The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by nelysaida, 2021-10-28 01:11:05

Pembelajaran Sains Anak Usia Dini

Monograf Naili Saida

i

PEMBELAJARAN SAINS PADA ANAK USIA DINI

Penulis : NAILI SAIDA

Editor : Moh. Ali

Tata Letak : Nurhidayatullah.r

Design cover : Syarifudin

Hak Cipta Penerbit UMSurabaya Publishing

Jl Sutorejo No 59 Surabaya 60113

Telp : (031) 3811966, 3811967

Faks : (031) 3813096

Website : http://www.p3i.um-surabaya.ac.id

Email : [email protected]

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya,
tanpa izin tertulis dari penerbit.

UNDANG- UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak/atau tanpa ijin pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta yang meliputi
Penerjemah dan Pengadaptasian Ciptaan untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00

( lima ratus juta rupiah)

2. Setiap Orang yang dengan tanap hak dan/atau tanpa ijin Pencipta atau
pemgang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
yang meliputi Penerbitan, Penggandaan dalam segala bentuknya, dan
pendistribusian Ciptaan untuk Pengunaan Secara Komersial, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada poin kedua
diatas yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)

Surabaya: UMSurabaya Publishing, 2019

Ukuran Buku : 15 X 23 cm , x. 12 mm + 64 halaman

ISBN : 978-602-5786-98-3

ii

Daftar Isi

DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................... iii
DAFTAR TABEL....................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................... 1

1.1 Permasalahan ................................................ 1
1.2 Metode Pemecahan Masalah ........................ 6
1.3 Tujuan ........................................................... 8
1.4 Temuan Kebaruan......................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran pada Anak Usia Dini . 9
2.2 Sains............................................................... 13

2.2.1 Hakikat Sains....................................... 13
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Sains ................. 25
2.2.3 Prinsip Pembelajaran Sains ................. 27
2.2.4 Program Pengembangan Pembelajaran

Sains .................................................... 31
2.2.5 Materi Sains......................................... 38
2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi

Pembelajaran Sains pada Anak Usia ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ............................ 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................... 50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................. 59 ii

iii

Daftar Tabel

DAFTAR TABEL
2.1 Keterampilan Proses.......................................... 18
2.2 Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun.... 28
3.1 Desain Penelitian............................................... 48
3.2 Uji Wilcoxon Match Pairs Test......................... 49
4.1 Hasil Pre test Kemampuan Sains Anak............ 51
4.2 Hasil Post test Kemampuan Sains Anak........... 52
4.3 Uji Wilcoxon Match Pairs Test......................... 53

iv

1 Pendahuluan 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-
6 tahun yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal. Anak usia dini memiliki
karakteristik yang khas, berbeda dengan orang dewasa.
Masa usia dini merupakan masa emas atau yang biasa
disebut dengan masa golden age, dimana pada masa ini
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Dengan demikian, pada masa usia dini
diperlukan stimulasi yang tepat yang bisa
mengembangkan keseluruhan aspek perkembangan anak
dengan optimal. Stimulasi ini bisa diperoleh anak dalam
keluarga, sekolah, teman sebaya, dan lingkungan sekitar
anak.
Anak usia dini mengalami puncak perkembangan
otaknya hingga 80%. Ini menunjukkan bahwa pentingnya
pemberian stimulus pada masa usia dini. Aspek
perkembangan kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial
emosional, nilai agama moral dan seni merupakan enam
aspek perkembangan yang harus di stimulus oleh orang
dewasa yang ada di lingkungan sekitar anak, baik
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

1

Pada saat ini program pembelajaran di pra-sekolah
mengalami pergeseran. PAUD yang diharapkan menjadi
tempat bermain, tempat yang menyenangkan, dan sebagai
tempat untuk bersosialisasi sudah menjadi sekolah dini.
Hal ini disebabkan karena kesalahan orang tua dan
masyarakat dalam menerjemahkannya. Orang tua dan
masyarakat memaksakan guru untuk mempersiapkan anak
memasuki sekolah dasar sehingga anak diberikan
CaLisTung (Baca Tulis Hitung) seperti di Sekolah Dasar.
Padahal stimulasi yang perlu dipersiapkan di PAUD tidak
hanya kemampuan CaLisTung saja, melainkan lebih pada
perkembangan enam aspek perkembangan anak yang
harus distimulasi dengan optimal untuk persiapan
memasuki pendidikan lebih lanjut dan kehidupan anak
selanjutnya.

Perkembangan kognitif juga merupakan hal yang
penting untuk dikembangkan tetapi tidak selalu
kemampuan kognitif anak dikaitkan dengan kemampuan
berhitung dan membaca. Ada banyak kemampuan
kognitif yang perlu dikembangkan selain kemampuan
berhitung dan berbahasa, diantaranya ada kemampuan
pengukuran, pengklasifikasian, geometri, kemampuan
berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah,
pemahaman warna, dan kemampuan sains. Kemampuan

2
2

sains merupakan salah satu kemampuan kognitif yang
jarang dikembangkan pada anak usia dini, padahal
kemampuan ini merupakan kemampuan yang penting
untuk dikembangkan sejak dini agar anak mengenal
lingkungan sekitar.

Pembelajaran sains pada prasekolah dapat
didefinisikan sebagai semua kegiatan eksperimental yang
dilakukan anak-anak dalam interaksi sosial, yang
berkontribusi pada minat dan pemahaman anak-anak
tentang alam, teknologi, kesehatan, matematika, biologi,
kimia dan fisika. Kegiatan yang dilakukan anak-anak
meliputi kegiatan pemahaman tentang tumbuhan, hewan,
rangkaian alam, dan fenomena alam. Pembelajaran sains
dilakukan pada anak usia dini melalui kegiatan eksplorasi
dan eksperimen yang dilakukan anak-anak sendiri dengan
bimbingan guru untuk membangun pengetahuan, dan
konsep ilmu yang ditemukan.

Sejalan munculnya literasi dan orientasi mata
pelajaran matematika dan sains di prasekolah sebagai
salah satu pengembangan aspek kognitif dimasukkan
dalam agenda. Ketika pembelajaran ini masuk dalam
daftar maka anak-anak harus “mengembangkannya
pemahaman tentang sains dan hubungan di alam serta
pengetahuan tentang tumbuhan, hewan dan juga bahan

3

3

kimia sederhana, proses dan fenomena fisik. Meskipun
pendidikan sains adalah bagian dari kebijakan prasekolah,
ada kecenderungan untuk tidak menekankan dimensi hal
ini. Penelitian Denmark memperoleh data guru-guru
prasekolah yang memiliki pemahaman tersebar tentang
pendidikan sains dan hanya dalam kisaran terbatas,
menstimulus anak-anak dalam bertanya dan pemahaman
fenomena sains.

Kemampuan sains anak usia dini diantaranya
meliputi kemampuan mengenal, mengamati,
mengklasifikasikan, menarik kesimpulan dan
mengungkapkan suatu hasil eksperimen atau uji coba
pada sesuatu. Secara umum kemampuan sains anak pada
saat ini masih tergolong rendah, anak banyak yang belum
mampu melakukan klasifikasi dengan baik, melakukan
perbandingan, menarik kesimpulan dari hasil kegiatan
yang dilakukan serta mengemukakan hasilnya. Hal ini
didukung dengan hasil penelitian TIMSS (Trend in
International Mathematics and Science Study) bahwa
kemampuan dan daya tangkap sains anak Indonesia pada
tahun 2004 berada pada peringkat ke 34 dari 38 negara
(Yulianti, 2010). Hal ini berarti pentingnya pemahaman
sains pada anak harus dilakukan secara berkelanjutan dari
usia dini sampai dewasa.

4

4

Rendahnya kemampuan sains yang dimiliki anak
dipengaruhi beberapa faktor di antaranya: strategi guru
yang diterapkan dalam pembelajaran sains, sistem
penilaian, dan kurangnya pemahaman guru terkait cara
mengajarkan sains yang benar pada anak, kurangnya
kreativitas guru, serta guru cenderung menggunakan
model, metode serta media yang klasik. Disamping itu,
pemahaman guru sendiri terkait sains dan tidak terbiasa
menggunakan peralatan sains maupun cara mengajarkan
sains pada anak usia dini.

Faktor signifikan utama tampaknya terletak pada
pengajaran individual profesional: Sikap guru,
kepercayaan, tingkat pengetahuan subjek sains dan
pemahaman tentang ilmu alam. Guru dengan latar
pendidikan sains cenderung mengajar dengan konsep
sainsnya. Guru serupa memandang anak sebagai orang
yang lebih kompeten dalam belajar sains. Namun
pengalaman mengajar dan persepsi guru bertahun-tahun
dan kontrol atas kurikulum memengaruhi frekuensi
mengajar guru sains.

5
5

1.2 Metode Pemecahan Masalah
Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi

kemampuan sains pada anak usia dini, maka diperlukan
khusus yang sesuai dengan karakteristik anak dan mampu
mengembangkan kemampuan sains pada anak usia dini.
Solusi tersebut melalui penerapan metode yang sesuai
untuk mengajarkan sains pada anak usia dini salah
satunya adalah penerapan metode discovery.

Metode discovery merupakan metode pembelajaran
dengan basis penemuan. Wilcolx (Suprihatiningrum,
2013) mengatakan bahwa dalam pembelajaran discovery,
anak di dukung untuk belajar aktif dengan keterlibatan
aktif mereka pada konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
guru mendorong anak untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Sejalan dengan pendapat di atas Subroto (2009)
menjelaskan, metode discovery adalah komponen
pembelajaran yang menggunakan tujuh cara belajar aktif
dalam metode pembelajarannya, berorientasi pada proses,
mengarahkan dan mencari sendiri serta reflektif. Metode
discovery memiliki kelebihan di antaranya: anak
memperoleh pengetahuan pribadi, mampu
membangkitkan semangat belajar anak, memberikan

6
6

kesempatan anak untuk berkembang, sesuai dengan
kemampuan masing-masing anak, dan kegiatan yang
dilakukan berpusat pada anak, sedangkan guru hanya
sebagai fasilitator. Oleh sebab itu, peneliti memilih
menggunakan metode discovery dalam mengembangkan
kemampuan sains anak usia dini.

Metode discovery dapat mengembangkan
kemampuan sains pada anak usia dini karena
pembelajaran dengan metode discovery anak mampu
mendapatkan pengetahuan yang sifatnya pribadi atau
individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertanam
dalam ingatan anak, membangkitkan semangat belajar
anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan
masing-masing anak, serta kegiatan yang dilakukan lebih
berpusat pada anak bukan pada guru, tugas guru hanya
sebagai fasilitator dan membantu bila diperlukan.
Penggunaan metode discovery diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk berpikir secara
kritis dalam pengembangan kemampuan konsep sains
anak, karena dalam pembelajaran discovery anak dapat
belajar aktif melalui keterlibatan aktif mereka pada
pembelajaran sehingga anak memiliki pengalaman

7
7

langsung dan melakukan percobaan untuk memperoleh
pengetahuan sendiri.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui adanya pengaruh dari metode discovery
terhadap kemampuan sains anak usia dini.

1.4 Temuan Kebaruan
Penelitian yang dilakukan oleh Setioningrum yang

meneliti tentang optimalisasi kecerdasan naturalis melalui
metode discovery dalam pembelajaran anak usia dini.
Hasil dari penelitian ini adalah penerapan metode
discovery pada anak usia dini mampu mengoptimalkan
kecerdasan naturalis anak secara signifikan. Kebaruan
penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang
sekarang peneliti lakukan adalah metode discovery yang
diterapkan dalam pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan sains anak usia dini.

8
8

2 Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran pada Anak Usia Dini
Bennet, Finn, dan Cribb (1999) mengemukakan

pengembangan program pembelajaran adalah
pengembangan pengalaman belajar melalui kegiatan
bermain yang dapat memperkaya pengalaman tentang
berbagai hal, diantaranya cara berpikir tetang diri sendiri,
tanggap pada pertanyaan, dapat memberikan argumentasi
untuk mencari berbagai alternatif. Pembelajaran pada
anak usia dini tidak bisa terlepas dari kegiatan bermain.
Aktivitas pembelajaran yang dilakukan anak usia dini
selalu dilakukan melalui bermain. Bermain bagi anak usia
dini adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Dengan demikian kegiatan belajar anak usia dini selalu
dilakukan dengan bermain. Hal ini sesuai dengan prinsip
belajar pada anak usia dini yaitu bermain sambil belajar.

Pembelajaran pada anak usia dini diyakini memiliki
peran yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak untuk selanjutnya. Pembelajaran
untuk AUD mengutamakan adanya kebebasan bagi anak
untuk bereksplorasi dan berkreativitas. Orang dewasa di

9
9

sekitar anak harus mampu memfasilitasi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat optimal.

Aktivitas belajar yang dilakukan anak usia dini
dapat dipahami sebagai proses belajar untuk memperoleh
pengetahuan, pengalaman, dan kebahagiaan. Proses
belajar pada anak usia dini tidak lepas dari aktivitas
menyentuh, mencoba, melempar, berpetualang,
bernyanyi, dan sebagian besar diisi dengan kegiatan
bermain yang menyenangkan.

Kegiatan belajar pada anak usia dini harus
disesuaikan dengan karakteristik belajar pada anak usia
dini (Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
2014):
a. Anak belajar secara bertahap

Cara belajar anak usia dini belajar dengan bertahap
sesuai dengan perkembangan berpikir anak. Anak
belajar dari hal-hal yang konkret, belajar dengan cara
menarik, mencoba, dan menemukan hal-hal baru dari
setiap aktivitasnya.
b. Cara berpikir anak bersifat khas
Duit dan Treagust (2008) menyatakan cara berpikir
setiap anak berakar dari pengalamannya sehari-hari.
Adapun sumber pengalaman yang sangat membantu
berasal dari enam sumber yaitu, pengalaman sensori,

10

10

pengalaman bahasa, latar belakang budaya, teman
sepermainan, media masa, dan kegiatan saintis.
c. Anak belajar dengan berbagai cara
Anak sering mengamati lingkungan sekitarnya. Anak
akan termotivasi untuk mengeksplorasi dunia sekitar
dengan caranya sendiri. Melalui aktivitas bermain
yang dilakukan anak, anak juga sambil belajar terkait
dengan apa yang anak mainkan.
d. Anak belajar satu sama lain dalam lingkungan sekitar
Anak terlibat aktif dengan lingkungan untuk
mengembangkan pemahaman mendasar tentang
fenomena yang anak amati dan lakukan. Anak juga
membangun keterampilan proses saintis yang sangat
penting yaitu mengamati, mengklasifikasi dan
mengelompokkan. Anak belajar banyak tentang
pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi
dengan lingkungan.
e. Anak belajar melalui bermain
Melalui bermain anak akan mengembangkan
berbagai potensinya. Dengan bermain anak mampu
bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-
objek yang dekat dengan anak, sehingga
pembelajaran dapat bermakna bagi anak.

11

11

Program pembelajaran bertujuan untuk peletakkan
dasar arah pengembangan sikap pengetahuan,
keterampilan, dan kreativitas yang diperlukan anak untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan tahap berikutnya. dalam
mencapai tujuan tersebut diperlukan sebuah strategi
pembelajaran seperti yang dikemukakan Bredekamp
(1998) yang meliputi: 1) tujuan yang mengarah pada
tugas-tugas perkembangan pada tiap rentang usia anak; 2)
materi yang diberikan mengacu dan sesuai karakteritik
dan kebutuhan anak; 3) memilih metode yang bervariasi
sesuai dengan tujuan belajar yang mampu melibatkan
anak secara aktif, kreatif dan menyenangkan; 4)
memastikan bahwa media dan lingkungan bermain yang
digunakan aman, nyaman dan mampu menarik anak serta
perlu adanya waktu yang cukup untuk bereksplorasi; dan
5) melakukan serangkaian evaluasi melalui rangkaian
observasi partisipatif terhadap segala sesuatu yang dilihat,
didengar, dan dilakukan anak.

12

12

2.2 Sains
2.2.1 Hakikat Sains

Sains merupakan sebuah ilmu yang mempelajari
tentang alam secara sistematis. Sains tidak hanya
penguasaan terhadap kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta, konsep maupun prinsip tetapi sains juga merupakan
sebuah proses penemuan. Sains dapat menjadi prospek
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari karena sains
mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Sains
juga merupakan cara untuk mengeksplorasi dan
menyelidiki dunia di sekitar kita, bukan hanya cara untuk
mengetahui tetapi juga cara melakukan. Sains melibatkan
penemuan sebuah pengetahuan faktual, penyebab suatu
peristiwa (mengapa sesuatu terjadi), dan prosedur
(bagaimana sesuatu diselidiki). Pendidikan sains adalah
proses perubahan konseptual di mana anak-anak mengatur
kembali pengetahuan mereka yang ada untuk memahami
konsep dan proses.

Amien (1987) mengemukakan bahwa sains
merupakan suatu bidang ilmu alamiah, ruang lingkup zat
dan energi, ilmu yang mempelajari mahluk hidup dan tak
hidup, dan tentang gejala alam (natural science) yang
meliputi ilmu fisika, kimia dan biologi. Ilmu fisika
mempelajari tentang gerak, gravitasi, kecepatan, dan

13

13

sebagainya. Sedangkan biologi cenderung mempelajari
tentang mahluk hidup. Kimia mempelajari tentang
peristiwa-peristiwa kimia seperti: pelapukan, larutan, dan
sifat serta perubahan materi.

Dodge dalam Nugraha (2005) menjelaskan bahwa
sains sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh
melalui penerapan metode-metode pada sebuah kegiatan
pengamatan dengan penuh ketelitian. Sains anak usia dini
meliputi physical science, life science, eart, dan
sekitarnya. Physical science mempelajari tentang obyek-
obyek yang dapat di eksplorasi seperti berat, bentuk
benda, ukuran benda, warna, dan suhu. Life science
mempelajari tentang proses pertumbuhan tanaman dan
binatang. Eart membahas tentang benda-benda yang ada
di bumi, gelaja-gejala alam, dan sebagainya.

Sains merupakan suatu dimensi yang terdiri dari
suatu proses, maupun produk atau hasil, serta sebagai
sikap. Sains juga dikatakan sebagai ilmu pengetahuan
yang berkenaan dengan fakta dan gejala alam yang
tersusun secara sistematis yang didapatkan melalui
pengamatan dan eksperimen. Nugraha (2005)
mengemukakan bahwa sains dapat dipandang sebagai
suatu proses maupun hasil atau produk, serta sebagai
sikap. Ruang lingkup pembelajaran sains yang akan

14

14

dikembangkan meliputi tiga substansi mendasar yaitu
pendidikan, pembelajaran sains berisi program yang
memfasilitasi penguasaan proses sains, penguasaan
produk sains, serta program yang memfasilitasi
pengembangan sikap-sikap sains. Sains sebagai suatu
sikap merupakan sebuah keyakinan, opini, dan nilai-nilai
yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuan ketika
mencari sebuah pengetahuan baru. Sikap tersebut adalah
rasa tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur
dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Sikap tersebut
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu
seperangkat sikap yang bila diikuti akan membantu proses
pemecahan masalah dan seperangkat sikap tertentu
terhadap sains sebagai suatu cara memandang dunia serta
dapat berguna bagi pengembangan karier di masa depan.

Seefeldt dan Barbour (1994) menyebutkan bahwa
kemampuan sains proses pada anak usia dini, di
antaranya: kemampuan mengamati, mengklasifikasi,
menarik kesimpulan, mengkomunikasikan, dan
mengaplikasikannya berdasarkan pengalaman sains yang
diperolehnya. Sains mampu mengajak anak untuk berpikir
kritis, karena melalui sains anak tidak begitu saja
menerima atau menolak sesuatu. Disamping itu,
kemampuan sains sebaiknya melibatkan aspek

15

15

pengetahuan afektif dan psikomotor sehingga
pengetahuan untuk memahami konsep diperoleh melalui
proses berpikir dengan memiliki keterampilan proses
sikap ilmiah.

Sejalan dengan pendapat di atas, Brewer (2007)
menyatakan bahwa sains adalah proses mengamati,
berpikir, dan merenungkan tindakan dan peristiwa. Semua
anak dapat belajar sains dan memiliki kesempatan untuk
memiliki ilmu pengetahuan (alam), dan kenyataannya
anak usia dini sangat antusias bereksplorasi tanpa rasa
takut. Anak-anak berpikir saintifik dengan
mengkonstruksi sebuah kerangka kerja yang berhubungan
dengan informasi faktual yang dapat diorganisir ke dalam
konsep-konsep yang bermakna dan berguna.

Sains dalam pendidikan anak usia dini mendorong
anak-anak untuk menjelajahi lingkungan mereka dan
merefleksikan pengamatan dan penemuan mereka.
Idealnya, sains bukanlah waktu yang mengatur sisi dari
pengalaman lain; itu adalah bagian dari pendekatan
terpadu yang berkelanjutan di mana anak-anak berpikir
dan membangun pemahaman dasar tentang kata tersebut.
Secara umum, seorang anak mengikuti proses ilmiah
dasar ketika ia berhipotesis, mengumpulkan data, merevisi

16

16

prediksi, dan menarik kesimpulan tentang aktivitas yang
dilakukan.

Pengembangan kemampuan sains sejak usia dini
bertujuan agar anak-anak memiliki kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga anak-
anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan
berbagai hal yang dihadapinya. Selain itu untuk
menumbuhkan sikap ilmiah pada anak, Seperti anak tidak
cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan, Anak
tidak menilai sesuatu pada satu sisi, sehingga anak lebih
berhati-hati pada informasi yang diterimanya serta bersifat
terbuka. Melalui pembelajaran sains anak akan mengenali
lebih baik objek atau lingkungan yang dipelajarinya.
Pembelajaran seperti ini mampu membantu merangsang
anak mengenali secara langsung berbagai hal yang
bermanfaat untuk masa depannya. Anak akan terbiasa
mengenal tantangan hidup dan peluang-peluangnya.
Dengan pengalaman pembelajaran sains, kemampuan
intelektual anak menjadi terlatih secara simultan dan terus
menerus. Sehingga pembelajaran yang mengembangkan
kemampuan sains tersebut diharapkan anak dapat bersikap
kritis, kreatif dan inisiatif. Adapun indikaktor kemampuan
sains anak usia dini di antaranya: a) Memberikan respon
dari hasil analisa; b) Memiliki pengalaman secara

17

17

langsung; c). Mengklasifikasikan benda; d) Memberikan

kesimpulan terhadap hasil. Indikator kemampuan sains

tersebut merupakan pengembangan dari keterampilan

proses sains yang meliputi: keterampilan mengamati,

mengklasifikasikan, meramalkan atau memprediksi,

memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan.

Rustaman (1990) mengelompokkan keterampilan

proses sains sebagai berikut:

Tabel 2.1

Keterampilan Proses

No Keterampilan Proses Sub Keterampilan Proses

1. Mengamati 1.1 Mengidentifikasi ciri-ciri

suatu benda atau peristiwa

1.2 Mengidentifikasi persamaan

dan perbedaan suatu benda

atau peristiwa

1.3 Membaca alat ukur

1.4 Mencocokkan gambar

dengan uaraian tulisan atau

benda

1.5 Mengurutkan berbagai

peristiwa yang terjadi secara

simultan

1.6 Memberikan uraian tentang

suatu benda atau peristiwa

2. Mengklasifikasikan 2.1 Mengelompokkan benda

atau peritiwa (kelompok

ditentukan anak)

2.2 Mengelompokkan benda

atau peristiwa

2.3 Mengidentifikasi pola dari

suatu hasil pengamatan

2.4 Mengemukakan atau

mengetahui alasan

18

18

pengelompokkan

2.5 Mencari dasar atau kriteria

pengelompokan

2.6 Memberikan nama

kelompok berdasarkan ciri-

ciri khusus

2.7 Menentukan alternatif

pengelompokkan

2.8 Mengurutkan kelompok

berdasarkan kriteria

tertentu

3. Memprediksi 3.1 Membuat dugaan

berdasarkan pola-pola atau

hubungan informasi,

ukuran, dan hasil observasi

3.2 Mengantisipasi suatu

peristiwa berdasarkan pola

atau kecenderungan

4. Mengkomunikasikan 4.1 Mengutarakan suatu

gagasan

4.2 Mencatat kegiatan-kegiatan

atau pengamatan yang

dilakukan

4.3 Menunjukkan hasil

kegiatan

4.4 Mendiskusikan hasil

kegiatan

4.5 Menggunakan berbagai

sumber informasi

4.6 Mendengarkan dan

menanggapi gagasan orang

lain

4.7 Melaporkan suatu peristiwa

atau kegiatan secara

sistematis dan jelas

5. Penggunaan alat ukur 1.1 Menentukan alat dan

dan pengukuran pengukuran yang

diperlukan dalam suatu

penyelidikan atau suatu

19

19

percobaan

1.2 Menemukan perubahan

suatu benda atau peristiwa

melalui pengamatan dan

pengukuran

1.3 Merencanakan hasil

pengukuran, perbandingan

untuk memecahkan suatu

masalah

1.4 Menentukan urutan

langkah-langkah yang harus

ditempuh dalam suatu

percobaan

1.5 Ketelitian dalam

penggunaan alat dan

pengukuran

Proses sains menurut Brewer (2007) meliputi

membentuk hipotesis, mengumpulkan data,

mengkonfirmasi atau menolak hipotesis, membuat

generalisasi, dan kemudian mengulangi siklus.

Keterampilan dasar yang digunakan dalam proses sains

meliputi mengamati, mengklasifikasi dan

membandingkan, mengukur, berkomunikasi,

bereksperimen, berhubungan, menyimpulkan, dan

menerapkan. Karena menyimpulkan dan menerapkan

membutuhkan pemikiran yang lebih abstrak, anak-anak

kecil tidak boleh diharapkan kompeten dalam

keterampilan ini dalam pengertian formal.

20
20

a. Mengamati
Mencari dan mengamati merupakan sesuatu yang

berbeda. Dalam kegiatan pengamatan guru perlu
memberikan panduan teknik mengamati. Anak-anak dapat
didorong untuk mencari tindakan atau informasi spesifik
dengan cermat. Misalnya, anak-anak dapat didorong
untuk mengamati perilaku seekor burung di tanah, apakah
ia berjalan atau melompat? Pengamatan tentu tidak
terbatas pada input visual; itu harus melibatkan semua
indera melihat, mendengar, mencium, meraba dan
merasakan.
b. Mengklasifikasikan

Klasifikasi merupakan keterampilan proses dasar
yang digunakan dalam mengatur informasi. Shaw dan
Blake (dalam Beaty, 2013), Pemilahan dan
pengelompokan merupakan dua jenis kegiatan penting
yang mendorong pelogikaan deduktif. Kegiatan ini
merangsang bahasa logika dan membangun dasar bagi
pemikiran lebih matang. Untuk mengklasifikasikan objek
atau informasi, anak-anak harus dapat membandingkan
dan membedakan properti dari objek atau informasi.
Anak-anak mulai mengklasifikasikan benda berdasarkan
fungsi, warna, dan bentuk. Anak-anak yang lebih besar
dapat mengklasifikasikan benda berdasarkan karakteristik

21

21

atau properti tertentu, tetapi klasifikasi multiplikasi, di
mana objek masuk ke dalam beberapa kategori, sulit
untuk anak-anak di tahun-tahun awal masa kanak-kanak.

Anak-anak harus dapat berpikir dalam istilah
operasional yang konkret sebelum mereka dapat
menganggap objek sebagai bersandar pada beberapa
kategori sekaligus, dan sebagian besar anak-anak bukan
pemikir konkret di masa kanak-kanak awal tahun. Guru
dapat mendorong anak-anak untuk mengklasifikasikan
objek dan menjelaskan bagaimana objek dikelompokkan.
Anak-anak dapat memotong blok berdasarkan bentuk,
mengelompokkan bahan-bahan yang disimpan di area
seni, atau mengurutkan kancing, daun, kerang, atau
koleksi lainnya.
c. Perbandingan

Membandingkan adalah proses memeriksa objek
dan peristiwa dalam hal persamaan dan perbedaan.
Charlesworth dan Lind (2007) mengemukakan bahwa
pada saat anak-anak mengembangkan kemampuan
mengamati, anak secara alami akan mulai
membandingkan dan mengklasifikasi serta
mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan suatu benda.
Kegiatan membandingkan ini mampu mempertajam
kemampuan pengamatan anak yang merupakan dasar

22

22

untuk melakukan pengelompokan. Kegiatan

membandingkan melibatkan mengukur, menghitung,

mengukur, dan mengamati dengan cermat.

Membandingkan itu penting ketika anak-anak mengamati,

misalnya perilaku tikus dan babi, kemudian menentukan

seperti apa dan berbeda diantara keduanya. Contoh lain

adalah anak yang membandingkan kelopak bunga mawar

dengan bunga mawar

d. Mengukur

Mengukur merupakan keterampilan proses dasar

yang diperlukan untuk mengumpulkan data. Pengukuran

tidak hanya mengacu pada menggunakan tindakan

standar. Anak-anak dapat mengukur makanan hamster

dengan sendok, memotong seutas tali tinggi tanaman

kacang mereka, membandingkan ukuran biji atau batu,

atau menggunakan gelas untuk mengumpulkan salju dan

mengamati jumlah air yang dihasilkan ketika salju

mencair.

e. Berkomunikasi

Berkomunikasi adalah keterampilan proses dasar

lainnya. Anak-anak dapat didorong untuk berbagi

pengamatan dan pengumpulan data mereka melalui

berbagai bagan dan grafik, atau menulis narasi untuk

berbagi informasi, data, dan kesimpulan. Proses

23
23

komunikasi itu penting, karena anak-anak mulai

memahami bagaimana pengetahuan dibuat di bidang

sains.

f. Bereksperimen

Eksperimen bukanlah proses baru untuk anak kecil.

Mereka telah bereksperimen sejak mereka pertama kali

mengambil mainan atau melemparkan mangkuk sereal

dari baki kursi tinggi. Dalam proses ilmiah,

bereksperimen berarti mengendalikan satu atau lebih

variabel dan memanipulasi kondisi.

Guru dapat membantu anak-anak memikirkan

kegiatan bermain mereka sebagai eksperimen dengan

mempertanyakan kecakapan anak dan mendorong anak-

anak untuk merenungkan tindakan mereka dan hasil dari

tindakan mereka. Ketika anak-anak berusaha

menyeimbangkan satu blok pada menara gumpalan,

menjatuhkan pewarna makanan ke dalam gelas air, atau

menanam beberapa biji yang berbeda-beda, mereka dapat

memikirkan kegiatan ini sebagai sebuah eksperimen.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan

sains anak usia dini meliputi kemampuan mengamati,

mengklasifikasi, menarik kesimpulan,

mengkomunikasikan serta mampu mengaplikasikan

sesuai dengan pengalaman sains yang anak peroleh.

24
24

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Sains
Pada pendidikan anak usia dini, salah satu

kemampuan yang dikembangkan dalam proses
pembelajaran dari aspek perkembangan kognitif adalah
kemampuan matematika dan kemampuan sains.
Kemampuan matematika dasar diajarkan pada anak
meliputi: pengenalan konsep bilangan, menghitung
jumlah gambar dan batas tertentu, serta melakukan
operasi hitung sederhana. Sedangkan kemampuan sains
yang dikembangkan meliputi: pengenalan ukuran benda,
melakukan klasifikasi benda berdasarkan warna, ukuran,
dan bentuk, mengamati proses pertumbuhan tanaman,
bagian-bagian tanaman dan binatang, gejala alam dan
sebagainya. Pembelajaran pengembangan sains dilakukan
dengan tujuan untuk mengembangkan anak secara utuh
baik pikiran atau pengetahuan, hati dan jasmani anak.
Disamping itu, dikembangkan intelektual, emosional,
afektif, dan psikomotor anak. Tujuan pengembangan
tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa tugas utama
sekolah adalah membantu anak untuk mencapai
kebutuhan sesuai dengan kondisi lingkungan dan
kebutuhan-kebutuhan yang diakibatkan dari perubahan
dan perkembangan ipteks. Menurut Nugraha (2005)
tujuan mendasar dari pendidikan sains adalah untuk

25

25

mengembangkan individu agar melek terhadap ruang
lingkup sains itu sendiri serta mampu menggunakan
aspek-aspek fundamentalnya dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya. Sehingga fokus dari program
pengembangan sains sebaiknya difokuskan pada
pemahaman anak, minat, dan penghargaan anak terhadap
dunia sekitar.

Leeper (dalam Nugraha, 2005) menjelaskan bahwa
pengembangan pembelajaran sains anak usia dini
ditujukan untuk merealisasikan empat hal berikut
diantaranya:
a. Mengembangkan kemampuan anak-anak dalam

memecahkan masalah yang dihadapi melalui
penerapan metode sains agar anak-anak terbantu dan
terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang
dihadapinya.
b. Pengembangan sains anak usia dini harus mampu
membentuk sikap-sikap ilmiah anak. Hal yang
mendasar seperti tidak terburu-buru dalam
mengambil keputusan, melihat dan menilai sesuatu
dari berbagai sudut pandang, serta berhati-hati pada
informasi-informasi yang diterima, serta mampu
bersikap terbuka.

26

26

c. Mengembangkan pengetahuan dan informasi ilmiah
anak, yang dimaksudkan adalah segala informasi
yang diperoleh anak berdasar pada standar keilmuan
yang seharusnya.

d. Menumbuhkan minat dan keteratrikan anak terhadap
sains yang berada di lingkungan dan alam sekitarnya.
Pengembangan kemampuan sains secara umum

dapat mengembangkan domain kognitif anak, motorik dan
afektifnya secara seimbang, serta menumbuhkan
kreativitas dan kemampuan berpikir kritis yang akan
bermanfaat bagi aktualisasi dan kesiapan anak untuk
menghadapi perannya yang lebih luas dan kompleks pada
masa yang akan datang.

2.2.3 Prinsip Pembelajaran Sains
Pembelajaran sains pada anak usia dini disesuaikan

dengan tahapan perkembangan anak. Menurut Piaget
(dalam Janice, 2013), tahapan perkembangan kognitif
anak usia dini meliputi tahap sensori motorik (sejak lahir-
usia 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun),
tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), dan tahap
operasional formal (usia 11 tahun ke atas). Anak usia 5-6
tahun berada dalam tahapan pra-operasional, pada tahapan
ini anak memasuki proses berpikir simbolis dan anak

27

27

belum mampu berpikir secara abstrak. Disamping itu,

pada masa ini ditandai dengan kemampuan anak dalam

melakukan kegiatan representasi mental seperti

kemampuan anak menghadirkan benda, objek, orang dan

peristiwa secara mental. Hal ini berarti anak mampu untuk

membayangkan benda, objek, orang dan peristiwa dalam

pikiran anak meskipun semuanya tidak hadir di depan

anak. Anak pada fase ini juga suka menirukan tingkah

laku orang lain, binatang atau peristiwa di sekitar anak.

Peniruan yang dilakukan anak terjadi ketika anak telah

melakukan pengamatan terhadap objek yang ia amati.

Kemampuan berpikir anak hanya berpusat pada objek

tertentu dan mengabaikan objek lain yang ada di

sekitarnya. Anak belum mampu berpikir logis.

Berdasarkan Permendikbud No. 137 Tahun 2014

kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun

No Aspek Kemampuan Anak

1. Pengetahuan  Mengklasifikasikan benda

Umum dan berdasarkan fungsi

sains  Menunjukkan aktivitas yang

bersifat eksplorasi dan

menyelidiki (seperti peristiwa

terapung tenggelam)

 Menyusun perencanaan kegiatan

yang akan dilakukan

 Mengenal sebab akibat

berdasarkan lingkungan (angin

28

28

bertiup menyebabkan daun

bergerak, air dapat menyebabkan

sesuatu menjadi basah)

 Menunjukkan inisiatif dalam

memilih tema permainan (seperti:

bermain peran masak-masakan”.

 Melakukan pemecahan masalah

sederhana dalam kehidupan

sehari-hari

2. Konsep  Mengenal perbedaan benda
Bentuk, bersarakan bentuk, ukuran, dan

Warna, warna

Ukuran, Pola  Mengklasifikasikan benda

berdasarkan warna, ukuran, dan

bentuk

 Mengklasifikasikan benda dalam

kelompok yang sama atau sejenis,

dan kelompok pasangannya

 Mengenal pola ABCD-ABCD

 Mengurutkan benda berdasarkan

ukuran

3. Kosep  Menyebutkan angka 1-20

Bilangan dan  Mencocokkan bilangan dengan
Lambang
lambang.
Bilangan
 Membedakan angka 1-20

 Mengenal hitungan dalam angka

1-20

Berdasarkan penjelasan tabel di atas diketahui
kemampuan sains anak usia 5-6 tahun. Sehingga dalam
program pengembangan sains harus memperhatikan
prinsip-prinsip pengembangan sains yang berorientasi
pada kebutuhan anak dengan memperhatikan hal-hal
berikut (Yulianti, 2010):

29
29

a. Berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak
Pada masa perkembangan anak membutuhkan rasa

aman. Ketika kebutuhan fisik anak terpenuhi dan merasa
aman, anak akan dapat belajar dengan baik. Anak
merupakan individu yang unik, setiap anak memiliki
karakteristik dan tahapan perkembangan yang berbeda.
Sehingga dalam pembelajaran kita perlu memperhatikan
hal tersebut, karena mempengaruhi minat anak yang akan
menumbuhkan motivasi belajar mereka. Sedangkan anak
akan belajar melalui interaksi mereka dengan orang lain
dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, dalam program
pengembangan kemampuan sains pada anak usia dini
sebaiknya dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan yang
disesuaikan dengan aspek perkembangan dan tahapan
perkembangan anak.
b. Belajar sambil bermain

Bermain merupakan salah satu metode yang paling
efektif dalam kegiatan pembelajaran pada anak usia dini.
Melalui bermain situasi pembelajaran akan terasa
menyenangkan dan anak tidak mudah bosan. Dengan
demikian, anak akan selalu antusias dalam kegiatan
pembelajaran dari awal sampai akhir. Bermain membuat
anak dapat mengeksplorasi, menemukan, dan
memanfaatkan objek-objek yang ada di sekitarnya.

30

30

c. Selektif, kreatif, dan inovatif
Materi dalam pembelajaran sains dipilih yang

menarik, merangsang keingin tahuan anak, memotivasi,
mendorong untuk berpikir kritis dan menemukan hal yang
baru. Sehingga diperlukan ide kreatif dan inovasi guru
dalam merencanakan pembelajaran sains.

2.2.4 Program Pengembangan Pembelajaran Sains
Dalam mengembangkan sumber daya manusia

UNESCO merancang konsep pembelajaran yang
diwujudkan dalam empat pilar pendidikan yaitu belajar
untuk mengetahui (learning to know), belajar melakukan
sesuatu (learning to do), belajar menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to
life together), sebagai dasar untuk berpartisipasi dan
bekerjasama dengan orang lain dalam keseluruhan
aktivitas.

Kemampuan sains dikembangkan melalui
pembelajaran sains yang mengindividulisasikan
pendidikan sains pada anak dengan baik seperti anak
memiliki kepribadian yang baik dan mengembangkan
kemampuan anak sesuai dengan karakteristik dan
perkembangannya. Pembelajaran sains melibatkan
pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematika

31

31

anak. Pengetahuan fisik berkembang ketika anak
mempelajari tentang sifat-sifat suatu benda dan anak
mendapatkan pengetahuan dari kegiatan tersebut.
Pengetahuan logika matematika berkembang melalui
kegiatan yang mengetahui hubungan antar benda,
kemudian anak mampu mengetahui persamaan dari
benda-benda tersebut berdasarkan sifatnya serta mampu
melakukan klasifikasi terhadap benda tersebut.

Model pembelajaran yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan sains adalah pembelajaran
yang memungkinkan berkembangnya kecakapan berpikir
ilmiah dan kemampuan berpikir kreatif. Disamping itu,
model pembelajaran yang diperlukan adalah pembelajaran
yang tidak hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi
keterampilan, dan sikap.

Model pembelajaran berbasis sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses
sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu.
Model ini menekankan pada proses pencarian
pengetahuan dari pada transfer pengetahuan. Dalam
proses pembelajaran ini anak dipandang sebagai subjek
belajar yang perlu dilibatkan secara aktif, sedangkan guru
hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas
membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan anak.

32

32

Disamping itu guru juga mengatur peralatan dan
perabotan yang digunakan dalam pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan dan keamanan anak. Merencanakan
dan mempersiapkan semua kegiatan yang dilakukan, serta
memantau setiap kegiatan anak dan memperhatikan
perilaku anak selama kegiatan berlangsung.

Anak Taman Kanak-kanak (TK) berada pada
tahapan pra-operasional dan operasional konkrit, dimana
anak-anak belum mampu mempelajari atau berpikir secara
abstrak. Sehingga model pembelajaran yang digunakan
dalam pengembangan program sains juga harus
memperhatikan tahapan perkembangan kognitif anak.
Dalam setiap pembelajaran guru harus mampu
mengusahakan untuk menyediakan media-media
pembelajaran konkrit, sehingga aktivitas yang dilakukan
anak mengarah pada karakteristik tersebut. Contoh: guru
meminta anak untuk melakukan klasifikasi daun
berdasarkan ukurannya, mengelompokkan balok
berdasarkan bentuk atau warnanya, mengelompokkan biji-
bijian atau benda lain berdasarkan kesamaan sifat atau
karakteristik yang dimiliki.

Kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan sains anak sebaiknya juga disesuaikan
dengan kriteria yang sesuai dengan tahapan

33

33

perkembangan anak seperti: 1) pembelajaran yang
mengajarkan sebab akibat. Anak usia taman kanak-kanak
masih kesulitan untuk menghubungkan sebab akibat dari
suatu peristiwa yang tidak terlihat langsung, karena anak
belum mampu berpikir secara abstrak. Sehingga untuk
mengajarkan sebab akibat pada anak harus melalui
kegiatan pembelajaran secara langsung seperti kegiatan
penimbangan, balon yang ditiup akan melembung, dan
peristiwa air mengalir dari tempat yang tinggi ketempat
yang rendah. 2) Pembelajaran yang melibatkan anak
untuk melakukan eksplorasi. Salah satu cara untuk
merangsang pengetahuan anak dan kemampuan anak
berpikir kritis adalah melalui kegiatan eksplorasi. Dengan
bereksplorasi anak mendapatkan pengalaman langsung
terkait benda atau peristiwa yang diamati. Sehingga anak
akan membangun pengetahuannya sendiri, bahkan anak
akan mendapatkan pengetahuan lebih ketika anak
mengeskplorasi lingkungan sekitarnya. 3) Pembelajaran
yang mampu mengembangkan kemampuan anak untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pembelajaran
sains tidak mengajarkan anak untuk mengingat berbagai
kegiatan dan obyek, melainkan melatih anak untuk
mampu mengkonstruksi pengetahuannya melalui aktivitas
yang dilakukan. Dengan demikian, kegiatan sains tidak

34

34

cukup jika guru hanya menjelaskan terkait dengan nama
suatu obyek, karakteristik dan jenisnya saja, tetapi guru
harus mampu menghadirkan suatu obyek nyata yang
mampu anak amati, anak raba atau sentuh, dicium, dan
bahkan dirasakan untuk membangun sebuah pengetahuan
terhadap objek tersebut. 4) Pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses dari pada hasil. 5) Pembelajaran
yang menarik.

Menurut Nugraha (2005), ada beberapa sikap yang
dikembangkan dalam program pembelajaran sains pada
anak usia dini diantaranya:
a. Sikap Jujur

Jujur merupakan sikap yang dilakukan berdasarkan
sesuatu apa adanya tanpa adanya rekayasa yang
dilakukan dalam kegiatan sains, sehingga data yang
dihasilkan nyata sesuai dengan penelitian atau
pengamatan yang dilakukan.
b. Sikap Kritis
Pembelajaran sains mendukung anak untuk berpikir
secara kritis dan mendalam supaya memperoleh data
atau hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Melalui pembelajaran sains anak dapat melakukan
pengamatan untuk mencari informasi atau
mengumpulkan data yang menuntut anak

35

35

membangun konsep pengetahuan berdasarkan data
yang diperoleh.
c. Sikap Kreatif
Program pengembangan kemampuan sains pada anak
akan menumbuhkan rasa keingintahuan yang yang
tinggi pada anak. Lingkungan belajar sains yang
disediakan mampu merangsang keingintahuan anak
untuk mengajukan pertanyaan yang tidak terduga,
pertanyaan-pertanyaan ini merupakan wujud dari
berpikir kritis dan sikap kreatif yang dimunculkan
anak.
d. Sikap Positif
Pada kegiatan sains anak dituntut untuk selalu
bersikap positif, anak didorong untuk tidak pantang
menyerah dalam melakukan kegiatan dan kegagalan
yang dialami. Dari proses kegiatan sains
memungkinkan anak mencoba melakukan atau
memecahkan masalah yang dihadapi dan
menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan
kesalahan dan kegagalan. Hal inilah yang
menumbuhkan sikap positif pada anak dalam
kegiatan sains.

36

36

e. Sikap kerendahan hati
Kegiatan sains mengajarkan sikap kerendahan hati
pada anak. Sikap kerendahan hati meliputi tidak
sombong, dan tidak angkuh terhadap keberhasilan
yang diperoleh dalam kegiatan sains.

f. Sikap tidak mudah putus asa
Pembelajaran sains mendorong anak untuk tidak
mudah putus asa, mereka didorong untuk selalu
bersemangat dan pantang menyerah. Sikap ini
ditanamkan pada anak usia dini agar mudah dalam
meraih keberhasilan

g. Sikap keterbukaan untuk dikritik dan diuji
Kemampuan anak dalam bertukar pikiran dengan
teman merupakan salah satu contoh sikap
keterbukaan. Dalam kegiatan sains anak akan
mengkomunikasikan hasil pengamatannya dengan
teman-teman untuk dilakukan evaluasi bersama dan
penguatan konsep terhadap pengetahuan yang
diperoleh.

h. Sikap menghargai dan menerima masukan
Anak diajarkan untuk memiliki sikap saling
menghargai baik kepada diri sendiri maupun orang
lain, sehingga tidak akan terjadi kesenjangan diantara
teman dan anak mampu menerima masukan dari

37

37

teman atau guru yang mampu membangun untuk
kelangsungan kegiatan belajar sains.
i. Sikap berpedoman pada fakta dan data yang memadai
Melalui kegiatan sains anak mampu berpedoman
pada fakta untuk dipertanggungjawabkan kevalidan
datanya serta pengumpulan data yang memadai dari
kegiatan pengamatan pada saat pembelajaran sains.
j. Hasrat ingin tahu yang tinggi
Rasa keingin tahuan anak harus dimiliki oleh anak
sejak sebelum dilakukan kegiatan sains. Rasa
keingintahuan anak yang besar mampu mendorong
anak mengumpulkan banyak informasi melalui
pengamatan pada kegiatan sains yang dilakukan, anak
dapat mengungkap dan membangun banyak konsep.

2.2.5. Materi Sains
a. Pengukuran

Pengukuran merupakan suatu upaya untuk
membandingkan suatu benda dengan satuan yang
digunakan sebagai patokan. Pengukuran dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pengukuran baku dan tidak baku.
 Pengukuran tidak baku merupakan pengukuran yang

tidak mempunyai hasil sama jika pengukuran tersebut

38

38

dilakukan pada orang yang berbeda seperti jengkal,
depa, hasta, pita, gelas, lidi dan sebagainya
 Pengukuran baku merupakan pengukuran yang
hasilnya sama jika pengukuran tersebut dilakukan
oleh orang yang berbeda, seperti penggaris, meteran
digunakan untuk mengukur panjang, gelas ukur untuk
mengukur volume, timbangan untuk mengukur massa
dan sebagainya.
b. Tanaman dan Binatang

Materi sains pada anak usia dini tentang tanaman
dan binatang meliputi:
 Karakteristik dan fungsi kehidupan. Materi ini anak

diajarkan tentang respirasi atau pernapasan, cara
memproduksi, memperoleh dan mengkonsumsi
makanan, pengeluaran kotoran, gerak, perpindahan,
respon lingkungan, serta pertumbuhan dan
perkembangbiakan.
 Tumbuhan yang diajarkan pada anak usia dini
meliputi: bagian-bagian tanaman, proses
pertumbuhan tanaman, cara berkembang biak, bentuk
daun, tekstur daun dan batang, buah, bunga dan
sebagainya.

39

39

c. Gerak
Anak usia dini cenderung menyukai benda-benda

yang bisa bergerak, berputar, dan menggelinding. Materi
pengenalan gerak pada anak usia dini meliputi materi
menggelinding dan bentuk benda. Melalui materi ini anak
akan mengenal penyebab benda dapat bergerak seperti
kemiringan papan, bentuk benda silindris, kotak, dan
kasar halusnya permukanaan benda. Selanjutnya
menggelinding dan ukuran benda. Benda dapat bergerak
juga dipengaruhi oleh ukuran benda, berat dan ringannya
suatu benda akan mempengaruhi gerak benda.
d. Mengenal benda cair

Bermain air dapat memberikan berbagai
pengalaman pada anak. Guru dapat mengajarkan
berbagai hal dengan bermain air seperti sifat-sifat air
yang meliputi air mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah, bentuk air sesuai dengan bentuk
tempatnya. Disamping itu guru bisa mengajarkan
berbagai kegiatan air yang meliputi:
 Volume

Konservasi volume merupakan kegiatan untuk
mengenalkan anak tentang isi atau volume benda cair.
Anak belum mampu memahami konservasi volume
karena berada dalam tahapan praoperasional. Dengan

40

40

demikian, pengenalan konservasi volume dapat
diajarkan melalui pengisian air pada botol atau wadah
yang lain. Misal untuk mengisi sebuah ember
menggunakan gayung untuk mengambil airnya. Anak
dapat mengenal berapa gayung iar yang diperlukan
untuk memenuhi ember tersebut. Selanjutnya bisa
juga diajarkan dengan mengisi air pada botol kecil
dan dipindahkan ke botol bersar atau sebaliknya,
melalui kegiatan ini anak akan mengenal konsep
lebih banyak dan lebih sedikit.
 Terapung dan tenggelam
Materi sains terapung tenggal diajarkan pada anak
dengan tujuan agar anak mengetahui bahwa ada
banda-benda yang terapung jika dimasukkan dalam
air, tidak semua benda itu tenggelam. Anak juga akan
mengenal bahwa benda dapat terapung atau
tenggelam ditentukan oleh bera jenis benda bukan
karena ukuran benda.
 Larut dan tidak larut
Tidak semua benda itu dapat larut di dalam air. Ada
benda yang larut dengan air ada yang tidak. Benda-
benda yang larut di air seperti garam, gula, kopi, teh,
dan sebagainya. Benda-benda yang larut dalam air
akan membentuk sebuah larutan. Benda yang tidak

41

41

dapat larut di air diantaranya pasir, minyak, batu,
tepung, dan benda padat yang lain. Benda-benda yang
tidak larut di air jika dicampurkan dengan air tidak
membentuk larutan melainkan membantuk campuran
atau endapan.
e. Mengenal Neraca

Neraca sudah mulai diajarkan pada anak di sekolah,
melalui neraca anak juga dapat mengenal hubungan
sebab akibat. Misalnya ketika berat pada neraca ditambah
maka neraca akan bergeser/turun, dan bahkan sebaliknya.
Disamping itu anak juga akan tahu mana saja benda-
benda yang ringan dan berat. Benda yang ringan jika
ditimbang maka masanya hanya sedikit sehingga
jumlahnya harus banyak, begitu juga benda yang
memiliki masa lebih berat jumlahnya pasti akan lebih
sedikit. Contoh kertas dengan balok, jika menggunakan
satuan ukur satu ons untuk menimbang balok hanya
berisi satu balok, maka jika menimbang kertas bisa berisi
200 lembar atau lebih.

42

42

2.2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini

Faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan sains
anak usia dini diantaranya faktor sekolah dan faktor
keluarga. Salah satu faktor sekolah yang memengaruhi
kemampuan sains adalah metode yang digunakan oleh
guru pada saat proses pembelajaran, media yang
digunakan, dan kemampuan guru dalam mengajar.
Hardini (2012) menjelaskan metode merupakan cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran
sains pada anak meliputi: 1) metode bermain; 2) metode
karyawisata; 3) metode bercakap-cakap; 4) metode
demonstrasi; 5) metode proyek; 6) metode pemberian
tugas; dan 7) metode discovery. Metode bermain
merupakan sebuah metode pembelajaran yang melatih
anak dalam sebuah permainan untuk mengeksploitasi dan
dilakukan secara berulang-ulang dengan menggunakan
atau tanpa menggunakan alat dalam memperoleh
informasi. Metode bermain mampu mengembangkan
imajinasi dan kesenangan anak. Metode karyawisata
merupakan metode kunjungan pada suatu objek secara
langsung untuk memberikan pengalaman belajar kepada

43

43

anak yang tidak anak peroleh di dalam kelas.

Pembelajaran sains dengan metode karyawisata dapat

dilakukan dengan ke sawah atau kebun sekitar sekolah

untuk melihat berbagai macam tanaman dari tanaman.

Metode Bercakap-cakap, bercakap-cakap merupakan

bentuk komunikasi dengan orang lain. Metode bercakap-

cakap merupakan sebuah cara yang digunakan guru untuk

menyampaikan materi pembelajaran melalui kegiatan

bercakap-cakap atau tanya jawab dengan anak. Metode ini

mampu melatih keberanian anak menyampaikan

gagasannya. Metode demonstrasi, merupakan cara untuk

menunjukkan dan menjelaskan penggunaan suatu benda

atau proses terjadinya suatu peristiwa. Dalam metode

demontrasi anak diminta untuk mendengarkan dan

memperhatikan semua penjelasan guru agar anak menjadi

paham tentang cara mengerjakan sesuatu yang telah guru

demonstrasikan. Metode proyek, merupakan

pembelajaran yang menekankan cara belajar kontekstual

melalui kegiatan yang kompleks. Pembelajaran dengan

metode proyek melibatkan anak untuk memecahkan

masalah dan tugas-tugas yang diberikan sehingga

menghasilkan produk nyata. Pembelajaran berbasis

proyek mampu mendorong anak terlibat aktif dalam

pembelajaran, anak menghasilkan produk yang secara

44
44

autentik dapat diukur oleh guru dalam pembelajaran.
Metode pemberian tugas, merupakan cara yang digunakan
guru dalam memberikan pengalaman belajar anak melalui
pemberian tugas secara sengaja kepada anak. Tugas
biasanya dikerjakan secara individu maupun kelompok.
Tugas yang diberikan guru disesuaikan dengan
kemampuan anak, jelas prosedur penyelesaiannya, dan
diberikan batas waktu untuk penyelesaian tugasnya.
Metode ini mampu meningkatkan cara belajar anak yang
lebih baik dan memantapkan penguasaan hasil belajar.

Metode discovery, merupakan proses mental dimana
siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau
prinsip. Proses mental yang dimaksud tersebut
diantaranya: mengamati, mencermati, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Metode
discovery menekankan peserta didik untuk menemukan
sendiri konsep pengetahuannya melalui bimbingan untuk
melakukan serangkaian tahap pembelajaran discovery
mulai dari pengamatan sampai pengorganisasian hasil
penemuannya menjadi suatu konsep pengetahuan. Pada
pembelajaran discovery anak diberikan kesempatan untuk
melakukan penemuan dari aktivitas pembelajaran yang
dilakukan. Implementasi metode discovery dalam

45

45

pembelajaran memiliki berbagai manfaat diantaranya

anak akan memperoleh pengetahuan individual sehingga

mendalam tinggal dalam ingatan anak, melalui metode

discovery juga akan akan membuat anak lebih percaya diri

dengan proses penemuannya sendiri. Penggunaan metode

discovery dalam pembelajaran sains mampu

mengembangkan keterampilan sains anak dan

merangsang anak untuk berpikir secara kritis karena anak

di dorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif

mereka untuk melakukan percobaan yang memungkinkan

mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka

sendiri. Pada pembelajaran discovery terlibat aktif dalam

suatu aktivitas untuk melakukan pengamatan,

mengumpulkan data, sampai akhirnya anak akan

mendapatkan sebuah pengetahuan dari aktivitas yang

telah anak lakukan.

Faktor keluarga memengaruhi kemampuan sains

anak usia dini karena biasanya orang tua cenderung

membatasi aktivitas anak sehingga anak cenderung tidak

mampu bereskplorasi karena terbatasnya kesempatan

yang diberikan oleh orang tua atau keluarga. Disamping

itu, orang tua juga cenderung menentukan aktivitas apa

yang anak lakukan sehingga anak juga tidak memiliki

kebebasan untuk menggali pengetahuan yang ada di
lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, kemampuan

sains anak cenderung menjadi rendah. 46

46


Click to View FlipBook Version