The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by syanelengkong10, 2022-11-09 04:01:45

tes

latihan

Keywords: coba

Gambar tersebut merupakan tahapan sub kultur/multiplikasi, Jelaskan tahapan multiplikasi
menurut gambar diatas:

Jawab
……………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………

JUNI 2022 Kelas XII/Fase F

Pertemuan 9

Teknik Aklimatisasi

DISUSUN OLEH
Yudihulawa Hadju, SP, M.Pd

Nama Penyusun A. INFORMASI UMUM
Nama Sekolah
Kelas Yuddihulawa Hadju, SP, M.Pd
Capaian Pembelajaran
Jumlah Pertemuan SMKN 1 Paguyaman
Alokasi waktu (menit) XII
Elemen / Domain  Pada akhir kelas XII, Peserta didik dapat mendeskripsikan proses
Kompetensi Awal
Sarana Prasarana aklimatisasi planlet dan dapat melakukan aklimatisasi planlet

Target Peserta Didik 1 x pertemuan
5 JP (1 x 45 menit =225 menit)
Model Pembelajaran Aklimatisasi
Moda Pembelajaran Pengenalan peralatan laboratorium serta fungsinya
Metode Pembelajaran  Komputer/Laptop
Sumber Pembelajaran  Jaringan Internet
Media Pembelajaran  LCD/Slide PPT
 Pot
 Akar Pakis
 Fungisida
 Pengait
 Wadah/Baki

• Peserta didik tipikal umum, tidak ada kesulitan dalam mencerna
dan mengikuti alurmateri ajar

• Peserta didik dengan kesulitan belajar: memperlihatkan usaha
dalam mengikuti alurmateri ajar

• Peserta didik dengan pencapaian tinggi: mencerna dan memahami
dengan cepat

Projek Based Learning
Luring

Ceramah, Tanya jawab, diskusi, praktik langsung

Buku Paket, Modul, Internet dan Lainnya

Jobsheet

Tujuan Pembelajaran B. KOMPONEN INTI

Peserta didik dapat mendeskripsikan proses aklimatisasi planlet dan dapat
melakukan aklimatisasi planlet

Alur Tujuan pembelajaran 1. Peserta didik dapat mendeskripsikan proses aklimatisasi planlet kultur
Pemahaman Bermakna jaringan
Pertanyaan Pemantik
2. Peserta didik dapat melakukan aklimatisasi planlet kultur jaringan

- Pemindahan planlet ke media sebenarnya dibutuhkan proses adaptasi
yang disebut aklimatisasi

- Planlet merupakan bentuk bibit tanaman yang masih rentan terhadap
kondisi luar

- Apakah perlu tanaman dari kultur jaringan yang sudah berakar perlu
dipisah?

- Tahukah kamu planlet kultur jaringan perlu adanya adaptasi dengan media
tumbuh sebenarnya

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pertemuan 1 (Pertama)

Kegiatan Awal (25’)
Orientasi, Motivasi dan Ap ersepsi

- Peserta didik dan Guru memulai pelajaran dengan berdoa bersama.
- Guru memeriksa kehadiran peserta didik dan meminta peserta didik untuk mempersiapkan perlengkapan dan

peralatan yang diperlukan
- Peserta didik bersama dengan guru membahas tentang kesepakatan yang akan diterapkan dalam pembelajaran
- Peserta didik dan guru berdiskusi melalui pertanyaan pemantik:

 Apakah perlu tanaman dari kultur jaringan yang sudah berakar perlu dipisah?
 Tahukah kamu planlet kultur jaringan perlu adanya adaptasi dengan media tumbuh sebenarnya
- Peserta didik menerima informasi tentang kompetensi, ruang lingkup materi, tujuan, manfaat, langkah
pembelajaran, metode penilaian yang akan dilaksanakan yang ditayangkan.
- Guru menyampaikan kepada peserta didik bahwa materi yang akan dipelajari yaitu aklimatisasi Kultur
jaringan
- Guru mengaitkan penyiapan alat kultur dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik

Kegiatan Inti ( 210’)

Menentukan pertanyaan - Dengan metode Tanya jawab guru memberikan pertanyaan mendasar
dasar mengenai:
 Apakah perlu tanaman dari kultur jaringan yang sudah
Membuat desain proyek berakar perlu dipisah?
Menyusun penjadwalan
Memonitor kemajuan proyek  Tahukah kamu planlet kultur jaringan perlu adanya

Penilaian hasil adaptasi dengan media tumbuh sebenarnya
- Guru memberikan gambaran umum tentang aklimatisasi dan

bersama dengan peserta didik merumuskan tema proyek dan
tahapan pengerjaan proyek (penyiapan alat bahan).
- Guru membagi peserta didik dalam kelompok yang berjumlah 3-4
orang secara acak
- Peserta didik mendiskusikan tentang Proses penyiapan peralatan
dengan tahapan sesuai jobsheet.
- Peserta didik membuat daftar ceklist kebutuhan alat bahan dalam
penyiapan alat bahan dan membagi tugas dari anggota kelompok
- Peserta didik menentukan jadwal/waktu pengerjaan proyek dan
membuat daftra ceklist terhadap tahapan tersebut dalam diskusi
kelompok
- Guru memantau kegiatan diskusi secara kelompok dan
mengarahkan peserta didik agar dapat menyelesaikan proyeknya
tepat waktu
- Guru memantau kegiatan dan keaktifan peserta didik selama
melaksanakan proyek dengan menggunakan pedoman penilaian,
memantau realisasi perkembangan dan membimbing peserta didik
apabila mengalami kesulitan.
- Peserta didik melakukan aklimatisasi sesuai tahapan pada jobsheet
dengan jadwal yang telah ditentukan.
- Peserta didik mendiskusikan dalam kelompok/antar kelompok jika
terdapat masalah dalam penyelesaian proyek
- Guru menilai ketercapaian tahapan aklimatisasi sesuai jadwal
yang telah ditentukan
- Peserta didik mengisi daftar ceklist tahapan keterlaksanaan
penyiapan lahan (peserta didik menilai diri sendiri)

Evaluasi pengalaman - Guru menilai hasil kerja peserta didik sesuai standar dengan
mencocokkan daftar ceklist dengan hasil kerja peserta didik.

- Peserta didik memaparkan hasil kerja yang telah dilakukan dan
ditanggapi oleh kelompok lain

- Guru dan peserta didik menyimpulkan hasil proyek yang telah
dilakukan

Kegiatan Penutup (30’)
- Peserta didik menanyakan hal-hal yang masih ragu.
- Guru membantu peserta didik untuk menjelaskan hal-hal yang diragukan sehingga informasi menjadi

benar dan tidak terjadi kesalah pahaman terhadap materi.
- Peserta didik menyimpulkan materi di bawah bimbingan guru.
- Guru memberikan penghargaan (misalnya pujian atau bentuk penghargaan lain yang relevan) kepada

kelompok yang berkinerja baik
- Guru memberikan tes (quiz) berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari.
- Guru memberi tugas tindak lanjut untuk pertemuan selanjutnya untuk mempelajari produksi tanaman

secara konvensional.
- Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan mengucapkan salam.

Mengetahui, Paguyaman, Sept 2022
KepalaSekolah, Guru Mata Pelajaran

Lukman Hakim Puluhulawa, S.Pd Yuddihulawa Hadju, SP, M.Pd
NIP. 19781222 200501 1 007 NIP. 197209072009012001

Jobsheet Aklimatisasi

Nama Sekolah : SMK Negeri 1 Paguyaman
Bidang Keahlian : Agribisnis dan agroteknologi
Program Keahlian : Agribisnis Tanaman
Kompetensi Keahlian : Kultur Jaringan
Kelas/semester : Kelas XII
Alokasi Waktu : 45 menit x 5

Petunjuk Penggunaan

1. Baca dengan baik petunjuk umum penggunaan jobsheet ini!
2. Baca dan pahami tujuan pembelajaran yang akan dicapai

melalui Jobsheet ini!

3. Bacalah teori yang disajikan pada Jobsheet dan siapkan juga buku paket dan bahan
ajar yang sesuai dengan materi yang akan dibahas!

4. Lakukanlah Langkah-langkah kegiatan dengan sungguh-sungguh dan berurutan!
5. Lakukan kegiatan praktik dengan tertib dan aman

Keselamatan Kerja

1. Menggunakan pakaian praktek
2. Menggunakan alat sesuai dengan fungsi dan spesifikasinya
3. Menjaga kebersihan tempat praktek
4. Sebelum melakukan sterilisasi perhatikan instruksi penggunaan alat
5. Bekerjalah sesuai prosedur,bertanyalah kepada instruktur jika ada keraguan pada saat

praktek
6. Perhatikan agar tidak terjadi kecelakan kerja

Alat & Bahan yang digunakan:

Pot Pengait Wadah/Baki

Akar Pakis (untuk anggrek) Anggrek botolan Tray

Fungisida Termometer Ruangan

Prosedur Kerja:
Beberapa tindakan berikut perlu dilakukan sebelum proses pemindahan kultur ke tanah.

1. Perakaran plantlet diperiksa : apakah terbentuk
dari pucuk atau kalus: apakah sudah terbentuk
bulu-bulu akar. Bulu-bulu akar lebih baik
perkembangnya di media cair.

2. Plantlet yang vitrous tidak akan tahan
dikeluarkan dari botol, hanya plantlet yang hijau
kekar yang dapat bertahan. Oleh karena itu,
harus dilakukan seleksi kultur.

3. Kultur yang akan dikeluarkan diberi intensitas
cahaya yang tinggi selama 1-2 minggu

Pada proses pemindahan, tindakan berikut perlu dilakukan.

1. Semua agar-agar dan bekas media dari plantlet
dicuci bersih karena media in vitro
mengandung gula yang menarik serangga dan
serangan penyakit

2. Pada waktu pencucian, diusahakan agar akar tidak sampai terputus

3. Setelah dicuci, agar-agar dan bekas media
dari plantlet direndam dalam larutan fungisida
2 g/ liter selama 30 menit.

4. Media tanam in vitro berupa tanah : kompos : sekam = 1:1:1 (v/v) (untuk tebu) akar pakis (untuk
anggrek) yang sudah dikukus selama 4 – 6 jam. Alat pengukusan dapat dibuat dari modifikasi drum
minyak yang agak besar

5. Setelah Plantlet ditanam di pot kecil atau polybag kecil, tanaman
disungkup dengan sungkup plastik.. Sungkup dapat secara
individu maupun untuk beberapa pot. Secara individu, sungkup
yang efektif adalah botol selai

6. Plantlet diletakkan pada tempat dengan intensitas cahaya sekitar 40-50 %.
7. Temperatur aklimatisasi sebaiknya antara 25 – 28 °C. Temperatur 30 ºC atau lebih dapat

menyebabkan kematian planlet. Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan penyiraman air secara
berkala di atas sungkup plastik. Pada tanaman yang sudah menunjukkan pertumbuhan, intermitent
mist diberikan langsung pada tanaman. Untuk skala besar, dapat menggunakan fogging machine
dalam saung plastik aklimatisasi yang tertutup.
8. Setelah 10-14 hari, sungkup dibuka. Bila kelayuan planlet masih terjadi, sungkup harus digunakan
kembali. Setelah planlet segar kembali, sungkup dibuka lagi sampai akhirnya planlet tidak perlu
disungkup lagi.
9. Planlet yang telah menunjukkan pertumbuhan dipindahkan ke nursery dengan intensitas cahaya yang
lebih tinggi. Setelah kuat, tanaman dipindahkan ke lapangan

.

Refleksi

Setelah kalian mempelajari semua materi pada bab ini, saatnya kalian merefleksikan hasil belajar kalian

dengan mencentang pada kolom pemahaman. Kalian bisa mencentang pada kolom ya, jika kalian sudah

memahami materi yang kalian pelajari dan mencentang belum untuk materi yang belum kalian pahami,

sehingga perlu mengulangnya kembali.

Materi yang telah saya Pemahaman
pelajari Saya

Penyiapan planlet Ya Belum
Aklimatisasi

Asesmen

1. Asesment Non kognitif

Informasi apa saja yang ingin

digali? Pertanyaan kunci yang ingin ditanyakan

Kesejahteraan psikologis Bagaimana perasaanmu mau belajar kultur jaringan hari ini?

dan social emosi peserta Bagaimana perasaanmu pada teman temanmu ?

didik Berapa orang yang kamu sukai dalam pembelajaran ini?

Aktivitas peserta didik Apa aktivitasmu selain belajar kultur jaringan hari ini ?
selama belajar di rumah

Kondisi keluarga peserta didik Adakah yang mendampingmu belajar ? Siapa ? Adakah yang

dan pergaulan peserta didik memantau kegiatanmu dalam belajar ?

Gaya belajar, karakter, Sudah siap belajar DDAT hari ini?
serta minatpeserta didik Bagaimana gaya belajar anda ?

a. Mendengar saja
b. Melihat saja
c. Sambil bergerak
d. Menderngar dan melihat
e. Mendengar dan bergerak
f. Melihat dan bergerak
g. Melihat, mendengar dan bergerak

Langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan? Alat bantu apayang
dibutuhkan?

Memberikan pertanyaan dalam google form untuk kemudian diisi Google form Internet
oleh peserta didik dan dianalisis untuk menentukan kesiapan peserta HP
didik

- Untuk peserta didik yang sudah siap: beri apresiasi agar

kesiapannya lebih mantap

- Untuk peserta didik yang belum siap: beri semangat dan dorongan

agar muncul semangat dan siap belajar

Pelaksanaan

1. Berikan penguatan dan/atau pertanyaan lanjutan saat peserta didik

menjawabpertanyaan

2. Arahkan dan langsung menjawab jika peserta didik balik bertanya

3. Beri waktu peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang

diajukan.

Jika merasa kesulitan memahami pertanyaan, sederhanakan

pertanyaandengan menggunakan bahasa yang lebih mudah

dipahami.

Tindak lanjut

1. Jika peserta didik menyampaikan masalah, ajak berdiskusi untuk

menentukanpenyelesaiannya atau paling tidak mengurangi
bebannya
2. Jika diperlukan komunikasikan permasalahan tersebut dengan wali
kelas
3. Lakukan asesmen diagnostik non kognitif secara berkala sesuai
kebutuhan

2. Asesment Kognitif

Identifikasi Pertanyaan Kemungkinan Skor (Kategori) RencanaTindak
materi yang akan Jawaban Paham Lanjut
1. Apa tujuanan
diujikan manfaat dari Jika Belum Paham Pembelajaran
Peserta didik aklimatisasi menyebutkan3-5 dapat dilanjutkan
dapat Paham pada materi
mendeskripsikan 2. Bagaimanakah dan penanaman
proses jika planlet kultur mendeskripsikan Belum Paham
aklimatisasi jaringan tidak Memberikan
planlet kultur melalui tahapan dengan baik pembelajaran
jaringan aklimatisasi Jika remedial dengan
menyebutkan0-2 menekankan pada
konsep penyiapan
Peserta didik dapat 1. Apa saja Jika lahan
menyebutkan3-5 Pembelajaran
melakukan peralatan yang dapat dilanjutkan
dan pada materi
aklimatisasi dibutuhkan mendeskripsikan penanaman

planlet kultur dalam dengan baik Memberikan
pembelajaran
jaringan aklimatisasi Jika remedial dengan
menyebutkan0-2 menekankan pada
2. Bagaimana konsep penyiapan
lahan
tahapan

aklimatisasi

planlet kultur

jaringan?

Pengayaan & Remedial

A. Pengayaan
Untuk lebih memperkaya pemahaman kalian mengenai kultur jaringan, silakan
kalian simak video dari Esha Flora dengan cara mengklik langsung pada gambar
tangkapan video berikut:

https://youtu.be/5Arkwt6yjBU

B. Remedial
Supaya kalian lebih memahami mengenai materi aklimatisasi kultur jaringan, silakan
kalian mengerjakan soal berikut ini:
1. Apa saja peralatan yang digunakan dalam aklimatisasi kultur jaringan
Jawab
…………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………….
2. Mengapa perlu dilakukan aklimatisasi, jelaskan
Jawab
……………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………
3. Bagaimanakah tahapan aklimatisasi anggrek yang sesuai prosedur

Jawab
……………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………
4. Dalam tahapan aklimatisasi dilakukan perendaman air dan fungisida, apa tujuan dari
perlakukan itu?
Jawab
…………………………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………
5. Perlukan aklimatisasi dilakukan, Jelaskan.
Jawab
……………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………………

SMK Negeri 1 Paguyaman

Bahan Bacaan

Kelas XII/ Fase F

Penyiapan ruang laboratorium
Penyiapan alat & bahan
Sterilisasi Alat & Bahan
Pembuatan Media Kultur
Penyiapan Bahan Tanam/Eksplan
Teknik Inisiasi Bahan Tanam
Penumbuhkan Bibit Kultur Jaringan
Aklimatisasi

Digunakan untuk Kalangan sendiri

Pengertian dan Prinsip Pembiakan Tanaman secara Modern/Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan merupakan salah satu cara untuk memperbanyak tanaman

secara vegetatif. Pengertian kultur jaringan ialah teknik memperbanyak tanaman
dengan menggunakan cara isolasi salah satu bagian tanaman seperti daun, mata tunas,
dan untuk menumbuhkan bagian-bagian tersebut ke dalam media buatan secara
aseptik dimana kaya akan nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah yang tertutup
yang dapat tembus cahaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat
memperbanyak diri serta bergenerasi menjadi sebuah tanaman lengkap (Hartman and
Kester 1961; Wiraatmaja, 2017). Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah
perbanyakan tanaman dengan memakai bagian vegetatif tanaman yang menggunakan
media buatan dan dilakukan di tempat yang steril. Berbeda dari teknik untuk
memperbanyak tanaman secara konvensional, teknik kultur jaringan merupakan teknik
yang dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam sebuah botol kultur dengan medium
serta pada kondisi tertentu. Oleh sebab itu, teknik pengertian kultur jaringan dapat
disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro yang merupakan kata dari bahasa latin yang
berarti ”didalam kaca”. Sejarah perkembangan kultur jaringan diawali dengan adanya
teori totipotensi sel. Menurut teori Totipotensi Setiap sel dalam satu tumbuhan memiliki
informasi genetik yang sama. Sel ini memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi
individu baru yang utuh seperti induknya, karena mampu melakukan seluruh aktivitas
metabolisme dan mengekspresikan semua informasi genetiknya di bawah kondisi yang
memenuhi syarat sehingga dapat membentuk organisme yang lengkap dan
terdiferensiasi penuh. Dengan totipotensi, satu tanaman dapat di klon menjadi banyak
tanaman yang identik. Kemampuan sel ini menyebabkan para ilmuwan tertarik untuk
mengembangkan sel atau jaringan tersebut menjadi individu baru. Usaha untuk
memperoleh individu baru dari satu sel atau jaringan disebut kultur jaringan. (Hartman
and Kester 1961; Wiraatmaja, 2017).
Keberhasilan dari teknik kultur jaringan sebagai sebuah sarana untuk memperbanyak
tanaman secara vegetatif pertama kali pada tahun 1934 dilaporkan oleh White, yaitu
dengan keberhasilannya untuk kultur akar tanaman tomat. Pada tahun berikutnya yakni
tahun 1939, White, Nobecourt, dan Gautheret berhasil untuk menumbuhkan kalus

tembakau dan wortel dengan cara in vitro. Setelah perang dunia II, perkembangan
kultur jaringan menjadi berkembang pesat dan menghasilkan penelitian-penelitian yang
mempunyai arti penting untuk dunia pertanian, hortikultura, dan kehutanan (Hartman
and Kester 1961; Wiraatmaja, 2017).
2. Kelebihan dari kultur jaringan.
Kelebihan dari kultur jaringan adalah bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan
cepat, bibit unggul dapat cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit, seragam atau
sama dengan induknya, efisien tempat dan waktu, tidak tergantung musim, untuk skala
besar biaya lebih murah, dan peluang untuk menghasilkan bahan bioaktif/metabolik
sekunder tanpa menanam di lapang atau di luar.
3. Manfaat kultur jaringan.
Manfaat kultur jaringan adalag: 1) Kultur jaringan merupakan cara cepat untuk
memperbanyak tanaman dibandingkan dengan cara konvensional. 2) Bibit tanaman
yang lebih bermutu. 3) Sifat dari induk yang tidak hilang. 4) Cara untuk
mengembangbiakkannya yang mudah serta ekonomis. 5) Untuk memperoleh bibit baru,
tidak tergantung musim pada saat itu. 6) Dapat menghasilkan tanaman yang terbebas
dari segala macam penyakit. 7) Bibit tanaman yang dapat tumbuh lebih cepat
dibandingkan ditanam di tanah. 8) Waktu dan tempat yang dapat dihemat. 9)
Memperoleh bibit baru dalam jumlah yang besar.

Dampak negatif kultur jaringan tanaman. Meskipun teknik kultur jaringan
mempunyai banyak manfaat kultur jaringan terhadap reproduksi tanaman, namun
teknik kultur jaringan ini juga mempunyai dampak negatifnya. Teknik kultur jaringan
memerlukan individu yang yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut, hal ini
karena tanpa adanya keahlian teknik tersebut cenderung gagal. Modal awal untuk
menggunakan teknik tersebut relatif mahal, dan bibit yang dihasilkan juga harus
diaklimatasi terlebih dahulu, hal ini karena kondisinya yang cenderung aseptik dan
lembab. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan juga penggunaan teknik tersebut agar tidak
menimbulkan kerugian
Menurut Wiraatmaja (2017), kultur jaringan membutuhkan beberapa prasyarat guna
mendukung kehidupan jaringan yang dikembangbiakkan tersebut. Salah satu hal yang

penting adalah sebuah wadah dan media tumbuh yang cukup steril. Media tersebut
akan digunakan sebagai tempat bagi jaringan tanaman untuk dapat tumbuh serta
mengambil nutrisi yang dapat mendukung kehidupan jaringan tersebut. Media tumbuh
akan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan jaringan tanaman untuk hidup serta
memperbanyak diri. Syarat-syarat yang lainnya adalah dalam pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar dalam pembentukkan kalus, terdapat beberapa syarat tumbuhan eksplan :
1) Jaringan tersebut pada saat sedang aktif pertumbuhanya, diharapkan masih terdapat
zat-zat tumbuh yang masih aktif sehingga akan membantu perkembangan jaringan-
jaringan selanjutnya.
2) Eksplan yang diambil berasal dari bagian-bagian tumbuhan, seperti : akar, kuncup,
mata tunas, daun, umbi, dan ujung batang yang dijaga kelestatriannya.
3) Eksplan yang diambil berasal dari bagian-bagian yang masih muda (apabila ditusuk
dengan menggunakan pisau akan terasa lunak sekali). Pilih bagian dari tanaman yang
masih muda serta dapat dengan mudah untuk tumbuh yaitu pada bagian meristem,
seperti: ujung akar, daun muda, keping biji, ujung batang, dan sebagainya.
4. Teknik Kultur Jaringan
Terdapat beberapa teknik kultur jaringan, yaitu:
1) Kultur Haploid. Kultur haploid adalah kultur yang menggunakan bagian reproduksi
suatu tanaman sebagai eksplannya, seperti : tepung sari, ovule, kepala sari, dan lain
sebagainya sehingga dapat menghasilkan tanaman haploid.
2) Kultur Protoplasma. Kultur protoplasma menggunakan sel yang telah dilepas dari
bagian dinding selnya, hal ini karena enzim tersebut sebagai eksplannya. Kultur
protoplasma digunakan pada umumnya untuk keperluan hibridisasi somatik ataupun
fusi sel soma
3) Kultur Suspensi. Kultur suspensi yang dijadikan eksplannya pada umumnya yaitu
kalus atau jaringan meristem yang dalam bentuk sel maupun agregat. Pada kultur
suspensi pada umumnya memakai media cair dengan pengocokan secara terus
menerus dengan menggunakan shaker.
4) Kultur Kalus. Kultur kalus yang dijadikan eksplannya adalah sekumpulan sel, seperti :
jaringan parenkim.

5) Kultur Organ. Kultur organ memakai bagian-bagian tertentu dari sebuah tanaman
sebagai eksplan seperti buku batang, akar, helaian daun, buah muda, tangkai daun,
pucuk,bunga, dan lain sebagainya.
6) Kultur Biji. Kultur biji dengan memanfaatkan biji atau seeding sebagai eksplan
Teknik kultur jaringan dapat dilakukan dengan metode-metode yang akan dijelaskan
dibawah ini. Macam –macam metode pada teknik kultur jaringan dapat ditinjau dari
macam media tanam, eksplan yang dipakai atau bahan, dan cara pemeliharaannya.
Berdasarkan dari macam media tanam yang dipakai, metode kultur dibedakan sebagai
berikut :
1) Metode Padat (Solid Method). Metode padat atau solid method adalah teknik kultur
jaringan dengan menggunakan media padat. Media padat ialah media yang didalamnya
terkandung semua komponen-komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut
yang kemudian akan dipadatkan dengan menambahkan suatu zat pemadat. Zat
pemadat dapat berupa agar-agar batangan, bubuk, ataupun sebuah kemasan kaleng
yang biasanya dipakai untuk media padat pada teknik kultur jaringan. Metode padat
atau solid method ini banyak digunakan guna teknik kloning, untuk menumbuhkan
protoplasma setelah diisolasikan, dan kegunaan yang lainnya. Perlu diketahui juga
bahwa penggunaan media yang terlalu padat akibatnya membuat akar sukar untuk
tumbuh karena akar akan sulit menembus ke dalam media sehingga membuat proses
kultur cenderung gagal.
2) Metode Cair (Liquid Method). Metode cair atau liquid method adalah teknik kultur
jaringan dengan menggunakan media cair. Media cair dapat berupa larutan nutrien
tanpa harus memerlukan zat pemadat. Pembuatan media cair ini cenderung lebih cepat,
namun kurang praktis sebab apabila terlalu cair dapat menyulitkan pertumbuhan
eksplan menjadi kalus sehingga keberhasilannya yang sangat minim. Pertumbuhan
tersebut tidak akan terjadi sebab eksplannya tenggelanm. Oleh karena itu, teknik kultur
jaringan dengan menggunakan metode cair pada umumnya digunakan pada eksplan
satu diantaranya yaitu suspensi sel.

Penataan Ruang Laboratorium Kultur Jaringan
Penataan ruangan dalam laboratorium disesuaikan dengan langkah-langkah dalam
prosedur kultur jaringan dan alat-alat yang diperlukan, pembagian ruangan dalam
laboratorium kultur jaringan adalah sebagai berikut.

Ruang persiapan, ruangan ini digunakan untuk persiapan media, persiapan bahan
tanaman, tempat pencucian dan penyimpanan alat-alat gelas. Pada ruangan ini
terdapat alat-alat seperti: timbangan analitik, kulkas, hot plate magnetic stirer, pH
meter, otoklaf, oven, alat-alat gelas standar, lemari alat-alat, lemari bahan, dan lain-
lain.
Ruang transfer, ruangan ini digunakan untuk inokulasi eksplan yang dimulai dari
isolasi bagian tanaman, sterilisasi, dan penanaman eksplan pada media. Ruangan ini
harus steril bebas dari debu dan hewan kecil. Dalam ruangan ini terdapat peralatan
seperti: laminar air flow cabinet, alat-alat diseksi (scalpel, pinset, spatula, guntung,
jarum), hand sprayer, bunsen, timbangan kecil, dan lain-lain.
Ruang kultur, ruangan ini digunakan untuk pertumbuhan kultur. Ruangan ini
memerlukan pengaturan faktor-faktor lingkungan seperti: suhu, cahaya, dan
kelembaban. Pada ruangan ini terdapat: rak-rak kultur yang bertingkat 3-4 dilengkapi
lampu TL, timer untuk mengontrol lama penyinaran, AC, mikroskop, shaker
(penggojok), dan lain-lain.

5. Teknik Kultur Jaringan
Tahapan kegiatan kultur jaringan tanaman, antara lain:
a. Mempersiapkan alat dan bahan
Peralatan yang dibutuhkan adalah alat-alat yang biasa digunakan dalam
mempersiapkan media kultur dan eksplan seperti: timbangan analitik, timbangan kasar,
pH meter, autoklaf, exhaust fan, alat-alat gelas standar (gelas piala, gelas erlenmeyer,
labu takar, gelas ukur, cawan petri, pipet ukur, pipet tetes, pengaduk kaca, gelas arloji,
tabung reaksi), botol kultur, gunting, timbangan, hot plate magnetic stirer, tabung gas
(LPG) beserta kompornya, lemari pendingin (kulkas), pisau, keranjang, lemari bahan,
lemari alat, rak pengering, dan rak plastik beroda. Sedangkan bahan-bahan yang ada di
ruangan persiapan adalah: bahan-bahan kimia, larutan stok, vitamin, bahan organik,
fungisida, bakterisida, detergen, gula, agar-agar, arang aktif, talenan/alas pemotong,
aluminum foil, dan plastik packing/pengemas. Sedangkan bahan yang dibutuhkan
adalah Alkohol 70%, Alkohol 96%, Tissu, Alat-alat diseksi, spirtus, akuades steril, kertas
label, pensil 2B, aluminium foil, plastic wrapping, dan bahan-bahan kimia lannya yang
digunakan dalam pembuatan media kultur.
b. Mempersiapkan tanaman induk sebagai sumber eksplan
Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang akan
diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, varietasnya serta harus sehat
dan bebas dari hama dan penyakit kemudian dikondisikan dan dipersiapkan secara
khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan
dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara
in-vitro. Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan
kualitas eksplan. Bagian tanaman yang digunakan sebagai sumber eksplan adalah
jaringan muda yang masih tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda
mempunyai daya regenerasi yang tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan
relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Sementara itu, jaringan
tanaman yang sudah tua lebih sulit beregenerasi, dan biasanya mengandung lebih
banyak kontaminan. Bagian tanaman lain yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah
biji atau bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon, tunas pucuk, potongan

batang satu buku (nodal eksplant), potongan akar, potongan daun, potongan umbi
batang, umbi akar, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang, dan bagian
bunga.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilhan sumber eksplan, adalah:
1) Umur ontogenetik (ontogenetic age) eksplan adalah umur ontogeni tanaman induk
sumber eksplan. Umur ontogeni adalah masa transisi dari fase pertumbuhan juvenil
menuju fase dewasa (perubahan fase perkembangan tanaman dari juvenil menjadi
dewasa). Fase juvenil adalah periode pembungaan tidak terjadi dan tidak dapat
dirangsang dengan perlakuan yang biasa digunakan untuk merangsang pembungaan.
Umumnya eksplan yang diambil dari tanaman induk yang masih juvenil mudah
beregenerasi saat dikulturkan di laboratorium. Fase dewasa (adult atau mature) adalah
masa perkembangan tanaman sudah mampu berbunga. Daya regenerasi eksplan dari
tanaman induk dewasa umumnya lebih rendah dibandingkan dengan eksplan dari
tanaman juvenil. Artinya jika eksplan diambil dari tanaman induk yang sudah dewasa
atau sudah mampu berbunga, eksplan tersebut umumnya lebih sulit membentuk tunas
dibandingkan dengan eksplan yang diambil dari tanaman induk yang masih juvenil
walaupun secara fisiologi jaringannya sama-sama masih muda, contohnya beberapa
tanaman berkayu seperti durian atau nangka. Eksplan satu buku yang diambil dari
pucuk tanaman dewasa sulit beregenerasi atau bahkan tidak membentuk tunas.
2) Umur fisiologis eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk
beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda dan bersifat meristematik (sel-selnya
masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang
sudah tua. Oleh karena itu bagian tanaman yang meristematik tingkat keberhasilan
pengkulturannya lebih tinggi apabila dijadikan sebagai eksplan. Bagian tanaman yang
termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk aksial.
3) Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan. Eksplan
yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berukuran kecil tetapi kemampuan hidupnya lebih besar dan tumbuhnya lebih cepat.
Sebaliknya eksplan berukuran kecil (meristem atau tunas pucuk) kemungkinan
terkontaminasinya jauh lebih kecil tetapi tumbuh lebih lambat. Ukuran eksplan yang

baik adalah antara 0,5 sampai 1 cm, tetapi hal ini tidak mutlak karena masih tergantung
pada jenis tanamannya.
4) Eksplan yang berasal dari tanaman sehat dan kuat memiliki peluang keberhasilan
kultur yang lebih besar daripada eksplan yang sakit dan lemah.
5) Tunas atau buku (nodus) adalah bagian tanaman yang paling banyak digunakan
sebagai bahan eksplan awal.
6) Sejumlah spesies tanaman ataupun kultivar lebih mudah dikulturkan dibandingkan
dengan spesies atau kultivar lainnya. Spesies atau kultivar yang mudah diperbanyak
melalui pembiakan vegetatif konvensional akan lebih mudah pula diperbanyak secara
kultur jaringan
7) Ujung pucuk dan pucuk-pucuk pertumbuhan baru merupakan bahan tanaman yang
baik untuk dikulturkan. Hindari penggunaan bahan tanaman yang kontak dengan tanah
karena peluang kontaminasi mikroorganisme lebih tinggi
8) Jaringan tanaman dapat pula membawa organisme patogen secara internal,
sehubungan dengan itu gunakanlah jaringan yang sehat. Ujung pucuk yang sedang
aktif tumbuh cenderung mengandung sedikit infestasi patogen
c. Mempersiapkan media kultur
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman
secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan, seperti
komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg/B5
(1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog-MS (1962), dan woody
plant medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980). Komponen media tanam kultur jaringan
terdiri dari sejumlah unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan eksplan dalam
lingkungan buatan, unsur-unsur ini umumnya merupakan komponen yang menunjang
keberhasilan pertumbuhan eksplan, komponen-komponen tersebut adalah unsur hara
makro dan mikro, vitamin, gula (sukrosa) sebagai sumber energi, zat pengatur tumbuh
untuk merangsang dan mengontrol pertumbuhan, air (aquades) sebagai pelarut, agar
sebagai pemadat media, asam amino, myiinositol, bahan alami atau senyawa organic
dan arang aktif sebagai penyerap senyawa racun (jika diperlukan).

a. Unsur hara makro dan mikro
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara kultur jaringan pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan di tanah, meliputi
hara makro dan mikro. Hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, seperti hidrogrn (H), karbon (C), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Hara mikro adalah hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, seperti boron (B), cobalt (Co), tembaga
(Cu), Iodium (I), besi (Fe), mangan (Mn), molybdenum (Mo), dan seng (Zn).
b. Vitamin
Kultur tanaman secara in vitro memerlukan penambahan vitamin yang berfungsi untuk
meningkatkan pertumbuhan sel tanaman. Ada tiga jenis vitamin yang digunakan dalam
pembuatan media kultur jaringan pisang kepok tanjung yaitu: 1) Thiamine-HCl (Vit B1);
2) Nicotinic acid; dan 3) Pyridoxine HCl (Vit B6) (Gunawan 1992). Vitamin berfungsi
sebagai katalisator dalam sistem enzim dan diperlukan dalam jumlah kecil. Thiamin
adalah vitamin yang esensial untuk semua kultur in vitro tumbuhan. Fungsinya adalah
untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar juga berperan sebagai
koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan
energi. Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-reaksi enzimatik selain sebagai
penggerak dari beberapa alkaloid. Sedangkan menurut Hossain et al. (2010), Thiamin,
piridoksin, dan asam nikotinat berperan untuk mempercepat pembelahan sel dan
memacu proses perkecambahan biji.
c. Gula
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrop dan mempunyai laju fotosintetis
sangat rendah. Gula yang paling sering digunakan adalah sukrosa, gula pasir dapat
digunakan karena mengandung 99,9% sukrosa. Glukosa dan fruktosa dapat digunakan
tetapi harganya lebih mahal dan hasilnya tidak selalu lebih baik dari sukrosa.
Konsentrasi sukrosa yang digunakan berkisar 1-5% (10-50 g/l) tetapi untuk
pengulturan, 2-3% sukrosa umumnya merupakan konsentrasi yang optimum.

d. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis
dan konsentrasi ZPT yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada
tujuan dan tahap pengulturan. Pengulturan untuk menumbuhkan dan menggandakan
tunas aksilar atau merangsang tumbuhnya tunas-tunas adventif, ZPT yang digunakan
adalah sitokinin atau campuran sitokinin dengan auksin rendah. Jenis sitokinin yang
sering dipakai adalah BA (benzil adenin) karena efektivitasnya tinggi dan harganya
relatif murah. Sitokinin jenis lain yang dapat digunakan adalah kinetin (furfuril
amonopurin) dan 2-iP, kedua jenis ini harganya lebih mahal dan efektivitasnya lebih
rendah daripada BA. Penggunaan sitokinin BA, kinetin, dan 2- iP pada konsentrasi 0,5-
10 mg/l. Jenis sitokinin lain yang bukan turunan adenin adalah thidiazuron, thidiazuron
mempunyai efektivitas lebih tinggi atau sama dengan BA tetapi di Indonesia relatif sulit
diperoleh dan harganya sangat mahal. Pengulturan untuk merangsang pembentukan
akar pada tunas biasanya menggunakan ZPT auksin. Jenis auksin yang sering
digunakan untuk pengakaran in-vitro adalah IBA dan NAA karena efektivitasnya tinggi
dan harganya relatif murah.
e. Aquades
Air merupakan kebutuhan pokok dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan.
Air berfungsi sebagai pelarut, terutama dalam proses pembuatan larutan stok dan
media. Air yang digunakan untuk membuat media kultur jaringan harus benar-benar
berkualitas tinggi. Air yang biasa digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah (1)
air murni bebas mineral atau bebas ion=air suling=akuades (1x penyulingan), (2)
akuabides (2x penyulingan), (3) air sumur jernih (4) air buangan yang keluar dari AC
(Air Conditioner) (Air buangan AC merupakan air hasil kondensasi udara atau
pengembunan udara, masih mengandung sedikit mineral, pH yang dihasilkan hampir
sama dengan akuades, sebesar 6,01 – 6,75, dan terjaga kualitasnya sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai akuades), (5) air minum isi ulang RO yang didesinfektan dengan
teknik ozonisasi dan teknologi Reserve Osmosis (demineralisasi) dengan tujuan untuk
menurunkan kadar mineral dalam air sampai dibawah 10-30 ppm, juga bisa digunakan
sebagai pengganti akuades, yang penting airnya di sterilisasi terlebih dahulu dengan

autoklaf/presto, baru bisa digunakan. Menurut penelitian Simatupang (2006), air minum
isi ulang (yang didesinfektan dengan teknik ozonisasi dan teknologi Reserve Osmosis)
memiliki komposisi yang paling mendekati komposisi akuades, kecuali unsur Kalium (K)
dan besi (Fe), walaupun demikian, planlet pisang barangan masih toleran terhadap
kedua unsur tersebut, sehingga planlet masih bisa tumbuh dengan baik, (6) Air minum
kemasan yang didesinfektan dengan teknik ozonisasi dan teknologi Reserve Osmosis
(demineralisasi) Salah satu produk air kemasan yang direkomendasikan untuk
digunakan adalah yang bermerk Aguaria dan Sega karena di produksi dengan teknik
ozonisasi dan teknologi Reserve Osmosis. Jadi untuk praktik pembuatan media tabur
biji anggrek, bisa digunakan aqua kemasan Aguaria dan Sega sebagai pengganti
akuades. Air PDAM kurang baik digunakan sebagai substitusi akuades, karena selain
masih mengandung bakteri Escherichia coli juga mengandung klorin 0.2-0.5 ppm.
Dilaporkan planlet pisang barangan peka terhadap keberadaan zat klorin, sehingga
dapat menyebabkan planlet menjadi stress (salt stress) (Mohr and Schopfer 1994). Air
hujan bisa digunakan sebagai substitusi untuk pembuatan media kultur jaringan, jika
tidak menemukan akuades. Tetapi masalahnya kualitas air hujan tidak sama pada
semua lokasi/daerah. Kualitas air hujan yang langsung turun dari langit yang ditampung
dalam wadah (tanpa melalui atap rumah atau bangunan) di daerah yang masih bagus
kualitas udaranya, jauh dari daerah industri dan kerapatan lalu lintas kendaraan
bermotor tinggi, kualitasnya mendekati komposisi akuades, sehingga bisa digunakan
sebagai pengganti akuades. Sebaliknya air hujan yang berasal dari daerah dengan
tingkat pencemaran udaranya tinggi (kadar gas buangan seperti NH3, NO2, SO2, dan
aeorosol) nya tinggi, akan yang menyebabkan terjadinya hujan asam, pH air hujannya
5.6 (masam) (Gusnita et al. 2003), oleh karena itu, tidak bisa digunakan sebagai
pengganti akuades.
f. Agar-agar (bahan pemadat media)
Agar-agar berfungsi sebagai bahan pemadat media. Konsentrasi agar yang digunakan
berkisar antara 0.7 – 1.0% (tergantung dari jenis agar-agarnya). Ada beberapa jenis
agar-agar yang bisa digunakan, antara lain: (1) Bioagar (6-7 gr/liter media); (2) Gellan-
gum (2.0-2.25 gr/liter media (Gellan-gum adalah polisakarida anionik yang larut dalam

air yang diperoduksi oleh bakteri Sphingomonas elodea (sebelumnya Pseudomonas
elodea) yaitu agen pembentuk gel (agar-agar alternatif yang bersifat organik); (3) agar-
agar bubuk komersial berwarna putih (7-8 gr/liter media), misal agar-agar swallow
grass Cap Rumput Laut (Gambar 15). Agar-agar biasanya dimasukkan setelah
pengukuran pH larutan media sebelum dipanaskan.
Agar berfungsi untuk memadatkan larutan media supaya eksplan dapat ditanam pada
media dengan baik dan dapat menyerap unsur-unsur hara yang terkandung dalam
media dengan baik (Dwiyani 2015). Penggunaan agar-agar sebaiknya jangan terlalu
banyak, karena akan menyebabkan media menjadi sangat keras atau kadar air di dalam
media menjadi sedikit sekali, hal ini berpengaruh terhadap proses difusi unsur hara
dalam media ke planlet menjadi sangat buruk, juga jangan terlalu sedikit, karena media
menjadi kurang padat (kandungan air dalam media terlalu tinggi), hal ini berpengaruh
buruk terhadap pertumbuhan planlet yaitu akan menyebabkan terjadinya vitrifikasi.
Vitrifikasi di sebabkan oleh kerusakan secara fisiologis pada tanaman sehingga
menampilkan fenotip daun atau batang tanaman ‘glassy’ (bening, seperti gelas).
Tanaman hasil perbanyakan secara in vitro seringkali menunjukkan fenotip seperti ini.
Keadaan ini akan diikuti oleh nekrosis dan kematian jaringan eksplan atau tanaman..
Vitrifikasi terjadi karena sel-sel tanaman mengandung air yang berlebihan
(hyperhydricity), defisiensi klorofil, dan kurangnya lignifikasi pada dinding sel
(Pasqualetto 1990).
g. Asam amino
Asam amino merupakan salah satu unsur yang terdapat pada komposisi media kultur
jaringan tanaman. Asam amino merupakan sumber Nitrogen yang akan bereaksi
dengan gula (sukrosa) untuk memacu pertumbuhan sel dan planlet. Asam amino juga
memilki peran sebagai aktivator zat pengatur pertumbuhan (fitohormon). Menurut
Gunawan (1992), asam-asam amino berperanan penting untuk pertumbuhan dan
diferensiasi kalus, dan asam amino yang biasa digunakan dalam pembentukan media
kultur jaringan adalah glisin. Glisin merupakan asam amino yang berperan sebagai
metabolit mendasar bagi pembentukan jaringan. Penambahan glisin (glysine) dalam
media sendiri dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber

bahan organik (Yusnita 2004), oleh karena itu glisin sering dicampurkan dalam larutan
stok vitamin.
f. Myoinositol
Myoinositol adalah senyawa golongan karbohidrat yang ditambahkan media kultur
dalam jumlah sedikit untuk menstimulasi pertumbuhan sel pada banyak spesies
tanaman. Meskipun bukan tergolong vitamin, namun senyawa ini akan terpecah
menjadi vitamin C dan pectin. Vitamin C dapat mencegah terjadinya pencoklatan pada
permukaan irisan jaringan, pra-perlakuan dengan vitamin C 10 g/l dapat mengurangi
kontaminasi dan pencoklatan secara efektif (Hutami 2008), sedangkan Myo-inositol
memiliki peran dalam pembelahan sel (Dwiyani 2015). Penambahan myoinositol pada
medium bertujuan untuk membantu differensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan.
Bila mioinositol diberikan bersama denga auksin, kinetin dan vitamin maka dapat
mendorong pertumbuhan jaringan kalus.
g. Bahan alami atau senyawa organic
Proses penyediaan bahan kimia yang tidak mudah dan harganya mahal sebagai bahan
dasar dalam pembuatan media kultur jaringan, permasalahan ini menyebabkan perlu
dilakukan pencarian melalui kegiatan penelitian untuk mendapatkan bahan media
alternatif yang lebih murah dan mudah dibuat, tetapi mampu memenuhi kebutuhan
tanaman akan unsur hara dan vitamin selama pertumbuhan dan perkembangannya.
Contohnya untuk pengecambahan biji anggrek secara kultur jaringan, bisa
menggunakan beberapa formulasi media buatan diantaranya: media Vacin and Went,
Knudson C , atau Murashige and Skoog (MS). Proses penyediaan bahan kimia yang
tidak mudah dan harganya mahal. Pilihan yang dapat digunakan dalam kultur jaringan
adalah penggunaan beberapa bahan alami dalam pembuatan media alternatif tabur biji
anggrek, seperti: air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah tomat, maupun ekstrak pisang.
Menurut Gunawan (1988) dan Katuuk (1989) pada pembuatan media dapat
ditambahkan bahan organik seperti air kelapa, ekstrak tomat, ekstrak tauge dan ekstrak
buah pisang sebagai sumber gula, vitamin, ZPT dan asam amino.
● Menurut George dan Sherrington (1984), di dalam air kelapa terdapat kandungan:
asam amino (aspartat, glutamat, serine, Y-amnobutyric, asparagin, glysin, histidin,

glutamin, arginin, lysine, valin, trypsin, prolin, hydropolin dan homoserin), asam organic
citric, succinic, shikimic. Selain itu, air kelapa juga mengandung gula dukrosa, glukosa,
fruktosa, manitol, sorbitol, dan myoinositol, vitamin, serta substansi pertumbuhan
seperti auksin, giberrelin, dan zeatin. Penambahan air kelapa ke dalam media secara
umum dapat mempercepat inisiasi tunas pisang kepok dan ambon dibandingkan kontrol
(Hartman dan Kester 1983).
● Menurut Arditti dan Ernst (1992), dalam buah pisang terdapat hormon auksin dan
giberelin. Watimena et al. (1992), menyatakan bahwa auksin dalam kultur jaringan
berfungsi untuk merangsang pemanjangan sel, pembentukan kalus, klorofil,
morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis.
● Di dalam ekstrak tomat mengandung auksin eksogen. Menurut Dwiyani et al. (2009)
kandungan auksin dalam ekstrak tomat dapat menstimulasi organogenesis,
embriogenesis somatik dan pertumbuhan tunas dalam mikropopagasi pada beragam
spesies tanaman. Tunas yang sedang berkembang itu dapat memproduksi auksin yang
cukup untuk memacu pertumbuhan. Selanjutnya setelah tunas muncul, auksin dalam
jaringan muda dapat berinteraksi dengan auksin eksogen sehingga memacu
pertumbuhan sel pada primordial tunas dan daun (Sobardini et al. 2006).
h. Arang aktif
Arang aktif mempunyai daya adsorpsi yang sangat kuat. Pengaruh penambahan arang
aktif pada media dapat mengadsorpsi persenyawaan persenyawaan toxic yang dapat
menghambat pertumbuhan kultur terutama persenyawaan fenolik dari jaringan yang
terluka pada waktu inisiasi (menekan terjadinya browning), dapat mengadsorpsi zat
pengatur tumbuh yang berlebihan sehingga mencegah pertumbuhan kalus yang tidak
diinginkan dan mengurangi tingkat cahaya sampai kebagian eksplan yang terdapat
dalam media (merubah lingkungan media menjadi gelap sehingga membantu proses
pembentukan akar), juga menstabilkan pH media (Pierik 1987).
Terdapat banyak formula/resep media tanam kultur jaringan yang pada umumnya
diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:
a. Murashige dan Skoog (MS), memiliki kisaran pemakaian yang paling luas
b. Gamborg atau B-5, cocok untuk kultur suspensi sel kedele dan legum

c. Vacin Went (VW), digunakan untuk media anggrek
d. Nitsch dan Nitsch, digunakan untuk kultur tepung sari dan kultur sel
e. Schenk dan Hildebrandt (SH) digunakan untuk media tanam dikotil
f. Woody Plant Medium (WPM) digunakan untuk media tanaman berkayu.
Pekerjaan pembuatan media dilakukan di ruang persiapan, yang pada prinsipnya
dilakukan dengan cara melarutkan semua komponen media dalam air sesuai dengan
konsentrasi pada formulasi yang dikehendaki. Akan tetapi penimbangan bahan kimia
satu per satu secara berkali-kali pada setiap pembuatan media menjadi tidak praktis,
disamping itu akan terjadi kesulitan dalam penimbangan bila bahan yang ditimbang
hanya diperlukan dalam berat/ jumlah yang terlalu sedikit. Untuk mengatasi
permasalahan ini maka perlu dibuat larutan stok dengan konsentrasi lebih pekat,
sehingga bila akan membuat media cukup mengambil beberapa cc larutan stok sesuai
dengan perhitungan konsentrasi yang dikehendaki, dengan demikian pembuatan media
menjadi lebih praktis dan tidak menyita waktu penimbangan yang terlalu lama.
Larutan stok adalah larutan yang berisi satu atau lebih komponen media yang
konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi komponen tersebut dalam formulasi
media yang akan dibuat. Larutan stok dapat dibuat dengan konsentrasi 10 kali, 100
kali, atau 1000 kali lipat lebih pekat. Pembuatan media dapat dilakukan dengan cara
mengambil sejumlah larutan stok sehingga konsentrasinya sesuai dengan yang terdapat
dalam formulasi media yang dikehendaki.
Dalam membuat larutan stok, hal yang penting untuk diperhatikan adalah penyatuan
beberapa komponen media sekaligus dalam satu larutan supaya memperhatikan
kecocokan dan kestabilan sifat kimianya, disamping itu dalam larutan stok tidak boleh
terjadi endapan.
a. Sterilisasi dan menanam eksplan (Inisiasi)
Setiap proses dalam Teknik kultur jaringan harus dilakukan pada tempat yang steril,
yaitu di laminar flow serta memakai berbagai alat yang steril. Peralatan yang digunakan
pada umumnya disterilisasi terlebih dahulu dengan cara menyemprotkan etanol ke alat
tersebut. Selain itu, orang yang akan melakukan kultur tersebut juga harus dalam
keadaan yang steril pula. Inisiasi eksplan adalah kegiatan penanaman bahan tanam

(eksplan) ke dalam media inisiasi baik berupa media padat/cair dalam botol kultur di
laminar air flow cabinet (LAFC) dengan kondisi aseptik. Kondisi aseptik diperlukan untuk
keberhasilan inisiasi eksplan sehingga kegiatan inisiasi memerlukan peralatan dan
bahan yang mendukung terciptanya kondisi yang aseptik. Laminar atau entkas
merupakan meja kerja steril tempat inisiasi eksplan maka untuk menciptakan kondisi
aseptik laminar atau entkas perlu disterilisasi terlebih dahulu dengan cara menyalakan
lampu ultra violet (UV) minimal 30 menit sebelum dioperasikan. Apabila pada entkas
tidak terdapat lampu UV, sterilisasi dapat dilakukan dengan cara menempatkan larutan
formalin 5% pada cawan petri yang diletakkan di dalam entkas selama 1 malam.
Prosedur inisiasi eksplan dimulai dengan mengambil bahan eksplan dari tempat
rendamannya dan dipotong secara aseptis menggunakan pinset dan scalpel dengan
cara sesuai dengan jenis eksplannya. Botol kultur berisi media dibuka secara aseptis
dan potongan eksplan ditanam dalam botol kultur secara aseptis sedalam ± 0,5-1 cm.
Jumlah eksplan yang ditanam disesuaikan dengan kapasitas media dalam botol. Botol
kultur yang telah dilakukan inisiasi eksplan kemudian ditutup secara aseptis hingga
rapat dan diberi identitas mengenai : jenis tanaman, jenis media, tanggal penanaman,
dan kode kegiatan. Hasil inisiasi eksplan selanjutnya disimpan dalam ruang
pertumbuhan dengan kondisi lingkungan yang terkendali.
b. Melakukan subkultur
Subkultur dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan bertujuan untuk
menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak dan diperlukan agar
diperoleh populasi pucuk atau anakan yang banyak. Satu pucuk inokulum dapat
diperbanyak menjadi 20 pucuk yang dapat dipisahkan menjadi 20 propagul, sedangkan
20 propagul tersebut masing-masing telah membentuk sejumlah pucuk lagi dan
seterusnya. Kelebihan kultur ini adalah pucuk atau hasil perbanyakan pertama dapat
langsung dipergunakan untuk perbanyakan selanjutnya.
Kegiatan subkultur harus dilakukan terhadap inokulum disebabkan oleh beberapa hal
antara lain :
a. Tumbuhnya eksplan cukup cepat dan telah memenuhi seluruh botol kultur

b. Media tumbuh telah mengering yang ditandai dengan berkurangnya volume agar-
agar atau media cairnya sudah habis
c. Eksplan perlu diperbanyak lebih lanjut untuk tujuan tahapan perbanyakan
selanjutnya
d. Eksplan memerlukan media yang susunannya baru agar dapat mengalami
diferensiasi lebih lanjut.
c. Pengakaran
Eksplan atau kalus yang sudah waktunya dipindahkan ke dalam media kultur yang baru
harus segera dilaksanakan dan tidak boleh sampai terlambat. Sub kultur yang terlambat
dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus tersebut akan terhenti atau
mengalami pencoklatan atau bahkan terkontaminasi oleh jamur atau bakteri. Keadaan
eksplan yang demikian kemungkinan untuk diselamatkan kecil sekali sebab spora jamur
atau bakteri dapat menyebar dengan cepat sekali.
Pengakaran adalah tahapan setelah multiplikasi dan merupakan fase dimana eksplan
akan membentuk pucuk serta akar tanaman baru yang kuat sehingga mampu untuk
bertahan hidup pada saat dipindahkan dari lingkungan hidup in vitro ke lingkungan
hidup luar. Peristiwa pengakaran mengindikasikan bahwa proses kultur jaringan
berjalan dengan lancar
d. Memelihara kultur
Supaya eksplan yang ditanam tersebut dapat tumbuh hingga menjadi kalus dan
kemudian dapat menjadi planlet, diperlukan pemeliharaan yang tepat dan rutin. Ketika
eksplan sudah waktunya untuk dipindahkan, maka segera dipindahkan eksplan tersebut
ke lingkungan hidup luar, jika tidak pertumbuhan eksplan tersebut akan terhenti atau
mengalami browing (tekontaminasi oleh bakteri atau jamur). Sejumlah faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah
suhu, cahaya, kelembaban, karbondioksida, dan oksigen. Masing-masing faktor tidak
bekerja sendiri-sendiri tetapi saling berinterkasi satu sama lain dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikulturkan.

Pemeliharaan eksplan mutlak diperlukan untuk memperoleh plantlet dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, untuk itu kondisi lingkungan di ruang
kultur/pertumbuhan (tempat memelihara kultur) perlu diperhatikan.
a. Suhu
Dalam kultur jaringan tanaman, umumnya eksplan dipelihara dalam kondisi suhu yang
sama antara siang dan malam hari. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah
antara 24-28oC,sehingga untuk mengkondisikan ruang kultur pada suhu yang
diinginkan, maka di dalam ruangan tersebut dipasang Air Conditioner (AC). Alat ini diset
pada suhu maksimum 20oC. Walaupun tidak terdapat kisaran suhu optimum yang
berlaku secara universal untuk pertumbuhan in-vitro sebagian besar tanaman, namun
Read (1990) mengemukakan bahwa kisaran suhu 20-27oC paling sering digunakan.
Menurut George dan Sherrington (1984) rata-rata suhu yang dibutuhkan pada kultur
jaringan adalah 3-4oC lebih tinggi daripada suhu ruang kultur maka suhu di dalam
ruang kultur dapat diatur, mengacu pada suhu optimum pertumbuhan tanaman in-vivo.
Menurut Gunawan (1987) kisaran suhu 25-28oC di dalam ruang kultur dapat
memberikan manfaat bagi pertumbuhan in-vitro sejumlah besar spesies tanaman
b. Cahaya
Cahaya terutama panjang gelombang, intensitas cahaya, dan fotoperioditas sangat
penting artinya bagi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman pada kultur in- vitro.
Mekanisme bagaimana cahaya mempengaruhi pertumbuhan kultur belum sepenuhnya
dipahami. Diduga, cahaya yang diterima oleh pigmen fitokrom ditranslasikan ke dalam
metabolisme hormon. Riboflavin, yaitu pigmen penerima cahaya biru, memiliki
kepekaan terhadap fotooksidasi IAA Fotooksidasi IAA adalah proses perombakan IAA
dapat pula terjadi di alam melalui proses foto-oksidasi. Saat terjadi foto-oksidasi,
cahaya akan diserap oleg pigmen yang tedapat pada tumbuhan kemudian akan
terbentuk energi yang digunakan dalam mengoksidasi IAA.
1). Pengaruh panjang gelombang
Faktor cahaya sangat berpengaruh dalam penyediaan bibit secara kultur jaringan
terutama untuk pertumbuhan dan produksi bibit. Namun cahaya sendiri memiliki
banyak panjang gelombang dan tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan (Hurd

et al., 2014). Perlakuan perbedaan panjang gelombang cahaya dalam kultur
berpengaruh secara signifikan (p≤0,05) terhadap pertumbuhan relatif dan laju
pertumbuhan spesifik (SGR) propagul. Berdasarkan hasil penelitian (Setyawati et al.
2020), bahwa dibandingkan dengan perlakuan panjang gelombang cahaya merah (λ =
633,8 nm) dan hijau (λ = 515,8 nm), cahaya lampu LED (λ = 456,6 nm, 515,8 nm dan
632,9 nm), dan cahaya flourescent pada lampu TL (λ = 407 nm, 443 nm, 557 nm dan
592 nm), perlakuan cahaya biru (λ = 455,7 nm) secara signifikan (p < 0,05)
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan E cottonii yaitu terhadap bobot
propagule, diameter talus, dan persentase pertumbuhan percabangan. Hal ini bisa
terjadi, karena cahaya biru dapat mengoptimalkan perubahan senyawa anorganik
menjadi senyawa organik sehingga akan mempercepat proses pertumbuhan tanaman
(Pramesti, 2013). Sedangkan menurut Matthijs et al., (1996), cahaya warna biru dapat
mengatur enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat di dalam tanaman.
Panjangya diameter talus, dan luasnya permukaan talus diduga dipengaruihi oleh
propagule E cottonii lebih efisien dalam menyerap cahaya biru yang sangat dibutuhkan
dalam proses fotosintesis. Hal ini didukung oleh penelitian Hurd et al. (2014) panjang
gelombang yang sesuai dapat menjaga proses fotosintesis terus berlangsung termasuk
pembelahan sel yang menambah ukuran tanaman. Mulyaningrum et al. (2012) diameter
batang bertambah karena tumbuhnya jaringan meristem diantaranya meristem lateral
yang terletak di organ yang mengalami pelebaran. Meristem lateral menghasilkan sel-
sel baru yang memperpanjang diameter talus dan memperluas permukaan talus.
Ditambahkan Stewart & Carpenter (2003), Tingginya serapan cahaya oleh propagul
pada perlakuan panjang gelombang biru akan diikuti tingginya laju fotosintesis, yang
meningkatkan laju penyerapan karbon serta laju pertumbuhannya. Laju pertumbuhan
yang meningkat mempengaruhi pembesaran diameter dan cabang propagul.
2). Intensitas cahaya
Intensitas cahaya yang diperlukan oleh eksplan bervariasi tergantung pada tahap mana
eksplan tersebut berada. Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk
tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0-1000 lux, tahap multiplikasi sebesar

1000-10000 lux, tahap pengakaran sebesar 10000-30000 lux, dan tahap aklimatisasi
sebesar 30000 lux (Yusnita, 2003).
3). Pengaruh fotoperiodesitas
Fotoperiodesitas yang dikehendaki oleh in-vitro merupakan manifestasi dari kultur in
vivo. Tanaman-tanaman yang pada pertumbuhan normalnya responsif terhadap
fotoperiodesitas memperlihatkan pula respon terhadap fotoperiodesitas ketika
dikulturkan secara in-vitro. Pada umumnya, fotoperiodesitas yang dibutuhkan pada
kultur in-vitro berkisar 14-16 jam sehari. Sejumlah tanaman tertentu bersifat responsif
terhadap fotoperiodesitas 10 jam sehari pada tanaman anggur sedangkan pada
tanaman lain menghendaki periode cahaya ataupun periode gelap yang terus menerus
untuk menghasilkan respon tertentu. Dengan memperhatikan sifat-sifat respon
fotomorfogenik tanaman lengkap dapat diperkirakan bahwa spesies-spesies hari pendek
seperti Chrysanthemum akan lebih siap dikulturkan pada fase vegetatif dibawah
fotoperiodesitas yang panjang.
c. Kelembaban
Kelembaban merupakan faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan kultur in-
vitro berbagai spesies tanaman. Kelembaban relatif di dalam ruang kultur sekitar 70%,
kebutuhan kelembaban didalam wadah kultur mendekati 90%. Embriorid Daucus carota
tumbuh sangat baik pada kelembaban 80-90% dan akan mati bila kelembaban dibawah
60%. Kadar kelembaban di dalam wadah kultur yang terlalu tinggi sering menyebabkan
terbentuknya daun-daun pucuk yang mengalami vitrifikasi. Selain berpengaruh
terhadap pertumbuhan eksplan, kelembaban berpengaruh terhadap kondisi eksplan
yang perlu dijaga agar selalu dalam keadaan aseptik. Tinggi rendahnya kelembaban,
dipengaruhi oleh suhu, yaitu berbanding lurus dengan suhu. Pada suhu yang rendah
kelembaban juga rendah, dan sebaliknya pada suhu yang lebih tinggi kelembaban juga
tinggi.

Pilihan tutup wadah kultur hendaknya dipertimbangkan secara hati-hati karena akan
berpengaruh terhadap CO2, uap air, dan konsentrasi gas etilen. Ruang udara di dalam
wadah kultur dapat memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap regenerasi pucuk.
Konsentrasi CO2 di dalam wadah kultur sangat mempengaruhi pertumbuhan sejumlah
spesies tanaman. Potongan nodus Theobroma cacao yang diperoleh secara in-vitro
terus memanjang dan menghasilkan daun-daun ketika dipindahkan ke dalam wadah
yang diperkaya dengan CO2. Konsentrasi CO2 yang tinggi meningkatkan pertumbuhan
vegetatif pada planlet Asparagus officinalis, Rubus occidentalis, dan Fragaria.
Konsentrasi CO2 yang rendah di dalam wadah kultur dapat menurunkan laju
fotosintesis bersih pada Brassica conpestris sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan planlet. Pengambilan ion maupun pertumbuhan planlet Dendrodium
tidak dipengaruhi tingginya kadar CO2.
d. Karbondioksida (CO2)
Pengaruh CO2 didalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses
fotosintesis. CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur tanaman tingkat tinggi dibawah
kondisi cahaya. Tidak ada atau sedikit sekali pengaruh konsentrasi yang tinggi terhadap
eksplan yang kekurangan klorofil atau terhadap eksplan yang dikulturkan dalam kondisi
gelap.
e. Oksigen (O2)
Oksigen dibutuhkan oleh jaringan yang dikulturkan secara in-vitro sebagaimana halnya
pada kultur in-vivo. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan
dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in- vitro. Oksigen (O2)
juga dibutuhkan oleh jaringan yang dikulturkan secara in vitro sebagaimana halnya
pada kultur in vivo. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan
dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Seperti
peranan oksigen selama fase proliferasi, laju pertumbuhan kultur sel tanaman Daucus
carota lebih rendah dan penyerapan gula mengalami hambatan pada kadar oksigen
10% dibandingkan kadar oksigen 100% (Zulkarnain, 2009)

Agar kondisi lingkungan di dalam ruang kultur tetap stabil sesuai dengan yang
dibutuhkan, maka perlu dilakukan pengecekan secara periodik. Untuk memudahkan
pengecekan tersebut di dalam ruang kultur diletakkan peralatan-peralatan pendukung
yaitu termometer maximum-minimum, hygrometer dan timer.
Planlet hasil kultur jaringan lingkungan hidupnya serba terkendali di dalam laboratorium
baik kebersihan/ sterilitas, suhu, cahaya, dan kelembaban lingkungannya dan ini
tentunya sangat berbeda dengan kondisi di luar laboratorium. Perbedaan kondisi
lingkungan hidup planlet ini tentunya memberikan karakteristik sendiri terhadap planlet
hasil kultur jaringan. Berikut ini adalah beberapa karakteristik planlet hasil kultur
jaringan.
a. Daun.
Lapisan lilin kurang berkembang, daun-daunnya tipis dan lunak. Stomata kurang
berfungsi dengan sempurna.
b. Pembuluh angkut.
Sistem pembuluh angkut antara pucuk dan akar sering tidak terhubung secara
sempurna sehingga transpor air dan nutrisi kurang optimal.
c. Akar.
Sistem perakaran kurang sempurna dan sering mudah rusak.
e. Mengaklimatisasi plantlet
Tahap aklimatisasi merupakan tahapan kritis karena kondisi iklim dilapang sangat
berbeda dengan kondisi dalam botol yang berada di dalam laboratorium, sehingga
diperlukan penyesuaian. Aklimatisasi merupakan proses yang penting dalam rangkaian
aplikasi teknik kultur jaringan untuk mendukung pengembangan pertanian. Aklimatisasi
planlet adalah suatu usaha untuk mengadaptasikan planlet (bibit hasil kultur jaringan)
dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan baru yang tidak terkendali. Kondisi
lingkungan yang diadaptasikan meliputi intensitas cahaya, kelembaban, temperatur
lingkungan, serta keberadaan mikroorganisme pengganggu tanaman. Proses adaptasi
dari lingkungan terkendali ke lingkungan yang tidak terkendali ini memerlukan waktu
yang bervariasi tergantung pada perbedaan kondisi perubahannya dan ketahanan jenis

tanamannya. Aklimatisasi merupakan proses pemindahan planlet dari lingkungan yang
terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu,
cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof,
sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet)
tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan
akhir teknik kultur jaringan. Adapun tujuan dari aklimatisasi adalah untuk
mengadaptasikan planlet hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum
ditanam di lapangan agar siap ditanam di lapangan karena jika tanaman (planlet) tidak
diaklimatisasi terlebih dahulu maka tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat
bertahan di kondisi lapang yang sebenarnya.


Click to View FlipBook Version