The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by hccpsudrajat1969, 2022-11-10 21:12:00

Buku AKPK

AKPK buku gabung

f. Teknik Focus dan Nominative Group
Focus group adalah upaya penilaian Analisis

Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) secara
kualitatif dengan cara memusatkan pada kebutuhan
diklat apa dalam satu kelompok sasaran. Di dalam
pelaksanaannya pendekatan teknik focus group
berpasangan dengan nominative group. Teknik
nominative group adalah penelusuran kebutuhan diklat
yang memusatkan pada materi diklat apa yang
diunggulkan dalam satu unit/kelompok sasaran
penilaian kebutuhan diklat. Jadi antara focus group dan
nominative group adalah proses yang berurutan.
Bermula dari focus group dan diakhiri dengan analisis
nominative group. Teknik ini digunakan untuk analisis
kebutuhan diklat dengan jabatan sejenis, misalnya
jabatan fungsional widyaiswara, jabatan fungsional
peneliti dan lain sebagainya.

C. Tahapan Pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK)
Analis Kebutuhan diklat perlu dilakukan secara

sistematis dan menggunakan pendekatan ilmiah, oleh karena
itu Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK)
perlu memahami tahapan dalam pelaksanaan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK). Tahapan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK)
digambarkan sebagai berikut:

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 43

Focusing Formulating Managing tools &
Objective methods
Collecting data

Reporting Interpreting Data analysis
Result

Gambar 4.2 Tahapan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi

1. Focusing
Focusing merupakan tahapan awal dalam melakukan

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK).
Dalam tahapan ini yang dilakukan adalah menentukan
konteks fokus kegiatan. Dalam kegiatan ini hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Lokus Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) tujuan dan manfaat Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK), siapa yang dapat
membantu dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK),

b. Ruang lingkup dan tingkatan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK).

c. Solusi apa yang diharapkan dalam pemecahan masalah.
Solusi dalam hal ini dapat berupa training atau non-
training.

d. Siapa sumber informasi, misalnya atasan, pemangku
jabatan, staf, pelanggan atau bahkan data sekunder
seperti laporan, hasil kerja, surat kabar dan lain
sebagainya.

44 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

e. Catatan dan bukti apakah yang dibutuhkan dalam
pengumpulan bahan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK).

f. Seberapa besar bantuan organisasi terhadap kegiatan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) tersebut. Dan organisasi mana yang terkait
dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) ini. Dari data tersebut dapat
dipergunakan dalam penentuan kegiatan selanjutnya.

g. Siapa saja yang harus diberitahu hasil kegiatan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK)?
Mengapa?

Fokus kegiatan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) umumnya menyangkut masalah kinerja
(performance problems) yang meliputi produksi yang
menurun, rendahnya motivasi kerja, komunikasi, sikap,
efisiensi kerja yang tidak sesuai dengan yang seharusnya (di
bawah standar). Selain masalah kinerja, fokus Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) dapat juga
berupa adanya inovasi baru dalam sistem dan teknologi serta
adanya tantangan yang dihadapi organisasi.

2. Formulating Objective
Setelah kita menentukan konteks fokus kegiatan di

atas, selanjutnya tentukan tujuan kegiatan (formulating
objective). Dalam tahapan ini Analis kebutuhan diklat
menetapkan tujuan kegiatan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK). Misalnya apakah tujuan
tersebut nanti untuk tingkat organisasi (organization level),
tingkat pemangku jabatan (occupation level) atau tingkat

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 45

pekerja (individual level). Apabila menyangkut pemangku
jabatan tertentu yang perlu diperhatikan adalah kinerja
optimal atau pengetahuan apa yang diharapkan dikuasai oleh
pemangku jabatan tersebut, uraian tingkat kemampuan yang
dimiliki pekerja saat ini, bagaimana tanggapan mereka
terhadap perubahan sistem baru ini, apakah penyebab
permasalahan serta solusi apa yang disenangi. Bahan-bahan
yang ada dapat dipergunakan untuk menyusun tujuan
kegiatan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) yang akan dipergunakan sebagai pedoman dalam
langkah selanjutnya. Tanpa tujuan yang jelas maka hasil yang
akan diperoleh tidak akan optimal.

3. Managing Tools & Methods
Langkah ke tiga dalam analisis kebutuhan diklat adalah

managing tools and methods. Dalam tahapan ini menentukan
metode dan peralatan yang akan digunakan dalam Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK), misalnya
interviu, observasi lapangan, survei melalui kuesioner,
diskusi dan lain sebagainya ditentukan dengan tingkatan
atau level Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK). Setelah menentukan hal tersebut maka langkah
selanjutnya adalah membuat instrumen yang akan digunakan
dalam pengumpulan data, baik berupa pedoman interviu,
pedoman observasi lapangan maupun kuesioner untuk
survei lapangan. Pedoman interviu untuk kegiatan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) dengan
pendekatan berbeda akan berbeda pula tergantung data apa
yang akan dikumpulkan. Dalam pembuatan pedoman
interviu maupun pedoman observasi, juga perlu mengetahui

46 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

siapa yang menjadi responden kita dan bagaimana latar
belakangnya.

4. Collecting Data
Kegiatan ini di lakukan oleh tim analis yang telah

ditunjuk. Dalam mengumpulkan data menggunakan
instrumen yang telah dibuat oleh tim. Data yang akan
dikumpulkan bisa data primer maupun data sekunder. Data
sekunder bisa berupa laporan (mingguan, bulanan atau
tahunan), kebijakan pimpinan, struktur organisasi serta
masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Data
sekunder merupakan data awal untuk bahan lebih lanjut
dalam pengumpulan data primer. Misalnya data uraian
pekerjaan dapat dipergunakan dalam analisis diskrepansi
kompetensi. Demikian juga data yang terkait dengan
penilaian kinerja.

Data primer adalah data yang langsung di dapat dari
hasil wawancara, observasi atau survei. Dan jenis data yang
dikumpul hendaknya sudah jelas betul sebelum
mengumpulkan data. Wawancara dapat dilakukan kepada
yang bersangkutan, teman sejawat, atasan maupun
pelanggan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tingkat
objektivitas hasil Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK).

5. Data Analysis
Tahapan analisis data ini dilakukan apabila data yang

diperlukan telah terkumpul. Berdasarkan data sekunder atau
data primer yang terkumpul ini selanjutnya dilakukan
analisis sesuai dengan teknik atau pendekatan yang

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 47

digunakan, karena berbeda pendekatan berbeda teknik
analisis datanya. Analisis data ini dimulai dari tabulasi data
terlebih dahulu. Tabulasi data dapat dilakukan dengan
memadukan antara data sekunder dan data primer.

6. Interpreting Result (Interpretasi Data)
Interpretasi dan formulasi kesimpulan hasil analisis

data dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain
yang berpengaruh. Namun hasil interpretasi ini belum bisa
langsung diterima, tetapi harus dikonfirmasi dulu dengan
pihak-pihak terkait. Interpretasi data ini akan lebih optimal
apabila dilakukan di tempat mengumpulkan data agar
memudahkan mencari informasi tambahan apabila data
kurang lengkap. Hasil interpretasi data ini dipresentasikan di
depan stakeholder dan responden untuk triangulasi data agar
mendapatkan data yang valid.

7. Reporting
Tahap terakhir dari rangkaian kegiatan Analisis

Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) adalah
pelaporan dan formulasi kesimpulan mengenai hasil analisis
kebutuhan diklat. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pembuatan laporan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK) adalah sebagai berikut:

a. Siapa yang akan membaca dan menggunakan hasil
analisis.

b. Apa saja informasi yang harus masuk dalam laporan.
c. Bagaimana hasil itu akan dilaporkan.
d. Apa yang perlu dilakukan untuk membantu audience

memahami laporan.

48 | Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK – BAB 4

e. Kapan laporan dikerjakan sampai selesai.
Di samping hal-hal tersebut di atas maka dalam

pelaporan perlu memperhatikan prinsip-prinsip pelaporan
sebagai berikut:

a. Kejelasan audience
b. Ruang lingkup informasi
c. Standar interpretasi
d. Kejelasan laporan
e. Ketepatan waktu laporan
f. Diseminasi laporan
g. Dampak temuan
h. Keterbukaan dan kejujuran
i. terbuka untuk umum
j. Seimbang
k. kejelasan objek kegiatan
l. Konteks analisis
m. Kejelasan tujuan dan prosedur
n. Keabsahan sumber informasi
o. kesimpulan logis
p. Objektif tentang laporan

BAB 4 – Karakteristik, Model, Pendekatan AKPK | 49

V. PENDEKATAN MAKRO DALAM ANALISIS
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI

Organisasi pada dasarnya seperti mahluk hidup yang
kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh
kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Perubahan lingkungan strategik organisasi yang sangat cepat
dalam berbagai dimensi, seperti ekonomi, politik, sosial
budaya, pertahanan, keamanan dan ketertiban, teknologi
serta internasional, dalam era global ini menuntut organisasi
untuk mampu beradaptasi pada perubahan tersebut. Kita
selalu akan dihadapkan dengan tantangan-tantangan yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Situasi persaingan yang
semakin ketat dari waktu ke waktu tidak dapat lagi diatasi
dengan berbagai metode linier tradisional. Pendekatan
maupun metode baru sangat diperlukan dalam perubahan
yang sangat turbulens dewasa ini. Hal ini, juga menuntut
organisasi untuk selalu meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya agar dapat bertahan. Apabila organisasi
terlambat berubah maka organisasi akan menurun
kinerjanya bahkan sangat besar kemungkinan dapat punah.
Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan oleh organisasi
untuk tetap bertahan dan berkembang ialah mempelajari
perubahan lingkungan strategik dan segera beradaptasi pada
perubahan tersebut, baik perubahan yang terjadi di
lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Untuk
mengantisipasi perubahan yang sangat cepat dan tidak
terduga tersebut, organisasi perlu dianalisis secara terus

50 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

menerus, supaya diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerjanya.

Sebagaimana diketahui, berbagai faktor internal
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi, antara
lain adalah ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang
memadai, ketepatan metode kerja, kejelasan standar
operasional prosedur, kemampuan mengadaptasi perubahan
teknologi informasi dan banyak lagi. Namun faktor yang
terpenting dan sangat menentukan adalah kemampuan
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.

Mengacu kepada hal tersebut, di lingkungan organisasi
pemerintah, peningkatan kualitas SDM aparatur mutlak
diperlukan dan menjadi salah satu program prioritas dalam
reformasi birokrasi. Upaya strategis untuk itu adalah
kegiatan pengembangan kompetensi. Agar tujuan
pengembangan kompetensi tercapai secara optimal maka
pengembangan kompetensi harus berlangsung secara efektif.
Banyak faktor menjadi penentu efektivitas penyelenggaraan
pengembangan kompetensi, salah satunya adalah bahwa
pengelolaan pengembangan kompetensi hendaknya berada
dalam kerangka sistem yaitu dimulai dari Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK), penetapan tujuan
pengembangan kompetensi (rancang bangun program),
perencanaan pengembangan kompetensi, pelaksanaan dan
evaluasi pengembangan kompetensi. Ini merupakan
tantangan bagi lembaga-lembaga pengembangan
kompetensi. Mampukah lembaga pengembangan kompetensi
menghasilkan SDM aparatur yang berkualitas, profesional
dan mampu bersaing dalam era kompetisi global ini? Untuk
menghasilkan SDM yang berkualitas, profesional dan mampu

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 51

bersaing sebagaimana kita harapkan bersama, tentu tidak
lepas dari efektivitas dan kualitas pengelolaan
pengembangan kompetensi.

Konsep Pengelolaan pengembangan kompetensi
bersistem tersebut di atas, sesuai dengan proses
pengembangan kompetensi ini terdiri dari lima fase yaitu
mulai dari proses Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK), desain pengembangan kompetensi, dan
pelaksanaan pengembangan kompetensi pengembangan
kompetensi serta evaluasi pengembangan kompetensi
(Analyze, Design, Develop, Implement and Evaluate atau
ADDIE). Salah satu proses atau fase dari pengelolaan
pengembangan kompetensi itu tidak berfungsi secara
optimal, maka akan mempengaruhi hasil secara keseluruhan,
karena setiap proses atau fase saling terkait satu dengan
lainnya. Bagaimana dengan pengelolaan program
pengembangan kompetensi yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga pengembangan kompetensi instansi pemerintah?
Apakah sudah efektif atau belum? Apakah sudah melalui
langkah-langkah proses atau fase seperti tersebut di atas?
Apakah kualitas produknya yaitu SDM aparatur (PNS) sudah
profesional dan mampu bersaing dalam memberikan
pelayanan terbaik di era kompetisi dan perubahan dewasa
ini?

Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengelolaan
pengembangan kompetensi, guna mendapat produk
pengembangan kompetensi yang profesional dan kompeten
dalam pelaksanaan tugas, maka pembahasan dalam bab ini
akan difokuskan pada tahap pertama dari pengembangan
kompetensi bersistem yaitu Analisis Kebutuhan

52 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

Pengembangan Kompetensi (AKPK). Sebagaimana dijelaskan
dalam bab terdahulu bahwa untuk mendapatkan hasil
analisis kebutuhan pengembangan kompetensi yang akurat
dan valid serta tepat sasaran, proses dan hasil analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi perlu ditriangulasi
antara pendekatan makro dengan pendekatan mikro, teknik
yang satu dengan teknik yang lain, jenjang organisasi dengan
jenjang jabatan dan tingkat individu.

Sehubungan dengan itu, dalam kurikulum
pengembangan kompetensi yang terdiri dari 7 (tujuh) mata
pengembangan kompetensi, salah satunya adalah
Pendekatan Makro dalam Analisis Kebutuhan Pengembangan
kompetensi dipandang perlu untuk disusun materi
pengembangan kompetensinya. Pendekatan makro dalam
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) ini
tidak hanya bermanfaat bagi analis kebutuhan
pengembangan kompetensi, pengelola pengembangan
kompetensi atau widyaiswara saja, tapi setiap pemimpin
organisasi juga bermanfaat untuk menganalisis
organisasinya. Dan hasilnya bukan hanya kebutuhan
pengembangan kompetensi, karena dari sini juga akan
diketahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi organisasi
(rekomendasi non training). Pembahasan dalam bab ini
antara lain akan menjelaskan secara garis besar dasar-dasar
organisasi, Pendekatan dalam Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) dan teknik analisis
kinerja.

Pendekatan Makro dalam Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) dimaksudkan untuk
meningkatkan kompetensi analis kebutuhan pengembangan

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 53

kompetensi, pengelola pengembangan kompetensi,
widyaiswara dan pejabat di bidang pengembangan SDM agar
mampu melaksanakan analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi pada tingkat makro atau tingkat organisasi
secara baik dan benar. Adapun pokok bahasan dalam mata
pengembangan kompetensi ini meliputi konsepsi dasar
pendekatan makro dalam analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi, teknik analisis kinerja dan Identifikasi
kebutuhan pengembangan kompetensi, dan solusi
peningkatan kinerja organisasi. Proses pembelajaran
menggunakan pendekatan belajar orang dewasa dengan
metode ceramah singkat, braistorming, buzz group, diskusi,
praktik, observasi dan presentasi

A. Pendekatan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi
Seringkali kita mendengar atau bahkan menggunakan

kata pendekatan dalam berkomunikasi sehari-hari, misalnya
“kalau pendekatanmu baik, dia akan menerimamu dengan
baik pula”. Arti pendekatan di sini adalah cara mendekati
atau cara membina hubungan dengan orang lain. Dalam hal
Pendekatan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
kata pendekatan dapat diartikan sebagai berikut: “Cara untuk
melaksanakan pekerjaan (misalnya penelitian ilmiah) dengan
menggunakan metode dan teknik yang tepat sehingga
diperoleh data yang akurat dan terpercaya” (Badudu-Zain,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2001).

54 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

Dari pengertian tersebut, mengandung beberapa kata
kunci, yaitu:

1. Metode dan Teknik
Kedua kata tersebut di atas dalam percakapan sehari-
hari sering digunakan untuk arti yang sama. Metode
adalah cara yang teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar mencapai hasil
yang baik seperti yang dikehendaki. Sedangkan teknik
adalah cara membuat sesuatu. Jadi dalam hal ini
metode dan teknik bisa kita artikan sebagai cara
melaksanakan dan cara membuat, tentu saja analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi.

2. Data
Adalah bukti yang ditemukan dari hasil penelitian yang
dapat dijadikan dasar kajian atau pendapat dalam
melaksanakan analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi.

3. Akurat dan Terpercaya
Artinya data yang diperoleh dalam penelitian tepat,
cermat dan teliti serta paling dipercaya.

Dengan demikian, dapat diartikan “Pendekatan analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi adalah cara untuk
melaksanakan penilaian kebutuhan pelatihan dengan
menggunakan metode dan teknik yang tepat sehingga
diperoleh data yang akurat dan terpercaya”.

Penggunaan metode diharapkan penelitian yang
dilakukan dalam rangka penilaian kebutuhan pengembangan
kompetensi dilakukan secara berencana, sistematis dan
mengikuti kaidah konsep ilmiah. Berencana artinya adalah
dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan dan

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 55

sebelumnya sudah dipikirkan langkah-langkah
pelaksanaannya. Sistematis artinya dilaksanakan menurut
pola tertentu dari yang paling sederhana sampai kompleks
hingga tercapai tujuan secara efektif dan efisien. Konsep
ilmiah artinya dimulai dari awal sampai akhir kegiatan
penelitian mengikuti cara-cara yang sudah ditentukan, yaitu
prinsip-prinsip yang digunakan untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan.

Dengan demikian metode penilaian kebutuhan
pengembangan kompetensi dapat diartikan cara yang
terencana dan sistematis untuk mengumpulkan data dan
fakta yang berkaitan dengan kompetensi pegawai dalam
rangka menghasilkan diskrepansi kompetensi yang perlu
diisi atau ditutupi melalui kegiatan pengembangan
kompetensi. Berdasarkan diskrepansi kompetensi pegawai
yang ditemukan dapat digunakan untuk menghasilkan atau
mengembangkan materi pembelajaran dalam suatu program
pengembangan kompetensi. Pembahasan lebih detail
mengenai hal ini sudah dibahas dalam bab Pendekatan-
pendekatan dalam Pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK). Di sini hanya sekadar
me-review saja untuk menyegarkan pemikiran kita mengenai
makna pendekatan dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK).

B. Tingkatan dalam Pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi
Pendekatan analisis kebutuhan pengembangan

kompetensi dapat dibedakan berdasarkan tingkatan/jenjang

56 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

yang akan dianalisis atau dijaring kebutuhan pengembangan
kompetensinya, yaitu:

1. Tingkat Organisasi (makro)
Pada tingkat ini, dimaksudkan untuk mengetahui
direktorat/biro, bidang/bagian mana atau subbag/
seksi mana kebutuhan pengembangan kompetensi
diperlukan. Pada tingkatan ini teknik yang dapat
digunakan adalah analisis kinerja, untuk mengetahui
permasalahan apa yang ada yang penyelesaian dapat
dilakukan melalui pengembangan kompetensi.

2. Tingkat Jabatan (occupation)
Pada tingkat ini akan dinilai kompetensi apa yang
diperlukan untuk suatu jabatan tertentu. Teknik yang
digunakan antara lain adalah Teknik focus and
nominative group discussion.

3. Tingkat Perseorangan (individual).
Pada tingkatan ini akan diketahui orang-orang mana
yang memerlukan pelatihan dan kompetensi apa yang
diperlukan (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
tertentu yang harus diisi. Pada tingkatan ini teknik
yang dapat digunakan antara lain Competency Model
Need Assessment (CMNA) atau diskrepansi kompetensi
dan DIF Analysis (analisis Littingring).

Perbedaan tingkatan atau jenjang dalam melaksanakan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) juga
berdampak pada perbedaan teknik analisis, dan tentu saja
responden yang harus diwawancarai. Sebagaimana sudah
dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa ada beberapa teknik
yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK). Pembaca tentu masih

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 57

ingat, mulai dari teknik intuitif sampai dengan DIF analysis.
Masing-masing teknik punya keunggulan/kelebihan dan
kelemahan. Ada beberapa teknik yang lebih tepat digunakan
untuk pendekatan makro dan ada beberapa yang lebih tepat
untuk tingkat jabatan dan tingkat individu. Kecocokan teknik
dengan jenjang dan pendekatan akan mendapatkan hasil
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi (AKPK) yang
lebih akurat. Idealnya dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan
Pengembangan Kompetensi (AKPK) ini menggunakan beberapa
teknik dan pendekatan, kemudian hasilnya ditriangulasi.
Dengan demikian hasilnya akan jauh lebih akurat. Namun,
kenyataannya kita memiliki berbagai keterbatasan yaitu waktu,
anggaran, SDM dan lainnya, sehingga mau tidak mau biasanya
hanya satu pendekatan atau satu teknik yang dapat digunakan.

Untuk Pendekatan Makro pada jenjang atau tingkatan
organisasi teknik yang digunakan dalam Analisis Kebutuhan
Pengembangan kompetensi adalah Teknik ANALISIS
KINERJA. Oleh karena itu, pembahasannya dalam bab ini
akan difokuskan pada teknik analisis kinerja saja.

C. Konsepsi Dasar Organisasi
Sebagaimana sudah dikemukakan di atas, bahwa

pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
(AKPK) dengan pendekatan makro yang akan dianalisis
adalah pada jenjang organisasi. Oleh karena itu, akan
dikemukakan apa itu organisasi, macam-macam organisasi
dan ciri-ciri pokok organisasi, sebagai berikut:

1. Pengertian Organisasi
Memang tidak terlampau mudah untuk mendefinisikan

organisasi. Tapi paling tidak, ada beberapa unsur yang

58 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

hampir sama atau bersamaan. Marilah kita simak beberapa
pendapat tentang apa itu organisasi. Ergard H., Schein
(1991), mendefinisikan organisasi sebagai upaya koordinasi
sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui
pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian
wewenang dan tanggung jawab, Robert Kreitner (1993)
memberi batasan organisasi sebagai satu sistem dari
aktivitas atau kekuatan yang dikoordinasikan secara sadar
oleh dua orang atau lebih. Dengan kata lain organisasi terjadi
apabila sejumlah orang berkumpul bersama dan secara
formal menyetujui bahwa upaya yang mereka lakukan
ditujukan untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan
organisasi.

Gibson (1985) menjelaskan pengertian organisasi
sebagai satu kesatuan yang memungkinkan masyarakat
mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai melalui
tindakan individu secara terpisah. Dari ketiga ahli tersebut,
dapat dikemukakan pengertian organisasi adalah:

“Upaya koordinasi sejumlah kegiatan secara sadar oleh
dua orang atau lebih manusia yang direncanakan untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan bersama dengan
pembagian tugas dan fungsi melalui serangkaian wewenang
dan tanggung jawab, yang tidak dapat dicapai melalui
tindakan individu secara terpisah”.

Dari pengertian tersebut di atas ada beberapa kata
kunci, yaitu:

a. Koordinasi sejumlah kegiatan
b. Kerja sama dua orang atau lebih manusia
c. Mencapai maksud atau tujuan tertentu

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 59

d. Pembagian tugas dan fungsi serta wewenang dan
tanggung jawab

e. Tidak dapat dicapai melalui tindakan individu secara
terpisah

Kata kunci tersebut tentu akan berpengaruh pada
pembahasan selanjutnya mengenai organisasi, yaitu
termasuk faktor-faktor yang perlu dianalisis dalam
pelaksanaan analisis kinerja. Bagaimana koordinasi atau
kerja sama yang ada di dalam organisasi tersebut. Juga yang
perlu dianalisis adalah apakah maksud dan tujuan organisasi
tercapai atau tidak? Pembagian tugas dan fungsi serta
wewenang dan tanggung jawab termasuk yang akan
dianalisis. Kata lain yang bergandengan dan sangat dekat
dengan kata organisasi adalah pengorganisasian.
Pengorganisasian dapat diartikan sebagai proses penciptaan
hubungan antara berbagai fungsi dalam organisasi, antara
orang dan faktor lingkungan fisik, agar semua pekerjaan yang
dilakukan bermanfaat dan bergerak ke arah terwujudnya
tujuan. Mengacu kepada kata pengorganisasian, berarti
dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pengembangan
Kompetensi (AKPK), yang perlu dicermati bukan hanya
hubungan antarmanusia dalam organisasi, tetapi faktor
lingkungan fisik yang mempengaruhi pencapaian tujuan juga
perlu dianalisis.

2. Macam-macam Organisasi
a. Organisasi formal dan Informal
Para ahli sosiologi mencoba membagi organisasi
menjadi organisasi formal dan organisasi informal.
Organisasi formal adalah organisasi yang sengaja

60 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

dibentuk oleh sekelompok orang secara sadar untuk
mencapai tujuan tertentu, dengan cara menetapkan
pola koordinasi tertentu, ada pembagian tugas dan
terlihat adanya jenjang kewenangan yang diatur secara
tertulis. Contoh-contoh organisasi formal seperti
Koperasi Unit Desa (KUD), Korps Pegawai Republik
Indonesia (KORPRI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Ikatan Persatuan Wartawan Indonesia (IPWI), Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), dan lainnya lagi.

Di samping organisasi formal, di masyarakat dapat
diidentifikasi ada sejumlah organisasi yang sifatnya
informal, organisasi informal ini terbentuk secara
spontan, tidak langsung, karena adanya interaksi
antarmanusia, tanpa melibatkan koordinasi rasional,
dan seringkali tidak semata-mata ditujukan untuk
mencapai tujuan tertentu, dan jenjang kewenangan
yang tidak kaku, akan tetapi fleksibel, dan tidak selalu
hierarki. Organisasi informal adalah organisasi yang
pola jaringan hubungan sosial dalam satu kelompok
atas dasar kerja sama dan semangat gotong royong.
Perhatikan misalnya sejumlah orang di RT 007, pada
suatu pagi hari Minggu berkumpul, ngomong-ngomong,
kemudian dari interaksi tersebut timbul ide untuk
bersama-sama bersepeda ke Taman Buah Mekarsari,
sambil rekreasi. Sekelompok orang ini tidak bisa
dikatakan organisasi formal, walaupun tujuan mereka
sama yaitu ke Taman Buah Mekarsari. Demikian juga
kerumunan yang ada di Pasar Pagi, atau arisan
keluarga sebulan sekali. Semuanya ini adalah beberapa
contoh dari organisasi informal.

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 61

Dari organisasi yang formal dan informal
sebenarnya dua-duanya perlu dianalisis karena
organisasi informal pun perlu dalam rangka untuk
pemberdayaan masyarakat. Namun kaitannya dengan
bab ini hanya dibatasi pada organisasi formal saja.
Pembahasannya hanya akan difokuskan pada
organisasi formal di lingkungan pemerintah.
b. Organisasi Terbuka

Sebagaimana diketahui, bahwa suatu organisasi
tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian
dari organisasi lain yang besar. Di samping itu di luar
suatu organisasi, masih ada dan banyak organisasi lain,
di mana antara organisasi yang satu dengan lainnya
terjadi kontak, komunikasi dan interaksi. Masing-
masing organisasi mengambil sikap yang berbeda
terhadap organisasi yang ada dan mempunyai
pengaruh, di luar organisasinya. Ada organisasi yang
membuka diri terhadap pengaruh dari luar, akan tetapi
ada yang menutup diri.

Organisasi tertutup adalah organisasi yang
memenuhi kebutuhan organisasinya secara penuh oleh
organisasinya sendiri, organisasi ini menutup diri dari
pengaruh dan masukan dari luar. Semua kebutuhannya
dipenuhi secara bersungguh-sungguh dan menolak
pengaruh atau budaya asing yang tidak berasal dari
lingkungan organisasinya. Sebaliknya organisasi
terbuka adalah organisasi yang perkembangannya
turut dipengaruhi oleh lingkungan sekelilingnya.
Organisasi ini percaya bahwa kelangsungan hidupnya,
sangat tergantung pada kualitas interaksi antara

62 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

organisasinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia
dipengaruhi organisasi lain di satu fihak, akan tetapi
organisasi ini pun mempengaruhi organisasi lain yang
ada di sekitarnya. Kerja sama, kolaborasi, dan jejaring
kerja dalam organisasi sangat penting. Dari interaksi
inilah organisasi bisa tumbuh kembang dengan baik.

Apa kaitan konsep organisasi terbuka ini dengan
analisis kebutuhan pengembangan kompetensi. Tentu
sangat terkait, karena dalam analisis organisasi, perlu
mempertimbangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Ini juga
sangat erat kaitannya dengan kompetensi SDM yang
hendaknya disediakan organisasi. Oleh karena itu,
sebagai seorang analis kebutuhan pengembangan
kompetensi diperlukan kejeliannya dan berpikir secara
komprehensif pada saat melakukan analisis.
c. Organisasi Profit dan Nonprofit

Organisasi dapat juga dikelompokkan pada
organisasi profit dan organisasi nonprofit. Untuk dapat
memahami keduanya, ada baiknya kita pahami dahulu
apa yang dimaksud dengan profit, atau dalam bahasa
sehari-hari berarti keuntungan. Profit atau keuntungan
adalah hasil atau keuntungan yang diperoleh dengan
jalan menjual barang atau jasa setelah dikurangi
dengan modal atau pokok, upah karyawan, pembelian
bahan-bahan, sewa gedung dan peralatan serta
pengeluaran lainnya yang digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa/layanan.

Ada sejumlah organisasi dibentuk pada dasarnya
semata-mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 63

sebanyak-banyaknya. Yang penting untung. Tugas
organisasi semacam ini adalah menghasilkan
keuntungan (profit making). Sebagai contoh adalah
organisasi yang berbentuk perusahaan yang seluruh
kehidupannya dan keberadaannya tergantung pada
perolehan dari usahanya. Memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya adalah tujuan utama dari sebuah
organisasi yang bernama perusahaan. Organisasi
semacam ini adalah organisasi profit (profit
organization). Akan tetapi ada organisasi yang
dibentuk dengan tujuan bukan semata-mata
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya,
misalnya, di samping memperoleh keuntungan, juga
membawa misi sosial, misi kesejahteraan. Organisasi
nonprofit pada dasarnya lebih menekankan pada
pemberian layanan atau jasa umum dan bukan
keuntungan. Organisasi dalam bidang layanan
kesehatan, pendidikan, lebih mengutamakan layanan
umum (public service). Demikian juga organisasi
pemerintahan dibentuk lebih ditujukan pada kualitas
layanan dan bukan memperoleh keuntungan semata.
Dan analisis dalam bab ini akan dibatasi pada
organisasi nonprofit.

D. Ciri-Ciri Pokok Organisasi
Dengan memperhatikan konsep dasar organisasi yang

telah dibahas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
empat ciri pokok yang terkandung dalam sebuah organisasi
formal. Pada kesempatan pembahasan ini, akan lebih

64 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

ditekankan pada organisasi formal, keempat ciri tersebut
sebagai berikut.

1. Adanya orang di dalam organisasi yang saling
berhubungan dan melakukan upaya bersama secara
terkoordinasikan.

2. Adanya tujuan bersama yang ditetapkan untuk dicapai.
3. Adanya pembagian tugas di antara orang-orang dalam

organisasi.
4. Adanya tingkatan kewenangan atau otoritas.

Pembahasannya sebagai berikut:
1. Adanya orang dalam organisasi
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang

berupaya bersama untuk sampai pada tujuan organisasi yang
telah ditetapkan dan disetujui bersama. Orang-orang yang
ada dalam organisasi memiliki motif dan keinginan yang
berbeda-beda. Mereka melakukan hubungan antarpribadi
dan bekerja sama secara aktif dan dinamis dalam
mewujudkan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
bersama dalam organisasi atas dasar kesepakatan dan
kepentingan bersama. Tentu saja setiap orang yang bernaung
dalam organisasi memiliki kemampuan yang bervariasi.
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Melalui hubungan antarpribadi inilah
dikoordinasikan agar terjadi proses saling melengkapi dan
sinergis dalam mencapai tujuan. Hubungan antaranggota
diletakkan atas dasar saling percaya mempercayai, saling
harga menghargai, adanya keterbukaan, bertanggung jawab
dan saling ketergantungan antaranggota satu dengan anggota
lainnya.

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 65

2. Adanya tujuan bersama yang ditetapkan untuk
dicapai
Setiap orang yang ada dan bergabung dalam organisasi

memiliki keinginan dan tujuan sendiri-sendiri, berbeda satu
dengan lainnya. Tujuan ini harus dikomunikasikan dan
disatukan. Tujuan bersama organisasi hendaknya merupakan
sinergi dari tujuan individu. Biasanya tujuan organisasi
dinyatakan secara tertulis, dan setiap orang seyogianya
mengetahui, memahami dan bekerja untuk mencapainya
secara bersama. Tujuan yang telah dirumuskan, harus
dijadikan dasar keberadaan dan pemeliharaan organisasi
supaya organisasi tetap langgeng. Tujuan bersama kemudian
diterjemahkan menjadi sasaran khusus, Kemudian
dijabarkan menjadi tujuan khusus, dan dijabarkan lagi
menjadi kegiatan. Dalam mencapai tujuan bersama,
organisasi menuntut komitmen setiap individu yang
tergabung dalam organisasi.

3. Adanya pembagian tugas antara orang-orang
dalam organisasi
Secara sistematik, tugas organisasi yang berat,

kompleks dan sulit dibagi menjadi tugas-tugas khusus yang
akan dibebankan pada setiap anggota organisasi sesuai
dengan kemampuannya, sehinga beban yang berat, sulit, dan
kompleks akan menjadi ringan, mudah dan sederhana. Untuk
beberapa waktu tertentu, pimpinan organisasi bisa memilih
seseorang untuk mengajarkan hal yang sama sehingga akan
menjadi lebih terampil.

66 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

Dalam melakukan pembagian tugas organisasi dapat:
a. Merinci pekerjaan menjadi tugas-tugas operasional
yang harus dilaksanakan oleh seseorang.
b. Tugas-tugas operasional ini dikelompokkan menjadi
posisi kerja. Posisi kerja ini dikelompokkan ke dalam
unit kerja yang dapat dikelola dengan baik.
c. Untuk setiap posisi ditetapkan persyaratan jabatan
yang harus dipenuhi.
d. Menyeleksi dan kemudian menempatkan orang yang
paling cocok untuk setiap posisi pekerjaan yang
tersedia.
e. Memanfaatkan, menyetujui dan mengangkat orang
yang memiliki kewenangan untuk setiap posisi
manajemen.
f. Menyesuaikan organisasi dengan melihat hasil
penilaian kinerja.

4. Adanya tingkat kewenangan (hierarchy of
authority)
Dalam suatu organisasi, di mana segala sesuatu upaya

dikerjakan bersama secara formal, pada akhirnya harus
dipilih seseorang untuk diberi kewenangan untuk mengawasi
bahwa tujuan bersama yang ingin diwujudkan dicapai secara
efektif dan efisien. Dan yang kita maksudkan dengan
kewenangan adalah hak seseorang untuk mengarahkan
kegiatan orang lain dalam satu organisasi. Tanpa ada hierarki
kewenangan, koordinasi kegiatan akan sulit dilaksanakan,
bahkan mungkin dapat dikatakan mustahil tercapai. Banyak
orang yang menerjemahkan kewenangan sebagai komando,
yang dipercaya untuk memegang kewenangan untuk

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 67

menggerakkan orang lain disebut pemimpin. Pemimpin
membawa amanat untuk membina karyawan dan membawa
organisasi untuk mencapai tujuannya, karyawan yang
dipimpin, memiliki karakter yang berbeda, dan perlu
dipahami secara individual. Pemimpin harus bisa memahami,
menerima dan mengembangkan perbedaan itu sejalan
dengan tujuan organisasi. Pemimpin di samping mempunyai
wewenang, juga mempunyai beban tanggung jawab dan
tanggung gugat yang harus dipikulnya. Hanya melalui kerja
sama yang seimbang dan harmoni, tujuan organisasi
akhirnya dapat diwujudkan.

Dari uraian mengenai ciri-ciri organisasi tersebut,
seorang analis kebutuhan pengembangan kompetensi dapat
menyiapkan instrumen pertanyaan untuk mendeteksi
apakah ada kebutuhan pengembangan kompetensi atau tidak
di organisasi tersebut.

E. Prinsip Pokok Organisasi
Dalam organisasi formal, koordinasi dari kegiatan

karyawan diarahkan secara sadar terhadap tujuan bersama
yang sudah disepakati dan ditetapkan bersama. Suatu
organisasi dibentuk dalam suatu struktur atau susunan
organisasi, di dalamnya ada dua prinsip pokok yang harus
dipenuhi,

Pertama, Prinsip Efektivitas. Prinsip efektivitas
diartikan sebagai prinsip kesatuan tugas. Struktur organisasi
disebut efektif apabila setiap anggota organisasi dipermudah
untuk memberi andil tertentu dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Media yang diperkirakan paling tepat untuk ini
adalah komunikasi manajerial. Dalam organisasi, komunikasi

68 | Pendekatan Makro AKPK – BAB 5

merupakan jembatan emas untuk menjembatani kesenjangan
dan mempersatukan antara keinginan seseorang di satu
pihak dan tujuan organisasi di pihak lain. Efektivitas sangat
berhubungan dengan tujuan ketercapaian tujuan organisasi.

Kedua, Prinsip Efisiensi. Prinsip ini berbicara tentang
rasio antara pembiayaan (cost) dengan keuntungan (benefit).
Organisasi memiliki sumber yang sangat terbatas, oleh
karena itu dituntut untuk menggunakan sumber terbatas
dalam lingkungan yang selalu berubah seefisien mungkin.
Struktur organisasi disebut efisien bila mempermudah tujuan
tanpa adanya pemborosan. Pemborosan dimaksud, bukan
berarti hanya dalam pemborosan uang, akan tetapi juga
berhubungan dengan pemakaian sumber lainnya, seperti
sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan
sumber waktu. Efisiensi berarti dengan masukan (input)
seminimal mungkin, diharapkan mencapai hasil (output)
yang maksimal.

Dalam jangka pendek organisasi seharusnya lebih
efektif dalam pencapaian tujuan, efisien dalam menggunakan
sumber yang sudah sangat kurang dan terbatas, dan harus
dapat memuaskan pemilik, karyawan, pelanggan dan
stakeholders lainnya. Dalam jangka menengah organisasi
harus dapat menyesuaikan diri dengan memanfaatkan
peluang dan mengatasi rintangan, mampu mengembangkan
kemampuan anggota organisasi dan organisasinya sendiri.
Dalam jangka panjang organisasi harus mampu tetap hidup
dalam situasi yang selalu berubah, dan sulit diramalkan.

BAB 5 – Pendekatan Makro AKPK | 69

VI. ANALISIS KINERJA APARATUR

Setelah Anda mempelajari secara tuntas bab
sebelumnya, sekarang kita sudah punya persepsi yang sama
tentang pendekatan makro dalam analisis kebutuhan
pengembangan kompetensi, yang akan kita analisis adalah
organisasi. Dan dalam bab tersebut kita juga sudah
membahas mengenai konsep dasar organisasi, macam-
macam organisasi, ciri-ciri pokok organisasi dan prinsip-
prinsip pokok organisasi. Yang jelas keberadaan organisasi
itu mempunyai tujuan tertentu yang telah disepakati yang
akan dicapai. Capaian tujuan ini yang disebut dengan kinerja.
Oleh karena itu dalam pendekatan makro ini, untuk
menganalisis organisasi teknik yang akan digunakan adalah
Analisis Kinerja. Apa itu kinerja, pekerja/aparatur, pekerjaan
dan sebagainya yang terkait dengan analisis organisasi akan
dibahas dalam bab ini

A. Pengertian Kinerja
Kinerja secara umum diartikan sebagai prestasi kerja.

Suatu prestasi kerja diukur setelah melakukan seperangkat
kegiatan kerja yang menjadi tanggungjawab/tugas individu
sebagai bagian dari uraian tugasnya dalam suatu lingkup
kerja. Kinerja sering disamakan dengan performance; yaitu
prestasi kerja yang dihasilkan dengan membandingkan apa
yang seharusnya dilaksanakan dengan kualitas tampilan
kerja sebenarnya.

70 | Analisis Kinerja Aparatur – BAB 6

Dalam konteks organisasi instansi pemerintah, kinerja
diartikan sebagai hasil kerja aparatur pemerintah sebagai
bagian dari proses manajemen kerja. Hasil kerja tersebut
biasanya ada buktinya, dapat diukur, nyata dan sekaligus
menjadi acuan hasil kerja seseorang yang digunakan sebagai
basis menentukan tingkat pencapaian kerja dalam kurun
waktu tertentu.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa komponen
kinerja meliputi hasil kerja (tingkat pencapaian kerja),
aparatur yang melaksanakan kerja (individu), bukti kerja
(konkret maupun non-konkret), dan adanya standar kerja
yang menjadi acuan kerja.
Berikut disajikan beberapa contoh kinerja aparatur seperti:

 Tingkat kehadiran aparatur bulan ini sangat rendah;
 Laporan pertanggungjawaban keuangan dilaporkan

sesuai jadwal;
 Proposal pelatihan ditolak bagian keuangan;
 Kegiatan pembangunan dilakukan sesuai jadwal.

Tidak semua kinerja mudah diukur atau dapat
dibandingkan dengan standar kerja yang konkret. Berikut
disajikan beberapa contoh kinerja yang relatif mudah diukur
dan bukti konkretnya:

 Beberapa orang Widyaiswara tidak berhasil naik
pangkat tepat waktu (4 orang dari 20 orang atau 20%
widyaiswara tidak naik pangkat tepat waktu);

 Penempatan transmigran pada kuartal pertama baru
tercapai 15% dari target tahun ini.

 Perselisihan perburuhan yang berhasil di mediasi
tahun 2011 hanya 70% saja.

BAB 6 – Analisis Kinerja Aparatur | 71

Contoh kinerja yang tidak mudah diukur secara
konkret adalah:

 Suasana kerja lebih terbuka dan demokratis dengan
pimpinan baru;

 Tingkat kematangan berfikir para staf terasa lebih baik;
 Dengan mekanisme pengaturan jam masuk anak

sekolah dan jam masuk kerja, terasa kemacetan lalu
lintas berkurang.

B. Kinerja dalam Organisasi
Organisasi instansi pemerintah didirikan untuk

mengemban visi dan misi instansi tersebut. Visi dan misi
dijabarkan dalam tujuan dan program kegiatan kerja yang
menjadi esensi keberadaan organisasi. Roda jalannya
organisasi dilakukan oleh para aparatur. Jadi tidak ada
organisasi instansi pemerintah yang tidak memiliki visi, misi,
tujuan, uraian kegiatan, dan aparatur yang melaksanakan
kegiatan kerja menggunakan peralatan kerja, sarana dan
prasarana pendukung kerja.

Walaupun aparatur tersebut telah sepakat melakukan
kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan kerja sesuai
dengan budaya kerja yang disepakati, namun untuk
mencapai hasil kerja yang baik diperlukan aturan dan
peraturan kerja sebagai bagian dari kebijakan yang perlu
dipatuhi aparatur. Kebijakan perlu direncanakan dan
dimonitor pelaksanaannya dalam tugas keseharian. Kegiatan
inilah yang dinamakan manajemen. Jadi keberadaan
manajemen diperlukan dalam suatu organisasi untuk
mengelola aparatur dalam menghasilkan kerja yang baik dan
optimal.

72 | Analisis Kinerja Aparatur – BAB 6

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kinerja di dalam suatu organisasi mencakup kinerja
organisasi dan kinerja pekerja/aparatur. Kedua jenis kinerja
ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Kinerja organisasi tergantung pada sukses
tidaknya kinerja aparatur yang menggerakkan organisasi itu.
Jika digambarkan kedua kinerja tersebut tergambar sebagai
berikut.

ORGANISASI INSTANSI PEMERINTAH

UNIT KERJA UNIT KERJA

Individu aparatur Individu aparatur
Individu aparatur Individu aparatur

Individu aparatur Individu aparatur
Individu aparatur Individu aparatur

UNIT KERJA UNIT KERJA

Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa di dalam
suatu organisasi instansi pemerintah (kotak paling besar)
terdapat unit-unit kerja (kotak-kotak kecil). Di dalam setiap
unit-unit kerja terdapat pegawai (aparatur) yang
menggerakkan unit-unit kerja tersebut (bulatan-bulatan
kecil). Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Kinerja instansi Pemerintah secara keseluruhan adalah
kinerja yang dihasilkan oleh organisasi secara

BAB 6 – Analisis Kinerja Aparatur | 73

keseluruhan dan tergantung pada kinerja unit-unit
kerja (di dalam unit kerja dan antar unit kerja).
2. Kinerja aparatur adalah kinerja yang dihasilkan oleh
setiap aparatur dalam mengaktualisasikan tugas dan
tanggung jawabnya sesuai peran yang diterimanya.

Kinerja secara umum merupakan kondisi tugas yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam suatu instansi
pemerintah seperti budaya kerja, gender, sarana dan
prasarana kerja dan faktor lainnya.

Kinerja organisasi instansi pemerintah biasanya
bergerak naik turun. Kadangkala bagus, kadangkala kurang
bagus. Tugas manajemen di suatu instansi/organisasi yang
paling berat adalah memelihara tingkat kinerja aparatur dan
unit kerja dalam keadaan stabil dan sebaik mungkin. Ini
sukar dilakukan sebab tim manajemen/pengelola organisasi
bukanlah orang yang berada di luar sistem, tetapi adalah
“komponen” yang justru berada dalam organisasi yang
dibinanya. Bahkan dalam situasi kerja yang paling rumit
justru kinerja pihak manajemen/pengelola organisasi yang
perlu ditingkatkan sebagai panutan.

C. Program Kerja vs. Kinerja
Program kerja yang ditetapkan suatu organisasi instansi

pemerintah seyogianya bersifat ideal dan realistis. Dalam
kenyataan tujuan kerja yang tertuang dalam program kerja
jarang tercapai sepenuhnya (100%). Kadangkala tujuan kerja
hanya mencapai tingkat 60%-70%, namun tidak jarang ada
pula pencapaian program kerja yang melebihi target yang
ditetapkan. Dalam pengertian yang sederhana, pencapaian
tujuan secara riil inilah yang disebut “kinerja”. Tingkat

74 | Analisis Kinerja Aparatur – BAB 6

pencapaian kinerja ini sebenarnya belum merupakan
gambaran akurasi kemampuan yang dimiliki oleh suatu
instansi atau individu aparatur. Tingkat pencapaian kinerja ini
hanya membandingkan tingkat kerja apa yang direncanakan
dibandingkan dengan tingkat kerja apa yang dicapai.

Dari perbandingan antara program kerja apa yang akan
dilaksanakan dengan tingkat pencapaiannya, dapat
disimpulkan bahwa kinerja memiliki beberapa komponen
seperti:

1. Kinerja ideal
2. Kesalahan perencanaan
3. Kinerja semu
4. Kegagalan riil
5. Kesuksesan semu

Kinerja ideal adalah hasil pencapaian kerja sesuai
dengan tingkat apa yang seharusnya dicapai dalam kegiatan
atau sesuai dengan yang direncanakan.

Kesalahan perencanaan adalah kinerja yang dicapai di
bawah tingkat yang seharusnya dicapai oleh organisasi atau
individu aparatur. Tingkat kinerja yang belum tercapai ini
dikatakan kegagalan riil yang mungkin disebabkan oleh
kesalahan perencanaan atau perencanaan program kerja
yang terlalu ambisius tanpa memikirkan kondisi kerja,
kemampuan organisasi dan aparatur.

Kinerja semu adalah kinerja yang dihasilkan melebihi
tingkat yang direncanakan di awal kegiatan. Kinerja seperti
ini sering dikatakan dengan kesuksesan semu yang mungkin
disebabkan oleh kesalahan perencanaan program kerja yang
kurang memperhitungkan kualitas, sarana dan prasarana
kerja yang telah dimiliki.

BAB 6 – Analisis Kinerja Aparatur | 75

Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat pencapaian
kinerja organisasi atau aparatur individu, kita perlu
mempertanyakan:

1. Apakah tujuan-tujuan kerja dan program kerja yang
dicanangkan telah sesuai dengan potensi yang dimiliki
organisasi atau individu?

2. Apakah tercapainya seluruh tujuan yang direncanakan
di atas benar-benar merupakan prestasi kinerja yang
sebenarnya (riil) dan bukan sesuatu yang semu, sebab
sebenarnya organisasi atau aparatur masih mungkin
mampu bila dibebani tujuan yang lebih ambisius lagi?

3. Bila potensi organisasi atau aparatur lebih besar dari
yang tercermin dalam tujuan kerja dan program kerja,
bagaimana profil (gambaran) potensi organisasi yang
sebenarnya?

Dengan demikian, kita dituntut untuk selalu
memperlakukan kinerja organisasi sebagai sesuatu yang
dinamis dan terus menerus dipertanyakan. Hanya dengan
demikian kita akan dipacu untuk meningkatkan kinerja
organisasi kita secara bersinambungan tiada habisnya.

D. Pekerjaan dan Pekerja
Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi dan

aparatur selalu mempunyai tujuan, desain, dan kinerja. Kata
pekerjaan (job) dan pekerja (performer) sering dipergunakan
bergantian, tergantung kesesuaiannya dengan konteks
pembahasan.

Tujuan pekerjaan harus bersifat ideal tetapi sekaligus
realistis. Ideal berarti tujuan tersebut dapat tercapai
seluruhnya jika dan hanya jika segala persyaratan yang

76 | Analisis Kinerja Aparatur – BAB 6

dituntut ada dan tersedia dengan mudah. Realistis berarti
tujuan tersebut diformulasikan dengan mempertimbangkan
hal-hal yang relevan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Singkatnya, tujuan pekerjaan harus
sesuai (konsisten) dengan tujuan kinerja organisasi, dapat
diobservasi, terukur, dan realistis (mempertimbangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut).

Desain Pekerjaan (Job Design) adalah struktur
bangunan pekerjaan yang disusun sedemikian rupa sehingga
pekerjaan tersebut dapat dikerjakan dengan cara yang efisien
dan efektif. Desain pekerjaan yang ideal selalu
memperhatikan deskripsi tanggung jawab, urutan kegiatan/
prosedur kerja, standar kualitas kerja, dan ergonomik.

Bagi seorang PNS, pekerjaan bukanlah sekadar
serentetan kegiatan yang dikerjakan begitu saja. Pekerjaan lebih
merupakan tanggung jawab. Pekerja bukanlah robot, tetapi
pemegang tanggung jawab. Karena itu, suatu desain pekerjaan
yang ideal selalu mengandung informasi tentang tanggung
jawab yang diemban oleh pegawai/pekerja bersangkutan.

Contoh Deskripsi Tanggung Jawab

A. Seorang Kepala Cabang bertanggung jawab untuk:
1. Melakukan pengawasan rutin sesuai dengan petunjuk
Kantor Pusat
2. Memonitor proses kegiatan harian kantor cabang

B. Seorang Supervisor bertanggung jawab atas:
1. Keberesan proses semua dokumen, baik yang bersangkutan
langsung dengan nasabah maupun tidak langsung.
2. Pemeliharaan kualitas pelayanan terhadap para nasabah

BAB 6 – Analisis Kinerja Aparatur | 77

Dari contoh di atas, deskripsi tanggung jawab cukup
berisi informasi umum. Detail-detail pekerjaan itu sendiri
tidak mungkin di dalam deskripsi tanggung jawab, tetapi
biasanya diuraikan di dalam urutan kegiatan/prosedur kerja.

Desain pekerjaan juga mengandung informasi yang
rinci tentang urutan kegiatan atau prosedur kerja. Informasi
ini lazim disebut SOP (Standard Operating Procedures).

Dalam kenyataannya, prosedur kerja sering dilengkapi
dengan informasi yang lebih rinci, yang lazim disebut sebagai
Spesifikasi Pekerjaan. Di dalam spesifikasi pekerjaan
dijelaskan hal-hal rinci seperti kondisi pekerjaan, alat-alat
yang diperlukan, langkah-langkah teknis, atau alternatif jalan
keluar untuk memecahkan masalah yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan pekerjaan.

Standar kualitas kerja adalah derajat ukuran kerja.
Dengan standar inilah suatu kinerja dinilai baik atau buruk,
sesuai prosedur atau tidak, sah atau melanggar aturan, layak
jual atau tidak, dan sebagainya.

Standar kualitas kerja biasanya mengacu pada produk
akhir suatu pekerjaan (dalam bentuk benda-benda atau
dokumen-dokumen), tetapi kadangkala standar kualitas ini
dibuat untuk menilai suatu proses pekerjaan.

Contoh Standar Kualitas Kerja yang Mengacu pada
Produk Akhir

Proposal Permintaan Kredit minimal harus mengandung
1. Profil calon debitur, termasuk
 Profil kegiatan usaha.
 Profil keuangan usaha.
 Profil jaringan usaha.

78 | Analisis Kinerja Aparatur – BAB 6

 Reputasi usaha & pribadi
2. Skala kredit dan penggunaan kredit
3. Analisis risiko kredit
4. Rekomendasi untuk maintenance & monitoring kredit
5. Lampiran dokumen-dokumen pendukung

Contoh Standar Kualitas Kerja yang Mengacu pada
Proses Kerja

Proses pengumpulan data pemohon kredit, Petugas Bank minimal
harus:

1. Menginterviu langsung calon debitur
2. Mengobservasi langsung usaha yang ditangani calon debitur
3. Melengkapi dokumen-dokumen legal yang disyaratkan oleh

Bank dengan catatan pribadi yang berisi hasil interviu dan
observasi
4. Mengecek kebenaran dan keabsahan dokumen dan informasi
dengan pihak lain yang terkait
5. Menginformasikan seluruh kegiatan di atas kepada atasan
langsung

Ergonomik adalah kinerja aparatur yang mengacu pada
desain lingkungan fisik yang menjadi sarana dan medium
tempat bekerja. Kinerja optimal hanya bisa dicapai bila sarana
dan lingkungan fisik menunjang kelancaran kerja. Seorang
sekretaris, misalnya, akan bekerja lebih lancar dan cepat bila
disediakan seperangkat komputer untuk bekerja. Dan
pekerjaan sekretaris ini akan lebih baik lagi bila perangkat
komputer ini diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga
sekretaris itu akan tahan dan betah di meja kerjanya.
Penyediaan dan pengaturan sarana fisik inilah yang menjadi
perhatian “ergonomics”, yang harus diperhatikan dengan
sungguh-sungguh oleh para perancang kerja (job designer).

BAB 6 – Analisis Kinerja Aparatur | 79

DAFTAR PUSTAKA

A. Suryadi. Enam Puluh Lima Belajar Mengajar dalam
Kelompok. Mandar Maju, Bandung, l989.

Alawiyah, Farida. Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan
Strategis Penghentian Sementara Kurikulum 2013.
Tersedia: Info Singkat © 2009, Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat
Jenderal DPR RI www.dpr.go.id ISSN 2088-2351,
2015

Allison Rossett. Training Need Assesment. Educational
Technology Publication. Englewood Cliffs, New Jersey,
1987.

Allison Rossett. Training Needs Assessment. Educational
Technology Publications. Englewood Cliffs, New
Jersey, l987.

Anderson, Lorin W. The Effective Teacher. Mac Grow Hill’s
Book Company, New York, 1996.

Anonim. Modul Pelatihan bagi Pelatih. Lembaga Administrasi
Negara RI dan Dep. Transmigrasi, Jakarta, 1986.

Anonim. Modul Pengelola Pelatihan. Departemen Tenaga
Kerja Jakarta, 1996.

Bobby DePorter & Mike Hernacki, Quantum Learning. Kaifa,
Bandung, 1999

Briggs, Leslie J. (ed) Instructional Design–Principles and
Applications. Education Technology Publications.
Englewood Cliffs, New Jersey, 1977.

80 | Daftar Pustaka

Briggs, Leslie J. (ed) Instructional Design–Principles and
Applications. Education Technology Publications.
Englewood Cliffs, New Jersey, 1977.

George M. Piskurich et al. The ASTD Hanbook of Training
Design and Delivery. McGraw-Hill, 2001

Hasfarm Dian Konsultan & DHV Consultan BV. Sistem
Pelatihan, Local Government Institution and Staff
Development. Jakarta, 1991.

Irawan, Prasetya. Analisis Kinerja, Modul Diklat TNA.
Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 2000.

Lewis, Michael, Hill, Jimmie. Practical Techniques for
Language Teaching. Commercial Colour Press,
London, 1992.

Lewis, Michael, Hill, Jimmie. Practical Techniques for
Language Teaching. Commercial Colour Press,
London, 1992.

M. Entang, Sri Ratna, Wahyu Suprapti. Analisis Kebutuhan
Pelatihan (Bahan Ajar Lokakarya TNA Pemda DKI).
Pusdiklat Depnakertrans, 2002.

M. Entang. Analisis Kebutuhan Pelatihan, Bahan Terawangan.
Pusdiklat Depnakertrans, Mei l999.

M. Ngalim Purwanto. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya, Bandung, l987.

Marpaung. Training Need Assesment (TNA). LAN, Jakarta,
1999.

Marpaung. Training Needs Assessment (TNA). Lembaga
Administrasi Negara, l999.

Modul Teknik Presentasi Efektif. Diklat Pim IV, Lembaga
Administrasi Negara, 2005

Modul TNA. Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta, 2005.

Daftar Pustaka | 81

Modul Training Needs Assesment. Pusdiklat Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta, l999.

Modul Training of Course. Pusdiklat Departemen
Transmigrasi dan PPH, Jakarta, l999.

Modul Training of Trainers. Lembaga Administrasi Negara RI,
Jakarta, 1989 dan diperbaharui tahun 1999.

Moh. Entang, Sri Ratna, Wahyu Suprapti. Analisis Kebutuhan
Pelatihan (Bahan Ajar Lokakarya TNA Pemda DKI).
Pusdiklat Dep. Nakertrans, Jakarta, 1999.

Nitisemito, Alex S. Manajemen Personalia (Manajemen
Sumber Daya Manusia). Ghalia Indonesia, Jakarta,
1996.

Noe dkk. Fundamental of Human Resource Management.
McGraw-Hill, 2004

Piskurich, George M. Rapid Instructional Design–Learning ID
Fast and Right. Jossey- Bass Pfeiffer, San Francisco,
2000.

Piskurich, George M. Rapid Instructional Design–Learning ID
Fast and Right. Jossey-Bass Pfeiffer, San Francisco,
2000.

Pont, Tony. Developing Effective Training Skills. McGraw-Hill
Book Company, London, 1991.

Pont, Tony. Developing Effective Training Skills. McGraw-Hill
Book Company, London, 1991.

Prasetya Irawan. Analisis Kinerja. Jakarta, 1994.
Rae, Leslie. How to Train the Trainer. McGraw-Hill, New York,

1997.
Rae, Leslie. How to Train the Trainer. McGraw-Hill, New York,

1997.

82 | Daftar Pustaka

Rossett, Allison and Arwady, Joseph W. Training Needs
Assessment. Educational Technology Publications.
Englewood Cliffs, New Jersey, 1987.

Rossett, Allison and Arwady, Joseph W. Training Needs
Assessment. Educational Technology Publications,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1987.

Smith Barry J. and Delahaye, Brian L. How to be An Effective
Trainer - 2nd Ed.–Skills for Managers and New
Trainers. New York: John Wiley & Sons, Inc. 1983.

Smith Barry J. and Delahaye, Brian L. How to be An Effective
Trainer - 2nd Ed.–Skills for Managers and New
Trainers. New York: John Wiley & Sons, Inc. 1983.

Suparman, Atwi. Desain Instruksional. Dikti, 1993.
Suparman, Atwi. Desain Instruksional. Dikti, 1993.
T.H. Boydell. The Identification of Training Needs. British

Association for Commercial and Industrial education,
1979.
Tight, Malcolm. Key Concepts in Adult Education and Training.
Clayss Ltd, Stoodleigh, London, 1996.
Tight, Malcolm. Key Concepts in Adult Education and Training.
London: Clayss Ltd., Stoodleigh, 1996.
Veithhzal Rivai, Ellya Jauvani Sagala. Manajemen Sumberdaya
Manusia. Kanisius, Jakarta, 2010.
Watson, Charles E. Management Development Thorough
Training. Massachuseetts: Addison- Wesley
Publishing Company, Inc, l985.
William M. Boast. Diterjemahkan oleh Benjamin Martin.
Analisa Kebutuhan Diklat. Jakarta, 2001.
www.google.com. Tribun News, 2001

Daftar Pustaka | 83

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PENULIS 1

Nama : Dr. Asep Iwa Hidayat, S.Sos., M.Pd.
Sumedang, 15 Januari 1973
TTL : Widyaiswara Madya
PPSDM Kemendagri Regional Bandung
Pekerjaan :

Instansi :

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL
 Lulus SDN I DAM Garut, tahun 1986.
 Lulus SMPN 16 Bandung, tahun 1989.
 Lulus SMUN 10 Bandung, tahun 1992.
 Lulus D-3 FISIP UNPAD Jur. Administrasi Keuangan
Negara, tahun 1995.
 Lulus S-1 STIA LAN RI Program Administrasi Jurusan
Manajemen Ekonomi Negara, tahun 1998.
 Lulus Program Pascasarjana (S-2) Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Jurusan Administrasi
Pendidikan, tahun 2000.

84 | CV Penulis

 Lulus Program Doktor (S-3) Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Jurusan Administrasi Pendidikan.

RIWAYAT PENDIDIKAN NONFORMAL

NO. PENDIDIKAN NONFORMAL WAKTU KET.

1. Kursus Komputer LPK Kopma Tahun 1993 Sertifikat
UNPAD tingkat operator
Tahun 1994 Sertifikat
Kursus Komputer Akuntansi
dengan Dac Easy Accounting Tahun 1995 Sertifikat

2. Kursus Bahasa Inggris di LPK 3 April–3 Sertifikat
Progress Bandung Mei 1995 Sertifikat

3. Pelatihan Bendaharawan (Brevet 25-26 Sertifikat
A) di Departemen Keuangan RI Oktober
1997
4. Pelatihan Akuntansi Usaha Kecil
dan Koperasi di Pest. Daarut 9 April
Tauhiid Bandung 2002

5 Seminar Sehari Peran Serta Iklum 4 Sertifikat
STIA LAN Bandung dalam Nopember
Mendukung Implementasi 2002
Otonomi Daerah
30-31 Sertifikat
6 Seminar Sehari Otonomi Daerah Desember
“Mewirausahakan Pemerintah 2002 Sertifikat
Daerah dalam Rangka Sertifikat
Meningkatkan PAD, PKDA LAN RI 13-17
Januari 2003
7 Penataran dan Lokakarya Dosen 23 Maret
Kewarganegaraan Ke-15 Se-Jabar 2003
dan Banten
26 Februari Sertifikat
8 Diklat Perkoperasian bagi 2004
Generasi Muda Se-Kota Bandung

9 Semiloka Pengembangan Karier
dan Kesejahteraan Dosen PTS di
Lingkungan Kopertis Wilayah IV
Jabar Banten

10 Semiloka Penyusunan Konsep
Acuan Pembelajaran (silabi)
Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu

CV Penulis | 85

NO. PENDIDIKAN NONFORMAL WAKTU KET.
Politik pada Perguruan Tinggi
Swasta di Lingkungan Kopertis 20-21 Juni Sertifikat
Wilayah IV 2006

11 Pentaloka Dosen 18-22 STTP
Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Februari
dan Banten 2008

12 Diklat Training Officer Course 10-14 STTP
(TOC) bagi Aparatur di Maret 2008 STTP
Lingkungan Badan Diklat
Depdagri dan Diklat Provinsi 24-28
Maret 2008
13 Diklat Manajemen Konflik
31 Maret-4 Sertifikat
14 Diklat Perencanaan dan April 2008
Penganggaran APBN di
Lingkungan Depdagri 7-11 April STTP
2008 STTP
15 Pelatihan Peningkatan Sertifikat
Kemampuan Bahasa Inggris bagi 14-18 April STTP
Aparatur Depdagri (English for 2008 STTP
Academic Purpose) Sertifikat
21-25 April
16 Diklat Penyusunan LAKIP 2008

17 Diklat POLDAGRI 5-9 Mei
2008
18 Workshop Multimedia sebagai
Sarana Pembelajaran 12-16 Mei
2008
19 Diklat Administrasi Kepegawaian
26-30 Mei
20 Diklat Manajemen Pemerintahan 2008
Desa
9-13 Juni STTP
21 Pelatihan Peningkatan 2008 STTP
Kemampuan Bahasa Inggris bagi
Aparatur Depdagri (English for 16-20 Juni
Communication Skill) 2008

22 Diklat Analisis Kebijakan Publik

23 TOT Pengembangan Potensi
Perilaku Kepemimpinan

86 | CV Penulis

NO. PENDIDIKAN NONFORMAL WAKTU KET.
Sertifikat
24 Seminar Nasional “Demokrasi dan 21 Juni
Administrasi Publik dalam 2008 Sertifikat
Sertifikat
Kerangka Reformasi di Indonesia,
STTP
STIA LAN RI Kampus Bandung Sertifikat
STTP
25 Seminar Peningkatan Kompetensi 23–28 Juni STTP
Sertifikat
Widyaiswara 2008
Sertifikat
26 Pelatihan Peningkatan 30 Juni–4 Sertifikat
STTP
Kemampuan Bahasa Inggris bagi Juli 2008 STTP
Aparatur Depdagri (English for

Reading Skill)

27 Diklat Manajemen Kesekretariatan 21-25 Juli

2008

28 Pelatihan Fasilitasi Efektif bagi 23-25
Fasilitator September

2008

29 Diklat Prajabatan Golongan III 10-22

bagi CPNS Depdagri Nopember
2008

30 Diklat Pengembangan Perilaku 24-28

Aparatur dalam Mencegah Nopember
Penyalahgunaan Keuangan Negara 2008

31 Seminar dan Temu Investor 24-25

“Prospek Belajar dan Bekerja di Nopember

Jepang dalam Rangka Peningkatan 2008
SDM yang Handal dan Profesional

serta Menjalin Kerja Sama

Masyarakat Jepang-Indonesia

32 Pelatihan Mendesain Kegiatan 15-18
Interaktif Desember

2008

33 TOEFL Preparation Course held at 5 Januari

Diklat Depdagri 2009

34 Diklat Penatausahaan Keuangan 16-19

Negara Februari

2009

35 Diklat Peneliti 13-16 April
2009

CV Penulis | 87

NO. PENDIDIKAN NONFORMAL WAKTU KET.
36 Diklat Pengembangan 20-23 April STTP
2009
Kepemimpinan melalui Effective Sertifikat
Public Communication 1 Juni–27
37 Kursus Keuangan Daerah Agustus Sertifikat
Angkatan XXXI oleh LPEM UI 2009
bekerja sama dengan Depkeu RI Sertifikat
dan Depdagri 10–17
38 Seminar Widyaiswara Oktober STTP
Pengembangan Kurikulum 2010 Sertifikat
25-27
39 Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Januari Sertifikat
tentang “Penguatan Kapasitas 2010 Sertifikat
DPRD” 1–5 Maret Sertifikat
2010 Sertifikat
40 TOT Pengadaan Barang 22 Maret– Sertifikat
27 April Sertifikat
42 Diklat TOT Cawid 2010 Sertifikat
31 Mei–3 Sertifikat
43 Diklat TOT Akuntansi Aset Juni 2010 Sertifikat
4-7 Mei
44 Orientasi Bidang Poldagri di 2010
Lingkungan Kemendagri 10-12 Mei
2010
45 Orientasi Bidang PUM dan OTDA 17-20 Mei
2010
46 TOT Bendahara Keuangan Daerah 24-27 Mei
2010
47 TOT Administrasi Kependudukan 31-3 Juni
2010
48 TOT Akuntansi Aset 8–11 Juni
2010
49 Pengelolaan Pasar Tradisional 28 Juni-1
juli 2010
50 TOT Linmas 1-3 Juli
2010
51 Rakor Teknis Penyusunan SOP

88 | CV Penulis

NO. PENDIDIKAN NONFORMAL WAKTU KET.
51 Diklat Fungsional Widyaiswra Sertifikat
12-17
Peny. Kurikulum Oktober Sertifikat
52 Workshop Kewidyaiswaraan 2010 Sertifikat
53 Diklat Orientasi Prajabatan
21-23 Des Sertifikat
54 TOT PMPKT 2010
55 TOT Outbound Sertifikat
14-17
56 Diklat Bahasa Inggris Februari Sertifikat
2011 Sertifikat
57 Seminar Nasional UPI Sertifikat
58 Seminar Internasional UPI 8-15 Juni
59 Seminar Kewidyaiswaraan 2011

17-21
Oktober
2011

1 11 2011-
25 Maret
2012

31 Maret
2012

11 Februari
2012

1-3
Desember
2011

PENGALAMAN KERJA
1. BMT Daarut Tauhiid Bandung, tahun 1995-1998.
Jabatan Marketing Manager.
2. Konsultan Manajemen BMT dan PUSDIKLAT Daarut
Tauhiid, 1999-2001.
3. Konsultan Bisnis Retail Koperasi Simpan Pinjam, Bina
Citra 2000-2002.
4. Konsultan Pendidikan, Yayasan Phanta Rei Bandung,
2000-2003.
5. Dosen STIPAR/AKTRIPA, tahun 1998.

CV Penulis | 89

6. Dosen AKPER Bhakti Kencana, tahun 1999-2003.
7. Dosen STF Bandung, tahun 1999.
8. Dosen LPM-PPK Daarut Tauhiid Bandung, 2001-2002
9. Dosen Luar Biasa STIE-STEMBI Bandung, tahun 2000-

2002.
10. Dosen Luar Biasa Universitas Djuanda (UNIDA) Bogor,

2001-2002.
11. Dosen Politeknik Persada Indonesia, 2002-2006
12. Dosen Luar Biasa APIKES Bandung, 2002-2006.
13. Dosen Luar Biasa Politeknik Piksi Ganesha Bandung,

2005-sekarang.
14. Dosen Tetap STIA Bandung, 2001-sekarang.
15. Dosen Pascasrjana STIA Bandung, 2012-sekarang.
16. Widyaiswara Badan Diklat Kemendagri, 2007-2010.
17. Widyaiswara Pusdiklat Kemendagri Regional Bandung,

2011-sekarang.

PENGALAMAN ORGANISASI
1. PERSADA, Garut 1986, sebagai Ketua.
2. HMM Dayeuhmanggung, 1986-1989, sebagai Seksi
Rohani Islam.
3. OSIS SMP Negeri Cilawu Garut,1987, sebagai Kabid I.
4. OSIS SMU Negeri 10 Bandung, 1991, sebagai Kabid I.
5. Ikatan Remaja Masjid Al-Hidayah, 1993-1998, sebagai
Ketua.
6. Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Bandung, 1997-
sekarang.
7. Senat Mahasiswa UNPAD, 1993-1995.
8. HIMA Keuangan Negara, 1994.
9. Forum Silaturahmi Bandung Timur, 1996.

90 | CV Penulis

10. Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam, 1994-
sekarang.

11. Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, 1995-
sekarang.

12. Ikatan Alumni UNPAD, 1995-sekarang.
13. Ikatan Alumni STIA LAN RI Kampus Bandung, 1998-

sekarang.
14. Forum Komunikasi Alumni Pascasarjana Administrasi

Pendidikan UPI, 2000.
15. Ikatan Magister Pendidikan, 2000-sekarang.
16. Generasi Muda Pejuang Siliwangi, DPD Jawa Barat,

2002-sekarang.

MAKALAH/KARYA TULIS/PENELITIAN
1. Prosedur Penyusunan Daftar Usulan Proyek Daerah
(DUPDA) pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kotamadya Dati II Bandung. (Skripsi Minor/Laporan D-
III FISIP UNPAD Jur. Administrasi Keuangan Negara,
1995)
2. Pengaruh Prosedur Penyusunan Daftar Usulan Proyek
Daerah (DUPDA) terhadap Pembangunan yang
Berwawasan Lingkungan pada Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kotamadya Dati II Bandung. (Skripsi,
STIA LAN RI Bandung, 1998).
3. Analisis Pengelolaan Pendidikan dan Pelatihan
Manajemen Qalbu dalam Meningkatkan Kualitas
Sumber Daya Manusia yang Memiliki Kepribadian
Muslim Seutuhnya pada Pondok Pesantren Daarut
Tauhiid Bandung. (Tesis, Pascasarjana UPI, Bandung,
2000).

CV Penulis | 91

4. Pengaruh Syukur Nikmat terhadap Kecerdasan
Intelektual 1997.

5. Analisis Pengaruh Manajemen Qalbu terhadap Kualitas
Sumber Daya Manusia, 2000.

6. Analisis Sistem Informasi Akuntansi pada PT Venusa
Bandung, 1997.

7. Analisis Manajemen Kualitas Pelayanan Umum di
Kecamatan Cibeunying Kidul 1997.

8. Strategi Peningkatan Keberhasilan Pelaksanaan Wajib
Belajar DIKNAS 9 Tahun. (Analisis Implementasi PP No.
2 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar), 1999.

9. Perkembangan Filsafat Keilmuan, Analitik Suatu
Perspektif Historis serta Manfaatnya dalam Bidang
Pendidikan, 1998.

10. Peranan Administrasi Pendidikan dalam Strategi
Pengembangan Profesional Tenaga Akademik
Perguruan Tinggi, 1999.

11. Analisis Sistem Pengelolaan Pendidikan Dasar. (Studi
Deskripsi Masalah Perundang-undangan Pengelolaan
Pendidikan Dasar). 1999.

12. Analisis Manajemen Qalbu Indoor dan Outdoor pada
Pusdiklat Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, 2000.

13. Pendidikan Kelompok dalam Perencanaan Pendidikan
dan Penerapan Model Simulasi Pendidikan, 1999.

14. Strategi Pengembangan Profesional Tenaga Akademik
Perguruan Tinggi, 2001.

15. Analisis Pembiayaan Media Pendidikan di STIA
Bandung, 2000.

16. Efisiensi Manajemen Pembiayaan Perencanaan
Perguruan Tinggi, 2000.

92 | CV Penulis


Click to View FlipBook Version