PT. Djaya Abadi
Laporan Perubahan Posisi Keuangan-Basis Modal Kerja
Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2018
Sumber Modal Kerja
Operasi
Laba Bersih ............................................................................. 44.000
Akumulasi Depresiasi Mesin .................................................. 8.000
Sumber Modal Kerja dari Operasi ....................................... 52.000
Penerbitan Saham Biasa................................................................... 50.000
Total Sumber Modal Kerja...........................................................102.000
Penggunaan Modal Kerja
Pembelian Tanah...................................................... 55.000
Pembayaran Deviden .............................................. 20.000
Total Penggunaan Modal Kerja ................................................... 75.000
Kenaikan (Penurunan) Modal Kerja ........................................... 27.000
E. Rangkuman
Konsep modal kerja sendiri dapat diartikan sebagai sebuah investasi yang
ditanamkan pada aktiva lancar atau yang sering disebut dengan aktiva jangka
pendek seperti kas, persediaan, surat surat berharga, piutang, dan juga aktiva
lancar lainnya. Modal kerja sendiri terbagi menjadi tiga konsep yaitu: Kuantitatif,
Kualitatif, dan Fungsional.
Penggunaan modal kerja di perusahaan ini biasanya diperuntukkan sebagai:
1. Pengeluaran dengan bentuk upah, gaji, dan biaya operasional perusahaan
lainnya.
2. Pembelian bahan baku atau barang dagangan
3. Pembentukan dana
4. Pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan, peralatan.
5. Pembayaran utang jangka panjang
6. Pembelian atau penarikan kembali saham yang beredar
7. Pengambilan uang atau barang untuk keperluan pribadi
99
Tujuan manajemen modal kerja bagi perusahaan yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan likuiditas
2. Perusahaan memiliki kemampuan menutup atau membayar segala kewajiban
sesuai dengan waktunya
3. Perusahaan memiliki jumlah persediaan yang cukup dalam rangka memenuhi
kebutuhan pelanngan.
4. Perusahaan akan memperoleh tambahan dana dari para kreditur
5. Perusahaan memiliki syarat kredit yang menarik demi manrik minat pelanggan.
Meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. Dapat digunakan sebagai alat
pelindung diri bila terjadi krisis modal kerja
F. Latihan Soal
1. Jelaskan pengertian dari modal kerja dari sudut pandang yang anda ketahui.
2. Uraikan secara lengkap tujuan dari manajemen modal kerja bagi perusahaan.
3. Jelaskan kegunaan dari modal kerja yang anda ketahui.
4. Berikut adalah Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi PT . Adi Jaya
Makmur, buatlah Laporan Modal Kerja untuk Tahun 2019.
PT. Adi Jaya Makmur
Laporan Posisi Keuangan
Per 31 Desember 2018 dan 2019
(dalam Jutaan Rupiah)
Komponen 2018 2019
Aset
Aset Lancar 4,500,000 4,800,000
Kas 1,000,000 1,400,000
Surat Berharga 800,000 1,000,000
Piutang Usaha 500,000 600,000
Persediaan 1,000,000 1,200,000
Aktiva lancar lainnya 7,800,000 9,000,000
Total Aset Lancar
Aset Tetap 6,000,000 6,500,000
Tanah 3,000,000 4,000,000
Bangunan (300,000) (200,000)
Akumulasi Penyusutan Bangunan 1,000,000 2,000,000
Mesin
100
Akumulasi Penyusutan Mesin (200,000) (100,000)
1,500,000 1,600,000
Kendaraan (300,000) (400,000)
Akumulasi Penyusutan 11,000,000 13,400,000
Kendaraan 18,800,000 22,400,000
Total Aset Tetap
Total Aset
Liabilitas 3,000,000 3,600,000
Utang Jangka Pendek 1,800,000 1,900,000
Utang Usaha 4,800,000 5,500,000
Utang Bank
Total Utang Jangka Pendek 3,000,000 3,500,000
Utang Jangka Panjang 3,000,000 3,400,000
Utang Obligasi 6,000,000 6,900,000
Utang Hipotik 10,800,000 12,400,000
Total Utang Jangka Panjang
Total Liabilitas
Ekuitas 3,000,000 4,000,000
Modal Disetor 5,000,000 6,000,000
Laba ditahan 8,000,000 10,000,000
Total Ekuitas 18,800,000 22,400,000
Total Liabilitas dan Ekuitas
PT. Adi Jaya Makmur
Laporan Posisi Keuangan
Per 31 Desember 2018 dan 2019
(dalam Jutaan Rupiah)
Komponen 2018 2019
Pendapatan Penjualan 6,600,000 8,000,000
Harga Pokok Penjualan 900,000 1,000,000
Laba Kotor 7,500,000 9,000,000
Beban Operasional (900,000) (1,000,000)
Beban umum dan administrasi (700,000) (800,000)
Akumulasi Penyusutan Bangunan (300,000) (200,000)
Akumulasi Penyusutan Mesin (200,000) (100,000)
Akumulasi Penyusutan Kendaraan (300,000) (400,000)
Laba Kotor Operasional 5,400,000 6,500,000
Beban Bunga (200,000) (250,000)
Laba sebelum pajak 5,200,000 6,250,000
Pajak Penghasilan (200,000) (250,000)
Laba Bersih 5,000,000 6,000,000
101
BAB VI
ANALISIS BREAK
EVEN POINT (BEP)
Tujuan Materi:
Setelah mempelajari materi yang ada dalam bab ini,
anda diharapkan mampu:
1.Menjelaskan definisi dari analisis Break Even
Point (BEP)
2. Menguraikan tujuan dari analisis Break Even Point
(BEP)
3.Menjelaskan tentang asumsi dan juga
keterbatasan dari analisis Break Even Point (BEP)
4. Menganalisis dan menginterpretasikan analisis
Break Even Point (BEP)
5. Menjelaskan dan menguraikan tentang Margin of
Safety
6. Menggambarkan seluruh isi bab dan sekaligus
mampu mengerjakan latihan soal yang ada
didalamnya
102
A. Definisi Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point atau yang disebut juga dengan analisis titik impas
merupakan salah satu analisis keuangan yang penting dalam melaksanakan
perencanaan keuangan perusahaan. Pada analisis break even point ini juga sering
disebut dengan analisis perencanaan laba (profit planning). Analisis ini biasanya
digunakan pada perusahaan yang akan mengeluarkan produk baru. Dengan kata
lain, produk baru perlu adanya kajian terhadap masalah biaya yang harus
dikeluarkan, penentuan harga jual serta jumlah barang yang harus diproduksi dan
dijual kepada konsumen. Tujuan adanya analisis break even point ini untuk dapat
mengetahui pada titik berapakah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya.
Dengan kata lain supaya saat perusahaan beroperasi dan menghasilkan produk,
perusahaan tidak dalam keadaan laba dan rugi atau dikatakan “nol”. Dengan
adanya analisis Break Even Point (BEP) diharapkan dapat mengetahui antara
biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan juga volume kegiatan.
Dengan menggunakan analisis Break Even Point ini tentunya akan
memberikan pedoman tentang jumlah produk yang harus diproduksi dan dijual,
sehingga perusahaan mampu memperoleh laba yang maksimal. Selanjutnya
dengan adanya analisis Break Even Point ini dapat membantu manajer perusahaan
dalam mengambil keputusan baik dari segi produksi, dan penentuan harga suatu
produk. Oleh karena itu, dengan adanya analisis Break Even Point ini merupakan
alat untuk dapat menganalisa dan menentukan berapa unit suatu perusahaan dapat
menjual produk baik barang ataupun jasanya sehingga dapat menghasilkan
keuntungan yang maksimal. Adapun hal-hal yang ahrus diperhatikan dalam
menganalisis Break Even Point antara lain:
Tingkat keuntungan (laba) yang ingin dicapai dalam satu periode
Besarnya kapasitas yang tersedia
Jumlah yang harus dikeluarkan.
B. Tujuan Analisis Break Even Point (BEP)
Secara umum, pada analisis Break Even Point ini digunakan sebagai alat dalam
mengambil keputusan baik dalam perencanaan penjualan, keputusam dan juga
produksi. Adapun tujuan dari analisis Break Even Point ini antara lain:
103
1. Dapat mendesain dan merencanakan suatu produk yang tepat untuk ditawarkan
dan dijual kepada konsumen.
Pada proses pendesainan ini diperlukan suatu arahan dan pedoman bagi
manajemen dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan erat dengan
biaya dan juga harga. Analisis Break Even Point ini memberikan sebuah
perbandingan yang tepat antara biaya dan juga harga berbagai desian sebelum
menentukan jenis spesifikasi produk. Maka, dengan adanya analisis Break
Even Point ini juga akan menguji terlebih dahulu kelayakan dari sebuah produk
sehingga produk tersebut layak di terima dan dikonsumsi oleh konsumen.
2. Menentukan harga jual persatuan produk.
Dalam penentuan harga jual persatuan produk, analisis Break Even Point ini
memiliki tujuan agar manajemen mampu mempertimbangkan segala bentuk
biaya yang akan dikeluarkan, dan harga jual yang terkait dengan pesaing yang
tentunya menghasilkan dan memiliki produk sejenis. Apabila dalam penentuan
harga jual tidak realistis maka perusahaan tidak akan mampu menutupi segala
jenis biaya yang dikeluarkan. Selebihnya bila harga jual lebih tinggi dibanding
dengan perusahaan yang menghasilkan produk sejenis dan tidak diimbangi
dengan kualitas maupun pelayanan, maka perusahaan tidak akan mampu
memaksimalkan penjualan seperti yang diharapkan.
3. Menentukan jumlah produksi baik secara minimal sebagai bentuk menekan
biaya agar tidak terjadi kerugian, ataupun maksimal produksi agar
mendapatkan laba yang diharapkan.
Penentuan jumlah kapasitas menggunakan Break Even Point ini adalah agar
manajemen perusahaan mampu mengetahui jumlah produksi dalam keadaan
tidak rugi dan tidak laba dari kapasitas produksi yang dimilikinya. Dan juga
agar perusahaan jangan sampai ada kapasitas produksi yang menganggur. Agar
perusahaan juga mampu menjaga produksinya dengan efektif dan efisien.
4. Merencanakan laba yang diinginkan oleh perusahaan.
Analisis Break Even Point (BEP) dalam merencanakan laba ini bertujuan agar
manajemen perusahaan memiliki sebuah gambaran tentang target laba yang
ingin dicapai melalui kapasitas produksi yang dimilikinya. Besarnya laba
ditentukan dengan pengukuran batas minimal produk yang diproduksi.
104
Adapun kelemahan dari Analisis Break Even Point ini yaitu: Perlunya asumsi ,
Bersifat statis, Tidak digunakan untuk mengambil keputusan akhir, Tidak
menyediakan pengujian aliran kas yang baik, Hubungan penjualan dan biaya,
Kurang mempertimbangkan risiko risiko yang terjadi selama masa penjualan,
Pengukuran kemungkinan penjualan.
C. Asumsi dan Keterbatasn Analisis Break Even Point (BEP)
Asumsi dan keterbatasan dari analisis Break Even Point sebagai berikut:
1. Biaya
Pada analisis Break Even Point terdapat dua jenis biaya yang digunakan yaitu
biaya tetap dan juga biaya variabel. Dalam memisahkan kedua jenis biaya
tersebut maka sebaiknya manajemen perusahaan melakukan pendekatan
sebagai berikut:
Pendekatan Analitis
Melalui pendekatan analitis ini, seorang manajemen perusahaan harus
mampu meneliti setiap jenis dan unsur biaya yang terdapat dalam masing
masing komponen biaya.
Pendekatan Historis
Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan agar manajemen perusahaan
mampu memisahkan antara biaya tetap dan biaya varibael berdasarkan
nominak dan data historis.
2. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang secara total tidak mengalami perubahan walau
ada perubahan dalam volume produksi atau penjualan. Dengan kata lain
dianggap biaya tetap konstan sampai dengan kapasitas tertentu saja. Contoh
dari biaya tetap adalah biaya gaji, penyusutan aktiva tetap, biaya bunga, biaya
sewa, dan biaya tetap lainnya.
3. Biaya Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang secara total dapat berubah ubah sesaui
dengan perubahan volume produksi maupun penjualan. Dengan kata lain biaya
variabel dapat berubah sewaktu waktu sebanding dengan biaya produksi atau
penjualan.
105
4. Harga Jual
Harga jual dalam analisis yaitu bertujuan untuk satu macam harga jual atau
harga barang yang dijual dan diproduksi.
5. Tidak ada Perubahan Harga Jual
Tidak ada peruabahn harga jual disini diasumsikan dengan harga jual persatuan
tidak dapat berubah selama periode analisis.
D. Analisis Break Even Point (BEP)
Untuk mencari titik break even point maka harus menggunkan beberapa model
rumus. Dalam pemakaian rumus dapat dilakukan sesuai dengan keinginan dan
tujuan pemakai. Berikut beberapa model rumus yang dapat digunakan dalam
analisis titik impas:
1. Analisis Break Even Point dalam Unit
Dimana:
BEP = Break Even Point (BEP)
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel Persatuan (Variabel Cost)
P = Harga Jual Persatuan (Price)
S = Jumlah Penjualan (Sales Volume)
2. Analisis Break Even Point dalam Rupiah
Dimana:
BEP = Break Even Point (BEP)
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel Persatuan (Variabel Cost)
S = Jumlah Penjualan (Sales Volume)
Contoh Kasus:
PT. Harmoni Nusantara memiliki usaha di bidang alat kesehatan dengan data
sebagai berikut:
1. Kapasitas produksi yang mampu adalah 100.000 unit
106
2. Harga jual persatuan diperkirakan Rp 5.000,-/ unit
3. Total biaya tetap sebesar Rp 150.000.000,- dam total biaya variabel sebesar Rp
250.000.000,-
Perincian masing-masing biaya adalah sebagai berikut:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Overhead pabrik Rp 60.000.000,-
Biaya Distribusi Rp 65.000.000,-
Biaya administrasi dan umum Rp 25.000.000,-
Total biaya tetap Rp150.000.000,-
2. Biaya Variabel (Variabel Cost)
Biaya bahan langsung Rp 70.000.000,-
Biaya tenaga kerja langsung Rp 85.000.000,-
Overhead pabrik Rp 20.000.000,-
Biaya distribusi Rp 45.000.000,-
Biaya administrasi dan umum Rp 30.000.000,-
Total biaya variabel Rp250.000.000,-
Pertanyaan:
Analisislah dengan menggunakan break even point dalam unit maupun rupiah!
Jawab:
Kapasitas produksi 100.000 unit
Harga jual perunit Rp 5.000,-
Total penjualan 100.000 unit x Rp 5.000,- = Rp 500.000.000,-
Ringkasan budget laba rugi adalah sebagai berikut:
Total penjualan 100.000 unit x Rp 5.000,- = Rp 500.000.000,-
Total biaya variabel = Rp 250.000.000,-
Marginal Income = Rp 250.000.000,-
Total biaya tetap = Rp 150.000.000,-
Laba = Rp 100.000.000,-
107
Untuk mencari BEP dalam unit sebagai berikut:
Kemudian mencari BEP dalam rupiah:
Cara lain uang dapat dilakukan untuk membuktikan kedua hasil tersebut dengan:
BEP = Unit BEP x harga jual unit
= 60.000 unit x Rp 5.000,- = Rp 300.000.000,-
Dengan menggunakan table maka akan di dapat perhitungan Break Even Point
sebagai berikut:
Jumlah Jumlah Biaya Biaya Total Biaya Laba (Rugi)
unit Rupiah Tetap Variabel
Penjualan 175.000.000 (125.000.000)
penjualan 50.000.000 150.000.000 25.000.000 200.000.000 (100.000.000)
10.000 100.000.000 150.000.000 50.000.000 225.000.000 (75.000.000)
20.000 150.000.000 150.000.000 75.000.000 250.000.000 (50.000.000)
30.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 275.000.000 (25.000.000)
40.000 250.000.000 150.000.000 125.000.000 300.000.000
50.000 150.000.000 150.000.000 325.000.000 0
300.000.000 150.000.000 175.000.000 350.000.000 25.000.000
60.000 350.000.000 150.000.000 200.000.000 375.000.000 50.000.000
70.000 400.000.000 150.000.000 225.000.000 400.000.000 75.000.000
80.000 450.000.000 150.000.000 250.000.000 100.000.000
90.000 500.000.000
100.000
Dengan menggunakan grafik untuk dapat melihat tiap tiap masing unit
penjualan terdapat informasi yang lengkap seperti setiap rupiah penjualan, biaya
tetap, biaya variabel, total biaya maupun laba atau rugi. Sehingga dengan
menggunakan grafik, pihak manajemen dapat melihat jika akan memproduksi
dalam jumlah sekian unit.
108
E. Margin Of Safety
Margin of Safety atau yang disebut juga dengan tingkat keamanan merupakan
hubungan atau selisih antara penjaualan tertentu dengan penjualan pada break
even point. Rumus yang digunakan untuk mencari Margin of Safety sebagai
berikut:
1. Penjualan yang direncanakan
2. Penjualan Margin of Safety
Dari contoh kasus PT. Harmony Nusantara maka untuk perhitungan margin of
Safety sebagai berikut:
Maka Maragin of Safety yang ditentukan dari hasil penjualan sebesar:
Pertama = 67% x Rp 300.000.000,- = Rp 201.000.000,-
Kedua = 40% x Rp 500.000.000,- = Rp 200.000.000,-
109
F. Rangkuman
Analisis Break Even Point atau yang disebut juga dengan analisis titik impas
merupakan salah satu analisis keuangan yang penting dalam melaksanakan
perencanaan keuangan perusahaan. Pada analisis break even point ini juga sering
disebut dengan analisis perencanaan laba (profit planning). Analisis ini biasanya
digunakan pada perusahaan yang akan mengeluarkan produk baru. Tujuan adanya
analisis break even point ini untuk dapat mengetahui pada titik berapakah hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya. Dengan kata lain supaya saat perusahaan
beroperasi dan menghasilkan produk, perusahaan tidak dalam keadaan laba dan
rugi atau dikatakan “nol”. Dengan adanya analisis Break Even Point (BEP)
diharapkan dapat mengetahui antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan
juga volume kegiatan.
Adapun tujuan dari analisis Break Even Point yaitu
1. Dapat mendesain dan merencanakan suatu produk yang tepat untuk ditawarkan
dan dijual kepada konsumen.
2. Menentukan harga jual persatuan produk.
3. Menentukan jumlah produksi baik secara minimal sebagai bentuk menekan
biaya agar tidak terjadi kerugian, ataupun maksimal produksi agar
mendapatkan laba yang diharapkan.
4. Merencanakan laba yang diinginkan oleh perusahaan.
G. Latihan Soal
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Analisis Break Even Point (BEP) dan berikan
contoh nyata.
2. Uraikan tujuan dari Analisis Break Even Point (BEP).
3. Jelaskan pengertian dari Margin of Safety dan kegunaan dari analisis tersebut.
4. PT. Nusantara Jaya memiliki usaha di bidang alat kesehatan dengan data
sebagai berikut:
Kapasitas produksi yang mampu adalah 1.000.000 unit
Harga jual persatuan diperkirakan Rp 150,-/ unit
Total biaya tetap sebesar Rp 20.000.000,- dam total biaya variabel sebesar
Rp 50.000.000,-
110
Perincian masing-masing biaya adalah sebagai berikut:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Overhead pabrik Rp 10.000.000,-
Biaya Distribusi Rp 7.500.000,-
Biaya administrasi dan umum Rp 2.500.000,-
Total biaya tetap Rp 20.000.000,-
2. Biaya Variabel (Variabel Cost)
Biaya bahan langsung Rp 17.000.000,-
Biaya tenaga kerja langsung Rp 8.500.000,-
Overhead pabrik Rp 11.500.000,-
Biaya distribusi Rp 8.000.000,-
Biaya administrasi dan umum Rp 5.000.000,-
Total biaya variabel Rp 50.000.000,-
Hitunglah Break Even Point (BEP) dalam unit maupun rupiah dengan rumus
yang telah dijelaskan sebelumnya.
111
BAB VII
ANALISIS
PERUBAHAN LABA
KOTOR
Tujuan Materi:
Setelah mempelajari materi yang ada dalam bab ini,
anda diharapkan mampu:
1.Menjelaskan dan menguraikan definisi dari
analisis laba kotor
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi laba kotor
3.Menganalisis dan menginterpretasikan laporan
perubahan laba kotor
4. Menggambarkan seluruh isi bab dan sekaligus
mampu mengerjakan latihan soal yang ada
didalamnya
112
A. Definisi Analisis Laba Kotor
Laba Kotor (Gross Profit) merupakan laba yang diperoleh dari selisih antara
beban pokok dan penjaualan perusahaan. Gross profit disebut juga sebagai gross
margin. Sementara analisis laba kotor merupakan analisis yang bertujuan untuk
menghitung jumlah laba kotor pada periode satu dengan periode berikutnya.
Dengan kata lain analisis laba bruto merupakan suatu proses yang berkelanjutan
dan intesif dengan cara menganalisis biaya standar, meskipun biaya standar atau
anggaran tidak diperlukan. Adapun data yang dibutuhkan dalam melakukan
analisa laba kotor yaitu:
1. Target yang telah ditetapkan
Manajemen perusahan perlu memiliki target dalam pengeloalaan aktivitas
operasionalnya. Target yang ditetapkan ini adalah jumlah angka atau
presentase laba yang telah ditetapkan manajemen sebelumnya.
2. Pencapaian hasil laba pada periode tersebut
Yang dimaksud dalam pencapaian hasil laba ialah laba actual yang diperoleh
pada periode ini. Dengan adanya laba periode ini, maka dapat diketahui apakah
sama dengan angka target sebelumnya.
3. Laba pada beberapa periode sebelumnya
Laba pada periode sebelumnya meruapakan laba dari beberapa periode lalu,
lebih dari satu periode ke belakang.
B. Faktor factor yang Mempengaruhi Laba Kotor
Perubahan laba kotor disebabkan oleh dua factor yaitu:
1. Factor Penjualan
Penjualan yang dimaksud disini ialah jumlah omset dari keseluruhan barang
atau jasa yang dijual oleh perusahaan baik dalam bentuk unit maupun rupiah.
Besar kecilnya penjualan sangat penting bagi manajemen perusahaan sebagai
dasar analisis. Penjualan sendiri dipengaruhi oleh harga jual dan jumlah barang
yang dijual. Harga jual merupakan harga satuan atau perunit produk yang
dijual di pasaran. Penyebab perubahan harga jual ini dipengaruhi oleh
perubahan nilai harga jual persatuan. Pada kondisi tertentu harga jual
bervariatif. Dengan perubahan inilah maka menjadi penyebab utama dari
adanya laba kotor dari waktu ke waktu. Sementara jumlah barang yang dijual
113
meruapakan banyaknya kuantitas atas jumlah barang (volume) yang dijual
dalam satu periode.
2. Faktor Harga pokok penjualan.
Harga pokok penjualan yang dimaksud ialah harga barang atau jasa sebagai
bahan baku atau jasa untuk menjadi barang dengan tambahan biaya yang
berhubungan dengan harga pokok penjualan. Dalam harga pokok penjualan ini
dipengaruhi oleh dua hal yaitu harga pokok rata-rata dan harga jumlah barang
yang dijual.
Adapun manfaat dari analisis laba kotor antara lain:
Mengetahui sebab dari turun dan naiknya harga jual
Mengetahui sebab dari turun dan naiknya harga pokok penjualan
Bentuk pertanggungjawaban divisi penjualan karena naik turunnya harga jual
Bentuk pertanggungjawaban divisi produksi karena naik turunnya harga pokok
Totlak ukur penilaian kinerja manajemen pada satu periode
Bahan penentuan kebijakan manajemen di masa depan
C. Analisis Laporan Perubahan Laba Kotor
Contoh Analisis Kasus (Kasmir, 2019):
PT. Sehat Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat alat
kesehatan yang memiliki laporan keuangan Tahun 2018 dan 2019 yang
mencantumkan harga jual satuan, harga pokok satuan maupun jumlah produk
yang terjual sebagai berikut:
Komponen Tahun 2018 Tahun 2019
Penjualan bersih Rp 100.000,- Rp 165.000,-
Harga pokok penjualan Rp 75.000,- Rp110.000,-
Laba Kotor Rp 25.000,- Rp 55.000,-
Jumlah barang yang dijual 1.000 unit 1.100unit
Harga persatuan Rp 100,- Rp 150,-
Harga pokok persatuan Rp 75,- Rp 100,-
Dalam menganalisis perolehan laba rugi diatas, maka diperlukan tahapan analisis
sebagai berikut:
114
Tahap 1: Membuat Tabel Perubahan
Komponen Tahun 2018 Tahun 2019 Kenaikan
Penjualan bersih Rp 100.000,- Rp 165.000,- Rp 65.000,-
Harga pokok penjualan Rp 75.000,- Rp110.000,- Rp 35.000,-
Laba Kotor Rp 25.000,- Rp 55.000,- Rp 30.000,-
Jumlah barang yang dijual
Harga persatuan 1.000 unit 1.100unit 100 unit
Harga pokok persatuan Rp 100,- Rp 150,- Rp 50,-
Rp 75,- Rp 100,- Rp 25,-
Tahap 2: Analisis Sebab-sebab dari Perubahan
Pada tahapan ini menggunakan Rumus perhitungan sebagai berikut:
Dimana:
Qt1 adalah jumlah atau volume produk sebelumnya
Qt2 adalah jumlah atau volume produk yang dijual sesungguhnya
Pt1 adalah harga pertama (harga tahun sebelumnya)
Pt2 adalah harga kedua atau harga yang sesungguhnya.
1. Mengitung penyebab dari penjualan
Penjualan 2019 = Rp 165.000,-
Jumlah penjualan 2019 x harga jual 2018
1.100 unit x Rp 100,- = Rp 110.000,-
Kenaikan laba kotor karena perubahan harga jual = Rp 55.000,-
Cara lain dengan menggunakan rumus
Jumlah penjualan 2019 x (Harga Jual 2019 – Harga Jual 2018)
1.100 ( Rp 150 – Rp 100) = Rp 55.000,-
2. Menghitung penyebab dari kuantitas penjualan
Jumlah penjualan 2019 x harga jual 2018
1.100 unit x Rp 1.000,- = Rp 110.000,-
Penjualan 2018 = Rp 100.000,-
Kenaikan laba kotor karena perubahan penjualan = Rp 10.000,-
Cara lain dengan menggunakan rumus
Harga Jual 2018 x (Jumlah penjualan 2019 – Jumlah Penjualan 2018)
115
Rp 100 x (1.100 unit – 1.000 unit) = Rp 10.000,-
3. Menghitung pokok harga pokok penjualan
Harga pokok penjualan 2019 = Rp 110.000,-
Jumlah penjualan 2019 x harga pokok 2018
1.100 unit x Rp 100,- = Rp 82.500,-
Kenaikan laba kotor karena perubahan harga jual = Rp 27.500,-
Cara lain menggunakan rumus :
Dimana:
Qt1 adalah jumlah atau volume produk sebelumnya
Qt2 adalah jumlah atau volume produk yang dijual sesungguhnya
Hpp1 adalah harga pokok penjualan sebelumnya
Hpp2 adalah harga pokok penjualan sesungguhnya
Maka,
Jumlah Penjualan 2019 x (harga pokok 2019 – harga pokok 2018)
1.100 unit x (Rp 100 – Rp 75) = Rp 27.500,-
4. Menghitung jumlah kuanitas penjualan
Jumlah penjualan 2019 x harga Jual 2018
1.100 unit x Rp 100,- = Rp 82.500,-
Penjualan Tahun 2018 = Rp 75.000,-
Kenaikan Laba Kotor perubahan jumlah penjualan = Rp 7.500,-
Cara lain menggunakan rumus :
Harga Pokok 2018 x (Jumlah penjualan 2019 – Jumlah Penjualan 2018)
Rp 75 x (1.100 unit – 1.000 unit) = Rp 7.500,-
116
Tahap 3: Membuat Laporan Perubahan Laba Kotor
PT. Sehat Sejahtera
Laporan Perubahan Laba Kotor
Per 31 Desember Tahun 2018 dan 2019
Kenaikan Penjualan diakibatkan: Rp 55.000,-
Kenaikan Harga Jual Rp 10.000,-
Kenaikan Kuantitas Penjualan
Kenaikan Harga Pokok Penjualan diakibatkan: Rp 65.000,-
Kenaikan Harga Pokok Per Unit Rp 27.500,- Rp 35.000,-
Rp 30.000,-
Kenaikan Kuantitas Harga Pokok Rp 7.500,-
Kenaikan Laba Kotor
D. Rangkuman
Laba Kotor (Gross Profit) merupakan laba yang diperoleh dari selisih antara
beban pokok dan penjaualan perusahaan. Gross profit disebut juga sebagai gross
margin. Sementara analisis laba kotor merupakan analisis yang bertujuan untuk
menghitung jumlah laba kotor pada periode satu dengan periode berikutnya.
Adapun data yang dibutuhkan dalam melakukan analisa laba kotor yaitu target
yang telah ditetapkan, pencapaian hasil laba pada periode tersebut, dan laba pada
beberapa periode sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi laba kotor yaitu factor
penjualan dan factor harga pokok penjualan. Adapun manfaat dari analisis laba
kotor yaitu:
Mengetahui sebab dari turun dan naiknya harga jual
Mengetahui sebab dari turun dan naiknya harga pokok penjualan
Bentuk pertanggungjawaban divisi penjualan karena naik turunnya harga jual
Bentuk pertanggungjawaban divisi produksi karena naik turunnya harga pokok
Totlak ukur penilaian kinerja manajemen pada satu periode
Bahan penentuan kebijakan manajemen di masa depan
117
E. Latihan Soal
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Laba kotor.
2. Uraikan secara jelas tentang analisis laba kotor yang anda ketahui.
3. PT. Kayu Abadi merupakan perusahaan yang bergerak dibidang furniture yang
memiliki laporan keuangan Tahun 2017 dan 2018 yang mencantumkan harga
jual satuan, harga pokok satuan maupun jumlah produk yang terjual sebagai
berikut:
Komponen Tahun 2018 Tahun 2019
Penjualan bersih Rp 150.000,- Rp 300.000,-
Harga pokok penjualan Rp 50.000,- Rp120.000,-
Laba Kotor Rp 50.000,- Rp 180.000,-
Jumlah barang yang dijual 500 unit 600 unit
Harga persatuan Rp 300,- Rp 500,-
Harga pokok persatuan Rp 100,- Rp 200,-
Dari table diatas, hitung dan buatlah analisis laba kotor PT. Kayu Abadi.
118
BAB VIII
LAPORAN KEUANGAN
PROFORMA
Tujuan Materi:
Setelah mempelajari materi yang ada dalam bab ini,
anda diharapkan mampu:
1.Menjelaskan dan menguraikan definisi dari
laporan keuangan proforma
2. Menyusun proyeksi penjualan
3.Mengidentifikasi dan menyusun proyeksi biaya
operasional
4. Mengidentifikasi dan menyusun proyeksi neraca
5.Mengidentifikasi dan menyusun proyeksi total
aset
6. Mengidentifikasi dan menyusun proyeksi aset
individual
7. Mengidentifikasi dan menyusun proyeksi hutang
dan modal saham
8.Menggambarkan seluruh isi bab dan sekaligus
mampu mengerjakan latihan soal yang ada
didalamnya
119
A. Definisi Laporan Keuangan Proforma
Proforma berasal dari istilah bahasa latin yang artinya “demi bentuk” atau
“sebagai bentuk”. Dalam dunia ekonomi, proforma merupakan sebuah metode
yang bertujuan untuk menghitung dan memproyeksi serta memberikan asumsi
tertentu pada hasil keuangan yang memenuhi persyaratan minimum sebagai
formalitas. Istilah proforma dalam akuntansi lebih didefinisikan sebagai suatu
laporan aktivitas keuangan perusahaan yang bersifat sementara, kecuali pada
transaksi yang tidak biasa dan tidak berulang. Sementara pada dunia bisnis
proforma merupakan laporan keuangan yang disusun dan disiapkan secara khusus
untuk kepentingan tertentu baik sebagai bentuk akuisisi, merger, perubahan
struktur modal, ataupun investasi modal.
Tujuan dari pembuatan Laporan Keuangan Proforma ini ialah untuk
memperkirakan prospek bisnis perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan
data keuangan yang ditampilkan pada laporan keuangan saat ini, menganalisis
kondisi keuangan perusahaan di masa lalu dan saat ini, memproyeksikan kondisi
keuangan perusahaan saat ini dan posisi keuangan perusahaan dimasa yang akan
datang, meminimalisir risiko yang muncul atas strategi keuangan yang mungkin
muncul dari strategi keuangan yang direncanakan oleh perusahaan. Pada
penyusunan Laporan Keuangan Proforma diperlukan tahapan asumsi pada tingkat
pertumbuhan penjualan, perilaku biaya, tingkat investasi, dll. Oleh karena itu
perlu adanya prosedur dalam penyusunan Laporan Keuangan Proforma sebagai
berikut:
Proyeksikan penjualan untuk beberapa periode dimasa yang akan datang
Proyeksikan biaya operasional
Proyeksikan total asset, utang dan juga modal sama yang digunakan sebagai
keperluan mendukung tingkat operasi perusahaan yang diproyeksikan.
Penentuan biaya pendanaan
Menurunkan laporan arus kas dari laporan keuangan yang diproyeksikan.
B. Proyeksi Penjualan – Laba Rugi
Langkah pertama yang dibutuhkan dalam memproyeksikan penjualan yaitu
mengumpulkan informasi penjualan dalam beberapa periode. Kemudian di rata
rata. Berikut contoh Proyeksi Penjualan PT. Indomarko Raya (Hanafi, 2018):
120
Tahun 2014 9,0%
Tahun 2015 9,8%
Tahun 2016 2,5%
Tahun 2017 8,4%
Rata rata Tingkat Pertumbuhan 7,4%
Selnjutnya, membuat proyeksi empat tahun yang akan datang dengan
menggunakan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan sebesar 7,4% sebagai berikut:
Jumlah %Perubahan
Tahun 2017 (Tahun dasar) 4.868,9 -
Tahun 2018 (proyeksi) 5.229.2 7,4%
Tahun 2019 (proyeksi) 5.616,2 7,4%
Tahun 2020 (proyeksi) 6.031,8 7,4%
C. Proyeksi Biaya Operasional – Laba Rugi
Pada langkah ini proyeksi biaya operasional dibuat sesuai dengan asumsi pada
perlikau biaya. Dalam menentukan proyeksi biaya operasional di masa yang akan
data maka perlu menggunakan laporan keuangn proporsional atau common size.
Harga pokok penjualan, biaya administrasi yang tergolong ke dalam biaya
operasional dapat diperoleh dengan cara mengalihkan proporsinya terhadap
penjualan saat ini terhadap proyeksi penjualan. Berikut contoh dari proyeksi Laba
Rugi yang dikutip dari Hanafi, 2018.
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
5.229,2 (proyeksi) 6.031,8
(nyata) Size)
5.616,2
Dengan menggunakan Pendekatan Common Size
Penjualan 4.868,9 100,0
Harga Pokok Penjualan 3.392,8 69,7 3.644,8 3,914,5 4.204,2
1.185,0 1.272,7
Biaya Penjualan dan Umum 1.029,4 21,1 1.103,4
39,3 42,2
Pendapatan Lainnya 36,4 0,7 36,6 107,8 223,2
348,2 373,9
Pajak Penghasilan 179,1 3,7 93,4 50,1
298,1 56,4
Pendapatan Operasional 304,0 6,2% 324,2 317,5
Biaya bunga (bersih pajak) 35,6 44,5
Item Lainnya 5,7 279,7
Dengan menggunakan Tingkat Pertumbuhan Item Individual
Penjualan 4.868,9 7,4 5.229,2 5.616,2 6.031,8
3.805,0 4,029,5
Harga Pokok Penjualan 3.392,8 5,9 3.593,0 1.340,2 1.529,1
Biaya Penjualan dan umum 1.029,4 14,1 1.174,5 50,9 60,1
180,2 180,7
Pendapatan Lainya 36,4 18,2 43,0 341,7 352,6
Pajak Penghasilan 179,1 0,3 179,6
Pendapatan Operasional 304,0 - 325,1
121
Biaya bunga (bersih pajak) 35,6 - 44,5 50,1 56,4
Item Lainnya 5,7 - 291,6 296,2
274,1
280,6
D. Proyeksi Neraca
Dalam memproyeksikan neraca terlebih dahulu melakukan proyeksi pada sisi
kiri neraca atau aktiva / asset, kemudian menyusun kompoisisinya di bagian kanan
atau pasiva. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam membuat proyeksi
neraca yaitu:
1. Proyeksi Total Aset, selanjutnya dengan neraca common size untuk dapat
mengalokasikan pada total asset kedalam komponenya.
2. Proyeksikan asset secara individual, selanjutnya menjumlahkan seluruh asset
individual sehingga didapatkan total asset.
Selanjutnya untuk memproyeksikan sebuah asset baik secara total ataupun
individual maka adapun cara cara yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Proyeksi tingkat asset melalui tingkat pertumbuhan.
2. Proyeksi asset menganggap bahwa perputaran aktiva bersifat konstan.
E. Proyeksi Total Aset
Proyeksi Total Aset ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan tingkat
pertumbuhan asset pada periode sebelumnya. Sebagai contoh dari Hanafi (2018),
yang membuat Neraca Proforma dengan menggunakan presentase Total Aktiva
(Common Size).
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(Nyata) Size
Aktiva 85,8 2,4% 97,5 109,8 123,7
Kas 35,0 1,0 40,6 45,8 51,5
Surat berharga 486,9 13,5 548,7 695,7
Piutang dagang 664,7 18,4 747,9 617,8 948,2
Persediaan 90,5 2,5 101,6 842,1 128,8
Uang Muka 1.362,9 37,8 1.536,3 114,4 1.947,9
Total Aktiva Lancar 1.508,9 41,8 1.698,9 1.729,9 2.154,0
Bangunan, Pabrik dan Peralatan 737,8 20,4 829,2 1.913,0 1.051,3
Aktiva Lainnya 3.609,6 4.064,4 933,6 5.153,2
Total Aset 100,0 4.576,5
122
F. Proyeksi Aset Individual
Proyeksi Aset Individual ini dilakukan dengan memproyeksikan asset secara
individual lalu menjumlahkan masing masing asset kedalam Total Aset. Adapun
pendekatan pendekatan yang bisa dipakai untuk memproyeksi asset perusahaan
yaitu menggunakan pertumbuhan secara historis, dan menggunakan perputaran
asset untuk proyeksi asset. Sebagai contoh dari Hanafi (2019) dimana suatu
perusahaan memiliki piutang dagang sebesar 15,5% dengan kurun waktu lima
tahun terakhir dan persediaan juga tumbuh sebesar 7,8%.
Piutang Dagang Tahun 3 Tingkat Tahun 4 Proyeksi Tahun 6
Persediaan (Nyata) Pertumbuhan 562,4 Tahun 5 750,2
716,5 832,7
486,9 15,5% 649,5
664,7 7,8% 772,4
G. Proyeksi Hutang dan Modal Saham
Jika proyeksi asset individual adalah memproyeksi dari sisi asset atau aktiva,
maka selanjutnya ialah memproyeksi dari sisi passive yaitu hutang dan juga
modal saham. Pada pendekatan ini mengasumsikan bahwa komposisi tidak akan
berubah di periode yang akan datang. Artinya ada kemungkinan beberapa
peristiwa yang merubah total dari sisi neraca. Sebagai contoh dari Hanafi (2019)
sebagai berikut:
Tahun 3 Common Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
(Nyata) Size
Passiva 446,7 12,4% 504,0 567,5 639,0
Hutang Dagang 138,0 3,8 154,4 173,9 195,8
Hutang Wesel 278,6 7,7 313,0 352,4 396,8
Hutang Jangka Pendek lainnya 863,3 23,9 917,4 1.093,8 1.231,6
Total Hutang Lancar 525,8 14,6 593,4 668,1 752,4
Hutang Jangka Panjang 325,5 9,0 365,8 411,9 463,8
Hutang Jangka Panjang Lainnya 1.714,6 1.930,6 2.173,8 2.447,8
Total Hutang 1.895,0 47,5% 2.133,8 2.402,7 2.705,4
Total Modal Saham 3.609,6 52,5 4.064,4 4.576,5 5.153,2
Total Hutang dan Modal Saham
100,0
H. Rangkuman
Tujuan dari pembuatan Laporan Keuangan Proforma ini ialah untuk
memperkirakan prospek bisnis perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan
123
data keuangan yang ditampilkan pada laporan keuangan saat ini, menganalisis
kondisi keuangan perusahaan di masa lalu dan saat ini, memproyeksikan kondisi
keuangan perusahaan saat ini dan posisi keuangan perusahaan dimasa yang akan
datang, meminimalisir risiko yang muncul atas strategi keuangan yang mungkin
muncul dari strategi keuangan yang direncanakan oleh perusahaan. Prosedur
dalam penyusunan Laporan Keuangan Proforma sebagai berikut:
Proyeksikan penjualan untuk beberapa periode dimasa yang akan datang
Proyeksikan biaya operasional
Proyeksikan total asset, utang dan juga modal sama yang digunakan sebagai
keperluan mendukung tingkat operasi perusahaan yang diproyeksikan.
Penentuan biaya pendanaan
Menurunkan laporan arus kas dari laporan keuangan yang diproyeksikan.
I. Latihan Soal
1. Jelaskan tujuan dari pembuatan laporan keuangan proforma.
2. Uraikan secara jelas prosedur pembuatan laporan keuangan proforma
3. Berikut adalah Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi PT . Adi Jaya
Makmur, buatlah Laporan Modal Kerja untuk Tahun 2019.
PT. Adi Jaya Makmur
Laporan Posisi Keuangan
Per 31 Desember 2018 dan 2019
(dalam Jutaan Rupiah)
Komponen 2018 2019
Aset
Aset Lancar 4,500,000 4,800,000
Kas 1,000,000 1,400,000
Surat Berharga 800,000 1,000,000
Piutang Usaha 500,000 600,000
Persediaan 1,000,000 1,200,000
Aktiva lancar lainnya 7,800,000 9,000,000
Total Aset Lancar
Aset Tetap 6,000,000 6,500,000
Tanah 3,000,000 4,000,000
Bangunan (300,000) (200,000)
Akumulasi Penyusutan Bangunan
124
Mesin 1,000,000 2,000,000
Akumulasi Penyusutan Mesin (200,000) (100,000)
Kendaraan 1,500,000 1,600,000
Akumulasi Penyusutan (300,000) (400,000)
Kendaraan
Total Aset Tetap 11,000,000 13,400,000
Total Aset 18,800,000 22,400,000
Liabilitas 3,000,000 3,600,000
Utang Jangka Pendek 1,800,000 1,900,000
Utang Usaha 4,800,000 5,500,000
Utang Bank
Total Utang Jangka Pendek 3,000,000 3,500,000
Utang Jangka Panjang 3,000,000 3,400,000
Utang Obligasi 6,000,000 6,900,000
Utang Hipotik 10,800,000 12,400,000
Total Utang Jangka Panjang
Total Liabilitas 3,000,000 4,000,000
5,000,000 6,000,000
Ekuitas 8,000,000 10,000,000
Modal Disetor 18,800,000 22,400,000
Laba ditahan
Total Ekuitas
Total Liabilitas dan Ekuitas
Buatlah Analisis Proyeksi untuk Tahun 2020 dan 2021 dengan menggunakan
Analisis Aset Individual.
125
BAB IX
PREDIKSI
KEBANGKRUTAN
Tujuan Materi:
Setelah mempelajari materi yang ada dalam bab ini,
anda diharapkan mampu:
1.Menjelaskan dan menguraikan definisi dari
prediksi kebangkrutan
2. Menjelaskan tentang financial distress
3.Menjelaskan dan mengidentifikasi Z-Score
(Metode Altman)
4. Menjelaskan dan menguraikan tentang Shut Down
Point
5.Menggambarkan seluruh isi bab dan sekaligus
mampu mengerjakan latihan soal yang ada
didalamnya
126
A. Definisi Prediksi Kebangkrutan
Kebangkrutan secara umum diartikan sebagai sebuah kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operational perusahaan dalam menghasilkan laba.
Kebangkrutan juga sering disebut sebagai likuidiasi perusahaan atau penutupan
perusahaan atau dikatakan insolvabilitas. Menurut Martin (1995) kebangkrutan
menjadi suatu kegagalan yang terjadi dalam perusahaan dan didefiniskan dalam
dua definisi yatu kegagalan ekonomi (Economic Distressed) dan Kegagalan
Keuangan (Financial Disressed).
Sementara Informasi atau prediksi dari kebangkrutan perusahaan memiliki
manfaat bagi para pihak yang berhubungan langsung terhadap perusahaan yaitu:
1. Bagi Pemberi Pinjaman informasi kebangkrutan sangat bermanfaat dalam
pengambilan keputusan pada siapa yang nantinya akan diberi pinjaman dan
juga manfaat bagi pengambilan kebijakan dalam memonitor pinjaman yang
ada.
2. Bagi Investor dengan adanya informasi kebangkrutan ini dapat melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya sebuah perusaahaan yang menjual surat
berharganya tersebut. Apabila investor memiliki strategi sebagai investor aktif
maka investor akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan dengan
127
melihat tanda tanda kebangkrutan lebih awal sehingga mampu mengantisipasi
adanya kemungkinan merugi dari investasi yang ditanamkannya.
3. Pihak pemerintah bertanggung jawab dalam proses pengawasan jalannya usaha
perusahaan (semisal perbankan yang diawasi oleh lembaga pemerintah
langsung yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)). Lembaga pemerintah memiliki
kepentingan untuk dapat mengawasi dan melihat tanda tanda kebangkrutan dari
perusahaan lebih awal sehingga mampu dilakukan upaya pencegahan adanya
potensi kebangkrutan.
4. Akuntan memiliki kepentingan dalam informasi keberlangsungan suatu usaha
yang dijalankan oleh perusahaan dalam menilai kemampuan going concern
suatu perusahaan.
5. Manajemen memiliki kepentingan dalam melakukan upaya peminimalisiran
terhadap biaya biaya besar yang muncul yang dapat memicu adanya potensi
kebangkrutan pada perusahaan.
B. Financial Distress
Financial Distress didefinisikan sebagai kesulitan dana baik dana yang
berbentuk kas atau modal kerja. Menurut Hanafi (2003), Financial Distress dapat
digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek
sampai dengan insolvable. Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya bersifat
jangka pendek, namun bisa berkembang menjadi parah. Financial Distress ini
merupakan suatu masalah keuangan yang tengah dihadapi oleh perusahaan,
financial distress merupakan tahapan ketiga dalam kebangkrutan usaha dan
kondisi financial distress ini terjadi sebelum perusahaan dikatakan benar-benar
mengalami kebangkrutan.
Banyak factor yang dapat menyebabkan perusahaan dalam kondisi financial
distress antara lain mengalami kenaikan biaya operasi yang ekstrim, tidak mampu
mengimbangi uasahanya dengan kemajuan teknologi, kondisi persaingan di
lapangan, kondisi ekonomi perusahaan, kelemahan manajemen perusahaan dan
penurunan aktivitas dari perdagangan industry. Adapun indikasi utama perusahaan
mengalami financial distress ialah dapat dilihat dari kinerja keuangan perusahaan
yang tercermin dalam laporan keuangan. Financial distress ini awal mulanya
dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang
128
bersifat jangka pendek seperti kewajiban likuiditas dan juga termasuk kewajiban
dalam kategori solvabilitas. Indikasi berikutnya yang dapat dilihat dari adanya
potensi financial distress ini ialah kondisi perusahaan mengalami delisted akibat
laba bersih atau dalam beberapa periode pengamatan mengalami negative atau
kerugian seacara berturut-turut.
Adapun alasan dari perusahaan yang mengalami financial distress kemudian
mengalami kondisi kebangkrutan:
1. Neoclassical Model Financial Distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi
sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen kurang
mengalokasikan asset yang ada pada perusahaan untuk kegiatan operasional
perusahaan.
2. Fianncial Model pencampurana asset benar tetapi struktur keuangan salah
dengan liquidity constraints.
3. Corporate Governance Model yaitu kebangkrutan mempunyai campuran asset
dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
C. Z-Score (Metode Altman)
Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan standar pembagain
nisbah keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan besaran terjadinya pelua
kebangkrutan pada perusahaan. Metode Z-Score Altman dikembangkan oleh
peneliti berkebangsaan Amerika Serikat yang bernama Edqard I. Altman pada
Tahun 1969 yang disajikan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
Z = Indeks Kebangkrutan
X1 = Modal Kerja yang didapat dari (Aktiva Lancar – Hutang Lancar)/Total
Aktiva
X2 = Laba Ditahan / Total Aktiva
X3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Aktiva
X4 = Nilai Pasar Saham Biasa dan Saham Preferen / Nilai Buku Total Hutang
X5 = Penjualan / Total Aktiva
Perusahaan yang diteliti oleh Altman kemudian digolongan menjadi tiga yaitu
perusahaan yang tidak bangkrut, perusahaan yang termasuk rawan, dan
129
perusahaan yang berpotensi bangkrut atau seperti yang dijelaskan dalam table
berikut:
Tidak Bangkrut Jika Z > Nilai Pasar Nilai Buku
Bangkrut Jika Z < 2,99 2,90
Daerah Rawan 1,81 1,20
1,81 – 2,99 1,20 – 2,90
Sebagai contoh beberapa perusahaan yang telah dianalisis menggunakan
Altman Z-Score:
No Nama Perusahaan 1,2 X1 1,4 X2 3,3 X3 0,6 X4 1,0 X5
1 PT. Wijaya Utama 0,54 0,14 0,46 1,94 4,47
2 PT. Win Solution 0,64 1,08 0,79 1,32 6,06
3 PT. Abadi Dinamika 0,60 0,84 0,59 1,36 4,91
4 PT. Angkasa Tranportasi 0,72 0,55 0,63 2,18 5,13
5 PT. Digital Nusantara 0,88 1,09 1,62 3,29 8,45
Dari Tabel diatas menunjukkan hasil perhitungan bahwa lima perusahaan
berada pada kondisi keuangan yang baik artinya tidak mengalami kebangkrutan
(Z > 2,99). PT. Digital Nusantara memiliki nilai Z-Score yang paling tinggi,
dampak dari tingginya nilai variabel X1, Variabel X2, Variabel X3, dan Variabel
X4 dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Apabila dilihat dari masing masing
variabel pada PT. Digital Nusantara Variabel X1 yang didapat dari rasio Modal
Kerja terhadap Total Aktiva memiliki skor yang paling dibanding dengan skor
Variabel X1 pada perusahaan lainya.
Sementara Variabel X2 yang didapat dari Laba Ditahan terhadap Total Aset
bernilai tinggi akibat dari Laba perusahaan yang diperoleh pada penjualan
sebanding dengan peningkatan Total Aktiva. Variabel X3 yang didapat dari Laba
Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aset bernilai tinggi akibat dari tingginya
beban bunga perusahaan dan laba yang diperoleh perusahaan. Variabel X4 yang
didapat dari nilai pasar saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total hutang
bernilai tinggi dampak dari peningkatan laba usaha terhadap besarnya jumlah
hutang. Sementara pada Variabel X5 yang dihitung dari Penjualan terhadap Total
Aset menunjukkan bahwa PT. Digital Nusantara sudah baik apabila dilihat dari
peningkatan penjualan PT. Digital Nusantara.
130
D. Shut Down Point
Shut Down Point (SDP) merupakan suatu titik dimana pada kondisi itu apabila
proses dijalankan maka perusahaan tidak akan memperoleh laba meskipun pabrik
masih bisa beroperasi. Dengan kata lain shut down point ini adalah titik
penutupan usaha. Shut down point ini merupakan suatu titik pada break even chart
yang menunjukkan besarnya penjualan yang diperoleh perusahaan adalah sama
besarnya dengan total biaya tunai yang dikeluarkan perusahaan. Dalam keadaan
demikian perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memperoleh kelebihan
penerimaan kas, sehingga tidak mungkin melanjutkan kegiatan operasi. Dengan
kata kalin Shut Down Point ini memberikan informasi kepada manajemen
perusahaan mengenai pada pendapatan dan penjualan berapa dan apakah
perusahaan secara ekonomis sudah tidak pantas untuk melanjutkan usahanya
kembali. Suatu usaha dikatakan tidak layak secara ekonomis apabila pendapatan
penjualannya tidak cukup untuk menutup biaya biayanya.
Shut Down Point bagi perusahaan terjadi apabila harga output sama dengan
biaya variabel rata-rata. Pada kondisi ini apabila suatu perusahaan tetap
berproduksi dan dapat menjual semua output yang dihasilkan, maka perusahaan
tersebut akan mengalami kerugian sebesar biaya tetapnya. Oleh karena itu,
kerugian sebesar biaya tetap akan dialami oleh perusahaan apabila tidak
melakukan produksi. Apabila harga output perusahaan lebih kecil dibanding
dengan biaya variabel rata-rata maka sebaiknya perusahaan menutup usahanya.
Karena jika perusahaan menutup usahanya, maka perusahaan akan rugi sebesar
biaya tetapnya saja, namun apabila perusahaan tetap meneruskan usahanya maka
perusahaan akan rugi sebesar biaya tetap ditambah dengan biaya variabel.
E. Rangkuman
Kebangkrutan secara umum diartikan sebagai sebuah kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operational perusahaan dalam menghasilkan laba.
Kebangkrutan juga sering disebut sebagai likuidiasi perusahaan atau penutupan
perusahaan atau dikatakan insolvabilitas. Kegagalan yang terjadi dalam
perusahaan dan didefiniskan dalam dua definisi yatu kegagalan ekonomi
(Economic Distressed) dan Kegagalan Keuangan (Financial Disressed). Informasi
atau prediksi dari kebangkrutan perusahaan memiliki manfaat bagi pemberi
131
pinjaman, investor, pemerintah, akuntan, dan manajemen. Financial Distress ini
merupakan suatu masalah keuangan yang tengah dihadapi oleh perusahaan,
financial distress merupakan tahapan ketiga dalam kebangkrutan usaha dan
kondisi financial distress ini terjadi sebelum perusahaan dikatakan benar-benar
mengalami kebangkrutan.
Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan standar pembagain
nisbah keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan besaran terjadinya pelua
kebangkrutan pada perusahaan. Sementara Shut Down Point (SDP) merupakan
suatu titik dimana pada kondisi itu apabila proses dijalankan maka perusahaan
tidak akan memperoleh laba meskipun pabrik masih bisa beroperasi.
F. Latihan Soal
1. Jelaskan yang dimaksud dengan prediksi kebangkrutan.
2. Uraikan tujuan dari prediksi kebangkrutan yang anda ketahui.
3. Jelaskan yang dimaksud dengan financial distress dan z-score.
4. Analisis dan jelaskan mana yang mempunyai kemungkinan bangkrut lebih
besar.
Kas dan Surat Berharga PT. Indomarko Raya PT. Sejahtera Abadi
Piutang Dagang 5000 6000
Persediaan 2400 2500
Aset Lainnya 4500 3995
Total Aset 3500 3250
Utang Lancar 15400 15745
Utang lainnya 3500 4200
Modal Saham 6500 5245
Total Pasiva 5400 6300
Penjualan 15400 15745
Pendapatan bersih 20000 18500
Cash flow -5200 4200
-4500 1000
132
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, M. Mamduh. & Halim. Abdul. 2000. Analisis Laporan Keuangan Edisi
Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hanafi, M. Mamduh. & Halim. Abdul. 2003. Analisis Laporan Keuangan Edisi
Revisi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hanafi, M. Mamduh. & Halim. Abdul. 2009. Analisis Laporan Keuangan Edisi
Keempat Cetakan Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hanafi, M. Mamduh. & Halim. Abdul. 2012. Analisis Laporan Keuangan Edisi
Keempat Cetakan Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hery. 2015. Analisis Kinerja Manajemen The Best Financial Analysis Menilai
Kinerja Manajemen Berdasarkan Rasio Keuangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Hery. 2016. Analisis Laporan Keuangan Integrated And Comprehensive
Edition. Jakarta: PT. Gramedia.
Martin. J. Gruber. 1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis.
Toronto: John Wiley & Sons.
Munawir. 1988. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 3. Yogyakarta: Liberty.
Murtiasri, Eka. 2014. Analisis Informasi Keuangan. Semarang: Polines.
Prastowo, Dwi. 2008. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi. Edisi
Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Prastowo, Dwi. 2011. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi Edisi
Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Subramanyam. K. R. 2018. Analisis Laporan Keuangan Financial Statement
Anlysis Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiono, Arief & Untung, Edi. 2016. Panduan Praktis Dasar Analisa Laporan
Keuangan Edisi Revisi. Jakarta: PT. Grasindo.
133
GLOSARIUM
Aset merupakan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Aset Lancar merupakan harta atau kekayaan yang dapat digunakan dalam jangka
waktu dekat atau pendek.
Aset Lainnya merupakan harta atau kekayaan yang tidak dapat digolongkan ke
dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap.
Aset Tetap merupakan harta atau kekayaan perusahaan yang dapat digunakan
dalam jangka panjang dan sifatnya lebih dari satu tahun.
Analisis Break Even Point (BEP) yaitu Teknik analisis yang bertujuan untuk
melihat tingkat penjualan yang dicapai agar perusahaan tidak mengalami
kerugian pada kondisi tertentu.
Analisis Kredit merupakan analisis yang digunakan sebagai penilaian terhadap
layak atau tidaknya suatu kredit yang dikucurkan oleh lembaga keuangan.
Analisis Laba Kotor merupakan analisis yang digunakan untuk dapat
mengetahui jumlah laba kotor dari periode satu ke periode berikutnya.
Analisis Perbandingan merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk
membandingkan laporan keuangan dalam dua periode ataupun lebih.
Analisis Presentase per Komponen yaitu Analisis yang bertujuan untuk melihat
prosentase masing masing komponen baik dari komponen asset terhadap
total asset, dan juga hutang maupun modal terhadap total pasiva, dan juga
perkomponen laba rugi terhadap penjualan bersih.
Analisis Rasio merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk dapat mengetahui
hubungan antar pos pos tertentu dari segi neraca maupun laba rugi.
Analisis Sumber dan Penggunaan Dana merupakan teknik analisis yang
bertujuan untuk melihat kondisi dana dan juga perubahannya pada suatu
waktu periode tertentu.
Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja merupakan Analisis yang
bertujuan untuk melihat besar kecilnya sumber dan penggunaan modal kerja
perusahaan selama dua periode waktu perbandingan.
Analisis Trend yaitu Analisis yang bertujuan untuk dapat mengetahui keadaan
keuangan maupun kinerja perusahaan, apakah perusahaan tersebut sedang
mengalami kenaikan ataupun penurunan.
134
Beban dibayar dimuka merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk memperoleh sesuatu barang dan jasa dari pihak lain yang akan datang.
Biaya Tetap merupakan biaya secara keseluruhan yang tidak mengalami
perubahan walaupun ada perubahan pada volume produksi atau penjualan.
Biaya Variabel merupakan biaya secara keseluruhan yang sewaktu waktu dapat
berubah tergantung pada jumlah produksi dan penjualan.
Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur perbandingan antara total utang terhadap total asset.
Debt to Equity Ratio merupakan Rasio utang terhadap modal merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur besarnya proporsi utang terhadap modal.
Deviden merupakan bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada
para pemegang saham dalam satu waktu periode.
Deviden Payout merupakan merupakan rasio yang menggambarkan pendapatan
yang dibayarkan sebagai deviden kepada investor.
Deviden Yield merupakan deviden persaham dibagi dengan harga pasar saham.
Investor merupakan orang perorangan atau lembaga domestic ataupun non
domestic yange malakuka suatu investasi.
Kas merupakan uang tunai yang dimiliki oleh suatu perusahaan dan dapat segera
digunakan setiap saat.
Kredit merupakan persediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
berdasarkan persetujuan dan juga kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dan pihak lain.
Laba ditahan merupakan keuntungan atau laba milik perusahaan yang belum
dibagikan.
Laporan Keuangan merupakan laporan yang menunjukkan kondisi keuangan
suatu perusahaan pada satu periode tertentu.
Laporan Laba Rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil
dari operasional usaha perusahaan pada satu periode tertentu.
Liabilitas merupakan hutang yang harus segera dilunasi baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Long Term Debt to Equity merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri.
135
Passiva merupakan representasi dari kewajiban dan modal perusahaan atau posisi
utang dan modal yang dimiliki perusahaan dalam menjalankan kegiatan
usahanya.
Modal merupakan hak yang dimiliki oleh perusahaan.
Modal Kerja Kotor merupakan semua komponen yang ada pada aktiva lancar
secara total dan sering disebut dengan modal kerja.
Neraca merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan pada tanggal
tertentu.
Persediaan merupakan bagian dari asset lancar yang berbetnuk barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
perusahaan.
Rasio Aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan efisiensi dari pemanfaatan sumber daya yang dimikiki oleh
perusahaan.
Rasio Likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Rasio Pasar merupakan rasio yang digunakan untuk mengestimasi nilai intrinsic
perusahaan (nilai saham).
Rasio Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Rasio Solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya.
Return On Assets meruapkan rasio yang bertujuan untuk menilai tingkat
konstribusi asset dalam menghasilkan laba bersih.
Return On Equity merupakan hasil pengembalian atas ekuitas berfungsi sebagai
penilaian tingkat konstribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih.
Saham merupakan sebuah bukti kepemilikan nilai dari suatu perusahaan.
Saham Biasa merupakan saham yang ditempatkan oleh pemiliknya paling
terakhir terhadap pembagian deviden dan hak atas kekayaan perusahaan
apabila terjadi likuidasi.
Saham Preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara
obligasi dan saham biasa.
136
Surat Berharga merupakan harta kekayaan perusahaan yang ditanamkan dalam
bentuk kertas berharga dan dengan jangka waktu tidak melebihi setahun.
Time Interest Earned Ratio merupakan rasio kelipatan bunga yang dihasilkan
merupakan raasio yang bertujuan untuk mencari jumlah berapa kali
kemampuan suatu perusahaan dalam membayar bunganya.
Utang Dagang merupakan kewajiban suatu perusahaan kepada pihak lain yang
harus segera dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek.
Utang Jangka Panjang merupakan kewajiban yang harus dibayar dan dilunasi
dalam tempo yang relative lama
Utang Jangka Pendek merupakan suatu kewajiban yang pelunasannya dilakukan
menggunakan sumber sumber aktiva lancar.
Utang Usaha merupakan komponen dari kewajiban lancar yang berasal dari
operasional perusahaan.
137