The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by tantansn, 2018-07-22 19:31:38

PTK_Bab I-Bab V dan Daftar Pustaka

PTK_Bab I-Bab V dan Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks pendidikan formal, kegiatan belajar-mengajar dengan
tatap muka di kelas merupakan kegiatan pokok. Kegiatan belajar mengajar
merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Interaksi yang baik menghendaki terselenggaranya kegiatan belajar
mengajar yang optimal, tidak menjadikan guru terlalu berperan dominan di dalam
kelas sementara peserta didik hanya berfungsi sebagai penerima informasi.
Tugas guru yang utama adalah mengajar, yaitu menyampaikan atau
mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Khususnya, seorang guru SMP dituntut
untuk menguasai bidang studi secara keseluruhan. Namun, dalam kenyataannya
perolehan nilai beberapa mata pelajaran masih ada yang belum memenuhi standar,
tidak terkecuali untuk mata pelajaran matematika. Berdasarkan pengalaman
peneliti, hal ini disebabkan oleh teknik mengajar yang masih relatif monoton dan
membosankan. Sejauh ini, mayoritas pembelajaran matematika di kelas masih
dilaksanakan dengan metode ceramah. Tidak menutup kemungkinan hal ini
menyebabkan interaksi belajar mengajar yang lebih melemahkan motivasi belajar
siswa yang dapat berdampak pada rendahnya pemahaman siswa pada materi
tertentu.
Dalam pembelajaran matematika, hendaknya siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan yang dipelajari dengan bimbingan guru (guided reinvention).
Sehingga dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika yang dilakukan
menjadi pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Siswa tidak hanya

1

belajar untuk mengetahui saja (learning to know about), tetapi juga melakukan
(learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana
seharusnya belajar (learning to learn), serta belajar bersosialisasi dengan sesama
teman (learning to live together).

Kenyataannya, saat ini proses pembelajaran di kelas belumlah sesuai
dengan karakter yang diharapkan. Dengan variasi metode yang terbatas,
pembelajaran seringkali terlihat membosankan bagi siswa. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran. Pasifnya
siswa dalam pembelajaran ini juga diduga berpengaruh terhadap hasil belajar
secara umum. Aktivitas siswa dapat dibangkitkan dengan cara/model yang tepat
yakni pembelajaran yang dapat menjadikan siswa sebagai subjek yang menggali
sendiri, memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari,
sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator.

Dari hasil wawancara singkat terhadap beberapa orang siswa, pada
umumnya siswa mengatakan bahwa dalam pembelajaran memang kesulitan untuk
beraktifitas seperti bertanya. Selanjutnya, peneliti mengadakan pengamatan
langsung di kelas saat proses pembelajaran. Terlihat bahwa dalam penyajian
materi guru masih menggunakan metode ceramah yang bervariasi dengan metode
tanya jawab dan pemberian tugas. Hal ini terkait dengan buku-buku pelajaran dan
media pembelajaran yang dibutuhkan jumlahnya sangat terbatas. Metode tanya
jawab dan metode pemberian tugas belum dapat mengoptimalkan keaktifan siswa.
Siswa yang pintar cenderung mendominasi jawaban pertanyaan guru dan siswa
yang kurang pintar dan terkesan pasif. Demikian juga metode pemberian tugas

2

belum dapat menyeimbangkan aspek kepribadian siswa, misalnya jika diberikan
tugas pekerjaan rumah hanya beberapa yang mengerjakan, sedang siswa yang lain
menyalin pekerjaan temannya. Hal ini kurang melibatkan siswa kurang aktif
dalam kegiatan pembelajaran, akibatnya matematika dianggap sulit serta tidak
dipahami oleh siswa sehingga berimplikasi pada rata-rata hasil belajar matematika
yang diperoleh siswa.

Pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning, yang
memuat pemberian masalah kepada siswa untuk diselesaikan pada awal
pembelajaran, diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan
keaktifan selama pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena prosedur
penyelesaian soal belum disampaikan, tetapi siswa aktif dalam pembelajaran.
Sehingga suatu konsep dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui penyelesaian
masalah dan menekankan pada pentingnya kemampuan berpikir. Arends &
Kilcher (2010: 326) menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang
mengorganisasikan kurikulum dan pembelajaran dalam situasi yang tidak
terstruktur dan berupa masalah dunia nyata.

Pembelajaran berbasis masalah dinilai tepat dan memang disarankan
digunakan pada Kurikulum 2013. Pada Permendikbud No. 103 Tahun 2014 pasal
2 ayat (8) disebutkan bahwa pendekatan saintifik (pendekatan berbasis proses
keilmuan) merupakan pengorganisasian pengalaman belajar dengan urutan logis
yang meliputi proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi (mencoba),
menalar (mengasosiasi), dan mengkomunikasikan.

3

Aspek lain yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini
adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar seringkali dianggap sebagai aspek
terpenting yang bisa menentukan keefektifan pembelajaran atau model
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari ukuran keberhasilan
suatu pembelajaran yang pada umumnya dinyatakan dengan nilai yang terutama
merupakan hasil pengukuran aspek kognitif berupa pengetahuan dan
keterampilan.

Dalam hal peningkatan hasil belajar siswa, pembelajaran berbasis
masalah diduga kuat memiliki keunggulan. Berbagai unsur di dalamnya yang
dinilai mampu meningkatkan keaktifan selama proses pembelajaran, juga
diharapkan mampu memberikan hasil belajar yang baik. Dengan memadukan
keduanya, pengaruh yang dihasilkan diharapkan menjadi lebih besar sehingga
peningkatan hasil belajar siswa menjadi lebih signifikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana peningkatan keaktifan siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis

setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah?
2) Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3
Ciamis setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
berbasis masalah?

4

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian

tindakan kelas ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Meningkatan keaktifan siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis dengan

pembelajaran berbasis masalah.
2) Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis dengan

pembelajaran berbasis masalah.
D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Bagi siswa, dengan meningkatnya keaktifan, maka secara umum hasil

belajar juga diduga dan diharapkan akan meningkat.
2) Bagi guru (peneliti), memberikan pengalaman yang berharga dan mampu

melaksanakan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
3) Bagi guru yang lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu contoh
untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang menggunakan pembelajaran
berbasis masalah.

5

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang.
Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk,
dimodifikasi dan berkembang karena proses belajar. Seseorang dikatakan belajar
bila dapat diasumsikan bahwa dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan
yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Hudojo, 1990: 1). Adapun
Pasaribu, dkk (1982: 21) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
memiliki tujuan. Agar tujuan mendidik yang dirumuskan tercapai, maka
pengajaran harus menimbulkan aktivitas dan kesadaran anak didik, sebab dengan
aktivitas dapat diperoleh pengalaman baru yang kelak merupakan landasan.
Pengertian pembelajaran yang lain di antaranya dikemukakan oleh Nitko
& Brookhart (2011: 18) yang menyebutkan bahwa “instruction is the process you
use to provide students with the conditions that help them achieve the learning
targets”. Maksudnya, pembelajaran adalah proses yang dilakukan dalam
memfasilitasi siswa sehingga dapat membantu mereka mencapai tujuan-tujuan
belajar. Senada dengannya, Smith & Ragan (2005: 15) menyatakan bahwa
“instruction is the development and delivery of information and activities that are
created to facilitate attaintment of intended, specific learning goals”. Artinya,
pembelajaran adalah pengembangan dan penyampaian informasi serta kegiatan
yang dirancang untuk memfasilitasi dalam mencapai tujuan tertentu.
Elliot, et al. (2000: 3) mengungkapkan pengertian proses belajar dengan
“learning process is the procedures and the strategies that students use to acquire

6

new information”. Pendapat ini memiliki arti bahwa proses belajar adalah
prosedur dan strategi yang digunakan oleh siswa untuk mendapatkan informasi
baru. Dikemukakan juga bahwa “learning is the outcome of an interaction – an
interaction between a teacher and a student, two or more students, a student and
a computer, a student and a parent, and so on – and is often a social and active
interprise” (Elliot, et. al., 2000: 20). Artinya bahwa belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi, baik interaksi antara seorang guru dan seorang siswa, antara dua
siswa atau lebih, seorang siswa dan komputer, siswa dan orang tua, dan
sebagainya, dan juga seringkali merupakan sebuah hubungan sosial yang aktif.

Menurut Slameto (Hadis, 2006: 60),”Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi individu dengan lingkungannya”. Adapun Surya (Riduwan, 2004: 198)
menjelaskan belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.

Terkait dengan aspek peran guru dan siswa, Slavin (2006: 4) menekankan
bahwa pembelajaran bukan sekedar menstransfer pengetahuan dari seseorang
yang berpengetahuan lebih kepada orang lain, tapi memerlukan banyak strategi.
Guru berperan sangat penting dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif.
Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, tapi juga perlu memiliki
keterampilan untuk mengelola pembelajaran. Sebagai contoh, guru juga perlu tahu
bagaimana cara memotivasi, mengelola kelas, mengkomunikasikan ide secara
efektif, mengenali karakteristik siswa, dan menilai ketercapaian tujuan belajar.

7

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh sesorang yang
menghasilkan perubahan tingkah laku terhadap pengalaman yang dialaminya
secara berulang-ulang dalam lingkungannya.

Dalam hal belajar dan pembelajaran matematika, terdapat beberapa
pendapat yang dikemukakan para ahli. Skemp (1971: 36) menyatakan bahwa “in
learning mathematics, although we have to create all the concepts anew in our
own minds, we are only able to do this by using the concepts arrived at by past
mathematics”. Pernyataan tersebut bermakna bahwa dalam belajar matematika
meskipun kita membentuk lagi semua konsep dalam pikiran kita sendiri, kita
hanya dapat melakukan hal ini dengan menggunakan konsep matematika yang
telah dipahami dan diketahui sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sistemik, yaitu ilmu pengetahuan
yang tiap-tiap bagiannya saling berkaitan, sehingga dalam pembelajaran
matematika, urutan pembelajaran menjadi sangat penting.

Pernyataan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM)
berikut berkenaan dengan pembelajaran matematika. NCTM (2000: 20)
menyatakan bahwa “students must learn mathematics with understanding,
actively building new knowledge from experience and prior knowledge”. Artinya,
siswa harus belajar matematika dengan pemahaman dan secara aktif membangun
pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Adapun guru
mendorong siswa untuk berpikir, bertanya, menyelesaikan masalah, dan
mendiskusikan ide, strategi, dan solusi yang mereka dapatkan (NCTM, 2000: 18).

8

Hendaknya pembelajaran matematika diarahkan pada upaya untuk
memfasilitasi keterlibatan siswa secara aktif dalam membangun pengetahuan
mereka melalui pengalaman belajar yang mereka lakukan dan pengetahun awal
yang mereka miliki untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan belajar ini terkait
dengan kompetensi yang diperlukan oleh siswa berdasarkan standar yang telah
ditetapkan.

Kompetensi-kompetensi siswa yang diharapkan dapat dicapai melalui
proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas Nomor 41
Tahun 2007).

Dengan demikian, pembelajaran matematika di sekolah dapat diartikan
sebagai proses terencana dan terukur yang dirancang bersama untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan mengenai bilangan dan operasinya, hubungan,
kombinasi, abstraksi, konfigurasi ruang, struktur, pengukuran, estimasi,
generalisasi, dan peluang, dengan menanamkan sikap kritis, logis, dan sistematis,
sehingga siswa dapat menghargai kegunaan matematika serta mampu
menyelesaikan masalah matematis yang dihadapi dalam kehidupan nyata.

B. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah mulai digunakan dalam berbagai bidang

pendidikan yang lebih luas. Pada tahun 1990-an, sudah banyak sekolah dasar dan
menengah di Amerika Serikat yang memperkenalkan pembelajaran berbasis

9

masalah (Tan, 2003: 29). Untuk di tingkat universitas, pembelajaran berbasis
masalah banyak digunakan dalam bidang yang lebih luas seperti arsitektur,
ekonomi, administrasi pendidikan, hukum, kehutanan, optometri, ilmu politik, dan
ilmu sosial (Baden & Major, 2004: 20).

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa yang mengorganisasikan kurikulum dan pembelajaran
dalam situasi yang tidak terstruktur dan berupa masalah dunia nyata (Arends &
Kilcher, 2010: 326). Lebih jauh dikatakan bahwa pembelajaran ini bersifat aktif,
terintegrasi, dan saling terkait. Selain itu, sebagaimana dalam pembelajaran
kooperatif, di dalam pembelajaran berbasis masalah siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil dan berbagi tanggung jawab untuk belajar bersama.
Proses ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah serta kemampuan berkolaborasi.

Pendapat lain menyebutkan bahwa inti pembelajaran berbasis masalah
adalah adanya masalah sebagai acuan belajar. Roh (2003: 1) menyebutkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan situasi pembelajaran (learning
environment) yang menggunakan masalah sebagai pemandu dan pemicu proses
belajar. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah yang dapat mendorong
siswa membangun sendiri pengetahuannya. Tan (2004: 65) juga menyebutkan
bahwa pembelajaran berbasis masalah berfokus pada tantangan yang membuat
siswa benar-benar berpikir untuk mencari solusi masalah. Barrows dan Tamblyn
(Delisle, 1997: 3) menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
pembelajaran yang dihasilkan dari pemahaman dan pemecahan masalah.

10

Tan (2004: 64) memberikan karakteristik pembelajaran berbasis masalah
yang dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1. Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan masalah atau pertanyaan.
2. Proses pembelajaran berbasis masalah melibatkan klarifikasi, pendefinisian,

analisis, dan penyimpulan dengan sintesis.
3. Siswa dianggap bertanggung jawab untuk menganalisis masalah dan membuat

inkuiri.
4. Peran guru yang utama hanyalah memfasilitasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai pengertian dan karakter
tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan
pembelajaran yang menggunakan situasi atau dengan pemberian masalah tertentu
sebagai pemicu proses belajar sehingga siswa secara aktif dan kooperatif mampu
mendapatkan atau mengintegrasikan pengetahuan baru.

Dengan melihat karakteristiknya, pembelajaran berbasis masalah cocok
digunakan dalam pembelajaran matematika dan sains. Menurut Krulik dan
Rudnick (Roh, 2003: 1), pembelajaran matematika berbasis masalah merupakan
strategi pembelajaran berupa sekumpulan instruksi matematika yang memberikan
kesempatan lebih besar kepada siswa untuk berpikir kritis, menyajikan gagasan,
serta berkomunikasi. Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa harus belajar
proses matematika yang bervariasi dan keterampilan yang terkait, seperti
komunikasi, representasi, dan bernalar (Smith, 1998 dalam Roh, 2003: 2).

Dalam penelitian ini digunakan langkah-langkah pembelajaran berbasis
masalah sebagaimana yang diadaptasi dari Arends (2012: 411) berikut ini.

11

Tabel 1

Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah Fase Tingkah Laku Guru
1
Orientasi siswa pada  Menjelaskan tujuan pembelajaran
2
masalah kontekstual yang  Menjelaskan prasyarat yang
3
menarik dan menantang. diperlukan
4
5  Memotivasi siswa agar terlibat

dalam kegiatan pemecahan masalah

Mengorganisasikan siswa Membantu siswa mendefinisikan dan

untuk belajar. mengorganisaikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah

tersebut

Membimbing Mendorong siswa untuk

penyelidikan yang mengumpulkan informasi yang sesuai

dilakukan siswa secara dalam memecahkan masalah

individual atau kelompok

Mengembangkan dan Membantu siswa dalam

menyajikan penyelesaian merencanakan dan mengerjakan

masalah pemyelesaian pemecahan masalah

Menganalisis dan Membantu siswa dalam melakukan

mengevaluasi proses refleksi terhadap proses penyelidikan

pemecahan masalah. dan proses yang mereka gunakan

C. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa

dimana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas

(Udin S.W, 2007: 110). Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4), ”Hasil

belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar,

sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari

puncak proses belajar”.

Hasil belajar siswa dalam menyerap atau memahami bahan yang telah

diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Upaya

untuk mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri.

Bukti usaha dalam proses belajar adalah hasil belajar yang diukur melalui tes.

12

Pendapat tersebut diperkuat oleh Ahmadi (2006: 35) yang menyatakan bahwa

“Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha

belajar dalam perwujudan prestasi belajar siswa yang dilihat pada setiap

mengikuti tes”.

Sardiman (2004: 24) berpendapat bahwa ”Guru dapat mengambil

cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa sebagai wujud

prestasi, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa”.

Berdasarkan ungkapan tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi

hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal

seauai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai

macam kesulitan belajar yang mereka alami.

Muhaimin (1991: 45) menyatakan bahwa ”Kriteria keberhasilan

pendidikan secara operasional dapat mengikuti taksonomi tujuan pendidikan yang

dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom yang mendasarkan tujuan pendidikan atas

tiga domain, yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor.

Ketiga taksonomi tersebut banyak dianut oleh pakar pendidikan”. Yamin (2008:

34) mengklasifikasikan masing-masing domain sebagai berikut:

a. Kawasan Kognitif, berorientasi pada kemampuan berfikir mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai
pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang
sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah.

b. Kawasan Afektif, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada
yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang.

c. Kawasan Psikomotor, berorientasi kepada keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan
koordinasi antara syaraf dan otot.

13

Muhibbin (2008: 142) menambahkan bahwa pengukuran hasil belajar

bertujuan sebagai berikut:

a. Mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
kurun waktu dan proses tertentu.

b. Mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya.
c. Mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswadalam belajar. Hasil yang

baik pada umumnya menunjukkan tingkat usaha yang efisien.
d. Mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif

(kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
e. Mengetahui tingkat dan hasil metode mengajar yang digunakan dalam

proses belajar mengajar.

Hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi

pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk

mengungkapkannya biasa menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan guru

atau tim ahli. Pencapaian indikator yang ditetapkan menunjuk pada hasil belajar

yang ditaih oleh siswa.

Adapun menurut Bloom (Nana Sudjana, 1989: 22), hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Howard Kingslay membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)

keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-

cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah

ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi tiga kategori hasil

belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) Strategi

kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan intelektual yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya atau memberikan prestasi tertentu.

14

D. Aktivitas Belajar Matematika
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan

kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam pengajaran
tradisional asas aktivitas juga dilaksanakan namun aktivitas tersebut bersifat
semu. Pengajaran modern tidak menolak seluruhnya pendapat tersebut namun
lebih menitikberatkan pada asas aktivitas sejati. Siswa belajar sambil bekerja dan
memperoleh pengetahuan, perubahan dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta
mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup dimasyarakat.

Aktivitas belajar diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
siswa dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dimana siswa bekerja atau
berperan aktif dalam pembelajaran, sehingga dengan demikian siswa tersebut
memperoleh pengetahuan, pengalaman, pemahaman dan aspek-aspek lain tentang
apa yang ia lakukan (Hamalik, 2003: 172).

Paul D. Dierich (Hamalik, 2003: 174) membagi aktivitas atau kegiatan
belajar kelompok menjadi 8 yaitu :
1. Kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar, mengamati, eksperimen,

demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti mengemukakan fakta atau prinsip,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suau\tu
permainan, mendengarkan radio.

15

4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan,
memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan
tes dan mengisi angket.

5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart,
diagram, peta dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan,
menari dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, melihat, hubungan-hubungan, dan membuat
keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan
lain-lain.
Penggunaan asas aktivitas dianggap besar nilainya bagi pengajar, karena

siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri, berbuat
sendiri, memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa, bekerja sesuai
dengan minat dan kemampuannya masing-masing, memupuk disiplin keras,
mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua
siswa dengan guru.

Asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik
metode dalam kelas maupun metode mengajar diluar kelas. Hanya saja
penggunaannya dilaksanakan dalam bentuk berlainan sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai Hamalik (2003: 175-176).

16

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah
segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam
rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan
oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas, 2005: 31, belajar aktif adalah “Suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental
intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan
antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

E. Kerangka Pikir
Rendahnya hasil belajar siswa merupakan salah satu permasalahan

umum yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kaitannya dengan mata pelajaran,
bidang studi matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang menarik,
sukar dan membosankan sehingga hasil belajar matematika cenderung rendah dari
mata pelajaran lain. Dalam matematika sendiri, materi yang dirasakan masih
sangat sulit dipahami serta cukup sukar diajarkan oleh guru adalah persamaan
garis. Cara membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah
dengan mengganti cara/model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi
oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-
jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif.

Keaktifan dan hasil belajar merupakan dua hal penting yang harus
dicapai oleh siswa pada saat dan setelah mengikuti pembelajaran. Kenyataannya,
dalam pembelajaran matematika di kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis, keaktifan

17

siswa belumlah berada pada tingkat yang menggembirakan. Dari sisi hasil, siswa
di kelas ini juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Mengingat pentingnya keaktifan dan terutama hasil belajar dalam
matematika, maka dianggap perlu menggunakan suatu pendekatan pembelajaran
yang dapat meningkatkan kedua hal tersebut. Diharapkan, secara umum proses
dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan. Dengan berbagai pertimbangan,
setelah melakukan kajian teori tentang keungulan-keunggulan berbagai model
pembelajaran, maka dipilih pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan
karakteristik pembelajaran berbasis masalah serta kondisi siswa di kelas VIII-E
SMP Negeri 3 Ciamis, maka pemberian tindakan ini diduga kuat dan diharapkan
akan efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Secara ringkas, kerangka pikir dalam penelitian ini sebagaimana yang
telah dikemukakan di atas, dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Pembelajaran Matematika
Kelas VIII-E SMPN 3 Ciamis

Keaktifan siswa Kondisi Awal Hasil belajar siswa
rendah rendah

Kajian Teori Solusi Hasil Penelitian
Pembelajaran Berbasis Masalah yang Relevan

Ada peningkatan keaktifan
dan hasil belajar siswa

Gambar 1
Skema Kerangka Pikir

18

F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan di atas dapat

dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut: “Jika pengajaran
matematika dilaksanakan dengan model pembelajaran berbasis masalah, maka
aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis tahun
pelajaran 2014/2015 meningkat”.

19

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting dan Subjek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa VIII-E SMP Negeri 3

Ciamis dengan banyak siswa seluruhnya 32 orang yang terdiri dari 15 perempuan

dan 17 laki-laki. Latar belakang, tingkat sosial, dan kemampuan akademik siswa

di kelas ini beragam.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Ciamis, Jl. Jenderal

Sudirman No. 233, Ciamis. Sekolah ini terletak tidak jauh dari pusat kota Ciamis,

dengan lokasi strategis karena terletak di jalur jalan protokoler sehingga mudah

dijangkau dari berbagai arah. Dipilihnya tempat penelitian ini karena peneliti

merupakan salah satu guru yang bertugas mengabdi di SMP Negeri 3 Ciamis.

3. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Oktober sampai November 2014.

Pembelajaran matematika di kelas VIII-E dilaksanakan dalam dua pertemuan per

minggu, Rabu jam ke-1 sampai ke-3 (tiga jam pelajaran) dan hari Jumat jam ke-1

dan ke-2 (dua jam pelajaran). Waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Tindakan Waktu Pelaksanaan Jam Pelajaran
1–3
Siklus Pertemuan pertama Rabu, 29 Oktober 2014 1–2
I 1–3
Pertemuan kedua Jumat, 31 Oktober 2014 1–2
Siklus 1–3
II Tes hasil belajar Rabu, 5 November 2014 1–2

Pertemuan pertama Jumat, 7 November 2014

Pertemuan kedua Rabu, 12 November 2014

Tes hasil belajar Jumat, 14 November 2014

20

B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan

menikuti tahap-tahap penelitian sebagaimana dikemukakan oleh Kemmis dan Mc
Taggart (Hopkins, 2008: 51). Adapun tahap-tahap tersebut adalah perencanaan
(plan), tindakan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect).

Selama proses pembelajaran, dilakukan pengamatan atau observasi.
Untuk mempermudah pengamatan proses pembelajaran disediakan lembar
observasi, sehingga observer hanya perlu memberikan tanda ceklist pada tempat
yang disediakan mengenai pernyataan-pernyataan sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran yang dilakukan.

Pada akhir siklus I dilakukan posttes berkaitan dengan materi pelajaran
yang telah dipelajari. Setelah dilakukan penilaian tahap akhir siklus I, selanjutnya
adalah refleksi untuk menentukan apakah hasil yang dicapai sudah memenuhi
kriteria dan mengetahui persentase keterlaksanaan proses pembelajaran dengan
model yang digunakan.

Jika berdasarkan refleksi telah terjadi peningkatan sesuai kriteria yang
ditentukan maka tindakan dinyatakan berhasil dan kegiatan siklus selanjutnya
tidak dilakukan. Namun, jika siklus I belum berhasil, maka perlu dilanjutkan
dengan siklus II yang dimulai dari kegiatan perencanaan berdasarkan refleksi pada
siklus I. Kegiatan selanjutnya pada siklus II hampir sama dengan kegiatan yang
dilakukan pada siklus I. Jika telah memenuhi kriteria yang diharapkan, maka
siklus berhenti. Jika belum berhasil, dilanjutkan pada siklus berikutnya, demikian
seterusnya hingga tercapainya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa.

21

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru matematika, maka disepakati
bahwa peneliti bertindak sebagai guru pengajar di kelas dan salah seorang guru
matematika bertindak sebagai observer. Observer melakukan pengamatan selama
pembelajaran berlangsung dan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan
dan di setiap akhir siklus bersama-sama dengan peneliti melakukan refleksi.

Proses penelitian tindakan kelas ini dapat disajikan dalam Gambar 2
yang diadaptasi Kemmis dan Mc Taggart (Hopkins, 2008: 51) berikut ini.

Refleksi Peren-
canaan

Pengamatan Pelak-
sanaan

Peren-
canaan

Refleksi

Pengamatan Pelak-
sanaan

Gambar 2
Siklus Spiral Penelitian Tindakan
Secara lengkap, tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Siklus I
a) Perencanaan (Plan)

22

Pada tahap perencanaan, hal-hal yang dilakukan peneliti dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut.
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model

pembelajaran berbasis masalah.
2) Menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa.
3) Menyiapkan Instrumen Pengumpulan Data
b) Pelaksanaan (Act)
Pelaksanaan siklus I dilakukan dalam dua pertemuan dalam materi
persamaan garis lurus. Pembelajaran dilaksanakan dengan perpaduan
pembelajaran berbasis masalah.
c) Pengamatan (Observe)
Pada tahap pengamatan peneliti merekam beberapa jenis data yang
berkaitan dengan dampak penerapan pembelajaran berbasis masalah
pada siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis.
d) Refleksi (Reflect)
Penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil jika memenuhi
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.
2. Siklus II dan Siklus Selanjutnya
Seperti halnya pada pelaksanaan siklus I, siklus II dan siklus selanjutnya
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
a) Perencanaan (Plan)
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada
siklus sebelumnya.
b) Pelaksanaan (Act)

23

Guru melaksanakan pembelajaran berbasis masalah berdasarkan rencana
pembelajaran hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Catatan-catatan
penting mengenai pelaksanaan kegiatan pada siklus I dijadikan pedoman
untuk perbaikan proses kegiatan pada siklus II, dan begitu juga
selanjutnya.
c) Pengamatan (Observe)
Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui
aktivitas siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah.
d) Refleksi (Reflect)
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus II dan menyusun
rencana (plan) untuk siklus ketiga, dan begitu seterusnya hingga
penelitian ini berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan, yaitu
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIII-E SMP
Negeri 3 Ciamis.

C. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa. Data yang berasal

dari guru merupakan data keterlaksanaan dalam melaksanakan pembelajaran.
Adapun data yang berasal dari siswa terdiri adalah nilai hasil belajar matematika.

2. Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif diperoleh dari evaluasi hasil belajar siswa, sedang data kualitatif
diperoleh dari lembar observasi dan hasil refleksi diri.

24

Cara pengambilan data tersebut adalah:
a) Data kuantitatif tentang hasil belajar matematika diambil melalui evaluasi

hasil belajar.
b) Data kualitatif tentang pelaksanaan pembelajaran serta perubahan-perubahan

yang terjadi di kelas diambil dengan lembar observasi untuk hasil observasi
dan dengan jurnal untuk hasil refleksi diri.

D. Metode Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam menganalisis data skor keaktifan dan hasil

belajar siswa dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Adapun langkah-
langkah yang peneliti tempuh dalam pengolahannya adalah sebagai berikut.
1. Seleksi Data. Peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah terkumpul dari

para responden atau sumber data. Hal ini peneliti lakukan untuk
mempermudah melakukan pengecekan apakah semua data yang dibutuhkan
sudah lengkah atau belum.
2. Klasifikasi Data. Peneliti menggolongkan, mengelompokkan, dan memilah
data berdasarkan klasifikasi tertentu yang telah dibuat oleh peneliti sesuai
dengan tujuannya.
3. Interpretasi Data. Interpretasi berarti memberikan makna dari setiap pokok-
pokok temuan sehingga menjadi suatu faktor yang paling esensial.
4. Menarik Kesimpulan. Pada tahap terakhir ini, peneliti menyusun kesimpulan
setiap pokok-pokok temuan berdasarkan interpretasi tertentu dan menyusun
kesimpulan umum sebagai studi general dari proses analisis yang sudah
dilakukan.

25

E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan kinerja penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Indikator keberhasilan pelaksanaan tindakan pada setiap siklus untuk aktivitas
siswa adalah mencapai kategori Baik. Kategori tersebut diperoleh dengan cara
mengklasifikasikan skor rata-rata aktivitas siswa (Xi) sebagai berikut.
0 ≤ Xi < 2 : kategori Sangat Kurang
2 ≤ Xi < 2,5 : kategori Kurang
2,5 ≤ Xi < 3 : kategori Cukup
3 ≤ Xi < 3,5 : kategori Baik
3,5 ≤ Xi ≤ 4 : kategori Sangat Baik
Untuk tiap siswa dalam kelompok diberikan skor 0 atau 1 sesuai kemunculan
keempat indikator berikut, kemudian dirata-ratakan untuk keempat anggota
kelompok.
1) Menyimak penjelasan guru
2) Terlibat aktif diskusi dalam kelompoknya
3) Memperhatikan dan menyimak presentasi kelompok lain
4) Bertanya atau menanggapi pertanyaan dalam diskusi

b. Indikator keberhasilan proses pelaksanaan tindakan pada setiap siklus untuk
aktivitas guru atau keterlaksanaan pembelajaran adalah tercapainya persentase
sebesar 90%.

c. Hasil belajar siswa dikatakan berhasil jika memperoleh nilai 75 (KKM).
Tindakan dalam penelitian ini dikatakan berhasil jika minimal 85% siswa
berhasil mencapai atau melebihi nilai 75.

26

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang ditujukan untuk meningkatkan keaktifan

dan hasil belajar siswa dalam matematika ini dilakukan dengan menerapkan
model pembelajaran berbasis masalah. Keseluruhan proses pembelajaran juga
menggunakan pendekatan saintifik, sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran
berdasarkan kurikulum 2013.

Adapun materi selama penelitian ini adalah persamaan garis lurus, yang
merupakan materi pada Semester I Kelas VIII. Dengan memperhatikan indikator
keberhasilan dan pencapaian siswa pada setiap siklus, penelitian ini dinyatakan
berhasil pada akhir siklus II sehingga penelitian dilakukan dalam dua siklus.
Secara rinci pembagian materi berdasarkan kompetensi dasar adalah sebagai
berikut.
1. Siklus I

Pada siklus I, materi yang dibelajarkan bertopik “persamaan garis lurus”
dengan subtopik “kemiringan garis lurus”. Adapun indikator pencapaian
kompetensi yang berasal dari Kompetensi Inti (KI) 3 adalah “Menentukan
kemiringan garis yang melalui dua titik” dan “Menentukan letak posisi antar
garis”. Adapun setelah dikembangkan indikator tersebut menjadi:
a. Menjelaskan konsep dan pengertian kemiringan.
b. Menghitung kemiringan garis/ruas garis pada koordinat Kartesius
c. Menentukan hubungan kemiringan dari dua garis yang sejajar dan dua garis

yang tegak lurus.
27

2. Siklus II
Pada siklus II, materi yang “persamaan garis lurus” dilanjutkan pada

subtopik berikutnya, yaitu “menentukan persamaan garis lurus”. Adapun indikator
pencapaian kompetensi yang berasal dari Kompetensi Inti (KI) 3 adalah
“Menentukan kemiringan garis lurus” yang dikembangkan menjadi:
a. Menentukan bentuk-bentuk persamaan garis lurus.
b. Menentukan persamaan garis lurus jika diketahui satu titik yang dilalui dan

kemiringannya.
c. Menentukan persamaan garis lurus jika diketahui dua titik yang dilaluinya.

Pada setiap siklusnya, secara rinci prosedur tindakan kelas ini dapat
dijabarkan sebagai berikut.
a. Perencanaan, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1) Membuat skenario pembelajaran sebagaimana yang tercantum dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran. Setiap skenario digunakan dalam satu
kali pertemuan di kelas.

2) Menyusun instrumen tes berupa soal kuis.
3) Menyusun lembar observasi untuk menilai keterlaksanaan pembelajaran

berbasis masalah. Lembar observasi dibuat sama untuk setiap pertemuan
pada setiap siklusnya.
4) Membuat instrumen tes untuk mengukur hasil belajar matematika siswa.
Instrumen tes disusun berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dan
memperhatikan proses pembelajaran.
5) Membuat jurnal refleksi diri.

28

b. Pelaksanaan, dengan kegiatan tindakan yang dilakukan sesuai sintaks
pembelajaran berbasis masalah yang dapat diuraikan kembali sebagai berikut.
1) Guru mengkondisikan siswa (orientasi siswa untuk belajar), lalu
menuliskan topik pembelajaran yang hendak dipelajari.
2) Guru memberitahu siswa tentang model pembelajaran yang akan
digunakan, dalam hal ini yaitu pembelajaran berbasis masalah dan
kegiatan akan dilakukan secara mandiri dan melalui diskusi kelompok.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator.
4) Sebagai motivasi guru menjelaskan manfaat dan pentingnya belajar
persamaan garis lurus dengan memberikan contoh masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari.
5) Sebagai apersepsi (mengfokuskan perhatian siswa), dilakukan tanya
jawab yang berkaitan dengan materi persamaan garis lurus.
6) Siswa membentuk kelompok, masing-masing terdiri dari lima siswa.
7) Guru menyajikan masalah kontekstual pada LKS yang harus dicermati
oleh siswa dalam LKS.
8) Dengan bantuan guru, siswa dalam memahami tugas yang berkaitan
dengan masalah.
9) Secara individual, siswa melakukan eksplorasi terhadap masalah dengan
mengidentifikasi informasi dan ide matematis berdasarkan pengetahuan
yang telah dimilikinya untuk dijadikan bahan diskusi kelompok.
10) Secara berkelompok, siswa melanjutkan eksplorasi terhadap masalah
beserta pertanyaan-pertanyaan yang terkait.

29

11) Siswa mengembangkan dan menyajikan penyelesaian pertanyaan-
pertanyaan pada LKS.

12) Satu kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dilanjutkan oleh diskusi dengan bimbingan guru.

13) Guru memberi penegasan, menambahkan pemahaman yang kurang, atau
mengoreksi kemungkinan kesalahan.

14) Guru memberikan penilaian secara individu untuk mengukur kreativitas
dengan memberikan kuis.

15) Siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan tentang materi yang
telah dipelajari dan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan.

16) Siswa menanyakan hal-hal yang belum jelas dan guru memberikan
penekanan mengenai hal-hal tersebut.

17) Guru memberikan tugas berupa lembar pekerjaan rumah (PR) dan
menyampaikan informasi tentang tindak lanjut pembelajaran (kegiatan
pembelajaran pada pertemuan berikutnya)

c. Observasi, kegiatan yang dilakukan oleh observer dengan melakukan
observasi terhadap keterlaksanaan tindakan. Observasi dilakukan dengan
panduan lembar observasi yang telah dibuat dengan sejumlah deskriptor yang
menyatakan langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah. Proses
observasi dilakukan selama pembelajaran berlangsung pada setiap
pertemuannya. Adapun observer dalam penelitian ini adalah rekan sejawat
peneliti sebagai guru matematika di SMP Negeri 3 Ciamis.

30

d. Evaluasi, dilakukan pada setiap akhir siklus pembelajaran berupa tes tertulis.
Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Alat evaluasi untuk
siswa adalah tes hasil belajar. Adapun kriteria untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam hasil berupa prestasi belajar pada materi ajar persamaan garis
lurus ini siswa dinyatakan berhasil apabila siswa tersebut secara perorangan
mencapai nilai 75.

e. Refleksi, dilakukan pada akhir setiap siklus. Hasil yang diperoleh dari
observasi selama pembelajaran dikumpulkan, dianalisis, dan dievaluasi.
Terhadap tes hasil belajar yang dicapai oleh siswa, juga dilakukan refleksi diri
oleh peneliti. Bila hasil yang diperoleh belum memenuhi target yang telah
ditetapkan sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian, maka penelitian ini
akan dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan memperbaiki tindakan
sebelumnya.
Langkah-langkah yang telah disebutkan di atas dilakukan pada setiap

siklus. Hal ini untuk menjamin bahwa pelaksanaan tindakan pada penelitian ini
sudah sesuai dengan prosedur dengan menggunakan sintaks pembelajaran dan
instrumen penelitian yang sesuai dengan hasil kajian teori yang telah dilakukan
sebelumnya oleh peneliti.

B. Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dan dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari data

aktivitas siswa, aktivitas guru atau keterlaksanaan pembelajaran, dan hasil belajar
siswa yang diambil dari tes pada akhir setiap siklus.

31

1. Keaktifan Siswa

Data aktivitas siswa berdasarkan pengamatan terhadap keaktifan siswa

yang dilakukan pada siklus I ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Rata-Rata Skor Aktivitas Siswa pada Siklus I

Kelompok

1234567 8
2,75
Pertemuan 1 2,00 2,25 2,50 2,75 3,00 2,75 3,00 2,75
2,75
Pertemuan 2 2,75 2,75 2,50 3,25 3,00 3,25 3,00

Rata-Rata 2,38 2,50 2,50 3,00 3,00 3,00 3,00
2,77

Kategori Cukup

Adapun data aktivitas siswa berdasarkan pengamatan yang dilakukan

pada siklus II ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4. Rata-Rata Skor Aktivitas Siswa pada Siklus II

Kelompok

1234567 8
3,00
Pertemuan 1 3,25 2,75 3,00 3,50 3,25 3,50 3,00 3,25
3,13
Pertemuan 2 3,25 3,25 3,25 3,50 3,00 3,25 3,25

Rata-Rata 3,25 3,00 3,13 3,50 3,13 3,38 3,13
3,20

Kategori Baik

2. Keaktifan Guru

Data aktivitas guru atau keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I

adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Aktivitas Guru pada Siklus I

Deskriptor Pert. 1 Pert. 2

Orientasi siswa pada masalah kontekstual yang menarik dan menantang.

1 Menjelaskan tujuan pembelajaran. 11

2 Menjelaskan materi prasyarat yang diperlukan. 01

3 Memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan 00

pemecahan masalah.

Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

4 Guru mengorganisasikan siswa dalam kelompok- 11

kelompok belajar.

5 Guru menyajikan informasi/permasalahan tentang 11

materi pelajaran yang akan dilaksanakan.

32

6 Guru membantu menjelaskan secara umum tugas apa 1 1

saja yang harus dilakukan siswa sesuai dengan

masalah yang diberikan.

Membimbing penyelidikan yang dilakukan siswa secara individual/kelompok.

7 Guru memberikan penjelasan mengenai pokok-pokok 1 0

masalah dalam LKS yang tidak dipahami siswa.

8 Guru memberikan bantuan petunjuk ide penyelesaian 1 1

masalah.

9 Guru berkeliling kelas untuk membimbing 10

siswa/kelompok bekerja dan belajar.

Mengembangkan dan menyajikan penyelesaian masalah.

10 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 01

bertanya.

11 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 11

berdiskusi dalam kelompok.

12 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 11

menyajikan hasil diskusi kelompoknya.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

13 Guru membimbing siswa menyimpulkan materi 01

pelajaran.

14 Guru membimbing siswa melakukan refleksi terhadap 0 1

materi pelajaran dan proses pemecahan masalah yang

dilakukan.

15 Guru memberikan penghargaan kepada siswa dan 11

menyimpulkan materi pelajaran.

Jumlah Skor 10 12

Persentase 66,67% 80,00%

Adapun data aktivitas guru atau keterlaksanaan pembelajaran pada siklus

II adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Aktivitas Guru pada Siklus II

Deskriptor Pert. 1 Pert. 2

Orientasi siswa pada masalah kontekstual yang menarik dan menantang.

1 Menjelaskan tujuan pembelajaran. 11

2 Menjelaskan materi prasyarat yang diperlukan. 11

3 Memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan 01

pemecahan masalah.

Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

4 Guru mengorganisasikan siswa dalam kelompok- 11

kelompok belajar.

5 Guru menyajikan informasi/permasalahan tentang 11

materi pelajaran yang akan dilaksanakan.

6 Guru membantu menjelaskan secara umum tugas apa 1 1

saja yang harus dilakukan siswa sesuai dengan

masalah yang diberikan.

Membimbing penyelidikan yang dilakukan siswa secara individual/kelompok.

7 Guru memberikan penjelasan mengenai pokok-pokok 1 0

masalah dalam LKS yang tidak dipahami siswa.

33

8 Guru memberikan bantuan petunjuk ide penyelesaian 1 1
1
masalah.
1
9 Guru berkeliling kelas untuk membimbing 1 1
1
siswa/kelompok bekerja dan belajar.
1
Mengembangkan dan menyajikan penyelesaian masalah. 1

10 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 0 1
14
bertanya. 93,33%

11 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 1

berdiskusi dalam kelompok.

12 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk 1

menyajikan hasil diskusi kelompoknya.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

13 Guru membimbing siswa menyimpulkan materi 1

pelajaran.

14 Guru membimbing siswa melakukan refleksi terhadap 0

materi pelajaran dan proses pemecahan masalah yang

dilakukan.

15 Guru memberikan penghargaan kepada siswa dan 1

menyimpulkan materi pelajaran.

Jumlah Skor 12

Persentase 80,00%

3. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar yang dinilai melalui tes prestasi pada akhir siklus I dan

siklus II berturut-turut disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 7. Ringkasan Data Nilai Tes Hasil Belajar Siklus I

Banyak Siswa 32

Nilai Terendah 50

Nilai Tertinggi 90

Rata-Rata 76,88

Banyak Siswa Tuntas 20

Persentase Ketuntasan 68,97%

Tabel 8. Ringkasan Data Nilai Tes Hasil Belajar Siklus II

Banyak Siswa 32

Nilai Terendah 70

Nilai Tertinggi 90

Rata-Rata 81,88

Banyak Siswa Tuntas 25

Persentase Ketuntasan 86,21%

34

Ringkasan data nilai kuis yang dilaksanakan pada akhir setiap siklus

adalah:

Tabel 9. Ringkasan Data Nilai Kuis Siklus I

Banyak Siswa 32

Nilai Terendah 50

Nilai Tertinggi 80

Rata-Rata 65,63

Tabel 10. Ringkasan Data Nilai Kuis Siklus II

Banyak Siswa 32

Nilai Terendah 55

Nilai Tertinggi 90

Rata-Rata 76,56

Adapun nilai Lembar Kerja Siswa yang merupakan nilai kelompok pada

siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Ringkasan Data Nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-Rata Siklus I

Nilai Terendah 75 80 -

Nilai Tertinggi 85 85 -

Rata-Rata 80,63 81,88 81,25

Tabel 12. Ringkasan Data Nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-Rata Siklus I

Nilai Terendah 80 80 -

Nilai Tertinggi 90 90 -

Rata-Rata 85,00 85,63 85,31

C. Pembahasan
Sesuai dengan ketercapaian target, penelitian tindakan kelas (classroom

action research) ini dilaksanakan sampai siklus kedua. Setiap siklus terdiri dari
dua pertemuan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur penelitian. Kuantitas
pertemuan dalam setiap siklus didasarkan pada kepadatan materi yang dibahas.

35

Sebelum dilaksanakan tindakan pada siklus I terlebih dahulu siswa kelas
VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis diberi pre-test dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana materi prasyarat dimiliki oleh siswa. Hasil tes awal menunjukkan
kemampuan siswa secara rata-rata, bahkan sebagian besar, masih dibawah nilai
75. Hal ini tentunya mengharuskan suatu tindakan dalam pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa pada kelas tersebut.

Berdasarkan pengamatan di dalam kelas, keaktifan berupa partisipasi
siswa dalam pembelajaran juga dianggap masih sangat rendah. Pada umumnya,
siswa hanya menyimak, mencatat, dan tidak ada inisiatif untuk bertanya apalagi
mengemukakan gagasan. Kondisi ini juga mendorong untuk melakukan tindakan
dengan memilih pendekatan pembelajaran yang bisa memicu dan memfasilitasi
keaktifan siswa.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini dijelaskan pelaksanaan tindakan tiap
siklusnya berdasarkan dua hal yang ingin ditingkatkan pada saat pembelajaran di
kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis.

1. Aktivitas Siswa dan Guru
Berdasarkan pengamatan dan catatan, pada siklus I masih terdapat

beberapa masalah yang terjadi dalam siklus I. Aktivitas siswa dan guru pada
siklus I belumlah berada pada tahap yang memuaskan. Guru bersama peneliti
melakukan analisis dan refleksi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
rendahnya aktivitas siswa maupun aktivitas guru dalam pembelajaran dan
disepakati adanya beberapa kelemahan guru dalam pengelolaan pembelajaran
berbasis masalah, khususnya materi ajar persamaan garis, yaitu:

36

1) Guru belum dapat mengorganisasikan waktu dengan baik. Hal itu terlihat
dari bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan inti. Akibatnya
kegiatan tanya jawab antara siswa/guru serta kegiatan merangkum materi
dan refleksi, khususnya pada pertemuan pertama, tidak dilaksanakan.

2) Saat pembagian kelompok, guru belum dapat mengorganisasikan siswa
dengan baik sehingga kelas menjadi gaduh tidak dapat berjalan lancar.

3) Guru kurang mengorganisasikan siswa untuk belajar pada setiap kelompok,
dalam hal ini mengarahkan siswa untuk menelaah LKS.

4) Pada saat guru memanggil salah satu kelompok dan meminta maju ke depan
untuk mempresetasikan hasil kerjanya, ada beberapa siswa yang menolak
untuk mewakili kelompoknya dan guru menuruti keinginan siswa tersebut.
Kemudian, peneliti bersama observer melakukan analisis dan refleksi

kelemahan-kelemahan pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah oleh guru.
Dari hasil refleksi tersebut, kemudian ditentukan langkah-langkah perbaikan pada
siklus II, yaitu sebagai berikut:
1) Selama pembelajaran berlangsung, guru harus dapat mengorganisasikan

waktu dengan baik. Peneliti dapat berkolaborasi dengan observer dalam
mengatur waktu pembelajaran.
2) Guru hendaknya mengorganisasikan dan memberikan motivasi siswa dalam
setiap kelompok untuk selalu belajar, membaca buku teks atau LKS dan
selalu mendiskusikan masalah-masalah yang terkait materi pembelajaran.
3) Guru harus lebih mengefektifkan pemantauan terhadap kegiatan kelompok
dan pembimbingan intensif dan merata kepada semua kelompok.

37

4) Guru harus dapat memotivasi siswa dengan memberikan nilai dan hadiah
berupa buku tulis dan pulpen kepada kelompok yang kinerjanya bagus, agar
setiap kelompok berlomba untuk menjadi yang terbaik.

5) Guru harus dapat bersikap lebih tegas terhadap semua siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan analisis dan refleksi tersebut, guru melakukan perbaikan-

perbaikan dalam mengajarkan materi ajar sesuai dengan pendekatan pembelajaran
berbasis masalah serta memperbarui cara menyampaikan materi pembelajaran
dengan selalu melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga diharapkan dengan
pembelajaran tersebut akan merangsang dan membangkitkan motivasi untuk aktif
dan perubahan konseptual serta daya nalar siswa dan kemampuannya dalam
menyelesaikan masalah khususnya pada siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3
Ciamis.

Pada masalah pertama tentang keaktifan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar pada materi ajar persamaan garis yang diajarkan dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah, dapat dijelaskan berdasarkan hasil
pengamatan. Dari siklus I ke siklus II, keaktifan siswa cenderung mengalami
peningkatan, yang ditunjukkan oleh hasil penelitian pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Dari tabel tersebut, diketahui rata-rata aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II
mengalami peningkatan dari 2,77 (kategori Cukup) ke 3,20 (kategori Baik).
Peningkatan rata-rata skor aktivitas siswa tersebut menunjukkan bertambahnya
minat dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan penerapan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

38

Skor KeaktifanGambar 3 dan Gambar 4 berikut ini berturut-turut menyatakan diagram
skor keaktifan siswa pada siklus I dan siklus II, masing-masing berdasarkan Tabel
Skor Keaktifan3 dan Tabel 4 yang telah dituliskan lebih awal.

Skor Keaktifan Siswa pada Siklus I

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-Rata

Gambar 3. Skor Keaktifan Siswa pada Siklus I

Skor Keaktifan Siswa pada Siklus II

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-Rata

Gambar 4. Skor Keaktifan Siswa pada Siklus II
Adapun peningkatan keaktifan siswa dari siklus I ke siklus II dapat
dilihat dalam grafik pada Gambar 5 berikut.

39

Skor Keaktifan Peningkatan Skor Keaktifan

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

Siklus I Siklus II

Gambar 5. Peningkatan Skor Keaktifan Siswa
Semua kelompok mengalami peningkatan skor keaktifan. Secara umum,
peningkatan keaktifan ini ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata skor aktivitas
dari keseluruhan kelompok dari 2,77 menjadi 3,20.
Peningkatan aktivitas dari siklus I ke siklus II juga dialami oleh guru
dalam keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran. Dari 15 deskriptor yang
diamati, dari pertemuan ke pertemuan serta dari siklus I ke siklus II terjadi
peningkatan dalam keterlaksanaannya. Pada siklus I pertemuan pertama terlaksana
10 deskriptor (66,67%) yang meningkat menjadi 12 deskriptor (80%) pada
pertemuan keduanya. Walaupun pada pertemuan pertama siklus II tidak
meningkat yakni masih sebanyak 12 deskriptor (80%), tetapi kemudian meningkat
menjadi 14 deskriptor (93,33%).
Hasil penilaian berupa observasi aktivitas siswa dan guru masing-masing
dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Adapun rekapitulasi aktivitas
siswa berada pada Lampiran 8.

40

2. Hasil Belajar Siswa
Sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 7, pada siklus I diperoleh

rata-rata nilai tes hasil belajar sebesar 76,88. Nilai terendah yang diperoleh adalah
50 sedangkan nilai tertingginya 90. Berarti, tidak ada satupun siswa yang mampu
menjawab semua soal dengan benar. Pada siklus II, sebagaimana ditunjukkan
oleh Tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai tes hasil belajar adalah 81,88.
Nilai terendah adalah 70 sedangkan nilai tertingi yang diraih oleh siswa adalah
100. Terdapat dua siswa yang mendapatkan nilai sempurna pada tes hasil siklus II.

Perolehan tes hasil belajar pada siklus I dan II untuk nilai rata-rata, nilai
terendah, dan nilai tertinggi sebagaimana telah dicantumkan pada Tabel 7 dan
Tabel 8 dapat disajikan dalam grafik pada Gambar 6 di bawah berikut ini.

Data Tes Hasil Belajar Siklus I
dan II

100.00 76.8881.88 90 100
50.00
70
50

0.00
Nilai Rata-Rata Nilai Terendah Nilai Tertinggi

Siklus I Siklus II

Gambar 6. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Dengan KKM sebesar 75, diperoleh banyaknya siswa yang dinyatakan
tuntas pada siklus I adalah 20 orang atau 68,97%. Berdasarkan indikator
keberhasilan yang telah ditetapkan, hasil ini menyatakan bahwa penelitian ini
belum bisa dikatakan berhasil sehingga harus dilanjutkan pada siklus II.

41

Adapun banyaknya siswa yang telah dinyatakan tuntas adalah 25 orang
atau mencapai 86,21% Dengan memperhatikan indikator keberhasilan penelitian
pada hasil belajar, hasil yang dicapai oleh siswa pada tes hasil belajar siklus II ini
penelitian sudah dinyatakan berhasil.

Keberhasilan peningkatan perolehan nilai tes hasil belajar ini juga
sejalan dengan hasil kuis. Ringkasan data nilai kuis ini tercantum pada Tabel 9
dan Tabel 10. Pada siklus I, dari 32 siswa yang semuanya mengikuti kuis
diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 50 dengan rata-rata sebesar 65,63.
Adapun pada kuis yang diadakan pada akhir siklus II diperoleh nilai tertinggi 90,
nilai terendah 55, dan rata-ratanya mencapai 76,56. Dengan demikian, nilai kuis
dari siklus I ke siklus II naik dari 65,63 menjadi 76,56. Terlihat bahwa pada siklus
II siswa lebih baik dalam menyelesaikan soal kuis yang terkait langsung dengan
pembelajaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada siklus II siswa sudah lebih
serius dalam mengikuti pembelajaran. Daftar nilai dan rekapitulasi perolehan nilai
kuis dapat dilihat pada Lampiran 10.

Hal yang sama juga dapat dilihat pada penilaian hasil kerja kelompok
berupa Lembar Kegiatan Siswa. Pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai
LKS untuk pertemuan pertama dan kedua masing-masing 80,63 dan 81,88 yang
memberikan rata-rata siklus I sebesar 81,25. Adapun data nilai LKS pada siklus II
yang disajikan oleh Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata nilai pertemuan
pertama dan kedua berturut-turut adalah 85,00 dan 85,63 yang memberikan rata-
rata siklus II sebesar 85,31. Jadi, rata-rata nilai LKS dari siklus I ke siklus II naik
dari 81,25 menjadi 85,31.

42

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan penelitian berupa tindakan dengan pemberian pembelajaran

berbasis masalah, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini.
1. Adanya peningkatan keaktifan siswa kelas VIII-E SMP Negeri 3 Ciamis

setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Berdasarkan observasi, rata-rata-rata skor keaktifan kedelapan
kelompok siswa pada siklus I adalah 2,77 dengan kategori Cukup yang
meningkat pada siklus II menjadi 3,20 dengan kategori Baik.
2. Hasil belajar siswa berupa nilai tes pada siklus I mencapai rata-rata 76,88
dengan persentase ketuntasan sebesar 68,97% yang meningkat menjadi 81,88
dengan persentase ketuntasan sebesar 86,21% pada siklus II. Peningkatan nilai
tes ini sejalan dengan nilai kuis yang secara rata-rata naik dari 65,63 pada
siklus I menjadi 76,56 pada siklus II dan rata-rata nilai Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang naik dari 81,25 pada siklus I menjadi 85,31 pada siklus II.

B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan

beberapa saran berikut.
1. Siswa hendaknya lebih meningkatkan keaktifan dalam belajar matematika,

baik melalui pembelajaran individu maupun kelompok.
2. Guru disarankan untuk menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk

dapat meningkatkan keaktifan siswa yang dapat meningkatkan kualitas dan
hasil pembelajaran secara umum.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tentang penerapan
model pembelajaran yang lain yang dapat membangkitkan keaktifan siswa
dalam belajar matematika.

43

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arends, R.I. (2012). Learning to Teach (9th ed). New York: McGraw-Hill.

Arends, R. I. & Kilcher, A. (2010). Teaching for Student Learning; Becoming an
Accomplished Teacher. New York: Taylor & Francis.

Baden, M.S. & Major, C.H. (2004). Foundations of Problem-based Learning.
New York: Open University Press.

Delisle, R. (1997). How to Use Problem-based Learning in the Classroom.
Alexandria: ASCD.

Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun
2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Elliott, S. N., Thomas R. Kratochwill, & Joan Littlefield Cook. (2000).
Educational Psychology: Effective Teaching, Eeffective Learning. (3rd
ed.). Boston: McGraw-Hill Higher Education.

Hadis, Abdul. (2006). Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Hamalik, Oemar. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hopkins, David. (2008). A Teacher’s Guide to Classroom Research. New York:
Mc Graw Hill.

Hudojo, Herman. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP
Malang.

Kemendikbud. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2013, tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

44

Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 103 Tahun 2014, tentang Pembelajaran pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston: Author.

Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2011). Educational Assessment of Student. (6th
ed.) Boston: Pearson.

Pasaribu, I.L., dkk. (1982). Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito.

Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.

Roh, Kyeong Ha. (2003). Problem-based Learning in Mathematics. U.S.
Department of Education: Educational Resources Information Center
(ERIC).

Skemp, R. R. (1971). The Psychology of Learning Mathematics. Victoria:
Penguin Books Ltd.

Slavin, R. E. (2006). Educational Psychology: Theory and Practice. Boston:
Pearson.

Smith, P. L., & Ragan, T. J. (2005). Instructional Design. (3rd ed.). Hoboken:
Willey.

Sudjana, Nana. (1998). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.

Tan, Oon-Seng. (2003). Problem-based Learning Innovation: Using Problem to
Powers Learning in the 21st Century. Singapore: Cengage.

Tan, Oon-Seng. (2004). Enhancing Thinking Throught Problem-based Learning
Approach; International Perspectives. Singapore: Thomson.

Winataputra, Udin S., dkk. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka.

45


Click to View FlipBook Version