36 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 3.6 Efisiensi Pengaliran Efisiensi pengaliran (drainage efficiency) adalah efisiensi di saluran utama yakni primer dan sekunder dari bendung sampai ke sadap tersier, dan dapat dihitung dengan rumus (Anggrahini, 1997; Raju, 1986; Linsley, dkk, 1984): Ef = +,-. +/0 × 100%..................................................................................................(3) Di mana Ef = Efisiensi pengaliran, Qin = Air masuk ke satu section, Qout= Air keluar dari satu section.Efisiensi pengaliran terbagi dua, yaitu • Efisiensi pengaliran di saluran primer E(cp) dan • Efisiensi pengaliran di saluran sekunder E(cs). Secara fisik hal pertama yang memengaruhi efisiensi adalah kondisi dari saluran itu sendiri. Hal lain yang memengaruhi adalah panjang saluran primer dan sekunder. Selain kondisi fisik dari saluran, parameter yang berpengaruh terhadap nilai efisiensi secara teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut ini: 3.6.1 Bocoran dan Rembesan Bocoran pada saluran pembawa dapat disebabkan karena lining pecah/rusak atau karena dibuat oleh binatang. Pada saluran yang sudah lama, bocoranbocoran tersebut sangat berpengaruh terhadap efisiensi saluran terutama menyebabkan kehilangan air yang besar. Menurut Camberfort (dalam Linsley, dkk, 1984), rembesan pada saluran tergantung pada nilai permeabilitas material penampang saluran. Disamping itu juga tergantung dari ketinggian hidrolik saluran tersebut. Jadi perameter yang memengaruhi rembesan adalah jenis material, bentuk penampang saluran, kondisi hidrolik saluran dan posisi muka air tanah. Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) rembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping (horisontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedangkan pada saluran yang dilapisi (kecuali jika kondisinya retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan bocoran tidak terjadi. (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Nilai rembesan dihitung dengan menggunakan rumus: Q = k (B – 2d)…..………………………………………………..……..(4)
Bab 3 Kebutuhan Air Untuk Irigasi dan Efisiensi 37 Dengan Q = perembesan per satuan panjang (L3/T/L), K = koefisien perembesan (L/T), B = lebar permukaan air dalam saluran (L), d = kedalaman maksimal air dalam saluran (L). 3.6.2 Perkolasi Perkolasi adalah gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh (antara permukan tanah sampai kepermukaan air tanah) kedalam daerah jenuh (daerah di bawah permukaan air tanah). Setelah lapisan tanah jenuh air (seluruh ruang pori terisi air) dan curah hujan masih berlangsung terus, maka karena pengaruh gravitasi air akan terus bergerak kebawah sampai kepermukaan air tanah. Gerakan air ini disebut perkolasi (Triatmodjo, 2009) Laju perkolasi didapat dari hasil penelitian lapangan, yang besarnya tergantung sifat tanah (teksture dan struktur) dan karakteristik pengolahannya. Perkolasi atau resapan air kedalam tanah merupakan penjenuhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tekstur tanah, permeabilitas tanah, tebal top soil, letak permukaan air tanah di mana semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasinya. Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) perkolasi dapat berlangsung secara vertikal dan holizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung secara horisontal merupakan kehilangan air ke arah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah berekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung liat mencapai 1-2 mm/hari. 3.6.3 Bentuk Penampang Saluran dan Jenis Material Bentuk penampang saluran merupakan salah satu parameter yang dapat memengaruhi efisiensi, misal permukaan yang lebar akan memperbesar kontak dengan udara dan memengaruhi jumlah evaporasi. Demikian pula pada dasar yang lebar akan memengaruhi jumlah rembesan.Untuk mendapatkan tampang saluran ekonomis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus debit aliran, dalam hal ini dapat digunakan rumus Strickler dan Kontinuitas.
38 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 3.6.4 Penguapan Menurut Asdak (1995) evaporasi permukaan air terbuka adalah penguapan permukaan air lebar tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang dan tidak bergelombang, laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air pada permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara permukaan air di atasnya. Faktor utama yang memengaruhi evaporasi adalah kecepatan angin (v) di atas permukaan air, tekanan uap air pada permukaan (e0) dan tekanan uap air pada permukaan air (ea). Penguapan terjadi pada tiap keadaan suhu sampai udara di permukaan tanah menjadi jenuh dengan uap air. Prinsip utama proses penguapan dikemukakan oleh Dalton (dalam Raju, 1986) bahwa evaporasi merupakan fungsi dari perbedaan tekanan uap di permukaan air dan di udara. Prinsip tersebut dirumuskan sebagai berikut (Raju, 1986): E = (es– ed) f(u)…..……………………………………………………(5) Di mana E = Evaporasi, es = Tekanan uap jenuh pada suhu udara di permukaan air, ed = Tekanan uap pada suhu titik embun dari udara, f(u) = Fungsi kecepatan angin. Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus di bawah ini (Triatmodjo B, 2008:69): E = k x Ep ..............................................................................................(6) Yang mana E = evaporasi dari badan air (mm/hari), k = koefisien panci (0,8), EP = evaporasi dari panci (mm/hari). Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7. (Triatmodjo B, 2008:70). Untuk menghitung besarnya kehilangan air akibat penguapan pada saluran dapat menggunakan rumus di bawah ini (Soewarno, 2000): Eloss = E x A .............................................................................................(7) Yang mana Eloss = kehilangan air akibat evaporasi (mm3/hari), E = evaporasi dari badan air (mm/hari), A = luas permukaan saluran (m2)
Bab 3 Kebutuhan Air Untuk Irigasi dan Efisiensi 39 Pada dasarnya, besarnya nilai evaporasi yang terjadi sangatlah kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa evaporasi hampir tidak ada pengaruhnya terhadap debit saluran (Ditjen Pengairan DPU, 1986). 3.6.5 Infiltrasi Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai, atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler (Triatmodjo, 2009). Air yang mengalami infiltrasi itu pertama-tama diserap untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah melalui proses perkolasi dan mengalir ke samping. Pada lahan yang datar, sekali menampung akan menjadi jenuh, maka laju infiltrasi akan berkurang hingga pada suatu laju yang ditentukan oleh permeabilitas lapisan di bawahnya. Sedangkan pada tanah yang miring, karena air yang mengalami infiltrasi akan menghadapi tahanan yang lebih besar untuk mengalir dalam arah vertikal, maka air tersebut akan dialihkan dalam arah lateral ke dalam lapisan-lapisan tanah yang lebih permeabel. Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi infiltrasi (Suyono, 2006): 1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh 2. Kelembaban tanah 3. Pemampatan oleh curah hujan 4. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus 5. Pemampatan oleh orang dan hewan 6. Struktur tanah 7. Tumbuh-tumbuhan Kehilangan air akibat infiltrasi umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan infiltrasi hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi. 3.6.7 Sedimentasi Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontor sedimen pada lokasi persilangan saluran dengan sungai. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur
40 Sistem Irigasi dan Bangunan Air akan direncanakan agar mampu mencegah masuknya sedimen kasar ke dalam jaringan saluran. Selama aliran rendah konsentrasi kandungan sedimen kecil, dan selama debit puncak konsentrasi kandungan sedimen meninggi. Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit (kapasitas angkutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar. 3.6.8 Longsoran Menurut Linsley, dkk (1984), kemungkinan terjadinya longsoran pada lereng saluran air selalu ada yang dapat mengakibatkan terganggunya efisiensi saluran. Oleh karena itu, pemeriksaan atau penilaian terhadap lereng perlu dilakukan untuk mengetahui apakah lereng tersebut longsor atau tidak. 3.6.9 Beda tinggi dasar saluran Vika Febriyani, 2014 menyebutkan bahwa tidak sampainya air hingga ke ujung saluran primer perlu dianalisa penyebabnya. Selain karena kurangnya debit air, bisa juga karena kesalahan elevasi pada saluran. Sehingga analisa beda tinggi saluran primer persektor perlu dilakukan yaitu dengan membandingkan elevasi saluran persektor. 3.6.10 Kerusakan sarana dan prasarana irigasi Saluran dinyatakan tidak berfungsi atau tidak baik rusak yaitu kondisi sarana dan prasarana irigasi yang menyebabkan sawah yang terairi kurang dari 50%. Saluran dinyatakan dalam kondisi rusak berat jika terjadi penyempitan sehingga kapasitas debit saluran kurang dari 70% dari debit maksimum yang direncanakan. Saluran juga dinyatakan rusak apabila tanggul saluran berpotensi runtuh dan tanggul saluran mengalami banyak bocoran yang berarti. Kondisi jaringan sesuai dengan Rapid Assesment PU pada tahun 2009 diperkirakan kurang lebih 52% mengalami kerusakan, sehingga fungsinya tidak optimal dalam sistem irigasi. Rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan memengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektivitas irigasi menurun.
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 4.1 Pendahuluan Teknik irigasi dari masa-kemasa mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi dan keharusan dalam penyesuaian terhadap perubahan iklim global. Ketersediaan sumber daya air di bumi yang semakin sulit diprediksi serta kualitas yang semakin menurun telah menyebabkan kegagalan proses produksi pertanian. Penggunaan teknik-teknik irigasi khususnya teknik penyediaan, pemberiaan, pengaliran, pendistribusian dan sistem pembuangan air yang baik menjadi sangat penting. Setiap areal irigasi memiliki karakteristik berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda. Perbedaan karakter lahan irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik iklim, tekstur tanah serta ketersediaan air irigasi. Dalam menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu harus dilakukan survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, pembagian petak irigasi dan lain-lain untuk menentukan jaringan irigasi, dimensi saluran dan kebutuhan air tanamannya. Pada sistem irigasi teknik jaringan yang tersedia berupa jaringan pemberi dan jaringan pembuang/drainase. Kedua jaringan tersebut letak dan fungsinya
42 Sistem Irigasi dan Bangunan Air berbeda, di mana untuk sistem pemberi bertugas hanya untuk menangkap, membawa dan mendistribusikan air, sementara saluran drainase hanya berperan untuk membuang air yang berlebih yang biasanya berkedudukan berada dibagian hilir petak irigasi. Penetapan metode pemberian air irigasi dilakukan sejak awal perencanaan dengan berbagai pertimbangan seperti ketersediaan air irigasi wilayah setempat, topografi daerah irigasi, jenis dan tekstur tanah dan tanaman yang akan dibudidayakan. Pemberian air irigasi yang sesuai dengan kebutuhan air tanaman pada setiap periode pertumbuhan tanaman mempunyai peranan penting dalam keberhasilan hasil produksi pertanian. Volume kebutuhan air tanaman mengikuti tahap pertumbuhan tanaman, dari awal tanam kebutuhannya akan meningkat dan akan menurun pada saat pematangan buah/umbi sampai pada masa panen. Fase-fase kebutuhan air tanaman menjadi sangat penting dalam menetapkan metode pemberian air irigasi khususnya pada daerah irigasi yang ketersediaan airnya terbatas, tekstur tanah porus dan tingkat evaporasi yang tinggi. Teknik-teknik pemberian air irigasi pada dasarnya yaitu menyediakan kelembaban tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Demikian juga halnya dengan pengaturan ketersediaan udara dalam pori-pori tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Sehingga ketepatan pemilihan teknik pemberian air irigasi dan waktu pemberian air menjadi hal penting dalam teknik irigasi. Air yang berlebih pada pori-pori tanah akan menghambat perkembangan akar bahkan kalau tidak dikeluarkan/dibuang akar tanaman menjadi busuk. Demikian juga halnya jika tanah mengandung air yang sedikit, kebutuhan air untuk memenuhi kapasitas transpirasi melalui daun tanaman tidak terpenuhi, sehingga menyebabkan tanaman akan menjadi layu dan bahkan jika berlanjut tidak dapat memenuhi kapasitas transpirasi tanaman akan mencapai titik layu akhir dan tanaman menjadi mati. 4.2 Cara Pemberian Air Irigasi Berbagai teknik/cara dapat dilakukan dalam rangka pembangunan di bidang pertanian agar dapat meningkatkan produksi pangan adalah dengan ekstensifikasi yaitu dengan meluaskan areal tanam/pembukaan lahan sawah baru, dan intensifikasi yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan caracara yang intensif pada lahan yang sudah ada, antara lain dengan penggunaan
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 43 bibit unggul, pemberian pupuk yang tepat serta pemberian air irigasi yang efektif dan efisien. Pembangunan sarana dan prasarana irigasi dalam menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Kontribusi prasarana dan sarana irigasi terhadap ketahanan pangan selama ini cukup besar yaitu sebanyak 84 persen produksi beras nasional bersumber dari daerah irigasi (Hasan, 2005). Menurut Sudjarwadi (1990) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi di antaranya adalah: 1. Siklus hidrologi (iklim, air atmosfer, air permukaan, air bawah permukaan). 2. Kondisi fisik dan kimiawi lahan (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan). 3. Kondisi biologis tanaman. 4. Aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi). Ada beberapa pertimbangan mendasar yang memengaruhi cara pemberian dan waktu pemberian air irigasi yaitu diantaranya: 1. Kebutuhan air tanaman. 2. Ketersediaan air irigasi. 3. Kapasitas kemampuan tanah dalam menyimpan air irigasi. 4. Jenis tanaman dan. 5. Topografi lahan irigasi. 4.2.1 Cara Pemberian Air Irigasi Melalui Permukaan Irigasi permukaan merupakan cara pemberian air yang tertua dan paling umum digunakan. Cara pemberian air dengan cara ini sering juga disebut dengan irigasi penggenangan, karena dengan cara ini air irigasi yang diberikan di lokasi tertentu, dibiarkan mengalir bebas di atas permukaan lahan, dan kemudian air
44 Sistem Irigasi dan Bangunan Air akan mengisi daerah perakaran tanaman. Dengan menggunakan sistem irigasi permukaan, air diberikan secara langsung melalui permukaan tanah dari suatu saluran atau pipa yang memiliki tinggi permukaan airnya lebih tinggi dari elevasi lahan yang akan diairi, biasanya sekitar 10-15 cm. Air irigasi akan mengalir di permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah membasahi daerah perakaran tanaman (Michael, 1978). Hansen, dkk., (1986) syarat penting untuk mendapatkan sistem irigasi permukaan yang efisien adalah perencanaan sistem distribusi air untuk dapat mengendalikan aliran air irigasi dengan perataan lahan yang baik, sehingga penyebaran air seragam ke seluruh petak. Pada prinsipnya rancangan sistem irigasi permukaan adalah merancang beberapa parameter sehingga didapatkan waktu kesempatan berinfiltrasi yang relatif seragam dari hulu sampai hilir lahan irigasi. Prosedur pelaksanaan irigasi dalam irigasi permukaan adalah menyediakan debit yang cukup besar, maka aliran akan mencapai bagian hilir petak secepat mungkin, dan meresap ke dalam tanah dengan merata. Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan pembagi dan sadap untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap tersier ke petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak Bentuk dan luas masing-masing petak tersier dipengaruhi oleh topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan memiliki luas yang hampir seragam. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar: 200-300 ha, di tanah agak miring: 100-200 ha dan di tanah perbukitan: 50-100 ha (Anonim, 1986). Sistem irigasi permukaan telah berkembang luas dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu (1) irigasi basin (basin irrigation), (2) irigasi border (border irrigation), (3) irigasi alur (furrow irrigation), dan (4) penggenangan bebas. Perbedaan antara berbagai jenis irigasi di atas sering bersifat subjektif. Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam cara pemberian air lewat permukaan, dapat dibedakan sebagai berikut (Hansen, 1986): 1. Sistem irigasi penggenangan liar (wild flooding) yaitu sistem irigasi permukaan di mana air digenangkan pada lahan irigasi sampai tanah menjadi tergenang dengan ketinggian tertentu, sehingga daerah
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 45 perakaran akan mendapatkan pembasahan yang merata. Cara ini cocok untuk daerah irigasi yang ketersediaan airnya cukup banyak. 2. Sistem irigasi penggenangan bebas (free flooding) yaitu sistem irigasi permukaan di mana daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian atau petak, dan air irigasi mengalir dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah. 3. Sistem irigasi penggenangan terkendali (check flooding) yaitu sistem irigasi permukaan di mana air dari sumber air diambil dengan bangunan penangkap air dimasukkan ke dalam saluran induk, dan kemudian dialirkan pada petak-petak dengan saluran-saluran pemberi. 4. Sistem irigasi alur (Border strip) yaitu sistem irigasi permukaan di mana lahan pertanian yang akan diairi dibagi-bagi dalam luas yang kecil dengan membuat kalenan pada masing-masing petak dan air dialirkan ke dalam petak melalui pintu-pintu yang dikendalikan. 5. Sistem irigasi zig-zig yaitu cara pemberian air di mana daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk jajaran genjang atau persegi panjang, dan tiap petak dibagi lagi dengan kalenan dan air akan mengalir melingkar sebelum keluar melalui jaringan drainase. 6. Sistem irigasi cekungan (basin method) yaitu sistem irigasi yang biasa digunakan di perkebunan tanaman keras. Tiap tanaman dibuat cekungan mengelilingi tiap pohon dan air dialirkan kecekungan sampai tergenang. 4.2.2 Cara Pemberian Air Irigasi Melalui Bawah Permukaan Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman. Pemberian air irigasi di bawah permukaan (sub surface irrigation) memiliki beberapa keuntungan di mana kehilangan air akibat penguapan dapat dikurangi serta air yang diberikan langsung masuk ke daerah perakaran (Sudjarwadi, 1990). Pemberian air melalui bawah permukaan sangat baik digunakan pada daerah irigasi yang ketersediaan airnya sangat terbatas dan pada daerah irigasi yang memiliki porositas tinggi. Selain keunggulan yang dimiliki cara pemberian air
46 Sistem Irigasi dan Bangunan Air bawah permukaan juga memiliki kelemahan di mana pipa-pipa berpori yang ditanam dalam tanah jika mengalami kebuntuan/tersumbat akan sulit dideteksi. 4.2.3 Cara Pemberian Air Irigasi Melalui Pancaran Air yang tersedia disungai sebagaian besar pemanfaatannya sebagai sumber air rigasi. Khusus untuk daerah irigasi lahan kering sumber air irigasi dapat bersumber dari air bawah permukaan dengan membuat sumur dalam (sumur bor). Sistem irigasi pada lahan kering masih sangat terbatas karena biaya operasionil pengediaan air irigasi sangat mahal. Teknologi sistem irigasi hemat air berupa irigasi sprinkler maupun irigasi tetes dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Kedua teknologi ini hanya mengaplikasikan air di sekitar perakaran tanaman. Irigasi sprinkler dapat digunakan untuk mengairi berbagai jenis tanaman, dengan syarat tanaman tidak terlalu tinggi, karena tinggi sprinkler hanya sekitar 1.5 m dari permukaan tanah dengan radius penyiraman 10 m. Umumnya sistem irigasi sprinkler sesuai untuk tanaman sayuran dan palawija (Hansen, 1986). Sistem irigasi sprinkler biasa disebut juga sebagai overhead irrigation, karena cara pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman menyerupai air hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui lubang kecil atau nozzle. Tekanan biasanya diperoleh dengan pemompaan atau menggunakan tandon. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam perlu dipertimbangkan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, jarak sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai. Irigasi sprinkler dapat digunakan pada hampir semua tanaman kecuali padi dan serat, karena kedua jenis tanaman ini membutuhkan air yang banyak dan kebutuhan airnya tidak akan terpenuhi jika menggunakan sprinkler. Menurut Hansen (1986) beberapa keadaan yang memungkinkan untuk menggunakan irigasi sprinkler yaitu diantaranya: 1. Tanah terlalu porus untuk distribusi dengan metode permukaan yang baik. 2. Topografi tanah yang berbukit yang mencegah perataan yang seharusnya untuk metode irigasi permukaan. 3. Tanah yang mempunyai kemiringan yang tajam dan yang dengan mudah mengalami erosi. 4. Aliran pemberiaan air yang terlalu kecil untuk mendistribusikan air secara efisien dengan irigasi permukaan.
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 47 5. Tanah yang bergelombang yang jika dilaksanakan pemerataan membutuhkan biaya yang mahal. Hansen (1986) sistem irigasi sprinkler secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu 1. Set sistem yaitu sistem irigasi sprinkler di mana sprinkler memiliki posisi yang tetap. Termasuk set sistem antara lain hand move, wheel line lateral, perforated pipe. Sprinkler jenis ini ada yang dipindahkan secara periodik dan ada yang disebut fixed sistem atau tetap tidak dipindahkan, terutama pipa utama, pipa lateral, dan nozel. 2. Sistem irigasi sprinkler kontinu yaitu sistem irigasi di mana sprinkler dapat dipindahkan. Termasuk sistem ini adalah sistem sprinkler ditengah (center pivot), sistem pipa lateral bergerak linier (linear moving lateral) dan sprinkler bergerak (traveling sprinkler). Beberapa kelebihan sistem irigasi sprinkler bila dibanding dengan irigasi konvensional atau irigasi gravitasi antara lain: 1. Sesuai untuk daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur dan solum tanah yang relatif dangkal. 2. Tidak memerlukan jaringan saluran terbuka sehingga secara langsung tidak akan mengurangi luas lahan produktif, serta terhindar dari masalah gulma air. 3. Cocok untuk lahan pertanian dengan jenis tanah bertekstur pasir tanpa menimbulkan masalah kehilangan air yang berlebihan melalui proses perkolasi. 4. Sesuai untuk daerah dengan persediaan sumber air yang terbatas, karena kebutuhan air pada irigasi sprinkler relatif sedikit. 5. Sesuai untuk lahan berlereng tanpa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah. 6. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain selain memenuhi kebutuhan air tanaman, antara lain untuk pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. 7. Dapat menghemat pemakaian air, karena pemberian air langsung di daerah perakaran tanaman, dan umumnya efisiensi penggunaan air
48 Sistem Irigasi dan Bangunan Air lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi konvensional, yaitu dengan tingkat efisiensi > 85%. 8. Hasil produksi tanaman lebih tinggi. 9. Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian. Selain memiliki beberapa keuntungan, sistem irigasi sprinkler masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1. Memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil. 2. Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. 3. Efisiensi pemberian air sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. 4. Beberapa jenis tanaman, terutama yang sensitif akan mengalami kerusakan pada daun karena terjadi penumpukkan kadar garam pada daun bila pemberian pupuk dibarengi dengan irigasi, terutama setelah airnya menguap. 5. Beberapa jenis tanaman yang sangat sensitif akan terkena serangan penyakit akibat jamur yang terjadi pada daun, dan buah. Selain itu tanaman yang tinggi akan menghalangi pengoperasian sistem irigasi sprinkler, jika sistem yang dipakai adalah sistem irigasi yang bergerak (handmove atau sideroll portable systems). 6. Jatuhnya butir-butir air pada tanah yang kosong atau bera (bare soil) akan menyebabkan butir-butir tanah hancur dan akibatnya terjadi penyumbatan pori tanah (surface sealing) atau pengerasan (crusting) yang akan terjadi lebih parah jika dalam air banyak mengandung ion Na+. 7. Dibutuhkan tingkat pemeliharaan tinggi, teliti dan terus menerus sehingga menyebabkan pembiayaan tinggi. 8. Membutuhkan tekanan yang tinggi untuk mengoperasikan jaringan. 9. Tingkat kesalahan dalam pengoperasian tinggi, karena dengan menggunakan teknologi kompleks, terutama jika dioperasikan dengan sistem otomatis, sehingga dibutuhkan keahlian khusus. Selain itu juga
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 49 dibutuhkan ketersediaan suku cadang yang cukup tersedia, agar tidak menghambat, jika terjadi kerusakan pada saat digunakan. 4.2.4 Cara Pemberian Air Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/selang berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, di mana air yang keluar berupa tetesantetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986). Ciri-ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu, frekuensi pemberian air yang tinggi, air diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih baik. Sistem jaringan irigasi tetes menggunakan pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa yang tidak begitu besar. Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran diharapkan yaitu peningkatan hasil produksi pertanian. Menurut Michael (1978) unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah: 1. Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danau, dan lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain). 2. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam. 3. Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan maka diperlukan beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang
50 Sistem Irigasi dan Bangunan Air dipasang dekat sumber air, saringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan pipa utama. 4.3 Drainase Pada Lahan Irigasi Hansen (1986) drainase lahan pertanian didefinisikan sebagai suatu sistem di mana aliran air dalam tanah diciptakan sedemikian rupa sehingga baik genangan maupun kedalaman air tanah dapat dikendalikan sehingga tidak merusak usahatani. Definisi lainnya, drainase lahan pertanian adalah suatu usaha membuang kelebihan air secara alamiah atau buatan dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada lahan bergelombang drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi, sedangkan pada lahan rendah (datar) lebih berkaitan dengan produksi. Tujuan tersebut di atas dicapai melalui dua macam pengaruh langsung dan sejumlah besar pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung terutama ditentukan oleh kondisi hidrologi, karakteristik hidrolik tanah, dan rancangan sistem drainase yaitu (1) penurunan muka air tanah di atas atau di dalam tanah, (2) mengeluarkan sejumlah debit air dari sistem drainase. Pengaruh tak langsung ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman, kultur teknis dan aspek sosial dan lingkungan. Sedangkan pengaruh tak langsung ini dibagi kedalam pengaruh berakibat positif dan yang berakibat negatif atau berbahaya. 4.4 Jenis-jenis Drainase Safei (2017) drainase merupakan proses pembuangan air berlebih dari permukaan dan bawah permukaan tanah, maka drainase dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1. Drainase permukaan. Drainase permukaan merupakan proses pembuangan air dari permukaan lahan. Drainase permukaan berfungsi untuk membuang air permukaan khususnya air yang berasal dari air hujan. 2. Drainase bawah permukaan. Drainase bawah permukaan berfungsi untuk membuang air bawah permukaan serta menerima dan membuang air dari lapisan tembus air.
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 51 Pada kegiatan pembuatan sistem drainase ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu mengatur tingkat kemiringan lahan (land grading) dan penghalusan permukaan lahan (land smoothing). Land grading atau mengatur tahap kemiringan lahan dan land smoothing atau penghalusan permukaan lahan diperlukan pada areal lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara sistematis yang dibutuhkan dalam pembuatan saluran drainase permukaan. Untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara teliti, ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan merupakan tempat aliran permukaan berkumpul yang dapat merusak tanaman. Genangan air tersebut harus dibuang melalui saluran pembuangan. 4.4.1 Drainase Acak (Random Field Drains) Sistem drainase acak lokasi dan arah dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi topografi lahan. Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti di atas, biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan atau lubang–lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran drainase. 4.4.2 Drainase Paralel (Parallel Field Drains) Drainase ini digunakan pada tanah yang relatif datar dengan kemiringan kurang dari 1%–2. Sistem drainase ini dikenal sebagai sistem bedengan di mana saluran drainase dibuat secara paralel, jika jarak antara saluran tidak sama. Keuntungan dari sistem saluran drainase paralel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman di lahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan smoothing, hasil produksi akan lebih sedikit. Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan kerugian pada sistem bedengan, karena jarak yang lebar menimbulkan kerugian pada sistem bedengan, karena jarak yang lebar membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan dalam.
52 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 4.4.3 Drainase Mole Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus menggali tanah, cukup dengan menarik dengan traktor bentukan baja bulat yang disebut mole yang dipasang pada alat seperti bajak di lapisan tanah subsoil pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang. 4.4.4 Random Sistem Sistem randomini digunakan pada lahan yang berombak atau pada lahan di mana kondisi tanahnya terdiri dari beragam jenis tanah dan pada lahan yang terdapat area tergenang. Sistem drainase random, daerah cekungan dihubungkan dengan saluran pengumpul air dan air dikeluarkan dari lahan melalui saluran pembuang. Sistem ini sering diterapkan di lahan yang tidak memerlukan operasi pertanian intensif, seperti padang rumput. 4.5 Perancangan Sistem Drainase Lahan Pertanian Ritzema, dkk., (1996) perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruasruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang dan harus seimbang. Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan. Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada jenis tanah serta kondisinya. Saluran pembuang dirancang di tempat terendah dan melalui daerah depresi. Kemiringan alamiah lahan menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan terjun. Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka debit dan kecepatan aliran air di saluran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi rata-rata. Jika debit alirannya rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar salurannya lebar. Oleh karena itu biasanya
Bab 4 Cara Pemberian Air Irigasi dan Drainase 53 saluran pembuang dirancang relatif sempit dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah-ubah, biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran pembuang lain. Potongan melintang yang dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis. Kusnadi (2002) dalam merencanakan sistem drainase lahan ada beberapa data yang harus disediakan, yaitu: 1. Deskripsi lingkungan fisik sistem drainase. Dalam perencanaan tata letak jaringan drainase, deskripsi kondisi lingkungan fisik merupakan informasi yang sangat penting. Penempatan saluran. bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Dalam kaitan ini, seorang perencana dituntut untuk selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia baik berupa data sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi, maupun pola aliran alam yang ada. Di mana informasi tentang pola aliran alam ini juga bisa diperoleh dan observasi langsung di lapangan saat terjadi hujan (banjir). 2. Tata guna lahan. Tata guna lahan merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola penggunaan lahan didaerah rencana drainase. Pola penggunaan lahan yang dimaksud harus mencakup tentang kondisi eksisting maupun rencana pengembangan di masa mendatang. Informasi tersebut diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencanakan drainase yang tingkatnya sesuai dengan kategori tata guna tanah dari daerah yang bersangkutan. 3. Prasarana lain. Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jaringan jalan dan jaringan lain yang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada sistem drainase. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tinggi saluran drainase dan untuk mengidentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan.
54 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 4. Topografi Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase dan batas wilayah penampungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah pertanian perlu dilakukan pada skala 1:5000 atau 1:10.000 dengan beda kontur 0.5 meter di daerah datar, dan beda kontur 1.0 meter pada daerah curam. Pemetaan tersebut perlu mengacu pada suatu bench mark di lapangan yang terdekat.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 5.1 Kapasitas Saluran Irigasi Dalam rangka untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi pertanian tanaman pangan terutama untuk mengairi tanaman padi yang umumnya merupakan tanaman pokok, maupun untuk budidaya tanaman ladang (tegalan), tidak lepas dari sarana dan prasarana irigasi, baik untuk pembangunan irigasi baru ataupun rehabilitasi saluran irigasi. Saluran irigasi yang melebihi kapasitas saluran irigasi tidak dapat bekerja secara optimal disebabkan karena tingginya curah hujan yang terjadi. Oleh karena itu perlu dianalisis curah hujan yang terjadi guna untuk menentukan desain saluran irigasi yang ideal dan sesuai dengan besarnya debit banjir yang direncanakan, sehingga saluran irigasi yang direncanakan bekerja secara optimal. Secara matematis, perencanaan saluran sangat kompleks terutama untuk saluran tanah tanpa pasangan. Penentuan koefisien kekasaran tidaklah mudah, factorfaktor erosi dan sedimentasi banyak memengaruhi terhadap kestabilan saluran sehingga memengaruhi terhadap kestabilan saluran sehingga perlu dipertimbangkan dengan seksama.
56 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Dalam perencanaan saluran irigasi yang perlu dianalisis antara lain analisis Curah Hujan, Evapotranspirasi, Debit Rencana, Kebutuhan Air di Sawah, Efisiensi (Ef), Rotasi Teknis, data Sedimen, Kapasitas Saluran Tanah, dan Perencanaan Saluran Gendong. 5.1.1 Curah Hujan Analisis curah hujan dilakukan untuk menentukan curah hujan efektif dan untuk menghitung kebutuhan irigasi. Curah hujan efektif atau andalan adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Curah Hujan Efektif Didasarkan pada curah hujan minimum tengahbulanan, kemungkinan tak terpenuhi 20%, dengan distribusi frekuensi normal atau log – normal. Curah hujan lebih (excess rainfall) dipakai untuk menghitung kebutuhan pembuangan/drainase dan debit (banjir). Untuk analisis curah hujan efektif, curah hujan di musim kemarau dan penghujan akan sangat penting artinya. Untuk curah hujan lebih, curah hujan di musim penghujan (bulan-bulan turun hujan) harus mendapat perhatian tersendiri. Curah hujan lebih merupakan curah hujan 3 hari maksimum dengan kemungkinan tak terpenuhi 20% dengan distribusi frekuensi normal atau log – normal. Hujan lebat merupakan curah hujan sehari maksimum dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%, 4%-1%, 0,1% dengan distribusi frekuensi yang ekster. Data curah hujan harian yang dibutuhkan adalah periode sedikitnya 10 tahun. 5.1.2 Evapotranspirasi Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi tanaman yang akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air irigasi, jika perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai. Studi ini mungkin dilakukan bila tidak tersedia data aliran dalam jumlah yang cukup. Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini antara lain temperatur (harian maksimum minimum dan rata-rata), Kelembaban relatif, sinar matahari (lamanya dalam sehari), angin (kecepatan dan arah), evaporasi (catatan harian). Metode pengukuran evapotranspirasi adalah Jumlah rata-rata 10 harian atau 30 harian, untuk setiap tengah bulanan atau mingguan. Data-data klimatologi tersebut merupakan standar bagi stasiun-stasiun agrometerologi. Jangka waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang cukup tepat dan andal adalah sekitar sepuluh tahun.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 57 5.1.3 Debit Rencana Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut: Di mana: Q = Debit rencana, m3/dt C = Koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah, ltr/dt/ha A = Luas daerah yang diairi, ha Ef = Efisiensi irigasi secara keseluruhan. Jika air yang dialirkan oleh jaringan juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran. Kebutuhan air lain selain untuk irigasi yaitu kebutuhan air untuk tambak atau kolam, industri maupun air minum yang diambil dari saluran irigasi. Metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih tepat memberikan kapasitas bangunan sadap tersier jika dipakai bersama-sama dengan angkaangka efisiensi di tingkat tersier. Pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas lebih dari 142 ha, sekarang digabungkan dalam efisiensi pengaliran. Pengurangan kapasitas yang diasumsikan oleh Lengkung Tegal adalah 20% untuk areal yang ditanami tebu dan 5% untuk daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas antara 710 ha dan 142 ha koefisien pengurangan akan turun secara linier sampai 0. 5.1.4 Kebutuhan Air Di Sawah Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor – faktor berikut ini, antara lain: 1. Cara penyiapan lahan 2. Kebutuhan air untuk tanaman 3. Perkolasi dan rembesan =,. (5.1)
58 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 4. Pergantian lapisan air 5. Curah hujan efektif Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air irigasi pada lahan rawa perlu dilakukan perhitungan secara khusus mengingat asumsi besaran komponen kebutuhan air pada lahan rawa berbeda dengan sawah biasa. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas. Mengantisipasi ketersediaan air yang semakin terbatas maka perlu dicari terus cara budidaya tanaman padi yang mengarah pada penghematan konsumsi air. Cara pemberian air terputus / berkala (intermittent irrigation) memang terbukti efektif di lapangan dalam usaha hemat air, namun mengandung kelemahan dalam membatasi pertumbuhan. Beberapa metode lain salah satunya metode “System of Rice Intensification (SRI)” yang ditawarkan dapat dipertimbangkan. Sistem pemberian air terputus / berkala sesuai untuk daerah dengan debit tersedia aktual lebih rendah dari debit andalan 80%. (KP- 01 Perencanaan Jaringan lrigasi, lampiran II). Metode ini direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, apabila memenuhi kondisi berikut ini: 1. Dapat diterima oleh petani 2. Sumberdaya manusia dan modal tersedia 3. Ketersediaan pupuk mencukupi 4. Ketersediaan air terbatas 5.1.5 Efisiensi (Ef) Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperlima sampai seperempat dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 59 Pemakaian air hendaknya diusahakan seefisien mungkin, terutama untuk daerah dengan ketersediaan air yang terbatas.Kehilangan-kehilangan air dapat diminimalkan melalui: 1. Perbaikan sistem pengelolaan air, antara lain: a. Sisi operasional dan pemeliharaan (O&P) yang baik b. Efisiensi operasional pintu c. Pemberdayaan petugas (O&P) d. Penguatan institusi (O&P) e. c. Meminimalkan pengambilan air tanpa ijin f. Partisipasi P3A 2. Perbaikan fisik prasarana irigasi, antara lain: a. Mengurangi kebocoran disepanjang saluran b. Meminimalkan penguapan c. Menciptakan sistem irigasi yang andal, berkelanjutan, diterima petani. Besarnya kehilangan air di jaringan irigasi umumnya dapat dibagi sebagai berikut: 1. 12,5 - 20 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah 2. 5 - 10 % di saluran sekunder 3. 5 - 10 % di saluran utama Angka kehilangan di jaringan irigasi perlu didukung dengan hasil penelitian dan penyelidikan, dengan alternatif sebagai berikut: 1. Memakai angka penelitian kehilangan air irigasi didaerah irigasi lain yang mempunyai karakteristik yang sejenis. 2. Angka kehilangan air irigasi praktis yang sudah diterapkan pada daerah irigasi terdekat Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut: Efisiensi jaringan tersier (Eft) x efisiensi jaringan sekunder (Efs) x efisiensi jaringan primer (Efp), dan antara 0,65- 0,79. Oleh karena itu kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi Ef untuk memperoleh jumlah air yang
60 Sistem Irigasi dan Bangunan Air dibutuhkan di bangunan pengambilan dari sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk perhitungan saluran disajikan pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Sistem Kebutuhan Air Tingkat Kebutuhan Air Satuan Sawah Petak Tersier NFR (kebutuhan bersih air di sawah) TOR (kebutuhan air di bangunan sadap tersier) (NFR x luas daerah) x ! "#$ l/dt/ha l/dt Petak Sekunder SOR (kebutuhan air di bangunan sadap sekunder % 1 3 lt/dt atau m3 /dt Petak Primer MOR (kebutuhan air di bangunan sadap primer % 1 lt/dt atau m3 /dt Bendung DR (kebutuhan diversi) MOR sisi kiri MOR sisi kanan m3 /dt Kehilangan air di jaringan bisa jauh lebih tinggi, dan efisiensi berkisar antara 30 sampai 40 % , apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan efisiensi yang rendah. Efisiensi irigasi dapat dipakai pada proyek-proyek irigasi yang sumber airnya terbatas dengan luas daerah yang diairi sampai 10.000 ha. Harga-harga efisiensi yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %) dapat diambil untuk proyek- proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi yang airnya diambil dari waduk yang dikelola dengan baik. Di daerah yang baru dikembangkan, yang sebelumnya tidak ditanami padi, dalam waktu 3 - 4 tahun pertama kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi daripada kebutuhan air di masa-masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada yang direncanakan, dengan maksud untuk menstabilkan keadaan tanah tersebut. Oleh karena itu kapasitas rencana saluran harus didasarkan pada kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara bertahap. Oleh sebab itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada kapasitas jaringan saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 61 air di sawah berkurang. Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat perembesan dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan kehilangan air yang lain harus diperkirakan. 5.1.6 Rotasi Teknis (sistem golongan) Keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan/rotasi teknis adalah: 1. Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefisien pengurangan rotasi) 2. Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin bertambahnya debit sungai, kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda. Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah: 1. Timbulnya komplik sosial masyarakat pemakai air 2. Operasional lebih rumit 3. Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi 4. Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua. Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi menjadi tiga atau empat golongan dan tidak lebih dari lima atau enam golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan diperkenalkannya sistem rotasi. Untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup daerah yang bisa diairi seluas 10.000 ha dan mengambil air langsung dari sungai, tidak ada pengurangan debit rencana (koefisien pengurangan C = 1). Pada jaringan yang telah ada, faktor pengurangan C < 1 mungkin dipakai sesuai dengan pengalaman O & P. (KP - 01, Lampiran 2) 5.1.7 Data Sedimen Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontor sedimen pada lokasi persilangan saluran dengan sungai. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur akan direncanakan agar mampu mencegah masuknya sedimen kasar (> 0,088
62 Sistem Irigasi dan Bangunan Air mm) ke dalam jaringan saluran. Pada ruas saluran kantong lumpur ini sedimen diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodik. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mantap kita harus mengetahui konsentrasi sedimen dan pembagian (distribusi) ukuran butirnya. Data-data ini akan menentukan faktor-faktor untuk perencanaan kemiringan saluran dan potongan melintang yang lebih baik, di mana sedimentasi dan erosi harus tetap berimbang dan terbatas. Faktor yang menyulitkan mengendapkan sedimen di kantong lumpur adalah keanekaragaman dalam hal waktu dan jumlah sedimen di sungai. Selama aliran rendah konsentrasi kandungan sedimen kecil, dan selama debit puncak konsentrasi kandungan sedimen meninggi. Perubahanperubahan ini tidak dihubungkan dengan variasi dalam kebutuhan air irigasi. Pola yang dominan tidak dapat diramalkan. Data sedimen di sungai hampir tidak tersedia, atau hanya meliputi data - data hasil pengamatan yang diadakan secara insidentil. Selanjutnya pemilihan kondisi rencana hanya merupakan taksiran dari kondisi yang sebenarnya. Cara pengambilan sedimen melayang (Qs) di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit sesuai SNI 3414 – 2008. Untuk memperoleh distribusi butir dari sedimen melayang dalam air dengan menggunakan metode gravimetri sesuai Sk SNI–M-31-1991-03. Apabila volume sedimen setahun dibagi luas dasar seluruh saluran max 0,5 % dari kedalaman air maka tidak dibutuhkan kantong lumpur. Untuk keperluan perhitungan tersebut diperlukan penyelidikan terhadap sedimen di sungai, jika hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat diasumsikan jumlah sedimen sebesar 0,5 % dari volume air yang masuk. Jika karena keterbatasan waktu dan biaya sehingga tidak dapat dilakukan penyelidikan terhadap sedimen maka diasumsikan batas endapan yang ditangkap diperbesar menjadi (0,088) mm (ayakan no. 140) yaitu batas silt dan pasir halus, dengan syarat di saluran harus dilengkapi dengan sedimen excluder yang kemudian dibuang lagi ke sungai yang bersilangan dengan saluran. 5.2 Kapasitas Saluran Tanah Sistem irigasi di Indonesia secara umum menerapkan saluran irigasi tanpa pasangan sejauh secara teknis bisa dipertanggung jawabkan. Pada ruas tertentu jika keadaan tidak memungkinkan dapat digunakan saluran pasangan. Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai dalam
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 63 pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan sedimen. Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan saluran primer. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa menjadi faktor pembatas. 5.2.1 Rumus Aliran Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu diterapkan rumus Strickler. = 5/7 !/5 (5.2) = = ( + ℎ)ℎ = @ + 2ℎB1 + 5C = (5.3) = ℎ Di mana: Q = debit saluran (m3 /dt) v = kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang (m2 ) R = jari – jari hidrolis (m) P = keliling basah (m) b = lebar dasar (m) h = tinggi air (m) I = kemiringan saluran k = koefisien kekasaran Stickler (m1/3/dt) m = kemiringan talut (1 vertikal: m horizontal)
64 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Gambar 5.1: Parameter Potongan Melintang (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Rumus aliran di atasjuga dikenal sebagai rumus Manning. Koefisien kekasaran Manning (n) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k. 5.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler Koefisien kekasaran bergantung kepada faktor – faktor berikut: 1. Kekasaran permukaan saluran 2. Ketidakteraturan permukaan saluran 3. Trase - Vegetasi (tumbuhan), 4. Sedimen Bentuk dan besar/kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran kekasaran. Untuk saluran tanah hanya merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total. Pada saluran irigasi, ketidakteraturan permukaan yang menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan. Adanya perubahan yang mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar koefisien kekasaran. Perubahan ini dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi saluran yang kurang bagus atau karena erosi pada talut saluran. Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran juga berpengaruh terhadap kekasaran saluran. Selain itu faktor-faktor yang menentukan adalah pengaruh vegetasi terhadap resistensi aliran dan panjang serta kerapatan vegetasi. Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk nilai k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran. Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena dalam perencanaan saluran tanpa
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 65 pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari besar. Pengaruh koefisien kekasaran saluran akan bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidakteraturan pada permukaan akan menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan melintang di saluran yang besar daripada di saluran kecil. Koefisien-koefisien kekasaran untuk perencanaan saluran irigasi disajikan pada Tabel 5.2. Kondisi permukaan (kasar/halus) saluran dan bebas dari vegetasi melalui pemeliharaan rutin akan sangat berpengaruh pada koefisien kekasaran dan kapasitas debit saluran. Tabel 5.2: Kekasaran Strickler (k) untuk Saluran Irigasi Tanah (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Debit Rencana m3/dt. k m1/3/dt Q > 10 5 < Q < 10 1 < Q < 5 Q < 1 dan saluran tersier 45.0 42.5 40.0 35.0 5.2.3 Sedimentasi Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0,088 mm). Secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masingmasing ruas saluran di sebelah hilir setidak-tidaknya konstan. Berdasarkan rumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund Hansen, maka kriteria ini akan mengacu kepada I√h yang konstan (KP-03, Lampiran 1). Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar, dianjurkan agar harga I√h bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan kriteria bahwa I√R adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada saluran bagian hulu bangunan pengeluaran sedimen (sediment excluder).
66 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Profil saluran yang didasarkan pada rumus Haringhuizen kurang lebih mengikuti kriteria I√R konstan. Sedimentasi terjadi terutama pada ruas hulu jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana dilengkapi dengan kantong lumpur atau excluder (bangunan penangkap sedimen kasar yang mengalir didasar saluran ) yang dibangun dekat dengan bangunan pengambilan di sungai. Jika semua persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga I√R untuk jaringan saluran hilir. 5.2.4 Erosi Erosi di permukaan saluran tidak akan terjadi jika kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum. Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS, Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti klasifikasi tanah (Unified System), indeks plastisitas dan angka pori. Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah: 1. Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m (Gambar 5.2) Vb = 0,6 m/dt. untuk harga – harga PI yang lebih rendah dari 10. 2. Penentuan faktor koreksi pada Vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian air dan angka pori (Gambar 5.3.)
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 67 Gambar 5.2 Kecepatan-Kecepatan Dasar untuk Tanah Koheren (SCS) (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Gambar 5.3 Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar (SCS) (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) GHIJ = K (5.4) Di mana: Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt Vb = kecepatan dasar, m/dt A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
68 Sistem Irigasi dan Bangunan Air B = faktor koreksi untuk kedalaman air C = faktor koreksi untuk lengkung Dan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air. Pada gambar 5.2 dibedakan adanya dua keadaan yaitu: 1. Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000 ppm sedimen layang. Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap stabilitas saluran. 2. Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm sedimen layang. Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat tergantinya bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran. Nilai Vb diperlihatkan pada Gambar 5.2. untuk bahan-bahan tanah yang diklasifikasi oleh “Unified Soil Classification System”. Kecepatan dasar untuk muatan sedimen antara 1.000 dan 20.000 ppm dapat diketemukan dengan interpolasi dari Gambar 5.2. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pada umumnya air irigasi digolongkan dalam "aliran bebas sedimen" dalam klasifikasi yang dipakai di sini. Faktor-faktor koreksi saluran antara lain: 1. Faktor koreksi tinggi air B pada Gambar 5.3 yang menunjukkan bahwa saluran yang lebih dalam menyebabkan kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang batas saluran. 2. Faktor koreksi lengkung C pada Gambar 5.3 yang merupakan kompensasi untuk gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh lengkung-lengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung-lengkung yang tajam, pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada menurunkan kecepatan rata-rata.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 69 5.3 Potongan Melintang Saluran 5.3.1 Geometri Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang terbaik. Untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit. Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih. Harga n yang tinggi untuk debit yang lebih besar sangat perlu disebabkan karena kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Saluran yang lebih lebar mempunyai variasi muka air sedikit dengan debit yang berubah-ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek erosi atau pengikisan talut saluran masih aman terhadap kapasitas debit. Karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut dapat diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan. Harga m, n, dan k untuk perencanaan saluran disajikan pada tabel berikut ini Tabel 5.3: Harga m, n, dan k untuk Perencanaan Saluran(Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Debit (m3 /dt) Kemiringan Talut 1: m Perbandingan b/h n Faktor Kekasaran k 0.15 – 0.30 0.30 – 0.50 0.50 – 0.75 0.75 – 1.00 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 – 1.2 1.2 – 1.3 1.3 – 1.5 35.0 35.0 35.0 35.0 1.00– 1.50 1.50 – 3.00 3.00 – 4.50 4.50 – 5.00 1.0 1.5 1.5 1.5 1.5 – 1.8 1.8 – 2.3 2.3 – 2.7 2.7 – 2.9 40.0 40.0 40.0 40.0 5.00 – 6.00 6.00 – 7.50 7.50 – 9.00 1.5 1.5 1.5 2.9 – 3.1 3.1 – 3.5 3.5 – 3.7 42.5 42.5 42.5
70 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 9.00 – 10.00 1.5 3,7 – 3.9 42.5 10.00 – 11.00 11.00 – 15.00 15.00 – 25.00 25.00 – 40.00 2.0 2.0 2.0 2.0 3.9 – 4.2 4.2 – 4.9 4.9 – 6.5 6.5 – 9.0 45.0 45.0 45.0 45.0 5.3.2 Kemiringan Saluran Untuk menghemat biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut saluran direncana securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk talut yang stabil. Kemiringan galian minimum untuk jenis bahan tanah disajikan pada Tabel 5.4. dan tabel 5.5. Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemiringan luar, bahu tanggul harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul. Tabel 5.4 Kemiringan Minimum Talut untuk Jenis Bahan Tanah (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Bahan Tanah Simbol Kisaran Kemiringan Batu < 0.25 Gambut Kenyal Pt 1.00 – 2.00 Lempung kenyal, geluh Tanah lus CL, CH, MH 1.00 – 2.00 Lempung Pasiran, tanah Pasir kohesif SC , SM 1.50 – 2.50 Pasir lanau SM 2.00 – 3.00 Tanah Lunak Pt 3.00 – 4.00 Tabel 5.5 Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Timbunan yang Dipadatkan (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Kedalaman Air + Tinggi Jagaan w (m) Kemiringan Minimum Talut w < 1.0 1: 1.0 1.0 < w < 2.0 1: 1.5 w > 2.0 1: 2.0
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 71 5.3.3 Lengkung Saluran Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang- kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana. Jika lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya dapat dikurangi. Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan apabila jari – jari lengkung saluran tanpa pasangan terlalu besar untuk keadaan topografi setempat. Panjang pasangan harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran. Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah tergantung kepada: 1. Ukuran dan kapasitas saluran 2. Jenis Tanah 3. Kecepatan aliran Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan sebagai berikut: 1. 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m3 /dt); dan sampai dengan 2. 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m3 /dt) 5.3.4 Tinggi Jagaan (w) Tingginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran. Fungsi dari tinggi jagaan adalah: 1. Menaikkan muka air di atastinggi muka air maksimum. 2. Mencegah kerusakan tanggul saluran. Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 5.6 dan Gambar 5.4. Tabel 5.6 Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah(Kriteria Perencanaan Saluran, 2013) Debit (Q) (m3 /dt) Tinggi Jagaan (w) (m) < 0.5 0.40 0.5 – 1.5 0.50
72 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 1.5 – 5.0 0.60 5.0 – 10.0 0.75 10.0 – 15.0 0.85 >15.0 1.00 5.3.5 Lebar Tanggul Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan tanggul di sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan pada Tabel 5.6. Contoh-contoh profil melintang diberikan pada Gambar 5.4. Gambar 5.4 Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi(Kriteria Perencanaan Saluran,2013)
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 73 Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3,0 meter. Untuk stabilitas tanggul, lebar tanggul yang disajikan pada Tabel 5.7 Tabel 5.7 Lebar Minimum Tanggul (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Debit Rencana (Q) (m3 /dt) Tanpa Jalan Inspeksi (m) Dengan Jalan Inspeksi (m) Q < 1 1.00 3.00 1 < Q < 5 1.50 5.00 5 < Q < 10 2.00 5.00 10 < Q < 15 3.50 5.00 Q > 15 3.50 ~ 5.00 5.3.6 Garis Sempadan Saluran Tujuan dari penetapan garis sempadan jaringan irigasi adalah untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya. Pada prinsipnya penentuan garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh ruang keamanan saluran irigasi sehingga aktivitas yang berkembang diluar garis tersebut tidak memengaruhi kestabilan saluran, yang ditunjukkan oleh batas daerah gelincir. Seperti yang disajikan pada gambar 5.5. Gambar 5.5: Bidang Gelincir pada Tebing Saluran (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Pada saluran bertanggul batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai sebagai bahan badan tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan
74 Sistem Irigasi dan Bangunan Air kemiringan tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli, kemiringan galian dan tinggi galian. Pada kasus di mana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian tanah disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan saluran. 1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul a. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum dalam Gambar 3-6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi. b. Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran irigasi c. Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter. Gambar 5.6 Sempadan Saluran Irigasi tak Bertanggul (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) 2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul a. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul sebagaimana tercantum dalam Gambar 3-7. ini diukur dari sisi luar kaki tanggul. b. Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggul saluran irigasi. c. Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 75 Gambar 5.7 Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul(Kriteria Perencanaan Saluran,2013) 3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing a. Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng\tebing sebagaimana tercantum dalam Gambar 5.8. ini mengikuti kriteria sebagai berikut: - Diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng di atassaluran. - Diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di bawah saluran. b.Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di atassaluran sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran irigasi. c. Jarak garis sempadan untuk sisi lereng di bawah saluran sekurangkurangnya sama dengan ketinggian tanggul saluran irigasi. Gambar 5.8 Sempadan Saluran Irigasi di Lereng(Kriteria Perencanaan Saluran,2013) 4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi a. Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis
76 Sistem Irigasi dan Bangunan Air sempadan saluran pembuang irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul. b. Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luar jalan inspeksi. c. Kriteria penetapan jarak garis sempadan saluran pembuang irigasi sama dengan penetapan pada saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 2. 5.4 Perencanaan Saluran Gendong Saluran gendong adalah saluran drainase yang diletakkan sejajar dengan saluran irigasi. Saluran gendong berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) di luar daerah irigasi (ekstern area) masuk kedalam saluran irigasi. Air di saluran gendong ini dialirkan keluar ke saluran alam atau saluran drainase buatan yang terdekat. Saluran gendong ini dibangun apabila suatu saluran irigasi melintasi suatu daerah-daerah di perbukitan. Tata letak saluran gendong dan saluran irigasi disajikan pada gambar 5.9. berikut ini. Gambar 5.9 Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi (Kriteria Perencanaan Saluran,2013) Kapasitas drainase untuk satu jenis daerah dataran tinggi (up land) atau dataran rendah (low land) umumnya menggunakan periode ulang curah hujan 5 tahunan. Sedang periode 20 tahunan khusus digunakan pada areal yang mempunyai dua jenis dataran yaitu dataran tinggi dan dataran rendah. 5.4.1 Standar Kapasitas Saluran irigasi yang melintasi suatu perbukitan, untuk mencegah aliran runoff air hujan dan erosi dari areal perbukitan tersebut masuk ke saluran irigasi maka
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 77 perlu dibuat saluran drainase yang sejajar saluran irigasi tersebut untuk membuang aliran run off tersebut ke saluran alam yang terdekat. Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung seperti metode saluran irigasi. Menurut Pedoman Hidrolis DPMA (1984) standar kapasitas saluran ditentukan sebagai berikut: 1. Menggunakan debit minimum 1,00 m3 /dt sampai 2,00 m3 /dt dengan kenaikan 0,25 m3 /dt. 2. Melebihi 2,00 m3 /dt menggunakan kenaikan 0,5 m3 /dt 5.4.2 Karakteristik Saluran Gendong Fungsi dari saluran gendong adalah untuk menampung air aliran runoff dari daerah tangkapan sisi atas selama waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan erosi pada sisi luar saluran irigasi. Dalam perencanaan saluran gendong beberapa karakteristik harus diperhatikan antara lain: 1. Dimensi dihitung berdasarkan rumus ”Manning” dengan koefisien kekasaran (n): 0,03. Untuk kapasitas saluran gendong lebih besar 4 m3 /dt dipakai n: 0,025. 2. Kemiringan talut didasarkan sifat-sifat dari tanah di mana saluran gendong harus digali. Kemiringan dalam saluran 1,5 horizontal terhadap vertikal dan direkomendasikan kedalaman air 1,5 m atau kurang di mana rasio perbandingan horizontal: vertikal adalah 2:1. 3. Drainase melalui areal yang curam harus mempunyai kemiringan memanjang dan batas tenaga tarik sebagai berikut: T = 0,60 kg/m2 atau kurang untuk Q ≥ 1,5 m3 /dt T = 0,35 kg/m2 untuk Q < 1,5 m3 /dt 4. Tinggi Jagaan 50 cm untuk saluran sejajar jalan dan 30 cm untuk kondisi saluran gendong lainnya. 5. Lebar Tanggul dan Kemiringan Tanggul Sisi Luar Lebar tanggul sebaiknya cukup untuk melayani jalan tani, lebar lainnya direkomendasi minimum 40 cm. 6. Kemiringan tanggul luar untuk semua saluran drain adalah 1:1. 7. Batas Kecepatan Saluran Gendong Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong sama dengan batas maksimum kecepatan pembuang atau irigasi seperti yang telah diuraikan pada Subbab 5.2.4. 8. Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong adalah kecepatan rata-rata yang tidak menyebabkan erosi di permukaan.
78 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Kelemahan dari saluran gendong, antara lain: a. Diperlukan lebar yang cukup luas untuk penempatan dua saluran di tebing. b. Debit saluran gendong jika tidak memenuhi kapasitas debit air buangan akan masuk ke saluran. Cara mengatasinya dengan saluran pelimpah pada lokasi tertentu. c. Memerlukan perawatan akibat intensitas sedimen dari sisi atas sangat tinggi.
Bab 6 Jaringan Irigasi 6.1 Pendahuluan Sebagai sebuah infrastruktur, irigasi bekerja dalam jaringan dengan keterkaitan yang cukup kompleks dari semua komponen-komponennya. Keterkaitan antara setiap komponen sesungguhnya tidak begitu rumit untuk dijabarkan; yakni dipengaruhi oleh sifat alami air yang menjadi objek utama infrastruktur irigasi. Secara alami, air akan mengalir mengikuti gaya gravitasi mencari titik atau elevasi terendah di permukaan bumi. Sejak infrastruktur pertama dibangun pada awal peradaban, sifat alami air inilah yang menjadi objek rekayasa (Reddy, 2010) Garis pengaliran air secara vertikal direkayasa sedemikian rupa agar diakhir energi pengalirannya dapat mencapai titik terjauh yang ingin dilayani oleh saluran irigasi. Perencanaan jaringan irigasi mempertimbangkan ketersediaan air yang dipasok oleh sumber air, jarak tempuh air termasuk luas wilayah yang dialiri serta kontur geografis daerah pertanian yang akan diairi. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan irigasi terdiri dari jaringan irigasi primer, jaringan irigasi sekunder, dan jaringan irigasi tersier.
80 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 6.2 Klasifikasi Jaringan Irigasi Beberapa klasifikasi yang lazim digunakan pada infratsruktur irigasi, adalah antara lain menurut sistem pengalirannya, yaitu: 1. Irigasi sistem gravitasi Merupakan sistem irigasi yang paling umum, terutama pada daerah dengan sumber air yang cukup tersedia di daerah pegunungan. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada dipermukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan dilakukan dengan bantuan gaya gravitasi (Asawa, 2008) 2. Irigasi sistem pompa Sistem irigasi ini diterapkan pada daerah pertanian atau perkebunan yang tidak memiliki sumber air yang memadai untuk dialirkan secara bebas. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat diambil dari sungai, atau dari air tanah. Pengaturan dan pembagian air irigasi dari penampungan menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan dengan menggunakan sistem gravitasi atau jika tidak memungkinkan dialirkan melalui boster pump.(Asawa, 2008) 3. Irigasi pasang surut Irigasi pasang surut merupakan suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut air laut. Areal yang dimanfaatkan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan membilas dan mengurangi kandungan sulfat dalam tanah yang selanjutnya akan dibuang pada saat air laut surut.
Bab 6 Jaringan Irigasi 81 Jika ditinjau dari metode kompleksitas pengaturannya, bila ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya, maka jaringan irigasi dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Jaringan irigasi sederhana / tradisional Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air berlimpah dan kemiringan saluran berkisar antara sedang dan curam. 2. Jaringan irigasi semi teknis / semi intensif Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungannya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen sudah dibangun di jaringan saluran. Sistem pembagian air serupa dengan jaringan irigasi sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan irigasi sederhana. Gambar 6.1: Contoh skema jaringan irigasi teknis (Kementerian Pekerjaan Umum, 2013) 3. Jaringan irigasi teknis / intensif Salah satu prinsip jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dengan saluran pembuang/pematus. Saluran
82 Sistem Irigasi dan Bangunan Air pembawa mengalirkan air irigasi ke petak-petak irigasi dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari petak-petak irigasi.Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien. Gambar 6.1. memperlihatkan skema irigasi teknis sebagaimana dituangkan dalam Kriteria Perencanaan Irigasi, Departemen PU. Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1: Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan Irigasi Teknis Semi Teknis Sederhana 1. Bangunan Utama Bangunan Permanen Bangunan Permanen atau Semi Permanen Bangunan Sederhana 2. Kemampuan Bangunan Dalam Mengukur dan Mengatur Debit Baik Sedang Jelek 3. Jaringan Saluran Saluran Irigasi dan Pembuang terpisah Saluran Irigasi dan pembuang tidak Sepenuhnya Terpisah Saluran Irigasi dan Pembuang Jadi Satu 4. Petak Tersier Dikembangkan seluruhnya Belum Dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan 5. Efisiensi secara keseluruhan 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 % 6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha < 500 ha
Bab 6 Jaringan Irigasi 83 6.2.1 Sistem Jaringan Irigasi Terdapat setidaknya empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu: 1. Bangunan-bangunan utama (head works) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk. 2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak tersier sebagaimana digambarkan pada gambar 6.2. 3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif; air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke petakpetak irigasi dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan dalam petak tersier. 4. Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam. 6.2.2 Petak Jaringan Irigasi Secara umum, jenis petak dalam irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu: 1. Petak Tersier Petak tersier merupakan unit jaringan irigasi yang sering menjadi dasar perencanaan dasar irigasi. Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur dari bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier berfungsi mengalirkan airnya ke saluran tersier. 2. Petak Sekunder Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. 3. Petak Primer Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai.
84 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 6.2.3 Saluran Irigasi Saluran irigasi dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yakni 1. Jaringan Saluran Irigasi Utama Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. 2. Jaringan Saluran Irigasi Tersier Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah box bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier. Gambar 6.2: Saluran-Saluran Primer dan Sekunder dalam jaringan irigasi (Kementerian Pekerjaan Umum, 2013) 3. Jaringan Saluran Pembuang Utama Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai, atau ke laut. Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan keluar daerah irigasi.
Bab 6 Jaringan Irigasi 85 4. Jaringan Saluran Pembuang Tersier Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuangan kuarter maupun sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari saluran pembuang kuarter yang menampung air langsung dari sawah. 6.2.4 Standar Tata Nama Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi dan pembuang, bangunan-bangunan dan daerah irigasi harus jelas. Nama yang diberikan harus pendek dan tidak ambigu. Nama-nama harus dipilih dan dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang sudah ada. Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang diambil untuk keperluan irigasi Gambar 6.3: Tata nama skema irigasi penjadwalan irigasi (Kementerian Pekerjaan Umum, 2013)