The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by arifhanafi65, 2022-04-05 14:10:59

ILMU UKUR TANAH 2 revisi 3. 14 Feb

ILMU UKUR TANAH 2 revisi 3. 14 Feb

Keywords: UKUR TANAH

sewaktu berlangsungnya penggalian tidak akan menimbulkan getaran
(Forsblad, 1989).
Bila transisi diantara galian dan timbunan berada pada sisi bukit
sebanyak 5 penampang melintang mungkin diperlukan, secara teoritis
penampang melintang yang lengkap tidak memerlukan pada sudut-
sudut penampang yang mencolok ke dalam permukaan tetapi
pengoperasionalnya diperlukan untuk menentukan puncak piramida-
piramida yang mempunyai dasar akhir dengan bentuk segitiga. Jadi
penampang melintang pada tradisi menjadi 3, yaitu :
1. Pada dasar timbunan
2. Pada titik grade di garis sumbu
3. Pada titik grade di dasar galian
Ketiga penampang-penampang pada transisi sangat berdekatan,
kontur grade tersebut dianggap tegak lurus pada garis sumbu,
selanjutnya akan berbentuk baji pada sebelah-sebelah kontur grade
(Elias, 1999).

Dalam pembuatan penampang memanjang ini, terdiri dari
pembuatan galian dan timbunan. Pembuatan galian dan timbunan ini
harus disesuaikan supaya penekanan biaya dan tenaga yang
digunakan dalam pengangkutan dapat benar-benar diefisienkan.
Untuk itu pembuatan penampang memanjang jalan ini perlu dipelajari
dan harus benar-benar dipahami. Penampang umumnya merupakan
irisan tegakan, bila pada peta topografi dapat dilihat bentuk proyeksi
tegak model bangunan, maka pada gambar penampang bisa dilihat
model potongan tegak bangunan dalam arah memanjang ataupun
melintang tegak lurus arah potongan memanjang bisa dipahami
bahwa gambar penampang merupakan gambaran dua dimensi
dengan elemen unsur jarak (datar) dan ketinggian. Pada gambaran
penampang dibuat dan disajikan dalam rencana rancangan bangunan
dalam arah tegak skala horizontal pada gambar penampang
umumnya lebih kecil dari skala tegak (Irvine, 1995).

48

Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang.
Pengukuran sipat datar profil banyak digunakan dalam perencanaan
suatu wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil
memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini,
banyak manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena
beda tinggi di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui.
Informasi mengenai beda tinggi sangat berguna dalam cut dan fill
suatu permukaan tanah yang tidak rata, misalnya saja dalam
pengerjaan jalan raya atau jalur kereta api.
Mengingat begitu besarnya manfaat sipat datar profil, maka
pengukuran ini mutlak harus dikuasai oleh surveyor ataupun
mahasiswa teknik Geomatika. Salah satu cara untuk menguasai
pengukuran sipat datar profil adalah dengan pelaksanaan praktikum
secara sungguh-sungguh atau dengan memperbanyak jam terbang
pengukuran

Prosedur Lapangan Menggunakan Waterpass.

Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua petugas, yaitu
pemegang alat dan pemegang rambu ukur pada saat pembacaan
demi dicapainya hasil yang konsisten. Ketepatan survei tergantung
dari ketelitian membuat garis bidik horizontal, kemampuan pemegang
rambu ukur dalam memegang rambu ukur secara vertical, dan presisi
rambu ukur yang dibaca. Ketepatan alat yang memakai nivo
gelembung gas juga harus memperhatikan penyetelan nivo tabung
dan presisi kesejajaran suatu garis arah nivo dan garis bidik. Tidak
boleh terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang dan bidik
muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995)

49

Pengoperasian Alat.

Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar. Setelah
alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang, mendatarkan,
dan melakukan pembacaan sampai ketepatan tertentu. Pembacaan
terdiri dari penentuan posisi dimana salib sumbu tampak memotong
rambu ukur dan mencatat hasil pembacaan tersebut. Tiap alat yang
dipasang memerlukan satu pembacaan bidik belakang untuk
menetapkan tinggi alat dan paling sedikit satu pembacaan bidik muka
untuk menentukan elevasi titik di sebelah muka ( sebuah titik stasiun
atau elevasi ). Pembacaan halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali
digunakan target pada rambu ukur. Target tunggal yang dibaca dapat
menimbulkan kesalahan tak sengaja. Tambahan bidik muka dapat
dilakukan terhadap titik-titik lain yang dsapat dilihat dari tempat alat
dipasang apabila elevasi titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung
pada tipe survei dan alat yang dipakai, baik benang tengah, semua
ketiga benang salib sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat
digunakan untuk melakukan pembacaan. (Wirshing, 1995)
Langkah-langkah Untuk Mengambil Pembacaan Sebuah Waterpass :
1. Waterpass dipasang dan didatarkan
2. Teropong diarahkan sedemikian rupa sehingga benang vertikal

berimpit dengan salah satu sisi rambu ukur dan alat dikunci.
3. Lensa objektif difokuskan dan paralaks dihapus.
4. Gelembung nivo diperiksa, digeser ke tengah dan disetel kalau

perlu.
5. Rambu ukur dibaca dan hasilnya dicatat.
6. Gelembung nivo diperiksa lagi apakah masih tetap di tengah-

tengah. Apabila gelembung tergeser dari tengah-tangah, ia harus
diketengahkan lagi dan pembacaan diulangi.
7. Setelah pemegang alat merasa puas bahwa gelembung tetap di
tengah-tengah ketika pembacaan dilakukan, selisih pembacaan

50

antara benang atas dan benang bawah dibaca untuk mengukur
jarak dari waterpass sampai mistar ukur. Jarak ini dipakai untuk
menyeimbangkan jarak bidik muka dan bidik belakang dan cukup
dibaca sampai ketelitian sentimeter terdekat.
8. Pemegang alat memberi tanda kepada pemegang rambu ukur
untuk maju ke posisi berikutnya.
9. Kunci teropong dibuka, teropong diputar, diarahkan ke posisi
rambu ukur berikutnya dan difokuskan. Paralaks dihapus, posisi
gelembung nivo diperiksa apakah masih di tengah-tengah, ramb u
ukur dibaca, dan posisi gelembung nivo diperiksa ulang.
10. Tahapan-tahapan ini diulangi sampai jumlah bidik muka yang
diinginkan diambil dan sebuah titik stasiun ditetapkan. Jarak
rambu ukur pada titiki stasiun diukur dan dicatat. Pemegang
rambu ukur kemudian mengambil posisi di atas stasiun.
11. Waterpass dipindahkan ke posisi pemasangan berikutnya dan
prosedur ini diulangi.
Sebelum melakukan pengukuran dengan menggunakan waterpass
maka terlebih dahulu dilakukan pengamatan koreksi garis bidik.
Kesalahan garis bidik adalah kesalahan yang timbul akibat tidak
sejajarnya garis bidik dengan garis nivo. Walaupun alat ukur
waterpass telah dirancang sedemikian rupa dan tidak dapat digerak-
gerakkan dalam arah vertical, namun kesalahan garis bidik yang
mungkin ada sebaiknya tetap di perhitungkan.

Harga kesalahan garis bidik dapat di ketahui dengan cara
pemeriksaan dan hitungan seperti berikut (perhatikan gambar 12.10)
Pada daerah pengukuran di pilih tempat mendatar dan cukup rata.
Tempatkan dan tegakkan dua rambu berjarak sekitar 100-200 m.alat
sifat datar di tempatkan diantara kedua rambu pada dua posisi yang
berbeda (double stand). Dari masing-masing stand dilakukan
pengamatan dan pembacaan rambu muka dan belakang yang di

51

tunjukkan benang atas, benang tengah, dan benang bawah diafragma
horizontal.

Gambar : 11

Data ukuran :

a.Dari stand I :

 harga bacaan skala rambu ukur belakang : bacaan benang

atas=ba1, bacaan benang bawah = bb1 dan bacaan benang

tengah = bt1

 harga bacaan skala rambu ukur muka: bacaan benang atas =

ma1, benang tengah = mt1, benang bawah= mb1

b.dari stand II

di peroleh pula bacaan skala rambu, yaitu ba2, bt2, bb2, ma2, mt2,

mb2.

( )( )
( )( )

Dimana :
Tg α = kesalahan garis bidik.

Db = jarak alat waterpass ke rambu belakang.

Dm = jarak alat waterpass ke rambu muka.

52

Kontrol dan toleransi pengukuran

Untuk menghindari kesalahan dalam menaksir skala dan pencatatan
data, maka si pencatat harus selalu mengontrol setiap satu set data
pengamatan (BT, BA dan BB), Dimana:

2 BT ≈ BA + BB
Bila perbedaan harga antara 2 BT dengan (BA+BB) lebbih besar dari

2 mm, maka pengamtan uuntuk set bersangkutan harus langsung di

ulang.

Untuk mengetahui baik tidaknya hasil pengukuran sifat datar

(terutama sifat datar memanjang), maka di tentukan batas toleransi

pengukuran sifat datar sebagai berikut:

√( )

Dimana:

T = toleransi pengukuran sifat datar dalam satuan mm

K = konstanta tingkat ketelitian pengukuran, pada

umumnya untuk keperluan Praktis : k = 10

D = jarak antara 2 titik yang di ukur beda tingginya dalam

satuan kilometer (km) Jadi bila diukur beda tinggi antara

2 titik secara pulang pergi, maka selisih harga beda

tinggi pergi dan pulang tidak boleh lebih dari T

Prosedur Pengukuran

a. Jika jarak A dan B sangat berjauhan dan telah di prakirakan
bahwa pengukuran sifat datar Pulang-pergi dari A ke B tidak
mampu diselesaikan dalam 1 hari. Maka bagi lah pengukuran
dalam beberapa seksi ditandai dengan patok yang kuat dan d
prakirakan setiap seksinya mampu di selesaikan dalam 1 hari.

b. Sebelum alat waterpass di gunakan untuk pengukuran dan
begitupun setelah selesai pengukuran setiap harinya, harus

53

dilakukan pemeriksaan kesalahan garis bidik alat, sehingga
diketahui kesalahn garis bidik setiap harinya.
c. Pengukuran harus di lakukan dalam jumlahslag genap untuk
setiap seksinya, dan cara perpindahan rambu harus bergantian
secara selang seling sebagai rambu muka dan belakang. Hal ini
diperlukan agar kesalahan nol rambu dapat tereliminir langsung
dan tidak berpengaruh terhadap hasil ukuran
d. Rambu harus diletakkan diatas stratpot (tatakan) atau diatas
patok yang kuat
e. Usahakan penempatan alatsedemikian rupa sehingga untuk
setiap seksinya dapat di peroleh jumlah jarak alat ke rambu
belakang hamper sama dengan jumlah jarak alat ke rambu muka
f. Jarak maksimal antara alat ke rambu usahakan tidak lebih dari
60 meter, pada waktu terik matahari jarak tersebut harus di
perpendek sampai 40 m.
g. Alat harus didirikan pada tanah yang keras dan stabil.
h. Alat harus di payungi terutama pada waktu terik matahari.
i. Sebelum dilakukan pembacaan skala rambu, harus selalu
dilakukan pemeriksaan apakah gelembung nivo tabung telah di
tengah atau(berkoisidensi). Kalau belum maka lakukan
pengaturan dulu sampai gelembung nivo tepat di tengah,
kemudian baru dilakukan pembacaan skala rambu.
j. Pembacaan skala rambu harus selalu di dahulukan ke rambu
belakang, kemudian ke rambu muka.
k. Pada sat dilakukan pembacaan rambu usahakan rambu berdiri se
vertical mungkin.
l. Pembacaan ke skala rambu sebaiknya di mulai dari pembacaan
benang tengah kemudian benang atas baru dilanjutkan benang
bawah. Usahakan urutan pembacaan selalu konsisten agar tidak
terjadi kekekliruan dalam pencatatan data.

54

Metode Penghitungan Beda Tinggi

Gambar 12 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi
a. Hitung pembacaan benang tengah ke skala rambu belakang(∑ b

t)dan jumlah pembacaan benang tengah ke skala rambu muka
(∑m t)
b. Hitung jumlah jarak alat ke rambu belakang (∑D b) dan jumlah
jarak alatke rambu muka (∑D m).Harga Db dan D m di peroleh
dari hasil hitungan optis.
c. Beda tinggi ukuran satu seksi (= satu hari) adalah :

()

d. Jika pengaruh kesalahan garis bidik di perhitungkan, maka
hitunglah harga rata-rata kesalahan garis bidik dari data-data
yang di peroleh pada pemeriksaan alat yang dilakukan sebelum
dan sesudah pengukuran pada hari tesebut.

e. Beda tinggi ukuran setelah di berikan koreksi garis bidik, adalah
( )( )

f. Jika di perhitungkan kesalahan pengaruh refraksi dan
kelengkungan bumi, maka beda tinggi ukuran adalah :

( )( ) .(

Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang diukur dengan
waterpass dapat dihitung dengan rumus

55

ΔH = BTB – BTM
Keterangan :
BTB : Benang tengah belakang
BTM : Benang tengah muka
Istilah-istilah :
- 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu

muka dan rambu belakang.
- 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang ± 1-2 km

yang terbagi dalam slag yang genap dan diukur pulang pergi
dalam waktu satu hari.
(Nurjati, 2004 )
Kesalahan-Kesalahan Pada Sipat-Datar.
Kesalahan-kesalahan pada sipat-datar dengan menggunakan
instrumen sipat datar diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kesalahan Petugas :
 Pengaturan instrumen sipat datar yang tidak sempurna
(penempatan gelembung nivo yang tidak sempurna dan
sebagainya).
 Instrumen sipat datar tidak ditempatkan pada jarak yang sama
dari kedua rambu.
 Kesalahan pembacaan.
 Kesalahan pencatatan.
2. Disebabkan oleh alat.
 Penempatan rambu yang tidak betul-betul vertikal.
 Rambu tipe perpanjangan seperti misalnya rambu Sopwith
yang perpanjangannya dirasakan kurang sempurna.
 Disebabkan terbenamnya rambu, karena tidak ditempatkan
pada tumpuan yang keras.
3. Kesalahan yang disebabkan oleh alam :
 Pengaruh sinar matahari langsung : sinar matahari langsung
dapat merubah kondisi intrumen sipat datar dan karenanya

56

merubah garis kolimasi. Pada sipat datar teliti selama
observasi, instrumen sipat datar harus terlindung dari sinar
matahari. Demikian pula, pemuaian atau penyusutan skala
rambu harus dikoreksi disesuaikan dengan temperatur rambu
tersebut.
 Perubahan posisi intrumen sipat datar dan rambu-rambu :
Karena beratnya sendiri, baik instrumen sipat datar maupun
rambu akan dapat terbenam, jika ditempatkan di atas tanah
yang lunak. Pada tempat-tempat seperti itu, penyangga statif
dan rambu haruslah dibuat khusus seperti piket, patok atau
harus dipilih tempat-tempat padat. Angin yang berhembus
kencang akan menyulutkan pekerjaan pengukuran, dan untuk
menghindarinya dapat digunakan perisai pelindung atau
menggunakan rambu yang pendek.
 Pengaruh refraksi cahaya : sebagaimana dimaklumi, bahwa
berkas cahaya yang melintasi udara dengan kerapatan yang
berbeda-beda akan direfraksikan. Sedangkan dekat di atas
permukaan tanah temperatur udara sangat berubah-ubah dan
karenanya perubahan kerapatannyapun besar pula. Karena itu
pembacaan rambu menjadi sulit dan mungkin sekali tidak teliti.
Untuk meningkatkan ketelitiannya, jarak bidikan haruslah
sependek mungkin. Selanjutnya diusahakan agar posisi
instrumen sipat datar terletak di tengah-tengah antara kedua
rambu.
 Pengaruh lengkung bumi : karena permukaan bumi tidaklah
datar, akan tetapi berbentuk speris, maka lengkung permukaan
bumi haruslah diperhitungkan. Tetapi hal ini merupakan
problema yang kecil pada sipat datar. Lebih-lebih apabila
instrumen sipat datar ditempatkan di tengah-tengah antara
kedua rambu, maka pengaruhnya dapat diabaikan.
(Sosrodarsono, 1983)

57

Sipat Datar Profil.

Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan
tanah atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur
pengukuran, baik secara memanjang maupun melintang.
Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi
rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu
dengan mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil
pengukuran ini merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya,
jalan kereta api, irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam:
1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi.
2. Menghitung volume pekerjaan.
3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan.
Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu
sipat datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang
sedangkan pada tahap penggambaran, biasanya dilakukan
penggambaran situasi sepanjang jalur pengukuran sipat datar profil
memanjang maupun melintang dengan skala yang berbeda agar
kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas terlihat. (Nurjati, 2004 )

a. Profil Memanjang

Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil memanjang tidak jauh
berbeda dengan sipat datar memanjang, yaitu melalui jalur
pengukuran yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat datar
profil melintangnya, sehingga mempunyai ketentuan sebagai
berikut :
• Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tenah (as) jalur

pengukuran dan dilakukan pengukuran pada setiap perubahan
yang terdapat pada permukaan tanah.
• Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek dengan jarak
optis.

58

Gambar 13 Profil Memanjang Tampak Atas
Cara Pengukuran :
 Alat di Atas Titik.

Gambar 14 Profil Memanjang Alat di Atas Titik
1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A).
2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB.
6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii, iii,

dst) ini pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC, maka
alat isa dipindahkan pada titik B.

59

8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii.
9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1
H2 = HA+∆HA2
Hn = HA+∆HAn (Nurjati, 2004 )
b. Profil Melintang
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan
setelah pengukuran sipat datar profil memanjang, jarak antar
potongan melintang dibuat sama, sedangkan pengukuran kearah
samping kiri dan kanan as jalur memanjang lebarnya dapat
ditentukan sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada
jalan raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke tepi
yang lain. Arah potongan melintang tegak lurus dengan as, kecuali
pada titik tikungan (contoh pada titik B) maka potongan diusahakan
membagi sudut terseut sama besar atau bila perlu dibuatkan 2
buah potongan melintang yang masing-masing tegak lurus pada
arah datang dan arah belokan selanjutnya.

Gambar 15 Arah Potongan Melintang
Cara Pengukuran :
Alat di Atas Titik

60

1. Tempatkan alat di atas titik A.
2. Lakukan centering.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB.
6. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2, 3, 4 dan

seterusnya sebagai titik-titik relief.
8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada setiap potongan

melintang.

B. Materi Pokok 2 : Teknik Perawatan Alat Ukur Jenis Optik.

Merawat dan memeriksa alat merupakan dua kegiatan yang tidak kalah
pentingnya dari membuat, memperbaiki dan menggunakannya.
Merawat alat dimaksudkan sebagai memelihara alat dengan tujuan :
a. Agar alat dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama
b. Agar alat dapat digunakan dengan lancar tidak terjadi hambatan,

seperti macet atau bagian tertentu lepas
c. Untuk mencegah terjadinya kerusakan, agar alat selalu dapat

digunakan.
Dalam melakukan perawatan alat alangkah baiknya bila sekaligus
dilakuka pemeriksaan terhadap alat tersebut apakah masih laik atau tidak
untuk digunakan. Dari hasil pemeriksaan akan diketahui selain laik atau
tidaknya untuk digunakan atau dioperasikan juga diketahui perlunya
melakukan perbaikan, agar kerusakan yang terjadi tidak lebih parah.
Beberapa kerusakan yang mengakibatkan tidak atau kurang laiknya dari
beberapa alat, antara lain seperti tersaji pada Tabel berikut
Tabel. 5 Di bawah ini menjelaskan beberapa kerusakan dan atau kurang
laiknya beberapa alat.

61

Dari hasil pemeriksaan akan diketahui selain layak atau tidaknya alat

untuk digunakan atau dioperasikan, juga diketahui perlunya dilakukan

perbaikan agar kerusakan yang terjadi tidak menjadi lebih parah.

Beberapa kerusakan yang mengakibatkan tidak atau kurang layaknya dari

beberapa alat, antara lain sebagai berikut :

Jenis Alat Jenis Kerusakan

Pita Ukur - Seluruh atau sebagian skala

angkanya sudah tidak terlihat jelas

atau terhapus

- Ujungnya awal pita ukur/ meteran

sudah terputus, hingga awalnya

tidak nol lagi

Kompas - - Jarum magnit sudah tiddak

dapat bergerak secara bebas lagi

diporosnya. Hal ini dapat terjadi

karena porosnya rusak atau

cairan yang tadinya ada di dalam

kompas sebagian atau seluruhnya

sudah habis keluar/ menguap

- - Skala angkanya sebagian atau

seluruhnya sudah tidak terlihat

jelas lagi.

Odometer - Rodanya sudah tidak bulat lagi

- Rodanya sering macet/ tidak

berputar

- Bunyi atau alat penghitungnya

sudah rusak.

Klinometer - Nivonya rusak, atau sebagian

airnya keluar, sehingga bentuk

gelembung nivonya tidak ada

62

- Kaca yang ada benang silang

untuk melakukan pembidikan

rusak atau goresan benang

silangnya sudah tidak jelas/ tidak

ada.

- Setengah lingkaran

berskala/klinometernya rusak

Sipat Datar - Garis bidik tidak sejajar dengan
Sipat Ruang/ Theodolite
garis arah nivo

- Sumbu kesatu tidak tegak

- Diafragma horizontal tidak

mendatar, atau diafragma vertical

tidak tegak

- Lensa teropong rusak atau kotor/

berjamur

- Teropong tidak bias diputar

- Nivo kotak rusak

- Bacaan sudut tidak terlihat

- Sekrup sekrup penyetel focus dan

penggerak halus horizontal tidak

berfungsi

- Sumbu kesatu tidak tegak

- Sumbu kedua tidak mendatar

- Diafragma horizontal tidak

mendatar atau diafragma vertical

tidak tegak

- Lensa teropong rusak atau kotor/

berjamur

- Teropong tidak bisa diputar

- Nivo kotak dan atau nivo tabung

63

rusak
- Bacaan sudut horizontal dan atau

vertical tidak telihat
- Sekrup sekrup penyetel focus dan

gerakan halus horizontal dan atau
vertical tidak berfungsi

Adapun pemeliharaan atau perawatan yang dilakukan terhadap alat alat

di atas antara lain seperti tersaji pada Tabel berikut.

Jenis Alat Jenis Perawatan

Meteran Kain Linen - Gulungan pada rolnya diatur

serapih mungkin

- Meminyaki alat pemutar rolnya

Meteran Baja - Gulungan meteran pada rolnya

perlu diminyaki agar tidak

berkarat dan mudah digulung

kedalam atau ditarik keluar

- Meminyaki alat pemutar rolnya

- Selalu dalam keadaan bersih

Kompas - Dibersihkan

Odometer - Menjaga selalu dalam keadaan

bersih

- Meminyaki poros rodanya

Klinometer - Menjaga selalu dalam keadaan

bersih

- Selalu tersimpan pada kotak

tempatnya

- Meminyaki poros setengah

lingkarannya

Sipat Datar - Menjaga selalu dalam kedaan

64

Sipat Ruang/Theodolite bersih
- Bila terkena hujan segera

dikeingkan
- Tersimpan di tempat yang

kering (dilemari yang diberi
lampu agar temperaturnya
konstan)
- Meminyaki bagian gerakan
horizontal, sekrup pemfokus
dan gerakan halus horizontal
- Menjaga selalu dalam keadaan
bersih
- Bila terkena hujan segera
dikeringkan
- Tersimpan di tempat yang
kering (dilemari yang diberi
lampu agar temperaturnya
konstan)
- Meminyaki bagian gerakan
horizontal dan vetikal, sekrup-
sekrup pemfokus dan gerakan
halus horizontal dan vertikal

Mengelola Hasil Perawatan Beberapa Alat Survei dan Pemetaan
1. Merawat Beberapa Alat Survei dan Pemetaan
1.1. Alat :

1) Meteran Kain Linen
2) Meteran Baja
3) Kompas
4) Odometer
5) Klinometer

65

6) Sipat Datar
7) Sipat Ruang

1.2. Bahan
1) Kain Lap
2) Air dan Ember
3) Minyak Kelapa/ Sawit

1.3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Bekerjalah dengan hati-hati

1.4. Langkah Kerja
Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
Perhatikan dan catat yang perlu dari penjelasan instruktur
Lakukan perawatan alat-alat dengan cara sebagai berikut :
a. Pita Ukur Kain Linen
- Gulungan pada rolnya diatur serapih mungkin
- Meminyaki alat pemutar rolnya
b. Pita Ukur Baja
- Gulungan pada rolnya diminyaki agar tidak berkarat
dan mudah digulung kedalam atau keluar
c. Kompas
- Dibersihkan
d. Odometer
- Menjaga selalu dalam keadaan bersih
- Meminyaki poros rodanya
f. Klinometer
- Usahakan selalu dalam keadaan bersih
- Selalu tersimpan pada kotak tempatnya
- Meminyaki poros setengah lingkarannya
g. Sipat Datar/Waterpass
- Usahakan selalu dalam keadaan bersih

66

- Bila terkena hujan segera dikeringkan
- Simpan di tempat yang kering (di lemari yang diberi lampu

minimal 10 watt)
- Minyaki bagian gerakan horizontal , skrup-skrup penyetel

fokus dan
gerakan halus horizontal
i. Sipat Ruang/Theodolite
- Usahakan selalu dalam keadaan bersih
- Bila terkena hujan segera dikeringkan
- Simpan di tempat yang kering (di lemari yang diberi lampu
minimal 10 watt)
- Minyaki bagian gerakan horizontal dan vertikal, skrup-
skrup
Penyetel fokus dan gerakan horizontal seta vertikal
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan peralatan
survei:
1. Selalu letakkan kotak plastik – pembawa pada sisinya, kemudian
buka penutupnya, bila ingin mengeluarkan atau menyimpan alat.
2. Gunakan tripod yang mempunyai sekrup tripod dengan diameter 35
mm – dengan ulir 2 mm atau 5/8 dengan 11 uliran dalam 1 inch.
3. Untuk instrument yang menggunakan tenaga baterai tombolnya
harus dalam posisi off, sesudah dan sebelum memulai pelaksanaan
pengukuran dan harus dilakukan pengisian ulang baterai (charge)
dengan menggunakan baterai charger yang sesuai secara berkala
tiap 2 minggu 1 kali selama ± 2 jam
4. Putarlah selalu sekrup penggerak dan sekrup penyetel searah
dengan arah jarum jam (mengencangkan) dan hentikan ketika dalam
pengaturan sebuah arah pandangan.
5. Untuk pelaksanaan pengukuran presisi, instrument dan tripod selalu
harus dilindungi dengan payung , guna perlindungan terhadap
penyinaran langsung sinar matahari.

67

6. Lindungi instrument dari benturan dan getaran pada saat pengiriman
dan membawa alat.

7. Setelah pengunaan instrument, bersihkan debu pada seluruh
permukaan dengan kuas, kemudian keringkan dengan kain
pembersih. Simpan didalam kotak pembawa pada lokasi yang
mempunyai ventilasi baik dan kering.

8. Bila permukaan lensa harus dibersihkan, pertama-tama bersihkan
debu atau kotoran dengan kuas atau air blower, kemudian hapus
dengan penekaan yang secukupnya. Dapat juga dilakukan dengan
kain/tissue dibasahi alkohol atau campuran alkohol dengan ether,
kemudian gosok permukaan lensa hati-hati dengan gerakan
melingkar kearah keluar dari titik pusatnya.

9. Bersihkan kotak plastik pembawa dengan air atau detergent biasa.
Jangan gunakan thinner atau bensin atau bahan kimia lainnya.

10. Jangan membongkar teleskop atau bagian lainnya dari instrument.
Bila dianggap harus diperbaiki atau diservice, hubungi agen yang
sudah memiliki tenaga ahli dan perlengkapan modern.

68

C. Materi Pokok 3 : Teknik Pengecekan Alat Ukur Jenis
Optik.

 Pengecekan Alat Pesawat Penyipat Datar.
 Pengecekan/pengaturan sumbu I.
 Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa
kelengkapannya. Catat merk, tipe dan nomor seri alat ukur
yang dipergunakan.
 Pilih tempat yang aman untuk mendirikan alat ukur
waterpass (tanah tidak rapuh; terhindar dari gangguan lalu
lintas, dsb).
 Dirikan Statif dengan aman dan sesuai dengan keadaan
setempat maupun juru ukur.
 Pasang alat ukur waterpass diatas statif dan eratkan dengan
sekrup pengunci hingga aman.
 Set up waterpass dengan melevelkan, cara ini sama dengan
leveling teodolit.
 Lindungi alat ukur waterpass dari panas langsung maupun
air (hujan).
 Pengecekan Garis Bidik sejajar Garis arah Nivo.
 Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa
kelengkapannya. Catat nomor seri alat ukur yang
dipergunakan !
 Ukur tiga buah penggal garis lapangan yang sama panjang
(misal 30 m) dan berada dalam garis lurus, selanjutnya tiap
titik diberi notasi A, B, C dan D;
 Ukur beda tinggi antara A dan C, alat berdiri di B. catat
bacaan untuk rambu A (ba, btA1 dan bb), dan rambu C (ba,
btC1 dan bb). Karena jarak AB=BC, maka (btC1-
btA1)=(btC0-btA0); hitung beda tinggi (A-C)1=bt0-btA1

69

 Pindahkan instrument ke titik D. catat bacaan untuk rambu A
(ba, btA2 dan bb) dan rambu C (ba, btC2 dan bb), hitung
beda tinggi (A-C)2=btC2-btA2.

 Jika (btC1-btA1) tidak sama dengan (btC2-btA2) berarti garis
bidik tidak sejajar garis arah nivo;

 Langkah koreksi dapat dilaksanakan sebagai berikut :
· Hitung harga koreksi (K) dengan rumus = 3/2 {(btc2 – btA2) –

(btC1 – btA1)}
· Untuk waterpass tanpa sekrup ungkit, arahkan garis bidik

pada bacaan ((btA2) – K), pada rambu A dengan memutar
skrup koreksi diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi
(untuk pelaksanaan kegiatan ini hanya didemonsttrasikan
oleh instruktur masing-masing).
· Setelah dikoreksi hasilnya dicatatat : untuk rambu A (ba,
btA3 dan bb) dan rambu C (ba, btC3 dan bb)
 Pengecekan : jika (btC1-btA1)=(btC3-btA3) berarti garis bidik
sejajar garis arah nivo.
 Pengecekan Alat Theodolit.
 Pengecekan Kesalahan Indeks Vertikal.
 Bidik sebuah rambu sejauh + 40 m dalam posisi biasa, dengan
sudut miring kira-kira 0°.
 Kunci gerakan vertical.
 Ketengahkan gelembung nivo skala tegak dengan skrup
pengungkit dan buat sudut miring tepat 0° dengan gerakan
halus tegak
 Baca benang tengah misal X
 Putar teropong menjadi luar biasa dan arahkan ke rambu
 Ketengahkan gelembung nivo skala tegak dan sudut miring
dibuat tepat 0°.
 Baca benang tengah rambu. Bila bacaan x berarti tidak ada
salah indek, sedang bila bacaan jadi y berarti ada salah indek.

70

 Untuk menghilangkan salah indek, geserkan bacaan rambu
menjadi 1/2(x + y) dengan skrup gerakan halus vertikal (sudut
miring tidak nol lagi).
Dengan skrup pengungkit sudut miring dibuat nol lagi, dan ini
berarti gelembung nivo tidak ditengah. Dengan skrup koreksi
nivo, gelembung nivo diketengahkan.

 Ulangi pekerjaan ini sampai salah indek betul-betul nol.

 Pengecekan Garis Bidik Tegak Lurus Sumbu II (Kesalahan
Indeks Horisontal).
Kesalahan ini diisebabkan karena garis bidik tidak tegak lurus
terhadap sumbu II. Kesalahan ini sering disebut sebagai salah
kolimasi. Besar kesalahan ini dapat dilihat/dihitung dari hasil
pembacaan biasa (B) dan luar biasa (LB).
2 β = 180° - (B – LB).
Β = [180° - (B – LB)] /2
Untuk menghilangkan pengaruh kesalahan ini, dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 Siapkan alat ukur dan perlengkapanya. Catat nomor seri alat
ukur teodolite yang digunakan.
 Tentukan/ pilih satu titik dan dirikan alat ukur teodolite diatas
titik tersebut.
 Atur/ set up theodolit.
 Tentukan 3 (missal A, B, dan C) titik di sembarang tempat
yang akan dijadikan target pengamatan. Tandai titik-titik
tersebut dengan tanda silang atau paku payung atau spidol.
Titik A (referensi) dipilih titik yang paling kiri, titik C titik yang
paling kanan.
 Bidik target A (langkah 4) dalam posisi teropong BIASA
(piringan vertikal di sebelah kiri pengamat), kemudian baca

71

dan catat bacaan horizontalnya, serta catat bacaan
vertikalnya (gunakan formulir).
 Lakukan kegiatan langkah 5 diatas untuk titik B, dan C.
 Putar teropong menjadi LUAR BIASA (piringan vertikal
disebelah kanan pengamat).
 Bidik target yang paling “kiri” (yang dibuat dilangkah 4) dalam
posisi BIASA (piringan vertikal disebelah kiri pengamat),
kemudian baca dan catat besarnya bacaan horisontal, serta
bacaan vertikal.
 Pengecekan sentring Optis.
 Pasang patok di tempat yang aman, beri tanda silang atau
titik di bagian tengahnya, bisa ditancapkan paku seng.
 Siapkan statif, buku ketiga klemnya. Tarik kaki statif
sedemikian hingga panjangnya sesuai dengan tinggi
pengukur, kurang lebih setinggi dagu. Lalu, putar
kencangkang secukupnya klem statif dan dirikan statif;
 Pasang teodolit pada statif dan putar secukupnya sekrup
penghubung statif teodolit.
 Putar sekrup ABC (26) sehingga berposisi “normal” atau
tengah-tengah. Tidak ada kepastian mana yang skrup A, B,
atau C dari ketiga sekrup tersebut. Pilihannya relatif dan
terserah Pengamat.
 Angkat statif dan dirikan diatas patok yang telah
ditancapkan di tanah, perkirakan kaki statif membentuk
segitiga sama kaki dan tinggi teodolit sesuai dengan mata
pengukur;
 Amati patok dengan optical plument (1) sedemikian rupa
sehingga benang silang optical plumment mendekati tanda
dengan patok. Bersamaan dengan itu, perkirakan dengan
mata posisi bagian bawah teodolit mendatar;

72

 Tancapkan ketiga kaki dengan menginjak statif bagian
bawah;

 Tengahkan / impitkan kembali tanda tengah mikroskop dan
tanda tengah patok dengan memutar skrup ABC;

 Amati nivo kotanya (24), tengahkan gelembungnya dengan
menggunakan sekrup kaki-kaki statif yang paling “efektif”
secara bergantian dinaikanturunkan secara seimbang.
Leveling pendekatan dilakukan dengan bantuan sekrup kaki
statif dalam tahapan mengetengahkan gelembung nivo
kotak. Oleh karena itu, perlu dipilih sekrup mana yang
dikendorkan untuk menaikan atau menurunkan kaki statif.
Agar efektif pergeserannya, pilihlah sekrup yang sejajar
dengan gelembung nivo-tengah nivo;

 Amati nivo tabung, tengahkan gelembungnya dengan
menggunakan sekrup ABC dengan metode “penyikuan”
kemudian putar pada sembarang posisi, (lihat cara leveling).

 Amati apakah tanda tengah optikal plummet (1) apakah
masih berhimpit dengan tanda tengah patok ? Jika ya, maka
teodolit siap digunakan. Jika belum, impitkan lagi dengan
cara membuka sekrup statif-teodolit lalu geser teodolit sambil
diamati melaui optical plummet tadi.

 Amati nivo tabungnya, jika bergeser tengahkan dengan cara
seperti pada tahap 10.

Secara rinci tahapan sentering unting-unting sebagai berikut:
 Tahap 1 sampai dengan 5 sama dengan sentering optis;
 Tepatkan unting-unting yang bebas bergantung ke tengah-

tengah patok (Gb 38) denagn cara menggeser-geser kaki
statif;
 Amati nivo tabung, tengahkan sekrup ABC dengan prinsip
“siku-siku”, kemudian putar pada sembarang posisi.

73

 Jika nivo masih berada di tengah-tengah pada sembarang
posisi, teodolit telah sentering.

 Pengecekan Sumbu II.

Gambar 16
 Arahkan teropong ke P dalam posisi biasa
 Gerakkan teropong ke mistar bawah misalnya Q
 Putar teropong menjadi luar biasa dan arahkan ke Q
 Gerakkan teropong ke mistar atas bila tepat ke P berarti

sumbu II telah mendatar, sedangkan bila tidak tepat ke P
maka sumbu II miring
 Untuk membuat sumbu II mendatar, geserkan garis bidik ke
Po (tengah-tengah antara P1 dan P) dengan skrup koreksi
sumbu II yang terletak pada penyangga (bagian tengah
theodolit).
 Pengecekan/pengaturan garis jurusan nivo tegak lurus sumbu I.
 letakkan theodelit diatas statip.
 letakkan nivo tabung sejajar dengan 2 sekrup kiap.
 ketengahkan gelembung nivo tabung, kemudian putar 180° .

74

 bila gelembung nivo tetap ditengah, putar nivo 90° dan
ketengahkan gelembung nivo dengan skrup kiap ke tiga.

 bila gelembung nivo lari dari tengah maka pindahkan
gelembung nivo ketengah separuh dari perpindahannya tadi
dengan menggunakan sekrup koreksi nivo

 ulangi pekerjaan diatas sampai gelembung nivo tetap berada
ditengah walaupun teropong/nivo diputar kesegala arah.

 Pengecekan/pengaturan Garis Bidik.

Gambar 17
Untuk memeriksa apakah benang diafragma tegak maka bidiklah
unting-unting yang digantung sejauh + 25 m.
Bila benang diafragma tidak berimpit dengan benang unting-
unting maka buka skrup pengunci diafragma kemudian putar
diafragma sampai benang diafragma berimpit dengan benang
unting-unting tadi.
Untuk memeriksa apakah pusat teropong berimpit dengan titik
potong benang silang maka bidiklah sebuah rambu berjarak + 75
m dalam posisi biasa. Kunci gerakan tegak teropong dan
ketengahkan gelembung nivo skala tegak dan catat bacaan sudut
tegak misalnya 90° dan bacaan ke rambu misalnya P. Kemudian
teropong diputar menjadi luar biasa dan bidik rambu. Set bacaan
sudut tegak 90° dan baca bacaan ke rambu. Bila bacaan rambu
tetap P maka pusat teropong telah berimpit dengan titik potong
benang silang, dan bila tidak sama maka geserkan benang

75

diafragma mendatar setengah dengan skrup koreksi diafragma a
dan b.
Ulangi pekerjaan ini sampai bacaan sudut tegak sama dan
bacaan ke rambu juga sama dalam posisi teropong biasa dan luar
biasa.
Misalnya :
Posisi teropong biasa :
Bacaan sudut tegak : 90°
Bacaan ke rambu : 1,350 m
Posisi teropong luar biasa :
Bacaan sudut tegak : 90°
Bacaan ke rambu : 1,350 m
 Pengecekan Elliminasi Paralaks
Tahapan eliminasi paralaks : agar terhidar dari paralaks ini,
benang silang atau stadia hendaknya difokuskan secara hati-hati
dengan eyepiece (19); yang terletak dekat lensa okuler;
sehingga benang silang itu jelas dan tajam. Untuk membantu
melakukannya 76eri dengan mengarahkan teleskop 76eriodi
langit atau ke permukaan cerah yang seragam. Putar sekrup
eyepiece sehingga benang silang tajam-hitam, ini berarti skala
dioptrik lensa telah diset tepat, sesuai dengan mata pengamat.
Sekali terpenuhi, kondisi ini akan konstan untuk semua bidikan.
Untuk mengecek paralaks, pengamat menggerakan kepala
sedikit dari beberapa sudut pandang. Jika ada gerakan antara
target dan benang silang, lengan focusing lensa dalam (16)
digunakan untuk mengoreksinya. Jika gagal, teleskop diarahkan
lagi ke langit dan pemfokusan eyepiece dicek lagi. Umumnya,
dengan hanya sedikit gerakan lengan focusing, paralaks sudah
76eri dikoreksi.

76

Setelah pengecekan telah dilakukan, maka sebaiknya setiap alat
senantiasa dilakukan kalibrasi untuk menjamin keakuratan hasil
pengukuran.
Kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of
International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang
membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh 77eriodic77t ukur
atau 77eriod pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan
nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur
dalam kondisi tertentu. Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan
bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang
mampu telusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran
dan/atau internasional.
Manfaat kalibrasi adalah sebagai berikut :

1. untuk mendukung 77eriod mutu yang diterapkan di berbagai
77eriodic pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.

2. Dengan melakukan kalibrasi, 77eri diketahui seberapa jauh
perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga yang
ditunjukkan oleh alat ukur.

Interval kalibrasi:
1. Kalibrasi harus dilakukan secara 77eriodic
2. Selang waktu kalibrasi dipengaruhi oleh jenis alat ukur, frekuensi
pemakaian, dan pemeliharaan.
3. Bisa dinyatakan dalam beberapa cara :
 Dengan waktu kalender (6 bulan sekali)
 Dengan waktu pemakaian (1.000 jam pakai, dst)
 Kombinasi cara pertama dan kedua, tergantung mana yg lebih
dulu tercapai.

77

Secara umum, kalibrasi untuk alat-alat ukur tanah jenis optik adalah :
1. Penyetelan Nivo kotak sipat datar.

 Dirikan instrument pada tripod dan seimbangkan hati-hati
gelembung nivo kontak dengan tiga sekrup penyetel.

Gambar 18
 Putar teleskop 180 0terhadap sumbu vertikal. Bila gelembung tetap

seimbang, penyetelan tidak diperlukan. Bila gelembung tergeser
dari pusatnya; penyetelan harus dilakukan.

Gambar 19
 Kencangkan sekrup penyetel nivo kontak pada sisi kearah mana

gelembung harus bergeser dengan pen koreksi. Ini akan
mengembalikan gelembung ke arah pusat, namun gerakkan
gelembung hanya setengah dari kesalahannya.
 Sisa yang setengah dihilangkan dengan menggunakan tiga sekrup
penyetel.
 Sekarang gelembung akan tetap seimbang walau teleskop diputar
terhadap sumbu vertikal. Bila tidak, ulangi pekerjaan diatas hingga
gelembung tetap seimbang walau teleskop diputar-putar terhadap
sumbu vertikal.

78

Gambar 20

2. Penyetelan nivo tabung.
Penyetelan ini diperlukan bila, sumbu nivo tabung tegak lurus sumbu
vertikal.
 Tempatkan nivo tabung sejajar garis yang melalui pusat dua sekrup
penyetel nivo, sekrup penyetel nivo, sekrup A dan B. Guna dua
sekrup penyetel saja dan seimbangkan gelembung udara nivo
tabung.
 Putarkan instrument 180 0terhadap sumbu vertikal dan periksa
pergerakkan gelembung udara nivo tabung. Bila gelembung udara
berpindah, lakukan penyetelan selanjutnya.
 Stel sekrup nivo dengan pen koreksi dan kembangkan kembali
gelembung udara nivo tabung. Namun, koreksilah setengah dari
penyimpangan dengan metode ini.
 Setengah yang lain dari penyimpangan dikoreksi dengan sekrup
penyetel nivo A dan B.
 Putar instrument 180 0terhadap sumbu vertikal dan periksa
pergerakkan gelembung udara. Bila gelembung udara tetap
berpindah, ulangi penyetelan ini.

79

Gambar 21

3. Penyetelan Kolimasi Instrument sipat datar.
 Pasang instrument pada tripod ditengah-tengah dua dinding, kira-
kira dengan jarak 50 meter.

Gambar 22
 Seimbangkan instrument dengan baik, dengan menyeimbangkan

gelembung nivo kontak, gunakan tiga sekrup penyetel.
 Tempatkan dua penggaris yang sama pada kedua dinding dan

baca secara bergantian kedua penggaris pada garis pandangan
horozontal, menggunakan angka yang sama pada kedua

80

penggaris. Bila perlu, atur penggaris itu naik atau turun, untuk
menyamakan angka yang sama.

Gambar 23
 Pindahkan instrument 2 atau 3 meter dari penggaris dan seimbang

sekali lagi gelembung nivo dengan tiga sekrup penyetel.

Gambar 24
 Kolimasikan sekali lagi kedua penggaris pada garis pandangan

horizontal dan baca angka pada penggaris. Bila pembacaan pada
kedua penggaris adalah sama, tidak diperlukan penyetelan.

Gambar 25
Bila pembacaannya lain, penyetelan perlu dilakukan sebagai berikut:
 Amati penggaris yang terjauh geserkan benang silang horizontal

naik atau turun hingga garis tersebut berhimpit dengan pembacaan
yang sama seperti pada pembacaan penggaris yang terdekat,
dengan sekrup penyetel benag silang, yang akan terlihat bila
penutup lensa bidik dibuka.

81

Gambar 26
Pertama, kendurkan sekrup penyetel, pada sisi arah benang silang
horizontal harus digeser, kemudian kencangkan sekrup penyetel
pada sisi yang berlawanan dengan jumlah putaran yang sama.
Pada saat melakukan penyetelan ini, jangan kendurkan atau
kencangkan terlalu banyak pada satu saat, tetapi lakukan
penyetelan sedikit demi sedikit dan usahakan tegangan sekrup-
sekrup adalah sama pada tiap saat, dengan memutar sekrup
dengan jumlah putaran yang sama. Putarlah berlawanan arah
jarum jam untuk mengendurkan dan searah jam untuk
mengencangkan.
 Setelah menyelesaikan penyetelan, periksa sekali lagi untuk
melihat apakah angka-angka yang sama terbaca pada kedua
penggaris bila diperiksa dengan cara diatas, bila tidak ulangi
pekerjaan ini.

4. Penyetelan benang silang.
 Dirikan instrument pada tripod dan seimbangkan hati-hati
gelembung nivo kontak dengan 3 sekrup penyetel.
 Amati sebuah target dengan jarak 40 meter atau pasangkan
sebuah tanda pada rambu ukur.
 Impitkan benang silang horizontal pada tanda tersebut, hingga
tanda tersebut tertutup benang silang.
 Putar sekrup penggerak halus horizontal sedemikian hingga
benang silang horizontal mengikat tanda tadi.

82

 Bila tanda target tadi berpindah dari benang silang horizontal,
penyetelan perlu dilakukan pada gelas retikul.

 Lepaskan sekrup penutup lensa bidik, dan akan terlihat tiga sekrup
pengencang, sebagai tambahan dari dua sekrup penyetel
diafragma yang digunakan pada saat kolimasi instrument.

 Kendurkan ketiga sekrup pengencang perlahan-lahan dan putar
gelas retikul dengan sangat perlahan-lahan karena tidak terlalu
banyak penyetelan yang diperlukan.
Bila putaran masih memerlukan koreksi sekali lagi, kehati-hatian
yang maksimum diperlukan pada saat melakukan penyetelan ini.
Akhirnya, kencangkan semua sekrup pengencang dengan jumlah
putaran yang sama seperti pada waktu mengendurkan.

 Periksa sekali lagi dan lihat apakah tanda target masih bergeser
dari benang silang horizontal bila teleskop diputar dengan sekrup
penggerak halus. Bila masih, ulangi pekerja diatas sekali lagi
dengan penuh kehati-hatian.

5. Penyetelan benang silang vertikal.
Penyetelan ini diperlukan bila benang silang vertical tidak terletak
pada bidang tegak lurus sumbu horizontal teleskop (sebab benang
silang ini harus memungkinkan untuk penggunaan setiap titik pada
benang guna pengukuran sudut horizontal atau pelurusan garis)
 Pasang instrument diatas tripod dan seimbangkan instrument
dengan hati-hati.
 Arahkan benang silang pada titik yang telah ditentukan titik A pada
jarak minimum 50 meter (160 feet) dan kencangkan semua
penggerak horizontal.
 Ayunkan teleskop kearah vertikal dengan sekrup penyetel vertikal
dan periksa, apakah titik bergerak sepanjang garis benang silang
vertical.

83

 Bila titik bergerak secara teratur sepanjang benang, berarti benang
silang vertikal terletak pada bidang tegak lurus sumbu horizontal
(dan penyetelan tidak diperlukan)

Gambar 27
 Namun, bila titik berpidah dari benang silang vertikal, ketika

teleskop diajunkan, penyetelan diperlukam pada bidang retikul.
 Lepaskan sekrup bagian penutup penyetel benang silang, dengan

memutar pada arah berlawanan jarum jam dan cabutlah. Akan
terlihat empat sekrup bagian penempel lensa bidik, dan juga empat
sekrup penyetel benang silang.
 Kendurkan semua keempat sekrup perlahan-lahan dengan
peralatan obeng (sambil mencatatat jumlah putaran) Kemudian,
putar bagian lensa bidik sedemikian hingga benang silang vertikal
berimpit dengan titik A. Kencangkan keempat sekrup tadi sejumlah
putaran ketika tadi mengendurkannya.
 Periksa sekali lagi dan bila titik melintas seluruh panjangan benang
silang vertikal, penyetelan lebih lanjut tidak diperlukan lagi.
6. Penyetelan benang silang horisontal
Penyetelan ini diperlukan bila garis visir tidak tegak lurus sumbu
vertikal (ketika pembacaraan lingkaran vertikal 0 0)
 Pasang instrument pada jarak sekitar 50 meter (160 feet) dari
target. Seimbangkan instrument dengan nivo tabung.
 Stel lingkaran vertikal pada 0 00 1 0 11 dan tentukan titik A.

84

 Putar teleskop terhadap sumbu horizontal dan putar instrument 180
0 terhadap sumbu vertikal. Tentukan titik B pada target dengan
pembacaan lingkaran vertikal 180 0.

 Titik A dan B seharusnya berimpit, bila tidak, ikuti penyetelan
selanjutnya.

 Pertama, lepaskan sekrup bagian penutup penyetel benang silang.
 Kemudian tentukan titik C yang ditempatkan tepat ditengah-tengah

titik A dan B. Selanjutnya geserkan garis benang silang horizontal
sedemikian hingga berimpit dengan titik C dengan menyetel sekrup
atas dan bawah penyetel benang silang menggunakan pen koreksi.

Gambar 28
Catatan: Pertama, kendurkan sekrup penyetel pada sisi mana garis
benang silang horizontal harus digerakkan. Kemudian kencangkan
sekrup penyetel pada sisi yang berlawanan dengan jumlah putaran
yang sama, guna mencegah perubahan pada tekanan sekrup
penyetel. Putar kearah berlawanan arah jarum jam guna
mengendurkan dan kearah putaran jarum jam guna mengencangkan,
tetapi putar sesedikit mungkin.
7. Penyetelan Nivo kotak theodolit.
Penyetelan ini diperlukan bila sumbu nivo kontak juga tidak tegak
lurus sumbu vertikal.

85

 Seimbangkan dengan hati-hati instrument menggunakan nivo
tabung.

 Bila gelembung udara nivo kontak sudah tepat seimbang, pada
saat ini, penyetelan tidak lagi diperlukan. Bila tidak, ikuti penyetelan
yang lebih lanjut.

 Geserkan gelembung udara ke tengah/pusat nivo kontak, dengan
menyetel tiga sekrup penyetel dibawah nivo kontak, meggunakan
pen koreksi.

Gambar 29
Catatan: Pertama, kendurkan sekrup penyetel kearah mana
gelembung udara akan digeserkan. Kemudian kencangkan sekrup
penyetel pada sisi mana gelembung udara berpindah. Kendurkan
sekrup penyetel atau sekrupkan perlahan-lahan dan catatlah jumlah
yang sama. Arah jarum jam akan mengendurkan sekrup dan putaran
berlawanan jarum jam akan mengencangkan sekrup.
8. Penyetelan Kolimasi Instrument theodolit.
Penyetelan kolimasi ini diperlukan guna, membuat garis vizir tegak
lurus sumbu horizontal instrument, bila tidak, akan memungkinkan
kesulitan untuk meluruskan garis secara langsung.
 Dirikan 86ertical86t dengan pandangan bebas pada jarak sekitar 50

– 60 meter (160 – 200 feet) pada kedua sisi 86ertical86t.
 Seimbangkan 86ertical86t dengan nivo tabung.

86

 Tempatkan titik A pada jarak kira-kira 50 meter dan kencangkan
semua klem.

 Kendurkan kelm 87ertical saja, dan putar teleskop 180 0terhadap
sumbu horizontal sedemikian hingga teleskop mengarah kearah
yang berlawanan.

 Tempatkan titik B pada jarak yang sama dengan titik A dan
kencangkan klem 87ertical.

 Kendurkan klem penggerak atas dan putar 87ertical87t 180 0
terhadap sumbu 87ertical. Tepatkan sekali lagi ke titik A dan
kencangkan klem penggerak atas.

 Kendurkan klem 87ertical saja. Putarkan sekali lagi teleskop
terhadap sumbu horizontal dan tepatkan ke titik C, yang
seharusnya berimpit dengan titik B. Kencangkan klem 87ertical.

 Bila titik B dan C tidak berimpit, stel dengan cara berikut
 Lepaskan bagian penutup penyetel benang silang.
 Tentukan titik D diantara titik C dan B, pada jarak ¼ jarak B dan C

diukur dari titik C adalah empat kali kesalahan yang sesungguhnya
karena teropong diputar balikkan dua kali selama pelaksanaan ini.
 Geserkan garis benang silang 87ertical dan impitkan dengan titik D
dengan memutar sekrup penyetel kiri dan kanan menggunakan pen
koreksi.

Gambar 30

87

Catatan: Penyetelan sekrup penyetel kiri dan kanan dilakukan dengan
cara yang sama seperti sekrup penyetel atas dan bawah pada “ 4
Penyetelan Benang Horizontal”
Setelah penyelesaian penyetelan, ulangi pelaksanaan ini sekali lagi.
Bila titik B dan C berimpit, penyetelan tidak perlu diulang, tetapi bila
sebaliknya, ulangi penyetelan ini.

9. Penyetelan teleskop centring optis.
Penyetelan ini diperlukan guna membuat garis vizir teleskop centering
optis berimpit dengan sumbu vertikal (bila tidak, sumbu vertikal tidak
akan betul-betul vertikal, ketika dilakukan centering optis pada
instrument).
 Impitkan tanda pusat dengan titik (lihat “ 6 Sentering Optis “)
 Putar instrument 180 0 terhadap sumbu vertikal dan periksa tanda
pusat. Bila titik sudah terletak pada tanda pusat, penyetelan tidak
diperlukan. Bila tidak, dengan cara berikut.
 Lepaskan penutup bagian penyetel lensa bidik teleskop sentering
optis, dengan memutar kearah berlawanan arah jarum jam dan
cabutlah.
Akan terlihat empat sekrup penyetel yang mana harus disetel dengan
pen koreksi guna menggeser tanda pusat ke titik. Namun, hanya
sentengah dari penyimpangan yang dikoreksi dengan cara ini.

Gambar 31

88

Catatan: Penyetelan dilakukan sama seperti untuk “Penyetelan
Benang Silang Horizontal”
 Selanjutnya, gunakan sekrup penyetel nivo dan impitkan titik

dengan tanda pusat.
 Putar instrument 180 0 terhadap sumbu 89ertical dan periksa tanda

pusat. Bila sudah berimpit dengan titik penyetelan lebih lanjut tidak
diperlukan. Bila tidak berimpit, penyetelan harus diulang.

10. Penyetelan benang silang Electronic Distance Meter.
Bila terjadi penyimpangan pandangan benang silang EDM dengan
benang silang dari theodolite.
 Kendurkan sekrup pengikat sumbu utama EDM (Foot Screw) yang
ada dibagian bawah dari clam adaptor.
 Letakkan diatas Theodolite dan arahkan ke target prisma bersama
dengan Theodolite dan kencangkan clamp putaran horizontalnya.
 Gunakan pen koreksi pada kedua sekrup pengikat untuk
mengarahkan benang silang EDM ketitik pusat prisma yang sama
arahnya dengan benang silang Theodolite.

Gambar 32

89

11. Pengecekan pembacaan.
 Setelah penyetelan periksalah dan pastikan bahwa kedua sekrup
pengikatnya sudah kencang, demikian juga dengan sekrup
pengikat sumbu utama yang ada dibagian bawah dari clamp
adaptor.
 Letakkan 90nstrument pada titik A dan target prisma pada titik B
yang berjarak 100 m, titik C ada pada garis lurus AB.
Maka pembacaan jarak dari AC + BC harus sama dengan AB +
konstanta instrument.

Gambar 33
Catatan pada Penyetelan :
1. Urutkan penyetelan pada suatu daftar, mengingat penyetelan ini akan

saling berkaitan satu dengan yang lain. Bila penyetelan dilakukan
dengan urutan yang salah, akan merusak penyetelan sebelumnya.

Gambar 34
2. Bila hanya “ 1 Penyetelan Benang Silang Vertical “ yang diperlukan,

penyetelan ini dapat diselesaikan bila diikuti dengan “ 4 Penyetelan
Benang Silang Horizontal ” dan “ 6 Penyetelan Kolimasi Instrument “.

90

3. Bila hanya “ 4 Penyetelan Benang Silang Horizontal “ yang diperlukan
penyetelan dapat diselesaikan bila diikuti dengan “ 6 Penyetelan
Kolimasi Instrument “.

4. Akhiri selalu penyetelan dengan mengencangkan sekrup penyetel
dengan aman (tetapi jangan kencangkan lebih dari yang diperlukan,
sebab dapat merusak uliran sekrup atau penempatan tekanan yang
tidak seharusnya pada bagian-bagian). Selanjutnya, kencangkan
selalu dengan pemutaran pada arah tekanan pengencangan.

5. Sekrup penempelan harus selalu dikencangkan secukupnya, setelah
selesainya penyetelan.

6. Selalu ulangi pelaksanaan pemeriksaan setelah penyetelan dilakukan,
guna menguji hasilnya.

7. Bila sekrup nivo menjadi kendur, kencangkan dua sekrup penyetel
diatas tiap sekrup penyetel nivo, guna mendapatkan tekanan yang
benar.

8. Bila terdapat kekenduran diantara sekrup penyetel nivo dan basisnya,
kendurkan sekrup set cincin pemegang dan kencangkan cincin
pemegang dengan pen koreksi, hingga terstel dengan baik.
Kencangkan kembali sekrup set pada penyelesaian penyetelan.

91

D. Materi Pokok 4 : Proses Pengecekan Kebenaran Data
Pengukuran.

o Pengecekan hasil bacaan pesawat sipat datar.

Walaupun bentuk dari benang diafragma pada pesawat sipat datar

bermacam-macam tetapi pada umumnya terdiri dari tiga benang yaitu :

benang atas, benang tengah dan benang bawah. Untuk benang tengah

dari pabrik dibuat sedemikian rupa sehingga letaknya ditengah-tengah

antara benang atas dan benang bawah. Pembacaan benang tengah

inilah yang dipakai untuk menentukan beda tinggi. Jadi pembacaannya

harus benar-benar teliti. Sedang benang atas dan benang bawah

diperlukan untuk mengontrol bacaan benang tengah.

Misal, bacaan benang atas = BA

bacaan benang tengah = BT

bacaan benang bawah = BB

Pada pembacaan akan benar jika terpenuhi persamaan sebagai

berikut :
BA – BT = BT – BB atau

2 BT = (BA + BB).

Jika jarak rambu ke pesawat tidak terlalu jauh, maka pembacaan
dapat dikatakan cukup baik bila tercapai :

2 BT – (BB + BA)  2 mm
o Pengecekan Pengukuran Sudut Horisontal

Untuk pengecekan kebenaran pengukuran sudut horizontal dapat

dilakukan dengan cara :
 Pengukuran sudut biasa dan sudut luar biasa.

Pengukuran sudut biasa dan sudut luar biasa pada satu titik dapat

dilakukan dengan cara mengukur sudut biasa suatu titik A dari

pesawat . Untuk pembacaan sudut luar biasa dilakukan dengan
cara memutar teropong 180o kearah vertikal, sehingga vizier pada

teropong berada di bawah. Kemudian teropong diarahkan ke titik A
selisih pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa adalah 180o
 Pengukuran sudut kanan dan sudut kiri.

92

Pada pesawat EDT yang digunakan dalam praktikum ini tersedia
fasilitas sudut kanan dan sudut kiri. Cara nya yaitu dengan
mengarahkan teropong pada titik A (dengan arah ke kanan ).
Kemudian dilakukan pembacaan. Hasil yang didapat adalah sudut
kanan. Untuk mendapatkan sudut kiri, lakukan pengukuran sekali
lagi dengan posisi arah ( kekiri ). Jumlah sudut kanan dan sudut kiri
yang didapatkan sama dengan 360o atau 400g.
o Pengecekan pengukuran sudut pada poligon tertutup.
Besarnya penyimpangan bergantung pada ketelitian alat yang
digunakan.
Pada sudut dalam
fβ=(n-2).180°-∑β”
Pada sudut luar
fβ=(n+2).180°-∑β”
fβ : Kesalahan ukuran sudut poligon
∑β” : Jumlah Sudut ukuran
Toleransi sudut penyimpangan hasil ukuran dinyatakan diterima
atau tidak dengan cara membandingkannya terhadap toleransi.
Jika penyimpangan lebih kecil atau sama dengan batas atas
toleransi, ukuran sudut itu diterima namun jika penyimpangannya
lebih besar dari batas atas toleransi, ukuran sudut itu ditolak.
Hitungan toleransi ukuran sudut mengikuti hukum kompensasi yaitu
total kesalahan (acak) yang terjadi adalah ketelitian alat dikalikan
dengan akar jumlah kejadiannya.

Toleransi : lfβl ≤C√n
C : Ketelitian alat, besarnya adalah separuh bacaan terkecil (least
count) alat.
N : Jumlah titik poligon.

93

o Hasil Pengukuran Poligon dihinggapi kesalahan Besar sudut atau jarak.
 Bila terjadi kesalahan besar (kekeliruan) untuk sudut.
Untuk mencari letak kesalahan, dapat dilakukan dengan :
- Dengan cara menghitung koordinat dari dua arah yakni dari titik B
ke C didapat X1,Y1; X2,Y2; X3,Y3; X'c,Y'c sedang dari titik C ke
titik B didapat koordinat titik-titik X'3,Y'3; X'2,Y'2; X'1,Y'1; X'b,Y'b.
Dari kedua hasil hitungan di atas bandingkan mana koordinat yang
hampir sama (pada titik yang sama pula) maka kemungkinan
kesalahan besar terjadi pada titik tersebut.
- Cara lain untuk menentukan letak kesalahan besar pada
pengukuran sudut adalah dengan menggunakan rumus Bronnimann
:
X'c + Xc Y'c - Yc
Xt = ------------- - { ------------} Cotg ½ f
22
Y'c + Yc X'c - Xc
Yt = ------------- + { ------------} Cotg ½ f
22
dimana :
Xc,Yc adalah koordinat titik C yang diketahui.
X'c,Y'c adalah koordinat titik C yang dihitung dari data mentah.
f adalah salah penutup sudut =( akhir-  awal) - (  - n.180)
Koordinat titik poligon yang hampir sama dengan koordinat
(Xt,Yt) adalah titik dimana terdapat kesalahan besar dalam
pengukuran sudut.
 Apabila terjadi kesalahan besar pada pengukuran jarak maka untuk
mencari letak terjadinya kesalahan besar dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
- hitung salah penutup koordinat fx ,fy.
Fx
- hitung sudut jurusan :  = arc tg -------

94

fy
- cari sisi yang sudut jurusannya sama atau hampir sama dengan

sudut berarti kesalahan besar terjadi pada sisi tersebut.
- besarnya kesalahan jarak fl =  (fx² + fy²)

Gambar 35
o Untuk pengecekan kebenaran pengukuran sudut horizontal dapat

dilakukan dengan cara :
 Pengukuran sudut biasa dan sudut luar biasa.

Pengukuran sudut biasa dan sudut luar biasa pada satu titik dapat
dilakukan dengan cara mengukur sudut biasa suatu titik A dari
pesawat (T). Untuk pembacaan sudut luar biasa dilakukan dengan
cara memutar teropong 180o kearah vertikal, sehingga vizier pada
teropong berada di bawah. Kemudian teropong diarahkan ke titik A
selisih pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa adalah 180°
 Pengukuran sudut kanan dan sudut kiri.
Pada pesawat EDT yang digunakan dalam praktikum ini tersedia
fasilitas sudut kanan dan sudut kiri. Cara nya yaitu dengan
mengarahkan teropong pada titik A (dengan panah ). Kemudian
dilakukan pembacaan. Hasil yang didapat adalah sudut kanan.
Untuk mendapatkan sudut kiri, lakukan pengukuran sekali lagi

95

dengan posisi panah ( ). Jumlah sudut kanan dan sudut kiri yang
didapatkan sama dengan 360° atau 400g.

96

Daftar Pustaka

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002, Badan Penelitian
dan Pengembangan, PT-02, Persyaratan Teknis Bagian
Pengukuran Topografi, Jakarta.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004, Pd T-10-2004-A,
Pengukuran dan Pemetaan Teristris Sungai, Jakarta.

Departemen Geodesi FTSP-ITB, (tanpa tahun) Ilmu Ukur Tanah.

Departemen Pekerjaan Umum (1986), PT 02 Standar Perencanaan
Irigasi, Jakarta.

Kusrianto A, 2013, Super Pintar Exel, Elex Media.

Konsep Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknis Volume I: Umum
Bagian–2: Pengukuran Topografi dan Pemetaan BIDANG
SUMBER DAYA AIR (tanpa tahun)

Prosedur Operasional Standar Survei Geodesi, 2009, Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat
Bina Teknik.

Peraturan Pemerintah Nomor 24/1997

PMNA / KBPN No.3/1997

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Per-Aturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Russel C. Brinker and Paul K.Wolf, (tanpa tahun), Dasar-dasar
Pengukuran Tanah (Surveying)

Surianto M, 2007, Penuntun praktis menghitung data pengukuran dan
pemetaan kadastral menggunakan microsoft exel, Yogya.

Soeratman, 1982, Pr Sudibyo. Petunjuk Praktek Bangunan Gedung 2.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.

Suparno Sastra M, 2006, AutoCAD 2006 Untuk Pemodelan dan Desain
Arsitektur. PT Alex Media Komputindo. Jakarta.

Sulanjohadi, 1984, Gambar Konstruksi Perspektif. Widjaya. Jakarta..

Sumadi, (tanpa tahun) Konstruksi bangunan Gedung. ITB. Bandung

97


Click to View FlipBook Version