i
ZAKAT PRODUKTIF:
PEMBERDAYAAN DAN OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHA MUSTAHIQ
Tim Peneliti:
Dr. Muhdar HM. ST., SE., MM
Immawan Muhajir Kadim, S.HI., M.E.I
PENERBIT AMAI PRESS
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN AMAI GORONTALO
TAHUN 2019
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karuniaNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan pengabdian pada
masyarakat yang berbasis riset dengan judul Pemberdayaan Potensi Masyarakat
Penerima Bantuan Zakat Produktif Dalam Upaya Optimalisasi Pendapatan Usaha Di Kota
Gorontalo, yang kemudian ditulis dalam bentuk tulisan sederhana yaitu menjadi sebuah
buku monograf yang berjudul “Zakat Produktif: Pemberdayaan dan Optimalisasi Usaha
Mustahiq”.
Kami sadari bahwa buku ini, di sana sini masih banyak kekurangan namun
penulis berharap dengan buku ini dapat membantu para mahasiswa dalam mempelajari
bagaimana zakat produktif yang diterima oleh para mustahiq dapat mengoptimalkan
pendapatan usaha. Demikian pula para mustahiq yang mendapat bantuan zakat
produktif dengan buku ini dapat menjadi pedoman aplikatif dalam mengembangkan
usaha yang digelutinya.
Dalam buku ini, pada bab awal sengaja ditempatkan topik bahasan
“Pendahuluan” karena pada topik tersebut diharapkan para pembaca memahami
tentang latar belakang permasalahan yang ada, rumusan masalah, tujuan dan
signifikansi tulisan.
Pada bab-bab selanjutnya diuraikan tentang “Teori Relevan” yang didalamnya
menjelaskan beberapa teori pemberdayaan, zakat produktif, pendapatan, dan penelitian
terdahulu; “Kerangka Konsep” yang mengurai tentang gambaran Kota Gorontalo, Baznas
Kota Gorontalo, Kondisi dan nama penerima zakat produktif, kondisi yang diharapkan,
dan metode dan penggalian data; “Pelaksanaan Pengabdian” yang didalamnya
menjelaskan tentang tahap observasi dan wawancara, tahap pelaksanaan FGD, tahap
pelaksanaan pelatihan; “Diskusi Keilmuan” yang didalamnya membahas tentang
bagaimana hasil penelitian dan pembahasannya; dan terakhir, “Penutup” yang mengurai
tentang kesimpulan dan saran yang akan dilakukan kedepannya.
iii
Kritik dan saran dengan lapang dada kami terima sebagai suatu masukan dalam
penyempurnaan buku ini, kepada semua pihak yang telah banyak membantu, kami
haturkan terima kasih.
Kepada Allah SWT, juga kami bersyukur dan semoga buku ini bermanfaat bagi
semua pihak yang mengelola dan memberdayakan sumber daya-sumber daya organisasi
ke arah yang efektif dan efisien, sehingga tujuan akhir organisasi dapat tercapai secara
maksimal. Amin ! Ya Robbal Alamin.
Gorontalo, Desember 2019 M
Penulis
iv
SAMBUTAN REKTOR
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
Alhamduhlillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam kita sampaikan
ke hadirat Rasulullah SAW., keluarga,para sahabat, dan juga umat
beliau hingga akhir zaman.
Seperti yang disampaikan oleh penulis bahwa diterbitkannya buku
monograf ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam
mempelajari bagaimana penerima zakat produktif (mustahiq) dapat diberdayakan
sehingga usaha yang digelutinya dapat penghasilan yang optimal dengan demikian
mereka yang satusnya sebagai mustahiq akan berubah menjadi musakki. Sedangkan
bagi mustahiq dengan buku ini dapat dijadikan pedoman aplikatif bagaimana mereka
mengelolah usahanya dengan baik.
Melihat dan menelaah isi buku monograf karya Dr. Muhdar HM.,ST., SE., MM dan
Immawan Muhajir Kadim, S.HI., ME ini bahwa materi-materi yang diuraikannya sangat
menarik, aktual dan mudah dipahami serta relevan dengan materi mata kuliah yang
berkaitan zakat produktif, pemberdayaan, dan pendapatan usaha. Karenanya saya
merekomendasikan kiranya buku ini baik dimiliki oleh berbagai pihak yang bergerak
dalam pengelolaan aneka kegiatan usaha.
Semoga buku ini dapat menambah pengetahuan atau referensi bagi mahasiswa,
mustahiq, baznas dan yang selama ini menekuni aspek kajian zakat produktif,
pemberdayaan, dan pendapatan usaha.
Gorontalo, Desember 2019 M
Rektor
Dr. H. Lahaji, M.Ag
v
ABSTRAK
Tujuan pengabdian berbasis riset ini adalah menganalisis dan
menggambarkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat penerima bantuan
zakat produktif dalam upaya pengembangan usaha yang dimilikinya;
menganalisis dan merancang model pemberdayaan yang efektif bagi penerima
zakat produktif di Kota Gorontalo; Menganalisis dan merancang ulang upaya-
upaya efektif untuk mengoptimalkan pendapatan usaha-usaha Mustahik di Kota
Gorontalo melaui model-model pelatihan.
Beberapa metode dan penggalian data yang digunakan untuk
menghimpun data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu: (1) Observasi dan
wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan informasi awal yang terkait
dengan tema-tema penelitian yang akan dikaji. (2) Melakukan FGD terfokus
dimaksudkan untuk lebih mendalami beberapa isu dan data yang tidak terjaring
dalam wawancara mendalam. (3) melakukan pelatihan sebagai tindak lanjut dari
FGD dimana pada kegiatan FGD itu terungkap tentang kelemahan para mustahik,
dengan pelatihan tersebut pengetahuan dan keterampilan para Mustahik akan
bertambah.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pertama, potensi wilayah Kota
Gorontalo untuk mengembangkan potensi usaha para Mustahik berpotensi tinggi
karena data menujukkan perbandingan antara Mustahik dengan Musakki hampir
satu banding satu (12.668 orang Mustahik : 13.504 orang Muzakki). Artinya, satu
Muzakki menanggung satu orang mustahik. Disamping itu, potensi penerima
bantuan zakat produktif (Mustahik) juga sangat potensial karena dari sisi umur
masih tergolong produktif dan rata-rata sudah memiliki usaha sebelumnya.
Kedua, model pemberdayaan potensi penerima bantuan zakat produktif di Kota
Gorontalo dikelompokkan kedalam dua tahap, yaitu: (1) pemberian modal usaha
dalam bentuk barang senilai Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah); (2) pemberian
vi
tambahan modal usaha dalam bentuk barang senilai Rp. 2.000.000 (dua juta
rupiah), pada tahap kedua ini akan diberikan kepada para mustahik yang
usahanya mengalami peningkatan, sementara usaha yang tidak mengalami
perkembangan tidak mendapatkan bantuan modal tahap kedua. Ketiga, upaya
pemberdayaan yang dilakukan untuk mengoptimalkan pendapatan usaha-usaha
penerima bantuan zakat produktif di Kota Gorontalo adalah hanya sebatas
pemberian modal bagi para Mustahik yang sudah memiliki usaha, baik usaha kios
maupun usaha warung (rumah makan). Jadi tidak ada upaya secara sistimatis
dan massif bagaimana mengoptimalkan pendapatan usaha-usaha para mustahik
secara keberlanjutan.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Zakat Produktif, Pendapatan.
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL --------------------------------------------------------------------------- i
KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------- iii
SAMBUTAN REKTOR IAIN SULTAN AMAI GORONTALO---------------------------v
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------------------vi
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------ix
BAB I PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------------- 1
A. Latar Belakang ----------------------------------------------------------------------- 1
B. Rumusan Masalah ------------------------------------------------------------------ 3
C. Tujuan Penelitian ------------------------------------------------------------------- 3
D. Signifikansi Penelitian ------------------------------------------------------------- 4
BAB II TEORI RELEVAN ------------------------------------------------------------------ 5
A. Teori Pemberdayaan ----------------------------------------------------------------- 5
B. Zakat Produktif ---------------------------------------------------------------------- 14
C. Pendapatan--------------------------------------------------------------------------- 24
D. Kajian Penelitian Terdahulu ------------------------------------------------------ 29
BAB III KERANGKA KONSEP ----------------------------------------------------------35
A. Gambaran Kota Gorontalo ---------------------------------------------------- 35
B. Gambaran Umum Baznas Kota Gorontalo--------------------------------- 36
C. Kondisi dan Nama Penerima Zakat Produktif ---------------------------- 49
D. Kondisi yang Diharapkan ----------------------------------------------------- 41
E. Metode dan penggalian Data ------------------------------------------------- 42
BAB IV. PELAKSANAAN PENGABDIAN ----------------------------------------------45
A. Tahap Observasi dan wawancara ------------------------------------------ 45
B. Tahap Pelaksanaan FGD------------------------------------------------------ 46
ix
C. Tahap Pelaksanaan Pelatihan ----------------------------------------------- 49
BAB V. DISKUSI KEILMUAN ------------------------------------------------------------ 51
A. Hasil Penelitian----------------------------------------------------------------- 51
1. Karakteristik menurut Pendidikan ------------------------------------ 51
2. Karakteristik menurut Umur ------------------------------------------- 52
3. Karakteristik menurut Jenis Kelamin --------------------------------- 55
4. Karakteristik Menurut Usaha------------------------------------------- 57
B. Pembahasan -------------------------------------------------------------------- 58
1. Potensi Penerima Zakat Produktif------------------------------------- 58
2. Model Pemberdayaan Penerima zakat Produktif ------------------ 62
3. Upaya optimalisasi Pendapatan Usaha ------------------------------- 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN --------------------------------------------------69
A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------ 69
B. Rekomendasi --------------------------------------------------------------------- 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran zakat merupakan salah satu issu mutakhir di Indonesia, karena
ajarannya memberikan landasan untuk tumbuh dan berkembangnya
kekuatan sosial ekonomi umat. Kandungan ajarannya memiliki dimensi
yang luas dan kompleks, bukan saja berdimensi teologi tetapi juga
berdimensi ekonomi dan duniawi (Amalia, 2009:2). Karenanya setiap
muslim yang memiliki harta dan memenuhi syarat-syarat tertentu
diwajibkan mengeluarkan zakat untuk diberikan kepada delapan golongan
yang berhak menerima zakat (asnaf). Kedelapan asnaf itu, paling banyak
yang perlu diberdayakan adalah golongan fakir dan miskin. Jadi zakat
merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi
orang kaya membantu orang miskin. Disamping itu, zakat mempunyai
sasaran sosial untuk membangun satu sistem ekonomi yang mempunyai
kesejahteraan dunia dan akhirat, dan tidak sekedar menyantuni orang
miskin secara konsumtif melainkan mempunyai tujuan yang lebih
permanen yaitu mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang (Lestari,
2015:3).
Secara empirik, Beik dan Arsyianti (2016) menunjukkan bahwa
kehadiran program zakat produktif mampu meningkatkan indeks
kesejahteraan mustahik sebesar 96,8%, Indeks kemiskinan material dan
indeks kemiskinan absolut juga dapat dikurangi masing-masing 30,15%
dan 91,30%. Romdhoni (2017) menunjukkan bahwa penyediaan modal
zakat produktif dalam bentuk modal usaha memiliki dampak positif dan
dapat menurunkan angka kemiskinan. Begitu pula hasil riset Putri dan
Prahesti (2017) menemukan bahwa dana zakat produktif memiliki peran
1
terhadap pemberdayaan para mustahik khususnya dibidang ekonomi,
meskipun besarnya pengaruh modal terhadap omzet memiliki pengaruh
yang kecil tetapi akan memberikan dampak terhadap angka kemiskinan di
Indonesia.
Di Kota Gorontalo, tahun 2014 angka kemiskinan 5,85% turun
menjadi 5,70% di tahun 2017 (BPS, 2018). Artinya terjadi penurunan
0,15%. Penurunan ini tidak terlepas peran BAZ, BAZNAS dan sejenisnya
yang menyalurkan dana zakat produktif sebagai bantuan modal usaha
kepada mustahiq dengan target merubah keadaan mustahik menjadi
muzakki. Data menyaluran dana zakat produktif kepada mustahiq oleh
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tahun 2016 – 2017 adalah:
Tabel 1: Data Penerima Zakat Usaha Produktif Tahun 2016 - 2017
No Jumlah Rata-Rata Jumlah Tahun
Penerima Diterima
1 27 Orang Rp. 4.000.000 Rp. 108.000.000 2016
2 152 Orang Rp. 4.980.000 Rp. 757.000.000 2017
Sumber, Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Gorontalo, 2018.
Bentuk Pendayagunaan zakat Produktif pada BAZNAS Provinsi
Gorontalo, bukan hanya pemberian bantuan modal usaha sebagaimana data
diatas, tetapi juga berupa suntikan pengetahuan mengenai bagaimana
menjalankan suatu usaha yang baik dan juga selalu mengingatkan bahwa
zakat adalah amanah yang harus di gunakan sedemikian rupa agar dapat
bermanfaat untuk orang lain. Namun kenyataannya, walaupun ada
mustahik yang berhasil menigkatkan pendapatannya, tetapi ada juga yang
2
sama sekali usahanya tidak berkembang dengan baik dan bahkan tidak
menyerap tenaga kerja (wawancara Ibu Djibu dan Nurulhuda, 2018).
Atas dasar fenomena dan argument di atas, tentu merupakan suatu
persoalan yang harus di pecahkan secara akademik melalui suatu
pengabdian yang berbasis penelitian sebagai tugas dan fungsi peneliti itu
sendiri. Ketertarikan akan persoalan ini, di formulasi dengan judul
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Penerima Bantuan Zakat Produktif
(Mustahik) dalam Upaya Optimalisasi Pendapatan Usaha Di Kota
Gorontalo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada uraian di latarbelakang penelitian
diatas, maka disusunlah beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana potensi masyarakat penerima bantuan zakat produktif
dalam upaya pengembangan usaha yang dimilikinya di Kota
Gorontalo?
2. Bagaimana model pemberdayaan potensi penerima bantuan zakat
produktif dalam upaya pengembangan usaha yang dimilikinya di
Kota Gorontalo?
3. Bagaimana upaya pemberdayaan yang dilakukan
untuk mengoptimalkan pendapatan usaha-usaha penerima bantuan
zakat produktif di Kota Gorontalo?
C. Tujuan Penelitian ini
Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian
menyesuaikan dengan beberapa rumusan masalah di atas, yaitu:
3
1. Menganalisis potensi masyarakat penerima bantuan zakat produktif
dalam upaya pengembangan usaha yang dimilikinya.
2. Menganalisis dan merancang model pemberdayaan yang tepat
kepada masyarakat penerima bantuan zakat produktif dalam upaya
pengembangan usahanya.
3. Melakukan pemberdayaan potensi masyarakat penerima bantuan
zakat produktif dalam rangka optimalisasi pendapatan usahanya,
sehingga terbentuk masyarakat yang mandiri.
D. Signifikansi
Adapun signifikansi dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan ilmiah, daya kritis dan nalar serta referensi
terhadap pengembangan literature yang berkaitan dengan
pemberdayaan potensi penerima zakat produktif dalam upaya
optimalisasi pendapatan usaha.
2. Sebagai bahan informasi yang dapat bermanfaat implementatif bagi
pemerintah dan baznas pada umumnya dan baznas Kota Gorontalo
khususnya untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan
pelaksanaan di masa yang akan datang.
3. Menggugah kesadaran penerima zakat produktif dalam berwirausaha
dan menumbuhkan daya kreativitas, keterampilan dan kemampuan
untuk meningkatkan pendapatan dari usaha-usaha yang dilakukannya.
4
BAB II
KONSEP ATAU TEORI RELEVAN
Beberapa konsep atau teori yang relevan dengan penelitian ini
diantaranya teori pemberdayaan, teori zakat dan teori pendapatan usaha.
A. Teori Pemberdayaan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017) Kata
pemberdayaan berasal dari kata berdaya yang berarti berkemampuan;
bertenaga; mempunyai akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu
dan sebagainya. Sedangan arti perberdayaan adalah proses, cara, perbuatan
memberdayakan. Dalam bahasa Inggris pemberdayaan (empowerment)
berasal dari kata dasar “power” yang berarti kekuatan berbuat, mencapai,
melakukan atau memungkinkan. Awalan “em” pemberdayaan dapat berarti
kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas (Baridi, dkk, Tanpa
Tahun). Jadi pemberdayaan didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan
secara berkesinambungan untuk menjadikan masyarakat lebih proaktif
dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya
pelaksanaan program pemberdayaan tidak dapat dilakukan pada satu
siklus saja dan berhenti tahapan tertentu, tetapi harus berkesinambungan
dan mengalami peningkatan kualitas dari satu tahapan ke tahapan
selanjutnya secara terus-menerus (Mubarak, 2010). Sedangkan menurut
Pearson dkk (1994) bahwa konsep pemberdayaan menekankan pada
penambahan ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Sukmaniar. 2007). Konsep-konsep pemberdayaan ini,
relevan dengan teori pemberdayaan seperti teori Ekologi (Kelangsungan
Organisasi) yaitu organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam
5
kehidupan kita, karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup alam ini
sebagai makhluk sosial, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Teori pemberdayaan mobilisasi sumberdaya, Jasper, (2010)
menyatakan gerakan sosial terdiri dari individu-individu dan interaksi di
antara anggota suatu masyarakat. Dalam hal pemberdayaan masyarakat,
maka teori mobilisasi menjadi salah satu fondasi kuat, karena menjadikan
individu atau kelompok masyarakat yang berdaya/memiliki power selain
uang, knowledge maka people juga mempunyai peranan yang penting.
Individu-individu yang membentuk suatu kumpulan akan memberikan
kekuatan, dan kekuatan itu akan memberikan power pada individu sebagai
makhluk social atau masyarakat. Secara rinci teori-teori pemberdayaan
sebagaimana dikemukakan diatas akan diurai berikut.
1. Teori Ketergantungan Kekuasaan (power-dependency)
Istilah power merupakan kunci konsep untuk memahami proses
pemberdayaan. Pemikiran modern tentang kekuasaan dimulai dalam
tulisan-tulisan dari Nicollo Machiavelli ( The Prince , awal abad ke-16) dan
Thomas Hobbes ( Leviathan abad, pertengahan-17). Tujuan dari kekuasaan
adalah untuk mencegah kelompok dari berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dan juga untuk memperoleh persetujuan pasif
kelompok ini. Power merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
interaksi sosial. Kekuasaan adalah fitur yang tidak terpisahkan dari
kehidupan sosial. Hal ini selalu menjadi bagian dari hubungan, dan tanda-
tanda yang dapat dilihat bahkan pada tingkat interaksi mikro (Sadan,
1997:33).
Lebih lanjut (Abbot, 1996) menjelaskan bahwa untuk
mengembangkan masyarakat perlu mendapat memperhatikan tentang
6
aspek kesetaraan (equality), konflik dan hubungan pengaruh kekuasaan
(power relations) atau jika tidak maka tingkat keberhasilannya rendah.
Setelah kegagalan teori modernisasi muncul teori ketergantungan. Teori ini
pada prinsipnya menggambarkan adanya suatu hubungan antar negara
yang timpang, utamanya antara negara maju (pusat) dan negara pinggiran
(tidak maju). Menurut Abbot (1996), teori ketergantungan memunculkan
pemahaman akan keseimbangan dan kesetaraan, yang pada akhirnya
membentuk sebuah pemberdayaan (empowerment) dalam partisipasi
masyarakat dikenal sebagai teori keadilan.
Sebagai contoh: Teori “ketergantungan-kekuasaan” (power-
dependency) mengatakan kepada kita bahwa pemberi dana (donor)
memperoleh kekuasaan dengan memberikan uang dan barang kepada
masyarakat yang tidak dapat membalasnya. Hal ini memberikan ide bahwa
lembaga/organisasi (non profit organization) /LSM sebaiknya tidak
menerima dana dari hanya satu donor jika ingin merdeka/bebas.
Pada konteks pemberdayaan maka teori ketergantungan dikaitkan
dengan kekuasaan yang biasanya dalam bentuk kepemilikan uang/modal.
Untuk mencapai suatu kondisi berdaya/ kuat/mandiri, maka sekelompok
masyarakat harus mempunyai keuangan/ modal yang kuat. Selain
uang/modal, maka ilmu pengetahuan/ knowledge dan aspek
people/sekumpulan orang/ massa yang besar juga harus dimiliki agar
kelompok tersebut mempunyai power. Kelompok yang memiliki power
maka kelompok itu akan berdaya.
2. Teori Sistem (The Social System)
Teori fungsional tentang perubahan yang dilahirkan oleh Talcott
Parson (2005) menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti
7
halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama dari
pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi
bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang
berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna
fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah,
umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang
lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan
Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses
perubahan.
Lebih lanjut Parsons (2005) menyampaikan empat fungsi yang
harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal
yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan
utamanya.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang
menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan
antara ketiga fungsi penting lainnya.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan
memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi.
Apabila dimasukkan dalam aspek pemberdayaan masyarakat, maka
teori system social ini mengarah pada salah satu kekuatan yang harus
dimiliki kelompok agar kelompok itu berdaya yaitu memiliki sekumpulan
orang/massa. Apabila kelompok itu memiliki massa yang besar dan mampu
8
bertahan serta berkembang menjadi lebih besar maka kelompok itu dapat
dikatakan berdaya.
3. Teori Ekologi (Kelangsungan Organisasi)
Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan
kita, karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di dunia tidaklah
sendirian, melainkan sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup
berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Struktur
organisasi merupakan kerangka antar hubungan satuan-satuan organisasi
yang didalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-
masing mempunyai peranan tertentu. Struktur organisasi akan tampak
lebih tegas apabila dituangkan dalam bentuk bagan organisasi.
Seseorang masuk dalam sebuah organisasi tentu dengan beragai
alasan karena kelompok akan membantu beberapa kebutuhan atau
tujuannya seperti perlindungan, cinta dan kasih saying, pergaulan,
kekuasaan, dan pemenuhan sandang pangan. Berbagai tujuan tersebut
memperlihatkan bahwa kehidupan saling berpengaruh antar orang jauh
lebih bermanfaat daripada kehidupan seorang diri.
Seseorang pada umumnya mempunyai kebutuhan yang bersifat banyak
yang menginginkan dipenuhinya lebih dari satu macam kebutuhan,
sehingga keberadaan kelompok merupakan suatu keharusan.
4. Teori Konflik
Konflik akan selalu muncul dan akan selalu dapat ditemukan dalam
semua level kehidupan masyarakat. Dalam interaksi, semua pihak
bersinggungan dan sering malahirkan konflik. Belajar dari konflik yang
kemudian disadari menghasilkan kerugian para pihak akan memunculkan
9
inisiatif meminimalisir kerugian itu. Caranya adalah mengupayakan damai
untuk kembali hidup bersama. Dalam konteks demikian, konflik
didefinisikan bukan dari aspek para pelaku konflik, tetapi merupakan
sesuatu yang given dalam interaksi sosial. Malahan konflik menjadi motor
pergaulan yang selalu melahirkan dinamika dalam masyarakat. Dikenal
beberapa pendekatan teoritis untuk menjelaskan konflik. Sebagai
kenyataan sosial. Diantaranya pendekatan ketimpangan dalam dunia
ekonomi yang menjelaskan bahwa munculnya konflik dikarenakan
ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan yang menciptakan
kelangkaan. Sementara disisi lain, individu bersifat individualis,
mementingkan diri sendiri untuk mendapatkan surplus yang ada. Adanya
kesamaan antara individu membuka peluang terjadinya perebutan pada
satu komoditi dan sebaliknya juga membuka kerjasama di antara para
pelaku (Chalid, 2005).
Pada proses pemberdayaan yang dilakukan di suatu lingkungan
social (masyarakat) akan sangat sering menemui konflik. Konflik yang
terjadi berkaitan erat dengan ketidakpercayaan dan adanya perubahan
kepada mereka. Perubahan terhadap kebiasaan, adat istiadat dan berbagai
norma social yang sudah tertanam sejak lama di dalam masyarakat. Hal
ini sesuai pendapat Stewart, 2005 dalam Chalid (2005) Terdapat tiga
model penjelasan yang dapat dipakai untuk menganalisis kehadiran konflik
dalam kehidupan masyarakat, pertama penjelasan budaya, kedua,
penjelasan ekonomi, ketiga penjelasan politik. Perspektif budaya
menjelaskan bahwa konflik dalam masyarakat diakibatkan oleh adanya
perbedaan budaya dan suku. Dalam sejarah, konflik cenderung seringkali
terjadi karena persoalan perbedaan budaya yang melahirkan penilaian
stereotip. Masing-masing kelompok budaya melihat sebagai anggota atau
10
bagian dari budaya yang sama dan melakukan pertarungan untuk
mendapatkan otonomi budaya. Terdapat perdebatan tentang pendekatan
primordial terhadap realitas konflik. Sebagian antropolog ada yang
menerima dan sebagian menolak. Argumentasi kalangan yang menolak
beralasan bahwa terdapat masalah serius bila hanya menekankan
penjelasan konflik dari aspek budaya semata. Pendekatan budaya tidak
memasukkan faktor-faktor penting dari aspek sosial dan ekonomi.
Pandangan teori konflik mengacu pada dua aspek, yang pertama
tentang ekonomi/uang yaitu berkaitan dengan modal sebagai sarana untuk
kelompok dapat dikatakan berdaya dan mandiri. Aspek kedua menyangkut
tentang organisasi, apabila kelompok dapat memanajemen konflik dengan
baik, maka keutuhan dan kekuatan organisasi/ kelompok orang akan terus
kuat dan lestari sehingga mereka akan memiliki daya dari sisi finansial dan
sisi keanggotaan massa.
5. Teori Mobilisasi Sumberdaya
Jasper, (2010) menyatakan gerakan sosial terdiri dari individu-
individu dan interaksi di antara anggota suatu masyarakat.
Pendekatan pilihan rasional (rational choice) menyadari akan hal ini,
tetapi versi mereka memperhitungkan individu sebagai yang
abstrak untuk menjadi realistis. Pragmatisme, feminisme, dan yang terkait
dengan berbagai tradisi yang mendorong lahirnya studi tentang aksi-aksi
individu (individual action) dan aksi-aksi kolektif (collective action) sejak
tahun 1960-an, yakni penelitian tentang perlawanan (social resistence),
gerakan sosial (social movement) dan tindakan kolektif (collective
behavior) berkembang di bawah inspirasi dari teori-teori besar
tersebut. Dua dari mereka di antaranya dipengaruhi oleh
11
pandangan Marxisme, terutama sosiologi makro versi Amerika
yang menekankan teori mobilisasi sumber daya (resource
mobilization theory) dan interaksi dengan negara. Rusmanto, (2013)
menyimpulkan bahwa untuk mengetahui keinginan seseorang akan sangat
terkait dengan tujuan di akhir orang tersebut. Seseorang dari pertanyaan
yang mengarah kepada sebuah tujuan. Dalam hal ini, maka tujuan adalah
pusat pendekatan yang strategis sebagai taktik, meskipun dalam
pemahaman umum, telah keliru memahami bahwa strategi merupakan
instrumen tujuan yang bersifat sementara mencerminkan budaya
dan emosi.
Pada konteks pemberdayaan masyarakat maka teori mobilisasi
menjadi salah satu dasar yang kuat, karena untuk menjadi seorang atau
kelompok masyarakat yang berdaya/ memiliki power selain uang,
knowledge maka people juga mempunyai peranan yang penting. Kumpulan
orang akan memberikan kekuatan, kekuatan itu akan memberikan power
pada orang atau masyarakat itu.
6. Teori Constructivist
Glasersfeldn (1987) menyatakan konstruktivisme sebagai teori
pengetahuan dengan akar dalam filosofi, psikologi, dan cybernetics. Von
Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme radikal selalu membentuk
konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang
dengan aktif menerima yang apapun melalui pikiran sehat atau melalui
komunikasi. Hal itu secara aktif terutama dengan membangun
pengetahuan. Kognisi adaptif adalah seseuatu untuk mengorganisir
pengalaman dunia itu, bukan untuk menemukan suatu tujuan kenyataan.
Konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan
12
pada aktivitas siswa dengan untuk menciptakan, menginterprestasikan,
dan mengorganisasikan pengetahuan dengan jalan individual
(Windschitl, dalam Abbeduto, 2004).
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon,
sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Teori
konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting.
Pada proses pemberdayaan masyarakat pendekatan teori belajar
secara konstructivisme perlu di tanamkan dan diupayakan agar masyarakat
mampu menkonstruksi pemahaman untuk berubah. Pemberdayaan
masyarakat hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai yang sudah
melekat di masyarakat selam nilai tersebut baik dan benar. Nilai-nilai
kebersamaan, keikhlasan, gotong-royong, kejujuran, kerja keras harus di
bangun dan di konstruksikan sendiri oleh masyarakat untuk menciptakan
perubahan agar lebih berdaya. Keterkaitan dengan konsep pemberdayaan
maka aspek ilmu (knowledge) yang ada di dalam masyarakat perlu
dibangun dengan kuat dan di kontruksikan di dalam masyarakat itu sendiri.
13
B. Zakat Produktif
Konsep zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin
berupa modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha
produktif yang mana hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan
harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat
menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya (Yusuf Qaradhawi,
2005:30). Asy-Syairozi mengatakan bahwa seorang fakir yang mampu
tenaganya diberi alat kerja, dan yang mengerti dagang diberi modal dagang.
Dalam konteks ekonomi, zakat produktif merupakan zakat di mana harta
atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan,
akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka,
sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka dapat berkesinambungan (Widiastuti dan Rosyidi, 2015:94).
Dengan demikian, pengelolaan zakat secara produktif yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan para penerima zakat dan bahkan ke depan,
mereka tidak membutuhkan zakat, bahkan berubah menjadi orang yang
wajib mengeluarkan zakat.
Menurut Kiai Sahal, zakat merupakan salah satu instrument
pengentasan kemiskinan yang belum dikelola secara produktif. Mayoritas
pemberian zakat masih dilakukan secara konsumtif, sehingga tidak mampu
mengentaskan kemiskinan. Zakat produktif dikelola sebagai instrument
untuk membekali kemampuan berwirausaha dengan manajemen keuangan
yang baik, sehingga zakat mampu menjadi modal usaha dengan terus
melakukan evaluasi dan terobosan yang dinamis. Fakir miskin perlu dilatih
secara intensif supaya mempunyai kesadaran untuk membuka usaha dan
mengelolanya secara professional.
14
Kesadaran dari dalam harus ditumbuhkan terlebih dahulu supaya
mampu menggunakan uang secara produktif. Pembinaan dan pelatihan ini
harus dilakukan oleh tim ahli sehingga hasilnya sesuai dengan harapan dan
target. Dalam aplikasi zakat produktif ini, Kiai Sahal membaginya dengan
pendekatan kebutuhan dasar (model basic need approach). Selain itu, Kiai
Sahal tidak membagi dana zakat dalam bentuk uang, tetapi diatur supaya
masih tetap dalam koridor fiqh. Mustahiq zakat diserahi zakat berupa uang,
kemudian ditarik kembali sebagai tabungan untuk keperluan pengumpulan
modal yang dikelola oleh koperasi. Dengan cara ini, mereka mampu
menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpukan dari harta zakat
mereka sendiri (Al-Qurtubi dalam Ma’mur, 2015: 120-122).
Begitu pentingnnya pengelolaan zakat produktif, maka dibutuhkan
manajemen professional. Dalam manajemen ada empat unsur utama, yaitu
institusi, proses kerja, aktor, dan tujuan. Menurut Kiai Sahal, dalah hal
manajemen, beberapa tahapan yang mesti dilakukan. Pertama, melakukan
inventarisasi dan identifikasi kemampuan potensi umat untuk mengetahui
siapa yang kaya dan siapa yang miskin. Proses ini melibatkan pakar di
bidang penelitian. Kedua, setelah mengetahui data mana yang termasuk
kaya (muzakki) dan yang miskin (mustahik), dibentuklah panitia yang
terdiri dari para aktivis yang mempunyai keahlian dalam bidang
pengembangan ekonomi. Ketiga, panitia diberi tugas untuk mengelola dana
dari golongan orangorang yang mampu yang termasuk kategori muzakki.
Keempat, panitia kemudian mendistribusikan zakat dengan model basic
need approach. Orang-orang miskin yang berhak menerima zakat kemudian
dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan kekurangan
yang mereka alami dan faktor-faktor yang menyebabkan mereka jatuh
miskin. Kelompok-kelompok ini diberi modal dari hasil zakat, pendidikan
15
ketrampilan dan motivasi untuk menggerakkan perubahan signifikan dari
diri mereka sendiri (Zubaedi, 2007 dalam Ma’mur, 2015: 121).
1. Dasar Hukum Zakat Produktif
Hukum zakat produktif dipahami sebagai hukum mendistribusikan
dana zakat kepada penerima zakat (mustahiq) secara produktif. Dana zakat
diberikan dan dipinjamkan untuk dijadikan modal usaha bagi orang fakir,
miskin, dan orang-orang yang lemah.
Al-Qur‟an, al-Hadist, dan Ijma‟ tidak menyebutkan secara tegas tentang
cara memberikan zakat apakah dengan cara konsumtif atau produktif.
Dapat dikatan tidak ada dalil naqli dan sharih yang mengantur tentang
bagaimana pemberian zakat itu kepada para mustahiq. Ayat 60 surat at-
Taubah, oleh sebagian besar ulama‟ dijadikan dasar hukum dalam
pendistribusian zakat. Namun ayat ini hanya menyebutkan pos-pos dimana
zakat harus dialokasikan. Tidak menyebutkan cara pemberian zakat kepada
pos-pos tersebut (Lestari, 2015).
Mengenahi dasar hukum zakat produktif yang tidak dijelaskan dalil
naglinya, maka hukum Islam menunjukan bahwa dalam menghadapi
masalahmasalah yang tidak jelas rinciannya dalam al-Qur‟an atau petunjuk
yang ditinggalkan Nabi Saw, penyelesaiannya dengan metode Ijtihat. Ijtihat
atau pemaikaian akal dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an dan Hadits
untuk mengatasi permasalahan sosial sesuai perkembangan zaman.
2. Ashnaf Yang Berhak Menerima Zakat
Firman Allah swt dalam surah at Taubah ayat 60: Sesungguhnya zakat-
zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
16
yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang berhak menerima zakat Ialah:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai
harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya, juga dapat
diartikan bahwa seseorang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok (primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan
wilayah tertentu. Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama‟ fiqh,
fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan yang
halal, atau mempunyai harta yang kurang dari nisab zakat dan
kondisinya lebih buruk daripada orang miskin (Al-Fai‟fi, 2009: 213)
2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam
Keadaan kekurangan. Miskin yang dimaksudkan oleh mayoritas ulama
adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian
yang layak untuk memenuhi kebutuhannya. Imam Abu Hanifah
sebagaimana dikutip dalam bukunya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-
Fai‟fi, miskin adalah orang yang tidak memiliki sesuatu. Menurut
mazhab Hanafi dan Maliki sebagaimana dikutip dalam bukunya Syaikh
Sulaiman Ahmad Yahya Al-Fai‟fi, keadaan mereka lebih buruk dari
orang fakir, sedangkan menurut mazhab Syafi‟I dan Hambali
sebagaimana dikutip dalam bukunya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-
Fai‟fi, adalah keadaan mereka lebih baik daripada orang fakir
(Qardhawi: 1996: 511)
3. Pengurus zakat (amil zakat): orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat. Yang dimaksud dengan amil
zakat adalah, semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan
17
dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan
penyaluran atau distribusi harta zakat. Mereka diangkat oleh
pemerintah dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh instansi
pemerintah yang berwenang atau oleh masyarakat Islam untuk
memungut dan membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan
zakat, seperti penyadaran atau penyuluhan masyarakat tentang hukum
zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik harta yang terkena kewajiban
membayar zakat dan mereka yang menjadi mustahiq, mengalihkan,
menyimpan, dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam yang imannya masih lemah. Dalam fiqih konvensioanal,
Mu‟allaf selalu didefinisikan sebagai orang yang baru dan masih labil
keislamannya, atau bahkan orang kafir yang perlu dibujuk masuk ke
dalam Islam. Kita boleh memberikan sebagian zakat untuk membujuk
mereka masuk Islam atau masuk lebih dalam lagi ke dalam komunitas
Muslim. Menurut Abu Ya‟la dalam bukunya Ansani bahwa muallaf
terdiri dari dua golongan “orang Islam dan orang musryik” (Mas‟udi,
2005:118). Mereka ada empat kategori: 1) Mereka yang dijinakkan
hatinya agar cenderung untuk menolong kaum muslimin. 2) Mereka
yang dijinakkan hatinya agar cenderung untuk membela umat Islam. 3)
Mereka yang dijinakkan agar ingin masuk Islam. 4) Mereka yang
dijinakkan agar diberi zakat agar kaum dan sukunya tertarik masuk
Islam.
5. Memerdekakan budak (Riqab): Berhubung pada zaman sekarang tidak
ada budak yang harus dimerdekakan maka Riqab diibaratkan dengan
membebaskan seseorang yang ditahan oleh seorang penjajah atau
18
musuh kafir. Disamping itu, juga kuota zakat mereka dialihkan kepada
golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fiqih
(Asnaini, 2008: 57). Menurut al-Qardhawi bahwa riqab dalam arti yang
lebih luas. Dia menyesuaikan dengan keadaan dan perkembangan sosial
politik dan mengembangkannya sampai kepada pemerdekaan tawanan
muslim dibawah kekuasaan musuh kafir, memerdekakan bangsa yang
terjajah oleh klonialis, karena semuanya itu sama-sama mengandung
sifat perbudakan (Kurnia, 2008: 146).
6. Orang berhutang (Gharimin): Gharimin adalah orang yang terlibat
dalam jeratan utang, utang itu dilakukan bukan karena mereka
berbelanja yang berlebihan, membelanjakan untuk hal-hal yang
diharamkan, melainkan karena kemiskinan mereka. Pengertian ini
berkembang pada orang yang dinyatakan pailit pada usahanya sehingga
dia kesulitan untuk memenuhi keperluan hidupnya disamping
kewajiban hutang yang harus dibayar(Al-Fai‟fi, 2009:215). Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar
hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam
dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa
fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Fisabilillah adalah
kelompok mustahiq yang dikategorikan sebagai orang yang dalam
segala usahanya untuk kajayaan agama Islam, oleh karena itu fisabilillah
dapat diartikan pula sebagai usaha perorangan atau badan yang
bertujuan untuk kejayaan Agama atau kepentingan umum. Ungkapan
fisabilillah ini mempunyai cakupan yang sangat luas dan bentuk
19
praktisnya hanya dapat ditemukan oleh kebiasaan dan kebutuhan
waktu.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu Sabil): Ibnu sabil (orang
dalam perjalanan) adalah orang asing yang tidak memiliki biaya untuk
kembali ketanah airnya (Al-Fai‟fi, 2009:149). Dapat dikatakan ibnu
sabil adalah orang yang datang kesuatu kota (negeri) atau melewatinya
sebagai status musafir yang tidak bermaksud melakukan maksiat dalam
perjalanannya itu. Ia boleh diberi zakat apabila dia kehabisan ongkos.
Dan jika ia memiliki harta di suatu kota yang ditujunya, ia diberi
sekedar yang dapat menyampaikan dia kesana (Qardhawi, 1995: 62).
3. Sumber Zakat
Penjelasan tentang Sumber-sumber zakat sebagaimana dikutif dari
hasil penelitian Ahsan, dkk. (2009) bahwa secara eksplisit Al Quran dan
hadis menyebutkan ada tujuh harta benda yang wajib dizakati yaitu emas,
perak, hasil tanaman, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang
temuan.
Menurut Qardawi (2006) menjelaskan ada delapan harta benda
yang wajib dizakati yaitu a) binatang ternak, b) emas dan perak, c)
kekayaan dagang, d) pertanian, e) madu dan produksi hewan, f) barang
tambang dan laut, g) investasi pabrik gedung dan lain-lain, h) mata
pencarian dan profesi, i) saham dan obligasi. Berikut ini diuraikan secara
singkat masing-masing sumber zakat tersebut.
3.1. Binatang Ternak
Ada tiga syarat binatang ternak dapat dikenai zakat yaitu:
20
a. Telah mencapai nishab yaitu sejumlah tertentu yang ditetapkan oleh
hukum syara’. Besarnya nishab untuk masing-masing jenis hewan
ternak bervariasi. Misalnya unta, nishabnya 5 ekor, bila seseorang
memiliki 5 ekor unta maka ia wajib berzakat. Makin banyak unta yang
dimiliki makin besar nilai zakatnya. Kuda, kerbau dan nishabnya 30
ekor, artinya jika seseorang memiliki maka ia wajib berzakat sebesar 1
ekor sedangkan kambing nishabnya 30 ekor.
b. Telah dimiliki selama 1 tahun
c. Digembalakan maksudnya sengaja diurus sepanjang tahun untuk
maksud memperoleh susu, bibit baru, pembiakan dan dagingnya.
3.2. Emas dan perak
Kekayaan dalam bentuk emas dan perak untuk simpanan wajib
dikeluarkan zakatnya, karena merupakan sumber untuk pengembangan
dan hal itu sama dengan kekayaan lain seperti mata uang yang dikeluarkan
zakatnya. Nishab emas besarnya 20 dinar (85 gram emas murni) dan
nishab perak besarnya adalah 200 dirham (atau setara 595 gram perak).
Hal ini berarti seseorang yang mempunyai emas sebesar 20 dinar atau
perak sebesar sebesar 595 gram dan sudah setahun dimilki maka ia wajib
membayar zakat sebesar 2,5%. Uang sebagaiman simpana emas dan perak
dikenakan zakat jika memenuhi syarat yaitu sudah mencapai nishab
(disamakan dengan nishab emas sebesar 85 gram), sudah mencapai satu
tahun, pemiliknya tidak memiliki utang dan memiliki kelebihan dari
kebutuhan pokok.
3.3. Kekayaan dagang
Barang dagang yang dimaksud adalah barang yang diperjualbelikan
dengan masksud untuk mencari keuntungan. Barang yang diperdagangkan
wajib dikeluarkan zakatnya pada setiap tutup buku setelah perdagangan
21
berjalan setahun, uang yang ada dan semua barang yang ada dihitung yang
ada harganya. Jika jumlah seluruh harta sudah mencapai nilai setara
dengan 96 gram emas maka wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%
(Muhamad Daud Ali seperti dikutip oleh Palmawati, 1997).
3.4. Pertanian
Hasil pertanian yang telah memenuhi syarat wajib dikeluarkan
zakatnya. Nishab hasil pertanian adalah setara dengan 653 kg. Apabila hasil
pertanian tersebut termasuk makanan pokok seperti beras, jagung,
gandum, kurma dan lain-lain nishabnya 522 kg dari hasil pertanian. Hasil
pertanian yang bukan makanan pokok seperti buah-buahn,daun, dan
sayursayuran, nishabnya disetarakan dengan makanan pokok yang paling
umum di daerah itu. Besarnya zakat untuk hasil pertanian yang diari
dengan air hujan atau sungai/mata air adalah 10%, tapi jika proses
pertanian menggunakan air irigasi yang berarti memerlukan biaya
tambahan maka besarnya zakat adalah 5%.
3.5. Madu dan produksi hewani
Madu wajib dikeluarkan zakatnya karena memberikan keuntungan
bagi pemiliknya. Nishab madu adalah setara dengan lima wasaq atau 653
kg makanan pokok yang besarnnya zakat adalah 10% dari penghasilan
bersih. Produk hewani seperti sutera dan susu sama dengan zakatnya madu
yaitu 10% dari penghasilan bersih
3.6. Barang Tambang dan hasil Laut
Barang tambang adalah barang-barang berada di dalam bumi dan
baru bermanfaat setelah ditambang dan diolah. Barang tambang dapat
dikelompokkan menjadi: a) benda padat yang dapat dicairkan, diolah dan
dibentuk misalnya emas, perak, bauksit, tembaga, besi dll, b) benda padat
yang tidak dapat dicairkan seperti batu bara, kapur, intan, berlian dll., c)
22
benda cair seperti minyak bumi dan gas. Barang temuan atau rikaz adalah
barang-barang kuno yang ditemukan dan diserahkan kepada negara.
Penemu berhak memperoleh ganti rugi, ganti rugi ini yang harus dibayar
zakat. Kewajiban zakat untuk pemilik barang tambang dikenakan begitu
barang tambang selesai diolah dan dibersihkan tidak perlu menunggu satu
tahun asal sudah memenuhi nishab. Nishab untuk barang tambang adalah
sama dengan nishab emas yaitu setara dengan 96 gram emas atau 672
gram perak, dengan kadar zakat 5% (Muhamad Daud Ali seperti dikutip
oleh Palmawati T, 1997).
3.7. Investasi Pabrik dan Gedung
Investasi dikenakan zakat karena investasi mendatang keuntungan
atau hasil invenstasi bersifat tumbuh sehingga dikenakan zakat. Zakat
kekayaan yang mengalami pertumbuhan ada dua macam yaitu a) kekayaan
yang dipungut dari zakatnya dari modal dan keuntungan investasi setelah
setahu seperti seperti zakat ternak dan perdagangan, maka zakatnya 2,5%,
b) kekayaan yang dipungut dari hasil investasi dan keuntungan saja, tanpa
menunggu setahun maka zakatnya dalah 10% atau 5% tergantungg dari
modal tetap seperti tanah pertanian atau tidak tetap.
3.8. Mata Pencarian atau Profesi
Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa padanan hukum zakat
profesi yang paling tepat adalah zakat al mal al mustafad (harta yang
diperoleh melalui satu jenis proses kepemilikan yang baru dan halal). Jenis-
jenis al mal al mustafad antara lain a) al-‘amalah, yakni penghasilan yang
diperoleh dalam bentuk upah atau gaji atas pekerjaan tertentu; b) al-‘atiyah
yaitu sejenis bonus atau insentif tetap yang diterima secara teratur oleh
prajurit negara Islam dari baitul mal; c) al mazalim yakni jenis harta yang
disita secara tidak sah oleh penguasa terdahulu, dan telah dianggap hilang
23
oleh pemilik aslinya. Zakat penghasilan adalah zakat yang
dipungut/diperoleh dari upah/gaji/honorarium karyawan dan usaha
profesional seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, guru, advokat,
seniman, penjahit dan lain-lain yang telah mencapai nisab (Asmuni, Mth,
2007). Nishab zakat profesi diqiyaskan atau dimiripkan dengan harta zakat
yang telah ada yaitu a) jika diqiyaskan atau dimiripkan dengan zakat harta
pertanian maka nishabnya adalah 653 kg gabah kering atau 522 kg beras
dan waktu pengeluaran zakatnya setiap panen atau setiap memperoleh gaji
atau honor, b) untuk kadar zakat jika diqiyaskan dengan harta simpanan
maka kadarnya 2,5 %.
3.9. Saham dan Obligasi
Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan
manajemen untuk mengelola uang yang telah disetorkan dengan harapan
untuk memperoleh keuntungan. Nishab zakat diqiyaskan dengan zakat
perniagaan. Haul zakat dihitung per annual report. Saham yang dimiliki
atas dasar book value ditambah nilai deviden (Hafidhudin dan Alfariady,
2009).
C. Pendapatan
Teori Pendapatan, Konsep pendapatan dalam teori Keynes adalah
konsumsi yang dilakukan oleh satu orang dalam perekonomian akan
menjadi pendapatan untuk orang lain pada perekonomian yang sama.
Sehingga apabila seseorang membelanjakan uangnya, ia membantu
meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus berlanjut dan
membuat perekonomian dapat berjalan secara normal (Wijayanomic,
2013). Dalam beberapa konsep, pendapatan didefinisikan sebagai
banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat
24
dihasilkan seseorang atau suatu bangsa dalam periode tertentu. Disamping
itu, pendapatan dapat juga diartikan sebagai total penerimaan yang
diperoleh pada periode tertentu (Reksoprayitno, 2004:79). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah sebagai jumlah
penghasilan yang diterima oleh para anggota masyarakat untuk jangka
waktu tertentu sebagai balas jasa atau faktor-faktor produksi yang telah
disumbangkan. Dalam konteks usaha, Pendapatan menurut Munandar
(2006) adalah bertambahnya asset yang mengakibatkan bertambahnya
owners equity, tetapi bukan karena pertambahnya modal baru dari
pemiliknya dan bukan pula merupakan pertambahan asset yang
disebabkan karena bertambahnya liabilities. Pendapatan sangat
berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan, semakin besar
pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan perusahaan
untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh perusahaan (Hartoyo dan Noorma, 2010 dalam Hestanto, 2018).
Selanjutnya Soekartawi menjelaskan bahwa pendapatan akan
mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsikan, bahkan sering kali
dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi
bukan saja bertambah, tapi juga kualitas barang tersebut ikut menjadi
perhatian. Misalnya sebelum adanya penambahan pendapatan beras yang
dikonsumsikan adalah kualitas yang kurang baik, akan tetapi setelah
adanya penambahan pendapatan maka konsumsi beras menjadi kualitas
yang lebih baik (Soekartiwi, 2012:132).
Disamping itu, kriteria pendapatan berdasarkan penggolongannya,
Badan Pusat Statistik (BPS, 2014) membedakan pendapatan menjadi 4
golongan adalah:
25
1. Jika rata-rata pendapatan lebih dari Rp. 3.500.000,00 setiap bulan, maka
dapat digolongkan sebagai pendapatan sangat tinggi.
2. Jika rata-rata pendapatan antara Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp.
3.500.000,00 setiap bulan, maka dapat digolongkan sebagai pendapatan
tinggi.
3. Jika rata-rata pendapatan antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00
setiap bulan, maka dapat digolongkan sebagai pendapatan sedang
4. Jika rata-rata pendapatan Rp. 1.500.000,00 setiap bulan, maka dapat
digolongkan sebagai pendapatan rendah
1. Karakteristik Pendapatan
Dari sudut pandang akuntansi bahwa seluruh pendapatan mulai dari
kelompok pendapatan yang berasal dari penjualan barang jadi hingga
pendapatan dari penjualan jasa memiliki karakteristik yang sama dalam
pencatatannya. Kerena itu, menurut Danil (2013: 9) karakteristik
pendapatan dibagi menjadi dua yaitu: (1) jika bertambah saldonya, harus
dicatat disisi kradit. Setiap pencatatan di sisi kredit berarti akan menambah
saldo pendapatan tersebut; (2) jika berkurang saldonya harus dicatat di sisi
debet. Setiap pencatatan di sisi debet berarti akan mengurangi saldo
pendapatan tersebut. Demikian pula penjelasan oleh Hery dan Widyawati
Lekok (2012: 24) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Keuangan
Menengah bahwa karakteristik pendapatan adalah: 1) Bahwa pendapatan
itu muncul dari kegiatan-kegiatan pokok perusahaan dalam mencari laba.
2) Bahwa pendapatan itu sifatnya berulang-ulang atau berkesinambungan
kegiatan-kegiatan pokok tersebut pada dasarnya berada dibawah kendali
manajemen.
26
2. Jenis-Jenis Pendapatan
Dalam praktiknya komponen pendapatan yang dilaporkan dalam
laporan laba rugi terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) Pendapatan atau
penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok (usaha utama) perusahaan. 2)
Pendapatan atau penghasilan yang diperoleh dari luar usaha pokok (usaha
sampingan) perusahaan. Kemudian, laporan laba rugi terdapat dua
kelompok pendapatan yang terdiri dari: (1) pendapatan utama; yaitu
pendapatan yang berasal dari kegiatan utama perusahaan. (2) pendapatan
lain-lain, yaitu pendapatan yang berasal dari pendapatan yang tidak
merupakan kegiatan utama perusahaan. Misalnya pendapatan bunga bagi
perusahaan perdagangan. Selain itu, juga dalam beberapa kasus terdapat
pendapatan dan kerugian dari pos luar biasa (Kasmir, 2012: 46).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Menurut Mulyadi (2010: 127), faktor-faktor yang mempengaruhi
volume pendapatan dalam perusahaan adalah:
1) Kondisi dan kemampuan penjualan
2) Kondisi pasar
3) Modal
4) Kondisi operasional perusahaan
Lebih lanjut Mulyadi (2010: 127) menjelaskan bahwa pendapatan
pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1). Produk, salah
satu tugas utama dari manajemen penjualan adalah desain produk yaitu
mereka merupakan pemberi saran perbaikan yang diperlukan desain
produk dengan akibat dari keluhan para pelanggan; (2) Harga, adalah
jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan suatu
produk dengan akibat dari keluhan para pelanggan. (3) Distribusi, adalah
prantara barang dari produsen ke konsumen, semakin luas
27
pendistribusiannya maka akan mempengaruhi penjualan promosi. (4)
Promosi, adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan utama
menginformasikan, mempengaruhi dan mengingatkan konsumen agar
memilih program yang diberikan perusahaan.
Disamping itu menurut Danil (2013) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan adalah Pertama, kesempatan kerja yang
tersedia, yaitu semakin banyak kesempataan kerja yang tersedia berarti
semakin banyak penghasilan yang bisa diperoleh dari hasil ketja tersebut.
Kedua, kecakapan dan keahlian yaitu dengan bekal kecakapan dan
keahlian yang tinggi akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas yang
pada akhirnya berpengaruh pula terhadap penghasilan. Ketiga, motivasi
yaitu semakin besar dorongan seseorang untuk melakukan pekerjaan,
semakin besar pula penghasilan yang diperoleh. Keempat, keuletan
bekerja, pengertian keuletan dapat disamakan dengan ketekunan,
keberanian untuk menghadapi segala macam tantangan. Bila saat
menghadapi kegagalan maka kegagalan tersebut dijadikan sebagai bekal
untuk meniti ke arah kesuksesan dan keberhasilan. Kelima, banyak
sedikitnya modal yang digunakan, yaitu besar kecilnya usaha yang
dilakukan seseorang sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya modal yang
dipergunakan.
Artaman (2015) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan pedagang antara lain: (1) Lama usaha. Lama
usaha memegang peranan penting dalam usaha penjualan. Lama usaha
berkaitan dengan banyak sedikitnya pengalaman yang diperoleh pedagang
dalam berjualan. Semakin lama pedagang menjalani usahanya akan
meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat menambah efisiensi dan
menekan biaya produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
28
pendapatan. Selain itu, semakin lama usaha seseorang dalam berdagang
akan meningkatkan pengetahuan pedagang mengenai selera atau minat
pembeli dan menambah relasi bisnis serta pelanggan sehingga dapat
meningkatkan pendapatan. (2) Lokasi berdagang. Lokasi berdagang
merupakan salah satu strategi dalam perdagangan. Lokasi berdagang yang
saling berdekatan dengan pesaing, mendorong pedagang untuk melakukan
strategi kompetisi. (3) Jam kerja. Jam kerja berkaitan dengan teori
penawaran tenaga kerja, yaitu tentang kesediaan individu dalam bekerja
dengan harapan akan memperoleh pendapatan atau tidak bekerja dengan
konsekuensi tidak memperoleh penghasilan yang seharusnya diperoleh.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
sebagaimana disebutkan diatas bahwa ternyata pendapatan banyak hal
yang mempengaruhinya, diantaranya adalah kesempatan kerja yang
tersedia, kecakapan dan keahlian, motivasi, keuletan bekerja, kemampuan
pedagang, kondisi pasar, modal usaha, kondisi organisasi, lama usaha,
lokasi berdagang dan jam kerja.
D. Kajian (Penelitian) Terdahulu
Penelitian ini, mengkaji tentang masyarakat penerima zakat produktif
dalam upaya mengoptimalkan pendapatan usaha yang dimilikinya yang
berkedudukan di Kota Gorontalo. Olehnya itu, penting diberdayakan
sebagaimana potensi yang dimilikinya. Pengkajian pemberdayaan tidak
dilakukan begitu saja tetapi melalui proses pengkajian dari beberapa bukti
empirik yang telah berhasil di kaji oleh beberapa peneliti terdahulu, seperti
penelitian Beik dan Arsyianti (2016) dengan judul Measuring Zakat Impact
On Poverty And Welfare Using Cibest Model. Ditemukan menunjukkan
bahwa kehadiran program zakat produktif mampu meningkatkan indeks
29
kesejahteraan mustahik sebesar 96,8 persen. Indeks kemiskinan material
dan indeks kemiskinan absolut juga dapat dikurangi masing-masing
sebesar 30,15 persen dan 91,30 persen. Romdhoni (2017) dengan judul
Zakat Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasan
Kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyediaan modal zakat
produktif dalam bentuk modal usaha memiliki dampak positif dan dapat
menurunkan angka kemiskinan. Oleh karena itu, penyediaan zakat
produktif dalam bentuk modal dapat dilanjutkan dan ditingkatkan.
Penghasilan mustahiq yang dipengaruhi oleh zakat memiliki sumbangsi
sebesar 30,5%.
Penelitian Cahyadi (2016) dengan judul analisis pengaruh zakat
produktif terhadap kesejahteraan dengan perkembangan usaha mikro
sebagai variable intervening (studi Kasus pada Badan Amil Zakat
NASIONAL Daerah Istimewah Yogyakarta). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa zakat produktif berpengaruh positif signifikan terhadap
pertumbuhan usaha mikro masyarakat. Perkembangan usaha mikro
masyarakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan.
Zakat produktif berpengaruh terhadap kesejahteraan mustahik melalui
mediasi perkembangan usaha mikro. Hal ini berarti bantuan modal usaha
yang diberikan dapat digunakan mengembangkan usaha mustahik seperti
bertambahnya omzet dan keuntungan usaha, dengan berkembangknya
usaha mustahik maka akan berdampak kesejahteraan mustahik itu sendiri.
Penelitian Widiastuti dan Rosyidi (2015) dengan judul Model
Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat Dalam Meningkatkan
Pendapatan Mustahiq. Hasilnya menunjukkan bahwa reformasi zakat
lembaga produktif dalam hal ini PKPU disalurkan melalui tujuh program
unggulan. Salah satunya adalah program pemberdayaan masyarakat untuk
30
meningkatkan program ekonomi mereka adalah program PROSPEK.
Program Prospek ini, di mana ada program SHG (Self Help Groups) dan
KUB (Kelompok Usaha Bersama), adalah model pemanfaatan zakat
produktif oleh PKPU dalam meningkatkan pendapatan mustahiq yang
menurut peneliti sudah optimal. Program PROSPEK ini, di mana di
dalamnya terdapat program KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan
KUB (Kelompok Usaha Bersama), merupakan model pendayagunaan zakat
produktif oleh PKPU dalam meningkatkan pendapatan mustahiq yang
menurut peneliti sudah optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
peningkatan pendapatan mustahiq, kelancaran pembayaran angsuran serta
kesanggupan dalam berinfaq atau shadaqah
Mukhramat Saini (2016) dengan judul Pemberdayaan Ekonomi Ummat
Melalui Zakat Produktif (Studi Kritik Atas Tata Kelola Badan Amil Zakat
Nasional [BAZNAS]. Dalam artikel tersebut disimpulkan bahwa
berkembangnya usaha kecil menengah dengan modal berasal dari zakat
akan menyerap tenaga kerja. Kegiatan industri kecil di Kabupaten Nganjuk
yang potensial menyerap akan banyak tenaga kerja meliputi pengelolaan
barang produksi, pengelolaan limbah, pemanfaatan sumber daya alam dan
pendistribusiannya. Hal ini dapat dijadikan kebijakan yang ditujukan untuk
mencapai sasaran pembangunan, yaitu meningkatnya produktivitas
masyarakat kecil, meningkatnya lapangan kerja dan terciptanya semangat
pembentukan iklim SDM yang kreatif. Dengan menyediakan usaha
produktif bagi masyarakat sehingga mereka dapat mengembangkan
ekonomi keluarga mereka sendiri. Sheilla Saskia (2015) dengan judul
Pendayagunaan Zakat Produktif Bagi Peningkatan Pendapatan Usaha
Mustahiq (Studi Komparatif pada LAZ Zakat Center Thoriqatul Jannah dan
LAZISWA At-Taqwa Cirebon). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
31
pendayagunaan zakat yang dilakukan Zakat Center cukup efektif, sehingga
dari segi pendapatan mustahiq mengalami peningkatan, dari pendapatan
tersebut mustahiq mampu menabung secara rutin. Pendayagunaan zakat
yang dilakukan LAZISWA At-Taqwa kurang efektif dikarenakan adanya
kendala yang dialami mustahiq seperti kesulitan dalam menanggulangi
orang-orang yang berhutang, sakit dan dana yang masih digunakan untuk
kebutuhan konsumtif, sehingga dari segi pendapatan hanya sedikit
mustahiq yang mengalami peningkatan. Adapun persamaannya, kedua
lembaga ini merupakan lembaga sosial pada tingkat daerah dimana
keduanya memiliki tujuan yang sama dalam pendayagunaan zakat
produktif, sedangkan dalam hal mekanisme pendayagunaan zakat
produktif antara kedua lembaga ini terdapat banyak perbedaan.
Abdul Khaliq (2012) dengan judul Pendayagunaan zakat, infaq, dan
Shadaqah untuk pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota
Semarang. Hasil menunjukkan bahwa model pemberdayaan zakat untuk
pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan
dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri,
program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha
mikro yang sudah ada atau usaha mikro baru yang prospektif yang sudah di
rintis. Putri dan Prahesti (2017) dengan judul Peran Dana Zakat Produktif
terhadap Peningkatan Penghasilan Melalui Bantuan Modal Usaha Kecil dan
Mikro. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dana zakat produktif
memiliki peran terhadap pemberdayaan para mustahik khususnya
dibidang ekonomi, meskipun besarnya pengaruh modal terhadap omzet
memiliki pengaruh yang kecil tetapi akan memberikan pengaruh juga
terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan penelitian Habibi
(2016) dengan berjudul Pemberdayaan Dana Zakat Produktif Sebagai
32
Modal Usaha dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah
(UKM) di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Daerah Istimewa
Yogyakarta. Hasil menunjukkan bahwa pemberdayaan zakat produktif
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan
menengah (UKM) yang dimiliki oleh para mustahik. Wulansari dan
Setiawan (2014), yang berjudul Analisis Peranan Dana Zakat Produktif
Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (studi kasus rumah zakat
kota semarang). Hasil menujukkan bahwa zakat yang diberikan kepada
mustahik untuk mendukung peningkatan pendayagunaan zakat produktif
dengan pengembangan zakat produktif yaitu dalam bentuk sebagai modal
usaha. Konsep ini dikembangkan karena usaha mikro mustahik tidak
mampu untuk mengakses modal ke lembaga keuangan formal seperti bank,
perbankan dan lain-lain, padahal usaha mikro mustahik memiliki potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan.
33
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Gambaran Umum Kota Gorontalo
Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi
Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas
Propinsi Gorontalo. Curah hujan di wilayah ini tercatat sekitar 11mm S/D
266mm pertahun. secara umum, suhu udara di Gorontalo rata-rata pada
siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23 c.
Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis
wilayah Kota Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang
utara (LU) dan 1220 59' 44" -1230 05' 59" bujur timur (BT) dengan batas
batas sebagai berikut :
Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango
Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango
Batsa selatan : Teluk Tomini
Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda'a Kabupaten Gorontalo
Kini Kota Gorontalo terdiri dari 9 kecamatan dengan 50 kelurahan yaitu:
1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan
2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan
3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan
4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan
5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan
6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan
7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan
8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan
35
9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan
Sejak terbentuknya Kota Gorontalo hingga saat ini telah dipimpin oleh
10 orang Walikota yang masing-masing adalah sebagai berikut:
1. A.T.J.E Slamet Tahun 1961-1963
2. Taki Niode Tahun 1963-1971
3. Letkol. Drs. Jusuf Bilondatu Tahun 1971-1978
4. Drs. H.A. Nusi Tahun 1978-1983
5. A.H Nadjamudin Tahun 1983-1988
6. Ir.H. Jusuf Dalie Tahun 1988-1993
7. Drs. Achmad Arbie Tahun 1993-1997
8. Dr.H. Medi Botutihe Tahun 1998-2008
9. H. Adhan Dambea, S.Sos Tahun 2008 - 2013
10. Marten Taha Tahun 2014 - 2019
B. Gambaran Umum Baznas Kota Gorontalo
Pada sub bagian ini, mengurai tentang keberadaan Baznas Kota
Gorontalo. BAZNAS Kota Gorontalo dalam menjalankan fungsinya
mendapat dukungan dari pemerintah setempat, baik melalui program
sosialisasi yang dilakukan oleh instansi terkait terhadap pentingya berzakat
maupun melaui kebijakan dengan memperkuat regulasi pengelolaan zakat.
Mengingat besarnya manfaat dari pengelolaan zakat, maka pemerintah
sangat gencar dalam melakukan pemberdayaan terkait dengan pengelolaan
zakat, agar manfaat dari pengelolaan zakat dapat dioptimalkan. Oleh karena
itu, Pengelolaan zakat harus dikelola secara efektif dan efisien. Badan Amil
Zakat Nasional Kota Gorontalo terus berbenah dalam rangka untuk
memperbaiki kinerjanya. BAZNAS Kota Gorontalo terus berupaya untuk
36
meningkatkan penghimpunan dana zakat dari para muzakki melalui
berbagai program sosialisasi dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk memenuhi kewajiban berzakat. Di samping itu juga,
berupaya meningkatkan program penyaluran dana zakat kepada
masyarakat yang masuk ke dalam golongan delapan asnaf dengan berbagai
jenis program kegiatan.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Gorontalo tidak hanya
bergerak dibidang sosial keagamaan tetapi andil dalam program
infrastruktur seperti ruhyanisa atau disebut rumah layak huni. Dalam
menjalankan fungsinya, BAZNAS Kota Gorontalo mendapatkan dukungan
dari pemerintah setempat, baik melalui program sosialisasi yang dilakukan
oleh instansi terkait terhadap pentingya berzakat maupun melaui kebijakan
dengan memperkuat regulasi pengelolaan zakat. Mengingat besarnya
manfaat dari pengelolaan zakat, maka pemerintah sangat gencar dalam
melakukan pemberdayaan terkait dengan pengelolaan zakat, agar manfaat
dari pengelolaan zakat dapat dioptimalkan. Oleh karena itu, Pengelolaan
zakat harus dikelola secara efektif dan efisien. Badan Amil Zakat Nasional
Kota Gorontalo terus berbenah dalam rangka untuk memperbaiki
kinerjanya (Sudirman, 2019: 206).
Lebih lanjut Sudirman (2019) menjelaskan bahwa BAZNAS Kota
Gorontalo terus berupaya untuk meningkatkan penghimpunan dana zakat
dari para muzakki melalui berbagai program sosialisasi dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban
berzakat. Di samping itu juga, berupaya meningkatkan program penyaluran
dana zakat kepada masyarakat yang masuk ke dalam golongan delapan
asnaf dengan berbagai jenis program kegiatan.
37
Tabel 3.1.
Data Penerimaan dan penyaluran Dana Zakat di Baznas Kota
Gorontalo
Bulan Penerimaan (Rp) Penyaluran (Rp)
137.523.557
Janurai 109.764.619 85.871.491
21.135.203
Februari 102.971.926 207.291.541
193.015.042
Maret 149.004.824 515.805.630
31.285.526
April 126.452.328 100.407.777
114.518.201
Mei 133.720.337 150.774.119
67.219.380
Juni 577.594.740 307.982.641
Juli 168.684.210 1.932.830.128
Agustus 117.761.818
September 110.145.611
Oktober 121.340.950
November 155.356.043
Desember 196.261.124
Jumlah 2.069.058.530
Sumber: Baznas Kota Gorontalo (Sudirman, 2018)
Berdasarkan pada data Tabel 3.1 diatas, menggabarkan bahwa kondisi
penerimaan dan penyaluran zakat dari bulan ke bulan oleh Baznas Kota
Gorontalo mengalami perubahan. Artinya pengelolaan zakat di BAZNAS
Kota Gorontalo belum maksimal.
38
C. Kondisi dan Nama Penerima Zakat Produktif Kota Gorontalo
Diketahui bahwa Kota Gorontalo terdiri 9 kecamatan dan 50 kelurahan,
masing-masing kelurahan tersebut telah mendapat satu jatah penerima
zakat produktif yang nama-namanya sebagaimana table 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Daftar Nama-Nama Penerima Zakat Produktif Tahun 2019
No. Kecamatan Kelurahan Nama
1 Dumbo Raya Leato Selatan Hasi Dj. Asi
Talumolo Rahim Gurdam
Bugis Asni Tantu
Leato Utara Marlin Hamzah
Botu Niko Kabakoran
2 Dungingi Tomulabutao Suryan Tane
Tuladenggi Betris Pombaile
Tomulabutao Selatan Hasana Mahmud
Libuo Ulfa Akuba
Huango Botu Marlina Hamzah
3 Hulontalangi Tenda Sunangsi Djafar
Tanjung Kramat Ramsia Gaharu
Pohe Resmin Nusi
Siendeng Sumirna Suleman
Donggala Aty Syukur
4 Kota Barat Dembe 1 Tahira Abu
Lekobalo Ruaida Abdullah
Pilolodaa Usman Mohamad
Buliide Fatma Usman
Tenilo Abdullah Bahuwa
39
5 Kota Selatan Molosipat-W Sriyanti Ma’ruf
Buladu Yuli Mustafa
Limba u-2 Yati Mbata
Limba B Suryani Kasim
Biawu Julaela Sepang
Biawao Nurmaningsih
Ibrahim
Limba U-1 Hadijah Gobel
Norma Antula
6 Kota Tengah Wumialo Kartin Podungge
Wati Hamzah
Dulalowo Asna Payente
Pepi mahmud
Dulalowo Timur Sarini Kasim
Aisa Bempa
Liluwo Abdul Malik Tome
Tuti Lapamusu
Pulu Bala Yusna Ladunta
Azis Lihawa
Paguyaman Suhendra Hasan
Martalian Husain
7 Kota Timur Moodu Samsudin Djuludja
Selvi Lakoro
Ipilo Piano Abudi
Maryam Bahua
Padebuolo Sarintje Liputo
Tamalate 40
Heledulaa Selatan
Heledeluaa Utara
8 Kota Utara Wonggaditi
9 Sipatana Tanggikiki
Bulotadaa Timur
Bulotadaa Barat
Molosipat U
Tapa
Sumber: Baznas Kota Gorontalo, 2019