The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by , 2015-06-26 14:26:36

buku dora fix

buku dora fix

ab

Gambar 5.9 Hasil Pengamatan E. gergoviae
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Keterangan: (a) pewarnaan Gram, (b) pertumbuhan pada medium lempeng

2. Spesies Vibrio parahaemolyticus
Berdasarkan hasil pengamatan bakteri ini memiliki sifat

Gram negatif dan berukuran 0.253 µm dengan bentuk sel basil.
Koloni berwarnaa putih. Foto hasil pengamatan V.
parahaemolyticus yang meliputi pewarnaan gram dan
pertumbuhan pada medium lempeng yang dibuat dengan
menggunakan metode garis zig-zag ditunjukkan pada Gambar
5.10. Hasil identifikasi secara fisiologis ditunjukkan pada Tabel
5.4.

Tabel 5.4 Hasil Identifikasi Fisiologis Bakteri Indigen V.
parahaemolyticus

Karakteristik Hasil
Oksidase +
Motility +
Nitrate +
Lysine +

Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 82
Bakteri Indigen

Lanjutan Tabel 5.4

Karakteristik Hasil
Ornithine +
H2S -
Glucose +
Mannitol +
Xylose +
ONPG +
Indole +
Urease -
V-P -
Citrate -
TDA -
Gelatin -
Malonate -
Inositol -
Sorbitol -
Rhamnose -
Sucrose -
Lactose -
Arabinose -
Adonitol -
Raffinose -
Salicin -
Arginine -

Keterangan: + (positif): bakteri bereaksi positif terhadap reagen
- (negatif): bakteri bereaksi negatif terhadap reagen

83 Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium

Bakteri Indigen

ab

Gambar 5.10 Hasil Pengamatan V. parahaemolyticus

Keterangan: (a) pewarnaan Gram, (b) pertumbuhan pada medium lempeng

V. parahaemolyticus dari keluarga Vibrionaceae, halofilik,
tidak membentuk spora, memiliki ukuran lebar 0,5-0,8 µm dan
panjang 1,4-2,4 µm. Bakteri ini adalah bakteri anaerob fakultatif
oksidase-positif yang dapat memfermentasi glukosa tanpa
produksi gas. Memiliki flagel polar yang memungkinkan motilitas
tinggi di media cair, dan banyak flagela lateral yang
memungkinkan untuk bermigrasi di permukaan semi padat (Public
Health Agency of Canada, 2010).

3. Spesies Pseudomonas stutzeri
Berdasarkan hasil pengamatan, bakteri ini memiliki Gram

negatif dengan bentuk sel basil, dan berukuran 0.17 µm. Warna
koloni putih kekuningan. Foto hasil pengamatan P. stutzeri yang
meliputi pewarnaan gram dan pertumbuhan pada medium lempeng
yang dibuat dengan menggunakan metode garis zig-zag
ditunjukkan pada Gambar 5.11. Hasil identifikasi secara
fisiologis ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 84
Bakteri Indigen

Tabel 5.5 Hasil Identifikasi Fisiologis Bakteri Indigen P.
stutzeri

Karakteristik Hasil
Oksidase +
Motility +
Nitrate -
Lysine -
Ornithine -
H2S -
Glucose -
Mannitol -
Xylose +
ONPG -
Indole -
Urease -
V-P -
Citrate -
TDA -
Gelatin -
Malonate -
Inositol -
Sorbitol -
Rhamnose -
Sucrose -
Lactose -
Arabinose -
Adonitol -
Raffinose -
Salicin -
Arginine -

Keterangan: + (positif): bakteri bereaksi positif terhadap reagen
- (negatif): bakteri bereaksi negatif terhadap reagen

85 Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium

Bakteri Indigen

ab

Gambar 5.11 Hasil Pengamatan P. stutzeri

Keterangan: (a) pewarnaan Gram, (b) pertumbuhan pada medium lempeng

Bakteri ini bersifat aerob fakultatif, tumbuh optimum
pada pH 7 dan suhu 35oC (Bergey et al, 1957). P. stutzeri adalah
bakteri denitrifakasi nonfluoresecent yang luas di lingkungan.
Bakteri ini memiliki flagel polar tunggal dengan tipe
monotrichous dan pada beberapa strain ada yang memiliki satu
atau dua flagel lateral dengan gelombang pendek terutama pada
media padat. Bakteri ini memiliki ukuran panjang 1 sampai 3 μm
dan lebar 0.5 μm. Bakteri ini tidak tahan terhadap kondisi asam
dan tidak tumbuh pada pH 4,5. P. stutzeri memiliki metabolisme
respirasi, oksigen adalah akseptor elektron terminal, tetapi
semua strain dapat menggunakan nitrat sebagai akseptor
elektron alternative (Lalucat et al, 2006).

Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 86
Bakteri Indigen

Berikan Jawaban Terbaikmu….!!!
1. Mengapa diperlukan adanya langkah observasi pada teknik

bioremediasi menggunakan konsorsium bakteri indigen?
2. Mengapa ditemukan isolat bakteri resisten Cr pada limbah

industri penyamakan kulit?
3. Mengapa dalam teknik bioremediasi menggunakan konsorsium

bakteri indigen dilakukan langkah-langkah secara aseptik?
4. Mengapa bakteri memiliki resistensi terhadap Cr?
5. Bagaimana Cr masuk ke dalam sel bakteri?

Ayo Semangatlah…!!!
Lakukanlah ide kreatif yang telah
kamu buat pada bab sebelumnya
terkait dengan teknik dan aplikasi
bioremediasi lingkungan tercemar
di sekitar kamu menggunakan
konsorsium bakteri indigen!

87 Aplikasi Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium

Bakteri Indigen

BAB VI
DAMPAK BIOREMEDIASI Cr (VI)
MENGGUNAKAN KONSORSIUM

BAKTERI INDIGEN

BAB VI Peranan Bioremediasi
Cr (VI) Menggunakan
Konsorsium Bakteri Indigen

Tahukah Kamu???

Bakteri Enterobacter gergoviae, Vibrio parahaemolyticus, dan
Pseudomonas stutzeri ini bersifat pathogen. Berdasarkan hasil uji
bioremediasi in vitro, ketiga bakteri tersebut sangat berpotensi untuk
dijadikan sebagai agen bioremediasi lingkungan tercemar Cr (VI). Namun,
mengingat bahwa ketiga bakteri tersebut bersifat pathogen maka harus
sangat hati-hati dalam memanfaatkannya. Bakteri-bakteri tersebut tetap
bisa dijadikan sebagai agen bioremediasi tetapi harus di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan fasilitas teknologi dan keamanan
yang memadai. Dalam pemanfaatannya, ketiga bakteri tersebut harus
dimodifikasi menjadi immobile sel atau dengan memanfaatkan metode
enkapsulasi. Dengan metode enkapsulasi atau immobile sel maka bakteri
akan melekat dan terjerat sehingga tidak lepas ke lingkungan.

Telah diketahui bahwa 3 isolat bakteri indigen yang
paling berpotensi dalam mereduksi Cr (VI) adalah Enterobacter
gergoviae (C), Vibrio parahaemolyticus (E), dan Pseudomonas
stutzeri (G). Selanjutnya ketiga isolat tersebut digunakan pada
uji bioremediasi secara in vitro dengan kombinasi perlakuan C, E,
G, C+E, C+G, E+G, dan C+E+G. Peranan Bioremediasi Cr (VI)
menggunakan konsorsium bakteri indigen pada penelitian ini
tampak pada terjadinya penurunan kadar Cr (VI) dan penurunan
kadar BOD, COD, TSS, serta kenaikan DO.

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 88
Bakteri Indigen

A Penurunan Kadar Cr (VI) oleh Konsorsium Bakteri
Indigen Pada Bioremediasi In Vitro

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa setiap
konsorsium yang digunakan memiliki kemampuan yang berbeda
dalam mereduksi Cr (VI). Ringkasan data kemampuan setiap
konsorsium bakteri indigen dalam menurunkan kadar Cr (VI)
disajikan pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Ringkasan Data Penurunan Kadar Cr (VI) oleh
Setiap Konsorsium Bakteri Indigen dan Notasi
Bilangannya

Isolat Kadar Cr (VI) Penurunan Kadar

C+E+G H-0 H-7 Cr (VI)
E+G
C+G 5.201 1.710 3.492a
C+E 2.951b
G 5.199 2.248 2.966c
E 3.097d
C 5.113 2.147 2.599e
2.460f
Kontrol 5.312 2.215 2.038g
0.133h
5.201 2.603

5.282 2.821

5.189 3.151

5.242 5.108

Konsorsium bakteri indigen C+E+G merupakan konsorsium
paling potensial dalam mereduksi Cr (VI) dan dapat
dimanfaatkan sebagai agen bioremediasi Cr (VI), hal ini dapat
terlihat bahwa konsorsium bakteri indigen tersebut berbeda
secara signifikan dengan konsorsium bakteri indigen lain ataupun
isolat tunggal. Histogram ringkasan persentase efisiensi
optimasi setiap konsorsium bakteri indigen dalam mereduksi Cr
ditunjukkan pada Gambar 6.1.

89 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Gambar 6.1 Histogram Efisiensi Kemampuan Setiap
Konsorsium Bakteri Indigen dalam Mereduksi Cr (VI)

Konsorsium isolat C+E+G memiliki kemampuan tertinggi
dalam mereduksi Cr (VI), yaitu memiliki efisiensi sebesar
67,13%. Konsorsium bakteri indigen C+E+G berpotensi lebih
efektif dalam mereduksi Cr (VI) jika dibandingkan dengan
konsorsium berjumlah ganda atau tunggal. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin banyak jenis isolat yang membentuk konsorsium,
maka semakin tinggi potensi reduksinya bila dibandingkan dengan
isolat tunggal dan konsorsium ganda. Kenyataan seperti ini
terjadi karena adanya kerjasama yang sinergis antar tiap isolat
sehingga reduksi berjalan optimal.

Penambahan inokulum bakteri terbukti dapat
meningkatkan reduksi Cr (VI) bila dibandingkan dengan tanpa
adanya penambahan inokulum bakteri. Hal ini terbukti dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penambahan bakteri
indigen memiliki tingkat reduksi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa tingkat reduksi paling efektif terjadi pada penambahan
konsorsium bakteri indigen daripada penambahan isolat tunggal

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 90
Bakteri Indigen

ataupun konsorsium ganda. Hal ini mengindikasikan adanya
interaksi yang terarah dan berhubungan positif antar bakteri
yang berkonsorsium sehingga dapat meningkatkan laju reduksi
Cr (VI).

Cr (VI) dapat direduksi bakteri melalui jalur
metabolisme ataupun jalur nonmetabolisme. Reaksi enzimatik
merupakan bagian dari jalur metabolisme bakteri. Secara
enzimatik atau juga disebut sebagai jalur reduksi secara
langsung, Cr (VI) dapat direduksi melalui dua cara, yaitu aerob
dan anaerob. Dalam kondisi aerobik, Cr (VI) dapat direduksi
menggunakan NADH sebagai donor elektron (Suzuki et al, 1992
dalam Kouadjo dan Zeze, 2010), sedangkan pada kondisi
anaerobik reduksi Cr (VI) dilakukan menggunakan sitokrom b, c
dan d atau cytoplasmicmembrane proteins yang dimiliki oleh
bakteri (Bopp and Ehlich, 1988 dalam Kouadjo dan Zeze, 2010).
Gambar 6.2 menunjukkan proses terjadinya reduksi Cr (VI)
menjadi Cr (III).

Gambar 6.2 Mekanisme Reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III)
(Sumber: Joutey et al., 2015)

91 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Keterangan: Mekanisme reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III) pada bakteri. Dalam
kondisi aerobik, NAD(P)H dan cadangan e endogen yang terlibat
sebagai donor elektron untuk reduksi Cr (VI) oleh reduktase
seperti ChrR dan YieF. Dalam kondisi anaerobik, larutan (SR)
dan membran terkait (MR) enzim perantara reduksi Cr (VI).
Metabolit dari beberapa reaksi anaerob seperti H2S
(diproduksi oleh SRB dan Fe (II) oleh IRB) pereduksi Cr (VI)
yang efektif.

Proses reduksi Cr (VI) oleh bakteri pada kondisi
tersedia oksigen terjadi pada dua atau tiga langkah. Pada
awalnya Cr (VI) direduksi menjadi zat antara dalam waktu
singkat berupa Cr (V) dan/ atau Cr (IV) kemudian direduksi
menjadi produk akhir yang stabil secara termodinamika, yaitu Cr
(III). Cr (V) mengalami siklus redoks satu elektron untuk
regenerasi Cr (VI) dengan mentransfer elektron ke oksigen.
Proses ini menghasilkan ROS yang mudah bergabung dengan
kompleks DNA-protein. Namun demikian, saat ini belum jelas
apakah reduksi Cr (VI) menjadi Cr (V) dan Cr (IV) menjadi Cr
(III) adalah spontan atau dimediasi enzim (Cheung dan Gu, 2007
dalam Joutey et al., 2015). NADH, NADPH dan elektron dari
cadangan endogen terlibat sebagai donor elektron dalam proses
reduksi Cr (VI). Reduktase (yaitu, ChrR, YieF dan Tkw3)
mereduksi Cr (VI) oleh spesies shuttling electron untuk
membentuk Cr (III) (Qamar et al., 2011 dalam Joutey et al.,
2015). Reduksi aerobik umumnya terkait dengan protein larut
yang memanfaatkan NADH sebagai donor elektron, baik sebagai
syarat atau untuk meningkatkan aktivitas (Elangovan et al., 2006
dalam Joutey et al., 2015). Beberapa peneliti telah melaporkan
aktivitas enzim kromat reduktase dalam ekstrak sel bebas
selama reduksi aerobik Cr (VI) (Rida et al., 2012;. Tripathi dan
Garg, 2013 dalam Joutey et al., 2015).

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 92
Bakteri Indigen

Pada kondisi anoksik, Cr (VI) dapat berfungsi sebagai
akseptor elektron terminal dalam rantai respirasi untuk
rangkaian besar donor elektron, termasuk karbohidrat, protein,
lemak, hidrogen, NAD(P)H dan elektron endogen cadangan.
Larutan dan membran terasosiasi enzim telah memperantarai
reduksi proses Cr (VI) dalam kondisi anaerob (Cheung dan Gu,
2007 dalam Joutey et al., 2015). Berbeda dengan Cr (VI)
reduktase pada kondisi aerob, aktifitas Cr (VI) reduktase
secara anaerob berhubungan dengan sistem transfer elektron
mereka yang tersebar dalam mengkatalisis shuttle electron
sepanjang rantai respirasi. Selanjutnya, para sitokrom (misalnya
sitokrom b dan c) sering terlibat dalam aktifitas enzim Cr (VI)
reduktase pada kondisi anaerobik (Mangaiyarkarasi et al., 2011
dalam Joutey et al., 2015). Selanjutnya, metabolit anaerob
alami, seperti H2S yang diproduksi oleh bakteri pereduksi sulfat
dan Fe (II) yang dibentuk oleh bakteri pereduksi besi,
merupakan reduktan kimia Cr (VI) yang terjadi secara tidak
langsung dan efektif dalam kondisi lingkungan kekurangan
oksigen (Cheung dan Gu, 2007 dalam Joutey et al., 2015).

Metode penyerapan yang tidak tergantung pada proses
metabolisme disebut dengan biosorpsi. Biosorpsi ion logam
terutama terjadi oleh ikatan permukaan, termasuk reaksi tukar
ion dan pengompleksan dengan gugus fungsional. Berbagai gugus
fungsional diyakini ikut serta dalam pengikatan ion logam berat
antara lain gugus karboksil, amina, fosfat, hidroksil dan
sulftridril (Kapoor & Viraraghavan, 1995 dalam Triatmojo dkk,
2001). Menurut Senthilkumaar et al. (2000) dalam Triatmojo
dkk (2001) beberapa biomolekul termasuk protein, polisakarida

93 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

dan polimer ekstraseluler yang mengandung gugus SO42-, RCOO-,
dan PO4- bertanggung jawab terhadap bioakumulasi logam berat.

Konsorsium bakteri indigen yang digunakan pada
penelitian ini dalam keadaan hidup. Dalam keadaan hidup bakteri
dapat melakukan reduksi Cr (VI) secara pasif ataupun aktif.
Secara aktif, penyerapan logam berat terjadi secara simultan
sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan
mikroorganisme atau akumulasi intraseluler logam berat
tersebut. Logam berat juga dapat diendapkan pada proses
metabolisme dan ekskresi pada tingkat ke dua (Sajidan, 2010).
Secara pasif, terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding
sel dengan dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion di
mana ion monovalen dan divalent seperti Na, Mg, dan Ca pada
dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat, dan yang kedua
adalah formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan
gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksil,
phosphate, hidroksil-karboksil yang berada pada dinding sel.
Proses penyerapan logam berat secara pasif ini disebut dengan
biosorpsi dan dapat terjadi secara bolak-balik dan cepat. Proses
bolak-balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat
terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomassa.

Reduksi Cr (VI) oleh bakteri hidup juga dapat terjadi
melalui gabungan jalur metabolisme dan nonmetabolisme. Logam
Cr akan terikat pada gugus fungsional seperti amina, fenol, dan
karboksilat. Menurut Triatmojo dkk (2001) membran sel
bersifat permeable, molekul Cr (VI) lebih kecil daripada Cr
(III) dan bersifat reaktif dan mobil sehingga mampu menembus
membran sel, sedangkan Cr (III) akan meningkat kelarutannya
bila terdapat ligan organik, dan akan masuk ke dalam sel. Lebih

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 94
Bakteri Indigen

lanjut dijelaskan bahwa di dalam sel Cr (VI) akan mengalami
transformasi kimia menjadi Cr (III) oleh aksi enzim kromat
reduktase. Tidak semua Cr (VI) dapat direduksi menjadi Cr
(III). Bila jumlah Cr (VI) sangat besar maka akan diisolasi pada
vakuola, atau dikeluarkan lagi sehingga tidak menganggu
metabolisme sel, dan tidak menyebabkan keracunan (Triatmojo
dkk, 2001).

Reduksi Cr (VI) oleh bakteri dengan menggunakan enzim
tidak hanya terjadi di dalam sel, tetapi juga terjadi di luar sel.
Reduksi ekstraseluler Cr (VI) yang dimediasi oleh reduktase
membutuhkan NADH yang berfungsi sebagai donor elektron,
baik dengan kebutuhan atau untuk mencapai aktifitas maksimum.
Jalur NADH dehidrogenase diperkirakan mendominasi dalam
kondisi aerobik. Enzim pereduksi Cr (VI) atau larutan Cr (VI)
reduktase secara sengaja diproduksi oleh sel dan ditransfer ke
media untuk mereduksi Cr (VI). Ekskresi protein adalah proses
energi yang intensif, sebagian besar enzim ini diproduksi secara
konstitutif, yaitu hanya ketika terdeteksi adanya Cr (VI) dalam
larutan sehingga sangat diatur (Cheung dan Gu, 2007 dalam
Joutey et al., 2015). Reduksi ekstraseluler seperti ini lebih
menguntungkan untuk bakteri pereduksi Cr (VI) karena tidak
memerlukan transport ion masuk dan keluar sel. Selain itu Cr
tidak masuk ke dalam sel sehingga tidak terjadi interaksi antara
Cr dan DNA yang dapat mengakibatkan kerusakan DNA.

Lama hari pemberian konsorsium bakteri indigen juga
berpengaruh terhadap penurunan kadar Cr (VI). Grafik

persentase efisiensi kemampuan konsorsium bakteri indigen
C+E+G dalam mereduksi Cr (VI) berdasarkan lama hari disajikan
pada Gambar 6.3.

95 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Gambar 6.3 Grafik Efisiensi Kemampuan Konsorsium Bakteri
Indigen C+E+G dalam Mereduksi Cr (VI) Berdasarkan Hari

Pada hari ke-7 kemampuan konsorsium bakteri indigen
C+E+G dalam mereduksi Cr (VI) menunjukkan nilai yang paling
tinggi, namun masih memungkinkan akan terus meningkat pada
hari berikutnya karena grafik masih terus meningkat dan belum
membentuk tren linier. Gambar 6.3 menunjukkan bahwa reduksi
Cr (VI) semakin tinggi sejalan dengan lama waktu bioremediasi in
vitro, yaitu dari 0 hari sampai 7 hari dengan penurunan 0%
sampai 67,13%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu
bioremediasi in vitro maka semakin lama pula waktu kontak
konsorsium bakteri indigen terhadap Cr (VI) dan semakin banyak
pula Cr (VI) yang tereduksi melalui berbagai mekanisme yang
telah dijelaskan, meliputi reduksi terkait metabolisme dan tidak
terkait metabolisme, metabolisme intraseluler dan
ekstraseluler, serta metabolisme langsung dan tak langsung.
Salmariza (2012) menyatakan bahwa semakin lama waktu kontak
maka semakin tinggi presentase adsorbsi. Penurunan kadar Cr
(VI) pada hari ke 7 belum memenuhi baku mutu air kelas II

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 96
Bakteri Indigen

sesuai PP No 82 Tahun 200, yaitu sebesar 0,5 ppm. Hal ini
dikarenakan kurang lamanya waktu konsorsium bakteri indigen
C+E+G dalam mereduksi Cr (VI).

B Penurunan Kadar BOD, COD, TSS dan Kenaikan
DO oleh Konsorsium Bakteri Indigen Pada
Bioremediasi In Vitro

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa setiap isolat dan
konsorsium bakteri indigen memiliki kemampuan yang berbeda
dalam menurunkan kadar BOD, COD dan TSS serta menaikkan
DO. Ringkasan data hasil pengamatan konsorsium bakteri indigen
dalam menurunkan kadar BOD, COD dan TSS serta menaikkan
DO disajikan pada Tabel 6.2 dan histogram persentase efisiensi
penurunan kadar BOD, COD dan TSS serta kenaikan DO oleh
konsorsium bakteri indigen disajikan pada Gambar 6.4.

Tabel 6.2 Data Penurunan Kadar BOD, COD, TSS, dan
Kenaikan DO oleh Konsorsium Bakteri Indigen
dan Notasi Bilangannya

Kode BOD5 COD DO TSS
Isolat
C+E+G 399.4 112.8a 781.3 200a 1.6 10.2a 513.3 213.3a
399.0 149.7b 776.0 229.3ab 1.7 9.4b 533.3 233.3abc
E+G 399.4 154.6c 784.0 240.0b 1.6 8.9cd 513.3 266.7bcd
C+G 399.8 159.5d 778.7 237.3b 1.5 8.6e 486.7 273.3ab
C+E 398.2 183.5e 784.0 274.7c 1.8 9.0c 473.3 306.7bcd
399.2 185.5f 781.3 304.0d 1.7 8.7d 506.7 320.0d
G 398.9 189.2g 773.3 325.3d 1.7 8.1f 473.3 340.0cd
E 398.8 396.0h 770.7 728.0e 1.6 1.7g 526.7 473.3e
C
Kontrol

97 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

a. Persentase Efisiensi Penurunan Kadar BOD

b. Persentase Efisiensi Penurunan Kadar COD

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 98
Bakteri Indigen

c. Persentase Efisiensi Kenaikan Kadar DO

d. Persentase Efisiensi Penurunan Kadar TSS

Gambar 6.4 Persentase Efisiensi Penurunan Kadar BOD,
COD, TSS serta Kenaikan DO Oleh Konsorsium Bakteri

Indigen

99 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Konsorsium isolat bakteri C+E+G memiliki potensi
tertinggi dalam menurunkan kadar BOD, COD dan TSS serta
menaikkan DO paling signifikan dibanding isolat tunggal ataupun
konsorsium ganda. Hal ini dikarenakan 3 isolat bakteri yang
berkonsorsium tersebut bekerjasama secara sinergisme dalam
meremediasi limbah, sehingga proses remediasi berjalan lebih
efektif bila dibandingkan dengan isolat tunggal ataupun
konsorsium ganda.

BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
mendegradasi bahan organik dalam limbah cair. COD atau
kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam limbah cair dengan
memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber
oksigen. DO atau oksigen terlarut adalah jumlah oksigen
terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesis ataupun
adsorbsi dari udara. TSS atau zat padat tersuspensi adalah
semua zat padat atau partikel yang tersuspensi dalam air dan
dapat berupa komponen biotik dan abiotik serta organik dan
anorganik.

Meskipun kadar pencemaran bahan organik tidak diukur
pada penelitian ini, namun merujuk pada baku mutu limbah cair
serta definisi dari BOD dan COD menunjukkan bahwa tingginya
nilai BOD dan COD pada limbah menandakan adanya beban
pencemaran bahan organik yang tinggi pada limbah. Menurut
Boyd (1998) nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan
organik di perairan, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 100
Bakteri Indigen

mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air, namun hanya menggambarkan bahan
organik yang dapat dikomposisi secara biokimiawi oleh mikroba.
Selain itu karakteristik limbah cair industri penyamakan kulit
mengandung bahan organik berasal dari proses produksi yang
mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa limbah yang digunakan pada penelitian ini tercemar
senyawa organik.

Reduksi BOD dan COD juga menandakan adanya
degradasi bahan organik dalam limbah. Konsorsium bakteri
indigen C+E+G tidak hanya mampu mereduksi Cr (VI) tetapi juga
mendegradasi senyawa organik. Senyawa organik terurai menjadi
senyawa sederhana yang dapat digunakan sebagai sumber nutrisi
bagi bakteri nitrifikasi dalam industri air limbah. Menurut Adhi
(2008) dalam Priadie dkk (2014) bakteri nitrifikasi adalah
bakteri yang ditemukan dalam air limbah yang mengandung
senyawa organik, sehingga bakteri nitrifikasi yang mendapat
nutrisi tambahan dapat bekerja lebih efektif dalam dekomposisi
amonia di industri air limbah. Degradasi senyawa organik
memecah ammonia menjadi nitrogen, yang kemudian nitrogen itu
bermanfaat dalam reduksi Cr (VI).

Kemampuan konsorsium bakteri indigen C+E+G dalam
mereduksi BOD dan COD tampak sejalan dengan kemampuannya
dalam mereduksi Cr (VI). Hal ini dikarenakan bakteri
memanfaatkan C organik hasil degradasi senyawa organik dalam
proses reduksi Cr (VI), yang mana kandungan C organik pada
limbah meningkat akibat terjadinya dekomposisi senyawa
organik oleh aktifitas mikroorganisme. Saidy dkk (2009) dalam

101 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Fakhriza (2011) menyatakan bahwa ada keterkaitan antara
reduksi Cr (VI) dengan pH dan kandungan C organik tanah dan
pemberian bahan organik secara optimal dapat meningkatkan
reduksi Cr (VI). Selanjutnya hasil penelitian Saidy dan
Badruzsaufari (2009) dalam Fatoni (2014) menunjukkan bahwa
konsentrasi ion logam Cr(VI) mengalami penurunan dengan
meningkatnya konsentrasi C organik tanah.

Kemampuan konsorsium bakteri indigen dalam
menurunkan kadar Cr (VI), BOD, dan COD berkaitan dengan
reaksi kimia yang terjadi selama proses penguraian. Dalam
proses penguraian biasanya terjadi reaksi reduksi dan oksidasi
yang biasanya disebut dengan reaksi redoks. Cr (VI) dapat
berperan sebagai pengoksidasi bagi bahan organik yang nantinya
menghasilkan karbondioksida, air, dan Cr (III). Hal ini terbukti
dengan pengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber
oksigen dalam analisis COD (Santika dan G. Alerts, 1987 dalam
Rahmawati, 2005). Berikut reaksi kimianya:

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Dalam proses ini dapat disimpulkan bahwa degradasi
bahan organik berlangsung beriringan dengan terjadinya reduksi
Cr (VI) menjadi Cr (III). Hal inilah yang menyebabkan penurunan
BOD dan COD sejalan dengan penurunan Cr (VI).

Pemberian konsorsium bakteri indigen C+E+G
memaksimalkan proses penguraian senyawa organik sehingga
mengakibatkan penurunan kadar bahan organik. Penurunan kadar
bahan organik diikuti oleh penurunan jumlah oksigen yang

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 102
Bakteri Indigen

dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik, sehingga kadar
BOD dan COD menurun. Menurunnya kadar BOD dan COD
mengakibatkan kadar oksigen terlarut dalam air bertambah
melimpah sehingga kadar DO meningkat.

Tingginya kadar TSS sebelum diberi konsorsium bakteri
indigen disebabkan oleh tingginya beban pencemaran yang
berupa bahan organik dan Cr (VI) yang melayang pada limbah
cair. Penurunan kadar TSS sebanyak 58,44% setelah diberi
konsorsium bakteri indigen C+E+G. Hal ini disebabkan beban
pencemaran pada limbah baik yang berupa senyawa organik dan
Cr (VI) telah banyak yang terurai oleh konsorsium bakteri
indigen C+E+G.

Perbandingan hasil pengukuran parameter fisik kimia
sampel air sungai Badeg sebelum dan setelah bioremediasi in
vitro menggunakan konsorsium C+E+G, serta baku mutu air kelas
II yang tersaji dalam Tabel 6.3.

Tabel 6.3 Tabel Perbandingan Kondisi Air Sungai Badeg
Sebelum dan Setelah Bioremediasi In Vitro,
Parameter serta Baku Mutu Air Kelas II

Fisika Satuan Sampel Air Bioremediasi Baku Mutu
TSS Awal In Vitro Air Kelas II
Kimia
Anorganik ppm 513,33 213,33 50
BOD
COD mg/L 399,36 112,83 3
DO mg/L 781,33 200 25
Cr (VI) mg/L 10,22 4
mg/L 1,62 1,71 0,5
5,20

103 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Penurunan kadar Cr (VI), BOD, COD, dan TSS pada hari
ke 7 belum memenuhi baku mutu air kelas II sesuai PP No 82
Tahun 2001. Hal ini dikarenakan kurang lamanya waktu
konsorsium bakteri indigen C+E+G dalam mereduksi senyawa
organik dan Cr (VI). Meskipun demikian dapat disimpulkan bahwa
konsorsium bakteri indigen C (Enterobakter gergoviae) + E
(Vibrio parahaemolyticus) + G (Pseudomonas stutzeri)
merupakan konsorsium yang sangat baik dijadikan sebagai agen
bioremediasi karena mampu meremediasi pencemaran oleh Cr
(VI) dan bahan organik.

Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium 104
Bakteri Indigen

Berikan Jawaban Terbaikmu….!!!
1. Bagaimana bakteri dapat mereduksi Cr (VI)?
2. Bagaimana bakteri dapat menurunkan kadar BOD, COD, TSS,

dan menaikkan DO?
3. Mengapa konsorsium bakteri indigen lebih efektif dalam

menurunkan kadar Cr (VI), BOD, COD, TSS, dan menaikkan
DO?
4. Mengapa perlakuan waktu berpengaruh terhadap kesuksesan
bioremediasi?
5. Mengapa penurunan Cr (VI) sejalan dengan penurunan BOD,
COD, TSS, dan kenaikan DO?

Ayo Semangatlah…!!!
Uraikan dan simpulkan
hasil ide kreatif yang

telah kamu lakukan
pada bab sebelumnya!

105 Peranan Bioremediasi Cr (VI) Menggunakan Konsorsium
Bakteri Indigen

Daftar Rujukan

Abdulsalam, S., Bugaje, I. M., Adefila, S. S., and Ibrahim, S.

2011. Comparison of Biostimulation and Bioaugmentation
for Remediation of Soil Contaminated with Spent Motor
Oil. Int. J. Environ. Sci. Tech. 8(1), 187-194, ISSN:
1735-1472.

Adeniji, A. 2004. Bioremediation of Arsenic, Chromium, Lead,
and Mercury. Washington, DC: U. S Environmental
Protection Agency Office of Solid Waste and
Emergency Response Technology Innovation Office.

Al Muhdar, M. H. I. 2011. Pengelolaan Sampah Terpadu Melalui
Pendidikan Masyarakat Berbasis Pembudayaan 6M.
Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Atlas, RM & Bartha, R. 1998. Microbial Ecology Fundamental and
Application. United States: Benjamin Cummings
Publishing.

Benazir, J. F., Suganthi, R., Rajvel, D., Pooja M. P., and

Mathithumilan, B. 2009. Bioremediation of Chromium in

Tannery Effluent by Microbial Consortia. African

Journal of Biotechnology Vol. 9 (21), pp. 3140-3143, 24

May, 2010. Available online at

http://www.academicjournals.org/AJB. DOI:

10.5897/AJB10.207. ISSN 1684–5315 © 2010 Academic

Journals.

Daftar Rujukan 106

Bergey, D. H., & Breed, R. S. 1957. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. Baltimore: The William &
Wilkins Company.

Birry, A. A & Meutia, H. 2012. Bahan Beracun Lepas Kendali,
Sebuah Potret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan
Beracun di Badan Sungai Serta Beberapa Titik
Pembuangan Industri Tak Bertuan, Studi Kasus Sungai
Citarum. 2012. Greenpeace Asia Tenggara & Walhi Jawa
Barat.

Cahyonugroho, O. H. & Hidayah, E. N. 2009. Penyisihan Logam
Chrom Menggunakan Konsorsium Mikroorganisme.
Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jawa Timur.

Fakhriza, A., Yusran, F. H., Mariana, Z. T., & Badruzsaufari.
Inokulasi Bakteri Pereduksi Khromium Heksavalen
Sebagai Upaya Bioremediasi Lahan Pasca Tambang.
EnviroScienteae 7 (2011) 12-20 ISSN 1978-8096.

Fatoni, A. 2014. Hubungan Antara pH dan C-Organik Terhadap
Ion Logam Cr (VI) Pada Tanah Bekas Pertambangan:
Kajian Reaksi Kimia. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014
ISBN: 979-587-529-9.

Giacinta, M. A. S., Salimin, Z., dan Junaidi. 2013. Pengolahan
Logam Berat Khrom (Cr) Pada Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit dengan Proses Koagulasi Flokulasi dan
Presipitasi. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 2 No. 2,
Universitas Diponegoro. (Online), (http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan/article/view/2716),
diakses tanggal 12 Januari 2014).

107 Daftar Rujukan

Hawley, E. L., Deeb, R. A., Kavanaugh, M. C., and G, James J. R.
2004. Treatment Technologies for Chromium (VI). L1
608_Co8.fm Page 306.

Haydar, S., Aziz, J. A., and Ahmad, M. S. 2007. Biological
Treatment of Wastewater Using Activated Sludge
Process. Pak. J. Engg. & Appl. Sci. Vol. 1 July 2007.

Indonesia Solid Waste Newsletter. 2013. Mei, TPA Open
Dumping Harus Ditutup. (Online). (http://inswa.or.id/wp-
content/uploads/2013/04/Newsletter-Edisi-II-Maret-
20131.pdf, diakses tanggal 4 September 2014).

Ismunandar. 2004. Merkurium dan Pencemaran di Buyat.
(Online).
(http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/498/jbptitbpp-gdl-
olehismuna-24900-1-merkuriu-t.pdf, diakses pada 4
September 2014).

Joutey, N. T., Sayel, H., Bahafid, W., & Ghachtouli, N. E. 2015.
Mechanisms of Hexavalent Chromium Resistance and
Removal by Microorganisms. Springer International
Publishing Switzerland 2015 D. M. Whitacre (ed.),
Reviews of Environmental Contamination and Toxicology
Volume 233, DOI 10.1007/978-3-319-10479-9_2.

Kamaludeen, S. P. P., Arunkumar, K. R., Avudainayagam, S., &

Ramasamy, K. 2003. Bioremediation of chromium

contaminated environments. Indian Journal of

Experimental Biology Vol. 41, September 2003. Pp. 972-

985.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Indeks Kualitas Lingkungan

Hidup Indonesia 2010. (Online).

(http://datin.menlh.go.id/assets/berkas/Laporan-IKLH-

2010.pdf, diakses tanggal 3 September 2014).

Daftar Rujukan 108

Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Kualitas Lingkungan Hidup.
Salatiga: Kementerian Lingkungan Hidup.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 2010 tentang Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Brantas.
(Online).
(https://www.academia.edu/5055482/Pola_pengelolaaan
_SDA_Brantas, diakses tanggal 15 Desember 2014).

Koran Sindo. 2012. Pencemaran Air Sungai. (Online).
(http://www.ampl.or.id/digilib/read/pencemaran-air-
sungai-parah/24073, diakses tanggal 4 September
2014).

Kouadjo, C. G., & Zeze, A. 2010. Chromium Tolerance and

Reduction Potential of Staphylococci species Isolated

from a Fly Ash Dumping Site in South Africa. African

Journal of Biotechnology Vol. 10(69), pp. 15587-15594,

7 November 2011; Available online at

http://academicjournals.org/AJB DOI:

10.5897/AJB10.078 ISSN 1684-5315 2011 Academic

Journals.

Lalucat , J., Bennasar, A., Bosch, Rafael., Valdes, E. G., &
Palleroni, N. J. 2006. Biology of Pseudomonas stuszeri.
(Online).
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1489536
, diakses tanggal 19 Mei 2015).

Lutfillah, K. 2011. Kasus Newmont (Pencemaran di Teluk Buyat).
Jurnal Kybernan, Vol. 2, No. 1, Maret 2011.

Minamata City Planning Division. 2007. Minamata Disease-It’s
History and Lessons. (Online).
(http://www.minamata195651.jp/pdf/kyoukun_en/kyouk
un_eng_all.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2014).

109 Daftar Rujukan

Minamata Disease Municipal Museum. 2001. Ten Things to Know
About Minamata Disease. Japan: The Minamata
Environmental Creation Development.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. (Online),
(http://baristandsamarinda.kemenperin.go.id/download/
PP82(2001)-
Pengelolaan_Kualitas_Air&Pengendalian_Pencemaran_Air
.pdf), diakses tanggal 19 Desember 2013.

Philip, L. 2012. Bioremediation of Cr (VI) Contaminated Soil and
Aquifers. India: Departement of Civil Engineering Indian
Institute of Technology Madras, Chennai.

Priadie, B. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif Dalam
Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Bandung: Pusat
Litbang Sumberdaya Air, Kementerian PU.

Priadie, B., Rinjani, R. R., Arifin, Z. M., Safitri, R., & Imanda, N.
2014. Bioremediation of Cimuka River Stream by The
Consortium of Bacillus coagulans, Bacillus pumilus,
Bacillus subtilis, Paenibacillus amyloliticus, and
Nitromonas sp. Scintific Papers. Series E. Land
Reclamation, Earth Observation & Surveying,
Environmental Engineering. Vol. III, 2014 Print ISSN
2285-6064, CD-ROM ISSN 2285-6072, ISSN-L 2285-
6064.

Priza, M. dan Kurnia, N. 2009. Benang Kusut Pencemaran Air

Sungai di Kelurahan Ciptomulyo Pengusaha Sudah Merasa

Sesuai Prosedur, Warga Kurang Peduli Lingkungan.

(Online), (http://mgmp1.wordpress.com/artikel/),

diakses 13 januari 2014.

Daftar Rujukan 110

Public Health Agency of Canada. 2010. Vibrio parahaemolyticus,
Pathogen Safety Data Sheet- Infectious Agent.
(Online). (http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-
ftss/vibrio-parahaemolyticus-eng.php, diakses tanggal
19 Mei 2015).

Rahmawati, A. A., & Azizah, R. 2005. Perbedaan Kadar BOD,
COD, TSS, dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum
dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 97-110.

Sajidan, Fatmawati, U., Suranto. 2010. Potensi Mikroorganisme
Sebagai Agen Bioremediasi Dalam Menurunkan Kadar Cr
(VI) Dalam Limbah Cair Tekstil Hasil Pewarnaan.
Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010.

Salmariza. 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur Proses Activated
Sludge Industri Karet Remah Sebagai Adsorben. Jurnal
Riset Industri Vol. VI No.2, 2012, Hal. 175-182.

Sneddon, C. 2012. Chromium and Its Negative Effects on The

Environment. (Online).

(https://serc.carleton.edu/NAGTWorkshops/health/cas

e_studies/chromium.html, diakses tanggal 8 Desember

2014).

Suarsini, E. 2007. Bioremediasi Limbah Cair Rumah Tangga
menggunakan Konsorsia Bakteri Indigen dalam
Menunjang Pembelajaran Masyarakat. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

Sutanto, A. 2010. Bioremediasi Limbah Cair Nanas dengan
Konsorsia Bakteri Indigen dan Pemanfaatannya Untuk
Penyusunan Buku Bioremediasi. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

111 Daftar Rujukan

Suwono, H. 2011. Limnologi: Konsep Dasar dan Pembelajarannya.
Malang: Bayumedia Publishing.

Tempo. 2012. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia: Pencemaran
Air Naik Lebih Dari 30 Persen. (Online).
(http://nasional.tempo.co/read/news/2012/04/06/2063
95227/Walhi-Pencemaran-Air-Naik-Lebih-dari-30-
Persen, diakses tanggal 21 Nopember 2014).

The Guardian. 2012. Story of Illegally Dumped Chromium in
China Wins Environmental Press Award. (Online).
(http://www.theguardian.com, diakses tanggal 4
September 2014)

Triatmojo, S., Sihombing, D. T. H., Djojowidagdo, S., &
Wiradarya, T. R. 2003. Biosorpsi dan Reduksi Krom
Limbah Penyamakan Kulit dengan Biomassa Fusarium sp
dan Aspergillus niger. Manusia dan Lingkungan, Vol. III,
No. 2, Agustus 2003, hal. 70-81 Pusat Studi Lingkungan
Hidup Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia.

Turista, D. D. R. 2010. Penambahan Nutrisi Bakteri pada Proses
Biologi Pengolahan Limbah Cair di Unit Pengolahan
Limbah (UPAL) Laboratorium Pengembangan Penyamakan
dan Pengolahan Limbah Kulit (LP3LK) Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Laporan PKL. Malang: FMIPA
Universitas Negeri Malang.

Turista, D. D. R. 2011. Studi Kunjungan Harian Arthropoda Pada
Tumbuhan Liar Centella asiatica L. dan Synedrella
nodiflora (L) Gaertn) di Area Kebun The Wonosari
Singosari Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.

Daftar Rujukan 112

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air. (Online).
(http://pkps.bappenas.go.id/dokumen/uu/Uu%20Sektor/
Air%20Minum/29.%20UU%207%202004%20Sumber%2
0Daya%20Air.pdf, diakses tanggal 27 Nopember 2014).

U.S. Geological Survey. 1997. Bioremediation: Nature’s Way a

Cleaner Environment. (Online).

(http://water.usgs.gov/wid/html/bioremed.html, diakses

tanggal 24 Mei 2015).

Vankar, P. S., and Bajpai, D. 2008. Phyto-remediation of
Chrome-VI of Tannery Effluent by Trichoderma
Species. India: Facility for Ecological and Analytical
Testing (FEAT), Indian Institute of Technology.

Wibowo, A. L. P. 2009. Deteksi Kualitas Sungai Brantas di
Malang Berdasarkan Indikator Biologi. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Widyati, E. 2008. Peranan Mikroba Tanah Pada Kegiatan
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang (Roles of Soil
Microbes in Ex-Mining Land Rehabilitation). Bogor: Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Yazid, M., Bastianudin, A., dan Usada, W. 2007. Seleksi Bakteri
Pereduksi Krom di Dalam Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit Menggunakan Metode Ozonisasi.
Prosiding PPI-PDIPTN 2007. Pustek Akselerator dan
Proses Bahan-Batan, Yogyakarta.

113 Daftar Rujukan

Glosarium

Adsorbsi proses penyerapan suatu partikel oleh suatu
AMDAL padatan
kajian mengenai dampak lingkungan akibat
Anoksik suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan
Antagonisme untuk mengambil keputusan tentang
penyelenggaraan usaha atau kegiatan
Bioakumulasi tersebut.
Bioaugmentasi keadaan tanpa oksigen
Biodegradasi interaksi antar makhluk hidup dimana
Biodetoksifikasi makhluk hidup yang satu merugikan makhluk
Biogenik hidup yang lainnya
Biokatalis penyerapan bahan beracun oleh organisme
Biomagnifikasi dan tersimpan di dalam tubuhnya
penambahan mikroorganisme yang
menguntungkan pada proses bioremediasi
perombakan bahan organik oleh enzim yang
dihasilkan makhluk hidup
proses metabolisme untuk mengurangi racun
pada tubuh organisme
zat yang diproduksi oleh organisme hidup dan
diperlukan untuk keberlangsungan hidup
organisme yang mempercepat jalannya reaksi
tanpa ikut bereaksi
penyerapan bahan beracun dari tingkat
trofik yang lebih rendah oleh tingkat trofik

Glosarium 114

Biomolekul yang lebih tinggi sehingga tingkat trofik
lebih tinggi mengakumulasi lebih besar dan
Bioremediasi tingkat trofik paling tinggi mengakumulasi
Biosorpsi paling besar
Biostimulasi senyawa molekul sederhana pembentuk
organisme dan bersifat khas sebagai produk
Biotransformasi aktifitas biologis.
BOD proses perbaikan lingkungan dengan
memanfaatkan makhluk hidup
COD proses penyerapan ion logam oleh organisme
Degradasi penambahan nutrisi dan atau oksigen ataupun
Dekomposisi manipulasi lingkungan sehingga
Disinfeksi mikroorganisme dapat tumbuh baik dan
DO dapat meningkatkan laju bioremediasi
Elektrostatis perubahan bentuk bahan kimia oleh
Endosymbiosis organisme ataupun zat yang dihasilkannya
jumlah oksigen yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa
organik
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi senyawa organik
perombakan senyawa kompleks menjadi lebih
sederhana
perubahan senyawa kimia yang berakibat
pada kerusakan atau penguraian struktur
membunuh organisme pathogen menggunakan
zat kimia
jumlah oksigen terlarut yang dapat
dimanfaatkan organisme
gaya yang timbul oleh dua benda yang
memiliki muatan listrik statis
bentuk hubungan antar organisme yang
berlainan jenis dimana organisme yang satu
hidup di dalam organisme yang lainnya

115 Glosarium

Eutrofikasi pengayaan nutrisi dan bahan organik pada
perairan sehingga alga ataupun tumbuhan air
Filtrasi lainnya tumbuh pesat
Genotoksik pembersihan materi padat pada suatu fluida
Halofilik dengan melewatkannya pada media penyaring
Herbisida zat beracun yang dapat berikatan dengan
Indigen DNA dan dapat merusak DNA
Karsinogenik organisme yang hidup pada lingkungan dengan
Konsorsium kadar garam tinggi
Limbah zat yang digunakan untuk mengurangi,
Ligan membunuh, atau memberantas gulma
organisme asli atau yang tumbuh secara alami
Manufaktur pada lingkungan
Mutualisme zat yang dapat menyebabkan kanker
Pestisida gabungan organisme ang tumbuh bersama
Polutan hasil samping suatu kegiatan yang tidak
Radiasi digunakan dan biasanya dibuang
Radioaktif molekul sederhana yang dalam senyawa
Refugia kompleks bertindak sebagai donor pasangan
Resisten elektron
industri yang membuat bahan jadi dari bahan
baku menggunakan teknologi
interaksi antar makhluk hidup yang saling
menguntungkan
zat yang digunakan untuk membunuh hama
zat yang menyebabkan terjadinya polusi
energi yang dipancarkan dalam bentuk
partikel atau gelombang
bahan yang terkontaminasi dengan radio
isotop
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
mikrohabitat musuh alami
kemampuan organisme untuk bertahan dari
zat yang dapat menghambat pertumbuhannya

Glosarium 116

Self purification kemampuan alam untuk membersihkan

pencemar melalui proses fisik, kimia, dan

biologi

Shuttling electron proses transfer elektron yang terjadi bolak

balik

Sinergisme hubungan antar spesies dimana kegiatan yang

dilakukan tidak saling mengganggu tetapi

membentuk suatu urutan yang

menguntungkan

Termodinamika proses perpindahan energi sebagai kalor dan

usaha antara sistem dan lingkungan

Transformasi perpindahan bentuk, sifat, dan fungsi suatu

senyawa

TSS partikel yang tersuspensi di dalam air

Ulserasi proses atau fakta adanya luka terbuka yang

mungkin sulit untuk sembuh

Valensi kekuatan atau kapasitas yang berkaitan

dengan gabungan kekuatan dari satu unsur

yang meliputi jumlah ikatan yang akan dibuat

oleh unsur tersebut

Vegetasi istilah untuk keseluruhan komunitas

tumbuhan di suatu tempat tertentu

117 Glosarium






Click to View FlipBook Version