perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user hanya dapat dimengerti jika dikaitkan dengan hubungan-hubungan tersebut (Van Luxemburg, 1986:24-25). Menurut Lenin, seorang tokoh yang dipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastra Marxis, sastra (dan seni pada umumnya) merupakan suatu sarana penting dan strategis dalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme. b. Aliran Frankfurt Aliran Frankfurut adalah sebuah aliran filsafat sosial yang dirintis oleh Horkheimer dan Th. W. Adorno yang berusaha menggabungkan teori ekonomi sosial Marx dengan psikoanalisis Freud dalam mengkritik teori sosial kapitalis (Hartoko, 1986:29-30). Dalam bidang sastra, estetika Marxis Aliran Frankfurt mengembangkan apa yang disebut "Teori Kritik" (dimulai tahun 1933). Teori Kritik merupakan sebuah bentuk analisis kemasyarakatan yang juga meliputi unsur-unsur aliran Marx dan aliran Freud. Tokoh-tokoh utama dalam filsafat dan estetika adalah: Max Horkheimer, Theodor Adorno, Berhert Marcuse dan J. Habermas (Selden, 1993:32-37). Seni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam teori sosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah di mana dominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritik pandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari pemikiran, tidak mempunyai hubungan yang langsung dengan realitas. Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru memberi kekuatan kepada seni untuk mengkritik dan menegasi realitas, seperti yang ditunjukkan oleh seni-seni Avant Garde. Seni-seni populer sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user bersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya, sehingga tidak mampu mengambil jarak dengan realitas yang sudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang ada. Mereka memandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang di dalamnya semua aspek mencerminkan esensi yang sama (masyarakat satu dimensi). Adorno menolak teori-teori tradisional tentang kesatuan dan pentingnya individualitas (paham ekspresionisme) atau mengenai bahasa yang penuh arti (strukturalisme) karena hanya membenarkan sistem sosial yang ada. Menurutnya, drama menghadirkan pelaku-pelaku tanpa individualitas dan klise-klise bahasa yang terpecah-pecah, diskontinuitas wacana yang absurd, penokohan yang memhosankan, dan ketiadaan alur. Semuanya itu menimbulkan efek estetik yang menjauhkan realitas yang dihadirkan dalam drama itu, dan inilah sebuah pengetahuan tentang eksistensi dunia modern sekaligus pemberontakan terhadap tipe masyarakat satu dimensi. c. Teori-Teori Neomarxisme Kaum Neomarxis merupakan pemikir sastra yang meneliti ajaran Marx (khusus pada masa mudanya), dan dengan bantuan sosiologi, ingin menjadikannya relevan dengan masyarakat modern. Mereka tidak mendasarkan argumennya pada Marx, Lenin, dan Engels sebagai dogma politik, ataupun menerima supremasi Partai Komunis terhadap budaya dan ilmu. Kaum Neomarxis hanya mengambil ajaran Marx sebagai sumber inspirasi, khususnya dalam hal studi kritik sastra Marxis (Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977:115). Aliran Frankfurt, oleh beberapa pengamat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user dipandang sebagai salah satu bentuk teori Neomarxis. Tokoh-tokoh pentingnya antara lain Fredric Jameson, Walter Benjamin, Lucien Goldman, dan Th. Adorno. Neomarxisme lebih bersifat epistemologis daripada politis. Mereka menganut paham "metode dialektik". Sekalipun lingkup diskusi mereka sangat luas, lagi pula pandangan mereka tidak secara khusus diterapkan pada Teori Sastra saja, Th. Adorno meagemukakan bahwa ada empat gagasan pokok dalam pembicaraan aliran ini (Fokkema & Kunne-Ibsch, 1977:134-135). 1) Metode dialektika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai totalitas masyarakat'. Penggunaan metode ini mencegah kekerdilan pandangan terhadap seni hanya sebagai fakta atau masalah. Metode ini merupakan suatu bagian kajian ilmiah yang mampu mempelajari konteks sosial suatu fakta estetik. Di samping mendalami objek (seni) tertentu, mereka juga harus menguji objek itu yang ditempatkan sebagai subjek dalam masyarakat. Studi mereka dapat terfokus pada konteks historis, dengan melakukan observasi terhadap fenomena-fenomena serta harapan tertentu mengenai implikasinya di masa depan. Objek kajian metode dialektika tidak terbatas, karena masyarakat yang satu merupakan totalitas dalam dialektika kata. 2) Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara konkretisasi sejarah umum dan sejarah individual. Konteks kajiannya bukan hanya sekedar masa lampau tetapi juga masa depan. Masa depan memang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user terbuka untuk berbagai kemungkinan, namun dia ditentukan oleh intensi-intensi yang telah ditetapkan manusia, masyarakat, sejarah. Setiap bidang (ilmu, politik, sejarah) selalu mengandung aspek teleologis (tujuan, sasaran) berkenaan dengan masa depan yang masih jauh. 3) Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan antara hukum kebenaran yang tampak dan kebenaran esensial. Hanya fenomenafenomena yang tampak secara nyatalah yang dapat dikaji secara empiris, tetapi tetap harus dipandang dalam kerangka kebenaran esensial. Jadi aspek teleologis memiliki identitas ganda terhadap suatu subjek: dapat mencapai kesadaran yang benar (yang lebih tinggi), tetapi dapat pula mencapai kesadaran yang salah (yang lebih rendah) tergantung pada konteks yang berbeda-beda. 4) Perlu diperhatikan perbedaan antara teori dan praktik, antara objek bahasa dan metabahasa, dan antara fakta-fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang dilekatkan pada fakta itu. Subjek harus selalu menyadari posisinya dalam masyarakat. Identitas tidak lagi terletak di antara dua konsep, melainkan tergantung pada relasi subjek dan objeknya, antara proses berpikir dan realitasnya. Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut, Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang latar belakang historisnya. Jadi hasil kritik dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi sastra, melainkan juga sejarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user model interpretasi dan kebutuhan akan suatu model interpretasi yang khusus. Dari beberpa penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai 'karya fiksi'. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra. 4) Pengkajian Sosiologi Karya Sastra Swingewood (dalam Umar Junus, 1986:2) menjelaskan dua corak penyelidikan sosiologis yang menggunakan sastra sebagai data, yaitu: (a) Sosiologi sastra. Pembicaraan dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra. Penyelidikan pada suatu masa tertentu dan pada masyarakat tertentu (b) Sosiologi sastra yang menghubungkan struktur karya kepada genre dan masyarakat. Selanjutnya, Ian Watt (dalam Retno Winarni, 2009:167) menjelaskan praktik kajian sastra dimulai dari; a) konteks sosial pengarang, yang mencakup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user posisi sosial sastrwan dalam masyarakat dan kaitannya dengan pembaca. Hal ini bisa mempengaruhi penciptaan isi dan karya. Di dalam pendekatan ini ditekankan 1) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya, 2) sejauh mana pengarang memandang pekerjaannya sebagai profesi, dan 3) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang sebagai pembaca. (b) sastra sebagai cermin masyarakat, yang dipperhatikan adalah 1) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra ditulis, 2) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, 3) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili seluruh masyarakat. (c) fungsi sosial sastra. Ada tiga hal yang menjadi perhatian; 1) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya, 2) sejauh mana hanya berfungsi sebagai penghibur saja, 3) sejauh mana terjadi intensitas antara kemungkinan sastra sebagai perombak dan sastra sebagai penghibur. Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya menganalisisnya sebagai sebuah reflekksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar sosial budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 5) Hakikat Feminisme Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women), berarti perempuan (tunggal), yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Nyoman Kutha Ratna, 2004:184). Feminisme muncul sebagai upaya perlawanan dan pemberontakan atas berbagai kontrol dan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang dilakukan selama berabad-abad lamanya. Gerakan feminisme ini pada awalnya berasal dari asumsi yang selama ini dipahami bahwa perempuan bisa ditindas dan dieksploitasi dan dianggap makhluk kelas dua. Feminisme diyakini merupakan langkah untuk mengakhiri penindasan tersebut (Mansur Fakih, 2007:99). Menurut Rothenberg feminisme muncul akibat dominasi pria atas kaum wanita dalam beberapa dekade di setiap bidang. Dominance theory posits that men and women are different because of the historic societal fact that men hold a dominant position, while women occupy a subordinate one. (Rothenberg dalam Brown 2005: 90) Asal pemikiran feminisme ini sebenarnya berasal dari Perancis, yaitu ketika terjadi revolusi Perancis dan masa pencerahan di Eropa barat. Berbagai perubahan sosial besar-besaran tersebut turut pula memunculkan argumenargumen politik maupun moral. Hal ini berdampak pada pemusatan ikatanikatan dan norma-norma tradisional (Ollenburgger dan Helen, 2002:21). Mesikpun pemikiran feminisme ini bersumber dari negara menara Eiffel tersebut, namun gerakannya sangat gencar dilakukan di Amerika. Feminisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user sebenarnya diakibatkan ketidakpuasan kaum perempuan terhadap sistem patriarki yang dirasakan telah lama menindas hak-hak perempuan. Pada tahun 1776 ketika Amerika memproklamasikan kemerdekaannya, . Padahal masyarakat dunia telah menjadikan Amerika sebagai barometer keadilan dan kebebasan hak asasi manusia. Mereka selalu mendengung-dengungkan persamaan derajat di antara manusia, namun sayangnyya hal tersebut tidak dialami oleh kaum perempuan. Deklarasi yang telah diprmosikan tersebut mengakibatkan kekecewaan dan kemarahan dari kaum perempuan yang merasa tidak dihargai Sikana, 2007:321). Untuk menandingi deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya, all men and women are . Kalimat tersebut dapat dikatakan versi lain dari deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya yang dirasakan tidak adil oleh kaum perempuan. Secara historis, studi perempuan sebagai sebuah disiplin ilmu muncul dari konflik dan telah menduduki ruang oposisi dalam pertanyaan masa depan tentang penindasan, hak istimewa, perbedaan, dan kekuasaan kaum perempuan. Hal ini secara tegas disampaikan Chowdhury dalam kutipan berikut: academy foregrounding questions of oppression, privilege, difference, inequality and power. Chowdhury (2006: 10) Ada beberapa aspek yang turut mempengaruhi terjadinya gerakan feminisme, yaitu aspek politik, agama serta aspek ideologi. (Djajanegara,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 2000:4). Aspek politik, yakni ketika pemerintah merasa tidak dianggap oleh pemerintah. Begitu pula tatkala kepentingan-kepentinga kaum perempuan berkaitan dengan politik diabaikan. Dari aspek agama disebutkan bahwa kaum feminis menuding pihak gereja bertanggung jawab atas doktrin-doktrin yang menyebabkan posisi perempuan di abawah hegemoni kaum laki-laki. Ajaran gereja juga berpendapat bahwa kaum perempuan mewarisi Original Sin atau dikenal dengan Dosa Turunan yang menyebabkan manusia terusir dari surga hingga terlempar ke bumi. Bahkan kaum Yahudi kuno secara lugas selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena tidak dilahirkan sebagai seorang perempuan (Sikana, 2007:321). Berdasarkan aspek ideologi, konsep dikalangan sosialisme menunjukkan adanya stratifikasi jender yang juga menjadi ciri khas masyarakat patriarkis. Perempuan mewakili kaum proletar atau kaum tertindas, sedangkan laki-laki disamakan dengan kaum borjuis atau kelas penindas. Selain itu dalam konsep sosialisme ini, prempuan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis karena pekerjaan mereka hanya mengurus urusan domestik rumah tangga. Sugihastuti (2002:18) berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial, maupun kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Menurut Redyanto Noor (2005:99) memberikan pengertian feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Sejalan dengan pendapat ini, Awuy (dalam Sugihastuti, 2002:62) menegaskan bahwa feminisme bukan monopoli kaum perempuan dan sasarannya bukan hanya masalah gender, melainkan masalah dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Senada dengan kedua pendapat tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya gerakan feminisme adalah gerakan tranformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki. Dengan demikian gerakan tranformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. (Riant Nugroho, 2008:61) Lebih lanjut Retno Winarni (2009:182) menjelaskan bahwasanya yang dikaji dalam pendekatan feminisme yakni dalam hubungannya dengan tokoh wanita adalah (a) peranan tokoh wanita dalam karya sastra, (b) hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, (c) sikap penulis terhadap tokoh wanita. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut di atas, secara umum feminisme diidentikkan dengan sebuah gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam berbagai sisi kehidupan dan didalam karya sastra pendekatan ini mencoba melihat hubungan tokoh wanita dalam karya, hubungannya dengan tokoh lain dan sikap pengarang terhadap tokoh wanita di dalam karya yang dihasilkannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Feminisme, menurut Martin Griffiths didefinisikan sebagai sebuah studi atau pergerakan wanita yang tidak hanya menempatkan sebagai objek, namun kali ini sebagai subjek pengetahuan. Gelombang feminisme pertama pada tahun 1980, yang dikenal sebagai feminism empiricism mengklaim kembali suara perempuan serta menunjukkan peranan wanita dalam kekuatan ekonomi global dan interaksi negara. (Griffiths. 2002: 34). Berkenaan dengan masalah pluralitas, sebenarnya sudah dapat kita lihat ketika feminisme sendiri juga membagi dirinya menjadi beberapa golongan, yaitu feminisme liberal, Marxis, radikal, standpoint, kritis serta feminisme posmodernis. (Steans & Pettiford. 2009: 24). Barak, Flavin, & Leighton (dalam Burges, 2006: 4) membagi teori feminis tradisional kedalam lima perspektif utama. Yaitu: liberal feminism, radical feminism, Marxist feminism, socialist feminism, postmodern feminism. (feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxist, feminisme sosial dan feminisme posmodern) Senada dengan pendapat dua pendapat di atas Sylvester (1996: 45) memakai pembagian dari Allison Jaggar karena dinilai sebagai pembagian yang paling tepat. Pertama adalah feminisme liberal. Dasar dari pemikiran ini adalah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan setara, sehingga sudah menjadi keharusan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri. Kedua afalah feminisme marxist. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. Selanjutnya adalah feminisme radikal. Pemikiran ini menyatakan bahwa penindasan terhadap kaum perempuan lebih karena adanya konsep patriarki yang menjadikan seorang lelaki sebagai subyek dan perempuan hanya sebagai obyek. Untuk menghapuskan setiap penindasan terhadap perempuan, menurut pemikiran ini harus ada pergantian atau perombakan sistem patriarki sehingga perempuan tidak lagi dijadikan objek. Dan terakhir adalah feminisme sosialis yang seringkali dikatakan sebagai gabungan dari pemikiran feminis marxis dan feminis radikal. Pemikiran ini menekankan pada aspek ekonomi dan gender yang dengan asumsi bahwa penindasan pada kaum perempuan adalah dampak dari sistem kapitalis dan kelas sosial. Menurut Mansour Fakih (2007:100), gerakan feminism merupakan perjuangan dalam rangka menstransformasikan system dan struktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa feminism bukan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, maupun upaya perempuan untuk menghindari kondratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Kemajuan teori feminism dalam bermacam-macam bidang dan menjelaskan pengaruh dalam beberapa factor. Sebagai contoh dalam kelompok seksual dari ketenagakerjaan berlangsung pada bebera social yang diketahui, dimana dibedakan antara beberapa tugas perempuan dan tugas laki-laki. Tugas laki-laki dalam bidang ekonomi dan bernilai sosial. Perempuan selalu tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user demikian. (Pengetahuan sosial yang paling dekat dengan pendekatan kualitas sosial yang terlibat dalam diri masing-masing yang mengontrol produksinya sendiri-sendiri dan laki-laki membutuhkan hal-hal yang mereka produksi). Sejalan dengan pendapat di atas, Mansur Fakih (2007:80-106), ada empat aliran feminisme yang digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu: feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Keempat aliran feminisme tersebut dibahas secara ringkas sebagai berikut: a. Feminisme Liberal Feminisme liberal muncul sebagai aliran kritik terhadap pendeskriminasian kaum perempuan dalam hal persamaan kebebasan individu dan nilainilai moral. Feminisme liberal berpandangan bahwa kaum perempuan harus mempersiapkan dirinya untuk dapat mensejajarkan kedudukannya dengan laki-laki dengan cara mengambil berbagai kesempatan yang menguntungkan serta mengenyam pendidikan, mengingat bahwa perempuan adalah mahluk yang rasional dan bisa berpikir seperti laki-laki. Mansur Fakih (2007: 81) menjelaskan asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki perempuan ini penting bagi mereka karenanya tidak perlu pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Adapun perkembangan gerakan feminisme liberal sendiri terbagi menjadi 3 tahap yaitu: 1) Perkembangan feminisme pada abad 18. Pada abad 18 gerakan feminisme liberal menyuarakan pendidikan yang sama untuk perempuan. Karena lahirnya gerakan feminisme liberal ini berawal dari anggapan nalar laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas yang berbeda maka kaum feminisme liberal mengusung pendidikan sebagai jalan untuk menyetarakan kemampuan nalar laki-laki dengan perempuan, selain itu melalui pendidikan juga perempuan dapat menyetarakan posisinya dimasyarakat agar tidak dipandang sebelah mata dan ditindas lagi. Dari hal tersebut maka feminisme liberal menyuarakan jalan keluar sebuah pendidikan yang setara dengan laki-laki dengan cara mengajarkan halhal yang rasionalitas sehingga perempuan juga dapat menajdi mahluk yang mandiri (Tong; 2006: 78). 2) Perkembangan feminisme liberal pada abad 19. Pada abad ini kaum feminisme liberal menyuarakan hak hak sipil yang harus diterima oleh kaum perempuan dan kesempatan Ekonomi bagi perempuan. Kaum feminisme liberal memiliki pendapat bahwa pendidikan saja tidak cukup untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Untuk itu, harus ada kesempatan ekonomi yang harus diberikan pada perempuan agar kesetaraan dapat dicapai. Kesempatan untuk berperan dalam ekonomi dan dijamin hak-hak sipil bagi perempuan diantara hak untuk berorganisasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user hak untuk kebebasan berpendapat, hak untuk memih dan hak milik pribadi. (Tong; 2006). 3) Perkembangan feminisme liberal abad 20. Pada abad ini perkembangan feminisme liberal ditandai dengan lahirnya gerakan atau organisasi yang menyurakan hak-hak perempuan, seperti NOW (National Organization for Women). Organisasi ini juga tidak lain bertujuan menyarakan agar perempuan dapat memiliki hak atau kesempatan pendidikan dan ekonomi agar dapat setara dengan laki-laki. (Tong; 2006). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan perempuan terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Dasar dari pemikiran ini adalah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan setara, sehingga sudah menjadi keharusan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri. Oleh karena itu, tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusiinstitusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki. b. Feminisme Marxis Soenarji Djajanegara (2004: 30) menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi. Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Berkaitan dengan analisis produksi yang bersandar pada ideologi Marxis, Jegger (dalam Tong, 1998: 182) menyatakan bahwa Marx menganggap bekerja sebagai memanusiakan manusia. Bekerja dimaksudkan untuk menghubungkan manusia dengan produk tubuh dan pikirannya, alamnya, dan manusia lain. Dengan kata lain, feminisme Marxis ingin menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminis Marxis adalah perempuan harus masuk dalam sektor publik yang dapat menghasilkan nilai ekonomi (uang), sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan tidak ada lagi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. c. Feminisme Sosialis Soenarji Djajanegara (2004: 30) menjelaskan feminisme aliran sosialis meneliiti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang tertindas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Senada dengan pendapat di atas, Goldenberg (2007: 12) menyatakan dalam feminisme sosial perempuan yang diperdebatkan essentialise perempuan, dan kontra konstruksionis sosial feminis menyumbang lebih lanjut oleh essentialised tidak termasuk pengalaman hidup perempuan terpinggirkan, seperti perempuan miskin dan kelas pekerja, perempuan warna, dan lesbian. The problem of exclusion has been widely characterised as essentialism. Sex istconstructions of women are argued to essentialise women, and feminist social constructionist counter accounts further essentialised by excluding the lived experiences of marginalised women, such as poor and working-class women, women of colour, and lesbians. Goldenberg (2007: 12) Menurut Samhuri (2002:45) feminisme sosial menawarkan bahwa perjuangan perempuan hanya akan berhasil jika sistem pemilikan prbadi berhasil dihancurkan dan lalu berhasilnya transformasi sosial masyarakat yang menghancurkan kelas-kelas dan penguasaan aat-alat produksi segelintir orang untuk diserahkan dan dikelola secara sosial. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriakat untuk kesetaraan gender. d. Feminsme Radikal Menurut Mansur Fakih (2007: 103) feminis radikal berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan berakar pada kaum laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki itu adalah bentuk dasar penindasan dan patriarki adalah sistem hierarki seksual di mana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Jadi sesungguhnya mereka historis, karena menganggap patriarki universal dan akar segala penindasan. Riant Nugroho (2008: 67) menjelaskan bahwa ada dua sistem kelas dalam feminisme radikal, yaitu sistem kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan sedangkan konsep patriarki merujuk pada sistem kelas kedua ini, pada kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduksi perempuan. Feminisme radikal memandang bahwa perbedaan biologis antara lakilaki dan perempuan menjadi sumber operasi dan subordinasi perempuan yang membedakan dari laki-laki. Oleh karena itu, pembebasan perempuan harus diusahakan dengan revolusi biologis-teknologi. Perempuan tidak mengalami penderitaan berkepanjangan karena harus menderita dalam KB, kehamilan, pengasuh adalah urusan bersama. Dominasi laki-laki dalam sistem reproduksi perempuan harus dihindarkan karena semua hal tersebut berkaitan dengan perempuan. Institusi sosial budaya dan struktur legalitas politis harus ditumbangkan dari dominasi laki-laki. Perempuan harus bebas memutuskan kapan ia mau atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, hamil, bayi tabung ataupun kontrak kehamilan. Bukan laki-laki yang menentukan semua hal itu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan perempuan. Pemikiran ini menyatakan bahwa penindasan terhadap kaum perempuan lebih karena adanya konsep patriarki yang menjadikan seorang lelaki sebagai subyek dan perempuan hanya sebagai obyek. Untuk menghapuskan setiap penindasan terhadap perempuan, menurut pemikiran ini harus ada pergantian atau perombakan sistem patriarki sehingga perempuan tidak lagi dijadikan objek. 6) Pendekatan Feminisme dalam Pengkajian Novel Gerakan feminisme berdampak sangat luas, salah satunya munculnya kritik sastra feminisme. Dalam sastra, feminisme adalah studi sastra yang memfokuskan kepada perempuan, yang mengemukakan pemikiran berupa kritik terhadap dominasi laki-laki dengan mengedepankan identitas perempuan (Redyanto Noor, 2005: 99-100). Menurut Wiyatmi (2006: 113) pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra feminis yakni salah satu kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Ketika seorang pengarang dalam menghadapi karya sastra, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengapresiasikan karyanya. Pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user tersebut bertujuan untuk proses komunikasi antara pengarang dengan karyanya jelas tahapan-tahapannya sesuai kehendak pengarang. Salah satu pendekatan dalam kritik sastra adalah pendekatan feminisme. Feminisme secara etimologis berasal dari kata femine (woman), berarti perempuan (tunggal), yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas sosial. Tujuan feminisme adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian luas, feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Sedangkan secara etimologi, feminisme diartikan sebagai gerakan perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan kedudukan dan derajat yang sama baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum, seperti apa yang didapatkan lelaki. Sementara itu, mengartikan kritik sastra feminisme adalah cara menafsirkan suatu teks sebagai salah satu cara dari berbagai konteks untuk menafsirkan teks yang berkenaan dengan masalah perempuan. Sisi pembaca yang berkait dengan feminisme mengarah pada optimalisasi peran wanita dalam posisinya sebagai apresiator, analisator, dan kritikus dalam perbincangan sastra. Selain itu yang termasuk dalam bahasan ini ialah visi pembaca feminis ketika berhadapan dengan karya sastra. Ketika masuk dalam hubungan sastra dengan perempuan, maka dihadapkan pada beberapa komponen. Pertama tentang pengarang perempuan. Kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user tentang tokoh perempuan yang ditulis pengarang lelaki. Ketiga adalah tentang pembaca perempuan. Untuk mencari bacaan feminisme dalam sastra harus melihat tokoh perempuan dalam karya sastra yang ditulis pengarang perempuan. Pengarang perempuan dalam mengarang sastra akan lebih mencerminkan perilaku feminisme seperti Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek, sedangkan pengarang lelaki akan menampakkan kekuatannya dan menginferiorkan kaum perempuan, seperti Pengakuan Periyem oleh Linus. Walaupun ada sebagian kecil yang bersifat membela perempuan, seperti novel S. T. Alisyahbana yang berjudul Layar Terkembang, dianggap tidak terlalu mencerminkan hati nurani perempuan secara murni, karena pengarang menulis sosok perempuan dari sudut pria, hal inilah yang mendasari munculnya feminisme dalam karya sastra. Selain itu, diskriminasi terhadap perempuan yang melatarbelakangi munculnya kritik sastra feminisme juga banyak tercermin pada karya sastra. Para pengarang yang didominasi lelaki, seolah menganggap semua pembaca adalah lelaki, yang isinya cenderung menempatkan posisi perempuan di bawah lelaki. Bertolak dari hal itu, maka salah satu upaya adalah menjadikan perempuan sebagai bahan studi. Maka muncullah gender studies. Pada umumnya, karya sastra yang menampilkan tokoh wanita dapat dikaji dengan menggunakan konsep feminisme. Baik cerita rekaan, lakon, maupun sajak, mungkin untuk diteliti dengan menggunkan konsep feminisme asal saja ada tokoh wanita di dalam karya sastra tersebut. Peneliti akan mudah menerapkan konsep feminisme jika tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user wanita itu dikaitkan dengan tokoh lelaki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau tokoh bawahan. 7) Feminisme dan Analisis Gender a) Pengertian Gender Isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat, sehingga menimbulkan penafsiran dan respons yang tidak proporsional tentang gender. Salah satu faktor yang mempengaruhi adanya kesenjangan gender adalah bermacammacam tafsiran tentang pengertian gender. Kata gender berasal dari bahasa inggris, yaitu gender yang berarti jenis kelamin. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stollen (1968: 32) untuk memisahkan perincian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis (Riant Nugroho, 2008:2-3). Feminisme terbagi dua jenis yaitu feminisme liberal dan feminisme radikal. Feminisme liberal tidak pernah mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki, sebagaimana dipersoalkan oleh feminisme radikal. Menurut Brownmiller, feminisme radikal muncul sebagai reaksi atas kultur seksim atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an, khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi (Mansur Fakih, 2007: 84). Penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis sehingga dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user kaum perempuan oleh laki-laki dianggap berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Menurut Eisenstein, patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual yang mana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege (Mansur Fakih, 2007: 85). Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural (Mansur Fakih, 2007: 8). Dalam perjalanan sejarah selama berabad-abad peran gender oleh masyarakat, budaya dan tata nilai dibentuk sedemikian rupa sehingga ada peran yang dimainkan oleh kaum laki-laki dan peran yang diserahkan kepada perempuan. Sedangkan peran publik, yang menghasilkan uang, pengaruh dan kekuasaan diserahkan kepada kaum laki-laki. Akibat pembagian kerja seperti itu ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berada di daerah yang makin berkuasa, menghasilkan ruang dan pengaruh, sedangkan perempuan tidak menghasilkan uang dan pengaruh. Lahirlah ketimpangan gender dan ketidakadilan gender. Ketimpangan kekuasaan dan akses antara laki-laki dan perempuan ini sejak dahulu kala diperkuat oleh nilai-nilai atau budaya Patriarki. Perempuan selalu dilekatkan pada citra feminitas, yang diartikan selalu pada sifat pasrah mendahulukan kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungan pada laki-laki serta dituntut untuk mengedepankan peran domestiknya saja seabgai bagian dari kodrat. Sementara laki-laki lekat sebagai sosok prima, maskulinitas, yang mencitrakan keberanian, tegas dalam bertindak, sosok yang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user dipatuhi, dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan. Ketimpangan gender berlangsung hampir di semua kehidupan, publik maupun privat. Dijelaskan lebih lanjut oleh Mansour dalam bukuya Analisis Gender & Transformasi Sosial, mengenai ketimpangan gender adalah sebagai berikut : (a) Gender dan Marginalisasi Perempuan Gender dan marginalisasi perempuan erat hubungannya erat hubungannya dengan ketimpangan gender. Proses marginalisasi terbentuk adanya keyakinan masyarakat terhadap kurangnya kemampuan perempuan dalam bidang perekonomian, sehingga tidak adanya kepecayaan terhadap kekuasaan terhadap suatu hal yang bersifat kepemimpinan. Seperti yang diungkapkan Fakih dalam bukunya Analisis Gender & Transformasi Sosial sebagai berikut : mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat yang menimpa laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Namun, ada salah satu bentuk pemiskinan, atau salah satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Marginalisasi perempuan tidak hanya terjadi ditempat pekerjaan, namun juga dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan negara. Marginalisasi diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keaga Mansur Fakih, 2007: 13-14). (b) Gender dan Subordinasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Pandangan gender dapat menimbulkan subordinasi terhadap perempuan, anggapan bahwa perempuan pola pikirnya adalah irrasional atau emosional sehingga berimbas pada stigma ketidakmampuan tampil untuk memimpin, berakibat munculnya sikap bahwa perempuan berada disisi yang tidak penting (Mansur Fakih, 2007:15). (c) Gender dan Stereotipe Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, pelabelan ini sering diberikan kepada perempuan, misalnya, perempuan yang memakai pakaian minim adalah dalam rangka memancing lawan jenisnya (Mansur Fakih, 2007: 16). (d) Gender dan Kekerasan Kekerasan adalah serangan fisik atau mental terhadap seseorang. Kekerasan sering terjadi pada jenis kelamin tertentu yaitu perempuan, kekerasan ini disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan. Banyak contoh kekerasan gender diantaranya bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan pemukulan dalam rumah tangga, bentuk penyiksaan terhadap organ vital, kekerasan dalam bentuk pelacuran dimana wanita dijadikan sebagai mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan, kekerasan non fisik dalam bentuk pornografi di mana perempuan dijadikan obyek untuk kekerasan seksual terhadap perempuan (Mansur Fakih, 2007: 17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user (e) Gender dan Beban Kerja Anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat rajin, maka berakibat pekerjaan domestik rumah tangga dibebankan dan menjadi tanggung jawab perempuan (Mansur Fakih, 2007: 21). Menurut KBBI, Patriarkat adalah sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak. Budaya patriarkat yang kuat kerap sekali menimbulkan konflik laten yang berdampak pada disharmoni sosial gender, yang dipicu oleh fragmentasi kepentingan yang umumnya diwarnai oleh sikap diskriminatif, stereotip, perlakuan tindak kekerasan dan marjinalisasi terhadap salah satu jenis kelamin. ketidakadilan gender tersebut hampir terjadi pada semua aspek dimensi lingkungan. Awalnya terjadi pada lingkungan keluarga, di mana orang tua cenderung memberikan perlakukan berbeda pada anak perempuan atau laki-laki, selain itu relasi suami istri yang tidak sehat yang kemudian berimbas pada lingkungan masyarakat imbas akhirnya sampai bermuara pada relasi hubungan kekuasaan formal dalam lingkungan pemerintah dan keluarga. Pola pikir tersebut akan menular pada pemimpin di masyarakat dan pemerintahan. Imbas negatif dari pola pikir ini, yaitu buah kebijakan yang ditetapkan, cenderung bias gender. Lantaran kuatnya budaya patriaki di Indonesia, masih terjadi banyak ketimpangan pada relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di Tanah Air yang berimbas pada tidak adanya jaminan keadilan gender.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Pola hubungan yang tersubordinasi, akan mempengaruhi pola pembagian kerja yang umumnya disertai dengan pelabelan (stereotip) yang tersekat-sekat. Contohnya, perempuan harus berkerja terbatas pada wilayah domestik rumah tangga, laki-laki adalah pencari nafkah sedangkan perempuan adalah penerima nafkah. Dengan kata lain, dalam pembagian kerja, hanya laki-laki yang pantas menerima tugas yang berat, sedang kaum wanita cukup diberi beban kerja yang ringan-ringan saja. Kuatnya akar budaya patriaki telah mengkonstruksi sekaligus mensubordinatkan kaum perempuan. Konstruksi dan subordinasi ini secara psikis dan sosiologis membentuk pola berfikir dan berperilaku menurut prinsip-prinsip yang diakui dalam tatanan sosial yang patriakis. Lebh lanjut Riant Nugroho menjelaskan, untuk memahami konsep gender maka harus dapat membedakan antara kata gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis, yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kalamenjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempua memiliki sel telur, memiliki juga vagina, dan mempunyai alat untuk menyusui. Hal tersebut secara biologis melekat pada manusia yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Artinya bahwa secara biologis alat-alat tersebut tidak dapat dipertukarkan yang melekat pada manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Pendapat yang senada disampaikan Mansur Fakih (2007:8) menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dan sex/jenis kelamin. Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang secara ditentukan secara biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Sugihastuti (2007: 4) menjelaskan bahwa gender adalah pembagian manusia menjadi laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminism) berdasarkan kontruksi sosial budaya. Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan sejak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan. Gender bukanlah kodrat sejak lahir tetapi dikonstruksi oleh lingkunagn sosial budaya. Seorang anak perempuan haruslah bersikap lembut, tidak pantas jika bermain bola sedangkan anak laki-alki haruslah kuat, tidak pantas jika bermain boneka. Hal inilah yang berperan mencetak anak menjadi feminism atau maskulin. Karena feminisme sebagai suatu disiplin berfokus pada pentingnya gender dan ketimpangan sosial yang dihasilkan dari nilainilai dan asumsi berdasarkan jenis kelamin, para sarjana feminis pun ditemukan di semua disiplin ilmu. Fineman (2012: 13) berpendapat bahwasanya sebagai kelompok, kaum feminis prihatin dengan implikasi eksploitasi bersejarah dan kontemporer perempuan dalam masyarakat, mencari pemberdayaan perempuan dan transformasi lembaga didominasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user oleh pria. Selain itu, banyak kaum feminis juga menggunakan khas feminis untuk membawa pengalaman perempuan terhadap latar depan, seperti peningkatan kesadaran atau bercerita. Because feminism as a discipline focuses on the significance of gender and the societal inequality resulting from values and assumptions based on gender, feminist scholars are found in all disciplines. As a group, feminists are concerned with the implications of historic and contemporary exploitation of women within society, seeking the empowerment of women and the transformation of institutions dominated by men. In addition, many feminists also use distinctive feminist such as consciousness raising or storytelling. Such methods recognize the validity and importance of research. Fineman (2012: 13) Sejarah perbedaan gendar antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui suatau yang panjang. Melalui proses sosialisasi, penguat, dan kontruksi social, cultural, keagamaan, abhkan juga melalui kekuatan Negara (Mansur Fakih, 2007: 9). Lebih lanjut Mansour Fakih menjelaskan bahwa perbedaan gender pada dasarnya tidak menjadi masalah, tetapi akan menjadi masalah jika perbedaan tersebut menimbulkan ketidakadilan gender. Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak dapat diganggu-gugat (misalnya secara biologis wanita mengandung), perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor sosial dan sejarah. a. Ketidakadilan gender Riant Nugroho (2008:18-19) menjelaskan banyak sekali bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan, antara lain: 1. Pemiskinan ekonomi (Marginalisasi) Timbulnya kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dan Negara merupakan akibat dari proses marginalisasi yang menimpah kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian., antara lain: penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Meskipun tidak setiap bentuk marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, tetapi yang dipermasalahkan disini adalah bentuk marginalisasi yang disebabkan karena perbedaan gender. Bentuk marginalisasi terhadap kaum perempuan juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakt atau kultur dan bahwa Negara, jadi tidak hanya terjadi ditempat pekerjaan. Di dalam rumah tangga marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota kelaurga yang laki-laki dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user perempuan. Timbulnya proses marginalisasi juga diperkuat oleh taksir keagama muapun adat-istiadat (Riant Nugroho, 2008: 11). 2. Beban kerja Beban kerja yang diakibatkan dari bias gender seringkali diperkuat dan disesabkan oleh adanya keyakinan/pandangan di masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai jenis pekerjaan perempuan. Seperti semua pekerjaan domestic, dianggap, dan dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan laki-laki sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi Negara. Uraian diatas memberikan gambaran bahwa manifestasi ketidakadilan gender yang telah mengakar dengan kuat tersebut, tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang pada akhirnya lambat laun, baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya meyakini bahwa peran gender seolah-olah adalah suatu kondrat. 7) Hakikat Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel a. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempeunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total. Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki. Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia. b. Pengertian Pendidikan Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani yang bera g. Menurut Undang- undang RI No 2 Tahun 1989
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user (1989 : 2), Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Selanjutnya, Undang- undang RI tahun 2003 (2003: 2) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Tilaar (2002; 435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan, yaitu: a) cerdas, berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user persoalan nyata. Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan ilmunya; b) hidup, memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Filosofi hidup ini sangat syarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral, dan tujuan hidup; c) bangsa, berarti manusia selain sebagai individu juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan pengajaran (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 449). Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam pemilihan media. Novel sebagai suatu karya sastra, yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang seninya (Rachmat Djoko Pradopo, 2005: 30). Adler (dalam Arifin, 1993: 12) mengartikan pendidikan sebagai proses di mana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik. Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik (Nyoman Kutha Ratna, 2004: 447). Masih menurut Ratna, lebih jauh dikaitkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadinya antara pendidikan dan karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusis melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusis sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya. Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Karya sastra khususnya novel sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan. c. Macam-macam Nilai Pendidikan Karya Sastra sebenarnya ditulis dengan maksud untuk menunjukkan nilainilai kehidupan. Setidak-tidaknya karya sastra mempersoalkan nilai-nilai yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan zaman atau kebutuhan manusia umunya. Nilai kehidupan yang ditawarkan dapat berupa nilai keagamaan, budaya, moral, budi pekerti, pendidikan maupun nilai sosial (Jakob Sumardjo,1984: 3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan salah satu wujud dari bentuk penyampaian nilai moral dan budi pekerti yang diamanatkan pencipta lewat tokoh cerita. Tidak mengherankan jika karya sastra sangat menarik perhatian pembaca yang menginginkan pengalaman sosial kemasyarakatan, khususnya mengenai nilai-nilai pendidikan. Melalui penelitian tentang karya sastra diharapkan dapat menemukan cara atau tindakan-tindakan nyata yang dapat meningkatkan pembentukan akhlak generasi muda yang berbudaya, sehingga dapat mewujudkan manusia yang berilmu, berahlak dan berbudaya tinggi terkait dengan uraian diatas tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa dari karya sastra seorang bisa belajar tentang hakikat hidup dan kehidupan, bahkan kehidupan dari pengarang itu sendiri seperti dikatakan bahwa karya sastra merupakan alat penyampaian kehidupan bahkan hampir semua corak kehidupan masyarakat tersirat dan bahkan tersurat dalam sebuah karya sastra. Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, dll, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendens.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu. Menacari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk mempengaruhi pola piker pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi didalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan. Ahmadun Yosi Herfanda (2012) menyatakan bahwasanya secara sederhana, dengan merujuk pada pendekatan struktural, nilai karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni nilai estetik (keindahan) dan nilai tematik (isi dan pesan) karya sastra. Nilai estetik tentu berkaitan dengan prinsip-prinsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user estetika yang membentuk keindahan karya sastra. Pada puisi, aspek ini meliputi tipografi, persajakan (rima), irama (ritme), pencitraan (pengimajian), dan pemilihan kata yang tepat (diksi) yang disebut puitika atau metode puisi. Pada cerpen dan novel, antara lain meliputi alur (plot), karakterisasi, latar, dan sudut pandang. Di dalam plot ada paparan, krisis/konflik, klimaks, dan penyelesaian. Sedangkan nilai tematik meliputi tema yang terurai melalui keseluruhan isi dan pesan karya sastra tersebut. Pada aspek inilah karya sastra menempatkan pesan moral, budaya, agama, sosial, politik, kemanusiaan, keadilan, kesederajatan, cinta, kasih sayang, dan pesan-pesan mulia lain yang oleh pengarangkan dianggap penting untuk disampaikan kepada pembaca untuk memberikan pencerahan kepada mereka. Ketika membaca sajak-sajak sosial Rendra, misalnya, kita akan menemukan pesan-pesan tentang keadilan sosial dan politik, yang mendorong pembaca untuk bersikap kritis terhadap kekuasaan. Sedangkan kalau membaca sajak-sajak Abdul Hadi WM, kita akan menemukan pesan-pesan religius-sufistik yang mendorong peningkatan kualitas spiritual dan kecintaan kita pada Al Khalik. Herman J. Waluyo (1992: 28) menjelaskan bahwa nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Hal ini berarti karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Muatan nilai dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau keindahan. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai pendidikan dalam novel adalah sama dengan nilai-nilai yang ada di dalam karya sastra lainnya, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas. Maka nilai pendidikan tersebut adalah sebagai berikut. a) Nilai Pendidikan Religius Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religious bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya, termasuk didalamnya yang bersifat keagamaan.Burhan Nurgiyantoro (2007: 326) menjelaskan bahwa agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal. Kehadiran unsur religi dalam sastra adalah sebuah keberadaan sastra itu sendiri (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 326). Atar Semi (1993: 21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita batu memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami agamanya. Atar Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai religius tersebut dipancarkan dari perbuatan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam novel, nilai religius biasanya didapati pada tokoh-tokoh protagonis. b) Nilai Pendidikan Moral . Sebuah karya sastra yang menawarkan nilai moral biasanya bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenali nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita seharihari. Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila. c) Nilai Pendidikan Sosial berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Nilai sosial dalam karya sastra adalah penggambaran suatu masyarakat sosial oleh karya sastra dalam sebuah masyarakat. Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat direnungkan dalam karya sastra dengan ekspresinya. Pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya. (Suyitno, 1986:31). Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. d) Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budayalain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual, namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan. Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsepkonsep nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita. e) Nilai Estetika Karya sastra merupakan bagian dari karya seni. Menurut Luxemburg (1986: 3), karena merupakan karya seni, karya sasta merupakan hasil kreatifitas pengarang dengan menggunakan bahasa sebagai medianya dan memiliki tujuan estetis untuk menyampaikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Dedy Sugono (2003:61) keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut: a. Karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntutnya melihat berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimilki. b. Karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan c. Karya itu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan. B. Kerangka Berpikir Penelitian ini menganalisis karya sastra berupa sebuah novel yang berjudul Gadis Kretek karya Ratih Kumala yang dikaji menggunakan pendekatan feminisme untuk mengetahui dan mendeskripsikan profil tokoh wanita dalam novel, mendeskripsikan dan menjelaskan perjuangan kesetaraan gender tokoh wanita dalam novel tersebut. Dalam penelitian ini juga digunakan pendektan sosiologi sastra dalam mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan sosial masyarakat dalam novel tersebut. Selain itu, pengkajian terhadap novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala ini juga akan dihasilkan nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel. Secara ringkas alur berpikir penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir Penelitian 1. Profil tokoh wanita 2. Perjuangan kesetaraan gender tokoh wanita 1. Nilai pendidikan agama 2. Nilai pendidikan moral 3. Nilai pendidikan sosial 4. Nilai pendidikan budaya Simpulan: 1. Mengetahui profil tokoh wanita 2. Mengetahui hasil perjuangan gender 3. Mengetahui keadaan sosial masyarakat dalam novel 4. Mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam novel Pendekatan Feminisme Sastra Novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala Pendekatan Sosiologi Nilai Pendidikan Sastra Keadaan sosial masyarakat dalam novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi pustaka dan tidak terikat dengan tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan (Bulan Juli s.d. November). Dengan rincian sebagai berikut: Kegiatan Bulan Juli Agustus September Oktober November Persiapan yang Meliputi: 1 a. Persiapan awal penelitian b. Penyusunan proposal penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data, dan menyusun jadwal Pengumpulan 2 Data, Meliputi a. Pengumpulan data dengan menggunakan kartu data b. Pemeriksaan dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul dan c. Pemilihan dan pengaturan data sesuai dengan kebutuhan Analisis Data Meliputi: 3 a. Pengembangan sajian dan analisis lanjut b. Pembuatan simpulan akhir Penyusunan laporan penelitian yang 4 meliput: a. Penyusunan laporan awal b. Perbaikan laporan, dan c. Penyusunan laporan akhir Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian B. Bentuk dan Pendekatan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Kajian sastra dengan pendekatan feminisme termasuk jenis penelitian kualitatif. Adapun metode kualitatif yang digunakan pada penelitian ini metode deskriptif analitik yang mengungkap keadaan sebenarnya dalam novel. Metode ini didasarkan pada data yang dianalisis yaitu berupa teks karya sastra novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala. Metode deskriptif analitik adalah metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan menguraikan untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang dijadikan pusat perhatian dan penelitian. (Ratna, 2007: 39). Metode deskriptif digunakan untuk membantu upaya identifikasi dan pemaparan unsur-unsur yang menjadi fokus penelitian. Sejalan dengan itu, Sudjana dan Ibrahim ( 2007: 64) mengemukakan bahwa metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, pada saat penelitian berlangsung. Hal ini berarti metode deskriptif analitik digunakan untuk menguraikan kemudian mendeskripsikan keadaan objek yang diteliti dengan hal-hal yang menjadi pusat perhatian. Dalam penelitian ini pengungkapan dan pemahaman masalah menjadi titik berat penelitian, bukan pada hipotesis yang harus diuji dan dijawab. Hasil penelitian ini bukan berupa angka-angka melainkan pengkajian dan pendes-kripsian objek yang diteliti. Data dari penelitian ini berupa data verbal, yaitu paparan dari pernyataan tokoh yang berupa dialog dan monolog, serta narasi yang ada dalam Gadis Kretek karya Ratih Kumala. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, karena data diperoleh dari dokumen yang berupa data verbal atau tulisan. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user penelitiannya. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pembaca aktif, terus menerus membaca, mengamati, dan mengidentifikasi satuan-satuan tutur yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian menasirkan dan melaporkan hasilnya. Untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan dan menganalisis data penelitian, digunakan instrumen pembantu berupa panduan kodifikasi data. Tailor seperti yang dikutip Lexi J Moleong (1998: 3), menjelaskan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya pendekatan kualitatif diarahkan pada latar individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Berdasarkan uraian di atas kajian novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala dengan pendekatan feminisme dalam penelitian kualitatif di sini mengkaji gambaran feminisme dalam novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala. C. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini berupa hasil telaah dokumen Gadis Kretek karya Ratih Kumala. Catatan lapangan (fieldnote) yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian deskrisi dan bagian refleksi. Bagian deskripsi merupakan usaha untuk merumuskan objek yang sedang diteliti, sedangkan bagian refleksi merupakan renungan pada saat penelaahan. Catatan lapangan yang dibuat antara lain: gambaran feminisme dalam novel Gadis Kretek, keadaan sosial masyarakat, dan nilai pendidikan novel tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik noninteraktif. Dalam teknik noninteraktif, sumber data berupa benda atau manusia yang tidak mengetahui bila sedang diamati atau dikaji. Teknik pengumpulan data noninteraktif dengan melakukan pembacaan secara intensif dari novel dan melakukan pencatatan secarra aktif dengan metode content analysis. Adapaun aspek penting dari content analysis adalah bagaimana hasil analisis dapat diimplikasikan. (Herman J.Waluyo, 2006:65). Content analysis adalah strategi untuk menangkap pesan karya sastra (Suwardi Endaswara, 2003: 161). Tujuan content analysis adalah membuat inferensi. Inferensi diperoleh melalui identifikasi dan penafsiran. Penelitian ini merupakan cara strategis untuk mengungkap dan memahami fenomena sastra, terutama untuk membuka tabir-tabir sastra yang berupa simbol. Burhan Nurgiyantoro (2005: 85) menggambarkan alur analisis dengan content analysis sebagai berikut: Gambar 2. Teknik Content Analysis Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik content analysis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Membaca berulang-ulang secara keseluruhan maupun sebagian novel Ratih Kumala karya Ratih Kumala. Klasifikasi Data Menemukan Data