The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PENDIDIKAN ISLAM SKPTLDMKK, 2020-11-19 05:46:06

KISAH ZULAIKHAH

KISAH ZULAIKHAH

34. Maka Tuhannya memperkenankan doa Yūsuf dan Dia
menghindarkan Yūsuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah
yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.255

Meskipun Al-„Azis dan Zulaikha beserta orang-orang terdekat di
lingkungan kediaman pejabat Mesir mengetahui kebenaran dan
kejujuran Yūsuf, namun untuk menutupi rahasia kejelekan moral istri
Al-„Azis dan juga agar peristiwa tersebut tidak menjadi bahan
pembicaraan yang berlarut-larut dalam masyarakat luas,256 serta untuk
membersihkan nama baik keluarga dan kerajaan sehingga rakyat tetap
percaya terhadap pemerintah, maka timbullah satu fikiran di kalangan
para pembesar kerajaan untuk menyingkirkan Yūsuf. Kekhawatiran,
membuat para pembesar kerajaan mengambil keputusan untuk
menyingkirkan Yūsuf dengan menjebloskan dipenjara. Mereka
beralasan jika Yūsuf hanya disingkirkan dengan dipindahkan ke kota
lain dan istri-istri mereka ada yang mengetahui, istri-istri mereka
dikhawatirkan akan ikut tergila-gila kepada Yūsuf seperti halnya istri
Al-„Azis,.257 Dengan menjadikan Yūsuf sebagai kurban pertimbangan-
pertimbangan politik istana, pembesar-pembesar kerajaan pada saat itu
bisa menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa yang bersalah
dalam peristiwa memalukan itu adalah Yūsuf.258 Yūsuf memasuki

255 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 353
256 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
436
257 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 227
258 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 231

penjara dengan hati yang ikhlas dan bahagia.259 Bagi Yūsuf, penjara
merupakan tempat yang aman untuk terbebas dari godaan Zulaikha
dan merupakan gerbang awal untuk mencapai kebebasan dan
kemenangan yang sempurna.260 Tragedi masuknya Yūsuf ke penjara
hanya digambarkan secara sekilas oleh Allah dalam firman-Nya
berikut:

                     

35. Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-
tanda (kebenaran Yūsuf ) bahwa mereka harus memenjarakannya
sampai sesuatu waktu[753].261

5) Ketahan-malangan Yūsuf sebagai tahanan di penjara

Ketahan-malangan dimiliki Yūsuf dengan menganggap penjara
ternyata bukan tempat yang menghinakan dan menyeramkan baginya.
Selain itu, penjara ternyata tempat yang sangat baik bagi Yūsuf untuk
memulai tugas yang diamanahkan Allah berupa dakwah menyiarkan
ajaran agama kepada orang-orang yang berada dalam penjara tersebut
dengan pengetahuan yang dianugrahkan Allah kepadanya dan

259 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 675
260 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
434
261 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 353 [753] Setelah mereka melihat
kebenaran Yūsuf , Namun demikian mereka memenjarakannya agar sapaya jelas bahwa yang
bersalah adalah Yūsuf ; dan orang-orang tidak lagi membicarakan hal ini.

pribadinya yang mulia.262 Yūsuf bersama dua orang tahanan di dalam

penjara. Mereka adalah pemuda bekas pelayan raja yang bertugas

sebagai pengurus minuman raja dan pembuat roti. Kedua pemuda

tersebut bermimpi.263 Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa

Yūsuf adalah pemuda yang pandai, berakhlak mulia, taat beribadah

dan memiliki kejujuran yang tinggi, maka kedua pemuda itu

menceritakan mimpinya kepada bagi Yūsuf dan meminta untuk

mentakwilkan mimpi mereka.264 Kejadian masuknya Yūsuf ke penjara

bersama dengan dua orang pemuda dan hubungannya dengan

keduanya dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:

                           

                       

              

36. Dan bersama dengan Dia masuk pula ke dalam penjara dua orang
pemuda[754].265 Berkatalah salah seorang diantara keduanya:
"Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras anggur." Dan
yang lainnya berkata: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku
membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung."
Berikanlah kepada kami ta'birnya; Sesungguhnya kami
memandangmu termasuk orang-orang yang pandai (mena'birkan
mimpi).266

262 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 231
263 Ahmad Showî al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 243
264 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
437-438
265 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354, [754] Menurut riwayat dua orang
pemuda itu adalah pelayan-pelayan raja; seorang pelayan yang mengurusi minuman raja dan yang
seorang lagi tukang buat roti dan keduanya dituduh bermaksud meracuni raja
266 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354

Kedua orang pemuda menjalin persahabatan yang erat dengan

Yūsuf sehingga mereka saling memahami kepribadian masing-
masing. Mereka bertanya mengenai arti mimpi yang mereka alami.267

Pemuda yang pertama bermimpi memeras anggur, sementara pemuda

yang kedua bermimpi membawa roti di atas kepalanya dan sebagian
roti yang terdapat di atas kepalanya tersebut di makan burung.268

Sebelum menjawab pertanyaan mengenai tafsir mimpi kedua

orang pemuda tersebut, Yūsuf memperkenalkan kemampuan lain yang

telah diajarkan Allah. Yūsuf mengatakan bahwa dia mampu

mengenali jenis makanan yang akan diberikan kepada mereka berdua,
sebelum makanan itu sampai di hadapan mereka.269 Kemampuan

Yūsuf untuk melihat peristiwa-peristiwa yang cenderung akan terjadi

di masa depan dalam istilah modern saat ini disebut dengan
futurologi.270 Meskipun Yūsuf memiliki pengetahuan bisa melihat apa

yang belum terjadi, Yūsuf tidak lupa menyebut kebesaran Allah

bahwa ilmu yang dimilikinya hanyalah sedikit dari ilmu Allah yang

267 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 231
268 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 676
269 Ahmad Showî al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 243
270 Shane. H. G, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002, 15, Futurologi merupakan disiplin ilmu tentang penajaman data sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan dari berbagai alternatif masa depan, termasuk konsekuensi yang mungkin
terjadi lihat. Pada prinsipnya futurologi mengkaji kecenderungan-kecenderungan di masa depan
dalam berbagai bidang kehidupan (misal bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain)
yang mencakup “Masa depan yang mungkin terjadi” (possible future), “Masa depan yang
boleh/dapat terjadi” (probable future), dan “Masa depan yang diinginkan terjadi” (preferable
future)…..(H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, 25 )

diberikan kepadanya.271 Hal ini digambarkan Allah dalam firman-Nya
berikut:

                    

                      

         

37. Yūsuf berkata: "Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan
yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat
menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai
kepadamu. yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang
diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah
meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah,
sedang mereka ingkar kepada hari kemudian.272

Melihat respon yang baik dari kedua temannya setelah Yūsuf
memperlihatkan kemampuannya menebak isi dulang pembawa
makanan, Yūsuf memanfaatkan kesempatan baik itu untuk berdakwah
dan memberitahukan keyakinan atau agamanya yang berbeda dengan
keyakinan masyarakat pada umumnya, yaitu agama tauhid.273 Allah
SWT menggambarkan dakwah Yūsuf kepada dua orang pemuda yang
bertanya mengenai tafsir mimpinya tersebut sebagai berikut:

271 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
439-440

272 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354
273 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
441-443

                              

                       

      

38. Dan aku pengikut agama bapak-bapakku Yaitu Ibrahim, Ishak dan
Ya'qub. tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu adalah dari karunia
Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi
kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya).274

Setelah menyampaikan dakwahnya, Yūsuf kemudian bertanya kepada
dua orang temannya tersebut:

                        

39. Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa?275
Kemudian Yūsuf melanjutkan perkataannya

                        

                         

                

40. Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya
(menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-
buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-
nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah

274 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354
275 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354

memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."276

Setelah itu, Yūsuf menafsirkan mimpi 2 pemuda tersebut. Tafsir
mimpi tentang memeras anggur, Yūsuf menafsirkan bahwa pemuda
tersebut akan bebas dan kembali menjadi pembantu raja, sebagai
tukang pembuat minuman.277 Sementara tentang mimpi pemuda yang
membawa roti di atas kepalanya dan dimakan burung, Yūsuf
menafsirkan bahwa pemuda tersebut tidak akan bebas, bahkan dia
akan dihukum salib dengan hukuman salib di tanah yang lapang,
sehingga sebagian kepalanya di makan burung.278 Peristiwa ini
diabadikan Allah dalam firman-Nya berikut:

                        

                      

41. Hai kedua penghuni penjara: "Adapun salah seorang diantara
kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar;
Adapun yang seorang lagi ia akan disalib, lalu burung memakan
sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara yang kamu berdua
menanyakannya (kepadaku)."279

Setelah menjelaskan tafsir mimpi kedua pemuda itu, Yūsuf
meminta kepada salah satu pemuda yang akan bebas dan kembali

276 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 354
277 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 235
278 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
450
279 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 355

menjadi pembantu raja agar menjelaskan kepada rajanya bahwa di
penjara ada seseorang yang dipenjara secara tidak adil.280 Meskipun
Yūsuf merasa ikhlas menerima keputusan dimasukkan ke dalam
penjara dan sejak awal Yūsuf berpikir bahwa ketidakadilan telah
menimpa dirinya, akan tetapi dengan kejernihan hatinya sehingga dia
bisa merasakan cinta Allah kepada dirinya dengan menjaga dan
menyelamatkan Yūsuf dari godaan istri-istri pembesar kerajaan,
ditambah lagi dengan semua yang terjadi adalah ketentuan Allah
untuk dirinya yang tentunya lebih banyak memberikan hikmah untuk
kebaikan dirinya.

Setelah pemuda itu bebas dan kembali menjadi pembantu raja, dia
lupa dengan pesan yang disampaikan Yūsuf.281 Hal itu membuat
Yūsuf semakin lama tinggal di penjara, apalagi Yūsuf saat itu menjadi
tahanan politik sehingga tidak mempunyai batasan waktu sampai
kapan dia di penjara. Yūsuf bisa keluar dari penjara jika suasana
politik sudah berubah.282 Yūsuf berada di penjara tujuh tahun.283
Peristiwa itu dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya:

                        

           

280 Muhammad bin Ahmad bin Iyas, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 99
281 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
451-452
282 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 238
283 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 679

42. Dan Yūsuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat
diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu."
Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yūsuf)
kepada tuannya. karena itu tetaplah dia (Yūsuf) dalam penjara
beberapa tahun lamanya.284

Selang 2 tahun setelah dibebaskannya juru

minum,285 raja bermimpi dan mimpinya membuatnya kaget dan

wajahnya kelihatan gelisah.286 Allah menetapkan mimpi yang dialami

raja sebagai sarana untuk mengeluarkan Yūsuf dari penjara secara

terhormat dan terpandang.287 Mimpi itu terus menghantui pikiran raja

hingga berhari-hari. Untuk menenangkan pikiran dan menafsirkan

mimpinya, sang raja kemudian memanggil orang-orang terkemuka di

Mesir seperti para penafsir mimpi, cendikia, dan orang-orang

kepercayaannya.288 Dalam firman Allah disebutkan:

                         

                            

     

43. Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):
"Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus
dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang

284 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 355
285 Lembaga al-Kitab, kejadian 41:1
286 Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth,, 244
287 M. Nasib ar-Rifa‟i, M. Nasib ar-Rifa‟i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Iḥtishari Tafsir Ibnu
Katsir,1999, 859
288 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
453-454

kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku
tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi."289

Namun dari sekian banyak orang yang dipanggil raja, tidak ada
satupun yang mampu menafsirkan mimpinya.290 Mengenai
ketidakmampuan orang-orang yang dianggap pintar dalam
menafsirkan mimpi oleh raja tersebut difirmankan Allah sebagai
berikut:

                       

44. Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan
Kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu."291

Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yūsuf yang masih
berada di penjara. Dia baru sadar kalau di dalam penjara ada orang
yang sangat jujur dan pandai dalam menafsirkan mimpi.292 Dia
kemudian meminta raja agar dia diutus untuk mendatangi orang yang
pandai menafsirkan mimpi itu. Karena sudah tidak ada lagi yang
mampu menafsirkan mimpinya, akhirnya raja mengizinkannya untuk

289 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
290 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
455
291 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
292 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 240

menemui Yūsuf.293 Tidak lama kemudian, dia segera berangkat ke

penjara dengan ditemani beberapa prajurit. Setelah sampai di penjara
dan menemui Yūsuf, dia kemudian menceritakan maksud

kedatangannya, yaitu untuk bertanya mengenai mimpi yang dialami
rajanya.294 Peristiwa ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:

                             

                     

                           

45. Dan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan
teringat (kepada Yūsuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan
memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan
mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)."295
46. (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yūsuf dia berseru): "Yūsuf,
hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang
tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh
ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang
hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada
orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya."296

Meskipun Yūsuf mengetahui pelayan itu telah lalai dengan
amanah yang telah dia titipkan untuk disampaikan kepada raja, Yūsuf
tidak menganggap itu sebagai masalah.297 Yūsuf langsung

293 Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 245
294 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
456-457
295 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 355
296 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 355
297 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 680

menafsirkan mimpi raja tersebut,298 sebagaimana yang diabadikan

Allah dalam firman-Nya berikut:

                      

                          

                          

         

47. Yūsuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)
sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.299
48. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit,
yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.300
49. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia
diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras
anggur."301

b. Buah dari Ketahan-Malangan Yūsuf

Buah dari ketahan-malangan Yūsuf berawal dari pelayan yang

kembali menghadap raja dengan membawa tafsir mimpinya.302 Dia

melaporkan hasil dari tafsir mimpinya sebagaimana disampaikan Yūsuf,

bahwa akan terjadi tujuh panen yang berlimpah, kemudian diikuti tujuh

panen yang sedikit, dan kemudian ada tahun yang penuh dengan hujan.303

298 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
458-460

299 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 355
300 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
301 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
302 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 682
303Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 245

Oleh karena itu, Yūsuf menyarankan agar selama tujuh tahun di musim

panen dilakukan persiapan dengan menghemat pemakaian hasil panen dan

menyimpan hasil panen yang berupa gandum dalam keadaan tetap
bersama tangkainya.304 Raja merasa kagum terhadap kemampuan dan
keberanian Yūsuf dalam menafsirkan mimpi raja serta saran yang
disampaikannya.305 Akhirnya, raja mengutus panglimanya untuk
menjemput Yūsuf di penjara dan meminta Yūsuf untuk menghadapnya.
Yūsuf menolak dan meminta keadilan raja untuk menyelesaikan
masalahnya dengan Zulaikha terlebih dahulu.306 Dengan demiikian buah
dari ketahan-malangan Yūsuf adalah pengembalian nama baik Yūsuf.
Keinginan sang raja untuk bertemu Yūsuf dan penolakan Yūsuf serta

tuntutan keadilan atas dirinya digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya

berikut:

                           

                        

50. raja berkata: "Bawalah dia kepadaku." Maka tatkala utusan itu
datang kepada Yūsuf, berkatalah Yūsuf : "Kembalilah kepada tuanmu
dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang
telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui
tipu daya mereka."307

304 M. Nasib ar-Rifa‟i, M. Nasib ar-Rifa‟i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Iḥtishari Tafsir Ibnu
Katsir,1999, 860

305 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 243
306 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
461
307 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356

Ketika utusan raja pulang dan menghadap raja tanpa membawa
Yūsuf, serta setelah raja mengetahui alasan penolakan dan permintaan
Yūsuf, akhirnya raja mengabulkan permintaan Yūsuf dengan mengusut
masalah yang terjadi antara Yūsuf dan Zulaikha.308 Permintaan Yūsuf
tersebut menunjukkan bahwa Yūsuf ingin bebas dengan cara terhormat.
Adapun alasan yang melatarbelakanginya antara lain pertama sebagai
orang yang tidak bersalah, orang akan tetap menganggap Yūsuf sebagai
orang yang bersalah jika namanya tidak dibersihkan terlebih dahulu.
Kedua, orang akan menganggap kebebasan Yūsuf sebagai imbalan
keberhasilannya menjelaskan makna mimpi raja. Ketiga, timbulnya fitnah
lagi ketika raja belum mengetahui duduk permasalahan Yūsuf dan
kejujurannya.309

Untuk mengusut masalah yang terjadi antara Yūsuf dan Zulaikha,
Raja memanggil para wanita yang terluka tangannya karena terpesona
melihat ketampanan Yūsuf.310 Pengadilan untuk mengungkap kebenaran
Yūsuf dipimpin langsung oleh raja dan digambarkan Allah swt. dalam
firman-Nya berikut:

308 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 245
309 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
461
310 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
462

                     

                           

           

51.Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana
keadaanmu[755311] ketika kamu menggoda Yūsuf untuk menundukkan
dirinya (kepadamu)?" mereka berkata: "Maha sempurna Allah, Kami
tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". berkata isteri Al
„Azis: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk
menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-
orang yang benar."312

Dengan pengakuan wanita-wanita yang pernah terluka tangannya dan
Zulaikha, maka raja memutuskan Yūsuf tidak bersalah dan dibebaskan dari
hukuman penjara. Berita tentang keputusan raja yang membebaskan Yūsuf
tersebar di saentro kota Mesir dan sampai pula di telinga Yūsuf yang
masih meringkuk di dalam penjara.313 Mendengar keputusan itu, Yūsuf
berkata sebagaimana yang difirmankan Allah swt. berikut:

                                 

                          



311 [755] Yang dimaksud dengan keadaanmu ialah pendapat wanita-wanita itu tentang Yūsuf
As. apakah dia terpengaruh oleh godaan itu atau tidak.

312 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
313 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
463-467

52. (Yūsuf berkata): "Yang demikian itu agar dia (Al „Azis ) mengetahui
bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan
bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang
berkhianat.314
53. dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.315

Setelah memenuhi permintaan Yūsuf dan memutuskan Yūsuf tidak
bersalah, raja memanggil kembali Yūsuf untuk segera menghadapnya.316

Raja mengutus panglimanya untuk menjemput Yūsuf yang masih berada

di dalam penjara. Setelah panglima menemui Yūsuf dan menceritakan

semua titah raja serta keputusan perkaranya, Yūsuf bersedia untuk dibawa
menghadap raja.317 Setelah raja bertemu dengan Yūsuf, bercakap-cakap

dan kembali bertanya tentang mimpinya, raja dapat menyimpulkan bahwa

selain pandai Yūsuf memiliki karakter yang lembut, santun, ramah, dan

bijak. Oleh, karena itu, raja mengangkat Yūsuf sebagai pejabat kerajaan
yang memiliki kedudukan tinggi.318 Allah menggambarkan pertemuan

Yūsuf dengan raja dalam firman-Nya berikut:

                           

     

314 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356
315 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 357
316 Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 246
317 Muhammad bin Ahmad bin Iyas, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 99
318 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
468-469

54. Dan raja berkata: "Bawalah Yūsuf kepadaku, agar aku memilih dia
sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-
cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini
menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi
kami".319

Ketika Yūsuf diminta raja memilih jabatan yang bisa memberikan

manfaat bagi rakyat Mesir, Yūsuf memilih agar ia ditugaskan untuk

menjadi bendahara kerajaan.320 Yūsuf memilih jabatan itu karena

keikhlasannya untuk semata-mata hanya mengharap ridha Allah dengan

mendapat kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang ada di dalam

dirinya berupa rasa percaya diri dan mampu memikul tanggung jawab.321

Sedangkan potensi yang terdapat dalam diri Yūsuf itulah yang menjadi

syarat utama memikul jabatan tinggi itu. Selain itu, Yūsuf juga merasa

bahwa pekerjaan sebagai bendaharawan negara itu sangat berat dan tidak

sembarang orang bisa melakukannya.322 Dengan demikian, bisa diketahui

bahwa Yūsuf tidak menginginkan penghormatan dan kebesaran tanpa

pekerjaan yang seimbang.

319 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 357
320 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
470-471, untuk menjadi bendaharawan yang merupakan kehormatan tertinggi di Mesir dengan
alasan bendahara merupakan penguasa dan pengelola kekayaan negara, Yūsuf harus melewati
berbagai pengalaman pahit dalam perjalanan hidupnya yang antara lain mendapat gangguan dari
saudara-saudaranya sendiri, dilempar ke dalam sumur, terdampar ke negeri yang jauh sebagi
budak, mendapat rayuan dan fitnah dari wanita cantik, serta berada di dalam penjara selama
bertahun-tahun yang kurang lebih tujuh tahun.( M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001, 376) Berbagai pengalaman pahit yang merupakan ujian
hidup, menjadikan Yūsuf sebagai pribadi yang teguh, kuat dan matang dalam menghadapi
rintangan dan kesulitan hidup sehingga Yūsuf sanggup menjadi bendahara sebuah kerajaan besar
(Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 5)
321 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 5
322 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
472

Keberanian Yūsuf untuk memilih jabatan itu juga berawal dari raja
yang terlebih dahulu mengeluarkan pernyataan bahwa Yūsuf mendapat
kedudukan yang mulia di sisi raja.323 Oleh karena itu, Yūsuf yang memilih
jabatan dan raja yang menyetujuinya. Lebih lanjut lagi, Ibnu Su‟ud
mengatakan dalam tafsirnya sebagaimana dikutip oleh Hamka bahwa
“Yūsuf yang memilih jabatan adalah kehendak Allah, sedangkan fungsi
raja hanyalah sebagai alat penyalur kehendak Allah, dengan menyetujui
permintaan Yūsuf.”324 Dengan demikian, manusia diperbolehkan meminta
pekerjaan dan tanggung jawab dengan syarat sanggup menanggung
resikonya apalagi penguasanya adalah orang-orang yang zalim. Jawaban
Yūsuf dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya:

                  

55. Berkata Yūsuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan".325

Keinginan raja untuk menjadikan Yūsuf sebagai pejabat tinggi
kerajaan merupakan rahmat dari Allah swt yang diberikan kepada Yūsuf
sebagai balasan ketahan-malangan Yūsuf dalam menghadapi cobaan serta

323 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 6
324 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 6
325 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 357

mampu berpaling dari segala godaan hawa nafsu dan bisikan syaitan.326
Anugrah itu disebutkan dalam firman-Nya:

                            
                         

      

56. Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yūsuf di negeri
Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di
bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami
kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
berbuat baik.327
57. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang
yang beriman dan selalu bertakwa.328

326 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
473-477

327 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 357
328 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 357

BAB IV

IMPLEMENTASI KONSEPTUAL ‘IBRAH KISAH NABI YŪSUF AS
DALAM PENDIDIKAN

A. Mimpi
1. Urgensi Mimpi

Al-Thabari sebagaimana dikutip Miftahul Huda menyatakan bahwa
mimpi berarti tanda pengetahuan tentang hakikat (idrâk haqîqah) terhadap
apa yang pernah dilihat waktu terjaga.329 Menurut Freud, mimpi adalah apa
yang terpendam di bawah sadar (Onderbewustzin) dan timbul kembali
keluar dari lapis jiwa.330

Mimpi secara majazi merupakan cita-cita di masa yang akan
datang.331 Mimpi merupakan mesin penggerak manusia. Hanya orang yang
memiliki mimpi yang mampu bertahan hidup dalam ujian yang ringan
maupun berat. Mimpi diperlukan untuk pengontrol. Artinya, seseorang
dengan mimpinya berusaha merencanakan dan menetapkan tujuan hidup di
masa depan, sehingga dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang
terbaik. Alternatif yang dapat dipilih adalah alternatif diantara berbagai
kemungkinan yang ditawarkan oleh masa depan. Tanpa mimpi, seseorang
tidak akan memiliki kemajuan, kelangsungan hidup dan masa depan.332 Di

329 Miftahul Huda dan Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak. Jogjakarta: Ar-Ruz Media,
2008 160

330 Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Rajawali, 1990, 34
331 Widyo Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Universitas Gunadarma, 1996, 182
332 Widyo Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, 1996, 183

dalam kisah Yūsuf, mimpi menjadi sarana utama Nabi Ya‟qub untuk
membimbing Yūsuf. Dalam menapaki suka duka perjalanan hidupnya,
mimpi itulah yang menyebabkan Nabi Ya‟kub bertahan meskipun
penglihatannya menjadi sangat terganggu.

Adanya dorongan kebutuhan hidup dalam kehidupan sehari-hari,
maka manusia mempunyai mimpi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.333
Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu, Abraham Maslow
mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam yang merupakan
lima harapan manusia, yaitu:
a. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
b. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
c. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai

(being loving and love)
d. Harapan untuk memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan

(status)
e. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization)

334

Hakikat mimpi Nabi Yūsuf bukan sekedar harapan untuk memperoleh
kelangsungan hidup (survival), keamanan (safety), memiliki hak dan

333 Widyo Nugroho, Ilmu Budaya Dasar, 1996, 184
334 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali, 2012, 64

kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love),

memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status), tetapi masa
depan yang gemilang. Hal ini diketahui dari pemahaman Nabi Ya‟qub

sebagai seorang nabi yang mengerti tabir mimpi anaknya, yaitu 11 bintang
berarti 11 saudara, matahari adalah bapak, dan rembulan adalah ibu.335
Mimpi tersebut menunjukkan bahwa Yūsuf nantinya akan mendapat

anugrah besar dengan menjadi manusia mulia dan terhormat dalam
pandangan Allah swt dan manusia, yaitu menjadi nabi Allah.336 Yūsuf

ternyata tidak hanya sekedar mimpi tetapi ternyata diberi Allah

kelangsungan hidup (survival), keamanan (safety), memiliki hak dan

kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love),

memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status), dan masa

depan yang gemilang.

Dalam perspektif pendidikan, peran pendidik dalam mewujudkan
“mimpi” peserta didik adalah menumbuhkan kesadaran untuk meraih masa

depan yang cerah melalui mimpi. Pendidik juga berperan sebagai fasilitator

bagi mereka dengan memberikan kesadaran dan motivasi mengenai makna

belajar dalam kehidupannya. Pendidik juga memberikan pengalaman

belajar kehidupan kepada peserta didik dan mendampinginya untuk meraih

335 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifâtil Qur‟anil „Adzîm, Kudus: Menara Kudus, 1995, 662,
dalam stam (sejarah keturunan), nama anak perempuan tidak dihitung, karena anak dari anak
perempuan adalah keturunan dari ayah suami anak perempuan itu (Hamka,Tasir Al-
Azhar,1988,189. Menurut al-Thabari “Sebelas bintang maksudnya adalah al-Harthan, al-Thâriq,
al-Dhayyâl, Qâbis, Masybah, Dzarûh, Dzu al-kanafât, Dzu al-Qar, Falîq, Wathaq,dan „Amûdain
(Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Tabari Jami‟ul Bayan, Beirut: dar al-Fikr,
1978, 122

336 M.Quraish Shihab, M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian
al-Qur‟an Vol 4, Jakarta: Lentera Hati, 2001, 384-388

cita-cita hidup. Adapun peserta didik berperan sebagai pelaku utama yang
memaknai proses pengalaman hidupnya sendiri. Pemahaman terhadap
pengalaman-pengalaman hidup yang disadari bermakna itu akan membekas
pada dirinya sampai dewasa nanti.
2. Dampak Positif Mimpi bagi Peserta didik

Al-Qurthubi sebagaimana dikutip Hamka mengartikan mimpi secara
hakiki merupakan hal yang mulia yang bisa terjadi pada nabi-nabi, rasul-
rasul dan orang-orang yang shalih.337 Yūsuf termasuk ke dalam golongan
ini. Adapun „ibrah mimpi Yūsuf antara lain, yaitu isyarat agar pendididk
menjernihkan hati peserta didik. Kejernihan hati merupakan kunci untuk
memperoleh mimpi-mimpi yang benar. Kejernihan hati juga kunci untuk
bisa merasakan kasih sayang Allah dan mendorong optimisme. Ketika
Yūsuf berpikir dengan kejernihan hatinya, dia bisa merasakan betapa Allah
cinta kepada dirinya. Cinta Allah membuat Yūsuf selalu merasa terjaga dan
terjamin masa depannya meski dia harus dimasukkan ke dalam penjara dan
ketidakadilan menimpanya. Selain itu, kasih sayang Allah kepada Yūsuf,
,juga Yūsuf rasakan ketika dia bisa berpikir bahwa semua yang terjadi
adalah ketentuan Allah untuk dirinya. 338

337 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, jilid 12. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, 173, setelah
Rasullullah wafat, wahyu tidak turun lagi, tetapi Mubasy-syirat, yaitu mimpi yang baik dan yang
benar, yang dimimpikan oleh orang shalih atau dimimpikan orang lain untuknya. Mimpi itu ada
tiga, yaitu mimpi dari Allah (mimpi yang bersifat rahmani, biasanya dialami oleh para nabi dan
merupakan wahyu), mimpi dari syaitan untuk menyusahkan pikiran, dan mimpi dari orang yang
terasa oleh seseorang di dalam hatinya sendiri ketika bangun (mimpi yang bersifat nafsani)
(Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 174-175)

338Muhammad bin Ahmad bin Iyas, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 99

Mimpi dalam kehidupan sehari-hari menjadi sebuah akselerator
pengembangan diri. Sikap optimis terhadap masa depan yang cerah dan
sikap yang proaktif berperan penting untuk mewujudkan mimpi menjadi
nyata. Oleh karena itu, peserta didik tidak cukup untuk dibimbing meraih
cita-cita tetapi lebih mendasar lagi yaitu dibimbing untuk bersama-sama
merumuskan cita-cita. Nabi Ya‟qub membimbing Yūsuf merumuskan cita-
cita dengan meyakinkan Yūsuf bahwa melalui mimpi itu Allah telah
mengistimewakannya dengan memilihnya menjadi seorang “Nabi” Allah di
masa depan.339 Ternyata perkataan Ya‟kub benar sebab Allah juga
memberikan kemampuan kepada Yūsuf berupa ilmu menafsirkan atau
menakwilkan mimpi sebagai mukjizatnya. Menafsirkan mimpi berarti
menyingkap rahasia dan makna yang terkandung dalam sebuah mimpi
berkaitan dengan kehidupan manusia atau masa depan seseorang. Yūsuf
menjadi seorang futurolog. Begitu juga, Allah akan menyempurnakan
kenikmatan hidupnya dengan berbagai kebahagiaan di dunia dan akhirat
sebagai tanda bahwa Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.340
Kenikmatan tersebut antara lain kenikmatan kenabian sebagaimana yang
telah diterima ayah dan kakeknya sebagaimana firman Allah berikut:

339Ahmad Showi al Maliki, Khasyiyah Showi „Ala Tafsîr Jalalain, Semarang: Toha Putera,
Tth, 235

340 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
385

                        
                             

   

6. Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan
diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan
disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub,
sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang
bapakmu[743] sebelum itu, (yaitu) „Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.341

Mimpi mulia secara majazi akan muncul dalam diri peserta didik ketika
pendidik bisa memberikan perhatian kepada peserta didik dengan cara
sebagai berikut:

a. Memancing peserta didik mengungkapkan masalahnya, semua ide, dan
cita-citanya.

b. Menyediakan diri sebagai pendengar aktif dan sosok yang senang
mencarikan jalan keluar persoalan peserta didik secara cepat dan
mudah.

Ya‟qub sebagai pendidik juga memberikan perhatian kepada Yūsuf
dengan memancingnya untuk mengungkapkan masalahnya, menyediakan
diri sebagai pendengar aktif dan sosok yang senang mencarikan jalan keluar
sederhana bagi sekian banyak persoalan peserta didik yang bisa dipecahkan
secara cepat dan mudah. Mungkin bagi peserta didik seperti Yūsuf, solusi

341 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Semarang: PT Grafindo, 1994, 348, [743]
Dimaksud bapak disini kakek dan ayah dari kakek.

berupa merahasiakan mimpi yang Ya‟qub tawarkan merupakan yang
terbaik, tetapi lebih dari itu peserta didik akan senang ketika pendidik bisa
memahami dan berkenan terlibat dalam persoalan mereka.

Mimpi bisa dicapai peserta didik dengan berusaha menghilangkan
kegelisahannya dan mencari solusi untuk mengatasi perasaan
penasarannya/curiousity dengan bertanya kepada pendidik, dan
menggunakan pengalamannya. Peserta didik juga diharapkan melakukan
saran yang diterimanya untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan
berpikir positif. Hal yang sama telah dilakukan Yūsuf dengan
melaksanakan nasehat ayahnya untuk merahasiakan mimpinya sebagaimana
firman Allah swt berikut:

                         
   

5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan
mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar
(untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi manusia."342

B. Kasih Sayang

342 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 348

Dalam proses pendidikan, peran orang tua digantikan pendidik sehingga
kasih sayang menjadi syarat mutlak dalam membangun hubungan/interaksi
yang harmonis antara pendidik dan peserta didiknya.343 Kasih sayang
merupakan suatu penyerahan diri tanpa pamrih dari pendidik tanpa pamrih
kepada peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu
kedewasaan.344 Kasih sayang ditandai oleh adanya perasaan sayang,
mengasihi, mencintai, memperhatikan dan memberi tanpa memikirkan
balasan yang akan diperoleh.345

Semua pendidik idealnya sayang kepada peserta didiknya dan tidak
mau peserta didiknya mempunyai karakter yang buruk, tetapi ternyata
masih banyak pendidik yang hanya memberikan kasih sayang semu karena
keliru dalam memahami makna kasih sayang. Sebaiknya pendidik tidak
hanya menyatakan kasih sayang tetapi juga mendidik dengan menegur dan
memperingatkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik
kemudian mengarahkan ke perilaku dan ucapan yang lebih baik. Teguran
tajam atas dasar kasih sayang telah dilakukan Ya‟qub setelah mengetahui
kebohongan anak-anaknya sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah
swt berikut:

...           . ..

343 Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners,Boston: Pearson,
2011, 442

344 Uyoh Sadulloh dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, Bandung: Alfabeta, 2014, 157
345 Uyoh Sadulloh dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, 2014, 156

18. … "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan
(yang buruk) itu..."346

Pendidik hendaknya bisa mencurahkan kasih sayang dan mendidik
secara tepat baik dalam kondisi marah atau kondisi biasa. Hal ini berarti
pendidik tidak berlebihan dalam memberikan kasih sayang kepada peserta
didiknya. Kasih sayang yang diberikan oleh pendidik secara tidak merata
akan membahayakan peserta didik. Mereka akan mudah menilai buruk
pendidik dan tidak menghargai pendidik.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya pendidik menampakkan kasih
sayang kepada peserta didik bahwa kasih sayang yang diberikan adalah
untuk mendidik agar menjadi dewasa dalam kehidupan rohani (mental) dan
jasmani (fisik). Hal yang sama telah dilakukan Ya‟qub dengan lebih
mencurahkan kasih sayangnya kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih
kecil sejak ibunya meninggal, meski ternyata tanpa disadari sikap Ya‟qub,
membuat iri dan dengki anak-anaknya yang lain sehingga mereka
menganggap bahwa Nabi Ya‟qub berada dalam kesesatan atau kekeliruan
yang nyata, yaitu tidak adil dalam membagi cinta dan kasih sayang kepada
putra-putranya.347 Kecemburuan terlihat dari pembicaraan saudara-saudara
Yūsuf yang mengungkapkan kecemburuan mereka kepada Yūsuf sampai
pada rencana jahat yang ingin mereka lakukan, yaitu membunuh Yūsuf.348

346 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 350
347 Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 92
348 Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 92

Mereka merencanakan siasat jahat tersebut hanya untuk merebut cinta
ayahnya,.349 sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:

                         

  

8. (Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yūsuf dan saudara
kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita
sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat).
Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.350

Kebutuhan kasih sayang peserta didik yang terpenuhi dengan cukup
baik dari pendidik akan memberikan dampak positif antara lain sebagai
berikut:

a. Mempertajam hati nurani
b. Mampu mendorong perkembangan mental
c. Mendorong penyempurnaan spiritual
d. Memupuk harga diri (self esteem) berupa ketenangan jiwa, perasaan

aman, dan percaya diri
e. Menimbulkan rasa percaya, terbuka, menghormati dan menghargai

pendidik.351

Peserta didik yang sudah merasakan kasih sayang dari pendidiknya
akan memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan dan ketika dewasa
akan belajar menyayangi, mengasihi, memperhatikan dan mencintai

349 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, Kudus: Menara Kudus, 1995, 664
350 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, hlm. 349
351 Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran pada Anak, Jakarta: Indeks, 2008, 46

istrinya, anak-anaknya, sahabat dan masyarakat di sekitarnya secara
maksimal.352 Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa ternyata bukan
seberapa besar pendidik memberikan kasih sayang kepada peserta didik,
tetapi seberapa banyak peserta didik bisa merasakan kasih sayang yang
diterima dari pendidik.

Kasih sayang yang cukup telah didapatkan Yūsuf dari ayahnya,
ternyata berdampak positif bagi Yūsuf memiliki sikap peduli. Sebagai
contoh, Yūsuf memberi bantuan bahan makanan kepada rakyat negara
Mesir dan negara tetangga yang dilanda krisis pangan, serta saudara-saudara
Yūsuf yang datang ke Mesir. Ketika krisis pangan berlangsung lama tidak
hanya melanda negara Mesir, tetapi juga negara-negara lain termasuk
Kan‟an, tempat Yūsuf dilahirkan dan diasuh ayahnya dengan penuh cinta.353

Untuk mendapatkan kasih sayang yang cukup, peserta didik bisa
membiasakan diri untuk lebih peka terhadap kasih sayang pendidik,
menikmati kebersamaan dan aktivitas bersama pendidik, dan tidak
membiarkan diri dalam perasaan sakit hati yang berkepanjangan sehingga
memunculkan rasa benci dan permusuhan terhadap orang lain. Hal ini
sebagaimana yang Yūsuf lakukan ketika mengetahui kedatangan saudara-
saudara Yūsuf di kerajaan Mesir untuk menukarkan barang berharga dengan

352 Uyoh Sadulloh dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, 2014, 157
353 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 12

bahan-bahan makanan, dia menyambut dengan baik.354 Meskipun ingatan
Yūsuf saat itu masih kuat tentang perbuatan jahat mereka, Yūsuf tidak
membalasnya dengan menyakiti mereka. Yūsuf tetap menghormati mereka
sebagaimana lazimnya tamu, yaitu menjamu dengan baik.355

Kasih sayang yang berlebihan dari pendidik dapat menyebabkan peserta
didik memiliki sikap ingin selalu diperlakukan istimewa, bersifat otoriter,
diktator, rentan dengan masalah, tidak percaya diri, mudah putus asa,
merasa cukup dengan apa yang telah diterimanya, sombong, dan tidak
mandiri. Hal ini sebagaimana sikap saudara-saudara Yūsuf yang
menganggap dirinya merupakan satu golongan atau kelompok yang kuat,
sehingga menurut mereka, seharusnya Nabi Ya‟qub lebih cinta dan sayang
kepada mereka daripada kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih anak-
anak dan mereka anggap lemah.356 Kekhawatiran Nabi Ya‟qub mereka
sanggah dan mereka tetap mendesak Nabi Ya‟qub agar mengizinkan Yūsuf
pergi bersama mereka dengan berjanji untuk menjaga Yūsuf dari datangnya
marabahaya yang tidak mereka inginkan. Mereka meyakinkan, bahwa
kekuatan mereka cukup kuat untuk mencegah datangnya bahaya yang
mengancam keselamatan Yūsuf. Mereka juga meyakinkan, bahwa mereka
termasuk orang-orang yang rugi dan lemah jika tidak bisa melindungi

354 Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi, Badāi‟uz Zuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,Tth, 102
355 Ahmad Showî Al-Maliki, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 249
356 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
388-389

Yūsuf.357 Allah swt menggambarkan sanggahan saudara-saudara Yūsuf atas
kekhawatiran ayahnya dalam ayat berikut:

                   

14. Mereka berkata: "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang
kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah
orang-orang yang merugi[745]."358

Sebenarnya Ya‟qub sudah menyayangi anak-anaknya secara
proporsional, tetapi saudara-saudara Yūsuf masih merasa belum merata
kasih sayang yang diberikan ayahnya. Ya‟qub tidak salah telah bersikap
mencurahkan kasih sayang lebih kepada Yūsuf dan Benyamin yang masih
kecil apalagi ibunya sudah meninggal dunia. Dengan demikian, sudah
menjadi sunnatullah bahwa ternyata kasih sayang memang tidak bisa merata
seperti orang membagi beras. Hal ini terjadi karena kasih sayang adalah
persoalan hati.

Peserta didik yang hidup kurang kasih sayang akan tumbuh dewasa
dengan menampakkan kebencian terhadap masyarakat dan menunjukkan
ketidakpeduliannya terhadap orang lain. Ia juga dapat menjadi manusia
yang tidak berperasaan dan suka melakukan hal-hal yang berbahaya.359 Hal
ini dapat dilihat pada saudara-saudara Yūsuf cemburu terhadap Yūsuf,
saudara tirinya yang masih kecil dan menilai ayahnya dalam kekeliruan

357 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
394

358 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 350, [745] Maksudnya: menjadi orang-
orang pengecut yang hidupnya tidak ada artinya.

359 Uyoh Sadulloh,dkk, Pedagogik:Ilmu Mendidik, 2014, 158-160

yang nyata, akhirnya sampai pada rencana jahat yang ingin mereka lakukan,
yaitu membunuh Yūsuf.360 Ia juga melakukan tipu daya dengan memohon
dan mengiba di hadapan ayahnya agar diizinkan menghibur Yūsuf dengan
membawanya bermain sambil menggembala ternaknya361 dan memberi
bukti palsu sehingga seolah-olah Yūsuf mati diterkam serigala.362 Tipu daya
juga terlihat ketika sore, saudara-saudara Yūsuf pulang ke rumah dengan

memasang wajah yang memelas, sedih, dan menangis seolah-olah sedang
ditimpa musibah besar.363 Hal-hal seperti itu sering terjadi dalam kehidupan

peserta didik contoh untuk mendapatkan perhatian pendidik, peserta didik

rela melakukan tipu daya dengan berpura-pura tidak bisa mengerjakan tugas

individu yang diberikan pendidik dan mengiba agar dibantu pendidik untuk

menyelesaikannya.

C. Ketahan-malangan

1. Urgensi Ketahan-malangan

Ketahan-malangan (sifat tahan banting) merupakan salah satu faktor
pembentuk kesuksesan orang-orang besar.364 Secara bahasa, adversity

intellegence diartikan sebagai kecerdasan menghadapi kemalangan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stoltz, ditemukan fakta

360 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 664
361 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
392-393
362 Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifatil Qur‟ânil „Adzîm, 1995, 667
363 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
398-399
364 Martin E.P Seligmen, Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Dengan Psikology
Positif, Terj. Eva Yulia Nukman, Bandung: Mizan, 2005, 125

bahwa orang hebat dan sukses adalah mereka yang tahan terhadap

penderitaan, berani menghadapi tantangan, dan resiko dalam perjalanan

hidupnya. Dalam menjalani kehidupan, manusia dapat dibagi atas tiga

kategori, yakni: quitters (diam dan tidak dinamis), camper (selalu mencoba

tetapi gampang menyerah setelah mendapat tantangan), dan climber (orang

yang berani dan bertahan menghadapi tantangan kehidupan). Kesuksesan

menurut Stoltz ibarat puncak gunung tertinggi yang mampu didaki oleh

manusia. Orang sukses adalah mereka yang mau dan mampu

mendaki/memanjat (climb) hingga ke puncak gunung ( to reach the top of

the hill).365

Adversity quotient is a difficult or unlucky situation or
event (Ketahan-malangan adalah daya tahan individu untuk menghadapi
tantangan).366

......adversity quotient is a new conceptual framework for
understanding and enchanting all facets of success. There are three types
of people quitter, camper and climber.
(Ketahan-malangan atau adversity quotient (AQ) merupakan konsep baru
untuk memahami semua aspek kesuksesan. ada tiga bentuk ketahan
malangan yaitu Quitters (diam dan tidak dinamis), Camper (selalu
mencoba tetapi gampang menyerah setelah mendapat tantangan), dan
Climber (orang yang berani dan bertahan menghadapi tantangan
kehidupan). 367

Adversity Quotient (AQ) adalah suatu penilaian yang mengukur

bagaimana respon seseorang dalam menghadapi masalah. Adversity

Quotient (AQ) adalah seperangkat alat yang secara ilmiah bisa digunakan

untuk mengembangkan cara untuk menghadapi masalah, Adversity

365 M. Seligman dan C. Peterson. “Strength, Virtue, and Character,” dalam Paul G. Stoltz and
Erik Weihenmayer, The Adversity Advantages Turning Everyday Struggles Into Everyday
Greatness, 2006, 74

366 Martin H Manser, Oxford Learner‟s Dictionary, Cambridge: University Press, 2003, 25
367 Paul G. Stoltz. Adversity Quotient, Turning Obstacles into Opportunities, Canada:
Published Jhon Wiley and Son, 1997, 93

Quotient (AQ) memberi tahu Anda seberapa jauh Anda mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan kemampuan Anda untuk mengatasinya.
Adversity Quotient (AQ) meramalkan siapa yang mampu mengatasi
kesulitan dan siapa yang akan hancur, Adversity Quotient (AQ)
meramalkan siapa yang akan melampui harapan-harapan atas kinerja dan
potensi mereka serta siapa yang akan gagal dan Adversity Quotient (AQ)
meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan).368

Adapun faktor-faktor pembentuk ketahan-malangan adalah sebagai
berikut: 369
a. Daya saing

Adversity Quotient (AQ) yang rendah dikarenakan tidak adanya daya
saing ketika menghadapi kesulitan, akan menyebabkan seseorang
kehilangan kemampuan untuk menciptakan peluang dalam kesulitan
yang dihadapi.
b. Produktivitas
Respon konstruktif yang diberikan seseorang terhadap kesulitan akan
membantu meningkatkan kinerja lebih baik, dan sebaliknya respon
yang destruktif akan menimbulkan dampak kinerja yang rendah.

c. Motivasi

368 Paul G. Stoltz. Adversity Quotient, Turning Obstacles into Opportunities, 1997, 94
369 M. Seligman dan C. Peterson, The Adversity Advantages Turning Everyday Struggles Into
Everyday Greatness, 2006, 74

Seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat, akan membuat
seseorang mampu menciptakan peluang dalam kesulitan. Artinya,
seseorang dengan motivasi yang kuat akan berupaya menyelesaikan
kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuan.
d. Mengambil resiko
Seseorang yang mempunyai Adversity Quotient (AQ) tinggi, akan
lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang dilakukan. Hal itu
dikarenakan seseorang dengan Adversity Quotient (AQ) tinggi
merespon kesulitan secara lebih konstruktif.
e. Perbaikan
Seseorang dengan Adversity Quotient (AQ) yang tinggi akan
senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit,
yaitu dengan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek agar
kesulitan tersebut tidak menjangkau bidang-bidang yang lain.
f. Ketekunan
Seseorang yang merespon kesulitan dengan baik akan senantiasa
bertahan.
g. Belajar
Anak-anak yang merespon secara optimis, akan banyak belajar dan
lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola
pesimis.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu kemampuan individu untuk

dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai
menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam
permasalahan, serta mereduksi hambatan dan rintangan dengan
mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.
Adversity Quotient (AQ) juga berfungsi sebagai sarana yang
mengajarkan bagaimana cara mengatasi situasi sulit dengan berbagai
pemaknaan dan mencari arti (meaning) yang berbeda, kreatif, dan
kaya. Di dalam term yang lebih optimis, adversity intellegence bisa
disebut sebagai kecerdasan berjuang. 370
2. Dampak Positif Ketahan-malangan bagi peserta didik

Ketahan-malangan yang dimiliki peserta didik membuat penderitaan
hidup yang dihadapi peserta didik hilang secara berangsur-angsur
sebagaimana yang telah Yūsuf alami ketika berada di dalam sumur yang
gelap gulita dan di balik barang-barang dagangan. Penderitaan Yūsuf mulai
lepas dengan mendapat anugrah berupa tinggal di rumah pembesar Mesir
yang identik dengan kemewahan.371 Melalui hukum alamnya, Allah
menguatkan hati peserta didik yang sedang menderita dengan caranya
sendiri sebagaimana terlihat pada saat Yūsuf berada di dalam sumur. Dia
mendapat perlindungan dari Allah berupa perasaan tenang, terlindungi,

370 M. Seligman dan C. Peterson, The Adversity Advantages Turning Everyday Struggles Into
Everyday Greatness, 2006, 75

371 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
404-406

tubuh yang tidak sakit dan kabar gembira mengenai masa depannya.372
Allah juga memberikan wahyu kepadanya untuk menghibur dan
menguatkannya,373 sebagaimana dijelaskan Allah swt dalam firmanNya
berikut:

                     ….

15. …. Dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada
Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan
mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi."374

Ketahanan-malangan juga akan membuat peserta didik mengenal dan
memahami penyebab emosi diri sendiri dan orang lain, mengendalikan dan
mengekspresikan emosinya dengan tepat, dan berempati. Hal ini
sebagaimana terlihat dari sikap Yūsuf ketika berada di dalam sumur tetap
tenang dengan ilham yang diberikan Allah melalui bisikan hatinya.375 Yūsuf
juga tidak meluapkan emosinya ketika dia dijual sebagai budak dan harus
mengabdi kepada salah satu pembesar Mesir, bahkan dia tetap melakukan
tugasnya dengan sepenuh hati.376 Yūsuf tetap bisa menahan emosinya
dengan menjelaskan kebenaran yang ada ketika dia difitnah menggoda istri
tuannya, sehingga dia terbukti tidak bersalah dan diminta tuannya untuk

372 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
397

373 M Nasib ar-Rifa‟I, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Iḥtishari Tafsir Ibnu Katsir,1999, 841
374 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 350
375 M Quraish Syihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
397
376 Ahmad Showi, Khāsyiyah ṣowî „Ala Tafsîr Jalālain,Tth, 238

melupakannya.377 Yūsuf juga menerima pengaduan saudara-saudaranya dan
menanggapinya dengan pertanyaan,378 sebagaimana disebutkan Allah swt
dalam firman-Nya berikut:

                    

89. Yūsuf berkata: "Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah
kamu lakukan terhadap Yūsuf dan saudaranya ketika kamu tidak
mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?".379

Ketahanan-malangan juga akan melatih peserta didik berpikir positif
bahwa tempat yang sulit dan penuh dengan keterbatasan bisa mendatangkan
banyak kebaikan. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan Yūsuf
menganggap penjara bukan sebagai tempat yang menghinakan dan
menyeramkan bagi Yūsuf. Tetapi sebaliknya, Yūsuf menganggap penjara
sebagai tempat yang sangat baik untuk memulai tugas kebaikan dan mulia.
Suasana penjara yang sepi dan tempat yang terbatas menyebabkan fikiran
Yūsuf menjadi lebih fokus dan lebih leluasa untuk mengajak orang-orang
yang berada di dalam penjara menyadari kesalahannya karena menyembah
berbagai Tuhan sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir pada saat
itu.380 Oleh karena itu, penjara bagi Yūsuf dapt dipahami sebagai strategi
kebaikan karena Yūsuf bukan seorang kriminal. Ada banyak contoh orang-

377 M Quraish Syihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
421

378 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
500

379 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 362
380 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 231

orang besar seperti Yūsuf antara lain Hamka, Ibnu Taimiyah dan Sayyid
Qutub. 381

Untuk memiliki jiwa ketahan-malangan, maka peserta didik bisa
melatih dirinya untuk tidak segera senang dan puas (delayed satisfaction)
terhadap prestasi yang telah diterima. Hal ini sebagaimana sikap Yūsuf
menolak dan meminta keadilan raja untuk menyelesaikan masalahnya
dengan Zulaikha terlebih dahulu. Ketika itu raja mengutus panglimanya
untuk menjemput Yūsuf di penjara dan meminta Yūsuf untuk
menghadapnya.382 Keinginan sang raja untuk bertemu Yūsuf ditolak Yūsuf
serta tuntutan keadilan atas dirinya digambarkan Allah swt dalam firman-
Nya berikut:

                         

                      

50. Raja berkata: "Bawalah Dia kepadaku." Maka tatkala utusan itu
datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalilah kepada tuanmu dan
Tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah
melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya
mereka."383

Jiwa ketahan-malangan peserta didik bisa dilatih pendidik dengan
mencari strategi dan berpikir kreatif untuk memecahkan masalah

381 Hamka, Tafsîr Al-Azhar, 1988, 101
382 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
461
383 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 356

sebagaimana yang telah dilakukan Ya‟qub yang menyarankan kepada
saudara-saudara Yūsuf untuk memasuki kerajaan Mesir melalui pintu yang
berbeda ketika kembali lagi ke Mesir dengan membawa Benyamin.384 Saran
Nabi Ya‟qub dijelaskan Allah dalam firman-Nya berikut:

....                          

67. Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-
sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu
gerbang yang berlain-lain".385

384 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, 2001,
483

385 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1994, 359

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang penulis kemukakan pada bab-bab terdahulu,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
4. Kisah Nabi Yūsuf As di ceritakan secara khusus dan runtut dalam satu
surat yaitu surat Yūsuf, sedangkan nabi-nabi yang lain dicertakan dalam
beberapa surat. Isi kisah Nabi Yūsuf As dalam Al-Qur‟an, Allah tekankan
pada hikmah di balik kesabaran berupa kesenangan dan kebahagiaan
setelah berbagai ujian dan cobaan yang melanda. Adapun Skema ayat-ayat
tentang Nabi Yūsuf As dalam al-Qur‟an digambarkan dalam beberapa
tahapan berupa masa kecil, masa remaja dan masa dewasa diiringi dengan
peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Dari masa kecil, Allah sudah
menampakkan tanada bahwa Nabi Yūsuf As akan menjadi nabi Allah.
Perjalanan hidup dari masa kecil hingga dewasa selalu diwarnai dengan
berbagai ujian dan cobaan. Namun, ujian dan cobaan itulah yang
membawanya kepada derajat yang tinggi di sisi Allah. Diantara cobaan itu
adalah kedengkian saudar-saudaranya sendiri yang pada akhirnya
berilmplikasi pada dibuangnya ia ke dasar sebuah sumur. Di mana dari
situ, ia kemudian menapaki hidup baru ketika ia dibawa kafilah yang
menemukannya ke Mesir.
Al-Qur‟an menggambarkan masa muda Nabi Yūsuf As sebagai sosok
pemuda yang tampan, halus budi pekertinya, sopan dan simpatik. Nabi

Yūsuf As pun juga tumbuh sebagai seorang pemuda yang religius. Allah
telah meniupkan ilmu dan hikmah pada dirinya. Bahkan, Nabi Yūsuf As
diberi anugrah Allah dapat menafsirkan mimpi, meskipun Nabi Yūsuf As
juga diuji Allah sebagai pemuda yang hina di mata masyarakat Mesir saat
itu karen harus masuk penjara. Pada bagian akhir kisah, ketika Nabi Yūsuf
As sudah menginjak usia dewasa akhirnya bisa berkumpul kembali dengan
keluarga besarnya. Dari situ, tampak Nabi Yūsuf As adalah orang yang
berbakti dan hormat kepada orang tuanya, meskipun pada saat itu ia
memiliki jabatan dan kekuasaan yang tinggi. Dengan segala kegembiraan
yang dirasakannya, Nabi Yūsuf As tidak lupa akan Tuhannya. Selain itu,
dengan mudah Nabi Yūsuf As memaafkan semua kesalahan saudara-
saudaranya tanpa ada sisa dendam sedikitpun.
5. Ajaran akhlak yang dominan dalam kisah Nabi Yūsuf As antara lain
mimpi, kasih sayang, dan ketahan-malangan yang dapat ditanamkan ke
dalam diri peserta didik ataupun sebagai bahan renungan bagi pendidik
atau pemerhati pendidikan, sehingga dapat diaplikasikan dalam
mengarahkan anak untuk menjadi berakhlak mulia, berkualitas, dan
berkepribadian yang kuat. Selain itu, nilai pendidikan akhlak tersebut bisa
dijadikan pedoman yang menguatkan sendi-sendi kehidupan dalam
beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Implementasi konseptual „ibrah kisah Nabi Yūsuf dalam konteks
pendidikan di sekolah, antara lain:
a. Mimpi

Mimpi merupakan cita-cita di masa yang akan datang. Mesin penggerak
manusia adalah mimpi. Mimpi diperlukan untuk mengontrol, dalam artian
berusaha merencanakan dan menetapkan tujuan hidup sehingga dapat
memberikan alternatif-alternatif tindakan yang terbaik yang dapat dipilih
diantara berbagai kemungkinan yang ditawarkan oleh masa depan. Adanya
dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup menyebabkan manusia
mempunyai mimpi. Peran pendidik dalam mewujudkan mimpi peserta didik
adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik dengan memberikan
motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Pendidik juga memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik
dan mendampingi peserta didik untuk meraih cita-cita melalui
pembelajaran. Adapun Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
b. Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan suatu penyerahan diri secara total dari
pendidik tanpa pamrih kepada anak didik untuk mencapai kedewasaan.
Seyogyanya pendidik tidak hanya menyatakan kasih sayang tetapi juga
mendidik dengan menegur dan memperingatkan kesalahan-kesalahan yang
dilakukan anak didik kemudian mengarahkan ke perilaku dan ucapan yang
lebih baik. Pendidik hendaknya bisa mencurahkan kasih sayang dan
mendidik secara tepat.

Kebutuhan kasih sayang peserta didik yang terpenuhi dengan dengan
cukup baik dari orang tua, pendidik maupun lingkungannya, akan
mempertajam hati nurani, mampu mendorong perkembangan mental, dan
penyempurnaan spiritual peserta didik. Pada akhirnya, anak didik akan
memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan dan ketika dewasa
akan belajar menyayangi, mengasihi, memperhatikan dan mencintai anak-
anaknya, sahabat dan masyarakat di sekitarnya secara maksimal. Bagi
anak didik, kasih sayang yang cukup bisa diperoleh dengan membiasakan
diri untuk lebih peka terhadap kasih sayang pendidik, menikmati
kebersamaan dan aktivitas bersama pendidik. Kasih sayang yang
berlebihan dari pendidik dapat menyebabkan anak didik memiliki sikap
ingin selalu diperlakukan istimewa, bersifat otoriter, diktator, rentan
dengan masalah, tidak percaya diri, mudah putus asa, merasa cukup
dengan apa yang telah diterimanya, sombong, dan tidak mandiri.
Sebaliknya, anak didik yang hidup tanpa kasih sayang akan tumbuh
dewasa dengan menampakkan kebencian terhadap masyarakat dan
menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap orang lain sehingga ia menjadi
manusia yang tidak berperasaan dan suka melakukan hal-hal yang
berbahaya.

c. Ketahan-malangan
Ketahan-malangan (sifat tahan banting) merupakan orang yang tahan

terhadap penderitaan, berani menghadapi tantangan, dan resiko dalam

perjalanan hidupnya. Dalam menjalani kehidupan, manusia dapat dibagi
atas tiga kategori, yakni: Quitters (diam dan tidak dinamis), camper (selalu
mencoba tetapi gampang menyerah setelah mendapat tantangan), dan
Climber (orang yang berani dan bertahan menghadapi tantangan
kehidupan). Ketahan-malangan yang dimiliki anak didik membuat
penderitaan hidup yang dihadapi anak didik hilang secara berangsur-
angsur, membuat anak didik mengenal dan memahami penyebab emosi
diri sendiri dan orang lain, mengendalikan dan mengekspresikan emosinya
dengan tepat, dan berempati. Agar memiliki jiwa ketahan-malangan, anak
didik bisa melatih dirinya untuk tidak segera senang dan puas (delayed
satisfaction) terhadap prestasi yang telah diterima. Sedangkan pendidik
bisa melatih anak didik dengan mencari strategi dan berpikir kreatif untuk
memecahkan masalah .
B. Saran
Penelitian tentang pendidikan akhlak kisah Nabi Yūsuf As dalam tafsir Al-
Mishbāh merupakan salah satu penelitian yang masih banyak menyisakan
ruang untuk diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bukan merupakan hasil
final, melainkan sebagai stimulus untuk mengkaji keunikan-keunikan
kisah Nabi Yūsuf As dalam al-Qur‟an jika dikaitkan dengan proses
pembelajaran.

C. Penutup

Rasa syukur yang tiada terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
karena hanya dengan ma‟unah dan hidayah-Nya semata penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis ini, walaupun dalam bentuk yang sangat
sederhana sekali. Namun demikian, penulis menyadari akan adanya
keterbatasan-keterbatasan yang menjadikan karya ini tidak dapat mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu, peran korektif dari para pembaca
sangatlah penting artinya dengan tetap berharap bahwa karya kecil ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis
pada khususnya. Akhirnya, hanya kepada Allah-lah harapan tertuju atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, semoga ilmu yang bermanfaat selalu
terkaruniakan dan lindungan Allah selalu menyertai, amin.

Daftar Pustaka

Ali, Abi Hasan bin Ahmad al Wakhidi. Asbabun Nuzul. Libanon: Beirut. 1991.

Abdillah, Abu Bukhori. Shahih Bukhari. Beirut: Dar al Fikr. 1981.

Abi Ja‟far, Nuhas Ahmad bin Muhammad bin Isma‟il. I‟rab al-Qur‟an. Beirut:
Dar al-Kutub al-Imiah. 2004.

Abdul, Umar Jabar. Kholashotu Nuril Yakin. Surabaya: Salim Nabhan. 2001.

Ali al-Shabuni, Muhammad. Tibyan fi‟Ulum al-Qur‟an. Beirut: al-„alam al kutub.
1985.

Ali, Muhammad. History of The Prophets (As Narated in The Holy Qur‟an,
Compared with the Bible). Terj. Bambang Dharma Putera. Jakarta: Darul
Kutubil Islamiah. 2007.

Anwar, Rosihan. Samudera Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Arif, Masykur Rahman. Misteri Sobeknya Baju Nabi Yusuf As.Yogyakarta: Diva
press. 2012.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. 2010.

Audah, Ali. Konkordasi Qur‟an Panduan Kata dalam Mencari Ayat Al-Qur‟an.
Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa. 1991.

Azmi, Amilatul. “Kisah Nabi Yūsuf As dalam al-Qur‟an (Studi Komparatif
Tafsir fi Dzilal al-Qur‟an karya Sayyid Qutub dan Tafsir al-Qur‟an
al-„Adzim karya Ibnu Katsir). Tesis. Tidak diterbitkan PPS UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. 2011.

Chirzin, Muhammad. Al-Qur‟an dan Ulumul Qur‟an. Yogyakarta: Dhana Bakti
Prima Yasa. 2003.

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Semarang: PT Grafindo.
1994.

Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama
RI. 2009.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka. 2003.

Djalal, Abdul. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu. 1998.

Ellis, Jeanne Omrod. Educational Psychology: Developer Learners. Boston:
Pearson. 2011.

Hakim, Muhammad Baqir. Terjemah Nasirul Haq. Ulumul Qur‟an. Jakarta: Al
Huda. 2003.

Hamid al-Husaini. Riwayat kehidupan Nabi Besar Muhammad. Jakarta: Yayasan
al-Hamidi. 1992.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. jilid V. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1988.

_______. Tafsir Al-Azhar. jilid XII. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1988.

________. Tafsir Al-Azhar. jilid XIII. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1988.

Harun Nasution dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1992.

Huda, Miftahul dan Muhammad Idris. Nalar Pendidikan Anak. Yogyakarta: Ar-
Ruz Media. 2008.

Ismail, Muhammad Ibrahim. Mu‟jam al-Fadz wa al-Qur‟aniyyah. Beirut: Dar al-
Fikr al-„Arabi. 1969.

Ja‟far Muhammad bin Jarir Al-Tabari. Tafsir al-Tabari Jami‟ul Bayan. Beirut:
Dar al-Fikr al-„Arabi. 1978.

Istiqomah, Nurul. “Struktur dan Semiotik Kisah Nabi Yūsuf (Pendekatan
Post-Strukturalism atas surat Yūsuf). Tesis. Tidak diterbitkan PPS UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2012.

Kamil, Muhammad Hasan. al-Qur‟an wa al-Qashas al-Hadisah. Beirut: Dar al-
Buhus. 1970.

Khalafullah, Muhammad A. Al-Qur‟an Bukan “Kitab Sejarah”: Seni. Sastra. dan
Moralitas dalam Kisah-Kisah Al-Qur‟an. terj Zuhairi Misrawai dan Anis
Maftukhin. Jakarta: Paramadina. 2002.

Lembaga Alkitab Indonesia. Progam al kitab. 2.00. 1974.

Muhammad bin Ahmad bin Iyas al Hanafi. Badaai‟uz Zuhur fi Waqoi‟ud
Duhur. Semarang: Al Munawar. 1984.


Click to View FlipBook Version