan hidup akan lebih baik
bila dilakukan lebih dini, RJP kualitas baik
dengan interupsi minimal.

Outcome pemberian defibrilasi akan lebih
baik jika penolong meminimalisir waktu antara
kompresi terakhir dan pemberian defibrilasi,
jadi penolong harus siap untuk mengkoordinasi
dalam mengurangi interupsi antara kompresi
dada dengan pemberian defibrilasi dan harus
kembali kompresi dada secepatnya setelah
pemberian defibrilasi.

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 205

defibrilasi dengan defibrilasi selanjutnya. Dosis energi
Sangat penting untuk mengurangi jarak Pada anak dengan VF dosis inisial monofasik 2
waktu antara kompresi dada dengan J/kg hanya efektif menghentikan VF 18-50%,
pemberian defibrilasi dan antara defibrilasi dengan dosis yang sama menggunakan defibrilasi
dengan kompresi dada selanjutnya listrik bifasik efektif menghentikan VF 48%.
• Lanjutkan RJP selama 2 menit. Setelah Anak-anak dengan henti jantung VF yang berada
RJP selama 2 menit, periksa kembali irama di luar rumah sakit sering mendapat lebih dari 2
jantung, isi ulang defibrilator dengan dosis J/kg, oleh karena itu dilakukan di rumah sakit
yang lebih tinggi (4 J/kg) untuk anak-anak dengan VF memperlihatkan
• Jika timbul irama shockable berikan satu kali ROSC pada pemberian dosis energi antara 2,5
defibrilasi lagi (4 J/kg). Jika timbul irama dan 3,2 J/kg. Dosis energi > 4 J/kg (maks 9 J/kg)
nonshockable, lanjutkan dengan algoritme efektif dalam mendefibrilasi VF.
asistol/PEA
• Segera lakukan kompresi dada ulang. Inisial dosis 2-4 J/kg dapat diberikan,
Lanjutkan RJP selama 2 menit. Selama RJP tetapi untuk memudahkan pengajaran dosis
berikan epinefrin 0,01 mg/kg (0,1 ml/kg inisial lebih dari 2 J/kg dapat dipertimbangkan.
larutan 1:10.000), maksimal 1 mg setiap 3 Untuk VF refrakter, sangat dianjurkan untuk
sampai 5 menit meningkatkan dosis sampai 4 J/kg dan kadar
• Periksa irama jantung. Bila timbul irama energi yang tinggi dapat dipertimbangkan, tetapi
jantung shockable, lakukan defibrilasi lagi tidak boleh lebih dari 10 J/kg atau melebihi dosis
(4 J/kg atau dosis maksimum 10 J/kg) dan maksimal dewasa.
segera lakukan RJP
• Saat melakukan RJP, berikan amiodaron Bradikardia
atau lidokain bila amiodarone tidak tersedia Terapi emergensi bradikardia dapat dilakukan
• Jika timbul irama nonshockable, lanjutkan ke bila masih terdapat kompromi hemodinamik:
algoritme pulseless arrest • Pertahankan jalan nafas, berikan nafas dan
• Setelah jalur nafas lanjutan terpasang, 2
penolong tidak lagi memerlukan siklus RJP. sirkulasi. Berikan oksigen, pasang monitor
Sebagai gantinya, penolong yang melakukan EKG/defibrilator dan cari akses vaskuler
kompresi memberikan kompresi dada terus • Nilai ulang pasien untuk menentukan
menerus dengan kecepatan 100x per menit apakah pasien masih bradikardia dan masih
tanpa interupsi ventilasi. Penolong yang terjadi gangguan kardiopulmonal setelah
memberikan ventilasi memberikan 1x nafas pemberian ventilasi dan oksigenasi yang
setiap 6-8 detik (8-10x nafas per menit). adekuat
Dua atau lebih penolong harus melakukan • Jika nadi, perfusi, dan respirasi adekuat,
rotasi kompresi setiap 2 menit untuk tidak diperlukan tindakan emergensi.
mencegah kualitas kompresi yang buruk Pasien tetap diobservasi
dan mencegah kelelahan • Bila nadi < 60 kali permenit dengan perfusi
• Jika timbul ROSC, periksa nadi anak untuk yang buruk setelah ventilasi efektif dengan
menentukan apakah sudah timbul perfusi oksigen, mulai RJP
yang baik. Bila nadi timbul, dilanjutkan • Setelah 2 menit evaluasi ulang pasien untuk
dengan perawatan post resusitasi menentukan apakah bradikardia dan tanda
kompromi hemodinamik masih ada. Pastikan
pendukung resusitasi lain tetap adekuat

206 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

• Lanjutkan untuk mempertahankan jalan • Lakukan stimulasi vagal, kecuali bila
nafas, ventilasi, oksigenasi dan kompresi keadaan hemodinamik tidak stabil atau
dada. Jika bradikardia menetap atau respons prosedur akan memperlambat tindakan
hanya sementara, berikan epinefrin IV 0,01 kardioversi. Pada bayi dan anak, dapat
mg/kg (0,1ml/kg larutan 1:10000) atau jika diberikan es ke wajah tanpa mengganggu
tidak terdapat akses vena, berikan secara jalan nafas.
endotrakeal 0,1 mg/kg (0,1 ml/kg larutan
1:1000) • Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan
pemijatan sinus karotis atau manufer valsava.
• Bila bradikardia terjadi karena peningkatan
tonus vagal atau primer blok konduksi • Kardioversi farmakologi dengan adenosine
AV, berikan IV atropine 0,02 mg/kg atau sangat efektif dengan efek samping minimal
jika tidak terdapat akses vena melalui dan sementara. Jika akses intravena
endotrakeal dengan dosis 0,04 – 0,06 mg/kg tersedia, adenosine merupakan obat
pilihan, efek samping biasanya sementara.
• Pacing transkutaneus dapat menyelamatkan Pemberian adenosine 0,1 mg/kg diberikan
hidup jika bradikardia disebabkan blok dengan bolus 0,5ml normal salin.
jantung komplit atau disfungsi sinus node
yang tidak responsif terhadap ventilasi, • Jika pasien secara hemodinamik tidak stabil
oksigenasi, kompresi dada dan obat-obatan, atau jika adenosine tidak efektif, berikan
terutama jika berhubungan dengan penyakit sinkronisasi kardioversi. Gunakan sedasi
jantung kongenital atau didapat. Pacing tidak jika memungkinkan. Mulai dengan dosis
bermanfaat untuk asistol atau bradikardia 0,5 sampai 1 J/kg. Jika tidak berhasil, dosis
yang disebabkan hipoksia/iskemia jantung ditambah menjadi 2 J/kg. Jika kardioversi
atau karena gagal nafas kedua tidak berhasil atau takikardia
semakin cepat, pertimbangkan pemberian
Takikardia amiodaron atau prokainamid sebelum
• Jika terdapat tanda perfusi yang buruk diberikan kardioversi ketiga

dan nadi tidak teraba, lanjutkan dengan • Berikan amiodaron 5 mg/kg IV atau
algoritme pulseless arrest prokainamid 15 mg/kg IV untuk pasien
• Jika nadi teraba dan pasien memiliki perfusi dengan SVT yang tidak responsif terhadap
yang adekuat:4 manuver vagal dan adenosine atau kardioversi
- Nilai dan pertahankan jalan nafas, berikan elektrik. Untuk pasien dengan hemodinamik
nafas dan sirkulasi stabil, sangat direkomendasikan untuk
- Berikan oksigen konsultasi ke ahli jantung. Amiodaron dan
- Pasang monitor/defibrillator prokainamid dapat diberikan secara infus
- Cari akses vaskuler perlahan (amiodaron selama 20-60 menit
- Evaluasi EKG 12 lead dan nilai durasi QRS dan prokainamid selama 30-60 menit),
tergantung kedaruratannya, sementara EKG
Takikardia supraventrikuler (SVT) dan tekanan darah tetapi diobservasi. Jika
• Monitor irama jantung selama terapi untuk tidak ada efek dan tidak ada tanda-tanda
toksisitas berikan dosis tambahan
mengevaluasi efek dari intervensi. Pilihan
terapi ditentukan oleh derajat kestabilan Takikardia dengan komplek QRS melebar
hemodinamik pasien. Takikardia dengan komplek QRS melebar sering
berasal dari ventrikel (ventrikuler takikardia)
tetapi dapat juga berasal dari supraventrikuler.

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 207

• Adenosin harus dipertimbangkan hanya jika Pemantauan kaCloOri2metyrain) g dikeluarkan
irama jantung regular dan komplek QRS (kapnografi atau secara umum
monomorfik. Jangan gunakan adenosine mengkonfirmasi posisi penempatan ETT di
pada pasien dengan takikardia komplek saluran pernafasan dan lebih cepat untuk
QRS melebar mengetahui adanya kesalahan posisi ETT
yang terpasang daripada pemantauan saturasi
• Pertimbangkan kardioversi setelah sedasi oksihemoglobin. Karena perpindahan pasien
menggunakan dosis energi mulai 0,5 sampai sering menyebabkan perpindahan posisi ETT
1 J/kg. Jika tidak berhasil, naikkan dosis maka ppeemntainntgauuanntukCOm2 enygahning dadriikekleuaadrkaaann
menjadi 2 J/kg sangat
ini. Pada percobaan yang dilakukan terhadap
• Pertimbangkan konversi farmakologi dengan binatang dan orang dewasa didapatkan korelasi
amiodaron (5 mg/kg selama 20 sampai 60 smkeuelaamtmpaaenrtRlaihrJaPa.tkkPoaCnnsOekn2otmrkapusrrieaCsnigOda2dddaareinkgu1ar0na-n1ig5ntoemprvtmiemHnasgli
menit) atau prokainamid (15 mg/kg selama dan harus lebih fokus untuk memastikan
30 sampai 60 menit) sambil dilakukan kompresi tersebut efektif.
pemantauan EKG dan tekanan darah.
Hentikan atau perlambat kecepatan infus Dosis energi defibrilasi
bila terdapat penurunan tekanan darah atau
komplek QRS semakin melebar. Pada pasien AHA 2010 memperbolehkan dosis defibrilasi
dengan keadaan hemodinamik tidak stabil inisial 2 sampai 4 j/kg, tapi untuk mempermudah
berikan kardioversi energi mulai 0,5 sampai 1 dalam memberikan pelajaran, dosis inisial 2 J/kg
J/kg. Jika gagal, naikkan dosis menjadi 2 J/kg masih dapat digunakan. Untuk VF yang refrakter,
sangat dianjurkan untuk meningkatkan dosis,
Takikardia dengan kompleks QRS sempit: kadar energi lanjutan yang diberikan setidaknya
Evaluasi 12 lead EKG dan presentasi klinis 4 J/kg atau lebih, tapi tidak boleh lebih dari 10J/
pasien, bedakan antara sinus takikardia dengan kg atau dapat dipertimbangkan dosis maksimum
supraventrikular takikardia. dewasa.

Perbedaan AHA 2010 dengan AHA 2005 Data yang lebih banyak diperlukan
Pemantauan CO2 untuk menentukan dosis energi optimal untuk
defibrilasi anak-anak. Beberapa sumber yang
AHA 2010 merekomendasikan untuk terbatas memperlihatkan energi efektif atau
mateanudetkeaklosirimCOet2riy)angsebdaikgealiuarpkeannila(ikaanpnokglirnaifsi maksimum untuk defibrilasi pada anak-anak,
untuk mengkonfirmasi posisi Endotracheal tube selain itu beberapa data memperlihatkan dosis
(ETT) pada neonatus, bayi dan anak-anak yang lebih tinggi lebih aman dan berpotensi
dengan perfusi irama jantung disemua tempat lebih efektif.
baik itu di pelayanan primer, emergensi, ruang
perawatan intensif ataupun ruang operasi dan Membatasi oksigen ke kadar normal
selama pemindahan pasien diantara tempat- setelah resusitasi
tempat tersebut. Pemantauan kapnografi atau Ketika sirkulasi berhasil kembali normal,
kapnometri yang terus menerus, jika tersedia, kadar oksigen yang diberikan diturunkan
memberikan keuntungan selama resusitasi secara bertahap dan dipertahankan di atas
jantung paru (RJP) terutama untuk melihat 94%. Setelah sirkulasi kembali normal dan
efektivitas kompresi dada.

208 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

jsuagtuaradsiitudriutunrkuannkabnerbtaehrtaaphaupn, tukoknmseenntrgahsiinfdiOar2i kental atau bolus cepat, dan berikan NaCl
hiperoksia. Kadar saturasi oksigen 100% fisiologis bolus mengikuti setiap pemberian obat
menunjukkan saturasi oksigen berada di kisaran untuk mencapai sirkulasi sentral.
antara 80 dan 500 mmHg. Jadi sebaiknya saturasi
oksigen dipertahankan diantara 95-100mmHg. Pemberian obat melalui ETT
Akses vaskular (IV atau IO) adalah lebih
Hiperoksia dan risiko cedera reperfusi baik, tetapi jika tidak bisa mendapatkan
dibahas secara umum di AHA 2005, tetapi akses vaskular, maka untuk obat yang lipid-
tidak ada rekomendasi untuk mempertahankan soluble seperti lidokain, epinefrin, atropin, dan
saturasi antara 95-100% untuk mencegah nalokson (LEAN) dapat diberikan melalui
cedera akibat reperfusi. ETT, walaupun dosis optimal lewat ETT belum
diketahui pasti. Bolus dengan 3-5 mL NaCl
Tatalaksana takikardia fisiologis diikuti 5 kali ventilasi tekanan positif.
AHA 2010 menetapkan durasi QRS memanjang Jika RJP sedang berlangsung, hentikan kompresi
bila >0,09 detik untuk anak usia kurang dari dada dengan singkat selama pemberian obat.
4 tahun dan > 0,1 detik dipertimbangkan Pemberian obat melalui endotrakea memberikan
memanjang untuk anak usia 4 tahun dan 16 hasil konsentrasi dalam darah lebih rendah
tahun, sedangkan pada AHA 2005, QRS komplek dibandingkan dosis sama yang diberikan
dipertimbangkan memanjang bila > 0,08 detik. intravaskular.

Akses Vaskular Cairan dan Obat Resusitasi
Akses vaskular merupakan tindakan yang Menaksir Berat Badan
penting dalam mengelola pengobatan dan
pengambilan sampel darah. Pada keadaan darurat Di luar rumah sakit menentukan berat badan
akses pembuluh darah mungkin sulit pada bayi anak secara akurat adalah sulit. Broselow
dan anak-anak, sedangkan intraosseous (IO) Tapes dengan precalculated dose sesuai panjang
mungkin mudah dilakukan. Batasi waktu untuk badannya sangat menolong dan secara klinis
akses pembuluh darah perifer dan jika tidak bisa tervalidasi.
dilakukan selama 90 detik atau 3 kali berturut-
turut, lakukan akses IO. Cairan resusitasi
Gunakan cairan kristaloid isotonik (misalnya,
Akses Intraosseus Ringer laktat atau NaCl fisiologis) untuk
Akses IO adalah satu cara cepat, aman, dan rute menanggulangi syok. Terapi bolus dengan
efektif untuk pemberian obat dan cairan serta glukosa digunakan untuk manangani
mungkin digunakan untuk memperoleh contoh hipoglikemi.
darah selama resusitasi. Melalui akses ini bisa
dengan aman memberikan epinefrin, adenosin, Obat-obatan resusitasi
cairan, produk darah, dan katekolamin. Bisa juga amiodaron
untuk memperoleh spesimen darah, jenis dan
crossmatch, kimia serta analisa gas darah walaupun Obat ini digunakan untuk kasus supraventrikular
selama henti jantung. Gunakan tekanan manual takikardia, fibrilasi ventrikel, atau takikardia
atau pompa infus pada pemberian obat-obatan ventrikel tanpa nadi. Amiodaron memperlambat

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 209

konduksi AV, memperpanjang periode refrakter Epinefrin
AV dan interval QT, dan memperlambat
konduksi ventrikular (melebarkan QRS). Obat ini diberikan pada keadaan henti jantung,
Monitor tekanan darah dan berikan secara pelan- bradikardia simtomatik yang tidak berespons
pelan untuk penderita dengan denyut nadi tetapi terhadap bantuan tvideanktilbaesri,hupbeumngbaenriadnengOan2,
mungkin saja diberikan cepat kepada penderita dan hipotensi yang
dengan henti jantung atau ventricular fibrillasi deplesi volume cairan. Efek Vasokontriksi
(VF). Amiodaron menyebabkan hipotensi. epinefrin melalui α– adrenergik meningkatkan
Monitor EKG karena komplikasi dapat meliputi tekanan diastol dan selanjutnya tekanan perfusi
bradikardi, blok hati jantung, dan torsades de koroner. Efek β-adrenergik meningkatkan
pointes. Berikan perhatian terutama bila diberikan kontraktilitas miokardium dan denyut jantung.
bersama dengan obat lain yang menyebabkan Pemberian lebih disukai melalui sirkulasi sentral,
perpanjangan QT seperti procainamid. Efek sehubungan dengan kemungkinan dapat terjadi
kurang baik mungkin saja berkepanjangan iskemik lokal, tauma jaringan, dan ulserasi
karena waktu-paruhnya sampai dengan 40 hari. akibat infiltrasi ke jaringan. Jangan dicampur
Dosis pemberian 5 mg/kgBB iv/io. dengan natrium bikarbonat karena larutan alkali
dapat menyebabkan inaktivasi. Epinefrin dapat
Atropin menyebabkan takikardi, ektopi ventrikuler,
Atropin sulfat adalah satu obat parasimpatolitik takiaritmia, hipertensi dan vasokontriksi. Dosis/
yang mengakselerasi pacu jantung sinus atau kgBB (0,1 mL/kgBB larutan 1:10.000) iv/io. Bila
atrial dan meningkatkan konduksi AV. Obat ini diberikan melalui ETT 0,1 mg/kgBB (0,1 mL/
dapat digunakan untuk bradikardi simtomatik, kgBB larutan 1:1.000).
keracunan organofosfat atau karbamat, atau
digunakan pada saat melakukan tindakan rapid Norepinefrin
sequence intubation. Dosis pemberian 0,02 mg/ Obat ini ditujukan untuk meningkatkan tekanan
kgBB iv/io, dosis minimal 0,1 mg, dosis maksimal darah pada hipotensi yang tidak berespons
0,5 mg. Dosis yang lebih besar direkomendasikan terhadap resusitasi cairan, mempunyai efek α
dalam keadaan khusus (misalnya keracunan dan β adrenergik (dominan β1 adrenergik).
organofosfat atau terpapar gas yang meracuni Dosis 0,05 µg/kgBB/menit ditingkatkan
saraf). bertahap tiap 15 menit sampai 0,15 µg/kgBB/
menit iv kontinu.
Kalsium
Obat ini digunakan untuk hipokalsemia, Dopamin
hiperkalemia, hipermagnesemia, atau overdosis Berfungsi sebagai obat inotropik untuk mengatasi
calcium channel blocker. Pemberian rutin kalsium curah jantung rendah persisten yang refrakter
tidak memperbaiki hasil pada henti jantung. Pada terhadap terapi cairan. Dapat digunakan untuk
anak-anak sakit kritis, kalsium klorida memiliki hipotensi dengan perfusi perifer yang buruk,
bioavailabilitas lebih baik dibandingkan kalsium atau syok. Efek samping yang mungkin timbul
glukonat. Pemberian kalsium klorida melalui adalah takiaritmia. Dosis pemberian 2-20 µg/
kateter vena sentral lebih disukai karena adanya kgBB/menit iv kontinu.
risiko sklerosis atau infiltrasi pada pemberian
melalui vena perifer. Dosis pemberian 0,2 mL/ Dobutamin
kgBB iv/io perlahan-lahan. Merupakan obat inotropik dengan efek minimal

210 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

terhadap denyut jantung dan vasokonstriksi Resusitasi pada Kondisi Khusus
perifer. Obat ini juga dapat menyebabkan
takiaritmia. Dosis pemberian 5-20 µg/kgBB/ Trauma
menit iv kontinu.
Beberapa aspek resusitasi pada trauma
Glukosa memerlukan perhatian khusus karena tindakan
Bayi mempunyai kebutuhan glukosa yang tinggi resusitasi yang tidak benar dan adekuat menjadi
dan penyimpanan glukosa yang rendah, sehingga penyebab keadaan fatal. Kesalahan umum pada
dapat berkembang menjadi hipoglikemia ketika resusitasi trauma pediatrik adalah kegagalan
kebutuhan energi meningkat. Pemantauan kadar untuk membuka dan memelihara jalan napas,
gula darah selama dan setelah henti jantung dan kegagalan untuk melakukan resusitasi cairan,
mengatasi hipoglikemi dengan segera. Dosis dan kegagalan untuk mengenali serta mengatasi
pemberian 0,5 g/kgBB Dekstrose 25% (D25% 2 perdarahan internal. Libatkan dokter bedah
mL/kgBB) atau 5 mL/kgBB Dektrose 10% iv/io. berpengalaman sejak awal, dan jika mungkin,
mengangkut anak dengan trauma multisistem ke
Lidokain 2% suatu pusat trauma dengan keahlian pediatrik.
Obat ini berguna untuk fibrilasi/takikardia
ventrikel simtomatik. Lidokain mengurangi Berikut adalah aspek khusus resusitasi
dan mensupresi aritmia ventrikel. Toksisitas trauma:
lidokain termasuk depresi miokard dan sirkulasi, - Ketika mekanisme trauma melibatkan
mengantuk, disorientasi, kontraksi otot, dan
kejang terutama penderita dengan cardiac output tulang belakang, batasi gerakan servikal
yang buruk dan gagal hati atau gagal ginjal, tulang belakang dan hindari traksi atau
sehingga perlu penggunaan yang hati-hati. Dosis gerakan kepala dan leher. Buka dan
1 mg/kgBB iv/io. pertahankan jalan napas dengan jaw trush,
dan jangan memiringkan kepala. Oleh
Natrium bikarbonat karena disproporsional ukuran kepala bayi
Pemberian rutin natrium bikarbonat tidak dan anak-anak, posisi optimal oksiput
terbukti meningkatkan keluaran resusitasi. atau mengangkat batang tubuh untuk
Setelah melakukan ventilasi efektif dan menghindari backboard-induced fleksi servikal
kompresi dada serta memberikan epinefrin, - Pada kasus trauma kepala, Intentional brief
dapat dipertimbangkan pemberian natrium hyperventilation dapat digunakan sebagai
bikarbonat untuk henti jantung yang lama. tindakan sementara mengamati tanda
Pemberian natrium bikarbonat dapat digunakan herniasi otak (misalnya, kenaikan tiba-tiba
untuk penanganan beberapa kasus keracunan tekanan intrakranial, dilatasi pupil tanpa
atau pada situasi resusitasi khusus. reaksi cahaya, bradikardi, hipertensi)
- Kecurigaan trauma dada pada semua trauma
Pemberian natrium bikarbonat berlebihan torakoabdominal, meskipun tidak ada luka
dapat menghambat penyampaian oksigen luar. Tension pneumotoraks, hemotoraks,
jaringan, menyebabkan hipokalsemia, atau memar berkenaan dengan paru-paru
hipernatremia dan hiperosmolaritas, dan dapat mengganggu pernapasan.
memperburuk fungsi jantung. Dosis 0,5 mEq/ - Jika penderita mempunyai trauma
kgBB iv pada bayi dan 1 mEq/kgBB iv pada anak. maksilofasial atau jika mencurigai fraktur
basal tengkorak, pasang orogastric tube
dibandingkan nasogastric tube.
- Terapi syok dengan bolus 20 mL/kgBB cairan
kristaloid isotonik (misalnya, NaCl fisiologis

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 211

atau ringer laktat). Berikan bolus tambahan Anggota tim resusitasi harus sensitif pada
(20 mL/kgBB) jika perfusi sistemik tidak kehadiran anggota keluarga, dan satu orang
meningkat. Jika syok berlangsung setelah harus ditugaskan untuk memberi kenyamanan,
pemberian 40 - 60 mL/kg kristaloid, berikan menjawab pertanyaan, dan mendiskusikan
10 -15 mL/kgBB darah. Jika mungkin, kebutuhan keluarga.
hangatkan darah sebelum pemberian.
- Pertimbangkan trauma intraabdominal, Penghentian Upaya Resusitasi
tension pneumotoraks, tamponade Sayangnya belum ada prediktor yang baik untuk
perikardial, cedera sumsum tulang pada menentukan kapan saatnya menghentikan
bayi dan anak-anak, dan perdarahan upaya resusitasi. Pada kasus terjadi anak yang
intrakranial pada bayi dengan tanda syok. tidak sadarkan diri dan dilakukan resusitasi
kardiopulmonal maka waktu antara kejadian
Stabilisasi Pasca Resusitasi dan kedatangan bantuan yang profesional
Tujuan dari perawatan pasca resusitasi adalah meningkatkan keberhasilan resusitasi.
memelihara fungsi otak, menghindari kerusakan
sekunder dari organ lain, mendiagnosis Resusitasi jantung paru dapat diakhiri
dan mengobati penyebab penyakit, serta jika sirkulasi telah kembali normal, dan korban
memungkinkan penderita untuk tiba di tempat dapat bernapas secara spontan, atau jika
pelayanan kesehatan anak dalam keadaan sirkulasi tidak dapat kembali dengan kegagalan
fisiologis yang optimal. Perlu dilakukan penilaian terhadap tindakan bantuan hidup dasar dan
kembali fungsi kardiorespirasi karena keadaan bantuan hidup lanjut. Usaha resusitasi dapat
dapat memburuk. dihentikan setelah 30 menit tindakan bantuan
hidup dasar terutama jika sirkulasi tidak dapat
Kehadiran Keluarga Selama Resusitasi kembali normal.
Sebagian besar anggota keluarga ingin hadir
selama resusitasi. Orangtua dan perawat anak- Kesimpulan
anak dengan penyakit kronis sering mengetahui Resusitasi Jantung Paru dilakukan untuk
dan merasa nyaman dengan peralatan medis mempertahankan pernafasan dan sirkulasi
dan prosedur di ruang gawat darurat. Anggota serta agar oksigenasi dan darah dapat mengalir
Keluarga dengan tanpa latar belakang medis ke jantung, otak, dan organ vital lainnya.
mengatakan bahwa berada di sisi orang yang Tindakan RJP harus dilakukan pada korban
dicintai dan mengatakan selamat jalan pada yang tidak sadar, tidak bernafas dan tidak ada
akhir hidupnya memberi rasa nyaman. nadi. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa atau
dengan alat dan obat resusitasi.
Standar pengujian psikologis meyakinkan
bahwa, dibandingkan dengan tidak hadir, Tindakan ini merupakan tindakan
anggota keluarga yang hadir saat resusitasi lebih yang sangat emergensi dalam membantu
sedikit mengalami kecemasan dan depresi dan menyelamatkan jiwa, terdapat beberapa teknik
lebih tenang. Keluarga atau anggota keluarga yang berbeda pada bayi dan anak, begitu pula
sering tidak bertanya, sehingga pelayanan rekomendasi mengenai tatalaksana resusitasi
kesehatan harus menawarkan kesempatan jika jantung paru, namun pada dasarnya semuanya
memungkinkan. Tapi jika kehadiran anggota bertujuan untuk mengembalikan pernafasan dan
keluarga merugikan proses resusitasi, mereka sirkulasi korban, hingga mengurangi gangguan
harus diminta meninggalkan tempat resusitasi. organ vital dan kematian yang mungkin terjadi.

212 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Daftar Pustaka arrest. Dalam: Levin DL, Morris FC, Moore
GC, penyunting. A practical guide to pediatric
1. American Heart Association Guideline intensive care. Edisi ke-2. Toronto: Mosby
Resuscitation (CPR) and Emergency Company; 1984. h. 17-34
Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric and
Neonatal Patients: Pediatric Basic and Advanced 7. Nadkarni V, Berg RA. Cardiopulmonary
Life Support. Circulation. 2005. resuscitation. Dalam: Slonim AD, Pollack MM,
penyunting. Pediatric critical care medicine.
2. American Heart Association Guideline Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
Resuscitation (CPR) and Emergency 2006. h. 235-41.
Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric and
Neonatal Patients: Pediatric Basic and Advanced 8. Primm PA, Reamy RR. Cardiopulmonary
Life Support. Circulation. 2010. Resuscitation. Dalam: Strange GR, Ahrens
WR, Lelyveld S, Schafermeyer RW, penyunting.
3. Biarent D, Bingham R, Richmond S, Pediatric emergency medicine. Edisi ke-2. New
Maconochie I, Wyllie J, Simpson S, et al. York: McGraw-Hill; 2002. h. 18-27.
European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2005. Section 6. Paediatric life 9. Schlein CL, Kulusz JW, Shaffner DH, Roger MC.
support. Resuscitation (2005) 67S1, S97—133 Cardiopulmonary resuscitation. Dalam: Rogers
MC, Helfaer MA. Penyunting. Handbook of
4. Kuluz JW, Shaffner DH. Cardiopulmonary pediatric intensive care. Edisi ke-2. Philadelphia:
resuscitation. Dalam: Nichols DG, Yaster M, Lippincott Williams & Wilkins; 1999. h. 1-42.
Lappe DG, Haller JA, penyunting. Golden Hour
The Handbook of Advanced Pediatric Life 10. The International Liaison Committee on
Support. Edisi ke-2. United States of America: Resuscitation (ILCOR) Consensus on Science
Mosby-Year Book; 1999. h. 89-121. With Treatment Recommendations for
Pediatric and Neonatal Patients: Pediatric
5. Mathers LW, Frankel LR. Pediatric emergencies Basic and Advanced Life Support. Pediatrics.
and resuscitation. Dalam: Behrman RE, 2006;117:955-77.
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: 11. Trinkaus P, Schlein CL. Physiologic Foundations
WB Saunders; 2007. h. 387-405. of cardiopulmonary resuscitation. Dalam:
Fuhrman BP, Zimmerman J, penyunting.
6. Morriss FC, Mast CP, Cook JD. Resuscitation of Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia:
vital organ system following cardiopulmonary Mosby Elsevier; 2006. h. 1795-818.

Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak 213

Tidak ada gerakan atau respon Satu Penolong: KOLAPS MENDADAK,
Hubungi EMS Hubungi EMS, siapkan AED
Siapkan AED

Buka JALAN NAPAS, cek
PERNAPASAN

Bila tidak bernapas, beri 5 kali napas untuk
mendapatkan 2 kali NAPAS efektif

Bila tidak ada respon, periksa nadi: PASTIKAN
nadi dengan menghitung selama 10 detik?

Ada Nadi • Beri satu kali pernapasan tiap 3 detik
Nadi (-) • Periksa ulang nadi tiap dua menit

Satu penolong: Mulai sikulus 30 KOMPRESI DADA dan 2
NAPAS. Dorongan kuat dan cepat (100x/menit) dan lepaskan

Minimalisasi interupsi selama kompresi dada

Dua penolong: Mulai siklus 15 KOMPRESI DADA dan
2 NAPAS

Bila tidak selesai, hubungi EMS, untuk anak siapkan AED/defibrilator
Bayi (< 1 thn): lanjutkan RJP sampai petugas ALS datang atau korban

mulai bergerak Anak (> 1 thn): Lanjutkan RJP, gunakan
AED/defibrilator setelah 5 siklus RJP. Gunakan AED begitu tersedia

untuk kolaps mendadak dengan saksi

Periksa ritme jantung Tidak dapat
Dapat diberikan defibrilasi? diberikan
Dapat defibrilasi
diberikan

Berikan 1 kali renjatan Lanjutkan RJP sesegera mungkin untuk 5
Lanjutkan RJP untuk 5 siklus. Periksa ritme jantung tiap 5 siklus,
lanjutkan hingga petugas ALS mengambil

alih atau korban mulai bergerak

GambardGi2k3au.mt2i0pb.adArdail2krgu3io:t.ri1Api5tHd.maAAralig,:AoB2rH0ait0nAm5t,au2(a0Bd0nae5nnHt(ugdiaadennnuHgpmaindDoumadpsoiDfadirkaifsaipkasaaris)dpi)aadAa Ananakk

48

214 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tidak berespon
Tidak bernapas atau megap-megap
Panggil seseorang untuk mengaktifkan
sistem emergensi, siapkan AED/defibrilator

Satu Penolong: KOLAPS MENDADAK,
aktifkan sistem emergensi, siapkan
AED/defibrilator

Periksa nadi: PASTIKAN nadi dengan Ada • Beri satu kali pernapasan
menghitung selama 10 detik? Nadi tiap 3 detik
Nadi (-)
• Kompresi dada bila nadi
< 60 kali/menit dengan
perfusi buruk disertai
dengan oksigenasi dan
ventilasi adekuat

• Periksa ulang nadi tiap
dua menit

Satu penolong: Mulai siklus 30 KOMPRESI DADA dan 2 NAPAS
Dua penolong: Mulai siklus 15 KOMPRESI DADA dan 2 NAPAS

Setelah 2 menit, aktivasi sistem respon emergensi dan
siapkan AED/defibrilator (bila belum disiapkan)
Gunakan AED sesegera mungkin setelah tersedia

Periksa ritme jantung Tidak dapat
Dapat diberikan defibrilasi? diberikan
defibrilasi
Dapat diberikan
defibrilasi

Berikan 1 kali renjatan Lanjutkan RJP sesegera mungkin
Lanjutkan RJP selama 2 Periksa ritme jantung tiap 2 menit,
lanjutkan hingga petugas ALS mengambil
menit
alih atau korban mulai bergerak

Catatan: Kotak dengan tepi terputus-putus diperuntukkan dilakukan oleh
petugas kesehatan, BUKAN oleh penolong ditempat.
Catatan: Kotak dGeanmgabnatre 2pi3t.2er1p. uAtlugso-rpiutmtuas Bdaipneturuant Hukidkuanp Ddialaskaur kpaandao lAenhapke  t ugas kesehatan,

DikutiBpU dKarAi:N AHoAle,h 20p1en0o (ldoennggdanit emmopdaitfi.kasi) 

Gambar 23.16. Algoritma Bantuan Hidup Dasar pada Anak
Dikutip dari:AHA, 2010 (dengan modifikasi)

49

24 Prosedur Jalan Napas

Elisa

INTUBASI Endotrakea dalam hal survival (30% vs 26%) atau dalam
hal keluaran neurologis (23% vs 20%) di antara
Indikasi kedua kelompok penelitian.

Indikasi intubasi endotrakea yang paling jelas Panduan ukuran ETT
adalah keadaan apnea, namun ada beberapa
indikasi lain yang perlu diperhatikan, yaitu: Ada banyak panduan yang bisa digunakan
• Kontrol sistem saraf pusat terhadap untuk memastikan ukuran ETT yang akan
dipasang. Panduan yang umum dipakai adalah
pernapasan yang tidak adekuat berdasarkan umur pasien:
• Obstruksi jalan napas, baik fungsional
ETT (diameter dalam) (mm)= (16+umur dalam tahun)/4
maupun anatomis
• Keadaan yang berpotensi kuat menimbulkan Beberapa panduan lain yang juga dapat
digunakan:
obstruksi jalan napas (misalnya inhalasi asap Rumus Cole:
kebakaran, hematoma pada jalan napas yang
meluas) ETT uncuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 4
• Hilangnya refleks protektif jalan napas
• Usaha napas yang berlebihan, yang bisa Rumus Motoyama:
menyebabkan kelelahan insufisiensi pernapasan
• Perlunya pemberian udara bertekanan tinggi ETT cuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 3,5
untuk mempertahankan pertukaran gas
alveolar Rumus Khine:
• Perlunya pemakaian ventilasi mekanik
• Kemungkinan terjadinya hal-hal yang tersebut ETT cuffed (diameter dalam) (mm)= (umur dalam tahun/4) + 3
di atas selama pasien dalam transportasi
Panduan yang paling sederhana adalah jari
Di berbagai institusi, pemberian ventilasi kelingking pasien. Hasil penelitian menunjukkan
dengan menggunakan bag-mask dibanding bag- bahwa ukuran jari kelingking anak kurang lebih
endotracheal tube (ETT) sama efektif. Hal tersebut sama dengan ukuran diameter luar ETT yang
tentu saja tergantung keterampilan penolong. cocok untuk anak tersebut.
Suatu studi prospektif membandingkan
pemberian kedua macam cara ventilasi tersebut
pada 830 kasus anak dengan arrest di luar rumah
sakit, dengan hasil tidak didapatkan perbedaan

216 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Kebanyakan dokter yang bekerja di unit harus menghentikan upaya intubasi dan segera
rawat darurat lebih senang menggunakan ETT melakukan oksigenasi dengan bag-mask apabila
uncuffed untuk pasien anak berumur kurang terjadi perburukan laju jantung, oksigenasi, dan
dari 10 tahun, karena pada pasien tersebut penampilan klinis pasien.
penyempitan anatomis di daerah tulang
rawan krikoid menjadi cuff alamiah sebagai Setelah dilakukan premedikasi (bila
pengunci. Namun dalam perawatan di rumah diperlukan), ventilasi bag-mask segera dihentikan
sakit, penggunaan ETT cuffed pada anak sama sementara untuk pemasangan ETT dengan
amannya dibanding dengan ETT uncuffed visualisasi langsung ke trakea. Dilakukan
(kecuali neonatus). Pada keadaan tertentu penekanan lidah dan pengangkatan struktur
(komplians paru yang buruk, resistensi jalan di daerah supraglotis, dengan menggunakan
napas yang tinggi, atau kebocoran yang besar di laringoskop, untuk melihat glotis. ETT dipasang
area glotis), maka lebih disarankan pemakaian melalui pita suara.
ETT cuffed.
Laringoskop berdaun lengkung (curved,
Hasil review yang dilakukan oleh kelompok Macintosch) biasanya dipakai untuk anak
Best Bet menunjukkan bahwa: berumur lebih dari 2 tahun, sedangkan
• Pemakaian cuffed ETT volume besar dengan laringoskop berdaun lurus (straight, Miller)
dipakai untuk anak yang lebih muda atau jalan
tekanan rendah tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian stridor pasca ekstubasi
(grade C)
• Belum ada penelitian yang bisa menilai
kerugian jangka panjang yang mungkin
terjadi pasca ekstubasi (misalnya stenosis
subglotis) (grade D)
• Pada kasus tertentu yaitu resistensi jalan
napas diduga akan menjadi amat tinggi pada
saat pasien dirawat, maka pemakaian cuffed
ETT berguna untuk menghindari perlunya
re-intubasi karena kebocoran di sela-sela
ETT (grade C)

Prosedur Intubasi Endotrakea Gambar 24.1.A. Cara insersi daun laringoskop lengkung
(curved) B. cara insersi daun laringoskop lurus (straight).
Intubasi endotrakea memerlukan persiapan Perhatikan posisi ujung daun laringoskop terhadap epiglotis.
peralatan dan personel, penilaian terhadap Dikutip dari: The American Heart Association, 2006
pasien dan pengaturan posisi pasien, penyediaan
alat pemantauan, oksigenasi, dan ventilasi. (dengan modifikasi)
Intubasi orotrakea biasanya merupakan
pilihan pertama karena bisa dilakukan lebih
cepat dan lebih sedikit komplikasinya. Selama
upaya intubasi endotrakea perlu dilakukan
pemantauan laju jantung, tekanan darah,
saturasi oksigen, dan, bila memungkinkan,
kapnometri end-tidal. Tenaga medis (intubator)

Prosedur Jalan Napas 217

napas yang sulit. Penolong intubator harus Berikan oksigen aliran bebas 100%
melakukan manipulasi terhadap larings dari luar Hindari ventilasi bag-mask
yang dikenal sebagai (BURP) guna membantu Pasang alat pemantau pada pasien
intubator memvisualisasi glotis. Membuat kalkulasi dosis obat
Mempersiapkan peralatan jalan
Kedalaman pemasangan ETT bisa napas
diperkirakan dengan menggunakan rumus: 3 menit Premedikasi (tergantung kebutuhan)
1 menit Berikan obat sedatif dan paralitik
Kedalaman insersi ETT (cm)= (umur dalam tahun/2) + 12 Lakukan penekanan daerah krikoid
0 menit Melakukan intubasi
atau +1 menit Konfirmasi letak ETT
Melakukan fiksasi ETT
Kedalaman insersi ETT (cm)= (Diameter dalam ETT) x 3 Lepaskan penekanan krikoid

Cara memastikan ETT telah dipasang
dengan benar: Mutiara bernas
• RSI hanya dilakukan pada keadaan jalan
• Periksa kedalaman ETT dengan melihat
angka penunjuk di ETT sesuai perhitungan napas pasien diyakini normal.
rumus di atas ( tepat di gigi seri tengah pasien) • RSI tidak boleh dilakukan apabila terdapat

• Adanya pergerakan dinding dada yang kemungkinan terjadinya kesulitan dalam
simetris proses intubasi.

• Lakukan auskultasi untuk mendengarkan LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA)
bunyi napas yang simetris
Spesifikasi dan Indikasi pemasangan
• Amati adanya distensi daerah abdomen LMA
untuk mendeteksi pemasangan ETT yang
salah Laryngeal mask airway (LMA) dirancang untuk
diletakkan di daerah orofaring dengan ujung
• Ukur kadar deteekntdo-tridkaol loriCmOet2rik dengan sungkupnya (mask) di hipofaring dan dasar
menggunakan sungkupnya di epiglotis. Apabila sungkup
dikembangkan dengan memompakan udara ke
• Konfirmasi letak ETT dengan foto toraks. dalamnya, maka alat ini akan dapat dilalui udara
langsung ke trakea.
RAPID SEQUENCE INTUBATION
Rapid sequence intubation (RSI) adalah suatu Laryngeal mask airway dapat digunakan
teknik intubasi yang dipakai guna mengamankan untuk memberikan ventilasi tekanan positif
jalan napas pasien dengan abdomen yang terisi pada pasien yang bernapas spontan, atau sebagai
(diduga terisi) makanan, karena preoksigenasi pemandu untuk pemasangan alat yang lain
dengan ventilasi bag-mask bisa menyebabkan seperti ETT, stilet berlampu, atau bronkoskopi
distensi lambung, muntah, dan aspirasi. serat optik fleksibel. Pemakaian LMA pada
pasien yang sadar harus disertai sedasi untuk
Alur waktu RSI: menghilangkan refleks jalan napas.

5 menit Anamnesis dan pemeriksaan fisik
pasien

218 Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat

Tabel 24.1. Panduan ukuran LMA pada anak

Ukuran Berat badan (kg) Usia Volume cuff (mL)
1 <6,5 <4 – 5 bulan 2-4
2 6,5 – 20 5 bulan – 5/6 tahun 10
2,5 20 – 30 6 – 10 tahun 15
3 30 – 50 >10 tahun 20
4 50 – 80 - 30
5 >80 - 40

Gambar 24.2. Teknik insersi LMA.
Dikutip dari: Brain AIJ:The Intavent Laryngeal Mask Instruction Manual, Berkshire, UK, Brain Medical, 1992

(dengan modifikasi)

Laryngeal mask airway relatif mudah Hingga saat ini belum ada data klinis
dipasang dan komplikasinya sedikit, sehingga yang pasti mengenai efikasi dan keamanan
alat ini bisa dipakai pada keadaan jalan napas penggunaan LMA pada anak dengan henti
yang sulit. Namun karena letaknya di daerah jantung. Mungkin LMA bisa menjadi alternatif
supraglotis, maka alat ini tidak efektif bila pertama, apabila penolong cukup kompeten
dipakai pada pasien dengan kelainan daerah memasangnya, sebelum intubasi endotrakea
glotis atau subglotis. Pemasangan pada anak bisa dilakukan.
yang lebih muda sering mengalami malposisi
yang justru menyebabkan obstruksi jalan napas Prosedur pemasangan LMA
dan biasanya pemasangannya lebih sulit. Trauma
jalan napas dan gangguan hemodinamik lebih • Sungkup dikempiskan total atau sebagian
jarang terjadi pada pemasangan LMA dibanding • Oleskan lubrikasi larut air di permukaan
pada intubasi endotrakea.
belakang sungkup dan pipanya

Prosedur Jalan Napas 219

• Posisikan pasien pada sniffing position • Tidak dapat mencegah aspirasi akibat refluks
• Pergunakan jempol atau jari telunjuk isi lambung

untuk menyisirkan sungkup sepanjang • Tidak dapat dipakai untuk memberikan obat-
alur palatofaringeal menuju hipofaring dan obat resusitasi
menutup glotis
• Lanjutkan sisiran hingga ke hipofaring hingga • Lebih sulit difiksasi dibanding ETT. Perlu
terasa ada tahanan kecermatan untuk memastikan posisi LMA
• Kembangkan sungkup sepenuhnya. Laryngeal pada tempatnya.
mask airway agak terdorong keluar saat
sungkup mengembang penuh KRIKOTIROTOMI
Indikasi Krikotirotomi
Keterbatasan pemakaian LMA Krikotirotomi dilakukan pada pasien dengan
luka yang meluas di wajah atau jalan napas
• Pemasangan LMA merupakan kontraindikasi atas, atau pada keadaan ketika usaha intubasi
pada pasien dengan refleks protektif jalan orotrakhea gagal. Tidak direkomendasikan
napas

C

Plika B
vokalis
A Tulang hyoid Tulang Arteri tiroid superior
Prominensia loring hyoid Arteri dan
Membran kartilago tiroid Membran
krikotiroid Kartilago krikotiroid vena krikotiroid
krikoid
Cincin trakea Tulang rawan Membran krikotiroid
krikoid Kelenjar tiroid

Vena colli media
Vena infratiroid

Gambar 24.3. Anatomi luar jalan napas sebelah atas.
Dikutip dari: King C, Henretig FM. Pocket Atlas of Pediatric Emergency Procedures. Lippincott Williams & Wilkins,

Philadelphia, 2000. h. 50-52 (dengan modifikasi)

Stabilisasi 30-45 Suction sampai tampak Kateter jarum suntik Tahan kateter Cabut jarum/ suplai oksigen
trakea derajat gelembung udara masuk ke didekatkan statis dengan kuat syringe sambungkan ke pipa
dalam syringe yang berisi tekanan tinggi
larutan garam fisiologis, ke hub
untuk mengkonfirmasi posisi
trakea

Gambar 24.4. Teknik krikotirotomi perkutaneus.
Dikutip dari: King C, Henretig FM. Pocket Atlas of Pediatric Emergency Procedures. Lippincott Williams &

Wilkins, Philadelphia, 2000. h. 50-52


























Click to View FlipBook Version