The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by nelysaida, 2021-10-28 01:11:05

Pembelajaran Sains Anak Usia Dini

Monograf Naili Saida

3 Metodelogi Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kuantitatif dengan desain penelitian yang digunakan

adalah one group-pre test-post test. Desain penelitian

disajikan dalam bentuk tabel 3.1:

Pre Test Tabel 3.1 Post Test
O1 Desain Penelitian O2

Keterangan: Variabel Terikat
X

X = Perlakuan (treatment) metode discovery

O1 = Kemampuan sains anak

O2 = Kemampuan sains anak setelah diberi perlakuan

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi

dan dokumentasi. Instrumen Penelitian menilai 3

indikator kemampuan sains diantaranya: kemampuan

memberikan respons dari hasil observasi,

mengklasifikasikan benda, dan memberikan kesimpulan

terhadap hasil. Analisis data dilakukan dengan uji

Wilcoxon Match Pairs Test. Perbandingan selisih akan

diuji menggunakan hasil pretest dan postest untuk

mengetahui peringkat-peringkatnya.

48
47

Tabel 3.2

Uji Wilcoxon Match Pairs Test

No Nama XA1 XB1 Beda Tanda Jenjang

XB1-XA1 Jenjang + -

Jumlah T+=...... T-=
…...

Keterangan:

XA1 : Hasil pretest

XB1 : Hasil posttest

Beda : Perhitungan selisih hasil posttest-hasil pretest

Jenjang : Urutan dari selisih terkecil

T+ : Jumlah selisih yang bernilai positif

T-- : Jumlah selisih yang bernilai negatif

49
48

4 Hasil dan Pembahasan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan dalam penelitian tentang
kemampuan sains pada anak usia dini yang diambil dari
observasi terdiri dari 3 indikator kemampuan sains
diantaranya: kemampuan memberikan respon dari hasil
observasi, mengklasifikasikan benda, dan memberikan
kesimpulan terhadap hasil. Observasi ini dilakukan ketika
pretest dan posttest. Pretest dilakukan sebelum pemberian
perlakuan (treatment). Sedangkan Posttest dilakukan
setelah diberikannya perlakuan (treatment). Pada saat pre
test peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan sains anak melalui metode
bercerita. Guru menceritakan peristiwa terapung
tenggelam. Pada pembelajaran ini diperoleh nilai
kemampuan sains anak yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

50
49

Tabel 4.1
Hasil Pre test Kemampuan Sains Anak

Indikator Kemampuan Sains

Memberi

No Nama Memberikan Mengklasi kan Jumlah Rata
respon dari fikasikan kesimpul -rata
1. R1 4
2. R2 hasil benda an 4 1,3
3. R3 observasi terhadap 6 1,3
4. R4 6 2
5. R5 hasil 6 2
6. R6 5 2
7. R7 2 11 6 1,6
8. R8 5 2
9. R9 1 21 7 1,6
10 R10 7 2,3
. 2 22 2,3
56
Jumlah 2 22 18,4

2 22

2 21

2 22

2 21

2 32

3 22

20 20 16

Selanjutnya dilakukan tahapan pemberian perlakuan
atau treatmen. Pada tahap ini dilakukan perlakuan
kegiatan pembelajaran sains dengan metode discovery.
Pemberian perlakuan ini dilakukan selama satu minggu
dengan mengembangkan kemampuan sains diantaranya:
kemampuan memberikan respon dari hasil observasi,
mengklasifikasikan benda, dan memberikan kesimpulan
terhadap hasil. Setelah diberikan perlakuan akan
dilakukan post test.

Post test sebagai proses terakhir dilakukan untuk
mengetahui kemampuan sains anak setelah dilakukan

51
50

perlakuan. Hasil post test mengalami peningkatan menjadi

102 sesuai dengan tabel 4.2 Hasil post test kemampuan

sains anak.

Tabel 4.2
Hasil Post Test Kemampuan Sains Anak

Indikator Kemampuan Sains

No Nama Memberikan Mengklasi Memberikan Jumlah Rata
respon dari fikasikan kesimpulan -rata
1. R1 9
2. R2 hasil benda terhadap 9 3
3. R3 observasi hasil 11 3
4. R4 9 3,7
5. R5 333 12 3
6. R6 10 4
7. R7 333 12 3,3
8. R8 10 4
9. R9 443 10 3,3
10 R10 10 3,3
. 333 3,3
102
Jumlah 444 42

433

444

433

433

433

37 36 32

Dari hasil pre test dan post test ini dilakukan uji
wilcoxon dengan mencari perbedaan kenaikan atau
penurunan skor pre test dan post test yang dapat dilihat
pada tabel 4.3.

52
51

Tabel 4.3

Uji Wilcoxon Match Pairs Test

No Nama XA1 XB1 Beda Tanda Jenjang
XB1-XA1
1 R1 Jenjang + -
2 R2
3 R3 49 5 6 60
4 R4
5 R5 49 5 6 60
6 R6
7 R7 6 11 5 6 60
8 R8
9 R9 69 3 2 20
10 R10
6 12 6 9.5 9.5 0

5 10 5 6 60

6 12 6 9.5 9.5 0

5 10 5 6 60

7 10 3 2 20

7 10 3 2 20

Jumlah T+= 55 T-= 0

Diketahui bahwa cara menentukan nilai T hitung adalah
memilih nilai T yang terkecil antara nilai T+ dan T-
Nilai T+= 55
Nilai T-= 0
maka nilai T-= 0 ditetapkan sebagai nilai T hitung.
Cara menentukan nilai T tabel adalah dengan melihat
tabel statistik uji wilcoxon dengan taraf kesalahan 5% atau
0,05 dan memperhatikan jumlah sampel penelitian.
Nilai T tabel dengan jumlah sampel 10 anak adalah 11
Jika T hitung < T tabel maka hipotesis awal (Hα) diterima
dan hipotesis nihil (Ho) ditolak.

Dari hasil uji wilcoxon dengan mencari perbedaan
kenaikan atau penurunan skor pre test dan post test,
kemudian mencari jenjang atau peringkat mulai dari
responden awal sampai terakhir yang menentukan Thit

53

52

untuk digunakan dalam menguji hipotesis nihil (H0). Hasil
analisis data menggunakan uji wilcoxon yang
menghasilkan nilai T+ sebanyak 55, hal ini berarti selisih
dari hasil pre test dan post test mengalami perkembangan
sedangkan data T- berarti nilai selisih antara kedua proses
pengambilan data mengalami penurunan. Dari hasil
analisis data di peroleh nilai T hitung sebesar 0 dan nilai T
tabel dengan jumlah sampel 10 anak adalah 11. Sehingga
dapat disimpulkan nilai Thit<Ttab yang membuktikan
bahwa Ho di tolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh metode discovery terhadap kemampuan
sains anak.

Berhasilnya kemampuan ini menjawab teori yang
dikemukakan Widiasworo (2017), Metode discovery
merupakan metode pembelajaran yang menekankan
peserta didik untuk menemukan sendiri konsep
pengetahuannya. Pada proses penemuan, anak dibimbing
untuk melakukan serangkaian tahap pembelajaran
discovery mulai dari pengamatan sampai
pengorganisasian hasil penemuannya menjadi suatu
konsep pengetahuan. Dengan melakukan proses
pengamatan yang dilakukan melalui metode discovery
anak mampu memberikan respon dari hasil observasi
yang dilakukan, mengklasifikasikan benda, dan

54

53

memberikan kesimpulan terhadap hasil yang diperoleh
sebagai sebuah konsep pengetahuan. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan Beyer (1991) bahwa
model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan
sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan
proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara
terpadu. Jadi konsep pembelajaran berbasis sains, anak
dilatih agar terampil dalam memperoleh dan mengolah
informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti
prosedur ilmiah seperti melakukan pengamatan,
pengukuran, mengklasifikasi, menarik kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil temuan.

Dalam menerapkan pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan sains langkah pertama yang
dilakukan adalah mendefinisikan apa yang akan dilakukan
oleh anak. Selanjutnya, melakukan kerja penemuan
(discovery work) yang mengatur keterampilan ilmiah yang
dibagi menjadi tiga bagian diantaranya keterampilan
proses, keterampilan penalaran, dan keterampilan berpikir
kritis. Keterampilan proses digunakan dalam
mengumpulkan informasi. Keterampilan penalaran
membantu anak dalam memahami informasi yang
dikumpulkan dengan mengembangkan pikiran yang
terbuka, keingintahuan, logika, dan mencari data untuk

55

54

memahami lingkungan sekitar. Sedangkan, keterampilan
berpikir kritis mengharuskan anak menerapkan informasi
pada situasi yang baru dan melakukan pemecahan
masalah.

Proses pembelajaran dengan metode discovery
dilakukan dengan langkah-langkah diantaranya: 1)
identifikasi kebutuhan anak; 2) menentukan pendahuluan
dan konsep yang akan dipelajari yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik anak; 3) memilih bahan dan
tugas; 4) menjelaskan tugas dari masing-masing anak; 5)
melakukan setting tempat dan alat-alat yang digunakan; 6)
menilai pemahaman anak pada tugas; 7) memberikan
kesempatan anak untuk melakukan penemuan di luar
kelas; 8) membantu anak untuk mengumpulkan indormasi
atau data yang diperlukan; 9) membimbing anak untuk
menganalisis hasil temuan melalui pertanyaan yang
mengarahkan dan mengidentifikasi proses; 10)
merangsang interaksi antar anak dan; 11) membantu anak
untuk merumuskan kesimpulan hasil temuannya.

56

55

56

5 Kesimpulan dan Saran
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sains adalah produk dan proses. Sains sebagai

produk ketika sains merupakan batang tubuh pengetahuan
yang teroganisir dengan baik mengenai dunia fisik alami.
Sebagai proses, sains mencakup mencari, mengamati,
melakukan uji coba, melakukan klasifikasi, dan menarik
kesimpulan.

Model pembelajaran yang mengembangkan
kemampuan sains adalah model pembelajaran yang
mengintegrasikan proses sains ke dalam sistem penyajian
materi secara terpadu. Jadi konsep pembelajaran berbasis
sains, anak dilatih agar terampil dalam memperoleh dan
mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan
mengikuti prosedur ilmiah seperti melakukan
pengamatan, pengukuran, mengklasifikasi, menarik
kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil temuan.
Pembelajaran sains dengan pendekatan bermain sambil
belajar dapat meningkatkan hasil belajar kognisi, afeksi,
dan spikomotorik anak, serta menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis.

57
57

5.2 Saran
Dalam mestimulasi kemampuan anak sebaiknya

dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, begitu juga
untuk stimulus kemampuan sains anak. Kemampuan sains
sangat penting dikembangkan sebagai bekal anak untuk
memasuki pendidikan lebih lanjut dan pemahaman anak
terhadap dunia sekitar. Dalam mestimulus kemampuan
sains sebaiknya menggunakan model pembelajaran yang
mampu merangsang kemampuan sains anak dengan
melibatkan lima keteramplan sains pada anak usia dini.

58
58

Daftar Pustaka 59

DAFTAR PUSTAKA

Beaty, J. J. 2013. Observasi Perkembangan Anak Usia
Dini (Tujuh). Jakarta: Kencana.

Bennett, William J Chester E, F. J., & dan John T.E.
Cribb, J. 1999. The Educated Child: a parent’s
guide. New York: The Free Press.

Beyer, Barry K. 1991. Teaching Thinking Skill: A
Handbook for Elementary School Teachers. New
York, USA: Allya & Bacon.

Bredekamp, S. 1998. Developmentally Appropriate
Practice in Early Childhood Programs. Washington:
NAEYC.

Brewer, J. A. 2007. Early Childhood Education
(Preschool through Primary Grades) (Sixth). United
States of America: PEARSON.

Charlesworth & LInd, K. . 2007. Math & Science for
Young Children (5th ed). Clifton Park: NY: Cengage.

Nugraha, A. 2005. Pengembangan Pembelajaran Sains
pada Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan
dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Seefeldt and Nita, B. 1994. Early Childhood Educations.
New York: Mac Millan Public Compani.

Subroto, S. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.

Suprihatiningrum, J. 2013. Strategi Pembelajaran (Teori

59

dan Aplikasi). Jakarta: AR-RUZZ MEDIA

Hardini, Isriani dan Puspitasari, Dewi. 2012. Strategi
Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: FAMILIA

Yulianti, Dwi. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di
Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Indeks

Yusuf, Muri. 2013. Metode Penelitian: Kuantitatif,
Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana

Amien, Moch. 1987. Menggunakan Metode Discovery
dan Inquiry. Jakarta: Dirjen Dikti

Dodge, Diane. 2005. The Creative Curriculum for
Presschool. Washington Dc: Teaching Strategies.

Duit, R. & Treagust, D.F. 2008. Conceptual change: a
discussion of theoretical, methodological and
practical challenges for science education. Cultural
Studies of Science Education

Amien. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) dengan menggunakan Metode Discovery dan
Inquiry. Jakarta: Depdikbud Dikti PPLPTK

Rustaman, N.Y. 1990. Kemampuan Klasifikasi Logis
Anak: Studi tentang Kemampuan Abstraksi dan
Inferensi Anak Usia Sekolah Dasar pada Kelompok
Budaya Sund. Disertasi PPS IKIP Bandung: tidak
diterbitkan

Widiasworo, Erwin. 2017. Strategi dan Metode Mengajar
di Luar Kelas(Outdoor Learning). Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.

60

60


Click to View FlipBook Version