The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rezikaayup, 2021-12-19 07:12:54

penyehatan tanah

penyehatan tanah

Keywords: rezika ayu,2B sanitasi

Tabel 1. Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk N,P,K terhadap C-Organik Tanah pada

Inceptisol asal Jatinangor

Perlakuan C-Organik (%)

A = Kontrol (tanpa pupuk organik dan tanpa N,P,K) 1,55 a
B = Kompos jerami + 1/2 dosis N,P,K 2,31 b

C = Kompos jerami + 1 dosis N,P,K 2,61 b
D = Kotoran ayam + 1/2 dosis N,P,K 2,34 b

E = Kotoran ayam + 1 dosis N,P,K 2,43 b
F = Kotoran sapi + 1/2 dosis N,P,K 2,18 b

G = Kotoran sapi + 1 dosis N,P,K 2,61 b
H = Kotoran domba + 1/2 dosis N,P,K 2,76 b

I = Kotoran domba + 1 dosis N,P,K 2,43 b

J = 1 dosis N,P,K 2,37 b

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
berdasarkan uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Karbon diperlukan oleh mikroorganisme tanah. Selain itu, dosis
mikroorganisme sebagai sumber energi
untuk menyusun sel-sel dengan pupuk organik juga mempengaruhi
membebaskan CO2 dan bahan lainnya.
kandungan bahan organik tanah. Hal
Bahan organik yang diberikan ke
dalam tanah dapat meningkatkan tersebut didukung oleh Sugiyanta et al
kandungan C-organik di dalam tanah,
pada umumnya bahan organik (2000), bahwa aplikasi pupuk anorganik
mengandung unsur hara N, P, dan K serta
hara mikro yang diperlukan oleh berdosis tinggi dan tidak mengaplikasikan
tanaman. Menurut Purwono &
Purnamawati (2006), peranan bahan bahan organik menyebabkan kadar bahan
organik terhadap kesuburan tanah antara
lain mineralisasi bahan organik akan organik tanah menjadi sangat rendah dan
melepas unsur hara tanaman secara
lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S dan unsur menjadi pembatas untuk mencapai hasil
hara mikro lainnya) tetapi dalam jumlah
yang relatif kecil, meningkatkan daya padi sawah yang tinggi.
menahan air sehingga kemampuan tanah
untuk menyediakan air menjadi lebih Kandungan C-organik tanah pada
banyak dan memperbaiki kehidupan
setiap perlakuan menunjukkan

peningkatan dari 1,89% (sebelum diberi

perlakuan) menjadi 2,18-2,76 % (setelah

diberi perlakuan). Hal ini didukung oleh

Syukur dan Indah (2006), bahwa aplikasi

kompos dan pupuk kandang dapat men-

ingkatkan kandungan C-organik tanah.

N-Total

Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa aplikasi beberapa

Jurnal Pertanian Presisi Vol. 3 No. 2 Desember 2019

macam pupuk organik dan pupuk N,P,K 0,01% dari hasil analisis awal tanah yaitu
memberikan hasil yang berbeda nyata 0,24%.
terhadap N-total tanah.
Hal ini dikarenakan pupuk
Berdasarkan uji lanjut jarak kotoran ayam memiliki nilai kandungan
berganda Duncan pada Tabel 2, dapat N lebih tinggi 1,82% dibandingkan
diketahui bahwa kandungan N-total tanah dengan pupuk kotoran hewan lainnya.
setelah diaplikasikan dengan berbagai Selain itu, kandungan N, P dan K pada
perlakuan berkisar antara 0,16-0,25%. kotoran ayam cukup tinggi dan tergolong
Nilai N-total tanah pada Inceptisol asal pupuk organik yang dapat memperbaiki
Jatinangor sebelum aplikasi berbagai drainase dan aerase tanah serta dapat
perlakuan adalah 0,24% (sedang). mengaktifkan kehidupan jasad renik
tanah sehingga mampu menunjang
Dapat diketahui pada perlakuan A pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(kontrol), perlakuan B (kompos jerami + (Haryadi et. al.., 2015).
½ dosis N,P,K), perlakuan C (kompos
jerami + 1 dosis N,P,K), perlakuan E Upaya untuk memelihara dan
(kotoran ayam + 1 dosis N,P,K), mempertahankan kandungan bahan
perlakuan F (kotoran sapi + ½ dosis organik tanah diperlukan keseimbangan
N,P,K), perlakuan G (Kotoran sapi + 1 antara kecepatan penurunan (dekomposisi,
dosis N,P,K, perlakuan I (kotoran domba erosi) dan penambahan bahan organik ke
+ 1 dosis N,P,K) dan perlakuan J (1 dosis dalam tanah. Aplikasi pupuk organik yang
N,P,K) terjadi penurunan nilai kandungan diaplikasikan yaitu sebesar 10 ton/ha.
N-total, sedangkan pada perlakuan H Kadar N-total berhubungan dengan kadar
(kotoran domba + ½ dosis N,P,K) C-organik kompos.
memiliki nilai yang sama dengan nilai N-
total pada analisis awal tanah yaitu Menurut Yurmiati & Hidayati
0,24%. Hal ini menunjukkan perlakuan D (2008), unsur N-total dalam kompos
(kotoran ayam + ½ dosis N,P,K) memiliki diperoleh dari hasil degradasi bahan
nilai kandungan N-total yang lebih tinggi organik kompos oleh organisme dan
yaitu 0,25% dan mengalami peningkatan mikroorganisme yang mendegradasi
bahan kompos.

Yuniarti, Damayani, Nur, Efek Pupuk Organik…
https://doi.org/10.35760/jpp.2019.v3i2.2205

Tabel 2. Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk N,P,K terhadap N-Total Tanah pada

Inceptisol asal Jatinangor

Perlakuan N-Total (%)

A = Kontrol (tanpa pupuk organik dan tanpa N,P,K) 0,16 a
B = Kompos jerami + 1/2 dosis N,P,K 0,18 abc

C = Kompos jerami + 1 dosis N,P,K 0,22 abcd
D = Kotoran ayam + 1/2 dosis N,P,K 0,25 d

E = Kotoran ayam + 1 dosis N,P,K 0,22 abcd
F = Kotoran sapi + 1/2 dosis N,P,K 0,23 bcd

G = Kotoran sapi + 1 dosis N,P,K 0,23 cd
H = Kotoran domba + 1/2 dosis N,P,K 0,24 d

I = Kotoran domba + 1 dosis N,P,K 0,21 abcd

J = 1 dosis N,P,K 0,17 ab

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
berdasarkan uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Kandungan N-total pada kompos berganda Duncan pada Tabel 3, dapat
berasal dari proses dekomposisi bahan diketahui bahwa perlakuan B (kompos
organik yang dilakukan oleh mikroba. jerami+ 1/2 dosis N,P,K ) dan perlakuan J
Sarief (1983) menyatakan bahwa nitrogen (1 dosis N,P,K) menunjukkan nilai C/N
organik yang bersumber dari protein yang tinggi yaitu 14 Perlakuan A
dalam bahan organik diubah oleh mikroba (kontrol) memiliki nilai C/N yaitu 10,
melalui proses mineralisasi menjadi sedangkan perlakuan D (kotoran ayam +
nitrogen anorganik dalam bentuk ion 1/2 dosis N,P,K) dan F (kotoran sapi+ 1/2
nitrat maupun ion amonium. dosis N,P,K) memiliki nilai C/N yang
masih rendah yaitu 9.
Rasio C/N
Hasil analisis sidik ragam Akan tetapi, pada perlakuan C
(kompos jerami + 1 dosis N,P,K),
menunjukkan bahwa aplikasi macam perlakuan E (kotoran ayam + 1 dosis
pupuk organik dan pupuk N,P,K N,P,K ), perlakuan G (kotoran sapi + 1
memberikan hasil yang tidak berbeda dosis N,P,K), perlakuan H (kotoran
nyata terhadap C/N. Tabel 3 domba + ½ dosis N,P,K) dan perlakuan I
menunjukkan hasil dari uji lanjut jarak (kotoran domba + 1 dosis N,P,K)
berganda Duncan dengan taraf nyata 5% memiliki nilai C/N yang baik untuk
terhadap C/N tanah pada Inceptisol asal pertumbuhan tanaman yaitu sebesar 11-
Jatinangor. Berdasarkan uji lanjut jarak 12.

Jurnal Pertanian Presisi Vol. 3 No. 2 Desember 2019

Tabel 3. Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk N,P,K terhadap C/N Tanah pada

Inceptisol asal Jatinangor

Perlakuan C/N

A = Kontrol (tanpa pupuk organik dan tanpa N,P,K) 10
B = Kompos jerami + 1/2 dosis N,P,K 14

C = Kompos jerami + 1 dosis N,P,K 12
D = Kotoran ayam + 1/2 dosis N,P,K 9

E = Kotoran ayam + 1 dosis N,P,K 11
F = Kotoran sapi + 1/2 dosis N,P,K 9

G = Kotoran sapi + 1 dosis N,P,K 11
H = Kotoran domba + 1/2 dosis N,P,K 11

I = Kotoran domba + 1 dosis N,P,K 12

J = 1 dosis N,P,K 14

Keterangan : Nilai rata-rata tidak dilakukan Uji Lanjut jarak berganda Duncan taraf nyata 5%.

Hal ini didukung oleh Evanita et. Apabila C/N rendah berarti tanah tersebut
al. (2012), bahwa pemanfaatan bahan optimal untuk pertumbuhan tanaman
organik lain dengan tingkat dekomposisi karena memiliki hara N yang tinggi.
yang sangat tinggi yang ditandai dengan Selain itu, C/N rendah juga disebabkan
C/N sebesar 11 dapat meningkatkan laju bahan organik yang tinggi. Hal tersebut
produksi nitrat sehingga cepat tersedia didukung oleh Roesmarkam & Yuwono
bagi tanaman dan berperan dalam (2002), bahan organik merupakan sumber
memperbaiki kesuburan tanah. Kan- nitrogen yang utama di dalam tanah,
dungan unsur hara dalam pupuk kandang unsur hara nitrogen berasal dari hasil
tidak terlalu tinggi, namun dapat pelapukan bahan organik. Kandungan C-
memperbaiki sifat fisik tanah seperti organik tanah berkaitan erat dengan
struktur tanah, daya menahan air, kandungan N-total. Adanya jasad renik
permeabilitas tanah, porositas tanah, dan menunjukkan banyaknya karbon di dalam
kation-kation tanah. tanah. Jumlah mineralisasi N (perubahan
senyawa N-organik menjadi amonium)
Apabila C/N terlalu tinggi, maka meningkat karena kandungan C-organik
tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman, juga meningkat. Pada bahan organik juga
hal ini dikarenakan karbon merupakan terdapat sisi penyerap aktif yang jasad
energi yang digunakan mikroorganisme reniknya akan melakukan dekomposisi
lebih tinggi daripada unsur hara N yang untuk mendeaktivasi bahan kimia organik
tersedia dalam tanah yang digunakan seperti herbisida dan pestisida.
sebagai sumber makanan mikroorganisme.

Yuniarti, Damayani, Nur, Efek Pupuk Organik…
https://doi.org/10.35760/jpp.2019.v3i2.2205

Serapan N nitrogen khususnya dalam bentuk NH4+
Hasil analisis sidik ragam dalam larutan tanah. Menurut Sutedjo
(2008) bahwa pemberian pupuk
menunjukkan bahwa aplikasi macam anorganik ke dalam tanah dapat
pupuk organik dan pupuk N,P,K menambah ketersediaan hara yang cepat
memberikan hasil yang berbeda nyata bagi tanaman. Kombinasi pupuk
terhadap serapan N tanaman. anorganik dan pupuk organik dapat
mempertahankan keberlanjutan per-
Berdasarkan Uji lanjut jarak tumbuhan, hasil dan serapan hara
berganda Duncan pada Tabel 4, dapat tanaman padi (Pandey et al., 2014).
diketahui serapan N pada perlakuan A Kombinasi pupuk organik dan pupuk
(kontrol) memiliki nilai yang berbeda anorganik dapat meningkatkan serapan
nyata dengan perlakuan C (kompos Nitrogen oleh tanaman yang
jerami + 1 dosis N,P,K), perlakuan E dibudidayakan (Kubat et al., 2003).
(kotoran ayam + 1 dosis N,P,K),
perlakuan G (kotoran sapi + 1 dosis Menurut Widyawati (2007),
N,P,K), perlakuan H (kotoran domba + 1/2 dengan penambahan pupuk organik 2
dosis N,P,K), perlakuan I (kotoran domba ton/ha dan urea 50kg/ha + SP-36 100
+ 1 dosis N,P,K) dan perlakuan J (1 dosis kg/ha + ZA 50 kg/ha mampu
N,P,K). Hal ini menunjukkan bahwa meningkatkan serapan N tanaman padi
kandungan unsur hara yang diberikan ke sebesar 40,71%. Selain itu, penambahan
dalam tanah tergolong tinggi akibat pupuk organik sebesar 6 ton/ha ternyata
pemberian pupuk kompos jerami, kotoran mampu meningkatkan serapan N tanaman
ayam, kotoran sapi, kotoran domba dan 32,17%. Hal ini sesuai dengan kandungan
pupuk N,P,K. Penyerapan unsur hara N N total tanah. Semakin tinggi N total
sudah maksimal sehingga unsur hara tanah maka serapan N juga akan
yang diserap tanaman juga tinggi yang meningkat.
akhirnya berpengaruh nyata terhadap
serapan N. Kandungan nitrogen dalam Bertambahnya kandungan bahan
jaringan tanaman dipengaruhi oleh organik dalam tanah akan meningkatkan
penyerapan ion nitrat (NO3-) dan serapan N tanaman. Bahan organik
amonium (NH4 +) oleh tanaman. Hal ini mempunyai korelasi kuat dengan serapan
dikarenakan cepatnya pergerakan N tanaman (r = 0,620).

Jurnal Pertanian Presisi Vol. 3 No. 2 Desember 2019

Tabel 4. Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk N,P,K terhadap Serapan N Tanaman Padi

Hitam

Perlakuan Serapan N

(g/tanaman)

A = Kontrol (tanpa pupuk organik dan tanpa N,P,K) 0,37 a
B = Kompos jerami + 1/2 dosis N,P,K 0,59 abc

C = Kompos jerami + 1 dosis N,P,K 0,75 bcd
D = Kotoran ayam + 1/2 dosis N,P,K 0,50 ab

E = Kotoran ayam + 1 dosis N,P,K 0,82 cd
F = Kotoran sapi + 1/2 dosis N,P,K 0,63 abcd

G = Kotoran sapi + 1 dosis N,P,K 0,93 d
H = Kotoran domba + 1/2 dosis N,P,K 0,85 cd

I = Kotoran domba + 1 dosis N,P,K 0,82 cd

J = 1 dosis N,P,K 0,91 d

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Tabel 5. Pengaruh Pupuk Organik dan Pupuk N,P,K terhadap Bobot Gabah Kering

Giling (GKG)

Perlakuan GKG
(g/tanaman)

A = Kontrol (tanpa pupuk organik dan tanpa N,P,K) 18,33 a
B = Kompos jerami + 1/2 dosis N,P,K 49,00 c

C = Kompos jerami + 1 dosis N,P,K 41,77 b
D = Kotoran ayam + 1/2 dosis N,P,K 42,70 b

E = Kotoran ayam + 1 dosis N,P,K 55,40 d
F = Kotoran sapi + 1/2 dosis N,P,K 38,17 b

G = Kotoran sapi + 1 dosis N,P,K 37,67 b
H = Kotoran domba + 1/2 dosis N,P,K 40,67 b

I = Kotoran domba + 1 dosis N,P,K 42,30 b

J = 1 dosis N,P,K 49,17 c

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Hasil Panen (Gabah Kering Giling) taraf nyata 5% terhadap bobot gabah
Hasil analisis sidik ragam kering giling (GKG) tanaman padi hitam
pada Inceptisol asal Jatinangor.
menunjukkan bahwa aplikasi macam
pupuk organik dan pupuk N,P,K Berdasarkan Uji lanjut jarak
memberikan hasil yang berbeda nyata berganda Duncan pada Tabel 5, dapat
terhadap hasil panen Gabah Kering diketahui hasil panen gabah kering giling
Giling. (GKG) pada perlakuan A (kontrrol)
memiliki nilai yang berbeda nyata dengan
Tabel 5 menunjukkan hasil dari perlakuan lainnya. Akan tetapi, hasil
uji lanjut jarak berganda Duncan dengan

Yuniarti, Damayani, Nur, Efek Pupuk Organik…
https://doi.org/10.35760/jpp.2019.v3i2.2205

panen gabah kering giling (GKG) menunjang hasil tanaman yang semakin
tertinggi terdapat pada perlakuan E tinggi. Hal ini didukung oleh Harjadi
(kotoran ayam + 1 dosis N,P,K) sebesar (2005), bahwa fotosintat yang dihasilkan
55,40 g/tanaman setara dengan 7,09 ton selama proses fotosintesis akan
per hektar. Perlakuan B (kompos jerami + dimanfaatkan tanaman dalam proses
1/2 dosis N,P,K) dan perlakuan J (1 dosis fisiologi dan metabolisme seperti
N,P,K) tidak memiliki perbedaan yang respirasi sel dan pembentukan berbagai
nyata, serta perlakuan C (kompos jerami senyawa organik, digunakan untuk
+ 1 dosis N,P,K), perlakuan D (kotoran pengisian biji yang pada akhirnya
ayam + 1/2 dosis N,P,K), perlakuan F meningkatkan gabah bernas. Selain itu,
(kotoran sapi + ½ dosis N,P,K), perlakuan unsur hara N, P, K dapat mempengaruhi
G (kotoran sapi + 1 dosis N,P,K), hasil tanaman padi dengan memicu
perlakuan H (kotoran domba + 1/2 dosis terbentuknya bunga dan bulir padi.
N,P,K) dan perlakuan I (kotoran domba +
1 dosis N,P,K) memiliki hasil Gabah Berdasarkan hasil analisis
Kering Giling (GKG) yang tidak berbeda laboratorium kotoran ayam memiliki
nyata. kandungan hara yang tinggi di antaranya
unsur P, K dan Si. Fosfor merupakan
Hasil tanaman padi hitam berupa penyusun adenosin triphosphate (ATP)
hasil gabah kering giling (GKG) dapat yang secara langsung berperan dalam
dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman proses penyimpanan dan transfer energi
seperti tinggi tanaman dan banyaknya yang terkait dalam proses metabolisme
jumlah anakan produktif yang dapat (Dobermann & Fairhurst, 2000), penyusun
disuplai dari unsur hara nitrogen. fosfolipid, nukleoprotein, dan fitin yang
Nitrogen merupakan unsur hara yang selanjutnya akan banyak tersimpan pada
berperan penting dalam proses biji.
fotosintesis pada fase vegetatif, sehingga
proses fotosintesis berjalan dengan baik Selain unsur hara P, Silika juga
serta fotosintat yang dihasilkan semakin diduga mempengaruhi hasil tanaman padi
banyak sehingga dapat meningkatkan dengan memicu terbentuknya bunga dan
persentase gabah bernas dan berat gabah bulir (Roesmarkam & Yuwono, 2002).
kering giling (GKG). Semakin tinggi Hal ini membuktikan bahwa unsur P dan
serapan hara nitrogen, maka dapat Silika (Si) sangat penting untuk tanaman
padi dalam fase generatif.

Jurnal Pertanian Presisi Vol. 3 No. 2 Desember 2019

KESIMPULAN DAN SARAN Edition. Upper Saddle River, New
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Jersey. USA.
disimpulkan bahwa pemberian macam
pupuk organik dan pupuk N,P,K Dobermann, A. and Fairhurst TH. 2000.
berpengaruh terhadap C-Organik, N-
Total, C/N, serapan N serta Hasil Padi Nutrient Disorders and Nutrient
Hitam (Oryza sativa L. indica) pada
Inceptisol asal Jatinangor. Managemen. IRRI and Potash dan

Disamping itu, perlakuan kotoran PPI / PPIC. Manila, Philipina.
ayam + 1 dosis N, P, K (kotoran ayam 10
ton/ha dengan Urea 300 kg/ha, TSP 50 Evanita, E., Widaryanto, E., & Suwasono,
kg/ha, dan KCl 50 kg/ha) memberikan
hasil Gabah Kering Giling yang terbaik Y. B. 2012. Pengaruh pupuk
yaitu 55,40 g/tanaman atau 7,09 ton per
hektar. kandang sapi pada pertumbuhan

Aplikasi kotoran ayam merupakan dan hasil tanaman terong
salah satu upaya memperbaiki kesuburan
tanah Inceptisol asal Jatinangor tanpa (Solanum melongena L.) pada pola
mengurangi hasil panen (Gabah Kering
Giling). Dari hasil penelitian maka dapat tanam tumpangsari dengan rumput
disarankan untuk dilakukan penelitian
lanjutan di lapangan dengan menggunakan gajah (Penisetum purpureum)
pupuk organik dan pupuk NPK dengan
setengah dosis rekomendasi. tanaman pertama. Jurnal Produksi

DAFTAR PUSTAKA Tanaman 2 (7): 533-541.
BPTP (Balai Pengkajian Teknologi
Hanifah, N. Wibowo, A. & Setyowati, N.
Pertanian). 2009. Budidaya
tanaman padi. Nanggroe Aceh 2016. Strategi pengembangan
Darussalam. Tersedia online di
www.nad.litbang.pertanian .go.id usaha beras hitam organik (studi
(Diakses pada tanggal 9 Maret
2018). kasus di Kelompok Tani Gemah
Brady NC & RR Weil. 2002. The Nature
and Properties of Soils. 13'* Ripah Kecamatan Karangpandan

Kabupaten Karanganyar). Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Hardjowigeno, S & M.L.Rayes, 2001.

Tanah sawah. Program

Pascasarjana IPB, Bogor.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah

dan Pedogenesis. Akademik

Pressindo: Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah.

Akademika Pressindo: Jakarta.

Harjadi. M. S. 2005. Pengantar

Agronomi. PT. Gramedia :

Jakarta.

Herliana, O., Widiyawati, I.,

Kasmiatmojo, M., & Syaeful

Anwar, A. H. 2016. Pertumbuhan

dan hasil padi hitam pada

perlakuan jenis pupuk kandang

dan jumlah bibit dengan metode

SRI (System of Rice

Intensification).

Indriyati, L. T., S. Sabiham, LK.

Darusman, R. Situmorang,

Sudarsono, & W. H. Siswono.

2007. Transformasi nitrogen

dalam tanah tergenang : Aplikasi

jerami padi dan kompos jerami

Yuniarti, Damayani, Nur, Efek Pupuk Organik…
https://doi.org/10.35760/jpp.2019.v3i2.2205

padi serta pengaruhnya terhadap Neni M, Eko Adi S, & Nurbaiti Amir.
serapan nitrogen dan aktivitas
penambatan N2 di daerah 2012. Respon tanaman padi
perakaran tanaman padi. Jurnal
Tanah dan Iklim 26: 63-70 (Oryza sativa L.) terhadap takaran
Kristamtini, Taryono, P. Basunanda, R.
H. Murti, Supriyanto, S. pupuk organik plus dan jenis
Widyananti, & Sutarno. 2012.
Morphological of genetic pestisida organik dengan System of
relationships among black rice
landraces from Yogyakarta and Rice Intensification (SRI) di lahan
surrounding areas. ARPN Journal
of Agricultural and Biological pasang surut. Jurnal Lahan
Science, 7 : 12-16.
Las, I. & D. Setyorini. 2010. Kondisi Suboptimal. 1(2): 138-148.
lahan, teknologi, arah, dan
pengembangan pupuk majemuk Pandey, D., D. K. Payasi & N. Pandey.
NPK dan pupuk organik. Hal 47.
Dalam Prosiding Semnas Peranan 2014. Effect of organic and
Pupuk NPK dan Organik dalam
Meningkatkan Produksi dan inorganic fertilizers on hybrid rice.
Swasembada Beras Berkelanjutan.
Balai Besar Litbang Sumberdaya International Journal of Current
Lahan Pertanian, Bogor.
Mahmud, A., B. Guritno & Sudiarso. Research 6(5): 65496551.
2002. Pengaruh pupuk organik
kascing dan tingkat air terhadap Permentan (Peraturan Menteri Pertanian).
pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai (Glycine max L.). Jurnal 2007. Acuan penetapan
Agrivita. 24(1) : 9-16.
Makarim, A.K. & E. Suhartatik. 2009. rekomendasi pupuk N,P, dan K
Morfologi dan fisiologi tanaman
Padi. Balai Besar Penelitian pada lahan sawah spesifik lokasi
Tanaman Padi, Subang.
Minardi, S., Winarno, J., & Abdillah, A. (per Kecamatan). Tersedia online
H. N. 2009. Efek perimbangan
pupuk organik dan pupuk dihttp://psp.pertanian.go.id/assets/f
anorganik terhadap sifat kimia
tanah Andisol Tawangmangu dan ile/66d1189256a51f097c2863e1b0
hasil tanaman wortel (Daucus
carota L.). Jurnal Ilmu Tanah dan 411107.pdf (Diakses pada tanggal
Agroklimatologi 6(2) : 111-116.
Mirwan, M. 2015. Optimasi 8 Juni 2018).
pengomposan sampah kebun
dengan variasi aerasi dan Pusat Penelitian Tanah & Agroklimat
penambahan kotoran sapi sebagai
bioaktivator. Teknik Lingkungan. (Puslittanak). 2006. Tanah-Tanah
4(6) : 61- 66.
Masam di Indonesia, Inceptisol.

Bogor.

Roidah, I. S. 2013. Manfaat penggunaan

pupuk organik untuk kesuburan

tanah. Jurnal Universitas

Tuluagung Bonorowo. 1(1) : 30-

42.

Roesmarkam, A & N.W, Yuwono, 2002.

Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,

Yogyakarta.

Saleh, E. 2004. Dasar pengolahan susu

dan hasil ikutan ternak. Fakultas

Pertanian Universitas Sumatra

Utara. www.google.com.

Library.usu.ac.id.

Sari, R. Islami, T. & Sumarni, T. 2013.

Aplikasi pupuk kandang dalam

meminimalisir pupuk anorganik

pada produksi padi (Oryza sativa

L.). Metode SRI. Fakultas

Pertanian Universitas Brawijaya :

Malang.

Setyorini, D. & Abdulrachman. 2012.

Pengelolaan hara mineral tanaman

Jurnal Pertanian Presisi Vol. 3 No. 2 Desember 2019

padi. Sukamandi. Balai Besar Vergara, S. B. 1990. Bercocok Tanam
Penelitian Tanaman Padi. Balai Padi Hibrida. Bappenas. Jakarta.
Besar Litbang Pertanian.
Departemen Pertanian, Bogor. Warman, B. Sobrizal. Suliansyah, I.
Suardi, D. & I. Ridwan. 2009. Beras Swasti, E. & Syarif, A. 2015.
hitam, pangan berkhasiat yang Perbaikan genetik kultivar padi
belum populer. Warta Penelitian beras hitam lokal Sumatera Barat
dan Pengembangan Pertanian melalui mutasi induksi. Fakultas
31(2): Hal 9-10. Pertanian Universitas Andalas.
Sudirja, R. Solichin, M. A. & Rosniawaty Sumatera Barat, Padang.
S. 2007. Respon beberapa sifat
kimia Inceptisol asal Rajamandala Widowati, L.R. Widati, S. Jaenudin, U. &
dan hasil bibit kakao (Theobroma Hartatik, W. 2005. Pengaruh
cacao L.) melalui pemberian kompos pupuk organik yang
pupuk organik dan pupuk hayati. diperkaya dengan bahan mineral
Skripsi. Universitas Padjadjaran. dan pupuk hayati terhadap sifat-
Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara sifat tanah, serapan hara dan
Pemupukan. Rineka Cipta : produksi sayuran organik. Laporan
Jakarta. Proyek Penelitian Program
Syukur, A & N. M. Indah. 2006. Kajian Pengembangan Agribisnis, Balai
pengaruh pemberian macam Penelitian Tanah, Bogor.
pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman Widyawati, R. 2007. Kandungan N tanah
jahe di Inceptisol Karanganyar. sawah dan kualitas tanaman padi
Jurnal Ilmu Tanah dan (Oryza sativa L.) akibat pemberian
Lingkungan Vol 6 (2) : 124-131. pupuk organik dan pupuk
anorganik di Mojogedang. Skripsi.
Fakultas Pertanian UNS,
Surakarta.

Yuniarti, Damayani, Nur, Efek Pupuk Organik…
https://doi.org/10.35760/jpp.2019.v3i2.2205

Bioteknologi 12 (2): 46-51, November 2015, ISSN: 0216-6887, EISSN: 2301-8658, DOI: 10.13057/biotek/c120203

Analisis kandungan unsur hara makro dalam kompos dari serasah daun
bambu dan limbah padat pabrik gula (blotong)

ANNISA’UL BAROROH, PRABANG SETYONO,
RATNA SETYANINGSIH♥

♥Alamatkorespondensi: Baroroh A, Setyono P, Setyaningsih R. 2015. An analysis on macronutrient in
Program Studi Biologi FMIPA compos of bamboo leaves litter and solid waste of sugar factory (blotong).
Universitas Sebelas Maret. Bioteknologi 12 (2): 46-51. Bamboo leaves litter containshigh P and K
Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta macronutrient thereby potential as basic material of compost fertilizer.
Email: [email protected] However bamboo leaves litter have high C/N ratio (35.82 – 38.27). Another
material should be added to improve the nutrient content and reduce C/N
Manuskrip diterima: 12Februari 2015. ratio of bamboo leaves litter. Blotong is solid waste resulting from nira
Revisi disetujui: 15Agustus 2015. (leek) from sugar factory. Blotong have low C/N ratio 7.28. This research
aimed to find out the macronutrient element content of compost resulting
from bamboo leaves litter and blotongand to find out the treatment
resulting in largest amount of macronutrient element. Bamboo leave litter
and blotong were composted using EM4 activator and cow manure. The
composition of basic material mix were made with ratio I (1 kg blotong: 1
kg cow manure), II (0.5 kg blotong: 0.5 kg litter: 1 kg cow manure), III (1 kg
litter: 1 kg cow manure), IV (1 kg blotong: 50 mL EM4), V (0.5 kg blotong:
0.5 kg litter: 50 mL EM4), and VI (1 kg litter: 50 mL EM4). The
macronutrient elements were observed in the last6 weeks composting
process. The best result of macronutrient element in the compostwere as
follows: C organic=27.79%; organic substance=47.91%; N=2.73%;
P2O5=1.95%; K2O=1.88%; C/N ratio=10.18 and water level=24.44%, occurring
in the treatment II (0.5 kg blotong: 0.5 kg litter: 1 kg cow manure).

Keywords: Bamboo leaves litter, blotong, compost fertilizer, macronutrient

Baroroh A, Setyono P, Setyaningsih R. 2015. Analisis kandungan unsur hara
makro dalamkompos dari serasah daun bambu dan limbah padat pabrik gula
(blotong). Bioteknologi 12 (2): 46-51. Serasah daun bambu mengandung
unsur hara makro P dan K cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan
baku pupuk kompos,namun serasah daun bambu memiliki rasio C/N
tinggi yaitu 35,82 - 38,27. Penambahan bahan baku lain diperlukan untuk
memenuhi kandungan unsur hara dan menurunkan rasio C/N serasah daun
bambu. Blotong merupakan limbah padat hasil pemurnian nira dari pabrik
gula. Blotong memiliki rasio C/N 7,28. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan unsur hara makro dalam pupuk kompos yang
dihasilkan dari serasah daun bambu dan blotong dan mengetahui
perlakuan yang menghasilkan unsur hara makro paling banyak.Serasah
daun bambu dan blotong dikomposkan dengan aktivator EM4 dan kotoran
sapi. Komposisi pencampuran bahan baku adalah dengan perbandingan I
(1 kg blotong: 1 kg kotoran sapi) II (0,5 kg blotong: 0,5 kg serasah: 1 kg
kotoran sapi) III (1 kg serasah: 1 kg kotoran sapi) IV (1 kg blotong: 50 mL
EM4) V (0,5 kg blotong: 0,5 kg serasah: 50 mL EM4) VI (1 kg serasah: 50 mL
EM4). Pengamatan kandungan unsur hara makro dilakukan pada akhir
minggu ke-enam proses pengomposan.Kandungan unsur hara makro
dalam kompos paling baik adalah C organik=27,79%; bahan
organik=47,91%; N=2,73%; P2O51,95%; K2O =1,88%; C/N rasio=10,18 dan
kadar air=24,44%. yaitu pada perlakuan II (0,5 kg blotong: 0,5 kg serasah: 1
kg kotoran sapi).

Kata kunci: Blotong, makronutrien, pupuk kompos, serasah daun bambu

BAROROH et al. - Unsur hara makro kompos serasah daun bambu dan blotong

PENDAHULUAN sehingga menimbulkan bau busuk dan
mencemari lingkungan (Muhsin 2011).
Penggunaan bahan kimiawi oleh petani
dapat menyebabkan degradasi lahan dan Aktivator pengomposan telah banyak
merusak kesehatan khususnya bagi lingkungan. beredar di pasaran. Setiap aktivator memiliki
Pemakaian pupuk organik pada saat ini sudah keunggulan sendiri-sendiri. Dalam penelitian ini
banyak dilakukan oleh pemerhati lingkungan aktivator yang digunakan yaitu effective
dan pertanian yang ingin mengurangi microorganism 4 (EM4). EM4 adalah kultur
penggunaan bahan-bahan kimiawi. Oleh karena campuran dari beberapa mikroorganisme yang
itu, saat ini mulai diterapkan pertanian organik bermanfaat dan hidup secara alami yang dapat
karena adanya kecenderungan masyarakat yang digunakan sebagai inokulum sehingga
memilih mengkonsumsi produk pertanian yang menambah keragaman mikroorganisme tanah
sehat dan berkualitas sekalipun harganya lebih (Mey 2013).
mahal (Yelianti et al. 2009).
Mikroorganisme pengurai bahan organik
Serasah daun bambu mengandung banyak yang digunakan pada penelitian ini adalah
unsur P dan K. Kedua unsur ini sangat berguna mikroorganisme yang terkandung dalam kotoran
bagi perbaikan struktur tanah dan bagi sapi. Menurut Hapsari (2013), kotoran sapi
pertumbuhan tanaman. Petani Dukuh Waru, merupakan limbah yang dapat digunakan
Desa Pengkol, Kecamatan Karanggede, sebagai sumber pupuk organik. Kotoran sapi
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah telah mencoba lebih kaya akan berbagai unsur hara dan kaya
di lahannya sendiri dengan menambahkan akan mikroorganisme, dibanding dengan limbah
serasah daun bambu ke lahan sawah, maka tidak pertanian. Kadar hara kotoran sapi berbeda-beda
perlu lagi menggunakan pupuk P dan K. Dengan tergantung jenis makanannya. Kotoran sapi rata-
demikian petani tersebut tidak lagi rata mengandung 0,5% N-total; 0,25% P2O5 dan
menggunakan pupuk kimia setelah memakai 0,5% K2O.
pupuk kompos ditambah dengan serasah daun
bambu (Sutoyo 2003). BAHAN DAN METODE

Dari hasil uji pendahuluan, serasah daun Penelitian ini bersifat eksperimen dengan
bambu memiliki kandungan P2O5 sebesar 0,74 % menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap
dan K2O sebesar 0,91 % yang dapat (RAL) dengan 6 perlakuan. Setiap perlakuan
dimanfaatkan oleh tanaman. Serasah daun dilakukan 3 ulangan. Adapun perlakuannya
bambu memiliki rasio C/N yang tinggi yaitu ditunjukkan pada Tabel 1.
37,05 sehingga perlu adanya penambahan bahan
baku lain yang mempunyai nilai rasio C/N Serasah daun bambu diblender hingga
rendah. Limbah dari pabrik gula (blotong) menjadi bubuk. Sampel kemudian dianalisis
mempunyai nilai rasio C/N yang rendah yaitu kandungan unsur hara makronya seperti N-total,
7,28 sehingga diharapkan dapat menurunkan P2O5, K2O, C-organik, bahan organik, dan rasio
nilai rasio C/N pupuk kompos (Leovici, 2012). C/N (Badan Standarisasi Nasional, 2010).
Menurut SNI 19-7030-2004 kompos yang baik Menurut Aminah et al. (2006), metode yang
memiliki rasio C/N sebesar 10-20. digunakan dalam pembuatan pupuk kompos
adalah metode Barkeley. Metode ini ditujukan
Blotong adalah hasil endapan dari nira kotor pada bahan kompos yang berselulosa tinggi
proses pemurnian (sebelum dimasak dan seperti serasah daun yang dikombinasikan
dikristalkan menjadi gula pasir) yang disaring di dengan bahan kompos lain.
rotary vacuum filter. Blotong merupakan limbah
pabrik gula berbentuk padat seperti tanah Tabel 1. Komposisi pencampuran bahan baku kompos
berpasir berwarna hitam, mengandung air, dan
memiliki bau tidak sedap jika masih basah. Bila Perla Serasah Blotong Kotoran EM4
tidak segera kering blotong akan menimbulkan kuan daun sapi
bau busuk yang menyengat (Purwaningsih 2011). I - 1 kg 1 kg -
Blotong belum dimanfaatkan secara maksimal, II 0,5 kg 0,5 kg 1 kg -
hanya dibuang dengan cara penumpukan (open III 1 kg - 1 kg -
dumping). Penumpukan blotong dalam jumlah IV - 1 kg - 50 ml
besar akan menjadi salah satu sumber V 0,5 kg 0,5 kg - 50 ml
pencemaran lingkungan. Pada musim VI 1 kg - - 50 ml
penghujan, tumpukan blotong akan basah

Bioteknologi 12 (2): 46-51, November 2015

Cara pembuatan pupuk kompos dilakukan baku mempengaruhi kecepatan dekomposisi.
dengan menyiapkan tempat yaitu ember,
kemudian bahan baku utama (blotong dan Aktivitas mikroorganisme dibatasi oleh
serasah daun bambu yang telah dipotong kecil-
kecil) dicampur secara merata. Perbandingan keterbatasan N protein untuk metabolisme.
campuran blotong: serasah daun bambu adalah I
(1 kg: 0 kg), II (0,5 kg: 0,5 kg) dan III (0 kg: 1 kg) Apabila rasio C/N lebih dari 25, maka tingkat
kemudian masing-masing perlakuan ditambah
kotoran sapi sebanyak 1 kg, sedangkan pada mineralisasi rendah, sumber N dalam tanah
perlakuan IV (1 kg: 0 kg), V (0,5 kg: 0,5 kg) dan
VI (0 kg: 1 kg) masing-masing perlakuan mengalami imobilisasi oleh mikroorganisme, dan
ditambah EM4 dengan volume 50 ml. Bahan
baku kompos diaduk rata dan ditutup dengan fiksasi N hanya terjadi sementara. Apabila rasio
plastik hitam. Setiap 7 hari sekali dilakukan
pengukuran suhu dan pH serta pembalikan atau C/N kurang dari 20, maka N mengalami proses
pengadukan agar aerasi di dalam ember
berlangsung baik. Pengomposan dilakukan mineralisasi dan mikroorganisme yang mati akan
selama kurang lebih 6 minggu. Proses
pengomposan dihentikan saat kompos telah menjadi unsur lain yang sederhana
matang (kompos berwarna kehitaman dan
berbau tanah) dan suhu turun stabil, kemudian (Sutanto2005).
hasil pengomposan dikeringkan dan disaring
menggunakan ayakan (Surtinah 2013). Unsur hara makro pupuk kompos
Unsur hara makro merupakan unsur hara
Analisis data
Data kualitatif berupa C-organik, bahan yang terkandung di dalam pupuk kompos
dengan jumlah yang besar. Kompos dari serasah
organik, N-total, P2O5, K2O, rasio C/N dan kadar daun bambu dan blotong dengan aktivator EM4
air. Parameter lingkungan seperti suhu, pH, dan kotoran sapimemiliki C-organik yang tinggi
kelembaban, warna dan bau pupuk kompos yaitu berkisar 17-36%, N-total berkisar 2%, P2O5
yang dianalisis secara deskriptif untuk berkisar 1% dan K2O berkisar 0,6-1,8% (Tabel 3).
mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas
pupuk kompos. C-Organik
Unsur C-organik merupaka sumber energi di
HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel
Unsur hara makro serasah daun bambu oleh bakteri. Pemanfaatan unsur C-organik
Analisis unsur hara makro pada kedua sebagai sumber energi bakteri akan
menghasilkan buangan berupa asam organik dan
sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada alkohol (Citawaty 2011). Perubahan C-organik
serasah daun bambu cukup tinggi yaitu disebabkan oleh aktivitas mikroorganismeyang
mencapai 35,82 dan 38,27 (Tabel 2). Bahan baku terdapat dalam kompos. Mikroorganisme ini
dengan rasio C/N tinggi akan sulit untuk akan mengkonsumsi bahan organik dari kompos
terdekomposisi sehingga dibutuhkan bahan dan sebagai sumber energi dalam penyusunan sel
aktivator yang dapat menurunkan rasio C/N. dengan melepaskan CO2 dan H2O (Wahyono
Cepat lambatnya penguraian dipengaruhi oleh 2003).
senyawa yang terkandung dalam bahan organik
tersebut. Kandungan unsur C dan Ndalam bahan Tanaman dapat menyerap unsur hara
melalui akar atau melalui daun. Unsur C dan
Odiambil tanaman dari udara sebagai
CO2melalui stomata daun dalam proses
fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah
(H2O) oleh akar tanaman. Dalam jumlah sedikit
air juga diserap tanaman melalui daun.
Penelitian dengan unsur radioaktif menunjukkan
bahwa hanya unsur H dari air yang digunakan
tanaman, sedang oksigen dalam air tersebut
dibebaskan sebagai gas (Yuwono 2005).

Tabel 2. Kandungan unsur hara makro pada serasah daun bamboo

Sampel N-total P2O5 K2O Unsur hara makro rasio C/N
1,02% 0,75% 0,88% C –Organik Bahan Organik 38,27
Atroviolacea 1,40% 0,73% 0,93% 35,82
Apus 39,04% 67,31%

36,15% 62,33%

BAROROH et al. - Unsur hara makro kompos serasah daun bambu dan blotong

Karbon dipertukarkan antar tanah dan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi,
atmosfer melalui proses fotosintesis dan bakteri dan aktinomisetes (Atmojo 2003).
dekomposisi. Tanaman menyerap CO2 dan
menahan karbon pada saat yang bersamaan Nitrogen (N-total)
melepaskan oksigen melalui proses fotosintesis. Nitrogen merupakan hara makro utama yang
Karbon yang ditahan oleh tanaman, kemudian
dipindahkan ke tanah melalui akar selama sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.
proses penguraian residu tanaman. Selanjutnya, Nitrogen berperan penting dalam merangsang
karbon ditahan di dalam tanah dalam bentuk pertumbuhan vegetatif dari tanaman, membuat
residu tanaman yang secara perlahan menyatu daun tanaman berwarna hijau gelap, selain itu N
ke dalam tanah melalui proses humifikasi dan merupakan penyususn plasma sel dan berperan
penyatuan kedalam agregat tanah yang tidak penting dalam pembentukan protein. Bila
segera diemisikan kembali. Dengan demikian, tanaman kekurangan unsur hara N
ada suatu siklus dinamis dalam penyerapan, menunjukkan gejala pada tanaman seperti
pengendapan dan transformasi karbon antara pertumbuhan yang kerdil, pertumbuhan akar
udara dan tanah melalui tanaman (Herman terhambat dan daun menjadi warna kuning
2014). pucat (Bachtiar2006).

Bahan organik Unsur hara N dimulai dari fiksasi N2-
Peran bahan organik terhadap ketersediaan atmosfir secara fisik/kimiawi yang menyuplai
tanah bersama prepitasi (hujan), dan oleh
hara dalam tanah tidak terlepas dari proses mikrobia baik secara simbiotik maupun
mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat
proses perombakan bahan organik. Dalam proses tanaman inangnya menyuplai setelah mati. Sel-
mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara sel mati ini bersama dengan sisa-sisa
tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, tanaman/hewan akan menjadi bahan organik
serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan yang siap didekomposisikan dan melalui
relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara serangkaian proses mineralisasi (aminisasi,
yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan amonifikasi dan nirifikasi) akan melepaskan N-
dapat digunakan tanaman (Fauzi 2008). mineral (NH4+ dan NO3-) yang kemudian
diimmobilisasikan oleh tanaman atau mikrobia.
Bahan organik merupakan sumber energi Gas amoniak hasil proses aminisasi apabila tidak
bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan segera mengalami amonifikasi akan segera
bahan organik dalam tanah akan menyebabkan tervolatilisasi (menguap) keudara, begitu pula
aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah dengan gas N2 atmosfir. Nitrogen diserap oleh
meningkat, terutama yang berkaitan dengan tanaman dalam bentuk NO3- atau NH4+ dari
aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan tanah (Hapsari2013).
organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan

Tabel 3. Kandungan unsur hara makro pupuk kompos

Perlakuan C-Org (%) BO (%) N-total (%) P2O5 (%) K2O (%) Rasio C/N Kadar air (%)

I 17,74 30,59 2,50 1,74 0,61 7,09 26,22
1,95 1,88 10,18 24,44
II 27,79 47,91 2,73 1,73 1,10 7,86 23,95
1,70 0,93 8,28 27,39
III 20,91 36,06 2,66 1,92 1,49 10,07 25,95
1,56 1,12 15,02 23,23
IV 17,88 30,84 2,16 0,54 0,90 15,00 -

V 26,78 46,17 2,66

VI 36,49 62,91 2,43

VII 19,00 - 1,24

Keterangan:

I = (1 kg blotong: 1 kg kotoran sapi) IV = (1 kg blotong: 50 ml EM4)
V = (0,5 kg blotong: 0,5 kg serasah: 50 ml EM4)
II = (0,5 kg blotong: 0,5 kg serasah: 1 kg kotoran sapi) VI = (1 kg serasah: 50 ml EM4)
VII = (2 kg Produk Paten)
III = (1 kg serasah: 1 kg kotoran sapi)

Bioteknologi 12 (2): 29-33, November 2015

Fosfor (P) yang dipakai sebagai sumber energi mikroba
Fosfor termasuk unsur hara makro yang untuk menguraikan atau mendekomposisi
material organik. Rasio C/N yang terkandung di
sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. dalam kompos menggambarkan tingkat
Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk kematangan dari kompos tersebut, semakin
ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang tinggi rasio C/N berarti kompos belum terurai
terdapat dalam larutan tanah. Disamping ion dengan sempurna atau dengan kata lain belum
tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam matang (Surtinah 2013).
bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat.
Fosfor yang terkandung dalam pupuk organik Kadar air
berperan bagi tanaman dalam proses respirasi Menurut Widarti et al. (2015), Kelembaban
dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat,
pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah. memegang peranan yang sangat penting dalam
Selain itu, fosfor juga mampu merangsang proses metabolisme mikroba dan secara tidak
perkembangan akar sehingga tanaman tahan langsung berpengaruh pada suplai oksigen. jika
terhadap kekeringan dan mempercepat masa kelembaban terlalu rendah, efisiensi degradasi
panen (Elfiati2005). akan menurun karena kurangnya air untuk
melarutkan bahan organik yang akan
Kalium (K) didegradasi oleh mikroorganisma sebagai
Kalium adalah unsur hara makro yang sumber energinya.

banyak dibutuhkan oleh tanaman, dan diserap Parameter lingkungan
tanaman dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong Suhu pengomposan
unsur yang mobile dalam tanaman baik dalam
sel, jaringan maupun xylem dan floem. Kalium Menurut Widawati (2005), mikroba yang
banyak terdapat dalam sitoplasma. Peran kalium bekerja pada suhu 10-45°C yaitu mikroba
dalam mengatur turgor sel berkaitan dengan mesofilik. Mikroba ini bertugas memperkecil
konsentrasi kalium dalam vakuola. Kalium ukuran partikel bahan organik sehingga luas
dalam sitoplasma dan kloroplas diperlukan permukaan bahan menjadi kecil dan
untuk menetralkan larutan sehingga mempunyai mempercepat proses pengomposan. Suhu
pH 7-8 (Rahman 2008). Selain itu, kalium penting puncak dalam pengomposan yaitu 45-60°C
untuk pertumbuhan tanaman karena merupakan dengan mikroba termofilik yang berkembang
aktivator enzim (Uchida 2000). Penyediaan K pesat dalam tumpukan bahan kompos. Mikroba
dari tanah sangat bervariasi tergantung sifat-sifat ini bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan
tanah antara lain bahan induk tanah, kadar dan protein sehingga bahan baku kompos dapat
jenis liat, kadar bahan organik, drainase dan terdegradasi dengan cepat dan suhu dapat
kapasitas tukar kation (KTK). Kadar K dalam mencapai puncak.
tanah berkisar antara 0,5-2,5% dan sekitar 90-98%
dari K tersebut berada dalam bentuk tidak Kelembaban Kompos
tersedia, 1-10% dalam bentuk lambat tersedia Menurut Widarti et al. (2015), penurunan
dan 1-2% dalam bentuk mudah tersedia. Bentuk
K mudah tersedia adalah K dalam larutan tanah kelembaban disebabkan karena aktivitas
dan K yang diadsorbsi koloid tanah. BentukK mikroorganisme yang menggunakan air untuk
yang lambat tersedia adalah dalam bentuk mineral proses kelangsungan hidupnya guna melakukan
tanah (Sofyan et al.2011). proses dekomposisi. Kelembaban 40–60% adalah
kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.

Rasio C/N pH Kompos
Selama proses pengomposan terjadi Menurut penelitian Maradhy (2009), pH

pelapukan bahan organik, CO2 banyak di optimum untuk proses pengomposan berkisar
bebaskan, sedangkan N tidak, sehingga rasio antara 6,5 sampai 7,5. Selama tahap awal proses
C/N menjadi turun. Proses ini berlangsung terus dekomposisi, akan terbentuk asam–asam
sehingga terbentuk humus. Proses penguraian organik. Kondisi asam akan mendorong
bahan organik sehingga terbentuk humus pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi
disebut humifikasi. Penurunan nilai rasio C/N lignin dan selulosa yang terkandung di dalam
pada masing-masing kompos ini disebabkan serasah yang akan menjadi pupuk kompos.
karena terjadinya penurunan jumlah karbon

BAROROH et al. - Unsur hara makro kompos serasah daun bambu dan blotong

Warna pupuk kompos Gaur AC., 1986. A Manual of rural Composting. FAO/UNDP
Perubahan warna kompos dari coklat Regional Project Divition of Microbiology. Agriculture
Institute. New Delhi. Indian.
menjadi coklat kehitaman menunjukkan adanya
bakteri dan jamur yang melakukan aktivitas Hapsari AY. 2013. Kualitas dan Kuantitas Kandungan Pupuk
dekomposisi, sehingga mampu mengubah warna Organik Limbah Serasah dengan Inokulum Kotoran Sapi
kompos. Perubahan warna tersebut disebabkan Secara Semianaerob. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
oleh hilangnya nitrogen yang diakibatkan karena Surakarta, Surakarta.
proses dekomposisi yang terjadi di dalam
pengomposan. Panas yang dihasilkan mampu Herman HS. 2014. Peranan penting pengelolaan penyerapan
memecah ikatan lignin sehingga nitrogen karbon dalam tanah. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan.
menjadi berkurang sehingga warna berubah 1 (2): 175-1924.
menjadi coklat dan pengomposan menuju ke fase
pematangan. Selama proses pengomposan akan Leovici 2012. Pemanfaatan Blotong pada Budidaya Tebu
terjadi penguraian bahan organik oleh aktivitas (Saccharum offinarum) di Lahan Kering. Seminar Umum.
mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
oksigen dan nutrisi dari bahan organik yang
kemudian akan mengalami penguraian dan Maradhy E. 2009. Aplikasi campuran kotoran ternak dan
membebaskan CO2 dan O2 (Gaur 1986). sedimen mangrove sebagai aktivator pada proses
dekomposisi limbah domestik. [Tesis]. Pascasarjana
KESIMPULAN Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kandungan unsur hara makro pada pupuk Mey D. 2013. Uji Efektivitas Mikroorganisme terhadap laju
kompos yang dihasilkan dari serasah daun dekomposisi limbah Jambu mete sebagai pupuk organik
bambu dan blotong secara umum memenuhi di Sulawesi Tenggara. Jurnal Agriplus 23 (2): 85-91.
standar yang telah ditentukan oleh SNI 19-7030-
2004 berupa C-organik, Bahan organik, N-total, Muhsin A. 2011. Pemanfaatan limbah hasil pengolahan pabrik
P2O5, K2O, rasio C/N dan kadar air. Perlakuan tebu blotong menjadi pupuk organik. Journal Industrial
yang menghasilkan kandungan unsur hara Engineering Conference 1 (1): 1-9.
makro pupuk kompos paling baik dan
memenuhi standar mutu yaitu pada perlakuan II Purwaningsih E. 2011. Pengaruh pemberian kompos blotong,
( 0,5 kg serasah daun bambu: 0,5 kg blotong: 1 kg legin, dan mikoriza terhadap serapan hara N dan P
kotoran sapi ) tanaman kacang tanah. Widya Warta No 02 Tahun XXXV.

DAFTAR PUSTAKA Rahman AK. 2008. Analisis Kadar Unsur Hara Kalium (K) dari
Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau Secara
Aminah S, Soedarsono GB, Satro Y. 2006. Teknologi Spektrofotometer Serapan Atom. [Skripsi]. Fakultas MIPA
Pengomposan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. USU, Medan.
Jakarta.
SNI 19-7030-2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik
Atmojo SW. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap domestik.
Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Sebelas
Maret University Press. Surakarta. Sofyan A, Nurjaya, Kasno A. 2011. Status hara tanah sawah
untuk rekomendasi pemupukan. Tanah Sawah dan
Bachtiar E. 2006. Ilmu Tanah Medan. Fakultas Pertanian USU Pengelolaannya. Balai Penelitian Tanah. Bogor
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2010. Pupuk NPK Padat.
Surtinah 2013. Pengujian kandungan unsur hara dalam
SNI 2803-2010. kompos yang berasal dari serasah tanaman jagung manis
Citawaty A. 2011. Pengomposan Limbah Isi Rumen Sapi (Zea mays saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian 11 (1): 16-25.

dengan Penambahan Sekam Alas pada Variasi yang Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik
Berbeda. Skripsi. Teknik Lingkungan UNDIP, Semarang. Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit
Elfiati D. 2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat terhadap Kanisius. Yogyakarta.
Pertumbuhan Tanaman. 2005. E-USU Repository.
Universitas Sumatera Utara. Medan Sutoyo. 2003. Daun Bambu pun Pindah ke Sawah. Salam 3: 13-
Fauzi A. 2009. Analisa kadar Unsur Hara Karbon Organik dan 15.
Nitrogen di dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit.
Bengkalis Riau. Universitas Sumatera Utara. Medan Uchida R. 2000. Essential Nutrients for Plant Growth: Nutrient
Functions and Deficiency Symptomp. Dalam Silva, J.A.,
Uchida R (ed). Plant Nutrient Manajemen in Hawaii’s
Soils., Approach for Tropical and Subtropical Agriculture.
College of Tropical Agruculture and Human Resources.
University of Hawaii. Manoa.

Wahyono S, Sahwan FL, Suryanto, F. 2003. Mengolah Sampah
Menjadi Kompos. Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Jakarta

Widarti BN, Wardah KW, Edhi S. 2015. Pengaruh rasio C/N
bahan baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit
pisang. Jurnal Integrasi Proses 5 (2): 75-80.

Widawati S. 2005. Daya pacu aktivator fungi asal Kebun
Biologi Wamena terhadap kematangan hara kompos, serta
jumlah mikroba pelarut fosfat dan penambat nitrogen.
Biodiversitas 6 (4): 240-243.

Yelianti U, Kasli, Kasim, M, Husin EF. Kualitas pupuk organik
hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan
dekomposernya. 2009. Jurnal Akta Agrosia 12 (1): 1-7.

Yuwono D. 2005. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

PENGARUH PENGGUNAAN BIOAKTIVATOR EM4 DAN
PENAMBAHAN TEPUNG IKANTERHADAP SPESIFIKASI PUPUK

ORGANIK CAIR RUMPUT LAUT Gracilaria sp.

The Utilization of EM4 Bioactivator and Fish Flour to the Specifications of Liquid Organic Gracilaria sp.
Seaweed Fertilizer

Irma Sundari, Widodo Farid Maruf*), Eko Nurcahya Dewi

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedarto,SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah - 50275, Telp/fax: +6224 7474698

Email : [email protected]

ABSTRAK

Setiap tahun ribuan hektar lahan yang subur berkurang akibat penggunaan pupuk kimia, namun pada era
sekarang ini, penggunaan pupuk organik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya pertanian anorganik.
Salah satu kekayaan alam yang dapat diolah menjadi pupuk organik adalah Gracilaria sp. karena mengandung
unsur makro dan mikro mineral serta zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman. Penggunaan
bioaktivator EM4 selama fermentasi dapat mempersingkat waktu dekomposisi bahan organik menjadi unsur
yang dibutuhkan oleh tanaman, selain itu limbah industri perikanan yang diolah menjadi tepung ikan juga
berpotensi sebagai pupuk organik karena mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kualitas pupuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bioaktivator
EM4 dan penambahan tepung ikan terhadap kandungan C-organik, nitrogen, fosfor, dan kalium, pH dan
kandungan bakteri patogen dalam pupuk organik cair. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 taraf perlakuan yaitu kontrol (A), penambahan EM4 (B), dan
penambahan EM4+tepung ikan (C) masing-masing tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan EM4 dan tepung ikan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar C-organik
(A=12,480%; B=8,660%; C=14,760%), kadar nitrogen (A=0,350%; B=1,530%; C=4,660%), kadar fosfor
(A=0,340%; B=0,360%; C=0,490%), kadar kalium (A=0,575%; B=0,694%; C=0,405%), pH (A=5,5; B=5,1;
C=7,2) dan kandungan bakteri patogen E. coli dan Salmonella pada semua perlakuan adalah negatif.

Kata Kunci: EM4; tepung ikan; pupuk organik cair; Gracilaria sp.

ABSTRACT

Thousand hectares of fertile soil are decreasing due to the use of chemical fertilizer every year, but the
use of organic fertilizers is increasing in line with development of inorganic agriculture. Gracilaria sp. is one of
natural assets that can be processed into organic fertilizers because it contains macro and micro mineral
elements and growth regulator which are necessary for plants. EM4 bio activator usage can shorten
decomposition time of organic substances into necessary substances for the plants. Furthermore, the waste of
fishery industry processed into fish flour can be potential organic fertilizer because it contains high nitrogen and
phosphorus so that it can increase fertilizer qualities. This research aims to know the effect of EM4 bioactivator
usage and fish flour addition towards C-organic, nitrogen, phosphorus, potassium, pH, and pathogen bacteria
contents in liquid organic fertilizer. In this research, the writer uses Completely Randomized Design (CRD) with
three levels of treatments which are controlling (A), adding EM4 (B), and adding EM4 and fish flour (C) in three
experiments repeatedly. The results of this research showed that EM4 and fish flour additions giving significant
effects (P<0,05) towards the contents of C-organic (A = 12.480%; B = 8.660%; C = 14.760%), the contents of
nitrogen (A = 0.350%; B = 1.530%; C = 4.660%), the contents of phosphorus (A= 0.340%; B = 0.360%; C =
0.490%), the contents of potassium (A = 0.575%; B = 0.694%; C = 0.405%), the contents of pH (A= 5.5; B =
5.1; C = 7.2), and the contents of E. coli and Salmonella pathogen bacteria were negative.

Keywords: EM4; fish flour; liquid organic fertilizer; Gracilaria sp.

*) Penulis Penanggungjawab

1. PENDAHULUAN
Setiap tahun ribuan hektar lahan yang subur berkurang akibat penggunaan pupuk kimia. Tidak heran bila

kesehatan dan daya tahan tubuh manusia terus merosot, namun karena adanya kesadaran masyarakat akan
produk yang sehat (healty food), terutama yang bebas residu bahan-bahan kimia berbahaya maka penggunaan

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

pupuk organik semakin meningkat. Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan
atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung
nitrogen (N) yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2002). Pupuk organik dapat berbentuk padat
maupun cair. Dibandingkan dengan pupuk organik dalam bentuk padat, pupuk organik cair memiliki keunggulan
yaitu lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada tumbuhan. Pupuk organik cair bisa berfungsi sebagai
perangsang tumbuh. Daun dan batang bisa menyerap secara langsung pupuk yang diberikan melalui stomata atau
pori-pori yang ada pada permukaannya sehingga dapat merangsang pertumbuhan.

Salah satu kekayaan alam yang dapat diolah menjadi pupuk organik cair adalah rumput laut Gracilaria
sp., rumput laut ini merupakan salah satu jenis alga merah yang biasanya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan agar, namun tidak semua hasil panen Gracilaria sp. memenuhi kriteria kelayakan sebagai bahan baku
pembuatan bahan makanan, sehingga besar kemungkinan peluang untuk dijadikan sebagai bahan baku produk
non konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Pupuk organik cair dari rumput laut dapat diproduksi dengan teknologi fermentasi (pengomposan)
menggunakan bioaktivator/agen dekomposer yang memiliki tujuan untuk mempercepat pembentukan pupuk cair.
Salah satu bioaktivator yang sering digunakan adalah Effective Microorganism 4 (EM4). Menurut Rahayu dan
Nurhayati (2005), penggunaan mikrobia terpilih EM4 dapat mempercepat dekomposisi bahan organik dari 3
bulan menjadi 7 – 14 hari. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri
asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinomycetes sp., Streptomycetes
sp. dan ragi (Yeast).

Penambahan tepung ikan rucah selain sebagai pemanfaatan limbah ikan juga bertujuan untuk
meningkatkan kandungan unsur hara dalam pupuk melalui proses dekomposisi oleh mikroorganisme. Selama
proses dekomposisi, mikroorganisme membutuhkan karbon (C) sebagai sumber energi serta nitrogen (N) untuk
mensintesis protein bagi pertumbuhan mikroorganisme itu sendiri yang selanjutnya akan dilepas kembali sebagai
salah satu komponen yang terkandung dalam organik cair yang berasal dari rumput laut. Spesifikasi pupuk
organik cair rumput laut dapat dilihat dari beberapa parameter diantaranya kadar C-Organik (C), nitrogen (N),
fosfor (P), kalium (K), nilai pH dan kandungan bakteri patogen dalam pupuk organik cair.

2. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Gracilaria sp., EM4 dan tepung ikan.

Pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Prosesing, Prodi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

Proses pembuatan pupuk organik cair rumput laut Gracilaria sp. tersaji pada Gambar 1.

Rumput laut Gracilaria sp. segar

Dicuci dengan menggunakan air

Pengecilan ukuran Gracilaria sp.

Tanpa perlakuan (Kontrol), yaitu: Perlakuan dengan EM4, yaitu: Perlakuan dengan EM4 dan tepung ikan 25%,
penambahan aquades 1250 ml penambahan larutan gula 25 ml dan yaitu: penambahan larutan gula 25 ml, aquades

aquades 1250 ml 1250 ml dan 125 gr

Pengoposan/fermentasi 14 hari

Dijadikan bubur kemudian disaring dengan kertas saring

Disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit pada suhu 4oC

Supernatant rumput laut (Pupuk organik rumput laut Gracilaria sp. cair)

Dilakukan Pengujian :
Parameter Utama : Uji C, N, P, dan K
Parameter Pendukung : Uji pH dan Identifikasi E. coli dan Salmonella

Gambar 1. Proses Pembuatan Pupuk Organik Cair Rumput Laut Gracilaria sp.

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kadar C-Organik

Hasil pengujian kadar C-organik pada pupuk organik cair Gracilaria sp. pada tiga perlakuan yaitu kontrol
(A), EM4 (B), EM4 dan tepung ikan (C) setelah difermentasi tersaji pada Gambar 2.

C-Organik (%) 20 8,660 14,760
15
10 12,480 B C

5
0

A

Gambar 2. Kadar C-Organik Pupuk Organik Cair pada Berbagai Perlakuan

Gambar 2. menunjukkan bahwa kadar C-organik yang paling rendah terdapat pada pupuk organik cair
dengan perlakuan B yaitu 8,660%. Kadar C-organik yang paling rendah terdapat pada pupuk organik cair dengan
perlakuan B yaitu 8,660%. Rendahnya kadar C-organik tersebut dikarenakan adanya penggunaan EM4 yang
merupakan sumber mikroorganisme dekomposer diantaranya Actinomycetes, Yeast dan bakteri asam laktat yang
dapat memecah senyawa organik seperti karbohidrat dan protein selama proses fermentasi menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme tersebut menggunakan
karbon sebagai sumber energi dalam mendekomposisikan bahan organik selama proses fermentasi. Menurut
Yulipriyanto (2010), selama proses fermentasi atau pengomposan, bahan-bahan organik mengalami dekomposisi
yang hebat oleh mikroorganisme heterotropik yaitu bakteri, fungi, aktinomisetes dan protozoa dimana karbon
tersebut merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dan dapat dilihat dari reaksi berikut :

Mikroba Aerob

Bahan Organik + O2 −−−−−−−−−−→ H2O + CO2 + Hara + Humus + E
Selanjutnya diikuti dengan proses anaerob yang berlangsung secara bertahap. Tahap pertama, beberapa
jenis bakteri fakultatif akan menguraikan bahan organik menjadi asam lemak. Kemudian diikuti tahap kedua,
dimana kelompok mikroba lain akan mengubah asam lemak menjadi amoniak, metan, karbondioksida dan
hidrogen. Panas yang dihasilkan dalam proses anaerob lebih rendah dibanding aerob. Berikut merupakan reaksi
yang terjadi dalam kondisi anaerob. Dengan reasi sebagai berikut :

Mikroba Ana erob

Bahan Organik −−−−−−−−−−−−→ CH4 + Hara + Humus
Kadar C-organik yang paling tinggi terdapat pada pupuk organik cair dengan perlakuan C yaitu 14,760%.
Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan bahan nutrisi yang kaya akan kandungan asam amino yang berasal
dari tepung ikan sehingga kandungan C-organik dalam pupuk organik cair mengalami peningkatan.
Jika dibandingkan dengan pupuk organik lain yang berasal dari sampah organik (sisa sayuran) yang
memiliki kadar C-organik 9,8% (Sundari et.al., 2012), pupuk organik cair rumput laut Gracilaria sp. dengan
penambahan tepung ikan memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi dengan kadar nitrogen yang tinggi pula
sehingga dapat dikatakan pupuk organik cair rumput laut Gracilaria sp. cair ini memiliki kualitas yang lebih
baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Persyaratan Teknis
Minimal Pupuk Organik Cair dengan standar mutu C-organik minimal 6%, maka kandungan karbon yang
terdapat pada semua perlakuan dalam penelitian ini memenuhi standar.
3.2. Kadar Nitrogen
Hasil pengujian kadar nitrogen pada pupuk organik cair Gracilaria sp. pada tiga perlakuan yaitu kontrol
(A), EM4 (B), EM4 dan tepung ikan (C) setelah difermentasi tersaji pada Gambar 3.

Nitrogen (%) 6 1.530 4.660
4
B C
2

0
0.350

A

Gambar 3. Kadar Nitrogen Pupuk Organik Cair pada Berbagai Perlakuan

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

Gambar 3. menunjukkan bahwa kadar nitrogen pada perlakuan B dan C mengalami peningkatan. Hal
tersebut diduga karena penggunaan bioaktivator EM4 dan penambahan tepung ikan. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa kadar nitrogen tertinggi terdapat pada pupuk organik cair dengan perlakuan C yaitu sebesar
4,660%. Peningkatan kadar nitrogen diduga diakibatkan karena perombakan bahan organik oleh bakteri
nitrifikasi yang merubah ammonia menjadi nitrat pada akhir proses fermentasi. Selain itu mikroorganisme juga
menyumbang sejumlah protein sel tunggal yang diperoleh pada saat proses fermentasi, setelah selesai proses
pembusukan, nitrogen akan dilepaskan kembali sebagai salah satu komponen yang terkandung dalam pupuk. Hal
ini diperkuat oleh Sutedjo (2002) yang menyatakan bahwa berbagai jenis unsur hara terutama N sebagai hasil
uraian akan terikat dalam tubuh jasad renik dan kelak akan kembali setelah jasad-jasad renik mati. Berikut ini
merupakan reaksi pembentukan nitrogen menurut Novizan (2005) :

Reaksi Aminisasi

Bahan Organik (Protein) −−−−−−−−−−−−→ Asam Amino

Reaksi Amonifikasi

Asam Amino −−−−−−−−−−−−−−→ Ammonia (NH3) dan Ammonium (NH4+)

Reaksi Nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrcoccus

Amonia−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−−→ Nitrat

Nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan vegetatif dan pembentukan
protein, apabila tanaman kekurangan nitrogen maka akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun menjadi
kuning dan gugur, serta pertumbuhan akar terbatas. Kandungan nitrogen yang terdapat dalam pupuk organik cair
dengan perlakuan EM4 + tepung ikan sudah memenuhi standar dalam Peraturan Menteri Pertanian
No.70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair yaitu 3-6%.
3.3. Kadar Fosfor

Hasil pengujian kadar fosfor pada pupuk organik cair Gracilaria sp. pada tiga perlakuan yaitu kontrol (A),
EM4 (B), EM4 dan tepung ikan (C) setelah difermentasi tersaji pada Gambar 4.

0,600

Fosfor (%) 0,400 0,490
0,200
0,340 0,360

0,000

ABC

Gambar 4. Kadar Fosfor Pupuk Organik Cair pada Berbagai Perlakuan

Gambar 4. menunjukkan bahwa pupuk organik cair yang terdapat pada perlakuan A dan B lebih rendah
serta tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diduga karena rendahnya kadar fosfor pada bahan baku rumput
laut Gracilaria sp yang digunakan yaitu 0,210%. Meskipun proses fermentasi sudah berjalan secara optimal
karena adanya penambahan boaktivator EM4, namun karena kandungan fosfor yang terdapat pada rumput laut
relatif rendah maka hasil yang diperoleh tidak menunjukkan perberbedaan yang nyata. Menurut Alamsjah
(2011), kadar fosfor dari sisa hasil panen Gracilaria sp. yang telah difermentasi dengan menggunakan fermentor
berupa bakteri proteolitik hanya mengalami peningkatan yaitu dari 0,02% menjadi 0,06%. Hal ini juga diperkuat
oleh Yustin et. al. (2005), yang menyatakan bahwa kadar fosfor pupuk yang berasal dari limbah cair pengolahan
rumput laut sangat kecil jika dibandingkan dengan pupuk yang beredar di pasaran.

Kadar fosfor tertinggi terdapat pada pupuk organik cair dengan perlakuan C yaitu 0,490%. Hal tersebut
dikarenakan adanya penambahan tepung ikan dimana tepung ikan tersebut dibuat dari ikan rucah yang kaya akan
kandungan protein sehingga dapat digunakan sebagai sumber fosfor dan disertai dengan adanya dekomposisi
senyawa protein oleh mikroorganisme proteolitik sehingga kandungan fosfor pada perlakuan penambahan
tepung ikan ini mengalami peningkatan. Menurut Moeljanto (1982), tepung ikan juga merupakan sumber
kalsium (Ca) dan fosfor (P).

Tanaman menggunakan fosfor untuk mempercepat pertumbuhan akar, mempercepat terbentuknya bunga
dan mempercepat pemasakan buah serta meningkatkan produksi biji-bijian. Berdasarkan data diatas diketahui
bahwa kandungan fosfor pada semua perlakuan pupuk organik cair belum memenuhi standar Peraturan Menteri
Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 yaitu 3-6%, namun demikian kadar fosfor yang terdapat pada
perlakuan EM4+tepung ikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar fosfor yang terdapat dalam pupuk cair
yang diolah dari kotoran kambing yaitu 0,13% (Pancapalaga et.al., 2011).

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

3.4. Kadar Kalium
Kalium dibutuhkan oleh tanaman untuk mengatur mekanisme fotosintesis, sintesa protein, serta

pembukaan stomata dan pasokan karbondioksida. apabila terjadi kekurangan kalium pada tanaman maka dapat
menyebabkan ruas-ruas daun memendek, pinggiran daun berwarna coklat dan tanaman tidak bisa meninggi.

Hasil pengujian kadar kalium pada pupuk organik cair Gracilaria sp. pada tiga perlakuan yaitu kontrol
(A), EM4 (B), EM4 dan tepung ikan (C) setelah difermentasi tersaji pada Gambar 5.

Kalium (%) 0,800 0,575 0,694 0,405
0,600
0,400 A B C
0,200
0,000

Gambar 5. Kadar Kalium Pupuk Organik Cair pada Berbagai Perlakuan

Data pada Gambar 5. menunjukkan kadar kalium tertinggi terdapat pada pupuk organik cair dengan
perlakuan B yaitu sebasar 0,694%. Peningkatan kadar kalium pada perlakuan B dikarenakan adanya proses
dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme dekomposer yang berasal dari EM4. Hal ini diperkuat oleh
Novizan (2012), terjadi peningkatan beberapa jenis unsur hara oleh jasad renik terutama nitrogen, fosfor, dan
kalium. Unsur hara tersebut dapat kembali melalui pelapukan sisa makhluk hidup bila mikroorganisme tersebut
mati.

Rendahnya kadar kalium pada pupuk organik cair dengan perlakuan C yaitu 0,405%. Hal ini diduga
kemungkinan terjadinya pengendapan sehingga sebagian besar unsur kalium dalam pupuk tidak terdeteksi saat
pengujian. Selain itu tepung ikan memiliki kandungan kalium yang rendah sehingga dapat mempengaruhi kadar
kalium pada pupuk organik cair. Hal ini diperkuat oleh Hadisuwito (2012), limbah perikanan dapat dijadikan
bahan dasar pupuk organik cair. Kelemahan pupuk organik cair dari limbah perikanan adalah rendahnya
kandungan unsur hara K (kalium). Meski demikian kadar kalium yang terdapat pada pupuk organik cair rumput
laut Gracilaria sp. pada semua perlakuan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pupuk organik yang berasal
dari kotoran ternak yaitu 0,17% (Pancapalaga, 2011).
3.5. Nilai Derajat Keasaman

Hasil pengujian pH pada pupuk organik cair Gracilaria sp. pada tiga perlakuan yaitu kontrol (A), EM4
(B), EM4 dan tepung ikan (C) setelah difermentasi tersaji pada Gambar 6.

Nilai pH (%) 8

6 7,2

4 5,5 5,1

2

0

ABC

Gambar 6. Nilai pH Pupuk Organik Cair pada Berbagai Perlakuan

Gambar 6. menunjukkan bahwa pupuk organik cair dengan perlakuan B yang diolah dengan
menggunakan bioaktivator EM4 mengalami penurunan pH. Hal ini diduga adanya pengaruh dari bioaktivator
EM4 itu sendiri yang bersifat asam dan adanya aktivitas sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam proses
fermentasi untuk mengubah bahan organik menjadi asam organik. Menurut Dwicaksono (2013), penurunan nilai
pH pada pupuk organik cair yang dihasilkan ini disebabkan oleh C-organik yang terurai di dalamnya menjadi
asam-asam organik. Penguraian bahan organik karena adanya aktivitas bakteri seperti bakteri asam laktat, yang
menghasilkan asam organik seperti asam laktat, asam asetat. Asam-asam organik ini berasal dari penguraian
karbohidrat, protein dan lemak.

Nilai pH pada pupuk organik dengan perlakuan C yang diolah menggunakan bioaktivator EM4 + tepung
ikan mengalami penaikan nilai pH menjadi netral yaitu dengan nilai pH 7,2. Perubahan pH menjadi netral
disebabkan karena adanya reaksi asam basa yang terbentuk antara bioaktivator EM4 yang bersifat asam dan

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

tepung ikan yang bersifat basa apabila megalami pembusukan selama proses fermentasi dengan reaksi sebagai
berikut:

H+ + OH− −−−−−−−−−−−→ H2O
Pengaruh terhadap pH pada pupuk sangat penting gunanya untuk menentukan penyerapan ion-ion unsur hara
oleh tanaman. Umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut
sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air. Apabila pupuk diaplikasikan dan menyebabkan tanah
menjadi asam maka akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang dapat meracuni tanaman dan mengikat
fosfor sehingga tidak dapat diserap tanaman, sedangkan dalam kondisi basa akan banyak ditemukan unsur Na
(Natrium) dan Mo (Molibdenum) yang dapat meracuni tanaman. Kondisi pH juga menentukan perkembangan
mikroorganisme, pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik.
3.6. Identifikasi Kandungan bakteri patogen

Hasil identifikasi kandungan bakteri yang dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Semarang
menunjukkan bahwa semua pupuk organik cair dari tiap perlakuan menunjukkan hasil yang negatif untuk bakteri
patogen E. Coli dan Salmonella, sehingga kehidupan bakteri yang menguntungkan selama proses fermentasi
tidak terganggu oleh keberadaan bakteri patogen. Selain menghambat aktivitas bakteri dekomposer, keberadaan
bakteri patogen dalam pupuk cair juga sangat berbahaya apabila pupuk diaplikasikan pada tanaman dan bakteri
terbawa oleh tanaman hingga terkonsumsi manusia. Adanya kontaminasi bakteri patogen khusunya E.coli dan
Salmonella dalam tubuh manusia dapat menyebabkan diare yang ditandai dengan gejala nyeri perut, kembungm
mual, muntah yang dapat disertai dengan demam dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Hal ini diperkuat
oleh Djojoningrat (2006), yang menyatakan bahwa bakteri patogen seperti E. coli dan Salmonella dapat
menyebabkan diare yang terjadi tanpa adanya kerusakan mukosa usus (noninflamatorik) umumnya disebabkan
oleh toksin bakteri (terutama Enteropathogenic E. coli / EPEC dan Salmonella Enteritidis). Gejala klinis diare
yang disebabkan oleh kedua bakteri ini adalah konsistensi feses sangat cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama
daerah umbilikus (karena kelainan terutama di daerah usus halus), kembung, mual, muntah dan demam ringan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggunaan bioaktivator EM4 dan penambahan tepung ikan pada pupuk organik cair dapat meningkatkan

kandungan unsur hara makro. Meski tidak semua hasil memenuhi standar, namun kualitas yang dihasilkan
lebih baik jika dibandingkan dengan pupuk organik yang berasal dari bahan lain, seperti kotoran hewan dan
sampah sayuran.
2. Rumput laut Gracilaria sp. berpotensi apabila dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik cair,
karena mengadung unsur hara makro (C,N,P,K) dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan bahan lain yang dapat meningkatkan

unsur hara dalam pupuk organik cair rumput laut.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh fermentasi dengan bioaktivator pada rumput laut

Gracilaria sp. dengan metode yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsjah, Moch Amin. Rani Frisca Christiana dan Sri Subekti. 2011. Pengaruh Fermentasi Limbah Rumput
Laut Gracilaria sp. dengan Bacillus subtilis terhadap Populasi Plankton Chlorophyceae. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. Vol. 3 No. 2.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2332.1-2006. Cara Uji Mikrobiologi Bagian 1 : Penentuan Coliform
dan Escherichia coli pada Produk Perikanan. Jakarta.
. SNI 01-2332.2-2006. Cara Uji Mikrobiologi Bagian Cara uji mikrobiologi
Bagian 2 : Penentuan Salmonella pada produk perikanan. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:
70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik. Jakarta.

Djojoningrat Dharmika. 2006. Dispepsia Fungsional, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (A. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Eds.) (IV, Jilid.). Pusat Penerbitan IPD FK UI. Jakarta.

Dwicaksono, Marsetyo Ramadhany Bagus. Bambang Suharto dan Liliya Dewi Susanawati. 2013. Pengaruh
Penambahan Effective Microorganisms pada Limbah Cair Industri Perikanan Terhadap Kualitas Pupuk
Cair Organik. Jurnal Sumberdaya Alam & Lingkungan. Universitas Brawijaya. Malang.

Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. AgroMedia. Jakarta.
Horwitz, William. 2000. Offical Methods of Analysis of AOAC International 17th edition. Agriculture Chemicals,

Contaminants, Drugs. AOAC International. Gaithersburg. Maryland USA

Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan
Volume 3, Nomer 3, Tahun 2014, Halaman 88-94

Online di : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp

Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. Swadaya. Jakarta.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Edisi Revisi. AgroMedia Pustaka
Pancapalaga, Wehandaka. 2011. Pengaruh Rasio Penggunaan Limbah Ternak dan Hijauan terhadap Kualitas

Pupuk Cair. Universitas Muhammadiyah Malang. GAMMA, Vol.7, No.1 : 61-68.
Rahayu, Murni Sari dan Nurhayati. 2005. Penggunaan EM-4 dalam Pengomposan Limbah Teh Padat. Jurnal

Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Vol. 3, No. 2. Medan.
Sundari, Elmi. Ellyta Sari dan Riko Rinaldo. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair Menggunakan Bioakivator

Biosca dan EM4. Universitas Bung Hatta Pekan Baru. ISSN. 1907 - 0500.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisus.Yogyakarta.
Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta
Yulipriyanto, Hieronymus. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Yustin, Dina. Deby Angelina R. Yusafir Hala dan Paulina Taba. 2005. Analisis Potensi Limbah Cair Hasil

Pengolahan Rumput Laut sebagai Pupuk Buatan. Marina Chimica Acta, April 2005, hal. 2-8. Vol.6 No.1.
ISSN 1411-2131. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Aplikasi Pupuk Organik dan Zat PengaturTumbuh dalam Peningkatan
ProduktivitasTanah dan Tanaman

Yeni Pramita1*, Niken Rani Wandansari2, Agus Salim3 dan Andri Laksono4

1 Politeknik Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN) Malang; [email protected]
2 Politeknik Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN) Malang; [email protected]
3 Politeknik Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN) Malang; [email protected]
4 Politeknik Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN) Malang; [email protected]
* Yeni Pramita: [email protected]

Abstract: Agricultural sector is a supplier of national food needs. However, the productivity of
agricultural land in Indonesia is getting lower due to the decline in land quality. To reduce the
decrease in soil fertility as the carrying capacity of agricultural activities, while at the same time
obtaining a sustainable increase in yields, the proper use of organic fertilizers and according to
needs and continuity in the application of organic fertilizers is very necessary. Through simple
composting technology with the addition of decomposers, enrichment with other nutrients is
expected to increase land productivity. In this study the organic fertilizer that used was made
from a mixture of waste and processed sugar factories as the main raw material and goat manure.
The purpose of this study was to determine: 1) the effect of the best interaction between organic
fertilizer and ZPT on the growth and production of mustard greens, and 2) the best dosage of
organic fertilizer and ZPT type on the test plants. This research was carried out on the Soil
Fertilizer and Soil Fertility Laboratory of STPP Malang and Soil Laboratory of Universitas
Brawijaya Malang in May to September 2017. The experiments during the study used a factorial
Randomized Complete Design (RAL) design. The first factor is the dose of organic fertilizer with
3 levels of treatment, namely: 0 tons / ha (P0), 100 grams / pot (≈20 tons / ha) (P1), and 200
grams / pot (≈40 tons / ha) (P2 ) While the second factor is the type of ZPT with 3 levels of
treatment, namely: without administration of ZPT (Z0), administration of ZPT plant extract
(Z1), and administration of ZPT on the market (Z2). The results of this study indicate that
treatment P is significantly different, treatment H ≠ is significantly different and the interaction
between P x H shows significantly different interactions. The influence of the use of organic
fertilizers and ZPT types on soil nutrient content is known that the increase in N elements is
0.2%, P elements are 061.6 ppm and K elements increase by 1.85 me / 100g.
Keywords : soil fertility, organic fertilizer, ZPT hormone.

Abstrak: Sektor pertanian adalah sebagai pemasok kebutuhan pangan nasional. Akan
tetapi produktivitas lahan pertanian di Indonesia semakin tahun semakin rendah
karena terjadinya penurunan kualitas lahan. Untuk mengurangi penurunan kesuburan
tanah sebagai daya dukung kegiatan pertanian, sekaligus memperoleh peningkatan
hasil panen yang berkelanjutan, maka pemanfaatan pupuk organik secara tepat dan
sesuai kebutuhan serta konyiuitas dalam pengaplikasian pupuk organik sangat di
perlukan. Melalui teknologi pengomposan sederhana dengan penambahan
dekomposer, serta pengkayaan dengan hara lain di harapkan dapat meningkatkan
produktivitas lahan. Dalam penelitian ini pupuk organik yang digunakan terbuat dari
campuran limbah blotong pengolahan pabrik gula sebagai bahan baku utama dan
kotoran kambing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh
interaksi antara pupuk organik dan ZPT yang terbaik terhadap pertumbuhan dan
produksi sawi, dan 2) dosis pupuk organik dan jenis ZPT yang terbaik terhadap

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di EraIndustri 4.0

tanaman uji. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Tanah dan
Kesuburan Tanah STPP Malang dan Laboratorium Tanah Universitas Brawijaya
Malang pada bulan Mei hingga September 2017. Percobaan selama kajian
menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor
pertama adalah dosis pupuk organik dengan 3 taraf perlakuan, yaitu: 0 ton/ha (P0),
100 gram/pot (≈20 ton/Ha) (P1), dan 200 gram/pot (≈40 ton/Ha) (P2). Sedangkan
faktor kedua merupakan jenis ZPT dengan 3 taraf perlakuan, yaitu: tanpa pemberian
ZPT (Z0), pemberian ZPT ekstrak tanaman (Z1), dan pemberian ZPT di pasaran
(Z2). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan P berbeda nyata, perlakuan H
≠ berbeda nyata dan interaksi antara P x H menunjukan interaksi berbeda nyata.
Pengaruh penggunaan pupuk organik dan jenis ZPT terhadap kandungan hara tanah
diketahui bahwa peningkatan unsur N sebesar 0,2%, unsur P sebesar 061,6 ppm dan
unsur K mengalami kenaikan sebesar1,85 me/100g.

Kata kunci : kesuburan tanah, pupuk organik, Hormon ZPT.

1. Pendahuluan
Sektor pertanian sejauh ini masih memegang peranan penting di dalam

pembangunan perekonomian nasional. Salah satu peranan sektor pertanian adalah
sebagai pemasok kebutuhan pangan nasional. Akan tetapi produktivitas lahan pertanian
di Indonesia semakin tahun semakin rendah karena terjadinya penurunan kualitas lahan.
Selain berhubungan dengan karakteristik lahan yang terbentuk di wilayah toprika basah
yang relatif rentan terhadap pencucian hara dan erosi, juga disebabkan oleh faktor
manusia yang tidak melakukan pengelolaan lahan secara tepat dan berkelanjutan.
Degradasi di lahan sawah maupun lahan kering diantaranya ditandai dengan: a)
ketidakseimbangan kadar hara tanah, b) pengurasan dan defisit hara, c) penurunan
kadar bahan organik tanah, d) penurunan pH tanah, e) pendangkalan lapisan tapak
bajak, f) pengerasan tanah, g) pencemaran oleh limbah pertanian dari bahan agrokimia
sintetik, h) penurunan populasi dan aktivitas mikroorganisme, serta i) salinisasi
(Hartatik, W, 2008). Bahkan sebagian besar lahan sawah terindikasi berkadar bahan
organik sangat rendah (C-organik <2%). Untuk mengurangi penurunan kesuburan tanah
sebagai daya dukung kegiatan pertanian, sekaligus memperoleh peningkatan hasil panen
yang berkelanjutan, maka pemanfaatan pupuk organik yang tepat, baik dalam jumlah,
kualitas maupun kontinyuitasnya sangat diperlukan.

Pupuk organik saat ini sudah banyak dikenal masyarakat, bahkan menjadi program
pemerintah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Aplikasi
pupuk organik dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang bermanfaat
untuk meningkatkan kualitas tanah melalui perbaikan sifat fisika, kimia maupun biologi
tanah sebagai media tanam tanaman. Pemberian pupuk organik dapat mengurangi
penggunaan dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan
kemantapan agregat tanah dan kapasitas menahan air, menyumbangkan unsur hara bagi
tanaman dan meningkatkan KTK tanah, serta meningkatkan keragaman dan aktivitas
organisme di dalam tanah (Wigati et.al., 2006; Simanungkalit et.al., 2012). Pupuk organik
dapat berasal dari bahan organik limbah pertanian dan non pertanian (limbah industri
pertanian maupun sampah organik kota) yang selanjutnya terdekomposisi melalui

Seminar Nasional Program StudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitas Jember
03 November 2018

teknologi pengomposan sederhana maupun dengan penambahan dekomposer, serta
pengkayaan dengan hara lain. Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk

organik tidak lebih tinggi dibandingkan pupuk anorganik, namun penggunaannya
secara terus menerus dalam rentang waktu lama akan meningkatkan kualitas tanah yang
lebih baik. Dalam penelitian ini pupuk organik yang digunakan terbuat dari campuran
limbah blotong pengolahan pabrik gula sebagai bahan baku utama dan kotoran kambing.

Selain pemupukan, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) juga berperan penting
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. ZPT merupakan senyawa

organik yang bukan nutrisi (hara) yang dalam konsentrasi rendah (<1mM) dapat
mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Dewi, 2008 dalam Sahroni, 2016). ZPT dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan inhibitor. Secara alamiah,

tanaman menghasilkan hormon pertumbuhan (fitohormon) yang mempengaruhi
pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman. Untuk meningkatkan
kinerjanya, maka perlu dilakukan penambahan hormon eksogen agar kandungannya
meningkat dan dalam kondisi seimbang. Efektivitas ZPT pada tanaman dipengaruhi oleh
konsentrasi yang diberikan, karena perbedaan konsentrasi akan menimbulkan perbedaan
aktivitas. Keberadaan dan kandungan auksin dan sitokinin yang optimal pada tanaman

dapat menstimulasi proses pembelahan dan deferensiasi sel yang mendorong dan
mempercepat pertumbuhan tanaman (Dwiati, 2016). Hormon auksin diproduksi di
dalam jaringan meristem, misalnya di daerah pucuk tanaman, tunas di ketiak daun, daun

muda, dan buah yang masih muda. Hormon auksin dalam penelitian diperoleh dari
ekstrak pucuk daun legum, kecambah dan umbi bawang merah. Sedangkan hormon
sitokinin diperoleh dari ekstrak bonggol pisang dan air kelapa. Selain itu juga digunakan
ZPT yang beredar dipasaran sebagai pembanding, yaitu hormon auksin dan sitokinin
untuk tanaman yang diproduksi oleh Indo Biotech Agro. Selanjutnya kombinasi ekstrak
tanaman maupun ZPT auksin dan sitokinin tersebut diaplikasikan ke pertanaman sawi
(Brassica juncea L.) dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan daun dan akar, sehingga
terjadi peningkatan produksi tanaman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)Pengaruh interaksi antara pupuk
organik dan ZPT yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi sawi (Brasica juncea
L.) (2)Pengaruh penggunaan pupuk organik dan jenis ZPT terhadap kandungan hara
tanah. (3) Dosis pupuk organik dan jenis ZPT yang terbaik terhadap tanaman sawi
(Brasica juncea L.)

2. Metode
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Tanah dan Kesuburan

Tanah STPP Malang dan Laboratorium Tanah Universitas Brawijaya Malang pada bulan
Mei hingga September 2017.

Bahan yang digunakan adalah benih sawi varietas putri, pupuk organik, ZPT
ekstrak tanaman dan ZPT di pasaran, serta tanah dari lahan STPP Malang yang belum
pernah dipupuk anorganik. Alat yang digunakan selama di lapangan antara lain alat alat
ukur (meteran dan timbangan), hand spayer ukuran 1 liter, gelas ukur ukuran 25 ml, serta
alat-alat analisis di laboratorium untuk penetapan sifat tanah.

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di EraIndustri 4.0

Penanaman sawi di lahan percobaan selama kajian menggunakan rancangan
percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor pertama adalah dosis
pupuk organik dengan 3 taraf perlakuan, yaitu: 0 ton/ha (P1), 100 gram/pot (≈20
ton/Ha) (P2), dan 200 gram/pot (≈40 ton/Ha) (P3). Sedangkan faktor kedua merupakan
jenis ZPT dengan 3 taraf perlakuan, yaitu: tanpa pemberian ZPT (H1), pemberian ZPT
ekstrak tanaman (H2), dan pemberian ZPT di pasaran (H3). Total terdapat 9 kombinasi
perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3x ulangan, sehingga terdapat 27 pot
tanaman percobaan.

Model linier analisis data : yij   i  j  ()ij  ijk

dimana : yij = Respon pada perlakuan ke-i dan kelompok ulangan ke-j

 = Nilai tengah perlakuan

 i = Pengaruh perlakuan pupuk organik ke-i

 j = Pengaruh perlakuan jenis ZPT ke-j

( )ij = Pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan ke-j

ijk = Galat perlakuan ke-i dan ke-j pada ulangan ke-k

Data semua parameter hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pada taraf 5 % untuk mengetahui perbedaan

antar perlakuan. Kajian pengaruh aplikasi pupuk organik dan zat pengatur tumbuh

dalam peningkatan produktivitas tanah dan tanaman terdiri dari parameter:

1) pupuk organik : kandungan hara pupuk organik

2) tanaman : tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, panjang akar dan bobot

produksi segar

3) tanah : kandungan hara tanah pada awal dan akhir penelitian

3. Hasil Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam aplikasi pupuk organik dan

beberapa jenis zat pengatur tumbuh untuk meningkatkan Produktivitas Tanah Dan
Tanaman Sawi. Dalam hal ini pupuk organik yang digunakan berasal dari limbah pabrik
gula (blotongg) dan kotoran kambing yang sudah terdekomposisi melalui teknologi
pengomposan sederhana maupun dengan penambahan dekomposer, serta pengkayaan
dengan hara lain. Pengujian pupuk organik dilakukan untuk mengetahui kandungan
unsur – unsur didalamnya yang sangat berguna untuk media tanam tanaman sawi.
Berikut adalah kandungan / karakteristik kandungan unsur yang terdapat pada pupuk
organik, dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari hasil pengujian pupuk organik menunjukan bahwa konsentrasi hara yang
dimiliki pupuk organik jauh lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik,
namun jenis hara yang terkandung di dalamnya cukup lengkap (baik hara makro
maupun mikro) dan dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.

Nasional Program StudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitas Jember
03 November 2018

Tabel 1. Kandungan / Karateristik Pupuk Organik

No Kandungan Hara Nilai
1 pH H2O 7.25
22.94
2 BO 13.27 %
0.25 %
3 C org 0.26 %
1.38 %
4 As. Humat 9.58 %
0.88
5 As. Fulvat 0.55 %
0.29 %
6 N total 1034.50 %
150.00 ppm
7 C/N 833.00 ppm
7.40 ppm
8P Tu ppm
23.50 ppm
9K %

10 S-SO4

11 Fe

12 Zn

13 Mn

14 Pb

15 Hg

16 KA

Hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah hormon ekstrak tanaman dan
hormon pasaran. Hormon ekstrak tanaman yang digunakan merupakan bahan-bahan
yang mmengandung hormon auksin dan sitokinin. hormon auksin diproduksi di dalam
jaringan meristem, misalnya di daerah pucuk tanaman, tunas di ketiak daun, daun
muda, dan buah yang masih muda. Hormon auksin dalam penelitian diperoleh dari
ekstrak pucuk daun legum, kecambah dan umbi bawang merah. Sedangkan hormon
sitokinin diperoleh dari ekstrak bonggol pisang dan air kelapa. Selain itu juga digunakan
ZPT yang beredar dipasaran sebagai pembanding, yaitu hormon auksin dan sitokinin
untuk tanaman yang diproduksi oleh Indo Biotech Agro. Selanjutnya kombinasi ekstrak
tanaman maupun ZPT auksin dan sitokinin tersebut diaplikasikan ke pertanaman sawi

(Brassica juncea L.) dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan daun dan akar, sehingga
terjadi peningkatan produksi tanaman.

Dalam hal tersebut, peneliti akan membahas berbagai pengaruh – penharuh yang
mempengaruinya misalnya perngaruh interaksi antara pupuk organik dan jenis ZPT
yang terbaik dalam tanaman, Pengaruh penggunaan pupuk organik dan jenis ZPT
terhadap kandungan hara tanah dan Dosis pupuk organik dan jenis ZPT yang terbaik

terhadap tanaman sawi (Brasica juncea L.).

3.1 Pengaruh Interaksi Antara Pupuk Organik dan Zpt yang Terbaik Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Sawi (Brasica juncea L.)
Berdasarkan hasil pengamatan penelitian yang dilakukan bahwa interaksi antara

pupuk dan jenis ZPT dapat dikatakan sangat baik, akan tetapi dalam Tabel 2. Ini

menunjukan perlakukan dosis pupuk organik dikatakan beda nyata dengan terlihat
angka semakin meningkat pada parameter pengamatan tinggi tanaman, luas daun

tanaman, jumlah daun tanaman, akar dan bobot produksi segar.

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di EraIndustri 4.0

Pemberian beberapa dosis pupuk organik pada budidaya tanaman sawi, secara
umum berpengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan vegetatif, generatif hingga
panen. Manfaat pupuk organik bagi tanaman tidak hanya untuk menambah Unsur Hara
jasa, akan tetapi juga dapat membantu proses memperbaiki keadaan struktur tanah
menjadi lebih gembur dan meningkatkan mikriorganisme didalam tanah. Widyanto,
(2007) dalam Maryono dan Abdul Rahmi (2015).

Wibawa (1998) dalam Marliah, Ainun dkk (2010) bahwa pertumbuhan tanaman yang
baik dapat tercapai apabila unsur hara yang di butuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dalam bentuk tersedia, seimbang, dan dalam konsentrasi yang
optimum serta di dukung oleh faktor lingkungannya. Selanjutnya apabila unsur unsur
yang di butuhkan tanaman berada dalam keadaan cukup, maka hasil metabolismennya
akan membentuk protein, enzim, hormon, dan karbohidrat, sehingga pembesaran,
perpanjangan dan pembelahan sel akan berlangsung cepat ( Dartius, 1990 dalam Marliah,
Ainun dkk (2010).

Perlakuan Hormon ekstrak tanaman dan hormon pasaran tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap seluruh parameter penelitian. Hal ini di duga karena
pemberian Hormon dalam konsentrasi yang tinggi sehingga menghambat pertumbuhan
dan perkembangan suatu tanaman. Sesuai dengan pendapat Wattimena (1998) dalam
Fanesa, A (2011) bahwa penggunaan ZPT yang tepat akan memberikan pengaruh yang
baik terhadap pertumbuhan tanaman tetapi dalam jumlah yang banyak justru bersifat
merugikan pertumbuhan tanaman tersebut dan sebaliknya jika dalam jumlah sedikit
maka kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Namun hormon organik
dan hormon pasaran dapat memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan
luas daun jika dalam pengaplikasiannya di kombinasikan dengan pupuk Organik. Hal
ini di duga karena ketersediaan nutrisi yang di berikan oleh pupuk organik. Dengan
rangsangan pembelahan sel oleh hormon ekstrak tanaman, tanaman menjadi aktif
berkembang. Ketersediaan nutrisi dari pupuk organik mampu di manfaatkan oleh
tanaman yang sedang tumbuh dan berkembang, sehingga penampilan tanaman menjadi
lebih baik. Ditambahkan dengan pendapat Gomez dan Gomez (1995) dalam Supriyanto
(2008) bahwa dua faktor di katakan berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor berubah
pada saat perubahan taraf faktor perlakuan lainnya.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa interaksi H x P pada interaksi H1P3 memberikan
respon yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman hal ini karena pada perlakuan
tersebut merupakan tanaman kontrol yang tidak di beri tambahan pupuk organik
maupun hormon. hormon yang mengandung sitokinin berfungsi untuk merangsang
pembelahan sel, pembesaran dan diferensiasi mitosis, dan juga menaikkan tingkat
mobilitas unsur unsur hara dalam tanaman. Di tambahkan oleh Wibawa (1998) dalam
Marliah, Ainun dkk (2010) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk Organik ke dalam
tanah dapat memperbaiki keadaan fisik tanah menjadi gembur, aerasi tanah menjadi
lebih baik, sehingga absorbsi unsur hara oleh tanaman akan lebih mudah.

Hasil rekapitulasi data menunjukkan bahwa interaksi H x P memberikan respon
yang berbeda nyata terhadap luas daun tanaman. Total luas daun merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengidentifikasi produktifitas tanaman pertanian. Di

Seminar Nasional Program StudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitas Jember
03 November 2018

duga hal ini di sebabkan oleh kandungan sitokinin yang terdapat pada Hormon Organik
memberikan manfaat sangat baik bagi pertumbuhan daun sehingga dapat meningkatkan
dan mempertahankan klorofil pada tanaman yang meningkatkan warna lebih hijau pada

daun dan proses fotosintesis. Menurut Parnata (2004) dalam Supriyanto (2008), bahwa
fungsi sitokinin yang penting adalah memacu perkembangan etioplas menjadi kloroplas
dan meningkatkan laju pembentukan klorofil. Akibatnya laju fotosintesis akan
meningkat sehingga karbohidrat (fotosintat) juga meningkat. Ditambahkan oleh Budiana

(2007) dalam Supriyanto (2008) ,bahwa hasil fotosintesis yang sempurna akan
berpengaruh pada pertumbuhan daun, jumlah daun lebih banyak, helaian lebih besar,
dan daun tampak mengkilap. Selain itu di duga unsur nitrogen pada Pupuk Organik
juga berpengaruh terhadap luas daun. Sesuai dengan pendapat Gardner, dkk (1991)
dalam Supriyanto (2008), bahwa pemunculan dan penambahan helai daun memerlukan
sejumlah unsur hara terutama N dalam jumlah yang cukup untuk di gunakan dalam
pembentukan karbohidrat dan protein melaui proses fotosintesis.

Tabel 2. Rekapitulasi data penelitian Aplikasi Pupuk Organik dan Zat Pengatur Tumbuh
dalam Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman

Perlakuan Tinggi Luas Daun Jumlah Akar Bobot
Tanaman Tanaman Daun
Tanaman 10,500 12,574
Dosis Pupuk Organik (P) 59,600 11,889 21,887
P1 16,444 94,422 8,444 15,444 40,698
P2 20,056 148,778 9,333
P3 23,778 11,444

Dosis Hormon (H) 20,500 112,511 10,333 14,556 28,747
H1 19,667 94,867 9,333 11,444 20,882
H2 20,111 95,422 9,556 11,833 25,530
H3

Interaksi (HxP) 16,000 62,267 9,333 11,167 11,657
H1P1 23,000 129,767 11,000 13,000 34,767
H1P2 22,500 145,500 11,667 19,500 39,817
H1P3 17,500 66,100 8,667 11,167 14,700
H2P1 18,333 69,167 8,333 11,667 16,393
H2P2 23,167 149,333 11,000 11,500 31.553
H2P3 15,833 50,433 8,333 9,167 11,367
H3P1 18,833 84,333 8,667 11,000 14,500
H3P2 25,667 151,500 11,667 15,333 50,723
H3P3

Interaksi H x P pada perlakuan H2P2 memberikan respon yang tidak berbeda nyata
terhadap rata rata jumlah daun tanaman. Hal ini di duga karena antara hormon ekstrak
tanaman dengan pupuk organik tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi dalam
pertumbuhan, sehingga masing masing faktor memiliki pengaruh sendiri sendiri

walaupun di berikan secara kombinasi. Menurut Steel dan Torrie (1993) dalam Supriyanto

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di EraIndustri 4.0

(2008), bila pengaruh interaksinya tidak nyata maka disimpulkan bahwa antara faktor
perlakuan tersebut bertindak bebas satu sama lain.

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa interaksi H x P pada perlakuan H2P2
memberikan respon yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan akar tanaman. Hal
tersebut di duga karena pupuk organik yang di berikan belum mampu di serap oleh akar
tanaman secara maksimal juga dapat di pengaruhi oleh konsentrasi hormon ekstrak
tanaman yang kurang tepat. Sesuai dengan pendapat Lingga (1994) dalam Marliah,
Ainun, (2010) yang menyatakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh secara tepat
dapat mempengaruhi jaringan berbagai organ maupun sistem organ tanaman,
diantaranya merangsang pertumbuhan akar, pertumbuhan tunas, meningkatkan proses
fotosintesis tanaman dan penyerapan unsur hara. Hal tersebut juga di dukung oleh
pernyataan bahwa sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik.
Selain itu tanah harus memiliki drainase yang baik dengan nilai pH 6-7 (Nazaruddin,
2000) dalam Fadma Juwita N (2013).

Kemudian pada parameter penelitian bobot segar tanaman di temukan bahwa
interaksi antara H x P memberikan respon yang berbeda nyata. Hal tersebut diduga
karena konsentrasi hormon organik yang sudah tepat. Perlu di ketahui bahwa berat segar
tanaman merupakan salah satu parameter indikator biomasa tanaman. Pertambahan
berat basah tanaman di lakukan dengan memanen seluruh atau sebagian tanaman, dan
menimbangngnya dengan cepat sebelum air terlalu banyak menguap dari tanaman
tersebut (Dwijoseputro, 1990) dalam Wijaya Kusumo, Herlan (2014). Konsentrasi ZPT
menyebabkan kandungan hormon endogen meningkat sehingga menyebabkan potensial
sel menjadi lebih negatif dan air akan masuk lebih cepat, menyebabkan pembesaran sel
(Harjadi, 2002) dalam Muddarisna, Nurul Dkk. (2013). Adanya peningkatan
pengambilan air oleh sel tersebut menyebabkan peningkatan berat basah tanaman.

3.2 Pengaruh penggunaan pupuk organik dan jenis ZPT terhadap kandungan hara tanah.
Sebelum melakukan suatu penelitian untuk mengetahui formulasi aplikasi yang

terbaik perlu di ketahui terlebih dahulu kondisi awal suatu objek yang akan di beri
perlakuan, dalam hal ini seperti perlakuan aplikasi pupuk organik dengan zpt hormon
ekstrak tanaman dan zpt pasar dalam meningkatkan hara tanah. Terlebih dahulu harus
engetahui kondisi hara tanah sebelum di beri aplikasi, seperti yang tercantum dalam
tabel 3.

Kondisi Tanah Awal seperti yang tercantum dalam tabel 3. Dapat di jadikan acuan
untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian pupuk organik campuran Blotong dengan
Kotoran kambing dengan ZPT ekstrak tanaman dan ZPT pasar. Sehingga dapat di lihat
pada perlakuan mana yang memberi keuntungan dalam meningkatkan kandungan hara
tanah sehingga dapat meningkatkan hasil dari suatu tanaman. Sesuai dengan pendapat
Marliah, Ainun dkk. (2010) yaitu Kualitas pupuk organik ditentukan oleh komposisi
bahan mentahnya dan tingkat dekomposisinya. Penambahan bahan organik ke tanah
diharapkan dapat memperbaiki kualitas fisika tanah, meningkatkan ketersediaan hara
dalam tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air-tersedia dan mampu
memperbaiki pertumbuhan tanaman.

Seminar Nasional Program StudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitas Jember
03 November 2018

Tabel 3. Kondisi Tanah Awal

Kondisi Tanah Awal

C BO N C/N P K KTK

% Ppm me/100g
0,02 13,58
0,83 1,44 0,18 4,61 7,79 0,02 13,37
0,12 12,89
0,83 1,44 0,19 4,37 8,67 0,68 11,45
0,77 12,26
0,82 1,42 0,20 4,10 9,22 0,90 13,02
1,25 11,86
1,90 3,29 0,23 8,26 80,06 1,37 12,17
1,53 12,35
1,82 3,15 0,21 8,67 86,21

1,73 2,99 0,20 8,65 92,14

2,37 4,10 0,23 10,30 115,31

2,41 4,17 0,25 9,64 130,10

2,44 4,22 0,26 9,38 141,04

Kondisi Tanah setelah di berikan aplikasi Pupuk Organik dari campuran Blotong
dan Kotoran Kambing dengan campuran Hormon Organik dan ZPT pasar ada yang
mengalami peningkatan pada beberapa parameter penelitian Tanah yaitu pada unsur N,
P dan K Seperti yang tersaji dalam Tabel 4. sebagai berikut :

Tabel 4. Kondisi tanah sesudah diberi pupuk dan zpt

Simbol Komposisi Bahan Parameter Tanah
Perlakuan Akhir
Pupuk Hormon C BO K
Organik N C/N P me/100g
ppm
% 0,63
0,14 6,86 1,67
I IA 0 ton/ Ha tanpa 0,96 1,66 0,65
hormon 0,12 6,92 7,25 0,63
0,12 7,00 11,48
II IB 0 ton/ Ha ZPT pasar 0,90 1,56 1,35
0,21 7,05 90,73
III IC 0 ton/ Ha bio ZPT 0,84 1,45 1,37
0,22 7,14 101,20 1,29
IV IIA 20 ton/ Ha tanpa 1,48 2,56 0,19 8,42 107,86
hormon 2,15
0,25 8,44 176,91
V IIB 20 ton/ Ha ZPT pasar 1,57 2,72 3,22
0,27 7,89 180,87 1,94
VI IIC 20 ton/ Ha bio ZPT 1,6 2,77 0,25 8,60 183,6

VII IIIA 40 ton/ Ha tanpa 2,11 3,65
hormon

VIII IIIB 40 ton/ Ha ZPT pasar 2,13 3,68

IX IIIC 40 ton/ Ha bio ZPT 2,15 3,72

Berdasarkan hasil diatas, menunjukan bahwa Aplikasi pupuk organik dengan
campuran ZPT ekstrak tanaman maupun Aplikasi Pupuk organik dengan ZPT pasar
tidak memiliki pengaruh yang baik bagi kandungan C dan BO dalam tanah. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan Pupuk organik, ZPT ekstrak tanaman dan ZPT Pasar yang
di aplikasikan. Sesuai dengan Pendapat Sanches (1976) Shiddiqi, Ulil Akbar (2012) bahwa

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di EraIndustri 4.0

pada dasarnya bahan organik mengandung unsur hara yang lengkap hanya kadarnya
tergantung pada kadungan hara dari sumber bahan organiknya. Unsur yang penting
yang bersumber dari bahan ini adalah N, P dan S.

Pada perlakuan yang memiliki simbol VIII / IIIB di peroleh kandungan unsur N
dalam tanah tertinggi yaitu sebesar 0,27 % yang mengalami kenaikan sebesar 0,2% dari
kondisi tanah awal. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada
dasarnya setiap unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik mempunyai peran
tertentu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, terutama hara makro seperti
Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Menurut Dwijoseputro (1990), dalam Wijaya Kusumo,
Herlan (2014). bahwa unsur N merupakan salah satu faktor pembentukan klorofil pada
daun. Selanjutnya Dartius (1990) dalam Wijaya Kusumo, Herlan (2014). menambahkan
hasil dari proses fotosintesis berupa karbohidrat merupakan bahan dasar dari
pembangunan yang dapat di ubah menjadi bentuk lain seperti asam nukleat dan protein
yang berperan dalam pertumbuhan tanaman.

Pada perlakuan dengan simbol VII / IIIA di peroleh Kenaikan kandungan unsur P
dalam tanah tertinggi yaitu sebesar 061,6 ppm Dari kondisi tanah awal sebesar
115,31ppm menjadi 176,91 ppm. Hal tersebut dapat berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan akar tanaman. Menurut Hardjono (1988) dalam Zulkarnain, Maulana Dkk.
(2012) menyatakan unsur P yang tersedia dalam jumlah yang cukup dapat memacu
pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran menjadi lebih baik. Selanjutnya
dikatakan tanaman yang kekurangan P akan menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman menurun, karena terhambatnya laju fotosintesis.

Dari Perbandingan antara Tabel 2 dengan Tabel 3 terlihat bahwa Aplikasi pupuk
organik dengan campuran ZPT Pasar dengan simbol perlakuan VII / IIIB memiliki
kenaikan unsur K terbesar yaitu sebesar 1,85 me/100g , dari kondisi tanah awal sebesar
1,37 me/100g menjadi 3,22 me/100g. Unsur K berperan penting dalam peningkatan daya
tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Dwijoseputro (1990) dalam
Wijaya Kusumo, Herlan (2014).mengatakan K memiliki peran penting dalam proses
fotosintesis. Jika tanaman kekurangan K maka proses fotosintesis terganggu.

3.3 Dosis Pupuk Organik dan Jenis ZPT yang terbaik terhadap Tanaman Sawi (Brasica juncea
L.)
Berdasarkan Hasil diatas menunjukkan bahwa pemberian Pupuk Organik dengan

dosis yang semakin besar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, jumlah
daun, akar dan bobot segar tanaman. Sedangkan pemberian ZPT ekstrak tanaman
dengan dosis yang semakin besar justru berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman, luas daun, jumlah daun, akar dan bobot segar tanaman. Pada tabel 2 berikut di
jelaskan interaksi dosis hormon organik (H) dengan dosis Pupuk Organik (P)

Berdasarkan data penelitian yang telah di lakukan diperoleh dosis terbaik untuk
meningkatkan Produktivitas Tanah Dan Tanaman yaitu pada perlakuan interaksi H3P3
karena menghasilkan bobot segar yang paling tinggi di antara interaksi yang lain.
Penambahan hormon dengan dosis tertinggi sebagai hormon eksogen pada tanaman
akan menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan hormon dalam tubuh tanaman
(tajuk). Dan akan meningkatkan jumlah dan ukuran sel bersama sama dengan hasil

Seminar Nasional Program StudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitas Jember
03 November 2018

fotosintat yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan
vegetatif tanaman (termasuk pembentukan tunas tunas baru) selain juga mengatasi
kekerdilan tanaman (Heddy, 1990) dalam Marliah, Ainun dkk. (2010) kemudian hal
tersebut akan menyebabkan berat basah suatu tanman mengalami kenaikan.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 4 bulan maka dapat

disimpulkan bahwa Pengaruh interaksi antara pupuk organik dan jenis ZPT yang terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi sawi (Brasica juncea L.) adalah perlakuan dengan
menggunakan dosis Pupuk Organik (P) terlihat berbeda nyata, perlakuan Hormon (H)
terlihat ≠ berbeda nyata dan interaksi antara P x H menunjukan interaksi berbeda nyata.
Pengaruh penggunaan pupuk organik dan jenis ZPT terhadap kandungan hara tanah
diketahui bahwa peningkatan unsur N sebesar 0,2% , unsur P sebesar 061,6 ppm dan
unsur K mengalami kenaikan sebesar1,85 me/100g. Dosis pupuk organik dan jenis ZPT
yang terbaik terhadap tanaman sawi (Brasica juncea L.) adalah pada perlakuan H3P3
karena menghasilkan bobot segar yang paling tinggi di antara interaksi yang lain.

Pustaka

Fanesa, Anggi. 2011. Pengaruh Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Setek
Jeruk Kacang (Citrus nobilis L). Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang

Kusumo Herland Wijaya. 2014. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Akar Dan Pupuk Hayati
Terhadap Pertumbuhan Setek Sambung Kina (Cinchona Legrediana Moens) Klon
Cibeureum 5 Di Pembibitan. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung

Marliah, Ainun dkk. 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk Organin Cair Nasa Dan Zat Pengatur
Tumbuh Atonik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea l).
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Maryanto, Abdul Rahmi. 2015. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersium Esculentum Mill). Fakultas
Pertanian Universitas 17 Agustus 1945. Samarinda

Muddarisna, Nurul Dkk. 2013. Pengaruh Aplikasi ZPT Dan Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Alium Fistulosum L).Universitas
Wisnuwardhana. Malang

Nasution, Fadma Juwita, dkk. 2013. Aplikasi Pupuk Organik Padat Dan Cair Dari Kulit Pisang
Kepok Untuk Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica juncea L). Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan

Shiddiqi, Ulil Akbar. 2012. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan
Bibit Stum Mata Tidur Tanaman Karet (Hevea Brasilliensis). Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Riau

PembangunanPertanian dan PeranPendidikanTinggiAgribisnis:
Peluang dan Tantangan di Er



KANDUNGAN KALIUM DAN RASIO C/N PUPUK ORGANIKCAIR (POC)
BERBAHAN DAUN-DAUNAN DAN URINE KAMBING DENGAN
PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR
RAGI TAPE (Saccharomyces cerevisiae)
(Postassium content and C/N ratio of Liquid Organic Fertilizer Made
from The Leaves and Goat Urine with the addition of Tape Yeast
Bioactivator (Saccharomyces cerevisiae))

T. I. Rahmawati1)*, A. Asriany2), S. Hasan2)

1)Mahasiswa Program Strata Satu Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.
2) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

*Email: [email protected]

ABSTRACT

Environmental problems in various places, including waste issue in the
campus of the Faculty of Animal Husbandry Makassar. Pollution caused by waste in
the campus environment of Hasanuddin University Makassar farm if left unchecked
will cause disease, foul odors and disturb the aesthetic environment. One of which is
by utilizing the leaf litter as liquid organic fertilizer. This study aims to determine the
content of potassium and C/N ratio of liquid organic fertilizer made from organic
waste and goat urine with the addition of ragi yeast bioactivators. This study
consisted of four treatments i.e T0 (95% organic wate + 5% tape yeast), T1 (70%
organic waste + 25% goat urine + 5% ragi yeast), T2 (50% organic waste + 45% goat
urine + 5% tape yeast), T3 (25% orgnic waste + 70% goat urine + 5% ragi yeast).
This study was arranged according to Completely Randomized Design (CRD)
consisting of 4 treatments and 3 replications, analysis of variance showed liquid
organic fertilizer made from organic waste and urine of goat with the addition of tape
yeast bioactivator had no significant effect (P> 0.05) on potassium content of
potassium according to treatments are (T0 = 0.25 ± 0.06); (T1 = 0.19 ± 0.09); (T2 =
0.33 ± 0.08); (T3 = 0.31 ± 0.05) while for tne C/N ratio obtained (T0 = 7.7 ± 5.81);
(T1 = 8.1 ± 2.85); (T2 = 7.8 ± 0.25); (T3 = 7.3 ± 4.52).The result of the study it can
be concluded that the level of percentage or raw material for making liquid organic
fertilizer does not have a significant effect on potassium content and C/N ratiovof
liquid organic fertilizer.

Keywords: Bioactivator, Potassium, Liquid Organic Fertilizer,C/N Ratio, and Goat
Urine

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

ABSTRAK

Permasalahan lingkungan di berbagai tempat, termasuk permasalahan sampah
di lingkup kampus Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pencemaran akibat sampah di lingkungan kampus Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar apabila dibiarkan akan menimbulkan penyakit, bau busuk serta
mengganggu estetika lingkungan. Salah satunya dengan memanfaatkan sampah daun-
daunan sebagai pupuk organik cair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan kalium dan C/N rasio pupuk organik cair berbahan daun-daun dan urine
kambing dengan penambahan bioaktivator ragi tape (Saccharomyces cerevisiae).
Penelitian terdiri dari empat perlakuan T0 (95% daun-daunan + 5% ragi tape ), T1
(70% daun-daunan + 25% urine kambing + 5% ragi tape), T2 (50% daun-daunan +
45% urine kambing + 5% ragi tape), T3 (25% daun-daunan + 70% urine kambing +
5% ragi tape). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yang terdiri 4 perlakuan dan 3 ulangan. Analisis statistik memperlihatkan bahwa
pembuatan pupuk organik cair berbahan daun-daunan dan urine kambing dengan
penambahan bioaktivator ragi tape (Saccharomyces cerevisiae) tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kandungan kalium dan rasio C/N. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh kalium (T0= 0.25±0.06); (T1= 0.19±0.09); (T2= 0.33±0.08);
(T3= 0.31±0.05) sedangkan untuk rasio C/N diperoleh (T0= 7.7±5.81); (T1=
8.1±2.85); (T2= 7.8±0.25); (T3= 7.3±4.52). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa level persentase bahan baku pembuatan pupuk organik cair tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan kalium dan rasio C/N
pupuk organik cair.

Kata kunci: Bioaktivator, Kalium, Pupuk Organik Cair, Rasio C/N dan Urine
Kambing

PENDAHULUAN

Permasalahan lingkungan di berbagai tempat, termasuk permasalahan sampah
daun-daunan di lingkup kampus Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar. Permasalahan itu menyangkut pencemaran, baik pencemaran tanah, air,
dan udara. Pencemaran tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia maupun alam.
Pencemaran tanah misalnya, banyaknya sampah daun – daunan yang tertimbun di

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

tempat sampah serta sampah daun – daunan yang gugur, apabila tidak ditangani
dengan baik akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat.

Sampah dikelompokkan menjadi dua yaitu sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik contohnya adalah sampah dedaunan, limbah ternak dan
lain-lain. Pencemaran akibat sampah daun-daunandilingkungan kampus Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, bila dibiarkan akan mengganggu
estetika lingkungan. Sampah daun-dauan ini mempunyai potensi yang cukup besar
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka dari itu perlu dilakukan upaya untuk
mengurangi pencemaran akibat sampah daun-daunansalah satunya dengan
memanfaatkan sampah daun-daunan sebagai pupuk organik cair.

Pupuk organik cair merupakan pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan
atau tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami proses fermentasi dan produk akhirnya
berbentuk cair. Urine kambing merupakan limbah ternak yang potensial untuk
digunakan sebagai pupuk organik cair. Urine kambing memiliki kandungan kalium
tinggi dibandingkan dengan urine ternak lain. Dalam proses fermentasi pupuk cair,
peranan mikroba sangat menentukan produk yang dihasilkan. Salah satu mikroba
yang dapat berfungsi sebagai aktivator dalam proses fermentasi pupuk organik cair
adalah ragi Saccharomyces cerevisiae. Pupuk organik cair mampu menyediakan
unsur hara makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) untuk tanah
maupun tanaman. Pupuk organik cair lebih mudah terserap oleh tanaman, karena
senyawa kompleks yang terdapat dalam pupuk cair sudah terurai dan dalam bentuk
cair sehingga mudah diserap oleh tanaman, baik melalui akar ataupun daun.

Salah satu aspek terpenting dalam keseimbangan unsur hara adalah rasio
organik karbon dengan nitrogen (Rasio C/N). Rasio C/N bahan organik adalah
perbandingan antara banyaknya unsur karbon (C) terhadap banyaknya kandungan
unsur nitrogen (N) yang ada pada suatu bahan organik. Mikroorganisme
membutuhkan karbon dan nitrogen untuk aktifitas hidupnya (Djuarnani, 2005).

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan kalium
dan rasio C/N pupuk organik cair berbahan daun – daunan dan urine kambing dengan
penambahan bioaktivator ragi tape Saccharomyces cerevisiae.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 dengan dua tahap
yaitu tahap pertama dilakukan pembuatan pupuk organik cair dilaksanakan di
Laboratorium Tanaman Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Tahap kedua yaitu analisa Kalium dan Rasio C/N pupuk
organik cair dilaksankan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain ember ukuran5 liter,
gelas ukur, saringan, alat tulis, kain penutup, parang, pengaduk dan peralatan analisis
Kalium dan Rasio C/N.

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain sampah daun-
daunansebanyak 2 karung, urine kambing sebanyak 10 liter yang diambil di kandang
kambing Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, air dan ragi tape 5 % yang
diperoleh dipasar.
Metode Pelaksanaan a.Rancangan penelitian

Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperzs, 1994) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan sebagai berikut :

T0 : 95% sampah organik + 5% ragi tape
T1 : 70% sampah organik + 25% urine mbing + 5% ragi tape
T2 : 50% sampah organik + 45% urine kambing + 5% ragi tape
T3 : 25% sampah organik + 70% urine kambing + 5% ragi tape

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Total unit experimen adalah sebanyak 12 unit percobaan.
b. Prosedur penelitian
Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair

Pada pembuatan pupuk organik cair ada beberapa tahap yang dilakukan
sebagai berikut :

1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu.
2. Sampah yang telah disiapkan, dipisahkan antara sampah organik dan sampah

anorganik.
3. Setelah terpisah antara sampah organik dan anorganik, sampah organik (daun-

daunan) dicacah atau haluskan, lalu tumbuk atau haluskan ragi tape, kemudian
timbang masing-masing bahan sesuai dengan perlakuan T0; T1; T2 dan T3.
4. Masukkan sampah daun-daunandan ragi tape yang telah dihaluskan sebanyak
5% yang telah dihaluskan/dicacah kedalam ember ukuran 5 liter. Kemudian
masukkan urine kambing pada setiap perlakuan.
5. Setelah itu aduk hingga homogen atau tercampur rata.
6. Tutup rapat ember dan disimpan ditempat yang teduh atau terlindung dari
paparan sinar matahari, disimpan selama kurang lebih 14 hari.
7. Proses fermentasi dinyatakan berhasil apabila dari dalam ember tidak keluar
bau urine kambing yang menyengat.
8. Setelah fermentasi selesai pupuk cair disaring, pupuk cair diaplikasikan.
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan kalium dan
rasio C/N pupuk organik cair.
c. Analisis Data
Data yang diperoleh secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) terdiri 4 perlakuan dan 3 kali ulangan (Gasperzs, 1994).
Model matematika adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + €ij

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i (1,2,3,4,5) dan ulangan ke-j (1,2,3,4)
µ = Rata-rata pengamatan
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3,4, dan 5)
€ij = Galat percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (1,2,3,4)

Pengaruh perlakuan terhadap paramater yang diukur, dianalisis data dengan
menggunakan ragam (ANOVA). Apabila perlakuan berbeda nyata maka dilanjutkan
dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar setiap perlakuan
(Gomez dan Gomez, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan rata – rata kandungan kalium dan rasio C/N pada setiap
perlakuan pupuk organik cair berbahan daun-daunan dan urine kambing dengan
penambahan bioaktivator ragi tape (Saccharomyces cerevisiae) dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel3. Rata-rata kandungankalium dan rasio C/Npupukorganikcair

Perlakuan

Parameter T0 T1 T2 T3

Kalium (%) 0.25±0.06 0.19±0.09 0.33±0.08 0.31±0.05

Rasio C/N 7.7±5.81 8.1±2.85 7.8±0.25 7.3±4.52

Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin
(2019).

Pengaruh Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) Berbahan Daun-daunan dan
Urine Kambing dengan Penambahan Bioaktivator Ragi Tape (Saccharomyces
cerevisiae) terhadap Kandungan Kalium

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa
perlakuan pembuatan pupuk organik cair berbahan daun-daunan dan urine kambing
dengan penambahan bioaktivator ragi tape (Saccharomyces cerevisiae) tidak
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan kalium pupuk organik cair. Rata-
rata kandungan kalium pupuk organik cair tertinggi terdapat pada perlakuan T2 yaitu

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

0.33 ±0.08. Tingginya kandungan kalium ini disebabkan karena unsur Kalium (K)
merupakan katalisator bagi mikroba atau mikroorganisme untuk mempercepat proses
fermentasi. Selain itu penambahan bioaktivator dalam pembuatan pupuk cair juga
mempengaruhi tingginya kalium dalam pupuk. Artinya, jika proses fermentasi yang
berjalan dengan cepat dan diiringi dengan bahan baku pendukung yang tepat maka
kandungan kalium juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayati et
al. (2011) yang menyatakan bahwa unsur kalium dalam senyawa kalium dioksida
(K2O) yang digunakan oleh mikroorganime dalam bahan substrat sebagai katalisator,
akan mempengaruhi keberadaan bakteri dan aktivitasnya dalam proses fermentasi.
Kalium diikat dan disimpan dalam sel oleh bakteri dan jamur, jika di degradasi
kembali maka kalium akan tersedia kembali (Mirwan dan Rosariawari, 2012).

Kandungan kalium pupuk organik cair terendah terdapat pada perlakuan T1
yaitu 0.19±0.09. Rendahnya kandungan kalium ini disebabkan oleh terjadinya
endapan pada pupuk organik cair sehingga unsur K (kalium) tidak terdeteksi secara
sempurna selain itu konsentrasi pada bahan dalam pembuatan pupuk organik cair
membuat unsur kalium menjadi rendah. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan
kandungan nitrogen dan kalium pada setiap perlakuan. Hal ini juga disebabkan oleh
perbedaan kecepatan mikroorganisme dalam mengurai bahan organik saat fermentasi
(Mulyadi, 2013).

Perbedaan kandungan kalium pada setiap perlakuan disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi bahan pembuatan pupuk cair. Kandungan kalium dalam
pupuk cair ini tergolong rendah dan belum memenuhi standar mutupupukorganikcair.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 70 Tahun 2011, standar mutu kandungan
nitrogen dan kalium masing-masing 3-6%. Sedangkan pupuk organik cair dari hasil
pnelitian ini mengandung kalium <1%.

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Pengaruh Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) Berbahan Daun-daunan dan
Urine Kambing dengan Penambahan Bioaktivator Ragi Tape (Saccharomyces
cerevisiae) terhadap Kandungan Rasio C/N

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa
antara kombinasi persentase pembuatan pupuk organik cair berbahan daun-daunan
dan urine kambing dengan penambahan bioaktivator ragi tape tidak memberikan
pengaruh nyata (P> 0.05) terhadap kandungan rasio C/N pupuk organik cair. Rata-
rata kandungan rasio C/N pupuk organik cair, hasil tertinggi pada perlakuan T1 yaitu
8.1±2.85. Rasio C/N yang terkandung dalam pupuk cair menunjukkan tingkat
kematangan dari pupuk cair tersebut, dari hasil penelitian ini dikatakan bahwa pupuk
organik cair belum matang karena pupuk belum terurai secara sempurna. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan, jika rasio C/N terlalu tinggi (banyak unsur
C dan sedikit unsur N), metabolisme menjadi tidak memadai yang berarti bahwa ada
karbon dalam substrat tidak sepenuhnya dikonversi, sehingga tidak akan tercapai
hasil metana yang maksimum. Dalam kasus sebaliknya, surplus nitrogen dapat
menyebabkan pembentukan jumlah berlebihan amonia (NH3), yang bahkan dalam
konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri (Ridlo, 2017).

Kandungan rasio C/N pupuk organik cair terendah terdapat pada perlakuan T3
yaitu 7.3±4.52. Rendahnya kandungan rasio C/N pupuk karena adanya penurunan
pada kadar C dan meningkatnya kadar N seiring berjalannya waktu. Selain itu
rendahnya kandungan rasio C/N pupuk organik cair juga diakibatkan oleh kandungan
dan aktivitas mikroorganisme. Semakin lama proses fermentasi yang dilakukan maka
rasio C/N semakin kecil. Hal ini disebabkan kadar C dalam bahan pembuatan pupuk
cair sudah banyak berkurang karena digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
makanan atau energi, sedangkan kandungan nitrogen mengalami peningkatan karena
proses dekomposisi bahan pupuk cair oleh mikroorganisme yang menghasilkan
amonia dan nitrogen sehingga rasio C/N menurun (Surtinah, 2013).

Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam proses
pembuatan pupuk cair. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

karbon untuk menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen
yang berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triatmojo, 2001).
Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses fermentasi berjalan lambat karena
kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio C/N terlalu rendah akan
menyebabkan terbentuknya amonia, sehingga nitrogen akan hilang ke udara
(Gunawan dan Surdiyanto, 2001).

Rasio C/N dapat digunakakan sebagai indikator proses fermentasi, jika jumlah
perbandingan antara karbon dan nitrogen masih berkisar antara 20% sampai 30%
maka hal tersebut mengidentifikasikan bahwa pupuk yang difermentasi sudah bisa
digunakan. Perbedaan kandungan C dan N tersebut akan menentukan kelangsungan
proses fermentasi pupuk cair yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pupuk cair
yang dihasilkan (Pancapalaga, 2011).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa level persentase bahan
baku pembuatan pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kandungan kalium dan rasio C/N pupuk organik cair.

DAFTAR PUSTAKA
Djuarnani. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Eviati dan Sualeman. 2009. Analisis kimia tanah, air, dan pupuk. Balai Penelitian

Tanah. Bogor.
Gasperzs, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung.
Gomez, K.A., dan A.A. Gomez. 2010. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian

(Terjemahkan) Endang Sjamsuddin dan J.S. Baharsjah. Edisi Kedua. UI Press.
Jakarta.
Gunawan, A. dan Y. Surdiyanto. 2001. Pembuatan kompos dengan bahan baku
kotoran sapi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 24 (3):12-
17.

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Hidayati, Y.A., T.. Benito A. Kurniawan, E. T. Marlina, dan E. Harlia. 2011. Kualitas
Pupuk Cair Hasil Pengolahan Feses Sapi Potong Menggunakan
Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak 11(2): 104-107.

Kurniawan, E., Z. Ginting, dan P. Nurjannah,. 2017. Pemanfaatan urine kambing
pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kualitas unsur hara makro
(NPK). Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah. Jakarta.

Mirwan, M. dan F Rosariawari. 2012. Optimasi pematangan kompos dengan
penambahan campuran lindi dan bioaktivator stardec. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 4(2): 150-154.

Mulyadi, Y. 2013. Studi Penambahan Air Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair
Limbah Ikan terhadap Kandungan Hara Makro C, N, P, dan K. Skripsi.
Fakultas Pertanian dan Peternakan. UNDIP. Semarang.

Mulyono. 2016. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Pancapalaga, W. 2011. Pengaruh Rasio Penggunaan Limbah Ternak dan Hijauan
terhadap Kualitas Pupuk Cair, Jurnal Gamma 7 (1): 61-68.

Rahmah, A., Izzati, M. &Parman, S. 2014. Pengaruh Pupuk Organik Cair Berbahan
Dasar Limbah Sawi Putih (Brassica chinensis L.) terhadap Pertumbuhan
Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. var. Saccharata). Jurnal Anatomi dan
Fisiologi, 112.

Rahmawati, A. 2010. Pemanfaatan limbah kulit ubi kayu (Manihot utilissima pohl.)
dan kulit nanas (Ananas comosus l.) pada produksi bioetanol menggunakan
aspergillus niger. (Skripsi Jurusan Biologi). Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

Ridlo, Rohmadi. 2017. Dasar-dasar fermentasi anaerobik. BPPT. PTSEIK.

Setiawan A, I. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sundari, E., E. Sari. dan R Rinaldo.2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair
Menggunakan Bioaktivator Biosca dan EM4. Fakultas Teknologi Industri
Universitas Bung Hatta. Palembang.

Surtinah. 2013. Pengujian kandungan unsur hara dalam kompos yang berasal dari
serasah tanaman jagung manis (Zea mays saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian
11(1): 16-25.

T. I Rahmawati, A. Asriany, S. Hasan/Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 14(2) : 50-60

Syakir, M. D. Allorerung, Sumanto dan J. Purani. 2009. Dekomposisi Limbah Jarak
Pagar dan Pemanfaatannya untuk Pupuk Organik. Laporan Penelitian Insentif
Riset. 2009. Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan. Bogor.

Triatmojo, S. 2001. Kualitas kompos yang diproduksi dari feses sapi perah dan
sludge limbah penyamakan kulit. Buletin Peternakan. Jakarta.

Yuwono, T. 2006. Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah Organik.
Jurnal Inovasi Pertanian.4(2):116-123

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR HARA PADA KOTORAN SAPI DI
DAERAH DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH

ANALYSIS OF THE NUTRIENT CONTENT OF COW DUNG
IN THE HIGHLANDS AND LOWLANDS

Linus Melsasail1), Verry R.Ch.Warouw2), Yani E.B Kamagi 2)

1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado
2) Dosen Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado

ABSTRACT

Agricultural development, basically aims to increase production towards self-sufficiency, To
achieve these objectives, it is necessary to have innovations to increase agricultural production.
One of the main things that supports agricultural productivity is nutrients. This research uses
survey method and laboratory analysis. Livestock manure samples were taken at 2 points,
namely in the highlands and lowlands. Each point is taken one sample. Observation variables
consisted of pH, Nitrogen, Phosphorus, Potassium, C-organic. The results showed some nutrient
content from cow dung at the observation site, namely the nutrient content of C-Organic, the
highest was at the location in Tomohon 1, amounting to 10.42%, while the lowest C-Organic
value was at the location in the Kalasey Village of 8 69%. For nitrogen element (N-total), the
highest value is obtained from cow dung in the lowlands (Kalasey) which is 0.88% while the
lowest N-Total value is obtained in the Tomohon area which is 0.68%. For phosphorus (P-total),
the highest value obtained from Tomohon land is 0.34% with moderate criteria. While the lowest
P-total value was obtained from the Kalasey field, which was 0.22% (low). The highest
potassium (K2O) was obtained from cow dung in the lowlands (Kalasey 1), which was 0.56%.
While the lowest K2O value was obtained from the land in Tomohon which was 0.36%. In
addition, the Tomohon plateau area has high water content because the land is a former paddy
field area.

Keywords: Nutrient, Cow dung, organic fertilizer

ABSTRAK

Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju
swasembadah, Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu adanya inovasi-inovasi untuk
meningkatkan produksi pertanian. Salah satu hal pokok yang menunjang produktivitas pertanian
adalah unsur hara. Penelitian ini menggunakan metode survey dan analisis Laboratorium.
Sampel kotoran ternak diambil pada 2 titik yaitu di dataran tinggi dan dataran rendah. Masing-
masing titik diambil satu sampel. Variabel pengamatan terdiri dari pH, Nitrogen, Fosfor,
Kalium, C-organik. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kandungan unsur hara dari kotoran
sapi di lokasi pengamatan, yaitu kandungan unsur hara C-Organik, tertinggi berada pada lokasi
di Tomohon 1, sebesar 10,42 %, Sedangkan nilai C-Organik terendah berada pada lokasi di

Desa kalasey sebesar 8,69 % . Untuk unsur nitrogen (N-total), nilai tertinggi diperoleh dari
kotoran sapi di dataran rendah (Kalasey) yaitu sebesar 0,88 % Sedangkan nilai N-Total terendah
diperoleh pada daerah Tomohon yaitu 0,68%. Untuk fosfor (P-total), nilai tertinggi diperoleh
dari lahan Tomohon yaitu 0.34 % dengan kriteria . Sedangkan nilai P-total terendah diperoleh
dari lahan Kalasey yaitu 0.22 % . Untuk unsur kalium (K2O) tertinggi diperoleh dari kotoran sapi
di dataran rendah (Kalasey 1) yaitu 0,56 %. Sedangkan nilai K2O terendah diperoleh dari lahan
di Tomohon yaitu 0,36 %. Selain itu, daerah dataran tinggi Tomohon memiliki kadar air tinggi
karena lahannya merupakan area bekas persawahan.

Kata kunci : Unsur Hara, Kotoran Sapi, Pupuk Organik

PENDAHULUAN memberikan hasil signifikan terhadap
pemenuhan kebutuhan pangan. Penggunaan
Latar Belakang pupuk sintetis, penanaman varietas unggul
Indonesia dikenal sebagai negara berproduksi tinggi, penggunaan pestisida,
intensifikasi lahan mengalami peningkatan.
agraris yang berarti negara yang Namun dengan perkembangan jaman,
mengandalkan sektor pertanian sebagai mata belakangan ini banyak ditemukan berbagai
pencaharian maupun sebagai penopang permasalahan akibat kesalahan manajemen
perekonomian dan pembangunan di di lahan pertanian yaitu pencemaran oleh
Indonesia karena pertanian membentuk pupuk kimia dan pestisida kimia akibat
proporsi yang sangat besar dan memberikan pemakaian bahan – bahan tersebut secara
sumbangan untuk kas pemerintah. Hal ini berlebihan dan berdampak terhadap
kemudian menjadikan sektor pertanian penurunan kualitas lingkungan dan
sebagai pasar yang potensial bagi produk- kesehatan manusia akibat tercemarnya
produk dalam negeri baik untuk barang bahan–bahan sintesis tersebut.
produksi maupun untuk barang konsumsi,
terutama produk yang dihasilkan oleh sub Pemakaian pupuk kimia awalnya
sektor tanaman pangan (Hasyim dan Yusuf, memang memberikan hasil panen yang lebih
2008). banyak, sehingga petani terus menerus
menggunakannya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu
pertanian dan jumlah populasi manusia Penggunaan pupuk kimia secara
maka kebutuhan pangan juga meningkat. terus menerus dapat menyebabkan
Saat revolusi hijau di Indonesia yang

pencemaran tanah yang akan berpengaruh yang seimbang dan optimum dalam tanah
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
terhadap populasi mikroorganisme (Irvan, dan mutu hasil tanaman, meningkatkan
efisiensi pemupukan, meningkatkan
2007). Pupuk kimia menyebabkan kesuburan tanah yang lestari, dan
menghindari pencemaran lingkungan.pada
penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, kotoran ternak juga berbeda-beda tergantung
lokasi ketinggian tempat. Hal ini didasarkan
besi, tembaga, mangan, magnesium dan pada penelitian yang menyatakan bahwa
ketinggian tempat berpengaruh terhadap
boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, suhu udara dan curah hujan (Ping et al.,
2013; Saeed, Barozai, Ahmad, & Shah,
hewan dan kesehatan manusia, dengan 2014). Semakin tinggi tempat, suhu udara
semakin rendah dan curah hujan semakin
demikian dilakukan usaha untuk tinggi serta tanahnya semakin subur (Sari,
Santoso, & Mawardi, 2013; Van Beusekom,
memperbaiki tingkat kesuburan tanahnya. González, & Riveras, 2015). Perubahan
kedua faktor iklim tersebut akan berdampak
Cara memperbaiki tingkat kesuburan tanah pada proses dekomposisi bahan organik dan
komposisi kimia di dalam tanah (Somporn,
ini adalah salah satunya dengan memberikan Kamtuo, Theerakulpisut, & Siriamornpun,
2012).
pupuk kandang (Nasahi, 2010).
Pembangunan pertanian, pada
Pupuk kandang ialah olahan kotoran dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
produksi menuju swasembada, memperluas
hewan ternak yang diberikan pada lahan kesempatan kerja dan meningkatkan taraf
hidup rakyat. Untuk mencapai tujuan
pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan tersebut, maka perlua adanya inovasi-
inovasi untuk meningkatkan produksi
struktur tanah. Zat hara yang dikandung pertanian. Salah satu hal pokok yang
menunjang produktivitas pertanian adalah
pupuk kandang tergantung dari sumber

kotoran bahan bakunya. Pupuk kandang

ternak besar kaya akan nitrogen, dan mineral

logam, seperti magnesium, kalium, dan

kalsium. Namun demikian, manfaat utama

pupuk kandang adalah mempertahankan

struktur fisik tanah sehingga akar dapat

tumbuh secara baik. Dengan diberikan

pupuk kandang maka daya menahan air dan
kation – kation tanah meningkat, sehingga

apabila diberikan pula pupuk buatan maka

pencucian oleh air hujan dan erosi dapat

dihambat.

Pemberian sejumlah pupuk untuk

mencapai tingkat ketersediaan hara esensial


Click to View FlipBook Version