The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Keberadaan orang Bangka di Lingga diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15, atau 300 tahun sebelum Sultan Mahmud Riayat Syah memindahkan pusat kerajaan dari Riau ke Daik Lingga. Orang-orang Bangka ini yang pertama kali mendiami atau membuat perkampungan di Lingga bersama dengan keluarga Megat Mata Kuning dari Jambi, dan orang-orang Mantang atau Baroq. Ketiganya diperkirakan adalah suku asli Lingga yang pertama dan sudah beragama islam.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Sejarah Lokal Kabupaten Lingga, 2022-10-06 22:53:54

LIMA ABAD LALU ORANG BANGKA SUDAH DI LINGGA

Keberadaan orang Bangka di Lingga diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15, atau 300 tahun sebelum Sultan Mahmud Riayat Syah memindahkan pusat kerajaan dari Riau ke Daik Lingga. Orang-orang Bangka ini yang pertama kali mendiami atau membuat perkampungan di Lingga bersama dengan keluarga Megat Mata Kuning dari Jambi, dan orang-orang Mantang atau Baroq. Ketiganya diperkirakan adalah suku asli Lingga yang pertama dan sudah beragama islam.

Keywords: bangka,lingga,melayu,islam

terlepas dari dorongan seorang tokoh masyarakar Bangka
Beitung, Prof DR Yusril Henda Mahendra, yang ketika
itu menjabat Sebagai Mentri Hukum dan Hak Azazi
Manusia.

Kembali pada keberadaan Lingga, yang dulu pernah
menjadi pusat kerajaan, yang setingkat ibu kota Negara
saat ini, jauh tertinggal dengan Bangka. Padahal dulu
Bangka hanya dipimpin beberapa depati yang setingkat
walikota. Sekarang sudah menjadi ibu kota provinsi,
sehingga kesibukan kota, khususnya Kota Pangkal Pinang
sudah menyamai kota-kota besar lainya di Indonesia.

Sebagai gambaran, bidang pendidikan, di Bangka
sudah ada perguruan tinggi negeri. Selain itu, perguruan
tinggi swasta juga banyak, bahkan perguruan tinggi
swasta sudah ada membuka program pasca sarjana.
Bidang angkutan barang dan orang, pelabuhan laut di
Bangka sudah lama disinggahi kapal Pelni, transptasri
udara. Penerbangan dari Bangka ke Jakarta sebanyak 15
kali pulang pergi (PP) setiap harinya. Penerbangan juga
terjadi ke kota lain, seperti ke Palembang, Padang, dan
Jogjakarta.

12.BAHASA BANGKA MERAWANG DI LINGGA
Disebut bahasa Bangka Merawang di Lingga karena

berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis selama
tiga hari di Pulau Bangka (29 September hingga 1 Oktober
2018), ada beberapa penyebutan kata yang disana tidak

74

sama dengan yang diucapkan Orang Merawang Lingga.
Tidak juga disebutkan bahasa Bangka Mentok di Lingga,
karena bahasa orang Mentok di Pulau Bangka dengan
bahasa orang Mentok di Lingga hampir tidak ada
perbedaan.

Perbedaan yang ditemukan hanya bahasa Bangka
Merawang di Lingga dengan bahasa orang Bangka di

Pulau Bangka. Ketika penulis berada di Pulau Bangka
selama tiga hari, mengunjungi kawasan Merawang,
Mentok, Sungai Liat, dan Pangkal Pinang sekitarnya pada
umumnya memakai bahasa Bangka Merawang di Lingga,
apa yang penulis ucupkan dalam percakapan biasa
maupun wawancara, orang Bangka di Pulau Bangka
mengerti dan paham artinya atau maknanya, namun
mereka merasa heran.

Karena menurut mereka bahasa yang penulis gunakan
itu bahasa Bangka kuno, atau bahasa Bangka lama yang
masih dipakai orang-orang pedalaman di Pulau Bangka,
serti di Desa Air Abik, Mapur, Pejam, atau perkampungan
di sekitar Gunung . Maras. Orang Bangka menyebutnya
daerah ini perkampungan orang pedalaman, karena
umumnya belum memeluk agama Islam.

Ketika tim penulis berkunjung ke daerah Mentok, dan
berbicara menggunakan bahasa Bengka Merawang
Lingga, ditegur Said Murad Ali, penunjuk jalan. ‘’Di
Mentok ni jangan pakai (memakai) Bahase Bangkek

75

Merawang, Pakai je (aje) bahasa Melayu Daik, bahasa
orang Mentok ni, same dengan Melayu Daik,’’ kata lelaki,
yang sejak tahun 1963 merantau di Bangka ini.

Namun pembaca jangan curiga dengan orang Bangka
Merawang yang ada di Lingga dengan ke-Islaman
mereka. Karena menurut pemahaman orang Bangka,
seperti dikatakan Teungku Sayyid Deqy, dalam Korpus
Mapur Dalam Islamisasi Bangka, halaman 527, adat dan
Islam harus berjalan berdampingan. Ada tujuh (7)
kekuatan didalamnya, empat sudah di Islamkan, tiga
adalah tugas mendatang, ada Maras, Buik, Tanah
Merah, Pulau Simbang, Tambun Tulang. Kekuatan
Bangka ada didalamnya. Mari kita mufakat, biar
mufakat menuju hakekat. Kulit mengikuti inti, bukan
inti mengikuti kulit. Pelajari syariat, tarekat, hakekat,
lalu makrifat. Islam penutup Mapur terakhir, agar
enam Mapur menjadi damai. Dua Mapur yang jalan ke
kiri menjadi kafir, Mapur Thai dan Mapur Pamong,
biarkan mereka melebur raib di alam gaib. Enam
Mapur sudah kembali, Islam membawa damai.

Tujuh kekuatan Bangka ini, merupakan intirasi ajaran
Islam yang diturunkan pertamakalinya dibawa oleh Akek
Antak yang memiliki nama asli Syekh Syarif Abdul
Rassheed, pada abat ke 11-12. Dari ajaran Islam yang
disimpulkan sejak abat 11-12 ini, jelas orang Bangka
Merawang yang hijrah ke Lingga sejak abat ke-15 (1480-
1490) mengikuti Megat Mata Kuning Islamnya sudah

76

sempurna.
Kembali ke masalah Bahasa Bangka Merawang di

Lingga, yang berbeda pada ucpan tertentu dengan bahasa
orang Bangka di Pulau Bangka di perkotaan. Contoh
kalau Bangka Merawang di Lingga menyebut satu (1)
sute’k, maka orang Bangka di Pulau Bangka umumnya
menyebut sikok. Bangka Merawang Lingga menyebut
kerja, kerje’; maka di Pulau Bangka menyebutnya gawie.

Bahasa Bangka (Bangkek-ejaan orang Bangkek)
sebenarnya sama dengan bahasa Melayu atau bahasa
Indonesia yang umum digunakan masyarakat. Perbe-
daannya, kadang-kadang bunyi ‘a’ diganti ‘e’. Contoh;
dia menjadi die’, dapat juga kata dia, menjadi nya . Ada
juga dipotong ujung katanya saja, Contoh; belum
disingkat menjadi lum. Ada juga memang berlainan kata
untuk arti yang sama, contoh; marah dalam bahasa
Indonesia, bahasa Bangka Merawang Lingga disebut
merani. Inilah beberapa contoh bahasa Bangka Mera-
wang Lingga, berikuti ini, sedikit kamus Bahasa Bangkek
Merawang Lingga. (lampiran)

77

78

BAB. III PENUTUP

Hijrahnya orang-orang Bangka dari Pulau Bangka ke
Lingga, terjadi sejak abad ke-15 (1480-1490) lalu. Artinya,
sampai saat ini, tahun 2018 orang Bangka di Lingga sudah
mencapai lima (5) abat. Artinya keberadaan orang
Bangka di Lingga adalah penduduk asli di pulau legedaris
yang gunungnya bercabang tiga ini. Keberadaan orang
Bangka di Lingga, sama waktunya dengan kedatangan
Megat Mata Kuning, pada abad ke-15 (1480-1490) lalu,
dan memang Megat Mata Kuning inilah yang pertama
kali mengajak orang-orang Bangka ke Lingga, yang juga
ikut serta dalam rombongan ini adalah orang Mantang
atau orang Baroq

Begitu rombongan ini sampai di Lingga mereka
langsung berbagi tempat tinggal. Megat Mata Kuning
mengambil Pulau Mepar sebagai tempat tinggal, orang
Baroq mengambil posisi di Tanjung Buton, dan orang
Bangka memilih memasuki Sungai Marok dan membuat
perkampungan di Pasir Rubuh. Jadi ketiga group ini,
Megat Mata Kuning, orang Bangka, dan orang Mantang
dan orang Baroq adalah orang-orang yang pertama kali
mendiami Pulau Lingga. Semua orang-orang pertama
yang mendiami Lingga ini pada waktu itu sudah memeluk

79

agama Islam, dan Tado’ Kaye Mate Kuning sebagai
pemimpin mereka.

Setelah tiga (3) abad atau sekitar 300 tahun orang
Bangka ini mendiami Pulau Lingga, baru datang Sultan
Mahmud Riayat Syah beserta rombongan datang ke
Lingga pada tahun 1787 sebanyak 200 kapal. Kedatangan
Sultan ini, untuk memindahkan pusat Kerajaan ke Daik,
yang semulanya berada di Riau. Ada sekiar 200 orang
Cina kaya dalam rombongan Sultan Mahmud ini. Sampai
di Daik Lingga, rombongan Sultan Mahmud Riayat Syah
ini, membuat perkampungan disekitar istana, yakni
lokasinya antara Sungai Tanda dengan Sungai Daik.
Posisinya pastinya mulai dari Kampung Cina di hilir
sungai Daik samapai di Kampung Pahang di hulu sungai
Daik. Kemudian mulai dari Tande Hilir hingga ke Tande
Hulu di Sungai Tande.

Bagi Keturunan Megat Mata Kuning, Sultan Mahmud
Riayat Syah, dipersilakan menjadi Sultan di Daik.
Sedangan keturunan Megat, yakni Dato’ Kaye Montel,
diangkat Sultan sebagai Temenggung di Pulau Mepar.
Selain Keturunan Megat, yakni Dato’ Kaye Montel
diangkat menjadi Temenggung, orang Bangka dan
Mantang, serta orang Baroq, menjadi prajurid kerjaan
dibawah perintah Temenggung.

Cukup besar juga peran orang Bangka Merawang
terhadap keberdaan Kerajaan Lingga Riau di Daik Lingga.
Hal itu dapat dilihat begitu besar kebun dan dusun orang

80

Bangka di Lingga tentu hasilnya memberi dapak untuk
memperkuat krajaan. Dari sisi ekonomi hasil kebun dapat
mensuplai keperluan makanan sehari-hari, terutama
sagu sebagai makanan pokok. Kemudian karena luasnya
sebaran kebun dan dusun orang Bangka dapat memper-
kuat pertahanan kerajaan, karena orang Bangka tinggal-
nya sebagian di kebun-kebun, sehingga kalau ada musuh
yang masuk mereka orang Bangka pertama kali mem-
beritahu kepihak Kerajaan.

Kemudian orang Bangka juga punya andil dalam
proses penambangan timah di Pulau Singkep yang dibuka
Sultan Mahmud Riayat Syah. Karena mereka sudah
berpengalaman di Pulau Bangka, yang juga sebagai
daerah penghasil timah.

81

TENTANG PENULIS

Drs Abdul Haji, Lahir di Kampung Tengah Desa
Merawang, Lingga, 4 Juli 1966, asli orang Bangka
Merawang. Menikah dengan Laila, keturunan Megat dan
Bangka dari pihak ibu. Dari perkawinan ini dikarunia
lima (5) orang anak, yakni Muhammad Ihsan Imaduddin,
Muti’ah Khairiyah, Ribdah Tsabita, Balqis Nuha Sabira,
dan Muhammad Toha Taqiyudddin.

Gelar Sarjana dari Universitas Riau Pekanbaru (1992),
Pasca Sarjana UHAMKA Kajarta. Pengalaman Kerja,
Wartawan Harian Waspada Medan (1994-1996),
Wartawan Batam Pos, (1996-2010), Dosen STAI
(SekolahTinggi Agama Islam) Miftahul ‘Ulum Tanjung-
pinang (2005-20016) Pada Mata Kuiah Metoda
Penelitian, Sosiologi-Antropologi Pendidikan, Dosen
UMRAH (Universitas Maritim Raja Ali Haji) Tanjung-
pinang (2007-2016), Pada Mata Kuliah Bahasa Jurna-
listik, Perkembangan Peserta Didik. Ketua Jurusan
Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAI
Miftahul ‘Ulum. Penanggung Jawab Pemeliharaan
Terumbu Karang untuk wilayah Kabupaten Lingga, 2007-
2009, Dibiayai Asia Deploment Bank (ADB), melalui
Yayasan Benaung.

83

Pelatihan; Pelatihan Jurnalisme Seni 1998, di
Pekanbaru, Dewan Kesenian Riau; Pelatihan Penulisan
Artikel Ilmiah, 2009, UMRAH; Pelatihan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) bagi dosen, UMRAH, Tanjung-
pinang, 2009; Pelatihan Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif, Bagi Dosen PTAIS (Kopertais Wilayah XII
Riau-Kepri), 2011, Pekanbaru. Pelatihan Protokoler di
Padang Sumatra Barat, 1991.

Juri Lomba Karya Ilmiah, bagi Siswa SLTA se-Kota
Tanjungpinang 2004, diselenggarakan HMI Kota
Tanjungpinang; Juri Pawai Hari Kemerdekaan RI tingkat
Kota Tanjungpinang, tahun 2007 dan tahun 2008. Nara
sumber pada Lokakarya Jurnalistik bagi wartawan se-
Provinsi Kepri, diselenggarakan Kementrian Pariwisata
dan Kebudayaan RI, 2015, di Tanjungpinang. Aktif
sebagai nara sumber pada dialog interaktif di RRI dan
Radio Swasta di Tanjungpinang, dengan berbagai tema
seperti masalah pendidikan, kepemudaan, kenakalan
Remaja, ddankeagamaan.

Organisasi; Ketua HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Persiapan Badko (Badan Koordinasi) Provinsi Riau
(1992-1994), Pendiri Remaja Masjid Kampus Akra-
munnas (Al-Karima) Universitas Riau Pekanbaru 1987;
KNPI Kota Tanjungpinag (2004); ICMI (Ikatan Cindi-
kiawan Muslim Indonesia) Provinsi Kepri (2018-2023).
Ketua Forum Ek Kewidanaan Lingga, di Tanjungpinang,
1999, yang fungsinya khusus untuk memperjuangkan

84

pembentukan Provinsi Kepri dan Kabupaten Lingga;
Partai Politik, Golongan Karya.

85

Lampiran: Kamus Bahasa Bangka Merawang Lingga

Bahasa Bangka Merawang Bahasa Indonesia

A.

Ade’ (nya ade di umah) Ada (dia ada di rumah)

Ayak Abang, untuk laki-laki

Aok Ya

Alah (endek alah agiek) Kuat (tidak kuat lagi)

Agik Lagi

Angai (diangai) Jemur (dijemur)

Ancok (bubor kaceng lah Hancur (bubur kacang

ancok) sudah hacur)

Adep (di adep) Depan (di depan)

Aek (aek kahwe) Air (air kopi)

Akek Kakek

Nek Nenek

Antet (mengantet) Antar (mengantar)

Asuk Anjing

Aok ge’ Benarkah

Aok (aok lah) Iya (iya lah)

Aci (endek aci agik) Tidak Berlaku (tidak

berlaku lagi)

Apalagek Apala Lagi

Antaet (antaet lah ke sinik) Antar (antar lah kesini)

B

Basing, Bareng (barenglah) Terserah (terserahlah)

Bulek (pemulek) Bohong (pembohong)

Bue’h (bue’h dure’n) Buah (buah durian)

Bilong Telinga

Balik Pulang, balek

Bekawak Berkawan

Becakep Berbicara

Bajuk (bajuk warna apa) Baju (baju warna apa)

Bedadu Berbual

87

88

89

90

91

92

93


Click to View FlipBook Version