Prolog
DARI CINTA YANG KELIHATAN KEPADA CINTA YANG ILAHI
(Frano Kleden)
Biasanya pengantar untuk sebuah buku puisi dapat mengambil beberapa bentuk
penyajian. Ia dapat membahas puisi secara umum, mengeksplorasi puisi dan tema yang
disajikan atau dapat juga membahas khusus tentang penulis puisi. Pertanyaan pokok yang
bisa dilontarkan dalam kesempatan yang baik seperti itu adalah bagaimana pembaca bisa
diantar menuju dasar, alasan atau motif penulis menulis puisi-puisinya. Turut serta bersama
itu, pembaca mampu diarahkan untuk menangkap bagaimana perasaan penulis pada saat
menulis puisinya. Dua pendekatan ini penting untuk memperoleh pemahaman yang baik.
Dalam usaha memahami teks, selain melibatkan kerja rasio dan akal budi, peran
emosi dan perasaan juga dibutuhkan. Pengetahuan tentang segala sesuatu dalam alam
semesta tidak hanya dapat diperoleh lewat cara-cara analitik rasional, tetapi juga dengan
keterlibatan, ketertenggelaman emosional dan intuitif dalam suatu proses. Ini benar.
Berhadapan dengan hal-hal tertentu, terkadang penjelasan akal budi cenderung kaku dan
bersifat rasionalistik. Dan perasaan, emosi, batin mampu memberi daya pada manusia
untuk menyelami teks.
Teks di sini tidak hanya dilihat dalam pengertian sebagai sebuah teks tertulis, tetapi
lebih dari itu, teks adalah semua realitas yang ingin dipahami. Sebuah teks secara khusus
teks sastra mengandung gaya (style) dan keindahan (esthetic) di dalamnya. Keberadaan
stilistika dan estetika sebenarnya saling melengkapi. Seluruh aspek keindahan dalam karya
sastra terkandung dan dibicarakan melalui medium, yaitu unsur-unsur gaya bahasanya.
Stilistika menampilkan keindahan, sementara estetika melibatkan berbagai sarana yang
dimiliki oleh gaya bahasa. Stilistika lahir dari rahim retorika, sementara estetika dari filsafat.
Keberbedaan asal itulah yang menjadikan keduanya saling melengkapi.
Gaya bahasa (style) adalah cara-cara khas bagaimana segala sesuatu diungkapkan
dengan cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.
Meskipun demikian, gaya tidak bebas sama sekali. Gaya, mengutip Kutha Ratna, lahir
secara bersistem, sebagai tata sastra. Memang benar ada kebebasan penyair, tetapi gaya
1
tetap berada dalam aturan, sebagai puitika sastra. Puitika lahir karena dalam karyanya
penyair memperlihatkan kreativitasnya. Ini semacam kekuatan tersembunyi yang membuat
sebuah karya besar lahir.
Menulis puisi bagi sebagian orang hanyalah sekadar proses menyusun kata demi
kata, diksi dan kalimat-kalimat beraroma puitis lalu menjadikannya bait demi bait. Mereka
tampak seperti bermain-main dengan bahasa tanpa menyampaikan pesan apa-apa. Ahli
hermeneutik, Wilhelm Dilthey mengatakan bahwa penyair – setelah menghasilkan sebuah
karya sastra –meninggalkan banyak catatan penting berkaitan dengan proses kreatif
mereka, estetika dan rekaman pengalaman yang mungkin telah lenyap dalam sejarah.
Itulah sebabnya seorang sastrawan dinilai lebih pandai dalam menyembunyikan sesuatu
daripada seorang ilmuwan.
Membaca sebuah karya sastra adalah seperti melihat penyair benar-benar hidup di
depan mata kita. Hal itulah yang saya coba saya hadirkan ketika membaca puisi-puisi
Helmin Tukan. Helmin dalam buku puisi pertamanya mengirimkan pesan-pesan tersendiri
kepada pembaca. Puisi-puisinya dituangkan di atas fondasi gaya bahasa yang mudah
ditangkap dan estetika yang terlihat jelas. Kebanyakan puisinya lahir sebagai buah pikiran,
imajinasi dan ekspresi hatinya terhadap apa yang dialami, dilihat, dan didengar di
sekitarnya. Helmin membagi puisi-puisinya dalam dua bagian besar: “Balada Cinta
Nyanyian Hati” dan “Balada Cinta Kasih Tuhan”. Dua tema ini kelihatan berbeda tapi
sebetulnya berhubungan erat karena bernaung di bawah tema cinta.
Mencintai Tuhan berarti juga mencintai ciptaan-Nya (termasuk manusia)
kendatipun cara mencinta yang dipakai berbeda-beda. Di mana ada Tuhan, di situ ada
cinta (Ubi amor, Deus caritas est). Itu berarti, di dalam cinta, Tuhan ditemukan di dalam
dunia, dan di dalam dunia, Tuhan ditemukan di dalam cinta. Karena itulah, sastrawan
Rusia, Fyodor Dostoevsky pernah menulis: “Cintailah semua ciptaan Tuhan, cintailah
bagiannya masing-masing...cintailah setiap helai dedaunan, cintailah setiap berkas sinar,
cintailah binatang, tanaman, juga benda yang tidak ber-roh sekalipun, dan akhirnya engkau
akan mencintai Tuhan dan manusia secara utuh.”
Dalam “Balada Cinta Nyanyian Hati”, Helmi mengungkapkan ekspresi cintanya
kepada orang-orang sekitar yang dirasanya sebagai sumber cinta itu sendiri. Ia menulis puisi
2
karena mengalami, merasakan atau sekadar berimajinasi tentang narasi cinta sepasang
kekasih, cinta kepada ayah-ibu yang tanpa batas, cinta ibu sepanjang jalan kepada
putranya, cinta seorang sahabat yang tanpa pamrih, atau cinta dari pahlawan yang sarat
akan pengorbanan. Meskipun kebanyakan memuat cerita cinta, nada puisinya tidak selalu
berisi pujian-pujian yang muluk atau apresiasi pun persuasi yang indah-indah.
Hal ini bisa kita baca dalam salah satu puisinya berjudul “Ayah”. Demikian beberapa
penggalan puisi tersebut:
Mahkotanya telah kau raih
Pada itulah tenggelamlah matahari di hidupnya
Dan kaupun pergi tanpa ada kata
Helmin dalam puisi ini sedang melukiskan tokoh ayah yang sangat jauh dari perannya yang
seharusnya. Predikat ideal keayahan sepertinya tidak pantas diberikan kepada tokoh ayah
seperti itu. Ayah seperti itu hanya menyenangi kenikmatan sesaat lalu abai terhadap
tanggung jawab. Potret ayah di sini sebetulnya mewakili kaum laki-laki pada umumnya.
Dan sebuah kritik tajam dialamatkan Helmi kepada kaum tersebut. Dalam pola masyarakat
patriarkat, kekuasaan serta berbagai penggunaan kontrol sosial-ekonomi dipercayakan
pada kaum lelaki.
Sebagaimana Goethe, sastrawan Jerman, Helmin telah mengafirmasi bahwa sebuah
puisi bukan sekadar ekspresi pengalaman pribadi penyair saja, tetapi juga merupakan
ekspresi kebudayaan. Dalam beberapa kasus di masyarakat, laki-laki “sering” menjadi
pemeran utama terjadinya ketidakadilan dengan mendominasi, mensubordinasikan dan
mendiskriminasikan kaum perempuan. Realitas ini membuat perempuan lebih mudah
untuk dimanipulasi, diinstrumentalisasi dan dieksploitasi. Bagi Helmin, perempuan itu
seperti matahari yang sinarnya hadir memberi kehidupan dan kehangatan bagi segala yang
ada di hadapannya, tapi ia bisa suram dan gelap karena dicampakkan begitu saja.
Di sisi lain, Helmin dalam puisinya berjudul “Perempuan yang sedang Terlelap” juga
melawan antitesis kenyataan bahwa perempuan selalu ada dalam posisi tidak setara di
hadapan laki-laki. Anggapan ini tidak selalu benar. Helmin menggambarkan keintiman
relasi yang saling mencintai antara laki-laki dan perempuan. Tidak semua laki-laki
3
menempatkan perempuan di bawah telapak kakinya. Perempuan, bagi laki-laki, juga patut
dihormati, dirangkul dan dilindungi sepanjang musim. Dalam puisi tersebut, Helmin
menulis:
Kau perempuan yang sedang terlelap
Kau mabukkan aku dengan aroma rambutmu
Hai perempuanku, mari kita bersama lalui malam dan waktu
Ketika dunia terlelap dan kitapun bercerita.
Helmin mungkin sepakat dengan Erich Fromm, filsuf dan psikolog Jerman yang terkenal
dengan kalimat pamungkas: cinta tak akan mengerdilkan diri, pasangan, atau siapa pun
yang ada di sekitar. Mencintai seseorang berarti membiarkan dia tumbuh dan berkembang
secara bebas. Cinta itu membebaskan. Ketika pencinta dan yang dicinta menyadari diri
sebagai bagian ciptaan Tuhan, keduanya adalah satu, walaupun nyatanya tetap ada dua
sebagai representasi keutuhan diri. Pencinta tidak akan melukai sesamanya, apalagi
membuat orang lain menderita.
Lain lagi, Plato menyebut cinta sebagai suatu daya yang kuat dan gemilang. Ia
memenuhi manusia dengan semangat kebersamaan, membebaskan kita dari kesendirian
dan mengajak kita ke pesta, musik, tarian dan permainan. Ia mendorong kita semakin
tinggi dari cinta untuk yang kelihatan kepada cinta untuk yang tak kelihatan, ideal, ilahi.
Memang inilah jalan cinta yang tepat: mulai dengan keindahan yang dapat dilihat dan
dengan mata tertuju pada keindahan adi-duniawi. Di sana manusia menemukan Tuhan
yang mengulurkan tangan-Nya untuk membantu manusia yang terkoyak-koyak.
Cinta kepada manusia membawa Helmin kepada cinta yang lebih intim, kepada Dia
yang adalah asal mula segala cinta. Dalam bagian kedua puisinya, “Balada Cinta Kasih
Tuhan”, Helmin mengekspresikan cintanya kepada Tuhan. Helmin tentu sadar bahwa
puisi-puisinya juga berangkat dari latar atau pengalaman batin (spiritual)nya untuk menuju
Tuhan. Beberapa puisi dalam bagian ini melukiskan beberapa perhentian dalam kronologi
jalan salib Yesus. Pengalaman batin yang dikukuhkan dengan iman yang mendalam akan
membawa orang menuju pribadi yang kuat dalam religiositas. Manusia religius
membiarkan diri terkena oleh mata petir rahmat Tuhan dan dengan iman kepercayaan
4
yang besar ia mempertaruhkan seluruh kehidupannya demi Allah. Dan memang benar,
sebagaimana iman, puisi pun harus mampu menghasilkan buah kebaikan, perdamaian,
keadilan dan kesejahteraan bagi siapa saja yang membacanya. Sebab lewat puisi, kita bisa
merayakan kenangan akan cinta Tuhan.
Manila, 3 April 2018.
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat,rahmat dan
perlindunganNya,kami dapat menyelesaikan buku kumpulan puisi karya siswa ini.
Puisi yang terdiri dari beberapa tema ini,dikemas secara indah dalam buku antologi
karya siswa SMPN 2 Larantuka sebagai wujud kepedulian kami akan pentingnya semangat
beliterasi yang tinggi dalam diri anak-anak didik kami.dengan adanya kegiatan literasi
ini,kami dapat mempersiapkan sekolah kami menjadi sekolah yang mampu
mempertahankan budaya baca dan tulis anak-anak zaman sekarang yang berada di era
digital.
Karya ini ditulis siswa secara spontan dengan durasi waktu yang cukup singkat.kami
ingin agar siswa juga mampu mempengaruhi teman-teman di lingkungan tempat
tinggalnya,untuk dapat beliterasi dengan baik dalam berbagai bidang kehidupan.
Tentu saja buku ini masih jauh dari kesempurnaan.oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan segala kritik dan saran demi memperbaiki karya-karya kami selanjutnya.Tak
lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Kepala Sekolah,Bapak Agustinus Arkian
Hadjon,S.Pd., yang telah memberikan motivasi yang luar biasa kepada seluruh siswa SMPN
2 Larantuka beserta para guru dan tim literasi sekolah yang telah berusaha membantu
dengan caranya masing-masing mulai dari awal sampai sampai akhir hingga terbitnya buku
ini.
Mari kita bersama membangun budaya literasi,budaya membaca dan menulis bagi
generasi penerus Bangsa demi terciptanya kehidupan berBangsa dan berNegara yang lebih
baik lagi.
Editor
6
TEMA 1
BALADA CINTA
NYANYIAN HATI
7
Pantai Meko, Adonara, NTT
MALAIKAT YANG TERBUANG
Sayapku patah, dukaku sambut
Pagi petang tiada henti
Luluh lantah rasa di jiwa
Menelusuk kedalam kalbu
Menikam jiwa yang rapuh
Kau kekasih
Pujaan segala rasa
Kau pahat duka di ujung kalbu
Kau sobek lembar hari – hari indahku
Dan kataku
Akankah kuakhiri semua kisah ini
Namun, ku ingat selalu, bayang – bayang malaikat kecilku
Yang menari dibawah sinar mentari
Dan tersenyum dipelukan rembulan merah darah
Yang mengurai senyum tanpa dosa
Mereka seolah ingin berkata
Namun hati tak sempat bercerita
Biarlah sang khalik merahmati mereka hingga langkah mereka tak tertatih
Oleh congkaknya dunia
8
REMBULAN MENANGIS
Rembulan menangis dibibir senja
Bersama riak ombak yang bergelora
Diselimuti kabut yang perlahan turun menaungi bumi
Sepi, sunyi tanpa kata
Rembulanku menangis
Menangis lagi dibibir senja
Bergerak, berlenggok menghiasi senja ini
Walau sendiri, walau hati sedih, hanya bisu alam yang menemani
Derai – derai air mata yang jatuh diantara bebatuan
Nampak berkilauan dikejauan
Rembulanku menangis memburu hari – hari sepi agar cepat berlalu
Meninggalkan hari yang penuh dengan kedengkian, kebencian dan kemunafikan
Hari – hari yang tak bernama, membuatku semakin mengerti akan setiap detakan jam
dinding,
Yang berpaut dengan detakan jantungku
Rembulanku menangis
Purnamaku jauh tak bias ku gapai
Di ujung langit yang tak bertepi, akankah ada harapan
Rembulanku, mari kita berkisah, tentang tangismu di ujung senja
9
PEREMPUAN YANG SEDANG TERLELAP
Merah darah bibirmu
Laksana mawar merekah diawal pagi
Yang mengumbar senyum kemunafikan diantara desah nafasmu
Kurasa bagai pedang menembus kalbu
Bersama kita lalui malam dan berlayar di alam mimpi
Hingga pagi datang menjemput
Kau satu perempuanku
Yang mendekapku di ujung mimpiku
Yang menghembuskan nafas penuh gejolak
Kau rangkai kata demi kata, dalam diam malam sepi
Saat suara menjadi desah – desah tak bermakna
Kau da akupun becerita dalam bayang mimpi tak bertepi
Kau perempuan yang sedang terlelap
Kau mabukkan aku dengan aroma rambutmu
Hai perempuanku, mari kita bersama lalui malam dan waktu
Ketika dunia terlelap dan kitapun bercerita
Ingin kukatakan kepadamu, bahwa diatas bantal dadamu akupun bermimpi
Aku tahu tentang kehidupan diujung jari kakimu
Mereka yang selalu gelisah menantikan hadirmu
Yah….kehidupan yang bergantung kepadamu
Yang tiada henti – hentinya memanggil namamu
Untuk menyanyikan lagu masa depannya
Kau satu perempuanku, mari kita bercerita
10
AYAH
Di ujung pena ini aku mulai bercerita
Di ujung pena ini akumulai berkisah
Tentang anak tak berayah, tentang wanita – wanita mudah tak besuami
Ayah....
Pantaskah bibirku ini memanggilmu ayah
Pantaskah engkau mendengar sapa dari bibir mungil ini
Anak kecil telanjang badan, dan wanita mudah berkainkan sarung penutup tubuhnya
Berjalan beriring hendak mencari kepastian jati diri
Ayah….
Sadarkah dirimu bawah benih yang kau tanam pada Rahim perawan desa itu
Kini telah tumbuh dewasa
Entah dirimu sadar ataukah berpura – pura diam
Beratus hari benih itu hidup di Rahim sang dara
Yang kala itu dengan polosnya merelakan rahimnya hanya untuk dirimu
Ayah….
Di ujung pena ini biarkan aku bercerita
Biarkan aku berkisah tentang perawan desa itu
Dia sekarang adalah ibuku, dan aku yang dulu tertidur di rahimnya
Kini ku hanya ingin bercerita tentang kisah yang hampir terlupakan
11
AYAH
Berapa lamakah kebiadapanmu kau sembunyikan
Kau tanam duka di ujung malam
Kau tabur benih yang menyelimuti malam sang gadis desa
Kau hanya mencari manis di ujung malam dari Rahim sang gadis desa
Mahkotanya telah kau raih
Pada itulah tenggelamlah matahari di hidupnya
Dan kaupun pergi tanpa ada kata
Ahhh…. Berapa ribu hari, berapa siang dan berapa malam kau pergi
Meninggalakan sang gadis yang rebah di ujung malam
Kau curi bahagianya
Bibirnya merekah menghadap langit malam desa yang sunyi
Yah…. Gadis lugu yang tak tahu apa – apa dengan polosnya ia bercerita
Ayah….sejarah hidupku hampir kau lupakan
Batang usiamu sudah menjelang ajal
Namun kau, tetap tak pernah mau bercerita
Kisah perempuan lemah di ujung malam
Tentang benih yang kau tanam, yang telah kau hapus dari lembaran sejarah hidupmu
Ayah, laki – laki macam apa kau !!!
12
CINTA KITA SEPERTI MIMPI
Cinta kita seperti mimpi
Yang hadir diantara bulan putih di lautan awan yang belia
Malam belum terlalu tua dan bintang nampak berkejaran di sana
Kasih, aku belum tau apa – apa
Namun diantara nyanyian sendu dan tawa kita bersama
Akupun tahu, betapa gelisah kita di malam itu
Nyanyian – nyanyian itu yang akan bercerita pada malam
Tentang rasa yang hadir diantara cahaya permata – permata malam
Ketika itu pula kulihat betapa beningnya matamu
Dan betapa indahnya sinar di matamu
Di situ kutemukan kedamaian
Cerita kita belum usai, namun malam telah berlalu
Memanggil pulang sang dewi malam
Dan kitapun berpisah.
13
14
RATAPAN DI NEGERI JIRAN
Sukmaku menangis, tubuhku lunglai
Matahariku tenggelam di tanah yang jauh
Dengan mata telanjang aku menatap
Bayangan yang melatah diantara jalan – jalan setapak tanah rantau
Jiwaku berkabung, aku kehilangan harapan
Diam, membisu menatap alam
Kulihat disana langitpun berduka
Suaraku tangisanku hilang ditelan langit yang kelabu
Yang merampok dan membawa pergi matahariku
Oh Tuhan….
Pada kehilanganku ini aku bersujud
Kulambungkan lafas –lafas suci pada tengah hari ini
Kata – kataku bercerita tentang indahnya matahariku
Dari masa yang dihiasi daun – daun kering
Hingga jaman yang bemandikan hijaunya rerumputan di negeri jiran
Aku memohon ya Tuhanku
Rebahkanlah dia disisi kananMu
Biarlah hujan air mata ini kau ganti dengan kilau permata
"Mengenang kepergian Om tersayang di Malaysia"
15
SAHABAT
Aku hendak merangkai puisi
Dari kata – kata using tak bermakna
Yang lahir dari lubuk hati terdalam
Pada waktu hari – hari tak bermakna
Kurangkai kata demi kata
Menjadi baris – baris kalimat indah
Walau usang ku coba dendangkan
Kata – kata pengantar tidur malammu
Ketik bulan merayap turun ke pelukan bumi
Dan kala bintang mengejar awan
Bila masa dukamu datang
Ingatlah selalu akan ayat – ayat sucimu
Sahabat, dukamu deritaku
Tangismu, sendu piluku
Biarlah barisan puisi – puisi usang ini
Menjadi penghibur lara di kala hatimu gunda
Pandanglah bulan dan bintang di sana
Akupun masi bersammu
Satu langit, satu bulan, satu bintang bersamamu
16
DUKAMU – DUKAKU
Aku menulis puisi ini
Saat raga mulai letih
Dan hati terlampau gelisah
Sepi memanggil di batas kini dan nanti
Aku menulis puisi ini
Ketika malam datang menghampiri
Sembari kudengar bulan bernyanyi
Dan kulihat bintang tersenyum
Namun hati kian resah
Hening, sunyi menutup ruang dan waktuku
Kau yang disana apakah baik – baik saja
Wahai sahabatku di tanah Jawa dan Sumatra
Genggamlah mulut Krakatau dengan ayat – ayat sucimu
Lambungkan doa – doa indah ke alam nirwana
Dan aku, pada jarak dan ruang yang jauh darimu
Aku tahu, bahwa Tuhan tidak buta
Aku tahu kegelisahan jiwamu
Ketika sang gunung mengguncang bumi
Pada tubuh laut Jawa
Ketika Krakatau mulai bangun dari tidur panjangnya
Wahai sang dewi malam buatan sang khalik
Mengapa murung wajahmu kini
Tak sedikit senyumpun kau umbar
Entah mengapa ?
Terhalang geliat amarah Krakatau kah
Yang datang di akhir 2018
Bersama sambaran halilintar sahut – menyahut
Tanyaku…. Tuhan mengapa ini harus terjadi
17
Mengenang sahabat di tanah jawa,ketika krakatau mengamuk ,,di awal tahun
18
GELIAT TUBUH
Ombak yang riuh
Selalu beriak
Pada batas pantai yang rinai
Tubuhku lunglai terus terkulai
Membujur lemah dibelai sunyi
Pada malam yang gelisah
Menggeliat tubuh yang dirangkul sepih
Bersama purnama yang temaram
Tatapan mata yang kosong
Dan tak bermakna
Berdendang bersama ombak
Pada pantai yang bisu
Tubuh itupun kembali
Kepangkuan sang waktu
Dibelai angin senja
Dijemput ombak yang riuh.
19
HARAPAN NAN SIRNA
Aku lelah menanti bulan
Pada akhir tahun kelabu
Di ujung senja menatap bisu
Bersama kembang – kembang pohon natal
Yang melambai di bibir pantai
Kuntum – kuntumnya menari
Bersama derai ombak
Namun bulan belum juga tiba
Samar terdengar suara merdu berbisik
Membentur pada dinding batu karang
Pantai yang sunyi
Aku terdiam
Langkahku tertatih, tubuhku lunglai
Jiwaku rapuh menatap ombak bersama sepih
Gelisah aku di ujung harap
Butiran air mata jatuh, dari pelupuk mata yang senduh
Yang diharap tak kunjung tiba
20
JIWA YANG SENDIRI
Lelahku di ujung malam
Terpaku menatap alam yang bisu
Samar terdengar gemercik air
Bagaikan biola alam, membelai jiwa
Di sini terbentang muka, lautan duka
Berpacu melawan hari yang sombong
Mengaum, menangis, meratap
Kemana sasaran mengatakan luka
Tak satupun jua rela memberi
Dan aku mengabur dalam lukaku sendiri
Sendiri dan selalu sendiri
21
MATAHARIKU HILANG
Pagi yang malang
Hadir bersama matahari
Langit kelabu di tanah Lamaholotku
Awan – awan hitam beriring disepanjang cakrawala
Sementara aku, melihat nokta hitam
Di lembaran usang pada bukit yang kerontang
Yah…. Pesan yang dikirimkan Tuhan padaku hari ini
Sepih bisu yang mengantarnya menuju alam
Milik Adam dan Hawa
Sembari aku menjemputnya
Pada masa diantara pagi dan siang
Kuraih lembaran usang itu
Pikiranku penuh tanda Tanya
Jantungku bergetar kencang
Laksana ombak yang menderu – deru
Mentariku telah terbenam
Di tengah pagi dan diawal terik hari
Mentariku memudar hilang dan pergi
Berlalu bersama sang waktu di tanah yang jauh
22
PENYAIR YANG TERLAMBAT BERSINAR
Berapa ribu tahun kita tertidur
Berapa siang, berapa malam kita terlena
Bersama hari
Sampai mimpi menggeliat
Dan rindu membumbung ke langit
Berapa lamakah hari – hari kita sepih
Berapa siangkah kita membisu
Sementara hari terus berlalu
Dan waktu berlari pergi
Kini masamu telah tiba
Mahkota juangmu akan kau raih dan merekah
Bersama kembang anggrek liar di hutan cabo da’ flora
Ribuan kata jatuh dan berjatuhan dari langit Lamaholot
Langit tak mampu menampungnya lagi
Kata demi kata tumpah ruah
Raihlah sobat
Mahkota juangmu hadir di ujung asa penamu
Biarkan gemulai lentik jari tanganmu
Merajut, merangkai dan segeralah kau goreskan
Pada kertas putih itu
23
Tarikan penamu, ketikamalam belum lagi tiba
Dan siang enggan pergi
Kuyakin kita bisa
AYAH
Dikau kurindu, di antara kabut
dan wangi kembang melati
yang menghantar gerimis pagi
di antara serpihan sinar mentari
Ayah…..
Dikau ku cari
Di antara deru musim yang tak pasti
Resahku kala hari dan masa berlalu pergi
Dengan telanjang kaki
Aku berlari bersama mentari
Dan bulan putih
Siang dan malam saling berpadu tak kenal lelah
Bercumbu di atas panggung kehidupanku
Ayah…
Aku gelisah namun egkau gempita
Aku menangis namun engkau meringis
Entah sampai kapan gelisahku pergi
24
Menanti jawab pada segala hari
KUPU – KUPU KERTAS
Awan berarak menjemput malam
Pada tubuh langit yang bisu
Kulihat bintang sedang gelisah
Bersama kupu – kupu kertas
Detik demi detik
Detakan jam bercumbu dengan waktu
Memohon pada sang pemilik kehidupan
Agar malam usah kembali lagi
Mengantar pergi sang kupu – kupu kertas
Yang tersenyum dari balik jendela kamar
Dan kulihat lagi sang kumbang semakin tenggelam
Awanpun berhenti berarak
Ah…. Malam
Biarkan kupu – kupu itu bercerita
25
Janganlah kau ambil darinya
Segala keelokan dan keindahan raganya
Biarkan kumbang berkelana dan mencari
Pada hari – hari yang panjang
Ketika itu pula kulihat bintang begitu redup
Pada setiap malam sang kupu – kupu kertas
KISAH KITA
Cinta kita, cinta apa
Kasih kita, kasih apa
Yang hadir di antara masa yang sulit
Apakah ini cinta yang tulus
Atau hasrat yang terlampau rasa
Di antara kabut malam, dan buih ombak tepi pantai
Aku terperangkap di dalam sangkar cintamu
Terlampau indah masa itu
Namun sulit untuk diselami
Kau bagaikan sosok sang waktu
Datang dan berlalu pergi tanpa suara
Kau baringkan aku dalam alam mimpimu
26
Akupun rebah di sayap – sayap mimpimu itu
Di antara gelap dan terang
Terangkai kata yang menjelma
Menjadi puisi – puisi cinta untukku
Hingga jarak tak lagi ada di antara kita
Ketika desah nafasmu menyapu – nyapu ragaku
Akupun terbuai bersama alunan suaramu
Bersama kata yang terangkai menjadi puisi cintamu
Dan kitapun tersadar
Malam telah pergi dan pagipun akan tiba
GADIS BERKERUDUNG
Gadis – gadis berkerudung warna – warni
Berlenggang bagai nyanyi bujang
Mengusung ke langit….teriakan suara alam bisu
Dendangkan lagu
Assalam….assalam hari nan fitri telah datang sobat
Namun bukan hanya sampai pada ini
Wahai gadis berkerudung warna warni
Di dadamu telah ku tanam benih mimpi
Semoga negeri ini semkin fitra di mata sang pencipta
Dan ketika kata – kata bermimpi tentang diri mereka
27
Kan menjadi lebih cantik berwarna – warni
Ketika itu pula kita berSama bermimpi
Gapai tanganku terbanglah bersama menggapai asa
Yang tertunda di ujung malam
Mari kita tunaikan semua harapan kita bersama
Di antara kuntum – kuntum liar dan pelangi ibukota
Sahabatku mari kita mulai berkisah
KISAH SI ALAS KAKI
Tahukah dirimu sobat
Aku hanya benda mati yang membungkus kakimu
Bilamana kau membutuhkan aku
Aku bisa mengantarmu masuk sekolah
Kepasar, kerumah teman, maupun ke tempat pesta
Aku bisa menemanimu di rumah ibadah tanpa kenal lelah
Yah….tapi tahukah kamu aku bisa diburuh orang jahat
Untuk menemani mereka melakukan kejahatan dimanapun ia mau
28
Yah…..itulah aku benda tak berarti yang selalu
Menemani kalian melaksanakan setiap aktifitasmu
Dalam diamku, aku tahu segalah yang engaku lakukan
Namun apa daya, aku hanya sandal dan sepatu
Tanpaku kau tidak bisa beraktifitas
Tanpaku kau terkesan tak berwibawa
Tidak keren ataupun ketinggalan jaman
Meski sekarang aku hanya benda – benda usang
Yang terpajang di sudut – sudut ruangan….
Bahkan di buang ketika tak berguna lagi
Aku selalu sabar biarpun aku selalu berada di bagian
Paling bawah tubuhmu
Aku menahan beratnya tubuhmu dan selalu bersamamu
Kemanapun kau mau
Entah itu jalan yang mulus bahkan jalan yang berliku sekalipun
Aku….si alas kakimu
Tanpa aku, kau tak berarti meski kau tak perna tahu berterimakasih
"Suatu senja di pasar ujung kota"
RINDU YANG MENGAMBANG
Seperti malam yang selalu merindukan bulan
Berharap tiba pada segala hari
Seprti rinduku yang bertumpuk -tumpuk
Terkulai pada masa semusim yang lalu
Hati membiru terbakar rindu yang berapi-api
29
Dan disana kulihat seulas senyum
Yang membias dari bibir yang bagiku terlampau suci
Merayap-rayap jiwa ,mencari raga semayamkan rasa
Entah dibalik senyuman itu atau pada jiwa yang terkulai
Rebah pada pucuk-pucuk rindu
Aku gelisah di balik jendela,menanti masa semayamkan rasa
Pada mentari,pada bulan,pada bintang kucari jawab
Akankah tiba masa,kusemai rindu bersamanya
Merajut hari-hari indah,menggapai bulan di rinai malam
Riak-riak rinduku bergelora pada masa semusim yang lalu
Hingga kini tertumpuk dan pecah pada batu karang
Kaukah itu..sebongkah hati nyanyian rinduku
Hati berpagar beton,dikawal malaikat-malaikat tak berdosa
Riakku makin bergelora di ujung malam
Kupinta bulan nyanyikan lagu
Kupohonkan sang Esa pecahkan pagar beton pada bongkahan hatimu
Entah....kapankah tiba pada masa musim bunga mengirimkan aroma wanginya
Atau pada masa purnama biaskan sinar indahnya
Pesonamu gelorakan jiwaku
Ragamu luluhkan Hatiku
Pula jiwamu menggoreskan Noktah merah cinta
Pada ujung malam purnama
KISAH DI UJUNG SENJA
Senja kau datang lagi kini,
hadirmu membawa kesedihan buatku,
30
citramu yg begitu indah tak seindah hatiku
Pesonamu tak mampu mengalahkan dukaku di ujung masamu ini
Kau hadir menbawa kisah sedih bagiku
Kau datang menuai duka bagiku
Indahmu tak bisa menentramkanku
Oh.. Tuhan, ambillah nyawaku
Biarkan angin bulan desember menyapu ragaku
dan terbang bersama bias surya senja kelabu
Biarlah kulalui detik dan hari -hari akir 2018 bersama sang pemberi hidup
Aku tak sanggub lagi hidup begini
Aku tak sanggub lagi
BUATMU PUTRAKU
31
Putraku, seiring musim silih berganti
Yang Menghantar harum melati di jendela kamar ibu
Dan diantara gerimis hujan pagi dan petang.
Ibu kembali mengenang masa kecilmu dulu.
Masa dimana musim menggurkan daun
dan kala kembang warna warni muncul menghiasi halaman rumah kita.
Dan ayah yang kala itu masih perkasa, dengan lengan kekarnya,
berlomba bersama waktu demi mencari lembar demi lembar rupiah,
yah.. Demi menghidupi keluarga kita.
Putraku, ibu yang selalu gelisah kala itu menanti kedatangan ayah,
menyanyikan lagu menghantar tidurmu. .
dan sembari memikirkan Nasib apakah hari ini ayahmu
mendapat rejeki untk menhidupi kakak dan adikmu juga bagi ibu dan ayah sendiri
Kau yang kini menanjak dewasa, mulai memahami arti hidup yang kau lalui bersama
ayah dan bunda, bersama kakak dan adik
Kadang muncul cemas, kadang ada tanya, apakah nanti jadinya dirimu
Inginmu merubah nasib
Inginmu bahagiakan ayah dan bunda
Pergi... Pergilah anakku, doa ibu menyertaimu
Ketika bulan purnama tiba di awal bulan pada masa sewindu yang lalu
Engkaupun mulai berkisah
Yah... Kisah indah yang menjadi awal masa depan ceriamu.... Nak
Kisah dimana ragamu kau adu bersama teman2mu di medan perjuangan pendidikanmu
di tanah rantau
Ibu gelisah ayah resah, akankah sang dewi bulan membiaskan cahaya keberuntungan
buatmu
Akankah sang khalid meridohi jalanmu
Putraku,, doa ibu selalu bersamamu, doa ayah selalu menyertaimu...pada sepanjang
lorong hidupmu,
Hingga pda masa seminggu yang lalu, dua minggu yang lalu,engkau kembali ke pelukan
bunda, kembali ke pangkuan lewotanah
Yah.. Kembali ke rumah kita
Rumah tempat terbit kehidupanmu dan rumah tempat ayah dan ibu menumpahkan
segala rasa cinta dan sayang padamu, pada kakak dan adikmu pads keluarga kita semua
Putraku sayang...
Langit masih sebiru yang dulu
Laut selalu bercerita tentang masa kecilmu dulu
Namun... Tuhan Berkehendak lain,Allah punya rencana yang lain
32
Hari itu, rabu yang kelabu.. Hari yang sombong datang menghampiri.. Hari terakirmu
kau berada di pelukanku
Ketika sang pemilik cintamu tahu bahwa kau telah tiada bahwa Tuhan telah mengambil
nyawamu...
Aku terkulai,tubuhku bagai dihantam seribu tombak Dan lihatlah disni, buah cintamu
menangis pilu, belahan jiwamu menatap bisu Pada ragamu yg terbujur kaku. Ayahmu
seakan tak percaya akan semua yang terjadi
Tuhan.. Adilkah ini kataku?
Terlalu pagi Engkau memanggil jiwa anakku... Aku yang hanya manusia lemah, duduk
bersimpuh dan pasrah
Hatiku hancur.... Air mataku mengalir seakan tiada henti, kemana harus kucari jawab...
Pada sepi alam yang bisu atau pada langit yang kelapu.. Ceritaku malam ini,,,
"Mengenal.kepergian sahabat Pati Kean"
33
KISAH HIDUPKU
Aku datang lalau dikau pergi
Tinggalkan ibuku sendiri berjuang
Mengasuh dan membina diriku
Dan mereka yang kucintai.
Suatu drama telah dipentas
Perjuangan hidup penuh derita
Rentetan peristiwa telah berkisah
Bahwa tenang tabah menghadapi segala.
Kami telah dibuai cintanya
Dibenam dalam kasihnya
Menjadi besar dan dewasa dalam keheningan hidup
Ah, mengapa kian?
Dikau pergi ke tanah seberang
Meninggalkan cinta direlung-relung hatinya.
Ibuku,
Kasihmu telah menggugah hatiku
Cintamu telah menggubah cintaku
Ku kagumi dirimu ibu.
Dan ayahku
Kala itu aku belum mengenalmu
Dikau pergi mengikuti bisikan hatimu
Dengan irama langkah yang pasti
Kini, dikau telah kembali
Ku tagih kasih-Mu
Kasih yang hangat membara
Dalam hati dan jiwamu.
Kisah hidupku menggores sukmaku
Karena telah ku lewati dengan senyum dan air mata.
34
35
UNTUK IBU TERCINTA
Ibu... ibu...
Hanya tiga huruf
Namun punya cinta paling luas
Punya kasih paling indah.
Ibu
Aku di sini
Ingin rindu melihat wajahmu
Rindu minta kasihmu.
Ibu
Di manakah dikau
Ku cari Ibu
Ku pikirkan Ibu
Ibuku tercinta.
Kini ibu pergi melepaskan aku
Sendirian mencari hidup
Mencari nasibku
Menentang kesulitan hidup.
Ibu apa yang ku balas untukmu?
Cuma doa dan korbanku
Semoga ibu bahagia di sisi Tuhan.
36
HANYA UNTUK IBU
Ibu,
Aku kini kelana mengembara
Mengembara seorang diri
Di padang pasir yang kering dan tandus
Di terik siang dan di malam pekat
Aku rindu padamu Ibu.
Ku kenang saat itu
Aku manja merengek di pangkuanmu
Ku rasakan hangatnya cintamu
Menikmati mesranya kasihmu
Yang kini cuma tinggal kenangan
Kenangan untuk abadi.
Ibu,
Inilah rintihan hatiku
Hatiku yang kini sedang sepi
Ku ingin menagih kasihmu
Aku rindu mendengar bisikan suaramu
Suaramu yang bernada kasih
Kasihmu yang tak mungkin berakhir.
Ibu... ibu... ibu...
Hatiku kini hampa
Ku ingin hatimu mengisi diriku
Hatimu yang telah mencintai aku
Pribadimu yang telah membentuk diriku
Ibuku
Detik 22 Oktober akan kembali berkisah
Membangkitkan kenangan masa lampau
Di kala aku bersamamu Ibu.
37
38
HANYA UNTUKMU IBUNDA
Ibu...
Di kala senja itu
Saat aku datang
Cahaya rembulan jadi saksi
Aku mekar di keheningan senja
Senja yang turut mengukir pribadiku.
Senja itu aku datang
Datang dalam kehampaan
Namun dibuai cinta abadi
Cinta abadi darimu ibu.
Kini aku jauh darimu Ibu
Di tanah seberang
Ku buktikan diri
Dan bila malam datang
Di antara celah-celah hutan belukar
Di celah-celah daun cemara
Di mana rembulan tengah bersinar lembut
Ku titip salam rindu
Diiringi bisikan lagu kasih
Lagu kasih buatmu Ibu.
39
KEPADA IBU YANG TELAH PERGI
Ibu hari ini ku kenang dirimu ibu
Aku kembali membayang
Saat perpisahan kita 4 Desember 1972.
Ibu...
Tujuh tahun telah berlalu
Tujuh tahun ku jalani hidup
Tanpa belaian kasihmu
Karena dikau sudah tiada.
Namun,
Aku yakin dikau selalu bersamaku
Mendengar setiap rintihan hati dan ratapan jiwaku
Ku rasakan lembutnya kasihmu
Penawar hatiku yang sedang rindu.
Hari ini aku jauh dai pusaramu
Ingin ku tegakkan lilin kasih
Menaburkan kembang-kembang mawar
Pertanda ikatan kasihku padamu ibu.
Detik ini ku ingin melangkahkan kaki
Menuju pulau bunga namun terlampau jauh
Ingin aku melewat ke pusaramu
Menyiram pusara dengan air mata tiada henti.
40
KENANGAN 10 NOVEMBER
Masih ada warna kelabu
Di batin dan hatimu hai pahlawan
Tetap ada nada rindu
Dari dia yang kau tinggalkan
Yakni Ibu Pertiwi.
Derap langkahmu di saat itu
Tetap berdengung hingga kini
Dan pada detik ini
Kami panjatkan doa bagimu
Semoga kau kembali ke pangkuan-Nya.
Pahlawanku
Dengan sumpah setiamu
Dan derap langkah jalanmu
Membuka relung-relung hati kami
Mengarah liku-liku batin kami
Untuk kembali mengenangmu.
Sepanjang zaman
Namamu tetap terlukis
Pada batu-batu nisan
Tempat dikau beristirahat
Dalam peredaran waktu
Karena kau telah berjuang demi kemerdekaan bangsamu.
41
HANYA UNTUKMU SAHABAT
Di tengah malam yang sunyi ini
Sebelum detakan jam dinding berirama sedih
Menutup kisah hari ini
Aku datang menyampaikan salam bagimu
Lewat semilirnya angin malam
Dan harumnya kembang melati di depan jendelaku.
Ah malam,
Malam yang telah banyak berkisah
Dengan aneka ragam cerita
Untukku di rantau orang
Di seberang samudera luas
Ku bisikkan salam bahagia bagimu.
Malam yang pekat dan dingin
Kau banyak berjasa bagiku
Membangkitkan kisah kenangan lama
Kenangan lama bersama sahabat.
Oh malam,
Malam ini pun akan berlalu
Detik 22 Oktober 1979 akan pergi
Ditelan pekatnya malam ini
Meninggalkan kisah yang sedih untukku.
42
UNTUKMU PUTRAKU SAYANG
Puteraku,
Kau kini menanjak remaja
Kau memasuki gelanggang hidup
Hidup yang lelah ditempuh
Dengan tangis dan air mata
Dengan senyum dan tertawa
Ibu kembali mengenang saat itu
Dirimu diribaanku
Tenang tenteram di pangkuanku
Denyutan jantungku penyaksi tunggal
Engkau adalah puteraku sayang.
Putraku,
Mari kita kembali berkisah
Dirimu telah ku ukir
Pribadimu telah ku pahat
Tanpa ku hitung salib dan korban
Karena dikau putraku sayang.
Langkahmu tetap dan pasti
Ibu selalu bersamamu
Pada mendaki imamat sakti
Semoga jadi miliknya abadi.
Putraku,
43
Ibu akan bangga menatapmu
Menyaksikan dikau di atas altar
Membawa korban di kaki salib
Di antara lilin dan mawar
Ku titipkan doa untukmu sayang.
NADA PISAH
Akhir senja dikau datang
Ku gagapkan nada, “Ini saat akhir”
Aku akan pergi
Pergi dan takkan kembali
Malam mendatang nada terungkap
Pisah akan datang
Dan ini jumpa terakhir
Malam mendatang nada terungkap jadi saksi.
Aku pergi dan harus pergi
Pergi seturut panggilan hidup
Ke tanah seberang ku baktikan diri
Untuk dia putra agung.
Medio Januari kembali membayang
Kisah awal yang takkan berakhir
Ala Juni menutup kisah
Pernah kita bersama menelusuri hidup
Dengan senyum dan air mata.
44
BAGIKU PENGASUHKU
Di atas pergolakan masa
Kau telah berjuang
Medan hidup luas membentang
Ke sana sasaran cita.
Di antara kehampaan hati dan jiwa
Terukir suatu tekad membaja
Berani berjuang dan maju
Terus masju sebelum cita terwujud.
Zaman beredar dan waktu berlalu
Rentetan peristiwa telah terlukis
Mendobrak setip tantangan hidup
Hingga tercipta hari dan saat cerah.
Hari itu telah banyak berkisah
Dua mei sulung telah berlagu
Bahwa dikau telah mementas drama
Di atas panggung perjuangan bangsa.
45
Remajaku, putra dan putri cilik
Hari ini harus kau beri arti
Kau lukis dalam sejarah hidupmu
Bahwa kau telah jadi manusia baru.
Akhir kata menggema pasrah
Syukur bagimu pengaruhku
Janji setia ingin berbaktipadamu dan Ibu Pertiwi
PERJUANGAN BATIN
Sesaat lalu dan datang
Datang tentang tak diundang
Diam menyelinap batin
Yang tenang dan goncang.
Tak punya tempo dunia
Tak punya watas pertengkaran
Sampai maut mengejar hidup.
Bagai laga berkobar bara peperangan
Samudera bergelombang paling besar
Dua potensi tak bermateri
Saling! Mengancam gumam dahsyat
Sisa dari itu, satu putusan pasti
Entah patuh, entah patah.
Hanya satu penawar tantang
46
Hanya satu penahan ampuh
Suara bisu mengajak sejuk
Pelemas sedetik, berarti
Biar dunia segala fana
Pertanda Tuhan pengaman perjuangan
Yang batin derita.
BAGIMU PAHLAWAN BANGSA
Namamu harum sepanjang masa
Segar mewangi di taman ibu
Menggetar rasa nada bhakti
Dalam kepelikan lautan kisah
Menggubah irama masa baru.
Dikau gugur membela bangsa
Tak gentar walau sekejap
Meski darah kental tertiris jatuh
Segar menyiram taman pertiwi
Subur berkembang tunas muda.
Perjuangan sengit hingga tubuhmu roboh
Maut merenggut tanpa sayang
47
Kau gugur dalam ayunan tangan Ibu Pertiwi
Terlepas lenyap diketenangan fajar
Karena abdi abadi kau pahlawan.
SENJA
Senja
Mestinya tak usah kau tiba
Dan biarkan aku kerontang diterik siang
Karena datangmu akan bawa berita
Berita man bikin aku bingung.
Ku dengar angin ini berlalu
Paman-kering dan debu
Sebentar lagi pasti berganti
Sejuk nyaman dan bau melati
Aku berpikir
48
Dan tak habis berpikir
Sebentar lagi senja akan mampir.
Berita apa
Kata yang mana
Ya itulah senja
Senja yang mau berkata.
49
KEMANA SANDARKAN ASA
Memburu malam bersama sang waktu
Menggapai asa pada ujung sisa perjuangan
Tentang apa dan bagaimana nasib
Tentang kemana arah kaki melangkah
Angin menderu,bulan berlari mengejar awan
Dan bintang menari diantara geliat awan yang bergejolak
Aku merenung mencari jawab teka-teki alam
Akankah berpihak padaku
Akankah langit membiru dan bulan cerah bersinar
Bintang tersenyum tanpa permisi,namun disana kulihat masih ada
Sederet rasa pada ujung harap
Terhempas diterpa angin yang menderu-deru
Jiwa kami kaum yang terpinggirkan
Kami yang terasingkan
Dan kami yang selalu direndahkan
Merintih menangis di ujung malam ini
Berharap asa akan digapai
Menjemput bulan diantara bintang atau pada
Nyanyian alam pemberi janji
Kataku...asa masih di ujung malam
Harap hati Cemas tak bertepi
Yang dinanti tak kunjung tiba
Lalu kemana asaku akan kusandarkan
Entahlah
50