The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini berisi tentang Kebudayaan yang ada di Kabupaten Bintan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rajaslot813, 2022-08-27 06:35:26

E-Book Kebudayaan Bintan

E-Book ini berisi tentang Kebudayaan yang ada di Kabupaten Bintan

Keywords: kebudayaan,bintan

KATA PENGANTAR PENYUSUN

Pertama sekali ucapan syukur sebesar – besarnya kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
Hidayat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Rencana Aksi Perubahan (RAP) berbentuk digital
berupa Elektronik Book (E-Book) Kebudayaan Bintan. Tak lupa sholawat beriring salam kita
sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW semoga kita semua menjadi
orang – orang yang berfikir.
Penyusun ucapkan terima kasih kepada, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bintan, ketua dan anggota Lembaga Adat Melayu (LAM) Bintan, Badan Pelestarian Nilai Budaya
(BPNB) Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, Balai Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB) Batu Sangkar, tim bidang kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bintan, teman – teman sanggar seni tari, seni musik melayu, seni tradisional se-
Kabupaten Bintan, tim Museum Bahari Bintan, dan teman – teman bidang kepariwisatan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bintan, serta Pamong Budaya, sejarah dan tradisi.
Sesungguhnya E-Book Kebudayan Bintan ini berisi seluruh kebudayaan yang ada di Kabupaten
Bintan yang tertuang di dalam Undang – Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Objek Pemajuan
Kebudayaan serta Pokok Pokok Pikiran Kebudayaan (PPKD) Kabupaten Bintan. Dan masih banyak
kekurangan dan perlu dikembangkan lagi pada kesempatan yang akan datang, oleh karena itu
penulis berharap masukan dan sarannya sehingga E-Book Kebudayaan Bintan ini akan terus
berkembang di masa akan datang.



MAKAM SULTAN ABDULLAH MU’AYAT SYAH
(MARHUM PULAU TAMBELAN)

HISTORIS

Sultan Abdullah Muaiyatsyah bernama awalnya Sayyid Abu Bakar Raja
Bungsu, atau Sultan Johor ke-7 memerintah tahun 1615-1623. Marhum
Tambelan ini semula makamnya terletak di suatu bukit bernama Bukit
Bentayan (Mentayan). Oleh Sultan Mansur dan saudaranya bernama
Sultan Yahya. Makam tersebut di pugar dan di pindahkan ke tempat
yang sekarang ini dan oleh PSK telah di lindungi oleh Undangundang
monumenten Ordonansi STB 238 1931 dengan lokasi di Desa Batu
Lepuk Tambelan. Beliau adalah putera kepada Sultan Muzaffar Shah dan
diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Aceh sebagai Sultan

Foto Lingkungan Makam Sultan Abdullah
Muaiyatsyah

MAKAM DATUK SANG YE

HISTORIS

Ada hikayat yang mengatakan bahwa Datuk Sang Ye adalah seorang Dewata. Nama lain dari Datuk
Sang Ye adalah Indra Safri. Datuk Sang Ye disebut demikian karena selalu menjawab dengan
perkataan Ye (artinya: Ya) menurut masyarakat Datuk Sang Ye merupakan tokoh yang disegani. Pada
makam ini diberi keterangan oleh penduduk setempat, bahwa Sang Setia atau Sang Ye adalah orang
yang menentang Portugis di Kota Kara dan wafat pada tahun 1526 M. Namun informasi-informasi
tersebut terbantahkan dengan adanya penelusuran yang dilakukan oleh Encik Muhammad Affan,
beliau berhasil mencatat berdasarkan cerita pusaka bahwa Sang Ye atau Sang Setia adalah salah
seorang kaya Bintan yang menjadi pemimpin tertinggi dikalangan orang Bintan dan orang Penaung
sebelum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah mendirikan Kerajaan Riau di Bintan pada tahun 1722.
Beliau adalah orang kaya terakhir dari keturunan asli orang kaya Bintan yang membawahi Penghulu
Bintan dan Penghulu Penaung karena ia tidak memiliki anak.

Foto Makam dan Foto Lingkungan Makam Sang Ye

MAKAM LAKSAMANA KOJA HASAN

HISTORIS

Laksamana Koja Hasan adalah Syeh Maulana Fadillah Khan atau Sunan Gunung Jati.
Beliau datang dari tanah Jawa untuk membantu Bentan dalam berperang melawan
Portugis. Sebagaimana telah disebutkan di atas beliau adalah salah satu dari Wali
Songo yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa, tetapi kedatangannya ke Bentan bukan
dalam rangka menyebarkan ajaran Islam tetapi sebagai salah seorang laksamana yang
akan membantu dalam peperangan melawan Portugis. Berdasarkan data pendataan
yang lalu disebutkan bahwa makam ini adalah makam Said Ahmad, tetapi setelah
dilakukan wawancara dengan Asyim salah satu tokoh pemuda di Kampung Bekapur,
makam ini adalah makam Laksamana Koja Hasan. Makam Laksamana Koja Hasan
berada di tepi jalan Wisata Air Terjun dan berada di kaki Gunung Bintan.

Foto Makam dan Foto
Laksamana Koja Hasan

Denah Lokasi Makam
Laksamana Koja Hasan

MAKAM KOTA KARA / MAKAM DATUK BUJUK

HISTORIS

Kompleks makam Kota Kara merupakan kompleks makam raja Kerajaan
Melayu Bentan di Kota Kara. Terdapat 3 makam yang sangat penting
yakni makam Ratu Mpuan Bintan Iskandasryah, makam Tengku Bungsu,
dan Makam Isersyah (Bisamsyah). Makam Ratu Mpuan Bintan Iskandar
Syah merupakan ratu dari kerajaan Melayu Bentan. Makam Isersyah
adalah makam dari Raja Kerajaan Melayu Bentan 1 dengan posisi
makam berada di sisi timur laut dari makam Ratu Mpuan Iskandarsyah.
Menurut pewaris, kompleks makam ini merupakan makam keluarga
kerajaan saat ibukota masih berada di Kota Kara

Foto Makam Kota Kara / Makam Datuk Bujuk

MAKAM MALIM DEWA / MAHESA DEWA

HISTORIS

Malim Dewa atau Mahesa Dewa adalah Raja dari Kerajaan Chitu (Tanah Merah) yang
berada di wilayah Bintan. Kerajaan Chitu berlangsung sejak abad ke-8. Makam Malim
Dewa/Mahesa Dewa terletak di sebuah bukit yang bagi masyarkaat dikenal dengan
nama Bukit Jakas atau Yakas, yang masih dalam wilayah Kampung Bekapur. Makam
Malim Dewa berjarak sekitar 30 m dari tepi Jalan Lintas Barat. Makam Malim Dewa
dikelilingi oleh hutan yang merupakan Hutan Alam Syarif Bin Alai. Makam berupa jirat
dan nisan yang terbuat dari batu alam. Jirat makam berupa pecahan-pecahan batu
yang disusun dan diberi perekat dengan semen, perekat semen ini sudah dibuat
kemudian karena tertulis pada bagian plesteran tersebut sebuah angka tahun yaitu
tahun 1993. Makam berukuran panjang 340 cm dan lebar 210 cm.

Foto Makam Malim Dewa / Mahesa Dewa

MAKAM NAHKODA RAGAM DAN NAHKODA SEKAM

HISTORIS

Makam ini terletak di lereng Bukit Jakas, berjarak kurang lebih 400 m dari makam Malim Dewa.
Makam ini berada dalam satu jirat yang jirat ini merupakan jirat yang dibuat kemudian oleh
masyarakat yang menemukan makam Nakhoda Ragam dan Nakhoda Sekam. Nakhoda Ragam
adalah salah satu tokoh dalam khasanah sejarah Kerajaan Melayu Bentan. Nakhoda Ragam adalah
tokoh yang berasal dari Brunei Darussalam yakni Sultan Bolqiah, sultan Brunei yang ke-5 yang
memerintah dalam kurun waktu 1485-1524. Nakhoda Sekam adalah salah seorang laksamana dari
Raja Kecil, dalam sebuah peperangan diceritakan bahwa Raja Kecil memerintahkan Laksamana
Nakhoda Sekam untuk menyusul dan menawan Raja Abdul Jalil. Dengan berat hati Nakhoda Sekam
melaksanakan perintah Raja Kecil, keesokan harinya selesai sholat subuh Nakhoda Sekam menebas
leher Raja Abdul Jalil, sementara di perahu yang lain pasukan dari Nakhoda Sekam menyerang
anak-anak Raja Abdul Jalil yaitu aja Sulaiman, Tengku Busu (istri Raja Kecil), Tengku Tengah, Raja
Abdul Rachman, dan Raja Muhammad.

Foto Makam dan Lingkungan Nakhoda
Ragam

dan Nakhoda Sekam

MAKAM TUK KEPALA GENDANG (MAK MULIA)

HISTORIS

Makam Tuk Kepala Gendang (Mak Mulia) tidak jauh dari Makam Hang Tuah
tepatnya sekitar 20 m pada arah baratdaya dari Makam Hang Tuah. Dari hasil
wawancara dengan Bapak Hasyim, salah seorang tokoh adat di Kampung
Bekapur, penduduk asili di daerah Buyung. Tuk Mulia Kepala Gendang (Mak
Mulia) atau Datuk Syakidarsyah berada dari Iran. Makam ini diperkirakan berada
dari abad 9-10 M. Tuk Mulia Syakidarsyah adalah isitri dari Syahidarsyah yang
makamnya berada di kompleks makam Kota Kara (Bujuk). Tuk Kepala Gendang
adalah anak dari Sutan Mahmud Al Qazni yang berasal dari Iran. Mak Mulia
merupakan Ratu di Kerajaan Gangga Negara abad ke-9 yang lebih tua dari
makam Malikul Shaleh di Aceh

Foto Makam Tuk Kepala Gendang (Mak Mulia)

MAKAM DATUK JULUNG

HISTORIS
Makam Datuk Julung berada di dekat dengan pemukiman masyarakat Kampung Rekoh. Makam
diisitilahkan bagi masyarakat Kampung Rekoh dengan nama Datuk Julung. Dari hasil wawancara
dengan pak Husen (42 thn), Ketua RT 07, Kampung Rekoh, isitilah “Julung” adalah sebutan terhadap
orang dan atau tokoh yang pertama kali datang dan membuka pemukiman di Kampung Rekoh.
Datuk Julung merupakan seorang panglima dan tokoh penyebar agama Islam yang berasal dari
Bentan Penau. Bentang Penau adalah lokasi awal dari pusat Kota Kara. Pada sisi selatan makam
terdapat sebuah sungai Julung yang menurut masyarakat adalah sungai yang dipakai ketika Datuk
Julung membuka pemukiman di Kampung Rekoh untuk keperluan seluruh masyarakat kampung. Di
bagian depan pintu masuk makam terdapat pula dua makam pendamping yang dipercaya oleh
masyarakat Kampung Rekoh sebagai makam Hang Lekir dan Hang Lekir.

Foto Makam dan Lingkungan Makam
Datuk Julung

MAKAM DATUK PENAUNG

HISTORIS

Makam Datuk Penaung berjarak sekitar 500 m dari Makam Datuk Julung, dan
berjarak lebih kurang 500 m dari jalan raya Kampung Rekoh. Makam sudah
diberi cungkup, atap seng, lantai keramik. Jirat makam dari semen yang
ditinggikan dengan panjang 7,66 m dan lebar 1,55 m. Jirat makam berlapis tiga
dengan warna cat putih dan hijau. Pada jirat lapisan atas terdapat hiasa tumpal
yang dihiasi dengan cat warna hijau. Makam bagi masyarakat sekitar dinamai
dengan Makam Datuk Penaung. Datuk Penuang adalah Temenggung (Penaung
Bintan) yang menaungi wilayah Penaga. Datuk Penaung merupakan bagian dari
struktur Kerajaan Melayu Bentan yang mengurusi wilayah Penaga.

Foto Makam dan Lingkungan Makam
Datuk Penaung

MAKAM SULTAN AHMAD

HISTORIS

Makam Sultan Ahmad Terletak di jalan Pantan ± 200 m kompleks Marhum Bukitbatu.
Menurut sejarah Sultan Ahmad adalah putera Sultan Mahmud di Malaka. Ia
merupakan pemimpin perang Melayu yang sangat berani menentang Portugis di
Malaka, dan meninggal di Bintan sekaligus dijadikan basis kekuatan kerajaan Melayu
Malaka setelah dikalahkan Portugis tahun 1511. Lokasi Makam Sultan Ahmad pada
masa Kerajaan Bentan disebut dengan Kota Kopak, dan merupakan kedudukan Sultan
Ahmad. Setelah jatuhnya Kerajaan Bentan Kota Kopak hanya merupakan kedudukan
Batin (setingkat Kepala Desa). Pendapat lain mengatakan bahwa, Kopak merupakan
tempat kedudukan Sultan Mahmud Syah I. Dari Kopak inilah Sultan Mahmud Syah I
mengkonsolidasikan kekuatan antara kerajaan-kerajaan yang masih tunduk kepada
Sultan Mahmud Syah I, dan menyusun strategi balasaan kepada Portugis.

Photo Lingkungan

Photo Makam Sultan Ahmad

ARKEOLOGIS

Makam Sultan Ahmad berada di tengah dekat dengan pemukiman penduduk.
Dikelilingi oleh kebun karet penduduk. Makam telah diberi cungkup dengan atap seng.
Makam tidak memiliki jirat, dengan ukuran panjang 340 cm dan lebar 175 cm. Nisan
makam terbuat dari batu andesit yang telah mengalami pengerjaan. Nisan makam
sudah berorientasi utara-selatan. Nisan bagian kepala dan kaki memiliki ukuran yang
sama dan motif hias yang sama. Pada nisan kepala dan kaki terdapat motif hias.
Bentuk nisan berbentuk stele dengan puncak berbentuk kelopak bunga. Pada
bagian kaki nisan terdapat hiasan berbentuk flora (bunga), pada bagian badan terdapat
hiasan kaligrafi arab yang berisi kalimat syahadat “lailahhaillalah
Muhammadarasulullah”.

Denah Lokasi

MAKAM TOK UKE (PUTRI CEMPAKA)

HISTORIS

Tok Uke merupakan nama lain yang digunakan oleh masyarakat setempat yang berarti
nenek perempuan. Makam Tok Uke diyakini merupakan Makam puteri dari Gunung
Ledang. Beliau diyakini sebagai penjaga dari Gunung Ledang. Setiap bulan Sapar
makam ini ramai dikunjungi warga setempat untuk melakukan pencucian diri (mandi di
Sungai Tok Uke) jarak Sungai dengan makam ± 300 m.

Photo Lingkungan

Photo Makam Tok Uke (Putri Cempaka)

ARKEOLOGIS

Makam Tok uke dikelilingi pagar batako ukuran 8,65 m x 8,20 m, dan makam ukuran
2,75 m x 2,40 m diberi cungkup pelindung dengan atap seng dengan tiang beton
sebagai pilar penyangga cungkup tinggi 1,70 m. Cungkup ini memiliki pagar keliling
yang sejajar dengan tonggak-tonggaknya dengan ketinggian paar tersebut 55 cm.
Kondisi pagar keliling pada bagian depan sudah mengalami kerusakan. Nisan berukir
motif nisan Aceh pada bagian samping kanan kiri nisan bulat melingkar dan bagian
atas nisan bulat melingkar. Nisan sebelah utara panjang 65 cm, lebar 30 cm, dan tebal
10 cm. Nisan sebelah selatan panjang 60 cm, lebar 30 cm, dan tebal 9 cm. Di luar
cungkup terdapat gentong berisi air yang dipergunakan untuk membasuh/mencuci
tangan peziarah.

Denah Lokasi

MAKAM TUA (HANG TUAH)

HISTORIS

Laksamana Hang Tuah adalah duta kerajaan yang menguasai 12 bahasa asing. Berdasarkan hasil
wawancara dengan bapak Hasyim, salah seorang tokoh masyarakat adat. Hang Tua wafat sekitar tahun
1523/1524 masehi. Ada cerita yang mengabarkan bahwa Hang Tuah ketika pergi ke negeri Arab
bertemu dengan Nabi Khaidir memberikan pohon “enam- enam” yang berkhasiat mempermudah Hang
Tuah dapat belajar dan menguasai bahasa ke wilayah yang nantinya akan dikunjungi oleh Hang Tuah.

ARKEOLOGIS

Makam Hang Tuah berada di tengah-tengah hutan yang merupakan perkebunan dan tanah ulayat
dari Kampung Adat Kampung Duyung. Makam dapat dikatakan sudah berasal dari periode Islam,
terlihat dari oreintasi nisan makan yang sudah U-S. Makam berukuran panjang 410 cm dan lebar 210
cm. Nisan makam terbuat dari batu andesit dengan ukuran nisan kepala lebih besar daripada nisan kaki.
Nisan kepala memiliki ukuran panjang 50 cm, lebar 28 cm, sedangkan nisan kaki memiliki ukuran
panjang 40 cm lebar 17 cm. Makam memiliki jirat yang terbentuk dari pecahan batu andesit, yang
masih terlihat pada sisi barat dan utara makam. Pada sisi timur makam terdapat pohon enam-enam.
Nisan makam ditutupi oleh kain kuning dengan kondisi kain sudah lapuk. Makam dipagari dengan
bambu, dan ditambah pagar hidup dari puding merah.

Denah Lokasi

Photo Makam Hang Tuah

KOMPLEKS MAKAM BUKIT BATU

HISTORIS

Kompleks Makam Marhum Bukit Batu merupakan makam keluarga Kerajaan Bentan. Komplek
Makam ini berada di Kampung Bukit Batu, Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan. Dalam Komplek
ini terdapat 6 buah makam antara lain: (1) Budayana, (2) Wak Pok (wan Empuk), (30 Wan Malani, (4)
Wan Sri Beni, (5) Tok Telani, (6) Tok Hile (Tok Kelaun). Wan Pok dan Wan Telani adalah dua orang
perempuan yang berasal dari Bukit Siguntang Mahameru. Mereka sampai ke Bintan mengikuti suami
(Nila Pahlawan dan Krisna Pendeta) yang merupakan sahabat Sang Sapurba dan Demang Lebar Daun
yang merupakan penguasa Sriwijaya. Mereka hijrah ke Bintan paada Abad ke XII. Sedangkan Tok
Telani adalah putra Demang Lebar Daun. Beliau memangku jabatan setelah Bintan membuka negeri baru
di Tumasik (Singapura). Sedangkan Wan Beni adalah puteri Bintan yang menikah dengan Sang Nila
Utama putera Sang Sapurba. Tok Hile adalah kerabat dekat Bundayana (permaisuri) yang
membantu dalam menjalankan pemerintahan. Disalah satu nisan terdapat angkat tahun 974
Hijriyah (1566 M). Makam ini untuk pertama kalinya dicatat oleh Johanes Elias Teysman seorang ahli
botani dari Kebun Raya Bogor pada tahun 1872 yang dimuatnya dalam Laporan Sebuah Ekspedisi
Botani ke Daerah Bangka, Riau, dan Lingga. Enam tahun kemudian pada tahun 1883, seseorang
berkebangsaan Belanda J.G Schot juga melaporkan keberadaa makam ini dalam tulisannya
yang berjudul “Bijdrage ot Kennis van Oud Bintan” (Sumbangan Bagi Pengetahuan Tentang Sejarah
Bintan Lama)

Photo Lingkungan

Photo Kompleks Makam Bukit Batu

ARKEOLOGIS

Kompleks makam Bukit Batu merupakan makam dari keluarga raja Kerajan Melayu Bentan.
Dalam kompleks makam yang diberi pagar keliling terdapat 6 makam yang semua nisan
ditutupi dengan kain kuning. Masing-masing makam pada Komplek Makam Marhum Bukitbatu
terdiri dari dua buah nisan yang terbuat dari batu. Jika diperhatikan jenis batu yang digunakan
pada nisan makam Marhum Bukitbatu sama dengan yang digunakan pada makam-makam
di Penyengat maupun yang terdapat di Lingga, yaitu berupa batu berwarna merah dan dari
jenis batu sedimen. Dari keenam makam ini hanya satu buah makam dengan nisan berbentuk
silinder, yang lainnya memiliki nisan dengan bentuk pipih. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Othman Yatim berkaitan dengan Batu Aceh, bentuk nisan silinder yang terdapat
di dalam Makam Marhum Bukitbatu merupakan nisan yang berkembang pada abad ke-18,
sedangkan nisan dengan bentuk pipih berkembang pada abad ke-15. Bagian jirat dari makam-
makam yang ada di dalam Makam Marhum bukitbatu telah diberi keramik.Komples makam ini
telah diberi pagar tembok dengan dua buah pintu (di sisi timur dan selatan). Tembok berbentuk
bujur sangkar ukuran 12 meter x 12 meter. Setiap tanggal 27 rajab di lokasi ini diadakan
semacam acara keselamatan oleh penduduk setempat.

Denah Lokasi

SITUS BUKIT KERANG

HISTORIS

Situs Cagar Budaya Bukit Kerang Kawal Darat I merupakan bukti peradaban prasejarah yang ada
di Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Medan yang dipimpin
oleh Lukas Pertanda Koestoro pada tahun 2008 menyimpulkan bahwa manusia prasejarah di
Bukit Kerang Kawal Darat diperkirakan hidup di Zaman Mesolithikum (zaman batu
pertengahan). Keberadaan Bukit Kerang Kawal Darat I memberikan gambaran bahwa situs bukit
kerang yang berciri budaya Mesolitik tersebut yaitu tersebar di pesisir timur Pulau Sumatera,
dari Kepulauan Riau hingga Nanggroe Aceh Darussalam. Umumnya manusia prasejarah
tinggal di sekitar muara sungai, tepi sungai, dan di pesisir pantai. Hal ini terbukti dengan
penemuan bukit kerang di Kawal Darat ini yang berjarak 4.7 km dari bibir pantai. Bukit Kerang
Kawal Darat I oleh penduduk sekitar disebut juga dengan nama lain situs Kota Batak atau
Benteng Batak, terkadang dipanggil Benteng Lanun (Benteng Bajak Laut). Kosa kata “batak‟
tidak ada kaitannya dengan etnis Batak di Sumatera Utara. Istilah “batak” terdapat pada
kosa katabahasa Melayu lama yang maknanya sama dengan istilah pembatak atau perompak
yang dipergunakan dalam cerita tradisonal “Makyong” di Mantang Arang dan Kampung
Keke Kijang, Bintan. Pembantak dalam cerita teater tradisonal tersebut diartikan sebagai
orang jahat.

Photo Lingkungan

Photo Situs Bukit Kerang

ARKEOLOGIS

Situs Cagar Budaya Bukit Kerang atau Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa
Denmark, Kjokken berarti dapur dan modding artinya sampah. Jadi, kjokkenmoddinger
adalah sampah dapur berupa kulit-kulit siput dan kerang yang telah bertumpuk selama
beribu-ribu tahun sehingga membentuk sebuah bukit kecil setinggi 4-9 m. Situs Cagar
Budaya Bukit Kerang Kawal Darat I ini berada di Desa Kawal, Bintan, Kepulauan Riau.
Lokasinya tepat berada tengah kebun kelapa yang dikelilingi perkebunan sawit milik
PT. Tirta Madu. Situs Bukit Kerang ini berukuran tidak terlalu tinggi. Bentuknya
tidak sampai menjadi bukit, melainkan hanya sebatas tumpukan kerang. Tingginya saat
ini dari permukaan tanah sekitar kurang lebih 4 m, atau 10 m di atas permukan laut.

Luas gundukan Bukit Kerang mencapai 18 x 24 m.

Denah Lokasi

SITUS DAPUR ARANG

Dapur arang adalah tempat proses pembuatan arang secara tradisional, dengan
struktur bangunan berbentuk setengah lingkaran bulat dari permukaan tanah dan
berbahan dasar tanah liat sebagai pelapis dindingnya. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan arang berasal dari kayu-kayu keras seperti mahoni dan sonokeling. Proses
pembuatan arang dengan cara memasukan tumpukan kayu berukuran 15-20cm dengan
posisi berdiri dan penataan serapat mungkin setelah itu lubang masuk ditutup rapat
dengan batu bata yang dilapisi dengan tanah liat. Kemudian pada lubang pembakaran
dimasukkan ranting-ranting kecil sebagai pemicu awal pembakaran. Sementara itu
dapur arang yang ada di kabupaten bintan sudah di tetapkan sebagai salah satu situs
cagar budaya.
Menurut sejarah, situs Dapur Arang yang berada di Kecamatan Teluk Sebong Bintan
merupakan tungku berukuran besar yang digunakan oleh penduduk setempat pada
zaman dahulu untuk membuat arang. Bahan utama pembuatan arang yaitu kayu bakau
yang banyak terdapat di sepanjang pinggiran sungai namun seiring berkembangnya
zaman, sekarang Dapur Arang sudah tidak digunakan lagi. Menurut para Arkeolog,
keberadaan situs ini sudah lebih dari 50 tahun silam, maka sudah selayaknya Situs
Dapur Arang dapat ditetapkan sebagai cagar budaya daerah.

Photo Lingkungan

Photo Situs Dapur Arang

RUMAH TUA MELAYU

HISTORIS

Rumah Melayu berakit terletak di desa berakit Kecamatan Teluk Sebong. karakteristik
rumah terdiri dari tiga ruangan. Bagian ibu, ruangan tengah dan dapur. Rumah terdiri
dari 63 tiang. Satu baris terdiri dari tujuh tiang da nada Sembilan baris. Tiang terbuat
dari kayu merbau, sedangkan dinding terbuat dari kayu kapur. Berdasarkan UU No 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan Benda, bangunan, atau struktur dapat
diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar
Budaya apabila memenuhi kriteria, yakni berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa
gaya paling singkat berusia 50 tahun, Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa.

ARKEOLOGIS

Rumah tua desa berakit merupakan rumah tua yang sudah ada pada zaman Belanda tepatnya
pada tahun 1906 dengan pemilik rumah bernama H.Akob bin H.jalil yang berlokasi di kampung
teluk Merbau desa berakit kecamatan teluk sebung kabupaten Bintan, rumah tua berakit
dengan model rumah panggung yang memiliki tiga unsur utama arsitektur tradisional yaitu :

1. Tiang

2. Dinding

3. Bumbung

Rumah tua berakit memiliki keunikan dalam struktur tiangnya yaitu satu tiang adat atau tiang
seri dan tujuan dibuat tiang seri ini agar sebagai pelepas lelah untuk pemilik rumah atau
bersantai di tiang seri tersebut. Untuk dinding rumah tua berakit menggunakan arti dinding
tindih kasih yaitu berupa papan kayu yang disusun berdiri tegak lurus. Sedangkan bumbung
atau atap rumah berbentuk Limas yang merupakan lima rukun Islam, dan memiliki pintu
rahasia yang menghubungkan ke bagian dapur, dan rumah tua ini juga memiliki beberapa
peninggalan yaitu keris, tombak, lembing, dalam tembaga dan peti besi

Foto Lingkungan

Foto Rumah Tua Melayu

MUSEUM BAHARI BINTAN

BUBU

Bubu adalah alat perangkap atau jebakan hewan laut dengan berbagai macam bentuk
modelnya. Salah satunya ada yang berbentuk lonjong dengan berbentuk kurungan
seperti ruangan tertutup sehingga hewan laut tidak dapat keluar karena hanya
mempunyai satu pintu masuk. Cara kerjanya, jika satu ikan masuk kedalam bubu
tersebut melalui pintu masuk maka ikan tersebut tidak akan dapat keluar dikarenakan
pintu masuk tersebut hanya satu dan tajam, sehingga memungkinkan ikan tersebut
tidak akan dapat keluar kembali.

REPLIKA RAGAM MACAM BUBU

BENTO

Bento adalah alat penangkap atau perangkap kepiting atau ketam yang dibuat secara
tradisional. Dengan bahan-bahan untuk membuat sebuah bento sangat mudah, bisa
memanfaatkan peralatan yang terdapat disekitar lingkungan seperti antara lain : kayu,
rotan, dan tali nilon. Bentuk bento ada dua macam, yaitu bento cacak dan bento apung.
Cara kerjanya, sebelum dicacak di dasar pantai, terlebih dahulu dipasang umpan pada
jaring. Kemudian baru dicacak secara berderet, setelah kurang lebih 15-30 menit lamanya
bento diangkat satu persatu dan biasanya ketam telah tertangkap di jaring tersebut.
Begitu pula cara menggunakan bento apung. Perbedaan hanya pada bentuk bento apung
berbeda dengan bento cacak. Bento apung terbuat dari bambu atau rotan secara
menyilang, lalu tiap sudutnya diikat dengan nilon dan jaring. Pada tiap tepi sudutnya
diberi pemberat agar bento tenggelam. Kemudian dipasang tali, untuk menarik ke atas
diberi tanda pengapung atau pelampung, untuk sebagai tanda ada ketam yang masuk
maka pengapung atau pelampung akan tenggelam. Bento juga tercatat dalam WBTB
(Warisan Budaya TakBenda) Indonesia.

REPLIKA RAGAM MACAM BENTO

SAMPAN

Sampan adalah alat transportasi sungai dan danau yang terbuat dari berbagai kayu
tertentu yang biasa digunakan untuk menangkap ikan. Sampan masih banyak digunakan
oleh penduduk di pedalaman Asia Tenggara, khususnya masyarakat di Kabupaten Bintan.
Sampan digerakkan dengan sepasang dayung dan galah atau dapat pula dipasangi motor
di bagian belakangnya dengan sesuai kebutuhan.


Click to View FlipBook Version