86 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 6.2.5 Penjadwalan Irigasi Penjadwalan air irigasi sangat berkaitan dengan karakteristik jaringan. Terdapat setidaknya empat tahapan pengelolaan air irigasi berdasarkan penjadwalan (Laycock, 2007) 1. Pengaliran menerus tanpa kontrol (uncontrolled continous flow), yang dapat berupa pembanjiran alami, pengambilan langsung dari sungai dan pembagian proporsional 2. Penjadwalan berdasarkan supply (kontrol top down), yang meliputi pembagian air proporsional, sistem rotasi, jadwal maju mundur serta pengendalian saluran irigasi di hulu 3. Penjadwalan berdasarkan kebutuhan (demand) (kontrol bottom up), yang antara lain dapat bersifat debit aliran yang dibatasi, durasi yang dibatasi, penampungan antara, pengendalian saluran irigasi di hilir, dan aplikasi pipa tekanan rendah 4. Penjadwalan fleksibel (kontrol bottom up melalui kelompok pemakai air dengan pembatasan tertentu. Skema penjadwalan ini bisa bersifat semi-demand, atau penjadwalan dengan pembatasan debit. Gambar 6.4: Skema penjadwalan irigasi (Laycock, 2007)
Bab 6 Jaringan Irigasi 87 6.2.6 Garis Sempadan Jaringan Irigasi Dalam rangka pengamanan saluran dan bangunan maka perlu ditetapkan garis sempadan saluran dan bangunan irigasi yang jauhnya ditentukan dalam peraturan perundangan sempadan saluran. Garis sempadan jaringan irigasi meliputi garis sempadan saluran irigasi yang terdiri atas saluran suplesi/penghubung, saluran primer, saluran sekunder, garis sempadan saluran pembuang dan/atau garis sempadan bangunan irigasi. Tujuan garis sempadan jaringan irigasi antara lain adalah 1. Untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya. 2. Berlaku untuk jaringan irigasi yang akan dibangun maupun yang telah dibangun. 3. Untuk jaringan irigasi yang dibangun oleh pemerintah maupun jaringan irigasi yang dibangun oleh pihak lain (Perseorangan, Badan Usaha, Badan Sosial). Penetapan garis sempadan jaringan irigasi harus mempertimbangkan: 1. ruang gerak untuk mendukung pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; 2. kepadatan penduduk dengan memperhatikan daerah kawasan industri, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan rencana rinci tata ruang yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;dan 3. rencana pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, dan/atau perubahan wilayah/lingkungan yang mengakibatkan berubahnya dimensi jaringan irigasi. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lebih kecil dari 1.000 ha dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota, daerah irigasi dengan luasan 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi bupati/walikota. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, dan daerah irigasi dengan luasan lebih dari 3.000 ha ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dikoordinasikan dengan gubernur terkait dengan memperhatikan
88 Sistem Irigasi dan Bangunan Air rekomendasi bupati/walikota. Penetapan garis sempadan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali. 6.2.7 Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi merupakan salah satu kegiatan akhir dan kelanjutan dari siklus atau proses pembangunan, peningkatan dan atau rehabilitasi suatu jaringan irigasi yang disebut SIDLACOM atau Survey, Investigation, Design, Land Acquisition,. Construction, Operation, dan Maintenance. Siklus SIDLACOM merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena setiap kegiatan yang mendahuluinya akan berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan berikutnya. Dalam upaya persiapan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi pasca pembangunan, peningkatan, dan rehabilitasi jaringan irigasi, perlu kiranya mengetahui fungsi dan kondisi fasilitas pendukung operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sehingga memenuhi syarat dan ketentuan minimal sehingga dapat dilaksanakan operasi dan pemeliharaan secara baik dan benar. (Kementerian Pekerjaan Umum, 2015) Pelaksanaan kegiatan POP terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahapan persiapan pelaksanaan persiapan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; 2. Tahapan pelaksanaan persiapan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Tahapan secara umum kegiatan POP dapat dilihat dalam bagan alir berikut: OP Jaringan Irigasi, dilakukan melalui tahapan: 1. Inventarisasi data fisik. terhadap: a. sarana dan prasarana fisik pendukung pelaksanaan POP; b. manual operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. 2. Inventarisasi data non-fisik untuk menilai kinerja suatu daerah irigasi secara bertahap atau menyeluruh yang meliputi: a. Sarana penunjang; b. Sistim informasi PAI; c. Organisasi dan personalia; d. P3A/GP3A/IP3A; dan.
Bab 6 Jaringan Irigasi 89 e. Komisi irigasi. Komisi Irigasi adalah wadah koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi dan wakil pengguna jaringan irigasi lainnya yang dilatarbelakangi oleh perlunya wadah koordinasi pengelolaan irigasi untuk mewujudkan pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi yang demokratis, transparan, bertanggung jawab dan mengutamakan petani sebagai pengguna utama sistem irigasi. Kewenangan kerja komisi irigasi dapat dilihat pada Tabel 6. 2. Tabel 6.2: Wilayah Kerja Komisi Irigasi Komisi Irigasi Provinsi Komisi Irigasi Kabupaten/Kota Komisi Irigasi Antarprovinsi DI. 1000-3000 ha atau DI lintas kab/kota DI <1000 ha dan daerah irigasi desa DI Lintas provinsi baik yang sudah maupun yang belum di TP kepada provinsi yang bersangkutan DI strategis nasional dan DI > 3000 ha lintas kab/kota baik yang sudah di-TP-kan atau yang belum di-TP- kan kepada prov. DI 1000-3000 ha dalam kab/kota yang sudah diTP-kan oleh Provinsi ke Kabupaten. DI strategis nasional dan DI >3000 ha utuh dalam kab/kota yang sudah atau belum diTP-kan kepada Kabupaten
90 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 7.1 Pendahuluan Bab ini membahas berbagai kebutuhan air berbagai tanaman dalam lahan pertanian yang membutuhkan air dari sumber Irigasi, selanjutnya disebut ’kebutuhan air tanaman irigasi”. Secara garis besar kebutuhan air tanaman yang dimaksud terdiri atas tanaman padi di sawah dan tanaman ladang dan tebu, defenisi praktis mengenai kebutuhan air tanaman, irigasi, faktor yang memengaruhi kebutuhan air, serta cara menghitung kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal sehingga perhitungan kebutuhan air tanaman merupakan faktor penentu dalam mendesain bangunan dan saluran irigasi di suatu lahan Pertanian. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah ini
92 Sistem Irigasi dan Bangunan Air dapat berasal dari air hujan atau air irigasi. Biasanya kebutuhan air pengolahan tanah untuk tanaman musim penghujan lebih besar dari pada untuk tanaman musim gadu. Upaya yang dilakukan untuk mengairi lahan pertanian dikenal dengan istilah Irigasi. Pada dasarnya irigasi dilakukan dengan cara mengalirkan air dari sumbernya (danau/ sungai) menuju lahan pertanian, pemberian air yang dibutuhkan tanaman pada waktu, volume dan interval yang tepat(Haryati, 2014) 7.2 Kebutuhan Air 7.2.1 Kebutuhan air tanaman Kebutuhan air tanaman atau kegiatan yang dilakukan untuk pemberian air secara teratur baik alami atau buatan pada tanah yang bertujuan untuk menjaga kelembaban tanah sehingga berguna bagi pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman didefenisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik (Purwanto and Ikhsan, 2018) Kebutuhan air tanaman (CWR) mencakup total jumlah air yang digunakan dalam vapotranspirasi. FA (1984) kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai kedalaman air diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi dari tanaman, bebas penyakit , berkembang dalam berbagai bidang di bawah membatasi kondisi non–tanah. Termasuk tanah dan air kesuburan, dan pencapaian potensi output penuh di bawah mengingat lingkungan tumbuh. Kebutuhan air bagi tanaman didefinisikan sebagai tinggi atau tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman yang tumbuh pada areal yang luas, Sistem pemberian air irigasi akan berpengaruh terhadap hasil dan kualitas produksi tanaman. Soemarno (2011) menyatakan bahwa kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai "jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 93 Kebutuhan air pertanian/irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah (Hadihardjaja dkk,1997). Tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah dan lingkungan hidup tanah yang cukup baik. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah hasil penelitian di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Di Malaysia diperlukan 200 mm selama 45 hari pengolahan tanah. 2. Di Filipina diperlukan (300 – 675) mm untuk tanah ringan sampai tanah berat selama periode 45-55 hari. 3. Di Jepang diperlukan 300 mm selama periode pengolahan tanah 10 hari (Wicknam 1974). 4. Di daerah Pemali Comal Indonesia diperlukan sekitar 10 mm tiap hari atau ± 1,12 l/dt/ha selama jangka waktu 26 hari (Darjadi – Partowijoto 1974). 5. Di daerah Pekalen Sumpean diperlukan sekitar (8,67 – 9,66) mm/hari atau 1,01 l/dt/ha dalam jangka waktu 29 hari (Sardjono dan Jumhana 1976). 7.2.2 Kebutuhan Air Irigasi: Salah satu tujuan irigasi adalah pengaliran air secara teratur berdasarkan kebutuhan tanaman saat ketersediaan air pada tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan Irigasi adalah untuk. Tanaman dalam pertumbuhannya secara normal membutuhkan air selama musim tanam, mulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen (Wahyuni, Kendarto and Bafdal, 2019). Irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusinya secara sistematis (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi).
94 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 7.2.3 Faktor yang Memengarui Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air irigasi untuk suatu areal tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain topografi, hidrologi, jenis tanaman, klimatologi, jenis tanah dan cara pemberian air (Kementrian PUPR, no date) 1. Topografi, keadaan topografi memengaruhi kebutuhan air tanaman. Topografi Untuk lahan yang miring membutuhkan air yang lebih banyak daripada yang datar karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang mengalami infiltrasi. dengan kata lain kehilangan air di lahan miring akan lebih besar. 2. Hidrologi, makin banyak curah hujan, makin sedikit kebutuhan air tanaman, hal ini dikarenakan hujan efektif akan menjadi besar 3. Klimatologi, tanaman tidak dapat bertahan dalam cuaca buruk. Dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya, maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode yang tepat dan sesuai dengan keadaan tanah. Menurut Yudhiafriansyah (2015) Faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi untuk tanaman Jenis tanaman, jenis tanaman sangat menentukan jumlah kebutuhan airnya, misalnya tanaman padi dibandingkan tanaman lain misalnya palawija, jenis tanah, kehilangan air dan pemakaian air 7.2.4 Jenis Kehilangan Air Dalam memperhitungkan kebutuhan air harus dipertimbangkan jenis kehilangan air menurut (Dirjen SDA, 2013): 1. Evaporasi Evapotranspirasi Potensial (Potential Evapotranspiration) adalah evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air (dari pertisipasi atau irigasi) untuk memenuhi pertumbuhan optimum). Sedangkan Evapotranspirasi Sesungguhnya (Actual Evapotranspiration) adalah evaporasi yang terjadi sesungguhnya, dengan kondisi pemberian air seadanya (Priyonugroho, 2016). 2. Curah hujan efektif Kebutuhan Curah hujan efektif merupakan besaran curah hujan yang langsung dapat dimanfaatkan tanaman pada masa pertumbuhannya,
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 95 Dastene (1974) menyatakan bahwa curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Menurut (Maftuah and Hayati, 2019) besarnya curah hujan ditentukan dengan 70% dari curah hujan rata – rata tengah bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20% menggunakan Basic Year dengan rumus menggunakan Basic Year dengan rumus a. Tanaman padi : Re=1/15 x 70% x R_80 (7.1) b. Tanaman Palawija: Re=1/15 x 70% x R_50 (7.2) Keterangan: a. Re = Curah hujan efektif (mm) b. R80 = Curah hujan probabilitas 80% (mm) c. R50 = Curah hujan probabilitas 50% (mm) Tabel 7.1: Metode perhitungan curah hujan efektif (Probabilitas, 1987) No Formula Kode Keterangan 1. Blaney-Criddle (1950) Re = 0.8 R – 25 Re = 0.6 R – 10 Re R Bila R > 75 mm/bulan Bila R < 75 mm/bulan Curah hujan efektif mm/bulan Jumlah hujan bulanan dalam mm 2. Fukuda & Tsutsul Re = < 50 mm/hari 3. Dependable Rainfall 80 % 1. Susun data curah hujan dari terbesar sampai terkecil 2. Hitung jumlah tahun data curah hujan 3. Curah hujan efektif = nilai curah hujan pada urutan ke 80% x Jumlah tahun 4. Analisis Probabilitas Peluang (P) % = 100 m/(n + 1) m = nomor posisi (rangking) dari suatu seri data yang telah tersusun besar ke kecil n = jumlah pengamatan
96 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 3. Pola tanam Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari risiko kegagalan. Pola tanam adalah usaha penanaman monokultur atau polikultur tanaman pada se bidang lahan dengan mengatur susunan tata letak, urutan tanaman, pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode waktu tertentu. Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis, misalnya padi saja atau jagung saja dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan pola tanam polikultur adalah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik. 4. Koefisien tanaman Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman yang menghubungkan evapotranspirasi dengan evapotranspirasi tanaman. (Nurdin, 2015) ETcrop = ETo . Kc (7.3) Dengan: ETcrop = Evapotranspirasi tanaman acuan ETo = Evapotranspirasi Kc = Koefisien tanaman Nilai-nilai kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada. Koefisien tanaman yang dipakai didasarkan pada pengalaman yang terus menerus di suatu daerah irigasi. Tabel 7.2: Koefisien berbagai tanaman palawija (Kriteria Perencanaan Irigasi, KP 01.) Setengah bulan ke Koefisien Tanaman Kedelai Jagung Kac Tanah Bawang Buncis Kapas 1 2 3 4 5 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95 0,50 0,64 0,89 0,95 0,88 0,50 0,50 0,58 0,75 0,91
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 97 6 7 8 9 10 11 12 13 0,45 - - - - - - - 0,95 - - - - - - - 0,95 0,55 0,55 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1,04 1,05 1,05 1,05 0,78 0,65 0,65 0,65 Tabel 7.3: Koefisien Tanaman Tebu (Kriteria Perencanaan Irigasi, KP 01.) Umur Tanaman Tahap Pertumbuhan RH < 70 % ( min) RH < 20 % ( min) 12 bulan 24 bulan Angin kecil s/d sedang Angin kencang Angin kecil s/d sedang Angin kencang 0 – 1 1 – 2 2 – 2,5 2,5 – 4 4 – 10 10 – 11 11 – 12 0 - 2,5 2,5 – 3,5 3,5 – 4,5 4,5 – 6 6 – 17 17 – 22 22 - 24 Saat tanam s/d 0,25 rimbun 0,25 – 0,50 rimbun 0,50 – 0,75 rimbun 0,75 – rimbun Penggunaan air puncak Awal berbunga Menjadi masak 0,35 0,8 0,9 1,0 1,05 0,8 0,6 0,6 0,85 0,95 1,1 1,25 0,95 0,7 0,4 0,75 0,9 1,1 1,25 0,95 0,7 0,45 0,8 1,0 1,2 1,3 1,05 0,75 5. Perkolasi dan rembesan Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hr sampai 3 mm/hr. Di daerah-daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan di atas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. 6. Penyiapan lahan Penyiapan lahan adalah kegiatan untuk mengkondisikan lahan agar menjadi lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman yang baik, menurut (Maftuah and Hayati, 2019)Penataan lahan dimaksudkan untuk memberikan kondisi tanah dan lingkungan yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Jangka waktu yang dianjurkan
98 Sistem Irigasi dan Bangunan Air untuk penyiapan lahan adalah 1,5 bulan untuk petak tersier, jika penyiapan lahan dengan peralatan mesin dipertimbangkan 1 bulan Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) 200 mm. meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada awal transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi. Angka 200 mm untuk tanah bertekstur berat, jika lahan itu belum berair (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5 bulan. Maka dibiarkan berair lebih lama lagi, kebutuhan air untuk penyiapan lahan 250 mm termasuk kebutuhan air untuk persemaian. 7. Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang diberikan dikurangi kehilangan air dengan jumlah yang diberikan. Efisiensi pada penampungan adalah perbandingan antara banyaknya air yang tertampung oleh zone perakaran terhadap besarnya tambahan kebutuhan air yang tertampung oleh zone perakaran terhadap besarnya tambahan kebutuhan air di zone akar tanaman. (Fitria, 2013) Efisiensi irigasi secara umum mempunyai pengertian sebagai perbandingan antara jumlah air yang masuk ke dalam lahan pertanian dengan jumlah yang keluar dari pintu pengambilan yang dinyatakan dengan % . Ei=Es/100 Ec/100 Ea/100=(We+Wi- Re)/Wi x 100% (7.4) Di mana: Ei = Efisiensi irigasi Es = Efisiensi penampungan Ea = Efisiensi pemakaian Wet = Volume air yang diperlukan Re = Curah hujan efektif Wi = Volume air yang diberikan pada saluran Efisiensi yaitu ketepatan cara dalam menjalankan kedayagunaan kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat. Efisiensi dalam saluran irigasi dibagi menjadi tiga,yaitu efisiensi tempat penampungan,efisiensi saluran dan efisiensi pemakaian. Setiap penggunaan saluran irigasi akan memperhitungkan kedayagunaan saluran tersebut. karena air yang dialirkan pada daerah irigasi akan tepat guna atau sampai ke sawah tanpa adanya kendala-kendala dan
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 99 tidak banyak kehilangan air.Oleh karena itu dibutuhkan bangunan irigasi yang efektif dan efisien. 8. Rotasi/Golongan Menurut (Lenry Rahman, Fauzi and Sujatmoko, 2019)Metode rotasi/golongan irigasi adalah apabila kebutuhan air irigasinya besar sementara air yang tersedia kurang atau jumlah air yang tersedia cukup terbatas kebutuhan air sangat besar maka perlu dilakukan pemberian air secara sistem rotasi (bergilir) atau sistem golongan dapat mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Pemberian air tanaman akan diberikan sesuai perencanaan, waktu giliran ideal 2 - 3 hari dan tidak boleh lebih dari satu minggu karena akan berpengaruh terhadap per tumbuhan tanaman. Idealnya satu daerah irigasi dibagi menjadi 3 - 5 golongan dengan jarak waktu tanam dua sampai tiga minggu. 7.3 Analisis Kebutuhan Air Untuk mengetahui besarnya kebutuhan air pertanian digunakan tiga tahap perhitungan, yaitu kebutuhan air konsumtif (Crop Water Requirement), kebutuhan air petak sawah (Farm water Requirement) dan kebutuhan air untuk seluruh pertanian (Project Water Requirement). Kebutuhan air pada lahan pertanian ditentukan oleh faktor penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi dan kehilangan air selama penyaluran.(Akhmad Faishal, 2015). Analisa kebutuhan air tanaman menggunakan software Cropwat 8.0, Menurut (Maigiska, Nurhayati and Umar, 2018), data yang harus tersedia: debit andalan rata-rata probabilitas 80%, debit minimum , debit maksimum serta kebutuhan air. maksimum.(Lampiran 2) 7.3.1 Tanaman Padi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut: a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan d. Penggantian lapisan air e. Curah hujan efektif.(Priyonugroho, 2016). Kondisi tanah untuk tanaman padi sawah boleh dikatakan selalu dalam keadaan jenuh air, dan diperlukan penggenangan. Keseimbangan air di petak sawah dapat dituliskan sebagai berikut (Van De Goor 1968).
100 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Is + Re + Ig = S + ET + P + O.S. (7.5) Is = air irigasi yang dimasukkan ke petakan sawah Re = curah hujan efektif Ig = air rembesan dari petak lain S = air yang tersedia dalam tanah atau di permukaan tanah yaitu air untuk penjenuhan tanah dan penggenangan. ET = evapotranspirasi P = perkolasi baik perkolasi vertical ke bawah maupun perkolasi ke samping OS = air yang keluar dari petak sawah Gambar 7.1: Bagan keseimbangan air pada petak sawah Besarnya kebutuhan air untuk pertumbuhan padi dipengaruhi oleh beberapa faktor: jenis tanaman, umur tanaman, tekstur dan struktur tanaman, iklim dan cara pemberian airnya. Menurut Akhmad Faishal, (2015) kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi sawah. Kebutuhan air untuk pertumbuhan padi sawah terdiri atas: kebutuhan air untuk Evapotranspirasi, kebutuhan air untuk perkolasi, air yang keluar dari petak sawah, air yang diperlukan untuk penggenangan.
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 101 Tabel 7.4: Hasil percobaan kebutuhan air tanaman padi di daerah (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi) Daerah Masa Kebutuhan air Filipina Evapotranspirasi pertumbuhan Berbunga Periode pemasakan 4,3 mm/hari (awal) 7,5 mm/hari 5,7 mm/hari Desa Kalirandu Sub Prosida Pemali Comal Evapotranspirasi perkolasi 6,14 mm/hari 0,65 mm/hari Daerah Sub Prosida Ciujung evapotranspirasi periode pertumbuhan vegetatif reproduktif pemasakan 4,14 mm/hari 6,41 mm/hari 4,89 mm/hari laju perkolasi rata-rata 0,55 mm/.hari 7.3.2 Tanaman Palawija (Akhmad Faishal, 2015)Sistem pemberian air irigasi untuk tanaman palawija biasanya, dilakukan untuk membasahi tanah dalam waktu beberapa jam kemudian air irigasi dihentikan kemudian diberikan air lagi beberapa hari berikutnya. Cara lain dengan sistem “furrow irrigation”, air dialirkan melalui sela-sela gulu dan tanaman. Untuk tanaman palawija perlu diberi drainase, terutama bila banyak hujan karena bila tanaman lama tergenang akan busuk akar dan mati. Tabel 7.5: Kebutuhan air beberapa tanaman palawija (..): Jenis Tanaman Masa Kebutuhan Air Jagung pengolahan tanah 60 – 20 mm pertumbuhan tanaman 170 –220 mm kebutuhan air rata-rata 1,14 – 1,35 mm/hari kebutuhan air pada musim semi 2,2 – 2,6 mm/hari,
102 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Maksimum (6,0 mm/hari) kebutuhan air pada musim gugur 1,3 – 2,9 mm/hari Maksimum (4,5 mm/hari) Kentang pertumbuhan tanaman 170 –220 mm kebutuhan air rata-rata 1,14 – 1,35 mm/hari pemberian air irigasi rata-rata setiap kali 40 – 60 mm Kacang Tanah pertumbuhan musim semi 240 – 400 mm pertumbuhan musim gugur 160 – 200 mm kebutuhan air harian musim semi 2,6 – 3,1 mm, maksimum 5,6 mm kebutuhan air harian musim gugur 1,3 – 1,5 mm, maksimum 2,9 mm pemberian air irigasi musim semi 5-7 kali musim gugur 2- 4 kali Kedelai pertumbuhan musim semi 320 mm pertumbuhan musim panas 320 mm pertumbuhan musim gugur 150 mm kebutuhan air harian musim semi 2,4 – 3,4 mm, maks 4,7 mm kebutuhan air harian musim panas 2,4 – 3,2 mm, maks 4,5 mm kebutuhan air harian musim gugur 1,8 mm, maks 3,3 mm Perbandingan pemberian air untuk masing-masing tanaman tersebut sebagai dasar perhitungan untuk menentukan pola tanaman dan luas areal untuk masingmasing jenis tanaman tersebut terutama pada musim kemarau. Atau adanya giliran tanaman tebu untuk daerah-daerah yang sering ditanami tebu.
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 103 Tabel 7.6: Perbandingan pemberian air tersebut di dasarkan tiga jenis tanaman padi sawah, tebu dan palawija di beberapa daerah Pemberian Air Perbandingan padi, tebu, palawija Daerah Medium 3: 1 ½: 1. Daerah Besuki 2: 1: 1 Daerah Banyuwangi 3: 1: 1 Daerah Pekalongan 4: 1 ½:1 7.3.3 Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan bahan baku dalam pembuatan gula. Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan masalah utama ketersediaan air baik kekurangan (kekeringan) maupun kelebihan (drainase buruk). Curah hujan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produktivitas tebu sangat tinggi (Tim Pengembangan Materi LPP, 2015) dalam (Priyonugroho, 2016). Tebu merupakan tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah tinggi agar dapat tumbuh optimum. Tanaman tebu membutuhkan 9 bulan dengan tingkat kecukupan air sebelum memasuki periode kemasakan sehingga waktu tanam sangat berpengaruh pada tanaman baru (PC). Menurut Jumlah air yang dibutuhkan untuk mengairi pada fase awal tumbuh lebih sedikit dibanding mengairi pada fase pemanjangan batang. Efisiensi penggunaan air pada kondisi air tanah 80% di berbagai wilayah di dunia dilaporkan oleh FAO sebesar 5-8 kg tebu/m3 air dan 0,6-1 kg sukrosa/m3 air. 7.3.4 Tanaman Sayuran Air irigasi harus diberikan sesuai dengan jumlah dan waktu tanaman membutuhkan air (Salokhe, Babel, & Tantau, 2005). Pemberian air yang tidak sesuai pada tanaman akan menyebabkan sayuran mati dan jika berlebihan akan pembusukan akar (Yanto, Tusi, & Triyono, 2014). Penelitian yang dilakukan Fauziah, Susila, & Sulistyono (2016) menunjukkan, pemberian air melalui irigasi hemat air memberikan pengaruh terhadap hasil produksi tanaman dibandingkan pemberian air irigasi konvensional. Penerapan irigasi hemat air telah banyak diterapkan untuk budidaya sayuran di antaranya
104 Sistem Irigasi dan Bangunan Air dalam bentuk irigasi alur (furrow irrigation), irigasi tetes (drip irrigation) dan irigasi pancar (sprinkler irrigation) (Dewi, Setiawan and Waspodo, 2017) Kebutuhan air irigasi tanaman di fase vegetatif terus mengalami peningkatan kebutuhan air, hal ini dikarenakan tanaman membutuhkan air sangat banyak pada saat tanaman berada pada fase vegetatif, yang mana pada saat fase vegetatif tanaman akan intensif pada pertumbuhan akar, batang dan daun yang mengakibatkan air yang dikonsumsi oleh tanaman lebih besar (Putra, Tika and Gunadnya, 2019). Tabel 7.7: Kebutuhan Air Tanaman beberapa sayuran Jenis Tanaman Waktu Kebutuhan Air Tomat masa pertumbuhan 400 - 600 mm Kentang masa pertumbuhan 500-700 mm Cabai Fase vegetative 200 ml/hari/tanaman fase generative 400 ml/hari/tanaman. kebutuhan air tertinggi berada pada saat tanaman cabai rawit berumur 75 hari setelah tanam 7.3.5 Tanaman Rumput Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara lengkap mengenai permukaan tanah dan tidak kekurangan air, tinggi tanaman rumput penelitian ini diduga karena curah hujan yang sedikit selama penelitian yaitu 35,5 mm atau disebut bulan kering karena di bawah 100 mm (BMG, 2009). Penyiraman yang dilakukan 2 kali per hari belum cukup untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan. Ketersediaan air dalam tanah sangat membantu untuk transportasi (Seseray dkk, Jurnal Ilmu Peternakan) unsur-unsur hara dari dalam tanah ketanaman agar tercapai pertumbuhan yang optimal
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 8.1 Pendahuluan Salah satu sumber daya alam yang sangat penting dan dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk keberlangsungan hidupnya di bumi ini adalah air. Selain itu, air juga diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada bidang perindustrian, bidang pertanian dan perikanan, kegiatan usaha lainnya. Dewasa ini kecenderungan kebutuhan akan air semakin tinggi, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri mengingat saat ini jumlah penduduk meningkat, peningkatan tingkat sosial ekonomi masyarakat, dan pola kebiasaan hidup di masyarakat yang telah berubah. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat berusaha untuk mendapatkan air dengan cara mudah dengan mengeluarkan biaya yang rendah. Kebutuhan air irigasi atau lazimnya dikenal dengan kebutuhan air di persawahan merupakan proses pemanfaatan air masyarakat khususnya di bidang pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan. Ada 2 (dua) macam penggolongan asal air yang sering dimanfaatkan yaitu (a) Air yang mengalir pada alur dan air yang tertahan pada cekungan tanah di golongkan
106 Sistem Irigasi an Bangunan Air dalam sumber air permukaan, dan (b) Air yang keluar dari dalam tanah digolongkan dalam sumber bawah tanah. Di Indonesia, air yang dipakai untuk irigasi banyak diambil dari air yang mengalir pada alur yang berupa sungai. Lebih lengkapnya asal air untuk irigasi dapat dilihat pada gambar 8.1. Gambar 8.1: Asal Air Untuk Irigasi (Ansori, Edijatno and Soesanto, 2018) Dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di persawahan diperlukan suatu sistem irigasi dan tata pengelolaan yang baik. Tujuan dari pembuatan irigasi adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan air yang tersedia secara efektif dan seefisien mungkin agar produktivitas hasil pertanian meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Namun saat ini, masyarakat dalam memanfaatkan air untuk mengairi sawah sering terjadi pemborosan dalam pemakaian dan pemanfaatannya sehingga diperlukan suatu upaya untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air melalui pengembangan, pelestarian, perbaikan dan perlindungan. 8.2 Manajemen Pemberian Air Di dalam perhitungan kebutuhan air untuk irigasi dari masing-masing jenis tanaman, sangat bergantung dari bagaimana memanajemen pemberian atau pemakaian airnya, jenis tanaman yang ditanam pada lahan dan alat pengolahan yang dipergunakan. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air. Kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan konstribusi air tanah (Sosrodarsono and Takeda, 2003).
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 107 8.2.1 Sistem Pemberian Air Irigasi Sistem pemberian air irigasi dapat dilakukan dengan lima cara (Hansen et al., 1992) yaitu: 1. Penggenangan (flooding); 2. Menggunakan alur besar atau kecil; 3. Menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi; 4. Penyiraman (sprinkling); 5. Menggunakan sistem cucuran (trickle). Dalam beberapa tinjauan literatur, pemberian air irigasi (irrigation system) lebih mengacu sistem yang telah dikembangkan di negara-negara maju, antara lain: surface system, sprinkler system, trickle system, pump system, dan pipeline system. Untuk di Indonesia sendiri, saat ini masih mengacu pada sistem peninggalan/warisan dari zaman nenek moyang yaitu sistem konvensional. Ada beberapa dalam penetapan kesatuan penggunaan air untuk pertumbuhan tanaman (Bardan, 2014) di antaranya: 1. Banyaknya air yang dibutuhkan sama dengan tinggi muka air yang dibutuhkan dikalikan dengan luas areal lahannya. 2. Air yang dibutuhkan untuk luasan tanaman selama masa pertumbuhan dinyatakan dalam A m3 perhektar. 3. Air yang diperlukan dinyatakan dalam satuan tiap waktu-waktu tertentu untuk satuan luas (liter/detik/hektar). 4. Penentuan luas areal irigasi yang dapat ditanami dinyatakan dalam jumlah dan waktu (duty of water). Cara ini lebih banyak digunakan di Amerika, India, dan Mesir, namun untuk di Indonesia kurang lazim digunakan (Bardan, 2014). Dalam manajemen pemberian air irigasi, perlu di cari dan dipilih cara yang terbaik untuk dapat menghemat penggunaan air dan tujuan utama dari pembuatan irigasi ini dapat tercapai.
108 Sistem Irigasi an Bangunan Air 8.2.2 Cara Pembagian Air Irigasi Terdapat 3 (tiga) sistem/cara yang biasa digunakan oleh pemerintah dalam setiap merencanakan pembagian air untuk irigasi yaitu: sistem serentak (bersamaan), sistem golongan dan sistem rotasi. Penerapan ketiga sistem/cara tersebut tergantung dari jumlah air yang tersedia. 1. Sistem serentak (bersamaan), dilakukan jika jumlah air yang tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan air tanaman di sawah. Pembagian air dilakukan dengan cara bersamaan ke seluruh areal sawah yang akan ditanami dalam kurun waktu yang bersamaan secara merata. Jumlah air yang dibagikan bergantung pada fase pertumbuhan tanaman dan kebutuhan air tanaman. 2. Sistem Golongan, pemberian air dengan sistem golongan dapat mengurangi kebutuhan puncak air irigasi (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013). Pada musim kemarau keadaan air mengalami penurunan atau kritis, maka pemberian air tanaman akan diberikan kepada tanaman yang telah direncanakan. Cara ini dilakukan apabila jumlah air yang tersedia cukup terbatas, sementara kebutuhan air sangat besar. Idealnya satu daerah irigasi dibagi menjadi tiga sampai lima golongan dengan jarak waktu tanam dua sampai tiga minggu. 3. Sistem Rotasi, dilakukan apabila kebutuhan akan air irigasi besar sementara ketersediaan air kurang, maka perlu dilakukan pemberian air secara sistem rotasi atau bergilir. Idealnya waktu giliran 2 – 3 hari dan tidak boleh lebih dari satu minggu karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Hansen et al., 1992). Cara pemberian air di saluran tersier atau saluran utama dengan interval waktu tertentu bila debit yang tersedia kurang dari faktor K. Faktor K ini merupakan perbandingan antara debit yang tersedia di intake dengan debit yang dibutuhkan di sawah. Jika persediaan air cukup maka faktor K sama dengan satu (K = 1) sehingga pembagian dan pemberian air sama dengan rencana pembagian dan pemberian airnya sedangkan jika persediaan air kurang maka faktor K kecil dari satu (K < 1), cara pemberian airnya lebih ditekankan pada pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk beberapa petak sawah saja (Kunaifi, 2010).
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 109 8.2.3 Neraca Air Kebutuhan pengambilan air saluran irigasi yang dihasilkan untuk suatu pola tanam yang dipakai dalam memperhitungkan kesetimbangan air akan dibandingkan dengan debit andalan untuk setiap setengah bulannya dan luas daerah irigasi yang dapat diairi. Jika debit yang ada di sungai melimpah, maka luas maksimum daerah layanan irigasi adalah tetap. Namun, bila debit sungai yang tersedia kurang atau tidak melimpah maka ada 3 (tiga) alternatif yang dapat dilakukan dalam perencanaan untuk mendapatkan luasan maksimum daerah layanan (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013): 1. Pengurangan terhadap luasan layanan daerah irigasi yang tidak akan dapat terairi. 2. Modifikasi pola tanam baik dalam pemilihan jenis tanaman atau awal mulai tanam agar ada kemungkinan mengairi daerah yang lebih luas dengan debit yang tersedia. 3. Rotasi teknis atau golongan dilakukan untuk mengurangi puncak kebutuhan akan air irigasi. Namun rotasi teknis atau golongan dianjurkan hanya untuk perencanaan daerah irigasi yang memiliki luasan daerah ≥ 10.000 hektar karena dapat mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks. 8.3 Pola Tanam Pola tanam didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Sosrodimoelyo (1983) dalam (Sutopo and Utomo, 2019) mengemukakan bahwa dalam pengertian pola tanam tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu. Penerapan pola tanam pada suatu areal irigasi sangat bergantung pada lingkungan fisik, sosial ekonomi dan budaya. Pengaruh lingkungan fisik meliputi pengairan, curah hujan (jumlah dan kualitas air), faktor tanah (jenis dan kesuburan tanah), faktor iklim daerah (elevasi permukaan dan temperatur udara). Sementara pengaruh faktor sosial, ekonomi dan budaya antara lain
110 Sistem Irigasi an Bangunan Air meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan tujuan di masyarakat, serta harga-harga input maupun output dan kondisi pasar secara umum. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pola tanam agar diperoleh keuntungan yang tinggi, di antaranya (a) Pemilihan jenis tanaman yang sesuai, penentuan urutan pola tanam jenis-jenis tanaman tertentu dengan mempertimbangkan keadaan iklim, sifat biologi tanaman dan kondisi pasar; (b) Mempersingkat periode tumpang tindih antara kedua jenis tanaman karena pada periode tersebut terjadi kompetisi intraspesifik dan interspesifik; (c) Pada setiap jenis tanaman perlu adanya penyesuaian dalam hal teknik pembudidayaan karena akan cenderung terjadi perubahan pengelolaan tanaman menurut posisinya dalam urutan pola tanam (Gomez and Gomez, 1983). Dalam pemenuhan kebutuhan akan air bagi tanaman, menentukan pola tanam yang baik di sawah adalah hal yang perlu menjadi pertimbangan. Tabel 8.1 adalah contoh pola tanam yang dapat di aplikasikan pada setiap daerah layanann irigasi. Tabel 8.1: Pola Tanam Sawah dalam Satu Tahun(Sidharta, 1997) Ketersediaan Air Pola Tanam Air yang tersedia cukup banyak Padi – Padi – Palawija Air tersedia dalam jumlah yang cukup Padi – Padi – Bera Padi – Palawija – Palawija Daerah yang kecenderungannya kekurangan air Padi – Palawija – Bera Palawija – Padi – Bera 8.4 Sistem Golongan dan Rotasi Sistem golongan dan rotasi dapat dilakukan karena bisa mengurangi debit puncak kebutuhan air irigasi. Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna mencapai produktivitas yang tinggi, maka penanaman di sawah harus memperhatikan pembagian air secara merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013).
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 111 Gambar 8.2: Sistem Tata Nama Petak Tersier dan Sub Tersier (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013) Sumber air yang ada terkadang tidak selalu dapat menyediakan air irigasi sesuai dengan dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia dapat terbagi dan digunakan secara merata dan seadiladilnya. Kebutuhan air puncak untuk suatu petak tersier adalah Qmaks, yang diperoleh dalam perencanaan sistem dan jaringan irigasi. Besarnya debit yang tersedia di areal irigasi tidak tetap, semuanya tergantung pada sumber dan luas areal tanaman. Kadang kala dalam pengaplikasian di lapangan, ada daerahdaerah yang kondisi airnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan pemberian air secara terus menerus dan serentak, maka pemberian air tanaman dilakukan secara bergiliran atau rotasi. Dalam kondisi musim kemarau atau di mana keadaan air mengalami kritis atau kekurangan, maka pemberian air untuk tanaman dapat diberikan/diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan. Dalam sistem pemberian air secara bergiliran, areal sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan permulaan awal tanam biasanya dilakukan tidak serentak, tetapi bergiliran menurut jadwal yang telah ditentukan, dengan maksud agar penggunaan air dapat lebih efektif dan efisien. Keuntungan yang bisa diperoleh dari sistem golongan atau secara giliran adalah: 1. Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak. 2. Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan). Sedangkan kerugian yang ditimbulkan dari penerapan sistem ini adalah: 1. Timbulnya komplikasi sosial. 2. Eksploitasi lebih kompleks.
112 Sistem Irigasi an Bangunan Air 3. Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi. 4. Waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua. 5. Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013). Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan jika di lapangan terjadi kekurangan air, maka dapat dilakukan sistem golongan dan sistem rotasi terhadap areal sawah irigasi. Cara tersebut seperti dibawah ini: 1. Dengan melakukan rotasi pada petak sub tersier (Rotasi 1) yang artinya: 1 (satu) pintu petak sub tersier ditutup pemberian airnya, sedang petak sub tersier yang lain tetap mendapatkan air. 2. Rotasi dilakukan dengan menutup 2 (dua) atau beberapa petak sub tersier sedang petak sub tersier yang lain tetap mendapatkan air (Rotasi 2). Pembagian areal petak sub tersier ini tergantung dari kondisi medan atau areal yang ada di lapangan. Contoh Soal 1: Hitunglah kebutuhan debit puncak, jika suatu daerah layanan irigasi memiliki total luasan petak tersier sebesar 135,65 hektar yang terdiri dari 3 petak sub tersier dengan masing-masing luas sebagai berikut: • Petak sub tersier S1 memiliki luas 19,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,28 liter/detik/hektar. • Petak sub tersier S2 memiliki luas 20,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,40 liter/detik/hektar. • Petak sub tersier S3 memiliki luas 18,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,16 liter/detik/hektar. Penyelesaian: a. Cara Pemberian I (Pemberian air secara serentak dan terus menerus dilakukan jika Q ≥ 65% Qmaks, namun jika Q < 65% Qmaks maka perlu dilakukan rotasi atau golongan). Maka kebutuhan debit puncak maksimum (diasumsikan pemberian air sebanyak Q = 100% Qmaks) adalah:
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 113 • Petak sub tersier S1 = Luasan hektar sawah x kebutuhan air = 19,0 hektar x 2,28 liter/detik/hektar = 43,32 liter/detik. • Petak sub tersier S2 = 20,0 hektar x 2,40 liter/detik/hektar = 48,00 liter/detik. • Petak sub tersier S3 = 18,0 hektar x 2,16 liter/detik/hektar = 38,88 liter/detik. Jadi total kebutuhan debit puncak adalah: Qmaks = Jumlah total kebutuhan air petak sub tersier = 43,32 + 48,00 + 38,88 = 130,20 liter/detik b. Cara Pemberian II (Bila 65% Qmaks > Q ≥ 30% Qmaks maka dilakukan 2 pintu petak sub tersier di buka, 1 pintu petak sub tersier di tutup). Kebutuhan debit bila diberikan: Q = 65% Qmaks = !" #$$ × 130,20 = 84,63 liter/detik Metode yang digunakan didasarkan pada cara pemberian II, yaitu: • Rotasi I Pintu petak sub tersier S1 + S2 di buka Luas petak sub tersier S1 + S2 = 39,0 hektar Petak sub tersier S1 = #+,$ (#+,$ . /$,$) × 84,63 = 41,23 liter/detik Petak sub tersier S2 = /$,$$ (#+,$ . /$,$) × 84,63 = 43,40 liter/detik • Rotasi II Pintu petak sub tersier S1 + S3 di buka Luas petak sub tersier S1 + S3 = 37,0 hektar
114 Sistem Irigasi an Bangunan Air Petak sub tersier S1 = #+,$ (#+,$ . #4,$) × 84,63 = 43,46 liter/detik Petak sub tersier S3 = #4,$ (#+,$ . #4,$) × 84,63 = 41,17 liter/detik • Rotasi III Pintu petak sub tersier S2 + S3 di buka Luas petak sub tersier S2 + S3 = 38,0 hektar Petak sub tersier S2 = /$,$ (/$,$ . #4,$) × 84,63 = 44,54 liter/detik Petak sub tersier S3 = #4,$ (/$,$ . #4,$) × 84,63 = 40,09 liter/detik c. Cara Pemberian III (Bila Q < 30% Qmaks maka yang perlu dilakukan 1 pintu petak sub tersier di buka, 2 pintu sub tersier di tutup). Kebutuhan debit bila diberikan: Q = 30% Qmaks = 5$ #$$ × 130,20 = 39,06 liter/detik Cara pemberian III ini diberikan secara bergiliran untuk mengairi satu persatu petak sub tersier. Lamanya giliran didasarkan sesuai dengan perhitungan jam rotasinya. Untuk hasil perhitungan kebutuhan debit puncak selengkapnya disajikan ke dalam tabel 8.2. Tabel 8.2: Kebutuhan Debit Puncak Petak Sub Tersier Petak Sub Tersier Luasan Petak (hektar) Debit (liter/detik) Debit Rencana 100% 65% 30% (liter/detik) S1 19 hektar 43,32 43,46 39,06 43,46 S2 20 hektar 48,00 44,54 39,06 48,00
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 115 S3 18 hektar 38,88 41,17 39,06 41,17 Total 57 hektar 130,20 84,63 39,06 Dari tabel 8.2. dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebutuhan debit puncak yang dibutuhkan tidak selalu diambil dari dari Q = Qmaks . Contoh Soal 2: Dengan menggunakan data luasan daerah layanan irigasi contoh soal No. 1, hitunglah kebutuhan jam rotasi dengan berbagai alternatif solusi. Penyelesaian: a. Solusi I (Rotasi I) Semua petak sub tersier S1, S2, dan S3 mendapatkan air secara serentak dan terus menerus (ketersediaan air melimpah). b. Solusi II (Rotasi II) 2 (dua) pintu petak sub tersier dibuka atau mendapat air, dan 1 (satu) pintu petak sub tersier di tutup atau tidak mendapatkan air. Maka dihitung lama pemberian air adalah: • Petak S1 + S2 = #+,$ . /$,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678 / = 5+,$ "9,$ × 168 jam = 115 jam ≈ 4 hari 19 jam • Petak S1 + S3 = #+,$ . #4,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678 / = 59,$ "9,$ × 168 jam = 109 jam ≈ 4 hari 13 jam • Petak S2 + S3 = /$,$ . #4,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678 / = 54,$ "9,$ × 168 jam = 112 jam ≈ 4 hari 16 jam
116 Sistem Irigasi an Bangunan Air c. Solusi III (Rotasi III) 1 (satu) pintu petak sub tersier mendapatkan air atau terbuka, dan 2 (dua) pintu petak sub tersier lainnya tidak mendapat air atau tertutup. Maka dihitung lama pemberian air adalah: • Petak S1 = #+,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × #!4 678 # = #+,$ "9,$ × 168 jam = 56 jam ≈ 2 hari 8 jam • Petak S2 = /$,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × #!4 678 # = /$,$ "9,$ × 168 jam = 59 jam ≈ 2 hari 11 jam • Petak S3 = #4,$ (#+,$ . /$,$ . #4,$) × #!4 678 # = #4,$ "9,$ × 168 jam = 53 jam ≈ 2 hari 5 jam Dari perhitungan di atas, lalu hasilnya ditampilkan seperti pada tabel 8.3. Tabel 8.3: Lama Pemberian Air HARI Solusi I (Rotasi I) Solusi II (Rotasi II) Solusi III (Rotasi III) Jam Petak yang di airi Jam Petak yang di airi Jam Petak yang di airi Senin 10.30 10.30 10.30 Petak Sub Tersier S1 + S2 + S3 Petak Sub Tersier S1 + S2 Petak Sub Tersier S1 Selasa Rabu 18.30 Petak Sub Tersier S2 Kamis Jum’at Sabtu 05.30 05.30
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 117 Petak Sub Tersier S1 + S3 Petak Sub Tersier S3 Minggu Senin 10.30 Petak Sub Tersier S1 Selasa Rabu 18.30 18.30 Petak Sub Tersier S2 + S3 Petak Sub Tersier S2 Kamis Jum’at 05.30 Petak Sub Tersier S3 Minggu Senin 10.30 10.30 10.30
118 Sistem Irigasi an Bangunan Air
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 9.1 Pendahuluan Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, serta menyalurkan serta membagibagikannya ke bidang-bidang tanah Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir, sungai dan segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan pertanian. Tidak semua daerah yang terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian di mana terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan berikut:
120 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 1. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air. 2. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun. 3. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang dapat dicapai melalui irigasi serta dinilai layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis maupun sosial. Pada umumnya proyek-proyek irigasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, meskipun akhir-akhir ini kita banyak mendengar apa yang dinamakan proyek kemanusiaan yang tidak terlalu memperhitungkan keuntungan langsung yang dapat dinilai dalam bentuk mata uang. Karena disamping keuntungan langsung, terdapat juga keuntungan tidak langsung antara lain: 1. Membantu pengembangan daerah secara umum. 2. Meningkatkan daya pengadaan bahan baku. 3. Penyediaan lapangan kerja terutama pada waktu pelaksanaan proyak irigasi. 4. Meningkatkan nilai tanah milik. 5. Membuka kemungkinan pengusahaan penanaman jenis-jenis tanaman lainnya yang memberikan hasil cukup besar. 6. Membuka peningkatan kebudayaan masyarakat. 7. Pelayaran. 8. Penyediaan sumber air minum atau air bersih. Disamping keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan, irigasi dapat juga menimbulkan akibat yang kurang baik pada daerah bersangkutan, yaitu antara lain: 1. Iklim menjadi dingin dan lembab, sehingga menimbulkan gangguan pada daerah yang sebelumnya sudah dingin dan lembab. 2. Jaringan irigasi yang perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kurang baik akan menimbulkan genangan air yang dapat memberikan kesempatan bagi perkembangbiakan nyamuk yang dapat menjadi sumber penyakit malaria.
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 121 3. Irigasi secara berlebihan dapat menimbulkan kejenuhan yang terlalu tinggi pada tanah, yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman. Ini terjadi terutama pada daerah-daerah yang drainasenya kurang baik. Tujuan irigasi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertanian adalah sebagai berikut: 1. Membasahi tanah. Dengan membasahi tanah dimaksudkan agar: a. Tanah menjadi lunak sehingga mudah diolah. b. Zat-zat makanan dalam tanah yang diperlukan tanaman dapat larut sehingga mudah diserap oleh akar tanaman. c. Mencukupi lengas lapang dari tanah agar tetap dalam prosentase yang diperlukan tanaman untuk tumbuh terutama pada musim kering. d. Merabuk atau menambah kesuburan tanah. e. Mengatur suhu tanah. f. Memberantas hama. g. Membersihkan tanah. h. Mempertinggi muka air tanah 2. Kolmatasi, yaitu peninggian muka tanah dengan mengendapkan lumpur dari air irigasi sehingga dengan demikian diperoleh suatu lapisan permukaan tanah yang subur. Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan dalam 3 tingkatan, yaitu: 1. Jaringan irigasi sederhana 2. Jaringan irigasi semi teknis 3. Jaringan irigasi teknis Dalam konteks standarisasi ini, hanya jaringan irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok dipraktikkan disebagian proyek irigasi di Indonesia. Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur fungsional pokok, yaitu:
122 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 1. Bangunan-bangunan utama di mana air diambil dari sumbernya, umumnya dari sungai atau waduk. 2. Jaringan pembawa atau saluran yang mengalirkan air irigasi ke petakpetak tersier. 3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawahsawah serta kelebihan air ditampung dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier. 4. Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alamiah. 9.2 Jaringan Irigasi Sederhana Di dalam proyek-proyek sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air kelebihan akan mengalir ke selokan pembuangan. Para pemakai air tergabung dalam suatu kelompok sosial yang sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah dalam jaringan organisasi semacam ini. Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi yang masih sederhana ini mudah diorganisir tapi memiliki kelemahan yang serius. Pertama-tama ada pemborosan air, dan karena pada umumnya jaringan irigasi itu terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur. Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan banyak biaya dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap atau permanen, maka umurnya mungkin pendek. 9.3 Jaringan Irigasi Semi Teknis Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dengan jaringan irigasi semi-teknis ialah bahwa yang yang belakangan ini terletak di tepi sungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen dijaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 123 dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengaliran dipakai untuk melayani daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya berupa pengambilan dari sungai, maka diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. 9.4 Jaringan Irigasi Teknis Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun saluran pembuang bekerja tetap sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran air irigasi mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang yang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhannya berkisar antara 50 s/d 100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier menerima air dari suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Dinas Pengairan. Pembagian air dalam petak tersier diserahkan kepada petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung dalam suatu jaringan pembuang tersier dan kuarter yang selanjutnya dialirkan ke saluran pembuang primer. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air secara lebih efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada salah satu tempat saja pada jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit disaluran primer, ekploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan di petak-petak tersier juga tidak akan memengaruhi pembagian air di jaringan utama. Dalam hal ini khusus dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungankeuntungan tersendiri, kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini
124 Sistem Irigasi dan Bangunan Air umumnya tidak akan diterapkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil. Kelemahannya adalah jaringan-jaringan semacam ini sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendungan dan relatif mahal. 9.5 Peta Petak Pada peta irigasi terlebih dahulu dibuat peta petak yang merupakan dasar untuk menentukan ukuran berbagai pekerjaan yang diperlukan. Dari peta terlihat seluruh daerah yang akan dialiri, batas dan luasan petak, petak sekunder, tersier dan saluran pembuang. Lokasi pengambilan air pada irigasi, baik berupa bangunan bebas maupun bangunan bendung juga terlihat. Dalam perencanaan jaringan, saluran pembawa harus diletakkan pada daerah tinggi, dapat merupakan saluran garis tinggi atau saluran garis punggung sedangkan saluran pembuang berada di lembah-lembah. Pada pembuatan peta petak digunakan peta mozaik sebagai peta situasi dan peta garis tinggi (contur) dengan skala 1: 5000 di mana lukisan garis tinggi atau trances yang berinterval 0,5 m. Setelah peta tersebut dipelajari dengan seksama dan telah mendapatkan kesan serta informasi kemiringan lapangan, maka dapat diambil ketentuan tanah tinggi yang akan dialiri, dan tempat pengambilan di sungai. Bila bangunan pengambilan di sungai merupakan bangunan bebas (free intake) maka perlu dicarikan tempat di mana aliran sungai tidak berpindah. Sedangkan apabila bangunan pengambilan dilengkapi dengan bendung, maka harus dicari lokasi yang agak lurus lalu tentukan ketinggian saluran induk di hilir bangunan pengambilan.
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 125 9.6 Saluran dan Bangunan-Bangunan yang Ada Pada jaringan irigasi, saluran pembawa dapat dibagi: 1. Saluran Induk (primer) adalah saluran yang dimulai dari pintu pemasukan atau pengambilan bebas sampai ke bangunan bagi. 2. Saluran sekunder adalah saluran yang mengairi satu atau lebih petak tersier dan menerima air dari saluran induk atau saluran tersier sebelumnya. 3. Saluran tersier adalah saluran yang mengairi satu petak tersier dan menerima air dari saluran sekunder. Luas petak tersier 50 -– 150 ha. 4. Saluran kuarter adalah saluran yang mengairi satu petak sawah dan menerima air dari saluran tersier. Luas petak kuarter 8 -– 15 ha. 5. Saluran pembuang adalah saluran yang dipakai untuk membuang air yang telah dipakai pada petak-petak petani dan mengaliri daerah garis tinggi atau tegak lurus di atasnya dan terletak pada daerah rendah atau lembah-lembah. Pada jaringan irigasi juga terdapat beberapa bangunan, yang terdiri atas: 1. Bangunan bagi adalah bangunan yang membagi air dari saluran induk maupun sekunder sesuai jumlah air yang dibutuhkan dalam setiap petak sekunder. 2. Bangunan bagi sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluransaluran sekunder dan saluran induk, di mana terdapat bangunan sadap untuk satu atau lebih petak tersier. 3. Bangunan sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluran sekunder ke saluran tersier sesuai jumlah air yang dibutuhkan.
126 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 9.7 Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Perencanaan 1. Saluran kuarter. Petak kuarter mendapat air dari box tersier melalui saluran kuarter dengan syarat: a. Panjang saluran kuarter 500 m b. Panjang antara saluran kuarter ke saluran pembuang 350 m. 2. Petak tersier. Petak tersier harus mandapat air hanya dari satu bangunan sadap ke saluran induk maupun sekunder. a. Harus sedapat mungkin kelihatan bebas dan jarak sawah yang terjauh dari bangunan sadap 3 km, agar dapat memudahkan dalam pembagian air. b. Luas petak tersier tergantung dari bentuk lapangan yang berkisar 50 – 150 ha. c. Batas-batas petak tersier sedapat mungkin nyata kelihatan, misalnya ditentukan menurut: • Jalan raya/jalan desa • Saluran induk/saluran sekunder • Saluran pembawa/saluran pembuang • Batas kabupaten/kecamatan/desa Untuk menghitung luas petak dengan tepat, biasanya digunakan alat plannimeter. Namun cara pendekatan, petak sawah dapat dibagi atas bentuk segitiga, trapesium, empat persegi panjang dan sebagainya, kemudian dikali skala pada peta, maka luas sesungguhnya dapat diperoleh. 9.8 Klasifikasi Jaringan Irigasi Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis. Karakteristik masing-masing jenis jaringan diperlihatkan pada Tabel 9.1.
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 127 Tabel 9.1: Klasifikasi Jaringan Irigasi Persyaratan Klasifikasi Jaringan Irigasi Teknis Semi Teknis Sederhana Bangunan utama Bangunan permanen Bangunan permanen atau semi permanen Bangunan sementara Kemampuan dalam mengukur dan mengatur debit Baik Sedang Tidak mampu mengatur/mengukur Jaringan saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah Saluran pemberi dan pembuang tidak terpisah Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya Belum dikembangkan identitas bangunan tersier Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Efisiensi secara keseluruhan 50-60% 40-50% <40% Ukuran Tidak ada batasan <2000 hektar <500 hektar Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, (1) terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang, (2) air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur, dan (3) bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama. Gambar 9.1 memberikan ilustrasi jaringan irigasi sederhana.
128 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Gambar 9.1: Skematis contoh jaringan irigasi sederhana (Kriteria perencanaan irigasi KP 01) Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Gambar 9.2 memberikan ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana. Gambar 9.2: Skematis contoh jaringan irigasi semi teknis (Kriteria perencanaan irigasi KP 01)
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 129 Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Gambar 9.3 memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai pengembangan dari jaringan irigasi semi teknis. Gambar 9.3: Skematis contoh jaringan irigasi teknis (Kriteria perencanaan irigasi KP 01) 9.9 Petak Tersier, Sekunder dan Primer Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan di bawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-- batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas
130 Sistem Irigasi dan Bangunan Air petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan perabagian air yang efisien. Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer. 9.10 Sistem Jaringan Irigasi Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok yaitu: 1. Bangunan-bangunan utama (head works) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk. 2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak tersier.
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 131 3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif; air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke petakpetak irigasi dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan dalam petak tersier. 4. Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam. Gambar 9.4: Sketsa jaringan irigasi 9.11 Saluran Irigasi 9.11.1 Jaringan saluran irigasi utama Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir.
132 Sistem Irigasi dan Bangunan Air Gambar 9.5: Sketsa jaringan saluran utama dan saluran sekunder 9.11.2 Jaringan saluran irigasi tersier Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah box bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier. Gambar 9.6: Sketsa jaringan saluran irigasi tersier
Bab 9 Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi 133 9.11.3 Jaringan saluran pembuang utama Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai, atau ke laut. Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan keluar daerah irigasi. 9.11.4 Jaringan saluran pembuang tersier Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuangan kuarter maupun sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari saluran pembuang kuarter yang menampung air langsung dari sawah. Gambar 9.7: Sketsa jaringan saluran pembuang
134 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Daftar Pustaka Akhmad Faishal (2015) ‘Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuan Air Untuk Pertanian D.I. Boro Kab Purworejo Prov Jawa Tenga’, pp. 1–11. Allen, R.G., Pereira, L.S., Raes, D., Smith, M., (1998). Crop Evapotranspiration (guidelines for computing crop water requirements, FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56. FAO. Anggrahini, (2005), Hidrolika Saluran Terbuka, Srikandi, Surabaya Anggraini, Novita., Faridah, Eny., Dan Indrioko, Sapto. (2015). Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Perilaku Fisiologi Dan Pertumbuhan Bibit Black Locust (Robinia Pseudoacacia). Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol. 9 No. 1 Hal : 41-46. Anonim 1, (1986)., Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, Bagian Bangunan Utama KP-02, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung. Anonim 2, (1986)., Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, Bagian Bangunan Utama KP-04, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung. Anonim 3, (1986.), Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, Bagian Parameter Bangunan KP-06, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung. Anonim 4, (1986)., Petunjuk Perencanaan Irigasi Bagian Penunjang Untuk Standar Perencanaan Irigasi, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung. Anonim 5, (1986)., Standar Perencanaan Irigasi, Tipe Bangunan Irigasi B I-01, Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, CV Galang Persada, Bandung.