The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi Cerpen SMA Negeri 1 Prajekan tentang cerita masa-masa SMA byJrux Kuning dkk. Penerbit Bookies 2021

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Tiara Ayu Safitri, 2024-06-24 07:59:17

CERITA PUTIH ABU-ABU

Antologi Cerpen SMA Negeri 1 Prajekan tentang cerita masa-masa SMA byJrux Kuning dkk. Penerbit Bookies 2021

pengawasan. Pergaulannya berjalan seperti apa yang dia mau. Kemanapun dan siapapun temannya mengajak, dia akan ikut. Itu jauh lebihbaik dari pada di rumah sendiri. Tidak ada yang memarahi dan melarangnya saat dia melakukan kesalahan. Tidak ada yang mengajarinya cara berbicara dan berbahasa yang baik pada orang lain selain orang-orang pasar yang sering dia temui saat bersama ibunya. Meski begitu, Ahmad adalah Ahmad, dia selalu tersenyum di depan orang. Meski banyak orang yang mulai melihatnya sebelah mata. Mengatainya tidak punya masa depan, dia bisa apa? Saat merasa bersalah, malu, takut, dia terseyum untuk menutupi hatinya dari pandangan mata orang lain, untuk memperlihatkan dia baik-aik saja. Dia tidak menyadari atau mungkin tidak mau disadarkan jika itu malah membuat orang lain semakin gusar padanya. Dia hanya melindungi dirinya sendiri dari padangan orang. Dia tidak suka melihat orang mneganggapnya menyedihkan. Sudah lama Ahmad tahu pandangan orang padanya tidak akan pernah berubah. Dia sudah belajar dari lingkungannya. Di dunia Ahmad, dia hanya terlihat seperti anak tak terurus. Perkeonomian neneknya yang juga tidak terlalu baik, mebuatnya tak bisa melakukan banyak hal yang dia inginkan jika tidak memaksa. Sejak lama dia merasa berbeda dari orang-orang disekeklilingnya. Jika dia hanya diam dan menerima ejekan yang ditujukan padanya, temantemannya yang lain akan menindasnya dan membuatnya tampak lebih menyedihkan dan saat itu terjadi, dia yang paling tahu tidak ada yang membelanya kecuali dirinya sendiri. Tidak ada ayah yang akan mendatangi anak-anak yang telah memukulinya untuk membela. Tidak akan ada ibu yang akan mendengarkan ceritanya hari itu dan menasehatinya untuk bersabar seperti keluarga lain. Jika semua orang kini menyalahkannya dan berfikir seharusnya dia hanya diam dan bersabar tiap kali dia berkelahi, dia selalu ingin bertanya kemana orang-orang itu dulu sebelum dia menjadi seperti saat ini? Kemana mereka dulu saat semua orang meremehkannya dan dia mencoba bersabar? Tidak ada pembelaan dan perlindungan. Sejak itulah, dia hidup untuk dirinya sendiri dan kekuatanlah yang berbicara atas nama harga diri, berharap agar jangan sampai satusatunya hal yang dia miliki dijatuhkan orang lain. Dia hanya melihat sesuatu dari sekitarnya. Dia tidak terdidik untuk terlindungi dan terbela, hingga terkikis habislah kesabarannya untuk memahami orang lain. Semua itu perlahan merubahnya, merubahnya menjadi orang yang lebih suka menindas dari pada tertindas. Merubahnya menjadi orang yang gemar berkelahi demi sebuah harga diri kecil yang dia miliki. Ditakuti adalah cap yang kini Ahmad butuhkan untuk menutupi hati yang sebenarnya kecil dan penakut. Dia tahu benar, tidak ada siapa-siapa disampingnya. Karenanya, jika ada salah satu temannya yang diganggu, dialah yang akan membelanya mati-matian, sekalipun setelah itu dia harus mendapat masalah besar. Baginya, teman-temannya adalah keluarganya. Jika orang bertanya kenapa anak nakal berteman dengan anak nakal? Jawabannya sangat sederhana, disananalah mereka lebih diterima dan dihargai. Tidak mungkin mereka yang sudah


tercap bukan anak baik akan mudah berbaur dengan anak baik-baik. Jangankan berteman, mendekat dan sering bersama saja orang tua mereka akan menasehati, untuk tidak mendekati mereka. Bahkan guru yang sering menasehati Ahmad di BK pun akan melakukan sesuatu yang sama jika dia terlihat sering terlihat bersama anak-anak baik di kelasnya. “Kenapa sekarang kamu terlihat sering bersama anak itu, hati-hati ya, Bapak tidak melarang kamu berteman dengan siapapun. Kamu tahu dia anak yang bagaimana. Jangan sampai kamu terpengaruh.” Siapapun tahu maksudnya, dipoles secara haluspun orang tahu jika pada dasarnya orang sepertinya tidak berhak untuk dekat dengan siapapun agar tidak merusak orang lain. Di satu sisi mereka berharap Ahmad berubah, disisi lain mereka tidak benar-benar memberinya kesempatan. Jika pun kesempatan itu ada, kesabaran merekalah yang berbatas. Mereka meminta perubahan yang super cepat untuk melihat hasil. Tapi Ahmad tetaplah Ahmad. Biar hanya secuil dalam hatinya dia ingin berubah. Berubah dengan caranya sendiri. Namun siapapun tahu itu tidak mudah. Lima belas tahun hidup tanpa campur tangan orang tua bukan waktu yang singkat. Lima belas tahunnya adalah sepanjang hidupnya. Hingga kadang kala dia ingin mengatakan bahwa jika ingin membantuku berubah, jangan memberi batas waktu, seminggu, sebulan, setahun, dua tahun. Kenapa semua orang berharap sesuatu berubah begitu cepat hanya dengan proses yang hanya empat, lima kali? Padahal dia hidup semacam itu hampir sepanjang hidupnya. Semua bertaruh kegagalan akan niatnya untuk berubah. Saat dia gagal, orang akan mengatainya tidak punya niat yang cukup besar untuk berubah, kurang berusaha dan segala hal untuk mengungkit kesalahannya yang dulu tiap ada kesempatan. Hari ini, setelah lima belas tahun dalam hidupnya, ayahnya datang. Sudah lama kebekuan diatara mereka terbentuk. Kebekuan seorang ayah karena merasa malu dan bingung. Sebagai seorang ayah, dia tahu jika sepanjang hidup anaknya dia hanya ada, namun tidak benar-benar ada. Tidak pernah mendidik dan menyediakan kebutuhannya. Bekerja serabutan pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Hingga pada akhirnya dia tidak pernah memberi ibunya uang yang layak untuk membesarkan anaknya selama ini. Dia benar-benar memahami, jika pada akhirnya Ahmad tidak mengangapnya sebagai seorang ayah dan panutan dalam hidupnya. Dia tahu sekali jika anaknya itu sudah rusak, namun sebagai seorang ayah, dia sudah tidak tahu harus memulai semua dari mana, baginya yang hanya lulusan SD, menata kalimat untuk berbicara dan menasihati anaknya saja sudah amat sangat berat baginya. Ayah Ahmad menyadari jika ibunya kian menua. Sepeninggal ayahnya kini ibunya tidak lagi memiliki penghasilan lebih selain uang pensiunan dari ayahnya. Entah angin segar apa yang pada akhirnya membuat Ayah Ahmad memilih untuk datang sendiri ke sekolah saat anaknya kembali mendapat surat panggilan orang tua. Hari itu ibunya menangis. Dulu saat Ahmad kecil, untuk menerima bantuan beasiswa saja ayahnya tidak pernah mau, namun hari ini hati ibunya benar-benar bahagia.


Sama seperti Neneknya, melihat ayahnya datang satu jam lebih pagi dari undangan dengan peci hitamnya di sekolah membuatnya terharu bercampur malu. Dia masih terlalu canggung untuk bahagia. Ayah Ahmad merasa sangat bahagia dengan kunjungan pertamanya ke sekolah. Semua sangat terlihat benar di wajahnya saat pulang dan menceritakan semuanya pada ibunya. Sekalipun momen pemanggilan tersebut bukan sesuatu yang membahagiakan tentang Ahmad, tapi ayahnya merasa, kali ini dia telah mencoba menjadi seorang ayah bagi Ahmad. Tak perlu dipaksa berulang kali, undangan pengambilan rapot setelah itu pun dihadiri oleh Ayah Ahmad. Tetap seperti sebelumnya, Ayah Ahmad datang satu jam sebelum waktunya dengan peci hitamnya. Menunggu dengan sabar di depan sekolah karena tidak tahu harus bagaimana dan kemana. Hari itu Ahmad menangis, dia sendiri tidak paham apa yang membuatnya menangis. Dia yakin sekali bukan karena lima dari nilai rapotnya berwarna merah, karena cap bodoh sudah sejak dulu tersemat padanya. Tentu saja juga bukan karena dia takut dimarahi atau mengecewakan ayah dan neneknya. Tapi dia tetap saja menangis sepanjang jalan pulang saat menggonceng ayahnya yang mengapit rapot rapat-rapat, seolah itu dokumen yang sangat penting dan harus dijaga. Ada keharuan dan ketenangan yang dia rasakan. Sesuatu yang baru saja dia rasakan setelah lima belas tahun dia hidup. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa tidak sendiri. “Mbah, minta uang Rp 500,00 ada?” “Buat apa?” “Mau ngamen. Naik angkot kurang Rp 500,00 uangku Cuma Rp 2.500,00.” Tak lama kemudian Sang nenek kembali dengan uang seribu lima ratus ditangan setelah mencari-cari sisa uang belanja dibawah bantalnya. “Ini, buat sangu ke sana. Kalau hujan, jangan pulang. Tidur di rumah Ibumu saja. Tidak usah sampai terlalu malam. Sekarang musim hujan.” “Iya, Cuma sebentar, buat uang saku ke Jogja, pingin beli celana di sana.” Ahmad tahu neneknya tidak akan bisa memberi uang saku untuk study tournya kali ini. Bisa ikut saja rasanya kemarin hampir mustahil jika dia tidak menjual ayam jago kesayangannya dan mengusahakan uang tambahan lain. Setelah berpamitan singkat, Ahmad pergi dengan topi hitamnya sambil memanggul gitar. Berjalan membelah langit sore untuk menunggu angkot diujung jalan. Seperti doa ibu bapaknya saat menamainya Ahmad, agar dia menjadi anak terpuji dan seperti keinginan hati ibunya yang ingin agar kelak anaknya menjadi seoang penyanyi. Hari ini dia mengikuti kemana hidup akan membawanya. Dia Ahmad. Orang yang terlanjur dianggap rusak dan bodoh. Meski hidupnya tidak mudah, meski sebagian orang telah menggapa hidupnya tidak punya masa depan yang baik. Dia masih terus terseyum dengan petikan gitar ditangannya. Disudah tidak ingin orang mengerti


dirinya. Namun dia percaya, suatu saat, entah doa dari siapa, entah uluran tangan baik dari mana, hidupnya akan berubah lebih baik. TENTANG PENULIS Tiara Ayu Safitri atau yang akrab disapa Jrux Kuning, Wanita pecinta kopi, hujan, senja, gambar dan buku ini tinggal di Kabupaten Bondowoso dan berprofesi sebagai guru di SMA Negeri 1 Prajekan. Selain kesibukan sebagai seorang guru, lulusan Universitas Negeri Malang jurusan Pendidikan Seni Rupa ini, juga memiliki usaha sampingan dibidang handycraft dan freelance illustrator. Terlahir dari seorang Ibu yang gemar menulis puisi, on air dan mengajarinya menulis daery sejak SD, serta hobi membaca dan berburu berbagai jenis buku sejak kecil membuat hasratnya untuk bisa menulis semakin tinggi. Dia mulai aktif menulis sejak 2017 sampai saat ini. Beberapa karyanya diterbitkan dalam bentuk antologi. Kalian bisa melihat karya-karyanya di instagram heyjrux dan cuitannya di @jruxkuning


Click to View FlipBook Version