A. Agama yang Berkembang di Kerajaan Kutai Kudungga adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Kutai. Kedudukan Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku. Dengan masuknya Hindu, ia kemudian mengubah struktur pemerintahan menjadi kerajaan dan menjadikan dirinya sebagai raja. Raja Kudungga diperkirakan penduduk Indonesia asli yang belum memeluk Agama Hindu. Hal ini karena nama Kudungga mirip dengan nama Bugis Kudungga. Sejarah kutai diawali dengan datangnya pengaruh kebudayaan India, terutama kebudayaan Hindu ke nusantara Kerajaan Kutai Martapura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua berupa prasasti Yupa dan berdiri sekitar abad ke-4, bersamaan dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa. Pusat kerajaan ini terletak di Muara Kaman, yang saat ini adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Informasi nama Martapura diperoleh dari kitab Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara yang menceritakan pasukan Kerajaan Kutai Kertanegara dari Kutai Lama menyerang ibu kota kerajaan ini. Bukti dari sejarah kerajaan Kutai adalah prasasti Yupa, berupa 7 buah tugu bertulis yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 M. Prasasti yupa yang berbahasa Sansekerta dan ditulis dalam hurif Pallawa. Karena prasasti Yupa ini diduga sebagai prasasti tertua di Indonesia, maka peradaban di Kutai ini menandai akhir masa Pra Aksara di Indonesia. Dalam prasasti ini dituliskan bahwa Raja Mulawarman menganut agama Hindu dari aliran Siwa. Penemuan batu bertulis ini tidak sekaligus, melainkan dalam dua tahap dengan rentang waktu lebih dari setengah abad. Tahap pertama, empat prasasti ditemukan pada tahun 1879. Setahun kemudian, keempat prasasti tersebut diangkut ke Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional, Jakarta). Tahap kedua, tiga prasasti lainnya ditemukan berselang 61 tahun kemudian, yakni pada 1940. Ketiganya disimpan di museum yang sama.
Meski Kutai tidak terletak dalam jalur perdagangan internasional, tetapi hubungan dagangnya dengan India telah berkembang sejak awal. Masuknya kebudayaan Hindu menyebabkan Kutai yang semula merupakan kelompok masyarakat yang berbentuk suku berubah sistem pemerintahannya. Kepala pemerintahan yang semula seorang kepala suku berubah menjadi raja. Bukti yang menunjukkan adanya pengaruh India dalam kelompok masyarakat Kutai dapat dilihat pada Prasasti Yupa yang dibuat sekitar abad ke-5. Dari Yupa yang ditemukan kemudian muncul nama Kudungga sebagai pendiri Kerajaan Kutai. Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini di dasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan. Dari prasasti tersebut, diketahui bahwa kejayaan Kerajaan Kutai terjadi pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Selain itu, dari prasasti Yupa juga dapat diketahui mengenai kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Kerajaan Kutai. 1
B. Peninggalan Kerajaan Kutai Berdasarkan buku Wahana IPS Ilmu Pengetahuan Sosial terbitan Yudhistira Ghalia Indonesia, prasasti peninggalan Kerajaan Kutai yang populer adalah prasasti Mulawarman atau Prasasti Muara Kaman. Prasasti Mulawarman terdiri dari tujuh buah yupa dan ditulis menggunakan bahasa sansekerta dan huruf Palawa. Sementara prasasti Muara Kaman pertama kali ditemukan di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dan diperkirakan ada sejak tahun 400 masehi. Dalam prasasti Muara Kaman disebutkan bahwa Raja Kutai bernama Mulawarman memeluk ajaran Hindu, ayahnya Bernama Asmawarman dan kakeknya adalah Kudungga. Selain prasasti Muara Kaman, terdapat berbagai macam peninggalan sejarah yang lain diantaranya. 1. Prasasti Yupa Prasasti Yupa merupakan salah satu bukti sejarah Kerajaan Kutai yang paling tua. Dari prasasti inilah diketahui tentang adanya Kerajaan Kutai di Kalimantan. Di dalam prasasti ini terdapat tulisan-tulisan yang menggunakan bahasa Sansekerta dan juga aksara/huruf Pallawa. Isi dari Prasasti Yupa mengungkapkan sejarah dari Kerajaan Hindu yang berada di Muara Kaman, di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Secara garis besar prasasti tersebut menceritakan tentang kehidupan politik, sosial dan budaya Kerajaan Kutai.
2. Ketopong Sultan Ketopong adalah mahkota yang biasa dipakai oleh Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Ketopong ini memiliki berat 1,98 kg dan saat ini masih tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Benda bersejarah yang satu ini ditemukan di Mura Kaman, Kutai Kartanegara pada tahun 1890. Sedangkan yang dipajang di Museum Mulawarman merupakan ketopong tiruan. 3. Kalung Ciwa Peninggalan sejarah berikutnya adalah Kalung Ciwa yang ditemukan oleh pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ini ditemukan oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan Muara Kaman pada tahun 1890. Saat ini Kalung Ciwa masih digunakan sebagai perhiasan oleh sultan dan hanya dipakai ketika ada pesta penobatan sultan baru.
4. Kura-kura Emas Bukti sejarah Kerajaan Kutai yang satu ini cukup unik, karena berwujud kura-kura emas Benda bersejarah ini saat ini berada di Museum Mulawarman. Benda yang memiliki ukuran sebesar kepalan tangan ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang berada di hulu Sungai Mahakam Dari riwayat yang diketahui benda ini merupakan persembahan dari seorang pangeran dari Kerajaan China untuk Putri Raja Kutai, Aji Bidara Putih. Kura-kura emas ini merupakan bukti dari pangeran tersebut untuk mempersunting sang putri. 5. Pedang Sultan Kutai Pedang Sultan Kutai terbuat dari emat padat. Pada gagang pedang terdapat ukiran gambar seekor harimau yang siap untuk menerkam mangsanya. Sedang pada bagian ujung pedangterdapat hiasan seekor buaya. Untuk melihat benda ini kamu harus berkunjung ke Museum Nasional di Jakarta.
6. Keris Bukit Kang Kering Bukit Kang merupakan keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan cerita dari masyarakat menyebutkan bahwa putri ini merupakan putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas bambu. Di dalam gong tersebut terdapat bayi perempuan, telur ayam dan sebuah kering. Kering ini diyakini sebagai Keris Bukit Kang. 7. Singgasana Sultan Singgasana Sultan adalah salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Kutai yang masih terjaga sampai saat ini. Benda ini diletakan di Museum Mulawarman. Pada zaman dahulu Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman serta raja-raja Kutai sebelumnya. Singgasana Sultan ini dilengkapi dengan payung serta umbul- umbul serta peraduan pengantin Kutai Keraton.
C. PERKEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, DAN POLITIK 1. Kehidupan Sosial dan budaya Pada masa pemerintahan Kudungga, kerajaan Kutai mengalami masa peralihan dari bentuk kesukuan ke bentuk negara. Kehidupan sosial pada masa kerajaan ditandai dengan adanya golongan terdirik yang mampu menggunakan bahasa sansekerta dan aksara pallawa. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya upacara pemberkatan bagi pemeluk agama Hindu. Para brahmana Kutai dianggap memiliki intelektual tinggi dikarenakan sulitnya penguasaan bahasa ini. Berdasarkan isi prasasti-prasasti Kutai, dapat diketahui bahwa pada abad ke-4 M di daerah Kutai terdapat suatu masyarakat Indonesia yang telah banyak menerima pengaruh hindu. Masyarakat tersebut telah dapat mendirikan suatu kerajaan yang teratur rapi menurut pola pemerintahan di India, Masyarakat Indonesia menerima unsur-unsur dari luar dan mengembangkannya sesuai dengan tradisi bangsa Indonesia Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut: 1. Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya. 2. Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan. Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya. 3. Masyarakat Kutai juga adalah masyarakat yang respons terhadap perubahan dan kemajuan budaya. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan masyarakat Kuta yang menerima dan mengadaptasi budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat 4. Selain dari itu masyarakat Kutai dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi spirit keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya Penyebutan Brahmana
sebagai pemimpin spiritual dan rimal keagamaan dalam yupa-prasasti yang mereka mulis menguatkan kesimpulan itu. 2. Kehidupan ekonomi Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dan dua hal berikut ini: 1. Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai di samping pertanian 2. Keterangan termilis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahman. Dengan letaknya yang strategis yaitu berada di dekat Sungai Mahakam, membuat tanah Kerajaan dalam keadaan subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam. Mata pencaharian masyarakat Kutai adalah petani, peternak dan pedagang. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan tertulis Yupa yang menyebutkan bahwa Mulawarman pernah memberikan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana. Selain itu, Kerajaan Kutai juga menerapkan pajak pada pedagang dari daerah lain yang berdagang di wilayah Kerajaan Kutai. Pajak ini biasanya berupa barang yang mahal atau upeti. 3. Kehidupan Politik Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa Raja Mulawarman member; sedekah 20 000 ekor saps kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci berama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa di pulau Jawa disebut Baprakewara. Sejak muncul dan berkembangnya Pengarah Hindu di Kaltim terjadi perubahan dalam tata pemerintahan, yaitu dan sistem pemerintahan kepala mku menjadi sistem pemerintahan raja atau feodal. Raja-raja yang pernah berkuasa dan paling terkenal di Kerajaan Kutai pada kerajaan Kutai adalah sebagai berikut:
• Kudungga: Raja ini adalah Founding Father kerajaan Kutai, ada yang unik pada nama raja pertama ini, karena nama Kudungga merupakan nama Lokal atau nama yang belum dipengaruhi oleh budaya Hindu. Hal ini kemudian melahirkan persepsi para ahli bahwa pada masa kekuasaan Raja Kudungga, pengaruh Hindu baru masuk ke Nusantara, kedudukan Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia megubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya mejadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun temurun. • Aswawarman: Prasasti Yupa menyatakan bahwa Raja aswawarman merupakan raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan upacara Asmawedha. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan raja Samudragupta, ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasa7n kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan kerajaan Kutai. Dengan kata lain, sampai dimana ditemukan tapak kaki kuda, maka sampai disitulan batas kerajaan Kutai, Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit kerajaan Kutai. • Mulawarman Raja ini adalah Putra dari raja Aswawarman, ia membawa Kerajaan Kutai ke puncak kejayaan. Pada masa kekuasaannya Kutai mengalami masa gemilang. Rakyat hidup tentram dan sejahtera. Dengan keadaan seperti itulah akhirnya Raja Mulawarman mengadakan upacara korban emas yang amat banyak.
D. Masa Pemerintahan Raja Mulawarman Sri Mulavarman Nala Dewa atau biasa dikenal sebagai Mulawarman adalah raja ketiga dari kerajaan Kutai Martapura. Ia merupakan putra dari Raja Asmawarman serta cucu dari Raja kudungga yang merupakan pendiri kerajaan Kutai Martapira kerajaan Hindu pertama dan tertua di Indonesia. Raja Mulawarman memerintah pada abad ke-4 Masehi di wilayah yang saat ini bernama Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sejak dipimpin oleh Raja Mulawarman, Kerajaan Kutai berhasil berkembang menjadi kerajaan yang makmur dan berhasil menuju masa kejayaannya. Rakyatnya hidup bahagia dan sejahtera, Hal ini terjadi berkat kehidupan perekonomian kerajaan Kutai yang terus menerus berkembang pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Perjuangan Raja Mulawarman dalam memimpin membawa Kutai mengalami masa keemasan. Kehidupan perekonomian Kutai bertopang pada sektor pertanian, peternakan dan perdagangan. Hal ini disebabkan karena letaknya yang strategis yaitu berada di provinsi Kalimantan Timur tepatnya pada kecamatan Muara Kaman, Kerajaan Kutai berada di tepi Sungai Mahakam dekat dengan kota/kabupaten Kutai Kartanegara yang sekarang disebut dengan Tenggarong, dimana letak tersebut merupakan jalur perdangan antara China dan India. Di bawah kuasa Raja Mulawarman, Kerajaan Kutai juga berhasil memperluas daerah kekuasaannya hingga ke seluruh wilayah Kalimantan Timur dan sekitarnya. Meski banyak daerah yang dikuasai oleh Mulawarman, tidak ada satu pun di antara rakyatnya yang hidup sengsara.
Suatu hari Raja Mulawarman datang ke lapangan luas tempat pemujaan terhadap Dewa Siwa atau disebut juga dengan waprakeswara untuk mengikuti upacara persembahan atau yajña yang menandakan bahwa dirinya memeluk agama Hindu. Di sana telah disiapkan berbagai persembahan diantaranya minyak kental, obor, bunga malai, serta sapi yang sangat banyak. Raja Mulawarman menyerahkan seluruh derma tersebut kepada para brahmana. Upacara di padang waprakeswara tersebut berjalan menurut ajaran kitab Weda. Setelah ritual selesai, para brahmana mengabadikannya. Mereka membangun tujuh tugu bertuliskan aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta. Tugu-tugu tersebut dikenal sebagai prasasti yupa yang kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Berdasarkan Prasasti Yupa berkode D.2b yang didirikan oleh Raja Mulawarman, dapat diketahui bahwa Raja Mulawarman merupakan seorang pemimpin yang memiliki sikap baik, kuat, dan dermawan. Śrīmato nṛpamukhyasya Rājñaḥ śrī mūlavarmmaṇaḥ Dānam puṇyatame kṣetre Yad dattam vaprakeśvare Dvijātibhyo gnikalpebhyaḥ Viṅśatir nggosahasrikam Tasya puṇyasya yūpo ‘yam Kṛto viprair ihāgataiḥ Prasasti Yupa ini memiliki arti, Sri Mulawarman sebagai raja mulia dan terkemuka, telah memberikan sedekah 20.000 sapi kepada para Brahmana yang seperti api di tanah yang suci Waprakeswara. Sebagai tanda kebajikan Sang Raja, tugu peringatan dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat tersebut (Sejarah Nasional Indonesia II Zaman Kuno (Awal M–1500 M), 2008, halaman 39). Kemampuan kerajaan Kutai yang mampu menyediakan persembahan 20 ribu ekor sapi menunjuk majunya perekonomian kerajaan tersebut. Jika sapi-sapi didatangkan dengan cara impor, berarti kerajaan Kutai memiliki sumber daya ekonomi atau alat tukar emas yang cukup banyak. Sementara apabila sapi adalah produksi mandiri, berarti Muara Kaman memiliki keberhasilan di sektor peternakan.
Angka 20 ribu ekor sapi memang sangat menakjubkan pada masa itu. Walaupun prasasti yupa menyebutkan demikian, kalangan arkeolog meragukannya secara tekstual. Kesangsian tersebut berpangkal dari kemampuan pekerja, jumlah penggembala, serta ketersediaan logistik dan akomodasi untuk memperoleh sapi sebanyak itu. Edhie Wurjantoro, dosen arkeologi dari Universitas Indonesia, mengajukan satu kemungkinan. Apabila hadiah 20 ribu sapi itu tidak dimaknai secara harfiah, maka riilnya hanya mengacu kepada sebuah ritual tertentu (Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 2: Kerajaan Hindu-Buddha, 2008, hlm 43). Dengan kata lain, menurut asumsi ini, jumlah sebesar itu hanya sebagai simbol. Sapi 20 ribu ekor bukan jumlah yang sebenarnya. Berapa ekor pun sapi-sapi tersebut, perekonomian kerajaan bisa dianggap maju karena mampu menyediakan ternak dalam jumlah besar. Lagi pula, Kerajaan Kutau Martapura diketahui telah menjalin hubungan dengan dunia luar. Kehadiran para Brahmana dari India di tempat upacara suci di Muara Kaman adalah petunjuk yang kuat. Brahmana adalah pemuka agama Hindu yang merupakan golongan istimewa. Tidak setiap orang bisa menjadi brahmana kecuali mempunyai garis keturunan brahmana pula. Dapat disimpulkan bahwa para brahmana yang datang ke Muara Kaman berasal dari India, bukan orang lokal. Dinasti Mulawarman menganut ajaran Hindu yang menjaga kesucian sapi. Dengan kata lain, sapi tidak boleh dikonsumsi dagingnya. Petunjuk ini diperoleh dai Kerajaan Kutai Kertanegara yang mempunyai satwa mitologis bernama lembu suwana. Hewan ini bukan untuk pangan protein melainkan wahana atau kendaraan tunggangan raja dan permaisuri. Penamaan lembu menunjukkan hewan tersebut berasal dari sapi yang dikebiri. Berdasarkan mitologi setempat, pada tarikh 1300 Masehi, berdiri kerajaan bernama Kutai Kertanegara di hilir Sungai Mahakam. Kerajaan ini menganut religi Hindu corak lokal, tidak seperti Martapura di Muara Kaman dengan Hindu corak India. Keberadaan lembu suwana tidak dihapuskan dari kepercayaan setempat. Lembu suwana kini bahkan divisualisasikan dalam wujud patung. Satwa itu dijadikan ornamen atau hiasan di berbagai fasilitas umum di Kalimantan Timur.
Kultur penduduk di Daerah Aliran Sungai Mahakam juga memiliki hubungan dengan lembu atau sapi. Dari hilir sampai ke hulu, terdapat kepercayaan akan eksistensi satwa mitologis berupa ular lembu. Hewan ini dipercaya bersemayam di Mahakam selain lembu suwana. Menurut tradisi lisan, satwa ini berbentuk ular dengan tubuh sangat panjang berdiameter seukuran drum dan berkepala seperti lembu. Panjangnya diperkirakan setara lebar Sungai Mahakam atau sekitar 300–500 meter (Sejarah Sungai Mahakam di Samarinda dari Mitologi ke Barbarisme sampai Kemasyhuran, 2016, hlm 85). Unsur kepercayaan dari dua satwa mitologis tersebut, yang masih terkait dengan sapi, menandakan bahwa daging sapi pada masa lampau tidak umum dikonsumsi. Maka dari itu, upacara persembahan atau yajña yang digelar Mulawarman, memiliki kemungkinan besar tidak menumpahkan darah sapi. Munculnya anggapan dan polemik bahwa persembahan 20 ribu ekor sapi disembelih, bermula dari penggunaan terminologi “sedekah” dalam teks Indonesia untuk riwayat Mulawarman. Bagi sebagian kalangan muslim, sedekah sapi terasosiasi dengan kegiatan donasi hewan kurban untuk ritual hari raya Iduladha. Kurban dalam Islam ialah pemotongan sapi. Hal ini merupakan disorientasi yang kemudian menimbulkan mispersepsi karena religi Hindu berbeda dengan Islam. Kurban dalam Hindu tidak harus berupa penyembelihan hewan.
Supaya tidak keliru paham, penggunaan diksi “sedekah” dari serapan bahasa Arab semestinya diganti dengan “derma” yang diserap dari bahasa Sanskerta. Derma sapi akan lebih memperjelas bahwa hewan tersebut diberikan atau dihadiahkan tanpa asumsi akan dijagal. Sapi bisa diambil susunya atau dimanfaatkan sebagai pembajak sawah. Sang Krishna dalam Bhagawadgita kepada Arjuna pada Sloka 33 menyatakan, lebih baik daripada pengorbanan materi adalah jñāna-yajña, pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan karena semua tindakan tanpa kecuali memuncak dalam kebijaksanaan (pengetahuan) (Intisari Yajña dalam Ajaran Hindu, 2013, hlm 33).
E. Kesimpulan Kutai adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman. Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu
DAFTAR PUSTAKA https://amp.kompas.com/travel/read/2021/07/11/192946327/sejarah-kutai-martadipura-kerajaanhindu-buddha-tertua-di-indonesia diakses pada 27 Januari 2023 pukul 09.20 WIB. https://amp.kompas.com/stori/read/2022/10/25/080000379/kudungga-raja-pertama-dan-pendirikerajaan-kutai diakses pada 8 Februari 2023 pukul 20.22 WIB. https://dispar.kukarkab.go.id/halaman/sejarah__kabupaten__kutai__kartanegara diakses pada 27 Januari 2023 pukul 09.29 WIB. https://kaltimkece.id/historia/menelusuri-riwayat-derma-20-ribu-sapi-dari-maharajamulawarman-pada-abad-kelima, diakses pada 3 Februari 2023 pukul 09.20 WIB. https://kaltim.antaranews.com/amp/berita/9716/bahasa-kutai-tak-sepopuler-kerajaan-kutai, diakses pada 8 Februari 2023 pukul 18.59 WIB. https://www.kompas.com/stori/read/2022/05/18/100000679/mulawarman-pembawa-kejayaankerajaan-kutai?page=all#page2, diakses pada 5 Februari pukul 18.25 WIB. https://www.msn.com/id-id/berita/other/materi-belajar-letak-geografis-kerajaan-kutai-prasastidan-runtuhnya-kerajaan-majapahit/arAA14SoRv#:~:text=Jawabannya%20%3A%20Letak%20geografis%20kerajaan%20kutai,perdan gan%20antara%20China%20dan%20India, diakses pada 8 Februari 2023 pukul 19.07 WIB. https://www.google.com/url?q=https://makassar.kompas.com/read/2022/01/25/173540778/5- fakta-kerajaan-kutai-kartanegara-pernah-dihapus-lalu-dihidupkankembali%3Fpage%3Dall&usg=AOvVaw0a-MA9FbHMX3l2ykU_Xxg6&hl=in_ID diakses pada 8 Februari 2023 pukul 20.46 WIB. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/01/19/kerajaan-kutai-menengok-sejarah-kerajaanhindu-tertua-di-indonesia diakses pada 8 Februari 2023 pukul 20.39 WIB. https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/21/123432279/sejarah-berdirinya-kerajaankutai?page=all diakses pada 9 Februari 2023 pukul 00.27 WIB. https://sumbersejarah1.blogspot.com/2018/11/kehidupan-politik-ekonomi-sosial-dan-agamakerajaan-tarumanegara.html?hl=in_ID&m=1 diakses pada 8 Februari 2023 pukul 20.55 WIB. https://theinsidemag.com/sejarah-kerajaan-kutai/ diakses pada 8 Februari 2023 pukul 20.50 WIB. https://www.academia.edu/32059503/Makalah_Kerajaan_Kutai, diakses pada 9 Februari 2023 pukul 09.30 WIB.