The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by hccpsudrajat1969, 2022-11-10 21:12:00

Buku AKPK

AKPK buku gabung

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK)

Teori dan Praktik

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan

peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan

penelitian ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan

pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK)

Teori dan Praktik

Dr. Asep Iwa Hidayat, S.Sos., M.Pd.
Dr. H. Sudrajat, M.Pd.

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI (AKPK)
TEORI DAN PRAKTIK

Asep Iwa Hidayat & H. Sudrajat

Desain Cover :
Herlambang Rahmadhani

Sumber :
www.shutterstock.com

Tata Letak :
Zulita Andan Sari

Proofreader :
Mira Muarifah

Ukuran :
vi, 97 hlm, Uk: 14x20 cm

ISBN :
No ISBN
Cetakan Pertama :
Bulan 2021
Hak Cipta 2021, Pada Penulis
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2021 by Deepublish Publisher
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: [email protected]

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil alamiin, puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Allah Swt., Robb sekalian alam yang
telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan buku yang berjudul Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK), Teori dan Praktik.

Dalam penulisan buku ini, penulis berusaha melakukan
hal yang terbaik, namun demikian, penulis menyadari akan
kekurangan kemampuan dan pengalaman. Banyak pihak
yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun
atas buku ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih,
mudah-mudahan segala kebaikannya mendapat balasan
pahala dari Allah Swt.

Akhirnya penulis berharap semoga buku ini dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran yang
berarti bagi semua pihak yang berkepentingan.
Alhamdulillahirabbil alamiin.
Wassalamu’alaikium warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, Januari 2021
Penulis

Kata Pengantar | v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................v
DAFTAR ISI.................................................................................................. vi

I. PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR
DAN PERMASALAHANNYA.................................................... 1

II. KONSEP DASAR ANALISIS KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA
MANUSIA .................................................................................... 11

III. INDIKATOR DAN TINGKAT KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA
MANUSIA .................................................................................... 23

IV. KARAKTERITIK, MODEL DAN PENDEKATAN
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN
KOMPETENSI............................................................................ 35

V. PENDEKATAN MAKRO DALAM ANALISIS
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI ......... 50

VI. ANALISIS KINERJA APARATUR......................................... 70
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................80
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................84

vi | Daftar Isi

I. PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR
DAN PERMASALAHANNYA

A. Fenomena Gap Kompetensi
Kualitas pelayanan publik yang rendah sebagai dampak

dari gap (kesenjangan) kompetensi yang besar di antara
pelayan publik menjadi fenomena yang mengemuka saat ini.
Ini pula lah yang menjadi pemicu sulitnya pencapaian
indikator makro pembangunan. Sejumlah persoalan yang
menjadi penyebab terjadinya fenomena gap kompetensi ini
dapat dicatat sebagai berikut.

 Khusus untuk aparatur di daerah, gap kompetensi ini
bisa terjadi karena perencanaan kebutuhan pendidikan
dan pelatihan belum mengacu pada perencanaan
pembangunan di tingkat nasional maupun daerah.

 Pada tahapan instansional, pengembangan sumber
daya aparatur tidak berintegrasi dengan perencanaan
pembangunan daerah dan rencana strategis yang
disusun.

 Kepatuhan pada peraturan dalam pengembangan
kompetisi bukan berdasarkan pada tuntutan
pencapaian rencana strategis, melainkan sebatas
formalitas menggugurkan kewajiban seolah mematuhi
peraturan.

 pengembangan kompetensi dipahami secara parsial
hanya sebatas melalui pendidikan dan pelatihan, tidak
lebih dari itu.

BAB 1 – Pengemb Komp dan Permasalahannya | 1

Melihat hal demikian, pantaslah bila Pusat Kajian Kinerja
Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara
melansir hasil temuan Pusat Kajian dan Pendidikan dan
Pelatihan III Aparatur (2005 dan 2008), di antaranya:

 kompetensi dan kinerja aparatur Pemda masih sangat
kurang;

 belum dibuatnya standar kompetensi jabatan;
 belum disusunnya analisis jabatan;
 kurangnya anggaran dan perhatian Pemda terhadap

kegiatan pendidikan dan pelatihan;
 masih banyak program pengembangan pegawai yang

belum berbasis pada kompetensi dan analisis
kebutuhan aktual pegawai dan organisasi.

Dalam kesempatan lain, Lembaga Administrasi Negara
menyampaikan kesimpulan tentang peta masalah
pengembangan kompetensi ASN di Indonesia, paling sedikit
ada lima persoalan, di antaranya sebagai berikut.

 Pertama, penyusunan kebijakan pengembangan
kepegawaian saat ini belum didasarkan kepada analisis
kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

 Kedua, pengembangan kompetensi ASN belum
mengacu kepada perencanaan pembangunan baik
tingkat nasional maupun daerah.

 Ketiga, pada tataran organisasional, tidak adanya
kaitan antara perencanaan pembangunan nasional atau
daerah menyebabkan tidak jelasnya program
pengembangan kepegawaian dengan rencana strategis
yang disusun.

2 | Pengemb Komp dan Permasalahannya – BAB 1

 Keempat, pengembangan kompetensi diartikan secara
sempit sebagai pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan secara klasikal.

 Kelima, pengembangan kompetensi dilakukan secara
terpisah dengan kebijakan pola karier.

Dalam kesempatan lain, Kepala Lembaga Administrasi
Negara, Agus Dwiyanto (2014) menyatakan bahwa terdapat
5 (lima) permasalahan yang teridentifikasi dalam
meningkatkan kapasitas pegawai Aparatur Sipil Negara
berkelas dunia, yaitu sebagai berikut: a) wawasan sempit, silo
mentality, inward looking, b) standar kompetensi, kode etika
dan perilaku tidak jelas, imparsialitas rendah; c) integritas
dan disiplin rendah; d) motivasi rendah; dan e) budaya
pelayanan rendah. Permasalahan dan kelemahan di atas
menuntut pelaksanaan reformasi khususnya di bidang
aparatur negara yang lebih popular disebut dengan reformasi
birokrasi.

Di sisi lain, Pengelolaan ASN dengan sistem merit yang
mengacu pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja masih
sulit dan belum mampu sepenuhnya dijalankan oleh
pengelola SDM aparatur. Di berbagai tempat tidak jarang
ditemui bahwa pengembangan ASN belum optimal dalam
pemenuhan unsur keadilan dan kewajaran. Kebijakan
desentralisasi yang telah memberikan kewenangan yang
begitu besar terhadap pemerintah daerah untuk
menjalankan pemerintahan daerah, termasuk pengembangan
dan pengelolaan ASN belum mampu mendorong kreativitas
yang terukur dalam manajemen ASN di daerah. Yang terjadi
justru tidak sedikit pengembangan ASN-nya lebih bersifat
like-dislike sehingga tidak mencapai sasaran sesuai dengan

BAB 1 – Pengemb Komp dan Permasalahannya | 3

kebutuhan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
pemerintah daerah dalam mewujudkan pengembangan ASN
berbasis kompetensi.

Sekarang, mari kita tengok dari sisi dokumen
pengembangan ASN. Umumnya dokumen telah
memperhatikan optimalisasi pemenuhan kebutuhan
pengadaan aparatur. Akan tetapi, lagi-lagi bertabrakan
dengan kewenangan pengadaan yang menjadi urusan
pemerintah pusat. Misalnya pada pengadaan kebutuhan
tenaga pendidikan (baca: guru dan tenaga kependidikan di
sekolah). Pemerintah daerah umumnya menjerit dalam
proses pemenuhannya. Padahal peta kebutuhan telah
disusun dengan menggunakan berbagai aspek dan aplikasi.
Sebut saja Dapodik sebagai acuan pemetaan kebutuhan guru
dan kompetensinya, yang notabene adalah aplikasi produk
pemerintah pusat yang “harus” diterapkan di daerah. Ketika
rekomendasi aplikasi tersebut dimunculkan, lagi-lagi
pemerintah daerah harus menahan diri akibat kebijakan
kuota dari pemerintah pusat. Jadi, tidak elok pula untuk
kasus seperti ini saling menyalahkan pelaksanaannya oleh
pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah.

Begitu pula pengembangan ASN dari sisi pemetaan
kebutuhan sesuai aspek kompetensi yang dibutuhkan,
beberapa pengelola ASN di daerah telah berupaya merujuk
pada pemetaan kebutuhan pengembangan kompetensi. Akan
tetapi, lagi-lagi pengelola kesulitan mewujudkan dokumen
yang telah disusunnya. Padahal dokumen tersebut telah
mengacu pada kesesuaian target pembangunan daerah. Bila
pemenuhannya melalui pengadaan pegawai, maka tarik ulur
kebijakan pemerintah pusat yang melahirkan kuota

4 | Pengemb Komp dan Permasalahannya – BAB 1

pengadaan menjadi kendala yang berkali-kali menghambat
proses pemenuhan kebutuhan kompetensi.

Gejala seperti dipaparkan di atas mengindikasikan
kebutuhan pengembangan kompetensi aparatur daerah
maupun nasional belum terjawab sepenuhnya bila
bergantung pada kebijakan pengadaan pegawai. Karena itu,
upaya peningkatan kualitas Aparatur Sipil Negara melalui
penataan, pengelolaan, dan pengembangan kompetensi ASN
menjadi fokus dalam roadmap penataan dan pengembangan
kompetensi SDM aparatur, sekaligus menjadi krusial demi
mewujudkan keselarasan kompetensi yang dibangun dengan
target pembangunan daerah yang menunjang pembangunan
nasional. Perihal pengembangan kompetensi pegawai ini
menjadi tantangan penyelenggaraan administrasi negara di
Indonesia.

B. Alur Pikir Pemetaan Kebutuhan Kompetensi
Disadari betapa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur

memiliki peran dalam menyukseskan kinerja organisasi,
apalagi sebagai modal kapital organisasi yang perannya
sangat dominan, maka perlu pengembangan dan
pemberdayaan yang secara terus menerus, sistematis,
terpadu, dan berkesinambungan. Manajemen SDM aparatur
mewarnai analisis kebutuhan kompetensi aparatur untuk
mendapatkan peta kebutuhan pengembangan kompetensi
aparatur, apakah harus dikembangkan secara diklat ataukah
non diklat?

BAB 1 – Pengemb Komp dan Permasalahannya | 5

Ikhtiar AKPK
manajemen
Proses identifikasi gap kompetensi
aktual dan standar

Lingkungan Kebutuhan Standar
Stratejik Pengembangan Kompetensi

Kompetensi

Aparatur tidak memiliki Aparatur yg memiliki
kompetensi untuk kompetensi untuk
mengerjakan tugas mengerjakan tugas
tetepi tidak berkinerja
baik

Kebutuhan Kebutuhan
Diklat Non Diklat

Gambar 1.1 Alur Pikir Manajemen Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi

Salah satu bentuk pengembangan SDM aparatur adalah
melalui kegiatan Diklat (Pendidikan dan Pelatihan). Kegiatan
diklat akan efektif dan efisien apabila dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sistem. Mulai dari sistem Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK); Sistem
Perencanaan Program Diklat; Sistem Penyelenggaraan Diklat
dan Sistem Pengendalian Diklat. Salah satu sub sistem yang
merupakan tahap awal dalam Manajemen Sumber Daya
Manusia Aparatur adalah melalui kegiatan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK).

Hasil AKPK akan menjawab roadmap penataan dan
pemetaan SDM aparatur, di antaranya:

 mengidentifikasi kebutuhan kompetensi strategis
untuk meningkatkan kapabilitas aparatur guna
memfasilitasi kebutuhan global dan domestik

6 | Pengemb Komp dan Permasalahannya – BAB 1

 membangun mainstream pengembangan kompetensi
melalui penyusunan ulang alokasi anggaran untuk
pengembangan kompetensi;

 menyusun standardisasi jabatan dan kompetensi
secara nasional;

 menyusun rencana pengembangan kompetensi
pegawai di kementerian/lembaga/daerah/unit kerja

C. Amanat Undang-Undang untuk Pengembangan
Kompetensi
Undang-Undang ASN (Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil
Negara) mengamanatkan pentingnya penetapan kompetensi
ASN. Disusul oleh Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen PNS yang menekankan perlu
adanya rencana pengembangan ASN berbasis kompetensi.
Begitupun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-
Reformasi Birokrasi melahirkan PermenPAN-RB Nomor 38
Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur
Sipil Negara yang menguatkan pengelolaan kompetensi
aparatur dengan penjelasan tentang bentuk standar
kompetensi berdasarkan kelompok jabatan. Di hilir, lahir
pula Peraturan Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pengembangan
Kompetensi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Mengacu pada beberapa perundangan dan peraturan di
atas, highlight pengembangan kompetensi dapat dijelaskan
sebagai berikut.

BAB 1 – Pengemb Komp dan Permasalahannya | 7

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
merupakan bagian dari Manajemen ASN yang memuat besar,
yakni Rencana Pengembangan Kompetensi.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi
ditempuh melalui Analisis Kesenjangan Kompetensi dan
Analisis Kesenjangan Kinerja. Analisis Kesenjangan Kompetensi
dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi PNS
dengan standar kompetensi jabatan yang diduduki dan yang
akan diduduki. Sedangkan Analisis Kesenjangan Kinerja
dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS
dengan target kinerja jabatan yang diduduki.
Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi meliputi:

• jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;
• target PNS yang kompetensinya akan dikembangkan;
• jenis dan jalur pengembangan kompetensi;
• penyelenggara pengembangan kompetensi;
• jadwal atau waktu pelaksanaan;
• kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar

kurikulum dari instansi pembina kompetensi; dan
• anggaran yang dibutuhkan.

Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi
dimasukkan ke dalam sistem informasi pengembangan
kompetensi Lembaga Administrasi Negara dan penyusunan
rencana pengembangan kompetensi nasional dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan sasaran pemerintahan serta pembangunan.

Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di
tingkat nasional, meliputi:

 Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan

8 | Pengemb Komp dan Permasalahannya – BAB 1

dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang
teknis jabatan.
 Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
mengelola unit organisasi. Sedangkan
 Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip,
yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan
untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran,
fungsi dan jabatan.

Adapun peta kebutuhan kompetensi berdasarkan jenis
kompetensi manajerial dan sosiokultural, paling tidak
menghasilkan informasi tentang kebutuhan kompetensi
berikut ini.

 Kebutuhan kompetensi manajerial yang terpetakan yaitu
Strategic Thinking, Integritas, Manajemen Perubahan,
Kepemimpinan dengan Visi, Inovasi, Pengambilan
Keputusan, Kemampuan Pembelajaran, Kemandirian
dalam bertindak, Ketahanmalangan Pribadi, Membangun
Motivasi Bawahan, Kerja Sama (Team Building),
Komunikasi Lisan, Komunikasi Tertulis, Membangun
Potensi Bawahan, Mengeksekusi Tugas, Berorientasi
pada Pelayanan, Berorientasi pada Kualitas.

 Kebutuhan kompetensi sosio kultural yang terpetakan
yakni Mengelola Keragaman Lingkungan Budaya,

BAB 1 – Pengemb Komp dan Permasalahannya | 9

Manajemen Konflik, Empati Sosial, Membangun Network
Sosial, Kepekaan Gender, dan Kepekaan Difabel.

Pelaksanaan pengembangan kompetensi ASN harus
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Secara umum
pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk:

 pendidikan dan pelatihan
 nonpendidikan dan pelatihan

Bila kerangka berpikir pada skema sebelumnya
(gambar 1.1) dilanjutkan maka pengembangan kompetensi
menurut amanat perundangan dan peraturan yang berlaku
menjadi sebagai berikut.

Kebutuhan Kebutuhan
Diklat Non Diklat

Pendidikan Pelatihan Promosi,
1. Tugas Belajar Insentif,
2. Izin Belajar bonus,
teguran, dan
hukuman

Klasikal nonKlasikal

3. Pelatihan struktural kepemimpinan 15. Coaching
4. Pelatihan manajerial 16. Mentoring
5. Pelatihan teknis 17. E-Learning
6. Pelatihan Fungsional 18. Pelatihan Jarak Jauh
7. Pelatihan Sosio Kultural 19. Detasering (secondment)
8. Seminar/ Konferensi/ Sarasehan 20. Pembelajaran alam terbuka
9. Workshop atau Lokakarya (outbond)
10. Kursus 21. Patok Banding (benchmarking)
11. Penataran 22. Pertukaran antara PNS dgn
12. Bimbingan Teknis Pegawai Swasta/ BUMN/BUMD
13. Sosialisasi 23. Belajar Mandiri (self development)
14. Jalur pengembangan kompetensi 24. Komunitas Belajar (community of
berupa pelatihan klasikal lainnya practices)
25 Bimbingan di tempat kerja
Kerjasama dg 26. Magang/ praktik kerja
Lemdik/ swasta 27. Jalur pengembangan kompetensi
berupa pelatihan non klasikal lainnya
Kerjasama dg
instansi pembina Mandiri

Mandiri

10 | Pengemb Komp dan Permasalahannya – BAB 1

II. KONSEP DASAR ANALISIS KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA
MANUSIA

A. Pengertian Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) Sumber Daya Manusia
Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur dalam

menyukseskan kinerja organisasi. Mengingat peranan
Sumber Daya Manusia Aparatur merupakan modal kapital
organisasi yang sangat dominan maka perlu pengembangan
dan pemberdayaan. Agar kinerja lebih optimal maka
pengembangan SDM Aparatur ini perlu dilakukan secara
terus menerus, sistematis, terpadu dan berkesinambungan.
Salah satu bentuk pengembangan SDM Aparatur adalah
melalui kegiatan Diklat (Pendidikan dan Pelatihan). Kegiatan
diklat akan efektif dan efisien apabila dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sistem. Mulai dari sistem Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) Sistem
Perencanaan Program Diklat, Sistem Penyelenggaraan Diklat
dan Sistem Pengendalian Diklat. Salah satu sub sistem yang
merupakan tahap awal dalam diklat Sumber Daya Manusia
Aparatur adalah melalui kegiatan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK).

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) merupakan salah satu teknik untuk mengetahui
kesenjangan kompetensi (baik dalam bidang pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku) jabatan yang harus ditutup
dengan pelatihan. Agar pelaksanaan dapat dilakukan secara

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 11

benar dan menggunakan pendekatan dan teknik Analisis

Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) yang benar,

maka analis kebutuhan diklat perlu dibekali materi yang

terkait dengan konsep dan teori yang terkait analisis

kebutuhan diklat.

Bab ini merupakan dasar dalam memahami Analisis

Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK), sebagai

suatu konsep dasar, maka materi ini bersifat teoretis yang

perlu dijabarkan dalam beberapa materi lain yang lebih

bersifat terapan/aplikatif. Analisis Kebutuhan

Pengembangan Kompetensi (AKPK) sebagai suatu konsep

sudah banyak diketahui, akan tetapi, Analisis Kebutuhan

Pengembangan Kompetensi (AKPK) sebagai ilmu terapan

dan terlebih lagi sebagai persyaratan utama penyusunan

program masih sangat jarang dilaksanakan. Berkaitan

dengan hal tersebut maka dalam diklat Analisis Kebutuhan,

terlebih dahulu penulis kemukakan sebagai berikut:

1. Pengertian Kebutuhan

Beberapa pakar mengemukakan pengertian kebutuhan

antara lain menurut Briggs adalah ketimpangan atau gap

antara “apa yang seharusnya” dengan “apa yang senyatanya”.

Gilley dan Eggland mendeskripsikan bahwa kebutuhan

adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada

pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang

diharapkan.

Istilah kebutuhan (need) digunakan dalam berbagai

bidang antara lain psikologi, biologi dan ekonomi. Bradshaw

mengidentifikasi adanya 5 (lima) jenis kebutuhan yaitu

kebutuhan normatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan

yang diekspresikan, kebutuhan komparatif dan kebutuhan

12 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

masa datang. Penjelasan masing-masing kebutuhan tersebut
adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan normatif (normative need) adalah
kebutuhan yang ada karena dibandingkan dengan
norma tertentu, misalnya ketentuan normatif
menetapkan bahwa untuk menjadi seorang analis
kebutuhan diklat diperlukan diklat Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK). Diklat Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) bagi
analis kebutuhan diklat merupakan kebutuhan
normatif. Hal ini disebabkan norma harus dipenuhi
sebelum SDM Aparatur tersebut menjabat sebagai
analis Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK).

b. Kebutuhan yang dirasakan (felt need) dapat disebutkan
pula sebagai kebutuhan keinginan. Kebutuhan jenis ini
biasanya disampaikan seseorang kalau kepadanya
ditanyakan apa yang diperlukan atau diinginkan.

c. Kebutuhan yang diekspresikan/dinyatakan (expressed
need). Dapat disamakan dengan pemikiran ekonomi
bahwa bila seseorang memerlukan sesuatu maka akan
menimbulkan permintaan (demand).

d. Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah
kebutuhan yang muncul kalau kita membandingkan
dua kondisi atau lebih yang berbeda

e. Kebutuhan masa yang akan datang (anticipated/future
need) adalah kebutuhan hasil proyeksi atau antisipasi
atas apa yang terjadi di masa yang akan datang

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 13

Selanjutnya V. Rivai & Ella Jauvani Sagala
menggolongkan kebutuhan (Viethzal Rivai dan Ella Jauvani
Sagala, 2010) ke dalam 3 jenis yaitu:

a. Kebutuhan untuk memenuhi tuntutan sekarang.
Kebutuhan ini biasanya dikenali dengan prestasi
pegawai sekarang yang tidak sesuai dengan prestasi
standarnya.

b. Kebutuhan untuk memenuhi tuntutan jabatan lainnya,
misalnya sebelum dirotasi para pegawai memiliki
kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi.

c. Kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan.
Perubahan tersebut baik internal maupun eksternal.
Perubahan internal seperti perubahan kebijakan
organisasi, perubahan sistem, perubahan struktur
organisasi dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan
eksternal antara lain perubahan politik, teknologi dan
lain sebagainya. Perubahan baik internal maupun
eksternal sering memerlukan adanya pengetahuan,
keterampilan dan sikap tertentu untuk menghadapi
perubahan tersebut.

Berkaitan dengan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) maka kebutuhan yang dicari tentunya
meliputi kebutuhan-kebutuhan tersebut yang juga
merupakan diskrepansi kompetensi kinerja.

2. Pengertian Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK)
Setelah memahami tentang kebutuhan maka

selanjutnya mendeskripsikan Analisis kebutuhan. Briggs
mendefinisikan analisis kebutuhan adalah “suatu proses

14 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

untuk menentukan apa yang seharusnya (sasaran-sasaran)
dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang
seharusnya dengan apa yang senyatanya”.

Analisis kebutuhan menurut Burton dan Merril adalah
“suatu proses yang sistematis dalam menentukan sasaran,
mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan
keadaan nyata, serta menetapkan prioritas tindakan”. Dalam
bidang pendidikan, analisis kebutuhan adalah suatu proses
untuk menentukan apa yang seharusnya diajarkan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Analisis Kebutuhan
Diklat menurut beberapa pakar anata lain: Rosset dan
Arwady menyebutkan bahwa Training Needs Assessment
(TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis
untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan
yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru.
Dinyatakan oleh Rosset bahwa Training Needs Assessment
yang selanjutnya disebut analisis kebutuhan diklat atau
penilaian kebutuhan diklat sering kali disebut pula sebagai
analisis permasalahan, analisis pra diklat, analisis kebutuhan
atau analisis pendahuluan. Ahli lain berpendapat bahwa
kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh
seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap
jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan
tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO, 2000:
16). Noe et al., 2004:201 mendefinisikan needs assessment is
the process of evaluating the organization, individual
employees task to determine what kinds of training, if any are
necessary (penilaian kebutuhan adalah sebuah proses

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 15

evaluasi terhadap organisasi, karyawan dan tugas karyawan
untuk menentukan jenis training yang diperlukan.

Tom H. Boydell dalam bukunya The Identification of
Training Needs (1979), memisahkan kebutuhan pelatihan
saat ini dan kebutuhan pelatihan yang akan datang, dan
mendefinisikan perbedaannya sebagai berikut:

Kebutuhan saat ini diakibatkan oleh kesalahan
sekarang dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
diperlukan adanya perubahan, tetapi perubahan baru akan
terjadi jika kebutuhannya telah teridentifikasi. Sedangkan
kebutuhan yang akan datang akan timbul sebagai hasil dari
adanya perubahan.

Boydell menekankan bahwa pemisahan ini hanya
untuk kenyamanan dan di dalam praktik keduanya bisa
muncul bersama-sama. Perbedaan kebutuhan sekarang dan
yang akan datang ini akan menjadi lebih rancu dalam situasi
di mana tujuan seringkali tidak jelas dan di mana mungkin
sangat sulit mengategorikan secara sistematis kebutuhan
akan perubahan.

Boydell mendefinisikan kebutuhan pelatihan sekarang
sebagai:

“Sesuatu yang muncul ketika ada rintangan yang
menghambat pencapaian tujuan yang dapat
dihilangkan melalui diklat. Kebutuhan ini muncul
akibat adanya kesalahan dan dapat diidentifikasi
dengan cara melihat tanda-tanda/indikator yang
berkaitan”. Sedangkan definisi kebutuhan pelatihan
yang akan datang sebagai: “Sesuatu yang muncul
apabila pelatihan dapat menghilangkan rintangan yang
akan datang dalam mencapai tujuan atau jika dengan
menghilangkan rintangan tersebut tujuan yang lebih

16 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

dari yang diinginkan dapat tercapai. Sedangkan
Viethzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala berpendapat
bahwa setiap upaya yang dilakukan untuk melakukan
penelitian kebutuhan pelatihan adalah dengan
mengumpulkan dan menganalisis gejala-gejala dan
informasi-informasi yang dapat menunjukkan adanya
kekurangan dan kesenjangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja karyawan yang
menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu unit
organisasi (Viethzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala,
2010: 220)

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pengertian Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) adalah “suatu proses
yang sistematis dalam mengidentifikasi ketimpangan antara
sasaran dengan keadaan nyata atau diskrepansi antara
kinerja standar dan kinerja nyata yang penyelesaiannya
melalui pelatihan.

Atau “Suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk
menemukenali adanya suatu kesenjangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap” yang dapat ditingkatkan melalui
diklat”

Mengacu pada beberapa pendapat ahli tersebut di atas,
maka dalam penulis menyimpulkan yang dimaksud dengan
Analisis Kebutuhan diklat adalah suatu proses atau kegiatan
untuk mengidentifikasi permasalahan kesenjangan
(diskrepansi) antara kondisi kebutuhan yang ada dengan
kebutuhan yang seharusnya, antara kinerja standar dan
kinerja nyata atau kompetensi (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) standar dengan kompetensi nyata dengan
menggunakan metodologi tertentu, dan selanjutnya

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 17

permasalahan tersebut di atasi dengan kegiatan pendidikan
dan pelatihan.

3. Tujuan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK)
Seorang pakar mengatakan perlunya melakukan

analisis kebutuhan diklat sebelum merancang program
diklat. Ilyoid A. Stanley dalam...

Analisis kebutuhan diklat memegang peran penting
dalam setiap program diklat, sebab dari analisis ini akan
diketahui diklat apa saja yang relevan bagi suatu organisasi
pada saat ini dan juga di masa yang akan datang, yang berarti
dalam tahap analisis kebutuhan diklat ini dapat diidentifikasi
jenis diklat apa saja yang dibutuhkan oleh pegawai dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Dari beberapa pakar yang telah berpendapat tentang
tujuan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) maka penulis berpendapat bahwa tujuan dalam
melakukan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) sebagai berikut

1) Tujuan langsung:
a) Mengidentifikasi dan mengetahui kesenjangan
(diskrepansi) baik antara kinerja standar dan
kinerja nyata maupun kompetensi standar dengan
kompetensi yang nyata.
b) Dasar penyusunan program pendidikan dan
pelatihan yang akan datang (data dan informasi
yang berbentuk laporan, yang diperoleh dalam
pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pengembangan

18 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

Kompetensi (AKPK) akan digunakan untuk
menyusun program diklat)
c) Sebagai pedoman organisasi dalam merancang
bangun program diklat. Diskrepansi kompetensi
yang ditemukan pada saat Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) akan diubah
menjadi tujuan diklat dalam proses rancang bangun
program.
d) Sebagai masukan bagi organisasi untuk tindak lanjut
kegiatan dan menentukan prioritas program.
e) Sebagai evidence atau bukti nyata pendukung dalam
mengajukan anggaran pendidikan dan pelatihan
pada tahun berikutnya.
2) Tujuan tidak langsung
a) Menjaga dan meningkatkan produktivitas kerja.
Pegawai yang sehari-hari hanya mengerjakan
pekerjaan rutin dari itu ke itu saja, dalam waktu
tertentu akan mengalami kebosanan. Kalau sudah
bosan, maka produktivitasnya akan menurun. Tapi
dengan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) ini akan ditemukan hal-hal
yang dapat dilakukan untuk menjaga tingkat
produktivitasnya, misalnya perlu penyegaran dalam
bidang-bidang tertentu. Begitu juga dengan pegawai
yang menghadapi pekerjaan baru atau hal-hal baru,
melalui Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) akan ditemukan hal-hal apa
saja yang belum dikuasainya, sehingga dapat diisi,
yang berarti diharapkan akan dapat meningkatkan
produktivitasnya.

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 19

b) Menghadapi kebijakan baru. Dengan adanya
kebijakan baru, pegawai atau petugas yang
melaksanakannya akan dibekali dengan informasi
mengenai hal tersebut apabila mereka belum
memahaminya.

c) Menghadapi tugas-tugas baru; Tugas baru
memerlukan kompetensi baru juga. Dan melalui
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) akan diketahui sejauh mana tugas baru itu
dipahami dan yang belum dipahami sehingga dapat
dijadikan prioritas kebutuhan pelatihan.

d) Sebagai dasar inovasi dalam pengembangan
kompetensi sumber daya manusia untuk
meningkatkan kinerjanya.

4. Manfaat Analisis Kebutuhan Diklat
Manfaat yang diperoleh dengan melakukan Analisis

Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) adalah:
a. Manfaat bagi organisasi/lembaga/instansi:
1) Sebagai upaya proses memasyarakatkan nilai-nilai
pengetahuan dan keterampilan di lingkungan
aparatur
2) Sebagai antisipasi untuk pemenuhan kebutuhan
dengan keterampilan spesifik dalam kurun waktu
tertentu di kalangan aparatur
3) Sebagai upaya mempersiapkan pegawai yang
mampu melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan
kompetensi
4) Sebagai upaya melakukan inovasi secara terus
menerus di kalangan aparatur

20 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

5) Mengatasi permasalahan ketenagakerjaan dalam
organisasi

6) Program-program diklat yang disusun dari laporan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) dijamin akan sesuai dengan kebutuhan
organisasi, jabatan maupun individu setiap pegawai`

7) Efisiensi biaya organisasi, karena pendidikan dan
pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Jadi biaya yang tidak sedikit
yang dikeluarkan untuk pendidikan dan pelatihan
tidaklah sia-sia.

8) Tergali atau terungkap penyebab timbulnya
masalah dalam organisasi, karena pelaksanaan
analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang
tepat dan efektif, tidak saja akan menemukan
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
diskrepansi kompetensi pegawai/pekerja dalam hal
ini kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan
sikap, tapi juga dapat menemukan penyebab
masalah yang disebabkan oleh unsur-unsur atau
fungsi-fungsi manajemen yang lain, misalnya oleh
keterbatasan sarana yang ada, prasarana yang
kurang mendukung, metode kerja yang kurang
tepat, terbatasnya anggaran yang tersedia untuk itu,
perencanaan yang kurang matang dan lain
sebagainya.

b. Dalam pengelolaan diklat:
1) Menjaga dan meningkatkan motivasi peserta dalam
mengikuti diklat, karena program diklat yang diikuti

BAB 2 – Konsep Dasar AKPK | 21

sesuai kebutuhannya. Dengan demikian akan
meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan diklat.
2) Memudahkan untuk mendesain pengembangan
program diklat terkait penyusunan kurikulum dan
bahan ajar/modul.
3) Memudahkan tenaga pengajar/widyaiswara
merancang proses pembelajaran karena memahami
kebutuhan peserta diklat.

22 | Konsep Dasar AKPK – BAB 2

III. INDIKATOR DAN TINGKAT KEBUTUHAN
PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA
MANUSIA

A. Indikator Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Sebagaimana sudah dikemukakan dalam bab

sebelumnya, kebutuhan pengembangan kompetensi
sekarang sebagai “sesuatu yang muncul ketika ada rintangan
yang menghambat pencapaian tujuan yang dapat dihilangkan
melalui pelatihan maupun non pelatihan. Kebutuhan ini
muncul akibat adanya kesalahan dan dapat diidentifikasi
dengan cara melihat tanda-tanda/indikator baik yang secara
langsung terlihat/teramati maupun tidak langsung.

Berdasarkan definisi tersebut di atas ada tiga hal yang
relevan dibahas yaitu tujuan, kesalahan atau rintangan yaitu
indikator/gejala dan apakah pemecahannya dapat diatasi
melalui diklat atau dengan cara lain. Apakah yang dimaksud
dengan indikator Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK).

1. Pengertian Indikator Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi

Hari senin, jam 09.00 ruang kerja unit organisasi
tampak kosong, hanya ada satu orang yang sibuk
bekerja. Pimpinan unit organisasi juga tidak kelihatan.
Sunyi dan sepi, dan di beberapa ruangan pun nampak
masih gelap

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 23

Cermatilah kalimat di atas, apakah terdapat kebutuhan
pengembangan kompetensi? Dapatkah dikatakan bahwa SDM
Aparatur di Unit Organisasi X tersebut memiliki kebutuhan
motivasi kerja? Kondisi di atas belum merupakan kebutuhan
pengembangan kompetensi, tetapi masih merupakan
indikator kebutuhan pengembangan kompetensi. Apakah
indikator kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK)
tersebut? Indikator Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) adalah “suatu tanda atau gejala yang
menunjukkan adanya kebutuhan pengembangan
kompetensi”. Karena baru merupakan tanda atau gejala maka
perlu dilakukan penilaian lebih lanjut. Tanda atau gejala
belum tentu merupakan kesalahan, hanya merupakan
indikasi bahwa ada satu masalah. Tugas dari seorang ahli
analisis kebutuhan pelatihan/konsultan atau analis adalah
menemukan apa masalah yang sebenarnya. Boydell
menggunakan model sistem organisasi untuk menekankan
pentingnya melihat secara luas dalam mencari penyebab
masalah yang teridentifikasi. Indikator-indikator Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) dapat
diidentifikasi dari model sistem manajemen diklat, antara
lain dapat dilihat dari subsistem informasi, subsistem SDM,
subsistem teknologi, subsistem finansial serta subsistem
yang lain. Secara sistematis model sistem organisasi seperti
yang dikutip dari Boydel sebagai berikut.

24 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

Competion Environmental
Forces

Monetary Information
Supply System

Human Social
System system
Technological
A. INPUTS OUTPUTS
Information System
Materials Organisational Goods Energy
Finance System Finance
Energy Services

B. Labour Information

Financial
System

Environmental
Forces

Legislation Technological
change

Gambar 3.1 Systems Model of Organization

Model sistem organisasi mengingatkan kita keterkaitan
tidak hanya antar bagian-bagian dalam organisasi tetapi juga
antara organisasi dengan lingkungannya. Antara subsistem
satu dengan subsistem lainnya. Kalau diperhatikan dalam
organisasi saja, terdapat banyak bagian atau subsistem yang
saling mempengaruhi seperti bagian keuangan, personalia,
informasi, sosial, kelembagaan/organisasi. Sementara faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh, misalnya aturan-
aturan/ketentuan yang berlaku, kompetitor, material dan
banyak lagi lainnya. Kelemahan di suatu bagian mungkin
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan di bagian lain.
Sebagai contoh “terjadi kesalahan di bagian pencatatan arsip
yang berkaitan dengan hilangnya suatu arsip atau masuknya

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 25

suatu surat ke dalam kumpulan arsip lain. Salah satu
penyebab yang mungkin adalah staf pada bagian pencatatan
arsip tidak pernah diajarkan bagaimana menentukan subjek
suatu surat dan mengarsipkannya secara benar.
Secara umum, perihal:

a. standar dan sasaran kebijakan;
b. sumber daya;
c. karakteristik organisasi;
d. komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan

pelaksana;
e. sikap para pelaksana; dan
f. lingkungan

merupakan indikator kebutuhan pengembangan kompetensi.

2. Indikator Kebutuhan AKPK
Mengacu pada model dan sistem organisasi seperti di

jelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) antara lain:

 Keluhan pelanggan. Pelanggan adalah orang yang harus
kita layani, oleh karena itu kepuasan pelanggan
menjadi prioritas utama. Adanya keluhan-keluhan
pelanggan merupakan indikator kebutuhan pelatihan.
Mengapa? Karena keluhan pelanggan dapat disebabkan
oleh bermacam-macam, penyebab keluhan pelanggan
inilah yang harus kita telusuri sehingga benar-benar
merupakan kebutuhan pelatihan atau bukan
kebutuhan pelatihan. Hal inilah yang disebut dengan
indikator kebutuhan pelatihan.

 Penggunaan waktu kurang efisien,

26 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

 Mutu kerja rendah, mutu kerja rendah dapat
disebabkan oleh banyak variable, oleh karena itu perlu
dianalisis kembali. Apabila mutu kerja rendah memang
disebabkan oleh kompetensi SDM Aparatur rendah, hal
ini merupakan kebutuhan pelatihan.

 Biaya pemeliharaan besar. Biaya pemeliharaan dapat
disebabkan oleh kompetensi pekerjanya yang rendah,
sarana dan prasarana kurang mendukung dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu biaya pemeliharaan ini
merupakan indikator kebutuhan diklat.

 Kurangnya informasi tentang kebijakan. Indikator ini
bisa ditelusuri penyebabnya lebih lanjut, apakah
disebabkan oleh tidak adanya saluran komunikasi,
kebijakan pimpinan atau kurang inisiatifnya sang
pegawai,

 Pekerjaan semrawut. Penyebab pekerjaan semrawut
adalah bermacam-macam, oleh karena itu perlu
diidentifikasi lebih lanjut untuk mengetahui apakah
pekerjaan semrawut apakah benar-benar merupakan
kebutuhan diklat ataukah masih merupakan indikator
kebutuhan diklat.

 Tidak ada standar kerja. Tidak ada standar apakah
disebabkan tidak memiliki kompetensi dalam
pembuatan standar kerja atau standar kerja hanya
disimpan oleh seseorang saja.

 Tidak ada pengukuran kerja
 Hasil kerja menurun. Hasil kerja menurun dapat

disebabkan oleh tidak adanya sarana prasarana,
kemampuan SDM Aparatur rendah dan lain sebagainya.

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 27

 Kerusakan peralatan kantor berulang-ulang. Kerusakan

berulang dapat disebabkan oleh seringnya mati listrik,

atau faktor lain seperti kemampuan dan keterampilan

SDM Aparatur rendah.

 Pekerjaan menumpuk, baik yang disebabkan volume

pekerjaan yang meningkat ataupun karena

keterbatasan kemampuan menyelesaikan pekerjaan.

 Terjadi “bottleneck”. Terutama pada posisi aparatur di

hilir atau di ujung akhir sebuah penyelesaian

pekerjaan.

 Rencana penerimaan (recruiting) pegawai.

Perencanaan rekrutmen pegawai yang

mempertimbangkan kebutuhan pengisian posisi

pegawai memerlukan indikator agar pengisiannya

efektif.

 Rencana produksi. Terkait hal produksi suatu barang

yang berakibat pada penyediaan pegawai yang

bertanggung jawab terhadap produksi barang tersebut

memerlukan indikator kebutuhan kompetensi pegawai.

 Rencana pensiun. Berakhirnya masa tugas pegawai

berdampak kosongnya sejumlah pegawai pada posisi

tertentu, hal ini mengharuskan adanya indikator

kebutuhan kompetensi terhadap posisi pegawai yang

pensiun tersebut.

 Rencana promosi. Meningkatnya karier pegawai

karena promosi berdampak pada kosongnya posisi

yang ditinggalkan, hal ini hal ini mengharuskan adanya

indikator kebutuhan kompetensi terhadap posisi

pegawai yang promosi tersebut.

28 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

 Berkembangnya isu yang berakibat langsung atau tidak
langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pegawai,
baik dari sisi ketersediaan maupun dari sisi
kompetensi menjadi indikator pemenuhan kebutuhan
pengembangan kompetensi.

 Lemahnya koordinasi.
 Banyak alasan bila diberi pekerjaan. Hal seperti ini

menjadi indikator perlunya pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan dan non pelatihan
 Banyak argumentasi bila mengerjakan pekerjaan.
 Lamban dalam mengerjakan pekerjaan. Pertanda
perlunya segera/mendesak untuk mendapatkan
pengembangan kompetensi.
 Motivasi kerja menurun. Motivasi yang menurun
menunjukkan perlunya pengembangan kompetensi
 Terjadinya konflik internal dan eksternal. Konflik yang
melibatkan langsung atau tidak langsung terhadap
keterlibatan pegawai menjadi indikator kebutuhan
kompetensi yang menunjang kinerja organisasi
 Disiplin kerja menurun.
 Terjadi pengkotak-kotakan
 Pekerjaan menumpuk pada satu orang
 Arsip tidak teratur menjadi ciri bahwa pegawai tidak
menampilkan kinerja yang baik
 Informasi hanya pada satu tangan
 Ketergantungan pada satu orang
 Bidang penentu hasil pokok
 Perluasan dan pendirian organisasi baru

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 29

Anda dapat memperoleh deretan indikator kebutuhan
diklat sesuai dengan kondisi organisasi Anda. Indikator-
indikator tersebut di atas perlu ditelaah lebih lanjut, apakah
benar-benar merupakan indikator kebutuhan diklat ataukah
sudah merupakan kebutuhan diklat. Analis kebutuhan diklat
perlu menelusuri lebih lanjut.

3. Tingkat-Tingkat Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi
Tujuan penyelenggaraan pengembangan kompetensi

lebih dititikberatkan pada peningkatan kinerja organisasi.
Berkaitan dengan hal ini maka dalam menentukan kebutuhan
pengembangan kompetensi perlu mengidentifikasi dalam
tingkatan manakah kebutuhan pengembangan kompetensi
tersebut berada. Kebutuhan pengembangan kompetensi
ditemukan di setiap bagian dan tingkatan dalam organisasi.
Sering orang menduga bahwa kegagalan pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi adalah disebabkan oleh kekurangan
kemampuan seorang karyawan atau karyawatinya. Dugaan
seperti ini tidak sepenuhnya benar. Memang pada akhirnya
untuk menghilangkan kesenjangan pengetahuan,
kesenjangan keterampilan dan kesenjangan sikap melalui
diklat. Selalu kita akan menjumpai yang mengikuti pelatihan
adalah perseorangan. Noe dkk menjelaskan tingkat
kebutuhan diklat adalah sebagai berikut:

a. Tingkatan Organisasi dalam hal ini mengidentifikasi
kebutuhan diklat secara makro yang di lihat dari level
organisasi.

b. Level Person (individu), dalam hal ini lebih menitik
beratkan pada who needs training?

30 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

c. Level tugas, yang menitik beratkan pada jenis training
apakah yang diperlukan.
Tingkatan kebutuhan diklat merupakan himpunan

yang saling beririsan sebagaimana digambarkan sebagai
berikut.

Tingkatan
organisasi

Tingkatan Tingkatan
Individual Tugas

Gambar 3.2. Tingkatan Kebutuhan Diklat
Sumber: Noe dkk, Human Resource Management, 2004: p 201

Sedangkan mengacu pada sistem model organisasi,
umumnya kita dapat bedakan menjadi 3 (tiga) tingkat
kebutuhan diklat:

1. Kebutuhan diklat pada tingkat organisasi
Kebutuhan Diklat Tingkat Organisasi merupakan

himpunan data umum dari bagian atau bidang yang
mempunyai kebutuhan Pelatihan. Pada bagian manakah/unit
kerja manakah yang masih perlu diklat.

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 31

2. Kebutuhan diklat pada tingkat jabatan
Pada kebutuhan diklat tingkat jabatan, kita akan

mendeteksi pula pengetahuan, keterampilan dan sikap apa
yang masih diperlukan untuk melaksanakan fungsi, tugas dan
tanggung jawab dari suatu jabatan (occupations). Adanya
kesenjangan KSA (knowledge, Skill, Attitude) yang diperlukan
untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang bersifat
periodik/insidental. Kebutuhan Diklat tingkat jabatan dapat
diketahui dengan mempergunakan analisis misi, fungsi, tugas
dan subtugas yang diuraikan menjadi kompetensi-
kompetensi. Kemudian kompetensi-kompetensi itu
dikelompokkan sedemikan rupa sehingga menghasilkan
standar diklat untuk tiap-tiap jabatan.

3. Kebutuhan diklat pada tingkat individual
Dalam menetapkan kebutuhan diklat individual harus

didahului dengan penetapan kebutuhan diklat organisasi dan
kebutuhan diklat jabatan, sehingga dapat menetapkan siapa-
siapa yang memerlukan diklat dan diklat apa yang
diperlukannya. Di sini kita mengungkapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap apa yang diperlukan individu-
individu pemegang jabatan dari organisasi bersangkutan.
Berkaitan dengan siapa dan jenis diklat apa yang diperlukan.
Kebutuhan Diklat tingkat individu dapat disusun dengan
mempergunakan TNA Tool (Training Needs Assessment),
yakni dengan membandingkan kesenjangan standar
kompetensi dalam jabatan terhadap kompetensi yang
dimiliki oleh seorang PNS yang bekerja dalam unit jabatan
tersebut.

32 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

Ketiga tingkatan tersebut dapat dilihat dalam matriks
Tingkat Kebutuhan Diklat di bawah ini.

Tingkat Pertanyaan pokok Kesimpulan/ Prosesnya
Kebutuhan yang harus dijawab Rekomendasi

Diklat

Organisasi Dimanakah diklat 1. Kebutuhan yang Pengungka

(Organization) sangat diperlukan? sangat mendesak di pan

Yaitu di bagian mana controling departe- kebutuhan

atau untuk kelompok men, atau diklat

jabatan (occupation) 2. Kebutuhan yang

mana? sangat mendesak

adalah untuk latihan

klerek/kerani di

seluruh organisasi,

atau

3. Pengganti-pengganti

untuk manajer A, B
dan C harus dilatih

lebih dulu sebelum

manajer itu berhenti

dalam jangka waktu

12 bulan.

Jabatan Kecakapan/pengetah Kecakapan/pengetahu- Analisis

(Occupation) uan/sikap yang di- an/sikap yang diperlu- jabatan

perlukan untuk suatu kan adalah ……. (biasa-

jabatan tertentu? nya ini ditulis di dalam

job specification atau

spesifikasi jabatan).

Perorangan Orang-orang mana 1.a). Ahmad, cold-roller, Spesifikasi-
yang memerlukan memerlukan latihan kan
(individual) diklat untuk mempe- dalam hal penelitian orangnya.

roleh kecakapan/ kesalahan & koreksi
pengetahuan/sikap kesalahan.
1.b). Ali dan Mahmud,
tertentu asisten cold-roller, me-

merlukan diklat dalam
hal prosedur angkat
barang secara aman,
atau Semua klerek baru
memerlukan diklat ….
atau,

BAB 3 – Indikator Kebutuhan AKPK | 33

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa indikator kebutuhan diklat dapat dijumpai di setiap
bagian dalam organisasi, walaupun nanti penyelesaian bisa
melalui diklat maupun non diklat. Dan kebutuhan diklat bisa
berada pada setiap tingkat dalam organisasi, mulai dari
tingkat organisasi, jabatan dan tingkat individu pegawai.

34 | Indikator Kebutuhan AKPK – BAB 3

IV. KARAKTERITIK, MODEL DAN PENDEKATAN
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN
KOMPETENSI

A. Karakteristik dan Model Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK)

1. Karakteristik AKPK
Memahami karakteristik analisis kebutuhan

pengembangan kompetensi sangat diperlukan oleh analis
kebutuhan diklat atau konsultan. Karakteristik tersebut
menurut Kaufman menyatakan bahwa suatu analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi harus mencakup
sekurang-kurangnya tiga karakteristik sebagai berikut:

a. Data harus menyajikan kondisi aktual responden dan
orang-orang terkait, baik itu mencakup kondisi saat ini
maupun kondisi yang akan datang.

b. Tidak ada analisis kebutuhan yang bersifat final dan
lengkap. Kita harus menyadari bahwa pernyataan
tentang kebutuhan pengembangan kompetensi
tersebut bersifat tentatif/sementara. Oleh karena itu
perlu dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi.

c. Ketimpangan seharusnya diidentifikasi dari produk
dan proses. Bisa terjadi produknya baik, tetapi proses
untuk menghasilkan produk tersebut tidak efisien.
Atau sebaliknya prosesnya dapat saja efektif tapi
produknya belum tentu sesuai dengan target atau

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 35

harapan “pelanggan”. Atau ketimpangan tersebut dapat
disebabkan oleh produk dan juga proses.

2. Model AKPK
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam

pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan kompetensi
hendaknya selalu mengacu pada model sistem organisasi
yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Selain itu juga
perlu memperhatikan model-model dalam analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi. Ada beberapa model
analisis kebutuhan sebagai berikut:

Model
pengembangan

kompetensi

Model internal Model eksternal Model gabungan
internal dan
eksternal

Gambar 4.1 Model Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi

Model Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Model Internal;
Kebutuhan diklat dapat dilihat dari model internal

dan eksternal. Kebutuhan diklat dalam model internal
ini dilihat dari sisi di dalam organisasi. Aktivitas ini
dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah
laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan
tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang

36 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini tujuan,
sasaran, kebijakan, hukum, peraturan dan prosedur
dianggap telah ditentukan dan tidak dapat diubah lagi.
Dengan kata lain, tujuan dan sasaran tersebut dianggap
telah sahih dan sangat berguna. Hal ini jelas akan
mengurangi kebebasan untuk mengadakan revisi atau
pembaharuan. Perbaikan dan perubahan hanya dapat
dilakukan mengenai berbagai aspek di dalam
organisasi, selain tujuan dan sasaran.
b. Model Eksternal;

Model kebutuhan diklat akan lebih komprehensif
apabila melakukan identifikasi terhadap kebutuhan
dari luar. Kebutuhan diklat dengan model ini dilihat
dari sisi di luar organisasi. Aktivitas dimulai dengan
melihat apa yang terdapat di luar organisasi, antara
lain apakah hasil atau produk kerja dan jasa dari
organisasi berguna bagi masyarakat. Penentuan
kebutuhan diklat semacam ini ditujukan kepada
kehidupan di luar organisasi, baik sekarang maupun di
masa yang akan datang.

Kriteria kinerja dipakai untuk merancang tujuan
dan sasaran serta kemudian menentukan metode atau
alat yang akan dapat dipakai untuk mencapai tujuan
tersebut. Penentuan kebutuhan diklat secara eksternal
ini seharusnya merupakan dasar permulaan
perencanaan, perancangan, implementasi dan evaluasi
program secara fungsional. Apabila program pelatihan
tidak dapat membuat pegawai memiliki tingkat kinerja
yang lebih baik maka program pelatihan tersebut tidak
akan berguna.

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 37

c. Model Internal-Eksternal
Agar kebutuhan diklat lebih komprehensif maka

perlu dilakukan dengan menggunakan model internal
dan eksternal model ini sering juga disebut juga
dengan model ekletik atau gabungan. Model gabungan
ini adalah perpaduan antara model internal dan
eksternal, yaitu melihat dari sisi di dalam organisasi
dan di luar organisasi. Model ini mengacu pada model
sistem organisasi yang telah dibahas sebelumnya,
bahwa sesuatu yang terjadi di dalam organisasi tidak
bisa lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi.
Lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan
internal organisasi.

Penggunaan model tersebut di atas sangat tergantung
dari tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi yang
dihadapi. Namun umumnya model yang digunakan adalah
model yang ketiga yaitu model internal-eksternal.

B. Pendekatan-Pendekatan dalam Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK)
Sebagaimana sudah disebutkan dalam karakteristik

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK)
bahwa data yang disajikan hendaknya aktual dan sahih
(akurat). Agar data yang diperoleh akurat dan terpercaya,
maka dalam pelaksanaannya menggunakan metode dan
teknik yang tepat.

1. Metode
Adapun metode yang dapat digunakan dalam

pengumpulan data antara lain adalah:
a. Kuesioner

38 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

b. Survei
c. Observasi lapangan (partisipan, sistematik dan

eksperimental)
d. Konsultasi kunci
e. Wawancara dengan target peserta, atasan yang

bersangkutan, teman sejawat serta bawahan
f. Diskusi kelompok
g. Tes tertulis
h. Permintaan karyawan yang bersangkutan terkait

dengan kebutuhan diklat dalam mendukung
kinerjanya.
i. Hasil temuan satuan pemeriksa.
j. Dokumentasi
k. Mengumpulkan permintaan pelatihan dari pimpinan,
hal ini disebabkan pimpinan mengetahui diskrepansi
kompetensi stafnya.

Setelah kita membahas metode yang digunakan,
selanjutnya akan dibahas teknik atau cara membuat
penilaian kebutuhan pengembangan kompetensi. Dalam
menentukan teknik Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) yang diperlukan sangat tergantung dari
pendekatan yang digunakan.

2. Teknik Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK)
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam

melaksanakan penilaian kebutuhan pelatihan (training needs
assesment), sebagai berikut:

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 39

a. Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) yang dilakukan berdasarkan orang yang
melakukannya.
Teknik-teknik yang digunakan untuk melakukan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) antara lain:
1) Teknik intuitif, yaitu seseorang di bagian
perencanaan diklat secara intuitif merencanakan
kebutuhan pelatihan, tidak berdasarkan pada
kebutuhan riil organisasi.
2) Ulasan pimpinan, yaitu petugas perencana diklat
merencanakan kebutuhan diklat didasarkan pada
ulasan pimpinan.

b. Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) yang dilakukan dengan menggunakan
Analisis Data Sekunder
Pendekatan ini merupakan upaya menemukan
kebutuhan diklat dengan cara mempelajari catatan-
catatan yang ada di dalam satu unit kerja (metode
dokumentasi). Catatan-catatan itu dapat berupa
laporan-laporan baik laporan bulanan, triwulanan
maupun laporan tahunan, catatan kebijaksanaan
pimpinan di masa yang akan datang, struktur
organisasi serta perencanaan tenaga kerja. Data
sekunder ini dapat disandingkan dengan data primer
untuk menambahkan tingkat validitasnya. Teknik ini
bisa sebagai dasar dalam analisis kebutuhan diklat
dengan teknik-teknik lain, misalnya digabungkan
dengan teknik diskrepansi kompetensi kinerja, teknik
DIF analisis dan lain sebagainya.

40 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

c. Teknik Difficulties, Importance, Frequency Analysis
(DIF Analysis).
DIF analysis adalah Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) yang didasarkan
pada job analysis (analisis jabatan) yang diikuti dengan
mencari tingkat kesulitan (Difficulties/D), tingkat
kepentingan (Importance/I) dan tingkat keseringan
(Frequency/F). Berdasarkan tingkat-tingkat tersebut
dicari manakah dari analisis jabatan tersebut yang
paling D, I dan F. Teknik ini biasanya digunakan apabila
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) ingin melakukan analisis kebutuhan tingkat
individu. Adapun metode yang digunakan dapat
menggunakan metode-metode yang telah di bahas di
atas.

d. Teknik Discrepancy Model Need Assesment
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) adalah pendekatan kompetensi (Competency
Model Need Assesment) dengan mencari diskrepansi
kinerja. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pengembangan kompetensi tingkat
individu. Persyaratan utama dalam penggunaan
metode ini harus benar-benar mengacu pada
kompetensi standar pemangku jabatan. Karena itu
standar kompetensi merupakan salah satu acuan
dalam mengidentifikasi kebutuhan pengembangan
kompetensi. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas
dalam bab teknik Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) diskrepansi kompetensi. Oleh

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 41

karena itu Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) harus mampu mengidentifikasi
kompetensi nyata bagi pemangku jabatan yang
dianalisis. Perbedaan antara kompetensi standar (KKS)
dengan kompetensi kerja nyata (KKN) inilah yang
merupakan diskrepansi kompetensi kinerja (DKK).
Selanjutnya DKK ini ditelaah kembali menggunakan
unsur-unsur manajemen. Apabila diskrepansi ini
disebabkan oleh unsur Manusianya maka perlu
ditelaah lagi apakah dari unsur pengetahuan,
keterampilan maupun sikap dan perilaku.
e. RRA dan PRA

Teknik ini sering dipakai untuk mengidentifikasi
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) bagi masyarakat. Secara garis besar teknik ini
dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikut ini.
1) Rapid Rural Appraisal (RRA)

RRA adalah bentuk kegiatan untuk mengumpulkan
data/informasi oleh orang luar (peneliti, petugas
lembaga, birokrat) yang kemudian membawanya
keluar dan menganalisis sendiri.
2) Teknik Participatory Rural Appraisal (PRA)
PRA adalah sebagai suatu bentuk kegiatan
penggalian informasi/data dengan cara partisipatif
(orang luar hanya sebagai pemandu, perantara,
fasilitator), yang mendorong masyarakat untuk
melakukan kegiatan menggali informasi dan
masalah serta melakukan kegiatan analisis oleh
mereka sendiri.

42 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4


Click to View FlipBook Version