The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Penulis :
Darwati, S.Pd., M.Pd.
Editor:
Prof. Dr. Warto, M.Hum.
Dr. Djono, M.Pd.
Andriyanto, S.S. M.Pd.
Layout : Tim Lakeisha
Desain Cover : Tim Lakeisha
Cetak I Januari 2022
15,5 cm × 23 cm, 182 Halaman
ISBN: 978-623-5536-29-3
Diterbitkan oleh Penerbit Lakeisha
(Anggota IKAPI No.181/JTE/2019)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by lakeishapenerbit, 2022-02-11 01:52:58

NASIONALISME DAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

Penulis :
Darwati, S.Pd., M.Pd.
Editor:
Prof. Dr. Warto, M.Hum.
Dr. Djono, M.Pd.
Andriyanto, S.S. M.Pd.
Layout : Tim Lakeisha
Desain Cover : Tim Lakeisha
Cetak I Januari 2022
15,5 cm × 23 cm, 182 Halaman
ISBN: 978-623-5536-29-3
Diterbitkan oleh Penerbit Lakeisha
(Anggota IKAPI No.181/JTE/2019)

Keywords: Sejarah

i

NASIONALISME DAN PERGERAKAN

KEBANGSAAN INDONESIA

i

ii

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Pasal 1:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
Pasal 9:
2. Pencipta atau Pengarang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
memiliki hak ekonomi untuk melakukan a. Penerbitan Ciptaan; b.
Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan Ciptaan; d.
Pengadaptasian, pengaransemen, atau pentransformasian Ciptaan; e.
Pendistribusian Ciptaan atau salinan; f. Pertunjukan Ciptaan; g.
Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; dan i. Penyewaan Ciptaan.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii

iii

Darwati, S.Pd., M.Pd.

NASIONALISME DAN PERGERAKAN

KEBANGSAAN INDONESIA

Penerbit Lakeisha
2022

iii

iv

NASIONALISME DAN PERGERAKAN KEBANGSAAN
INDONESIA
Penulis :
Darwati, S.Pd., M.Pd.
Editor:
Prof. Dr. Warto, M.Hum.
Dr. Djono, M.Pd.
Andriyanto, S.S. M.Pd.

Layout : Tim Lakeisha
Desain Cover : Tim Lakeisha
Cetak I Januari 2022
15,5 cm × 23 cm, 182 Halaman
ISBN: 978-623-5536-29-3
Diterbitkan oleh Penerbit Lakeisha
(Anggota IKAPI No.181/JTE/2019)
Redaksi
Srikaton, Rt.003, Rw.001, Pucangmiliran,
Tulung, Klaten, Jawa Tengah
Hp. 08989880852, Email: penerbit_lakeisha@yahoo.com
Website : www.penerbitlakeisha.com
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah
SWT berkat rahmat dan hidayahNya sehingga buku yang
berjudul Nasionalisme dan Pergerakan Nasional Indonesia
ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sebagai
uswatun khasanah kita beserta keluarga, sahabat – sahabat dan para
pengikutnya, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini bisa
terselesaikan berkat bantuan dan bimbingan yang sabar dari
berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, keluarga dan teman-
teman sejawat. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr.

Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., yang telah berkenan
memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pasca
sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret.

v

vi

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta Dr. Mardiana, M.Si.

3. Kepala Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Sebelas
Maret Surakarta Prof. Dr. Sariyatun, M.Pd., M.Hum.

4. Prof. Dr. Sariyatun, M.Pd., M.Hum., selaku Pembimbing I,
Prof. Dr. Leo Agung S, M.Pd., selaku Pembimbing II, Prof.
Dr. Muhammad Akhyar, M.Pd., Tim ahli instrument kelayakan
Model, Prof. Dr.Warto, H.Hum., selaku Pembimbing III, Dr.
Djono, M.Pd., selaku Pembimbing IV dan Dr. Akhmad Arif
Musadad, M.Pd., selaku Pembimbing V yang telah
memberikan motivasi, mengarahkan dan membimbing dengan
sabar untuk menyelesaikan buku ini.

5. Para Dosen pengajar Program Studi Doktor Prodi Sejarah,
yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada penulis
selama menempuh kuliah di Program Studi Doktor Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala SMA Negeri 1 Tuntang, SMA Negeri 1 Salatiga, SMA
Negeri 1 Kaliwungu Kendal, SMA Negeri 1 Sayung Demak,
SMA Negeri 2 Semarang yang telah memberikan izin
penelitian kepada peneliti sehingga penelitian dapat berjalan
dengan lancar.

7. Suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan
dukungan kepada peneliti sehingga peneliti dapat
menyelesaikan pendidikan program Doktor Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Sebelas Maret Surakarta.
Akhirnya penulis hanya dapat berdo’a semoga Allah Azza

Wa Jalla yang melimpahkan hidayahNya kepada semua pihak
tersebut di atas, dan mudah mudahan buku Nasionalisme dan
Pergerakan Nasional Indonesia ini mampu memberikan manfaat
bagi pembaca. Penulis menyadarai dalam penulisan buku ini masih

vi

vii
banyak kekurangannya sehingga sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk penyempurnaan buku ini di
kemudian hari.

Surakarta, Oktober 2021
Penulis

vii

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ v
DAFTAR ISI ...........................................................................viii
DAFTAR GAMBAR................................................................. xi

BAB 1 APA ITU NASIONALISME? ........................................ 1
MENGAMATI .......................................................................... 1
MENANYA .............................................................................. 3
MENGUMPULKAN INFORMASI........................................... 3
A. Pengertian Nasionalisme.................................................... 3
B. Faktor-Faktor yang membentuk Nasionalisme ................... 6
C. Permasalahan kekinian terkait Nasionalisme .................... 11
D. Pentingnya Nasionalisme dalam era kekinian................... 14
MENGASOSIASI & MENGOMUNIKASIKAN..................... 18
LATIHAN BAB I.................................................................... 18

viii

ix

BAB 2 PERISTIWA PENTING DI MASA PERGERAKAN
NASIONAL ............................................................................... 22

MENGAMATI ........................................................................ 22
MENANYA ............................................................................ 22
MENGUMPULKAN INFORMASI......................................... 23
A. Politik Etis....................................................................... 23
B. Munculnya Pergerakan Nasional di Asia-Afrika .............. 26
C. Pers dan Perjuangan......................................................... 31
D. Kongres Pemuda.............................................................. 32
MENGASOSIASI & MENGOMUNIKASIKAN..................... 38
LATIHAN BAB 2 ................................................................... 38

BAB 3 ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL.............. 42
MENGAMATI ........................................................................ 42
MENANYA ............................................................................ 42
MENGUMPULKAN INFORMASI......................................... 43
A. Budi Utomo .................................................................... 43
B. Sarekat Islam ................................................................... 46
C. Indische Partij.................................................................. 52
D. Muhammadiyah............................................................... 57
E. Nahdlatul Ulama.............................................................. 61
F. Organisasi Kepemudaan dan Kepanduan ........................ 66
G. Gerakan Wanita ............................................................... 71
H. Partai Komunis Indonesia ................................................ 76
I. Taman Siswa ................................................................... 78
J. Partai Nasional Indonesia (PNI)....................................... 79
K. Partai Indonesia (Partindo)............................................... 82
L. Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Pendidikan) ............ 84

ix

x

M. Perhimpunan Indonesia.................................................... 86
MENGASOSIASI & MENGOMUNIKASIKAN..................... 95
LATIHAN BAB 3 ................................................................... 95

BAB 4 TOKOH-TOKOH PERGERAKAN NASIONAL........ 99
MENGAMATI ........................................................................ 99
MENANYA ............................................................................ 99
MENGUMPULKAN INFORMASI....................................... 100
A. R. A. Kartini (1879-1904).............................................. 100
B. R.M. Tirto Adi Suryo..................................................... 103
C. Douwes Dekker ............................................................. 107
D. R.M. Soewardi Soerjoningrat......................................... 115
E. Dr. Cipto Mangoenkoesoemo ........................................ 119
F. Wahidin Soedirohoesodo ............................................... 125
G. Dr. Soetomo .................................................................. 129
H. Mohammad Yamin ........................................................ 134
I. Roehana Koedoes .......................................................... 140
J. Mohammad Hatta .......................................................... 147
K. Haji Agus Salim ............................................................ 153
L. Dewi Sartika .................................................................. 157
M. Soekarno ....................................................................... 161
MENGASOSIASI & MENGOMUNIKASIKAN................... 171
LATIHAN BAB 4 ................................................................. 173
LATIHAN AKHIR................................................................ 175

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 179
PROFIL PENULIS ................................................................. 181

x

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Faktor yang membentuk Nasionalisme...................... 10
Gambar 2 Konflik etnis di Indonesia ......................................... 11
Gambar 3 Gedung STOVIA ...................................................... 24
Gambar 4 Ilustrasi Kongres Pemuda II pada diorama

di Museum Sumpah Pemuda ..................................... 34
Gambar 5 Infografik Sumpah Pemuda....................................... 36
Gambar 6 Tokoh Budi Utomo ................................................... 44
Gambar 7 Peta Konsep tentang Budi Utomo.............................. 45
Gambar 8 Peta Konsep tentang Sarekat Islam............................ 48
Gambar 9 Pimpinan Indische Partij di tahun 2013.

Tiga serangkai duduk di kursi ................................... 53
Gambar 10 Peta Konsep tentang Indische Partij .......................... 54
Gambar 11 Infografik KH Ahmad Dahlan Pendiri

Muhammadiyah ........................................................ 58
xi

xii

Gambar 12 Infografik Kelahiran NU ........................................... 63
Gambar 13 Infografik tentang Oeganisasi Kepemudaan .............. 68
Gambar 14 Peta Konsep tentang PKI .......................................... 77
Gambar 15 Profil Singkat RA Kartini........................................ 101
Gambar 16 Profil Singkat Tirto Adhi Suryo .............................. 104
Gambar 17 Profil Singkat Danudirjo Setiabudi.......................... 108
Gambar 18 Profil Singkat Ki Hajar Dewantara .......................... 116
Gambar 19 Profil Singkat dr Cipto Mangunkusumo .................. 120
Gambar 20 Profil Singkat dr Wahidin Sudirohusodo ................. 126
Gambar 21 Profil Singkat dr Soetomo ....................................... 129
Gambar 22 Profil Singkat Mohammad Yamin ........................... 134
Gambar 23 Profil Singkat Roehana Koedoes ............................. 141
Gambar 24 Profil Singkat Mohammad Hatta ............................. 148
Gambar 25 Profil Singkat H. Agus Salim .................................. 154
Gambar 26 Profil Singkat Dewi Sartika..................................... 158
Gambar 27 Profil Singkat Soekarno .......................................... 161

xii

1

BAB 1 BAB 1

APA ITU NASIONALISME?

APA ITU NASIONALISME?

MENGAMATI Pro-NKRI

Bacalah dengan seksama berita di bawah ini.
Survei LSI: Pro-Pancasila Turun 10%,
Bersyariah Naik 9%
Faiq Hidayat - detikNews
Selasa, 17 Jul 2018 15:05 WIB

Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA melakukan
survei analisis pro-Pancasila. Hasilnya, survei menunjukkan
publik yang pro-Pancasila menurun. Survei ini dilaksanakan di
34 provinsi pada 28 Juni-5 Juli 2018. Jumlah sampel sebanyak
1.200 orang dengan metode multistage random sampling dan
toleransi kesalahan (margin of error) survei diperkirakan ±2,9%.
Responden terpilih diwawancarai menggunakan kuesioner.
Survei ini dibiayai sendiri oleh LSI Denny JA.

"Pada tahun 2005, publik yang pro-Pancasila angkanya mencapai
85,2%, lima tahun kemudian, tahun 2010, angkanya menjadi
81,7%. Tahun 2015 angkanya menjadi 79,4% dan tahun 2018
menjadi 75,3%. Dalam waktu 13 tahun, publik yang pro-
Pancasila menurun 10%," ucap peneliti LSI Denny JA, Ardian
Sopa, saat pemaparan survei di kantor LSI Denny JA,
Rawamangun, Jakarta, Selasa (17/7/2018). Di sisi lain, Ardian

1

2

menyebutkan publik yang pro-NKRI bersyariah mengalami
kenaikan sebesar 9% selama 13 tahun. Pada 2005, angkanya
mencapai 4,6%, tahun 2010 mencapai 7,3%, dan tahun 2015
mencapai 9,8%. "Dan sekarang tahun 2018 menjadi 13,2%.
Dalam waktu kurun 13 tahun, ada kenaikan persetujuan publik
terhadap NKRI bersyariah sebesar 9%," tutur Ardian.

Ardian menjelaskan tiga alasan publik yang pro-Pancasila
menurun, yaitu ekonomi, paham alternatif, dan sosialisasi.
Menurut Ardian, kesenjangan ekonomi semakin tinggi dalam
masyarakat.

"Alasan kedua, paham alternatif semakin digaungkan di luar
Pancasila. Intensifnya paham alternatif di luar Pancasila mampu
menarik, terutama warga muslim. Alasan ketiga, tidak
tersosialisasi dari masyarakat kepada masyarakat," jelas Ardian.

Kemudian menurunnya pro-Pancasila juga terasa di berbagai
segmen, seperti warga penghasilan rendah. Ardian menjelaskan
publik yang berpenghasilan di bawah Rp 1 juta yang pro-
Pancasila pada 2005 mencapai 91,8%, pada 2010 mencapai
85,7%, pada 2015 mencapai 79,1%, dan pada 2018 mencapai
69,1%. Sedangkan publik yang berpenghasilan di atas Rp 3 juta
pada 2005 mencapai 77,8%, pada 2010 sebesar 76,8%, pada
2015 mencapai 76,6%, dan pada 2018 mencapai 76,4%.

Untuk warga muslim yang pro-Pancasila pada 2005 mencapai
85,6%, pada 2010 mencapai 81,8%, pada 2015 mencapai 79,1%,
dan pada 2018 sebesar 74,%. Sedangkan agama lainnya, Katolik,
Protestan, Hindu, dan Buddha, yang pro-Pancasila, sangat stabil
dengan angka 82,8%.

Sementara itu, Adrian juga mengatakan menurunnya angka

3

warga pro-Pancasila merata di level pendidikan. Lulusan atau di
bawah SD pada 2005 mencapai 86,5%, pada 2010 mencapai
83,1%, pada 2015 mencapai 80,1%, dan pada 2018 mencapai
76,3%.

Sedangkan lulusan SLTP yang pro-Pancasila pada 2005
mencapai 84,7%, pada 2010 sebesar 81,3%, pada 2015 mencapai
80,0%, dan pada 2018 sebesar 76,5%. Untuk lulusan SMA, yang
pro-Pancasila pada 2005 mencapai 83,3%, pada 2010 mencapai
80,1%, pada 2015 mencapai 78,4%, dan pada 2018 sebesar
74,0%. "Yang pernah kuliah atau di atasnya yang pro-Pancasila
tahun 2005 82,2% hingga tahun 2018 mengalami penurunan.
Tahun 2018 mencapai 72,8%," ucap Ardian. (fai/tor)

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4119173/survei-lsi-pro-
pancasila-turun-10-pro-nkri-bersyariah-naik-9

MENANYA
Tulisan di atas menggambarkan tentang bagaimana masyarakat
saat ini melihat Nasionalisme Indonesia. Setelah membaca berita
tersebut, apa hal yang perlu diselidiki lebih lanjut terkait dengan
nasionalisme? Coba buat pertanyaan-pertanyaan mengenai
nasionalisme.

MENGUMPULKAN INFORMASI
Baca uraian di bawah ini untuk menjawab keingintahuan kalian
tentang nasionalisme.

A. Pengertian Nasionalisme
Istilah nation atau bangsa dapat dikatakan sebagai suatu

kata yang termasuk dalam kelompok kata-kata seperti ras,
komunitas, orang, suku bangsa, masyarakat dan negara. Kata

4

itu memiliki makna sosial yang berasal dari sesuatu yang
abstrak. Misalnya kata suku dapat menjelaskan suku bangsa
pada masa Romawi kuno atau dua belas suku bangsa di Israel.
Kata suku merupakan istilah teknis dalam antropologi pada
abad XIX, dan kadangkala digunakan untuk menggambarkan
suatu sistem politik. Kata ras juga telah menjadi lekat dengan
nation yang merupakan deskripsi dari setiap kelompok
manuisa yang mengklaim suatu keturunan bersama.

Konsep Nasionalisme dalam penelitian modern berasal
dari dunia Barat. Nasionalisme mula-mula dibenihkan oleh
golongan menengah Inggris yang tergabung dalam kelompok
puritan, kemudian lewat pemikiran-pemikiran John Locke
menyeberang ke Prancis dan Amerika Utara. Nasionalisme
yang bangkit dalam abad ke-18 itu merupakan suatu gerakan
politik untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin
hak-hak warga negara. Gerakan ini juga dimaksudkan untuk
membina masyarakat sipil yang liberal dan rasional.
Nasionalisme abad ke-18 itu telah melahirkan negara-negara
kebangsaan (nation-state) di Eropa dengan menentukan batas-
batasnya di satu pihak dan melahirkan imperialism dipihak
lain. (Aman, 2009)

Nasionalisme yang semula berkembang di Eropa itu juga
berkembang di negara-negara luar Eropa, tetapi dengan nuansa
yang berbeda. Di Afrika nasionalisme muncul berkaitan
dengan proses penjajahan Barat. Bangsa Barat yang menjajah
Afrika menerapkan praktek kolonial seperti diskriminasi atau
ketidakadilan antara kulit hitam semi kulit hitam, dan penguasa
atau masyarakat berkulit putih. Selain itu, juga muncul
kegelisahan di kalangan orang-orang Afrika tentang pendidikan
dan eksploitasi ekonomi. Dalam hal ini Nasionalisme Afrika
sebagai reaksi terhadap penjajahan Barat yang telah merusak
sendi-sendi kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik di
benua itu.

5

Hans Kohn sendiri memberikan pengertian tentang
Nasionalisme sebagai suatu faham yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan. Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-
faktor objektif tertentu yang membuat mereka itu berbeda dari
bangsa-bangsa lainnya. Unsur yang terpenting adalah kemauan
bersama dan hidup nyata. Kemauan itulah yang dinamakan
Nasionalisme, yakni suatu faham yang memberi ilham pada
sebagian terbesar penduduk dan yang mewajibkan dirinya
untuk mengilhami segenap anggota-anggotanya.

Hans Kohn sendiri memberikan pengertian tentang
nasionalisme sebagai suatu faham yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan. Dan selanjutnya dikatakan juga bahwa
kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor objektif
tertentu yang membuat mereka itu berbeda dari bangsa-bangsa
lainnya. Dan unsur yang terpenting adalah kemauan bersama
dan hidup nyata. Kemauan itulah yang dinamakan
Nasionalisme, yakni suatu faham yang memberi ilham pada
sebagian terbesar penduduk dan yang mewajibkan dirinya
untuk mengilhami segenap anggotanya. (Aman, 2009)

Pendapat Hans Kohn tersebut sejalan dengan pendapat
seorang sejarawan Prancis bernama Ernest Renan yang
menyatakan bahwa dalam suatu bangsa yang utama adalah
adanya “lede-sir deter ensemble”, yaitu kehendak untuk
bersatu. Jadi menurutnya, bangsa itu adalah suatu kelompok
manusia yang mau bersatu. Selain itu, yang diperlukan bagi
suatu bangsa adalah adanya suatu “une ame, une principe
spiritual, une grande solidarite” (suatu jiwa, suatu pendirian
rohani, suatu perasaan setia kawan yang agung). Nasionalisme,
dengan demikian adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh
sejumlah besar manusia perorang hingga mereka membentuk
suatu bangsa. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan

6

segolongan (a sense of belonging together) sebagai suatu
bangsa. (Aman, 2009).

B. Faktor-Faktor yang membentuk Nasionalisme

Timbulnya berbagai pandangan tentang suatu gejala luar
biasa (seperti halnya Nasionalisme) wajar karena interpretasi
dari sudut penglihatan tertentu menyoroti aspek-aspek,
dimensi-dimensi, faktor-faktor tertentu pula. Ikatan zaman,
ikatan situasi, serta ikatan-ikatan lain menentukan posisi
penafsir dan karenanya juga sudut penglihatannya.

Di negara-negara Asia (khususnya Indonesia),
tumbuhnya Nasionalisme dalam pengertian modern merupakan
bentuk reaksi atau antisepsis terhadap kolonialisme yang
bermula dari cara eksploitasi yang menimbulkan pertentangan
kepentingan yang permanen antara penjajah dan yang dijajah.
Nasionalisme Indonesia adalah gejala historis yang tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh kekuasaan kolonialisme bangsa
Barat. Dalam konteks situasi kolonial ini, Nasionalisme
Indonesia merupakan suatu jawaban terhadap syarat-syarat
politik, ekonomi, dan sosial yang khusus yang ditimbulkan
oleh situasi kolonial.

Nasionalisme merupakan sebuah paham, sehingga
membawa konsekuensi dapat memberikan manfaat dan hasil
yang konkret. Untuk itu perlu adanya seperangkat alat bantu
yang dapat mendukung dan memperjuangkan apa yang
menjadi ide-ide dari paham tersebut. Dalam hal ini para pelajar
Indonesia sebagai kelompok cendekiawan (kelompok elit
modern) menyadari sepenuhnya bahwa seperangkat alat yang
dibutuhkan itu tidak lain adalah sebuah organisasi modern.
Organisasi yang teratur dan modern diperlukan guna
mewujudkan ide Nasionalisme itu. Kesadaran semacam itu
pula yang kemudian telah memberikan motivasi pada

7

sekelompok pemuda pelajar di STOVIA (School tot Opleiding
van Indische Artsen [Sekolah Pendidikan Dokter Hindia]) yang
dipimpin oleh Soetomo untuk mendirikan perkumpulan Budi
Utomo 1908 sebagai organisasi pergerakan pertama yang
menjadi perintis atau pelopor lainnya organisasi-organisasi
pergerakan kebangsaan Indonesia lain baik di dalam maupun
di luar negeri. (Utomo, 1995)

Proses pencarian bentuk dari pergerakan kebangsaan
pada permulaan abad ini sesungguhnya tidak dapat dilepaskan
dari kondisi yang lahir akibat politik kolonial, ialah dengan
diterapkannya politik “balas budi”. Pelaksanaan politik itu
secara tidak langsung telah mendorong munculnya elit baru
berpendidikan Barat yang sadar akan nasib bangsanya akibat
kolonialisme. Mereka yang kemudian mencita-citakan
lenyapnya segala bentuk diskriminasi ras, perbedaan sosial,
ekonomi, dan politik. Kesadaran itu telah mendorong elit baru
itu untuk mendirikan organisasi alat perjuangan.

Pada dasarnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia
mulai terlihat dan bangkit disebabkan oleh perlakuan dan
sikap pemerintah Belanda terhadap bangsa Indonesia selama
berabad-abad. Semangat nasionalisme itu semakin memuncak
disebabkan beberapa alasan sebagai berikut. (Utomo, 1995)

1. Penindasan Pemerintah Belanda atas bangsa Indonesia.

Pemerintah Belanda melakukan penindasan, ketidakadilan,
dan pemerkosaan terhadap hak-hak asasi bangsa Indonesia
secara keji serta sikap diskriminatif yang sangat
menjijikkan. Perlakuan yang demikian dari Pemerintah
Belanda terhadap bangsa Indonesia yang melukai hati dan
harga diri menimbulkan dendam yang tak pernah pudar.
Pemerintah Belanda melakukan sikap diskriminatif dalam
bidang sosial, ekonomi, politik dan dalam berbagai aspek

8

kehidupan bangsa Indonesia. Dari keadaan yang demikian,
membuat bangsa Indonesia berusaha dengan keras untuk
menyingkirkan penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia.

2. Munculnya Golongan Terpelajar
Meskipun Bangsa Indonesia sedang mengalami penjajahan,
namun masih ada segolongan dari rakyat Indonesia yang
masih bisa mendapatkan pendidikan di luar negeri. Dengan
demikian, putera-putera Indonesia di luar negeri
membangkitkan semangat baru untuk mengusir penjajah.
Mereka kembali ke tanah air dan mengobarkan semangat
menentang pemerintahan Belanda. Di satu sisi, kelompok
terpelajar ini pun terdiri atas dua aliran pemikiran;
kelompok pertama berpikiran ala barat yang berpikiran
lebih dinamis, demokratis, toleran serta liberal dan yang
kedua berpikiran ala timur (Mesir-Cairo) yang lebih
cenderung bersifat militan, anti kolonial, lebih fanatis serta
melakukan perlawanan frontal dengan senjata. Namun
demikian, kedua kelompok ini sama-sama menghendaki
kemerdekaan Indonesia dengan cara masing-masing.

3. Bahasa Melayu
Bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa
pergaulan umum (lingua franca) ternyata mempunyai
pengaruh yang sangat bagus bagi penyatuan bangsa
Indonesia. Pada akhirnya bahasa Melayu menjadi bahasa
persatuan nasional Indonesia. Sebagai bahasa pergaulan,
bahasa Melayu menjadi sarana dalam penyampaian
semangat serta informasi-informasi ke seluruh pelosok
Indonesia.

9

4. Agama Islam sebagai Agama Pemersatu
Masyarakat Indonesia yang sebagian besar memeluk agama
Islam ternyata juga sangat memberikan pengaruh terhadap
perjuangan bangsa Indonesia. Dengan menumbuhkan
semangat jihad fi sabilillah melenyapkan kebatilan yang
dilakukan penjajah Belanda yang kafir, maka dengan
sangat mudah mempersatukan umat Islam untuk merebut
kemerdekaan atas penjajahan Belanda.

5. Perkembangan Sarana Komunikasi dan Transportasi.
Dengan masuknya sarana prasarana yang dibawa oleh
Pemerintah Kolonial Belanda ke Indonesia, ternyata
meskipun hanya sedikit juga dimanfaatkan oleh bangsa
Indonesia. Berita-berita dapat dengan cepat diketahui
umum. Dengan kelancaran pemberitaan dan komunikasi,
kelemahan dan kebobrokan dalam tubuh pemerintahan
Belanda dapat tersiar keluar dan dengan melihat kenyataan
yang demikian, membuat bangsa Indonesia memiliki
kemauan serta menggugah semangat kebangsaan untuk
maju dan menyingkirkan Belanda.

6. Nasionalisme Negara-negara Asia
Semangat nasionalisme ternyata tidak hanya berkembnag di
Indonesia, akan tetapi jauh-jauh hari sebelum berkembang
di Indonesia, di wilayah Asia pun telah berkembang dengan
pesat. Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905
memberikan efek psikologis yang sangat bagus bagi bangsa
Indonesia. Dari kemenangan Jepang tersebut menunjukkan
kepada bangsa Indonesia bahwa bangsa Asia pun ternyata
bisa mengalahkan bangsa Eropa.
Perlawanan Mahatma Gandhi terhadap imperialisme
Inggris di India juga mengilhami bangsa Indonesia bahwa

10

bangsa Asia bukanlah bangsa penakut yang hanya bisa
diam terkurung dalam penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Di
samping itu, pergolakan dan revolusi Philipina tahun 1896
dalam mengusir Spanyol juga dapat menarik perhatian
bangsa Indonesia. Revolusi di China tahun 1911 pun dapat
memberikan semangat dan membangkitkan keberanian
bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemedekaan
bangsa Indonesia.

7. Perkembangan Politik Etis
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah pembentukan
Volksraad atau Dewan Rakyat. Walaupun anggotanya
dipilih tidak melalui mekanisme pemilihan umum,
keberadaan lembaga ini menjadi sarana terbukanya jalan
untuk berkoordinasi antar tokoh intelektual dari masing-
masing daerah. Dengan memanfaatkan hal ini, para tokoh
dari masing-masing daerah dapat memikirkan cita-cita
nasional. Pemerintah Belanda tidak menyadari dengan
pendirian Dewan Rakyat yang dimaksudkan untuk
mengakomodasi tokoh-tokoh Indonesia agar mudah
dikontrol karena tergabung dalam satu lembaga milik
Belanda. Yang ada dipikiran Belanda bahwa Belanda dapat
meredam gejolak yang muncul. Namun pada dasarnya
Belanda dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia.

Gambar 1 Faktor yang membentuk Nasionalisme

11

C. Permasalahan kekinian terkait Nasionalisme
Peta di bawah ini memperlihatkan sebaran konflik etnis

di Indonesia setelah reformasi. Apa yang dapat kalian
simpulkan dengan peta ini?

Gambar 2 Konflik etnis di Indonesia
Sumber: Tadjoeddin, Mohammad. (2013). Educated but poor:

Explaining localized ethnic violence during Indonesia’s
democratic transition. International Area Studies Review. 16.

24-49. 10.1177/2233865913475434.
Krisis multidimensi yang berkepanjangan—puncaknya
tahun 1997-2000—merupakan pengalaman terpahit dalam
krisis ekonomi, politik, dan hukum pasca kemerdekaan
Indonesia. Konflik-konflik yang terjadi di berbagai pulau-
pulau besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian, Sumatera—
salah satu buntutnya adalah pilihan penduduk untuk bertahan
tinggal ataukah meninggalkan kediaman mereka yang telah
berubah menjadi daerah konflik berkepanjangan. Sampai
dengan tanggal 5 April 2002 saja sudah 1.247.449 orang
Indonesia hidup mengungsi di negerinya sendiri (Supardan,

12

2013). Saat itu pengungsi tersebar di 20 provinsi. Kemudian
data sampai tanggal 5 April 2002 memperlihatkan Maluku
sebagai provinsi yang paling banyak menampung pengungsi:
300.091 orang sekitar 24,06 persen. Begitu juga korban konflik
di Aceh menyebabkan 48.489 mengungsi ke Sumatera Utara.
Selanjutnya korban konflik di Timor Timur sebagian besar
mencari perlindungan di Nusa Tenggara Timur mencapai
26.196 keluarga atau 136.143 orang. Di Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah dua provinsi ini memang provinsi yang
rentan dengan konflik.

Setidaknya sudah terjadi 11 konflik besar yang
melibatkan etnik-etnik tertentu di daerah itu sejak tahun 1950
sampai 1999. Penyebab langsungnya hampir sama; soal-soal
spele. Konflik terjadi di Sambas tahun 1999 misalnya, dimulai
dengan terbunuhnya seorang pencuri dari salah satu etnik yang
bertikai. Masalah ini kemudian berkembang dalam waktu
relatif singkat menjadi perseteruan antaretnik. Tidak kurang
dari 3.000 orang warga Desa Paritsetia yang tidak tahu-
menahu dengan persoalan itu terpaksa mengungsi. Manakala
derajat konflik membesar 68.000 jiwa dari etnik tertentu
terpaksa mengungsi (Triardiantoro dan Suwardiman, 2002:
322).

Pola yang hampir sama terjadi di Maluku dan Poso yang
sama-sama dimulai dengan perkelahian atau bentrokan
antarwarga. Jika faktor pemicu di Kalimantan Barat adalah
etnik, sedangkan di dua kawasan Indonesia Timur ini faktor
pemicunya adalah penganut agama. Kerusuhan di Poso
berawal dari konflik antar pemeluk agama di penghujung tahun
1998. Berlangsungnya selama seminggu, lalu reda, tetapi
kambuh lagi pada pertengahan 1999. Bentrokan susul-
menyusul sampai-sampai Poso lumpuh total. Tidak hanya
aktivitas masyarakat yang terhenti, kantor-kantor pemerintah
juga terpaksa ditutup untuk sementara waktu.

13

Seperti biasanya, kerusuhan disulut oleh hal-hal sepele.
Kerusuhan di Maluku diawali dengan bentrokan antara seorang
warga dan seorang sopir angkutan di Ambon pada pertengahan
Januari 1999 (Triardianto dan Suwardiman, 2002: 32). Bentrok
itu berkembang menjadi konflik antaragama dan menjalar ke
Maluku Tenggara dan Maluku Utara. Sebetulnya upaya
pemerintah dalam mengatasi konflik itu signifikan.
Berakhirnya konflik di Sambas dan Sampit tidak lepas dari
keseriusan pemerintah membentuk tim peneliti yang
beranggotakan pakar berbagai kajian disiplin ilmu.
Pembentukan Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan
Barat dan Tengah oleh keempat etnik—Dayak, Melayu,
Tionghoa, dan Madura—turut menghentikan konflik dengan
menempatkan perselisihan antarwarga sebagai perselisihan
perseorangan, bukan sebagai pertikaian antaretnik (Triardianto
dan Suwardiman, 2002: 32). Yang tampak lama adalah di
Poso, Ambon, bahkan Aceh, dan Papua.

Ketahanan integrasi bangsa kita di sini sedang diuji
kehandalan karena kelalaiannya. Pemerintah Orde Lama, Orde
Baru telah keliru dengan merasionalkan persatuan yang
bersifat mitis itu menjadi suatu nasionalisme tanpa
mewujudkan ke-mitis-an persatuan tersebut secara empiris.
Maksudnya, pemerintah tidak memberi kesempatan bahwa
masing-masing kelompok etnik untuk mengekspresikan
keleluasaannya dalam persatuan bangsa ini. Ini sungguh
mengerikan di mana orang tidak lagi menghargai bahwa
perbedaan agama-budaya itu sebagai Rachmatan lil-Allamin.

Belum lagi gerakan-gerakan yang ingin
memproklamirkan diri seperti kelompok GAM di Aceh, RMS
di Ambon atau Maluku Selatan, dan Gerakan Papua Merdeka.
Semuanya ini jika dibiarkan akan mencabik-cabik kesatuan
dan persatuan bangsa. Hal-hal yang semacam inilah yang
dalam bukunya Francis Fukuyama dalam The Great

14

Disruption si penulis buku terlaris abad ini The End History of
Last Man, bahwa modal sosial kita menjadi rendah karena
tidak adanya rasa saling percaya antar etnik, budaya, agama,
justru yang ada adalah rasa curiga yang dalam. Ini berbahaya
jika tidak ada rasa percaya-mempercayai, harga menghargai
antar anak bangsa yang ada. (Supardan, 2013)

Sejumlah permasalahan bangsa di atas sedikit banyak
menjelaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan
serius terkait dengan nasionalisme. Menurunnya nilai-nilai
nasionalisme di kalangan masyarakat sebetulnya bukan perkara
baru, melainkan permasalahan klasik yang terus dialami
bangsa ini sejak Indonesia merdeka dari penjajahan kolonial
hingga saat ini.

D. Pentingnya Nasionalisme dalam era kekinian

Hasil survei LSI Denny JA patut direnungkan. Survei itu
menunjukkan bahwa sejak 2005-2018 jumlah warga yang pro-
Pancasila semakin berkurang setidak-tidaknya 10%. Di level
pendidikan formal, khususnya kelompok muda, jumlah pro-
Pancasila juga menurun. Hasil penelitian LSI 2019 cukup
memberikan sedikit angin segar karena jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, nasionalisme masyarakat
mengalami kenaikan. Sebesar 66,4 persen warga yang masih
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia,
19,1 persen warga mengidentifikasi diri sebagai kelompok
penganut agama tertentu, dan 11,9 persen warga
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari suku tertentu.
Meskipun hasil survei menunjukkan perkembangan
nasionalisme cukup positif pada 2019, kita tidak boleh lupa
bahwa 33,6 persen warga yang tidak mengutamakan
nasionalisme bukanlah angka yang kecil dan artinya

15

nasionalisme masih berada dalam tantangan, oleh karena itu
topik ini masih relevan untuk disuarakan. (Setyowati, 2019)

Dalam upaya mendirikan Indonesia sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat, Soekarno mengadopsi gagasan Ernest
Renan tentang nasionalisme yang merujuk pada kesepakatan
politik untuk mencapai cita-cita masa depan bersama sebagai
bangsa yang senasib sepenanggungan dan kesediaan berkorban
untuk menjaga semangat kebangsaan. Nasionalisme dalam
pandangannya bukanlah nasionalisme sempit, melainkan lebih
mencerminkan humanisme dan internasionalisme yang terlahir
dari tiga kondisi yaitu adanya eksploitasi ekonomi,
kekecewaan politik akibat dominasi kekuasaan asing, dan
hilangnya hak mengembangkan kebudayaan lokal di bawah
cengkeraman sistem pendidikan kolonial. (Setyowati, 2019)

Di era kolonial, nasionalisme dibangun atas kesadaran
bersama yang dipupuk atas dasar perbedaan suku, agama, ras,
dan antar golongan untuk terbebas dari belenggu penjajahan
kolonial. Dalam pemerintahan Orde Lama, nasionalisme
dibangun untuk membangun Indonesia ke arah yang lebih baik
dengan mengedepankan kebudayaan lokal dan nasional serta
sekeras mungkin menutup keran terhadap pengaruh
kebudayaan asing.

Sementara di era Orde Baru nasionalisme dipupuk dan
dibentuk dalam doktrin-doktrin yang bersifat top-down serta
terkesan digunakan sebagai legitimasi kekuasaan yang bersifat
militeristik. Nasionalisme mendapat tantangan yang signifikan
di era reformasi. Hal ini ditandai dengan mulai
terpinggirkannya muatan Pancasila di level pendidikan formal
yang sebagaian besar terfokus hanya pada perkembangan
teknologi dan ekonomi. Memudarnya nasionalisme di era ini
juga dapat disoroti dari maraknya konflik sosial berbasis ras
seperti kasus Poso, Ambon, Aceh, Papua, serta lepasnya Timor
Timur dari Indonesia, bermunculannya ormas-ormas yang

16

menegaskan identitas kultural, serta banyaknya ideologi
alternatif yang kerap bertentangan dengan ideologi bangsa.
Belum lagi, maraknya berbagai narasi primordialisme dan
sentimen berbasis isu SARA yang berkembang di masyarakat
pada saat pilpres dua periode terakhir seolah membuat sekat-
sekat kultural menjadi lebih kuat dan tidak terhindarkan.

Berangkat dari kenyataan ini, nasionalisme perlu
disuarakan kembali untuk menjaga kedaulatan bangsa dan
membawa Indonesia ke arah yang lebih baik karena jika tidak
persatuan dan kesatuan akan terancam dan generasi mendatang
akan bersikap apatis terhadap negerinya sendiri. Jika
nasionalisme dalam konteks dulu dibangun untuk membentuk
kesadaran kolektif demi memerdekakan diri dari kolonialisme,
di era kontemporer ini nasionalisme harus dibangun untuk
membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berdaulat.
Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi yang tepat dan
efisien dalam upaya menumbuhkembangkan kembali
nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia kontemporer,
khususnya di kalangan kelompok muda.

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan
menguatkan kembali nasionalisme di level pendidikan formal.
Muatan Pancasila wajib diberikan serta diamalkan di semua
level pendidikan formal dengan penerapan yang tepat. Kedua,
masih dalam level pendidikan formal, narasi-narasi sejarah
tentang kepahlawanan yang wajib munculkan kembali,
diketahui, dan dipahami oleh generasi muda. Misalnya, kisah
tentang ikrar Sumpah Pemuda terkait kesadaran berbangsa dan
bernegara yang digagas oleh kelompok muda dan menjadi
cikal bakal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu,
model pendidikan karakter yang dilakukan oleh K.H.
Dewantara yang menitikberatkan pada pendidikan karakter
pada bidang kesenian dan kebudayaan dalam upaya
memperhalus budi pekerti dan kemanusiaan masih relevan

17

untuk diterapkan. Ketiga, penguatan nasionalisme dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya populer,
seperti kegiatan olah raga, musik, film, kompetisi pendidikan,
dan masih banyak lagi. Suksesnya perayaan Asian Games di
Indonesia 2018 yang dibarengi dengan meningkatkan prestasi
altet-atlet Indonesia terbukti berhasil dalam menumbuhkan
semangat nasionalisme dan kebanggaan menjadi bagian dari
bangsa Indonesia di kalangan masyarakat.

Selain itu, kemenangan siswa Indonesia dalam meraih
medali emas di Olimpiade Matematika di Lucknow India serta
kemenangan penyanyi muda Indonesia, Claudia Emmanuela
Santoso, dalam ajang pencarian bakat di Jerman juga sukses
dalam membangun nasionalisme di kalangan masyarakat.
Sebagai bangsa yang terdiri dari beragam unsur kebudayaan,
Indonesia memiliki keunggulan di bidang kreativitas seni dan
budaya sehingga nasionalisme dapat diinternalisasi dan diolah
secara kekinian dengan menonjolkan kebhinekaan budaya
dalam bentuk kegiatan-kegiatan kreatif di kancah internasional
untuk rasa kebanggaan terhadap Indonesia.

18

MENGASOSIASI & MENGOMUNIKASIKAN
1. Buat peta konsep tentang apa faktor-faktor yang melahirkan

nasionalisme di Indonesia.
2. Dari peta konsep tersebut berilah tanda mana yang masih

relevan untuk diterapkan pada kehidupan di saat ini.
3. Peta Konsep dapat dibuat secara manual atau menggunakan

perangkat
Berikut adalah contoh peta konsep yang dapat kalian buat
tentang nasionalisme.

LATIHAN BAB I
A. Pilihan Ganda

Pilihlah Jawaban yang paling tepat
1. Perhatikan pernyataan berikut ini !

(1) Kenangan kejayaan masa lampau
(2) Kemenangan Jepang atas Rusia
(3) Penderitaan rakyat akibat politik drainage

19

(4) Munculnya paham-paham baru
(5) Munculnya golongan terpelajar
Faktor-faktor internal yang mendorong bangkitnya
nasionalisme di Indonesia ditunjukkan dengan nomor ….
A. 1, 2, dqn 3
B. 1, 2, dan 4
C. 1, 2, dan 5
D. 1, 3, dan 4
E. 1, 3, dan 5

2. Berikut ini yang merupakan faktor ekstern yang mendorong
lahirnya nasionalisme di Indonesia adalah ….
A. Munculnya golongan terpelajar
B. Kemenangan Jepang atas Rusia
C. Kenangan akan kejayaan pada masa lampau
D. Penderitaan rakyat akibat politik drainage
E. Adanya diskriminasi rasial

3. Dilihat dari visinya dalam rangka perjuangan kemerdekaan
Indonesia untuk jangka panjang tahun 1928 disebut juga
sebagai ….
A. Angkatan Perintis
B. Angkatan Pendobrak
C. Angkatan Penggagas
D. Angkatan Pelaksana
E. Angkatan Penegas

4. Pergerakan nasional mampu memberi arah baru dalam
perjuangan kebangsaan. Simpulan yang tepat tentang
periode pergerakan nasional adalah…
A. Pergerakan nasional bertumpu pada kalangan
cendekiawan dan aristokrat. Mereka menjadi sosok

20

yang banyak berpengaruh dalam memobilisasi massa
untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah.
B. Pergerakan nasional pada mulanya didorong oleh
kalangan terpelajar. Lambat laun, mereka tergeser oleh
kalangan aristokrat yang berhasil mendirikan
organisasi-organisasi pergerakan nasional.
C. Perjuangan di masa pergerakan rakyat menjadi lebih
efektif karena didukung oleh kalangan terpelajar yang
tergabung dalam organisasi.
D. Pergerakan nasional telah berhasil memunculkan
organisasi yang bergerak di berbagai bidang. Mereka
berhasil mengorganisasi massa untuk bergerilya
melawan sekutu.
E. Corak perlawanan terhadap kolonial tidak lagi bersifat
kedaerahan. Berkembangnya radio menjadi faktor
penting tersebarnya gagasan ke seluruh kawasan
Indonesia di masa pergerakan nasional.

5. Tumbuhnya pergerakan kebangsaan Indonesia dipengaruhi
oleh berkembangnya paham nasionalime di dunia. Menurut
Hans Kohn nasionalime berarti ....
A. Sikap yang muncul karena adanya keinginan untuk
bersatu dari suatu kelompok masyarakat
B. Kesetiaan tertinggi rakyat diberikan kepada bangsa dan
negara
C. Gabungan gagasan yang mengandung faktor politik,
ekonomi, sosial budaya
D. Gerakan adanya persamaan sikap dan tingkah laku
dalam memperjuangkan nasib yang sama
E. Suatu gerakan yang sepenuhnya diabdikan untuk
kepentingan bangsa dan negara

21

B. Uraian
Jawablah Pertanyaan dibawah ini !
1. Apa pemahaman kalian tentang nasionalisme?
2. Mengapa nasionalisme yang berlebihan itu tidak baik?
3. Bagaimana dampak penjajahan di Indonesia dalam bidang
Politik?
4. Politik Etis merupakan kebijakan Belanda yang penting
bagi kehidupan rakyat Indonesia,benarkah demikian.
Bagaimana pendapatmu?
5. Dalam konteks sosial pemerintah Belanda telah
menjalankan kebijakan yang diskriminatif. Bagaimana
pendapatmu tentang kebijakan itu?

22

BAB 2 BAB 2

PERISTIWPEARPIESNTTIWINAG PDEINMTAISNAGPEDRIGMEARASAKAN

NASIONAL

PERGERAKAN NASIONAL

MENGAMATI
Pernahkah kalian menyanyikan lagu di bawah ini?

Satu Nusa Satu Bangsa
Pencipta: L. Manik
Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita
Tanah air
Pasti jaya

Untuk Selama-lamanya
Indonesia pusaka
Indonesia tercinta
Nusa bangsa
Dan Bahasa
Kita bela bersama

MENANYA
Lagu di atas sarat dengan nilai kebangsaan. Lagu ini sebenarnya
diciptakan oleh Liberty Manik dan diperdengarkan tahun 1947 di
RRI. Lagu ini kian popular saat dinyanyikan kembali oleh grup
band Coklat. Setelah kalian menyanyikan lagu ini, apa hal yang
dapat kalian maknai dari lagu ini? Apa yang menginspirasi

22

23

lahirnya lagu ini? Coba kalian selidiki lebih lanjut dengan cara
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa yang
melatarbelakangi munculnya lagu tersebut.

MENGUMPULKAN INFORMASI
Baca uraian di bawah ini untuk menjawab keingintahuan kalian
tentang peristiwa yang menguatkan nasionalisme Indonesia.

A. Politik Etis
Menjelang akhir abad XIX, kesadaran mengenai arti

penting Hindia Belanda bagi Kerajaan Belanda mulai muncul.
Hal ini disebabkan pada masa itu terjadi perlombaan dalam
pencarian daerah jajahan. Pada saat itu mulai ada perhatian
pemerintah terhadap daerah-daerah di Hindia Belanda,
khususnya di luar jawa. Hal ini bertujuan untuk menghalau
ekspansi militer dan imperalis asing yang akan masuk ke
wilayah Indonesia, selain itu juga untuk kepentingan
eksploitasi kekayaan alam.

Pada awal abad XX, terjadi perkembangan baru dalam
pelaksanaan politik kolonial Belanda di Indonesia. Garis
politik baru itu berbeda dengan watak politik yang dilakukan
sebelumnya. Politik ini berpedoman pada usaha peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, politik pada
masa ini disebut dengan ethische politik (politik etis) yang
artinya politik dengan haluan utama. Haluan politik ini banyak
dipengaruhi oleh van Deventer, seorang etikus dalam
tulisannya yang tekenal yaitu “een eerschuld” yang artinya
kewajiban suci atau hutang budi. Tulisan dari van Deventer di
muat dalam majalah De Gide. Ide dalam tulisannya itu didasari
oleh pandangannya terhadap politik eksplotasi yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia, tetapi

24

pemerintah Belanda telah melalaikan kewajibannya terhadap
rakyat jajahan dalam bidang kesejahteraan dan pendidikan.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah kolonial Belanda
mengubah watak politiknya terhadap Hindia Belanda agar
lebih banyak memperhatikan kesejahteraan rakyat jajahan.
Kelalaiannya selama ini harus ditebus dengan jasa baik kepada
rakyat berupa irigasi, edukasi, dan emigrasi. Haluan politik
baru ini kemudian dikenal dengan sebutan politik balas budi
atu politik etis. (Utomo, 1995)

Ide-ide van Deventer ini memang kemudian dilaksana-
kan, akan tetapi keuntungan kapitalis tetap menjadi tujuan
utama. Perkebunan tebu menghendaki irigasi yang intensif,
sehingga harus dipikirkan untuk pembuatan saluran-saluran
irigasi tambahan. Pabrik-pabrik yang banyak jumlahnya,
kantor-kantor dagang, dan cabang-cabang perusahaan lainnya
menyebabkan banyaknya kebutuhan akan pegawai-pegawai
yang berpendidikan barat. Tenaga kerja yang murah banyak
dibutuhkan di luar Jawa, sehingga daerah baru dibuka untuk
perkebunan modern. Jadi, penerapan gagasan politik etis ini
ditumpangi oleh kepentingan kaum swasta kapitalis yang lebih
mementingkan kuntungan, sehingga gagasan-gagasan
humaniter sebagaimana dimaui oleh pencetusnya diabaikan.

Gambar 3 Gedung STOVIA
Sumber: collectie.wereldculturen.nl

25

Pada pelaksanaan politik etis ada beberapa perubahan
yang terjadi, antar lain adanya desentralisasi pemerintahan.
Selain itu didirikan pula Dewan Rakyat (Volksraad).
Desentralisasi ini diimplementasikan dengan adanya
pembagian wilayah menjadi beberapa provinsi. Selain itu,
dalam bidang irigasi, ada pembangunan besar-besaran
bangunan irigasi. Pada bidang emigrasi, dilakukan pemindahan
penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Dalam bidang edukasi
banyak dibangun sekolah-sekolah seperti OSVIA (Opleiding
School Voor Inlandsche Ambtenaren [Sekolah Pendidikan
Pribumi untuk Pegawai Negeri Sipil]), STOVIA (School tot
Opleiding van Indische Artsen [Sekolah Pendidikan Dokter
Hindia]) , dan lain sebagainya. Selain itu, dalam bidang hukum
diberlakukan hukum Hindia Belanda dengan diterbitkannya
kitab undang-undang. (Utomo, 1995)

Politik etis dimulai dengan penuh semangat itu pada awal
tahun kedua dasawarsa kedua mulai kabur dan pelaksanaannya
diragukan. Perkembangan sosial politik sejak kebangunan
nasional dan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918)
menimbulkan situasi politik yang melemahkan tujuan sepeti
yang termaktub dalam politik etis. Dalam prakteknya banyak
juga terlihat bahwa perkembangan mateial dan spiritual
penduduk sangat terbatas. Keadaan sosial juga tidak banyak
mengalami perubahan. Kemiskinan, buta huruf, dan kurangnya
kesehatan masih nampak jelas dalam kehidupan rakyat. Ada
ungkapan yang menyatakan bahwa dalam pelaksaan politik
etis itu etika hanya didengung-dengungkan akan tetapi orang
takut akan konsekuensi keuangannya.

Pada akhirnya pelaksanaan politik etis mengalami
kegagalan. Kegagalan tersebut nampak jelas pada tahun-tahun
akhir perang dunia I, di mana timbul kelaparan dan
kemiskinan. Perbedaan antara golongan Eropa dan pribumi
sangat mencolok. Perusahaan Belanda mengalami kemajuan

26

pesat dan memperoleh keuntungan berlipat. Sebaliknya usaha-
usaha untuk membantu rakyat hanya dijalankan oleh
pengusaha-pengusaha di daerah di tempat mereka memiliki
kebun, yang semata-mata untuk kepentingan pemilik kebun
tersebut. Akibatnya terjadi kegelisahan sosial yang
memunculkan berbagai perlawanan rakyat seperti di Jambi
(1916), Pasarebo (1916), Cimareme (1918), serta Toli-Toli
(1920).

B. Munculnya Pergerakan Nasional di Asia-Afrika

Mobilisasi yang terjadi pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20 telah membawa dampak yang besar dalam
perkembangan sejarah dunia. Paham-paham pembaharuan yang
lahir di Eropa dan Amerika ikut terbawa arus mobilisasi
sampai ke negara-negara atau benua lainya. Kemudian dengan
paham pembaharu tersebut menimbukan gejolak yang
membawa perubahan yang mendasar. Paham yang paling
berkembang saat itu adalah Nasionalisme yang sudah mulai
berkembang dikawasan Asia-Afrika menjelang abad ke-20. Hal
ini mendorong lahirnya tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Kemudian dari tokoh-tokoh pergerakan nasional tersebut
perjuangan perebutan kemerdekaan dilakukan secara modern.

Semangat nasionalisme dan kebangkitan pergerakan
nasional di kawasan Asia dan Afrika pada umumnya
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yakni:
1. Faktor Kejayaan di Masa Lampau

Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah
mengalami masa-masa kejayaan, jauh sebelum imprealisme
dan kolonialisme barat masuk di wilayah itu. India pernah
punya kebudayaan Sungai Indus yang terkenal dengan
kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa yang sudah
berkembang kira-kira sejak 3000 tahun sebelum masehi.

27

Kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa ini terkenal
memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi, hal tersebut
dibuktikan dengan ditemukanya sistem tata kota yang
sangat baik, lengkap dengan sanitasi dan sistem pertanian
dan pengairan serta sistem pemerintahan yang dijalankan
berdasar moral dan agama. Bangsa Cina juga sudah
memiliki kebudayaan kuno, yakni yang dikenal dengan
peradaban Lembah Sungai Kuning (Whang-Ho). Bahkan
peradaban Lembah Sungai Kuning ini terbentuk atas
keadaan alam yang ganas kemudian dengan segenap
kekuatan bangsa Cina berhasil menguasai keadaan tersebut.
Sebagai salah satu peradaban tertua di dunia, bangsa Cina
sudah mengenal pertanian sejak masa Neolitik yakni sekitar
tahun 5000 SM.

Di kawasan Afrika terdapat pula salah satu peradaban
tertua umat manusia yang terkenal dengan peradaban
Lembah Sungai Nil. Sungai Nil merupakan sungai
terpanjang di dunia yang memiliki panjang 6670 km.
Peradaban Lembah Sungai Nil yang paling terkenal adalah
peradaban Mesir karena sampai sekarang masih bisa
ditemukan hasil-hasil kebudayaan kuno seperti Piramida,
Shpinx, Obelisk, dan lain sebagainya. Selain India, Cina,
dan Mesir masih ada beberapa kebudayaan atau peradaban
kuno di Asia dan Afrika, seperti peradaban Sumeria (3000
SM), peradaban Babilonia Kuno (2000 SM), peradaban
Assiria (900 SM), peradaban Babilonia Baru (612 SM),
serta peradaban Persia Kuno (550 SM).

Latar belakang historis tersebut kemudian muncul
menjadi semangat nasionalisme yang disimbolkan dengan
perlawan melawan penjajah untuk memperoleh
kemerdekaan serta dengan harapan dapat mengulang
kejayaan masa lalu.

28

2. Faktor Senasib dan Sepenanggungan
Penjajahan yang dilakukan bangsa-bangsa barat terhadap

bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika telah
mengakibatkan mereka hidup dalam kemiskinan dan
penderitaan yang berkepanjangan. Perasaan senasib dan
sepenaggungan tersebut telah mempersatukan bangsa-bangsa
di Asia dan Afrika untuk sama-sama keluar dari penderitaan
yang diakibatkan oleh penjajahan tersebut.

3. Lahirnya Golongan Cerdik Pandai
Upaya perjuangan kemerdekaan bukan hanya dilakukan

dengan jalur kekuatan senjata melainkan juga melalui
organisasi-organisasi pergerakan nasional. Organisasi-
organisasi pergerakan nasional tersebut memperjuangkan
kemerdekaan dengan jalur diplomasi. Adapun organisasi
pergerakan nasional tersebut lahir dari golongan cerdik pandai
seperti, Soekarno (Indonesia), Mahatma Gandhi (India), Sun
Yat Sen (Cina), Ho Chi Minh (Vietnam), Mustafa Kemal Pasha
(Turki), dan Arabhi Pasha (Mesir).

4. Kemenangan Jepang Atas Rusia
Pada tahun 1904-1905 Jepang berperang dengan Rusia.

Tentara Jepang yang merupakan banga Asia berhasil
mengalahkan tentara Rusia yang merupakan salah satu simbol
kekuatan Eropa pada saat itu. Keberhasilan ini mendorong
lahirnya rasa percaya diri yang tinggi sebagai bangsa Asia
karena mampu mengalahkan bangsa Eropa, kemudian
semangat tersebut berubah menjadi rasa nasionalisme yang
kemudian dijadikan modal dalam perjuangan mengusir
penjajah.

Di kawasan Asia Tenggara kasadaran nasional baru
bangkit secara keseluruhan sejak permulaan abad ke-20.

29

Hampir seluruh wilayah di kawasan ini berada dalam
kekuasaan bangsa barat (dijajah). Pada masa itu berkembang
pandangan-pandangan dan paham-paham baru serta
berkembang pula serangan terhadap tradisionalisme dan
feodalisme.

Pergerakan nasional yang kuat di negara-negara Asia
Tenggara, seperti Burma, Indo-Cina, dan Indonesia mendapat
pengaruh besar dari gerakan nasionalisme di negara-negara
Asia lainya, antara lain pemberontakan Boxer pada tahun 1899
di Cina, munculnya Jepang sebagai negara maju dan
kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905, revolusi
Tiongkok pada tahun 1911 dan pembentukan partai Kuo Min
Tang oleh Dr. Sun Yat Sen, dan kebangkitan nasionalisme
India yang ditandai dengan semakin luasnya pengaruh partai
Swaraj (merdeka) dalam Kongres Nasional India, serta
pengaruh ajaran Mahatma Gandhi yang melancarkan gerakan
non-kooperasi (Satyagraha) terhadap Inggris.

Semua gerakan nasional tersebut telah membangkitkan
antusiasme bangsa-bangsa Asia Tenggara untuk lepas dari
belenggu penjajahan. Reaksi bangsa barat terhadap tuntutan
kaum nasionalis tidaklah simpatik. Walaupun demikian,
adapula yang berupaya mengendurkan tekanan dan mencari
cara peningkatan kemakmuran. Misalnya, Belanda menerapkan
Politik Etis di Indonesia pada tahun 1900 dan Inggris berjanji
akan melatih rakyat India untuk memerintah sendiri secara
barat.

Semakin banyaknya orang-orang Burma, Vietman, dan
Indonesia yang mencapai pendidikan tinggi, baik di dalam
negeri ataupun di luar negeri (Eropa), menyebabkan mereka
mempelajari pemikiran-pemikiran politik barat. Mereka
mempelajari sejarah bangsa barat, seperti perjuangan konstitusi
Inggris, perang kemerdekaan Amerika, dan Revolusi Perancis.

30

Mereka juga membaca luapan semangat patriotisme seperti
yang diungkapkan oleh Shakespeare, “This England never did,
nor never shall Lie at proud foot of conquer”. (Hal ini tidak
akan dilakukan Inggris, dan juga tidak akan pernah berada di
bawah kaki sang penakluk).

Kesadaran sejarah masa lampau juga turut memberikan
inspirasi bagi munculnya kesadaran nasional di berbagai
negara. Sebelum kedatangan bangsa barat, perasaan nasional
bangsa-bangsa di Asia Tenggara telah memainkan peranan
penting. Misal dalam perjuangan Burma melawan kekuasaan
Shan, perjuangan kemerdekaan Mon terhadap Burma, perang
antara Cham dan Vietnam serta perang antara Burma dan
Muangthai pada abad ke-16 dan 17.

Di samping itu, nasionalisme di Asia Tenggara juga
muncul karena akar-akar kebudayaan bangsa-bangsa di
kawasan ini telah berkembang sedemikian suburnya, utamanya
dalam bidang seni dan arsitektur selama zaman pertengahan.
Walaupun kebudayaan di wilayah ini mendapat pengaruh yang
besar dari India dan Cina, namun tetap menunjukkan ciri-ciri
tersendiri yang khas. Bahkan kebudayaan yang berkembang di
Mon, Khmer, Champa, Jawa, dan Burma menunjukan ciri-ciri
yang berbada dengan India atau Cina.

Perasaan keagamaan juga berpengaruh besar bagi
pergerakan nasional Asia Tenggara. Hal ini nampak dalam
kebangkitan kembali agama Budha dan Islam. Di Burma
terdapat asosiasi pemuda Buddhist dan di Indonesia terdapat
Sarekat Islam yang memiliki banyak pengikut. Di Thailand
Budhisme juga menjadi penggerak bagi perjuangan menjaga
kedaulatan negeri tersebut.

31

C. Pers dan Perjuangan
1. Surat Surat Kartini

Pada era politik etis juga ditandai dengan munculnya
pembaharu pemikiran dikalangan priyayi. Kartini yang
merupakan Putri dari bupati Jepara menjadi pusat perhatian
karena kepiawaiannya dalam hal menulis, termasuk menulis
surat bagi para kaum etis di Belanda, salah satunya adalah
sahabatnya Ny. R.M Abendanon. Selain bersurat, karena
kemampuannya dalam memahami bahasa Belanda, ia juga
sering menerbitkan artikel. salah satu artikelnya adalah Van
een Vergeten Uithoekje (dari pojok yang dilupakan), tulisan
ini mengangkat tentang para ukir kayu yang akan
kehilangan profesinya dikarenakan kebijakan pemangkasan
pegawai yang akan dilaksanakan oleh Belanda.

2. Perkembangan Pers
Di awal abad ke-20, para priyayi menuangkan ide

gagasannya melalui pers (media cetak). Isu yang diangkat
tentu saja mengenai nasib para kaum bumiputera yang kian
tertindas dari adanya Kolonialisme. namun demikian kaum
bumiputera belum memiliki kantor pers tersendiri. di awal
abad 20 barulah orang-orang Indo dan orang orang Tionghoa
yang menjadi penerbit. namun kesempatan tersebut digunakan
oleh masyarakat Bumiputera untuk menimba ilmu dan magang
di tempat tersebut. Pada pertengahan abad ke-20 barulah
penerbit bumiputera pertama muncul, RM. Tirtoadisuryo
mendirikan sendiri penerbitan surat kabar. tidak hanya Tirto
ada juga tokoh lain seperti FFJ Pangemanan, dan R.M
Tumenggung Kusuma Utaya, mereka mengambil peran dalam
redaktur Ilmoe Tani, Kabar Perniagaan, dan Pewart Prijaji.

32

Budi Utomo pada awal pertumbuhannya telah
mengambil alih Dharmo Kondo, majalah yang sebelumnya
dimiliki dan diterbitkan oleh orang Cina. Setelah mengalami
masa pasang surut dalam perkembangannya, harian Dharmo
Kondo berubah nama menjadi Pewarta Oemoem, dan menjadi
pembawa suara Partai Indonesia Raya (Parindra). Selain
Dharmo Kondo, Budi Utomo pernah juga menerbitkan Budi
Utomo (1920), Adilpalamerta (1929), dan Toentoenan Desa
pada tahun 1930.

Sarekat Islam (SI) setelah mengadakan kongresnya yang
pertama pada tahun 1931 di Surabaya, menerbitkan Oetoesan
Hindia. Sl juga menerbitkan Bendera Islam, Sarotama, Medan
Moelimin, Sinar Djawa, Teradjoe. Indische Partij di bawah
pimpinan Tiga Serangkai menjadikan Het Tijdsichrift dan De
Express sebagai alat propagandanya. Melalui kedua media ini,
tulisan-tulisan tokoh Indische Partij dimuat. Di lain tempat,
organisasi pergerakan yang ada di negeri Belanda,
Perhimpunan Indonesia (PI) telah menerbitkan medianya
Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Putera.
Tulisan-tulisan tokoh Pl dalam majalah tersebut banyak
berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan di tanah air.

D. Kongres Pemuda

Pada tahun berikutnya setelah beberapa organisasi
politik mulai berani muncul dipermukaan dan secara terang-
terangan melawan pemerintah Belanda, maka pada tanggal 30
April 1926 di Jakarta diselenggarakan "Kerapatan Besar
Pemuda", yang kemudian terkenal dengan nama "Kongres
Pemuda I". Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil
organisasi pemuda Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden
Minahasaers, kemudian Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum

33

Theosofi juga ikut dalam kerapatan besar. Tujuan Kongres
Pemuda I ialah mencari jalan membina perkumpulan pemuda
yang tunggal, yaitu membentuk sebuah badan sentral dengan
maksud:
1. Memajukan persatuan dan kebangsaan.
2. Menguatkan hubungan antara sesama perkumpulan

perkumpulan pemuda kebangsaan.

Selama kongres itu diucapkan pidato-pidato
diantaranya berjudul "Indonesia Bersatu" oleh seorang pemuda
dari PPPI. Para pemuda harus memperkuat rasa persatuan,
yang harus tumbuh mengatasi kepentingan golongan, agama,
dan daerah. Juga dibentangkan sejarah pergerakan Indonesia
dan ditegaskan bagian yang harus diambil oleh pemuda untuk
meresapkan jiwa dan cita-cita Indonesia Raya. Pemuda-
pemuda harus dapat menjauhkan diri dari kepentingan
golongan dan kepentingan diri sendiri. Dalam pertemuan itu
juga dibicarakan kedudukan kaum wanita dalam pergaulan
hidup islam, dan juga dibicarakan masalah poligami.

Kongres pemuda pertama yang dilaksanakan tidak
langsung membuahkan hasil. hal ini dapat dipahami
dikarenakan semangat bersatu masih belum cukup kuat akibat
politik adu domba yang dilaksanakan oleh Belanda.
kepercayaan yang dibangun belum terlalu kuat. namun para
pemuda tidak begitu saja menyerah. pada tanggal 20 februari
1927 sekali lagi di Jakarta diadakan pertemuan antara Jong
Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong
Ambon, Jong Minahasa, dan PPPI, Rapat in sudah dapat lebih
maju selangkah lagi karena sudah membahas usul fusi dari
Jong Java. Pertemuan ini walaupun belum mencapal hasil
final, tetapi telah meletakkan dasar yang kokoh, karena makin
mendekatkan persatuan. Setelah pertemuan ini pemuda
pemuda dari Bandung merasa tidak sabar lagi, dan pada

34

tanggal 20 Februari 1927 didorong oleh Mr. Sartono dan Mr.
Sunaryo, mereka mendirikan sendiri Jong Indonesia (Pemuda
Indonesia), Pemuda Indonesia mendirikan cabangnya di
Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Bersama-sama PPPI dan Pl di
negeri Belanda, maka Pemuda Indonesia terus mendorong
organisasi pemuda lainnya untuk mengadakan persatuan yang
nyata. Persatuan itu harus diwujudkan dengan tegas dalam
bentuk fusi.

Gambar 4 Ilustrasi Kongres Pemuda II pada diorama
di Museum Sumpah Pemuda

Kongres Sumpah Pemuda ke II
Hasil dari rapat tersebut kemudian menyetujui untuk
diadakannya Kongres Pemuda ke ll untuk lebih merekatkan
para pemuda dalam satu wadah perjuangan. pada tanggal 28
Oktober 1928 diadakanlah kongres pemuda ke-Il yang
dilaksanakan di gedung Zindonesische Clubgebouw di Jalan
Kramat Raya 106. Kongres Pemuda II berlangsung pada 27-28
Oktober dalam tiga tahap rapat. Rapat pertama berlangsung di
gedung Katholieke Jongelingen Bond di Waterlooplein
(sekarang Lapangan Banteng), lalu dipindahkan ke Oost Java

35

Bioscoop di Konigsplein Noord (sekarang Jalan Medan
Merdeka Utara), dan kemudian Gedung Kramat 106 baru
dipakai untuk rapat ketiga sekaligus penutupan rapat.

Sumpah Pemuda
Pada sidang tersebut Moh Yamin muncul sebagai salah satu
tokoh yang benar-benar menggaungkan agar Indonesia
memilik bahasa pemersau. usulannya terhadap bahasa melayu
yang harus dijadikan bahasa pemersatu akhirnya digodok dan
sedikit dirubah oleh kesepakatan kongres menjadi bahasa
Indonesia. pada akhir rapat kongres ke-II, Muhammad Yamin,
yang saat itu baru berusia 25 tahun, mengedarkan secarik
kertas kepada pimpinan rapat, Soegondo Djojopoespito, lalu
diedarkan kepada para peserta rapat yang lain. Siapa sangka,
dari tulisan tinta Yamin di secarik kertas itulah tercetus
gagasan Sumpah Pemuda.

Perumusan Teks Sumpah Pemuda
Moh. Yamin merupakan salah satu tokoh yang ikut andil besar
dalam perumusan teks sumpah pemuda. Ikrar tersebut
merupakan perlambang dari keyakinan yang harus mampu
dibanggakan bagi setiap warga masyarakat yang
membacakannya. Yamin memiliki peran penting. Di hadapan
ribuan pemuda dari pelbagai daerah, ia berpidato pemberi
semangat perjuangan. Tak cuma itu, Yamin juga ikut dalam
rapat marathon yang digelar Sabtu sore hingga Ahad malam,
27-28 Oktober 1928. Yamin ikut urun rembuk bersama utusan
dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Indonesia, Sekar
Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong
Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya. Dari hasil diskusi
itu, para pemuda sepakat untuk mencetuskan Ikrar pamuda.
Yamin-lah yang bertugas meramu rumusannya.

36
Pada sidang Kongres Pemuda, Yamin tidak
membutuhkan waktu lama untuk merumuskan ikrar tersebut.
Draf ikrar tersebut di edarkan kepada peserta sidang hingga
sampai kepada ketua kongres Soegondo Djojopoespito. Draf
disetujui dan dibacakan. naskah tersebut awalnya bernama
Ikrar Pemuda namun kemudian diubah oleh Moh Yamin
sehingga menjadi Sumpah Pemuda.

Gambar 5 Infografik Sumpah Pemuda
Sumber: Kompas.com

37

Indonesia Raya
Supratman sering datang dan ikut dalam diskusi diskusi yang
dilaksanakan oleh para pemuda di gedung Clubhuis Indonesia
(CI). la menyadari bahwa akan ada sebuah pergerakan pemuda
yang akan mengubah bangsa Indonesia yaitu sebuah kongres
pemuda. la terpanggil untuk memberikan sumbangsihnya
terhadap kongres tersebut. la tertarik menggubah lagu sebagai
penyemangat pergerakan. Dalam semarak gelora kongres
pemuda ke 2 yang melahirkan sumpah pemuda, tanpa
direncanakan tampillah W.R Supratman dengan seizin
pemimpin kongres. la memainkan lagu gubahannya sendiri
dalam kongres tersebut. Lagu itu berjudul lagu Indonesia raya.
Lagu tersebut dimainkan menggunakan biolanya, tanpa syair.
hal ini dikarenakan pada kongres tersebut dijaga oleh tentara
Belanda. Lagu Indonesia Raya disahkan sebagai lagu
kebangsaan pada kongres PNI tahun 1929 di bawah pimpinan
Bung Karno.


Click to View FlipBook Version