Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Pemeliharaan induk digabung dengan
pejantan (tujuan pembibitan) dilakukan
dengan sistem semi intensif (siang
digembalakan pada areal perkebunan)
dan malam dikandangkan pada
kandang bersama (koloni). Setiap ekor
induk akan diberi eartag agar
kepemilikan jelas, sehingga ketika
melahirkan dapat ditentukan pemilik
dan menjelang dan setelah melahirkan
anak dipindahkan ke kandang
individual. Anak sapi yang dihasilkan
akan dipelihara sampai umur 1 tahun
(remaja) dan jika betina akan
dikembalikan kepada perusahaan
sesuai perjanjian gaduhan, sedangkan
untuk jantan akan menjadi ternak
bakalan untuk penggemukan yang
sepenuhnya murni milik rumah tangga
peternak. Pemeliharaan bakalan pada
masing-masing rumah tangga dengan
sistem intensif dan pakan disediakan
sendiri oleh rumah tangga baik dengan
cara meramban maupun pengolahan
pelepah sawit dan limbah pertanian
lainnya.
Teknologi yang diaplikasikan adalah
pengolahan campuran serat, lumpur
dan bungkil sawit dalam bentuk Urea
Saka Block (USB) dan pencacahan pelepah sawit menggunakan choper dan
selanjutnya difermentasi untuk meningkatkan palatabilitas. Pengembangan stok
hijauan pakan ternak berupa budidaya rumput unggul pekarangan serta
pembangunan kebun bibit hijauan pakan kelompok. Kotoran ternak akan
dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas dan ampasnya dimanfaatkan sebagai
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-87
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
sumber pupuk organik baik untuk perkebunan (substitusi pupuk organik untuk
tanaman sawit dan tanaman sela) dan kebutuhan eksternal untuk kebun bibit
hijauan unggul dan hijauan pekarangan, serta penjualan jika terjadi surplus
produksi. Pembiayaan integrasi bersumber dari dana pemerintah, perusahaan
perkebunan, lembaga keuangan dengan jaminan perusahaan (avalis) dan rumah
tangga sasaran. Sumberdana pemerintah bersumber dari APBN dan/atau APBD
Provinsi dan/atau APBD Kabupaten, yang dapat digunakan untuk;
1. Bantuan sarana pendukung untuk kelompok yaitu alat pencacah pelepah
sawit dan rumput (chooper), sarana pelayanan kesehatan dan IB serta biaya
pembelian bibit rumput unggul dan pembangunan kebun rumput.
2. Bantuan pembinaan berupa petugas pendamping (Penyuluh Lapangan) yang
operasionalnya ditanggung pemerintah termasuk gaji dan biaya perjalanan.
a. Sumberdana Dunia Usaha
Sumberdana perusahaan dapat berupa dana penyisihan keuntungan perusahaan
(2% BUMN) untuk pengembangan UMKM, atau dana yang disediakan secara
khusus untuk implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang akan
digunakan untuk;
1. Pengadaan 2 ekor sapi induk untuk masing-masing rumah tangga sasaran
dengan pola gaduhan 1 kembali 1.
2. Pengadaan 1 ekor pejantan untuk setiap 10 ekor induk yang dipelihara oleh
ketua kelompok atau orang yang ditunjuk kelompok.
3. Pengadaan sapi bakalan untuk penggemukan sebanyak 2 (dua) ekor dengan
harga perekor Rp. 5 juta rupiah dengan pola bagi hasil 50 : 50.
4. Penyediaan bantuan kawat untuk pengembangan sistem rotasi guna
meminimalisir over grazing yang akan berdampak negatif terhadap tanaman
kelapa sawit.
Setiap rumah tangga sasaran kegiatan akan difasilitasi untuk mendapat kredit
melalui program kredit revitalisasi (suku bunga 7%) atau kredit UMKM (suku
bunga 14%) dengan jangka waktu 10 tahun. Besarnya angsuran pertahun yang
diberikan tergantung besarnya fasilitas kredit, yang digunakan untuk;
1. Instalasi pengolahan limbah biogas dengan harga perunit Rp. 5,5 juta
ditambah kompor gas Rp. 500.000/unit untuk setiap rumah tangga.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-88
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
2. Sarana dan prasarana pengeringan ampas biogas dan kotoran basah dengan
nilai investasi Rp. 12,5 juta/kelompok.
b. Peternak Sasaran (Tunai)
Sumberdana mandiri merupakan fasilitas utama yang dibiayai sendiri oleh rumah
tangga sasaran, antara lain;
1. Pembuatan kandang dan perlengkapan dengan perkiraan biaya Rp. 500
ribu/unit atau sekitar 1 juta/rumah tangga.
2. Pembuataan kandang bersama (koloni) kapasitas 1 jantan 10 betina dengan
jumlah setiap kelompok 2 unit dan kebutuhan biaya investasi diperkirakan Rp.
12,5 juta/unit.
3. Biaya pemeliharaan ternak sapi dan penanaman serta pemeliharaan hijauan
unggul pagar kebun dan pekarangan.
Asumsi yang digunakan sebagai koefisien teknis dalam kajian kelayakan integrasi
tanaman sawit dan sapi ini adalah;
1. Harga ternak sapi induk (betina dewasa) adalah Rp. 7 juta/ekor, bakalan Rp. 5
juta/ekor, dan pejantan Rp. 10 juta/ekor.
2. PBB penggemukan adalah 0,5 kg/hari, harga sapi hidup Rp. 20.000/kg, lama
penggemukan 240 hari. Berdasarkan asumsi ini diperoleh selisih bobot badan
120 kg atau senilai 2,4 juta sehingga nilai jual ternak hasil penggemukan
adalah 7,4 juta/ekor.
3. Angka kelahiran 80% dengan imbangan jantan dan betina (1 : 1) sehingga
dari 50 ekor sapi induk pada tahun pertama akan menghasilkan
masing-masing 20 ekor anak jantan dan betina.
4. Angka kematian 1% untuk ternak remaja dan dewasa serta 5% untuk anak
sapi baik jantan maupun betina.
5. Perhitungan nilai biogas menggunakan asumsi bahwa seluruh kotoran yang
dihasilkan dari usaha ternak mampu mengganti kebutuhan bahan bakar
dalam satu hari. Nilai output biogas berdasarkan hasil interview dengan
peternak gaduhan PT. Petrochina di Desa Geragai Kabupaten Tanjabtim
Provinsi Jambi, dimana setiap 3 atau 4 ekor ternak sapi yang dipelihara
mampu menghemat penggunaan bahan bakar fosil (minyak tanah) untuk
memasak. Pemakaian minyak tanah untuk memasak setiap keluarga rata-rata
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-89
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
2 liter/hari atau setara dengan Rp. 5.000 (harga subsidi Rp. 2.500/liter) atau
sekitar Rp. 912.500/tahun/RT.
6. Nilai pupuk organik dengan asumsi setiap 1 Satuan Ternak (ST) yang
dikandangkan menghasilkan 8 – 10 kg kotoran basah atau 4 – 5 kg kotoran
kering, dan jika dimanfaatkan untuk produksi biogas maka terjadi penyusutan
separo sehingga pupuk organik kering ampas biogas diperkirakan hanya
tinggal 2,5 kg/ST/hari. Hal ini berarti bahwa dalam setahun setiap 1 ST yang
dikandangkan selama penggemukan (240 hari) menghasilkan 600 kg/pupuk
organik kering, dan dengan harga jual Rp. 750/kg maka setiap tahun nilai
output mencapai Rp. 450.000/ST/tahun.
7. Untuk perhitungan manfaat tidak langsung termasuk penghematan biaya
tenaga kerja dan obat-obatan untuk penyiangan diproyeksi dengan cara
valuasi ekonomi sumberdaya menggunakan pendekatan replacement cost
method (metode biaya pengganti). Setiap tahun dilakukan penyiangan
menggunakan obat-obatan (rondap) sebanyak 2 kali dengan tenaga kerja 2
orang selama 2 hari serta 2 kaleng rondap. Sehingga perusahaan setiap
tahun untuk setiap Ha harus mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja
untuk 8 HOK dan 4 kaleng rondap. Jika upaha tenaga kerja adalah Rp.
27.500/orang/hari dan harga rondap Rp. 75.000/kaleng, maka biaya yang
dikeluarkan adalah Rp. 520.000/Ha/tahun.
Investasi ditanggung bersama baik dalam bentuk tunai (in-cash) maupun
non-tunai (in-kind). Proporsi investasi terbesar ditanggung oleh perusahaan
melalui dana CSR atau laba usaha yang disisihkan untuk pengembangan UMKM
sekitar. Proporsi dana pemerintah relatif kecil karena hanya sebagai fasilitator dan
membantu dalam penyediaan pelayanan kesehatan hewan dan IB serta
pembinaan. Kredit investasi peternak ditujukan agar rasa memiliki akan
memotivasi mereka untuk menjaga sarana dan prasarana rumah tangga sendiri,
sedangkan untuk lainnya untuk pengadaan kandang sebagai prasyarat penerima
bantuan gaduhan dan biaya pemeliharaan. Biaya operasional ditentukan oleh
skala usaha (jumlah ternak yang dipelihara masyarakat sasaran) yang dapat
diprediksi menggunakan dinamika populasi berdasarkan koefisien teknis usaha
ternak.
Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat kelayakan usaha dari sisi pihak-pihak
(perusahaan, peternak dan pemerintah), dengan memasukkan nilai-nilai manfaat
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-90
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
tidak langsung (direct benefit). Nilai tidak langsung untuk peternak adalah nilai
substitusi biaya bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga, dan nilai pupuk
organik yang dihasilkan dari ampas biogas, sedangkan untuk perusahaan
memasukkan nilai penghematan tenaga kerja dan penggunaan rondap
(obat-obatan). Pada sisi perusahaan ada beberapa manfaat dan biaya yang tidak
dapat dihitung (non-applicable) yaitu peningkatan citra perusahaan (manfaat tidak
langsung) serta dampak positif atau negatif terhadap produktivitas lahan
perkebunan. Menggunakan tingkat suku bunga 14%, maka diperoleh tingkat
kelayakan usaha baik secara parsial maupun overall. Secara ringkas profil
investasi pengembangan wilayah integrasi sapi potong dan pangan adalah;
a. Skala Usaha Awal : 102 ekor (4 pejantan, 48 ekor induk dan 48 ekor
bakalan)
b. Skala Akhir (10 tahun)
: Sepenuhnya asset peternak 5 ekor pejantan, 66
c. Sasaran ekor induk, 18 ekor betina remaja, 38 ekor anak
d. Wilayah integrasi jantan dan betina serta 67 ekor bakalan
e. Total nilai investasi
f. Nilai kredit total : 2 kelompok atau 24 rumah tangga
g. Nilai kredit/KK
h. Bunga/jangka waktu/cicilan : 40 Ha lahan perkebunan sawit
i. Kelayakan Sisi Pemerintah
j. Kelayakan Sisi Pemrakarsa : Rp. 1,119,840,750
k. Kelayakan Sisi Peternak
: Rp. 189.320.750
l. Overall Kelayakan
: Rp. 6.000.000
: 14%/10 tahun/Rp. 1.150.281 pertahun
: NPV = - 93,281 jt(tidak layak)
: NPV = -9,285 jt dan Net BCR = 0,97 (tidak layak)
: NPV = 621,71 jt dan Net BCR = 12,15 (layak)
: NPV = 519,14 jt, Net BCR = 2,52 dan IRR =
25,80%
Berdasarkan hasil analisis kelayakan memberikan suatu informasi baik secara
parsial maupun overall, sebagai berikut;
1. Secara parsial pemerintah mengalami kerugian pada tingkat suku bunga
berapapun, tetapi dengan mempertimbangkan nilai kelayakan secara overall
maka pemerintah akan mengambil kebijakan untuk mengembangkan program
integrasi. Hal ini terkait dengan fungsi pemerintah sebagai motivator dan tidak
berorientasi profit.
2. Pada sisi perusahaan degan tingkat suku bunga 14% adalah tidak layak,
tetapi jumlah nilai positif tanpa discount factor mengindikasikan bahwa biaya
yang dikeluarkan lebih kecil dibanding dengan manfaat yang diterima. Nilai
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-91
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
NPV < 0 (negatif) dan Net-BCR < 1 hanya menunjukkan bahwa tingkat
pengembalian modal perusahaan (IRR) lebih kecil dari 14%. Perusahaan
sebagai pelaksana CSR akan melihat pelaksanaan fungsi sosial dibanding
orientasi memperoleh keuntungan bisnis atau lebih mempertimbangkan
dampak pelaksanaan CSR terhadap lingkungan binaan. Peningkatan citra
perusahaan dan dengan sistem bantuan bergulir untuk pengembangan
ekonomi produktif akan meningkatkan jangkauan pelayanan akan
meningkatkan efisiensi biaya pembinaan lingkungan. Biaya implementasi
CSR akan kembali sebahagian baik dalam bentuk pengembalian ternak bibit
maupun nilai bagi hasil penggemukan, serta adanya penghematan biaya
operasional pemeliharaan perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa secara
finansial pengembangan CSR model ini jauh lebih layak daripada
pengembangan CSR yang bersifat tidak produktif (charity) dan jangka pendek
serta sekali habis. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengembangan CSR
dengan sistem ini sangat layak bagi perusahaan.
3. Pada sisi kelompok peternak sasaran, maka dengan nilai NPV > 0 (positif)
dan Net-BCR > 1 maka akan sangat memberikan manfaat bagi ekonomi
rumah tangga mereka. Pada saat pengembalian ternak dengan bantuan
bergulir lunas, maka perkembangan skala usaha ternak sapi akan meningkat.
Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun didorong oleh peningkatan nilai
penjualan ternak hasil penggemukan non-bagi hasil (ternak sendiri hasil
pembibitan).
4.5.3. Dukungan Kebijakan Pengembangan IFS Sapi Potong Rakyat
Berdasarkan hasil kajian kelayakan pengembangan wilayah integrasi dapat
diambil beberapa rekomendasi sebagai berikut;
1. Pengembangan wilayah integrasi ternak sapi potong dan tanaman pangan.
a. Merupakan upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga
petani dan mengurangi ketergantungan dari input (pupuk dan minyak
tanah) eksternal.
b. Pengembangan membutuhkan dukungan tatanan kelembagaan termasuk
aturan main agar dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat lebih
besar bagi ekonomi rumah tangga dan daerah.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-92
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
c. Komoditas pangan (padi sawah) dalam jangka panjang dapat menjadi
komoditas ekspor unggulan daerah karena dapat dikembangkan menjadi
kawasan sentra produksi tanaman organik (green products).
d. Manajemen pembiayaan dikembangkan sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan rumah tangga dengan fasilitasi pemerintah untuk
mendapatkan kredit bersubsidi.
2. Pengembangan wilayah integrasi ternak sapi potong dan tanaman
perkebunan kelapa sawit.
a. Kekuatiran stake holder perkebunan akan dampak negatif pengembangan
integrasi dapat diatasi dengan pengaturan sistem pemeliharaan dalam
suatu kerangka kerjasama kelembagaan yang tertata dengan baik.
b. Pengembangan wilayah integrasi merupakan salah satu pilihan dalam
implementasi program CSR perkebunan sawit yang mampu meminimalisir
konflik vertikal, meningkatkan citra positif perusahaan dari lingkungan
sosial sekitar, dan bahkan memperbaiki citra produk sawit di pasar dunia
melalui konsep “zero waste management”.
c. Diversifikasi usaha dalam integrasi akan memperkuat daya tahan ekonomi
rumah tangga perdesaan sehingga dapat menjadi salah satu alternatif
pilihan bagi pemerintah guna mengurangi dampak negatif krisis global
akibat fluktuasi harga TBS di tingkat petani.
d. Pengembangan wilayah integrasi juga potensial mengurangi tingkat
ketergantungan rumah tangga perdesaan terhadap pupuk komersial dan
bahan bakar (minyak tanah) untuk kebutuhan rumah tangga.
e. Sumber pembiayaan untuk pengembangan wilayah integrasi lebih
bervariasi tetapi lebih ditekankan pada pembiayaan dari sektor swasta
atau dunia usaha.
Untuk pengembangan wilayah integrasi baik pangan maupun kelapa sawit
membutuhkan dukungan kebijakan antara lain;
1. Pada tataran kelembagaan pemerintah perlu mengembangkan aturan main
dengan prinsip kesetaraan yang mampu menjamin kepastian hukum bagi
pihak-pihak bekerjasama.
2. Perubahan paradigma pemerintah dalam sistem gaduhan perlu dilakukan dari
pendekatan percepatan perluasan jangkauan jumlah rumah tangga menjadi
percepatan pencapaian skala ekonomis usaha peternakan rakyat.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-93
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
3. Pemerintah daerah perlu meninjau kembali dan menyusun suatu regulasi
yang mampu meningkatkan daya saing ekonomi usaha ternak sapi potong
dengan komoditas lainnya, antara lain;
- Peninjauan kembali sistem pengembalian ternak sapi gaduhan dari 1
kembali 2 perlu menjadi sistem 1 kembali 1 karena apapun sistem
pengembalian yang dilakukan tidak akan mempengaruhi jumlah populasi
ternak di masyarakat.
- Peninjauan kembali sistem bagi hasil usaha penggemukan dari sistem
antara pemodal dan peternak dari 50 : 50 menjadi 40 : 60 agar mampu
memberikan nilai tambah lebih besar bagi peternak.
- Peninjauan kembali sistem distribusi ternak sapi dari pendekatan
pemerataan yang menyebabkan luasnya wilayah pembinaan menjadi
pendekatan terkonsentrasi yang mampu mendorong peningkatan efisiensi
pembinaan.
- Peninjauan kembali sistem penentuan peternak sasaran penerima
bantuan sapi potong dengan lebih mempertimbangkan ketepatan sasaran
sesuai dengan kondisi sosial dan budaya terutama budaya kerja dan cara
pandang masyarakat terhadap usaha ternak sapi.
4. Pengembangan awal usaha peternakan rakyat membutuhkan kebijakan
subsidi kredit tetapi dengan semakin mandiri dan berkembangnya skala
usaha maka hanya dibutuhkan fasilitasi untuk mendapatkan kemudahan
kredit komersial.
5. Pemerintah provinsi perlu menyusun suatu regulasi guna menginisiasi daerah
kabupaten/kota untuk pengembangan wilayah integrasi sesuai dengan
potensi daerah masing-masing.
4.6. Model dan Kelayakan Integrasi Sawit Sapi (ISS) Perkebunan
Ketahanan pangan dan energi merupakan pilar utama stabilitas nasional dan
ketergantungan terhadap pangan impor tidak hanya menyebabkan pemborosan
devisa tetapi juga dapat menyebabkan in-stabilitas sosial politik. Tujuan
penyediaan pangan menurut UU No. 68 Tahun 2002 harus sesuai dengan porsi
pengeluaran yaitu penyediaan pangan untuk memenuhi konsumsi seluruh rumah
tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu serta tersedianya cadangan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-94
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
pangan untuk antisipasi kekurangan dan kelebihan pangan, gejolak harga dan
atau keadaan darurat. Komoditas daging sapi menjadi salah satu dari 5
komoditas strategis dalam program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (RPPK) yang menegaskan kesadaran untuk menempatkan kembali
arti penting pertanian secara proposional dan kontekstual.
Kandang Penggemukan Kandang Koloni
Jalan Lorong Gerobak Motor
Tempat Pakan dan Minum Tempat Pengolahan Pakan
Pengembangan usaha integrasi sawit dan ternak sapi didasarkan pada pemikiran
pemanfaatan sumberdaya pada suatu komoditas bagi pengembangan komoditas
lain guna mendorong terciptanya interaksi saling menguntungkan (simbiosis
mutualism). Industri persawitan baik perkebunan maupun industri pengolahan
(CPO) menyediakan sumber pakan yang sangat potensial dalam pengembangan
usaha peternakan sapi potong, dan sebaliknya limbah peternakan berupa feses
bercampur sisa pakan akan menjadi sumber pupuk organik untuk perkebunan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-95
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
kelapa sawit. Lokasi pengembangan usaha integrasi sawit sapi PTPN VI di Desa
Muhajirin memiliki aksesibilitas sangat baik dengan jalan masuk sekitar 2 km dari
jalan raya Ness (jalan pengerasan) dengan jarak dari pasar sasaran potensial
(konsumen) relatif dekat yaitu Kota Jambi (±40 km), Sengeti (±18 km) dan Muaro
Bulian ± 9 km. Pada sisi lain areal pengembangan juga dekat dengan sumber
input pakan utama (pelepah sawit) yaitu areal perkebunan PTPN VI di Kabupaten
Batanghari dan Muaro Jambi.
Usaha integrasi merupakan upaya tindak lanjut himbauan Menteri Negara BUMN
(Dahlan Iskan) kepada BUMN Perkebunan agar dapat menjadi pelopor
pengembangan usaha integrasi sawit sapi. Sebagai bentuk implementasi maka
telah dibentuk suatu unit usaha tersendiri (coorporate) yang langsung berada di
bawah komando Direktur Perencanaan dan Pengembangan (Renbang).
Pembentukan struktur manajemen usaha integrasi sawit sapi berdasarkan pada
SK. No. 08/06.D1/III/2012 tanggal 27 Maret 2012 tentang Penyempurnaan
Struktur Organisasi (SO) PTP Nusantara VI (Persero). Usaha integrasi sawit sapi
potong memiliki tujuan ganda yaitu menyediakan ternak sapi siap potong melalui
unit usaha penggemukan (fattening) dan ternak sapi bibit sebar melalui unit usaha
pembibitan (breeding) serta beberapa tujuan lain, yaitu a) memanfaatkan limbah
perkebunan kelapa sawit terutama pelepah sawit sebagai sumber pakan ternak
sapi potong, b) menyediakan pupuk organik padat berupa limbah usaha ternak
sapi potong guna memenuhi kebutuhan pupuk tanaman kelapa sawit, c)
memanfaatkan areal dan bangunan eks pabrik crumb rubber milik PTPN VI untuk
pengembangan usaha produktif, d) menyediakan kesempatan kerja bagi
masyarakat sekitar lokasi pengembangan usaha integrasi sawit sapi, dan e)
membantu pemerintah daerah setempat dalam penyediaan daging ternak sapi
potong.
4.6.1. Analisis Potensi Pasar dan Strategi Pemasaran
Pangsa produk usaha peternakan sapi potong dapat berupa pasar produk primer,
sekunder dan tertier baik untuk produk utama (ternak sapi siap potong, ternak
bibit dan daging), produk ikutan usaha peternakan (olahan limbah kandang
seperti feses dan urine) maupun produk ikutan hasil pemotongan ternak sapi
(jeroan, kulit, tanduk dan lain-lain). Pada konteks usaha integrasi sawit sapi yang
dikelola unit usaha PTPN VI maka pangsa pasar sasaran produk terbatas pada
pasar primer dengan jenis produk sebagai berikut a) ternak sapi siap potong yaitu
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-96
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
ternak sapi yang memenuhi syarat sebagai ternak potong terdiri dari ternak jantan
hasil penggemukan dan ternak afkir (pejantan dan induk) serta ternak betina
muda teridentifikasi majir (tidak produktif) dan b) ternak betina bibit sebar yaitu
ternak betina muda yang melalui proses seleksi bibit tidak digunakan sebagai
ternak bibit pengganti (replacement) dan peningkatan skala usaha. Beberapa
alternatif jalur pemasaran produk yang dapat ditempuh oleh manajemen usaha
integrasi ternak sawit sapi adalah:
a. Pemasaran langsung ternak sapi siap potong kepada pedagang baik
pengumpul maupun pengecer untuk dipasarkan ke wilayah lain baik dalam
maupun luar Provinsi Jambi.
b. Pemasaran langsung sapi siap potong kerjasama dengan RPH terdekat untuk
selanjutnya hasil pemotongan dipasarkan oleh para pedagang pengecer
pasar tradisional dan modern.
c. Khusus pemasaran sapi potong betina bibit disamping langsung kepada
pedagang juga dapat dilakukan kerjasama pemasaran dengan pihak internal
dan eksternal seperti:
- Manajemen PTPN VI (internal) dan perusahaan lain (eksternal) guna
memenuhi kebutuhan bantuan ternak sapi bibit program CSR (kemitraan
atau bina lingkungan).
- Pemerintah daerah (Kota/Kabupaten/Provinsi) melalui berbagai instansi
terkait guna memenuhi kebutuhan distribusi ternak sapi bibit bantuan
bergulir pemerintah.
- Pihak-pihak internal lain yang membutuhkan sapi betina bibit seperti
kelompok tani dan pemilik modal individual yang membutuhkan ternak
sapi potong betina bibit.
Populasi ternak sapi potong menjadi salah satu indikator perkembangan produksi
daging sapi di Provinsi Jambi dengan laju peningkatan populasi selama periode
2007 – 2011 rata-rata mencapai 6,72% pertahun. Kebutuhan daging sapi setiap
tahun rata-rata mencapai 3,86 juta kg atau setara dengan 24.846 ekor ternak sapi
siap potong yang dipenuhi melalui pemotongan ternak sapi domestik dan impor
dari wilayah provinsi lainnya. Impor untuk memenuhi kebutuhan daging sapi tidak
akan tergambar secara jelas jika melihat dari produksi dan konsumsi daging sapi
Provinsi Jambi karena umumnya impor tidak langsung dalam bentuk komoditas
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-97
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
daging tetapi dilakukan dalam bentuk impor sapi bakalan atau ternak sapi bibit.
Kapasitas produksi sapi siap potong yang mampu disediakan oleh usaha
peternakan sapi potong domestik baru mencapai rata-rata 16.167 ekor/tahun dan
masih jauh (65,07%) dari kebutuhan yang mencapai 24.486 ekor/tahun.
Kapasitas produksi usaha peternakan domestik yang masih dibawah kebutuhan
sapi potong juga akan tergambarkan dari neraca perdagangan ternak sapi
Provinsi Jambi yaitu perbandingan antara jumlah ternak sapi masuk dan keluar
dari dan ke Provinsi Jambi. Defisit neraca perdagangan rata-rata mencapai
11.607 ekor/tahun atau setara Rp 71,005 milyar jika diasumsikan harga ternak
sapi Rp. 5 jt.ekor. Nilai defisit perdagangan komoditas ini akan mengalami
peningkatan sepanjang tahun jika tidak ada investasi baru yang signifikan dalam
mendorong perkembangan sektor peternakan sapi termasuk investasi pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat. Pada konteks ini maka pengembangan usaha
integrasi sawit sapi PTPN VI tidak hanya sekedar bisnis murni tetapi juga
potensial mendukung penyediaan atau mengurangi ketergantungan daging sapi
daerah.
Komoditas daging sapi tergolong sebagai barang normal (normal goods) dimana
permintaan akan komoditas ini akan mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan pendapatan masyarakat. Pada sisi lain permintaan juga akan
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
kesadaran akan pentingnya protein hewani. Selama ini peningkatan laju
pertumbuhan permintaan daging sapi belum mampu diikuti oleh laju pertumbuhan
produksi sehingga defisit produksi terhadap konsumsi semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi Provinsi Jambi
sebagian masih tergantung pada wilayah lain seperti Lampung, Bengkulu dan
bahkan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengadaan kebutuhan tidak langsung
dalam bentuk impor daging sapi tetapi dalam bentuk ternak sapi bakalan dan sapi
siap potong. Produksi domestik diperkirakan hanya mampu memenuhi 50 – 60%
dari kebutuhan ternak sapi potong sehingga pangsa pasar ternak sapi siap
potong dan bibit masih sangat terbuka terutam pangsa pasar ternak sapi siap
potong yang berasal dari pasar impor (non-domestik). Produksi sapi siap potong
usaha integrasi termasuk ternak sapi pejantan dan induk afkir dapat
menggantikan antara 10 – 15% pangsa pasar sapi siap potong yang bersumber
dari impor (wilayah provinsi lain).
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-98
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Salah satu karakteristik dari pasar ternak sapi potong adalah harga jual yang
berfluktuasi sepanjang tahun karena sangat tergantung pada permintaan pasar.
Trend harga sapi siap potong diindikasikan dari perkembangan harga daging di
pasar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun tetapi faktor penting yang
perlu diamati adalah fluktuasi harga daging sepanjang tahun. Harga daging ternak
sapi mengalami peningkatan pada saat-saat menjelang hari besar keagamaan
seperti menyambut bulan puasa, lebaran idul fitri dan idul adha serta memasuki
pergantian tahun seiring dengan perayaan hari besar keagamaan lain seperti
natal dan tahun baru. Pada periode-periode ini akan terjadi peningkatan signifikan
permintaan daging sapi yang akan mendorong kenaikan harga sapi siap potong di
pasar domestik. Gambaran umum perubahan harga produk daging dan ternak
sapi siap potong disajikan pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11.
Fluktuasi dan Trend Harga Daging dan Sapi Siap Potong
Keuntungan usaha integrasi akan sangat terkait dengan kondisi harga dan
permintaan pasar sehingga dibutuhkan suatu strategi penjualan yang mencakup
dimensi waktu dan skala penjualan ternak sapi potong hasil penggemukan.
Pengadaan sapi bakalan sebaiknya dilakukan beberapa bulan (minimal 6 bulan)
sebelum memasuki puasa sehingga penjualan ternak sapi tepat waktu dimana
permintaan sedang tinggi yaitu sebelum dan awal puasa (Ramadhan), seminggu
sebelum lebaran Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha (Lebaran Haji). Strategi
pemasaran ini akan memberikan 2 (dua) keuntungan bagi usaha integrasi sawit
sapi yaitu dari pertambahan bobot badan dan selisih harga jual persatuan.
PTP Nusantara sebagai salah satu BUMN juga memiliki tanggung jawab sosial
dalam membantu pemerintah daerah setempat dalam penyediaan kebutuhan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-99
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
masyarakat sehingga tidak selalu hanya berorientasi pada keuntungan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan unit usaha integrasi sawit sapi adalah melalui
pengendalian pemasaran sapi siap potong yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasar (permintaan pasar daging sapi). Untuk itu akan dikembangkan suatu sistem
pemasaran yang teralokasi baik dengan memperhatikan pencapaian profit dan
pelaksanaan fungsi sosial melalui penjualan harian dan khusus yang berimbang,
yaitu:
a. Untuk memenuhi kebutuhan harian (311 hari kalender) akan disediakan 45%
dari jumlah stock ternak sapi siap potong tahunan usaha integrasi sawit sapi.
Jenis produk yang dijual diutamakan ternak sapi afkir (pejantan dan induk
serta betina non-produktif) serta sisa penjualan periode sebelumnya pada
tahun yang sama.
b. Untuk memenuhi kebutuhan pada hari-hari tertentu dimana permintaan pasar
mengalami peningkatan akan disediakan 55% dari jumlah stock ternak sapi
siap potong tahunan usaha integrasi sawit sapi. Jenis produk yang dijual
diutamakan adalah ternak sapi siap potong hasil unit usaha penggemukan.
Jika diasumsikan stock ternak siap potong yang tersedia sepanjang tahun adalah
2.000 ekor, maka pada hari biasa dilepas 3 ekor ternak siap potong. Guna
membantu pemerintah dalam mengatasi peningkatan permintaan masyarakat
selama puasa dan lebaran akan disediakan masing-masing 350 ekor untuk
kebutuhan puasa (menjelang dan selama puasa), 400 ekor dalam menyambut
lebaran Idul Fitri dan 300 ekor menyambut lebaran haji (Idul Adha). Melalui sistem
alokasi pemasaran ini, disamping membantu pemerintah dalam pengadaan
kebutuhan ternak sapi siap potong juga untuk menghindari terjadinya over supply
yang dapat menganggu stabilitas harga pasar daging yang merugikan para
peternak sapi potong rakyat.
Produk lain yang dihasilkan dalam usaha integrasi sawit sapi adalah ternak sapi
betina bibit yaitu ternak sapi remaja yang tidak digunakan sebagai ternak bibit
pengganti (replacement) induk dan pengembangan usaha. Kelompok ternak
betina muda usaha pembibitan meskipun tidak lolos seleksi sebagai calon induk
tetapi masih tergolong ternak produktif sehingga dapat dijual sebagai ternak
betina bibit sebar. Pangsa atau pasar sasaran ternak sapi bibit yang dihasilkan
usaha integrasi akan dijual dengan beberapa alternatif yaitu penjualan internal
PTPN VI untuk program PKBL, dan penjualan eksternal baik langsung kepada
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-100
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
para pedagang atau peternak sapi potong maupun melalui lembaga lain yang
membutuhkan seperti pemerintah daerah (SKPD) sebagai ternak sapi bantuan
(distribusi) dan perusahaan lain yang membutuhkan ternak bibit program PKBL
atau CSR.
4.6.2. Aspek Managemen dan Organisasi
Usaha integrasi sawit sapimemiliki struktur manajemen yang dikelola oleh
organisasi tersendiri karena menjadi salah satu unit usaha di bawah koordinasi
PTPN VI. Secara umum manajemen fattening terdiri dari 3 (tiga) aktivitas yaitu
pengadaan (pemasukan) sapi bakalan, pemeliharaan (penggemukan) dan
penjualan (pengeluaran) ternak sapi potong siap jual (Gambar 4.12).
Gambar 4.2.
Aktivitas dalam Manajemen Fattening
Pelaksanaan fungsi manajemen mencakup upaya pengawasan ternak sapi
masuk (bakalan), pemeliharaan (budidaya) dan keluar (sapi siap potong atau jual)
melalui proses pencatatan (recording) yang mencakup;
a. Recording ternak bakalan masuk baik melalui proses pembeliaan (lingkungan
eksternal) maupun dari unit usaha pembibitan yang mencakup waktu (tanggal,
bulan dan tahun), jumlah ternak, jenis atau bangsa ternak sapi, serta status
kesehatan dan umur ternak bakalan. Setiap ternak bakalan yang masuk akan
ditandai dengan pemberian nomor telinga (eartag) atau kalung leher Kaidah
pemberian nomor mulai angka 0001 sampai dengan tak terhingga dan
berurutan dari terendah berdasarkan sapi terdata.
b. Recording ternak bakalan selama proses pemeliharaan (budidaya) untuk
proses penggemukan mencakup jumlah ternak untuk setiap unit kandang,
ternak sakit dan mati. Penempatan ternak sapi untuk setiap unit kandang
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-101
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
diupayakan seragam baik dari sisi umur maupun bobot badan guna
menghindari ternak sapi yang tidak memperoleh pakan cukup akibat kalah
bersaing dengan ternak sapi lainnya dalam kandang koloni yang sama.
Pengamatan ternak bakalan penggemukan dilakukan secara berkala dan
yang mengalami gejala serangan penyakit akan dipindahkan ke kandang
isolasi, sedang ternak yang kalah bersaing dipindah ke unit kandang lain yang
memiliki bobot tubuh yang relatif seragam.
c. Recording ternak sapi siap potong keluar areal usaha integrasi sawit sapibaik
untuk tujuan dijual atau dipotong disesuaikan dengan capaian bobot badan
akhir (siap jual) dan jangka waktu penggemukan serta situasi permintaan
pasar. Informasi yang dicatat mencakup jumlah dan jenis ternak sapi siap
potong yang akan dijual serta bobot badan dan kondisi kesehatan ternak.
Manajemen pembibitan adalah kegiatan yang mencakup kegiatan-kegiatan dari
pemasukan dan penangganan bibit dasar sampai pada pemanfaatan bibit hasil
produksi. Gambaran umum proses produksi bibit sapi potong dalam suatu model
manajemen yang berkelanjutan disajikan pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13.
Prosedur Tetap atau Tahapan Usaha Pembibitan Sapi Potong
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-102
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Tujuan unit usaha pembibitan adalah untuk menghasilkan bibit ternak baik betina
calon induk maupun bakalan dengan pertimbangan daya adaptasi ternak baik
terhadap iklim mikro maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pemasukan
ternak bibit dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu ternak bibit stock awal (tahun 1 - 4)
dan ternak pengganti (replacement) sesuai kebutuhan dan ketersediaan ternak
bibit pada unit usaha pembibitan. Untuk menentukan bibit calon induk yang
dipelihara digunakan kriteria umum dan khusus bibit Sapi Potong berdasarkan
Good Breeding Practice (GBP). dengan kriteria umum sebagai berikut a) sapi bibit
sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti kebutaan, tanduk patah, pincang,
lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung
atau cacat tubuh lainnya, b) semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat
reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan, c) sapi
bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat
kelaminnya, d) sistem perkawinan ternak sapi terdiri dari perkawinan alami dan IB
(Inseminasi Buatan).
Pada saat ini struktur pimpinan organisasi usaha integrasi sawit sapidipimpin oleh
seorang manager yang dibantu oleh seorang kepala operasional. Kepala
operasional dibantu oleh 2 (dua) orang asisten yaitu asisten kesehatan ternak dan
asisten pemeliharaan ternak yang selanjutnya melakukan koordinasi dengan
asisten administrasi dan keuangan serta perwira keamanan yang langsung
berada pada garis komando manajer. Asisten administrasi dan keuangan dibantu
oleh seorang krani yang mengkoordinir kegiatan para petugas administrasi.
Sedangkan asisten pemeliharaan ternak dibantu oleh seorang mandor dan
petugas administrasi pemeliharaan ternak. Mandor bertugas sebagai pengawas
kegiatan para operator chopper dan mixer yang dipimpin oleh seorang kepala
kerja proses pakan, dan mengawasi petugas anak kandang yang dipimpin oleh
seorang kepala kerja perawatan ternak. Organisasi bidang teknik, transaksi dan
CD yang juga dibawah koordinasi kepala operasional terdiri dari Krani teknik,
transkasi dan CD yang dibantu beberapa petugas teknis transaksi dan CD serta
Mandor Operasional yang dibantu beberapa petugas mekanik pemeliharaan
mesin, listrik, lingkungan dan CD serta operator mesin rumput.
Secara umum struktur organisasi dalam manajemen usaha integrasi sawit sapi ini
masih mengacu pada struktur organisasi yang biasa digunakan dalam usaha
perkebunan. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa tugas dan tanggung jawab
yang saling tumpang tindih dan menyebabkan kurangnya efisiensi usaha. Untuk
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-103
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
itu pada masa akan perlu adanya perubahan dalam struktur organisasi
manajemen dengan bentuk sesuai dengan jenis usaha yaitu peternakan sapi
potong tujuan ganda (fattening dan breeding) sehingga pembagian tugas dan
tanggung jawab dapat menjadi lebih jelas. Mengacu pada karakteristik usaha dan
struktur organisasi yang diterapkan pada Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Sembawa, Sumatera Selatan, maka disarankan struktur organisasi manajemen
usaha integrasi sapi sawit seperti pada Gambar 4.14, Seorang top manager yaitu
manager usaha integrasi sawit sapi dibantu oleh 4 orang asisten manager yang
terdiri dari 3 orang asisten manager khusus (I, II dan III) yang secara
terspesialisasi membidangi 3 kegiatan utama usaha integrasi sawit sapi yaitu unit
usaha penggemukan, unit usaha pembibitan dan pengolahan pakan ternak sapi
potong serta asisten manager umum yang membidangi kegiatan umum dalam
bidang administrasi dan keuangan.
Gambar 4.14
Struktur Dasar Manajemen Usaha Integrasi Sawit Sapi
4.6.3. Aspek Teknis dan Produksi
Ternak sapi yang dipelihara terdiri dari 2 (dua) jenis bangsa sapi yaitu Sapi Bali
dan Peranakan Ongol (PO) yang berasal dari Provinsi Lampung. Sesuai dengan
tujuan pengembangan usaha maka kelompok ternak sapi bibit terdiri dari betina
muda (calon induk) untuk tujuan usaha pembibitan (breeding) dan ternak bakalan
(jantan muda) untuk tujuan penggemukan (fattening). Pengadaan ternak bibit
dilakukan secara bertahap selama 4 (empat) tahun dengan jumlah total 8.000
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-104
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
ekor dengan komposisi bervariasi sepanjang tahun. Pengadaan ternak bakalan
kedua jenis bangsa setiap tahun komposinya semakin kecil karena setelah tahun
ke-3 (2014) sebagian akan diperoleh dari hasil pembibitan sendiri dan setelah
tahun ke 4 (2015) seluruh bakalan merupakan hasil pembibitan sendiri. Hal yang
sama juga dilakukan pada ternak sapi untuk tujuan pembibitan (betina muda
calon induk) setelah tahun ke-4 dihentikan dengan asumsi bahwa seluruh ternak
sapi induk telah mampu memenuhi kebutuhan baik untuk penyediaan ternak sapi
bakalan maupun pengganti (replacement) induk yang sudah tidak produktif dan
dijual dalam bentuk ternak afkir.
Sumber utama pakan ternak sapi potong yang dibudidayakan adalah limbah
perkebunan berupa pelepah sawit dan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) berupa
bungkil kelapa sawit. Sumber utama limbah sebagai bahan pakan ternak sapi
potong berasal dari perkebunan sawit terutama yang terdapat pada wilayah
Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi serta PKS milik PTPN VI yang tersebar
pada beberapa wilayah kerja perusahaan. Berdasarkan indikator asumsi dari
9.521 Ha areal perkebunan sawit setiap tahun akan mampu menghasilkan 59.906
ton pelepah sawit segar dan dengan penggunaan 80% sebagai bahan pakan
penyusuan ransum dan rataan konsumsi ternak sapi 10 kg/ekor/hari maka
pelepah sawit yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan 20.516 ekor ternak
sapi potong. Pemberian pelepah sawit kepada ternak sapi potong dilakukan
setelah dilakukan perajangan dengan menggunakan beberapa unit mesin
perajang (chopper). Setiap unit chopper dioperasikan oleh 4 orang, dan
selanjutnya akan dicampur dengan bahan baku pakan lain dengan menggunakan
mixer (mesin pengaduk). Bungkil kelapa sawit dengan kandungan protein
mencapai 15% digunakan sebagai sumber protein yang dicampur langsung
dengan hasil rajangan pelepah sawit dan bahan pakan lainnya. Bungkil kelapa
sawit dibawa langsung dari sejumlah PKS yang sampai tahun 2011 tercatat ada 5
unit PKS milik PTPN VI dengan kapasitas produksi mencapai 230 ton TBS/jam.
Perolehan sumber bahan pakan utama berupa pelepah dan bungkil kelapa sawit
adalah dari unit usaha lain (perkebunan dan PKS PTPN VI) sedangkan bahan
penyusun pakan lain diperoleh melalui pembelian. Penggunaan bahan penyusun
pakan olahan sendiri sebagai bahan pakan utama diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi usaha integrasi dan memberikan keuntungan lebih besar
pada perusahaan.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-105
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Sarana utama berupa kandang pemeliharaan dipisah antara sapi potong untuk
tujuan usaha pembibitan dan penggemukan. Pemeliharaan ternak untuk
penggemukan dilakukan secara intensif pada kandang koloni dengan kapasitas
sesuai ukuran kandang koloni. Pemeliharaan ternak sapi bibit akan dilakukan
secara semi-intesif dengan menyediakan umbaran (tempat bermain) bagi ternak
betina pada areal sekitar kandang. Kandang penggemukan merupakan
eks-pabrik crumb rubber PTPN VI yang ditata ulang untuk pemeliharaan ternak
sapi potong yang terdiri dari 35 unit kandang koloni. Kandang kelompok atau
dikenal dengan koloni/komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan
kandang ditempatkan sejumlah ternak, secara bebas tanpa diikat. Keunggulan
model kandang koloni dibanding kandang individu adalah efisiensi dalam
penggunaan tenaga kerja rutin terutama pembersihan kotoran kandang, Tipe
lantai yang digunakan adalah alas litter, dan pembongkaran litter lantai kandang
di lakukan apabila tinggi litter mencapai setinggi 20 cm, atau dilakukan
pembersihan sekitar 3 – 4 kali dalam setahun.
Pemanfaatan bangunan eks-pabrik crumb rubber sebagai kandang
penggemukan didasarkan pada pertimbangan bahwa kandang untuk
penggemukan tidak butuh banyak variasi sehingga rekonstruksi atau modifikasi
dapat dengan mudah dilakukan. Kandang kelompok atau dikenal dengan
koloni/komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan kandang
ditempatkan sejumlah ternak, secara bebas tanpa diikat. Variasi kandang koloni
hanya pada ukuran kandang yang selanjutnya akan mempengaruhi kapasitas
tampung dari masing-masing kandang. Luas kandang untuk penggemukan
seluruhnya mencapai 4.148 m2 yang terbagi dalam 41 unit kandang koloni
dengan 13 variasi ukuran, daya tampung total mencapai 1.381 ekor. Penentuan
kapasitas kandang berdasarkan pada standar ideal yang telah ditetapkan bahwa
setiap ekor ternak sapi dewasa membutuhkan ruang kandang dengan rataan luas
rata 3 m2.
Kandang untuk ternak sapi tujuan pembibitan lebih bervariasi tergantung pada
umur dan kondisi ternak sapi yang dipelihara yang secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kandang induk dan/atau calon induk (betina remaja) dibangun berbentuk
kandang koloni beratap sebagian pada bagian depan kandang (terutama
tempat lungan) dan model kandang kelompok ini identik disebut juga dengan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-106
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
kandang umbaran terbatas. Lantai kandang model ini menggunakan lantai
semen atau beton berpori (model wavin) terutama pada bagian lantai yang
tidak beratap. Pada bagian belakang kandang dilengkapi selokan
pembuangan terutama untuk menjaga kebersihan lantai kandang pada musim
hujan. Alas lantai pada model kandang ini tidak menggunakan alas dasar litter,
namun bahan alas litter hanya disebarkan pada lantai (terutama lantai yang
beratap) yang becek.
b. Kandang induk bunting dan melahirkan dikembangkan dalam bentuk kandang
individu dengan dua baris dengan penempatan sapi pada posisi ekor
berlawanan (tail to tail) sehingga tempat pakan terletak masing-masing sisi
kandang.
Pada tahun selanjutnya juga akan dikembangkan kandang khusus untuk sapi
bunting lebih dari 6 bulan sampai melahirkan dan kandang anak (pedet) sampai
umur 1 tahun serta berbagai sarana pendukung lainnya termasuk kandang isolasi
dan karantina, kandang jepit (penimbangan, pemeriksaan kebuntingan, deteksi
penyakit dan inseminasi buatan) serta sarana bongkar muat ternak (modifikasi
lokasi bongkar muat eks-pabrik CRF).
Sesuai dengan tujuan usaha yaitu penggemukan (fattening) dan pembibitan
(breeding) maka produk utama usaha adalah ternak sapi siap potong (hasil
penggemukan) dan ternak betina muda calon induk atau bibit sebar (umur > 1
tahun). Volume produksi yang dihasilkan setiap tahun dalam usaha integrasi sawit
sapi tergantung pada proses pengadaan dan perkembangan populasi ternak
dipelihara. Produk utama usaha integrasi adalah penggemukan dan pembibitan
tetapi sumber penerimaan usaha tidak hanya ternak sapi bakalan siap jual (hasil
penggemukan) dan bibit sebar (betina muda > 1 tahun) tetapi juga bersumber
dari:
a. Penjualan ternak sapi afkiran yaitu induk dan pejantan yang dianggap atau
hasil pengamatan sudah tidak produktif dan untuk memenuhi kebutuhan
dilakukan replacement dengan ternak sapi jantan dan betina muda hasil
seleksi (layak bibit).
b. Penjualan betina majir yaitu ternak betina muda yang awalnya disiapkan
sebagai calon induk tetapi dalam perjalanannya ternyata tidak memiliki
kemampuan reproduksi (tidak mengalami kebuntingan dan melahirkan anak).
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-107
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Pada tahun awal kegiatan (4 tahun pertama), sumber utama penjualan adalah
ternak sapi siap potong hasil penggemukan yang disupplay dari luar usaha
peternakan (eksternal). Peningkatan pada tahun ke-4 karena sumber bakalan
disamping dari luar usaha sendiri juga berasal dari ternak bakalan hasil
pembibitan sendiri dan setelah tahun-tahun tersebut pengadaan bakalan mulai
dikurangi dan beralih pada bakalan yang berasal dari usaha pembibitan sendiri
(mandiri). Seluruh pedet setelah dikurangi hasil seleksi jantan muda sebagai
calon ternak sapi pejantan akan digunakan untuk penggemukan. Jantan muda
hasil seleksi akan digunakan untuk replacement (pengganti) pejantan akhir dan
sesuai perkembangan populasi induk sehingga imbangan ideal 1 : 10 dapat
dipertahankan. Komponen jenis output yang dijual setiap tahun tetap sapi siap
potong hasil penggemukan dan diikuti dengan sapi betina bibit sebar. Penjualan
pejantan dan induk hanya dilakukan setelah masa afkir dan digantikan dengan
ternak hasil pembibitan sendiri. Pemeliharaan pejantan tetap menjadi sesuatu
yang penting meskipun nantinya dalam perjalanan usaha integrasi untuk
perkembangan biakan tidak mengandalkan kawin alami tetapi lebih pada
Inseminasi Buatan (IB). Setelah tahun ke 8 proyek atau tahun 2020 pertumbuhan
volume penjualan ternak sapi masing-masing kelompok produk ternak akan
menjadi stabil dengan skala usaha antara 12.000 – 13.000 ekor dengan volume
penjualan mencapai sekitar 3.500 ekor/tahun yang terdiri dari 5 jenis produk.
4.6.5. Aspek Finansial dan Ekonomi
Penerimaan usaha integrasi sawit sapi terdiri dari nilai penjualan produk utama
yaitu ternak sapi siap potong hasil penggemukan dan ternak sapi betina bibit
sebar hasil pembibitan. Seluruh kelompok ternak yang dijual kecuali ternak sapi
betina bibit sebar yang digunakan untuk pengembangbiakan adalah untuk tujuan
dipotong. Harga dapat mengalami perubahan karena tidak hanya tergantung
pada performance (bobot) ternak sapi, bagsa dan jenis kelamin ternak, tujuan
pembelian oleh konsumen tetapi juga sangat tergantung pada waktu penjualan
(permintaan pasar). Harga jual ternak sapi potong pada saat menjelang hari besar
keagamaan (puasa, idul fitri dan idul adha) relatif lebih tinggi dibanding hari biasa.
Untuk memudahkan analisis maka digunakan standar harga yang diperoleh dari
harga jual rata-rata tahun 2012. Penerimaan tahun 1 dan 2 proyek relatif sama
dan seluruhnya berasal dari penggemukan ternak sapi bakalan yang dipasok dari
luar. Penerimaan sedikit mengalami penurunan pada tahun ke-3 seiring dengan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-108
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
berkurangnya pasokan eksternal sapi bakalan program penggemukan dan tahun
ke-4 penerimaan akan mulai di dominasi dari ternak usaha pembibitan sendiri.
Setelah tahun ke-5 semua seluruh penerimaan usaha merupakan hasil
pembibitan sendiri baik bakalan maupun ternak sapi bibit. Secara umum
penerimaan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sesuai dengan
perkembangan skala usaha integrasi sawit sapi tetapi tetap didominasi oleh
penjualan ternak hasil penggemukan sapi bakalan sendiri. Sumber penerimaan
lain usaha integrasi sawit sapi adalah hasil penjualan ternak sapi yang sudah
tidak produktif baik berupa pejantan dan induk afkir maupun ternak sapi betina
muda yang tidak lolos seleksi karena memiliki kemampuan reproduksi rendah
(majir). Harga jual kelompok ternak sapi ini dengan umur yang sama relatif lebih
rendah dan digunakan sebagai ternak sapi potong.
Penerimaan dari kelompok sapi non-produktif baru diperoleh pada tahun ke-3
(2014) kegiatan proyek untuk ternak sapi betina muda majir dan tahun ke-5 (2018)
untuk ternak sapi induk dan pejantan afkir. Pejantan dan induk afkir selanjutnya
dilakukan penggantian (replacement) dengan cara seleksi betina dan jantan
muda hasil pembibitan sendiri sehingga tidak dibutuhkan penambahan bibit dari
luar. Hal ini berarti bahwa pemeliharaan ternak sapi betina muda hasil pembibitan
disamping untuk pengembangan usaha juga sebagai ternak pengganti induk afkir.
Proses afkir pejantan dan induk dilakukan secara bertahap dan diambil dari 25%
hasil seleksi ternak sapi remaja umur 1 – 2 tahun. Secara umum trend
penerimaan dari kelompok produk ini mengalami peningkatan dari tahun ketahun
dengan sedikit lonjakan pada tahun ke 5 dan 6 (2016 – 2017). Sumber
penerimaan lain adalah pupuk organik padat yang berasal dari limbah kandang
litter yang nilainya diprediksi dengan menggunakan asumsi bahwa setiap ekor
ternak sapi yang dipelihara dengan kandang sistem litter menghasilkan paling
sedikit 10 kg feses setiap hari. Untuk estimasi produk limbah kandang dalam satu
tahun, maka untuk ternak bibit menggunakan jumlah hari 360 sedangkan untuk
penggemukan dan bibit sebar menggunakan jumlah hari 180. Penerimaan dari
limbah kandang disebut sebagai penerimaan tersamar karena ada kemungkinan
digunakan untuk pupuk tanaman sawit milik PTPN VI sendiri (tidak ada proses
transaksi tunai).
Investasi usaha integrasi sawit sapi dilakukan secara bertahap selama beberapa
tahun sampai tercapai suatu kondisi dimana populasi dan produksi menjadi stabil
yaitu sampai tahun 2019 (tahun ke-7). Biaya investasi mencakup pengadaan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-109
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
ternak sapi bibit, kandang dan sarana pendukung, mesin dan peralatan
pengolahan pakan serta kendaraan untuk operasional. Untuk pengembangan
usaha integrasi sawit sapi maka dibutuhkan investasi sebesar Rp. 75 Milyar yang
bersumber dari 20% dana sendiri atau PTPN VI (Rp. 15 Milyar) dan 80% kredit
investasi atau pinjaman (Rp. 60 Milyar). Proses pencairan dana investasi tidak
dilakukan secara langsung tetapi dilakukan secara bertahap selama 3 tahun
(tahun 2013 – 2015). Penggunaan dana investasi tidak hanya untuk menutupi
biaya investasi tetapi untuk biaya operasional. Khusus untuk dana investasi yang
bersumber dari pinjaman akan dikembalikan dalam bentuk angsuran (anuitas)
bulanan dengan besaran sesuai dengan jumlah dan jangka waktu pinjaman.
Menggunakan pendekatan anuitas biasa (ordinary annuity) maka cicilan tahunan
yang harus dibayarkan usaha integrasi sawit sapi pada tingkat suku bunga 12%
pa. Menggunakan tahapan pencairan kredit di atas, maka diharapkan pada tahun
2026 (umur proyek mencapai 15 tahun) seluruh kredit dana investasi yang
dipinjam telah lunas dikembalikan.
Ternak sapi bakalan yang dibeli tergolong dalam input tidak tetap (input variabel)
sehingga tergolong pada biaya operasional karena siklus produksi tidak sampai
pada satu periode proyek dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan produksi.
Komponen biaya operasional lain adalah biaya pakan yang terbagi dua kelompok
yaitu biaya pembelian dan pengolahan pakan. Pengadaan bahan pakan berupa
bungkil kelapa sawit, sludge, mineral dan garam termasuk obat-obatan ditentukan
berdasarkan harga pembelian sedangkan untuk pakan utama berupa rajangan
pelepah sawit ditentukan berdasarkan biaya operasional untuk pembuatan pakan
yang mencakup biaya bahan bakar mesin choper dan mixer serta upah tenaga
kerja (KHL). Seluruh komponen biaya sesuai dengan kebutuhan termasuk biaya
tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja tetap (KHT) dan tidak tetap (KHL) serta
biaya adminsitrasi untuk kelancaran operasional usaha integrasi sawit sapi. Pada
periode 2012 – 2014 biaya pengadaan sapi bakalan mendominasi biaya
operasional dan setelah tahun 2015 seiring dengan tersedianya sapi bakalan
hasil pembibitan sendiri maka biaya operasional akan didominasi oleh biaya
pakan baik pembelian pakan maupun biaya pengolahan pelepah sawit. Mulai
pada tahun 2018 seluruh ternak sapi bakalan bersumber dari hasil pembibitan
sendiri sehingga tidak ada lagi komponen biaya pengadaan sapi bakalan untuk
tujuan penggemukan.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-110
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Berdasarkan pada penerimaan (benefit) dan pengeluaran (cost) tahunan selama
15 tahun proyek maka dapat ditentukan kelayakan usaha integrasi sawit sapi
dengan rincian seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Integrasi Sawit Sapi PTPN VI
Tahun Benefit Cost Net DF Present Value
(B) (C) Benefit (PV)
0 B-C
1 11.841,28 18.226,53 12% 18% 12% 18%
2 12.832,32 26.700,86 -6.385,26 1,00 1,00
3 15.736,03 32.223,26 -13.868,54 0,89 0,85 -6.385,26 -6.385,26
4 19.772,76 30.273,96 -16.487,23 0,80 0,72
5 23.602,26 22.466,28 -10.501,20 0,71 0,61 -12.382,62 -11.753,00
6 27.502,18 20.678,45 0,64 0,52
7 30.287,89 21.473,91 1.135,98 0,57 0,44 -13.143,52 -11.840,87
8 33.424,55 21.554,69 6.823,74 0,51 0,37
9 34.685,23 20.664,49 8.813,98 0,45 0,31 -7.474,55 -6.391,35
10 35.371,58 20.814,10 11.869,86 0,40 0,27
11 35.685,97 20.668,06 14.020,74 0,36 0,23 721,93 585,93
12 35.634,19 20.580,07 14.557,48 0,32 0,19
13 35.446,21 20.454,21 15.017,92 0,29 0,16 3.871,97 2.982,72
14 35.154,86 20.300,27 15.054,13 0,26 0,14
94.289,27 20.132,51 14.992,00 0,23 0,12 4.465,43 3.264,97
14.854,59 0,20 0,10
74.156,76 NPV 5.369,32 3.726,25
Net BCR
5.662,74 3.730,05
IRR
5.249,57 3.282,07
4.835,37 2.869,39
4.327,70 2.437,55
3.848,07 2.057,19
3.404,29 1.727,41
15.173,94 7.308,07
17.544,41 -2.398,88
1,45 0,93
17,28%
Pada tingkat suku bunga 12% usaha integrasi masih layak dibiayai yang ditandai
dengan Net Present Value (NPV) positif (> 0) dan Net Benefit Cost Ratio (Net
BCR) > 1. Sebaliknya pada tingkat suku bunga 18% usaha integrasi tidak layak
untuk dibiayai karena NPV negatif (< 0) dan Net BCR < 1. Hal ini berarti bahwa
tingkat suku bunga yang layak dalam pembiayaan investasi usaha integrasi sawit
sapi berkisar antara 12% – 18% dan berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan pendekatan interpolasi diperoleh tingkat pengembalian modal (IRR)
17,28%. Berdasarkan kepada hasil analisis finansial maka pembiayaan investasi
dengan tingkat suku kredit perbankan di bawah 17,28% layak untuk dilakukan
dan sebaliknya pada tingkat suku bunga kredit perbankan di atas 17,28% maka
investasi tidak layak untuk dilakukan.
Usaha integrasi sawit sapi memiliki dampak ekonomi baik bagi masyarakat sekitar
lokasi proyek maupun perekonomian daerah, antara lain:
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-111
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
a. Menyediakan kesempatan kerja dan membuka peluang usaha bagi
masyarakat sekitar lokasi usaha integrasi sawit sapi. Potensi terbesar
kesempatan kerja yang dapat diisi oleh tenaga kerja lokal adalah sebagai
Karyawan Harian Lepas (KHL) dan beberapa posisi sebagai karyawan bulan
atau tetap (KT). Pengisian jabatan pada level rendah (low) dan menengah
(middle) manajemen pada tahun-tahun selanjutnya juga potensial untuk
tenaga kerja lokal dengan spesifikasi pendidikan dan pengalaman yang
memadai.
b. Menyediakan kebutuhan akan daging sapi serta mengurangi tingkat
ketergantungan terhadap daerah lain. Usaha integrasi sawit sapi yang
dikembangkan setelah tahun ke 5 mampu menyediakan sekitar 4 - 5% dari
kebutuhan ternak sapi siap potong atau menggantikan 10 – 15% impor ternak
sapi siap potong Provinsi Jambi.
c. Memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengurangi
aliran belanja masyarakat keluar daerah. Pajak pertambahan nilai dan
keuntungan perusahaan dapat menjadi salah satu sumber penerimaan
negara, sedangkan sumber pendapatan daerah akan diperoleh dari restribusi
ternak selama proses tataniaga dan pemotongan. Potensi terbesar bagi
ekonomi daerah adalah penghematan belanja daerah untuk pemenuhan
kebutuhan ternak sapi siap potong melalui penurunan impor bakalan dan sapi
betina bibit. Penghematan belanja daerah ini terutama setelah tahun ke-3
yaitu saat unit usaha pembibitan telah menghasilkan bakalan dan ternak sapi
betina bibit sebar.
d. Produk ikutan berupa limbah kandang yang digunakan sebagai pupuk organik
dapat menghemat penggunaan pupuk komersial terutama bagi usaha
perkebunan atau tanaman lainnya. Harga pupuk komersial yang semakin
meningkat dan posisi Provinsi Jambi sebagai wilayah konsumen (tidak
memiliki pabrik pupuk) juga akan menghemat belanja daerah, sedangkan
pada aspek lingkungan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat
penggunaan pupuk kimia.
7.5. Penutup
Berdasarkan analisis pada berbagai aspek, maka dapat disimpulkan bahwa
secara umum usaha integrasi sawit sapi PTP. Nusantara layak untuk
dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-112
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
- Pada aspek komersial output utama yang dihasilkan yaitu sapi siap potong,
dan sapi betina bibit memiliki potensi pasar yang masih sangat terbuka
terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik Provinsi Jambi.
- Pada aspek manajemen dan kelembagaan usaha integrasi sawit sapi cukup
layak meskipun masih membutuhkan penataan terutama terkait dengan
struktur organisasi agar lebih sesuai karakteristik usaha peternakan dan
spesifikasi unit usaha integrasi sawit sapi.
- Pada aspek teknis dan produksi usaha integrasi sawit sapi layak dilaksanakan
karena didukung oleh ketersediaan pelepah sawit sebagai bahan penyusun
pakan utama.
- Kebutuhan investasi untuk pengembangan usaha integrasi sawit sapi
mencapai Rp. 75 Milyar yang bersumber dari dana sendiri sebesar Rp 15
Milyar (20%) dan pinjaman kredit investasi Rp. 60 Milyar (80%).
- Pinjaman kredit investasi dilakukan secara bertahap selama 3 (tiga) tahun
proyek (2013 – 2015) dengan jangka waktu pengembalian sesuai dengan
target pelunasan pada tahun 2026.
- Pada aspek finansial dengan tingkat pengembalian modal (IRR) mencapai
17,25% maka usaha integrasi sawit sapi layak untuk dibiayai melalui kredit
modal investasi dengan suku bunga rata-rata kredit investasi sekitar 12 - 14%.
- Pada aspek ekonomi usaha integrasi sawit sapi mampu memberikan manfaat
berupa penyediaan lapangan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar,
mendukung upaya pemerintah daerah dalam penyediaan sapi siap potong
dan mengurangi ketergantungan sapi potong terhadap daerah lain dan
bahkan mampu memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah (pajak
dan restribusi) serta menghemat belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
daging sapi.
- Pada aspek lingkungan, pemanfaatan limbah kandang sebagai sumber pupuk
organik pengganti pupuk komersial untuk tanaman perkebunan dapat
meminimalisir resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk
kimia.
Berdasarkan tingkat kelayakan usaha integrasi sawit sapi pada masing-masing
aspek maka rencana kerja tindak lanjut yang akan dilakukan, antara lain:
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-113
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
- Unit usaha integrasi sawit sapi akan segera melakukan penyusunan Prosedur
Tetap (Protap) terkait dengan penataan struktur organsiasi (kelembagaan)
agar divisi tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam
manajemen usaha integrasi sawit sapi lebih jelas.
PTP Nusantara VI (Persero) sebagai pemrakarsa usaha integrasi sawit sapi akan
segera melakukan penyusunan dokumen lingkungan dalam bentuk Upaya
Pengelolaan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau dokumen
UKL-UPL sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau kegiatan
yang tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UPL).
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-114
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Pengalaman masa lalu menunjukkan
bahwa pendekatan parsial dalam
pembangunan peternakan ternyata
belum efektif dalam mendorong
berkembangnya usaha ternak sapi yang
berdaya saing dan berkelanjutan.
Beberapa persoalan yang dihadapi
dalam pembangunan peternakan sapi
potong terutama pada skala rumah
tangga petani (RTP) perdesaan adalah:
a. Posisi daya saing usaha ternak sapi
masih lemah dibanding komoditas
lainnya sehingga menjadi alternatif
utama untuk dilepas ketika ada
perubahan dalam ekonomi RTP
perdesaan (non-sustanaible).
b. Rendahnya posisi daya saing
disebabkan karena masih
rendahnya nilai tambah (value
added) yang mampu diberikan
usaha peternakan sapi potong
dibanding komoditas lainnya.
c. Perubahan dalam sistem ekonomi
RTP perdesaan yang mendorong
pelepasan ternak sapi akibat
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-115
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
kebutuhan biaya mendesak yang harus segera dipenuhi, ketersediaan
tenaga kerja keluarga yang semakin menipis, dan peningkatan peran produk
pertanian (perkebunan) sehingga RTP merasa nyaman dengan komoditas
tunggal.
5.1. Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah
suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu
tujuan. Sistem juga merupakan
kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada
dalam suatu wilayah serta
memiliki item-item penggerak.
Sistem adalah himpunan suatu
“benda” nyata atau abstrak (a
set of thing) yang terdiri dari
bagian–bagian atau komponen-komponen saling berkaitan, berhubungan,
berketergantungan, saling mendukung, yang secara keseluruhan bersatu dalam
satu kesatuan (unity) untuk mencapai tujuan tertentu secara efisien dan efektif”.
Menurut Jogianto (2005) bahwa sistem minimal memiliki 4 (empat) karekteristik
atau sifat-sifat khusus, yakni :
a. Komponen: Sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi,
yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan.
Komponen-komponen sistem atau elemen-elemen sistem dapat berupa suatu
sub-sistem yang memiliki sifat-sifat untuk menjalankan suatu fungsi tertentu
guna mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan.
b. Batasan Sistem (boundary) merupakan daerah yang membatasi antara suatu
sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya atau
menunjukan ruang lingkup dari sistem tersebut.
c. Lingkungan (evinronment) Sistem adalah lingkungan diluar batas sistem yang
mempengaruhi operasi dari sistem tersebut baik menguntungkan maupun
merugikan. Lingkungan luar yang menguntungkan berupa energi dari sistem
dan dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-116
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
lingkungan luar merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak maka
akan menggangu kalangsungan hidup dari sistem.
d. Penghubung Sistem (interfance) merupakan media penghubung antara satu
sub-sistem dengan subsistem lainya. Penghubung ini memungkinkan
sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke subsistem yang lainya
atau integrasi antara subsistem yang membentuk satu kesatuan.
Berdasarkan karakteristik sistem dalam kaitannya dengan sistem integrasi
tanaman dan ternak sapi maka keempat karakteristik tersebut dapat didefinisikan
sebagai berikut:
a. Komponen Sistem Integrasi adalah cabang usahatani yang diusahakan yaitu
usahatani tanaman dan ternak sapi potong. Pada sistem integrasi seluruh
komponen (cabang usaha) yang ada harus saling berinteraksi dan bekerja
sama untuk membentuk satu kesatuan guna sehingga sistem tersebut dapat
berjalan.
b. Batasan (boundary) Sistem Integrasi merupakan wilayah yang membatasi
antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan
luarnya atau menunjukan ruang lingkup dari sistem tersebut.
c. Lingkungan (evinronment) Sistem Integrasi adalah lingkungan diluar batas
sistem yang potensial mempengaruhi operasional dari sistem integrasi
tersebut seperti kelembagaan, kebijakan pemerintah dan kondisi pasar.
d. Penghubung (interfance) Sistem Integrasi merupakan media penghubung
sub-sistem yaitu teknologi yang memungkinkan sumber-sumber daya mengalir
dari satu cabang usahatani ke cabang usahatani lainya. Teknologi yang
dimaksud dalam hal ini adalah Teknologi Tepat Guna (TTG) yaitu teknologi
yang ditemukan atau diciptakan dengan tujuan untuk semakin meningkatkan
atau membuat pekerjaan semakin lancar, mampu meningkatkan nilai ekonomi,
dan tidak hanya dibuat namun dibuat dengan tepat sesuai kebutuhan.
Sistem integrasi tanaman dan ternak ditujukan untuk memperkuat interaksi antar
komoditas tanaman dan ternak sapi potong melalui pemanfaatan teknologi guna
mengalirkan sumberdaya potensial berupa limbah dari suatu komoditas (cabang
usaha) untuk komoditas (cabang usaha) lainnya. Aliran sumberdaya ini tidak
hanya untuk mendukung usahatani lainnya tetapi juga diharapkan mampu
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-117
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
memberikan nilai tambah (value added) bagi rumah tangga baik langsung
maupun tidak langsung (Gambar 5.1).
Gambar 5.1.
Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Sapi
5.2. Membangun Sistem Integrasi Berkelanjutan
Membangun sistem integrasi tanaman dan ternak sapi potong berkelanjutan
dapat dilakukan secara efektif dengan memperhatikan karakteristik dari sistem
integrasi tersebut. Pengembangan sistem integrasi hendaknya dilakukan secara
terstruktur dan bertahap dan dengan menggunakan tahapam Simpul Tali Sepatu
(Gambar 5.2).
Ikat elemen sistem Perkuat sistem integrasi Jaga sistem yang terbentuk
integrasi melalui melalui introduksi dari gangguan lingkungan
teknologi pengolahan eksternal melalui tata kelola
limbah sebagai teknologi produksi dan kelembagan guna menjaga
penghubung (interfance) kelembagaan guna
guna memperlancar mendorong sistem harmonisasi dan
aliran sumberdaya keberlanjutan sistem
integrasi berkerja efisien
dan efektif integrasi
Gambar 5.2.
Tiga Komponen Menuju Sistem Integrasi Berkelanjutan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-118
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
5.2.1..Teknologi Sebagai Penghubung (Interfance)
Sumberdaya potensial yang dapat dialirkan
antar komoditas (elemen) dalam sistem
integrasi adalah sumberdaya limbah baik
yang berasal dari tanaman maupun ternak
sapi potong. Perbedaan karakteristik limbah
terutama limbah tanaman membutuhkan
teknologi pengolahan yang berbeda antar
model kawasan integrasi. Teknologi pengolahan limbah kandang antar kawasan
integrasi secara umum adalah sama dan kemungkinan hanya akan berbeda pada
bahan baku tambahan yang digunakan. Pada sisi lain, jenis teknologi pengolahan
limbah tanaman yang diterapkan akan berbeda pada masing-masing kawasan
integrasi sesuai dengan sumberdaya limbah yang tersedia baik limbah tanaman
maupun limbah pengolahan hasil. Berdasarkan jenis teknologi sebagai
penghubung (interfance) antar komoditas dalam sistem integrasi (Tabel 5.1)
maka dapat disusun matriks kebutuhan teknologi untuk masing-masing jenis
kawasan integrasi (Tabel 5.2).
Tabel 5.1.
Daftar Teknologi Pengolahan Limbah Tersedia sebagai Penghubung (Interfance)
Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Sapi
No JENIS TEKNOLOGI OUTPUT TEKNOLOGI
A TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN
1 Teknologi Pengolahan Limbah 1. Silase (Basah)
Tanaman 2. Hay (Kering)
3. Amoniasi
2 Teknologi Pengolahan Pakan 1. Wafer Ransum Komplit (WRC)
Konsentrat 2. Urea Saka Block (USB)
3. Urea Molasses Block (UMB)
B TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH KANDANG
1 Teknologi Pengolahan Limbah 1. Biogas
Padat 2. Trychokompos Insitu
2 Teknologi Pengolahan Limbah Cair 1. Biourine “Aerasi” Plus
2. Biopestisida/Bioherbisida
Penentuan skala prioritas didasarkan pada jenis bahan baku tersedia serta
penggunaan dari masing-masing produk teknologi bagi rumah tangga peternak.
Masing-masing jenis teknologi memiliki tingkat kebutuhan berbeda antar berbagai
jenis sistem integrasi, misalnya untuk integrasi sapi sawit dan sapi sawah
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-119
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
(pangan) sangat membutuhkan teknologi prosukdi silase tetapi pada integrasi
sapi karet tidak terlalu membutuhkan. Hal yang sama dalam teknologi produksi
biopestisida, pada integrasi sapi sawah dan sapi tebu sangat dibutuhkan tetapi
tidak terlalu dibutuhkan pada integrasi sapi sawit. Berdasarkan pertimbangan
bahan baku dan penggunaan produk teknologi bagi rumah tangga pelaku
integrasi dan masyarakat sekitar maka matrik skala prioritas disajikan seperti
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Matrik Skala Prioritas Kebutuhan Teknologi Penghubung dalam Sistem Integrasi
Tanaman dan Ternak Sapi
No TEKNOLOGI PRODUKSI Kawasan Integrasi dan Tingkat Kebutuhan
Sawit Karet Pangan Tebu
1 Silase (Basah) PR BP PR PR
2 Hay (Kering) TP BP PR PR
3 Amoniasi TP BP PR PR
4 Wafer Ransum (WRC) BP TP PR TP
5 Urea Saka Block (USB) BP TP TP PR
6 Urea Molasses Block (UMB) TP TP PR PR
7 Biogas BP BP BP BP
8 Trychokompos Insitu PR PR PR PR
9 Biourine “Aerasi” Plus PR PR PR PR
10 Bio Pestisida/Herbisida BP BP PR PR
Ket: PR = Prioritas, BP = Belum Prioritas dan TP = Tidak Prioritas
Definisi status kelompok teknologi penghubung yaitu prioritas (PR), belum
prioritas (BP) dan tidak prioritas (TP) berdasarkan pada kebutuhan dan
keselarasan dengan sumber daya tersedia. Suatu teknologi penghubung disebut
teknologi prioritas (PR) jika teknologi tersebut benar-benar menentukan pola
aliran sumberdaya dan dapat digunakan secara langsung dalam sistem integrasi.
Belum prioritas (BP) jika teknologi penghubung tersebut dibutuhkan tetapi
sebenarnya ada teknologi lain yang bisa digunakan secara langsung sehingga
tanpa teknologi ini sistem integrasi masih dapat berlangsung. Selanjutnya disebut
tidak prioritas (TP) jika tidak sesuai dengan potensi sumberdaya bahan baku
sehingga jika dilaksanakan akan sangat tergantung pada faktor eksternal
dan/atau penggunaannya tidak banyak memberikan dampak bagi sistem integrasi.
Implementasi teknologi penghubung perlu dukungan kelembagaan yang mampu
mendorong partisipasi anggota kelompok sehingga nilai manfaat dapat
terdistribusi lebih luas.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-120
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
5.2.2. Teknologi Introduksi dan Penguatan Kelembagaan
Sistem integrasi sapi dan tanaman akan lebih bertahan jika diikuti dengan upaya
peningkatan daya saing komoditas ternak sapi potong terhadap komoditas
usahatani. Artinya, usaha ternak sapi potong perlu didorong agar lebih produktif
dan menguntungkan (profitable) baik melalui akselerasi populasi maupun
produksi. Teknologi introduksi sebagai bagian upaya peningkatan produktivitas
disamping teknologi pakan yang sudah melekat sebagai teknologi penghubung
disajikan Tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Jenis Layanan Teknologi Introduksi yang Dibutuhkan dalam Peningkatan Daya
Saing Ternak Sapi dalam Sistem Integrasi
No Teknologi Introduksi Ruang Lingkup Teknologi Introduksi
1 Teknologi a. Seleksi ternak sapi bibit (induk dan pejantan)
Pembibitan
b. Teknik recording dan silsilah ternak sapi bibit
2 Teknologi c. Penjaringan ternak sapi betina produktif
Reproduksi d. Pengadaan dan penanganan ternak sapi bibit
e. Mekanisme pelepasan sapi betina produktif
3 Kesehatan Hewan
a. Intensifikasi Kawin Alami (INKA)
Kesehatan
4 Masyarakat b. Inseminasi Buatan (IB)
c. Embryo Transfer (ET)
Veteriner d. Deteksi birahi dan pemeriksaan kebuntingan
e. Penanganan induk dan anak sapi baru lahir
a.Pengenalan jenis dan teknik deteksi dini penyakit
b.Vaksinasi dan pencegahan penyakit ternak
c. Penggunaan obat-obatan ternak tradisional
d.Pengobatan dan penanganan ternak terjangkit
a.Pengenalan dan pencegahan penularan penyakit
hewan kepada manusian
b.Penanganan dini dan pengobatan penyakit manusia
akibat tertular ternak (hewan)
Layanan teknologi introduksi tersebut sebagian dapat dilakukan secara swadaya
oleh peternak tetapi sebagian lainnya membutuhkan keahlian khusus. Penguatan
layanan teknologi yang dapat dilakukan langsung oleh peternak dilakukan
melalui pengembangan SDM peternak baik melalui penyuluhan maupun pelatihan,
sedangkan untuk yang membutuhkan skill atau keahlian tertentu dilakukan
melalui unit-unit jasa layanan teknologi, sebagai berikut:
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-121
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
1. Unit Jasa Layanan Inseminasi Buatan (IB) yang bertugas tidak hanya
menyediakan semen beku tetapi juga melakukan IB baik pada lokasi yang
ditentukan maupun langsung pada lokasi peternakan rakyat. Petugas IB tidak
hanya dibekali dengan semen beku, alat dan peralatan IB tetapi juga
dilengkapi dengan alat komunikasi guna memudahkan peternak untuk
menghubunginya.
2. Unit Jasa Layanan Kesehatan Hewan (Keswan) yang bertugas tidak hanya
menyediakan obat, vaksin dan vitamin ternak tetapi juga memberikan
pelayanan kesehatan hewan berupa pemeriksaan dan penyuntikan (vaksin,
vitamin dan obat) jika diminta oleh peternak baik pada lokasi yang telah
ditentukan maupun langsung pada lokasi pemeliharaan (kandang ternak sapi).
Sebagaimana halnya petugas IB maka petugas keswan tidak hanya dilengkapi
alat dan bahan untuk pengobatan tetapi juga alat komunikasi guna
memudahkan peternak untuk memesan jasa layanan keswan terutama pada
kondisi penanganan segera.
3. Unit Jasa Layanan Konsultasi dan Informasi yang bertugas tidak hanya untuk
menyediakan data dan informasi dari dan untuk peternak tetapi juga
mendesain jasa layanan pelatihan teknologi dan wirausaha, fasilitasi kegiatan
magang dan penelitian serta pendampingan bagi wirausaha baru peternakan
sapi potong.
4. Unit Jasa Layanan Pemasaran Ternak yang memiliki tugas untuk kontrol
ternak masuk dan keluar (pasar ternak), pengadaan ternak sapi bibit (calon
induk dan bakalan), penjaringan dan penanganan ternak sapi betina produktif
serta pengelolaan rumah potong hewan dan kandang inap sementara ternak
sapi yang akan dijual dan sedang perawatan kesehatan.
Implementasi teknologi introduksi selayaknya didukung dengan SDM terlatih dan
manajemen organisasi berorientasi bisnis baik pada tingkat kelompok maupun
kawasan. Keberlanjutan operasional jasa layanan sangat ditentukan oleh
kapasitas pengelola dalam menggali sumber-sumber penerimaan potensial
(Gambar 5.4).
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-122
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Gambar 5.4.
Unit Usaha dan Keuangan Jasa Layanan Teknologi Introduksi
5.2.3. Kebijakan Pendukung
Menjaga atau mempertahankan keberadaan sistem integrasi membutuhkan suatu
lingkungan kondusif baik dalam batas-batas sistem (internal) maupun lingkungan
luar (eksternal) sistem integrasi. Untuk itu peranan pemerintah baik pusat maupun
daerah (Provinsi dan Kabupaten) melalui kebijakan (regulasi) guna mendorong
terciptanya lingkungan kondusif sangat dibutuhkan. Secara umum terdapat 2
bentuk sifat kebijakan yang dapat diambil guna menjaga keberlanjutan sistem
integrasi, yaitu:
1. Kebijakan protektif (Protective Policies) yaitu kebijakan yang bertujuan untuk
melindungi sistem integrasi dari dampak negatif yang berpotensi menjadi
sumber gangguan sistem, antara lain melalui:
a. Kebijakan yang mampu memperkuat sistem integrasi antara lain melalui
penguatan kelembagaan (aturan main dan organisasi) yang sudah
terbentuk dalam sistem integrasi.
b. Kebijakan yang mampu mencegah masuknya atau melindungi sistem
integrasi dari pengaruh negatif lingkungan luar (eksternal) sehingga
potensial merusak tatanan yang telah terbentuk.
2. Kebijakan progresif (Progressive Policies) yaitu kebijakan yang bertujuan
untuk mempercepat (akselerasi) berkembangnya sistem integrasi sehingga
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-123
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
nilai-nilai manfaat (benefit values) lebih besar dan terdistribusi secara adil dan
merata diantara para pelaku sistem integrasi.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam pembangunan sistem integrasi
berkelanjutan yang akan menjadi acuan penyusunan program dan kegiatan
pengembangan kawasan (Gambar 5.5).
BIO-URINE,
BIOPESTISIDA
BIOGAS DAN
KOMPOS
KONSENTRAT/
PELLET
WRC, USB, UMB
SILASE, HAY,
AMONIASI
DAMPAK POSITIF
Residual Limbah Minimalisasi sumberdaya Limbah Limbah
Panen PHP Padat Cair
terbuang, bonus nilai
tambah, kemandirian input
UT tanaman, efisiensi TK
(meramban), ketergantungan
antar cabang UT, daya saing
UT, welfare dan daya tahan
ekonomi RT meningkat
TEKNOLOGI INTERFANCE
Pengolahan Limbah
USAHA INTERAKSI USAHA
TANI TERNAK
TANAMAN
SAPI
SISTEM INTEGRASI USAHATANI BERKELANJUTAN
SIFAS: Sustainable Integrated Farming System
TEKNOLOGI INTRODUKSI dan INTERVENSI KEBIJAKAN
KELEMBAGAAN (REGULASI)
Perbibitan (seleksi bibit unggul) Pasar dan Manajemen Pemasaran
Reproduksi (IB + Sinkronisasi Birahi) Iklim investasi dan aksesibiltas modal
Perlindungan dan tatakelola kawasan
Keswan dan masyarakat veteriner
Kapasitas SDM Keswan Manajemen Peningkatan kapasitas SDM
Program transfer IPTEK
Penataan dan tatakelola kawasan
Gambar 5.5.
Rangkaian Program Membangun Sistem Integrasi Berkelanjutan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-124
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Kelembagaan secara umum menyangkut
2 hal yaitu organisasi (a player of game)
dan aturan main (rule of the games).
Kelembagaan menurut Ruttan dan
Hayami (1984) adalah aturan dalam
suatu kelompok atau organisasi
masyrakat yang memfasilitasi koordinasi
antar anggota untuk membantu setiap
orang atau organisasi mencapai tujuan
bersama yang diinginkan. Sedangkan
definisi kelembagaan menurut Ostrom
(1985) merupakan suatu aturan dan
rambu-rambu sebagai panduan yang
dipakai oleh anggota untuk mengatur
hubungan yang saling mengikat dan
tergantung satu sama lain. North (1990)
lebih menekankan kelembagaan sebagai
aturan main dalam suatu kelompok yang
sangat dipengaruhi faktor-faktor ekonomi,
sosial dan politik. Kelembagaan sebagai
perangkat aturan yang mengarahkan
perilaku masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan berbeda dengan organisasi
karena kelembagaan lebih kental dengan
peraturan dan organisasi terfokus pada
struktur.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-125
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Menurut Tjondronegoro (1984), kelembagaan masyarakat berkembang secara
kontinum, dari lembaga menjadi organisasi, meski antara lembaga atau institusi
sulit dipisahkan karena memiliki ciri-ciri yang kadang sama dan kadang berbeda.
Lembaga berorientasi pada kebutuhan, peranan yang dimainkan, pengawasan
sosial, pengakuan budaya, pendukung yang terlibat, tradisi, berpegang pada
norma, usia prioritas dan gengsi serta sifat memenuhi kebutuhan. Sedangkan
organisasi berorientasi pada tujuan, tugas yang dilaksanakan, prosedur,
pengawasan peraturan, pengakuan karena didirikan resmi, kebiasaan rutin,
digagas dan diwujudkan, kesetiaan dan ikatan pada tujuan, prioritas pada
keterampilan, kemampuan dan alat mencapai tujuan.
6.1. Model Kelembagaan SIFAS
Uphoff (1986) mengidentifikasi kelembagaan secara hirarkis dan vertikal dimana
kelembagaan mikro atau lokal merupakan kelembagaan pada komunitas yang
dinamis, partisipatori baik publik maupun swasta yang meliputi lembaga-lembaga
yang tumbuh dalam masyarakat dan dibangun secara sukarela dan swadaya.
Perangkat kelembagaan yang mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab bagi
anggota dan menyediakan jaminan sosial, kepercayaan dan perlindungan
ekonomi (aturan main dan ”kepastian” tentang siapa memperoleh apa dan berapa
banyak) secara sosiologis berpotensi menurunkan derajat ketidakpastian dalam
kehidupan masyarakat (Berkes dkk., 1998). Kelembagaan lokal dapat berupa
kelembagaan bisnis dalam suatu wilayah seperti kelembagaan pertanian,
perdagangan, kerajinan, industri dan kelembagaan lainnya yang berorientasi
profit (Uphoff, 1986). Pada perspektif sosiologi, kelembagaan yang hidup dalam
suatu komunitas dapat dianalisis dalam dua perspektif yaitu a) kelembagaan
sebagai nilai, norma, aturan perilaku dan aturan main, dan b) kelembagaan
sebagai institusi/organisasi atau struktur (Hidayat, 2010).
Aplikasi kelembagaan harus disesuaikan dengan kebutuhan domestik agar
realisasi usaha pemerintah dapat diterima masyarakat perdesaan dan mampu
menjadi proses pembelajaran bagi komunitas lokal dalam usaha mereka
(Punong-ong, 1997). Pada sisi lain keberlanjutan kelembagaan (Institutional
Sustainability) ditentukan oleh kemampuan investigasi asumsi dalam melakukan
aksi, aturan dan tanggung jawab yang disepakati termasuk akuntabilitas atas
tindakan pihak-pihak, dan kemampuan menyusun atribut outcome (Johnson dan
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-126
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Wilson, 1999). Model tata kelola kelembagaan program SPR (Sentra Peternakan
Rakyat) relatif lebih selaras dan sesuai digunakan dalam membangun industri
peternakan sapi potong rakyat dengan pendekatan SIFAS. Secara umum terdpat
3 (tiga) segmen kelembagaan yang perlu dikembangkan, yaitu rumah tangga
peternak sapi potong rakyat sebagai objek sasaran utama, kelompok sebagai
bentuk implementasi aksi kolektif peternak, dan sentra jasa layanan sebagai
gusus depan dari suatu kawasan terintegrasi (Gambar 6.1).
Gambar 6.1.
Kebijakan Satu Pintu Tatakelola Kawasan SIFAS
Secara umum pada suatu kawasan SIFAS terdapat 3 (tiga) pelaku utama yaitu
rumah tangga peternak sapi potong (RTP), kelompok petani peternak sapi potong
(KPT) dan sentra jasa layanan (SJL). Tatakelola kelembagaan untuk setiap
kawasan SIFAS harus didorong agar berperilaku sebagai sebuah kawasan
industri yang memiliki kemampuan untuk melindungi kepentingan seluruh pelaku
dalam kawasan tersebut. Selama ini para pengambil kebijakan cenderung lebih
pada membangun organisasi peternak dibanding melakukan penataan
kelembagaan, padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Kata
“kelembagaan” merupakan padanan kata Inggris institution, atau lebih tepatnya
social institution; sedangkan “organisasi” padanan dari organization atau social
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-127
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
organization. Meskipun kedua kata sudah umum dikenal masyarakat, namun
pengertian dalam sosiologi berbeda sebagaimana menurut Horton dan Hunt
(1984) “What is an institution? The sociological concept is different from the
common usage”. Institusi merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap
tersusun dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang
mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. Kedua kata tersebut
pada mulanya digunakan secara bolak balik, baur dan luas tetapi memiliki
hubungan yang kuat, sering sekali muncul secara bersamaan, namun juga sering
digunakan secara bolak balik karena menyangkut objek yang sama atau banyak
kesamaannya.
6.2. Peran dan Kedudukan Pelaku dalam SIFAS
Penataan kelembagaan (institutional arrangements) ditentukan oleh beberapa
unsur: aturan operasional pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk
menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah
aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi. Aturan
main yang harus ditaati akan menentukan peran masing-masing stakeholder
berdasarkan kedudukan mereka dalam kelembagaan SIFAS.
6.2.1. Peran dan Kedudukan Rumah Tangga Peternak
Peran dan kedudukan RTP sapi potong mengacu pada Peraturan Menteri
Pertanian RI No. 46/Permentan/PK.210/8/2015 tentang Pedoman Budidaya Sapi
Potong yang Baik bahwa peternak adalah orang perseorangan Warga Negara
Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan. Sumber daya
manusia yang terlibat dalam usaha budidaya sapi potong harus memenuhi
persyaratan antara lain: a) sehat jasmani dan rohani; b) mempunyai keterampilan
sesuai dengan bidangnya dan memahami risiko pekerjaan; c) memiliki
kemampuan dan pengetahuan di bidang usaha budidaya sapi potong; dan d)
menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai peraturan
perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Untuk mendapatkan SDM
tersebut maka pada usaha peternakan rakyat dengan skala kecil dan umumnya
kapasitas SDM rendah (pendidikan) maka mereka berhak untuk mendapatkan
pembinaan melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan agar mampu
menerapkan budidaya sapi potong yang baik. Peternak yang telah menerapkan
Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik diberikan surat keterangan cara
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-128
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
budidaya sapi potong yang baik oleh dinas kabupaten/kota yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan. Pada konteks pengembangan kawasan
SIFAS maka kewajiban tambahan yang perlu dipenuhi oleh para peternak sapi
potong antara lain:
1. Membangun konstruksi kandang terutama lantai yang memudahkan
penampungan atau koleksi limbah baik padat atau cair (Gambar 6.2).
2. Menyediakan sarana penampungan sementara limbah kandang yang terdiri
dari pondok pengeringan limbah padat (feses dan sisa hijauan pakan) dan
bak penampung atau koleksi limbah cair (urine).
3. Menyediakan sarana dan prasarana untuk pengolahan limbah tanaman
sebagai sumber pakan ternak seperti pondok fermentasi (pakan basah) dan
penyimpanan stock olahan hijauan kering (hay).
Kandang Sapi
Pondok
Pengeringan
Bak
Koleksi
Gambar 6.2.
Bak Koleksi Urine dan Pengeringan Limbah Padat
Faktor penting dari fasilitas kandang tambahan adalah kemiringan lantai baik
lantai kandang maupun lantai pondok pengeringan limbah padat kandang, dan
biasaya menggunakan tingkat kemiringan 5 - 7 cm tergantung pada lebar
kandang. Hal ini dilakukan agar aliran urine pada kandang bisa mengalir dan
terkumpul pada bak koleksi dan hal yang sama pondok pengeringan agar aliran
air yang membasahi tumpukan limbah padat secara alamiah bisa dikurangi dan
proses pengeringan lebih cepat.
6.2.2. Peran dan Kedudukan Kelompok Peternak
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-129
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Kelompok peternak adalah kumpulan peternak yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan sumberdaya
serta keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
Kelompok peternak merupakan organisasi non formal yang terbentuk di
pedesaan yang mana anggotanya memiliki ternak. Tujuan utama berkelompok
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Ciri-ciri kelompok
peternak yaitu, saling kenal dan akrab, mempunyai kepentingan yang sama,
kesamaan jenis usaha yaitu beternak, memiliki kesamaan tradisi dan lokasi,
memiliki aturan yang dibentuk atas kesepakatan bersama dan keberadaannya
harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh anggota kelompok, dengan
melaksanakan fungsi kelompok sebagai:
1. Kelas Belajar: Kelompok peternak merupakan tempat para anggota
kelompok untuk belajar baik pakanmanagemen ternak maupun
agribisnisnya. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan. pengetahuan,
sikap dan keterampilan para anggota kelompok agar tumbuh dan
berkembang menjadi usaha peternakan yang maju dan mandiri. Semakin
tinggi kualitas sumberdaya manusia anggota kelompok, semakin baik
pengelolaan managemen kelompok tersebut. Sebaiknya anggota kelompok
peternak terus belajar mengasah ilmu peternakan sehingga peningkatan
kemampuan manajemen usaha peternakan meningkat yang akan
memudahkan pengelolaan usaha ternak.
2. Wahana Kerjasama: Sesama anggota kelompok peternak harus menjalin
kerjasasama yang baik agar usaha ternak bisa berjalan dengan lancar.
Kerjasama dalam menanggulangi masalah-masalah peternakan yang
dialami baik masalah penangulangan pakan, kesehatan ternak maupun
pemasaran hasil. Sifat gotong-royong harus tumbuh dalam jiwa-jiwa setiap
anggota kelompok.
3. Unit Produksi: Keberadaan kelompok peternak harus bisa meningkatkan
jumlah populasi ternak dan meningkatkan kualitas ternak menjadi ternak
unggul. Kelompok peternak yang lebih maju bisa memproduksi hasil
peternakan, sehingga tidak hanya mengelola produksi di hulu tapi juga di hilir
misalnya langsung menjual daging, pembuatan abon, telur asin, kerupuk
kulit atau produk bahan sepatu atau jaket dari kulit.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-130
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Sesuai permentan No. 46/Permentan/PK.210/8/2015 tentang Pedoman Budidaya
Sapi Potong yang Baik, maka peternak sapi potong disamping harus memenuhi
syarat-syarat perkandangan, pakan dan kesehatan hewan lainnya juga
diharapkan memiliki peralatan yang dibutuhkan dalam usaha budidaya sapi
potong yang mudah digunakan, dibersihkan dan tidak mudah berkarat, antara lain:
a) tempat pakan dan tempat minum; b) alat pemotong dan pengangkut rumput, c)
alat pengolah tanah; d) timbangan pakan dan timbangan sapi; e) mesin giling
butiran dan mixer (jika membuat pakan konsentrat sendiri); f) mesin pencacah
rumput (chopper); g) alat pemotong tanduk (dehorned); h) alat identitas ternak; i)
alat penerangan; j) alat pembersih kandang; k) alat desinfeksi; dan l) peralatan
kesehatan hewan. Pada peternakan sapi potong rakyat skala kecil tidak semua
peralatan tersebut dapat dipenuhi karena keterbatasan modal dan kepemilikan
bersama atau kolektif dapat menjadi salah satu solusinya tetapi dengan tatakelola
yang berbeda (Gambar 6.3)
TIMBANGAN TEMPAT ALAT ALAT PE- ALAT ALAT
PAKAN PAKAN DAN IDENTITAS NERANGAN PEMOTONG PENGANGKUT
MINUM TERNAK RUMPUT RUMPUT
RUMAH TANGGA BAK KOLEKSI
PETERNAK SAPI LIMBAH CAIR URINE
POTONG PENGERINGAN
LIMBAH PADAT
Pinjam/Sewa
CHOPPER MIXER TIMBANGAN DESINFEKTAN
(MESIN (MESIN GILING DAN DAN
PENCACAH) BUTIRAN) ALKESWAN DEHORNED
Pengolahan
Pengolahan
Pengolahan
KANDANG KOLEKTIF
TERNAK SAPI
UNIT UNIT PENGOLAHAN UNIT PENGOLAHAN
PENGOLAHAN LIMBAH TERPADU LIMBAH PADAT
LIMBAH TANAMAN KANDANG SAPI
UNIT PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR
KANDANG SAPI
Gambar 6.3.
Peran dan Kedudukan Kelompok Peternak
Beberapa peralatan untuk mmenuhi kriteria budidaya sapi potong yang baik
memiliki harga yang cukup tinggi dan tidak menjadi kebutuhan rutin rumah tangga
peternak sehingga akan lebih efisien dan efektif jika kepemilikan secara kolektif
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-131
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
atas nama kelompok. Penggunaan oleh anggota tergantung kesepakatan tetapi
untuk “maintenance” alat biasanya akan dikenakan sejenis pembayaran baik
dalam bentuk sewa atau barter. Barter dapat dilakukan dengan cara rumah
tangga peternak menyerahkan sejumlah input untuk unit produksi yang juga
dikelola oleh kelompok. Untuk itulah salah satu alasan kenapa pengembangan
sumber-sumber penerimaan rumah tangga yang bersifat jangka pendek perlu
dilakukan seperti pemanfaatan limbah kandang baik padat maupun cair yang
digunakan unit pengolahan limbah terpadu kelompok. Penerimaan dari sewa atau
barter anggota kelompok berupa peralatan dasar hanya untuk memenuhi
kebutuhan operasional seperti pembelian bahan bakar, pembayaran listrik dan
lainnya dan biaya perawatan peralatan seperti perbaikan jika terjadi kerusakan
atau penggantian dengan peralatan baru jika kerusakan tidak mampu diperbaiki.
Pemberdayaan kelompok peternak sapi potong selama ini cenderung hanya
fokus pada aspek budidaya dan sangat jarang sekali untuk mendorong mreka
menjadi pelaku industri peternakan rakyat. Kecenderungan ini menyebabkan
banyak kelompok peternak yang sering “mati suri” baik karena tidak memiliki
biaya operasional maupun pembentukannya hanya untuk tujuan mendapatkan
bantuan program. Sudah berapa banyak sumberdaya termasuk dana yang sudah
dihabiskan untuk pembinaan kelompok melalui berbagai program tetapi pasca
berakhirnya program maka kelompok peternak kembali keawalnya. Hanya sedikit
kelompok peternak yang memiliki kemandirian operasional karena pembinaan
selama ini tidak mendorong mereka mampu menjadi pelaku industri dengan
usaha dan sumber pendapatan yang terdiversifikasi. Padahal jika kita lihat dari
pohon industri ternak sapi potong (Gambar 6.4) begitu banyak industri kecil dan
menengah (IKM) yang dapat dikembangkan. Produk utama ternak sapi potong
berupa daging potensial untuk pengembangan IKM pangan baik dalam bentuk
daging segar, daging beku maupun daging olahan. IKM daging olahan dapat
dalam bentuk olahan basah seperti bakso, sosis, dan kornet, sedangkan olahan
dalam bentuk kering seperti dendeng, abon dan lainnya. Olahan pangan juga
dapat memanfaatkan produk ikutan lain seperti kulit untuk IKM kerupuk kulit dan
lemak untuk IKM mentega.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-132
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
Gambar 6.4.
Pohon Industri Komoditas Sapi Potong
Hal yang sama juga dengan limbah kandang ternak sapi potong baik limbah padat
kandang (feses dan sisa hijauan pakan) maupun limbah cair (urine) untuk dikelola
dalam kawasan suatu areal pengolahan limbah terpadu (integrated waste
processing). Pengembangan IKM pangan olahan daging dan kerupuk kulit dapat
menjadi cabang usaha kelompok peternak yang dalam operasionalnya dilakukan
oleh ibu rumah tangga (isteri dan anak-anak), sementara kelompok kepala rumah
tangga (bapak) bisa fokus pada IKM produk olahan tepung tulang untuk pakan
ternak dan IKM olahan pupuk organik padat dan cair. Proses pemberdayaan
kelompok peternak ini membutuhkan perubahan paradigma seluruh stakeholder
mulai dari hanya sekedar kelompok budidaya menjadi kelompok peternak yang
berorentasi industri peternakan. Kelompok peternak sapi potong tidak hanya
mengelola budidaya tetapi mereka diarahkan untuk menjadi kelompok industri
peternakan sapi potong dengan produk yang terdiversifikasi sehingga mampu
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-133
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
memperoleh nilai tambah (value added) lebih besar dari aktivitas usaha yang
mereka lakukan (Gambar 6.5).
Gambar 6.5.
Pemberdayaan dan Kelembagaan Kelompok Peternak Sapi
Pemberdayaan kelompok peternak sapi potong rakyat berorientasi industri
selama ini tidak hanya terkendala pada kapasitas SDM dan produktivitas usaha
budidaya tetapi juga terkendala pada pembiayaan atau permodalan. Kendala
permodalan tidak hanya dalam mendorong peningkatan skala usaha atau
kepemilikan ternak sapi tetapi juga dalam diversifikasi usaha guna meningkatkan
variasi sumber-sumber pendapatan. Aksesibilitas sumber pembiayaan selama ini
tidak hanya terkendala pada sistem administrasi yang rumit tetapi juga karena
karakteristik usaha peternakan sapi potong itu sendiri yang memiliki tingkat
pengembalian investasi yang rendah atau “non-profitable” serta pendapatan yang
cenderung bersifat jangka menengah atau “yearly income”. Sistem pembiayaan
konvensional umumnya menggunakan pendekatan annuitas (cicilan) bulanan
sehingga dengan sistem produksi yang bersifat musiman atau bahkan tahunan
akan menyulitkan peternak dalam melakukan cicilan menjelang ternak sapi hasil
budidaya dipasarkan. Penggunaan sistem annuitas tertunda akan memperbesar
beban bunga cicilan yang akan ditanggung oleh peternak sapi potong pengguna
jasa layanan perbankan.
Berdasarkan kendala-kendala termasuk dalam sistem pembiayaan maka
dibutuhkan lembaga yang mampu menjadi fasilitator dan sekaligus penjamin
dalam mendapatkan sumber-sumber pembiayaan. Jika selama ini ada upaya
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-134
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
untuk memperkuat daya tawar peternak melalui pengembangan Gabungan
Kelompok Tani Ternak (Gapoktanak) tetapi peran yang dimainkan hanya terbatas
pada aspek teknis dan adminsitratif. Keberadaan dana desa (ADD) dan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes) pada dasarnya dapat menjadi lembaga ekonomi
desa yang potensial untuk menjadi fasilitator dan bahkan sentra jasa layanan bagi
rumah tangga dan kelompok peternak sapi potong rakyat. Bagaimana mekanisme
dan peran yang dapat dilakukan BUMDes sebagai SJL dalam pengembangan
industri peternakan sapi potong rakyat secara lengkap diuraikan dalam peran dan
kedudukan SJL.
6.2.3. Peran dan Kedudukan Sentra Jasa Layanan
Peran dan kedudukan sentra jasa layanan (SJL) mengacu pada Peraturan
Pemerintah RI No. 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak khususnya
Bab III Pasal 10 dan 11 yaitu pelayanan peternakan dan kesehatan hewan.
Pelayanan peternakan terdiri atas: a) penyediaan dan pengelolaan lahan
penggembalaan umum; b) penyediaan benih/bibit unggul; c). penyelamatan
ternak ruminansia betina produktif dan d). penyediaan pos inseminasi buatan,
sedangkan layanan kesehatan hewan terdiri atas: a) pemeriksaan kebuntingan; b)
pengamatan dan identifikasi penyakit c) pengamanan penyakit hewan d)
pengobatan hewan sakit dan e) pemberantasan penyakit hewan (Gambar 6.6)..
Pengembalaan Pemeriksaan
Umum Kebuntingan
Penyediaan Layanan Layanan Pengamatan
Bibit Peternakan Keswan Penyakit
Penyelamatan Sentra Pengamanan
Betina Produktif Jasa Penyakit Hewan
Layanan
Pos Pelayanan (SJL) Pemberantasan
IB Penyakit
Gambar 6.6. Jasa Layanan Peternakan
Pada model industri peternakan rakyat, sentra jasa layanan didorong untuk
dikelola oleh BUMDes melalui kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak baik
pemerintah daerah maupun dunia usaha.
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-135
Membangun Industri Peternakan Sapi Potong Rakyat)
SIFAS (sustainable integrated farming system) Halaman-136