The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Penulis berupaya menyusun serangkaian prosedur dengan pendekatan
Behavior Therapy, Person Centered Counseling (PCC), Solution Focused Brief
Counseling (SFBC) dan Counseling Reality secara rapi yang nantinya juga berguna
dalam rangka mewujudkan proses konseling yang efektif dan efisien serta memiliki
tahapan-tahapan yang jelas yang berimplikasi pada terentasnya masalah konseli.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rifailuxman13, 2021-08-13 03:13:32

Teknik-teknik Konseling

Penulis berupaya menyusun serangkaian prosedur dengan pendekatan
Behavior Therapy, Person Centered Counseling (PCC), Solution Focused Brief
Counseling (SFBC) dan Counseling Reality secara rapi yang nantinya juga berguna
dalam rangka mewujudkan proses konseling yang efektif dan efisien serta memiliki
tahapan-tahapan yang jelas yang berimplikasi pada terentasnya masalah konseli.

Keywords: Teknik Konseling

TEKNIK-TEKNIK
KONSELING

Rifai Ade Luxman, S.Pd.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku ini yang
berjudul Teknik-teknik Konseling. Buku ini merupakan serangkaian instruksi tertulis
mengenai proses pendekatan konseling.

Penulis berupaya menyusun serangkaian prosedur dengan pendekatan
Behavior Therapy, Person Centered Counseling (PCC), Solution Focused Brief
Counseling (SFBC) dan Counseling Reality secara rapi yang nantinya juga berguna
dalam rangka mewujudkan proses konseling yang efektif dan efisien serta memiliki
tahapan-tahapan yang jelas yang berimplikasi pada terentasnya masalah konseli.

Semoga kehadiran buku “Teknik-teknik Konseling” bisa menggugah dan
mengisnpirasi bagi pembaca sekalian, terima kasih.

Berau, 12 Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................
BAB I
PERSON CENTERED COUNSELING (PCC) .............................................
A. Pengantar ...............................................................................................
B. Konsep Dasar .........................................................................................
C. Fungsi dan Peran Konselor .....................................................................
D. Hubungan Konselor dan Konseli ............................................................
E. Tahapan Konseling.................................................................................
F. Teknik-teknik Konseling ........................................................................
G. Proses dan Aplikasi Tahapan Konseling .................................................

BAB II
SOLUTION FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC) ...........................
A. Pengantar................................................................................................
B. Tokoh dan Pengembang Teori ................................................................
C. Konsep Dasar .........................................................................................
D. Asumsi Pribadi Bermasalah dan Pribadi Sehat ........................................
E. Tujuan Konseling....................................................................................
F. Proses dan Fungsi Konselor - Konseli .....................................................
G. Prosedur Pelaksanaan Konseling .............................................................
BAB III
PENDEKATAN BEHAVIOR .......................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................................
B. Definisi...................................................................................................

C. Prosedur Pelaksanaan .............................................................................
D. Peran dan Fungsi Konselor .....................................................................
E. Contoh Aplikasi ......................................................................................
F. Evaluasi ..................................................................................................
BAB IV
REALITY THERAPY.....................................................................................
A. Pengantar................................................................................................
B. Konsep Dasar .........................................................................................
C. Prosedur Pelaksanaan .............................................................................
D. Peran dan Fungsi Konselor .....................................................................
E. Lembar Evaluasi .....................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................

BAB I
PERSON CENTERED COUNSELING (PCC)
KONSELING BERPUSAT PADA KONSELI

A. Pengantar

Bimbingan dan konseling adalah layanan bantuan untuk peserta didik, baik
secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan mampu memenuhi
tugas perkembangan sesuai usianya secara optimal, dalam bimbingan pribadi,
sosial, belajar maupun karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung BK yang ada.

Semua perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik merupakan
proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan
lingkungan melalui interaksi yang sehat. Layanan konseling individu
merupakan jantung hati bagi pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Hal ini
berarti bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka
masalah konseli akan teratasi secara efektif dan upaya-upaya bimbingan
lainnya tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau dengan
kata lain, konseling merupakan layanan inti yang pelaksanaannya menuntut
persyaratan dan mutu usaha yang benar-benar tinggi.

B. Konsep Dasar

Pendekatan person centered dalam sejarahnya dikembangkan oleh Dr.
Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1940-an. Pada awal perkembangannya
Carl Rogers menamakan non-directive counseling. Pada tahun 1951 Rogers
mengganti nama pendekatan non-direktif menjadi client-centered (Rogers
dalam Corey, 2013:174). Kemudian seiring berjalannya waktu masyarakat
lebih mengenal pendekatan ini dengan person centered karena
mengedepankan sisi humanistik yang meyakini bahwa individu pada dasarnya
baik dan memiliki kecenderungan untuk konstruktif pada dirinya sendiri
dalam mengentaskan masalah.

Konseling Person Centered pada dasarnya juga memiliki ciri-ciri
diantaranya :
1. Terapi berpusat pada pribadi difokuskan pada tanggung jawab dan

kesanggupan konseli untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan
lebih sempurna;
2. Menekankan medan fenomenal konseli. Medan fenomenal (fenomenal
field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya,
baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Konseli tidak lagi menolak
atau mendistorsi pengalaman-pengalaman sebagaimana adanya;
3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan
psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu
bersifat konstrukstif dimana dampak psikoterapeutik terjadi karena
hubungan konselor dan konseli;
4. Terapi ini tidak dilakukan dengan suatu sekumpulan teknik yang khusus.
Tetapi pendekatan ini berfokus pada person sehingga konselor dan konseli
memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman
pertumbuhan.
Pendekatan Konseling berpusat pada pribadi beranggapan bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengendalikan
dirinya sendiri. Secara lebih lengkap hakikat manusia menurut Rogers adalah
sebagai berikut :
a. Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat
dipahami bahwa organisme akan mengaktualisasikan kemampuannya dan
memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri;
b. Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan
fenomenal (pengalaman) dan individu itu melakukan reaksi kepada
pengalaman itu sesuai dengan persepsinya. Oleh karena itu persepsi
individu tentang medan fenomenal bersifat subyektif;
c. Manusia pada dasarnya bermartabat dan berharga. Manusia memiliki nilai-
nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya;
d. Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak
merusak dirinya.
Pada pendekatan ini, konselor memandang konseli sebagai subjek yang
memiliki 3 struktur kepribadian, diantaranya :

1. Organism atau organisme
Merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran,

perilaku, dan keadaan fisik. Konseli disini dipandang sebagai seorang
manusia yang mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu
mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
Sehingga konseli perlu dieksplor secara mendalam agar oleh konselor
agar dapat mengetahui tujuan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pribadinya yang sesuai dengan medan fenomenal (pengalaman)
2. Medan fenomenal

Merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya
baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Konseli dipandang
sebagai makhluk yang memiliki pengalaman atau peristiwa-peristiwa
yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah dilakukannya.
Maka dalam hal ini, konselor dapat memunculkan atau “memanggil”
kembali pengalaman tersebut. Tujuannya agar konseli mampu
menyesuaikan antara perilaku yang saat ini dijalaninya dengan
pengalaman yang dimiliki. Sehingga pengaktualisasian diri konseli
mampu disusun dan dilaksanakan secara tepat. Konselor perlu memiliki
pemahaman secara empati kepada pengalaman konseli, sebagai
bentuk internal frame of reference, yang merupakan kerangka pandangan
terhadap perilaku yang dilakukan oleh konseli pada masa sekarang.
3. Self

Merupakan bagian dari kepribadian yang terpenting dalam
pandangan Rogers. Self disebut pula structure self atau self concept. Self
concept adalah persepsi dan nilai-nilai individu tentang dirinya atau hal-
hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self meliputi dua hal, yaitu
pribadi yang nyata (real self) dan pribadi yang ideal (ideal self).

Kepribadian yang dimiliki oleh konseli dapat diberikan arahan dan
kemampuan untuk diaktualisasikan dan menghargai orang lain secara positif
oleh konselor. Hal ini dilakukan agar konseli dapat memiliki kesesuaian dalam
menjalani proses kehidupannya. Maka dengan kata lain, konselor dapat
membantu konseli untuk mewujudkan pengaktualisasian diri konseli dengan

memandang ketiga hal tersebut sebagai konsep dasar dalam melakukan
konseling.

C. Fungsi dan Peran Konselor
1. Fungsi Konselor
Kemampuan konselor dalam membangun hubungan interpersonal
dalam proses komunikasi konseling merupakan elemen kunci keberhasilan
konseling. Dalam proses konseling, konselor berfungsi mempertahankan
tiga kondisi inti (core condition) yang menghadirkan iklim kondusif untuk
mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli.
Dalam peran tersebut konselor menunjukkan sikap yang selaras dan asli
(congruence or genuineness), penerimaan tanpa syarat (unconditional
positive regard and acceptance) dan pemahaman empati yang tepat
(accurate empathic understanding).
2. Peran Konselor
Pelaksanaan Konseling dengan menggunakan pendekatan berpusat
pada pribadi menurut Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai
partner konseli dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan
konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada
konseli untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan
persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh
konseli. Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat
dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu
menumbuhkan hubungan konseling. Kondisi konseling ini menurut Rogers
merupakan satu keharusan dan cukup memadai untuk pertumbuhan,
sehingga dia menyebutnya sebagai keadaan yang fasilitatif untu
memberikan perubahan secara terapeutik (menggunakan konseling).
Kondisi-kondisi yang perlu diciptakan itu adalah sebagai berikut :
a. Konselor dan konseli berada dalam hubungan psikologis;
b. Konseli adalah orang yang mengalami kecemasan, penderitaan dan
ketidakseimbangan;
c. Konselor adalah benar-benar dirinya sejati dalam berhubungan dengan
konseli;

d. Konselor merasa atau menunjukkan unconditional positive regard
untuk konseli;

e. Konselor menunjukkan adanya rasa empati dan memahami tentang
kerangka acuan konseli dan memberitahukan pemahamannya kepada
konseli;

f. Konseli menyadari (setidaknya pada tingkat minimal) usaha konselor
yang menunjukkan sikap empatik berkomunikasi dan unconditioning
positive regard (penerimaan tanpa syarat) kepada Konseli.

D. Hubungan Konselor dengan Konseli

Poin penting dalam pendekatan ini adalah, konseli telah memiliki jawaban
atas permasalahannya yang dihadapinya, sementara konselor berperan dalam
mendengarkan tanpa memberi penilaian secara objektif, tanpa mengarahkan
secara langsung, dan membantu konseli untuk merasa diterima dan dapat
memahami realitas perasaannya sendiri. Konselor memberikan kondisi
fasilitatif kepada konseli untuk mencapai pengaktualisasian dirinya. Hal ini
merupakan upaya untuk membuat seseorang lebih memiliki dorongan dari
dalam diri sendiri (self-directive). Konseling bukan sebuah proses bantuan
yang melihat kejadian-kejadian di masa lampau, tetapi lebih pada upaya
membangun keberlangsungan masa depan baik secara spiritual, intelektual,
maupun emosional.

Konselor memberi kebebasan yang luas kepada konseli untuk membuat
keputusan dalam pelaksanaan konseling. Hubungan konselor sangat penting
dalam konseling eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antara
manusia dan perjalanan bersama dalam proses teknik-teknik yang
mempengaruhi konseli. Isi pertemuan konseling adalah pengalaman konseli
sekarang, bukan “masalah” konseli. Hubungan dengan orang lain dalam
kehadiran yang otentik difokuskan kepada “disini dan sekarang”. Masa
lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung.

E. Tahapan Konseling
1. Tahap Komunikasi Awal
Pada tahap ini, peserta didik/konseli datang untuk meminta bantuan
guru BK karena sedang menghadapi suatu persoalan. Bila konseli datang
atas petunjuk seseorang, maka konselor harus mampu menciptakan
suasana permisif, santai, penuh keakraban dan kehangatan, serta terbuka.
2. Tahap Pengungkapan Masalah
Tahap ini merupakan tahap kebebasan konseli. Artinya konseli bebas
menceritakan masalah yang sedang dihadapinya tanpa ada pertanyaan dari
konselor. Konselor hanya memfasilitasi konseli dalam pengungkapan
masalahnya.
3. Tahap Pemahaman, Penerimaan dan Empati
Pada tahap ini, konseli mulai menunjukkan beberapa refleksi terhadap
dirinya, meskipun terutama dalam hal perasaan atau pengalaman masa
lalu. Perasaan dan pikiran yang bertentangan dapat diakui. Konselor
berusaha untuk menciptakan suasana dimana konseli bisa mengenali
bahwa ia mempunya perasaan-perasaan negatif dan bisa menerimanya
sebagai bagian dari dirinya daripada ia memproyeksikan perasaan-
perasaan itu ke orang lain atau menyembunyikannya dibalik mekanisme
pertahanan dirinya.
4. Tahap Pencapaian Pribadi Secara Utuh
Adalah proses yang memperjelas kemungkinan-kemungkinan
keputusan atau tindakan yang dilakukan yang bersifat tindakan positif.
Dalam tahap ini, konseli akan mencapai tahap pemahaman dan melakukan
tindakan positif, maka aspek yang tersisa dijadikan elemen untuk
perkembangan selanjutnya.
5. Tahap Akhir dan Evaluasi
Konselor menghentikan hubungan dengan konseli sekalipun mungkin
masih tersisa macam-macam perasaan pada konseli. Setelah konseli dan
konselor sepakat untuk mengakhiri kegiatan konseling, selanjutnya
konselor dapat memberikan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat membahas
tentang proses selama kegiatan berlangsung maupun hasil-hasil yang

sudah diraih dalam konseling. Selanjutnya untuk pengaplikasian dan
pelaksanaan tahap-tahap tersebut akan dijelaskan pada Bab berikutnya.

F. Teknik-Teknik Konseling
Pada dasarnya, Rogers menentang konsep umum tentang teknik. Namun

demikian, ada metode atau teknik-teknik dasar komunikasi interaktif dalam
konseling person centered, yaitu :
1. Active listening (mendengarkan secara aktif), yang merujuk kepada

pemberian perhatian secara penuh dan memberikan respon secara tepat.
Dalam mendengarkan aktif, terjadi tiga proses yang berjalan bersamaan, 1)
mengamati, yaitu memperhatikan dengan seksama pesan verbal dan non
verbal yang nampak maupun tersembunyi, 2) memahami, yaitu
menganalisa dan menerima apa yang dirasakan dan dialami konseli, 3)
menanggapi, yaitu memberikan umpan balik secara verbal dan non verbal
dengan tepat yang menunjukkan bahwa konselor mendengarkan dengan
baik dan memahami “pesan” yang disampaikan konseli.
2. Reflection of feelings (refleksi pikiran dan perasaan), yaitu teknik yang
digunakan konselor untuk memantulkan perasaan / sikap yang terkandung
dibalik pernyataan konseli dengan tujuan memperjelas apa yang
sebenarnya dirasakan konseli. Contoh dari teknik ini dapat dilihat pada
lampiran 2 yaitu verbatim.
3. Clarification (klarifikasi), yaitu teknik yang digunakan untuk
memperjelas, menjernihkan, mengungkap kembali isi pernyataan konseli
yang dianggap kurang jelas, samar-samar, meragukan bagi konselor.
Tujuannya adalah untuk memperjelas isi pesan konseli dengan persepsi
konselor. Contoh dari teknik ini dapat dilihat pada lampiran 2 yaitu
verbatim.
4. Summarization (kesimpulan) , teknik yang digunakan konselor untuk
menyimpulkan atau ringkasan mengenai berbagai apa yang telah
dikemukakan konselipada proses komunikasi konseling. Contoh dari
teknik ini dapat dilihat pada lampiran 2 yaitu verbatim.
5. Confrotation, yaitu teknik komunikasi yang menantang konseli, karena
adanya ketidaksesuaian yang terlihat dalam pernyataan dan tingkah laku
konseli. Tujuannya adalah membantu konseli menjadi lebih baik

menyadari kesenjangan atau ketidakselarasan didalam pemikiran, perasaan
dan perilaku.
6. Open-ended statements, yaitu bahwa konselor sebaiknya menggunakan
pertanyaan terbuka kepada konseli agar terjadi dialog dan memfasilitasi
berkembangnya kemampuan berpikir konseli.

Teknik-teknik tersebut akan dipakai dalam melakukan konseling person
centered yang pembagiannya akan dijelaskan kembali pada bab berikutnya
tentang tahap-tahap konseling. Selain itu, tiga sikap dasar konselor yang perlu
diterapkan dalam teknik konseling berpusat pada person, yaitu congruence or
genuine, unconditional positive regard and acceptance, dan accurate
empathic understanding.
a. Congruence or genuine

Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor
tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama
pertemuan konseling. Konselor tidak diperkenankan terlibat secara
emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap
konseli. Pendekatan person-centered berasumsi bahwa jika konselor
selaras atau menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan
konseli, maka proses konseling bisa berlangsung.
b. Unconditional positive regard and acceptance

Perhatian tak bersyarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian
terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang
buruk atau baik. Acceptance mengindikasikan bahwa konselor
menunjukkan penghargaan yang spontan terhadap konseli, dan
menerimanya sebagai individu yang berbeda dengan konselor.

Konselor diharapkan dapat membangun konseling yang lebih
konstruktif dengan sikap acceptance ini. Semakin besar derajat kesukaan,
perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar
pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c. Accurate empathic understanding

Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana konselor
benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuannya dalam berempati
guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari konseli.

Konsep ini menyiratkan konselor memahami perasaan-perasaan konseli
yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang memerlukan
keterampilan konselor adalah memahami perasaan konseli yang samar dan
memberikan makna yang makin jelas. Tugas konselor adalah membantu
kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers
percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi konseli
sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa
kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan
yang konstruktif akan terjadi.

G. Proses dan Aplikasi Tahapan Konseling Person Centered
Berikut ini kami paparkan tahapan-tahapan konseling berpusat pada

pribadi menurut Rogers (dalam Yusuf, 2016:158), tahapan yang ada dalam
sumber referensi kami ringkas dan modifikasi agar lebih mudah untuk
dipraktekkan. Sehingga proses konseling dapat berjalan dengan lancar.
Tahapan-tahapan tersebut diantaranya:

1. Tahap Pembinaan Hubungan Baik

Pada tahap ini, peserta didik/konseli datang untuk meminta bantuan
guru BK karena sedang menghadapi suatu persoalan. Bila konseli datang
atas petunjuk seseorang, maka konselor harus mampu menciptakan
suasana permisif, santai, penuh keakraban dan kehangatan, serta terbuka,
sehingga klien dapat menentukan sikap dalam pemecahan masalahnya.
Konselor dan konseli perlu menciptakan suatu hubungan terlebih dahulu
supaya keduanya saling nyaman satu sama lain. Konselor diharapkan
memiliki keterampilan dalam memulai proses konseling, seperti
memberikan salam dan perhatian kepada konseli dan menanyakan topik-
topik netral. Topik-topik netral biasa digunakan untuk memulai dan
membuka secara perlahan tentang pribadi konseli. Seperti menanyakan
kabar, identitas, kesibukan dan hal-hal lain yang menyangkut pribadi
konseli. Tahap ini merupakan kunci dalam pembentukan hubungan
melalui kenyamanan dan kedekatan secara psikologis.

2. Tahap Pengungkapan Masalah
Tahap ini merupakan tahap kebebasan konseli untuk mengekspresikan

apa yang sedang dialami oleh konseli. Konselor hanya memfasilitasi
konseli dalam pengungkapan masalahnya. Konseli diberikan kebebasan
agar semua yang dirasakan oleh konseli dan dianggap sebagai masalah
muncul ke permukaan. Tahap ini dapat dinyatakan dengan beberapa
pertanyaan yang sifatnya terbuka, seperti : “baiklah, anda dapat
menceritakan masalah-masalah yang terasa mengganggu” atau “mengapa
kamu terlihat murung? Sekiranya kamu dapat menceritakan hal-hal yang
dirasa sebagai masalah kepada saya”. Penstrukturan dan pengungkapan
masalah ini dapat menjadi acuan bagi konselor untuk memberikan kondisi
fasilitatif selanjutnya. Penting bagi konselor untuk memahami dan
mendengarkan secara penuh apa yang dibicarakan oleh konseli,
memperhatikan perkataan konseli, sensitif terhadap kata atau kalimat yang
diucapkan, intonasi dan bahasa tubuh konseli agar masalah yang
diungkapkan oleh konseli terfokus dan kebebasan konseli tetap menjadi
prioritas.

Pada tahap ini, konselor bertugas untuk menerima, mengenali dan
menjelaskan berbagai perasaan negatif. Kalau konselor menerima perasaan
ini, ia harus siap untuk memberikan respon, tidak terhadap apa yang
dibicarakannya, tetapi berdasarkan perasaan yang mendasarinya. Konselor
berusaha untuk membuka pemikiran konseli untuk memahami
kesenjangan atau incongruence antara konsep diri dengan pandangan ideal
diri yang terdapat dalam permasalahan konseli. Hal ini dapat dinyatakan
dengan pernyataan, seperti : “saya dapat merasakan apa yang sedang anda
alami saat ini, sepertinya anda merasa sangat sedih dengan kejadian
tersebut”, “apakah kamu saat ini merasakan kesedihan dengan kepergian
orang tersebut?”, “dari yang kamu ungkapkan, kamu sepertinya merasa
tidak nyaman dengan perlakuan orang tersebut terhadapmu”.

Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh konselor bertujuan
untuk mengarahkan konseli supaya merefleksikan dirinya dan bukan pada
masalah yang sedang dihadapi. Konselor dapat memilih apa yang akan
disampaikan kepada konseli seperti bertanya, mengklarifikasi,
menyimpulkan, mengkonfrontasi, memberikan umpan balik, memberikan

dukungan maupun merefleksikan perasaan yang sedang dirasakan oleh
konseli.

3. Tahap Pemahaman, Penerimaan Dan Empati
Pada tahap ini, konseli mulai menunjukkan beberapa refleksi terhadap

dirinya dalam hal perasaan atau pengalaman masa lalu, perasaan dan
pikiran yang bertentangan dapat diakui. Hal ini menunjukkan bahwa
konseli memasuki konseling, menyadari kebutuhan akan bantuan untuk
mengentaskan permasalahan. Sehingga tahap ini merupakan awal
hubungan konselor dan konseli dalam perasaan yang secara mendasar.
Hal ini ditujukan untuk membuka medan fenomenal atau pengalaman-
pengalaman yang dimiliki oleh konseli.

Keterampilan tersebut dapat dinyatakan dengan menginterpretasikan
pikiran, perasaan, atau tingkah laku konseli yang bertujuan untuk
memberikan perspektif alternatif dan baru. Interprestasi konselor
diungkapkan dengan pernyataan-pernyataan yang menyentuh dan hangat
kepada konseli, seperti: “mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apakah yang
menjadi penyebabnya?” atau “Sepertinya kamu berpikir bahwa hal itu
menyenangkan ya?”, “wah, kamu terlihat senang sekali dengan kejadian
tersebut”. Kunci dari tahap pemahaman ini adalah konselor merasakan
permasalahan yang dialami konseli.
4. Tahap Pencapaian Pribadi Secara Utuh

Tahap Pencapaian pribadi Secara utuh dilaksanakan beriringan dengan
tahap mendapatkan pengalaman baru yang bertujuan untuk mewujudkan
aktualisasi diri. Proses ini memperjelas kemungkinan-kemungkinan
keputusan atau tindakan yang dilakukan yang bersifat tindakan positif.
Suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan yang nyata, positif dan
tumbuh sedikit demi sedikit dari dirinya sendiri. Hubungan konselor dan
konseli pada saat ini mencapai puncaknya.

Setelah memiliki tanggungjawab dan penghormatan kepada diri sendiri
pada tahap mendapatkan pengalaman baru, konseli akan diarahkan menuju
kemampuan menjalin hubungan baik. Kondisi ini memungkinkan konseli
menjadi pribadi yang utuh dengan memiliki kehidupan yang etis. Langkah
yang dapat diambil oleh konselor dalam tahap ini adalah dengan berempati

kepada konseli dan memberikan fasilitas kepada konseli untuk
menentukan tujuan dan memfokuskan tindakan nyata yang akan dilakukan
oleh konseli.

Konselor dapat membuka pemikiran dan konseli dengan menciptakan
situasi yang aman untuk konseli berani melangkah menggapai tujuan dan
mendukung konseli secara penuh bahwa yang akan dilakukan oleh konseli
itu merupakan hal positif dan akan berguna bagi pengentasan masalahnya.

Pada tahap ini, Konselor mengungkapkan pernyataan-pernyataan yang
dapat membantu konseli untuk terbuka terhadap masalah dan mengatasi
hambatan-hambatan yang menjadi penghalang bagi kemajuan konseli.
Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan kalimat-kalimat dukungan,
seperti: “bagus sekali kamu mau melakukan hal tersebut”, “alangkah
baiknya apabila kamu melakukan hal itu”, “saya setuju dengan kamu, lebih
cepat lebih baik”.

Masih banyak pernyataan-pernyataan dukungan yang dapat diberikan
kepada konseli, kuncinya adalah konselor memberikan penguatan kepada
konseli untuk yakin mewujudkan diri menjadi pribadi yang berfungsi
secara utuh. Konselor pada tahap ini diharapkan dapat menjaga dan tetap
mempertahankan situasi yang aman agar konseli tetap dalam jalur
mewujudkan diri untuk menjadi pribadi yang berfungsi secara utuh.
5. Tahap Akhir dan Evaluasi

Setelah melalui tahap pencapaian pribadi secara utuh, konseli akan
difasilitasi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
selama pelaksanaan tindakan. Kemungkinan atau hambatan yang nantinya
akan dihadapi oleh konseli dibicarakan melalui percakapan yang ringan
dalam tahap ini. Tujuan percakapan tersebut agar konseli tetap memikirkan
prioritas untuk menjalani kehidupan yang berfungsi secara utuh. Sehingga
konseli mengerti akan resiko yang dihadapi serta memikirkan alternatif
untuk menyiasati kemungkinan terjadinya hambatan. Sehingga akan
timbul pikiran dan kesadaran pada konseli untuk mengurangi kebutuhan
akan bantuan dan bahwa hubungan dengan konselor akan berakhir.

Konselor menghentikan hubungan dengan konseli sekalipun mungkin
masih tersisa macam-macam perasaan pada konseli. Sehingga dapat
diterima sebagai keterlibatan emosi yang wajar dan akan dihentikan secara

baik dan sehat. Tahap ini dapat dinyatakan dengan pernyataan yang
membangun dan membuat konseli berpikir, seperti: “nah, sepertinya dari
ucapan kamu barusan, terlihat keyakinan untuk segera melaksanakan hal
tersebut”.

Selanjutnya konselor melakukan evaluasi yang membahas tentang
proses selama kegiatan berlangsung maupun hasil-hasil yang sudah diraih
dalam konseling. Evaluasi proses dalam panduan ini berbentuk rating
scale sedangkan Evaluasi hasil berbentuk pertanyaan dan konseli akan
menuliskan rencana kegiatannya sebagai upaya pemecahan masalah ini.

Tujuan dari tahap ini adalah konseling yang telah dilakukan dapat
dilanjutkan ke pertemuan-pertemuan berikutnya apabila masih dibutuhkan.
Evaluasi yang dilakukan oleh konselor bertujuan untuk membentuk
kesepakatan dan perkembangan konseli selama melaksanakan tindakan
penyelesaian masalah. Aspek yang dinilai dalam evaluasi hasil konseling
yaitu perolehan siswa dalam hal: (1) pemahaman baru, (2) perasaan, (3)
rencana kegiatan yang akan dilakukan pasca layanan. Setelah
meyelesaikan tahap evaluasi, lalu ditentukan tindak lanjut apa yang akan
dilakukan setelah konseling. Dalam hal ini berkaitan dengan sesi
selanjutnya atau apabila dalam menyelesaikan masalah ternyata ditemukan
kendala pada konseli.



BAB II

SOLUTION FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC)
PENDEKATAN KONSELING SINGKAT

A. Pengantar
Munculnya berbagai alasan sehingga menyebabkan konselor

membutuhkan pendekatan yang efisien dan efektif untuk membantu klien
membuat perubahan yang berarti. Selain itu dalam menghadapi problema yang
kompleks di masyarakat dan tuntutan untuk penyelesaian masalah dalam
waktu yang singkat, maka muncul pemikiran untuk mengembangkan teori
konseling singkat yang efektif.

Pendekatan Post-modern berlangsung singkat (Brief), yang umumnya
dilakukan antara empat sampai lima sesi pertemuan. Konseling singkat
berfokus solusi merupakan salah satu pendekatan yang dikembangkan di era
post-modern. Konseling singkat berfokus solusi telah menjadi sistem treatmen
yang penting dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Wardhani (dalam
Priscilla, 2015) SFBC mengajak klien untuk memiliki orientasi pada tujuan
akhirnya yang ingin dicapai (tujuan tidak boleh menggunakan kata “tidak”).

B. Tokoh dan Pengembang Teori
Freud, Adler, dan Jung adalah bagian dari paradigma besar

pergeseran yang mengubah psikologi maupun filsafat, ilmu pengetahuan,
medis, dan bahkan seni. Pada abad ke-21, postmodern tampaknya menjadi
salah satu pergeseran paradigma yang kemungkinan besar mempengaruhi
bidang psikoterapi. Sekitar tahun 1980 dan 1990-an, Steve de Shazer, Insoo
Kim Berg, Bill O’Hanlon, dan Michele Weiner-Davis memberikan kontribusi
penting pada perkembangan konseling singkat berfokus solusi. Steve de
Shazer dan Insoo Kim Berg mengembangkan terapi yang dikenal dengan
solution-focused brief therapy. De Shazer adalah orang pertama yang
menggunakan teknik miracle question. De Shazer, Berg, dan rekan-rekannya
juga menggunakan pohon keputusan (decision tree) untuk menentukan
intervensi apa yang akan digunakan untuk seorang klien.

O’Hanlon dan Weiner-Davis yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
de Shazer dan Berg juga memberikan kontribusi dengan menemukan teori
konseling yang dikenal dengan solution-oriented brief therapy. Pendekatan
tesebut membantu individu untuk berfokus pada tujuan-tujuan yang akan
datang dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapai
tujuan tersebut. O’Hanlon dan Davis tidak berfokus pada bagaimana masalah
terjadi tapi mereka hanya berfokus pada bagaimana masalah tersebut dapat
dipecahkan. O’Hanlon dan Davis juga memandang bahwa perubahan-
perubahan kecil akan menyebabkan perubahan yang lebih besar.

C. Konsep dasar
Manusia adalah makhluk yang sehat, kompeten, dan memiliki kapasitas

untuk membangun, merancang, serta mengkonstruksi solusi-solusi, sehingga
ia tidak terus menerus berkutat dalam masalah-masalah yang sedang ia hadapi.
De Shazer (Corey, 2013) menunjukkan bahwa tidak perlu mengetahui
penyebab masalah untuk menyelesaikannya, dan bahwa tidak ada hubungan
antara masalah dan solusi mereka. Menilai masalah ini tidak diperlukan untuk
perubahan terjadi. Berikut ini merupakan konsep utama SFBC:
1. Orientasi Positif

SFBC adalah pendekatan yang menekankan kompetensi kekuatan dari
pada kelemahan. Dengan menekankan dimensi positif, klien dengan cepat
menjadi terlibat dalam menyelesaikan masalah mereka, itulah yang
menjadikan pendekatan ini merupakan pendekatan yang memberdayakan.
2. Terfokus pada kegiatan/pekerjaan

SFBC menekankan kepada apa yang dilakukan klien, bukan kepada
masalah klien. Berikuti ini adalah 10 inti dari ajaran SFBC diadopsi dari
Walter dan Peller (dalam Corey, 2013) dan Cardus (dalam Priscilia, 2015)
sebagai berikut :

Jika hal tersebut (apa yang dilakukan Jika hal tersebut (apa yang dilakukan Jika hal tersebut (apa yang dilakukan
klien) tidak efektif, maka jangan klien) efektif/berhasil tetaplah untuk klien) tidak efektif maka berhenti
dipaksakan untuk dilakukan menjaga konsistensinya untuk melakukannya lagi. Lakukan
sesuatu yang berbeda
Perubahan yang kecil akan Solusi tidak selalu secara langsung
membuka jalan bagi perubahan yang berkaitan dengan masalah Bahasa untuk pengembangan solusi
lebih besar berbeda dari yang diperlukan untuk
Tidak ada masalah yang terjadi menggambarkan masalah
Masa depan dapat dibuat dan sepanjang waktu, selalu ada
dirundingkan “pengecualian” yang dapat Klien yang memiliki keinginan,
dimanfaatkan memiliki kemampuan, dan
melakukan yang terbaik untuk
Tidak ada solusi yang bersifat membuat terjadinya perubahan.
“benar” pada setiap masalah yang

dialami semua orang

D. Asumsi Pribadi Bermasalah dan Pribadi Sehat
Asumsi pribadi sehat menurut Corey (2013: 401-402) menjelaskan bahwa

pribadi yang mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk membangun,
merancang ataupun mengkonstruksikan solusi-solusi, sehingga individu
tersebut tidak terus menerus berkutat dalam problem-problem yang sedang ia
hadapi. Pribadi yang tidak terpaku pada masalah, lebih berfokus pada solusi,
bertindak dan mewujudkan solusi yang ia inginkan. Sedangkan untuk pribadi
yang bermasalah adalah pribadi yang Individu menjadi bermasalah karena
ketidakefektifannya dalam mencari dan menggunakan solusi yang dibuatnya.
Individu menjadi bermasalah karena ia meyakini bahwa ketidakbahagiaan atau
ketidaksejahteraan ini berpangkal pada dirinya.

E. Tujuan Konseling
Terdapat beberapa tujuan dalam pelaksanaan konseling singkat berfokus

solusi diantaranya:
1. Mengubah keadaan klien, maksudnya mengubah perbuatan dalam keadaan

yang bermasalah, dan menekankan pada kekuatan klien.
2. Membantu klien untuk mengadopsi sebuah sikap baru dan mengukur

perubahan yang terjadi.
3. Mendorong klien untuk terlibat dalam perubahan dan membicarakan solusi

daripada membicarakan masalah.

Walter dan Peller (dalam Corey 2013: 404) menekankan pentingnya
membantu klien dalam menciptakan tujuan yang jelas: (1) dinyatakan positif

dalam bahasa klien, (2) berorientasi proses atau aksi, (3) disusun di sini dan
sekarang, (4) dapat dicapai, konkret, dan spesifik, dan (5) dikendalikan oleh
klien.

F. Peran dan Fungsi Konselor-Konseli
Kualitas hubungan antara konselor dan klien adalah faktor yang

menentukan dalam hasil konseling singkat berfokus solusi, sehingga
membangun hubungan atau keterlibatan merupakan langkah dasar dalam
konseling SFBC. De Shazer (dalam Corey, 2013: 405) menjelaskan bahwa ada
tiga jenis hubungan yang dapat mengembangkan antara konselor dan klien
mereka :
1. Konsumen (datang sendiri) : klien dan konselor bersama-sama

mengidentifikasi masalah dan solusi dalam upaya untuk menyelesaikan
masalah. Klien menyadari bahwa untuk mencapai sasarannya, usaha
pribadi akan diperlukan.
2. Pengadu (datang untuk membicarakan/merubah orang lain) : klien
menjelaskan masalah tapi tidak mampu atau bersedia untuk mengambil
peran dalam membangun solusi, percaya bahwa solusi tergantung pada
tindakan orang lain. Dalam situasi ini, klien umumnya mengharapkan
konselor untuk mengubah orang lain yang menurutnya bermasalah.
3. Pengunjung (datang karena rekomendasi orang lain) : klien datang ke
konselor karena orang lain (pasangan, orang tua, guru, atau pengawas)
berpikir bahwa klien memiliki masalah. Klien mungkin merasa bahwa ia
tidak memiliki masalah dan mungkin tidak dapat mengidentifikasi apa pun
untuk dibicarakan dalam proses konseling.

Merujuk pada pendapat diatas maka perlu memahami peran dan fungsi
masing-masing dalam pelaksanaan konseling singkat berfokus solusi yaitu
peran dan fungsi sebagai klien dan peran dan fungsi sebagai konselor.
1. Peran dan Fungsi Konselor

Tugas konselor adalah untuk menunjukkan klien ke arah perubahan
tanpa mendikte apa yang harus berubah. Konselor berusaha untuk
menciptakan iklim saling menghormati, dialog, dan penegasan di mana
klien mengalami kebebasan untuk membuat dan mengeksplorasi. Peran

konselor sebagai ahli digantikan oleh klien. SFBC beranggapan dalam
proses konseling, konselor mengadopsi posisi tidak tahu (not knowing)
untuk menempatkan klien dalam posisi yang ahli tentang kehidupan
mereka sendiri. Maksudnya adalah Konselor memiliki kemampuan dalam
proses perubahan yang dialami klien, tetapi klien adalah ahli perubahan
dari yang diinginkannya. Salah satu fungsi dari konselor adalah dengan
mengajukan pertanyaan dan berdasarkan jawaban akan menghasilkan
pertanyaan lebih lanjut.

Contoh beberapa pertanyaan yang berguna adalah "Apa yang Anda
harapkan dan ingin dapatkan ketika datang ke sini?", "Jika Anda ke sini
untuk membuat perubahan, maka perubahan seperti apa Anda inginkan,
dan bagaimana perubahan itu akan membuat perbedaan dalam hidup Anda
?" dan "Langkah apa yang bisa Anda ambil sekarang untuk membuat
perubahan itu ?”.
2. Peran dan Fungsi Klien

Klien jauh lebih mungkin untuk berpartisipasi penuh dalam proses
terapi jika mereka menganggap diri mereka yang menentukan arah dan
tujuan percakapan (Walter & Peller, 1996 dalam corey, 2013). Banyak dari
proses konseling yang melibatkan pemikiran klien tentang masa depan
mereka dan apa yang mereka ingin buat berbeda dalam hidup mereka.
Maka dari itu klien perlu bersikap aktif dan terbuka sehingga konselor
dapat dengan efektif mengeksporasi permasalahan klien dan membantu
pemilihan alternatif pemecahan masalah yang telah dirumuskan bersama
antara konselor dengan klien.

G. Prosedur Pelaksanaan Konseling
1. Tahap-Tahap Konseling
Dalam pelaksanaannya konseling pendekatan SFBC memiliki beberapa
tahapan. Adapun tahapannya yang diadopsi dari Seligman dan Corey,
sebagai berikut :
a. Pembinaan hubungan dengan klien
Pembinaan hubungan baik antara konselor dan klien adalah faktor
yang menentukan dalam hasil konseling SFBC. Hal ini merupakan
langkah dasar dalam konseling SFBC. Dalam penerapannya konselor

bisa menggunakan teknik pembicaraan topik netral (problem free talk)
yang bertujuan untuk mengidentifikasi informasi yang ada pada diri
klien agar klien merasa lebih rileks.

Topik yang dibahas berkaitan dengan prestasi biasa, kehidupan
sehari-hari, teman, hobi, liburan dan lain sebagainya. Contohnya “Nilai
ulangan semester kamu bagus ya?”, “Saya lihat kemarin kamu
mengikuti ekstrakulikuler basket, kamu sangat menyukai permainan
basket ?”.
b. Mengeksplorasi keluhan/masalah yang bisa dicari alternatif solusinya
(Identifying a solvable complaint)

Mengekplorasi dan mengidentifikasi keluhan yang dialami klien
merupakan langkah awal yang penting dalam konseling. Tidak hanya
memfasilitasi pengembangan tujuan dan intervensi, tetapi
mempromosikan perubahan. klien dan konselor berkolaborasi untuk
membuat gambaran permasalahan yang dialami klien. Konselor
menggunakan empati, ringkasan, mengartikan, pertanyaan terbuka, dan
keterampilan mendengarkan aktif untuk memahami situasi klien
dengan jelas dan spesifik.

Contohnya Konselor mungkin bertanya, “Bagaimana Anda
mengalami kecemasan?” “Apa yang membantu saya untuk benar-benar
memahami situasi yang anda rasakan?” dan “Bagaimana hal tersebut
dapat Anda tidak nyaman?”.

Dalam tahap mengeksplorasi keluhan/masalah konselor dapat
menggunakan teknik khusus dalam konseling SFBC yaitu Pertanyaan
skala (scaling questions) yang diberikan untuk mengindentifikasi
sejauh mana permasalahan yang dihadapi klien.

Contohnya scaling questions Konselor bertanya, “Dari angka 1
sampai 10, 1 menggambarkan bahwa kamu benar-benar berat dalam
menghadapi masalah ini, sedangkan 10 kamu biasa-biasa saja dalam
menghadapi masalah, sekarang kamu ada diangka berapa ?”.
c. Menetapkan Tujuan (Establishing Goals)

Menetapkan tujuan melanjutkan proses konseling. Konselor
berkolaborasi dengan klien untuk menentukan tujuan yang spesifik,
dapat diamati, diukur, dan konkret. Salah satu cara yang paling

berguna dalam pendekatan konseling singkat berfokus solusi adalah
dengan menggunakan pertanyaan ajaib (miracle question). Pertanyaan
ini memungkinkan orang-orang membayangkan bahwa masalahnya
bisa diselesaikan, harapan, dan memfasilitasi diskusi tentang
bagaimana untuk membuat keajaiban menjadi kenyataan.

Contoh miracle questions “Sekarang coba anda bayangkan setelah
selesai proses konseling ini, malam harinya anda tertidur dan anda
bermimpi bahwa semua masalahmu terselesaikan. Apa yang anda
rasakan ? Dan apa yang akan kamu lakukan untuk mewujudkan
perasaan kamu ?”.
d. Mendesain Intervensi (Designing an Intervention)

Ketika merancang intervensi, konselor mempunyai gambaran
tentang pemahaman klien dan penggunaan kreativitas strategi
konseling untuk mendorong perubahan, tidak peduli seberapa kecil.

Contoh pertanyaan khas yaitu pertanyaan yang meminta klien
untuk mengemukakan pengalaman sukses dalam menangani masalah
(coping questions) selama tahap ini termasuk “Perubahan apa yang
telah terjadi?”, “Apa yang berhasil Anda lakukan di masa lalu ketika
Anda berurusan dengan situasi yang sama?”, “Bagaimana Anda
membuat hal itu terjadi?”, dan “Apa yang akan Anda lakukan untuk
membuat itu terjadi lagi?”. Dan pertanyaan pengecualian untuk
mengingatkan klien bahwa masalah-masalah tidak selamanya ada
exceptions questions yaitu pada percakapan klien “pak/bu ayah saya
sibuk terus sehingga tidak ada waktu untuk saya”, konselor “apakah
ayah kamu selalu sibuk ?”, klien “ngga juga sih pak/bu”, konselor
“sekarang kapan waktu ayah kamu ngga sibuk ?”.
e. Pemberian Tugas Penting Untuk Mendorong Perubahan

Pemberian tugas (Strategic Task then Promote Change) strategis
kemudian mempromosikan perubahan. Biasanya ini ditulis sehingga
klien dapat memahami dan menyetujuinya. Tugas secara hati-hati
direncanakan untuk memaksimalkan kerja sama klien dan sukses.
Orang dipuji atas upaya keberhasilan dan kekuatan mereka di dalam
menyelesaikan tugas. Pada tahap ini sekaligus menekankan dan
mengidentifikasi perilaku dan perubahan yang baru terhadap klien.

Ketika perubahan kecil mulai terjadi, konselor melakukan stabilisasi
terhadap perubahan tersebut.

Contoh pemberian tugas sebagai berikut “sekarang amati kapan
waktu-waktu ayah kamu tidak sibuk” “amati perubahan yang terjadi
ketika kamu menerapkan langkah-langkah yang sudah kamu
rencanakan”.

Segala sesuatu yang didapatkan dalam pengamatan yang dilakukan
klien, dibahas atau diulas lebih lanjut pada pertemuan/sesi konseling
selanjutnya.
f. Evaluasi, Tindak Lanjut dan Terminasi

Pengakhiran konseling terjadi, sering diprakarsai oleh klien yang
kini telah mencapai tujuan mereka. Untuk mengetahui sejauh mana
perasaan atau keyakinan klien terhadap penyelesaian masalahnya
konselor bisa memberikan pertanyaan berskala (scaling question).
Untuk dapat melihat perkembangan maka klien diingatkan pentingnya
pertemuan lanjutan.

2. Teknik Spesifik Konseling
Teknik ini dirancang dan dikembangkan dalam rangka membantu klien

untuk secara sadar membuat solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Adapun penjelasakan teknik konseling singkat berfokus solusi dijelaskan
sebagai berikut :
a. Membicarakan topik netral (Problem Free Talk), Teknik pembicaraan

topik netral (problem free talk) bertujuan untuk mengidentifikasi
informasi yang ada pada diri klien agar klien merasa lebih rileks.
Contoh topik yang dibahas berkaitan dengan prestasi biasa, kehidupan
sehari-hari, teman, liburan dan lain sebagainya.
b. Pertanyaan tentang pengalaman sukses dalam menangani masalah
yang dihadapi sebelumnya (Coping Questions), Merupakan pertanyaan
yang membantu klien fokus pada apa yang mereka lakukan sejauh ini
untuk bertahan hidup dalam situasi sulit. Teknik ini membantu klien
menghilangkan pikiran mereka dari kegagalan dan menempatkan
perhatian pada apa yang telah mereka lakukan dalam mengatasi

permasalahannya. Contoh pertanyaan “Hal-hal berguna apa sajakah
yang telah kamu lakukan untuk mengatasi permasalahan itu ?”.
Kaitannya dalam penyelesaian masalah.
c. Perubahan Sebelum Konseling (Pretherapy Change), Selama sesi
terapi awal, umum bagi SFBC untuk bertanya, "apa yang telah Anda
lakukan sebelum konseling ini yang membuat perbedaan terkait
masalah yang anda alami?", dengan menanyakan tentang perubahan
tersebut, konselor dapat mendatangkan, membangkitkan, dan
memperkuat apa yang telah dilakukan klien dengan cara membuat
perubahan positif. Pertanyaan ini untuk mendorong klien dapat
mengolah sumber daya atau kempuannya dalam mengatasi
permasalahan yang dialami.
d. Pertanyaan Pengecualian (Exception Question), Konseling singkat
berfokus solusi menanyakan pertanyaan-pertanyaan pengecualian
(exception) untuk mengarahkan klien pada waktu ketika masalah
tersebut tidak ada atau ketika masalah tidak begitu intens. Eksplorasi
ini mengingatkan klien bahwa masalah-masalah tidak semua kuat dan
tidak selamanya ada, tetapi juga memberikan kesempatan untuk
membangkitkan sumber daya, menggunakan kekuatan-kekuatan dan
menempatkan solusi-solusi yang mungkin dilakukan.
e. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question), Pertanyaan Keajaiban
(Miracle question) merupakan teknik utama dalam pendekatan
konseling singkat berfokus solusi. Konselor meminta klien untuk
mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban akan membuka berbagai
kemungkinan masa depan. klien didorong untuk membiarkan dirinya
bermimpi sebagai cara untuk mengidentifikasi jenis perubahan yang
paling mereka inginkan. Contoh dari pertanyaan keajaiban (Miracle
question) misalnya bahwa satu malam ada keajaiban dan saat Anda
sedang tidur masalah yang Anda alami sudah terselesaikan. Bagaimana
Anda tahu? apa yang akan menjadi berbeda? apa yang akan Anda
perhatikan berbeda pagi berikutnya yang akan memberitahu Anda
bahwa telah ada sebuah keajaiban? apa yang akan pasangan Anda
dapatkan?".

f. Pertanyaan Berskala (Scalling Question), Konseling singkat berfokus
solusi juga menggunakan scalling question ketika perubahan dalam
pengalaman manusia tidak mudah diamati, seperti perasaan, suasana
hati (mood), atau komunikasi. Pertanyaan Berskala (Scalling question)
memungkinkan klien untuk lebih memperhatikan apa yang mereka
telah lakukan dan bagaimana meraka dapat mengambil langkah yang
akan mengarahkan pada perubahan-perubahan yang mereka inginkan.

g. Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula First Session Task/FFST),
FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh konselor kepada
klien untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua.
Konselor dapat berkata : “Antara sekarang dan pertemuan kita
selanjutnya, saya ingin Anda dapat mengamati sehingga Anda dapat
menjelaskan kepada saya pada pertemuan yang akan datang, tentang
apa yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda
yang diharapkan terus terjadi” (de Shazeer, 1985 dalam Corey 2013).
Pada sesi kedua, klien dapat ditanya tentang apa yang telah mereka
amati dan apa yang mereka inginkan dapat terjadi di masa mendatang.
Contoh instrument dari Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula First
Session Task/FFST).

h. Umpan Balik (Feedback), Para praktisi konseling singkat berfokus
solusi pada umumnya mengambil istirahat 5 sampai 10 menit
menjelang akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan
untuk klien. Selama waktu ini konselor memformulasikan umpan balik
yang akan diberikan pada klien setelah istirahat. De Jong dan Berg
(dalam Corey, 2013) menggambarkan tiga bagian dasar yaitu : Pujian
a) adalah afirmasi asli dari apa yang sudah dilakukan klien dan
mengarah pada solusi yang efektif. Memuji tidak dilakukan dengan
cara rutin atau mekanis, tetapi dengan cara yang menggembirakan
yang menciptakan harapan dan menyampaikan harapan kepada klien
bahwa mereka dapat mencapai tujuan mereka dengan menggambar
pada kekuatan. b) Jembatan menghubungkan pujian awal dengan
pemberian tugas. c) Pemberian tugas kepada klien, yang dapat
dianggap sebagai pekerjaan rumah. Tugas observasional meminta klien
untuk memperhatikan beberapa aspek kehidupan mereka. Proses

pemantauan diri membantu klien memperhatikan perbedaan ketika ada
yang lebih baik, terutama apa yang berbeda tentang cara mereka
berpikir, merasa, atau berperilaku.
i. Membangun hubungan yang kolaboratif, Konselor mendengarkan
dengan cermat apa yang klien ingin ubah. Bertanya tentang apa yang
telah berubah pada sesi pertama untuk menghargai kekuatan klien
untuk mengubah dirinya sendiri dan fokus pada perubahan. (O'Connell
dalam Sharf, 2012: 459).
j. Pesan tertulis yang dirancang untuk memuji konseli (Compliments),
Pesan tertulis yang dirancang untuk memuji klien atas kelebihan,
kemajuan, dan karakteristik positif bagi pencapaian tujuannya. Ini
adalah metode yang positif dan membantu klien merasa lebih terpacu.
Contohnya; konselor mengirim pesan (surat, email, Media Sosial)
untuk memberikan pujian dan penguatan terhadap keberhasilan yang
dilakukan oleh klien.

3. Contoh Pengaplikasian
Untuk memperjelas pengaplikasian teknik dan pelaksanaan pendekatan

Konseling individu pendekatan SFBC kami membuat Verbatim hal ini dapat
digunakan sebagai contoh ataupun garis besar pelaksanaan konseling individu.

4. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk menilai performa konselor dalam

penerapan konseling individu dengan pendekatan SFBC. Hal ini bertujuan
memperbaiki keteramplan konselor dalam pelaksanaan konseling individu
dengan pendekatan SFBC. Observasi dilakukan oleh supervisior pada saat
proses konseling berlangsung.
5. Lembar Evaluasi

Dalam pelaksanaan konseling individual melalui pendekatan Solution
Focused Brief Counseling (SFBC), perlu adanya evaluasi. Evaluasi dilakukan
ketika proses dan akhir (hasil) konseling. Tujuannya adalah untuk mengetahui
ketercapaian dan keberhasilan dalam proses konseling sebagai masukan dan
perbaikan selanjutnya.
a. Evaluasi Proses

Evaluasi proses dilakukan untuk menilai kemampuan (performance)
konselor dalam mengaplikasikan konseling individu melalui pendekatan
Solution Focused Brief Therapy (SFBC), baik dalam tahap awal, inti dan
akhir. Selain itu, evaluasi proses juga digunakan untuk melihat bagaimana
peran klien dalam mengikuti proses layanan konseling dan menyelesaikan
permasalahan yang yang dimiliki.
b. Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil ini bersifat segera, yang dilakukan untuk mengevaluasi
klien, sejauh mana keberhasilan pelaksanaan layanan konseling individu.
Adapun yang dievaluasi adalah Understanding (Pemahaman), Comfort
(Sikap), dan Actions (Tindakan) kaintannya dalam pelaksanaan konseling
yang telah dijalani yaitu : a) Understanding, Merupakan penilaian
mengenai pemahaman baru tentang sesuatu yang didapat oleh klien setelah
mengikuti kegiatan layanan. Dalam pemberian layanan konseling individu
hal yang dilihat tentu saja adalah bagaimana klien bisa memahami
permasalahan yang dimiliki, memahami alternatif solusi untuk mengatasi
permasalahannya. b) Comfort, Merupakan penilaian yang berkaitan
dengan aspek sikap dan nilai. Aspek kognitif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Dalam pelaksanaan
layanaan konseling individu aspek sikap yang dilihat yaitu : bagaimana
perasaan klien setelah proses layanan apkah merasa nyaman, tenang, lega,
bahagia, dst. c) Action, Penilaian pada aspek action atau perbuatan
mencakup rencana tindakan yang akan dilaksanakan sebagai upaya untuk
menyelesikan permasalahannya. Jadi pada intinya action berisikan rencana
tindakan-tindakan yang diambil peserta didik (Klien) untuk mengatasi
masalahnya.

BAB III
PENDEKATAN BEHAVIOR

A. Latar Belakang
Konseling individu merupakan salah satu layanan bimbingan dan

konseling yang dilakukan dalam rangka untuk memberikan bantuan kepada
klien. Layanan konseling individu perlu mendapat perhatian lebih, karena
layanan konseling individu merupakan salah satu layanan bimbingan dan
konseling yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus. Dalam
praktik pemberian layanan konseling individu ada banyak pendekatan yang
dapat digunakan oleh konselor dalam membantu mengatasi perilaku
bermasalah pada klien, salah satunya dengan menggunakan pendekatan
behavior.

Pendekatan behavior merupakan terapi tingkah laku yang merupakan
penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori
tentang belajar. Pendekatan ini telah memberikan penerapan yang sistematis
tentang prinsip-prinsip belajar dan pengubahan tingkah laku kearah yang lebih
adaptif. Dalam pendekatan behavior ada banyak teknik perubahan tingkah
laku yang dapat digunakan untuk membantu klien memperbaiki perilaku
maladatifnya.

Maka untuk membantu konselor dalam memberikan layanan yang baik
sesuai dengan teori yang dikembangkan disusunlah sistematika panduan
praktik konseling individu dengan pendekatan behavior ini. Dengan disusunya
sistematika panduan praktik konseling individu dengan pendekatan behavior
ini diharapkan dapat memudahkan konselor-konselor dilapangan untuk
mempelajari dengan benar bagaimana pelaksanaan praktik konseling individu
menggunakan pendekatan behavior. Selain itu sistematika panduan praktik
konseling individu dengan pendekatan behavior ini juga dapat dimanfaatkan
untuk pembelajaran bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan
bimbingan dan konseling sebagai acuan untuk pembelajaran praktik konseling
individu dengan pendekatan behavior.

B. Definisi
Pendekatan konseling behavioral merupakan terapi tingkah laku yang

merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Pendekatan ini telah memberikan penerapan
yang sistematis tentang prinsip-prinsip belajar dan pengubahan tingkah laku
kearah cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi
tingkah laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap
konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan tingkah laku.

Menurut Corey (2005:199) terapi tingkah laku berbeda dengan sebagian
besar pendekatan terapi lainnya, yang ditandai oleh : Pemusatan perhatian
kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, Kecermatan dan penguraian
tujuan-tujuan treatmen, Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang
sesuai dengan masalah, Penaksiran objektifitas hasil-hasil terapi.

Menurutt Krumboltz & Thoresn (Surya, 1988:187) Konseling behavioral
adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Sejak perkembangannya
tahun 1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang
menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini
konseling behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah
teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek
fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman (1963) dan
Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani
masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.

Konseling behavioral berorientasi pada pandangan ilmiah tentang tingkah
laku manusia. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh
lingkungan sosial budayanya. Skinner (dalam Gerald Corey, 2003:198),
mengemukakan perilaku manusia didasarkan atas konsekuensi yang diterima.
Apakah positif/diterima, maka individu akan meneruskan atau mengulangi
tingkah lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif
(hukuman)/ditolak maka individu akan menghindari atau menghentikan
tingkah lakunya. Menurut Latipun (2002:84), dalam pandangan behavioral,
kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku di bentuk
berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi.

Pengertian konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena
keduanya merupakan sebuah keterkaitan. Muhamad Surya (1988:25)
mengungkapkan bahwa konseling merupakan bagian inti dari kegiatan
bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu
secara Pribadi.

Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada
pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran
psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang
tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian
bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian
sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang
dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan
mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya
(Yusuf&Juntika,2005:9), dan tokoh-tokoh dari pendekatan behavior adalah,
Ivan Petrovich Pavlov, Edward Lee Thomdike, Burrhus Frederic Skinner, dan
Albert Bandura.

Berdasarkan kajian dalam pendekatan behavioristik, pada dasarnya
manusia itu memiliki kecenderungan untuk berperilaku positif atau negatif
karena merujuk kepada konsep behavioristik bahwa kepribadian manusia
dibentuk oleh lingkungan dimana ia berada. Perilaku dihasilkan dari
pengalaman yang diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
Perilaku yang baik adalah hasil dari lingkungan yang baik, begitu juga
sebaliknya. Dan tahapan konseling behavior terdri dari 4 tahap yaitu,
Assesmen, Goal Setting, Technique Implementation, dan Evaluation-
Termination. Dengan berbagai teknik antara lain Disensitisasi Sistematis,
Latihan Asertif, Pengkondisian Aversi, Pembentukan Perilaku Model, dll.

C. Prosedur Pelaksanaan
Proses layanan konseling individual berlangsung sejak konselor bertemu

konseli sampai diakhirnya layanan. Proses layanan digunakan berbagai
pendekatan dan teknik untuk membangun hubungan yang intensif antara
konselor dan konseli. Hubungan itu meliputi :

1. Penerimaan terhadap konseli (Rapport and Structuring)
Konselor menerima konseli secara terbuka, apa adanya, ramah dan

lembut, sehingga konseli merasa diterima dalam suasana senyaman
mungkin. Penampilan mimik, bahasa verbal (Konselor memberi atau
mejawab salam, menyebut nama konseli, mempersilahkan duduk, dll) dan
non-verbal (Konselor segera membuka pintu ruang konseling, jabat
tangan, senyum dengan ceria, mendampingi/mengiringi konseli saat
menuju tempat duduk, menempatkan konseli pada tempat duduk yang
lebih baik, duduk sesudah konselinya duduk, dll) yang mengajak dan
bersahabat yang menciptakan suasana kondusif tanpa praduga dan tanpa
penilaian, akan membuat konseli merasa aman dan nyaman, merasa
diterima serta merasa kondisi dan kepentingan dirinya terakomodasi.
2. Posisi Duduk

Pembicaraan atau interaksi antara konselor dan konseli bersifat formal
sehingga posisi duduk perlu diatur secara formal. Duduk dengan badan
menghadap kepada konseli.
3. Penstrukturan

Penstrukturan diperlukan untuk membawa konseli memasuki arena
layanan konseling individual untuk pengembangan dirinya. Penstrukturan
dibangun menggunakan rumus 5W+1H (apa, mengapa, siapa, kapan,
dimana, bagaimana).
4. Volume Bicara

Dalam dialog verbal konselor tidak boleh mendominasi pembicaraan
sehingga konseli menjadi hanya sekedar pendengar. Konseli harus
didorong untuk mampu memahami, merasakan, memikirkan, mengukur
wawasan dn sikap, mensinergikan berbagai hal dalam dirinya apa-apa
yang menjadi konten pembicaraan. Konseli benar-benar aktif dan konselor
merangsang, mendorong dan membangun kondisi bebas dan kondusif bagi
aktivitas konseli.

Teknik yang digunakan dalam awal penerimaan ini menggunakan
teknik Opening, yaitu keterampilan/teknik untuk membuka/memulai
komunikasi/hubungan konseling: menyambut kehadiran konseli,
membicarakan topik netral (bersifat umum dan tidak menyinggung
perasaan konseli umpama kejadian-kejadian hangat di lingkungan konseli,

hobi konseli, bahan-bahan atau gambar-gambar yang ada di ruang
konseling, potensi lingkungan asal konseli, dll), dan memindahkan
pembicaraan topik netral ke dalam permulaan konseling dengan
menggunakan kalimat “jembatan”, misalnya: “Setelah kita membicarakan
(isi topik netral), barangkali ada sesuatu hal yang perlu kita bicarakan
bersama dalam pertemuan ini”.
5. Kegiatan Inti
a. Assessment (Asesmen)

Hal-hal yang digali dalam asesmen meliputi analisis tingkah laku
bermasalah yang dialami konseli saat ini; analisis situasi yang di
dalamnya masalah konseli terjadi; analisis motivasional; analisis self-
control; analisis hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-sosial
budaya. Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan
oleh konseli pada saat ini. Asesmen yang dilakukan adalah aktivitas
nyata, perasaan dan pikiran konseli.

Dalam kegiatan asesmen ini konselor melakukan analisis ABC :
A = Antecedent (Pencetus Perilaku). Dalam hal ini Doni dikatakan
sebagai pencetus perilaku yaitu dalam hal kecanduan bermain game
online.
B = Behavior (Perilaku yang dipermasalahkan)
Tipe tingkah laku = terlambat dan membolos sekolah
Frekuensi tingkah laku = berlangsung cukup lama (6 kali)
Dasar tingkah laku = begadang
Intensitas ingkah laku = berlangsung sekarang dan bersamaan
C = Consequense (konsekuensi atau akibat perilaku tersebut).
Melakukan tindakan maladaptive, berupa malas dan sering membolos
sekolah.
b. Goal Setting (Menetapkan Tujuan)

Tujuan memiliki tempat sentral dalam terapi Behavior, karena
tujuan inilah yang akan menghasilkan kontrak yang memandu jalannya
terapi. Tujuan yang ditetapkan akan digunakan sebagai tolak ukur
untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan
jika telah mencapai tujuan.

Konselor dan konseli menetapkan tujuan pada awal terapi. Tujuan
terapi harus jelas, konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan
konselor. Konselor dan klien mendiskusikan perilaku yang terkait
dengan tujuan, keadaan yang diperlukan untuk perubahan, sifat tujuan,
dan rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini.
c. Technique Implementation (Implementasi Teknik)

Lesmana (dalam Lubis, 2011) membagi teknik terapi behavioristik
dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum dan teknik-
teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai berikut :
1) Teknik-teknik tingkah laku umum

1.1 Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan
pada klien ketika tingkah laku yang baru selesai dipelajari
dimunculkan oleh klien. Penguatan harus dilakukan terus-
menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri
klien. Setelah terbentuk, frekuensi penguatan dapat dikurangi
atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak setiap kali
perilaku baru dilakukan)

1.2 Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan
mempelajari tingkah laku baru secara bertahap.

1.3 Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan
agar tingkah laku maladaptif tidak berulang. Ini didasarkan
pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan
sesuatu apabila tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya,
seorang anak yang selalu menangis untuk mendapatkan yang
diinginkannya.

1.4 Reinforcement positif. Adalah teknik yang digunakan melalui
pemberian ganjaran segera setelah tingkah laku yang
diharapkan muncul. Contoh: senyuman, persetujuan, pujian,
bintang emas, medali, uang, dan hadiah lainnya.

1.5 Modelling. Dalam teknik ini, klien dapat mengamati seseorang
yang dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian
diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model.

1.6 Token Economy. Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan
dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada

tingkah laku klien. Metode ini menekankan penguatan yang
dapat dilihat dan disentuh oleh klien (misalnya kepingan
logam) yang dapat ditukar oleh klien dengan objek atau hak
istimewa yang diinginkannya.
2) Teknik-teknik spesifik
1.1 Desentisasi Sistematik. Teknik ini adalah teknik yang paling
sering digunakan. Teknik ini diarahkan kepada klien untuk
menampilkan respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desentisasi sistematik melibatkan teknik relaksasi di mana
klien diminta untuk menggambarkan situasi yang paling
menimbulkan kecemasan sampai titik di mana klien tidak
merasa cemas.
1.2 Pelatihan Asertivitas.Teknik ini mengajarkan klien untuk
membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur
yang digunakan adalah permainan peran (role playing). Teknik
ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan atau menegaskan diri di hadapan orang lain.
1.3 Implosion dan Flooding. Teknik implosion mengarahkan klien
untuk membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara
berulang-ulang, karena dilakukan terus-menerus sementara
konsekuensi yang menakutkan tidak terjadi, maka diharapkan
kecemasan klien akan tereduksi atau terhapus.

Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan
konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk
membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan
teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami
oleh konseli.

Untuk mengembangkan proses konseling individu yang efektif,
konselor harus mengembangkan berbagai teknik konseling.
Teknik-teknik tersebut meliputi:

Kontak mata, kontak psikologis, ajakan untuk berbicara, tiga M
(mendengar dengan ceramat, mamahami secara tepat, merespon
secara tepat dan positif), keruntutan, pertanyaan terbuka,
dorongan minimal, refleksi (isi dan perasaan) contoh Formula
respons terhadap perasaan adalah :
“Anda merasa ”
Contoh :
Konseli : “Sejak ibu dan bapakku meninggal, saya seperti
sebatang kara ”
Konselor : “Anda merasa kehilangan”
Penyimpulan Formulanya :
“Anda merasa …………karena Anda tidak dapat …………
padahal Anda ingin untuk ............. ,

Penafsiran, konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang
lain, , perumusan tujuan“ Apa yang anda inginkan?”,
desentisisasi (mengurangi rasa sensitif) dan sensitisasi
(menguatkan rasa sensitif), kursi kosong, permainan peran,
kontrak, penilaian, pelaporan, dsb.
d. Evaluation-Termination (Evaluasi-Pengakhiran)
Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal
konseling telah tercapai. Meskipun demikian, konseli tetap memiliki tugas,
yaitu terus melaksanakan perilaku baru yang diperolehnya selama proses
konseling, di dalam kehidupannya sehari-hari.

D. Peran dan Fungsi Konselor
Konselor dalam terapi behavioristik memegang peranan aktif dan directif

dalam pelaksanaan proses konseling. Dalam hal ini konselor harus mencari
pemecahan masalah klien. Fungsi utama konselor adalah betindak sebagai
guru, pengarah, penasihat, konsultan, pemberi dukungan, fasilitator, dan
mendiagnosis tingkah laku maladaptif klien dan mengubahnya menjadi
adaftif.

Fungsi lain konselor adalah sebagai model bagi kliennya. Bandura (Corey,
2009) mengatakan bahwa proses fundamental yang paling memungkinkan

klien dapat mempelajari tingkah laku baru adalah melalui proses imitasi atau
percontohan sosial. Konselor dijadikan model pribadi yang ingin ditiru oleh
klien karena klien, cenderung memandang pribadi konselor sebagai orang
yang patut untuk diteladani. Klien sering kali meniru sikap, nilai, dan tingkah
laku konselor. Untuk itulah, seorang konselor diharapkan menyadari
perananya yang begitu penting dalam konseling sehingga tidak memunculkan
prilaku yang tidak semestinya untuk ditiru.

Kresner dalam mongga, (2009) mengatakan bahwa konselor berperan
sebagai “mesin perkuat” bagi klienya. Konselor dalam praktiknya selalu
memberikan penguatan positif atau negatif untuk membentuk tingkah laku
baru klien. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa peran terapis dalam terapi
behavioristik adalah memanipulasi dan mengendalikan konseling melalui
pengetahuan dan keterampilannya dalam menggunakan teknik-teknik terapi.
Konselor memiliki kekuatan untuk memberikan pengaruh dan mengendalikan
tingkah laku klien.

Senada dengan yang diungkapkan oleh kresner tersebut good stein, juga
mengungkapkan bahwa peran konselor adalah pemberi perkuatan. Konselor
akan selalu menunjang perkembangan tingkah laku klien agar dapat diterima
secara sosial. Minat, perhatian, menerima, dan memahami klien adalah bentuk
penguatan yang paling berarti bagi klien.

E. Contoh Aplikasi (Verbaltim & Vidio)
Dalam panduan pelaksanaan konseling behavior therapy kami sertakan

contoh verbatim untuk melengkapi pembuatan panduan pelaksanaan
konseling. Dan berikut contoh format verbatim dengan tahapan awal
pelaksanaan konseling individu, dan untuk lebih lengkapnya contoh
verbatimnya bisa dilihat dalam lampiran yang tersedia.

Verbatim Konseling Behavior

Ko/Ki Dialog Tahapan Keterampilan Dasar
konseling
Konseli Assalamualaikum bu Assesment
Attending
Konselor Waalaikum salam.. Mari

Konseli silahkan masuk Silahkan
Konselor
Konseli duduk..
Konselor
Konseli Makasih bu
Konselor
Konseli Bagaimana kabar kamu hari Rapport
Acceptance
ini?

Alhamdulillah baik bu..

Syukurlah, Tadi habis

pelajaran apa sebelum kesini?

Fisika bu

Bagaimana dengan pelajaran

tadi?

Menyenangkan bu..

F. Evaluasi
Dalam pelaksanaan konseling individu teknik behavior, diperlukan adanya

evaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses
merupakan evaluasi program layanan yg dilaksanakan pada waktu kegiatan
layanan tersebut berlangsung. Hal-hal yang dievaluasi terkait dengan kegiatan
layanan, strategi layanan,dan hambatan yg dialami selama kegiatan. Evaluasi
proses dalam hal ini berkaitan dengan Assesmen, Goal Setting, Technique
Implementation, dan Evaluation-Termination yang bertujuan untuk
mewujudkan hal yang telah ditetapkan dalam program layanan konseling
individu. Teknik behavior yang pertama berkaitan dengan Assesmen dapat
dievaluasi melalui proses pelaksanaan layanan seperti melakukan analisis
tingkah laku bermasalah, analisis hubungan sosial, dan analisis fisik-sosial
budaya, kedua Goal Setting menentukan tujuan konseling sesuai dengan
kesepakatan bersama berdasarkan informasi yang telah disusun dan dianalisis,
ketiga terdapat adanya Technique Implementation berupa penentuan strategi

belajar untuk membantu konseli mencapai tingkah laku yang diinginkan dan
yang terakhir adalah Evaluation-Termination evaluasi ini dapat dilakukan
dengan cara membantu konseli mentranfer apa yang dipelajari dalam
konseling ke tingkah laku konseli dan juga memberi jalan untuk memantau
secara continue tingkah laku konseli.Evaluasi hasil, aspek yang perlu
diungkapkan dalam penilaian segera adalah menilai diri klien berkenaan
dengan ranah understanding, comfort, dan action (UCA). Understanding atau
pemahaman yang di peroleh peserta didik setelah layanan konseling mengenai
langkah penanganan masalah. Comfort mencakup tentang kenyamanan atau
terbebani terhadap konseling perorangan. Sedangkan action atau perencanaan
tindakan dilakukan dengan cara menanyakan kepada peserta didik tentang
rencana kegiatan apa yang akan dilaksanakan setelah konseling dalam rangka
mewujudkan upaya pengetasan masalah yang dialami peserta didik.

Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui efektifitas atau efisiensi proses
untuk meningkatkan kualitas proses layanan konseling perorangan itu sendiri.
Penilaian hasil, yang akan dinilai adalah hasil-hasil yang telah dicapai dari
pelaksanaan layanan konseling perorangan itu secara keseluruhan. Melalui
bimbingan dan konseling penanganan masalah peserta didik, setelah konseling
diharapkan dapat merubah sikap kebiasaan dan motivasi peserta didik dalam
belajar ataupun dalam penyelesaian masalah, serta peserta didik memiliki dan
menanamkan konsep diri yang baik pada dirinya sendiri dan untuk format
evaluasi laiseg, laijapen dan laijapan dapat dilihat pada lampiran yang tersedia
sebagai bentuk evaluasi hasil layanan konseling behavior

BAB IV
PROSEDUR PELAKSANAAN
REALITY THERAPY (TERAPI REALITA)

A. Pengantar
Reality therapy (terapi realitas) adalah sebuah pendekatan yang awalnya

dikembangkan pada 1950-an dan 1960-an oleh William Glasser, seorang
psikiater berbasis California. Pada awal 1980-an, Glasser menambahkan
control theory (teori kontrol) sebagai dasar teoretik bagi praktik realitas. Pada
1996, Glasser mengubah nama teori yang mendasari terapi realitas dari terapi
kontrol ke choice theory (teori pilihan), yang konsep paling mendasarnya
adalah “we can control only our own behavior” (kita hanya dapat mengontrol
perilaku kita sendiri) (Glasser & Glasser dalam Nelson, 2011). Glasser sangat
menekankan perbedaan antara teori pilihan, yang memberikan kebebasan
kepada orang untuk mempertahankan hubungan yang sehat dan menjalankan
hidup yang produktif, dan relationship-destroying external-control psychology
(psikologi kontrol-eksternal perusak-hubungan), yang didasarkan pada tradisi
kuno “I know what is right for you” (aku tahu apa yang tepat untukmu).
Permasalahan yang dialami konseli yang terjadi dalam realitas adalah konseli
tidak mampu hidup bersosial dengan orang lain yang mengakibatkan konseli
meras sangat putus asa. Oleh sebab itulah, peran yang sangat membantu
apabila sorang Guru BK atau Konselor mampu memahami teori realitas dan
mampu menolong konseli sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki seorang
Guru BK atau Konselor.

B. Konsep Dasar
1. Definisi Reality Therapy (Terapi Realitas)
Reality therapy (terapi realitas) adalah suatu sistem yang difokuskan
kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model
serta mengkonfrontasikan konseli dengan cara-cara yang bisa membantu
menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa
merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah

penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan
mental.

Terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser (dalam Corey,
2014) memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung
jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3R): realita (reality), melakukan
hal yang baik (do right), dan tanggung jawab (responsiblility).

Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak
mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah
mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang
terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi
perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan
rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri
merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus
dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan
dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan
perilaku dimana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya
dan mengenakan perilaku yang baru.

2. Hakikat Manusia
Teori pilihan yang mendasari konseling realita memiliki lima elemen

pokok, yaitu active language, basic needs, pictures in the head, total
behaviour, and people as control system (Yusuf, 2016: 174).
b. Active Language (Bahasa Aktif)

Tingkah laku memiliki tiga komponen, yaitu berpikir (thinking),
merasa (feeling), dan melakukan (doing), yang manusia pilih untuk
bagaimana melakukannya. Active language (bahasa aktif)
menggambarkan tingkah laku yang dipilih seseorang sebagai upaya
untuk mengontrol lingkungannya agar dapat memuaskan
kebutuhannya.
c. Basic Needs (Kebutuhan Dasar)

Kebutuhan dasar yang mendorong kita adalah genetik. Semua
tingkah laku kita ditujukan untuk mengontrol lingkungan untuk
memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan tersebut bersifat tidak
pernah berakhir, sebab ketika suatu kebutuhan telah dipenuhinya, maka

kebutuhan lain akan muncul. Hidup adalah upaya yang tidak pernah
berhenti untuk memenuhi kebutuhan yang beragam, dan untuk
mendamaikan konflik yang berkesinambungan di antara kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Ada lima kebutuhan manusia yaitu survival, love
and belonging, power or achievement, freedom dan fun.
(a) Survival (Kelangsungan hidup)

Manusia sebagai makhluk biologis memiliki kebutuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya (survival), seperti
kebutuhan makan dan minum. Contoh perilaku bertanggung jawab
dalam memenuhi survival ini, seorang anak yang lupa membawa
uang untuk makan siang, kemudian dia meminjam uang ke
temannya, keesokan harinya dia membayar hutang tersebut.
Sementara anak yang yang tidak bertanggung jawab, dalam
memenuhi kebutuhan untuk makan siangnya, dia mencuri uang
temannya.
(b) Love and belonging (Cinta dan rasa memiliki)

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk
mencintai (juga dicintai) dan memiliki kesenangan untuk
berkumpul, berteman atau berhubungan sosial dengan orang lain
secara baik.
(c) Power or achievement (Kekuasaan atau prestasi)

Setiap orang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kompeten
dan penghargaan dari orang lain. Contoh pemenuhan kebutuhan
ini secara bertanggung jawab, seperti seorang siswa ingin
memperoleh nilai bagus melalui belajar keras. Sementara yang
yang tidak bertanggung jawab memperoleh nilai bagus dengan
mencontek.
(d) Freedom (Kebebasan)

Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan
kebebasan atau kemerdekaan dan tidak tergantung pada orang
lain. Seperti kemampuan untuk membuat pilihan, mengeksplorasi
lingkungan, memilih teman dan mencapai prestasi kerja (karir).
(e) Fun (Kesenangan)

Kebutuhan ini diartikan sebagai pencarian kesenangan.
Melalui kebutuhan ini, seseorang tidak hanya belajar tentang
dirinya dan orang lain, tetapi juga dapat membangun hubungan
yang lebih memuaskan dengan orang lain. Seorang anak banyak
menghabiskan waktunya untuk memenuhi kebutuhan fun ini
dengan bermain.

d. Pictures in the Head (Mental Picture Albums)
Album pribadi adalah bagian kecil dan selektif dari seluruh ingatan.

Album pribadi adalah dunia khusus yang sekarang disebut dunia kualitas
(quality world) oleh Glasser. Dunia kualitas lebih dari dunia ideal “what i
would like to be” (“apa yang saya inginkan”) karena ia berisi gambar-
gambar yang sangat spesifik tentang apa yang akan memenuhi kebutuhan
saya akan cinta, harga diri, kesuksesan, kebebasan dan kesenangan saat ini.
Gambar-gambar dalam dunia kualitas (quality world) terdiri atas tiga
kategori yaitu orang yang paling kita inginkan untuk bersama, hal yang
paling ingin kita miliki atau alami dan ide-ide atau sistem keyakinan yang
mengatur sebagian besar perilaku kita. Glasser melihat “ketika kita merasa
senang, kita memilih untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga
seseorang, sesuatu atau suatu keyakinan tertentu dalam dunia nyata
mendekati setara dengan seseorang, sesuatu atau suatu keyakinan dalam
dunia kualitas kita” (1999: 45).

Gambar-gambar (pictures) dalam dunia kualitas (quality world) orang
sangat penting untuk memahami teori pilihan tentang motivasi. Perilaku
selalu dimulai dengan gambar-gambar dalam dunia kualitas orang, apa
yang mereka inginkan dan apa yang terjadi dalam dunia nyata serta apa
yang mereka miliki. Jika ada perbedaan, orang bertindak untuk
mengurangi perbedaan tersebut. Fakta biologislah yang harus dipilih orang
untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi perbedaan itu. Akan tetapi,
apa yang mereka lakukan adalah pilihan mereka.

e. Total Behavior (Tingkah Laku Total)
Total behavior merupakan istilah Glasser untuk memperluas konsep

tingkah laku. Total behavior ini memiliki empat komponen yaitu : acting,

seperti berenang dan berjalan ; thinking, yang sengaja dan tidak sengaja
(seperti mimpi) ; feeling, seperti perasaan bahagia dan sedih; fisiologis,
yaitu mekanisme aspek fisik/ tubuh yang menyertai perasaan, pikiran dan
perbuatan.

f. People as Control System (Manusia sebagai Sistem Kontrol)
Sebagai sistem kontrol, orang berbuat di dalam lingkungannya dan

dirinya sendiri, sebagai upaya untuk mengamankan picture yang mereka
inginkan. Ada dua cara untuk mengontrol lingkungan, yaitu : (1) dimensi
input; orang harus mempersepsi apa yang tersedia di dalam lingkungannya
untuk mengamankan picture yang akan memuaskan kebutuhannya; (2)
dimensi output; mereka perlu mengontrol apa yang mereka lihat sebagai
pemenuhan kebutuhannya, sebagai contoh orang yang lapar pertama kali
dia harus mempersepsi bagaimana dia dapat memuaskannya dengan
makanan. Kemudian mereka memuaskan rasa laparnya itu dengan
mengontrol lingkungannya untuk mencari atau menemukan makanan.
Apabila jenis makanan yang sesuai selera tidak tersedia, maka dia mencari
makanan penggantinya.

3. Perkembangan Perilaku
a. Struktur Kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut
Glasser (dalam Corey, 2014) orang tersebut mencapai identitas sukses.
Ini terkait dengan konsep perkembangan kepribadian yang sehat, yang
ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi kebutuhan
psikologisnya secara tepat. Dalam proses pembentukan identitas,
individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang
lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberikan perhatian
kepadanya dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan
psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak
mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan
psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana bertingkah laku
yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi
perkembangan anak untuk mencapai “identitas sukses”.

Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi
kebutuhannya, orang tersebut telah mencapai identitas sukses.
Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu keadaan
dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai
dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan
(acting), pikiran (thinking), perasaan (feeling), dan fisik (physiology)
secara bertanggungjawab (responsibility), sesuatu realita (reality), dan
benar (right), adapun konsep 3R yaitu :
1) Tanggungjawab (Responsibility)

Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya
tanpa harus merugikan orang lain.
2) Kenyataan (Reality)
Kenyataan (reality) yaitu menerima konsekuensi logis dari hasil
pilihan individu. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia
nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud
adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa
adanya.
3) Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum,
sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang
melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila
melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut ia merasa
nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima
secara umum.

b. Pribadi Sehat dan Bermasalah
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu ketika seseorang

berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser (dalam Corey,
2014) orang tersebut mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas
ini terkait pada konsep 3R (responsibility, reality dan right) dimana
individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya.

Sedangkan, pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal
dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya
sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan
pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis
dirinya atau orang lain.

Wubbolding (dalam Yusuf : 176) yaitu ada tahapan konsep pribadi
sehat dan pribadi tidak sehat sebagai berikut :
1) I Want to Change and I Want to Graw

Tahapan ini menyatakan bahwa individu menyenangi perubahan
dalam gaya hidupnya. Pribadi yang sehat adalah bukan yang imun
dari pilihan yang tidak bijak atau melukai diri sendiri dan orang
lain, tetapi individu tersebut memiliki komitmen dan terbuka untuk
membuat pilihan yang lebih aktif.
2) Effective Behaviors
Setelah memiliki komitmen untuk berubah, pribadi yang sehat
kemudian melakukan tindakan. Komitmen untuk hidup yang lebih
efektif itu tidak hanya berada pada tataran pemikiran, tetapi harus
diwujudkan dalam perbuatan (action/behavior).

Menjadi pribadi atau individu yang sehat memang tidaklah mudah,
karena kita harus bisa memiliki tingkah laku/perilaku yang dapat
bertanggunga jawab, baik itu terhadap diri sendiri ataupun untuk orang
lain. Dengan diri kita memilih untuk bersikap tanggung jawab dalm
segala hal. Maka individu tersebut akan mampu atau dengan sendirinya
bisa memenuhi segala kebutuhan dengan baik (the survival need, love
and belonging need, the need for power, the need for fun and the need
for freedom).

C. Prosedur Pelaksanaan
1. Proses Konseling Realita
Menurut Yusuf (2016) proses konseling realita meliputi delapan tahap,
yaitu sebagai berikut :
a. Membangun hubungan yang baik dengan konseli, seperti bersikap
jujur, terbuka dan empati.
b. Memfokuskan intervensi ke aspek tingkah laku konseli.
c. Menekankan ke masa sekarang bukan ke masa lalu.
d. Mendorong konseli untuk menilai tingkah lakunya sendiri. Hal ini
penting karena konseli bertanggung jawab terhadap tingkah laku
yang dipilihnya.
e. Membuat perencanaan, yaitu merancang tingkah laku yang lebih
produktif dan konstruktif untuk mengubah tingkah laku yang
dinilainya tidak produktif atau destruktif.
f. Mengambil komitmen, yaitu memegang teguh untuk melaksanakan
rencana yang telah dirancang pada tahap sebelumnya.
g. Menghindari hukuman, karena hukuman tidak efektif untuk mengubah
tingkah laku konseli.
h. Tidak pernah menyerah, artinya konselor tidak boleh menyerah apabila
masalah konseli tidak terpecahkan.

Yang perlu dipahami seorang Guru BK atau Konselor dalam
pelaksanaan konseling individu dengan pendekatan realitas adalah
bagaimana Guru BK atau Konselor konselor mampu menerima konseli
dengan sepenuh hatinya dan membina hubungan yang (relationship) agar
konseli merasa nyaman dan dapat menyampaikan apa yang ia alami.

Ketika sudah terjalin hubungan yang nyaman antara Guru BK atau
Konselor dan konseli, maka dengan sendirinya konseli mencurahkan atau
menceritakan semuanya. Dan hal yang perlu dipahami, jika konseli mulai
mengarah ke masa lalunya. Maka Guru BK atau Konselor bisa membawa
suasana hati konseli kearah sekarang secara realita. Karena konseling
realitas berarah pada here and now.

2. Teknik Konselig Realita
Ada empat tahap konseling realita yang diberi akronim WDEP, yang

maksudnya adalah sebagai berikut (Corey dalam Yusuf, 2016) :
a. “W” (Want)

“W” yaitu keinginan (want), kebutuhan atau persepsi konseli.
Pada tahap pertama ini, konselor membantu konseli untuk
menemukan keinginan atau harapannya. Disini konselor
mengeksplorasi apa yang diinginkan atau apa yang diharapkan
konseli dengan mengajukan pertanyaan seperti “apa yang benar-
benar anda inginkan saat ini?”. Wubbolding menulis, “eksplorasi
keinginan mencakup tiga elemen esensial dalam dunia kualitas
(quality world) yaitu relationship (hubungan), treasured possessions
(harta berharga) dan core beliefs (keyakinan dasar)” (2009: 98).
Terapis membantu konseli dalam mendeskripsikan apa yang
diinginkannya dari dirinya, dunia di sekitarnya, proses terapi, orang
tua, anak, teman, agama dan institusi yang mengganggu hidupnya.
Konseli dibantu untuk mendeskripsikan apa yang didapatkan dan
tidak didapatkannya dari hubungan-hubungan itu.

Terapis menanyakan kepada konseli “seberapa keras anda ingin
berusaha mengatasi masalah tersebut atau untuk mendapatkan
perasaan lebih memiliki kontrol atas diri anda?” (Wubbolding,
2000). Terapis juga berusaha menemukan seberapa jauh konseli
berhubungan dengan apa yang benar-benar diinginkannya. Konseli
mungkin akan menjawab bahwa ia ingin mendapatkan pekerjaan
lain, memiliki hubungan yang leih baik dengan seseorang atau
menemukan orang untuk di cintai. Setelah itu terapis berusaha
meminta mereka mendeskripsikan secara lebih terperinci gambar-
gambar dalam dunia kualitasnya tentang apa yang diinginkannya saat
ini juga.

Terapis realita mengintrodusikan konsep teori pilihan tentang
kebutuhan-kebutuhan dasar kepada konseli. Setelah itu terapis dapat
membantu konseli untuk mengeksplorasi kebutuhan dasar mana yang
ingin dipenuhinya. Brierly menyebutkan teknik “needs tray” (baki
kebutuhan) dengan menanyai konseli, “kalau saya mempunyai


Click to View FlipBook Version